Sanksi Pidana Dalam Balutan Hukum Pajak
-
Upload
yohanes-whimpi -
Category
Documents
-
view
224 -
download
0
Transcript of Sanksi Pidana Dalam Balutan Hukum Pajak
-
7/21/2019 Sanksi Pidana Dalam Balutan Hukum Pajak
1/5
TUGAS MATA KULIAH
SEMINAR PAJAK
SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA
SANKSI PIDANA DALAM BALUTAN HUKUM PAJAK
KELOMPOK 4
Fajar Hery Wibowo (10)
Ferry Rahmadhadi (11)
Rendi Hortamadeni (18)
Yohanes Whimpi Hardono J. (36)
KELAS 9-B
PROGRAM DIPLOMA IV AKUNTANSI KURIKULUM KHUSUS
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
2015
-
7/21/2019 Sanksi Pidana Dalam Balutan Hukum Pajak
2/5
Sanksi Perpajakan di Indonesia
Sanksi Pidana dalam Balutan Hukum Pajak
Pajak menjadi suguhan menarik yang kurang populer dalam berbagai pemberitaan.
Sebagaimana diketahui, sistem pemungutan pajak di Indonesia menganut self assessment system.
Dengan sistem ini Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan
Nomor Pokok Wajib Pajak serta diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang.1Sebagai bagian dari aksi reaksi tersebut, Direktorat Jenderal
Pajak sebagai otoritas perpajakan nasional memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan
atau pemeriksaan pajak. Hasilnya akan muncul persoalan hukum terkait usaha pemerintah untuk
mengumpulan penerimaan sebesar besarnya dan cara Wajib Pajak untuk memperkecil
pembayaran pajak. Kemudian bagaimana penyelesaiannya? Pajak memiliki sifat memaksa, hal
tersebut dinyatakan dalam UU pada pengertian pajak. Namun tatacara pemungutannya sering
kurang sesuai dengan ketentuan hukum formal, yaitu UU KUP. Dalam kasus pidana perpajakan
Asian Agri Group, awalnya penuntut umum mendakwa Suwir Laut melanggar Pasal 39 ayat (1)
huruf c jo Pasal 43 ayat (1) UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan UU No 16 Tahun
2000 tentang Tata Cara Prosedur Pembayaran Pajak jo Pasal 64 KUHP subsidair Pasal 38 huruf
b jo Pasal 43 ayat (1) UU No 16 Tahun 2000 jo Pasal 64 KUHP. Suwir Laut dianggap
memanipulasi Surat Pemberitahuan Laporan Pajak Tahun (SPT) Asian Agri Group atas tahun
pajak 2002-2005 dan mengubah dokumen pada beberapa pendapatan anak perusahaan (fiktif).
Akibat perbuatan Suwir Laut ini, penerimaan negara dirugikan sekitar Rp1,25 triliun dengan
rincian : tahun 2002 sebesar Rp301,4 miliar, 2003 sebesar Rp309,6 miliar, 2004 sebesar Rp358,7
1Penjelasan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
-
7/21/2019 Sanksi Pidana Dalam Balutan Hukum Pajak
3/5
miliar, dan tahun 2005 sebesar Rp280,4 miliar. Putusan Kasasi MA Nomor
2239K/PID.SUS/2012 tanggal 18 Desember 2012, memutuskan bersalah kepada Suwir Laut,
Tax Manager AAG telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) yang isinya tidak benar.
Dengan pidana penjara selama dua tahun dengan ketentuan selama masa percobaan tiga tahun,
terdakwa dipersalahkan melakukan kejahatan. AAG juga diharuskan membayar pokok
kekurangan dan denda dua kali pajak terutang.
Yang menjadi permasalahan dalam putusan MA tersebut adalah apakah
badan/perusahaan dapat dikenakan sanksi atas pidana pajak berdasarkan UU KUP? Menurut
kuasa hukum Asian Agri Group, putusan pidana dijatuhkan kepada Suwir Laut bukan kepada
Asian Agri Group dan di dalam Pasal 38, 39 ayat 1, 2, 3, dan 39A UU KUP yang menjabarkan
delik pidana pajak diawali dengan kata Setiap orang ... dan bukan dengan kata Setiap wajib
pajak .... Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan apakah pengertian orang dalam pasal-pasal
tersebut mencakup Badan?
Penggunaan doktrin vicarious liability yang menekankan perilaku terdakwa sebagai
personifikasi dari koorporasi yang diwakilinya mengakibatkan adanya dualisme sanksi hukum,
sanksi pidana untuk Suwir Laut dan saksi administrasi untuk AAG. Pemerintah seakan memiliki
pilihan saksi pajak. Padahal sejarahnya sanksi-sanksi perpajakan tersebut dikenakan dengan
tujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya yang bermuara pada pemenuhan anggaran negara dalam APBN.
Sanksi Pidana vs Saksi Administrasi
Selain adanya pengenaan sanksi administrasi, pelanggaran ketentuan perpajakan dapat
dikenai dengan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Bab VIII UU KUP. Jalur pidana ini
dapat dilaksanakan setelah proses hukum administrasi telah dijalankan terlebih dahulu (ultimum
-
7/21/2019 Sanksi Pidana Dalam Balutan Hukum Pajak
4/5
remedium). Di dalam Pasal 39 diketahui bahwa pelanggaran pajak yang dilakukan dengan
sengaja sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2
(dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.2
Selanjutnya dalam Pasal 44B, disebutkan bahwa dalam rangka penerimaan Negara,
Menteri Keuangan dapat meminta penghentian penyidikan tindak pidana perpajakan dengan
syarat Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak
seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4
(empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya
dikembalikan.3
Tugas pajak dalam amanat UU adalah untuk menghimpun penerimaan negara, hal
tersebut membuat sanksi administrasi terlihat lebih realistis untuk dijalankan. Namun jika Wajib
Pajak terindikasi melakukan pidana perpajakan, maka sudah seharusnya untuk dibawa ke jalur
pidana dengan tidak melupakan untuk menyelesaikan proses administrasi terlebih dahulu. Dapat
dilihat bahwa sanksi administrasi yang dapat dikenakan paling besar adalah berupa kenaikan
200% dari jumlah pajak yang kurang bayar yang ditetapkan melalui SKPKB.4Tetapi jika Wajib
pajak melakukan pelanggaran perpajakan untuk yang kedua kali atau lebih maka dapat dibawa
ke jalur pidana dengan ancaman pidana penjara dan denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Inilah yang diharapkan oleh Direktorat Jenderal
2Pasal 39 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
3Pasal 44B Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
4Pasal 13A Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
-
7/21/2019 Sanksi Pidana Dalam Balutan Hukum Pajak
5/5
Pajak, yaitu dapat memberikan efek jera kepada Wajib Pajak yang tidak melaksanakan
kewajiban perpajakannnya dengan baik dan benar dengan pengenaan sanksi yang lebih besar.