Sampah B3

17
5.a. TOKSIKOLOGI KIMIA dan KARSINOGENSIS PENDAHULUAN To ksikologi adalah studi mengenai efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi meliputi penelitian toksisitas ahan-ahan kimia yang digunakan! misalnya" 1. Di idang kedokt er an! untuk tu#uan dia gnosti k! pen$egahan! dan terapeutik. %.Di idang industri makanan seagai zat tamahan langsung maupun tidak langsung. &.Di idang pertanian seagai pestisida! zat pengatur pertumuhan! penyeruk uatan. '.Di idang industri kimia seagai pelarut! reagen dan seagainya . Pen$egahan kera$unan memerlukan perhitungan terhadap toxicity  (toksisitas)! hazard  (ahaya)! risk  (resiko)! dan safety (keamanan). Hazard suatu ahan kimia erarti  " *kemungkinan zat kimia terseut untuk menim ulkan $id era +! sed ang kan dal am ah asa ,ndone sia Hazard dit er# emahkan seagai *ahaya. Hazard ereda pengertiannya dengan toksisitas! yang erarti *deskripsi dan kuantifikasi sifat-sifat toksis suatu zat kimia. Hazard dapat ereda tergantung $ara pemaparan zat kimia terseut. isk didefinisikan se aga i *e sar nya kemungkinan sua tu zat kimia untuk menimulkan kera$unan. Hal ini ter utama ter gan tung dari es arn ya dosis ya ng masuk ke dalam tuuh. Penigkatan dosis ditentukan oleh tingginya konsentrasi! lama dan seringnya pemaparan serta $ara masuknya zat terseut ke dalam tuuh. /emakin esar pemaparan terhadap zat kimia semakin esar pula resiko kera$unan. Keamanan suatu xenobiotik perhitungannya sukar dipahami. Hal ini disebabkan perlu memperhi tung kan keamanan deng an menerapkan “factor keamana n”, yang kadang kala merupa kan estimasi ya ng seri ng berlebihan. Manusia tidak da pat di ja di kan hewa n perc obaa n, oleh karena itu terp aksa perhitun gan haru s did asar i esti masi toksisitas dan bahaya terhadap suatu at kimia melalui data yang diperoleh dari hewan percobaan. Karena ada perbedaan antara sifat manusia dengan hewan percobaan maka harus diperhitungkan factor keamanan yang menurut ko nsensus ilmiah sebe sar !"".  T oksiko logi kimia, karsino genesis dan B3/Kiling-Sulis Pag e 1

description

Penjelasan tentang toksikologi kimia dan sampah b3

Transcript of Sampah B3

BAB V

5.a. TOKSIKOLOGI KIMIA dan KARSINOGENSISPENDAHULUAN

Toksikologi adalah studi mengenai efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi meliputi penelitian toksisitas bahan-bahan kimia yang digunakan, misalnya:

1. Di bidang kedokteran, untuk tujuan diagnostik, pencegahan, dan terapeutik.

2.Di bidang industri makanan sebagai zat tambahan langsung maupun tidak langsung.3.Di bidang pertanian sebagai pestisida, zat pengatur pertumbuhan, penyerbuk buatan.

4.Di bidang industri kimia sebagai pelarut, reagen dan sebagainya.

Pencegahan keracunan memerlukan perhitungan terhadap toxicity (toksisitas), hazard (bahaya), risk (resiko), dan safety (keamanan). Hazard suatu bahan kimia berarti : kemungkinan zat kimia tersebut untuk menimbulkan cidera, sedangkan dalam bahasa Indonesia Hazard diterjemahkan sebagai bahaya. Hazard berbeda pengertiannya dengan toksisitas, yang berarti deskripsi dan kuantifikasi sifat-sifat toksis suatu zat kimia. Hazard dapat berbeda tergantung cara pemaparan zat kimia tersebut.Risk didefinisikan sebagai besarnya kemungkinan suatu zat kimia untuk menimbulkan keracunan. Hal ini terutama tergantung dari besarnya dosis yang masuk ke dalam tubuh. Penigkatan dosis ditentukan oleh tingginya konsentrasi, lama dan seringnya pemaparan serta cara masuknya zat tersebut ke dalam tubuh. Semakin besar pemaparan terhadap zat kimia semakin besar pula resiko keracunan. Keamanan suatu xenobiotik perhitungannya sukar dipahami. Hal ini disebabkan perlu memperhitungkan keamanan dengan menerapkan factor keamanan, yang kadang kala merupakan estimasi yang sering berlebihan. Manusia tidak dapat dijadikan hewan percobaan, oleh karena itu terpaksa perhitungan harus didasari estimasi toksisitas dan bahaya terhadap suatu zat kimia melalui data yang diperoleh dari hewan percobaan. Karena ada perbedaan antara sifat manusia dengan hewan percobaan maka harus diperhitungkan factor keamanan yang menurut konsensus ilmiah sebesar 100. Hal ini menyebabkan diterimanya standar pemaparan seperti: Acceptable Daily Intake (ADI), Tolerable Weekly Intake (TWI), Maximal Allowable Concentration, Tolerance level, dan sebagainya.KLASIFIKASI BAHAN TOKSIS

Bahan-bahan toksis dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, tergantung dari minat dan tujuan pengelompokannya. Sebagai contoh pengklasifikaan berdasarkan:

1. Organ targetnya: hati, ginjal, sistem hematopotik, dan lain-lain.

2. Penggunaannya: pestisida, pelarut, aditif makanan, dan lain-lain.

3. Sumbernya: toksik tumbuhan dan binatang.

4. Efeknya: kanker, mutasi, kerusakan hati, dan sebagainya.

5. Fisiknya: gas, debu, cair.

6. Sifatnya: mudak meledak.

7. Kandungan kimianya: amina aromatik, hidrokarbon halogen, dan lain-lain.

Meskipun klasifikasi yang mempertimbangkan komposisi kimiawi dan biologis dari bahan serta karakteristik pemaparan akan lebih bermanfaat untuk tujuan pengendalian dan pengaturan dari pemakaian zat-zat toksik.KARAKTERISTIK PEMAPARAN

Efek toksis atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis, tidak akan dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik.Terjadi tidaknya respon toksik tergantung pada sifat kimia dan fisik dari bahan tersebut, situasi pemaparan , dan kerentanan system biologis dari subjek. Oleh karena itu dapat mengetahui karakteristik lengkap tentang bahaya potensial dan toksisitas dari suatu bahan kimia tertentu perlu diketahui tidak hanya tife efek yang dihasilkan dan dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek tersebut, tetapi juga informasi mengenai sifat bahan kimia sendiri, pemaparannya, dan subjek. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.JALUR MASUK DAN TEMPAT PEMAPARAN

Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia adalah melalui saluran pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti), paru-paru (inhalasi), kulit (topical), dan jalur lainnya.Perkiraan efektivitas melalui jalur lainnya secara menurun adalah:

Inhalasi (Intraperitoneal ( Subkutan ( Intramuskular ( Intradermal (oral ( Topikal

JALUR WAKTU DAN FREKUENSI PEMAPARAN

Pemaparan bahan kimia terhadap binatang biasanya dibagi dalam 4 kategoriyaitu: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Pemaparan akut adalah pemaparan terhadap suatu bahan kimia selama kurang dari 24 jam. Pemaparan akut biasanya berhubungan dengan pemberian tunggal sedangkan subakut, subkronik, dan kronik merupakan pemaparan yang berulang.

Pemaparan subakut adalah pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu satu bulan atau kurang, pemaparan subkronik untuk satu sampai tiga bulan , dan pemaparan kronik untuk lebih dari tiga bulan.Faktor penting lainnya yang berhubungan dengan waktu dalam menjelaskan karakteristik pemaparan adalah frekuensi pemberian. Efek toksis kronik terjadi bila bahan kimia terakumulasi di dalam system biologis (absorbsi melebihi biotrasformasi ekskresi), atau bila menghasilkan efek toksik yang tidak pulih kembali, atau bila tidak cukup dari system biologis untuk melakukan pemulihan dari kerusakan dalam interval frekuensi pemaparan. Bila tingkat eliminasi lebih kecil dari pada tingkat absopsi, bahan toksik biasanya tidak terakumulasi secara tetap, namun mencapai suatu keadaan keseimbangan bila tingkat eliminasi sama dengan tingkat pemberian.INTERAKSI BAHAN KIMIA

Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme seperti perubahan dalam absorpsi, pengikatan protein, dan biotransformasi atau ekskresi dari satu atau dua zat toksik yang berinteraksi.

Efek aditif adalah suatu siatu dimana efek gabungan dari dua bahan kimia sama dengan jumlah dari efek masing-masing bahan bila diberikn sendiri-sendiri( Misalnya : 2 + 3 = 5).

Efek Sinergistik adalah situasi dimana efek gabungan dari dua bahan kimia jauh melampaui penjumlahan dari tiap-tiap bahan kimia bila diberikan secara sendiri-sendiri (misalnya : 2 + 3 = 20).

Potensial adalah keadaan dimana suatu senyawa kimia tidak mempunyai efek toksik terhadap sistem atau organ tertentu, tetapi bila ditambahkan ke bahan kimia lain akan membuat bahan tersebut menjadi jauh lebih toksik (misalnya 0 + 2 = 10).Antagonistis adalah situasi dimana dua bahan kimia bila diberikan secara bersamaan efeknya saling mempengaruhi dalam arti saling meniadakan efek toksik (misalnya : 4 + 6 = 8 atau 4 + 0 = 1).

DOSIS RESPON

Karakreristik pemaparan dan spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi yang dikenal sebagai hubungan dosis respon. Ada beberapa asumsi yang harus dipertimbangkan sebelum hubungan dosis respon dapat sesuai digunakan sebagai berikut ;

1. Respon timbul karena adanya bahan kimia yang diberikan.2. Respon pada kenyataannya berhubungan dengan dosis.

3. Dalam penggunaan dosis respon harus ada metode kuantitatif untuk mengukur dan mengemukakan secara tepat toksisitas dari suatu bahan kimia.

ABSORBSI, DISTRIBUSI, DAN EKSRESI TOKSIKAN

Agar dapat diserap, didistribusikan, dan akhirnya dieksresikan, suatu toksikan harus harus melewati sejumlah membrane sel. Suatu toksikan melewati beberapa membrane sel melalui empat mekanisme;yang terpenting diantaranya adalah difusi pasif lewat membran.

Sebagian besar toksikan melewati membran sel secara difusi pasif sederhana. Laju difusi berhubungan langsung dengan perbedaan kadar yang dibatasi oleh membran itu dan daya larutnya dalam lipid.

Banyak toksikan bersifat mampu mengion. Bentuk ion sering tidak dapat menembus membran sel karena daya lipidnya yang rendah. Sebaliknya bentuk ion-ion cukup larut dalam lipid sehingga dapat menembus membran dengan laju menetrasi yang bergantung pada daya larut lipidnya.

AbsorbsiJalur utama bagi penyerapan toksikan adalah saluran pencernaan, paru-paru, dan kulit.

1. Saluran Cerna

Banyak toksikan dapat masuk ke saluran cerna bersama makanan dan air minum, atau sendiri sebagai obat dan zat kimia, kecuali zat yang kaustik atau amat merangsang mukosa.Lambung merupakan tempat penyerapan yang penting. Terutama untuk asam-asam lemak yang akan berada dalam bentuk ion-ion yang larut dalam lipid dan mudah berdifusi. Sebaliknya basa-basa lemah akan sangat mudsah diserap. Perbedaan dalam absorpsi ini diperbesar lagi oleh adanya plasma yang beredar.

2. Saluran Napas

Tempat utama bagi absorbsi di saluran napas adalah alveoli pori-pori. Hal ini berlaku terutama pada CO, N2O dan SO2 juga berlaku pada uap cairan misalnya: benzene,karbon tetraklorida.

Laju absorbsi bergantung pada daya larut gas dalam darah, semakin mudah larut semakin cepat absorpsinya. Namun, keseimbangan antara udara dan darah ini lebih lambat tercapai untuk zat kimia yang mudah larut, misalnya kloroform, dibandingkan dengan zat kimia yang kurang larut misalnya: etilin. Hal ini terjadi karena suatu zat kiimia yang mudah larut dalam air akan mudah larut dalam darah.

3. Kulit

Pada umumnya, kulit relative impermeable dan karenanya merupakan barrier (penghalang) yang baik untuk memisahkan organisme itu dari lingkungannya. Tetapi beberapa zat kimia dapat diserap lewat kulit dalam jumlah cukup banyak sehingga menimbulkan efek sistemik.

Distribusi

Setelah suatu zat kimia memasuki darah, zat kimia tersebut didistribusikan dengan cepat ke seluruh tubuh. Laju distribusi ke tiap-tiap organ tubuh berhubungan dengan aliran darah di alat tersebut, mudah tidaknya zat kimia melewati dinding kapiler dan membran sel serta afnitas komponen alat tubuh terhadap zat kimia itu.1. BarrierBarrrier darahotak terletak di dinding kapiler. Disana sel-sel endothelial kapiler bertaut rapat sehingga hanya sedikit atau tidak ada pori-pori di antara sel-sel itu.Jadi, toksikan-toksikan harus melewati endothelium kapiler itu sendiri.Secara anatomi barrier plasenta berbeda di antara berbagai spesies hewan. Barrrier plasenta ternyata dapat menghalangi transfer toksikan ke janin sehingga sampai batas tertentu dapat melindungi si janin.

2. Pengikatan dan Penyimpanan

Pengikatan suatu zat kimia dalam jaringan dapat menyebabkan lebih tinggginya kadar dalam jaringan itu. Ada 2 jenis ikatan yaitu: pertama ikatan jenis kovalen (bersifat tidak reversible dan umumnya berhubungan dengan efek toksik yang penting), kedua ikatan non kovalen (ion) biasanya merupakan yang terbanyak bersifat reversible. Ada beberapa jenis ikatan non kovalen yang terbentuk, di antaranya :

*) Protein plasma dapat mengikat komponen fisiologik normal dalam tubuh di samping banyak senyawa asing lainnya.*) Hati dan ginjal memiliki kapasitas yang lebih tinggi untuk mengikat zat zat kimia. Hal ini mungkin berhubungan dengan fungsi metabolik dan ekskretorik hati dan ginjal. Ekskresi

Setelah absorbsi dan distribusi dalam tubuh, toksikan dapat dikeluarkan secara perlahanatau cepat. Toksikan dikeluarkan dalam bentuk asal, sebagai metabolit,dan atau sebagai konjugat.jalur utama ekskresi adalah urine, tetapi hati dan paru-paru juga merupakan alat ekskresi penting untuk zat kimia jenis tertentu.

1. Ekskresi Urine

Ginjal membuang toksikan dari tubuh dengan mekanisme yang sama dengan mekanisme yang digunakan untuk membuang hasil akhir metabolisme faali, yaitu dengan filtrasi glomerulus, difusi tubuler, dan sekresi tubuler.

2. Ekskresi Empedu

Hati juga merupakan alat tubuh yang penting untuk ekskresi toksikan, terutama uuntuk senyawa yang polaritasnya tinggi ( anion dan kation ).Pentingnya jalur empedu untuk ekskresi beberapa zat kimia telah diperlihatkan dengan jelas dalam percobaan yang menunjukan bertambahnya toksistas akut beberapa kalilipat pada hewan yang saluran empedunya diikat.

3. Paru-paru

Zat yang berbentuk gas pada suhu badan terutama diekskresikan lewat paru-paru. Cairan yang mudah menguap juga dengan mudah dikeluarkan lewat udara ekspirasi. Cairan yang mudah larut misalnya: kloroform dan halotan mungkin diekskresikan dengan lambat karena ditimbun dalam jaringan lemak dank arena terbatasnya volume ventilasi. Ekskresi paru-paru terjadi karena difusi sederhana lewat membrane sel.4. Jalur Lain

Saluran cerna bukan jalur utama untuk ekskresi toksikan. Oleh karena lambung dan usus manusia masing-masing mesekresi kurang lebih 3 liter cairan setiap hari, maka beberapa toksikan dikeluarkan bersama cairan tersebut.Hal ini terutama terjadi lewat difusi sehingga lajunya bergantung pada pKa toksikan dan pH lambung dan usus.Umumnya kadar bahan kimia di dalam organ sasaran merupakan fungsi kadar darah. Pengiklatan toksikan dalam jaringan akan menambahkadarnya, sementara barrier jaringan cenderung mengurangi kadarnya. Oleh karena itu kadar dalam darah dapat diukur, terutama pada jangka waktu tertentu.BIOTRANSFORMASI TOKSIKAN

Banyak zat kimia yang menjalani biotransformasi atau transformasi matebolit di dalam tubuh.Tempat yang terpenting untuk proses ini adalah :hati, paru-paru, lambung, usus, kulit, dan ginjal.

Crosby (1998) membagi mekanisme biotransformasi toksikan ke dalam 2 jenis utama yaitu :

1. Reaksi fase I, yang melibatkan reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis

2. Reaksi fase II, merupakan produksi suatu senyawa melalui konjugasi toksikan atau metabolitnya dengan suatu metabolit endogen. Karena itu, biotransformasi adalah suatu proses mengubah senyawa asal menjadi metabolit, kemudian menjadi konyugat.Oleh karena itu biotransformasi dapat dianggap sebagai mekanisme detoksifikasi organisme penjamu. Tetapi perlu diingat bahwa dalam kasus tertentu metabolit dapat lebih toksik daripada senyawa asalnya. Reaksi semacam ini dikenal dengan bioaktivasi.EFEK TOKSIKAN

Efek toksik dari bahan-bahan kimia sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun mekanisme kerjanya.Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan cidera pada tempat yang kena bahan tersebut (efek lokal), bisa juga efek sistemik setelah bahan kimia diserap dan tersebar ke bagian organ lainnya.

Efek toksik dapat bersifat reversibel artinya dapat menghilang dengan sendirinya, diantaranya bila tubuh tepajan dengan kadar rendah dan untuk waktu yang singkat atau ireversibel (efek Nirpulih)yaitu akan menetap atau bertambah parah setelah pajanan toksikan dihentikan diantaranya karsinoma, mutasi, kerusakan saraf, dan sirosis hati atau bila pejanan terjadi dengan kadar yang tinggi dan dalam waktu yang lama.BAHAN KARSINOGENIK ............ MANA ???????????5.b. PP 19/1994, PENGELOLAAN LIMBAH BERBAHAYA DAN BERACUN........

Lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya sehingga tetap mampu menunjang pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Dengan semakin meningkatnya pembangunan di segala bidang, khususnya pembangunan di bidang industri, semakin meningkat pula jumlah limbah yang dihasilkan termasuk yang berbahaya dan beracun yang dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia. Untuk mencegah timbulnya pencemaran lingkungan dan bahaya terhadap kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya, limbah bahan berbahaya dan beracun harus dikelola secara khusus agar dapat dihilangkan atau dikurangi sifat bahayanya.

Limbah adalah bahan sisa pada suatu kegiatan (rumah tangga, industri, pertambangan dan kegiatan lain) dan/atau proses produksi. Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan kesehatan manusia.

Pengelolaan limbah B3 mencakup penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengelolaan limbah B3 serta penimbunan hasil pengolahan tersebut.

Penghasil limbah B3 adalah setiap orang atau badan usaha yang menghasilkan limbah B3 dan menyimpan sementara limbah tersebut di dalam lokasi kegiatannya sebelum limbah B3 tersebut diserahkan kepada pengumpul atau pengolah limbah B3. Pengumpul limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengumpulan limbah B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan untuk diserahkan kepada pengolah limbah B3. Pengolah limbah B3 adalah badan usaha yang mengoperasikan sarana pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan akhir hasil pengolahannya.

Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun, atau memungkinkan agar limbah B3 dimurnikan dan/atau didaur ulang. Proses tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yang sesuai, seperti stabilisasi dan solidifikasi, insinerasi, penimbunan (landfill) netralisasi. Apabila teknologi tersebut tidak dapat diterapkan, maka harus digunakan teknologi terbaik yang tersedia yang dapat mengolah limbah tersebut, seperti pertukaran ion dan "sel membrane". Dalam pengertian daur ulang (recycling) meliputi proses pengolahan dengan cara perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse).

Pengangkut limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengangkutan limbah B3. Pengangkutan limbah B3 adalah proses pemindahan limbah B3 dari penghasil ke pengumpul dan/atau ke pengolah termasuk ke tempat penimbunan akhir dengan menggunakan alat angkut.

Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi sifat bahaya dan beracun limbah B3 agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Karakteristik limbah B3: (berikan contoh)a. mudah meledak;

b. mudah terbakar;

c. bersifat reaktif;

d. beracun;

e. menyebabkan infeksi;

f. bersifat korosif, dan

g.limbah lain yang apabila diuji dengan metode toksikologi dapat diketahui termasuk dalam jenis limbah B3.

Langkah pertama yang dilakukan dalam pengelolaan limbah B3 adalah mengklasifikasikan limbah dari penghasil tersebut apakah termasuk limbah B3 atau tidak. Pengklasifikasian ini akan memudahkan proses pengolahan. Untuk mengklasifikasi limbah, maka karakteristik limbah harus diidentifikasi melalui tahap-tahap berikut ini:

a.identifikasi jenis limbah yang dihasilkan;

b.mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3, dan apabila cocok dengan daftar jenis limbah B3, maka limbah tersebut termasuk limbah B3;

c.apabila tidak cocok dengan daftar jenis limbah B3, maka periksa apakah limbah tersebut memiliki karakteristik : mudah meledak atau mudah terbakar atau beracun atau bersifat reaktif atau menyebabkan infeksi atau bersifat korosif. Apabila tidak memiliki karakteristik sebagaimana tersebut huruf c, maka dilakukan uji toksikologi.

Jenis limbah B3 meliputi:

a.Limbah B3 dari sumber tidak spesifik, yaitu limbah B3 yang berasal bukan dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, inhibitor korosi, pelarutan kerak, pengemasan, dan lain-lain.

b.Limbah B3 dari sumber spesifik, yaitu limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan tertentu.

c.Limbah B3 dari bahan kimia kadaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi karena tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat dimanfaatkan kembali.

Setiap orang atau badan usaha dilarang membuang limbah B3 secara langsung ke dalam air, tanah atau udara. Pembuangan limbah B3 ke dalam tanah, air atau udara setelah pengolahan harus memenuhi persyaratan pengolahan dan penimbunan limbah B3.

Penghasil limbah B3 wajib melakukan pengolahan limbah B3 baik dilakukan sendiri ataupun diserahkan langsung kepada pengolahan limbah B3 atau melalui pengumpul limbah B3. Pengumpul dilarang melakukan kegiatan pengumpulan apabila pengolah limbah B3 belum tersedia.

Pengelolaan limbah radio aktif dilakukan oleh instansi yang bertanggungjawab atas pengelolaan radio aktif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dihasilkannya paling lama sembilan puluh hari sebelum menyerahkannya kepada pengumpul atau pengolah limbah B3.

Penyimpanan dilakukan di tempat penyimpanan yang dibuat khusus, dirancang sesuai dengan karakteristik dan kapasitas yang sesuai dengan jumlah limbah B3 yang akan disimpan sementara dan memenuhi syarat sebagai berikut:

a.lokasi tempat penyimpanan yang bebas banjir, secara geologi dinyatakan stabil;

b.perancangan bangunan disesuaikan dengan karekteristik limbah dan upaya pengendalian pencemaran.

Misalnya limbah B3 yang reaktif (reduktor kuat) tidak dapat dicampur dengan asam mineral pengoksidasi karena dapat menimbulkan panas, gas beracun, dan api.)

Penghasil limbah B3 wajib membuat dan menyimpan catatan tentang:

a. jenis, karakteristik, jumlah dan waktu dihasilkannya limbah B3;

b. jenis, karakteristik, jumlah, dan waktu penyerahan limbah B3;

c. nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman kepada pengumpul atau pengolah limbah B3.

Catatan di atas digunakan untuk:

a.Inventarisasi jumlah limbah B3 yang dihasilkan;

b.Sebagai bahan evaluasi di dalam rangka penetapan kebijakan pengelolaan limbah B3.

Penghasil limbah B3 dapat bertindak sebagai pengumpul limbah B3.

Pengumpul limbah B3 wajib memenuhi persyaratan:

a. memperhatikan karekateristik limbah B3;

b.mempunyai laboratorium yang dapat mendeteksi karakteristik limbah B3;

c. mempunyai lokasi minimum satu hektar;

d. memiliki fasilitas untuk penanggulangan terjadinya kecelakaan;

e.konstruksi dan bahan bangunan disesuaikan dengan karakteristik limbah B3;

f.lokasi tempat pengumpulan yang bebas banjir, secara geologi dinyatakan stabil, jauh dari sumber air, tidak merupakan daerah tangkapan air dan jauh dari pemukiman atau fasilitas umum lainnya.

Pengumpul limbah B3 wajib membuat catatan tentang:

a.jenis, karakteristik, jumlah limbah B3 dan waktu diterimanya limbah B3 dari penghasil limbah B3;

b.jenis, karakteristik, jumlah, dan waktu penyerahan limbah B3 kepada pengolah limbah B3;

c.nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman kepada pengumpul dan kepada pengolah limbah B3.

Penghasil dan pengumpul limbah B3 wajib menyampaikan catatan di atas minimal sekali dalam enam bulan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.

Pengumpul limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dikumpulkannya selama sembilan puluh hari sebelum diserahkan kepada pengolah limbah B3. Pengumpul limbah B3, bertanggungjawab terhadap limbah B3 yang dikumpulkan dan disimpannya. Pengangkutan limbah B3 dapat dilakukan badan usaha yang melakukan kegiatan pengangkutan limbah B3.

Penghasil limbah B3 dapat bertindak sebagai pengangkut limbah B3. Penyerahan limbah B3 oleh penghasil atau pengumpul kepada pengangkut wajib disertai dokumen limbah B3. Pengangkut limbah B3 wajib memiliki dokumen limbah B3 untuk setiap kali mengangkut limbah B3.

Bentuk dokumen yang dimaksud ditetapkan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Perhubungan. Pengangkut limbah B3 wajib menyerahkan limbah B3 dan dokumen limbah B3 kepada pengumpul atau pengolah limbah B3 yang ditunjuk oleh penghasil limbah B3.

Pengangkutan limbah B3 dilakukan dengan alat angkut khusus yang memenuhi persyaratan dan tata cara pengangkutan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengolah limbah B3 wajib membuat analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan untuk menyelenggarakan kegiatannya baik secara sendiri maupun secara terintegrasi dengan kegiatan utamanya.

Pengolah limbah B3 yang mengoperasikan insinerator wajib mempunyai:

a) insnerator dengan spesifikasi sesuai dengan karakteristik dan jumlah limbah yang diolah;

b) alat pencegahan pencemaran udara untuk memenuhi standar emisi cerobong, efisiensi pembakaran yaitu 99,99% dan efisiensi penghancuran dan penghilangan sebagai berikut:

1.efisiensi penghancuran dan penghilangan untuk Polyorganic hydrocarbons (POHCS) 99.99%

2.efisiensi penghancuran dan penghilangan untuk Polychiorinated biphenyl (PCBS) 99.9999%

3.efisiensi penghancuran dan penghilangan untuk Polychiorinated dibenzofurans 99.9999%

4.efisiensi penghancuran dan penghilangan untuk Polychiorinated dibenzo-p-dioxins 99.9999%

c) Residu dari proses pembakaran pada abu insinerator harus ditimbun dengan mengikuti ketentuan tentang stabilisasi dan solidifikasi atau penimbunan (landfill)

Pengolah limbah B3 yang melakukan pengolahan stabilisasi dan solidifikasi wajib memenuhi ketentuan :

a) bahan pencampur harus dapat mengikat bahan berbahaya dan beracun sehingga menurunkan sifat racun dan/atau sifat bahayanya sampai nilai ambang batas yang telah ditetapkan;

b) hasil stabilisasi dan solidifikasi harus dianalisa dengan prosedur ekstraksi untuk menentukan mobilitas senyawa organik dan anorganik (Toxicity Characteristic Leaching Procedure)

Pengolah limbah B3 yang melakukan pengolahan secara fisika dan kimia yang menghasilkan :

a. limbah cair, maka limbah cair tersebut wajib memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air;

b.limbah gas dan debu, maka limbah gas dan debu tersebut wajib memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pengendalian pencemaran udara dan keselamatan kerja;

c.limbah padat, harus mengikuti ketentuan tentang stabilisasi dan sollidifikasi, dan/atau penimbunan, dan/atau insinerator

Pengolah limbah B3 yang melakukan pengolahan dengan cara penimbunan wajib memenuhi ketentuan :

a.pemilihan lokasi untuk penimbunan harus memenuhi syarat :

1. bebas dari banjir;

2.permeabilitas tanah maksimum 10 pangkat negatif 7 cm per detik;

3.merupakan lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi pembuangan limbah atau lokasi industri berdasarkan rencana penataan ruang;

4. merupakan daerah yang secara geologi dinyatakan stabil;

5. tidak merupakan daerah resapan air tanah yang khususnya digunakan untuk air minum;

b.penimbunan harus dibangun dengan menggunakan sistem pelapisan rangkap dua yang dilengkapi dengan saluran untuk pengaturan aliran air permukaan, pengumpulan air lindi dan pengolahannya, sumur pantau dan lapisan penutup akhir yang telah disetujui Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

c.penimbunan yang sudah penuh harus ditutup dengan tanah, dan selanjutnya peruntukan tempat tersebut tidak dapat dijadikan pemukiman atau fasilitas lainnya

Terhadap lokasi bekas pengolahan dan bekas penimbunan limbah B3, pengolah termasuk penimbun wajib melaksanakan hal-hal sebagai berikut :

a. lokasi tersebut dilapisi pada bagian paling atas dengan cara menutup dengan tanah yang mempunyai ketebalan minimum 0,60 meter;

b. dipagar dan diberi tanda tempat penimbunan limbah B3;

c. melakukan pemantauan air bawah tanah dan menanggulangi dampak lainnya yang mungkin timbul akibat keluarnya limbah B3 ke lingkungan, selama minimum tiga puluh tahun terhitung sejak ditutupnya seluruh fasilitas pengolahan dan penimbunan limbah B3; Setiap badan usaha yang melakukan kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pengolahan termasuk penimbunan akhir limbah B3 wajib memiliki izin sebagai berikut : a. Dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan untuk kegiatan pengumpulan atau pengolahan termasuk penimbunan akhir;

b. Dari Menteri Perhubungan untuk kegiatan pengangkutan setelah mendapat pertimbangan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.

Kegiatan pengolahan limbah B3 yang terintegrasi dengan kegiatan pokok wajib memperoleh izin operasi alat pengolahan dan penyimpanan limbah B3 yang dikeluarkan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dan dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Persyaratan untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut :

a. memiliki akte pendirian sebagai badan usaha yang berbentuk badan hukum, yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang;

b. nama dan alamat badan usaha yang memohon izin;

c. kegiatan yang dilakukan;

d. lokasi tempat kegiatan;

e. nama dan alamat penanggung jawab kegiatan;

f. bahan baku dan proses kegiatan yang digunakan;

g. spesifikasi alat pengolah limbah B3;

h. jumiah dan karakteristik limbah B3 yang dikumpulkan, diangkut atau diolah;

i.tata letak saluran limbah, pengolahan limbah, dan tempat penampungan sementara limbah B3 sebeium diolah dan tempat penimbunan setelah diolah; j. alat pencegahan pencemaran untuk limbah cair, emisi, dan pengolahan limbah B3;

lzin lokasi pengolahan limbah B3 diberikan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sesuai rencana tata ruang setelah mendapat rekomendasi dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.

Rekomendasi didasarkan pada hasil penelitian tentang dampak lingkungan dan kelayakan teknis seperti geohidrologi dari lokasi yang diusulkan.

Untuk kegiatan pengolahan limbah B3 wajib dibuatkan analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan.

Dokumen analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan diajukan bersama dengan permohonan izin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.

Keputusan mengenai permohonan izin diberikan selambat-lambatnya tiga puluh hari kerja terhitung sejak disetujuinya rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan oleh instansi yang bertanggung jawab.

Syarat dan kewajiban tersebut dalan rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan yang telah disetujui oleh instansi yang bertanggung jawab merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari izin

Apabila penghasil limbah B3 juga bertindak sebagai pengolah limbah B3 dan lokasi pengoiahannya sama dengan lokasi kegiatan utamanya, maka analisis dampak iingkungan untuk kegiatan pengolahan limbah B3 dibuat secara terintegrasi dengan analisis dampak lingkungan untuk kegiatan utamanya.

Apabila pengolahan limbah B3 dilakukan oleh penghasil limbah.B3 di lokasi kegiatan utamanya, maka hanya rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan yang telah disetujui oleh instansi yang bertanggung jawab yang diajukan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan bersama dengan permohonan izin

Keputusan mengenai permohonan izin diberikan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan selambat-lambatnya tiga puluh hari kerja terhitung sejak diterimanya rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan yang telah di setujui oleh instansi yang bertanggung jawab di bidangnya.

Syarat dan kewajiban tersebut dalam rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari izin Apabila penghasil limbah B3 juga bertindak sebagai pengolah limbah B3 dan lokasi pengolahannya berbeda dengan lokasi kegiatan utamanya, maka terhadap kegiatan pengolahan limbah B3 tersebut beriaku ketentuan mengenai pengolahan limbah B3 dalam Peraturan Pemerintah ini.

Setiap orang atau badan usaha dilarang memasukkan limbah B3 dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia

Pengangkutan limbah B3 dari luar negeri melalui wilayah Negara Republik Indonesia wajib dilakukan dengan memberitahukan terlebih dahulu secara tertulis kepada Pemerintah Republik Indonesia

Pengiriman limbah B3 ke luar negeri dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah negara penerima dan mendapatkan izin tertulis dari Pemerintah Republik Indonesia Setiap badan usaha yang melakukan kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan termasuk penimbunan limbah B3 dilarang melakukan pengenceran untuk maksud menurunkan daya racun limbah B3. Setiap kemasan limbah B3 wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan menetapkan simbol dan label

Pengawasan pengelolaan limbah B3 dilakukan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dengan memperhatikan ketentuan

Pengawasan meliputi pemantauan penaataan persyaratan serta ketentuan teknis dan administratif oleh penghasil, pengumpul, pengangkut, pengolah termasuk penimbun limbah B3

Pengawas dalam melaksanakan pengawasan pengelolaan limbah B3 dilengkapi tanda pengenal dan surat tugas yang dikeluarkan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Pengawas berwenang

a.memasuki areal lokasi penghasil, pengumpulan, pengolahan termasuk penimbunan akhir limbah B3;

b.mengambil contoh limbah B3 untuk diperiksa di laboratorium;

c.meminta keterangan yang berhubungan dengan pelaksanaan pengelolaan limbah B3;

d.melakukan pemotretan sebagai kelengkapan laporan pengawasan

Penghasil, pengumpul, pengangkut, pengolah termasuk penimbun limbah B3 wajib membantu petugas pengawas dalam melakukan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.

Badan Pengendaiian Dampak Lingkungan menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 secara berkala sekurangkurangnya satu kaii dalam satu tahun kepada Presiden dengan tembusan kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Menteri yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup mengevaluasi laporan tersebut guna menyusun kebijaksanaan pengelolaan limbah B3

(1)Untuk menjaga kesehatan pekerja dan pengawas yang bekerja di bidang pengelolaan limbah B3, dilakukan uji kesehatan secara berkala

(2)Uji kesehatan pekerja diselenggarakan oleh pengelola limbah B3

(3)Uji kesehatan bagi pengawas pengelolaan limbah B3 diselenggarakan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang kesehatan tenaga kerja

Penghasil, pengumpul, pengangkut, dan pengolah limbah B3 bertanggung jawab atas penanggulangan kecelakaan dan pencemaran lingkungan akibat lepas atau tumpahnya limbah B3, yang menjadi tanggung jawabnya

Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan kecelakaan dan pencemaran ditetapkan dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

Penghasil, pengumpul, pengangkut, dan pengolah limbah B3 wajib segera menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan akibat kegiatannya

Apabila penghasil, pengumpul, pengangkut, dan pengolah limbah B3 tidak melakukan penanggulangan atau menanggulangi tetapi tidak sebagaimana mestinya, maka Badan Pengendalian Dampak Lingkungan atau pihak ketiga dengan permintaan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dapat melakukan penanggulangan dengan biaya yang dibebankan kepada penghasil, pengumpul, pengangkut, dan/atau pengolah limbah B3 yang bersangkutan Pengangkut limbah B3 yang melanggar ketentuan Pasal 17 dikenakan sanksi menurut ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perhubungan.

Apabila pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini telah dilakukan pembuangan dan/atau penimbunan limbah B3 yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini, maka setiap orang atau badan usaha yang menghasilkan, mengumpulkan, mengangkut, atau mengolah limbah B3 baik masing-masing maupun bersama-sama secara proporsional wajib melakukan pembersihan dan/atau pemulihan lingkungan dalam jangka selambat-lambatnya lima tahun Apabila orang atau badan usaha menghasilkan, mengumpulkan, mengangkut, atau mengolah limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak melakukan pembersihan dan pemulihan lingkungan, maka Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dapat melakukan atau meminta pihak ketiga melakukan pembersihan dan pemulihan lingkungan dengan biaya yang dibebankan kepada orang atau badan usaha yang menghasilkan, mengumpulkan, mengangkut dan mengolah limbah B3 baik secara sendiri maupun bersama-sama secara proporsional

Setiap orang atau badan usaha yang sudah melakukan kegiatan pengumpulan, ataupun pengolahan pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, wajib meminta izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun terhitung sejak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

Bogor, Juli 2014Guru Mata Pelajaran,

(Sulistiowati)Wawancara : dg Guru APL yi Ibu Cici1. Pengertian Limbah B3 dan Karsinogenik

2. Pengolahan, Penyimpanan dan penanganan pertama

3. Contoh Logam B3

4. MSDs

5. Jika terjadi tumpahan, dg penambahan basa jk HCl tumpah

Toksikologi kimia, karsinogenesis dan B3/Kiling-SulisPage 17