SAP PK

17
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PRILAKU KEKERASAN Pokok Bahasan : Penyakit Sistem Neurobehavior II Sub Pokok Bahasan : Prilaku Kekerasan Sasaran : Keluarga dari pasien yang mengalami prilaku kekerasan dan dirawat di RSJ Bangli Hari/ Tanggal : Sabtu, 18 Juni 2011 Waktu : 10.00 – 11.00 WITA Tempat : Di Ruang Arjuna , RSJ Bangli I. Latar Belakang Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah kehidupan bangsa setelah Indonesia merdeka, pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dikembangkan sejalan dengan tanggung jawab pemerintah melindungi rakyat Indonesia dari berbagai masalah kesehatan yang berkembang. Kesehatan adalah hak azazi manusia yang tercantum juga dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945. Oleh karenanya pemerintah telah mengadakan pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam hubungannya dengan masyarakat adalah dirumah sakit. Sebagai pemberian layanan kesehatan yang 1

Transcript of SAP PK

Page 1: SAP PK

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

PRILAKU KEKERASAN

Pokok Bahasan : Penyakit Sistem Neurobehavior II

Sub Pokok Bahasan : Prilaku Kekerasan

Sasaran : Keluarga dari pasien yang mengalami prilaku kekerasan

dan dirawat di RSJ Bangli

Hari/ Tanggal : Sabtu, 18 Juni 2011

Waktu : 10.00 – 11.00 WITA

Tempat : Di Ruang Arjuna , RSJ Bangli

I. Latar Belakang

Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah

kehidupan bangsa setelah Indonesia merdeka, pelayanan kesehatan terhadap masyarakat

dikembangkan sejalan dengan tanggung jawab pemerintah melindungi rakyat Indonesia

dari berbagai masalah kesehatan yang berkembang. Kesehatan adalah hak azazi

manusia yang tercantum juga dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945. Oleh

karenanya pemerintah telah mengadakan pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan

oleh rakyat Indonesia. Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam

hubungannya dengan masyarakat adalah dirumah sakit. Sebagai pemberian layanan

kesehatan yang komplek, perawat senantiasa mengembangakan ilmu dan teknologi di

bidang keperawatan mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan serta trend dan issue dalam

pelayanan (Yosep, 2007).

Dampak perkembangan zaman dan pembangunan dewasa ini juga menjadi

faktor peningkatan permasalahan kesehatan yang ada, menjadikan banyaknya masalah

kesehatan fisik juga masalah kesehatan mental/spiritual. Kesehatan jiwa (mental health)

menurut Undang-Undang No. 3 tahun 1966 yang terdapat dalam Maramis (2004)

adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan physik, intelektuil dan

emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu terus berjalan selaras

dengan keadaan orang-orang lain. Dengan semakin berkembangnya kehidupan dan

mordenisasi disemua bidang kehidupan menimbulkan gejolak sosial yang cukup terasa

1

Page 2: SAP PK

dalam kehidupan manusia. Terjadinya perang, konflik dan lilitan krisis ekonomi

berkepanjangan salah satu pemicu yang memunculkan stress, depresi dan berbagai

gangguan kesehatan jiwa (Yosep, 2007). Bagi mereka yang tidak mampu

menggendalikan stressor baik dari stressor internal maupun eksternal mereka akan

kehilangan kontrol fikirannya, salah satu contohnya yaitu perilaku kekerasan marah dan

amuk. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan

yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain

(Yosep, 2007). Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan

seseorang stress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri,

misalnya: memaki-maki orang di sekitarnya, membanting–banting barang, menciderai

diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda montor. WHO

(2001) menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah

mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan

kesehatan jiwa. Pada masyaralakat umum terdapat 0,2 – 0,8 % penderita skizofrenia dan

dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak

yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004). Penderita gangguan jiwa yang

dirawat di RSJD Surakarta pada tahun 2002 sebanyak 2. 420 pasien dengan prosentasi

hunian (BOR) 74%, tahun 2003 sebanyak 2. 560 pasien dengan prosentasi hunian

84,49%. Pada tahun 2004 sebanyak 2.605 pasien dengan prosentase hunian 75,6%

(Rekam Medik RSJD, 2005). Penderita semakin bertambah setiap tahunnya. Hasil

wawancara dan observasi pada ruang Ayodya tanggal 5 September 2008 didapatkan

data bahwa bulan September terdapat 20 orang pasien, 10 pasien menggalami gangguan

perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pasien adalah marah dan

amuk. Asuhan keperawatan jiwa memiliki peranan yang sangat penting untuk

meningkatkan kualitas mental, intelektual, emosianal, sosial, dan fisik serta ekonomi

sebagai sumber kesejahteraan klien. Sistem asuhan keperawatan jiwa berbeda dengan

asuahan keperawatan pada orang sakit fisik dan orang normal pada umumnya. Jenis

pelayanan kesehatan yang dilakukan pada penanganan pasien dengan perilaku

kekerasan di atas adalah isolasi ruangan, pemberian mediak mentosa (pengobatan),

pengikatan, dan pembentukan tim krisis (Stuart and Sundeen, 1998). Kesemuanya

masih mengarah pada aspek keselamatan pada pasien dan juga orang lain di sekitarnya.

Seperti pelaksanaan komunikasi terapiutik yang berusaha mengekspresikan persepsi,

pikiran, dan perasaan serta menghubungkan hal tersebut untuk mengamati dan

melaporkan kegiatan yang dilakukan, (Stuart and Sundeen, 1998). Komunikasi

2

Page 3: SAP PK

terapiutik dapat menjadi jembatan penghubung antara perawat sebagai pemberi asuhan

keperawatan dan pasien sebagai pengguna asuhan keperawatan. Karena komunikasi

terapiutik dapat mengakomodasikan perkembangan status kesehatan yang dialami

pasien. Komunikasi terapiutik memperhatikan pasien secara holistik meliputi aspek

keselamatan, menggali penyebab, tanda-tanda dan mencari jalan terbaik atas

permasalahan pasien. Juga mengajarkan cara-cara sehat yang dapat dipakai untuk

mengekspresikan kemarahan yang dapat diterima oleh semua pihak tanpa harus

merusak (asertif) dan tidak mencelakai diri sendiri, orang lain, lingkungan. Berdasarkan

latar belakang masalah tersebut di atas, penulis ingin memberikan asuhan keperawatan

jiwa khususnya perilaku kekerasan dengan pelayanan kesehatan secara holistik dan

komunikasi terapiutik dalam meningkatkan kesejahteraan serta mencapai tujuan yang

diharapkan.

II. Tujuan Umum

Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 1 x 30 menit, diharapkan peserta

penyuluhan diharapkan mampu memahami tentang pengertian prilaku kekerasan,

penyebab, tanda dan gejala, dll.

III. Tujuan Khusus

Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, peserta penyuluhan diharapkan mampu:

1. Menjelaskan pengertian, penyebab prilaku kekerasan

2. Menyebutkan cara-cara tanda gejala dan factor predisposisi prilaku kekerasan

3. Membantu klien dalam proses terapi dan rehabilitasi

IV. Metode

1. Ceramah

2. Diskusi

3. Tanya jawab

V. Media

1. Laptop

2. LCD

3. Leaflet

3

Page 4: SAP PK

VI. Isi Materi

1. Pengertian prilaku kekerasan

2. Penyebab prilaku kekerasan

3. Gejala prilaku kekerasan

4. Faktor predisposisi prilaku kekerasan

VII. Proses Pelaksanaan

No Waktu Kegiatan Sasaran

Penyajian Pasien dan

Keluarga Pasien

1. 5 menit Pembukaan

a. Salam pembuka

b. Perkenalan

c. Menyampaikan

tujuan

d. Kontrak waktu

e. Melakukan

apersepsi

a.Menyampaikan salam

pembuka, maksud dan

tujuan serta kontrak waktu

pelaksanaan kegiatan

kepada peserta

penyuluhan dengan

bahasa yang sopan dan

jelas serta penggunaan

kata yang efisien.

b. Menanyakan

beberapa pertanyaan

seputar opini peserta

mengenai topik

penyuluhan (tekanan

darah tinggi)

a. Menjawab

salam

b. Memperhatika

n dan terlihat

antusias

mengikuti

penyuluhan

2. 20Kegiatan Inti

Penyampaian

materi

a. Menyampaikan materi

dengan jelas dan tepat

sesuai dengan metode

yang dipilih

b. Menyampaikan materi

tidak berbelit-belit serta

efisien sehingga

a.Menyimak dan

memperhatikan

penyuluhan

dengan baik dan

antusias.

4

Page 5: SAP PK

mencegah kekurangan

waktu

c. Memanfaatkan semua

media yang tersedia

untuk menyampaikan

materi dengan baik.

3. 15 menit Penutup

a. Sesi tanya jawab

b. Melakukan

evaluasi

c. Menyimpulkan

materi yang

didiskusikan

d. Mengakhiri

kegiatan dengan

salam

a.Melalukan dialog

interaktif dengan peserta

penyuluhan.

b. Menanyakan

beberapa pertanyaan

singkat kepada pasien

tentang materi penyuluhan

untuk mengetahui feed

back. Misalnya dengan

memberikan studi kasus

dan hadiah kepada peserta

yang bisa menjawab

dengan benar.

c.Menyampaikan

kesimpulan dengan

singkat dan jelas.

d. Menyampaika

n salam penutup dan

ucapan terimakasih

dengan sopan dan jelas.

a. Peserta

penyuluhan

dengan antusias

bertanya dan

berdialog

tentang materi

penyuluhan.

b. Bersama

penyaji

menyimpulkan

materi.

c.Mengerti dan

mempunyai

pengetahuan

baru tentang

materi

penyuluhan

ditandai dengan

hampir

keseluruhan

peserta dapat

menjawab studi

kasus.

d. Menjawab

salam.

5

Page 6: SAP PK

VIII. Setting Tempat

Penyuluhan dilaksanakan di Ruang Arjuna, RSJ Bangli

IX. Pengorganisasian

A. Ketua : Juliastuti

B. Moderator : Arik

C. Penyaji : Lisna

D. Sekretaris : Puriasih

E. Fasilitator :

a. Adyasa

b. Rudi

F. Observer :Sila

G. Operator :Dewiyani

H. Keluarga pasien :

1. Raysa

2. Itha

3. Yuli

Papan nama

PenyajiSekretaris

Ketua operator

Operator

Moderotor

6

Keluarga keluarga Keluarga keluarga

Keluarga Keluarga Fasilitator keluarga

Fasilitator

Page 7: SAP PK

4. Meta

5. Intan

6. Diah

7. Fery

X. Evaluasi

A. Evaluasi Struktur

1. SAP sudah siap 1 minggu sebelum penyuluhan.

2. Media (Laptop, LCD, Leaflet dan Lembar Studi Kasus) dan tempat sudah siap

3. Pengorganisasian sudah tersusun.

4. Penyaji sudah menyiapkan materi.

5. Moderator dan sekretaris sudah siap.

6. Peserta siap mengikuti penyuluhan.

B. Evaluasi Proses

1. Media (Laptop, LCD, Leaflet dan Lembar Studi Kasus) sudah disiapkan sesuai

rencana.

2. Tempat siap dan disusun sesuai dengan setting tempat yang telah direncanakan.

3. Penyaji, moderator, sekretaris dan peserta siap mengikuti penyuluhan.

C. Evaluasi Hasil

1. Penyuluhan berjalan sesuai rencana dan tepat waktu.

2. Masalah yang muncul saat pelaksanaan penyuluhan dapat diatasi dengan baik.

3. Tujuan penyuluhan tercapai yaitu peserta penyuluhan dapat memahami tentang

isi penyuluhan dan diharapkan akan terjadi perubahan.

XI. Referensi

Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta

: EGC

Keliat Budi Ana. 2002. Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan. Jakarta :

FIK UI

Stuart GW, Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5

th ed.). St.Louis Mosby Year Book

7

Page 8: SAP PK

LAMPIRAN MATERI

I. PENGERTIAN

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan

yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain

maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal

atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995)

1. Prillaku

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

A. Menyerang atau menghindar (fight of flight)

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf

otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan

darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl

meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva

meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan

otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan

disertai reflek yang cepat.

B. Menyatakan secara asertif (assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan

kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku

asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena

individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain

8

Page 9: SAP PK

secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk

pengembangan diri klien.

C. Memberontak (acting out)

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out”

untuk menarik perhatian orang lain.

II. PENYEBAB

Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku

kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga

diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa

seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat

digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan

diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak

enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri,

kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.

A. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai

tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia

merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi

itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya

misalnya dengan kekerasan.

B. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan

yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya

individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak,

lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.

C. Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai

keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui

statusnya.

III. TANDA DAN GEJALA

Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi

atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang

9

Page 10: SAP PK

belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak

aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.

1. Gejala klinis

Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan

didapatkan melalui pengkajian meliputi :

A. Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah

yang diserasakan oleh klien.

B. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,

berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas

makanan, memukul jika tidak senang.

Gejala Klinis

A. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap

penyakit (rambut botak karena terapi).

B. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)

C. Gangguan hubungan sosial (menarik diri).

D. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).

E. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang

suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

(Budiana Keliat, 1999)

IV. FAKTOR PREDISPOSISI

Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor

predisposisi yang mungkin/ tidak mungkin terjadi jika faktor berikut dialami oleh

individu :

A. Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang

kemudian dapat timbul agresif atau amuk.

B. Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan kekerasan, sering

mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli mengadopsi

perilaku kekerasan.

C. Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti terhadap

perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.

10

Page 11: SAP PK

D. Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal dan

ketidakseimbangan neurotransmiser.

V. FAKTOR PRESIPITASI

Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya

diri kurang), lingkungan (ribut, padat, kritikan mengarah penghinaan, kehilangan

orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan) dan interaksi dengan orang

lain( provokatif dan konflik).

(Budiana Keliat, 2002)

Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku

kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga

diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa

seberapa jauh perilaku sesuai dengan saint diri. Dimana gangguan harga diri dapat

digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan

diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya

bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain,

memecahkan perabot, membakar rumah dll.

11