SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN...

74
* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 1 SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN PENGASUHAN IDEOLOGI: Sebuah Kajian Wacana* Oleh: Drs.Riyadi Santosa, M.Ed. Drs. Djatmika, M.A. Fitria Akhmerti Primasita, S.S., M.A. 1. Latar Belakang Masalah Sastra anak, yang di dalam pengertian penelitian ini adalah cerita anak, merupakan sarana yang sangat strategis dalam memperkenalkan suatu ideologi, yang di dalam penelitian ini merupakan nilai-nilai baik-buruk, benar-salah , kepercayaan yang ada di masyarakat sekitar kita. Kesadaran mengenai pentingnya sastra anak di lingkungan kita, yang ditandai maraknya pembelian buku bacaan anak di toko-toko buku merupakan nilai plus dalam pengenalan literasi khususnya pengenalan dan pengasuhan ideology kepada anak. Buku bacaan anak di sekitar kita mempunyai genre yang bermacam-macam, misalnya naratif, rekon dan lain sebagainya. Setiap genre tersebut mempunyai register (bahasa ynag sedang digunakan), mulai dari pilihan kata, tatabahasa, kohesi, dan struktur teks, yang berbeda-beda. Sementara itu peran genre dan register dalam merealisasi suatu nilai budaya atau ideologi sangat dominan. Sejauhmana dominannya serta bagimana bentuk dan maknanya dalam penelitian ini akan menjadi topik bahasan utama. Sementara itu proses bercerita di masyarakat khususnya di Kota Surakarta, lebih khusus lagi yang dikerjakan di kelas-kelas Taman Kanak-Kanak dan para orang tua di rumah di Kota Surakarta ini juga merupakan permasalahan tersendiri. Apakah

Transcript of SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN...

Page 1: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 1

SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN

PENGASUHAN IDEOLOGI:

Sebuah Kajian Wacana*

Oleh:

Drs.Riyadi Santosa, M.Ed.

Drs. Djatmika, M.A.

Fitria Akhmerti Primasita, S.S., M.A.

1. Latar Belakang Masalah

Sastra anak, yang di dalam pengertian penelitian ini adalah cerita anak,

merupakan sarana yang sangat strategis dalam memperkenalkan suatu ideologi, yang

di dalam penelitian ini merupakan nilai-nilai baik-buruk, benar-salah , kepercayaan

yang ada di masyarakat sekitar kita. Kesadaran mengenai pentingnya sastra anak di

lingkungan kita, yang ditandai maraknya pembelian buku bacaan anak di toko-toko

buku merupakan nilai plus dalam pengenalan literasi khususnya pengenalan dan

pengasuhan ideology kepada anak.

Buku bacaan anak di sekitar kita mempunyai genre yang bermacam-macam,

misalnya naratif, rekon dan lain sebagainya. Setiap genre tersebut mempunyai

register (bahasa ynag sedang digunakan), mulai dari pilihan kata, tatabahasa, kohesi,

dan struktur teks, yang berbeda-beda. Sementara itu peran genre dan register dalam

merealisasi suatu nilai budaya atau ideologi sangat dominan. Sejauhmana

dominannya serta bagimana bentuk dan maknanya dalam penelitian ini akan menjadi

topik bahasan utama.

Sementara itu proses bercerita di masyarakat khususnya di Kota Surakarta,

lebih khusus lagi yang dikerjakan di kelas-kelas Taman Kanak-Kanak dan para orang

tua di rumah di Kota Surakarta ini juga merupakan permasalahan tersendiri. Apakah

Page 2: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 2

proses bercerita mereka hanya mengikuti buku cerita yang ada atau mereka

memodifikasi dengan cara mereka sendiri. Jika memodifikasi cara berceritanya,

apakah mereka sudah merubahnya menjadi dua arah. Hal ini menjadi penting karena

pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau anak

untuk berkomunikasi dua arah, pengasuhan ideologinya menjadi kurang kondusif.

Artinya tidak memberikan kesempatan pada murid atau anak untuk berlatih

berdemokrasi dengan baik.

Pendekatan yang dipergunakan di dalam penelitian untuk melihat buku cerita

ini adalah systemic functional linguistics dengan memfokuskan pada kajian genre,

register, dan ideologi yang dikonfigurasikan di dalam buku-buku cerita anak itu.

Kemudian untuk memotret proses bercerita di masyarakat Surakarta penelitian ini

menggunakan pendekatan analisis percakapan yang memfokuskan scaffolding yang

melibatkan struktur organisasi cerita, pola turn-taking, dan adjacency pairs.

2. Masalah Yang Diteliti

Permasalahan utama yang dibahas di dalam penelitian ini ada dua, yaitu:

pertama, bagaimanakah bahasa dalam buku cerita anak dieksploitasi untuk

memperkenalkan dan mengasuh ideologi kepada anak. Permasalahan pertama ini

diuraikan menjadi beberapa pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah genre buku cerita itu distrukturkan?

2. Bagaimanakah register buku cerita itu dikonfigurasikan?

3. Bagaimanakah genre dan register buku cerita itu dapat mendukung

upaya pengenalan dan pengasuhan ideologi kepada anak-anak?

4. Bagaimanakah ideologi yang digunakan di dalam buku cerita tersebut

Page 3: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 3

Permasalahan kedua yang dibahas di dalam penelitian ini adalah

bagaimanakah cara bercerita serta interaksi antara pencerita dan pendengarnya dalam

pengenalan dan pengasuhan ideologi terhadap anak? Permasalahan kedua ini

diuraikan menjadi beberapa pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah Overall Organization (Struktur Teks) bercerita para orang tua

dan guru TK kepada anak dan anak didiknya, termasuk jenis cerita/genre

yang digunakan?

2. Bagaimanakah distribusi turn-taking-nya (pergantian berbicara)?

3. Bagaimanakah pola adjacency pairs-nya (pasangan dekat)?

4. Bagamanakah scaffolding di dalam tata urutan bercerita mereka?

3. Tinjauan Pustaka

3.1 Sastra Anak

Yang dimaksud dengan sastra anak di sini adalah bentuk karya sastra yang

ditulis untuk kalangan pembaca anak-anak. Ada beberapa bentuk karya sastra jenis

ini, dari buku cerita bergambar (cergam atau komik), buku cerita, dongeng anak-

anak, puisi anak-anak, karya biografi, dan sebagainya.

Cartledge dan Kiarie (2001) menandaskan bahwa karya sastra anak, dalam

hal ini buku cerita anak, merupakan aspek yang sangat penting dari pengalaman

masa kanak-kanak. Hal ini disebabkan dalam buku cerita tersebut mengandung

pengalaman berpetualang dan nilai-nilai kultural yang dipergunakan sebagai wahana

pengenalan dan pengasuhan ideologi kepada mereka. Artinya para pendidik dan para

orang tua dapat memilih buku-buku cerita yang memperkalkan dan menanamkan

nilai-nilai luhur, norma, kepercayaan yang berlaku dan diterima di dalam

masyarakat.

Page 4: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 4

Penuangan dan pemuatan ideologi itu tentu saja akan dilakukan dengan cara

mengeksploitasi bahasa. Sementara itu, aspek kebahasaan yang dapat dikaji untuk

melihat bagaimana sebuah teks, dalam hal ini, buku cerita mentransfer ideologi yang

berlaku di dalam sebuah masyarakat kepada anak-anak sebagai target pembaca buku

itu adalah struktur genre dan konfigurasi register. Oleh karena itu, maka fokus kajian

dan analisis dari penelitian ini adalah melihat struktur genre dan konfigurasi register

dari buku-buku cerita tersebut.

3.2 Genre

Banyak para ahli bahasa yang mendefinisikan genre secara berbeda. Misalnya

Halliday dan Hasan (1985), Kress (dalam Reid, 1987), dan Martin melihat genre

sebagai suatu proses sosial yang berada di super ordinat kultur, sehingga genre

merupakan prototipe proses sosial yang berlaku di suatu kultur tertentu. Register

adalah realisasi kebahasaan genre di dalam suatu konteks situasi tertentu. Sementara

itu Swales (1990) dan Bhatia (2001) meletakkan genre pada sub kultur, komunitas

wacana atau discourse community, di dalam suatu kultur tertentu. Dengan demikian

genre hanya berlaku pada sub kultur atau komunitas wacana tertentu dan tidak

berlaku pada komunitas yang lain walaupun di dalam kultur yang sama. Dengan

demikian genre yang dimaksud Swales dan Bhatia berada di antara konteks kultural

dan konteks situasi, hampir sama dengan register.

Di dalam penelitian ini pengertian genre dan register yang dimaksud

menggunakan konsep yang pertama: Halliday, Hasan, Kress, dan Martin.

Martin (1992) melihat genre sebagai suatu proses sosial yang berorientasi

pada tujuan yang dicapai secara bertahap. Artinya genre merupakan suatu proses

sosial yang setiap anggota masyarakat akan menggunakannya untuk berhubungan

Page 5: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 5

dengan anggota masyarakat lainnya. Kedua genre beroientasi pada tujuan kultural

(bukan profesional maupun vokasional seperti yang diartikan oleh Swales dan

Bhatia) karena setiap proses sosial yang dilakukan oleh masyarakat mempunyai

tujuan. Akhirnya genre merupakan proses yang bertahap karena dalam mencapai

tujuannya suatu proses sosial memerlukan tahap-tahap untuk mencapainya. Tahapan-

tahapan dari suatu proses sosial itu dicapai melalui urutan aktifitas sosial yang

dilakukan oleh anggota masyarakat tersebut.

Genre seperti sistem semiotika lainnya telah mengalami evolusi sejalan

dengan perkembangan struktur sosial masyarakatnya. Oleh karena itu genre

mempunyai ciri-ciri ‗stability‘ dan sekaligus ‗flexibility‘. Dalam keadaan seperti ini

genre seperti bahasa itu sendiri. Ia bisa juga menjadi suatu potret dari suatu proses

sosial, sekaligus juga bisa mengikuti perubahan struktur sosialnya. Dalam bentuknya

yang stabil atau sinoptik, orang bisa membedakan berbagai macam-macam bentuk

genre.

Sementara itu dalam mengikuti perkembangan struktur sosial masyarakatnya

sebuah genre juga ikut berevolusi. Misalnya dalam masyarakat sejarawan, pada awal

permulaan proses sosialnya sejarawan hanya merekam segala kejadian pada waktu

lampau, sehingga bentuk genre yang dipunyai oleh masyarakat ini ialah bentuk

rekon. Akan tetapi dalam perkembangannya, karena kebutuhan untuk memahami dan

kejadian sejarah tersebut dan untuk memprediksikan dan sekaligus memproyeksikan

kejadian tersebut secara kritis untuk masa-masa mendatang sejarawan menganalisis

dan menginterpretasikannya secara kritis kejadian-kejadian sejarah tersebut. Oleh

karena itu dalam masyarakat sejarah bentuk genrenya pun ikut berubah; tidak hanya

rekon tetapi terus dilanjutkan dengan analisisnya.

Dari berbagai literatur, dapat disimpulkan bahwa genre

Page 6: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 6

1. adalah suatu prototipe proses sosial verbal (pandangan statis) dan berada pada

sistem tata nilai suatu masyarakat, bukan pada tingkat teks (lisan maupun tulis).

2. mempunyai fungsi atau makna atau tujuan sosial tertentu (goal-oriented)

3. untuk mencapai tujuan sosial tersebut genre bertahap-tahap atau staged

4. tahapan tersebut bersifat generik oleh karena itu Hasan dan Halliday mengatakan

bahwa genre mempunyai struktur generik atau struktur skematik yang bersifat

wajib, yang secara umum tahapan tersebut adalah opening, body, dan closing.

5. karena setiap genre mempunyai fungsi sosial yang berbeda maka setiap genre

mempunyai tahapan atau struktur skematik (struktur awal - struktur inti - dan

struktur akhir ) yang berbeda-beda.

6. genre seperti proses sosial non-verbal juga akan berubah seiring dengan perubahan

imanen sistem tata nilai pada masyarakatnya (pandangan dinamis). Perubahan

tersebut dapat terdapat pada fungsi atau tujuan sosialnya maupun pada sistem

pentahapannya atau struktur generiknya.

7. pada tingkat teks dengan berbagai konteks situasinya, suatu genre akan secara

variatif mempunyai mempunyai struktur teks yang berbeda-beda. Artinya ia tetap

akan mempunyai struktur generik atau skematik wajib yang sama, walaupun

terdapat struktur-struktur lain yang bersifat opsional/pilihan yang tidak wajib.

3.2.1 Variasi Genre dengan Sistem Pentahapannya

a. Genre Faktual

Seperti dikatakan di atas genre faktual ini digali dari proses sosial yang

terjadi di masyarakat luas mulai dari dunia keseharian, akademik, jurnalistik dan lain

sebagainya. Walaupun genre ini digali dari berbagai masyarakat wacana, namun

tampaknya mereka mempunyai proses sosial yang sama ketiga masyarakat wacana

Page 7: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 7

tersebut masih di dalam konteks kultural yang sama. Yang membedakan ialah

konteks situasinya. Dengan demikian dalam tingkat register: struktur teks dan

tekstur, serta leksisnya masing-masing berbeda (lihat Zequan, 2003).

Seperti genre-genre lainnya genre faktual ini dibedakan atas fungsi sosialnya.

Paling tidak terdapat 8 jenis genre faktual, yaitu: rekon, laporan, deskripsi,

prosedur, eksplanasi, eksposisi, diskusi, dan eksplorasi. Fungsi sosial ini

menyebabkan urutan aktifitas masing-masing genre berbeda antara yang satu dengan

yang lain. Fungsi sosial deskripsi ialah menggambarkan sesuatu, baik itu benda

hidup maupun mati. Penggambaran deskripsi ini bersifat unik tidak digunakan untuk

menggeneralisasikan dengan benda sejenis yang lain. Hal ini berbeda dengan genre

laporan yang berfungsi untuk menggambarkan sesuatu baik yang punah atau yang

hidup secara menyeluruh. Hasil penggambaran dalam genre laporan ini digunakan

untuk menggeneralisasikan sesuatu itu secara umum. Dengan demikian kedua genre

ini mempunyai perbedaan urutan aktifitas dan registernya. Sementara itu genre rekon

digunakan untuk menceriterakan kejadian yang telah berlalu kejadian ini bersifat

unik. Genre prosedur digunakan untuk menjelaskan urut-urutan aktifitas yang harus

dilalui untuk mencapai suatu tujuannya. Genre eksplanasi digunakan untuk

menjelaskan proses suatu kejadian atau suatu fenomena. Genre eksposisi mempunyai

fungsi untuk mengajukan suatu pendapat secara sepihak, sedangkan diskusi

mempunyai fungsi untuk membahas suatu isu dengan berbagai sudut pandang. Yang

terakhir, eksplorasi berfungsi untuk mencari sesuatu yang masih dalam teoritis.

Fungsi sosial tersebut menyebabkan apakah aktifitas genre tersebut terstruktur atau

tidak. Jika dilihat dari urutan aktifitasnya, apakah terstruktur atau tidak, maka dapat

terlihat di dalam diagram berikut:

Page 8: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 8

Tabel 1: Genre Faktual

generalisasi +generalisasi:

dokumen

menjelaskan/ memecahkan

debat

aktifitas tak

terstruktur

deskripsi

laporan

eksposisi

diskusi

aktifitas

terstruktur

rekon

prosedur

eksplanasi

eksplorasi

(diambil dari Martin 1992 dengan modifikasi)

Fungsi sosial genre dan urutan aktifitasnya ini akan membatasi penggunaan

registernya pada tingkat teks: baik itu stuktur teks, tekstur dan leksisnya. Misalnya ,

deskripsi dan laporan, walaupun sama-sama mendeskripsikan sesuatu baik hidup

maupun mati, mempunyai perbedaan pada tingkat registernya. Karena deskripsi

bersifat unik, partispannya bersifat individual/tunggal, sedangkan pada laporan

partisipannya bersifat kelompok/jamak. Hasil akhir dari suatu deskripsi bersifat unik

sedangkan hasil akhir pada laporan bersifat definisi/umum. Lain halnya dengan

prosedur dan eksplanasi. Walaupun mereka sama-sama mempunyai urutan aktifitas

terstruktur, mereka tetap berbeda terutama dalam tingkat registernya. Pada prosedur

yang terpenting ialah aktifitas partisipan dalam menyelesaikan seluruh urutan

aktifitas sehingga tujuan tercapai, sedangkan dalam eksplanasi yang terpenting ialah

penjelasan dari suatu proses menjadi proses yang lain sampai pana proses ke-n (yang

terakhir) sehingga suatu fenomena atau kejadian dapat dipahami.

b. Genre Cerita

Seperti telah dikatakan di atas bahwa genre ini digali dari proses sosial

bercerita. Tujuan genre ini secara umum ialah untuk menghibur. Akan tetapi tidak

sedikit genre ini digunakan untuk menyindir fenomena-fenomena sosial. Walaupun

genre ini disebut genre cerita, ternyata tidak ada hubungannya dengan karya sastra.

Page 9: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 9

Di masyarakat barat genre cerita diklasifikasikan menurut urutan aktifitas

sosialnya. Aktifitas ini tergantung pada bagaimana partisipan melihat fenomena

sosial dalam cerita tersebut.

Rekon umunya berupa rekaman kejadian atau suatu fenomena sosial.

Bedanya dengan yang lain: anekdot, eksemplum, dan narasi, dalam rekon tidak

terdapat sesuatu yang salah di dalam kejadian tersebut. Sementara itu dalam jenis

genre cerita yang lain terdapat sesuatu yang salah atau ada sesuatu yang tidak lazim

di dalam kejadian tersebut. Yang membedakan diantaranya ialah cara melihat

kejadian yang salah atau sesuatu yang tak lazim tersebut.

Tabel 2: Genre Cerita

Jenis Genre Urutan Aktifitas

Rekon rekaman kejadian

Anekdot krisis reaksi

Eksemplum insiden interpretasi

Narasi komplikasi evaluasi resolusi

(diambil dari Martin 1992 dengan modifikasi)

Di dalam anekdot sesuatu yang tak lazim tersebut dilihat sebagai suatu krisis

yang kemudian diberi reaksi afektif. Reaksi afektif tersebut dapat berupa rasa tidak

ada kesesuaian, tidak aman, frustasi, kepuasaan, aman, terpenuhi kebutuhannya.

Eksemplum melihat sesuatu yang tak lazim tersebut sebagai suatu insiden yang

kemudian di dalam interpretasinya insiden tersebut dianggap suatu titik untuk

memberikan gambaran yang seharusnya/semestinya terjadi. Sementara itu narasi

melihat yang tak lazim tersebut sebagai komplikasi yang menimbulkan masalah

untuk direnungkan atau dievaluasi sebelum akhirnya dicari jalan keluarnya (Martin,

1992).

Page 10: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 10

3.2.2 Genre dan Ideologi

Pengertian ideologi di dalam tradisi ini lebih dianggap sebagai pandangan

dunia yang merupakan hasil interaksi antara nilai-nilai/norma-norma kultural,

pengalaman serta kepercayaan yang dimiliki oleh seseorang dalam melihat

fenomena sosial di dalam masyarakatnya. Dalam melihat fenomena-fenomena sosial

ideologi dapat menumbuhkan pikiran-pikiran mengenai kekuasaan dan dominasi.

Bila suatu hegemoni kekuasaan ditentang maka ideologi akan berkembang di dalam

masyarakat. Dalam pengertian ini ideologi tidak harus merujuk pada ideologi besar

yang sudah mapan seperti liberal, sosialis, komunis, ideologi Pancasila saja, tetapi

ideologi juga menyangkut masalah feminisme, keagamaan, faham filosofis tertentu,

aliran ilmu pengetahuan tertentu, faham kemasyarakatan tertentu, dan termasuk

faham tertentu yang hanya dimiliki oleh individu. Dengan demikian dalam

pengertian seperti ini ideologi dipandang bukan sebagai gambaran keliru mengenai

suatu fenomena masyarakat karena kesalahan menafsirkan keadaan masyarakat

seperti yang diungkapkan Marx yang bersifat statis.

Martin (1992) melihat ideologi sebagai hal yang dapat dikategorikan menjadi

2. Pertama ideologi dapat dilihat secara statis atau sinoptis. Dalam pengertian ini

ideologi dapat dilihat sebagai lect atau ragam bahasa yang digunakan oleh golongan

atau masyarakat tertentu. Dengan demikian ideologi seperti ini sama dengan

pengertian ideologi dalam dunia politik. Seseorang atau kelompok orang dapat

dikategorikan paham ideologi politiknya melalui variasi bahasa yang digunakan. Jika

bahasa yang digunakan adalah A maka ia atau mereka adalah golongan politik A.

Sebaliknya jika variasi bahasa yang digunakan B maka ia atau mereka termasuk

golongan politik B, dan sebagainya.

Page 11: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 11

Sebetulnya, bisa saja model statis ini digunakan untuk mengidentifikasi

ideologi seseorang atau kelompok melalui bahasa yang digunakan. Akan tetapi

model statis ini menjadi kurang dapat dipertanggung-jawabkan mengingat interaksi

antara nilai-nilai kultural baik lokal maupun dari luar, agama, etnisitas, serta

perkembangan ilmu dan tehnologi dapat mempengaruhi ideologi seseorang untuk

merespon suatu fenomena sosial/isu sosial. Bisa jadi seseorang yang masuk ke dalam

golongan/politik tertentu membela isu A, tetapi menentang isu B yang mungkin

dibela anggota politiknya. Oleh karena itu Martin melihat model ideologi dinamis

menjadi lebih tepat untuk melihat hubungan hegemoni kekuasaan ini dengan genre

yang digunakan.

Untuk melihat hegemoni kekuasaan di dalam masyarakat digunakan 2 poros,

yaitu: poros antagonis/protagonis dan poros kiri/kanan untuk melihat jika ada suatu

isu atau profil ditentang. Poros antagonis/ protagonis adalah poros yang

menunjukkan cara dan sudut pandang yang digunakan dalam melihat isu/profil,

sedangkan kiri/kanan merupakan poros pemegang hegemoni kekuasaan/power.

Dengan demikian antagonis kanan merupakan interlokutor yang melontar isu atau

profil secara sepihak dan sebagai pemegang hegemoni kekuasaan; protagonis kanan

adalah interlokutor yang memandang isu dari berbagai segi untuk mendukung

adanya profil/isu tersebut. Sementara itu protagonis kanan adalah interlokutor yang

melihat isu dari berbagai sudut pandang sebelum mereka menolak kehadiran

isu/profil tersebut; dan antagonis kiri adalah interlokutor yang menentang kehadiran

isu/profil tersebut secara sepihak dan dalam keadaan tidak memegang hegemoni

kekuasaan, tetapi menantang untuk mendapatkan kekuasaan yang sedang

diperebutkan. Dalam konteks ini kekuasaan tidak selalu berarti politik pemerintahan.

Page 12: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 12

Tabel 4: Perspektif Ideologi Dinamis

Antagonis kanan

Protagonis kanan

Isu/Profil

Protagonis kiri

Antagonis kiri

(diambil dari Martin, 1992 dengan modifikasi)

3.3 Register

Register secara sederhana dapat dikatakan sebagai variasi bahasa berdasarkan

penggunaannya atau ‗use‘-nya, berbeda dengan dialek yang merupakan variasi

bahasa berdasarkan penggunanya atau ‗user‘-nya. Dalam pengertian ini register

tidak terbatas pada variasi pilihan kata saja (seperti pengertian register dalam teori

tradisional) tetapi juga termasuk pada pilihan penggunaan struktur teks, dan

teksturnya: kohesi dan leksikogramatika, serta pilihan fonologi atau grafologinya.

Karena register meliputi seluruh pilihan aspek kebahasaan atau linguistis, maka

banyak linguist menyebut register sebagai style atau gaya bahasa. Variasi pilihan

bahasa pada register tergantung pada konteks sistuasi, yang meliputi 3 variabel: field

(medan), tenor (pelibat), dan mode (sarana) yang bekerja secara simultan untuk

membentuk konfigurasi kontekstual atau konfigurasi makna.

Akan tetapi, garis batas antara register dan dialek tidak selalu kelihatan jelas.

Ada titik-titik tertentu yang menunjukkan dimana dialek dan register overlap.

Misalnya dalam dunia kerja terdapat pembagian tingkatan pekerja (buruh, staf

pegawai, manager, dan direktur) , yang setiap anggota tingkatan mempunyai peran

sosial yang berbeda, dengan demikian dalam register tertentu memerlukan dialek

Page 13: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 13

(misalnya register birokrasi memerlukan dialek standard). Di lain pihak ada

kelompok-kelompok sosial yang cenderung mempunyai konsep makna register yang

berbeda dalam mengekspresikan satu situasi tertentu.

Seperti yang telah sedikit disebutkan di atas, register merupakan konsep

semantis yang dihasilkan dari suatu konfigurasi makna atau konfigurasi kontekstual

antara: medan, pelibat, dan sarana di dalam konteks situasi tertentu. Konfigurasi

makna tersebut membatasi penggunaan/pilihan makna dan sekaligus bentuknya

untuk mengantar sebuah teks di dalam konfigurasi itu. Dengan demikian register

bukan semata-mata merupakan konsep bentuk. Jika di dalam suatu konfigurasi

makna tertentu register memerlukan bentuk-bentuk ekspresi tertentu, hal itu

disebabkan bentuk-bentuk ekspresi diperlukan untuk mengungkap makna yang

dibangun di dalam konfigurasi tersebut. Dalam pengertian ini register sama dengan

pengertian style atau gaya bahasa yaitu suatu varian bahasa yang berdasarkan

penggunaannya (lihat Lyons,1987). Bahkan Fowler mengatakan bahwa register atau

gaya termasuk penggunaan bahasa dalam dalam karya sastra seperti puisi, novel,

drama dan lain sebagainya (1989). Ia berpendapat walaupun para sastrawan

mengklim bahwa karya sastra merupakan dunia kreasi tersendiri, yang merupakan

second order semiotic system (sistem semiotika tingkat kedua) dan bahasa sebagai

medianya hanya merupakan first order semiotic system (sistem semiotika tingkat

pertama), keseluruhan sistem semiotik tersebut baik yang tingkat pertama maupun

kedua tetap saja direalisasikan ke dalam bahasa yang merupakan sebagi media karya

sastra tersebut.

Medan (field) merujuk pada apa yang sedang terjadi, sifat-sifat proses sosial

yang terjadi: apa yang sedang dilakukan oleh partisipan dengan menggunakan bahasa

sebagai mediumnya. Medan ini juga menyangkut pertanyaan yang terkait dengan

Page 14: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 14

lingkungan kejadian seperti: kapan, di mana, bagaimana kejadian itu terjadi,

mengapa kejadian itu terjadi dan sebagainya.

Kemudian pelibat (tenor) merujuk pada siapa yang berperan di dalam

kejadian sosial tersebut, sifat-sifat partisipan, termasuk status serta peran sosial yang

dipegangnya: macam peran sosial yang bagaimana yang dipegang setiap partisipan,

termasuk hubungan status atau peran permanen atau sesaat, disamping juga merujuk

pada peran bahasa yang digunakan untuk mengekspresikan hubungan peran dan

status sosial di dalamnya.

Aspek pelibat ini juga mempunyai 3 sub-bagian, yaitu: afek, status, dan

kontak. Afek ialah penilaian (assesment, evaluation dan judgement) antar partisipan

di dalam teks. Penilaian ini secara umum dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu :

penilaian positif atau negatif. Namun demikian, di dalam analisis teks penilaian

positif atau negatif ini dapat dijelaskan melalui komponen semiotik yang digunakan

di dalam teks tersebut. Misalnya, untuk penilaian positif dapat dikatakan apakah

partisipannya mendukung, setuju pendapat partisipan yang lain, apakah partisipan

yang satu sedang menghargai, menyanjung partisipan yang lain, dan sebagainya.

Penilaian negatif dapat terlihat apakah partisipan yang satu sedang menyerang,

mengkritik, mengejek, mencela, atau tidak menyetujui pendapat partisipan yang

lainnya.

Dari penilaian inilah sebetulnya kita dapat melihat ideologi partisipan yang

satu terhadap partisipan yang lainnya. Dalam sistem kebahasaannya, afek ini dapat

diinterpretasikan dari sistem fonologi/grafologi, leksisnya: deskriptif atau atitudinal,

struktur mood-nya: proposisi atau proposal, transitifitas, struktur temanya, kohesi,

dan struktur teks, serta genrenya. Aspek pelibat yang kedua, yaitu status, membahas

hubungan status sosial atau hubungan peran partisipannya. Secara umum, hubungan

Page 15: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 15

peran dan status sosial ini dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: hirarkis/vertikal,

dan non-hirarkis / horisontal.

Di dalam analisis, status sosial dan hubungan peran ini harus dijelaskan status

sosial yang seperti apa serta peran sosial apa yang sedang diperankan oleh partisipan

di dalam suatu teks, misalnya status dan peran sosial partisipan lebih bersifat otoriter,

tertutup seperti atasan-bawahan, dokter-pasien dan lain sebagainya, atau mungkin

lebih bersifat demokratis, terbuka seperti hubungan antar anggota parlemen, antar

dosen, atau antar mahasiswa, dan sebagainya. Secara semiotis, hubungan status dan

peran sosial ini dapat dilihat melalui fonologi, grafologi, leksis: deskriptif atau

atitudinal, struktur mood: proposisi atau proposal, transitifitas, struktur tema, kohesi,

dan struktur teks beserta genrenya.

Sub-aspek yang terakhir, yaitu kontak, mengevaluasi penggunaan bahasa

yang sedang digunakan di dalam teks tersebut. Apakah bahasa yang sedang

digunakan tersebut familiar atau tidak, artinya semua partisipan yang terlibat di

dalamnya memahami dan mengerti bahasa yang sedang digunakan di dalam teks

(proses sosial verbal) tersebut. Jika ditinjau lebih lanjut kontak ini menyangkut

tingkat keterbacaan (readability) suatu teks yang sedang digunakan, maksudnya

apakah teks itu terlalu sulit , sulit, mudah, atau terlalu mudah untuk dimengerti.

Untuk mencari tahu kontak (familiaritas dan keterbacaan ini) seluruh aspek

kebahasaan, dari aspek yang tertinggi sampai aspek yang terrendah ( struktur teks:

jelas pembukaan, isi dan penutupnya atau membingungkan, linier atau spiral (dalam

bahasa Jawa ‗mbulet‘), kohesi: rujukannya jelas atau membingungkan, sistem

klausanya: simpleks, simpleks dengan embbeding, kompleks kompleks dengan

embbeding, sistem grupnya (nomina, verba, adjunct) : simpleks atau kompleks,

Page 16: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 16

sistem leksisnya: kongruen atau inkongruen, menggunakan abstraksi atau

teknikalitas, serta fonologi atau grafologinya harus diukur.

Akhirnya, sarana (mode) merujuk pada bagian mana yang diperankan oleh

bahasa, apa yang diharapkan partisipan dengan menggunakan bahasa dalam situasi

tertentu itu: organisasi simbolis teks, status yang dimilikinya, fungsinya di dalam

konteks tersebut, termasuk saluran (channel) (apakah bahasa yang digunakan

termasuk bahasa tulis atau lisan atau gabungan?) termasuk didalamnya sarana

retorisnya: apakah yang diinginkan teks tersebut termasuk dalam kategori: persuasif,

ekspositori, didaktis atau yang lainnya.

Di samping itu, aspek sarana ini juga melibatkan medium yang digunakan

untuk mengekspresikan bahasa tersebut: apakah mediumnya bersifat lisan dengan

one-way (satu arah) atau two-way (dua arah) communication: audio, audio-visual,

visual, misalnya: tutorial, pidato, siaran radio atau televisi, dialog, seminar, kotbah

dan lain sebagainya; atau tulis / cetak yang bersifat komunikasi satu arah atau dua

arah seperti: koran, majalah, tabloit, spanduk, papan iklan, surat menyurat, dan lain

sebagainya.

Secara terperinci, channel atau yang juga disebut gaya bahasa dapat dibagi

menjadi dua yaitu gaya lisan dan gaya tulis. Gaya lisan atau tulis ini tidak terkait erat

dengan apakah bahasa itu ducapkan atau ditulis, tetapi gaya lisan dan gaya tulis ini

dilihat dari sifat alamiah bahasa yang sedang digunakan (the nature of language).

Sebenarnya, pembagian gaya bahasa lisan atau tulis ini tidak semata-mata bersifat

mengklasifikan atau mengkategorikan bahwa gaya bahasa hanya ada dua, tetapi

pembedaan itu lebih merupakan suatu kontinum. Artinya bahasa yang kita gunakan

sehari-hari dapat jatuh pada garis kontinum lebih bersifat lisan, cenderung lisan,

tengah-tengah antara lisan dan tulis, cenderung tulis, atau lebih bersifat tulis.

Page 17: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 17

Figur 5: Kontinum Gaya Bahasa Lisan dan Tulis

lisan tulis

cenderung lisan lisan-tulis cenderung tulis

Akan tetapi, di dalam realitas sehari-hari variasi gaya bahasanya akan jauh

lebih banyak dibanding dengan pembagian di atas. Akan ada gaya bahasa yang jatuh

pada titik kontinum antara lisan dengan cenderung lisan, antara cenderung lisan dan

lisan-tulis, antara lisan-tulis dengan cenderung tulis, dan antara cenderung tulis,

dengan tulis, yang tergantung pada konteks situasinya.

Sementara itu, ciri-ciri gaya bahasa lisan atau tulis ini pada dasarnya

dibedakan menurut tingkat keabstrakan serta encer dan padatnya bahasa yang

digunakan. Bahasa lisan secara keseluruhan lebih konkrit dan encer, sedangkan

bahasa tulis lebih abstrak dan padat. Pada sistem kebahasaan, keabstrakan dan

kepadatan bahasa dapat dilihat melalui sistem leksisnya: kongruen atau inkongruen,

kepadatan leksikalnya : perbandingan antara leksis gramatikal dan leksis konten,

sistem klausanya: simpleks atau kompleks, sistem grupnya (nomina verba, dan

adjunct): simpleks atau kompleks, sistem gramatikanya: merujuk pada situasi

komunikasi searah atau dua arah, serta penggunaan aspek kohesi tertentu.

3.4 Analisis Percakapan

Di dalam teorinya Levinson (1986) melihat bahwa percakapan mempunyai 3

aspek sentral di dalamnya. Pertama, percakapan mempunyai overall organization

atau tata organisasi, yang teridiri dari opening, body, dan closing. Kedua percakapan

Page 18: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 18

mempunyai struktur turn-taking atau giliran berbicara, dan ketiga percakapan

mempunyai struktur adjacency pairs atau pasangan dekat.

Selanjutnya Levinson menjelaskan bahwa percakapan sering dimulai dengan

pembukaan yang sering diisi dengan greeting yang juga dibalas dengan greeting.

Bagian ini sering diisi dengan ungkapan: Good morning, Hello, Hi, Nice tomeet you,

long time no see, dan lain-lain yang berfungsi sebagai pembuka basa-basi untuk

melalui isi percakapan yang berada di bagian isi.

Bagian isi merupakan inti dan tujuan percakapan. Isinya merupakan topic-

topik pembicaraan yang sesuai dengan tujuan percakapan. Kadang-kadang terjadi

perpindahan topik percakapan atau topic shift yang ditandai dengan ungkapan By the

way. Bagian penutup biasanya diisi dengan ungkapan-ungkapan yang disebut ―leave-

taking‖, misalnya: good bye, see you, bye bye, dan lain-lainnya. Sebelumnya

didahului ungkapan seperti: sorry, I had to go, It’s good to see you, but…, I think it’s

already late, dan lain-lainnya.

Yang penting dari tata organisasi ini nanti percakapan ini akan menuju kea

rah mana. Apakah akan menuju ke tipe teks: deskripsi, recount, laporan, prosedur,

eksplanasi, eksposisi, atau diskusi. Atau organisasinya akan menuju ke genre cerita,

seperti: recount, anekdot, eksemplum, atau naratif.

Bagian penting kedua ialah turn taking (giliran berbicara). Pada umumnya

distribusi turn taking ini bergantian. Misalnya ada dua peserta percakapan, maka

giliran berbicaranya berpola A-B, A-B, A-B dan seterusnya. Kalau pesertanya 3 akan

berpola, A-B-C, A-B-C, A-B-C. Dalam keadaan seperti ini percakapan menjadi

berimbang, demokratis, karena setiap peserta mendapat bagian di dalam interaksi

atau transaksi tersebut.Akan tetapi percakapan sering kali tidak demikian halnya.

Ada saja salah satu atau dua peserta percakapan yang mendominasi giliran berbicara,

Page 19: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 19

sehingga percakapan tidak berimbang dan hanya dikuasai oleh segelintir orang.

Dalam keadaan seperti ini, maka percakapan sudah tidak berimbang, tidak

demokratis, dan cenderung dikuasai oleh golongan tertentu (lihat juga Eggins &

Slade, 1997, p. 26; Brown & Yule, 1983).

Bagian terakhir di dalam analisis percakapan ialah pasangan dekat (adjacency

pairs). Umumnya percakapan diisi dengan pasanganan dekat ini, baik dibagian

pembukaan, isi, maupun penutup. Secara umum pasangan dekat ini terdiri dari dua

konstituen atau bagian, bagian pertama dan bagian kedua. Kedua bagian tersebut bisa

berupa: pertanyaan – jawaban, greeting-greeting, comment – acceptance, comment –

refusal, compliment – accepteance, compliment – refusal, dan lain sebagainya (lihat

juga Eggins & Slade, 1997, p. 27; Brown & Yule, 1983, p.230). Sering kali pasangan

dekat ini tidak selalu terdiri dari dua bagian, tetapi 4 bagian, dengan tambahan

insertion atau sisipan, misalnya:

Ibu: Itu apa?

Anak: Yang mana?

Ibu : Yang itu, warnanya biru?

Anak: Oh itu, kertas berwarna untuk sampul buku.

Sisipan ini tidak hanya terjadi di dalam kasus pertanyaan-jawaban saja, tetapi

juga bisa terja di pasangan dekat lainnya.

Di samping itu ada pasangan kedua yang sudah kita inginkan atau harapkan.

Misalnya kalau bagian pertama pertanyaan, bagian kedua jawaban. Kalau bagian

pertanya compliment, bagian kedua acceptance. Jika terjadi hal ini bagian kedua ini

kita sebut dengan preferred second part. Akan tetapi juga sering terjadi bagian kedua

tersebut tidak seperti yang kita inginkan atau harapkan, misalnya pertanyaan dijawab

dengan pertanyaan, compliment dijawab dengan penolakan, greeting dijawab dengan

pertanyaan, dan lain sebagainya.

Page 20: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 20

3.5 Scaffolding

Istilah ini digunakan oleh para ahli Applied Linguistics, khususnya para ahli

Language Acquisition, untuk merujuk bahasa atau perilaku yang digunakan oleh

para orang tua, khususnya ibu, dalam membantu anak mereka di dalam berbahasa

dengan bahasa ibu mereka (mother tongue) (Larsen-Freeman and Long, 1991;

Rothery in Hasan and Williams, 1996).

Di dalam Larsen-Freeman & Long (1991) digambarkan bahwa scaffolding

merupakan bantuan kebahasaan yang digunakan untuk membangun percakapan

bersama antara penutur asli Bahasa Inggris (H) dan pembelajar bahasa kedua

Takahiro (T). Di dalam interaksi tersebut, yang mereka sebut dengan ―collaborative

discourse‖, penutur asli bekerja sama dengan pembelajar dengan cara menuntun dan

membantu pembelajar untuk menyelesaikan wacana. Misalnya:

T: this

broken

H: broken

T: broken

This /az/ broken

H: Upside down

T: upside down

this broken

upside down

broken

( Larsen-Freeman & Long, 1991, hal. 70)

Model scaffolding yang bersifat vertical ini penutur asli berusaha membantu

pembelajar Bahasa Inggris dalam menyusun struktur sintaksisnya secara vertical

dengan memberikan mengulang ―broken‖ dan menambah ―upside down‖ konstituen

pelengkapnya untuk membentuk struktur sintaksis yang lengkap.

Selanjutnya Meisel (dalam ibid, hal.131) mengatakan bahwa scaffolding juga

sangat membantu untuk membangun bagian-bagian yang hilang di dalam

percakapan, seperti yang terjadi di dalam percakapan antara Takahiro dan native

Page 21: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 21

speaker di atas. Kemudian menurut Sato scaffolding membantu untuk terjadinya

language acquisition (pemerolehan bahasa) (dalam ibid, hal.131;). Bahkan Varonis

dan Gass (1985) menyatakan interaksi antara non-native dengan non-native-pun

dapat menimbulkan negotiation of meaning, jika di dalam percakapannya terjadi

scaffolding. Hal ini disebabkan bahwa scaffolding memberikan akses pembelajar

untuk mengenal dan sekaligus mempraktekan unit-unit kebahasaan yang hilang,

jarang dipakai, atau yang belum dikenal sekalipun.

Kemudian Rothery (dalam Hasan & Williams, 1996, hal.90), di dalam teori

literasinya (Literacy) menyatakan bahwa scaffolding sangat penting di dalam

pembelajaran bahasa atau belajar sesuatu (termasuk nilai-nilai cultural, ideologis)

melalui bahasa. Bahkan para guru harus mengetahui sistem kebahasaan, hubungan

antara teks dan konteks untuk dapat memberikan scaffolding yang efektif.

Kemudian ia melanjutkan bahwa scaffolding digunakan untuk membangun

suatu jenis teks tertentu / genre sebagai suatu joint construction ( membangun teks

secara bersama-sama). Para guru atau orang tua bertanya dan berkomentar

sedemikian rupa mengenai pengetahuan dan pengalaman yang sama untuk

membangun teks tersebut (ibid, hal. 100). Misalnya:

Anak: I break a moth. I find a moth. I break it all up

Ibu: Where did you find?

Anak: In the laundry. I found it in the laundry

Di dalam penggalan percakapan di atas ‗Ibu‘ menemukan bahwa sang anak

masih menggunakan kata break dalam present tense, yang mestinya past tense.

Kemudian sang ibu membantu sang anak untuk menemukan yang benar dengan

bertanya dalam past tense ‗Where did you find?‘. Dan pertanyaan ini berhasil

membantu anak untuk membetulkan bahasanya sendiri ‗… I found in the laundry’.

Contoh berikutnya:

Page 22: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 22

Ayah: What have you been doing to day?

Anak: All sorts of things.

Ayah: Where did you go?

Anak: On the beach.

Ayah: Did you find strawa and cups and things ( as usual)?

Anak: Yes…(pause)… not cups.

Ayah: What else did you do?

Anak: Erm, run around. Go in the water; with Mummy. Mummy and

Hal

Ayah: Was it cold in the water?

Anak: Yeah!!

Di dalam percakapan antara ayah dan anak ini terjadi dua macam scaffolding.

Yang pertama sang ayah membantu anak untuk menyusun wacananya mengenai

kegiatannya pada hari itu, dengan pertanyaan-pertanyaan yang menuntun

pembentukan pengurutan kejadian secara temporal (lihat pertanyaan-pertanyaan yang

bergaris bawah). Kedua sang ayah membantu sang anak untuk membenarkan tense

nya: ‗Erm, run around. Go in the water… yang mestinya past tense. Akan tetapi

dalam hal ini sang ayah kurang berhasil, karena jawabnya hanya ‗Yeahh!!‘.

3.6 Penelitian Terdahulu

Santosa, Riyadi (1995, 1996) telah meneliti hubungan genre dan ideology di

dalam editorial di sejumlah surat kabar seperti Kompas, Sauara Pembaharuan, Suara

Merdeka, dan Jawa Pos. Dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa editorial

mestinya mempunya fungsi untuk mengritisi suatu fenomena. Dengan demikian

genre yang sesuai editorial tersebut ialah eksposisi atau diskusi. Akan tetapi editorial

pada saat itu mempunyai banyak genre. Ada eksposisi, diskusi, deskripsi, recount,

exemplum. Sehingga editorial pada saat itu tidak kritis dan muncul istilah

―Afganistanisme‖, yaitu istilah yang digunakan untuk merujuk editorial yang berani

mengkritisi fenomena social, ekonomi dan politik yang jauh dari kekuasaan pada saat

Page 23: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 23

itu. Hal ini terlihat di dalam penggunaan genre, system kohesi, serta

leksikogramatikanya.

Selanjutnya Santosa (1997) juga telah meneliti tingkat literasi genre rekon

dalam Bahasa Indonesia oleh anak kelas 3 SD di Surakarta. Dalam penelitian

tersebut peneliti menemukan bahwa tingkat literasi rekon mereka masih tergolong

rendah. Anak-anak masih belum bisa menyusun genre rekon dengan urutan temporal

yang runtut, dengan alat kohesi yang benar. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

kurikulum yang tidak memberikan akses literasi genre rekon dan lain-lainya dengan

intensif.

Di barat penelitian Sastra Anak dan Ideologi termasuk belum banyak. Salah

satu penelitian mengenai ini ialah penelitian yang dilakukan Puurtinen (1998) yang

berjudul ―Syntax, Readability and Ideology in Children‘s Literature. Dalam

penelitian ini penulis menggambarkan bahwa ada keterkaitan yang erat antara tingkat

keterbacaan sastra anak dengan tingkat kejelasan ideologinya di tingkat

leksikogramatikanya. Di dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa sastra anak

membutuhkan tingkat keterbacaan yang tinggi. Ini berarti bahwa di tingkat

leksikogramatikanya harus bersifat intrikasi dengan klausa kompleks dengan

kelompok nomina yang simpleks serta leksis atau kata-kata dengan tingkat

kongruensi yang tinggi. Akan tetapi sebaliknya ideology membutuhkan tingkat

keabstrakan yang tinggi, sehingga ideology membutuhkan nominalisasi di tingkat

leksikogramatikanya untuk mencapai tingkat keabstrakan tertentu.

Di Indonesia penelitian ini tergolong sangat baru. Penelitian desertasi Ph.D

dari Macquarie University oleh Citraningtyas (2004) , yang berjudul ―Breaking a

curse silence: malin Kundang and transactional approaches to reading in Indonesian

classroom – an empirical study, berusaha untuk mengangkat nilai-nilai kebajikan di

Page 24: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 24

dalam cerita rakyat tersebut digunakan untuk meningkatkan interaksi / transaksi di

dalam proses belajar mengajar di kelas-kelas di Indonesia, yang pada umumnya

pasif.

4. Metodolgi Penelitian

4.1 Jenis Penelitian dan Pendekatan yang Digunakan

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Sudaryanto (1988) mengatakan

bahwa penelitian deskriptif dilakukan hanya berdasarkan pada fakta yang ada,

sehingga yang dihasilkan oleh penelitian ini nantinya hanya berupa potret atau

paparan seperti apa adanya. Ciri utama dari paparan yang dihasilkan oleh penelitian

deskriptif adalah bahwa paparan tersebut tidak mempertimbangkan benar atau

salahnya penggunaan bahasa, yang di dalam hal ini di dalam buku cerita anak-anak.

Sedangkan istilah kualitatif menunjukkan bahwa penelitian ini akan

dilakukan dengan mengaplikasikan metodologi penelitian yang bersifat kualitatif.

Adapun beberapa sifat kualitatif itu adalah topik penelitian diarahkan pada kondisi

asli subjek penelitian; permasalahan dan kegiatan penelitian diarahkan untuk

mendekati masalah kekinian; peneliti merupakan instrumen utama dalam

mengumpulkan dan menginterpretasikan data; memusatkan kegiatan pada pemaparan

atau deskripsi terhadap subjek penelitian; menggunakan analisis yang bersifat

induktif; dilakukannya trianggulasi data sebagai upaya verifikasi atas data yang

ditemukan; dan pengambilan sampel secara purposive, dengan teknik purposive

sampling (Sutopo, 2002; Muslimin, 2002)

Adapun teori linguistik yang dipergunakan dalam kajian adalah systemic

functional linguistics dan analisis percakapan. Teori ini dipilih karena

dipertimbangkan sebagai teori yang memungkinkan terlaksananya kajian berbagai

aspek kebahasaan yang digunakan di dalam teks, dan teori inilah yang mampu

Page 25: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 25

memberikan gambaran tentang eksploitasi dari berbagai aspek kebahasaan yang

dipergunakan di dalam teks tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa pendekatan ini

sangat tepat untuk mengkaji pemakaian bahasa dalam cerita anak sebagai wahana

pengenalan dan pengasuhan ideologi.

4.2 Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah buku cerita yang dikarang dan diterbitkan

oleh engarang dan penerbit Indonesia dan cara bercerita oleh ibu dan guru TK

kepada anak di Kodya Surakarta. Sementara sample yang akan digunakan ialah

criterion-based sampling yang akan meliputi jenis buku cerita dan proses bercerita di

kalangan TK dan rumah tangga ―kelas atas, menengah dan bawah‖ di kodya

Surakarta.

4.3 Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis sumber data yang akan dimanfaatkan, maka data untuk

penelitian ini akan dikumpulkan dengan teknik sebagai berikut:

a. Teknik Simak

Buku cerita dibaca dan dianalisis genre dan registernya. Kemudian proses

bercerita direkam secara audio dan video. Kemudian ditranskrip ke dalam

bentuk tulis dengan segala data-data non-verbalnya..

b. Teknik Catat

Teknik lanjutan berikutnya yang dilakukan adalah teknik catat; dalam hal ini

kegiatan yang dilakukan adalah mencatat segala sesuatu yang dimiliki oleh

teks tersebut yang berkaitan dengan struktur genre dan konfigurasi register,

termasuk struktur teksnya, scaffolding, turn-taking dan adjacency pair-nya,

sehingga teks tersebut dapat diambil sebagai bahan kajian dari penelitian ini.

c. Wawancara Mendalam

Page 26: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 26

Tehnik ini digunakan untuk memperoleh informasi etnografis di balik

penceritaan baik dari pencerita maupun pendengarnya untuk mendukung

analisis linguistic untuk memperoleh hasil analisis yang holistic.

4.4 Teknik Sampling

Teknik sampling yang dilakukan di dalam penelitian ini didasarkan pada

beberapa kriteria untuk data yang akan diambil; teknik ini disebut sebagai teknik

sampling yang bersifat purposive. Adapun kriteria data yang akan diambil dengan

teknik ini meliputi dua macam.

Yang pertama mempunyai kriteraia sebagai berikut

1. buku cerita anak-anak berbahasa Indonesia

2. ditulis oleh penulis Indonesia

3. diterbitkan oleh penerbit yang ada di Indonesia

4. ditujukan untuk kalangan pembaca anak-anak berusia 2-10 tahun

Yang kedua kriterianya meliputi:

1. proses bercerita diperoleh dari kalangan kelas ‗atas, menengah, dan bawah‘

2. proses bercerita oleh orang tua (ibu, ayah) dan guru TK

3. proses bercerita berada di kodya Surakarta

4.5 Validitas Data

Untuk menjamin validitas dan reliabilitas data yang akan dikumpulkan, maka

teknik triaggulasi data akan dikembangkan di dalam penelitian ini. Patton (1984)

membedakan 4 macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan

penggunaan sumber, metode, penyidikan dan teori. Di dalam penelitian ini teknik

yang akan diterapkan adalah teknik trianggulasi sumber data. Dengan teknik ini data

dengan jenis yang sama akan dikumpulkan dari sumber yang berbeda, buku cerita

Page 27: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 27

dari berbagai pengarang, penerbit, dan jenisnya. Sementara itu yang kedua meliputi

process bercerita oleh orang tua dan guru TK dari berbagai ‗kelas‘. Di samping itu

trianggulasi metode juga digunakan, yaitu tehnik observasi dengan rekaman gambar

dan audio, serta tehnik wawancara mendalam.

4.6 Teknik Analisis Data

Data pertama yang sudah terkumpul dalam penelitian ini, kemudian akan

dianalisis dengan prosedur sebagai berikut:

1. data yang terkumpul dalam bentuk buku cerita anak berbahasa Indonesia

akan diklasifikasikan menurut jenis ceritanya.

2. masing-masing klasifikasi kemudian dianalisis berdasarkan struktur genre

kohesi, serta leksikogramatika yang membentuknya. Metode yang

digunakan adalah metode agih dengan teknik analisis Bagi Unsur

Langsung. Dengan teknik ini, maka peneliti mencoba membagi satuan

lingual teks menjadi beberapa unsur atau bagian yang membangunnya—

unsur atau bagian yang membangur teks tersebut disebut sebagai struktur

teks, yang merupakan unit wacana, tahapan, atau moves dari teks itu.

3. teknik analisis lanjutan yang dilakukan pada unsur-unsur teks yang sudah

terbagi melalui teknik bagi unsur langsung di atas adalah teknik lesap,

teknis ganti, teknik perluas dan teknik sisip. Semua teknik ini

diaplikasikan untuk melihat unsur-unsur mana dari struktur teks yang

dibagi yang bersifat wajib hadir dan tidak dapat dilesapkan, diganti atau

disisipi; dan unsur-unsur mana pula yang dapat dilesapkan atau diganti

sehingga unsur-unsur itu disebut sebagai bersifat opsional.

Page 28: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 28

4. setelah struktur teks dari masing-masing klasifikasi didapatkan, maka

analisis yang dilakukan selanjutnya adalah analisis isi atau content

analysis. Teknik ini dilakukan melalui karakteristik lexicogrammar dari

masing-masing satuan wacana yang membentuk genre buku cerita anak

yang dianalisis; yang pada giliran selanjutnya, karakteristik genre dan

leksikogramatika dari buku yang bersangkutan akan dapat dipaparkan

untuk menunjukkan bagaimana ideologi itu diasuhkan melalui eksploitasi

bahasa dari buku cerita anak-anak.

Data lapangan yang sudah terkumpul dalam penelitian ini, kemudian akan

dianalisis dengan prosedur sebagai berikut:

1. data yang telah ditranskrip akan dianalisis struktur teksnya, struktur

scaffolding, turn-taking, dan adjacency pairs-nya.

2. data wawancara digunakan untuk membantu analisis pengenalan dan

pengasuhan ideologi yang diajarkan, termasuk di dalamnya nilai

demokratisnya.

3. kemudian analisi komparatif untuk melihat perbedaan proses cerita di

rumah dan di TK

4. kemudian analisis komparatif untuk melihat perbedaan proses di ketiga

‗kelas‘ tersebut.

5. Hasil dan Pembahasan

5.1 Genre

Berdasarkan genrenya, dari 4 jenis buku cerita tersebut, dapat diklasifikasikan

menjadi 3 tipe genre, yaitu naratif, rekon (murni, dengan prosedur, dengan eksposisi

Page 29: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 29

dan dengan eksplanasi), dan report. Genre naratif buku cerita anak ini umum

mempunyai pentahapan: orientasi, komplikasi dan resolusi. Ada beberapa yang

mempunyai struktur evaluasi. Hal ini disebabkan karena evaluasi bukan struktur

wajib genre naratif (lihat Martin 1992). Sementara itu, genre rekon umumnya

mempunayi unsur wajib orientasi dan diikuti dengan kejadian detil. Jika ada unsur

lain seperti eksplanasi, prosedur, dan eksposisinya itu memang merupakan bagian

dari kejadian di dalam rekon tersebut. Di pihak lain genre report, tampaknya

memang digunakan oleh penulisnya untuk mengenalkan makanan, hewan dan

perilakunya. Oleh karena itu isi genre tersebut hanya terdiri dari deskripsi mengenai

makanan dan hewan. Sementara itu unsur definisi dan klasifikasi tidak hadir dalam

buku tersebut, karena terlalu tehnis dan ilmiah, yang tidak cocok untu anak

prasekolah. Dari sejumlah 134 cerita, genre naratif sangat dominant berjumlah 111

buah, sedangkan rekon terdapat 21 buah dan report satu buah.

a. Contoh Genre Naratif

Buku berjudul ‗Empat Sekawan‘, ditulis oleh Th. Rini S. dan B. Pribadi,

Pustaka, Tangerang, 2005, untuk anak-anak Prasekolah dan SD Klas 1-3 sejumlah

329 kata dalam 28 halaman.

Di pagi hari, tampaklah empat bebek kecil yang cantik dan

lincah: Lini, Tini, Wini, dan Dini. Lihatlah mereka sudah berada di

tengah danau. Mereka berenang kian kemari sambil bercanda ria.

Lini, Tini, Wini, dan Dini saling berteman dan bersahabat baik.

Merekalah empat sekawan

―Ayo, kita berlomba renang. Siapa yang tercepat sampai ketepi

danau, dialah yang paling kuat‖, seru Wini.

―Ayo, siapa takut?‖ jawab tiga bebek lain hamper bersamaan.

Segeralah mereka bersiap-siap menanti aba-aba. Bersedia …

Siap … Mulai.

Merekapun beradu cepat berenang menuju tepi danau. Siapa

yang menang? Ternyata Tini.

―Hore, hari ini aku menang lagi!‖ Tini bersorak senang sekali.

― Kamu memang yang terkuat, Tini,‖ kata ketiga bebek lain

Orientasi

Page 30: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 30

sambil terengah-engah kelelahan.

Merekapun melanjutkan permainan mereka.

Empat sekawan bebek kecil itu sangat baik hati dan suka

menolong. Oleh sebabitu, banyak bebek-bebek lain yang sangat

menyukai mereka.

Sayangnya, ada seekor bebek yang tidak senang pada mereka.

Ia sangat iri dengan kekompakan mereka. Bebek itu bernama

Baldi.

Inilah Baldi, bebek nakal dan suka usil. Beldi tidak senang akan

persahabatan keempat bebek kecil itu.

Suatu hari, Baldi berpapasan dengan Wini yang sedang berjalan

sendiriansaja.

―Kok sendirian Wini?‘ Tanya Baldi.

―Aku sedang mencari mereka. Tahukah kamu, di mana

mereka?‘ Wini balas bertanya.

Tumbuhlah akal bulus Baldi. Inilah kesempatan bagi Baldi

untuk berbuat usil.

―Mereka memang sengaja pergi. Mereka tidak mau lagi

berteman dengan kamu,‖ ujar Baldi mulai berbohong.

―Betulkah, Baldi?‖ Tanya Wini sedih sekali.

Baldi mengangguk-anggukkan kepalanya.

―Benar Wini. Mereka berkata seperti itu,‖ kata Baldi

meyakinkan.

Wini berjalan pulang. Hatinya sedih mendengarkan cerita

Baldi.

Sementara itu, Baldi tersenyum puas.

Di kamar tidurnya Wini menangis. Tetapi, tak lama kemudian

datanglah ketiga sahabatnya.

―Ada apa kamu, Wini?‖ Tanya Tini khwatir.

―Mengapa menangis, Wini? Tanya Lini dan Dini.

―Mengapa kalian dating kemari? Bukankah kalian sudah tidak

mau lagi berteman denganku>‖ Tanya Wini masih terisak.

―Tidak mungkin begitu, Wini,‖ tegas ketiga sahabatnya.

―Bukankah kita adalah empat sekawan, ― kata Tini menguatkan.

―Benarkah?‖ kata Wini mulai tersenyum. ―Jadi, jadi … Kalau

begitu Beldi telah membohongiku ya?

―Apa? Beldi? Bebek nakal itu?‖ ketiga sahabatnya terkejut.

Mereka berempat segera mencari Beldi.

―Pasti, ia sedang berada di danau,‖ kata Wini. ―Ayo, kita segera

ke danau,‖ ajak Tini.

―Benar, kita minta Beldi menjelaskan semua kebohongannya,‖

kata Lini bersemangat.

Sesampainya di danau, keempat bebek itu tersenyum.

Mengapa? Tentu saja mereka tersenyum-senyum. Mereka melihat

Baldi sedang berusaha keras belajar berenanag. Napasnya

terengah-engah, terkadang tenggelam dan airnya terminum.

Oh ternyata Baldi iri hati karena belum pandai berenang

..Tamat

Komplikasi

Komplikasi

Resolusi

Page 31: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 31

Genre naratif ini dimulai dengan Orientasi yang berfungsi sebagi pengenalan

para tokoh atau karakter, serta seting tempat dan waktunya. Di samping itu orientasi

ini juga digunakan untuk mendeskripsikan para tokoh utamanya. Maka Orientasi ini

dimulai dengan ―Di pagi hari…‖ sampai dengan ―Oleh sebabitu, banyak bebek-

bebek lain yang sangat menyukai mereka.‖

Kemudian, Struktur genre dilanjutkan dengan Komplikasi, yaitu suatu

kejadian yang dialami tokoh atau salah satu tokoh, yang membuat sang tokoh

mengalami problema yang harus dihadapinya. Dalam cerita di atas dimulai dari

―Sayangnya, ada seekor bebek yang tidak senang pada mereka‖ dan diahiri dengan

―Apa? Beldi? Bebek nakal itu?‖ ketiga sahabatnya terkejut.

Akhirnya genre narasi ini diakhiri dengan resolusi, yaitu suatu penyelesaian

problema yang dialami si tokoh.mulai dari ―Mereka berempat segera mencari Beldi‖

dan berakhir dengan ―Oh ternyata Baldi iri hati karena belum pandai berenang.‖

b. Contoh Genre Rekon

Buku berjudul ―Aku bisa sholat dan berdoa‖ ditulis oleh Eka Wardhana dan

Iwan Tuswandi, Mizan, Bandung, 2003, dengan 250 kata dalam 23 halaman, untuk

Balita atau prasekolah.

Waktu subuh tiba.

―Ali, sholat dulu yuk!‖ panggil Papa.

Ali menggosok-gosok mata.

―Ali masih ngantuk, Pa. Ali mau bobok lagi.‖

―Ali wudhu deh,‖ kata Papa, nanti ngantuknya hilanga.‖

Wah Papa benar lho, habis wudhu Ali jadi segar.

Papa jadi imam, Ali dan Mama jadi makmum. Aduh, rasanya

senaaang deh.

―Pa, kenapa kita sholat?‖

―Supaya Allah sayang pada kita,‖ kata Papa.

―Memang kalau Allah sayang, Allah mau kasih apa, Pa?‖

―Allah akan mengabulkan doa kita, sayang.‖

―Memang kalau berdoa Ali boleh minta apa saja Pa?‖

―Boleh, asal yang Ali minta itu baik-baik,‖ kata Papa.

Kejadian 1

Page 32: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 32

―Asyik! Ali mau minta banyak lho, Pa!‖

― Ha…ha…ha Ali harus rajin berdoa dong!‖ Kata Papa.

Makan siang sudah selesai.

Ali, kita sholat zuhur yuk!‖ ajak Mama.

―Ali jadi imamnya Ma!‖

―Alhamdulillah, anak Mama memang pintar,‖ kata Mama senang.

Sore hari, Ali baru bangun tidur.

―Mama, sholat Asar yuk, Ma!‖ ajak Ali.

Ali jadi imam lagi. Mama mengikuti gerakan Al;i.

Matharipun terbenam.

―Ali, Ali! Sholat Maghrib yuk!‖ panggil teman-temannya.

Ali mencium tangan Mama lalu lari keluar.

―Asyik kita sholat berjamaah,‖ seru Ali.

Di Masjid, kakak Pembina mengajarkan doa. Doa mau tidur dan

bangun tidur.

―kak, Ali mau doa untuk Mama dan Papa!‖ seru Ali.

Kakak Pembina pun mengajarkan doanya.

Sampai dirumah Ali berdoa, ―Robbir hamhumaa kamaa robbayani

soghiiroo.‖

―Ya Allah, kasihanilah Papa dan Mama sebagaimana mereka

berdua telah mendidiku waktu kecil. Aaaamin.‖

―Alhamdulillah, itu baru anak soleh,‖ kata Papa. Mama memeluk

dan menciuj Ali.

―Mama dan Papa juga doakan Ali dong!‖

―Tentu sayang,‖ jawab Mama dan Papa.

Kejadian 1

Kejadian 2

Kejadian 3

Kejadian 4

Kejadian 5

Kejadian 6

Kejadian 7

Genre rekon umumnya diawali denga Orientasi, tetapi contoh ini tidak

diawali dengan Orientasi, yaitu suatu pembuka yang berfungsi untuk memberikan

gambaran kejadian utama, yang biasanya diikuti dengan keterangan waktu, tempat

atau mungkin, alas an. Hal ini disebabkan bahwa buku bacaan ini diperuntukan untuk

anak balita, yang belum bisa menerima suatu yang abstrak, atau mungkin, kurang

mendapat perhatian penulisnya.

Genre rekon ini langsung mulai dengan kejadian detil yang dipandu dengan

tema hyper (ide dalam paragraph). Misalnya pada kejadian 1 dimulai dengan ―Waktu

subuh tiba‖. Pada kejadian 2 ditandai dengan dengan ―Makan siang sudah selesai‖.

Kejadian 3 ditandai dengan tema klausa topikalmarked ―Sore hari…‖. Kejadian 4

ditandai dengan tema hyper lagi ― Matahri pun terbenam.‖ Kejadia 5 ditandai dengan

tema klausa topical marked (keterangan tempat) ―Di masjid…‖ Kejadian 6 tema

Page 33: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 33

klausa, topical marked ―Sampai di rumah…‖ dan kejadian 7 ditandai dengan tema

interpersonal ―Alhamdulillah…‖

Pemanduan kejadian dengan tema-tema topical marked dan tema hyper serta

tema interpersonal ini akan sangat membantu pembelajar untuk menengarai suatu

struktur teks yang akhirnya juga bisa membantu pembelajar untuk menentukan jenis

genre-nya.

c. Contoh Genre Report

Buku cerita ―Hewan 1‖ diterbitkan PT Elex Media Komputindo/ 2004,

Jakarta, dengan jumlah kata 100 dan dalam 10 halaman, untuk Balita.

Asyik, kelinci akhirnya menemukan wortel kesukaannya. Lihat,

telinganya yang panjang bergerak-gerak saat mengunyah wortel

yang segar.

Guk…guk…guk, Anjing menyalak mengjak temannya untuk

bermain. Setelah puas bermain dia duduk istirahat, sambil

mengibas-ngibaskan ekornya.

Burung Kakaktua … hinggap di jendela.

Suaranya yang indah menyabut terbitnya matahari.

Dia sangat senang bila bulunya yang halus kita belai dengan

sayang. ―Ngeong.., ngeong…‖ begitu suaranya ketika menerkam

tikus yang bersembunyi.

Dengan lahap dia memakan rumput yang segar. ―Mbek…mbek…,‖

teriaknya memanggil teman-temannya untuk berkumpul dimpadang

rumput.

Deskripsi 1

Deskripsi 2

Deskripsi 3

Deskripsi 4

Deskripsi 5

Genre report ini tidak dimulai dengan definisi atau klasifikasi suatu binatang.

Hal ini disebabkan karena definisi dan klasifikasi terlalu abstrak dan tidak bisa

dicerna oleh Balita. Sehingga genre ini terus memulai dengan deskripsi sederhana

mengenai makanan binatang, perilaku binatang, bagian tubuh binatang, suara

binatang dan lain sebagainya.

5.2 Register Buku Cerita

Page 34: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 34

Register adalah suatu variasi bahasa yang dipengaruhi oleh konteks situasi

dan konteks budaya atau genrenya. Setiap genre akan mempunyai register yang

bersifat generic, yang membedakan antara genre yang satu dengan genre yang lain.

Akan tetapi bisa jadi pada strata teks register suatu genre akan mempunyai kesamaan

dengan register lainnya, yang disebabkan oleh suatu konteks situasi tertentu (field,

tenor, da mode). Akan tetapi unsur tersebut nantinya akan menjadi unsure yang

bersifat pilihan dan tidak menjadi unsur wajib di dalam teks.

Buku cerita/cerita tim peneliti peroleh sebagai sumber data terdiri dari 4 jenis

(Mode) yaitu: Cerita Bergambar (yang disingkat CB), Komik (K), dan campuran

antara Cerita Bergambar dan Komik (CBK), dan Cerita Tak Bergambar (CTB). Akan

tetapi dari jumlah cerita sebanyak 132 buah, jumlah CB sangat dominant, yaitu 109

buah , sementara komik hanya terdapat 9 buah CBK terdapat 5 buah, sedangkan CTB

terdapat 10 buah.

Sementara itu target pembaca (Tenor) buku ini umumnya ditujukan kepada 3

kelompok anak-anak, yaitu kelompok pra-sekolah, kelompok SD 1-3, dan kelompok

anak SD 4-6). Pembagian ini kurang jelas dasar pijakannya, tetapi ada

kecenderungan seperti ini. Walaupun , tentu saja, ada kecenderungan adanya

pembauran antara target pembaca kelompok balita dengan SD kelas 1 – 3 bagian

bawah dan antara kelompok SD kelas 1-3 bagian atas dengan kempok SD kelas 4-6,

serta kelompok SD kelas 4-6 bagian atas dengan kelompok usian yang lebih tinggi.

Mengenai jumlah buku yang ditujukan kepada kelompok umur prasekolah

terdapat 47 buah, jumlah buku untuk SD kelas 1-3 terdapat 28 buah, dan untuk SD

kelas 4-6 ada 57 buah.

Tema (Field) umum yang menjadi topic pokok dalam buku cerita ini terbagi

menjadi 4 bagian, yaitu tema cerita rakyat dengan jumklah buku 5 buah, nilai social

Page 35: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 35

rumah tangga dengan jumlah buku sebanyak 17, nilai sossial lingkungan social

dengan jumlah 108 buah buku, dan nilai social di sekolah dengan 2 buku.

a. Register dalam Genre Naratif

1) Struktur Teks

Struktur teks genre naratif dalam buku bacaan anak ini umumnya berupa:

Orientasi, Komplikasi, dan Resolusi. Akan tetapi ada beberapa buku yang

menggunakan Evaluasi. Tidak adanya evaluasi ini kemungkinan bisa disebabkan

adanya unsure kesengajaan bisa jadi karena ketidaktahuan penulisanya. Akan tetapi

Martin (1992) menyebutkan bahwa tidak adanya unsur Evaluasi dalam naratif tidak

mengganggu atau tidak merubah genre naratif, karena unsur ini sifatnya hanya

optional atau pilihan saja.

2) Kohesi

Kohesi di dalam genre naratif di dalam buku ini mempunyai variasi yang

sangat lengkap baik kohesi yang bersifat gramatikal maupun leksikal. Kohesi

gramatikal di dalam genre narasi ini misalnya ada item referensi, substitusi, ellipsis,

dan konjungsi. Misalnya dalam naratif di atas:

a). Item referensi

- Di pagi hari, tampaklah empat bebek kecil yang cantik dan lincah: Lini,

Tini, Wini, dan Dini. Lihatlah mereka sudah berada di tengah danau.

- Sayangnya, ada seekor bebek yang tidak senang pada mereka. Ia sangat

iri dengan kekompakan mereka. Bebek itu bernama Baldi.

b). Elipsis

- ―Mereka memang sengaja pergi. Mereka tidak mau lagi berteman

dengan kamu,‖ ujar Baldi mulai berbohong.

Page 36: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 36

―Betulkah, Baldi?‖ Tanya Wini sedih sekali.

- ―Bukankah kita adalah empat sekawan, ― kata Tini menguatkan.

―Benarkah?‖ kata Wini mulai tersenyum. ―Jadi, jadi … Kalau begitu

Beldi telah membohongiku ya?

c). Konjungsi

- Konjungsi eksternal dominan dipakai di dalam membangun ceritanya.

- Oleh sebabitu, banyak bebek-bebek lain yang sangat menyukai

Mereka.

- Sementara itu, Baldi tersenyum puas.

- Tetapi, tak lama kemudian datanglah ketiga sahabatnya.

-―Jadi, jadi … Kalau begitu Beldi telah membohongiku ya?

- Empat sekawan bebek kecil itu sangat baik hati dan suka menolong..

- Mereka berenang kian kemari sambil bercanda ria. Lini, Tini, Wini,

dan Dini saling berteman dan bersahabat baik

Tidak munculnya kohesi gramatikal substitusi pada narasi ini bisa jadi

bersifat kebetulan, atau memang penulis berfikiran bahwa untuk target pembaca SD

kelas 1-3 belum memerlukan kohesi ini.

Sementara itu kohesi leksikal di dalam genre narasi juga meliputi semua

unsure kohesi leksikal komposisi, termasuk di dalamnya sinonimi, meronimi,

repetisi, dan lawan kata. Misalnya:

a). Meronimi

- Lihatlah mereka sudah berada di tengah danau.

- Siapa yang tercepat sampai ke tepi danau, dialah yang paling kuat‖,

seru Wini.

Page 37: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 37

- Wini berjalan pulang. Hatinya sedih mendengarkan cerita Baldi.

- Mereka melihat Baldi sedang berusaha keras belajar berenanag.

Napasnya terengah-engah, terkadang tenggelam dan airnya

terminum.

b). Repetisi,

- ―Pasti, ia sedang berada di danau,‖ kata Wini. ―Ayo, kita segera ke

danau,‖ ajak Tini.

c). Sinonimi

- Lini, Tini, Wini, dan Dini saling berteman dan bersahabat baik.

Merekalah empat sekawan

- Siapa yang tercepat sampai ketepi danau, dialah yang paling kuat‖,

seru Wini.

- ―Apa? Beldi? Bebek nakal itu?‖ ketiga sahabatnya terkejut.

d). Lawankata

- Wini berjalan pulang. Hatinya sedih mendengarkan cerita Baldi.

Sementara itu, Baldi tersenyum puas.

Tidak munculnya kohesi leksikal superordinasi dalam narasi ini dapat

dimengerti karena di dalam narasi mengklasifikasikan benda bersifat opsional, tidak

harus hadir di dalam teks.

3) Leksikogramatika

a). Transitiftas

Page 38: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 38

Di dalam tatabahasa SFL terdapat 6 jenis proses, yaitu materi, mental, verbal,

perilaku (verbal dan mental), relasional, dan eksistensial. Di dalam narasi di atas

terdapat:

Proses Materi

- Mereka berenang kian kemari sambil bercanda ria

- Merekapun melanjutkan permainan mereka.

Proses Mental

- Oleh sebabitu, banyak bebek-bebek lain yang sangat menyukai mereka.

- Mereka melihat Baldi sedang berusaha keras belajar berenanag

Proses Verbal

- ―Ayo, kita berlomba renang. Siapa yang tercepat sampai ketepi danau,

dialah yang paling kuat‖, seru Wini.

- ― Kamu memang yang terkuat, Tini,‖ kata ketiga bebek lain sambil

terengah- engah kelelahan.

Proses Perilaku (Verbal)

- Mereka berenang kian kemari sambil bercanda ria.

- Mereka tidak mau lagi berteman dengan kamu,‖ ujar Baldi mulai

berbohong.

Proses Perilaku (Mental)

- Lihatlah mereka sudah berada di tengah danau.

- Aku sedang mencari mereka.

Proses Relasional (Atributif)

- Tini, Wini, dan Dini ___ saling berteman dan bersahabat baik

- Merekalah___empat sekawan

Proses Relasional Identifikasi

Page 39: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 39

- Kamu memang yang terkuat, Tini,‖ kata ketiga bebek lain sambil

terengah-engah kelelahan.

- Bukankah kita adalah empat sekawan, ― kata Tini menguatkan.

Proses Eksistensial

- Di pagi hari, tampaklah empat bebek kecil yang cantik dan lincah: Lini,

Tini, Wini, dan Dini.

- Sayangnya, ada seekor bebek yang tidak senang pada mereka

b). Mood: Proposal dan Proposisi

Proposisi

- Di pagi hari, tampaklah empat bebek kecil yang cantik dan lincah: Lini,

Tini, Wini, dan Dini.

- Mereka berenang kian kemari sambil bercanda ria.

- Lini, Tini, Wini, dan Dini saling berteman dan bersahabat baik. - -

- Merekalah empat sekawan

Proposal

- Lihatlah mereka sudah berada di tengah danau.

- Ayo, kita berlomba renang.

- ―Benar, kita minta Beldi menjelaskan semua kebohongannya,‖ kata

Lini bersemangat.

- Ayo, kita segera ke danau,‖ ajak Tini.

c). Struktur Tema

Tema Topikal

Unmarked:

- Mereka berenang kian kemari sambil bercanda ria.

- Lini, Tini, Wini, dan Dini saling berteman dan bersahabat baik. - -

Page 40: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 40

- Merekalah empat sekawan

Marked:

- Di pagi hari, tampaklah empat bebek kecil yang cantik dan lincah:

Lini, Tini, Wini, dan Dini

- Suatu hari, Baldi berpapasan dengan Wini yang sedang berjalan

sendiriansaja.

Tema Tekstual

- Segeralah mereka bersiap-siap menanti aba-aba.

- Tetapi, tak lama kemudian datanglah ketiga sahabatnya.

Tema Interpersonal

- Sayangnya, ada seekor bebek yang tidak senang pada mereka.

- Pasti, ia sedang berada di danau,‖ kata Wini

d). Klausa: Simpleks dan Kompleks

Klausa Simpleks

- Lihatlah mereka sudah berada di tengah danau.

- Merekalah empat sekawan

Klausa Kompleks

- Di pagi hari, tampaklah empat bebek kecil yang cantik dan lincah:

Lini, Tini, Wini, dan Dini.

- Mereka berenang kian kemari sambil bercanda ria.

- Lini, Tini, Wini, dan Dini saling berteman dan bersahabat baik.

e). Kelompok Nomina Simpleks dan Kompleks

Kelompok Nomina Simpleks

Di pagi hari, tampaklah empat bebek kecil yang cantik dan lincah: Lini,

Page 41: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 41

Tini, Wini, dan Dini. Lihatlah mereka sudah berada di tengah danau.

Mereka berenang kian kemari sambil bercanda ria. Lini, Tini, Wini, dan

Dini saling berteman dan bersahabat baik. Merekalah empat sekawan

Kelompok Nomina Kompleks

- Di pagi hari, tampaklah empat bebek kecil yang cantik dan lincah:

Lini, Tini, Wini, dan Dini.

- Empat sekawan bebek kecil itu sangat baik hati dan suka menolong

f). Lexis Deskriptif x Atitudinal

Lexis Deskriptif:

Di pagi hari, tampaklah empat bebek kecil yang cantik dan lincah: Lini, Tini,

Wini, dan Dini. Lihatlah mereka sudah berada di tengah danau. Mereka

berenang kian kemari sambil bercanda ria. Lini, Tini, Wini, dan Dini saling

berteman dan bersahabat baik. Merekalah empat sekawan

Lexis Atitudinal

- Di pagi hari, tampaklah empat bebek kecil yang cantik dan lincah: Lini,

Tini, Wini, dan Dini

- Empat sekawan bebek kecil itu sangat baik hati dan suka menolong. Oleh

sebabitu, banyak bebek-bebek lain yang sangat menyukai mereka.

- Sayangnya, ada seekor bebek yang tidak senang pada mereka. Ia sangat iri

dengan kekompakan mereka. Bebek itu bernama Baldi.

g). Reported Speech

Direct Speech:

- ―Ayo, kita berlomba renang. Siapa yang tercepat sampai ketepi danau,

dialah yang paling kuat‖, seru Wini.

- ―Ayo, siapa takut?‖ jawab tiga bebek lain hamper bersamaan.

Page 42: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 42

- ―Hore, hari ini aku menang lagi!‖ Tini bersorak senang sekali.

- ―Kamu memang yang terkuat, Tini,‖ kata ketiga bebek lain sambil

terengah-engah.

Indirect Speech tidak muncul di dalam contoh ini tetapi muncul di contoh lain di

dalam buku cerita.

h). Adjacent Pairs

Tanya – Jawab (preferred)

A: ―Betulkah, Baldi?‖ Tanya Wini sedih sekali.

B: ―Benar Wini. Mereka berkata seperti itu,‖ kata Baldi meyakinkan.

Ajakan – Penerimaan (preferred)

A: ―Ayo, kita berlomba renang. Siapa yang tercepat sampai ketepi

danau, dialah yang paling kuat‖, seru Wini.

B: ―Ayo, siapa takut?‖ jawab tiga bebek lain hamper bersamaan.

Pernyataan – Persetujuan

A: ―Hore, hari ini aku menang lagi!‖ Tini bersorak senang sekali.

B: ―Kamu memang yang terkuat, Tini,‖ kata ketiga bebek lain sambil

terengah-engah

A: ―Bukankah kita adalah empat sekawan, ― kata Tini menguatkan.

B: Benarkah?‖ kata Wini mulai tersenyum.

Pertanyaan – Pertanyaan (Dispreferred)

A: ―Ada apa kamu, Wini?‖ Tanya Tini khwatir.

―Mengapa menangis, Wini? Tanya Lini dan Dini.

B: ―Mengapa kalian datang kemari? Bukankah kalian sudah tidak mau

lagi berteman denganku>‖ Tanya Wini masih terisak.

Pernyataan - Penolakan (Disreferred)

Page 43: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 43

A: ―Mengapa kalian datang kemari? Bukankah kalian sudah tidak mau lagi

berteman denganku>‖ Tanya Wini masih terisak.

B: ―Tidak mungkin begitu, Wini,‖ tegas ketiga sahabatnya.

b. Register Genre Rekon

1) Struktur Teks

Strultur teks genre rekon umumnya dibuka dengan Orientasi, yaitu

menceriterakan kejadian utama dengan diikuti keterangan temapat, waktu dan tujuan

atau alas an. Akan tetapi pada contoh naratf ini tidak ada dan langsung masuk ke

bagian tubuh yaitu detil kejadian, yang terdiri dari 7 kejadian yang selalu diawali

tema hiper dan topical marked, kecuali kejadian 7 yang diawali dengan tema

interpersonal. Kejadian 1 diawali dengan ‗Waktu subuh tiba‘, kejadian 2 dengan

‗Makan siang sudah selesai‘, kejadian 3 dengan ‗Sore hari, Ali baru bangun tidur‘,

kejadian 4 dengan ‗Matharipun terbenam‘, kejadian 5 dengan Di Masjid, kakak

Pembina mengajarkan doa.‘, kejadian 6 dengan ‗Sampai dirumah Ali berdoa,

―Robbir hamhumaa kamaa robbayani soghiiro.‘, dan akhirnya kejadia 7 dengan

‗‖Alhamdulillah, itu baru anak soleh,‖ kata Papa.‘

2). Kohesi

Kohesi gramatikal di dalam rekon mencakup semuanya: item referensi,

ellipsis, substitusi, dan konjungsi. Khusus untuk contoh ini penggunaan kohesi

gramatikal tampak minim karena target pembaca rekon ini adalah anak balita, yang

mungkin masih awam dengan logika dan kohesi. Yang muncul hany beberapa yaitu

a). Item referensi

- Papa jadi imam, Ali dan Mama jadi makmum. Aduh, rasanya

Page 44: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 44

senaaang deh. ―Pa, kenapa kita sholat?‖

c). Elipsis

- ―Memang kalau berdoa Ali boleh minta apa saja Pa?‖

―Boleh, asal yang Ali minta itu baik-baik,‖ kata Papa.

d) Konjungsi

Eksternal

- ―Pa, kenapa kita sholat?‖

―Supaya Allah sayang pada kita,‖ kata Papa.

- ―Boleh, asal yang Ali minta itu baik-baik,‖ kata Papa.

Internal

-―Memang kalau Allah sayang, Allah mau kasih apa, Pa?‖

Sementara itu kohesi leksikal yang muncul di dalam rekon biasanya bisa

lengkap. Akan tetapi di dalam teks ini Repetisi menjadi sangat dominant dengan

memanggil dirinya sendiri dengan namanya, memanggil ayahnya dengan Papa serta

ibunya dengan Mama. Jenis kohesi leksikal ini menjadi sangat unik dank has untuk

target pembaca Balita. Hal ini disebabkan jenis panggilan ini sangat akrab dengan

dunia mereka. Akan tetapi kohesi leksikal lainnya juga muncul walaupun sangat

minim.

a) Repetisi:

―Ali, sholat dulu yuk!‖ panggil Papa.

Ali menggosok-gosok mata.

―Ali masih ngantuk, Pa. Ali mau bobok lagi.‖

―Ali wudhu deh,‖ kata Papa, nanti ngantuknya hilang.‖

Wah Papa benar lho, habis wudhu Ali jadi segar.

Page 45: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 45

b) Lawan Kata:

―Ali masih ngantuk, Pa. Ali mau bobok lagi.‖

―Ali wudhu deh,‖ kata Papa, nanti ngantuknya hilang.‖

Wah Papa benar lho, habis wudhu Ali jadi segar.

c) Hiponimi

Papa jadi imam, Ali dan Mama jadi makmum.

d) Meronimi

Ali mencium tangan Mama lalu lari keluar.

e) Lawan Kata

Doa mau tidur dan bangun tidur

3) Leksikogrammatika

a) Transitivitas

Proses Material

- Waktu subuh tiba.

- Ali menggosok-gosok mata.

ProsesProses Verbal

- ―Ali wudhu deh,‖ kata Papa, nanti ngantuknya hilang.‖

- ―Alhamdulillah, itu baru anak soleh,‖ kata Papa

Proses Perilaku Verbal

- ―Ali, sholat dulu yuk!‖ panggil Papa.

- ―Ali, kita sholat zuhur yuk!‖ ajak Mama.

Proses Perilaku Mental

- ―Ali, sholat dulu yuk!‖ panggil Papa.

- ―Allah akan mengabulkan doa kita, sayang.‖

Proses Relasional Atributif

Page 46: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 46

- Ali jadi segar

- Wah Papa___ benar lho, habis wudhu Ali jadi segar

Tidak hadirnya beberapa proses seperti metal, relational identifikasi, serta

eksistential ini dikarenakan keserhanaan tema di dalam rekon di atas. Akan tetapi

dalam tema yang lebih kompleks semua proses bisa muncul di dalam rekon

walaupun yang dominant adalah material.

b) Mood: Proposisi dan Proposal

Proposisi

- Waktu subuh tiba.

- Ali menggosok-gosok mata.

Proposal

- ―Ali, sholat dulu yuk!‖ panggil Papa.

- ―Ali wudhu deh,‖ kata Papa, nanti ngantuknya hilang.‖

c) Struktur Tema:

Tema Topika

Unmarked

- Waktu subuh tiba.

- Ali menggosok-gosok mata.

Marked

- Sore hari, Ali baru bangun tidur.

- Di Masjid, kakak Pembina mengajarkan doa.

Tema Interpersonal

- ―Alhamdulillah, itu baru anak soleh,‖ kata Papa.

- ―Ali, sholat dulu yuk!‖ panggil Papa.

Page 47: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 47

Tema tekstual tidak muncyl di dalam teks ini hanya bersifat kebetulan. Tema

ini sebetulnya bisa untuk membatu meneta kontinuitas informasi, tetapi bisa saja

terjadi penulisnya kurang menyadari hal ini.

d) Klausa: Simpleks dan Kompleks

Simpleks

- Waktu subuh tiba.

- Ali menggosok-gosok mata.

Kompleks

- ―Ali, sholat dulu yuk!‖ panggil Papa.

- ―Ali wudhu deh,‖ kata Papa, nanti ngantuknya hilang.‖

e) Kelompok Kata: Simpleks dan Kompleks

Simpleks

- Ali menggosok-gosok mata.

- Waktu subuh tiba.

- ―Ali, sholat dulu yuk!‖ panggil Papa.

Kompleks tidak muncul di dalam teks ini bisa jadi karena target pembaca teks

ini adalah Balita yang belum bisa memahami kelompok kata kompleks yang

menjadikan arti menjadi abstrak.

f) Leksis: Deskriptif dan Atitudinal

Deskriptif: semua leksis berikut deskriptif, menggambarkan makna

eksperiential saja. Misalnya:

Waktu subuh tiba.

―Ali, sholat dulu yuk!‖ panggil Papa.

Ali menggosok-gosok mata.

―Ali masih ngantuk, Pa. Ali mau bobok lagi.‖

Page 48: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 48

Atitudinal: Kata yang bergaris bawah berikut merupakan leksis atitudinal.

Selain menggambarkan makna eksperiensial, kata ini juga menggambarkan opini,

assessment atau evaluasi penulis. Misalnya:

- Wah Papa benar lho, habis wudhu Ali jadi segar.

- Aduh, rasanya senaaang deh.

- ―Supaya Allah sayang pada kita,‖ kata Papa.

g) Reported Speech: Direct dan Indirect

Direct Speech

- ―Ali, sholat dulu yuk!‖ panggil Papa.

- ―Ali wudhu deh,‖ kata Papa, nanti ngantuknya hilang.‖

Indirect Speech tidak hadir di dalam teks ini karena kebetulan saja, bisa

jadi karena target pembacanya masih belum memahami struktur indirect speech,

karena memang lebih kompleks.

h) Adjacency Pairs

Ajakan – Penemrimaan implicit dengan sisipan penolakan

―Ali, sholat dulu yuk!‖ panggil Papa.

Ali menggosok-gosok mata.

―Ali masih ngantuk, Pa. Ali mau bobok lagi.‖

―Ali wudhu deh,‖ kata Papa, nanti ngantuknya hilang.‖

Wah Papa benar lho, habis wudhu Ali jadi segar.

Pertanyaan – Jawaban

- ―Pa, kenapa kita sholat?‖

―Supaya Allah sayang pada kita,‖ kata Papa.

Penyataan – Persetujuan

- ―Boleh, asal yang Ali minta itu baik-baik,‖ kata Papa.

Page 49: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 49

―Asyik! Ali mau minta banyak lho, Pa!‖

Ajakan – Penerimaan (bersyarat)

- ―Ali, kita sholat zuhur yuk!‖ ajak Mama.

―Ali jadi imamnya Ma!‖

3) Register Report

a) Struktur Teks

Struktur teks dalam contoh ini tidak menggunakan definisi atau klasifikasi.

Hal ini disebabkan target pembaca masih Balita, yang belum bisa memahami defini

atau klasifikasi yang terlalu abstrak untuk mereka. Pada reposrt ini penulis langsung

mulai dengan deskripsi dengan gaya anak-nak mengenai makanan hewan dan

perilaku hewan serta suara hewan.

b) Kohesi

Di dalam report umumnya terdapat kohesi hiponimi untuk menunjukkan

klasifikasinya dan meronimi untuk menunjukkan bagian-bagian yang didiskripsikan.

Konjungsinya bersifat spasial karena bergerak dari satu tempat ke tempat lain.

Kohesi gramatikal lainnya yang muncul biasanya item referensi

Meronimi

Asyik, kelinci akhirnya menemukan wortel kesukaannya. Lihat,

telinganya yang panjang bergerak-gerak saat mengunyah wortel yang

segar.

Burung Kakaktua … hinggap di jendela.

Suaranya yang indah menyabut terbitnya matahari.

Dia sangat senang bila bulunya yang halus kita belai dengan sayang.

―Ngeong.., ngeong…‖ begitu suaranya ketika menerkam tikus yang

bersembunyi.

Page 50: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 50

Dengan lahap dia memakan rumput yang segar. ―Mbek…mbek…,‖

teriaknya memanggil teman-temannya untuk berkumpul di padang

rumput.

Item referensi

- Asyik, kelinci akhirnya menemukan wortel kesukaannya

- Dengan lahap dia memakan rumput yang segar. ―Mbek…mbek…,‖

teriaknya memanggil teman-temannya untuk berkumpul dimpadang

rumput.

3) Leksikogramatika

a) Transitifitas

Proses Materi

- Asyik, kelinci akhirnya menemukan wortel kesukaannya. Lihat,

telinganya yang panjang bergerak-gerak saat mengunyah wortel yang

segar.

- Burung Kakaktua … hinggap di jendela.

Proses Relationa Atributif

- Setelah ___ puas

- Dia ___sangat senang

Dalam mendeskripsikan dua proses uatama ialah materi untuk mendeskripsikan

aktifitas hewan dan relasional atributif untuk mendeskripkan bagian-bagiannya

b) Struktur Mood

Di dalam report umunya hanya terdiri dari makna proposisi, untuk

memberikan informasi, bukan proposal untuk mengajak atau menyuruh. Misalnya:

Asyik, kelinci akhirnya menemukan wortel kesukaannya. Lihat, telinganya yang

panjang bergerak-gerak saat mengunyah wortel yang segar.

Page 51: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 51

Guk…guk…guk, Anjing menyalak mengjak temannya untuk bermain. Setelah

puas bermain dia duduk istirahat, sambil mengibas-ngibaskan ekornya.

c) Struktur Tema:

Struktur Tema di dalam repost umumnya tema topical unmarked dan dengan

kohesi meronimi untuk menunjukkan bagiannya. Misalnya:

Burung Kakaktua … hinggap di jendela.

Suaranya yang indah menyabut terbitnya matahari.

Dia sangat senang bila bulunya yang halus kita belai dengan sayang. ―Ngeong..,

ngeong…‖ begitu suaranya ketika menerkam tikus yang bersembunyi.

Dengan lahap dia memakan rumput yang segar. ―Mbek…mbek…,‖ teriaknya

memanggil teman-temannya untuk berkumpul dimpadang rumput.

d) Klausa:

Klausa di dalam report bisa simpleks maupun kompleks tergantung

keperluannya. Akan tetapi klausa simpleks dominant di dalam jenis teks ini.

Klausa Simpleks

- Burung Kakaktua … hinggap di jendela.

- Suaranya yang indah menyabut terbitnya matahari.

Klausa Kompleks

- Asyik, kelinci akhirnya menemukan wortel kesukaannya.

- Lihat, telinganya yang panjang bergerak-gerak saat mengunyah wortel

yang segar.

- Guk…guk…guk, Anjing menyalak mengjak temannya untuk bermain.

- Setelah puas bermain dia duduk istirahat, sambil mengibas-ngibaskan

ekornya.

e). Kelompok Kata

Page 52: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 52

Kelompok kata simpleks

- Dia sangat senang bila bulunya yang halus kita belai dengan sayang.

―Ngeong.., ngeong…‖ begitu suaranya ketika menerkam tikus yang

bersembunyi.

- Dengan lahap dia memakan rumput yang segar. ―Mbek…mbek…,‖

teriaknya memanggil teman-temannya untuk berkumpul di padang

rumput.

f). Leksis

Umumnya leksis di dalam reposrt bersifat deskriptif, akan tetapi di dalam

teks ini ada leksis bersifat atitudinal. Oleh karena itu teks ini bisa juga bersifat

deskriptif. Hal ini disebabkan karena penulis belum menyadari penggunaan leksis di

dalam genre report dan deskripsi. Semuanya contoh leksis deskriptif kecuali yang

bergaris bawah leksis atitudinal.

Asyik, kelinci akhirnya menemukan wortel kesukaannya. Lihat, telinganya

yang panjang bergerak-gerak saat mengunyah wortel yang segar.

Dia sangat senang bila bulunya yang halus kita belai dengan sayang.

―Ngeong.., ngeong…‖ begitu suaranya ketika menerkam tikus yang

bersembunyi.

5.3 Dukungan Genre dan Register dalam Pengenalan Ideologi

Seperti di dalam Bab II bahwa yang disebut dengan ideologi adalah nilai-nilai

baik buruk, benar-salah yang dianut oleh suatu masyarakat d dalam konteks cultural

tertentu. Di dalam buku cerita ini nilai ideologis dapat dikategorikan menjadi 3 tipe

berdasarkan tempat anak bersosialisasi, yaitu: nilai sosial rumah tangga, nilai sosial,

Page 53: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 53

lingkungan sosial, dan nilai sosial sekolah. Realitasnya nilai-nilai kultural tersebut

bisa mencakup 45 jenis sebagai berikut:

Figur 6: Jenis Nilai-Nilai Ideologis dalam Buku Cerita Anak

1. ketabahan

2. persahabatan

3. kebersamaan

4. kepercayaan terhadap

tahayul

5. pengorbanan

6. etika makan

7. hormat terhadap

orang tua

8. kesabaran

9. perhatian terhadap

lingkungan

10. Tak boleh berburuk

sangka

11. keiklasan dalam

bertindak

12. tidak pilih kasih

13. mengharhagai jasa

orang lain

14. membantu orang

15. Kasih sayang orang

tua

16. Mencuri tidak baik

17. Kesetiaan

18. Melanggar hukum

membawa akibat

19. Penilaian yang tidak

pada tempatnya

20. Kesabaran

21. Ketekunan

22. Kesederhanaan

23. Kesombongan

berbuah kecelakaan

24. Ciptaan Tuhan yang

berbeda-beda

25. Sifat iri dengki

membuat hidup

sengsara

26. Pengorhamatan

terhadap orang tua

27. Keadilan pemimpin

28. Kemandirian

29. Kesiapan dalam

melaksanaan

kegiatan

30. Saling menolong

31. Kesadaranakan

kelebihan dan

kelemahan diri

maupun orang lain

32. Kerukunan

33. Kebohongan

membawa akibat

34. Kelicikan

membawa akibat

35. Keberanian

36. Keyakinan

37. Keserakahan

38. Menerima iklas

39. Balas budi

40. Menepati janji

41. Pedili sesame

42. Kerajinan

43. Penggunaan akal

44. Kerjasama

45. Menuruti nasehat

orang tua

Dalam buku cerita tersebut ada dua cara pengenalan yang digunakan para

penulis untuk memperkenalkan nilai-nilai tersebut, yaitu menggunakan tehnik satu

sisi atau arah dan dua sisi atau arah.

Yang dimaksud dengan tehnik satu arah ini ialah bahwa para penulis di dalam

cara memperkenalkan nilai-nilai ideologis ini hanya mengantarkan nilai tersebut

melalui interaksi social para tokoh tanpa ada tantangan terhadap nilai-nilai tersebut.

Nilai-nilai dalam cerita tersebut tersebut seperti mengalir melalui tokoh-tokohnya

tanpa adanya gangguan atau tantangan yang direpresentasikan atau dilakukan oleh

tokoh lain. Model penyampaian cerita satu arah ini sangat dominant di dalam buku

Page 54: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 54

cerita ini, yaitu ada sejumlah 104 buku cerita yang menggunakan tehnik penyajian

satu sisi

Sementara itu, yang dimaksud dengan tehnik penyajian dua arah ialah suatu

cara pengenalan ideologi oleh penulisnya yang disertai denga tantangan melalui alur

ceita dan tokoh-tokohnya. Dalam tehnik ini nilai ideologis, misalnya, tahayul

sandekala atau candekala, mendapat tantangan baik secara verbal bahwa sandekala

itu tidak benar dan melalui perilaku fisik untuk membuktikan adanya sandekala.

Dengan demikian nilai tahayul tersebut dilihat dari sisi setuju dan tidak setuju atau

disikusikan di dalam cerita tersebut secara dua sisi. Contoh buku cerita yang seperti

ini dengan menggunakan tehnik penyajian dus sisi tidak begitu banyak, yaitu sekitar

28 buku cerita.

a. Dukungan Genre terhadap Pengenalan dan Pengasuhan Ideologi

Genre yang paling tepat untuk memperkenalkan nilai-nilai ideologis kepada

anak ialah genre naratif dengan dengan tehnik penyajian dua sisi.

Genre naratif dengan tehnik penyajian satu sisi hanya memberikan tempat

untuk mengenalkan nilai ideologis saja. Anak hanya diberi bahwa nilai-nilai tertentu

baik, tetapi nilai-nilai yang lain tidak baik. Tehnik ini seperti orang menuangkan air

pada suatu tempat saja. Jadi anak seperti harus menerima nilai-nilai tersebut dengan

alasan satu sisi tanpa ada alasan lain. Artinya anak tidak diajak melihat atau

mendiskusikan nilai-nilai tersebut secara proporsional baik buruknya, benar tidak

benarnya.

Sementara itu genre naratif dengan tehnik penyajian dua sisi akan

memberikan dampak yang bagus kepada anak. Selain anak diperkenalkan nilai

ideologisnya, anak juga diajak untuk mengasuh nilai ideologis tersebut. Dengan

tehnik ini anak melaui cerita dan tokoh di dalamnya diajak berfikir untuk melihat sisi

Page 55: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 55

baik dan buruk, atau sisi benar dan tidak benar suatu nilai ideologis. Melalui alur

cerita dan tokoh di dalamnya anak-anak diajak untuk melihat sendiri bagaimana cara

para tokoh berkilah, setuju, tidak setuju, menentang nilai baik melalui bahasa atau

melalui tindakan. Dan mereka juga melihat sendiri akibat yang ditimbulkan dari

tindakan para tokoh tersebut. Ini artinya anak-anak diajar berfikir dan mengevaluasi

nilai-nilai ideologisnya sendiri. Dengan demikian tehnik ini mengajak anak untuk

melihat, berfikir, dan mengevaluasi nilai- ideologis sendiri. Oleh karena itu tehnik ini

tidak hanya memperkenalkan ideology tetapi juga memberikan cara untuk mengasuh

ideologinya.

Sementara itu genre rekon, yang hanya terdiri dari pentahapan orientasi dan

detil kejadian kurang memberikan alasan yang jelas mengapa suatu nilai ideologis itu

baik atau buruk. Hal ini disebabkan rekon hanya terdiri dari kejadian saja, tidak

seperti naratif yang memberikan gambaran mengenai perubahan watak atau

psikologis tokoh, baik satu sisi mampun dua sisi.

Akhirnya genre report semakin kurang bisa digunakan untuk

memperkenalkan nilai-nilai ideologis. Kalupun bisa itu nanti merupakan hasil

interpretasi berikutny, karena pada hakekatnya genre report hanya digunakan untuk

memperkenalkan sesuatu makhluk hidup atau benda mati, jenisnya termasuk apa,

dan gambaran bagian-bagiannya.

b. Dukungan Register terhadap Pengenalan dan Pengasuhan Ideologi

Dukungan register menjadi sangat penting karena seluruh nilai-nilai ideologis

dan genrenya selalu direalisasikan pada registernya.

1). Struktur Teks

Page 56: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 56

Dukungan strukltur teks ini akan sangat penting, karena memlaui struktur

teks ini pentahan genre direalisasikan dan berarti nilai-nilai ideologis akan kelihatan

melalui struktur teksnya.

Di dalam penelitian ini banyak genre yang tidak mulai dengan opening atau

pembukaan. Misalnya rekon tanpa orientasi, dan reposrt tanpa pembuka definisi. Hal

ini menyulitkan anak untuk menangkap nilai-nilai dengan baik, karena hanya denga

struktur teks yang baik unsure-unsur wajib dalam genre akan muncul. Dan

kemunculan struktur wajib genre inilah yang menentukan mudah dan tidaknya suatu

nilai itu diserap. Khususnya tidak adanya struktur evaluasi di dalam naratif tidak

begitu mempengaruhi penangkapan nilai-nilai ideologis, karena evaluasi hanya

bersifat opsional (Martin, 1992).

2) Kohesi

Kohesi merupakan unsur logika di dalam teks untuk merangkai kalimat

menjadi teks. Oleh karena itu kohesi juga mengambil peranan penting di dalam

membentuk teks. Khusus untuk buku cerita di dalam pnelitian ini kohesinya sudah

ditata dengan baik. Penggunaan repetisi dalam banyak buku cerita ini menunjukkan

gaya bahasa anak yang memang masih bertumpu pada repetisi dari pada item

referensi, sinonimi atau yang lainnya. Kohesi lainnya memang tergantung banyak

terhadap target pembaca, misalnya di beberapa buku untuk target pembaca balita

kohesi tindak muncul lengkap. Misalnya substitusi dan hiponimi sering tidak muncul

karena balita masih belum bisa memahami substitusi. Dan hiponimi tersebut.

3) Leksikogramatika

a) Transitivity

Transitifity ini merupakan realisasi pengalaman di dalam klausa. Ini

tergantung jenis genre dan registernya. Genre naratif akan mempunyai transitifity

Page 57: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 57

yang lengkap karena semua pengalaman akan muncul di naratif. Akan tetapi pada

genre rekon hanya akan muncul beberapa saja dan pada genre rport akan semakin

sedikit, hanya relasional dan material saja dalam penelitian ini.

b) Mood

Demikian juga mood, dalam narati akan muncul proposisi dan proposal, tatpi

di dalam report biasanya hanya akan muncul proposisi tetapi di dalam repor dalam

buku cerita ini juga muncul proposal. Demikian juga rekon biasanya akan muncul

proposisi, tetapi rekon dalam buku cerita ini muncul proposal juga. Hal ini

disebabkan kedua genre ini menggunakan gaya bahasa lisan memalui muncul direct

speech di dalam cerita rekon ini.

c) Tema

Tema mempunyai kekuatan untuk menyusun alur cerita. Di dalam penelitian

ini tema topical unmarked dan marked sudah digunakan secara proporsional seperti

di dalam pembahasan sebelumnya. Untuk rekon dan naratif tema marked tempat dan

waktu menjadi sangat penting untuk mengatur alur waktu dan tempat kejadian

ceritanya. Untuk report justru tema topical unmarked yang dominant karena bergerak

dari bagian ke bagian.

d. Klausa, kelompok nomina dan Leksis

Peranan utama klausa, kelompok nomina, dan leksis ialah untuk membentuk

gaya bahasa yang sesuai dengan target pembacanya. Dalam buku cerita ini gaya

bahasa yang digunakan jatuh pada sesuai denga umur target pembaca. Buku cerita

untuk anak kelas 4 -6 ke atas akan jatuh pada gaya ‗antara lisan dan tulis‘, buku

cerita untuk anak SD 1-3 bergaya ‗cenderung lisan‘ dan gaya bahasa buku cerita

untuk anak Balita akan ‗semakin cenderung lisan‘. Jika digambarka maka gaya

bahasa buku cerita tersebut sebagai berikut.

Page 58: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 58

Figur 7: Gaya Bahasa Buku Cerita dan Target Pembaca

A B C

lisan cenderung lisan antara lisan dan tulis cenderung tulis tulis

Catatan:

C: gaya bahasa buku cerita dengan target pembaca SD Klas 4-6

B: gaya bahasa buku cerita dengan target pembaca SD kla 1-3

A: gaya bahasa buku cerita dengan target pembaca balita.

e) Reported Speech dan Adjacency Pairs

Reported speech menjadi cirri khas utama dalam naratif, walaupun dalam

rekon juga muncul, demikian juga dalam report juga ada. Akan tetapi dalam report

sebetulnya menjadi sangat opsional.

Peranan reported speech ini akan membantu pembangunan watak tokoh

utama karena akan memunculkan ungkapan-ungkapan langsung yang membantu

dalam penokohan. Dan melalui direct speech akan muncul adjacency pair, yang

dapat mengungkapkan apakah suatu statement disetujui atau tidak ditolak,

pertanyaan dijawab dengan jawaban atau pertanyaan dan lain sebagainya. Dari

adjacency pair inilah sebetulnya penyajian satu sisi atau dua sisi dapat dilihat, karena

persetujuan dan sangkalan, pernyataan dan penolakan dapat diketahui. Misalnya

dalam Buku 4 dengan judul Sandekala dalam halaman 9 muncul adjacency pair:

pernyataan – penolakan.

―Ciloko… Pasti mereka diganggu sandekala,‘ Wajah Slamet langsungsung pucat.

Page 59: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 59

―Idiiih …kamu! Jangan bikin aku takut, dong!‖ gerutu Yuni.

―Hus, kalian jagan percaya takhayul. Dosa tahu!‖ Damar mengingatkan.

Atau pada halaman 11-12.

―Ndak salah lagi, itu pasti…pasti sandekala!‖ kata Slamet sambil komat kamit.

―Aku tetap nggak percaya sandekala itu ada. Ayo kita datangi lagi rumah itu!‖ ajak

Damar.

5.4 Ideologi dalam Sastra Anak / Cerita Anak

Ideologi yang terkandung di dalam buku cerita anak di dalam penelitian ini

dapat dikategorikan menjadi 2: antagonist kanan dan protagonist kanan.

Cerita yang termasuk berideologi antagonist kanan ialah buku cerita dengan

penyajian satu sisi. Penyajian satu sisi di dalam buku cerita ini menggambarkan nilai-

nilai cultural atau ideologis secara sepihak bahwa nilai ini baik dan nilai itu tidak

baik tanpa adanya tantangan dari pihak lain atau tokoh lain untuk mengubah nilai itu

(lihat Martin, 1992)

Sementara itu cerita yang termasuk berideologi protagonis kanan adalah

cerita dengan penyajian dua sisi, artinya nilai- cultural atau ideologis di dalam

ceritanya disajikan secara dua pihak. Satu pihak ada tokoh yang mendukung nilai itu

dan lain pihak menantang nilai tersbut untuk nerubah, walaupun akhirnya cerita itu

diakhiri dengan nilai-nilai lama yang didukung secar umum (ibid)

6. Hasil dan pembahasan cara bercerita

6.1 Overall Organization (Struktur Teks) Bercerita

Struktur teks bercerita dalam penelitian ini dapat dikatakan mempunyai

keseragaman struktur teks. Umumnya cerita diawali dengan pembukaan, diikuti inti

cerita, dan diakhiri dengan penutup. Namun begitu juga ada beberapa yang langsung

Page 60: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 60

memulai dengan inti cerita, dan ada pula yang tidak menggunakan Tanya jawab di

akhir cerita.

Pada model ini guru atau orang tua selalu mengawali dengan brain storming

dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan dengan tema cerita yang akan

diceritakan kepada anak/murid. Kemudian diikuti dengan inti cerita, yaitu alur

ceritanya sendiri kadang diikuti dengan usaha guru atau orang tua untuk memusatkan

konsentrasi anak pada cerita. Umumnya bagian inti cerita ini ini didominasi oleh

guru atau orang tua. Tetapi ada beberapa guru atau orang yang membangun cerita

bersama murid atau anaknya. Hal ini bisa disebabkan tema cerita yang sudah dikenal,

misalnya ‗Kancil Mencuri Timun‘. Di akhir bagian cerita ini guru atau orang tua

memberikan pertanyaan tentang cerita yang baru saja diceritakan. Ada bebarapa guru

atau orang tua yang menggunakan ini untuk membantu siswa atau anak membangun

alur cerita secara pendek.

Inti cerita umumnya berupa genre naratif dengan struktur teks: orientasi,

komplikasi, sebagian cerita diikuti evaluasi, dan diakhiri dengan resolusi. Ada

beberapa yang menggunakan genre rekon, yang hanya berstruktur orientasi dan

urutan kejadian, dan ada dua cerita yang menggunakan genre exemplum dengan

struktur teks: orientasi, insiden, dan diakhiri dengan interpretasi tentang nilai/moral

seharusnya atau yang tidak seharusnya terjadi.

Umumnya cerita dibangun secara satu arah, yaitu cerita secara satu arah

hanya dari guru atau orang tua tanpa ada usaha guru atau orangtua melibatkan siswa

atau anak untuk ikut membangun cerita. Akan tetapi ada juga beberapa cerita yang

dibangun bersama antara orang tua atau guru dengan anak atau siswa. Dengan

demikian anak atau siswsa terlibat aktif membangun cerita, walaupun guru atau

orang tua masih tetap yang dominant.

Page 61: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 61

Misalnya berita berikut ini termasuk genre naratif yang dikemas melalui

orientasi (pengenalan tokoh Pak Tani yang baik hati), diikuti dengan komplikasi

yang sederhana dengan adanya petani lain yang sakit di sawah, dan diikuti dengan

resolusi yang sederhana yaitu dengan memberikan pertolongan. Cerita ini dibangun

secara dua arah dengan pertanyaan dari awal sampai akhir cerita.

Pak Tani Yang Baik Hati.

Guru : Dengarkan ibu mau cerita. Anak anak mendengarkan. Nanti kalo sudah

selesai anak – anak bisa menjawab pertanyaan ibu guru. Jika tidak

memperhatikan tidak bisa menjawab pertanyaan. Bu guru mau cerita. Ini

sebentar ya yang latihan drum band nanti dulu. Ndak usah lihat apa?

Ke..luar. sekarang lihat bu guru dulu. Ini bu guru mau cerita dulu.

Judulnya…Pak tani yang baik hati. Judulnya pak tani yang baik hati.. yah.

Pada suatu hari ada seorang pak tani. Pak tani itu pekerjaannya apa to

anak – anak? Pekerjaannya menanam di sawah. Menanam sayuran,

bermacam sayuran yang menghasilkan. Yang menghasilkan itu apa? Ya

ada padi, ya bermacam – macam sayuran. Sayurannya apa aja anak-

anak? Yang dimakan anak – anak?

Murid : Wortel! Sayur! (ramai)

Guru : Wortel, buncis

Murid : Bayam!

Guru : Pak tani kalo pagi sudah me… datang dari rumahnya. Datang ke itu

kebunnya…datang ke sawah. O..ini pas saya mau menanam padi. Pak tani

sejak subuh tadi, tadi habis subuh setelah sholat subuh ke sawahnya ke

kebunnya. Terus apa menanam padi. Padi dari masih apa? Benih. Padi itu

kalo menanam dari apa anak – anak? Benih dulu. Benih itu apa to? Benih

itu padinya. Nanti diberi air, dan diberi pu…

Murid : puk!

Guru : Sebelum ditanam, tanahnya dicangkul dulu. Dulu pak tani menanam

benih, ya mencangkul. Sudah dicangkul supaya tanahnya gembur,

tanahnya subur pake apa? Pake mesin! Adrok! Adrok!

Murid : Traktor bu! Traktor bu! Kebo!

Guru : Traktor, ada yang masih memakai mengerjakan binatang. Binatang apa

tadi?

Murid : Bebek! Sapi! Kebo!

Guru : Sapi ya sama…itu lho yang badannya gendut?

Murid : Kerbau!

Guru : Apa? Kerbau? Kerbau itu tanduknya…. Disuruh pak tani me… tanahnya

diolah biar apa bukan dimasak lho ya, bukan. Diolah tanahnya. Hasilnya

menjadi baik. Kalo padi ini ditanam. Padi ini tengahnya ditanami sayur –

sayuran. Ada kacang panjang, ada kangkung, ada tomat, cabe. Itu

pekerjaannya pak tani menanam di sawah. Trus pak tani satu dengan yang

lainnya itu saling rukun, saling tolong – menolong. Pada suatu hari pak

tani yang ini baru sakit kepala. Cekot…cekot…cekot. ―Pagi sudah makan

Page 62: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 62

sedikit, kok gak enak gini. Loh kenapa saya ini, loh mataku berkunang –

kunang‖. Jalannya begini. Jalannya ya seperi bumi ya seperti bumi

bergoyang – goyang seperti mau jatuh.

Murid : (Ramai)

Guru : Misalnya namanya pak Karto…ini umpamanya. Ini bukan pak Karto!

Adit! Hayo jangan memalukan! Eeh pak Karto ini tadi kok dilihat sama

pak Tono. Pak Tono dan pak Karto lho ya. Pak Karto ini jalan jalan

begini kok. Disuruh duduk. Sebaiknya kamu duduk, sepertinya pusing.

―pak Karto kamu ini kok kelihatannya..‖ ―Iya pak Tono saya tadi pagi

makan nasi sedikit terus saya mual. Setelah perut saya mual, kepala saya

cekot – cekot, pusing. Saya tadi di jalan mau jatuh padahal ini apa kebun

saya mau apa.. mau saya beri air, saya airi. Fibri! Pak Tono baik hati trus

bilang ―Sekarang kamu duduk disini. Kamu duduk, tikarnya ini. Saya

membawa air.‖ ―Ya, baik‖ ―sekarang pak Karto tidur dulu…minum dulu,

saya pijeti‖…akhirnya pak Kartonya apa?.. akhirnya pak Karto agak

sembuh. Sekarang gini pak Kartonya duduk disini, pak Tononya diluar

mencari obat… ―sekarang pak Karto duduk disini sambil tiduran boleh.‖

Duduk di sini, sambil tiduran. Diberi minum teh anget lalu pak Tononya

apa? Membeli obat pusing. Padahal di desa itu apa? Warungnya jauh. Di

sini sawah yang luas baru ada warung. Pak Tononya dodok – dodok.

―Pak! Pak ada obat?‖ ―Obat apa to pak? Kok pagi – pagi sudah mencari

obat?‖ ―iya ini untuk teman saya.‖ Temannya yang baru pusing kalau

pusing tidak bisa me…apa

Murid : (ramai)

Guru : Pak Karto disuruh duduk. ―Pak ini pak obatnya sudah dapat.‖ ―pak

belinya dimana?‖ ―Sudah gak pa pa? saya belinya di warung.‖ Sudah

diminum. Obatnya diminum pake air the anget. Oglok..oglok..oglok. Si

pak Kartonya disuruh tidur di…tidur. Terus pusingnya apa? Agak hilang.

Setelah itu si pak Karto jadi sembuh. Setelah sembuh apa? Pak Karto bisa

bekerja la..gi.

Murid : gi!

Guru : Sebelumnya mengolah sawah yang tadinya…tadi apa?

Kebunnya..sawahnya belum diberiair, sekarang sudah bisa diberi air,

diari. Diberi air kebunnya. Biar apa to diberi air?

Murid : Subur! Subur! Subur!

Guru : Biar subur, biar kebunnya pak tani jadi subur. Jadi pak Tono baik hati itu

juga tolong – menolong. Tolong – menolong sama siapa? Sama

temannya. Coba bu guru mau tanya. Pak tani dua tadi namanya siapa?

Murid : Pak Karto! Pak Tono!

Guru :Pak Karto. Yang satu pak?

Murid : Pak Tono.

Guru : Yang sakit siapa, anak – anak?

Murid : Pak Karto! Pak Tono!

Guru : Yang sakit siapa?

Murid : Pak Karto

Guru :Pak Karto sakitnya, sakit apa coba?

Murid : Pusing!

Guru : Terus diberikan obat sama siapa? diberikan obat sama siapa?

Murid : Pak Tono

Page 63: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 63

Guru : Pak Tono. Dibelikan obat dimana?

Murid : Di warung! Di Apotik!

Guru : Di warung apa di apotik?

Murid : Di warung! Di Apotik!

Guru : Dimana?

Murid : Apotik!

Guru : Yang mendengarkan setengah – setengah belinya di…. Memang kalo

obat itu belinya di apotik, tetapi karena di desa belinya di wa…rung.

Warungnya jauh apa dekat?

Murid : Jauh!

Guru : Jauh! Sekarang pak Karto sudah bisa… sudah bisa menyiram, sudah

bisa… menyiram, mengairi sawah. Jadi ceritanya bu Rini saya cukupkan

sekian.

6.2 Distribusi Turn-taking (pergantian berbicara) dalam Bercerita

Turn-taking atau sistem pergantian berbicara dalam penelitian ini umumnya

masih didominasi oleh guru atau orang tua. Hal ini wajar karena memang yang

bercerita adalah guru atau orang tua. Struktur turn-taking-nya adalah guru-guru-guru

– murid atau orang tua-orang tua-orang tua – anak. Dominasi guru dan orang tua

dalam bercerita dimungkinkan masih dipengaruhi nilai-nilai budaya feodal yang

turun-temurun bahwa bercerita itu satu arah, yang secara implicit memandang anak

sebagai subordinat yang harus mengikuti nilai-nilai superordinatnya. Misalnya

contoh berikut adalah contoh turn-taking yang masih didominasi oleh guru:

Guru : Pak Karto disuruh duduk. ―Pak ini pak obatnya sudah dapat.‖ ―pak

belinya dimana?‖ ―Sudah gak pa pa? saya belinya di warung.‖ Sudah

diminum. Obatnya diminum pake air the anget. Oglok..oglok..oglok. Si

pak Kartonya disuruh tidur di…tidur. Terus pusingnya apa? Agak hilang.

Setelah itu si pak Karto jadi sembuh. Setelah sembuh apa? Pak Karto bisa

bekerja la..gi.

Murid : gi!

Namun demikian, walaupun hanya beberapa, ada cerita yang yang

mempunyai struktur langsung guru/orang tua – murid/anak yang melibatkan siswa

atau anak untuk ikut membangun cerita. Atau guru atau orang tua aktif mengajak

Page 64: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 64

siswa atau anak dengan pertanyaan-pertanyaan yang memaksa anak untuk

menjawab. Berikut ini adalah contoh turn-taking yang berimbang

Guru : Sebelumnya mengolah sawah yang tadinya…tadi apa?

Kebunnya..sawahnya belum diberi air, sekarang sudah bisa diberi air,

diari. Diberi air kebunnya. Biar apa to diberi air?

Murid : Subur! Subur! Subur!

Guru : Biar subur, biar kebunnya pak tani jadi subur. Jadi pak Tono baik hati itu

juga tolong – menolong. Tolong – menolong sama siapa? Sama

temannya. Coba bu guru mau tanya. Pak tani dua tadi namanya siapa?

Murid : Pak Karto! Pak Tono!

Guru :Pak Karto. Yang satu pak?

Murid : Pak Tono.

Guru : Yang sakit siapa, anak – anak?

Murid : Pak Karto! Pak Tono!

Guru : Yang sakit siapa?

Murid : Pak Karto

Guru :Pak Karto sakitnya sakit apa coba?

Murid : Pusing!

Guru : Terus diberikan obat sama siapa? diberikan obat sama siapa?

Murid : Pak Tono

Guru : Pak Tono. Dibelikan obat dimana?

Murid : Di warung! Di Apotik!

Guru : Di warung apa di apotik?

Murid : Di warung! Di Apotik!

Guru : Dimana?

Murid : Apotik!

Guru : Yang mendengarkan setengah – setengah belinya di…. Memang kalo

obat itu belinya di apotik, tetapi karena di desa belinya di wa…rung.

Warungnya jauh apa dekat?

Murid : Jauh!

6.3 Pola adjacency pairs-nya (pasangan dekat)

Pola adjacency pair yang terdapat di dalam cerita di penelitian ini secara

umum hanya monoton, yaitu pertanyaan – jawaban, misalnya:

1. Guru :Pak Karto. Yang satu pak?

Murid : Pak Tono.

2. Guru : Yang sakit siapa, anak – anak?

Murid : Pak Karto! Pak Tono!

Sementara itu hanya beberapa pola adjacency pair lain yang umumnya muncul di

dalam percakapan seperti, pernyataan-persetujuan, pernyataan-ketidakpersetujuan,

pernyataan tak lengkap-pelengkapan dan lain sebagainya. Misalnya berikut ini pola

Page 65: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 65

pernyataan – ketidakpersetujuan dan pernyataan tak lengkap-pelengkapan:

3. Guru : Ha? Mainan…maninan.

Murid : Itu ayam beneran

4. Guru : Sekarang Bu Wahyu mau cerita. Tentang …?

Murid : Ayam..ayam

Contoh berikutnya yaitu pernyataan-persetujuan:

5. Anak : digoreng

Ibu : Yo ameh digoreng. Ya sing nakal digoreng. Kancile

digowo mulih, dikurung, gen ora maem-maem apa,

timen eneh ngono, terusan kae…

Berikutnya contoh pertanyaan yang dijawab dengan tidak sesuai materinya:

6. Ibu : La terusan dike‘I pulut. Ki kuwi lo, apa jenenge?

Anak : Aku dolanan

Satu contoh lagi yang di data penelitian ini ialah adjacency pair-nya berpola

pengulangan, bagian pertama dan kedua sama, dan berpola pertanyaan-jawaban

tetapi bagian kedua hanya menggunakan gelengan kepala dan diam. Misalnya:

7. Anak : Belum

Ibu : Belum. Jadi Lita kalo dikasi uang ibu, belum

ditabung?

Anak : (Cuma menggelengkan kepala)

6.4 Scaffolding

Scaffolding akan kelihatan melalui pola turn-taking dan adjacency pair di

dalam alur cerita. Melihat pola turn-taking dan adjacency pair yang ada, maka wajar

sekali apabila hanya sedikit kemunculan scaffolding dalam alur bercerita dalam

penelitian ini. Hanya ada beberapa yang seperti scaffolding. Dikatakan ‗seperti‘

karena ada aspek yang tidak muncul dalam percakapan ini.

………………….

Guru : ‗Si Jantan yang Sombong‘ Apa? ‗Si Jantan Yang Sombong‘. Apa?

Murid : Si Jantan yang Sombong.

Guru : Nah sebelum Bu Wahyu cerita, apa sih sombong?

Murid : Sombong itu malas…malas…

Guru : O malas ya. Apa sih sombong?

Murid : Nggak tau…

Page 66: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 66

Guru : Belum tahu. Baik nanti setelah cerita anak-anak akan tahu apa sih

sombong itu. Sombong. Apa tadi?

Murid : Sombong pas punya rumahe tingkat dicritak-critake orang-orang

Guru : O pas punya rumah dicritak-critake orang-orang katanya sombong.

Apa sih sombong itu?

Murid : Boong

Guru : Boong ya? Apa? Kalau menurut Dustin, sombong itu boong. Ada

yang lain yang mau ngomong?

Murid : Sombong itu…sombong..males.

Guru : O sombong itu males katanya Lynn. Apa lagi Apa Michael?

Menurut Michael apa itu sombong?

Murid : (Rita menjawab) jahat

Guru : O kalau menurut Rita, jahat. Kalau menurut Michael?

Murid : sombong itu e …kalo nggak…ngga…. bisa makan

Murid dan Guru: tertawa

……………………………

Secara terstruktur pola turn-taking sudah terdistribusi dengan baik, dan pola

adjacency pair-nya juga bervariasi. Akan tetapi jika dilihat pola pertanyaan guru

masih bersifat bertanya saja, masih belum bertanya sambil memberikan clues atau

sinyal-sinyal yang bisa menuntun murid untuk memahami kata ‗sombong‘. Hal ini

terbukti sampai akhir rentetan scaffolding di atas murid masih belum bisa menjawab

kata ‗sombong‘ dengan baik.

Ada juga struktur pola turn-taking dan adjacency pair yang membentuk

scaffolding untuk membantu membangun struktur teks, yaitu alur cerita ringkas.

Akan tetapi mungkin belum disadari dengan baik sehingga pertanyaan tidak urut

menurut alur cerita secar temporal dan akhirnya alur ceritanya belum selesai

scaffolding sudah diakhiri. Misalnya perhatikan percakapan di akhir cerita oleh guru

dan murid di salah satu TK di Surakarta.

………………………………………

Guru : Teman-teman, Ruru tadi, akhirnya kenapa teman-teman?

Murid : (Diam)

Guru : Mas Rafi?

Murid : (diam)

Guru : Ok, sekarang tepuk satu…tepuk satu..

Murid : (semua anak bertepuk tangan)

Guru : Ok, Ustadz Anang tadi cerita tentang apa teman-teman?

Page 67: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 67

Murid : Rusa

Guru : Rusa namanya siapa?

Murid : Ruru, Sasa.

Guru : Ya. Silahkan duduk, yang jawab silahkan duduk yang manis. Ok,

mas Reza sama mas….Habiburrahman juga. Ruru sama Sasa. Ruru

anak yang …?

Murid : Pemalas, sombong, nakal, jahat.

Guru : Pemalas, ya. Sasa?

Murid : baik, suka menolong.

Guru : Menolong siapa?

Murid : rajin bekerja….paman gajah.

Guru : ya menolong paman gajah terus kenapa?

Murid : Paman gajahnya se…hat, ku…at.

Guru : Ruru kenapa? Ruru akhirnya..?

Murid : baik

Guru : minta maaf. OK, ya sudah dulu cerita ustadz Anang.

7. Kesimpulan

7.1 Kesimpulan buku cerita

Berdasarkan pertanyaan penelitian dan hasil dan pembahasan di atas,

akhirnya dapat disimpulkan bahwa:

1. Genre di dalam buku cerita anak ini terdiri dari dari 3, yaitu genre naratif,

rekon dan report. Genre naratif merupakan genre yang dominant karena

terdiri dari 111 cerita dengan pentahapan Orientasi, Komplikasi, dan

Resolusi, hanya beberapa saja yang menggunakan Evaluasi sebelum Resolusi

(lihat lampiran). Genre rekon hanya terdapat 21, dengan struktur Orientasi

dan detil kejadian, ada beberapa yang tidak menggunakan Orientasi secara

jelas, dan hanya 1 genre report tanpa definisi, hanya detil deskripsi

2. Register bervariasi memalui genre dan target pembaca buku cerita.

Struktur teks:

Register untuk naratif umumnya menggunakan struktur teks orientasi,

komplikasi, dan resolusi, dengan beberapa yang menggunakan evaluasi

Page 68: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 68

sebelum resolusi. Sementara itu untuk genre rekon menggunakan orientasi

dan detil kejadian, dan untuk report hanya menggunakan detil deskripsi tanpa

definisi, karena target pembacanya balita.

Kohesi:

Kohesi yang digunakan dalam naratif dan rekon lengkap baik gramatikalnya

maupun leksikalnya. Hanya beberapa ditemukan di naratif dan rekon untuk

target pembaca balita beberapa kohesi, substi tusi atau hiponimi tak

ditemukan. Hal ini juga dikarenakan target pembaca masih balita. Kohesi

untuk report hanya berkisar penambahan ide, serta hiponimi dan meronimi

yang dominant.

Transitifiti:

Transitifity dalam naratif dan rekon lengkap ada 6 jenis. Sementara pada

report transitifiti hanya ada dua proses utama yaitu material dan relasional.

Mood:

Mood di dalam rekon dan naratif ada dua yaitu proposisi dan proposal. Dalam

buku cerita ini proposisi dan proposal juga muncul. Tetapi kemunculan

proposal ini hany bersifat opsional.

Struktur Tema:

Struktu tema dalam genre naratif dan rekon dalam buku cerita dalam

penelitian ini terdiri dari tema hiper, dan tema klausa topical unmarked dan

marked yang digunakan untuk mengatur alur cerita berdasarkan waktu dan

tempat, dan tema tekstual untuk mengatur logikanya, dan tema interpersonal

untuk mengatur hubungan social antar partisipannya. Dalam penelitian ini

struktur tema sudah digunakan secara baik.

Klausa, Kelompok nomina dan leksis:

Page 69: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 69

Ketiga komponen ini mempengaruhi gaya bahasa buku cerita ini. Buku cerita

untuk anak SD 4-6 bergaya ‗antara lisan dan tulis‘, gaya bahasa buku cerita

untuk SD kelas 1-3 bergaya ‗cenderung lisan‘ dan buku cerita untuk anak

balita bergaya ‗semakin‘cenderung lisan‘.

Direct speech dan Adjacency Pair:

Kedua unsure tatabahasa ini digunakan di dalam rekon dan naratif untuk

mengungkap penokohan dan character tokoh di dalam buku cerita ini. Dan

adjacency pair dalam beberapa buku cerita digunakan untuk pasangan:

pernyataan – persetujuan, pernyataan – penolakan, pertanyaan – jawaban dll.

Khususnya dalam penyajian dua sisi adjacency pair ini memegang peranan

penting untuk menunjukkan kedua-sisian tehnik penuajian nilai ideologis.

3. Ada 3 jenis nilai cultural ideologis , yaitu nilai social rumah, nilai social

lingukungan, dan nilai social sekolah‘ yang terdiri dari 45 macam nilai-nilai

social yang lebih detil

4. Peranan genre dan register dalam pengenalan dan pengasuhan ideology

kepada anak menjadi sangat penting. Pertana Genre memalui struktur teks

(register) akan membantu untuk melihat alur cerita dan terutama nilai

ideologis di perkenalkan kepada anak. Ditambah penggunakan adjacency pair

di dalam regusternya akan membantu menentukan tehnik penyajiannya akan

bersifat satu sisi atau dua sisi. Di samping itu kohesi juga akan membantu

pertautan anta ride, transitifiti sendiri merupakan idenya. Mood menunjukkan

pertukaran informasi atau barang atau jasanya. Sedangkan struktur tema

digunakan untuk membantu menyusun alur cerita. Klausa, kelompok nomina

dan leksis digunakan untuk menyusun gaya bahasanya yang sesuai dengan

target pembaca.

Page 70: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 70

5. Ada macam ideology di dalam buku cerita anak dalam penelitian ini, yaitu

antagonis kanan dan protagonis kanan. Buku cerita yang berhaluan antagonis

kanan adalah cerita-cerita yang menggunakan penyajian satu sisi, sedangkan

cerita yang berhaluan protagonist kanan adalah cerita-cerita yang

menggunakan penyajian dua sisi.

7.2 Kesimpulan cara bercerita

Berdasarkan pertanyaan penelitian cara bercerita, tujuan penelitian dan

pembahasan akhirnya penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Overall organization atau struktur bercerita dalam penelitian ini ialah:

brain storming, inti cerita, dan diakhiri dengan tanya jawab mengenai

moral atau ringkasan cerita. Brain storming digunakan untuk mengantar

murid atau siswa mengenalkan tokoh, atau tema cerita yang akan

dilakukan. Inti cerita dalam penelitian ini terdapat tiga genre, yaitu naratif

(dominan), beberapa menggunakan exemplum, dan rekon. Sedangkan

tema cerita bervariasi mulai dari cerita fabel, umum, dan keagamaan.

Untuk TK-TK dan orang tua Islam bercerita dengan tema-tema nabi

Muhammad dan tokoh Islam lain. Untuk TK nasrani juga demikian

temanya mengenai Yesus, Nuh, sementara TK umum dan orang lain

menggunakan tema umum seperti fabel dan tokoh umum.

2. Pola turn-taking pada umumnya masih didominasi oleh guru atau orang

tua, karena mengikuti model bercerita jaman dulu, yaitu yang dominant

adalah pencerita yang dominant dan pendengar yang baik ialah diam

mendengarkan. Akan tetapi ada beberapa guru dan orang tua yang

mendistribusikan pola turn-taking-nya untuk membangun cerita secara

Page 71: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 71

bersama-sama mulai dari brainstorming, inti cerita, sampai dengan akhir

cerita (tanya-jawab).

3. Pola adjacency-pair yang ditemui di penelitian ini masih terbatas. Yang

paling dominan ialah pertanyaan- jawaban. Kemudian diikuti dengan

pernyataan tak selesai – pelengkapan pernyataan, yang pada dasarnya

masih termasuk pertanyaan-jawaban, karena pernyataan tak lengkapnya

diakhiri dengan intonasi meninggi, seperti pertanyaan. Sangat jarang

pernyataan – persetujuan/penolakan, pengulangan, pertanyaan-diam

(anggukan/gelengan kepala) atau jawaban tak sesuai.

4. Scaffolding sudah ada sedikit. Akan tetapi masih belum maksimal.

Kemungkinan besar ketidakmaksimalan scaffolding ini disebabkan

ketidakmengertian peran scaffolding untuk memahami nilai-nilai

ideologis yang ada, serta untuk membangun cerita. Sehingga scaffolding

tidak bisa menyelesaikan permasalahan pemahan nilai dan penyelesaian

alur cerita. Selain itu melihat pola adjacency-pair, turn-taking dan

scaffolding yang ada di dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa

sebenarnya pencerita masih belum memahami benar mengenai konsep-

konsep ini yang sangat membantu dalam pemerolehan bahasa termasuk di

dalamnya nilai-nilai ideologis dan sangat membantu dalam membentuk

pola interaksi yang demokratis yang mempunyai turn-taking yang lebih

terdistribusi dan adjacency-pairs yang bervariasi. Kemudian ternyata

kelas social dan pendidikan tidak kelihatan mempunyai perbedaan pola

interaksinya. Ada ibu rumah tangga dan sekolah yang termasuk kelas

bawah tetapi secara tidak sadar sudah mengenalkan pola turn-taking

terdistribusi dan adjacency pair bervariasi, dengan pola komunikasi dua

Page 72: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 72

arah. Sebaliknya ada ibu rumah tangga sekolah kelas atas yang

penceritanya masih mendominasi cerita dengan komunikasi one-way/ satu

arah saja.

7.3 Saran

Berdasarkan temuan di atas tim penelti menyarankan sebagai berikut:

1. Sumber data atau buku ceritanya diperluas dalam asal kota penerbit untuk

memperoleh nilai-nilai budaya yang lebih lengkap di Indonesia ini

diperkenalkan.

2. Penelitian ini sebaiknya ditindak lanjuti dengan penelitian lapangan untuk

mencari tahu bagaimana cerita tersebut diperkenalkan kepada anak melaui

guru atau orang tua. Hal ini penting untuk melihat sisi lain pengenalan

ideology dan pengasuhannya di masyarakat apakah maish satu sisi atau sudah

dua sisi, atau masih otoriter atau sudah demokratis.

3. Disamping itu berkaitan erat dengan pengenalan dan pengasuhan ideologi

kepada anak perlu adanya pembenahan kurikulum yaitu mengenai What dan

How nya untuk memberikan bekal kepada guru dan orang tua, pemegang

keputusan dan berbagai pihak yang terkait untuk mengenalkan struktur cerita

yang baik dengan melibatkan pola turn-taking yang terdistribusi dan

adjacency pair yang bervariasi sebagai dasar scaffolding yang menyeluruh

dan tuntas. Hal ini sangat penting karena pengenalan ideologi harus diikuti

dengan cara pengasuhan ideologi yang demokratis tidak sepihak tetapi dua

arah sehingga terjadi negosiasi makna ideologis yang berimbang. Dengan

begini anak dan siswa tidak hanya tahu nilai ideolgi yang baik tetapi mereka

juga diperkenalkan dan diasuhkan cara mengenalkan nilai ideologi secara

Page 73: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 73

demokratis dengan pola turn-taking yang terdistribusi dan adjacency-pair

yang bervariasi.

4. Secara teoritis perlu ada pengembangan lokasi penelitian di kota kecil dan

kota yang lebih besar untuk mengetahui apakah kelas sosial ikut

memperngaruhi pola pengasuhan ini atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

Bhatia, V.K. 2001. Appplied Genre Analysis: A Multi-Perspective Model. Dalam

Iberica 3: 3-17, 2001

Brown, G. & Yule, G. 1983 Discourse Analysis, Cambridge, Cambridge University

Press.

Cartledge, G. dan Kiarie, M.W. 2001. Learning Social Skills through Literature for

Children and Adolescents. Dalam Teaching Exceptional Children, Vol. 34,

No.2, pp. 40-47.

Citraningtyas, Clara Evi. 2004. Breaking a Curse Malin Kundang and Transactional

Approaches to Reading In Indonesian Classrooms, Ph. D Thesis, Macquarie

University

Cook-Gumperz, J. (1986) the Social Construction of Literacy, Cambridge:

Cambridge University Press.

Eggins, S & Slade, D. 1997. Analysing Casual Conversation, London: Cassell.

Fowler, R. 1989. Linguistic Criticism. Oxford: OUP.

Garnham, A. 1985. Psycholinguistics: Central Topics. Cambridge: Cambridge

University Press

Gerrot, L. dan Wignell, P. 1995. Making Sense of Functional Grammar. Cammeray:

AEE.

Gray, Brian (1986) Creating a Context for the Negotiation of Written Text, paper ead

at the 12th

Australian Reading Conference, Perth.

Halliday, M.A.K. 1994. An Introduction to Functional Grammar. London: Edward

Arnold.

Halliday, M.A.K. dan Hasan, R. 1985. Language, Context and Text: Aspects of

Language in A Social Semiotic Persperctive. Victoria: Deaking University.

Hasan, R. & Williams, G 1996 Literacy in Society, London: Longman

Hodge, R. dan Kress, G. 1995. Social Semiotics. Cambridge: Polity Press.

Kern, Richard. 2000 Literacy and Language Teaching, Oxford: Oxford University

Press.

Larsen-Freeman, D & Long, M.H. 1991 An Introduction to Secong Language

Acquisition Research, London: Longman.

Levinson, S.C. 1986. Pragmatics, Cambridge: Cambridge University Press.

Lock, G. 1996. Functional English Grammar: An Introduction for second language

teachers. Cambridge: Cambridge University Press.

Lyons, J. 1987. New Horizon in Linguistics. London: Penguin.

Martin, J.R. 1992. English Text: System and Structure. Philadelpia: John Benjamins

Publishing Company.

Page 74: SASTRA ANAK SEBAGAI WAHANA PENGENALAN DAN …inggris.fssr.uns.ac.id/wp-content/uploads/2010/pdf/Riyadi... · pengenalan ideologi yang sepihak tanpa memberikan kesempatan murid atau

* Article publish in acredited journal of Humaniora ISSN 1411-5190, 2006 74

Michaels, S. 1986. Narrative Presentation an Oral Preparation for Literacy with

First Graders, in Cook-Gumperz (ed.) The Social Construction of Literacy,

CUP, 1986.

Muslimin. 2002. Metode Penelitian di Bidang Sosial. Malang: Bayu Media dan

UMM Press.

Patton, M.Q. 1984. Qualitative Evaluation Methods. Beverhy Hills: Sage

Publication.

Puurtinen, Tiin. 1998. Syntax, Readibility, and Ideology in Children Literature, Meta

XLIII, 4

Reid, Ian (ed). 1989. The Place of Genre in Learning: Current Debate. Victoria:

Deakin University.

Rothery, Joan 1996. Making Changes: Developing an Educational Linguistics, in

Hasan, R. & Williams, G. Literacy in Society, London: Longman

Santosa, R. 2003. Semiotika Sosial Pandangan terhadap Bahasa. Surabaya: Pustaka

Eureka.

Santosa, R. 1995. Genre dalam Editorial Kompas, Laporan Penelitian, Fakultas

Sastra, UNS

Santosa, R. 1995 Suara dan Warna Golongan dalam Editorial Suara Pembaharuan,

Suara Merdeka dan Jawa Pos, Laporan Penelitian, Fakultas Sastra UNS.

Santosa, R. 1997 Tingkat Literasi Bahasa Indonesia Anak Kelas 3 SD di Surakarta,

Laporan Penelitian, Dirjen Dikti (BBI)

Santosa, R. et.al.2006 Sastra Anak sebagai Wahana Pengenalan dan Pengasuhan

Ideologi, Dikti: Penelitian Fundamental (Sedang berjalan)

Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik. Bagian Pertama: Ke Arah Memahami Metode

Linguistik. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press.

Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar teori dan terapannya

dalam penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Varonis, EM and Gass, 1985. Non-Native – Non-Native Conversational Model for

negotiation of meaning in Applied Linguistics, 11.

Williams, Geoff, 1990. Variation in Home Reading Contexts; paper ead in the

Annual Conference of The Australian Reading Association, Canberra.

Zequan, L. 2003. Register Analysis as a Tool for Translation Quality Assessment,

dalam Journal Translation. Vol. 7, No. 3, Juli.