Sang Merah Putih Profil Ibu Fatmawati Soekarno dan ...
Transcript of Sang Merah Putih Profil Ibu Fatmawati Soekarno dan ...
1/7
August 16, 2020
Profil Ibu Fatmawati Soekarno dan Kisahnya MenjahitSang Merah Putih...
kompas.com/tren/read/2020/08/16/073000465/profil-ibu-fatmawati-soekarno-dan-kisahnya-menjahit-sang-merah-putih-
Lihat Foto
Ibu Fatmawati Soekarno pada tahun 1947.(Dok. KOMPAS/Ipphos)
Bendera merah putih
Bendera tanah airku
Gagah dan jernih tampak warnamu
Berkibarlah di langit yang biru
Bendera merah putih
Bendera bangsaku
KOMPAS.com - Fatmawati Soekarno. Nama Ibu Negara pertama RI ini tak bisa
dilepaskan kala kita mengingat perjuangan awal kemerdekaan Indonesia pada 1945.
Pada tahun ini, Indonesia akan merayakan HUT ke-75 pada Senin (17/8/2020).
Bendera Merah Putih pun mulai berkibar di seluruh penjuru negeri.
Adalah Fatmawati, istri Presiden Soekarno, sosok di balik bendera Merah Putih yang
berkibar saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.
2/7
Mari mengenal sosok Ibu Fatmawati dan kisahnya menjahit Sang Saka Merah Putih.
*****
Fatmawati dilahirkan pada 5 Februari 1923 di Bengkulu. Ketika ia lahir, ada dua nama
yang akan diberikan kepadanya, yaitu Fatimah yang berarti bunga teratai dan Siti
Djabaidah, yang diambil dari nama salah satu istri Nabu Muhammad SAW.
Kedua nama itu ditulis pada dua carik kertas kemudian digulung dan diundi.
Pilihan pun jatuh kepada nama Fatimah, nama yang kita kenal sampai saat ini.
Harian Kompas, 16 Mei 1980 memberitakan, Fatmawati pertama kali bertemu dengan
Bung Karno pada 1938.
Saat itu, ia diajak oleh ayahnya Hassan Din untuk menemui Bung Karno yang tengah
dibuang ke Bengkulu.
"Cinta pada pandangan pertama" mungkin ungkapan yang tepat untuk menjelaskan awal
munculnya benih cinta di antara Bung Karno dan Ibu Fatmawati.
"Masih kuingat aku mengenakan baju kurung merah hati dan tutup kepala voile kuning
dibordir," kata Fatmawati saat melukiskan pertemuan pertamanya itu dalam buku yang
ditulisnya, Catatan Kecil Bersama Bung Karno (1970).
Lihat Foto
Presiden Soekarno dan Ibu Fatmawati.(Dok. KOMPAS)
3/7
Pertemuan itu menggetarkan hati Bung Karno dan ingin menikahi Fatmawati.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Bung Karno dua tahun kemudian, ketika
Fatmawati meminta nasihatnya sehubungan dengan adanya seseorang yang
meminangnya.
Fatmawati pun akhirnya menikah dengan Bung Karno pada Juli 1943.
Kisah menjahit bendera
Setahun setelah pernikahannya itu, Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia.
Bendera Merah Putih juga boleh dikibarkan dan lagu kebangsaan Indonesia Raya
diizinkan berkumandang.
Fatmawati kemudian berpikir bahwa memerlukan bendera Merah Putih untuk dikibarkan
di Pegangsaan 56.
"Pada waktu itu tidak mudah untuk mendapatkan kain merah dan putih di luar," tulis
Chaerul Basri dalam artikelnya "Merah Putih, Ibu Fatmawati, dan Gedung Proklamasi"
yang dimuat di Harian Kompas, 16 Agustus 2001.
"Barang-barang eks impor semuanya berada di tangan Jepang, dan kalau pun ada di luar,
untuk mendapatkannya harus dengan berbisik-bisik," tulisnya.
Berkat bantuan Shimizu, orang yang ditunjuk oleh Pemerintah Jepang sebagai perantara
dalam perundingan Jepang-Indonesia, Fatmawati akhirnya mendapatkan kain merah
dan putih.
Shimizu mengusahakannya lewat seorang pembesar Jepang, yang mengepalai gudang di
Pintu Air di depan eks Bioskop Capitol.
Bendera itulah yang berkibar di Pegangsaan Timur saat proklamasi kemerdekaan
Indonesia.
"Ibu Fatmawati menjelaskan kepada Shimizu bahwa bendera Merah Putih yang pertama
kali dikibarkan di Gedung Pegangsaan Timur kainnya berasal dari Shimizu. Dan satu-
satunya kain Merah Putih yang diberikan Shimizu kepada Ibu Fatmawati adalah bendera
yang berasal dari Gedung Pintu Air itu," tulis Chaerul.
4/7
Lihat Foto
Presiden Soekarno dan Ibu Fatmawati(Dok. KOMPAS)
Bondan Winarno dalam "Berkibarlah Benderaku, Tradisi Pengibaran Bendera Pusaka"
(2003), menuliskan, Fatmawati menghabiskan waktunya untuk menjahit bendera itu
dalam kondisi fisik yang cukup rentan.
Pasalnya, Fatmawati saat itu sedang hamil tua dan sudah waktunya untuk melahirkan
putra sulungnya, Guntur Soekarnoputra.
Tak jarang, ia menitikkan air mata kala menjahit bendera itu.
"Berulangkali saya menumpahkan air mata di atas bendera yang sedang saya jahit
itu," kata Fatmawati dalam buku itu.
"Menjelang kelahiran Guntur, ketika usia kandungan telah mencukupi bulannya, saya
paksakan diri menjahit bendera Merah putih. Saya jahit berangsur-angsur dengan
mesin jahit Singer yang dijalankan dengan tangan saja. Sebab dokter melarang saya
menggunakan kaki untuk menggerakkan mesin jahit," sambungnya.
Meninggal dunia
Fatmawati meninggal dunia pada usia 57 tahun di Kuala Lumpur ketika dalam perjalanan
pulang dari setelah melangsungkan ibadah umrah pada 1980 akibat serangan jantung.
Fatmawati mendapatkan gelar pahlawan nasional dari pemerintah pada tahun 2000, dua
puluh tahun setelah wafatnya.
5/7
Pemberian gelar pahlawan itu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 118/TK/2000.
Mengutip Harian Kompas, 9 November 2000, putri Fatmawati, Sukmawati
Soekarnoputri, menilai, pemberian gelar pahlawan nasional kepada ibunya termasuk
terlambat.
6/7
7/7
Lihat Foto
Infografik: Penggunaan Bendera Merah Putih (KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)