Sawit dari Taman Nasional - d2d2tb15kqhejt.cloudfront.net · Inti Indosawit Subur Ukui 2 mill milik...
-
Upload
trinhtuong -
Category
Documents
-
view
228 -
download
0
Transcript of Sawit dari Taman Nasional - d2d2tb15kqhejt.cloudfront.net · Inti Indosawit Subur Ukui 2 mill milik...
Sawit dari Taman Nasional
Menelusuri TBS Sawit Illegal di Riau, Sumatra
Riau, Sumatera, Indonesia 2013
Gambar muka dari kiri atas ke kanan bawah:
Kawanan gajah terekam di perbatasan TN Tesso Nilo tahun 2009 © WWF Indonesia/Samsuardi.
Harimau tertangkap kamera pada di TN Tesso Nilo tahun 2008 © WWF/PHKA
Perambah mengkonversi kawasan IUPHHK PT. Siak Raya untuk kebun sawit,koordinat N 0°4'29.24" dan E
101°31'43.87" gambar diambil26 April 2011 ©WWF Indonesia
Kebun sawit illegal yang dikelola oleh Soko Jati Pangean yang diindikasikan memiliki keterkaitan dengan PT.
Citra Riau Sarana milik Wilmar dalam kawasan IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari koordinat S 0°8'45.23"dan E
101°29'51.83" terekam pada 14 Juli 2011 © WWF Indonesia.
Truk yang mengangkut Tandan Buah Segar (TBS) TBS illegal dari Taman Nasional Tesso Nilo ke pabrik PT. Inti Indosawit Subur Ukui 2 mill milik Asian Agri di koordinat S 0°20'3.48" E 102°2'49.81"© WWF Indonesia.
Truk yang mengangkut TBS dari Taman Nasional Tesso Nilo memasuki gerbang mill PT. Citra Riau Sarana 2 jam 04:04 PM pada 27 July 2011© WWF Indonesia
Kutip laporan ini sebagai: WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo.
Daftar Isi
Daftar Isi ............................................................................................................................................................. 3
KATA PENGANTAR .............................................................................................................................................. 1
RINGKASAN ......................................................................................................................................................... 3
1. LATAR BELAKANG ....................................................................................................................................... 5
1.1. Produksi Minyak Sawit dan Unit Pengolahannya di Riau .......................................................................... 6
1.2. Perkebunan Sawit di Riau .......................................................................................................................... 7
2. TEMUAN INVESTIGASI ................................................................................................................................ 8
2.1 Perkebunan Kelapa Sawit Ilegal di Dalam Kompleks Hutan Tesso Nilo...................................................... 8
2.2 Kepemilikan, Luas, dan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit Ilegal ................................................... 12
2.3 Keterkaitan Perusahaan Besar Swasta dalam Pengembangan Kebun Sawit di dalam Kompleks hutan
Tesso Nilo ................................................................................................................................................. 13
2.4 Mills di sekitar Kompleks hutan Tesso Nilo. ............................................................................................ 15
2.5 Penelusuran aliran TBS dari Kompleks hutan Tesso Nilo ke Pabrik Pengolahan ..................................... 18
2.5.1 Aliran TBS dari Kompleks hutan Tesso Nilo ke mills milik Wilmar........................................... 18
2.5.2 Aliran TBS dari Kompleks hutan Tesso Nilo ke Pabrik Asian Agri. ........................................... 23
2.6 Pasokan minyak sawit ke pasar global terkontaminasi TBS yang berasal dari Kompleks hutan Tesso
Nilo. .......................................................................................................................................................... 27
3. Legalitas Pengembangan Kebun Sawit di dalam Kompleks Hutan Tesso Nilo ............................................. 27
Lampiran 1: Sejarah Kompleks hutan Tesso Nilo ............................................................................................ 29
Lampiran 2: Legalitas Perkebunan Kelapa Sawit .............................................................................................. 33
BATASAN ISTILAH
Kompleks hutan Tesso Nilo meliputi kawasan Taman Nasional Tesso Nillo , IUPHHK PT. Hutani Sola
Lestari dan IUPHHK PT. Siak Raya Timber
Kawasan Hutan dalam laporan ini didefinisikan sebagai kawasan yang dikelola oleh Kementerian
Kehutanan berdasarkan konsensus Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK Keputusan Menteri
Kehutanan No. 173,/Kpts-II/1986) dan Rencana Tata Ruang Propinsi Riau (RTRWP) tahun 1994.
Penunjukan kawasan hutan tidak berarti bahwa kawasan tersebut merupakan tutupan hutan alam.
Seluruh lahan di dalam Kompleks hutan Tesso Nilo dikategorikan sebagai kawasan hutan dan tidak
diijinkan adanya pengembangan komoditas perkebunan, seperti kebun sawit.
Perambahan dalam laporan ini termasuk kegiatan menduduki, menguasai dan mengusahakan
kawasan hutan di kompleks hutan Tesso Nilo sesuai dengan TGHK tahun 1986 dan RTRWP Riau tahun
1994.
Sawit illegal dalam laporan ini menunjuk pada sawit yang berasal dari perkebunan yang berada di
dalam kawasan hutan di kompleks hutan Tesso Nilo sesuai dengan (Tata Guna Hutan Kesepakatan)
TGHK tahun 1986 dan RTRWP Riau tahun 1994.
Penyebutan Asian Agri dalam laporan ini mewakili PT Inti Indo Sawit Subur dan PT. Mitra Unggul
Pusaka.
Penyebutan Wilmar dalam laporan ini mewakili PT. Citra Riau Sarana.
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 1
Gambar 1. Papan pengumuman di
depan mill milik PT. Inti Indosawit
Subur dari group Asian Agri yang
berada di kompleks hutan Tesso Nilo
yang menyatakan larangan untuk
tidak mengirim pasokan TBS illegal
0°13'23.08"S 102°5'42.07"E
KATA PENGANTAR
Laporan ini didasarkan pada investigasi yang dilakukan oleh WWF Indonesia pada Februari 2011 hingga
April 2012 terhadap rantai pasok tandan buah segar (TBS) yang ditanam secara ilegal di kawasan Taman
Nasional Tesso Nilo, IUPHHK PT. Siak Raya Timber dan PT. Hutani Sola Lestari (selanjutnya dalam laporan
ini disebut sebagai Kompleks hutan Tesso Nilo). Investigasi rantai pasok ini mengemukakan adanya
pembelian TBS illegal oleh dua perusahaan sawit global: Asian Agri dan Wilmar. Laporan ini belum
dipublikasikan hingga saat ini untuk memberikan kesempatan kepada para pihak yang terkait dengan
perdagangan TBS tersebut untuk merespon dengan aksi tindak lanjut. Para pihak yang dimaksud termasuk
Balai Pengelola Taman Nasional Teso Nilo dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut).
WWF Indonesia telah mengirimkan draft laporan ini kepada Kemenhut pada tanggal 5 November 2012
untuk menyampaikan situasi yang terjadi. Kemenhut selanjutnya mengirim surat kepada Asian Agri pada
bulan Januari 2013 untuk meminta klarifikasi. Pada Februari 2013, Menteri Kehutanan menyampaikan
pernyataan pada saat peresmian pusat konservasi gajah di perbatasan Taman Nasional Tesso Nilo bahwa
Kemenhut berkomitmen untuk merelokasi perambah dan menyediakan dana untuk mengatasi isu
perambahan. Pada saat yang sama Bupati Pelalawan menambahkan bahwa pihak pemerintah kabupaten
akan menyediakan dana tambahan yang bersumber dari APBD kabupaten untuk mendukung relokasi warga
yang berada di dalam Taman Nasional Tesso Nilo1. WWF menyambut baik komitmen ini dan mendorong
Kemenhut dan pihak Kabupaten Pelalawan untuk segera mengimplementasikan program ini.
Asian Agri telah mengumumkan secara terbuka kepada para
suppliernya untuk menolak TBS yang tidak memenuhi ketentuan
peraturan perundangan. Salah satu anggota DPRD Kabupaten
Pelalawan -dimana pabrik Asian Agri berada- menyatakan
kekecewaannya atas keputusan yang diambil oleh pihak Asian
Agri untuk menghentikan pembelian TBS yang berasal dari
kawasan hutan. Pernyataan pihak DPRD tersebut disampaikan
dalam forum dengar pendapat yang telah dilaksanakan dua kali
yang melibatkan Asian Agri, para supplier, kepala desa, koperasi,
BKSDA, dinas kabupaten yang terkait dan WWF. Pernyataan
serupa juga disampaikan pada saat kunjungan anggota DPRD
Pelalawan ke kantor WWF Indonesia.
Dalam rapat dengar pendapat pertama, Asian Agri meminta
jaminan tertulis dari supplier pemasok TBS ke PKS milik Asian Agri
bahwa TBS yang mereka pasok ke Asian Agri bukan berasal dari
kawasan hutan atau kawasan yang tidak diizinkan untuk ditanam
tanaman perkebunan yang tidak terbatas pada : Kawasan Hutan
Lindung, Kawasan Hutan Tanaman Industri, Kawasan Hutan
Produksi dan Kawasan Konservasi. Tiga hari setelah rapat dengar
1 Rujukan pada tautan http://ppid.dephut.go.id/berita_terkini/browse/8 dan
http://www.riauterkini.com/lingkungan.php?arr=56148
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 2
Gambar 2. Papan pengumuman di depan mill milik PT. Citra Riau
Sarana dari group Wilmar yang berada di kompleks hutan Tesso
Nilo yang menyatakan “Kami tidak menerima TBS yang
bersumber dari Kebun hasil rambahan Kawasan Hutan diambil
pada titik koordinat 0°14'19.98"S 101°34'46.36"E.
pendapat pertama WWF menerima salinan pernyataan supplier yang dikuatkan juga oleh tanda tangan
kepala desa serta dinas atau instansi pemerintah terkait. Hingga saat ini proses klarifikasi terhadap
pernyataan status lahan dari TBS belum dilakukan oleh pihak pemerintah yang berwenang termasuk pihak
Balai TNTN. WWF diminta unutk mendukung proses ini. Berdasarkan verifikasi lapangan yang diusulkan,
WWF akan mendukung masyarakat yang memiliki hak yang sah dan hak adat terhadap lahan di dalam
kompleks hutan Tesso Nilo agar kebun-kebun tersebut dapat dikelola dengan cara-cara yang lestari.
Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar kebun sawit di dalam kompleks hutan Tesso Nilo saat ini
dikembangkan dan dikelola oleh para pendatang: masyarakat yang datang dari luar kawasan, dan seringkali
berasal dari luar provinsi Riau.
Wilmar, di tingkat grup perusahaan, sejak bulan November 2012 telah mengumumkan bahwa mereka
tidak akan membeli TBS yang bersumber dari kebun hasil rambahan “Kawasan Hutan” (didefinisikan
sebagai kawasan yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan baik ditutupi oleh hutan alam maupun tidak)).
Pada tanggal 18 Januari 2013, Wilmar
telah bertemu dengan WWF dan
menyatakan telah melakukan proses
verifikasi terhadap TBS yang diindikasikan
berasal dari dalam kawasan hutan.
Selanjutnya, Wilmar menginformasikan
bahwa mereka telah sepenuhnya
menghentikan penerimaan TBS yang
berasal dari kawasan hutan dan
melakukan perbaikan prosedur serta
kontrak pembelian dengan memasukan
klausul syarat jaminan legalitas asal-usul
TBS. WWF menerima salinan surat
manajemen PT. Citra Riau Sarana
tertanggal 12 November 2012 yang berisi
instruksi (1) penghentian pembelian TBS
dari penjual yang kebunnya berasal dari
Taman Nasional Tesso Nilo (2) Tidak
melakukan pembelian TBS Illegal dari
pihak manapun juga dan (3) pembuatan
perjanjian yang jelas dan tegas dengan pihak penjual TBS bahwa TBS yang diperjualbelikan adalah buah
legal. Namun, WWF belum melakukan verifikasi terhadap pelaksanaan komitmen ini di tingkatan mills.
Studi ini hanya menginvestigasi sebagian kecil rantai pasok TBS yang ditanam secara ilegal di kompleks
hutan Tesso Nilo. Di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo terdapat 50 pabrik pengolahan kelapa sawit. Secara
umum, studi ini mengindikasikan bahwa pasokan minyak sawit dari Indonesia ke pasar global telah
terkontaminasi oleh TBS yang berasal dari kebun-kebun Illegal. Kebun-kebun seperti ini telah menyebabkan
kerusakan kawasan hutan termasuk taman nasional yang menjadi habitat penting bagi harimau dan gajah
Sumatera. Konsumen global tanpa disadari telah berkontribusi terhadap kerusakan Kompleks hutan Tesso
Nilo dan kawasan lainnya yang dilindungi secara legal.
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 3
RINGKASAN
1. Analisa Citra Satelit Landsat 2002-April 2011 menunjukan pertambahan luas kawasan yang dirambah di dalam kompleks hutan Tesso Nilo—kompleks tersebut memiliki luasan 167.618--cenderung meningkat setiap tahunnya. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun berikut: 2006 areal yang dirambah seluas 14.165 Ha, tahun 2008 mencapai 14.704 Ha dan paling luas pada tahun 2009 yang mencapai 16.305 Ha. Dalam lingkup kompleks hutan Tesso Nilo, perambahan paling besar terjadi pada lokasi IUPHHK PT. Siak Raya Timber yaitu mencapai 84% atau sekitar 32.310 Ha, selanjutnya Taman Nasional Tesso Nilo yang mencapai 43% atau sebesar 35.416 Ha. Sedangkan di dalam konsesi IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari mencapai 40,% atau sebesar 18.497 Ha.
2. Berdasarkan hasil survey 52.266,5 Ha dari kompleks Tesso telah dirambah, 70 % (36.353 Ha) diantaranya telah dikonversi menjadi kebun sawit ilegal. Dari areal yang telah dikonversi menjadi kebun sawit tersebut, 15.819 Ha merupakan kebun yang sudah menghasilkan tandan buah segar. Dengan asumsi produktivitas 1,3-2 ton/ha/bulan, produksi TBS saat ini di kawasan hutan tesso nilo cukup untuk mensuplai satu CPO mill untuk memproduksi 67,000 ton per tahunnya. Sementara luas kebun yang belum menghasilkan sebesar 20.784 Ha. Dalam Taman Nasional Tesso Nilo sendiri, kawasan yang sudah dikonversi menjadi kebun sawit totalnya mencapai 15.714 Ha dimana 5.841 Ha merupakan kebun yang sudah menghasilkan TBS.
3. Kebun sawit di dalam kompleks hutan Tesso Nilo dikuasai dan dikelola oleh individu dan kelompok.
Teridentifikasi 524 orang mendominasi 72% (26.298 Ha) dari total area perambahan yang telah dikonversi menjadi kebun sawit (36.353 Ha), sementara sisanya dikelola oleh 20 kelompok. Rata-rata kebun yang dimiliki oleh individual adalah 50 hektar, jauh lebih besar dari rata-rata kebun yang dimiliki oleh petani, yang mengindikasikan adanya modal yang besar
4. Hasil observasi di lapangan ditemukan 50 mills beroperasi di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo dengan perkiraan kebutuhan TBS sebesar 14,5 juta ton per tahun. Sementara untuk ke-11 mills yang tidak memiliki kebun sendiri diperlukan pasokan TBS dari kebun swadaya sebesar 3 juta ton per tahunnya2. 4 mills dimiliki oleh Wilmar, Musim Mas, Golden Agri Resources dan BUMN perkebunan sementara 7 mills lainnya belum teridentifikasi kepemilikannya.
5. Dalam kurun waktu investigasi, dua grup perusahaan—Asian Agri dan Wilmar—diindikasikan terlibat dalam perdagangan TBS yang ditanam secara ilegal di dalam kompleks hutan Tesso Nilo. Dari pemantauan lapangan juga ditemukan bahwa Asian agri dan Wilmar terlibat dalam pengembangan kebun sawit illegal di dalam Kompleks hutan Tesso Nilo. Berdasarkan hasil investigasi sampai dengan bulan April 2012, mills di bawah ini ditemukan melakukan pembelian TBS yang ditanam secara ilegal di kompleks hutan Tesso Nilo dengan penjelasan sebagai berikut:
No. Nama Mills Lokasi asal TBS Nama Kelompok
Perambah
Grup Asian Agri
1 PT. Mitra Unggul Pusaka IUPHHK PT. Siak Raya Timber
Mamahan Jaya
2 PT. Inti Indosawit Subur Ukui 1 Taman Nasional Tesso Nilo
Pondok Kempas
3 PT. Inti Indosawit Subur Ukui 2 Taman Nasional Bagan Limau
2 Dengan asumsi rata-rata waktu produksi 20 jam per hari dan 25 hari dalam sebulan.
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 4
Tesso Nilo
4 PT. Inti Indosawit Subur Ukui 2 Taman Nasional Tesso Nilo
Tani Bahagia (Lubuk
Batu Tinggal)
Grup Wilmar
5 PT. Citra Riau Sarana 1
IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari
Koperasi Soko Jati
Pangean
6 PT. Citra Riau Sarana 2 Taman Nasional Tesso Nilo
Toro Jaya
7 PT. Citra Riau Sarana 3 Taman Nasional Tesso Nilo
Toro Jaya
Grup Lainnya
8 PT. Karya Indorata Persada IUPHHK PT. Siak Raya Timber
Segati Jaya
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 5
1. LATAR BELAKANG
Kawasan hutan seluas 167,618 Ha Kompleks hutan Tesso Nilo di jantung Sumatera merupakan salah satu kawasan yang memiliki keragaman jenis tumbuhan vaskuler tertinggi di dunia3 dan merupakan kawasan penyangga populasi kunci dari gajah (Gambar. 1) dan harimau Sumatera yang kini terancam kepunahan.
Gambar 3. 50 ekor kawanan gajah terekam di perbatasan Taman Nasional Tesso Nilo tahun 2009. © WWF Indonesia/Samsuardi. Nilai konservasi yang tinggi ini mendorong Kementerian Kehutanan pada tahun 2004 menetapkannya sebagai Taman Nasional Tesso Nilo yang kemudian diperluas pada tahun 2009. Dari keseluruhan kawasan hutan tropis dataran rendah seluas 1,6 juta Ha—yang pada tahun 1980-an merupakan lanskap hutan tropis yang kondisinya mengagumkan—hanya tersisa sekitar 80.000 Ha saja dan kondisinya pun berada dalam ancaman kepunahan45. Kawasan hutan di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo telah berganti menjadi hutan tanaman yang dimiliki oleh dua perusahaan berskala global, APRIL dari Royal Golden Eagle/Raja Garuda Emas dan Asia Pulp & Paper dari Sinar Mas Group. Selain dikonversi menjadi hutan tanaman, kawasan ini pun secara masif dikonversi menjadi perkebunan sawit. Seiring dengan meningkatnya nilai ekonomi dari komoditas ini, perluasan kebun sawit juga telah merambah kawasan hutan termasuk Taman Nasional Tesso Nilo. Pengembangan perkebunan kelapa sawit di dalam kompleks hutan Tesso Nilo adalah kegiatan ilegal. Menurut undang-undang kehutanan di Indonesia, semua tanah yang berada di dalam kawasan kompleks dikategorikan sebagai “Kawasan Hutan” yang tidak membolehkan pengembangan perkebunan komoditas pertanian seperti kelapa sawit. Transaksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa swait yang berasal dari kompleks hutan Tesso Nilo dapat dikategorikan sebagai ilegal dan setiap orang yang terlibat dalam proses transaksi dapat dituntut secara pidana (penjelasan lebih lanjut bisa dilihat di bagian 3 dan lampiran)
3Gillison, A.N. (2001) Vegetation Survey and Habitat Assessment of the TessoNilo Forest Complex. Report prepared for WWF-US.
http://www.savesumatra.org/app/webroot/upload/report/TessoNiloBiodiversity1.pdf 4WWF Indonesia (2010) Sumatra’s Forests, their Wildlife and the Climate. Windows in Time: 1985, 1990, 2000 and 2009.
http://awsassets.wwf.or.id/downloads/wwf_indonesia__2010__sumatran_forests_wildlife_climate_report_for_dkn___bappenas.pdf 5Laumonier, Y., Uryu, Y., Stüwe, M., Budiman, A., Setiabudi, B. & O. Hadian (2010) Eco-floristic sectors and deforestation threats in
Sumatra: identifying new conservation area network priorities for ecosystem-based land use planning. Biodiversity Conservation 19 (4): 1153-1174.http://www.springerlink.com/content/c77376k574051178/fulltext.pdf
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 6
Namun perkebunan milik masyarakat setempat dan penduduk asli dengan hak kepemilikan adat dan hukum untuk tanah yang berada di dalam kawasan hutan Tesso Nilo harus dihargai. WWF akan mendukung kelompok masyarakat ini dalam mengelola perkebunan yang telah ada secara lestari serta memperjuangkan kepemilikan mereka secara hukum kepada Pemerintah. Satuan tugas multipihak yang dikoordinasikan oleh Balai Taman Nasional Tesso Nilo telah berjuang selama bertahun-tahun untuk menghentikan gelombang perambahan kebun sawit ini namun belum menunjukkan hasil dan perubahan yang diharapkan. Tantangan berat ini memang harus dihadapi secara bersama-sama, melibatkan Pemda, perusahaan, LSM dan masyarakat. Dalam kerangka mempertahankan yang tersisa dari ekosistem kompleks hutan Tesso Nilo, WWF melakukan investigasi lapangan untuk memetakan lebih jauh tingkat deforestasi yang terjadi di dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dan menelusuri rute rantai pasok TBS yang berasal dari kawasan ini kemungkinan telah mengkontaminasi rantai pasokan minyak sawit sampai ke tingkat global.
1.1. Produksi Minyak Sawit dan Unit Pengolahannya di Riau
Jutaan hektar hutan tropis di Indonesia telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. TBS dipanen dari perkebunan ini sepanjang tahun. Minyak Sawit Mentah/Crude Palm Oil (CPO) diolah dari TBS oleh pabrik-pabrik pengolahan (mills) yang berada di sekitar perkebunan dan kemudian diproses lebih lanjut di dalam atau di luar negeri menjadi beragam produk, dari makanan sampai produk-produk kesehatan dan perawatan tubuh. Indonesia merupakan produsen terbesar CPO di dunia dimana Pulau Sumatera merupakan produsen terbesar. Di Sumatera, Provinsi Riau merupakan produsen minyak sawit terbesar (Tabel 1).
Tabel 1. Prosentase Produksi Sawit dari Provinsi Riau Tahun 2010 - 2011.
Indonesia (dalam Juta ton) Riau (dalam Juta ton) Riau (% Nasional)
Produksi TBS Olahan
98,76 35
7 35,4 %
8
Produksi CPO 23,59 7
10 29,7 %
11
Ekspor CPO 16,512
4,813
29 %14
Pada tahun 2009 Provinsi Riau memiliki 173 pabrik pengolahan sawit dengan total kapasitas terpasang
8.161 ton TBS per jam (Table 2). Umumnya pabrik pengolahan sawit ini dimiliki oleh grup perusahaan
nasional bahkan global namun 46 pabrik diantaranya yang mengolah 22% dari TBS yang ada di Riau
merupakan pabrik yang tidak memiliki kebun.
Mills yang tidak memiliki kebun, sangat bergantung dari pasokan TBS yang ada di pasaran. Mills semacam ini seringkali dimiliki oleh perusahaan skala kecil tanpa kebijakan dan prosedur pembelian sehingga mereka secara bebas membeli TBS dari supplier manapun tanpa pengecekan legalitas sumbernya.
6 Tonnase TBS yang diolah di Indonesia diperkirakan sebagai jumlah ton CPO yang diproduksi dibagi dengan tingkat ekstraksi
minyak rata-rata (http://www.scribd.com/doc/25187432/15/Kapasitas-Produksi-Pabrik (Oil Extraction Rate Formula) 7 Dinas Perkebunan Propinsi Riau melalui Kepala Divisi Pengolahan dan Pemasaran.
8 http://www.bumn.go.id/ptpn5/id/galeri/sawit-masih-jadi-penggerak-roda-ekonomi-riau/
9GAPKI Marketing Head
10 http://www.bumn.go.id/ptpn5/publikasi/cpo-riau-tujuh-juta-ton-per-tahun/
11http://www.inapalm-exhibition.com/why_exhibit.php
12GAPKI Marketing Head
13Riau Pos daily (25 December 2011) http://m.riaupos.co/?act=full&id=7114&kat=12
14 http://www.saturiau.com/read-9185-2012-04-10-50-persen-cpo-sumatera-di-eksport-melalui-pelabuhan-dumai.html
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 7
Tabel 2. Pabrik pengolahan TBS (Mills) di Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau tahun 2009.
No Kabupaten/Kota
Jumlah Mills (unit) Agregat kapasitas Terpasang Mills
(ton/jam)
Memiliki Kebun
Tidak memiliki kebun
Total Memiliki
Kebun Tidak memiliki
kebun Total
1 Kampar 28 9 37 1.280 375 1.655
2 RokanHulu 18 6 24 939 202 1.141
3 Pelalawan 13 4 17 900 145 1.045
4 Indragiri Hulu 22 6 28 960 225 1.185
5 KuantanSingingi 11 - 11 615 - 615
6 Indragiri Hilir 8 - 8 385 - 385
7 Bengkalis 3 5 8 180 170 350
8 Siak 9 6 15 435 225 660
9 RokanHilir 14 10 24 615 450 1.065
10 Dumai 1 - 1 60 - 60
11 Pekanbaru - - - - - -
TOTAL 127 46 173 6.369 1.792 8.161 Sumber data: Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2009 & Juni 2011, Dinas Perkebunan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar Rokan Hulu,
Pelalawan, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi, Bengkalis, Rokan Hilir, Kota Dumai, Siak, Indragiri Hilir dan Kota Pekanbaru 2011.
1.2. Perkebunan Sawit di Riau
Tahun 2009, dinas perkebunan provinsi dan kabupaten di Riau mencatat ada 2,6 juta Ha “kawasan perkebunan kelapa sawit” (Tabel. 3). Perusahaan Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Negara (PBN) memiliki ijin usaha perkebunan (IUP)15 untuk area seluas 1,56 juta ha (59%), namun demikian tidak ditemukan data berapa luasan yang telah ditanami. Dengan demikian Perkebunan Rakyat (PR) diperkirakan mengelola kebun seluas 1,08 juta ha (41%), dimana keseluruhan kebun ini telah ditanami. Pada tahun 2009 Dinas Perkebunan Provinsi Riau16 menyatakan bahwa 1,9 juta dari 2,6 juta ha atau 73% perkebunan sawit di Riau telah menghasilkan TBS. Lahan-lahan yang dapat dijadikan kebun sawit secara legal secara jelas dapat diketahui dari rencana tata ruang Indonesia (lihat Lampiran 1).
Tabel 3. Luas lahan Perkebunan Sawit berdasarkan kepemilikan/pengelola di Provinsi Riau tahun 2009.
No Kabupaten/Kota
Kepemilikan/Pengelolaan
Perkebunan Rakyat (ha)
Perkebunan Besar Negara (ha)
Perkebunan Besar Swasta (ha)
Total (ha)
1 Kampar 249.740 25.759 129.743 405.242
2 Rokan Hulu 165.030 34.919 168.831,77 368.780,77
3 Pelalawan 63.543 - 119.856,54 183.399,54
4 Indragiri Hulu 56.454 9.738,44 242.683,58 308.876,02
5 Kuantan Singingi 63.560 3.100 54.859,97 121.519,97
6 Bengkalis 117.630 - 103.293 220.923
7 Rokan Hilir 128.669 9.053,80 95.533,29 233.256,09
8 Dumai 31.022 - - 31.022
9 Siak 113.516 23.466 195.577 332.559
10 Indragiri Hilir 91.504 - 332.320,41 423.824
11 Pekanbaru 719 - 6.745,00 7.464
Total 1.081.387 106.036,24 1.449.443,56 2.636.866,80
15 Sebagai contoh, dari 1.56 juta hektar konsesi yang teridentifikasi oleh Dinas Kehutanan Riau (2006), Kementerian Kehutanan
(2010) hanya 1,18 juta ha yang terpetakan sebagai Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan (HGU dan IUP)—dalam artian
memiliki semua izin usaha.
16 Riau Pos (06 Juli 2011)
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 8
Sumber data: Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2009 & Juni 2011, Dinas Perkebunan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar Rokan Hulu,
Pelalawan, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi, Bengkalis, Rokan Hilir, Kota Dumai, Siak, Indragiri Hilir dan Kota Pekanbaru 2011.
2. TEMUAN INVESTIGASI
WWF Indonesia melakukan investigasi terhadap keberadaan kebun sawit di dalam kompleks hutan Tesso Nilo antara Februari 2011 sampai dengan April 2012. Investigasi ini merujuk pada hasil interpretasi visual citra satelit, kompilasi dan analisa data resmi yang disajikan pemerintah. Selain itu, dilakukan pula survey langsung ke lokasi perkebunan dan mills serta wawancara dengan para pemangku kepentingan dan sumber informasi tangan pertama. Penelusuran langsung di lapangan dilakukan terhadap rantai pasok TBS dari dalam Kompleks hutan Tesso Nilo sampai ke mills serta dilanjutkan dengan pemantauan transportasi CPO sampai ke kilang pemrosesan (refinery).
2.1 Perkebunan Kelapa Sawit Ilegal di Dalam Kompleks Hutan Tesso Nilo
Berdasarkan citra satelit April 2011 dan SPOT tahun 2009, estimasi luas yang dirambah di dalam kompleks hutan Tesso Nilo telah mencapai 86.238 Ha, atau sekitar 51% dari total luas keseluruhan (lihat Tabel. 4). Analisis citra landsat dan SPOT antara 2002 dan April 2011 menunjukkan bahwa perambahan dengan intensitas tertinggi terjadi pada tahun 2006 (14.164 Ha), 2008 (14.704 Ha) dan 2009 (16.305 Ha) (Peta 1).
Tabel 4. Perambahan Kompleks hutan Tesso Nilo
Total
Luas
(Ha)
Perambahan
(ha) (% terhadap
masing-masing
area)
(% perambahan di
dalam kompleks hutan
Tesso Nilo)
Taman Nasional Tesso Nilo 83.068 35.416 43% 41.1%
PT. Siak Raya Timber 38.560 32.310 84% 37.5%
PT. Hutani Sola Lestari 45.990 18.497 40% 21.4%
Total Kompleks Hutan
Tesso Nilo
167.618 86.238 51% 100%
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 9
Peta 1. Lokasi dan Luas Perambahan Kompleks Berdasarkan Citra Satelit Tahun 2002, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, April 2011, dan SPOT image 2009. Sejumlah survey lapangan antara 2005 dan 2009 mencatat peningkatan jumlah rumah tangga yang
menetap di dalam Taman Nasional Tesso Nilo dimana sekitar 96% dari perambah yang bermukim di dalam
taman nasional pada 2009 berasal dari luar kawasan. Mayoritas dari pendatang ini bahkan berasal dari luar
Provinsi Riau. Perambah menjalankan sejumlah modus operandi untuk memperoleh akses terhadap lahan
kompleks hutan Tesso nilo guna mengembangkan kebun kelapa sawit ilegal (Box. 1)
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 10
BOX 1: MODUS PENGUASAAN LAHAN DI KOMPLEKS HUTAN TESSO NILO
1. Melalui Program Sertifikasi Tanah dari Badan Pertanahan Nasional
Penguasaan lahan melalui program sertifikasi tanah diperoleh pada sekitar tahun 1998 -1999 dan
ditemukan di Kabupaten Indragiri Hulu dilakukan oleh Koperasi Mekar Sakti, Koperasi Tani Berkah
dan Koperasi Tani Lubuk Indah. Pada kurun waktu tersebut, Kantor Pertanahan Kabupaten
Indragiri Hulu menerbitkan Sertifikat Hak Milik atas Tanah (SHM) sebanyak 515 buah melalui
program nasional untuk perkebunan swadaya (Pronas Swadaya) untuk Koperasi Mekar Sakti yang
ternyata sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Pelalawan. H. Djafar Tambak, ketua Koperasi
Mekar Sakti kemudian mengajukan gugatan kepada Menteri Kehutanan cq Kepala Balai Taman
Nasional Tesso Nilo atas sengketa lahan koperasi yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional
Tesso Nilo. Putusan Pengadilan Tinggi memenangkan Balai Taman Nasional, dan Putusan
Mahkamah Agung menolak Banding yang diajukan pihak Djafar Tambak. Sedangkan Koperasi Tani
Berkah dan Koperasi Tani Lubuk Indah masing- masing memiliki lahan seluas 1.400 Ha dan lahan
seluas 1.000 Ha yang telah memiliki sertifikat hak milik yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten Indragiri Hulu.
2. Melalui mekanisme jual beli
Ditemukan beberapa modus jual beli seperti melalui mekanisme hibah atau pemberian adat dan
jual beli lahan milik desa. Dalam mekanisme hibah atau pemberian adat, oknum tokoh adat
melakukan jual beli dengan pihak pendatang (pembeli) dengan memberikan pihak pembeli Surat
pernyataan kuasa tanah ulayat atau surat hibah. Dari hasil investigasi ditemukan 1 Ha lahan
dihargai antara 1 juta rupiah hingga 5 juta rupiah. Praktek mekanisme hibah ini ditemukan di Desa
Lubuk Kembang Bungo. Sedangkan praktek jual beli yang dilakukan oleh oknum Kepala Dusun atas
lahan yang diklaim milik desa, ditemukan di Dusun Sei Medang. Setelah terjadinya transaksi jual
beli, maka pihak Pemerintahan Desa mengeluarkan surat untuk melegitimasi kepemilikan tanah
seperti Surat Keterangan Ganti Rugi Tanah atau surat Kepemilikan Tanah yang diterbitkan oleh
Kepala Desa dan atau Camat.
3. Melalui mekanisme menggarap sendiri
Pada awalnya masyarakat tempatan memperoleh lahan garap karena mendapat pengakuan atas
hak adat atau wilayah desa. Namun kemudian secara swadaya menambah areal perambahannya
sendiri. Ini ditemui di kelompok perambah Bagan Limau, Pondok Kempas, Simpang Silau dan Bina
Warga Sejahtera.
4. Melalui mekanisme kerjasama dengan perusahaan perkebunan
Dari survey ditemukan beberapa kelompok masyarakat yang tergabung dalam koperasi melakukan
kerjasama dengan perusahaan perkebunan melalui skema Kredit Koperasi Primer untuk Anggota
(KKPA). Dengan skema ini maka kebun anggota koperasi akan menjadi plasma dari perusahaan inti.
Pada Koperasi Soko Jati Pangean—yang terafiliasi dengan PT. Citra Riau Sarana—areal kebun yang
diklaim milik koperasi karena termasuk wilayah adat Kepenghuluan Pangean merupakan kawasan
konsensi IUPHHK PT. Hutani Sola lestari. Sedangkan areal perkebunan yang diklaim milik Koperasi
Tani Bahagia yang bekerjasama dengan PT Inti Indosawit Subur merupakan kawasan yang termasuk
dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. Dalam mekanisme ini skema KKPA digunakan untuk
melegitimasi kepemilikan atas lahan.
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 11
Tim investigasi WWF melakukan survey terhadap area perambahan seluas 52.266 ha di dalam kawasan
hutan Kompleks hutan Tesso Nilo. 70% dari areal tersebut (36.353) ha atau telah dikonversi menjadi kebun
sawit, sedangkan sisanya merupakan lahan terlantar atau ditanami tanaman pertanian lainnya (lihat Tabel
5).
Tabel 5. Survey Lapangan terhadap Tutupan Lahan Area Perambahan di Kompleks hutan Tesso Nilo (Sumber data: Survey lapangan periode Februari- Juni 2011)
Area Luas Perambahan
Total Kelapa Sawit Karet Tanaman Lain Siap Tanam Alang-alang
IUPHHK PT. Hutani Sola
Lestari 5.644,5 85 65 1.978 1.733 9.505,5
IUPHHK PT. Siak Raya
Timber 14.995 580 - 2.699 3.030 21.304
Taman Nasional Tesso Nilo 15.714 328 34 1.535 3.846 21.457
Total (Kompleks Hutan
Tesso Nilo) 36.353,5 993 99 6.212 8.609 52.266,5
Peta 2. Tutupan Lahan Alang-alang, lahan kosong, Kebun sawit dan Karet yang terekam dalam rute survey
lapangan. Titik-titik kuning mengindikasikan lokasi pengambilan koordinat GPS dimana kebun-kebun sawit
ditemukan. Area berwarna hijau tua mengindikasikan hutan alam yang tersisa. (Sumber data: Survey
lapangan WWF periode Februari- Juni 2011).
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 12
2.2 Kepemilikan, Luas, dan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit Ilegal
Dari sebaran kebun sawit di Kompleks hutan Tesso Nilo, WWF melakukan identifikasi pola kepemilikan,
pengelolaan serta umur tanaman. Dari pola kepemilikan diperoleh informasi bahwa pengembangan
kelapa sawit di Kompleks hutan Tesso Nilo dilakukan baik secara individu maupun berkelompok. Modal
pengembangan dan pengelolaan kebun yang dimiliki oleh individu umumnya diperoleh secara swadaya
oleh masing-masing pemilik. Sementara kebun yang dikelola oleh kelompok, modalnya ditanggung
bersama oleh para anggota kelompok. Namun, ditemukan ada juga kelompok memperoleh modal yang
berasal dari perusahaan. Umur tanaman diklasifikasikan berdasarkan Tanaman Belum Menghasilkan
(TBM), yaitu tanaman yang dipelihara sejak bulan pertama penanaman sampai dipanen pada umur 30 -
36 bulan) dan Tanaman Menghasilkan (TM), yaitu tanaman di atas umur 30-36 bulan).
Tabel 6. Kepemilikan dan Produktivitas Kebun Sawit di dalam Kompleks hutan Tesso Nilo.
No Pemilik Total area TBM TM
Jumlah* Luas (Ha) Jumlah Luas (Ha) Jumlah Luas (Ha)
IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari.
1 Individu 81 2.278,5 62 1.648,5 19 630
2 Kelompok yang mendanai sendiri
3 313 2 139 1 174
3 Kelompok yang didanai oleh Wilmar
2 3.053 1 389 1 2.664
Sub-total 84 5.644,5 65 2.176,5 21 3.468
IUPHHK PT. Siak Raya Timber
1 Individu 223 12.995 128 7.435 95 5,560
2 Kelompok yang mendanai sendiri
4 2.000 2 1.050 2 950
Sub-total 227 14.995 130 8.485 97 6.510
Taman Nasional Tesso Nilo
1 Individu 220 11.024 160 8.733 60 2,291
2 Kelompok yang mendanai sendiri 9 2.820 4 990 5 1,830
3 Kelompok yang didanai oleh Asian Agri 2 1.870 1 150 1 1,720
Sub-total 230 15.714 165 9.873 66 5.841
TOTAL 541 36.353,5 360 20.784,5 184 15.819
(Sumber data: Survey lapangan periode Februari- Juni 2011).
*Beberapa TM dan TBM dikelola oleh pemilik yang sama.
15.819 Ha atau 43% dari kebun sawit illegal di Kompleks hutan Tesso Nilo termasuk tanaman menghasilkan. Kebun-kebun ini diperkirakan menghasilkan TBS antara 243.000 sampai 374.000 ton per tahun17, atau sekitar 1% dari total TBS yang dihasilkan Provinsi Riau18. Produksi TBS saat ini cukup untuk memenuhi pasokan satu unit pabrik pengolahan CPO dengan kapasitas 67.000 ton per tahun19. Trend ke depannya produksi TBS akan terus meningkat mengingat bahwa tanaman yang ada saat ini berumur di bawah 8 tahun, sementara yang paling tua berumur 10 tahun. 57% kebun TBM diperkirakan akan menghasilkan buah dalam beberapa tahun mendatang dan melipatgandakan pasokan TBS yang dihasilkan saat ini.
17
Dengan asumsi rata-rata produksi TBS 1.3 – 2 ton per Ha per bulan 18
Dengan asumsi data resmi pemerintah tahun 2010 produksi TBS sebesar 35 juta ton
19Dengan asumsi kemampuan pemrosesan 60 ton/jam selama 20 jam/hari dengan 25 hari kerja per bulan dan tingkat ekstraksi
minyak 18%.
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 13
Kebun ini sebagian besar dimiliki oleh individu dimana 524 orang menguasai 26.298 Ha atau sekitar
72% dari total kawasan perkebunan di kompleks hutan Tesso Nilo. Luas rata-rata perkebunan yang
dimiliki oleh individu adalah 50 hektar, jauh melebihi luas perkebunan yang umumnya dimiliki oleh
petani. Hal ini menunjukkan adanya kepemilikan modal yang besar. WWF mengidentifikasi 20
kelompok perambah di Kawasan Hutan Tesso Nilo. Tiga kelompok beroperasi di konsesi IUPHHK PT.
Hutani Sola Lestari (Peduli Kasih, Soko Jati dan Koridor RAPP Baserah), 3 kelompok di konsesi IUPHHK
PT. Siak Raya Timber (Bukit Kesuma, Mamahan Jaya dan Segati Jaya). Sedang 14 kelompok yang
melakukan perambahan di Taman Nasional Tesso Nilo; Air Sawan 1, Air Sawan 2, Bagan Limau, Bina
Wana Sejahtera, Pelabi Jaya, Koridor RAPP Ukui Gondai, Kuala Onangan Toro Jaya, Lancang Kuning,
Mamahan, Mandiri Indah, Perbekalan, Pondok Kempas, Simpang Silau, dan Toro Makmur.
2.3 Keterkaitan Perusahaan Besar Swasta dalam Pengembangan Kebun Sawit di dalam
Kompleks hutan Tesso Nilo
Hasil survey lapangan menunjukkan bahwa beberapa kelompok masyarakat diindikasikan memiliki
keterkaitan dengan 2 (dua) perusahaan kelapa sawit besar. Perusahaan tersebut adalah PT. Citra Riau
Sarana dengan Koperasi Soko Jati Pangean dan Kelompok masyarakat Desa Lubuk Batu Tinggal dengan
PT. Inti Indosawit Subur.
PT. Citra Riau Sarana diindikasikan memiliki kaitan dengan Koperasi Soko Jati Pangean untuk
pengembangan kebun sawit di dalam kawasan IUPHHK Hutani Sola Lestari (Gambar 4.). Koperasi Soko
Jati Pangean, adalah unit usaha yang didirikan oleh warga desa Kecamatan Pangean pada tahun 2006.
Anggota koperasi ini berasal dari Desa Pasar Baru, Pulau Kampai, Pulau Rengas, Rawang Binjai dan
Koto Pangean. Berdasarkan informasi yang diperoleh, koperasi ini dibentuk untuk merealisasikan
keinginan masyarakat Kecamatan Pangean dalam pengembangan kelapa sawit dengan PT. Citra Riau
Sarana. Lebih lanjut dari pemaparan sumber di lapangan diketahui bahwa alasan PT. Citra Riau Sarana
membangun kebun sawit untuk masyarakat Pangean adalah untuk mewujudkan janji PT. Citra Riau
Sarana. Pada saat PT. Citra Riau Sarana mengembangkan kebun kelapa sawit di Kecamatan Pangean
pada 1998, mereka menjanjikan kebun untuk warga sekitarnya.
Gambar 4. Perkebunan kelapa sawit KKPA Soko Jati Pangean di dalam Kompleks Hutan Tesso Nilo. Koordinat GPS: 0°8'44.81"S 101°29'49.83"E. Foto diambil 14 Juli 2011. ©WWF Indonesia Program Riau.
Dari pantauan lapangan, di dalam koperasi Soko Jati terdapat beberapa Kelompok Tani, diantaranya
adalah Kelompok Jati Indah yang mengelola kebun dengan anggota 150 orang, Kelompok Tani Jati
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 14
Gambar 5. Patok KKPA PT. Inti Indosawit
Subur dari Asian Agri dalam Kompleks Hutan
Tesso Nilo diambil pada koordinat
0°21'18.30"S 102°2'49.48"E.
Gambar 6. Pengembangan perkebunan kelapa sawit di desa Lubuk Batu Tinggal di bawah skema KKPA di
dalam Taman Nasional Tesso Nilo. Koordinat GPS: 0°20'45.72"S 102°3'32.28"E. Foto diambil pada 6 Oktober
2011. © WWF Indonesia.
.
Sebelas dengan anggota 150 orang dan Kelompok Sawit Sejahtera dengan anggota 140 orang. Dengan
menerapkan batas alokasi legal untuk petani sebesar 2 hektar per-anggota, dapat diperkirakan total
area yang digarap sebesar 880 ha. Pada kenyataannya pantauan lapangan menunjukkan luas areal
yang telah ditanami seluas 3.053 Ha. Dari luasan tersebut, 2.664 Ha sudah menghasilkan TBS.
Dari informasi yang diperoleh dari pihak Koperasi Soko Jati Pangean, areal tersebut termasuk wilayah
adat Kepenghuluan Pangean. Sehingga menurut adat, areal tersebut dapat dikuasai dan dimanfaatkan
oleh masyarakat Pangean. Kementerian Kehutanan masih mempertahankan status areal tersebut
sebagai kawasan hutan produksi yang dikelola oleh IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari.
Perusahaan yang ditemukan juga bekerjasama dengan
masyarakat dalam penguasaan areal di dalam
Kompleks hutan Tesso Nilo adalah PT. Inti Indosawit
Subur (PT. IIS) dengan Koperasi Tani Bahagia. Anggota
koperasi ini merupakan warga Desa Air Hitam, Lubuk
Kembang Bunga, Kampung Baru dan Lubuk Batu
Tinggal. Pengembangan kebun sawit oleh PT IIS
dilaksanakan pada tahun 2000-2001.
Informasi dari PT. IIS, pengembangan KKPA yang
diduga tumpang tindih dengan Taman Nasional Tesso
Nilo hanya sekitar 400 Ha, namun hasil survey WWF
luasnya diperkirakan mencapai sekitar 1.870 Ha.
KKPA merupakan suatu bentuk skema kredit dengan
syarat lunak yang diberikan oleh pemerintah melalui PT. (Persero) Permodalan Nasional Madani (PT.
PNM) kepada koperasi primer yang selanjutnya disalurkan kepada anggotanya.
Surat dari Bupati Kampar kepada Gubernur Riau tanggal 20 Agustus 1999 mendukung pengembangan perkebunan kelapa sawit ini dibawah skema KKPA. Namun, karena perkebunan tersebut berlokasi di
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 15
dalam Kawasan Hutan, koperasi perlu memperoleh izin pelepasan dari Kementerian Kehutanan. Pengurus Koperasi menyatakan bahwa koperasi tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan.
2.4 Mills di sekitar Kompleks hutan Tesso Nilo.
WWF mengidentifikasi terdapat 50 mills di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo dengan total kapasitas terpasang sebesar 2.420 ton per jam (tabel 7 dan peta 3, 4)20. Sebelas dari 50 mill ini merupakan pabrik independen—tidak memiliki kebun—dengan kapasitas terpasang 500 ton per jam. Tabel berikut menyajikan data pabrik pengolahan dan kemampuan kapasitas terpasang dalam memproduksi CPO.
Tabel 7. Mills di sekitar Kompleks hutan Tesso Nilo
No Kabupaten
Jumlah Mills(unit)
Agregat Kapasitas Terpasang (ton/jam)
Mills yang memiliki
kebun
Mills yang tidak memiliki kebun
Total Mills yang memiliki
kebun
Mills yang tidak memiliki kebun
Total
1 Kampar 5 4 9 190 180 370
2 Pelalawan 14 3 17 860 170 1.030
3 Indragiri Hulu 7 4 11 315 150 465
4 Kuantan Singingi 13 - 13 555 - 555
TOTAL 39 11 50 1.920 500 2.420
Sumber data: Dinas Perkebunan Riau (2009 dan Juni 2011), Dinas Pekebunan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar, Pelalawan
Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi (2010- 2011); Survey WWF Indonesia Februari-Juni 2011.
Berdasarkan data pemerintah, ke-50 pabrik pengolahan ini dimiliki oleh 10 kelompok perusahaan: Wilmar (4 mills, titik kuning pada Peta 4), Ganda (3 mills, titik merah) Asian Agri (6 mills, titik ungu), Sinar Mas (1 mill, titik merah muda), Musim Mas (3 mills, titik biru muda), Duta Palma (5 mills, titik biru tua), Astra Agro (3 mills, hijau), Indofood Sukses Makmur (2 mills, oranye), PTPN V (3 mills, coklat muda) dan yang tidak teridentifikasi (20 mills, hitam). Perkiraan kebutuhan pasokan TBS untuk seluruh mills yang berada di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo adalah sebesar 14,5 juta ton per tahun. Sementara untuk ke-11 mills yang tidak memiliki kebun sendiri diperlukan pasokan TBS dari kebun swadaya sebesar 3 juta ton per tahunnya21.
20
Dinas Perkebunan Riau (2009 dan Juni 2011), Dinas Perkebunan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar, Pelalawan Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi (2010- 2011)
21 Dengan asumsi rata-rata waktu produksi 20 jam per hari dan 25 hari dalam sebulan.
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 16
Peta 3. Pabrik pengolahan CPO di sekitar Kompleks hutan Tesso Nilo yang memiliki kebun sendiri (merah muda) dan yang independen (kuning).
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 17
Peta 4. Kepemilikan Pabrik pengolahan CPO di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo Berdasarkan Kelompok Perusahaan
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 18
2.5 Penelusuran aliran TBS dari Kompleks hutan Tesso Nilo ke Pabrik Pengolahan WWF memfokuskan investigasi penelusuran aliran TBS dan CPO pada 3 mills milik Wilmar, 4 mills milik Asian Agri, 2 mills milik Musim Mas dan 1 mills milik Gandaerah Hendana. Pertimbangan pemilihan ini berdasarkan pada kedekatan lokasi pabrik-pabrik tersebut dengan Kompleks hutan Tesso Nilo. Berdasarkan hasil investigasi, WWF tidak menemukan indikasi bahwa pabrik Musim Mas22 dan Grup Gandaerah Hendana memperoleh TBS dari Kompleks hutan Tesso Nilo. Namun demikian indikasi tersebut ditemukan pada perusahaan dari kelompok Wilmar dan Asian Agri.
2.5.1 Aliran TBS dari Kompleks hutan Tesso Nilo ke mills milik Wilmar.
Dalam kurun waktu investigasi, WWF menemukan tiga mills milik PT. Citra Riau Sarana (Grup Wilmar) di dekat Kompleks hutan Tesso Nilo telah menerima TBS yang ditanam secara ilegal di Kompleks hutan Tesso Nilo. Data resmi pemerintah mengindikasikan bahwa setiap mills milik Wilmar tersebut memiliki kapasitas pengolahan TBS sebesar 60 ton per jam. WWF menemukan:
Satu rute aliran perdagangan TBS yang ditanam secara ilegal dari dalam konsesi IUPHHK PT. Hutan Sola Lestari ke pabrik PT. Citra Riau Sarana I milik Wilmar.
Tiga rute aliran perdagangan TBS yang ditanam secara ilegal dari dalam Taman Nasional Tesso Nilo ke pabrik PT. Citra Riau Sarana II dan III milik Wilmar.
Dua rute aliran perdagangan CPO dari pabrik PT. Citra Riau Sarana I dan II ke pabrik pengolahan Nabati Indonesia milik Wilmar.
Peta berikut menunjukkan lokasi dimana foto diambil di lapangan dan rute aliran pengangkutan TBS dan CPO ke fasilitas Wilmar. Bukti tambahan dari investigasi termasuk foto dengan koordinat GPS tersedia sesuai permintaan.
22
http://www.rspo.org/om/109
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 19
Peta 5. Peta tiga pabrik PT.Citra Riau Sarana 1, 2, 3 milik Grup Wilmar di sebelah barat Kompleks hutan Tesso Nilo (titik kuning 4-6 dan foto terkait dengan nomor yang sama) dan perkebunan illegal milik koperasi Soko Jati Pangean, didanai dan dioperasikan oleh PT. Citra Riau Sarana di dalam konsesi IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari (foto 1-6 merepresentasikan titik dengan nomor yang sama di peta).
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 20
Rute 1 Aliran
TBS Wilmar
Peta 6. TBS yang ditanam di dalam konsesi PT. Hutani Sola Lestari diterima oleh pabrik PT. Citra Riau Sarana 1 pada 15 Juli 2011.
Rute 2 Aliran TBS Wilmar
Peta 7. TBS yang ditanam secara illegal di dalam Taman Nasional Tesso Nilo yang diterima pabrik PT. Citra Riau Sarana 2 pada 27 Juli 2011.
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 21
Rute 3 Aliran TBS Wilmar
Peta 8. TBS yang berasal dari dalam Taman Nasional Tesso Nilo diterima oleh pabrik PT. Citra Riau Sarana 3 pada 16 Februari 2012.
Rute 4 Aliran TBS Wilmar
Peta 9. TBS yang ditanam di dalam kawasan Taman Nasional diterima oleh pabrik PT. Citra Riau Sarana 3 pada 5 Maret 2012.
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 22
Rute 5 Aliran CPO Wilmar
Peta 10. CPO dari pabrik PT. Citra Riau Sarana 1 milik Wilmar diindikasikan terkontaminasi minyak dari TBS yang ditanam di konsesi PT. Hutani Sola Lestari konsesi diterima oleh pabrik pengolahan Wilmar Nabati Indonesia pada 11 Agustus 2011.
Rute 6 Aliran TBS dan CPO Wilmar
Peta 11. CPO dari PT. Citra Riau Sarana 2 milik Wilmar diindikasikan terkontaminasi oleh TBS yang ditanam secara illegal di dalam Taman Nasional Tesso Nilo yang diterima oleh pabrik pengolahan Nabati Indonesia milik Wilmar pada 11 Agustus 2011.
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 23
Peta 12. Lokasi dari tiga pabrik PT. Inti Indosawit Subur 2 milik Asian Agri di bagian timur Taman Nasional Tesso Nilo (titik kuning no. 4) dan perkebunan kelapa sawit plasma milik koperasi Tani Bahagia, didanai dan di operasikan oleh PT. Inti Indosawit Subur di dalam Taman Nasional Tesso Nilo (Foto1-4 merepresentasikan titik bernomor sama di peta)
2.5.2 Aliran TBS dari Kompleks hutan Tesso Nilo ke Pabrik Asian Agri.
WWF menemukan dua pabrik CPO PT. Inti Indosawit Subur dan satu pabrik CPO PT. Mitra Unggul Pusaka milik Asian Agri telah menerima TBS yang berasal dari Kompleks hutan Tesso Nilo. Setiap pabrik memiliki kemampuan pengolahan TBS sebesar 60 ton per jam. 23 WWF menemukan:
Satu rute aliran TBS yang ditanam di dalam konsesi HPH PT. Siak Raya Timber ke pabrik PT. Mitra Unggul Pusaka milik Asian Agri.
Empat rute aliran TBS yang ditanam di dalam Taman Nasional Tesso Nilo ke pabrik PT. Inti Indosawit Subur Ukui milik Asian Agri (
Satu rute aliran CPO yang berasal dari pabrik PT. Inti Indosawit Subur Ukui II milik Asian Agri ke Pelabuhan Dumai (Indonesia).
Peta berikut menunjukkan lokasi dari foto yang diambil di lapangan dan peta jalur transportasi TBS dan CPO ke pelabuhan Dumai. Bukti lebih lanjut dari investigasi termasuk foto menggunakan satelit GPS tersedia sesuai permintaan.
23
Dinas Perkebunan Riau (2009), Dinas Perkebunan Riau (Juni 2011), Dinas Perkebunana dan Badan Lingkungan Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Kuantan Singingi (2010-2011).
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 24
Rute 1. Aliran TBS Asian Agri
Peta 13. TBS secara illegal ditanam di Taman Nasional Tesso Nilo diterima oleh pabrik PT. Inti Indosawit Subur 1 milik Asian Agri pada 20 Juli 2011.
Rute 2. Aliran TBS Asian Agri
Peta 14. TBS yang berasal dari dalam kawasan Taman Nasional diterima oleh pabrik PT. Inti Indosawit Subur 2 pada tanggal 19 Juli 2011.
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 25
Rute 3. Aliran TBS Asian Agri
Peta 15. TBS yang berasal dari dalam konsesi IUPHHK PT. Siak Raya Timber diterima oleh pabrik PT. Mitra Unggul Pusaka milik Asian Agri pada 11 Februari 2012.
Rute 4. Aliran TBS Asian Agri
Peta 16. TBS yang berasal dari dalam Taman Nasional Tesso Nilo diterima oleh pabrik PT. Inti Indosawit Subur 2 milik Asian Agri pada 17 Februari 2012.
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 26
Rute 5. Aliran TBS Asian Agri
Peta 17. TBS yang berasal dari dalam Taman Nasional Tesso Nilo diterima oleh PT. Inti Indosawit Subur Ukui 2 milik Asian Agri pada 21 Maret 2012.
Rute 6. Aliran Kernell Asian Agri
Peta 18. Pasokan inti kelapa sawit (Kernell) yang diindikasikan berasal dari dalam Taman Nasional Tesso Nilo dari pabrik PT. Inti Indosawit Subur 2 milik Asian Agri memasuki fasilitas pelabuhan Dumai pada 9 Agustus 2011.
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 27
2.6 Pasokan minyak sawit ke pasar global terkontaminasi TBS yang berasal dari Kompleks hutan Tesso Nilo.
Pelabuhan Dumai di Riau merupakan pelabuhan ekspor CPO terbesar di Indonesia. Melalui pelabuhan ini CPO dikirim ke 83 negara termasuk ke Belanda, Cina dan India. India adalah importir terbesar CPO dari pelabuhan Dumai. 24 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Dumai menyatakan bahwa ekspor CPO mencapai 7.807.475 ton pada 2009 dan 7.534.751 ton pada 2010. Sementara pada 2010 ekspor CPO mencapai rekor terbaru dengan harga jual 5.521 milyar US Dollar. 25
Wilmar dan Asian Agri adalah dua pemain utama dalam pasar minyak sawit dunia. Wilmar, yang dimiliki badan usaha di Singapura, tidak hanya merupakan salah satu pemilik perkebunan terbesar dan pabrik pengolahan kelapa sawit terbesar di Indonesia dan Malaysia, namun juga trader minyak kelapa sawit terbesar di dunia dari segi volume. 26 Pada 2010, Wilmar adalah perusahaan agribisnis terbesar di Asia dengan modal pasar sebesar 28 miliar US Dollar dan pemasukan sebesar 24 miliar US Dollar. 27 Wilmar tercatat di Singapore Stock Exchange. Hasil investigasi ini menunjukkan bahwa CPO, hasil olahannya dan/atau produk yang dihasilkan dari inti kelapa sawit yang diproduksi oleh Wilmar dan Asian Agri diindikasikan mengandung TBS yang ditanam secara ilegal dalam Kompleks hutan Tesso Nilo dan telah sampai pada jaringan pasar global.
3. Legalitas Pengembangan Kebun Sawit di dalam Kompleks Hutan Tesso Nilo
Berdasarkan sejarah kompleks hutan Tesso Nilo (Lampiran 1), kawasan tersebut baik berdasarkan (Tata Guna Hutan Kesepakatan/TGHK (Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986 ) maupun RTRW Provinsi Riau tahun 1994 merupakan kawasan hutan. TGHK diakui oleh Pasal 81 UU no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konsitusi no 45/PUU-IX/2011.28 Berdasarkan regulasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan, pengembangan kebun kelapa sawit atau komoditas pertanian lainnya di dalam kompleks hutan Tesso Nilo (Lampiran 2) tidak sesuai dengan azas hukum yang berlaku (lihat Lampiran 1). Keutuhan kawasan taman nasional harus dilindungi oleh Kementerian Kehutanan sementara kedua perusahaan pemegang IUPHHK secara hukum berkewajiban menjaga dan melindungi areal kerja IUPHHK yang telah diberikan oleh pemerintah dari gangguan-gangguan seperti konversi menjadi kebun sawit oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
24
DumaiPos daily (9 August 2011) 25
DumaiPos daily (9 August 2011) 26
http://foxbusiness.com/news/2012/02/22/wilmar-international-4q-net-rises-but-margin-fears-weigh/ 27
http://www.forbes.com/global/2010/0809/singapore-10-40-richest-kuok-khoon-hong-wilmar-harvest.html 28 Menimbang bahwa adapun mengenai ketentuan peralihan dari UU Kehutanan, khususnya Pasal 81 yang menyatakan,
“Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebelum berlakunya undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku berdasarkan undang-undang ini”, menurut Mahkamah, meskipun Pasal 1 angka 3 dan Pasal 81 Undang-Undang a quo mempergunakan frasa “ditunjuk dan atau ditetapkan”, namun berlakunya untuk yang “ditunjuk dan atau ditetapkan” dalam Pasal 81 Undang-Undang a quo tetap sah dan mengikat
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 28
PT Siak Raya Timber
Taman Nasional
Tesso Nilo
Peta 19. Status Peruntukan Lahan Kompleks hutan Tesso Nilo berdasarkan TGHK, Batas Taman Nasional Tesso Nilo, IUPHHK dan areal kebun sawit (garis putus-putus berwarna kuning, lihat bagian 2.2 untuk lebih detailnya).
Peta 20. Zonasi Kompleks hutan Tesso Nilo berdasarkan RTRWP 1994.
Taman Nasional Tesso Nilo
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 29
LAMPIRAN 1: SEJARAH KOMPLEKS HUTAN TESSO NILO
No Tahun Peraturan Perundang-undangan/ Dokumen
lain
Keterangan
1 1974 Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
410/Kpts/Um/7/1974 Tanggal 30 Juli 1974
Tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan
Kepada PT. DWI-MARTA, seluas 120.000 Ha.
Menteri Pertanian memberikan Hak
Pengusahaan Hutan ke PT. DWI MARTA
untuk jangka waktu selama 20 tahun seluas
120.000 ha. Kawasan ini termasuk dalam
Kompleks hutan Tesso Nilo
2 1979 Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
231/Kpts/Um/3/1979 Tanggal 27 Maret
1979 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan
Hutan Kepada PT. Nanjak Makmur seluas
48.370 ha
Menteri Pertanian memberikan Hak
Pengusahaan Hutan Kepada PT. Nanjak
Makmur untuk jangka waktu selama 20
tahun seluas 48.370
3 1986 Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
173/Kpts-II/1986 Tanggal 6 Juni 1986
Tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah
Provinsi DATI I Riau Sebagai Kawasan Hutan
Surat Keputusan ini yang kemudian dikenal
sebagai Tata Guna Hutan Kesepakatan,
dimana Kompleks hutan Tesso Nilo
dinyatakan sebagai Kawasan Hutan
4 1986/1987 dilakukan tata batas definitif terhadap
Kompleks hutan Tesso Nilo berdasar TGHK
di lapangan oleh Sub Balai Inventarisasi dan
Perpetaan Hutan Pekanbaru
5 1988 s/d 1997 Berita Acara Tata Batas (BATB)
1. Berita Acara Tata Batas tanggal 18
Maret 1988 dan telah diumumkan
di Desa-desa Sengawek, Sotol,
Buluh Nipis, Sungai Pagar, dan
Pantai Raja (Kabupaten Kampar),
yang disaksikan dan dilakukan
antara lain oleh Kepala Desa
masing-masing
2. Berita Acara Tata Batas tanggal 24
Maret 1990 dan telah diumumkan
di Desa-desa Segati, Pangkalan
Gondai, Kesuma, dan Lubuk
Kembang Bunga (Kabupaten
Kampar) yang disaksikan dan
dilakukan antara lain oleh Kepala
Desa masing-masing
3. Berita Acara Tata Batas tanggal 21
Februari 1992 dan telah
diumumkan di Desa-desa Situgal,
Teratak Baru, dan Gunung
Melintang (Kabupaten Indragiri
Hulu), yang disaksikan dan
Pengumuman pemancangan batas dilakukan
untuk memberikan kesempatan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan atas
Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kelompok
Hutan Tesso Nilo untuk mengajukan
keberatan, namun sampai Bulan Juni 2011
tidak ada pihak-pihak yang mengajukan
keberatan
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 30
dilakukan antara lain oleh Kepala
Desa masing-masing
4. Berita Acara Tata Batas tanggal 4
September 1997 dan telah
diumumkan di Desa-desa Plangko
dan Batu Rijal Hulu (Kabupaten
Indragiri Hulu), yang disaksikan dan
dilakukan antara lain oleh Kepala
Desa masing-masing.
6 1990 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
510/Kpts-II/1990, tanggal 19 September
1990,
Perubahan Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 410/Kpts/Um/7/1974 Tanggal 30 Juli
1974 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan
Hutan Kepada PT. DWI MARTA.
Perubahan Pemberian Hak Pengusahaan
Hutan Kepada PT. DWI MARTA , dimana dari
areal yang diberikan seluas 120.000 ha
menjadi 105.300 ha
7 1994 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I
Riau Nomor 10 Tahun 1994 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(RTRWP) Daerah Tingkat I Riau
Kompleks hutan Tesso Nilo termasuk dalam
arahan pengembangan Kawasan Hutan
8 1995 Surat Menteri Kehutanan Nomor
1039/Menhut-IV/1995 Tanggal 13 Juli 1995
Penunjukan dan Penugasan PT. INHUTANI IV
Untuk Mengelola dan Mengusahakan Areal
Eks HPH PT. DWI MARTA Seluas 57.850 Ha.
9 1995 Surat Menteri Kehutanan Nomor
1039/Menhut-IV/1995 Tanggal 13 Juli 1995
Penunjukan dan Penugasan PT. INHUTANI IV
Untuk Mengelola dan Mengusahakan Areal
Eks HPH PT. DWI MARTA Seluas 57.850 Ha
Menteri Kehutanan menunjuk dan
menugaskan PT. INHUTANI IV untuk
mengelola dan mengusahakan areal eks HPH
PT. DWI MARTA Seluas 57.850 Ha
10 1998 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
14/Kpts-II/1998 Tanggal 6 Januari 1998
Pemberian Hak Pengusahaan Hutan
Tanaman Industri Dengan Sistem Silvikultur
Tebang Dan Tanam Jalur Kepada PT.
INHUTANI IV Seluas ± 57.873 (Lima Puluh
Tujuh Ribu Delapan Ratus Tujuh Puluh Tiga)
Ha, Yang Terletak Di Provinsi Daerah Tingkat
I Riau.
Menteri Kehutanan memberikan Hak
Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
Dengan Sistem Silvikultur Tebang Dan Tanam
Jalur Kepada PT. INHUTANI IV Seluas ±
57.873 (Lima Puluh Tujuh Ribu Delapan
Ratus Tujuh Puluh Tiga) Ha, Yang Terletak Di
Provinsi Daerah Tingkat I Riau.
11 1999 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
804/Kpts-VI/1999 tanggal 6 Oktober 1999
Pemberian Izin Usaha Pengusahaan Hasil
Hutan Kayu kepada PT Hutani Sola Lestari
Menteri Kehutanan memberikan izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)
pada Hutan Alam yang sebelumnya disebut
Hak Pengusahaan Hutan (HPH) seluas
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 31
seluas ±45.990 ha ±45.990 ha di Provinsi Riau dengan jangka
waktu 55 tahun. Dimana kawasan ini
termasuk dalam kompleks hutan Tesso Nilo
12 2000 Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
108/Kpts/II/2000 Tanggal 29 Desember
2000 Tentang Perpanjangan Pemberian Hak
Pengusahaan Hutan Kepada PT. Nanjak
Makmur seluas 48.370 ha
13 2001 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
89/Kpts-II/2001 Pemberian Izin Usaha
Pengusahaan Hasil Hutan Kayu kepada PT.
Siak Raya Timber seluas ±38.560
Kawasan ini merupakan bagian dari
Kompleks hutan Tesso Nilo
14 2002 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
10258/Kpts-II/2002 Tanggal 13 Desember
2002
Pencabutan Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 14/KPTS-II/1998 Tanggal 6 Januari
1998 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan
Hutan Tanaman Industri Dengan Sistem
Silvikultur Tebang Dan Tanam Jalur Kepada
PT. INHUTANI IV Seluas ± 57.873 (Lima
Puluh Tujuh Ribu Delapan Ratus Tujuh Puluh
Tiga) Ha, Yang Terletak Di Provinsi Daerah
Tingkat I Riau
Menteri Kehutanan mencabut izin HPH PT.
Inhutani IV sebagaimana Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 14/Kpts-II/1998 Tanggal 6
Januari 1998 Tentang
Pemberian Hak Pengusahaan Hutan
Tanaman Industri Dengan Sistem Silvikultur
Tebang Dan Tanam Jalur Kepada PT.
INHUTANI IV Seluas ± 57.873. Menteri
Kehutanan meminta ke Inhutani IV untuk
menghentikan semua kegiatan di areal
tersebut
Meminta ke Gubernur Riau untuk
mengawasi dan mengamankan pelaksanaan
keputusan ini.
15 2003 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
282/Kpts-II/2003 Tanggal 25 Agustus 2003
Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 10258/Kpts-II/2002 Tanggal 13
Desember 2002 Tentang Pencabutan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
14/KPTS-II/1998 Tanggal 6 Januari 1998
Tentang Pemberian Hak Pengusahaan
Hutan Tanaman Industri Dengan Sistem
Silvikultur Tebang Dan Tanam Jalur Kepada
PT. INHUTANI IV Seluas ± 57.873 (Lima
Puluh Tujuh Ribu Delapan Ratus Tujuh Puluh
Tiga) Ha, Yang Terletak Di Provinsi Daerah
Tingkat I Riau
Menteri Kehutanan mengubah amar
KEMPAT keputusan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 10258/Kpts-II/2002
Tanggal 13 Desember 2002, dengan
Melakukan persiapan penunjukan kawasan
hutan Tesso Nilo sebagai kawasan konservasi
gajah.
16 2004 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
255/Menhut-II/2004 Tanggal 19 Juli 2004
Eks HPH PT DWI Marta/ PT Inhutani IV
diubah Fungsi Seluas ± 38.576 (Tiga Puluh
Delapan Ribu Lima Ratus Tujuh Puluh Enam)
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 32
Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan
Produksi Terbatas Di Kelompok Hutan Tesso
Nilo Yang Terletak Di Kabupaten Pelalawan
dan Indragiri Hulu Provinsi Riau Seluas ±
38.576 (Tiga Puluh Delapan Ribu Lima Ratus
Tujuh Puluh Enam) Ha Menjadi Taman
Nasional Tesso Nilo.
Ha Menjadi Taman Nasional Tesso Nilo
17 2009 Surat Keputusan Menteri Kehutanan yang
ditandatangani pada 15 Oktober 2009 No.
663/Menhut-II/2009 mengenai Perubahan
Fungsi Sebagian Kawasan Hutan Produksi
Terbatas Kelompok Hutan Tesso Nilo seluas
± 44.492 ha di Kabupaten Pelalawan,
Provinsi Riau menjadi taman nasional
sebagai Perluasan Taman Nasional Tesso
Nilo.
Eks HPH Nanjak Makmur diubah fungsi
seluas ± 44.492 ha menjadi Taman Nasional
Tesso Nilo
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 33
LAMPIRAN 2: LEGALITAS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Di Provinsi Riau, Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun 1986 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan adalah aturan penggunaan lahan yang berlaku dan diacu. Peraturan perundangan memperbolehkan perkebunan kelapa sawit dikembangkan di Kawasan Non Hutan atau di Areal Penggunaan Lain (APL). Kelapa Sawit tidak bisa ditanam di dalam Kawasan Hutan, yang di definisikan sebagai kawasan yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan baik ditutupi oleh hutan alam maupun tidak. 29 Pengembangan kebun kelapa sawit hanya bisa dilakukan melalui Izin Pelepasan Kawasan Hutan 30 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan. Perusahaan negara dan swasta perlu memiliki beberapa izin sebelum dapat membuka perkebunan:
I. Izin Prinsip Pencadangan Kawasan Hutan dari Kementerian Kehutanan, menjadi prasyarat wajib. II. Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH) dari Kementerian Kehutanan dibutuhkan untuk pengajuan kawasan
perkebunan di Kawasan Hutan31. III. Hak Guna Usaha (HGU) dari Badan Pertanahan Nasional/BPN menjadi prasyarat wajib.32 IV. Izin Usaha Perkebunan/IUP dari otoritas terkait, menjadi prasyarat wajib33
Aturan izin ini tidak berlaku bagi perkebunan kecil yang membangun perkebunan dengan luas kurang dari
25 Ha. 34 Namun perkebunan skala kecil tidak memiliki hak untuk mendaftarkan Izin Pelepasan Kawasan
Hutan. 35
Kompleks Kawasan Tesso Nilo berada dibawah Arahan Pengembangan Kawasan Kehutanan berdasarkan
Peraturan Daerah Riau No 10 Tahun 1994 mengenai Rencana Tata Guna Lahan tahun 1994. Hal ini tidak
29
Pasal 50(3) (a) dari Hukum Kehutanan 1999 (dikenal sebagai Undang-Undang No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan)
menyatakan bahwa tidak ada satu pun yang diperbolehkan untuk menggarap dan/atau menggunakan dan/atau menguasai secara
illegal kawasan hutan. 30
Pasal 1 (14) dari Peraturan Menteri Kehutanan No. 50 (No: P.50/Menhut-II/2009 tentang Penegasan Status Dan Fungsi Kawasan
Hutan) menyatakan bahwa Izin Pelepasan Kawasan Hutan adalah surat kuasa yang menkonfirmasi pelepasan kawasan hutan untuk
digunakan bagi pengembangan kawasan transmigrasi, tempat tinggal, pertanian dan perkebunan yang telah diterbitkan oleh
Kementerian Kehutanan. 31 Pasal 15 (g) dari Peraturan Menteri Pertanian NOMOR:26/Permentan /OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan
32 Pasal 28 (1) dari Undang-Undang No 5/1960 mendefinisikan Hak Guna Usaha sebagai hak untuk mengolah lahan yang secara
langsung dikontrol oleh negara dalam periode tertentu sebagaimana dinyatakan pada pasal 29 untuk perusahaan di bidang
pertanian, perikanan dan ternak. 33
Pasal 1 (10) Peraturan Menteri Pertanian NOMOR: 26/Permentan /OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan mendefinisikan izin usaha perkebunan untuk budidaya sebagai izin tertulis dari kantor berwajib dan menjadi prasyarat
yang wajib dimiliki oleh bisnis budidaya perkebunan. Pasal 17 (5) dari Hukum Perkebunan 2004 (UU No. 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan) menyatakan Izin Usaha Perkebunan harus diberikan oleh Guberner dan Walikota yang bersangkutan di kawasan
tersebut.. 34
Pasal 5(1) Peraturan Menteri Pertanian NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan
menyatakan satu-satunya prosedur yang diperlukan untuk perkebunan dibawah 25 Ha adalah pendaftaran di kantor pemerintah
bersangkutan. 35
Pasal 3(5) Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor : 376/Kpts-II/1998 menyatakan bahwa kawasan hutan yang
dapat diberikan Izin Pelepasan untuk perkebunan kelapa sawit harus memiliki luas minimal 10.000 Ha.
| WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo 34
memungkinkan diijinkannya pengembangan perkebunan kelapa sawit di dalam Kompleks hutan Tesso Nilo
(Peta 20). 36
Berdasarkan fakta dan peraturan tersebut, perkebunan kelapa sawit di dalam Kompleks Hutan Tesso Nilo
diklasifikasikan tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Transaksi TBS yang berasal dari perkebunan di dalam kompleks hutan Tesso Nilo dapat diklasifikasikan tidak
seusai dengan hukum yang berlaku dan siapapun yang terlibat dalam transaksi dapat dikenai tuntutan
hukum. 37
36
Pasal 37(2) dari Peraturan Daerah Riau No 10 Tahun 1994 mengenai Rencana Tata Guna Tanah Provinsi 1994 menyatakan bahwa
siapapun memiliki kewajiban untuk menaati rencana tata ruang wilayah. 37
Supra Note 11.