Salam hangat para pembaca Geospasial, · PDF filemuncul masa kejayaan Cina. Pada kelompok...
-
Upload
hoangxuyen -
Category
Documents
-
view
256 -
download
6
Transcript of Salam hangat para pembaca Geospasial, · PDF filemuncul masa kejayaan Cina. Pada kelompok...
Salam hangat para pembaca Geospasial,
Edisi April tahun 2014 kembali menyapa pembaca, membuka wawasan dan memberikan informasi terkini dari
lingkup pandangan para geograf. Tahun 2014 menjadi titik awal yang baru, seperti sudah muncul pimpinan
baru di Fakultas dan Departemen Geografi yakni Dekan yang baru adalah Dr. Abdul Haris dan Ketua Departe-
men Geografi yang baru adalah Dr. Djoko Harmantyo. Spesial kado untuk Geografi adalah berhasil diraihnya
akreditasi Program S2 Geografi dari BAN-PT untuk 5 tahun mendatang. Hasil karya mahasiswa S2 Geografi dan
alumni S2 Geografi menjadi juga menu utama di Majalah Geospasial Edisi April 2014.
Alumni S1 Geografi tidak ketinggalan ambil bagian juga memberikan kontribusi baik tulisan maupun pengala-
man kerja sesuai bidang masing-masing. Mulai alumni Angkatan 81, hingga alumni angkatan 2008 yang
menceritakan kiprahnya mengajar di Indonesia Timur.
Sebagai institusi pendidikan Departemen Geografi juga menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah, yakni
Badan Informasi Geospasial sebagai langkah dari pelaksanaan pemanfaatan peta secara baik dan benar serta
penelitian-penelitian dan UI sebagai tempat pengembangan sumber daya manusia khususnya bidang
informasi Geospasial.
Terbitan kali juga memberikan informasi tentang kegiatan pengabdian masyarakat dari dosen Geografi dalam
pemanfaatan ruang pekarangan untuk meningkatan ekonomi pedesaan.
Akhir kata selamat membaca, dan sukses selalu dalam pekerjaan dan berkarya membangun bangsa dan
negara.
Salam Redaksi
DARI REDAKSI
Volume 12 / No. 1 / April 2014
TIM REDAKSI Penasehat - Dr. Rokhmatuloh, M.Eng Readksi - Adi Wibowo, Iqbal Putut Ash Shidiq, Laju Gandharum, Ratri Candra, Weling Suseno, Rendy P, Ardiansyah Staf Ahli - Astrid Damayanti, Sugeng Wicahyadi, Supriatna, Triarko Nurlambang Alamat Redaksi - Departemen Geografi FMIPA UI, Kampus UI Depok Diterbitkan oleh: Forum Kounikasi Geografi Universitas Indonesia Redaksi menerima artikel/opini/pendapat dan saran dari pembaca, utamanya berkaitan dengan masalah keruangan.
DAFTAR ISI
Dari Redaksi Daftar Isi - 01 Saat Cina Atur Dunia: Akhir Kedigdayaan Barat dan Kemunculan Orde Global Baru - 02
Pembangunan Ekonomi Dalam Perspektif Geografi - 10 Peran Informasi Geospasial dalam Pembangunan Bangsa - 14
Pemanfaatan Data Spatial Wilayah Banjir dalam Perencanaan Pembangunan - 15 Penataan Ruang Wilayah Pesisir dan Laut Berbasis Lingkungan Hidup - 17 MP3EI Pada Dua Dasar Penguat - 23 Optimalitas Penggunaan Lahan Bagi Pengembagan Daerah Perkotaan dalam Mendukung Implementasi “MP3EI HIJAU” (Studi Kasus Jabodetabek) - 29
Dinamika Pemahaman Ekonomi Regional dan Geografi Ekonomi - 35 Petroleum System dan Aspek Potensi pada Cekungan Kutai Basin Bagian Selatan - 43
Bagaimana WhatsApp dan Google Map Mengubah Cara Survey - 50 Desa Sedari-Karawang - 51 Pemberdayaan Keluarga Miskin Melalui Pemanfaatan Lahan Pekarangan di Desa Senanghati Kecamatan Malingping Kabupaten Lebak Provinsi Banten - 54 Dr. Djoko Harmantyo Ketua Departemen Geografi FMIPA UI (2014-2018) - 58
Heart of Borneo: “Paru-Paru” Dunia di Hamparan Negara Serumpun - 60 Sepenggal Kisah: Geliat Pendidikan Dari Tanah Saruma, Kie Raha - 67 Minggu Pagi di Lorong Tun Ismail - 69 Berburu Kuliner di Negeri Jiran - 71
Volume 12 / No. 1 / April 2014
OPINI
Judul Asli:
WHEN CHINA RULES THE WORLD: The End of The Western World and the Birth of a New Global Order
Oleh Martin Jacques
The Penguin Press, New York, 2009 ; 550 halaman; 13 peta, 7 tabel, 53 grafik; ISBN 978-1-59420-185-1
Pendahuluan
Buku ini mengungkapkan bagaimana seseorang dapat
memahami situasi Cina mengatur dunia. Sebagaimana
diketahui dunia telah dibawa ratusan tahun oleh
kehidupan Barat dengan kehidupan modernnya. Kaum
Konservatif memperkirakan pada tahun 2027, Cina
akan mengambil-alih Amerika Serikat sebagai negara
ekonomi terbesar dunia. Cina memperluas cakrawala
diluar batas lingkup ekonomi sebelumnya; bahkan di
tahun 2050, Cina akan melipat-gandakan ekonomi
lebih besar dari Amerika menguasai dunia saat ini.
Dampak sosial, budaya dan politik Cina meningkat
bersama komunitas dunia hingga batasan yang
menakjubkan, namun sedikit yang baru dipahami
tentang hal ini.
Melalui bahasan sejarah, Penulis mengungkapkan
pendapat yang menganulir bahwa Cina akan menjadi
negara seperti Amerika. Cina memiliki sejarah panjang
dan kaya sebagai negara madani, serta 94%
penduduknya percaya bahwa mereka adalah satu ras,
yaitu keturunan Han. Selama ratusan tahun sistem
tributary menghantar kepada kerajanaan kelas
menengah. Cina menempatkan diri di pusat dari
wilayah Asia timur. Penulis berpendapat sistem
tributary lama ini akan merubah dunia dalam bentuk
modern. Gagasan kontemporer dari strata rasial akan
disimpulkan dan Cina yang matang dalam superioritas
akan muncul.
Secara umum, tulisan Jacques dibagi dalam dua
kelompok: berakhirnya pengaruh Dunia Barat dan
muncul masa kejayaan Cina. Pada kelompok pertama
diungkapkan beberapa aspek tentang (i) sejarah
perkembangan kemunculan dunia modern Barat, (ii)
Jepang dengan keBaratannya, (iii) ke’aib’an Cina dan
(iv) Pertaruhan modernitas. Pada kelompok kedua,
dijabaran tentang: (i) Cina sebagai Ekonomi
berkekuatan besar, (ii) Negara madani, (iii) Mentalitas
Kerajaan Menengah, (iv) Cina sebagai Kekuatan Global
Baru, (v) Cina Atur Dunia, dan (vi) kecirian Cina.
Kompetisi Aliran Barat, Jepang dan Cina
Pada pertengahan abad 19, supremasi Eropa terhadap
Asia Timur semakin mantap. Dimulai dengan perang
Opium Antar Inggeris dan Cina, sekitar tahun 1839-42,
bahkan diduga lebih pagi dari ranah waktu tersebut.
Keraguan waktu tersebut didasarkan sebagian pada
sejarah Cina sewaktu Dynasty Ming (1368-1644),
terutama setelah Dynasty Song yang genius
(960-1279); dimana memberangus hampir semua jejak
innovatif, Penulisan Dynasty Qing (1644)-1912)
menyiratkan bahwa Cina telah memiliki sejarah
panjang dalam dunia sains dan teknologi yang
terkubur, berserakan dalam unggulan masa silam dan
kehilangan kecepatan tumbuh sebagai akibat dari
kepiawaian yang terpendam. Waktu berlalu puluhan
hingga ratusan tahun dimana Eropa meninggalkan
Cina, jauh dibelakang.
Eropa, berlainan dengan Cina saat itu, di tahun 1400an,
mulai menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang lebih
dinamis, sementara pemikiran intelektual di jaman
Renaisans memberikan beberapa landasan bagi
revolusi industri dan sains. Pada permulaan abad 19
ada suatu mitos dibalik pemikiran bahwa Eropa
mengalami dominasi luar biasa dan kesuksesan yang
tidak terduga. Hasil secara umum telah memberi
kecenderungan dan hampir seluruh dunia
mempercayai bahwa Eropa mengungguli Cina dan
Cina sendiri menurun.
SAAT CINA ATUR DUNIA: AKHIR KEDIGDAYAAN BARAT
DAN KEMUNCULAN ORDE GLOBAL BARU Oleh: Raldi Hendro Koestoer
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Pemikiran bahwa Eropa
mengungguli Cina dan Jepang
telah menantang para sejarawan.
Kaoru Sugihara mengemukakan,
jauh dari penurunan setelah
tahun1600an, melalui peristiwa
tiga abad, muncul ‘keajaiban Asia
Timur’, yang berlandaskan pada
pemanfaatan intensif tenga kerja
dan pertumbuhan ekonomi pasar;
ini dimaksudkan sebagai ‘revolusi
ke-industrian’. Sebagai
pencapaian ekonomi menyusul
setelah ‘keajaiban Bangsa Eropa’
dengan industrialisasi.
Disebutkan bahwa pertanian
Jepang menerapkan kapasitas
innovasi yang terjadi jauh
sebelum Restorasi Meiji tahun
1868, khususnya dalam tanaman
pangan dan produktivitas yang
menunjang pertumbuhan
penduduk. Adam Smith
menjabarkan bahwa Cina
mengungguli Eropa di akhir abad
19. Kontribusi hasil panen Cina di
pasar, dengan jarak yang jauh,
dipertimbangkan melampaui
kinerja Eropa. Hal ini disebabkan
oleh ketiadaan feodalisme.
Life Expectancy Eropa, sebagai
ukuran kemakmuran, tidak
melebihi Cina sampai akhir abad
19. Paul Bairoch mencatat tingkat
pendapatan perkapita Cina diatas
Eropa pada tahun 1800,
sementara Asia secara
keseluruhan berada di bawah
Eropa Barat, tetapi di atas Eropa.
Dalam kaitan ini, perlu
dipertimbangkan kondisi tanah
yang luas dengan jumlah
penduduk yang besar. Dalam
tahun 1820, jumlah penduduk
Cina adalah 381 juta orang,
sementara jumlah penduduk
Eropa Barat hanya 133 juta orang
dan Eropa keseluruhan adalah 169
juta orang. Tentunya tingkat
perkembangan ekonomi dan
kebutuhan hidup antar wilayah
sangat bervariasi ; wilayah yang
paling maju di Cina, yaitu Delta
Yangzi, setara dengan daerah
yang paling makmur di Eropa
Barat Laut, seperti Inggeris pada
akhir abad 18.
Sekitar tahun 1800, daerah yang
sangat padat penduduk di Cina
dan Eropa, menghadapi situasi
yang sulit untuk menunjang
pertumbuhan penduduknya.
Masalah utama adalah, sandang,
pangan, bahan bakar dan pasokan
yang pada gilirannya menjadikan
kelangkaan terhadap tanah dan
hutan. Di sekitar sungai Kuning
dan Yangzi, wilayah nya sangat
subur dan harus menunjang
kebutuhan penduduk yang besar
sehingga saat ini merujuk pada
pemanfaatan lahan yang
berlebihan. Dalam kaitan ini,
Eropa, khususnya Inggeris dapat
mensolusikan kendala pertanahan
dibanding Cina. Pertama, Inggeris
menemukan batubara dalam
jumlah besar yang dapat
menggantikan keterbatasan kayu
dan bahan bakar. Kedua,
Kolonisasi dunia baru, yaitu
Karibia dan Amerika Utara, yang
menyediakan lahan yang luas
dengan tenaga kerja murah
sebagai budak, jumlah pangan
dan bahan baku melimpah.
Transformasi Eropa telah
dibedakan oleh individualisme.
Pakar sejarah dan anthropologi,
Alan Macfarlane mengutarakan
bahwa individualisme adalah
suatu pandangan masyarakat
yang dibangun dari nilai
ke-otonomian, individu terpisah,
dan nilai ke-individuan tersebut
lebih penting ketimbang
pendapat kelompok komunitas
yang lebih besar. Sangat berbeda
dengan budaya Asia Timur dan
Selatan, dimana pendapat
komunitas lebih memiliki arti,
ketimbang pendapat individu.
Amerika muncul sebagai metafora
baru untuk modernitas. Secara
sepintas, Amerika cenderung
dikelompokkan sama dengan
Eropa, padahal keduanya relatif
berbeda. Para pemukim pertama
di Amerika berasal dari orang-
orang Eropa pada tahun 1607.
Sampai tahun 1790, jumlah
penduduknya 3.929.000 orang,
dimana 698.000 orang adalah
bukan yang dipertimbangkan
bukan kelompok masyarakat
Amerika. Diantara 80% kulit putih
berasal dari Inggris, dan sisanya
adalah Jerman dan Belanda.
Gelombang pemukim Eropa yang
kemudian, membentuk nilai,
kepercayaan, kebiasaan,
pengetahuan dan kebudayaan.
Berbeda dengan Eropa,
kapitalisme dibentuk oleh
anteseden feodal; pemukim tidak
dibatasi oleh struktur sosial atau
customs yang ada. Bangsa Eropa
mempunyai rasa kepemilikan
terhadap teritori dan tempat;
sementara bangsa Amerika tidak
demikian. Mereka lebih bebas
menentukan aturan dan
desainnya sendiri.
Jepang adalah negara Asia
pertama yang mengalami
industrialisasi pada abad 19.
Jepang cenderung meniru Barat
dalam beragai standar.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Proses industrialisasi pesat bermula sebelum tahun
1914 dan sebelum 1939; tahun 1945, Jepang menjajah
sebagian besar Asia Timur. Di tahun 1980an, GDP per
kapita nya melampaui tingkat sebagian besar negara
Eropa. Tidak mengherankan pengaruh model ‘take-off’
ekonomi nya pada akhir 1950an dikenal sebagai macan
Asia Timur. Jika ingin memahami modernitas Asia
alamiah, Jepang adalah contoh yang tepat. Jepang
dibentuk oleh 2 momentum pengikatan: (i) Cina pada
abad 5 dan 6, dan (ii) Barat pada abad 19 dan 20.
Menurut sejarah mulanya, Jepang dipengaruhi dari
kemiripan Cina. Sebelum ada keterkaitan dengan Cina,
Jepang tidak memiliki sistem tulisan sendiri, tetapi
kemudian mengadopsi karakter huruf Cina dan
menggabungkan dengan ciptaannya sendiri. Dalam
proses, tradisi literasi Cina menjadi salah satu landasan
utama budaya Japang. Taoisme, Budisme dan
Konfusianisme berasala dari Cina dan masuk ke Jepang
melalui Korea. Dalam berabad-abad pengaruh
Pengaruh Cina melanda Jepang dan terakhir
digantikan oleh Barat dengan Restoraasi Meiji 1968.
Jepang hidup dibelakang bayang-bayang Cina sekitar
14 abad.
Cina dan Jepang, kedua nya diatur dalam keluarga
imperial. Namun keduanya memiliki perbedaan yang
nyata. Pertama, dynasty Cina dapat berganti; dimana
ada 36 dysnasty dalam sejarah Cina. Berbeda dengan
CIna, keluarga imperial Jepang dipandang sebagai
sakral. Keluarga yang sama dapat menduduki sekitar
1700 tahun dalam sejarah. Kedua, Sementara Dynasty
Cina memegang kekuatan absolut, Imperial Jepang
tidak demikian. Hanya sepertiga sejarahnya keluarga
imperial Jepang mengatur nama dan realitas. Sebagian
besar sejarahnya diatur dalam 2 atau 3
kepemerintahan, yang dalam prakteknya adalah
membagi kekuatan. Hal yang sangat tipikal adalah
dual kepemerintahan, kekuatan politik apakah
dikontrol oleh syoguns (kepala militer) atau oleh
perdana menteri atau bahkan oleh kepala penasehat
yang ditunjang oleh kekuatan militer.
Tawaran berdagang Inggeris terhadap Cina berakhir
dengan peperangan. Atas perintah King George III,
Delegasi Perdagangan Inggeris pertama ke Cina
berangkat dari London 1792. Pertemuan di bulan
September 1793 berusaha untuk membuka pelabuhan
baru selain Canton (Guangzhou) sebagai tempat
berdagang. Qianglong menyatakan bahwa Cina tidak
akan meningkatkan perdagangan dengan asing karena
tidak membutuhkan barang dari asing. Missi dagang
Inggeris gagal. East India Company, pada saat Duta
Besar Macartney ke Beijing, mulai expor opium dari
India ke Cina dan menunjukkan keuntungan yang
sangat besar. Pada tahun 1829. Pemerintah Cina
menghentikan impor opium. Hubungan dagang
menurun, Inggeris memulai Perang Opium/ Candu
pertama (1839-42) dan memborbardir Cina Selatan.
Dalam Traktat Nanjing, Cina ditekan untuk melepaskan
Hongkong.
Cina mulai membentuk kemodernannya berabad-abad
sebelum Kristus lahir. Tepatnya dikala Dynasty Qin
(Qin Shihuangdi, 221-206 sebelum masehi/ Before
Christ, BC). Batas luasan kerajaan Qin adalah bagian inti
daratan Cina, memanjang sampai ke Vietnam di
Selatan, sepanjang Tembok Cina di Utara, termasuk
wilayah padat penduduk antara sungai Yangzy dan
Kuning. Batas negara meluas dikala Dynasty Han (206
BC-220 AD), dan terus melanjut pada 141-87 BC. Cina
meluas ke berbagai arah, ke Selatan Manchuria, dan
kepulauan Korea di Timur Laut, ke Selatan dan Barat
Daya di Utara Vietnam, Pada Milenium selanjutnya,
Cina meluas ke Utara, Barat Laut, Timur Laut, Selatan,
dan Tenggara. Perluasan Cina dibatasi oleh Steppe
(padang rumput) Alamiah di Utara, garis pantai di
Selatan dan Timur, serta pegunungan di Tenggara.
Menurut sejarah, terjadi migrasi internal dan
pengembangan pertanian yang maju, serta mampu
menunjang jumlah penduduk yang besar. Dipahami
bahwa millet dan padi pertama muncul masing-
masing di Utara dan Selatan Cina sekitar 12000 tahun
yang lalu, lebih dulu dari Mesopotamia, dimana
pertanian sedentary muncul 8000 tahun yang lampau.
Metoda bercocok tanam padi baru diterapkan,
termasuk menanam benih, panen lebih cepat,
sistematika seleksi spesies, peralatan baru dan sistem
irigasi canggih. Ini semua yang menjadikan penanam
padi Cina adalah salah satu pertanian teknis unggul
kelas dunia, yang mendorong panen meningkat
drastis. Selama Dynasty Song (960-1279 AD), teknis-
teknik pertanian diterapkan dan memperluas
kemakmuran di pertanian, sementara jumlah
penduduk meningkat drastis hampir dua kali-lipat
antara tahun 1000-1300.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Ekonomi Cina mulai komersial
dikala uang kertas diterapkan di
Utara dan Selatan Cina sekitar
abad 12. Perdagangan antar
wilayah dikembangkan secara
besar-besaran. Selama Dynasty
Song, perdagangan pantai
berkembang sampai ke Jepang
dan Asia Tenggara. Sejalan
dengan itu, urbanisasi
berkembang, seperti pada akhir
abad 13 Hangzhou, kota terbesar
Cina berpenduduk sekitar 7 juta
orang, yang membuat Cina
sebagai masyarakat perkotaan
terbesar di dunia. Dalam masa
Dynasty Song (960-1126) selama
satu setengah abad terjadi suatu
gelombang perubahan nyata
terhadap temuan-temuan lbaru,
yang disebut sebagai Renaisans
Cina; pada masa itu, dikenalkan
sistem ujian klasik, kelahiran neo-
konfusianisme, temuan temuan
teknologi dan kemajuan ilmu
matematik, ilmu alam, astronomi
dan geografi. Mesin putar dalam
jumlah besar ditemukan yang
mensejajarkan revolusi
keindustrialan sebagai mana di
dunia Barat pada masa kemudian.
Persebaran buku-buku,
pencetakan kayu, ensiklopedia
sangat meluas. Bermunculan
pakar ilmu matematik, terutama
aljabar yang sangat menandai
Cina dan hanya Islam yang dapat
menandinginya.
Setelah tahun 1300, revolusi
ekonomi tampak menurunan
hingga stagnan dan berakhir pada
tahun 1500. Invasi Mongol
menandai peristiwa ini dengan
Dynasty Yuan (1279-1368)
memantapkan posisi. Pada saat itu
Cina bergabung dengan kerajaan
Mongol. Adabeberapa alasan
terjadinya penurunan ekonomi
tersebut. Pengembangan daerah
inti di Selatan yang kaya hasil
pertanian, khususnya pangan,
telah menarik migrasi dari utara.
Kemajuan iptek mengalami
kejenuhan. Dynasti Song
menekankan perdaganagn
internasional dengan Jepang, Asia
Tenggar, melampaui Cina Tengah,
India hingga pantai Afrika Timur.
Proses penurunan terjadi di kala
Dynasti Ming (1386-1644). Pada
tahun 1371, dynasti Ming
menghentikan perdagangan
melalui laut karena hambatan
perompak Jepang bersekala besar.
Sampai 1757, hanya Canton
sebagai pelabuhan dagang resmi.
Antara tahun 1500-1800, stagnasi
berakhir dan berlanjut dengan
peningkatan ekonomi dan
kemakmuran. Peningkatan
pangan terjadi karena perbaikan
dalam pertanian. Migrasi dan
permukiman meningkat di
wilayah Barat dan Tengah,
demikian pula peningkatan
produktivitas dan irigasi.
Perkembangan tersebut
mendorong pertumbuhan jumlah
penduduk lima kali lipat (1400-
1800). Dengan harga tenaga kerja
yang rendah, batas keuntungan
pun menurun, tidak ada insentif
untuk investasi dalam permesinan
pengganti tenaga kerja.
Negara Cina tidak mengakui
kekuatan elit bebas sebagaimana
di Barat. Cina lebih suka otoritas
universal dan sentralistik. Wilayah
perbatasan tampak kabur karena
dianggap tidak ada jurang
pemisah sosial Cina, dimana lebih
mementingkan kesatuan yang
lebih besar ketimbang lainnya.
Dengan demikian, Cina dapat
menghindari perang antar
saudara, sebagaimana yang sering
terjadi di Eropa.
Ekonomi Lepas Landas,
Modernitas dan Kebudayaan
Pada abad 19, Cina mengalami
suatu kejadian melalui peristiwa
kegagalan industrialisasi pada
waktu yang sama sekitar apa yang
terjadi di Barat dan Jepang. Dari
sekitar tahun 1860, Cina
merupakan contoh
pengembangan industri yang
sebanding dengan Jepang ,
khususnya di Shanghai; namun,
karena demikian besar negara nya,
pengembangan industri sangat
terbatas dan menyebar. Dua hal
utama yang tidak dimiliki Cina,
yaitu kondisi modernitas yang
kuat dan sektor agraris yang
makmur yang mampu
mendorong kelebihan dana yang
dibutuhkan untuk industrialisasi.
Setengah abad kedua pada abad
19, pertanian Cina mengalami
stagnasi, sebagai akibat dari
kehancuran perang sipil, kenaikan
harga perak, banjir dan kelaparan.
Lebih buruk lagi, sewaktu kalah
perang dengan Jepang (1894).
Cina hampir bangkrut. Barat
memanfaatkan kelemahan Cina
melalui pengaruhnya.
Sejak 1920, Cina telah mengalami
dinamika kehancuran dalam
pencapaian nilai GDP, selama
sekitar 120 tahun. Namun, lebih
dari 80 tahun setelah Restorasi
Meiji dan lebih dari satu abad
setelah Revolusi industri Inggeris,
ekonomi Cina beranjak
meningkat. Terlepas dari kondisi
pemulihan kembali negara
kesatuan, tugas utama
pemerintah adalah industrialisasi.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Dibawah sistem Mao, Cia mencapai pertumbuhan
yang menarik 4,4% selama 1950-1980 dan meningkat 4
kali lipat GDP negara dan lebih dari 2 kali lipat dalam
percapita GDP.
Cina dalam kinerja sosial, lebih impresif. Hal ini
ditunjukkan melalui Human Development Index.
Pembangunan nya bertumpu pada pendidikan,
penanggulangan buta huruf, peningkatan kesamaan
hak, dan perbaikan asuransi kesehatan. Strategi ini
menjadikan Cina mampu menanggulangi berbagai
masalah seperti yang terjadi pada umumnya di negara-
negara Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Fase pertama
Pemerintahan Komunis menandai pengendalian dalam
keberuntungan Cina. Bukti Revolusi tahun 1949, tidak
seperti tahun 1911, adalah merupakan salah satu titik
balik sejarah yang sangat penting.
Sewaktu seorang wisman sampai di Shanghai, kesan
pertama yang dilihat adalah deretan gedung tinggi,
jalan raya penuh dengan mobil, sepanjang jalan ada
pusat pertokoan dan reaksinya adalah:’Sungguh
modern seperti di Barat!’. Dengan kemunculan
beberapa kehidupan Barat di Cina, seperti McDonald,
tampak suatu bukti positif bahwa Cina cenderung
lebih ke’Barat’an. Kunci dari pemahaman
kemodernitasan Asia yang cenderung ke’Barat’an
terletak bukan pada piranti keras, tapi justru pada
piranti lunaknya, seperti hubungan kekerabatan,
peranan keluarga, tata nilai, kelembagaan, bahasa dan
tradisi upacara.
Mulai tahun 1950an, muncul bentuk-bentuk campuran
yang cukup nyata di Asia Timur. Jepang yang pernah
menderita dari kerusakan perang, pulih secara
menakjubkan. Dari sudut ekonomi, muncul ‘Macan
Asia’, yang mencakup, Korea Selatan, Taiwan,
Singapore dan Hongkong; di akhir tahun 1970an, turut
bergabung Malaysia, Thailand dan Indonesia. Diantara
anggota Macan Asia, Cina muncul lebih cepat dari
yang lain, sementara, ada pendapat bahwa akan sukar
bagi pendatang baru, seperti Cina, untuk menyaingi
kinerja kelompok negara yang telah maju. Keunggulan
pendatang baru antara lain adalah: mereka dapat
belajar pengalaman dari yang sudah maju,
menerapkan teknologi yang mutahir, lompatan katak
dari teknologi masa lampau, dan mampu mengikuti
pengembangan yang dahsyat. Bentuk monopoli tidak
berlaku, dan kecirian Karl Marx, sebagaimana dipercaya
oleh pakar Amerika di tahun 1950-60an, ditiru oleh
negara berkembang untuk membentuk suatu dunia
yang berkembang. Inilah contoh referensi pengalaman
Asia Timur.
Dalam pola kehidupan masa depan berlaku saat ini,
karakteristik perubahan cepat dapat dilihat pada
struktur kota-kota Asia. Tidak seperti Eropa atau
Amerika dimana lokasi gedung-gedung tinggi diatur
dalam sistem Zonasi, di kota-kota Asia cenderung
pembangunan gedung-gedung dengan berbagai
ukuran dan bentuk dibiarkan sekedar berdiri dan
cukup lengkap dengan pendukungnya. Di kota-kota
Asia, lokasi pusat tidak demikian dapat didefinisikan,
terbentuk secara mantap, sebagaimana kota
berkembang melalui sebuah metamorfosis dan secara
berurutan terbentuk selanjutnya, sehingga
membentuk pusat-pusat ganda ketimbang satu pusat.
Shanghai, sebagai contoh, menawarkan wilayah sekitar
pusat. Shanghai, Lujiazui, Bund, Hongqiao, Xijiahui dan
Pudong. Kuala Lumpur memiliki Golden Triangle dan
diikuti oleh Putrajaya. Tokyo, seperti Taipei dan Seoul,
telah berkembang tanpa konsep, sebagai hasil dari
pengembangan secara spontanitas. Kota-kota Asia
berkembang sangat cepat, tidak seperti di Eropa yang
berkembang relatif terbatas dalam 1 abad.
Pola kota-kota Asia, adalah kombinasi masa lalu dan
masa depan, yang cukup berbeda dengan modernitas
Barat. Pada waktu yang sama, kedua bentuk
bangunan, baik yang masa lalu maupun masa depan,
didirikan bersamaan dan berdekatan. Paradox ekstrim
ini tampak di Shanghai, dimana pola klasik lama masih
ada disertai pembangunan mutahir masa depan. Pola
kota dengan penuh ambisi ditunjukkan di Pudong.
Pendapat Gao Rui-qian, profesor filsafat, universitas
Nasional Cina Timur, Shanghai memandang bahwa
Cina bagaikan negara yang selalu memahami tujuan
akhirnya, dan ingin secepatnya meraih tujuan tersebut.
Modernitas Asia Timur adalah kombinasi unik, dimana
masyarakat yang dipadatkan oleh waktu, sehingga
bentukan masa lalu dan masa depan digabung
menjadi bentuk masa kini. Langkah-langkah yang
dilakukan Cina menuju modernitas sangat berlainan
dengan cara yang diikuti Barat. Cina sangat
memperhatikan kekayaan budaya, sejarah dan
pengalamannya.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Model Ekonomi Cina beranjak dari
ekonomi komando ke ekonomi
pasar, dan ini merujuk pada
kesamaan antara model ekonomi
Cina dan kapitalis ekonomi Barat.
Model Cina lebih menarah
berdasarkan kepemimpinan yang
mengikuti ranah reformasi pasar.
Negara memiliki peran penting
yang menjaga kesatuan ekonomi.
Negara dalam berbagai strata,
mulai daripusat provinsi sampai
lokal, melanjutkan peran yang
sangat besar dalam ekonomi
apapn reformasi ekonominya.
Pada saat krisis keuangan
melanda, Cina menciutkan secara
drastis sejumlah besar BUMN nya.
Pada pertengahan tahun 1990an
sebanyak 120 ribuan, direduksi
hingga 31.750 pada tahun 2004,
yang menyebabkan restrukturisasi
dan mengakibatkan puluhan ribu
orang terkena PHK. Pemerintah
memaksa proses yang efisien dan
sekompetitif mungkin. Hal ini
menjadikan 150 perusahaan
BUMN papan atas mengalami
keuntungan, yang pada mulanya
parah, berubah menjadi sangat
untung, sehingga agregasi
keuntungan mencapai US$ 150m
pada tahun 2007. Ini merupakan
strategi pemerintah Cina yang
meluas untuk menciptakan suatu
klaster perusahaan-perusahaan
kompetitif internasional Cina. Cina
mendorong BUMN nya untuk
berkompetisi secara keras baik
antara perusahaan Cina sendiri,
maupun terhadap perusahaan
asing. Berbeda dengan Jepang
dan Korea dimana swasta sangat
dominan, Cina memiliki BUMN
yang lebih menonjol kinerjanya,
terutama di sektor pemerintah.
Cina dengan jumlah penduduk
dan kinerja pertumbuhan
ekonomi sangat tinggi
mengimplikasikan sorotan dunia
ke negara tersebut. Pada waktu
Amerika mengalami ‘take off’,
jumlah penduduknya pada tahun
1870 adalah 40juta jiwa dan
meningkat menjadi 98 juta jiwa
pada tahun 1913. Jepang dengan
84 juta jiwa pada tahun 1950 dan
mencapai 109 juta jiwa pada akhir
tahun 1973. Secara kontras, Cina
pada ‘take off’ pertamanya, jumlah
penduduk mencapai 963 juta jiwa
pada tahun 1978, ini sama dengan
24 kali jumlah Amerika pada tahun
1870, dan 11,5 kali Jepang pada
tahun 1950. Di proyeksikan pada
tahun 2020, penduduk Cina
mencapai 1,4m jiwa; berarti 14 kali
Amerika pada tahun 1913 dan 13
kali Jepang pada tahun 1973.
Jumlah penduduk ini, hanya
merupakan gambaran Cina
menurut sekala besarnya.
Walaupun saat ini jumlah
penduduknya merupakan 21%
penduduk dunia, proporsi
angkatan kerja mencapai 25%.
Dalam tahun 1978, hanya 118 juta
jiwa yang kerja di non-pertanian,
dibandingkan dengan 455 juta di
negara yang berkembang. Sampai
2020 diestimasikan di Cina sekitar
533 juta bekerja di sektor non-
pertanian pada mana melebihi
jumlah negara berkembang, tidak
kurang dari 100juta. Dalam
konteks ini dapat dilihat bahwa
Cina memiliki jumlah penduduk
yang sangat besar dan masif di
sektor non-pertanian.
Di sektor ekonomi dan
perdagangan, Cina juga
menunjukkan peningkatan yang
sangat menonjol. Sejak tahun
1978, pertumbuhan GDP Cina
adalah 9,4%, dua kali dari GDP
Amerika pada tahun 1870-1913. Di
dunia perdagangan, Cina sewaktu
masih dalam kondisi ekonomi
tertutup, nilai expor hanya 0,7%
dari total dunia, khususnya pada
sekitar tahun 1970, termasuk
terendah di dunia. Tetapi setelah
tahun 1978, dimana ekonomi
terbuka diterapkan, dengan rata-
rata impor tarif menurun dari
23,7% di tahun 2001, menjadi
5,7% di tahun 2011.
Ketergantungan perdagangan
kurang dari 10% di tahun 1978,
sampai 2004 meningkat menjadi
70% jauh lebih besar dari negara
besar lainnya. Saat ini Cina
mengambil alih posisi Amerika
dalam expor terbesar dunia
dimana berada pad aperingkat
dua.
Pada setiap efek tahapan sekala,
penduduk, ekonomi dan
perdagangan, Cina memiliki
dampak positif pada dunia yang
melancarkan pertumbuhan gloal
keseluruhan dan perluasan
ekonomi nasional. Namun, efek
terhadap konsumsi sumberdaya,
memberi dampak negatif global.
Kebutuhan terhadap dumberdaya
alam sangat besar dan berdampak
pada harga bahan baku dua kali
lipat, dan menguras stok dunia; ini
cenderung meningkat di masa
depan.
Delapan perbedaan mencirikan
Cina
Secara umum, ada 2 tanggapan
Barat terhadap bangkitnya Cina,
yaitu pertama, Cina dari sisi
ekonomi semata dan kedua,
keraguan terhadap kebangkitan
Cina. Tidak lepas dari itu, ada 8
kecirian yang dapat diungkapkan
dari Cina.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Pertama, Cina merupakan negara beradab; gejolak
selama perjalanan sejarah cenderung menorehkan
bentuk Cina yang secara mendasar menjadi pusat
dunia. Kedua, Cina mengkonsepkan hubungannya
dengan negara-negara Asia Timur. Sebelum
pertengahan abad 19, Cina tidak tampak demikian
penting peranannya di Asia Timur. Sistem yang
dibentuk pertama terjadi akibat pengaruh kekuatan
Barat bersama dengan Jepang. Peran Barat disusul
oleh Amerika, Jepang dan kemudian Cina sendiri
membayangi, yang pada gilirannya, Cina menjadi
tumpuan Ekonomi Asia Timur.
Ketiga yatu kecirian menonjol dari sikap yang merujuk
pada ras dan etnisitasnya. Satu ras yang dikenal adalah
ras orang Cina Han. Cina percaya bahwa Taiwan dan
Hongkong sejak dulu tidak pernah terlepas dari Cina.
Keempat adalah Cina bersinambungan di landasan
kontinen yang berbeda antara negara, dengan
kontinen lainnya antara lain Amerika dan Australia.
Kelima, Kepemerintahan Cina adalah sangat spesifik.
Cina di masa lampau belum mengatur agama
selayaknya di Barat. Etos konfusius membentuknya
selama dua milenium, tidak butuh pengakuan
masyarakat, tetapi lebih menekankan loyalitas persepsi
moral. Sedikit berubah dengan aturan Komunist sejak
1949. Popularitas Barat menurun. Selama Maoist
berpengaruh, negara mengarus-utamakan sistem kelas
baru diaman pekerja dan petani menjadi utama.
Keenam adalah modernitas bangsa Cina. Seperti juga
negara Asia Timur lainnya, perkembangan Cina
ditandai dengan kecepatan transformasinya. Ada suatu
bentuk kombinasi, yang cukup berbeda dengan Barat
dalam pengalaman modernitasnya, kehidupan masa
lampau dan masa depan, muncul pada masa sekarang,
sebagai contoh, negara Macan Asia. Ketujuh, Cina
dikendalikan oleh rejim Komunis. Komunis Cina
dipandang lebih pluralistik. Partai Komunis Cina sangat
berbeda dengan Soviet; sejak 1978 menunjukkan
kelenturan dan pragmatis, dibandingkan dengan
Soviet. Terakhir, Cina, untuk beberapa puluh tahun ke
depan, menggabungkan kecirian negara maju dan
negara berkembang. Ini yang menjadikan keunikan
tersendiri dalam kekuatan global. Hasil modernitas
diwarnai oleh keterkaitan dengan wilayah perdesaan.
Modernitas Cina tidak akan meninggalkan kecorakan
sejarahnya.
Dari kedelapan corak tersebut, tampak bahwa Cina
akan berbeda dengan Barat dalam modernitas. Cina
akan merubah bentuk dunia secara mendasar
ketimbang kekuatan global lainnya. Cina telah muncul
sebagai pihak luar yang sabar mencari jalan untuk
masuk sebagai pemain dalam. Cina telah berjuang
sejak 1978 untuk menjadi bagian masyarakat
internasional dengan hak istimewa yang menonjol.
Cina menjadi pusat gravitasi kekuatan bagi negara lain.
Jepang secara berproses, akan menerima
kepemimpinan Cina di Asia Timur.
Penilaian Terhadap Buku
Sesuai dengan judul buku, maka isi materi yang
diilustrasikan mulai dari sejarah ekonomi, sosial,
budaya hingga geo-politik Cina, tampak tidak ada
celah yang membuat pembaca tidak puas. Expresi dan
urutan cerita dapat menghantarkan informasi
dinamika yang kompleks secara spatial maupun sektor,
menjadi mudah untuk dipahami. Namun, pengulas
tergelitik melihat dari sisi expresi mendasar yang
dipaparkan dalam buku ini dengan beberapa masukan.
Pertama, buku ini menggunakan data untuk Tabel,
Gambar, Grafik dan Peta. Namun bagi pembaca, tidak
dapat secara langsung memahami sumber informasi
tersebut berasal. Dalam kaitan ini, pembaca perlu
memperhatikan kuotasi disekitar Gambar, Tabel, Grafik
dan Peta untuk memahami informasi dimaksud, yang
mana kuotasi tersebut diurut dalam ‘Notes’ di halaman
belakang (‘Catatan’). Hal ini cukup memakan waktu;
dengan kata lain, untuk mencari ‘sumber data’ menjadi
relatif tidak praktis.
Kedua, Penulis cukup sabar untuk memberikan ilustrasi
yang menguatkan tentang pendapat bahwa Cina akan
menjadi negara ‘superpower’. Hal ini ditunjukkan
hampir dalam setiap lembar paparan, sehingga ada
kecenderungan subyektif muncul untuk
mengekspresikan curahan gagasan-gagasan exagerasi.
Sampai pada expresi ini, tentunya, tidak mengurangi
nilai dari buku tersebut. Tetapi dalam kenyataannya,
sering kali, jika seseorang yang baru memahami sistem
bisnis/ ekonomi di Cina dan akan melakukan
kerjasama melalui investasi, maka akan cenderung
tidak akan melanjut secara jangka panjang. Berbagai
tingkat kesulitan muncul, mulai dari bahasa, tulisan
sampai ke budaya dan kebiasaan sehari-harinya,
sangat mengganggu keseriusan pihak ‘luar’ untuk
berbisnis.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Ketiga, dalam penjabaran kegiatan transaksi
perdagangan, penulis sama sekali tidak menyinggung
kondisi makro geo-politik ekonomi dengan
kemunculan BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina dan South
Africa), dimana dimana memiliki potensi transaksi
perdagangan global cenderung dikuasai oleh 4 negara
tersebut (menguasai sekitar 60% transaksi dunia),
dengan Indonesia yang ‘masih samar’ posisinya dan
kemungkinan menjadikan lebih lengkap, yaitu BRIICS
(Brazil, Rusia, India, INDONESIA, Cina dan South Africa).
Terakhir, buku dengan harga US$29.95 tentu tidak
demikian mahal untuk dimiliki secara pribadi, terlebih
lagi dengan pembungkus kertas keras (hard cover).
Namun bagi para mahasiswa,tentu harga sekian akan
terasa berat untuk dimiliki. Mungkin Penguin publisher
akan dapat meluaskan percetakannya melalui
penjualan buku yang ‘soft-cover’.
Terlepas dari keterbatasan yang ada, buku ini tetap
menjadi favorit bagi para cendekia dan masyarakat
pembaca yang ingin memahami (tahap permulaan)
Cina dari sisi sosial, ekonomi, budaya, sejarah dan geo-
politiknya.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
OPINI
Pendahuluan
Makalah ini menyatukan dua hal yang saling selalu
bertolak belakang yaitubagaimana ketegangan antara
kekuatan "centripetal" seperti keterkaitan ke depan
dan keterkaitan ke belakang dalam produksi dan
meningkatkan keuntungan dalam transportasi, dan
kekuatan "centrifugal" seperti faktor tidak bergerak
dan sewa lahan, dapat menghasilkan proses organisasi
sendiri dimana kurang lebih lokasi simetris dapat
berakhir memainkan peran ekonomi yang sangat
berbeda. Proses tersebut dapat terjadi pada beberapa
tingkat yang berbeda. Paper ini membahas model
"geografis" pembagian dunia menjadi negara industri
dan non-industri, munculnya kesenjangan regional di
negara-negara berkembang, dan munculnya pusat-
pusat kota besar.
Nama besar Paul Krugman sebagai peraih Nobel
Ekonomi tentu sebagai tanda kehormatan sehingga
menjadi alasan khusus untuk mengulas makalah ini.
Tentunya hal yang di ulas bagian-bagian paling
penting dari sajian paper ini. Bukan berarti yang lain
tidak penting; hal demikian dalam tujukan untuk
‘mensarikan’ isi makalah.
Tulisan yang berjudul The Role of Geography in
Development karya Paul Kruman sesungguh
memberikan wawasan yang sangat luas kepada
pembaca. Makalah ini secara eksplisit menjelaskan
pentingnya aspek lokasi dalam ekonomi. Bagaimana
kekuatan sentripetal dan sentrifugal berperan pada
masalah ataupun peristiwa ekonomi. Sehingga
tujuannya dapat menelaah peran dari geografi
ekonomi dalam pembangunan ekonomi.
Peran Geografi dalam Pembangunan
Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi lonjakan
kepentingan dalam aspek geografi pembangunan
yaitu, dalam pertanyaan dimana kegiatan ekonomi
berlangsung.Tidak ada yang mengejutkan tentang ini,
mungkin yang mengejutkan adalah bahwa butuh
waktu lama untuk kepentingan ini menjadi perhatian
arus utama dalam ekonomi. Setelah tampilan kasual
pada peta menunjukkan bahwa perbedaan dalam
pembangunan ekonomi setidaknya terkait dengan
lokasi. Negara-negara dekat dengan khatulistiwa
cenderung lebih miskin daripada yang di zona beriklim
sedang, dan pendapatan per kapita di Eropa
tampaknya mengikuti gradien ke bawah dari sudut
barat laut benua.
Hal ini juga jelas menunjukkan bahwa ada kesenjangan
regional yang besar dalam pembangunan di negara-
negara tersebut dan sering terjadi kecenderungan kuat
bagi penduduk untuk berkonsentrasi pada beberapa
daerah padat penduduk. Tapi hanya baru-baru ini
memiliki upaya untuk menjelaskan pola lokasional
tersebut menjadi subjek penelitian oleh sejumlah
besar ekonom.
Terhadap minat baru dalam geografi ekonomi, apa
yang tampaknya menjadi perbedaan paradoks antara
dua pendekatan umum. Salah satu pendekatan-
pendekatan yang dicontohkan oleh Jeffrey Sachs,
upaya untuk menjelaskan perbedaan dalam pem-
bangunan ekonomi di berbagai lokasi dalam hal yang
mendasari, perbedaan yang melekat di lokasi tersebut.
Artinya, mencari asosiasi seperti kecenderungan
negara-negara dengan iklim tropis memiliki
pendapatan per kapita yang rendah, atau kota-kota
besar muncul dimana ada pelabuhan yang baik.
PEMBANGUNAN EKONOMI
DALAM PERSPEKTIF GEOGRAFI
Oleh: Dede Prabowo Wiguna
Judul Asli: The Role of Geography in Development Oleh Paul Krugman (1998) Annual World Bank Conference on Development Ecoomics, Washington, D.C., 35 halaman
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Pendekatan lain biasanya
bertanya mengapa nasib lokasi
ekonomi mungkin berbeda
bahkan dalam ketiadaan
keuntungan yang melekat atau
kekurangan, mengapa kecelakaan
sejarah kecil dapat menyebabkan
suatu negara untuk menjadi
bagian dari industri "inti"
sementara yang lain menjadi
bagian utama dari produksi
"pinggiran", atau mengapa
beberapa lokasi yang lebih atau
kurang berkuasa menjadi tempat
mimpi buruk bagi metropolitan.
Centri Petals versus Centri Fugals
Banyak kegiatan ekonomi yang
nyata terkonsentrasi secara
geografis. Kebanyakan orang di
negara-negara maju dan semakin
banyak di negara-negara
berkembang hidup dalam jumlah
besar, daerah metropolitan
berpenduduk padat. Banyak
industri (termasuk industri jasa
seperti perbankan) juga
terkonsentrasi secara geografis,
dan cluster tersebut jelas
merupakan sumber penting dari
spesialisasi dan perdagangan
internasional. Namun, kita tidak
semua tinggal di salah satu kota
besar ekonomi dunia juga tidak
produksi secara terkonsentrasi
dari masing-masing baik dalam
satu lokasi. Jelas ada tarik menarik
antara pasukan yang cenderung
mengedepankan konsentrasi
geografis dan orang-orang yang
cenderung menentang itu antara
kekuatan "sentripetal " dan "
sentrifugal ".
Tercantum di sisi kiri dari tabel
adalah tiga sumber kekuatan
Sentripetal, ekonomi klasik
Marshallian. Sebuah pasar lokal
yang besar menciptakan
keduanya "keterkaitan ke
belakang" yaitu, situs dengan
akses yang baik ke pasar-pasar
besar adalah lokasi untuk produksi
barang dan "keterkaitan ke depan"
pilihan pasar lokal yang besar
mendukung produksi lokal barang
setengah jadi, menurunkan biaya
bagi produsen hilir. Sebuah
konsentrasi industri mendukung
pasar tenaga kerja lokal, terutama
untuk keterampilan khusus
sehingga karyawan merasa lebih
mudah untuk menemukan
pimpinannya dan sebaliknya. Dan
konsentrasi lokal dari kegiatan
ekonomi dapat menciptakan
ekonomi lebih.
Kekuatan Sentrifugal tercantum di
sisi kanan tabel agak kurang
standar tapi penting. Faktor tidak
bergerak, tentu tanah dan sumber
daya alam dan dalam konteks
internasional orang bertentangan
dengan konsentrasi produksi, baik
dari sisi penawaran (beberapa
produksi harus pergi kemana
pekerja) dan dari sisi permintaan
(faktor tersebar membuat pasar
tersebar, dan beberapa produksi
akan memiliki insentif untuk
menemukan dekat dengan
konsumen). Konsentrasi kegiatan
ekonomi menghasilkan
meningkatnya permintaan lahan
setempat, menaikkan sewa tanah
dan sehingga memberikan
disinsentif untuk konsentrasi lebih
lanjut. Dan konsentrasi aktivitas
dapat menghasilkan kerugian
ekonomi yang lebih seperti
kemacetan.
Dalam dunia nyata tidak hanya
aglomerasi secara umum, tetapi
setiap contoh khusus aglomerasi.
Mengapa industri jasa keuangan
terkonsentrasi di New York?
Sebagian karena daerah yang kecil
dari New York membuatnya
menjadi tempat yang menarik
untuk melakukan bisnis, dan
konsentrasi industri keuangan
berarti bahwa banyak klien dan
banyak layanan tambahan yang
terletak disana. Pasar bagi mereka
dengan keterampilan khusus,
seperti pengacara sekuritas.
Mengapa tidak semua bisnis
keuangan berkonsentrasi di New
York? Sebagian karena banyak
klien yang tidak disana, sebagian
karena menyewa ruang kantor di
New York mahal dan sebagian
lagi karena berurusan dengan lalu
lintas kota, kejahatan, dan
sebagainya.
Untuk melakukan kajian dan
analisis terhadap geografi
ekonomi, bagaimanapun perlu
untuk memotong melalui
kompleksitas dunia nyata dan
fokus pada satu bagian kekuatan
yang lebih terbatas. Bahkan, hal
yang wajar adalah untuk memilih
satu kekuatan dari kolom A dan
satu dari kolom B. Untuk fokus
pada ketegangan antara satu
sentripetal dan satu gaya
sentrifugal.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Pertama, hal ini diinginkan untuk menempatkan
beberapa jarak antara asumsi dan kesimpulan, untuk
menghindari sesuatu yang tampak terlalu banyak
seperti pernyataan aglomerasi yang terjadi karena
aglomerasi ekonomi. Hal ini terutama berlaku karena
banyak analisis kita akan ingin melakukan melibatkan
bertanya bagaimana lingkungan ekonomi yang
berubah mengubah geografi ekonomi.
Kedua, jika lokasi adalah masalah akan sangat
membantu untuk dapat menangani dengan model di-
mana jarak masuk dengan cara alami. Efek Linkage, yang
dimediasi oleh biaya transportasi secara alami terkait
dengan jarak, maka akses ke faktor bergerak. Di sisi lain,
banyak pasar tenaga kerja, sementara itu harus memiliki
sesuatu untuk dilakukan dengan jarak, tidak serta merta
begitu mudah untuk ditempatkan dalam pengaturan
tata ruang. Sewa lahan sebagai kekuatan sentrifugal
ternyata menimbulkan beberapa masalah konseptual.
Singkatnya, pekerjaan pada "geografi ekonomi baru"
telah didorong oleh pertimbangan strategi pemodelan
untuk berkonsentrasi pada peran efek pasar, dalam
menghasilkan hubungan yang mendorong konsentrasi
geografis di satu sisi, dan kekuatan lawan faktor pekerja
tidak bergerak melawan konsentrasi tersebut, di sisi lain.
Trik Pemodelan
Idenya adalah baru, yang mungkin ada proses dimana
keputusan produsen individu untuk memilih lokasi
dengan akses yang baik ke pasar dan pemasok
benar-benar meningkatkan pasar atau akses pasokan
produsen lain di lokasi itu. Memang, itu adalah tema
sentral dari studi oleh Harris (1954) dan Pred (1966)
terkenal di kalangan geografer.
Jawaban yang paling mungkin adalah bahwa yang
mendasari karya Harris dan Pred adalah asumsi implisit
bahwa ada skala ekonomi besar di tingkat pabrik.
Dengan tidak adanya skala ekonomi tersebut, produsen
akan memiliki insentif untuk sama sekali berkonsentrasi
pada aktivitas mereka, mereka hanya akan memasok
konsumen dari berbagai tanaman lokal. Perluasan pasar
regional tidak akan diduga mengarah pada peningkatan
berbagai barang yang diproduksi di dalam wilayah itu.
Hal yang sama dapat dikatakan ekonomi spasial pada
umumnya. Hampir semua ide-ide yang menarik dalam
teori lokasi mengandalkan implisit maupun eksplisit
pada asumsi bahwa ada ekonomi penting dari skala
menegakkan konsentrasi geografis dari beberapa
kegiatan. Jadi analisis Weber (1909) keputusan lokasi
produsen individu mencoba untuk meminimalkan biaya
gabungan, memproduksi dan mengirimkan produknya.
Weber mengasumsikan bahwa hanya ada satu tempat
produksi; Christaller (1933) menyarankan bahwa kota
membentuk sebuah hirarki tempat sentral tergantung
pada asumsi bahwa kota-kota besar dapat mendukung
berbagai aktivitas yang lebih luas, dan Losch (1940)
terkenal yang pola efisien tempat sentral akan berarti
daerah pasar heksagonal. Losch mengasumsikan bahwa
ada kegiatan ekonomi yang dapat dilakukan hanya pada
sejumlah situs. Contoh utama dari model lokasi yang
tidak bergantung pada beberapa bentuk skala ekonomi,
analisis tanah sewa von Thünen (1826), pada dasarnya
menyembunyikan peran hasil tambahan dengan hanya
mengasumsikan adanya pusat kota. Tapi skala ekonomi
melemah pada tingkat perusahaan dimana tentu
melemahkan persaingan sempurna.
Dinamika Perubahan Geografis
Misalkan untuk beberapa alasan beberapa kegiatan
ekonomi memiliki konsentrasi sedikit lebih besar di satu
lokasi daripada yang lain. Akankah konsentrasi yang
akan menguatkan dirinya sendiri, dengan perbedaan
tumbuh antara lokasi atau akan ada kecenderungan
kembali ke keadaan simetris? Jawabannya mungkin
tergantung pada kekuatan relatif kekuatan-kekuatan
sentripetal dan sentrifugal. Disisi lain misalkan, bahwa
konsentrasi kegiatan ekonomi sudah ada, tetapi bahwa
beberapa kegiatan untuk beberapa alasan bergerak di
tempat lain. Apakah aktivitas kembali bergerak, atau
akan tetap terkonsentrasi? Jawaban atas pertanyaan ini
sama tergantung pada kekuatan relatif kekuatan-
kekuatan sentripetal dan sentrifugal.
Teori Geografi Ekonomi Dunia
Satu generasi yang lalu hal itu biasa bagi pengkritik
sistem ekonomi untuk berpendapat bahwa negara-
negara berkembang tidak hanya ekonomi di jalan yang
sama sebagai ekonomi industri, meskipun kurang
canggih. Sebaliknya, mereka berpendapat munculnya
negara-negara kaya maupun miskin adalah bagian dari
proses umum dari pembangunan yang tidak merata,
dimana beberapa keuntungan awal pada bagian dari
daerah tertentu telah terakumulasi dari waktu ke waktu,
memberi mereka posisi ekonomi istimewa sementara.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Dalam dekade terakhir, tentu saja kekhawatiran
sebagian besar telah terbalik, sekarang adalah negara-
negara maju yang tampaknya takut bahwa munculnya
ekonomi industri baru akan merusak kesejahteraan
mereka.
Konsep dasar yang diperkenalkan oleh Venables (1995),
anggapannya berbeda dengan model daerah yang
dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa faktor-faktor
yang benar-benar bergerak antar negara. Namun,
kemungkinan untuk proses kumulatif diperkenalkan
dengan membuat perbedaan antara sektor pertanian
konstan dan sektor manufaktur meningkatkan
pengembalian yang menggunakan dan menghasilkan
input antara. Ide dasarnya adalah bahwa produsen
barang setengah jadi di suatu wilayah dengan sektor
manufaktur besar akan memiliki akses lebih unggul dari
pasar besar yang diberikan oleh produsen hilir
(backward linkage), sementara produsen ini pada
gilirannya akan memiliki keuntungan dari akses yang
lebih baik untuk barang setengah jadi diproduksi di
wilayah mereka sendiri (forward linkage). Dalam
rumusan asli, komponen hulu dan hilir manufaktur
diperlakukan sebagai sektor yang terpisah, dalam kerja
berikutnya termasuk Krugman dan Venables (1995) dan
Puga dan Venables (1997), barang dibedakan sama
diasumsikan untuk masuk ke dalam konsumsi dan
produksi, memungkinkan konsolidasi sektor ini menjadi
agregat manufaktur umum.
Misalkan, bahwa kita membayangkan dunia yang terdiri
dari dua daerah awalnya identik, dengan biaya
pengangkutan barang-barang manufaktur di antara
mereka. Jika biaya transportasi tinggi, masing-masing
daerah akan mandiri pada dasarnya. Tapi sekarang
bayangkan secara bertahap mengurangi biaya
transportasi. Sekarang menjadi semakin mungkin bagi
perusahaan untuk mengekspor barang-barang mereka
diproduksi dengan daerah lain, namun karena produksi
biaya transportasi dimana daerah memiliki sektor
manufaktur yang lebih besar akan mendapatkan
keuntungan dari akses yang lebih baik untuk kedua
pasar dan pemasok. Dampak dari proses ini tergantung
pada ukuran dari sektor manufaktur, lebih khusus lagi
pada alokasi dalam pengeluaran barang-barang yang
diproduksi. Wilayah yang menjadi inti tidak
mendapatkan upah secara signifikan lebih tinggi. Tetapi
jika cukup besar (dalam model dua wilayah, jika melebihi
setengah dari total belanja pada barang yang
diperdagangkan), maka inti dengan upah lebih tinggi
dari pinggiran, dan proses diferensiasi dapat mengalami
kondisi untuk daerah perifer. Analisis dalam Krugman
dan Venables, seperti banyak teori perdagangan inter-
nasional membayangkan dunia dengan hanya dua lokasi
terpisah, mereka dimodelkan sebagai poin. Ini
melibatkan ruang hanya sebatas yang ada diasumsikan
biaya transportasi antara titik-titik ini.Untuk seorang ahli
geografi yang serius, tentu saja ini sangat tidak
memadai hubungan spasial baik antara negara harus
diperhitungkan.
CATATAN PENUTUP
Dari beberapa ulasan tersebut di atas dapat dikompilasi
kumpulan catatan ‘kecil’. Pertama, peran geografi
ekonomi dalam pembangunan adalah begitu
pentingnya peran lokasi dalam kegiatan ekonomi suatu
wilayah (negara) bagaimana ada sebuah perbedaan
letak suatu Negara menimbulkan kesenjangan ekonomi.
Misalnya, daerah beriklim sedang lebih maju
dibandingkan daerah tropis. Dengan demikian ‘berlaku’
pendapat Huntington yaitu iklim sebagai penentu ke-
hidupan.
Kedua, ketengangan kekuatan sentripetal dan sentrifu-
gal memberikan pengaruh pada lokasi kegiatan
ekonomi yang cenderung berkonsentrasi pada tempat
tertentu. Ketiga, teori lokasi dari tokoh-tokoh zaman
klasik masih menjadi perhatian (model) tersendiri pada
paper ini. Keempat, tulisan tersebut memberikan gam-
baran tentang perdagangan internasional, faktor-faktor
produksi seperti biaya transportasi ataupun jarak, dan
sebagainya mempengaruhi dari keuntungan ekonomi.
Hal ini yang menurut (Sokol, 2011) geografi ekonomi
adalah sub - disiplin yang menggunakan pendekatan
geografis untuk mempelajari ekonomi. Secara
keseluruhan, makalah Krugman ini memberikan
pencerahan kepada masing-masing ‘keywords’ terpakai,
yaitu Ekonomi dan Geografi, sehingga sudah selayaknya
menjadi konsep pegangan bagi mereka yang
mempelajari Spatial Economics (atau Regional Science)
dan Economic Geography.
REFERENSI ACUAN
[1] Krugman, Paul. 1998. The Role of Geography in Develop-
ment.Annual World Bank Conference on Development Econom-
ics,Washington, D.C.
[2] Sokol, M. 2011. Economic Geography. Undergraduate Study in
Economics, Management, Finance and the Social Sciences. Inter-
national Program University of London.
[3] Sewell, W. R., dkk. 1968. Human Response to Weather and Cli-
mate Geographical Contributions. The Geographical Review. Vol
LVIII, No. 2, pp. 262-280.
KAMPUSIANA
M emandang pentingnya pemanfaatan
dan pengembangan ilmu pengetahuan
serta teknologi terkait informasi
geospasial, Universitas Indonesia (UI)
dan Badan Informasi Geospasial (BIG)
menandatangani nota kesepakatan bersama, Rabu
(5/3/2014), di Balai Sidang UI. Penandatangan
dilakukan oleh Kepala BIG, Dr. Asep Karsidi, M.Sc. dan
Pejabat Rektor UI, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met.
Dengan adanya kerja sama tersebut, UI dan BIG dapat
melakukan penelitian dan menyelenggarakan kegiatan
peningkatan kompetensi sumber daya manusia terkait
dengan data dan informasi geospasial. Acara
penandatanganan dilanjutkan dengan sarasehan
bertema "Peran Informasi Geospasial dalam
Pembangunan". Pembicara dalam seminar tersebut
adalah Dr. Asep Karsidi, M.Sc. dan Dr. Iwan Gunawan,
M.Sc. selaku pakar manajemen risiko bencana dari The
World Bank. Acara yang dihadiri para peneliti dan
pemerhati bidang geospasial tersebut diselenggarakan
dalam rangka Dies Natalis ke- 53 FMIPA UI dan ulang
tahun ke-54 Geografi FMIPA UI.
Informasi geospasial adalah informasi yang sangat
berharga dan dapat digunakan untuk mengelola
sumber daya alam, penyusunan rencana tata ruang,
dan perencanaan lokasi investasi. Tak hanya itu,
informasi geospasial juga dapat digunakan untuk
menentukan garis batas wilayah, pertanahan,
kepariwisataan, dan pertahanan keamanan. Demikian
ucap Muhammad Anis dalam pidato sambutannya.
Sementara itu, Asep Karsidi mengatakan, ketersediaan
informasi geospasial yang akurat dan terpercaya dapat
meningkatkan pengambilan keputusan yang lebih
efisien, efektif, dan komunikatif. Selembar peta
mengandung beragam informasi yang menyangkut
aspek keruangan atau informasi geospasial. Dalam
peta, informasi tersebut berupa fakta yang terdapat
pada daerah atau wilayah, meliputi kondisi alam
maupun sosial ekonominya. "Informasi geospasial
sangat penting untuk program pembangunan nasional
dan kehidupan sehari-hari," kata Asep. Lebih lanjut
Asep menyampaikan, dengan adanya UU No. 4 tahun
2011 tentang informasi geospasial, BIG saat ini
memiliki tugas pokok dan fungsi yang lebih luas. BIG
tidak hanya bertugas mengkoordinasikan dan
melaksanakan kegiatan survei dan pemetaan, tetapi
juga membangun informasi geospasial yang dapat
dipertanggungjawabkan dan mudah diakses. Agar
terselenggara dengan baik, BIG mencanangkan
penerapan kebijakan satu peta. Hal tersebut merujuk
pada pernyataan Presiden RI Soesilo Bambang
Yudhoyono yang menyatakan perlunya satu peta se-
bagai satu-satunya referensi nasional.
Sementara itu, pada pemaparan selanjutnya, Iwan
Gunawan menyampaikan pandangannya tentang
informasi geospasial skala rinci untuk membangun
ketahanan kota terhadap risiko bencana dan iklim di
perkotaan. Ia antara lain berbicara tentang
pembangunan kota berketahanan iklim dan bencana
serta peluang menggali data geospasial skala rinci
untuk tata ruang yang detail. Menurut Iwan, penting
untuk menjaga daya dukung dan daya tampung
lingkungan kota, menjadi responsif dan adaptif
terhadap perubahan iklim dan bencana. Selain itu,
penting juga untuk secara efisien memanfaatkan
sumber daya air, energi, dan ruang kota yang
memerhatikan dan menjamin kesehatan lingkungan
kota. (KHN)
PERAN INFORMASI GEOSPASIAL
DALAM PEMBANGUNAN BANGSA
Posted by humas-ui on 2014-03-12 11:29:40 (http://www.ui.ac.id/id/news/archive/7505)
Volume 12 / No. 1 / April 2014
PEMANFAATAN DATA SPASIAL WILAYAH BANJIR DALAM PERENCAAN PEMBANGUNAN
Oleh: Musnanda Satar
Banjir di Jakarta terjadi hampir setiap tahun, salah satu
puncaknya tahun 2007 yang mengakibatkan kerugian
mencapai 900 juta dollar dan menimpa 350.000
penduduk dengan 70 orang tewas. Demikian juga
dengan tahun 2014, bencana banjir melanda beberapa
lokasi dan hampir semua lokasi tersebut adalah lokasi
yang biasa terkena banjir.
K ejadian cuaca ektrem yang terus terjadi dan
dikaitkan dengan isu-isu perubahan iklim
mengharuskan adanya kebijakan jangka
panjang dalam mengantisipasi dan
mengurangi bencana banjir yang terjadi setiap
tahunnya. Salah satu data dasar yang diperlukan
adalah data spatial yang menggambarkan kejadian
dan pola banjir yang terjadi di Jakarta. Data spatial
yang disajikan dalam bentuk peta ini dilakukan oleh
banyak lembaga baik itu lembaga pemerintah maupun
lembaga non pemerintah.
Ada banyak literatur yang mengkaitkan banjir dengan
rencana pembangunan, khususnya rencana tata ruang.
Misalnya The Planning System and Flood Risk
Management, yang dikeluarkan pemerintah Irlandia
tahun 2009 (http://www.environ.ie/en/Publications/
DevelopmentandHousing/Planning/
FileDownLoad,21709,en.pdf). Dalam buku ini dibahas
bagaimana tata ruang melakukan melakukan adopsi
dan mitigasi dalam perencanaan ruang di wilayah
rentan banjir.
Pemetaan Wilayah Banjir
Ada banyak lembaga yang mencoba memetakan
banjir di Jakarta mulai dari lembaga pemerintah seperti
BMKG, BIG sampai pada lembaga non pemerintah dan
bahkan penyedia peta online seperti google.
GEOGRAFIANA
Volume 12 / No. 1 / April 2014
BMKG menampilkan beberapa peta seperti
perkiraan banjir dan daerah rawan banjir.
Sayang sekali untuk lembaga sebesar ini peta
yang ditampilkan sangat buruk dan tidak
memberikan informasi yang detail.
Pemetaan yang dilakukan oleh BIG
dmana BIG menggunakan data dari tata kota
antara tahun 2002-2007 dan memetakan
pola kawasan rawan banjir. Pemetaan banjir
dilakukan dengan beberapa metode,
misalnya open street map menggunakan
metode pemetaan berbasis data sekunder
dan partisipatif melalui data dan informasi
pengaduan.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
PENATAAN RUANG WILAYAH PESISIR DAN LAUT BERBASIS LINGKUNGAN HIDUP
Oleh: B. Realino
I ndonesia adalah negara kepulauan terbesar di
dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau
yang besar. Panjang pantai Indonesia mencapai
104.000 km dengan luas wilayah laut berdasarkan
UNCLOS 1982 mencapai 284.210,9 km2 untuk wilayah
laut teritorial, 2.981.211 km2 untuk wilayah laut ZEEI, dan
279.322 km2 untuk wilayah laut 12 mil. Potensi tersebut
menempatkan Indonesia sebagai negara yang dikaruniai
sumberdaya kelautan yang besar termasuk kekayaan
keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan
terbesar (KKP, 2012).
Dalam Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan
Perikanan Tahun 2010-2014, salah satu program yang
dilaksanakan adalah Program Pengelolaan Sumber Daya
Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Tujuan dari program
tersebut adalah mewujudkan tertatanya dan
dimanfaatkannya wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau
kecil secara lestari, dengan sasaran antara lain
peningkatan luas Kawasan Konservasi Perairan yang
dikelola secara berkelanjutan, pengembangan
pengelolaan pulau-pulau kecil, dan jumlah produksi
garam. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut,
kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
• Penataan Ruang dan Perencanaan Pengelolaan
Wilayah Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
• Pendayagunaan Pesisir dan Lautan;
• Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil;
• Pengelolaan dan Pengembangan Konservasi
Kawasan dan Jenis;
• Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan
Pengembangan Usaha;
• Peningkatan Dukungan Manajemen dan
Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Direktorat
Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Ditjen KP3K).
Berdasarkan rincian kegiatan yang dilaksanakan
tersebut, terlihat bahwa kegiatan penataan ruang dan
perencanaan pengelolaan wilayah laut, pesisir dan
pulau-pulau kecil merupakan kegiatan prioritas pertama.
Disamping itu, kegiatan pengelolaan dan
pengembangan kawasan konservasi juga menjadi
bagian dalam Program Pengelolaan Sumber Daya Laut,
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dapat dikatakan bahwa
wilayah pesisir dan laut memegang peran sangat
penting bagi kelangsungan proses yang mendukung
kegiatan ekonomi di Indonesia. Untuk itu, rencana tata
ruang wilayah pesisir dan laut harus berdasarkan potensi
yang ada, serta berpihak kepada masyarakat. Disamping
itu, aspek lingkungan hidup yang lestari juga harus
menjadi salah satu acuan.
Kebijakan nasional tentang penataan ruang secara
formal telah ditetapkan melalui Undang-undang Nomor
24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (UU 24/1992),
yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang
Nomor 26 Tahun 2007 (UU 26/2007). Selanjutnya,
kebijakan tentang pengelolaan wilayah pesisir dan laut
telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil (UU 27/2007). Dengan mengacu
kepada 2 (dua) kebijakan tersebut, seharusnya wilayah
pesisir dan laut Indonesia memiliki perencanaan yang
baik dengan tetap memperhatikan potensi sumber daya
alam dan kondisi masyarakatnya, serta daya dukung
lingkungannya.
Namun, kualitas tata ruang wilayah pesisir dan laut
masih belum memenuhi harapan. Bahkan cenderung
sebaliknya, justru yang belakangan ini sedang
berlangsung adalah adanya indikasi penurunan kualitas
dan daya dukung lingkungan pesisir dan laut.
Pencemaran dan kerusakan lingkungan pesisir dan laut
bahkan makin terlihat secara kasat mata di beberapa
daerah. Padahal, UU 26/2007 menuntut proses
perencanaan tata ruang harus diselenggarakan dengan
baik agar penyimpangan pemanfaatan ruang bukan
disebabkan oleh rendahnya kualitas rencana tata ruang
wilayah.
FOKUS
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Guna membantu mengupayakan
perbaikan kualitas rencana tata
ruang wilayah pesisir dan laut,
maka Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) atau Strategic
Environmental Assessment (SEA)
menjadi salah satu pilihan alat
bantu melalui perbaikan kerangka
pikir (framework of thinking)
perencanaan tata ruang wilayah
pesisir dan laut untuk mengatasi
persoalan lingkungan hidup.
Ketentuan-ketentuan yang
tardapat dalam Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor
27 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis, Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor
09 Tahun 2011 tentang Pedoman
Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis, dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 67 Tahun
2012 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis dalam
Penyusunan atau Evaluasi
Rencana Pembangunan Daerah,
dapat dijadikan acuan dalam
melakukan kajian.
Tulisan ini akan membahas
permasalahan-permasalahan tata
ruang wilayah pesisir dan laut di
Indonesia, dimana masih terjadi
perusakan dan pencemaran
ekosistem wilayah pesisir.
Pembahasan akan dilakukan
melalui kebijakan-kebijakan yang
ada serta realitas di lapangan
(berdasarkan data sekunder).
KLHS, sebagai kebijakan yang
ditetapkan guna membantu agar
perencanaan tata ruang dapat
memperhatikan daya dukung
lingkungan, akan digunakan
sebagai langkah pemecahan.
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP
STRATEGIS
Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) adalah wujud acuan
formal kebijakan, rencana, dan
program (KRP) yang mengatur
penataan ruang sebuah wilayah
tertentu. Akan tetapi, dalam
prakteknya menunjukkan bahwa
banyak hambatan dan
keterbatasan yang bersifat
struktural maupun operasional
menciptakan
ketidaksinambungan antar
jenjang (vertikal), juga antar
satuan wilayah RTRW yang berada
dalam jenjang yang sama
(horisontal). Kondisi ini
menyebabkan lingkup dan
penjabaran aspek-aspek
pengelolaan lingkungan hidup
dalam masing-masing RTRW
belum tentu sesuai dengan
harapan dan acuan. Untuk
mengantisipasi kondisi tersebut,
Pemerintah melalui Kementerian
Negara Lingkungan Hidup telah
menerbitkan peraturan tentang
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
yang bertujuan untuk
menghasilkan rencana tata ruang
yang berwawasan lingkungan
hidup, yaitu melalui Peraturan
Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 27 Tahun 2009
tentang Pedoman Pelaksanaan
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
dan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 09
Tahun 2011 tentang Pedoman
Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis, serta didukung oleh
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 67 Tahun 2012 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis
dalam Penyusunan atau Evaluasi
Rencana Pembangunan Daerah.
Definisi
Ada dua definisi Kajian Ling-
kungan Hidup Strategis (KLHS)
yang lazim diterapkan, yaitu
definisi yang menekankan pada
pendekatan telaah dampak
lingkungan (EIA-driven) dan
pendekatan keberlanjutan
(sustainability-driven). Pada
definisi pertama, KLHS berfungsi
untuk menelaah efek dan/atau
dampak lingkungan dari suatu
kebijakan, rencana atau program
pembangunan. Sedangkan
definisi kedua, menekankan pada
keberlanjutan pembangunan dan
pengelolaan sumberdaya.
Definisi KLHS untuk Indonesia
kemudian dirumuskan sebagai
proses sistematis untuk
mengevaluasi pengaruh
lingkungan hidup dari, dan
menjamin diintegrasikannya
prinsip-prinsip keberlanjutan
dalam, pengambilan keputusan
yang bersifat strategis
(SEA is a systematic process for evaluating the environmental effect of, and for ensuring the integration of sustainability principles into, strategic decision-making). Peran KLHS dalam Perencanaan
Tata Ruang
KLHS adalah sebuah bentuk
tindakan stratejik dalam
menuntun, mengarahkan, dan
menjamin tidak terjadinya efek
negatif terhadap lingkungan dan
keberlanjutan dipertimbangkan
secara inheren dalam kebijakan,
rencana dan program (KRP).
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Posisinya berada pada relung pengambilan keputusan.
Oleh karena tidak ada mekanisme baku dalam siklus
dan bentuk pengambilan keputusan dalam
perencanaan tata ruang, maka manfaat KLHS bersifat
khusus bagi masing-masing hirarki rencana tata ruang
wilayah (RTRW). KLHS bisa menentukan substansi
RTRW, bisa memperkaya proses penyusunan dan
evaluasi keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai
instrumen metodologis pelengkap (komplementer)
atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW,
atau kombinasi dari beberapa atau semua fungsi-
fungsi di atas.
Penerapan KLHS dalam penataan ruang juga
bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas
pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup (AMDAL) dan atau instrumen pengelolaan
lingkungan lainnya, menciptakan tata pengaturan
yang lebih baik melalui pembangunan keterlibatan
para pemangku kepentingan yang strategis dan
partisipatif, kerjasama lintas batas wilayah administrasi,
serta memperkuat pendekatan kesatuan ekosistem
dalam satuan wilayah (kerap juga disebut “bio-region”
dan/atau “bio-geo-region”).
Sifat pengaruh KLHS dapat dibedakan dalam tiga
kategori, yaitu KLHS yang bersifat instrumental,
transformatif, dan substantif. Tipologi ini membantu
membedakan pengaruh yang diharapkan dari tiap
jenis KLHS terhadap berbagai ragam RTRW, termasuk
bentuk aplikasinya, baik dari sudut langkah-langkah
prosedural maupun teknik dan metodologinya.
Secara umum, KLHS berfungsi untuk menelaah efek
dan/atau dampak lingkungan, sekaligus mendorong
pemenuhan tujuan- tujuan keberlanjutan
pembangunan dan pengelolaan sumberdaya dari
suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan.
Kaidah terpenting KLHS dalam perencanaan tata ruang
adalah pelaksanaan yang bersifat partisipatif, dan
sedapat mungkin didasarkan pada keinginan sendiri
untuk memperbaiki mutu KRP tata ruang
(selfassessment)
agar keseluruhan proses bersifat lebih efisien dan
efektif.
Asas-asas hasil penjabaran prinsip keberlanjutan yang
mendasari KLHS bagi penataan ruang adalah :
• Keterkaitan (interdependency), menekankan
pertimbangan keterkaitan antara satu komponen
dengan komponen lain, antara satu unsur dengan
unsur lain, atau antara satu variabel biofisik
dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara
lokal dan global, keterkaitan antar sektor, antar
daerah, dan seterusnya.
• Keseimbangan (equilibrium), menekankan aplikasi
keseimbangan antar aspek, kepentingan, maupun
interaksi antara makhluk hidup dan ruang
hidupnya, seperti diantaranya adalah
keseimbangan laju pembangunan dengan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup,
keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan
dan pemulihan cadangan sumber daya alam,
keseimbangan antara pemanfaatan ruang dengan
pengelolaan dampaknya, dan lain sebagainya.
• Keadilan (justice), menekankan agar dapat
dihasilkan kebijakan, rencana dan program yang
tidak mengakibatkan pembatasan akses dan
kontrol terhadap sumber-sumber alam, modal dan
infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi
kepada sekelompok orang tertentu.
Pendekatan KLHS
Jenis-jenis pendekatan KLHS dalam penataan ruang
dibentuk oleh kerangka bekerja dan metodologi
berpikirnya. Terdapat 4 (empat) model pendekatan
KLHS untuk penataan ruang, yaitu :
a. KLHS dengan Kerangka Dasar Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup/AMDAL (EIA-
Mainframe).
KLHS dilaksanakan menyerupai AMDAL, baik dari
segi langkah-langkah prosedur bekerjanya,
maupun metodologi berpikirnya, yaitu
mendasarkan telaah pada efek dan dampak yang
ditimbulkan RTRW atau KRP tata ruang terhadap
lingkungan hidup.
b. KLHS sebagai Kajian Penilaian Keberlanjutan
Lingkungan Hidup (Environmental Appraisal).
KLHS yang memiliki pendekatan ini menempatkan
posisinya sebagai uji kebijakan untuk menjamin
keberlanjutan lingkungan hidup, sehingga bisa
diterapkan sebagai sebuah telaah khusus yang
berpijak dari sudut pandang aspek lingkungan
hidup.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
c. KLHS sebagai Kajian Terpadu/
Penilaian Keberlanjutan
(Integrated Assessment/
Sustainability Appraisal).
Pendekatan ini menempatkan
posisinya sebagai bagian dari
uji kebijakan untuk menjamin
keberlanjutan secara holistik,
sehingga sudut pandangnya
merupakan paduan
kepentingan aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan
hidup.
d. KLHS sebagai pendekatan
Pengelolaan Berkelanjutan
Sumberdaya Alam
(Sustainable Natural Resource
Management) atau
Pengelolaan Berkelanjutan
Sumberdaya (Sustainable
Resource Management).
KLHS diaplikasikan dalam
kerangka pembangunan
berkelanjutan, dan a)
dilaksanakan sebagai bagian
yang tidak terlepas dari hirarki
sistem perencanaan
penggunaan lahan dan
sumberdaya alam, atau b)
sebagai bagian dari strategi
spesifik pengelolaan
sumberdaya alam. Model a)
menekankan pertimbangan-
pertimbangan kondisi
sumberdaya alam sebagai
dasar dari substansi RTRW
atau KRP tata ruang,
sementara model b)
menekankan penegasan
fungsi RTRW atau KRP tata
ruang sebagai acuan aturan
pemanfaatan dan
perlindungan cadangan
sumberdaya alam.
Aplikasi-aplikasi pendekatan di
atas dapat diterapkan dalam
berbagai bentuk kombinasi, baik
dari segi cara maupun metoda
telaahnya, sesuai dengan:
1) hirarki dan jenis KRP tata ruang
atau RTRW yang akan dihasilkan/
ditelaah, 2) lingkup isu yang
menjadi fokus, 3) kapasitas
institusi dan sumberdaya manusia
selaku pelaksana dan pengguna
KLHS, serta 4) kemauan politis
pemanfaatan KLHS untuk KRP tata
ruang.
PENATAAN RUANG WILAYAH
PESISIR DAN LAUT BERBASIS
LINGKUNGAN HIDUP
Dalam konteks sistem ekologi,
wilayah pesisir dan laut memiliki
produktifitas yang sangat tinggi.
Wilayah pesisir dan laut berfungsi
sebagai sistem pendukung
kehidupan berupa daerah asuh
bagi banyak spesies ikan. Di
Indonesia, wilayah pesisir dan laut
menjadi habitat bagi sejumlah
besar hewan dan tumbuhan yang
menjadi penunjang kehidupan
manusia. Wilayah pesisir juga
berfungsi sebagai pelindung alami
dari dinamika proses kelautan dan
iklim yang seringkali tidak dapat
diduga. Selain itu, keterkaitan
wilayah pesisir dan laut sangat
berpengaruh terhadap
keberadaan dan kesehatan
habitan dan rantai makanan.
Masalah yang biasa terjadi dalam
pemanfaatan sumberdaya pesisir
dan laut berkaitan erat dengan
perilaku masyarakat pengguna
sumber daya pesisir dan laut
tersebut. Perlakuan terhadap
sumber daya ini hampir selalu
dilandasi oleh kerangka pikir open
access. Lebih lanjut, karena dalam
kerangka pikir open access tidak
memiliki arti kepemilikan sama
sekali, pemanfaatan sumber daya
alam pesisir cenderung untuk
menjadi berlebih. Kerangka pikir
open access ini yang
menyebabkan tidak seimbangnya
laju pemanfaatan dan laju
pemulihan sumber daya alam
tersebut. Dengan demikian, dalam
konteks pengelolaan sumber daya
pesisir yang berkelanjutan
diperlukan suatu upaya terpadu
yang mempertimbangkan
pengagihan sumber daya bagi
tabungan di masa datang.
Sejalan dengan karakteristik
sumberdaya yang beragam,
pengguna wilayah pesisir berasal
dan memiliki kepentingan yang
berlainan pula. Berbagai
kepentingan yang tercemin dari
pola pemanfaatan yang berbeda-
beda, yang lebih lanjut
menjadikan wilayah pesisir dan
laut menjadi suatu ruang yang
rentan akan konflik. Bersamaan
dengan itu, karena peningkatan
populasi serta laju
pemanfaatannya, sumber daya
pesisir dapat mengalami
degradasi hingga mencapai
kondisi yang tidak memungkinkan
bagi sumber daya alam pesisir
tersebut untuk memulihkan
kondisinya secara alami. Bila hal
ini dibiarkan, sumber daya pesisir
sebagai penunjang kehidupan
manusia tidak dapat bertahan
ketersediannya. Dalam konteks
pengelolaan sumber daya alam,
konservasi berarti menghemat
sumber daya alam sehingga
ketersediaannya selalu terjaga.
Karena sifat wilayah pesisir dan
laut yang memiliki lebih dari satu
pengguna (multi-users), suatu
kegiatan pemanfaatan di suatu
wilayah dalam wilayah pesisir
dapat mempengaruhi kegiatan
pemanfaatan yang lain.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Pemanfaatan berlebih (over-exploitation) dan turunnya
produktivitas dalam suatu kegiatan pemanfaatan dapat
memicu konflik pengguna yang di wilayah pesisir dan
laut. Dengan demikian, konservasi sumber daya alam
pesisir dan laut amat diperlukan untuk menjaga dan
memastikan bahwa sumber daya terjaga etersediaannya
sehingga dapat digunakan secara terus-menerus,
berkelanjutan.
Dalam pemanfaatannya, sumber daya pesisir dan laut
memiliki dimensi keruangan yang sangat kuat. Ruang
wilayah pesisir dan laut menjadi titik temu setiap
komponen-komponen subsistem yang membentuk
sistem pesisir dan laut secara utuh. Setiap kegiatan
pemanfaatan di wilayah pesisir dan laut memiliki
karakteristik keruangan tersendiri dengan batas sendiri-
sendiri. Sehingga, upaya konservasi yang akan dilakukan
harus mengakomodasi aspek keruangan yang menjadi
karakteristik sumber daya alam. Aspek keruangan dari
konservasi ini harus dari sejak awal menjadi bagian dari
perencanaan dan penataan ruang pesisir dan laut.
Pendekatan ekologi bentang alam, sebagai landasan
aspek konservasi dalam menata ruang di wilayah pesisir
dan laut, menyadari bahwa proses ekologis
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh interaksi dinamis
setiap ekosistem, dalam hal ini wilayah pesisir dan laut.
Pendekatan ini fokus pada 3 (tiga) karakteristik
keruangan yang utama, yaitu:
1) Struktur, yang merupakan hubungan keruangan
antara ekosistem yang berbeda. Khususnya
distribusi energi, materi dan spesies yang berkaitan
dengan ukuran, bentuk, jenis dan konfigurasi
ekosistem tersebut.
2) Fungsi, yang merupakan interaksi dalam elemen-
elemen spasial, aliran energi, materi dan spesies dari
asing-masing komponen ekosistem.
3) Perubahan, yang berkaitan dengan struktur dan
fungsi dari mosaik ekologi sepanjang waktu.
Perubahan ini mencakup yang dipicu oleh kegiatan
manusia (antropogenik) atau secara alami.
Dalam pendekatan ini, batas sub sistem, misalnya
ekosistem, geofisik, biofisik, sistem biologis, dan lain-lain
menjadi sangat penting untuk menentukan wilayah
mana dalam wilayah pesisir dan laut yang tepat sebagai
tabungan sumber daya alam demi keberlanjutan
pemanfaatan sumber daya alam pesisir dan laut. Pola
pikir dan pendekatan yang telah dijelaskan di atas
terlihat sangat sesuai dengan apa yang terdapat dalam
KLHS. KLHS telah secara rinci mengidentifikasi berbagai
kemungkinan yang terjadi terhadap lingkungan hidup
terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah pada
umumnya, dan juga terhadap wilayah pesisir dan laut.
Hal ini tercermin sebagaimana terdapat pada Pasal 4
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 27
Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis, yaitu pemerintah dan
pemerintah daerah melaksanakan KLHS terhadap
Rencana Tata Ruang yang:
a. menimbulkan konsekuensi adanya rencana usaha
dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan
dokumen analisis mengenai dampak lingkungan;
dan/atau
b. berpotensi :
1. meningkatkan risiko perubahan iklim;
2. meningkatkan kerusakan, kemerosotan, atau
kepunahan keanekaragaman hayati;
3. meningkatkan intensitas bencana banjir,
longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan
dan lahan terutama pada daerah yang
kondisinya telah tergolong kritis;
4. menurunkan mutu dan kelimpahan sumber
daya alam terutama pada daerah yang
kondisinya telah tergolong kritis;
5. mendorong perubahan penggunaan dan/atau
alih fungsi kawasan hutan terutama pada daerah
yang kondisinya telah tergolong kritis;
6. meningkatkan jumlah penduduk miskin atau
terancamnya keberlanjutan penghidupan
(livelihood sustainability) sekelompok
masyarakat; dan/atau
7. meningkatkan risiko terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia.
Pentingnya dan perlunya pelaksanaan KLHS dalam
penyusunan RTRW terlihat dari apa yang telah menjadi
temuan dalam penelitian Wirasaputri (2006) pada RTRW
Provinsi Jawa Tengah 2003-2018, yaitu bahwa cara
pengkajian dampak tata ruang terhadap kelestarian
ruang terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup di
Propinsi Jawa Tengah masih kurang jelas, dimana hal ini
terlihat dari Rencana Tata Ruang yang ada belum
menyajikan konsep pengkajian terhadap kelestarian
lingkungan hidup di Propinsi Jawa Tengah.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Untuk itu, RTRW Provinsi Jawa Tengah 2003-2018 yang
masih berlaku selama 5 tahun ke depan, perlu dilakukan
revisi dengan dengan memasukan unsur KLHS, sehingga
kelestarian fungsi lingkungan hidup di Jawa Tengah
dapat dipertahankan keberadaannya.
PENUTUP
Kegiatan pembangunan, baik yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, selalu
lebih mengutamakan kepentingan ekonomi agar
diperoleh pendapatan atau penghasilkan yang dapat
digunakan untuk pelaksanaan pembangunan
selanjutnya. Dalam prosesnya, kegiatan pembangunan
direncanakan melalui penyusunan rencana tata ruang
guna mengatur pemanfaatan ruang di suatu wilayah.
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memiliki
potensi pemanfaatan ruang yang optimal mengingat
kondisi topografinya yang tidak membutuhkan usaha
lebih, jika dibanding dengan wilayah perbukitan.
Dengan demikian, proses penyusunan rencana tata
ruang di wilayah pesisir akan lebih kompleks, mengingat
banyak pihak yang berusaha untuk memanfaatkannya.
Di sisi lain, tidak semua wilayah pesisir dapat
dimanfatakan untuk kepentingan pembangunan, akan
tetapi diperlukan wilayah-wilayah yang perlu dilindungi
guna mempertahankan eksistensi daya dukung
lingkungannya. Untuk itu, konflik kepentingan di
wilayah pesisir antara kepentingan ekonomi dan
lingkungan merupakan permasalahan yang sering
dihadapi dalam proses penyusunan rencana tata ruang
wilayah pesisir dan laut.
Dalam proses penyusunan rencana tata ruang,
sebetulnya telah diamanatkan akan pentingnya kawasan
lindung di setiap wilayah perencanaan, agar fungsi
lingkungan hidup di wilayah tersebut dapat berlanjut.
Demikian halnya dengan wilayah pesisir dan laut.
Selanjutnya, agar diperoleh kepastian keberadaan fungsi
lingkungan hidup di kawasan pesisir dan laut dapat
dipertahankan, dilakukan langkah-langkah kebijakan
sebagai berikut:
a. Mewajibkan seluruh daerah yang memiliki wilayah
pesisir dan telah memiliki RTRW Pesisir dan Laut
yang masih berlaku minimal untuk 3 (tiga) tahun ke
depan, untuk melakukan revisi dengan memasukan
unsur KLHS.
b. Mewajibkan seluruh daerah yang memiliki wilayah
pesisir akan tetapi belum memiliki RTRW Pesisir dan
Laut, untuk melakukan penyusunan RTRW Pesisir
dan Laut dengan memasukan unsur KLHS.
c. KLHS dilakukan dengan menitikberatkan pada:
1. Meningkatnya risiko perubahan iklim di wilayah
pesisir dan laut.
2. Meningkatnya kerusakan, kemerosotan, atau
kepunahan keanekaragaman hayati di wilayah
pesisir dan laut.
3. Menurunkan mutu dan kelimpahan sumber
daya alam di wilayah pesisir dan laut terutama
pada daerah yang kondisinya telah tergolong
kritis.
d. Menggunakan pendekatan ekologi bentang alam,
sebagai landasan aspek konservasi dalam menata
ruang di wilayah pesisir dan laut.
DAFTAR PUSTAKA Gunawan, Tiene. 2004. Konsep Perencanaan Konservasi dalam
Menata Ruang Darat-Laut Terpadu. Menata Ruang Laut
Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Rencana Strategis
(Renstra) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
Tahun 2010-2014.Jakarta.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2012
tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis dalam Penyusunan atau Evaluasi Rencana
Pembangunan Daerah.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun
2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 27 Tahun
2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis.
Sunyowati, Dina. 2008. Penataan Ruang Laut Berdasarkan
Integrated Coastal Management. Mimbar Hukum.
Volume 20 Nomor 3.
Setyabudi, Bambang. 2008. Pertimbangan-pertimbangan
dalam Penerapan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
untuk Kebijakan, Rencana dan Program Penataan Ruang.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
Setyabudi, Bambang. 2008. Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) Sebagai Kerangka Berfikir dalam Perencanaan Tata
Ruang Wilayah. Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Jakarta.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Wirasaputri, Nina Mirantie. 2006. Proses Penyusunan Rencana
Tata Ruang untuk Menjaga Kelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup di Wilayah Propinsi Jawa Tengah.
Tesis. Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro.
Semarang.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
MP3EI PADA DUA DASAR PENGUAT
Oleh: Gian Gardian Sudarman
G eografi adalah satu-satunya bidang ilmu,
dimana space (ruang) adalah konsep
utamanya Julliard, 1974. Geografi
mempelajari aktivitas manusia di dalam ruang
tersebut. Claval, 2006 juga menyebutkan bahwa
geografi bisa terhubung dengan ilmu-ilmu lain, seperti,
pengetahuan alam, sosiologi, sejarah dan ekonomi.
Geografi menjadi sangat populer karena kegunaannya
di berbagai bidang tersebut.
Salah satu bidang ilmu yang berhubungan dengan
geografi adalah bidang ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi
ini berkembang seiring dengan perkembangan zaman.
Menyadari bahwa perkembangan ekonomi berjalan
beriringan dengan perkembangan suatu wilayah, maka
ilmu ekonomi ini mulai menggandeng geografi
sebagai tools untuk membantu mengkaji persoalan-
persoalan ekonomi khususnya yang menyangkut
kewilayahan. Di Eropa perpaduan ilmu ekonomi dan
ilmu geografi melahirkan disiplin ilmu geografi
ekonomi.
Ilmu geografi ekonomi ini kemudian berkembang dan
melahirkan disiplin ilmu-ilmu lain, salah satu
diantaranya adalah ekonomi regional. Ekonomi
regional berkembang dan mulai membantu
menyelesaikan masalah-masalah ekonomi khususnya
yang menyangkut kewilayahan. Ilmu ini membantu
pendeskripsian suatu wilayah dengan melihat potensi
yang ada di wilayah tersebut. Ascani (2012)
mengemukakan untuk melihat potensi
pengembangan dan keunggulan yang kompetitif dari
suatu wilayah, maka pendekatan ekonomi regional
harus digunakan sebagai dasar pembangunan
ekonominya. Dalam konteks yang lebih kecil, Woods
(1999) bahkan berani menyatakan bahwa regionalisasi
sangat penting karena manusia hidup dan bekerja
secara regional melintasi batas-batas administrasi lokal
dan unit-unit spasial dalam perencanaan hidupnya. Di
dalam “A Practitioner’s Guide, U.S. Economic
Development Administration” menyebutkan
pembangunan ekonomi yang semakin kompetitif
harus fokus kepada dua hal, yaitu region dan inovasi.
Lokasi yang strategis dan dengan peramalan potensi
kawasan yang meyakinkan akan menjadi modal dasar
untuk menarik para investor.
Namun perlu disadari bahwa ada perbedaan mendasar
yang perlu mendapat perhatian ketika mempelajari
geografi regional dan ekonomi regional, khususnya
dalam konteks Master Plan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Argumentasi terhadap sasaran paparan MP3EI dapat
ditinjau dari ‘kaca mata’ kedua disiplin ilmu tersebut.
Sebelum beranjak jauh, pada tulisan ini akan
diupayakan mem’bongkar’ pemahaman dasar arti
Ekonomi Regional dan Geografi Ekonomi.
Ulasan Sederhana Ekonomi Regional dan MP3EI
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin
penuh dengan tantangan, ilmu ekonomi regional hadir
untuk menjawab salah satu tantangan tersebut. Ilmu
ekonomi regional muncul sebagai suatu
perkembangan baru dalam ilmu ekonomi dimana
adanya dimensi ruang yang dimasukan dalam analisis
ekonomi dan secara resmi baru mulai pada
pertengahan tahun lima puluhan yang dipelopori oleh
Walter Isard (Boyce, 2004). Pada tahun 1851, von
Thunen sudah memasukan aspek ruang dalam analisis
ekonomi mikro begitu pula Weber di tahun 1929 dan
Losch pada tahun 1954, namun belum menjadikan
ekonomi regional sebagai ilmu tersendiri dan masih
bagian dari ilmu ekonomi konvensional atau klasik.
Pada tahun 1956 Walter Isard berhasil mendeklarasikan
ilmu ekonomi regional sebagai cabang ilmu tersendiri
melalui organisasi formal, yaitu RSA atau Regional
Science Association. Tujuan hadirnya ilmu ini adalah
untuk menjawab berbagai permasalahan pada masa
itu khususnya masalah kewilayahan. Masalah
kewilayahan muncul akibat peperangan yang
mengharuskan perencanaan ekonomi disesuaikan
dengan situasi yang tidak menentu.
OPINI
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Di Indonesia ilmu ekonomi regional
masuk pada awal tahun 1970 atau
pada awal repelita II, karena
pemerintah menyadari pentingnya
pembangunan ekonomi daerah/
wilayah sebagai bagian dari cara
mencapai tujuan pembangunan
nasional.
Ilmu ekonomi regional merupakan
ilmu ekonomi wilayah yang
menitikberatkan pada bahasan
dimensi tata ruang. Tujuan ilmu
ekonomi regional untuk
menentukan wilayah mana suatu
kegiatan ekonomi sebaiknya dipilih
dan mengapa wilayah tersebut
menjadi pilihan. Peran dari ilmu
ekonomi regional sebagai
penentuan kebijaksanaan awal,
sektor mana yang dianggap
strategis, memiliki daya saing dan
daya hasil yang besar serta
membandingkan kelebihan dan
kekurangannya. Selain itu dapat
menyarankan komoditi atau
kegiatan apa yang perlu dijadikan
unggulan dan disub wilayah mana
komoditi itu dapat dikembangkan.
Manfaat secara makro ilmu ini
membantu pemerintah pusat dalam
mempercepat laju pertumbuhan
ekonomi keseluruh wilayah dan
secara mikro membantu
perencanaan wilayah menghemat
waktu dan biaya dalam proses
menentukan lokasi suatu kegiatan
ekonomi.
Ilmu ekonomi regional cenderung
melakukan pendekatan yang
sifatnya sektoral dalam
mendeskripsikan suatu wilayah.
Pada dasarnya masing-masing
sektor tidak berdiri sendiri
melainkan saling berkaitan.
Kemajuan suatu sektor tidak akan
terlepas dari dukungan yang
diberikan oleh sektor lainnya
sehingga sebenarnya keterkaitan
antar sektor ini harus dapat
dimanfaatkan untuk memajukan
seluruh sektor yang terdapat dalam
perekonomian. Dengan melihat
keterkaitan antar sektor dan
memperhatikan efisiensi serta
efektivitas yang hendak dicapai
dalam pembangunan, maka sektor
yang mempunyai keterkaitan tinggi
dengan banyak sektor pada
dasarnya merupakan sektor yang
perlu mendapatkan perhatian lebih
(Nazara, 2009). Soepono (1993)
dalam Subanti dan Hakim, (2009)
menjelaskan bahwa studi basis
ekonomi regional umumnya
berupaya untuk mengenali aktivitas
ekonomi wilayah, kemudian
meramalkan pertumbuhan dan
mengevaluasi dampak aktivitas
ekonominya.
Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) 2011-2025 yang
dicanangkan pemerintah dimasa
kepemimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono merupakan
ambisi pemerintah untuk
meningkatkan daya saing
perekonomian nasional ditengah
perubahan gejolak ekonomi
regional dan global. Lihat Gambar 1.
Ada 3 pilar strategi utama dalam
MP3EI, yaitu: Pengembangan
Koridor Ekonomi, (ii) Penguatan
Konektivitas dan (iii) Penguatan
SDM dan Iptek Nasional.
Studi ekonominya berbasis sektoral
dimana masing-masing sektor
diidentifikasi kelebihan dan
kekurangannya kemudian dikaitkan
dengan sektor-sektor lainnya.
Setelah semua teridentifikasi sektor-
sektor tersebut, diestimasikan
kinerja pertumbuhan ekonomi dan
dievaluasi juga dampak aktivitas
ekonominya. Sebagai contoh
koridor ekonomi Sumatera telah
diidentifikasi terdiri dari 11 pusat
ekonomi yang tersebar merata dari
Sumatera Utara hingga Sumatera
Selatan.
Gambar 1. Prinsip Dasar MP3EI
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Kegiatan Ekonomi Utama, diantaranya kelapa sawit,
karet, batu bara, perkapalan, besi baja, dan kawasan
strategis nasional (KSN) Selat Sunda. Setiap kegiatan
ekonomi diidentifikasi regulasi dan kebijakan,
konektivitas, SDM dan IPTEk. Dari hasil identifikasi
tersebut, ditentukanlah target pembangunan di koridor
Sumatera, yaitu sentra produksi dan pengolahan hasil
bumi dan lumbung energi nasional.
Kiprah Geografi Regional
Secara umum geografi adalah ilmu tentang lokasi serta
persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas
fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.
Istilah geografi untuk pertama kalinya diperkenalkan
oleh Erastothenes pada abad ke-1. Menurut
Erastothenes geografi berasal dari kata geographica
yang berarti penulisan atau penggambaran mengenai
bumi. Selanjutnya beberapa tokoh berpendapat
mengenai geografi, diantaranya Claudius Ptolomaeus
mengatakan bahwa geografi adalah suatu penyajian
melalui peta dari sebagian dan seluruh permukaan
bumi, “Geografi adalah interaksi antar ruang”. Definisi ini
dikemukakan oleh Ullman (1954), dalam bukunya yang
berjudul Geography a Spatial Interaction. Menurut hasil
SEMLOK (seminar dan lokakarya) di Semarang tahun
1988. Geografi adalah ilmu yang mempelajari
persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan
sudut pandang kewilayahan dan kelingkungan dalam
konteks keruangan. Ekblaw dan Mulkerne, 1958
mengemukakan, bahwa geografi merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari bumi dan
kehidupannnya, mempengaruhi pandangan hidup kita,
makanan yang kita konsumsi, pakaian yang kita
gunakan, rumah yang kita huni dan tempat rekreasi
yang kita nikmati. Strabo (1970) Geografi erat kaitannya
dengan faktor lokasi, karakteristik tertentu, dan
hubungan antar wilayah secara keseluruhan, Konsep itu
disebut Natural Attribute of Place dan James Fairgrieve
(1966) menerangkan bahwa geografi memiliki nilai
edukatif yang dapat mendidik manusia untuk berpikir
kritis dan bertanggung jawab terhadap kemajuan –
kemajuan di dunia, dan peta menjadi alat yang sangat
penting untuk menjawab pertanyaan “di mana” dari
berbagai aspek dan gejala geografi.
Regional adalah wilayah yang jelas teridentifikasi
meskipun sebenarnya untuk wilayah tersebut relatif
tergantung konteks waktu; selain itu unsur yang
mendorong identifikasi diri adalah secara sejarah dan
juga geografisnya serta aktivitas yang dilakukan
terutama di bidang ekonomi. Berdasarkan pengertian
geografi, regional adalah suatu wilayah dengan
karakteristik tertentu yang dapat dibedakan dengan
wilayah lainnya. Pengertian lain Regional adalah sebuah
daerah yang dikuasai atau menjadi teritorial dari sebuah
kedaulatan. Pada masa lampau, seringkali sebuah
wilayah dikelilingi oleh batas-batas kondisi fisik alam,
misalnya sungai, gunung, atau laut. Sedangkan setelah
masa kolonialisme, batas-batas tersebut dibuat oleh
negara yang menduduki daerah tersebut, dan
berikutnya dengan adanya negara bangsa, istilah yang
lebih umum digunakan adalah batas nasional. Geografi
regional adalah studi tentang variasi penyebaran gejala
dalam ruang pada suatu wilayah tertentu baik secara
lokal negara maupun wilayah yang luas seperti benua.
Geografi regional mempelajari hubungan yang
bertautan antara aspek – aspek fisik dengan aspek –
aspek manusia dan kaitan keruangan di suatu wilayah
(region) tertentu (Mustofa, 2008). Geografi regional
menegaskan kembali topik bahasan geografi pada
ruang dan tempat. Ahli geografi regional memfokuskan
pada pengumpulan informasi deskriptif tentang suatu
tempat, juga metode yang sesuai untuk membagi bumi
menjadi beberapa wilayah atau region. Basis filosofi
kajian ini diperkenalkan oleh Richard Hartshorne (1939).
Geografi regional merupakan deskripsi yang
komprehensif-integratif aspek fisik dengan aspek
manusia dalam relasi keruangan di suatu wilayah
geografi regional suatu bagian atau keseluruhan bagian
yang didasarkan atas aspek keseluruhan suatu wilayah
atau suatu studi tentang variasi penyebaran gejala
dalam ruang pada suatu wilayah tertentu, baik lokal,
negara maupun continental. Seluruh aspek dan gejala
geografi ditinjau dan dideskripsikan secara bertautan
dalam hubungan integrasi dan interelasi keruangannya.
Melalui interpretasi dan analisa geografi regional ini,
karakteristik suatu wilayah yang khas dapat ditonjolkan,
sehingga perbedaan dan persamaan antar wilayah
menjadi kelihatan jelas (Sumaatmadja, 1988).
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Indonesia merupakan suatu region
berdasarkan kenyataan bahwa antar
wilayah di Indonesia mempunyai
kesamaan-kesamaan tertentu,
seperti kesamaan iklim (iklim tropis),
kesamaan letak, kesamaan bahasa
dan ideologi, kesamaan budaya, dan
yang paling penting secara hukum
antar bagian wilayah indonesia
merupakan satu kesatuan hukum
negara ditambah dengan dua
daerah istimewa (DIY Yogyakarta
dan DIY Nangroe Aceh Darussalam).
Di dalam MP3EI, Indonesia membagi
wilayah ke dalam 6 koridor utama
(Lihat Gambar 2), pembagian
koridor itu untuk memudahkan
Indonesia mengidentifikasi dirinya
sendiri dan untuk memudahkan
para investor membaca kondisi
perekonomian di Indonesia.
Berdasarkan pengertian diatas,
cakupan geografi regional sangatlah
luas karena mencakup wilayah di
permukaan bumi dan aktivitas
manusia di dalamnya. Aspek-aspek
geografi regional yang dipelajari,
diantaranya luas, bentuk wilayah,
iklim, sumber daya alam, penduduk
dan pembangunan ekonomi. Terkait
pembangunan ekonomi White, 2004
menyebutkan bahwa ekonomi
geografi adalah kajian tentang
lokasi, distribusi dan interaksi
fenomena ekonomi. Geografi telah
memberikan sumbangan yang
besar terhadap perkembangan
ekonomi (Fik, 2000). White (2004)
juga menyatakan bahwa
pembangunan ekonomi suatu
negara sangat ditentukan oleh
lokasi negara tersebut disamping
variabel politik dan penduduk.
Semakin strategis lokasi negara,
kondisi politik yang stabil dan
penduduk yang memadai,
pembangunan ekonominya pun
akan berkembang dengan cepat.
geografi juga mampu memberikan
kontribusi yang sangat signifikan
untuk globalisasi ekonomi (Yeung,
2002). Globalisasi ekonomi tidak
bisa berdiri sendiri karena terdiri dari
berbagai aspek khususnya aspek
geografi sebagai pondasi utamanya.
Pembangunan ekonomi suatu
negara akan sangat tergantung dari
negara itu untuk memposisikan
dirinya baik di negara itu sendiri
maupun diantara negara-negara
lainnya.
Ranah Ekonomi Regional dan
Geografi Regional
Secara sederhana ekonomi regional
dan geografi regional merupakan
ilmu yang mempelajari wilayah di
permukaan bumi dengan aktivitas
manusia di dalamnya. Perbedaan
yang teridentifikasi pada umumnya
akan terlihat pada objek yang
dipelajari. Pada ilmu ekonomi
regional objek kajian fokus pada
aktivitas ekonomi yang bersifat
sektoral atau sektor-sektor ekonomi,
karena yang dicari adalah potensi
suatu wilayah. Sebagai contoh di
dalam MP3EI koridor Sumtera telah
teridentifikasi sebagai sentra
produksi hasil bumi dan lumbung
energi nasional sedangkan di
koridor Papua telah teridentifikasi
sebagai sentra pengembangan
pangan, perikanan, energi dan
pertambangan nasional. Ekonomi
regional merupakan pendekatan
yang tepat untuk mengatasi
permasalahan wilayah, karena dapat
membandingkan perkembangan
sektoral yang komprehensif dan
dapat merujuk di wilayah mana
yang tepat untuk mengembangkan
suatu sektor.
Pada geografi regional objek kajian
fokus pada karakteristik suatu
wilayah. Profil wilayah diulas dalam
(i) segala gejala alam secara
lokasional dan sistematik, (ii)
dampak kegiatan di suatu wilayah
dengan wilayah lainnya, dan (iii)
bagaimana pola interaksi dengan
manusianya. Hobbs (2012)
menyatakan bahwa geografi
merupakan ilmu yang mempelajari
ruang di permukaan bumi dan
aktivitas manusia yang hidup di
dalamnya. Pendekatan keruangan
merupakan ciri utama dalam
geografi regional. Manusia sebagai
salah satu komponen hidup utama
di bumi memiliki karakteristik dan
keunikan tersendiri.
Gambar 2. Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Karakteristik dan keunikan itu timbul akibat ruang yang
mereka tempati tidaklah sama di seluruh permukaan
bumi cara pemanfaatan wilayahnya pun akan berbeda-
beda sehingga akan melahirkan satu keunikan wilayah
yang akhirnya berbeda dengan wilayah lainnya.
Pembangunan ekonomi saat ini sudah semakin
komplek dan menantang dimana perekonomian suatu
wilayah bukan lagi merupakan kumpulan sektor-sektor
unggulan, melainkan merupakan suatu sistem yang
saling berhubungan (Martono, 2008). Globalisasi
ekonomi sudah tidak dapat dipisahkan lagi dengan
geografi dan pondasi geografi telah menjadi bagian
dari pembangunan ekonomi (Yeung, 2002). Beberapa
penelitian khususnya mengenai pembangunan
wilayah selalu mensejajarkan ekonomi dan geografi.
Martono, (2008) menjelaskan bahwa ada 3 (tiga) hal
yang dapat dijadikan patokan perkembangan suatu
wilayah, yaitu, sumber daya alam, sumber daya
manusia dan posisi kawasan. Tiga hal tersebut
merupakan cikal bakal pembangunan ekonomi suatu
wilayah. Sumber daya alam merupakan modal dasar
pembangunan, sumber daya manusia merupakan
faktor penggerak pembangunan dan posisi kawasan
yang strategis merupakan faktor kunci pengembangan
wilayah.
Selain ketiga hal diatas, jarak antar wilayah menjadi
salah satu variabel yang harus diperhatikan. Dalam
gravity model (Leamer dan Levinsohn, 1996 dalam
Fujita, Krugman dan Venable, 1999) variabel jarak
selalu muncul sebagai faktor penentu yang signifikan
karena jarak akan sangat mempengaruhi biaya
transportasi. Walaupun akses transportasi sudah
tersedia tapi apabila jarak dari produsen ke konsumen
terlalu jauh akan menjadi tidak efektif karena biaya
transportasi akan tinggi. Fujita, Krugman dan Venable
(1999) menyebutkan bahwa biaya transportasi menjadi
salah satu variabel yang sangat berpengaruh dalam
pergerakan ekonomi. Penjualan suatu barang
tergantung dari penghasilan setiap lokasi, index harga
setiap lokasi, harga pabrik dan biaya transportasi. Biaya
transportasi yang rendah dan jaringan komunikasi
yang semakin canggih membuat dunia semakin kecil
dan perdagangan pun akan semakin mudah dilakukan
(Krugman, 1995).
Semakin jauh jarak dan semakin lama barang sampai
ke konsumen, akan semakin tinggi harga suatu barang
dan akan semakin sulit bersaing di pasaran. Biaya
produksi pun harus ditekan untuk menutupi biaya
trasnportasi yang tinggi. Dengan mengendalikan biaya
transportasi, maka harga suatu barang akan tetap
terjaga dan akan tetap mampu bersaing di pasaran.
Dalam hal ini produksi harus dilakukan di “lokasi” yang
tepat agar biaya tranportasi dapat dikendalikan.
Kemudahan berinteraksi dengan wilayah lain akan
melancarkan aliran barang dan jasa sehingga roda
perekonomian akan selalu bergerak.
Dari uraian di atas baik ekonomi regional maupun
geografi regional merupakan dua hal yang menjadi
landasan pembangunan ekonomi suatu wilayah.
Ekonomi regional maupun geografi regional akan
saling terkait satu sama lain dan akan sulit untuk
dipisahkan karena dasar kajiannya sama, yaitu ruang
dan manusia yang menjadi pembeda adalah objek
yang dikaji. Geografi regional mengkaji karakteristik
suatu wilayah sedangkan ekonomi regional mengkaji
aktivitas ekonomi melalui sektor-sektor yang ada di
wilayah itu.
Butir Penting dari 2 Sisi Dasar
Baik ekonomi regional maupun regional geografi
merupakan disiplin ilmu yang fokus utamannya adalah
ruang (space). Yang pertama melihat ‘space’ dari sisi
‘sector wise’ di suatu lokasi, sementara yang lain,
melihat ‘space’ dalam konteks ‘regional wise’. Aktivitas
manusia menjadi aktor di dalam ruang tersebut yang
menjadikan ruang tersebut menjadi dinamis. Saat ini
pendekatan geografi menjadi sangat penting di
bidang ekonomi, karena analisis ekonomi tidak hanya
membahas permintaan dan penawaran pasar semata,
melainkan membahas mekanisme pergerakan barang
dan jasanya di suatu wilayah.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Perbedaan dari ekonomi regional dan regional geografi
tidak perlu menjadikan suatu kendala terhadap analisis
keruangan, tapi justru dapat digunakan untuk saling
melengkapi temuan yang lebih bermakna. MP3EI
sebagai contoh, didahului dengan data ekonomi daerah,
yang kemudian di ‘reconstruct’ secara spatial dalam
paparan sederhana 2 dimensi. Dalam kaitan tersebut,
perencanaan investasi menurut wilayah dimaksudkan
untuk memudahkan para pengambil keputusan guna
menyiasati porsi investasi dan kegiatan pembangunan
dalam basis sumberdaya alam dan manusia, ke depan.
Dalam kaitan tersebut, tentunya perspektif ekonomi
regional dan geografi rekonomi merupakan dasar
berpijak dalam tataran estimasi dan hipotesis keruangan
yang mudah dicerna dalam sistem pengambilan
keputusan. Dengan demikian diharapkan pembangunan
yang optimal dapat dicapai melalui 2 pendekatan
sederhana tersebut.
Dalam suatu wilayah, dimana telah ditemukenali potensi
sektor unggulan secara relatif berbanding terhadap
sektor lainnya, maka langkah selanjutnya adalah,
bagaimana memahami potensi persebaran dari
sumberdaya sektor tersebut. Hal ini bermanfaat (i) guna
pencapaian nilai optimalisasi investasi yang dibutuhkan
di wilayah tersebut dan (ii) bermulti-guna bagi
pendorong pembangunan sektor lainnya di wilayah
yang bersangkutan, karena kedua disiplin ilmu tersebut
mempunyai peranan masing-masing dan peran tersebut
dapat saling melengkapi.
Daftar Pustaka Ascani, Andrea., Riccardo. C. and Simona. I. 2012. Regional
Economic Development: a Review. SEARCH WPOL/03.
Boyce, David. 2004. A Short History of the Field of Regional
Science. Papers Reg. Sci. 83, 31-57.
Claval, Paul. 2006. Regional Geography: Past and Present (a
review of ideas/concept, Approaches and Goal). UFR de
Geographie et Amenagement, Universite paris
Sorbonne, Paris. Dalam http://sgo.pccu.edu.tw/geog/
chi/b/b1/chapters-culture-geog/b.pdf. Diakses tanggal
3 Maret 2014.
Djunijanto. 2009. Perkembangan Sejarah Geografi. http://
djunijanto.wordpress.com/materi/perkembangan-
sejarah-geografi/. Diakses tanggal 3 Maret 2014. Pukul
20.21 WIB.
Dwi, ichwan, 2010. Definisi Geografi Regional. http://one-
geo.blogspot.com/2010/03/definisi-geografi-
regional.html. Diakses tanggal 3 Maret 2014. Pukul
20.15 WIB.
Ekblaw, S. E. dan Mulkerne. D. J.D. 1958. Economic and Social
Geography. McGraw-Hill.
Emilia dan Imelia. 2006. Modul Ekonomi Regional. Jurusan Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Jambi.
Fairgrieve, James. 1966. North America: Real geography series,
book 2. G. Philip.
Fik, Timothy J. 2000. The Geography of Economic
Development: Regional Changes, Global Challenges.
Boston: McGraw Hill Higher Education.
Fujita, M., Paul. K. and Venable. J. 1999. The Spatial Economy:
City, Regions and International Trade. The MIT Press
Cambridge, Massachusetts London, England.
Hartshorne, Richard. 1939. The Nature of Geography. The
Association Lancaster.
Hobbs, Joseph. J. 2012. Fundamental of World Regional
Geography: Third Edition. CengageBrain User.
Julliard, E. 1974. La”region”, Ophrys, Paris. http://
www.eolss.net/sample-chapters/c01/e6-14-03-10.pdf.
Diakses tanggal 3 Maret 2014.
Krugman, Paul. 1995. Growing World Trade: Cause and
Consequences. Brookings Papers on Economic Activity,
I. Page 327-377.
Martono, Primasto. A. 2008. Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi
dan Antar daerah di Wilayah Kedungsepur. Tesis.
Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah
dan Kota. Universitas Diponegoro, Semarang.
Mustofa, Bisri. Inung Sektiyawan. 2008. KAMUS LENGKAP
GEOGRAFI. Panji Pustaka: Yogyakarta
Nazara, Suahazil. 2009. Bahan Kuliah Ekonomi Regional. Bahan
Ajar Kuliah Ekonomi Regional PPIE Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Strabo. 1970. Geography: v. 6. Loeb.
Subanti dan Hakim. 2009. Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi
Tenggara: Pendekatan Sektor Basis dan Analisis Input-
output. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan. Vol.
10, No. 1: 13-33
Syaeful, Hadi. B. 2008. Geografi Regional Indonesia. Jurusan
Pendidikan Geografi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi,
Universitas Negeri Yogyakarta.
www.ekon.go.id. MP3EI
White, Kristopher D. 2004. Re-Thinking the Measurement of
Economic Development: Application of a Revised
Development Index to Central Asia. Paper. Kazakhstan
Institute of Management, Economic and Strategic
Research.
Wood, Gerald. 1999. On the Future of Regional Geography.
Geographica Helvetica Jg. 54 1999/Heft 4.
Yeung, Henry. W-Chung. 2002. The Limits to Glonalization
Theory: A Geographic Perspective on Global Economic
Change. Economic Geogrphy. Vol. 78, Page 285-305.
http://www.statsamerica.org/innovation/guide/
practitioners_guide.pdf. Diakses tanggal 7 Maret 2014.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
OPTIMALITAS PENGGUNAAN LAHAN BAGI PENGEMBANGAN DAERAH PERKOTAAN
DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI “MP3EI HIJAU” (STUDI KASUS JABODETABEK)
Oleh: Anita Sitawati Wartaman
PENDAHULUAN
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, menjadikan wila-
yah Jabodetabek sebagai salah satu dari 22 kegiatan
utama yang didorong untuk realisasi investasi skala be-
sar. Dalam skala nasional, nilai investasi pengembangan
Jabodetabek Area menempati urutan ke-dua tertinggi
setelah sektor migas. Ini berarti, pelaksanaan MP3EI akan
membawa konsekuensi pada semakin intensifnya
kegiatan perekonomian di wilayah Jabodetabek.
Peningkatan kegiatan perekonomian tersebut akan
berdampak terhadap semakin meningkatnya perluasan
lahan terbangun, sehingga mengakibatkan semakin
berkurangnya kemampuan lahan untuk meresap air dan
pada gilirannya menjadikan semakin rendahnya
ketersediaan air tanah. Sementara, saat ini masalah
rendahnya ketersediaan air bersih di Jabodetabek justru
merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh
Jabodetabek Area (Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, 2011:90)
Tidak terlepas dari hal di atas, sumberdaya alam memiliki
keterbatasan untuk menampung kegiatan manusia.
Memperhatikan adanya keterbatasan ketersediaan
sumberdaya alam di atas dan pelaksanaan MP3EI
merujuk pada pembangunan berkelanjutan; maka
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam,
khususnya sumberdaya air dalam mendukung
pelaksanaan MP3EI, harus memperhatikan azas
keberlanjutan.
Untuk memenuhi kebutuhan aktivitas manusia, sumber
air bersih yang paling sering digunakan bersumber dari
air permukaan dan air tanah. Penggunaan air tanah ber-
esiko mengakibatkan penurunan muka tanah dan infil-
trasi air laut. Selain itu, air tanah terutama air tanah da-
lam dikategorikan sebagai sumberdaya alam tidak
terbarukan (non renewable resources) karena diperlukan
± 300 tahun untuk dapat terisi kembali (Fatimah dkk,
2012). Oleh sebab itu, pemanfaatan air tanah untuk
pemenuhan kebutuhan air bersih sebaiknya dibatasi.
Dengan demikian, sumber air bersih yang digunakan
untuk mendukung aktivitas manusia, sebaiknya
bersumber dari air permukaan.
Di muka bumi, besarnya penyimpanan air permukaan
tergantung antara lain dari penggunaan lahan. Semakin
luas penggunaan lahan daerah terbangun, kemampuan
tanah menyerap air juga semakin berkurang karena sifat
perkerasan tutupan lahan. Terkait dengan program
pengembangan Jabodetabek Area yang merupakan
salah satu kegiatan utama dalam MP3EI,
pengembangan daerah terbangun sebagai salah satu
alat dalam menjaga ketersediaan air bersih perlu
diperhatikan.
TUJUAN PENELITIAN
Dalam upaya mendukung pelaksanaan MP3EI
berkelanjutan, secara umum penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji hubungan antara pengembangan
daerah terbangun dan daya dukung lingkungan,
khususnya dalam upaya menjaga ketersediaan air bersih
bagi pengembangan daerah perkotaan hingga tahun
2025. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat
menjawab pertanyaan (i) lokasi mana yang masih
memungkinkan untuk pengembangan kawasan
perkotaan dalam upaya mendukung pelaksanaan
MP3EI? dan (2) bagaimana skenario optimalitas
penggunaan lahan untuk mempertahankan
ketersediaan air tanah di wilayah Jabodetabek
METODOLOGI
Pendekatan :
Dalam mendukung pelaksanaan MP3EI hijau khususnya
terkait dengan ketersediaan air bersih, daya dukung
lingkungan suatu wilayah menjadi faktor penting yang
harus diperhatikan agar proses pembangunan dapat
berkelanjutan.
FOKUS
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Analisis lingkup wilayah menggunakan pendekatan
satuan wilayah ekologis Daerah Aliran Sungai (DAS).
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang
dibatasi oleh punggung-punggung bukit dimana air
hujan yang jatuh di daerah tersebut dialirkan melalui
sungai sungai kecil kemudian ke sungai utama (Asdak,
2002). DAS merupakan satuan pemantauan tataguna
lahan yang baik karena dalam suatu DAS terjadi siklus
hidrologi yang dapat menunjukkan adanya keterkaitan
biofisik antara daerah hulu dan hilir. Aktivitas perubahan
penggunaan lahan dapat memberi dampak dalam
bentuk antara lain perubahan fluktuasi debit air. Secara
hidrologis DAS memiliki karakteristik khusus yang
berhubungan dengan unsur utamanya yaitu jenis tanah,
tataguna lahan, topografi, kemiringan dan panjang
lereng.
Tidak terlepas dari hal di atas, Hujan jatuh ke bumi baik
secara langsung maupun melalui media misalnya
melalui tanaman (vegetasi). Di bumi air mengalir dan
bergerak dengan berbagai cara. Secara gravitasi (alami)
air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang
rendah. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah
karena bergerak di atas muka tanah. Air permukaan
sering digunakan sebagai sumber air baku untuk
keperluan penyediaan air bersih. Penyimpanan air
permukaan besarnya tergantung antara lain dari kondisi
geologi dan penggunaan lahan. Semakin luas
penggunaan lahan daerah terbangun, kemampuan
tanah menyerap air juga semakin berkurang karena sifat
perkerasan tutupan lahan. Dengan demikian, semakin
luas daerah terbangun akan berpengaruh terhadap
kondisi air tanah baik secara kualitas maupun kuantitas.
Hubungan antara kondisi tutupan lahan yang
mengekspresikan suatu penggunaan lahan dan
kemampuan menyerap air di representasikan melalui
modifikasi metode Rasional dengan rumus:
L = 1/360 (1-C) . I . A
dimana:
L = Debit laju resapan air (m3/detik)
(1-C) = Koefisien laju resapan air, yang besarnya
tergantung pada karakteristik tutupan lahan
I = Intensitas curah hujan rata-rata (mm/jam)
A = Luas daerah (Ha)
Dalam penelitian ini, nilai koefisien limpasan (C) yang
digunakan sebagai berikut:
Sumber : SNI 03-2415-1991, dalam Yelza, Merry. Pengaruh Perubahan
Tata Guna Lahan Terhadap Debit Limpasan Drainase di Kota Bukit
Tinggi.
Penggunaan lahan daerah tidak terbangun yang
diasumsikan sebagai ruang terbuka hijau (taman/
lapangan bermain/pekuburan) memiliki koefisien limpa-
san (run-off) sangat kecil, yaitu sekitar 0,10 (Tabel 1). Ini
berarti, daya menyerap air penggunaan lahan ruang ter-
buka hijau tersebut sangat tinggi. Untuk itu, dalam
penelitian ini, ketersediaan ruang terbuka digunakan
sebagai salah satu alat kendali penataan ruang bagi
usaha mempertahankan ketersediaan air tanah. Dalam
Pasal 17 Undang-undang Tata Ruang Nomor 26 tahun
2007 pun dinyatakan bahwa dalam rangka pelestarian
lingkungan, dalam rencana tata ruang wilayah
ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh)
persen dari luas daerah aliran sungai. Berdasarkan ulasan
di atas; dalam penelitian ini, ketersediaan Ruang Terbuka
dan metoda Rasional digunakan sebagai pendekatan
utama penilaian tata ruang dan lingkungan.
Selain itu, luas perkerasan tutupan lahan pada daerah
terbangun juga ditentukan oleh faktor persentase per-
bandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan
gedung yang dapat dibangun dan luas lahan/tanah per-
petakan/daerah perencanaan yang dikuasai atau yang
disebut dengan istilah KDB. Semakin besar angka KDB
nya, semakin luas lantai dasar bangunan gedung yang
dapat dibangun dan semakin kecil ruang terbuka pada
lahan/tanah perpetakan. Dengan demikian, dalam
penelitian ini, nilai KDB digunakan sebagai pendekatan
penilaian optimalitas penggunaan lahan.
Penggunaan Lahan
C Keterangan
Pertanian dan tegalan
0,5 Asumsi karakteristik tanah lempung dan sejenisnya
Daerah terbangun
0,6 Asumsi nilai rata-rata untuk daerah permukiman padat, perdagangan dan industri
Daerah tidak terbangun
0,1 Asumsi merupakan ruang terbuka hijau (taman/ lapangan bermain dan kuburan)
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Lingkup Penelitian :
DAS yang menjadi lokasi penelitian
adalah wilayah Jabodetabek yang
terletak di (1) DAS Cisadane, (2) DAS
Kali Angke, (3) DAS Kali Pesanggra-
han, (4) DAS Kali Krukut, (5) Das Cili-
wung, (6) Das Kali Sunter, (7) DAS
Kali Cakung dan (8) DAS Kali Bekasi.
Total luas wilayah DAS sekitar 349,7
ribu hektar.
Dalam upaya menjaga ketersediaan
air tanah baku di wilayah
Jabodetabek, lingkup penelitian
akan memfokuskan pada upaya
menemukenali optimasi
penggunaan lahan bagi
pengembangan daerah perkotaan
di wilayah Jabodetabek yang
termasuk ke dalam lingkup 8
(delapan) DAS di atas.
Data yang Dibutuhkan
Untuk mencapai tujuan penelitian,
jenis data yang digunakan adalah
data sekunder, yang terdiri atas :
1. Penggunaan lahan DAS
Cisadane, Kali Angke, Kali
Pesanggrahan, Kali Krukut,
Ciliwung, Kali Sunter, Kali
Cakung dan Kali Bekasi.
2. Curah hujan
3. Kebijkan dan standar-standar
terkait, antara lain Undang-
Undang Republik Indonesia
Nomor 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.
Data-data tersebut diperoleh
melalui survey institusional.
Sedangkan berdasarkan waktu
pengambilan, data yang
dipergunakan termasuk ke dalam
bentuk jenis data cross section.
Tahapan Analisa
Pada penelitian ini, unit analisa yang
digunakan adalah satuan wilayah
ekologis Daerah Aliran Sungai (DAS).
Variabel penilainya berorientasi
pada variabel fisik. Proses analisa
yang dilakukan meliputi:
1. Menghitung luas distribusi
penggunaan lahan tiap DAS pada
tahun 2010. Dalam penelitian ini,
penggunaan
lahan diklasifikasikan menjadi (1)
penggunaan lahan daerah
terbangun dan (2) penggunaan
lahan ruang terbuka. Penggunaan
lahan ruang
terbuka itu sendiri dirinci lagi
menjadi 2 klas, yaitu penggunaan
lahan (1) pertanian dan tegalan,
dan (2) penggunaan lahan daerah
tidak terbangun yang meliputi
taman dan pemakaman, rawa,
sungai, dan kolam, semak dan
hutan, hutan bakau, dan tanah
berbatu.
2. Mengidentifikasikan DAS yang
dikategorikan memiliki kondisi
“baik” dan kondisi “tidak baik”.
Kriteria identifikasi menggunakan
pendekatan Pasal 17 UU Tata
Ruang nomor 26 tahun 2007.
Suatu DAS dikategorikan memiliki
kondisi ‘baik’ bila memiliki RTH di
atas 30% dan ‘kurang baik’ bila
memiliki RTH di bawah atau sama
dengan 30%. DAS yang memiliki
kondisi “baik” merupakan DAS
terpilih bagi pengembangan
wilayah perkotaan.
3. Memprediksikan distribusi
penggunaan lahan tahun 2025
pada DAS terpilih. Pasal 17 UU
Nomor 26 Tahun 2007 tentang
ketersediaan ruang terbuka
hijau digunakan sebagai
pendekatan dalam melakukan
prediksi penggunaan lahan
tahun 2025.
4. Menghitung laju resapan air
permukaan pada tahun 2010 dan
2025. Perhitungan laju resapan air
permukaan menggunakan
pendekatan modifikasi metoda
rasional. Perhitungan
menggunakan asumsi bahwa nilai
C untuk kawasan terbangun
adalah 0,60, nilai C untuk
pertanian dan tegalan adalah 0,5,
dan nilai C untuk daerah tidak
terbangun adalah 0,10 serta curah
hujan rata-rata = 2.500 mm/
tahun.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
5. Menghitung distribusi penggunaan lahan dan laju
resapan air permukaan pada tahun 2025 dengan
menggunakan 3 model, yaitu model distribusi
penggunaan lahan dengan KDB 40%, 30% dan 20%.
ANALISIS /DISKUSI
Total luas 8 (delapan) DAS yang berada di wilayah
Jabodetabek adalah 349.477 Ha. Luas distribusi
penggunaan lahan masing-masing DAS yang
dimaksudkan pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel
1 di bawah ini.
Dengan menggunakan pendekatan Pasal 17 Undang-
undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007; hanya 3
DAS yang dapat dikatakan dalam keadaan “baik”, yaitu
DAS Ciliwung, DAS Cisadane dan DAS Kali Bekasi (Tabel
1). Sementara, DAS Kali Angke, DAS Kali Pesanggrahan,
DAS Kali Krukut, Das Kali Sunter, dan DAS Kali Cakung
dapat dikatakan “kurang baik”. Berdasarkan hasil
identifikasi di atas, untuk melindungi ketersediaan air
tanah baku bagi kebutuhan manusia, perluasan daerah
perkotaan di wilayah Jabodetabek sebaiknya di arahkan
pada wilayah Jabodetabek yang terletak pada DAS
Cisadane, DAS Kali Bekasi dan DAS Ciliwung.
Berdasarkan kondisi penggunaan lahan di atas (Tabel 1),
debit laju resapan air untuk wilayah Jabodetabek yang
terletak pada 8 DAS pada tahun 2010 dapat di lihat pada
Tabel 2 di bawah ini.
Bila dihitung laju resapan air untuk wilayah Jabodetabek
secara keseluruhan, dengan nilai C rata-rata 0,48; maka
laju resapan air pada tahun 2010 adalah 145,58 m3/detik.
Dalam upaya melaksanakan MP3EI hijau, yaitu me-
manfaatkan sumberdaya alam secara optimal dengan
tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem; Pasal 17
Undang-undang Penataan Ruang No 26 tahun 2007
digunakan sebagai pendekatan utama dalam melakukan
prediksi distribusi penggunaan lahan tahun 2025.
Dengan menggunakan pendekatan tersebut, perluasan
daerah terbangun hanya dapat dilaksanakan sekitar 86
ribu hektar. Arahan lokasi perluasan daerah terbangun
adalah pada DAS Ciliwung sekitar 5 ribu hektar, DAS
Cisadane sekitar 67 ribu hektar dan DAS Kali Bekasi
sekitar 14 ribu hektar (Tabel 3).
NO. PENGGUNAAN LAHAN
WILAYAH JABODETABEK
DAS CILIWUNG
DAS CISADANE
DAS K. ANGKE
DAS K. BEKASI
DAS K. CAKUNG
DAS K.KRUKUT
DAS K. PESANGGRAHAN
DAS K. SUNTER
TOTAL
1. Daerah terbangun 21.608 38.558 23.014 22.539 13.791 18.594 14.451 14.470 167.025
% 56 26 76 42 78 83 78 79 48
2. Ruang Terbuka
a Pertanian dan Tegalan
9.918 76.903 6.158 22.519 2.993 1.900 3.327 2.014 125.732
b Daerah tdk terbangun
6.762 35.338 1.225 8.014 999 1.859 673 1.849 56.720
Sub total ruang terbuka
16.680 112.240 7.383 30.534 3.992 3.759 4.001 3.863 182.452
% 44 74 24 58 22 17 22 21 52
TOTAL 38.288 150.798 30.397 53.072 17.783 22.353 18.452 18.334 349.477
Tabel 1. Luas Distribusi Penggunaan Lahan Wilayah Jabodetabek Tahun 2010
NO. PENGGUNAAN LAHAN LUAS (Ha) KOEFISIEN
LAJU RESAPAN AIR CURAH HUJAN
(mm/jam) LAJU RESAPAN AIR
(m3/detik)
1. Daerah terbangun 167.025 0,4 0,29 53,82
2. Ruang Terbuka
a Pertanian dan Tegalan 125.732 0,5 0,29 50,64
b Daerah tdk terbangun 56.719 0,9 0,29 41,12
Sub total ruang terbuka 182.451
TOTAL 349.476
Tabel 2. Laju Resapan Air Wilayah Jabodetabek Tahun 2010
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Dari Tabel 3 di atas tampak bahwa
total luas daerah terbangun pada
DAS Ciliwung menjadi 26.776 Ha
atau sekitar 69,93% dari total luas
DAS. Total luas daerah terbangun
pada DAS Cisadane adalah 105.558
Ha atau sekitar 70,00% dari total luas
DAS, dan total luas daerah
terbangun pada DAS Kali Bekasi
adalah 37.039 Ha atau sekitar
69,79% dari total luas DAS.
Selain menggunakan pendekatan
Pasal 17 Undang-undang Penataan
Ruang No 26 tahun 2007, prediksi
juga dilakukan dengan
menggunakan asumsi bahwa alih
fungsi lahan untuk perluasan daerah
terbangun hanya terjadi pada areal
pertanian dan tegalan. Sedangkan,
penggunaan lahan ruang terbuka
lainnya (taman dan pemakaman,
rawa, sungai, dan kolam, semak dan
hutan, hutan bakau, dan tanah ber-
batu) diasumsikan tetap. Dengan
konfigurasi distribusi penggunaan
lahan seperti pada Tabel 3, total laju
resapan air wilayah Jabodetabek
yang terletak pada 8 DAS dapat di
lihat pada Tabel 4.
Secara keseluruhan, dengan nilai C
rata-rata 0,49; laju resapan air pada
wilayah Jabodetabek tahun 2025
adalah 138,60 m3/detik. Jika
dibandingkan dengan laju resapan
air tahun 2010 (145,58 m3/detik),
terjadi penurunan daya dukung
lingkungan dalam aspek
penyerapan air tanah sekitar 5%.
Dari perhitungan di atas tampak
bahwa karakteristik tutupan lahan
sebagai ekspresi dari suatu
penggunaan lahan, sangat
berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya laju resapan air tanah.
Untuk menambah laju resapan air
tanah, dengan tidak merubah
penggunaan lahan suatu kawasan;
Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
dapat digunakan sebagai
pendekatan pembatasan perkerasan
tutupan lahan. KDB kecil perlu
diberlakukan khususnya pada
wilayah-wilayah yang dapat
berpotensi sebagai daerah resapan
air tanah, yaitu kawasan yang
mempunyai kemampuan tinggi
untuk meresapkan air hujan
sehingga merupakan tempat
pengisian air bumi (akifer) yang
berguna sebagai sumber air. Suatu
kawasan ditetapkan sebagai
kawasan resapan air apabila
memiliki curah hujan yang tinggi,
struktur tanah yang mudah
meresapkan air dan bentuk
geomorfologi yang mampu
meresapkan air hujan secara besar-
besaran.
Pada penelitian ini dilakukan
perhitungan penerapan KDB dalam
3 model, yaitu KDB 40%, 30% dan
20%. Distribusi penggunaan lahan
dengan menggunakan KDB 40%,
30% dan 20% yang dimaksudkan
dapat dilihat pada Tabel 5.
Penambahan ruang terbuka sebagai
dampak pengurangan KDB berkisar
sekitar 50-70 % (Tabel 5). Dengan
komposisi distribusi penggunaan
lahan seperti pada Tabel 5 di atas,
total laju resapan air wilayah
Jabodetabek dapat di lihat pada
Tabel 6.
Tabel 3. Luas Distribusi Penggunaan Lahan Wilayah Jabodetabek Tahun 2025
PENGGUNAAN LAHAN
WILAYAH JABODETABEK
DAS CILIWUNG
DAS CISADANE
DAS K. ANGKE
DAS K.BEKASI
DAS K. CAKUNG
DAS K.KRUKUT
DAS K. PESANGGRAHAN
DAS K. SUNTER
TOTAL
1. Daerah terbangun
26.776 105.558 23.014 37.039 13.791 18.594 14.451 14.470 253.693
% 69,93 70,00 75,71 69,79 77,55 83,18 78,32 78,93 72,59
2. Ruang Terbuka
a Pertanian dan Tegalan
4.750 9.903 6.158 8.019 2.993 1.900 3.327 2.014 39.065
b Daerah tdk terbangun
6.762 35.338 1.225 8.014 999 1.859 673 1.849 56.720
Sub total ruang terbuka
11.512 45.241 7.383 16.033 3.992 3.759 4.000 3.863 95.785
% 30,07 30,00 24,29 30,21 22,45 16,82 21,68 21,07 27,41
TOTAL 38.288 150.798 30.397 53.072 17.783 22.353 18.452 18.334 349.477
NO.
NO. PENGGUNAAN LAHAN LUAS (Ha)
KOEFISIEN LAJU RESAPAN
AIR
CURAH HUJAN
(mm/jam)
LAJU RESAPAN AIR (m3/detik)
1. Daerah terbangun 253.693 0,4 0,29 81,75
2. Ruang Terbuka
a Pertanian dan Tegalan 39.065 0,5 0,29 15,73
b Daerah tdk terbangun 56.720 0,9 0,29 41,12
Sub total ruang terbuka 95.785
TOTAL 349.478
Tabel 4. Laju Resapan Air Wilayah Jabodetabek Tahun 2025
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Bila dibandingkan dengan laju resapan air permukaan
tahun 2010; tampak bahwa dengan penerapan KDB
sebesar 40%, terdapat peningkatan daya dukung
lingkungan, laju resapan air permukaan bertambah
sekitar 9%. Sedangkan bila KDB daerah terbangun 30%,
terdapat penambahan laju resapan air permukaan
sekitar 17%, dan bila KDB daerah terbangun 20%,
terdapat penambahan laju resapan air permukaan
sekitar 21%. Dari hitungan di atas, tampak jelas peranan
KDB dalam mengatur laju resapan air tanah. Dalam
upaya mewujudkan MP3EI hijau, penerapan KDB yang
tepat bagi pengembangan daerah terbangun,
merupakan salah satu upaya mengatasi ketersediaan air
tanah di Jabodetabek.
KESIMPULAN
1. Dalam mendukung MP3EI hijau, rencana perluasan
kawasan perkotaan di wilayah Jabodetabek
sebaiknya di arahkan pada wilayah Jabodetabek
yang terletak pada DAS Ciliwung, DAS Cisadane dan
DAS Kali Bekasi. Secara lebih rinci, untuk
menemukenali lokasi terpilih diperlukan analisis
korelasi antara pola penggunaan lahan dan faktor
ketinggian permukaan tanah.
2. Sebagai akibat dari adanya perluasan kawasan
perkotaan di wilayah Jabodetabek tersebut, pada
tahun 2025 terjadi penurunan daya dukung
lingkungan dalam aspek penyerapan air tanah
sekitar 5%. Untuk menambah laju resapan air tanah,
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dapat digunakan
sebagai pendekatan pembatasan perkerasan
tutupan lahan. KDB kecil perlu diberlakukan
khususnya pada wilayah-wilayah yang dapat
berpotensi sebagai daerah resapan air tanah. Asumsi
KDB daerah terbangun 40%, terdapat peningkatan
daya dukung lingkungan, laju resapan air
permukaan bertambah sekitar 9%. Sedangkan bila
KDB daerah terbangun 30%, terdapat penambahan
laju resapan air permukaan sekitar 17%, dan bila KDB
daerah terbangun 20%, terdapat penambahan laju
resapan air permukaan sekitar 21% dibandingkan
dengan laju resapan air tahun 2010. Untuk
menemukenali lokasi yang tepat bagi penerapan
alternatif KDB 40%, 30% atau 20%, diperlukan
analisis korelasi antara pola penggunaan lahan
lokasi terpilih dan kondisi geologi lokasi terpilih.
DAFTAR PUSTAKA
_____Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
_____Analisa Hidrologi Terapan Untuk Perencanaan
Drainase Perkotaan. http://
referensi.dosen.narotama.ac.id. 16 September
2012
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. 2011
Suryanto, 2007. Daya Dukung Lingkungan Daerah Aliran
Sungai Untuk Pengembangan Kawasan
Permukiman (Studi Kasus Das Beringin Kota
Semarang). Magister Tesis. Program
PascasarjanaMagister Teknik Pembangunan
Wilayah Dan Kota Universitas DiponegoroSemarang
Yelza, Merry dkk. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan
Terhadap Debit Limpasan Drainase di Kota Bukit
Tinggi. www.ftsl.itb.ac.id/wp.../95010005-Merry-
Yelza.pdf , 9 Januari 2014
Tabel 5. Luas Distribusi Penggunaan Lahan Wilayah Jabodetabek
Berdasarkan KDB 40%, 30% dan 20% Tahun 2025
NO. LUAS LAHAN
KDB 40% KDB 30% KDB 20%
1. Daerah terbangun 201.825 193.125 184.425
2. Ruang Terbuka
a Pertanian dan Tegalan 38.732 38.732 38.732
b Daerah tdk terbangun 108.919 117.619 126.319
Sub total ruang terbuka
147.651 156.351 165.051
TOTAL 349.476 349.476 349.476
PENGGUNAAN LAHAN
Tabel 6. Laju Resapan Air Wilayah Jabodetabek Berdasarkan
Disrtibusi Penggunaan Lahan dengan Menggunakan Model KDB
40%, 30% dan 20% pada Tahun 2025
NO. PENGGUNAAN
LAHAN
LAJU RESAPAN AIR
KDB 40% KDB 30% KDB 20%
1. Daerah terbangun 65,03 62,23 59
2. Ruang Terbuka
a Pertanian dan Tegalan
15,60 15,60 16
b Daerah tdk terbangun
78,97 85,27 92
Wilayah Jabodetabek
159,60 163,10 166,61
Volume 12 / No. 1 / April 2014
DINAMIKA PEMAHAMAN EKONOMI REGIONAL
DAN GEOGRAFI EKONOMI
Oleh: Arief Prasetyo
PENDAHULUAN
Manusia diciptakan sebagai mahluk yang tidak pernah
puas. Dalam kehidupannya manusia selalu dituntut
untuk sebisa mungkin memenuhi kebutuhan hidupnya.
Baik yang berupa kebutuhan hidup primer, sekunder
maupun tersier. Namun demikian manusia terbentur
oleh keterbatasan alat pemuas kebutuhan tersebut.
Manusia dituntut untuk melakukan usaha pemenuhan
kebutuhan ini. Usaha untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya ini diartikan sebagai kegiatan ekonomi.
Kegiatan ekonomi yang dilakukan manusia tidak
terlepas dari proses produksi, distribusi dan konsumsi
berbagai produk barang dan jasa. Pada
perkembangannya ilmu ekonomi mulai berkembang
dan mulai muncul berbagai cabang ilmu ekonomi yang
lebih spesifik pada bidang ekonomi tertentu.
Samuelson (1955) mengungkapkan bahwa persoalan
pokok ilmu ekonomi sejatinya mencakup tiga hal:
1) barang apa yang diproduksi. Hal ini bersangkut paut
dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang
ada dalam masyarakat.
2) bagaimana atau oleh siapa barang itu diproduksi.
Hal ini bersangkut paut dengan pilihan tehnologi
untuk menghasilkan barang tersebut dan apakah
ada pengaturan dalam pembagian peran itu.
3) untuk siapa atau bagaimana pembagian hasil dari
kegiatan memproduksi barang tersebut. Hal ini
bersangkut paut dengan pengaturan balas jasa,
sistem perpajakan, subsidi, bantuan kepada fakir
miskin, dll.
Ketiga hal ini melandasi analisis ekonomi klasik. Namun
ada beberapa permasalahan pokok ilmu ekonomi yang
juga dibahas oleh pakar lain, yaitu :
4) kapan berbagai kegiatan tersebut dilaksanakan.
Pertanyaan ini dijawab dengan menciptakan teori
ekonomi dinamis (dynamic economic analysis)
dengan memasukkan unsur waktu ke dalam analisis.
5) dimana lokasi dari berbagai kegiatan tersebut.
Di dalam ilmu ekonomi regional untuk memecahkan
masalah khusus yang terpaut dengan pertanyaan
dimana diabaikan dalam analisis ekonomi
tradisional. Dalam pertanyaan ini ilmu ekonomi
regional berperan untuk menjawab.
Sebagai sebuah disiplin, ilmu ekonomi senantiasa
berkembang sesuai tuntuan zaman. Salah satu lompatan
ilmu yang cukup menarik dalam ilmu ekonomi adalah
dikenalnya konsep spatial economic. Konsep ini
merupakan bentuk ketidakpuasan terhadap konsep
ekonomi konvensional yang telah dikenal sebelumnya.
Dengan pendekatan ekonomi konvensional,
keuntungan diperhitungkan dari selisih antara harga jual
dikurangi biaya produksi. Sedangkan dengan
pendekatan ekonomi regional, keuntungan juga
mempertimbangkan biaya transport. Biaya transport ini
meliputi biaya transport ke pasar (market) maupun ke
sumber produksi. Dari titik inilah mulai muncul kajian
baru mengenai ekonomi yaitu regional science dan
geografi ekonomi.
Kedua kajian tersebut sebenarnya berangkat dari
pemikiran yang sama, yaitu bagaimana untuk
menganalisis mengenai kegiatan ekonomi dari aspek
spatial (keruangan). Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan hasil analisis yang lebih akurat dan
mendekati kenyataan. Kajian ekonomi dengan
pendekatan spatial merupakan bentuk koreksi dari teori
ekonomi konvensional yang berkembang sebelumnya.
Namun demikian ada beberapa hal yang membedakan
antara ekonomi regional dan geografi ekonomi yang
akan dijelaskan dalam uraian selanjutnya. Menarik untuk
dikaji mengenai dinamika pemahaman perspektif
ekonomi regional dan geografi ekonomi, dengan
demikian akan lebih jelas untuk ditarik esensi nilai
kemanfaatan masing-masing cabang ilmu tersebut,
beserta kombinasi keduanya.
OPINI
Volume 12 / No. 1 / April 2014
ILMU WILAYAH
Aspek wilayah (spasial), adalah
dimensi yang belum banyak
terfikirkan dalam teori ekonomi
konvensional. Padahal aspek
wilayah atau lokasi sangat
berpengaruh terhadap keuntungan
yang akan diperoleh. Teori Lokasi
mulai diperkenalkan oleh John
Heinrich Von Th�nen (1826) dengan
dengan Bid Rent Theory. Von
Th�nen membuat sebuah model
yang menggambarkan bagaimana
pasar memberikan pengaruh
terhadap penggunaan lahan
pertanian.
Central Place Theory dikemukakan
oleh Walter Christaller setelah dia
menemukan adanya hubungan
ekonomi antara pusat kota dengan
daerah sekitarnya (hinterland). Dia
berasumsi bahwa semua daerah
adalah datar dan tidak ada batas
fisiografis yang membatasi mobilitas
orang. Dalam konsep Christaller,
treshold (ambang batas) adalah
konsep yang cukup penting, konsep
ini mengedepankan besar populasi
yang membutuhkan barang/jasa
pada suatu area, sehingga aktivitas
ekonomi yang dijalankan pada
lokasi itu akan tetap berkelanjutan.
Pada tahun 1954, August Losch
memodifikasi central place theory.
Hal ini dilakukan karena dia
berpendapat bahwa teori yang
dikembangkan oleh Christaller
sebelumnya terlalu kaku. Dia
berpendapat bahwa model
Christaller menyebabkan pola
distribusi barang/jasa dan akumulasi
keuntungan hanya didasarkan
sepenuhnya oleh lokasi. Christaller
tidak berfokus pada
memaksimalkan kesejahteraan
konsumen dan menciptakan
landscape konsumen dengan
meniminalkan perjalanan konsumen
dengan mempertahankan tingkat
keuntungan.
Regional Science atau dalam bahasa
Indonesia dikenal dengan istilah
ilmu wilayah. Definisi dari ilmu
wilayah itu sendiri adalah ilmu
yang mempelajari masalah
sosial yang memiliki dimensi
wilayah dan spasial dengan
cermat dan teliti, dengan
menggunakan penelitian
secara analitis dan empiris
(Isard,1956). Mencermati definisi
yang dikemukakan Issard, jelas
disebutkan bahwa aspek wilayah
(spasial) memegang peranan yang
penting dalam melakukan
memecahkan berbagai
permasalahan terutama masalah
sosial dan ekonomi. Dijelaskan pula
bahwa dimensi spasial bisa diteliti/
dikaji secara analitis maupun
empiris, artinya dimensi tersebut
bisa diukur dan dihitung untuk
mendapatkan sebuah kajian yang
tepat. Ilmu wilayah belum bisa
menjawab pertanyaan; dimana
semua aktifitas ekonomi tersebut
harus dilakukan? dan Mengapa
aktifitas ekonomi tersebut harus
bertempat di lokasi tertentu?
Regional Science menjadi lebih
terkenal ketika Walter Isard bersama
Wassily Leontief berhasil
menerapkan teori input-output.
merupakan uraian statistik dalam
bentuk matriks yang menyajikan
informasi tentang transaksi barang
dan jasa serta saling keterkaitan
antar satuan kegiatan ekonomi
(sektor) dalam suatu wilayah pada
suatu periode waktu tertentu. Model
ini menghasilkan indeks yang
mengukur total efek atau dampak
dari sebuah penambahan
kebutuhan akan tenaga kerja atau
penambahan pendapatan. Model ini
bisa digunakan dalam memprediksi
dan meramal dampak dari performa
dari ekonomi regional di masa
depan dan perubahan dalam
transaksi antar industri (Stimson,
Stough and Roberts, 2002). Pada
perkembangannya konsep ini bisa
diterapkan untuk kajian antar
wilayah yang dikenal sebagai
Interregional Input-Output Analysis.
Dalam tulisannya yang berjudul
Location and Space Economy, Isard
memasukkan unsur spasial/ruang.
Menurut Isard, General Theory of
Location and Space Economy
mencakup semua kegiatan ekonomi
dengan memperhatikan distribusi
geografis dari input dan output
serta distribusi geografis dari harga
dan biaya (dalam Fujita, 1999). Dari
sinilah kmudian Isard dianggap
sebagai pembaharu dari kajian ilmu
ekonomi sebelumnya yang hanya
terfokus pada supply dan demand
tanpa memperhatikan aspek spasial.
Bahkan kajian dari dari ahli ekonomi
sebelumnya seperti John von
Thunen, Webber, Christaller
maupun Losch yang telah mulai
mengenalkan konsep spatial
economic, tidak menyadari adanya
distribusi geografis dari input dan
output serta distribusi geografis dari
harga dan biaya yang mungkin tidak
sama untuk semua region.
Albert Hirschmann seorang ekonom
kelahiran Berlin Jerman, adalah
ekonom penganjur teori
pertumbuhan tidak seimbang.
Hirschmann berpendapat dalam
proses pertumbuhan selalu dapat
dilihat kemajuan pada satu titik
(titik) yang menimbulkan tekanan-
tekanan, ketegangan-ketegangan
dan dorongan-doronan pada titik
selanjutnya.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Hirschmann menggunakan istilah Titik Pertumbuhan
(Growth Point) atau Pusat Pertumbuhan
(Growth Centre). Antara pusat dan daerah belakang
terdapat ketergantungan dalam suplai barang dan tena-
ga kerja. Pengaruh yang paling hebat adalah migrasi
penduduk ke kota-kota besar (urbanisasi) akan dapat
mengabsorsikan tenaga kerja yang trampil dan pihak
lain akan mengurangi pengangguran tidak kentara di
daerah belakang. Dalam teorinya, ada dua kemungkinan
yang terjadi dalam suatu pertumbuhan, yaitu trickle
down dan polarization effect. Trickle down adalah aspek
positif dimana daerah yang lebih maju mampu
membantu daerah yang lebih terbelakang dengan cara
membeli faktor-faktor produksi, berinvestasi maupun
menyerap pengangguran. Sedangkan Polarization effect
adalah efek sebaliknya, dimana terjadinya sebuah
kemunduran yang bisa berupa migrasi tenaga kerja ke
kawasan/region yang lain. Walaupun terlihat suatu
kecenderungan yang suram, Hirschman optimis dan
percaya bahwa pengaruh trikling-down akan mengatasi
pengaruh polarisasi. Misalnya bila daerah perkotaan
berspesialisasi pada industri dan daerah perdesaan
berspesialisasi pada produksi primer, maka meluasnya
permintaan daerah perkotaan harus mendorong
perkembangan daerah perdesaan, tetapi apa yang
terjadi tidak seperti yang diharapkan (Nurhadi, 2003).
Hirschmann memandang hubungan antara berbagai
industri dalam menyediakan barang dan jasa yang
digunakan sebagai bahan mentah industri adalah
sebagai pendorong pembangunan pada sektor
produktif. Kegiatan ini menciptakan hubungan
keterkaitan ke depan (forward linkage effects) dan
pengaruh keterkaitan kebelakang (backward linkage
effects). Forward linkage effects maksudnya adalah
tingkat rangsangan yang diciptakan oleh pembangunan
suatu industry terhadap perkembangan industri-industri
yang menggunakan produk industry yang pertama
sebagai input (bahan baku) mereka, sedangkan
backward linkage effects maksudnya adalah tingkat
rangsangan yang diciptakan oleh pembangunan suatu
industry terhadap perkembangan industri-industri yang
menyediakan input (bahan baku) bagi industri tersebut.
Gunnar Myrdal, seorang ekonom Swedia, pada tahun
1957 memberikan kritik kepada teori ekonomi klasik
yang menyebutkan bahwa mekanisme pasar dalam
jangka panjang dapat menciptakan struktur ekonomi
yang seimbang. Myrdal berpendapat bahwa proses
pembangunan jangka panjang justru akan
menyebabkan ketimpangan-ketimpangan
perkembangan ekonomi antar wilayah. Teori yang
dikemukakan Myrdal memberikan gambaran yang
sederhana mengenai penjalaran dampak industrialisasi
terhadap proses sosial-ekonomi yang berjalan menurut
pola sirkulatif-kumulatif. Myrdal menyatakan bahwa
bahwa, apapun alasannya, ekspansi industri yang
berawal dari pusat pertumbuhan (growth centre) akan
menyebabkan meluasnya keuntungan internal dan
eksternal industri bersangkutan sehingga memperkuat
pertumbuhannya, namun dengan mengorbankan
daerah lain. Menurut pandangannya, ekonomi ini tidak
hanya mencakup keahlian tenaga kerja dan modal
publik, tetapi juga perasaan positif untuk tumbuh dan
semangat dari pengusaha/wiraswasta baru (Hafidz,
2009).
Myrdal memperkenalkan konsep backwash effect dan
spread effect. Backwash effect diartikan sebagai wilayah
yang maju akan menghambat perkembangan wilayah
yang lebih terbelakang, sedangkan spread effect
memiliki pengertian bahwa wilayah yang lebih maju
akan menciptakan keadaan yang mendorong
perkembangan wilayah-wilayah yang masih
terbelakang. Konsep ini sangat identik dengan konsep
Albert Hirschmann yaitu trickle down dan polarization
effect. Namun, dalam penekanan pembahasan dan
kesimpulan-kesimpulan terdapat perbedaan yang cukup
besar. Analisa Myrdal memberikan kesan pesimistis, ia
berpendapat bahwa polarisasi muncul lebih kuat dari
pada penyebaran pembangunan, permintaan faktor-
faktor produksi akan menumpuk di daerah-daerah
perkotaan yang memberikan manfaat kepadanya, dan
sebaliknya di daerah perdesaan yang tidak
menguntungkan akan menipis (Nurhadi, 2003).
Friedman, 1979, menampilkan teori core-periphery
region. Teori ini mencoba untuk memandang aspek
spasial (ruang), lokasi, serta persoalan-persoalan
kebijaksanaan dan perencanaan pengembangan
wilayah dalam ruang lingkup yang lebih umum. Konsep
ini periphery region atau daerah pinggir berada di
sekeliling core region atau daerah inti. Friedman
menjelaskan bahwa pembangunan yang terjadi adalah
bergerak dari daerah inti (core) dan kemudian menuju
daerah sekitarnya (periphery). Hal ini karena daerah inti
(core) umumnya lebih dinamis jika dibandingkan
dengan daerah pinggiran (periphery) yang lebih statis.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Friedman menyatakan bahwa
bahwa dalam skala regional terdapat
hirarki pusat-pusat pertumbuhan
adalah sebagai berikut “Pusat
Pertumbuhan Primer” yang
merupakan pusat utama dari daerah
yang dapat merangsang
pertumbuhan pusat-pusat yang
lebih rendah tingkatannya; “Pusat
Pertumbuhan Sekunder” yang
berperan memperluas dampak
perambatan ke wilayah yang tidak
terjangkau oleh pusat pertumbuhan
primer; dan “Pusat Pertumbuhan
Tersier” sebagai titik pertumbuhan
bagi daerah belakangnya (Hafidz,
2009).
Michael Porter pada 1990-an
memberikan perhatian pada
regional cluster dari sektor-sektor
industri yang berhubungan dengan
tujuan meningkatkan produktifitas,
inovasi dan daya saing secara
umum. Porter berpendapat bahwa
industri-industri yang berada dan
berkumpul pada suatu tempat
(cluster) akan berdampak positif
pada produktifitas. Porter
menjelaskan interaksi tersebut
sangat bergantung pada empat
faktor, yaitu: strategi, struktur dan
persaingan perusahaann; kondisi
faktor input; kondisi permintaan;
dan industri yang yang
berhubungan dan mendukung.
Interaksi yang intensif dari keempat
faktor tersebut akan menghasilkan
produktifitas yang lebih baik,
meningkatnya inovasi dan
pertumbuhan sektor ekspor. Porter
(1990) menyebutkan pentingnya
konsentrasi perusahaan secara
geografis untuk yang akan
memperbaiki cluster’s work. Namun
demikian Porter tidak mendifinisikan
secara jelas mengenai aspek
keruangan dari cluster yang
dimaksud (Vuković dkk., 2012).
Porter (dalam Vuković dkk,, 2012)
mendefinisikan cluster sebagai
perusahaan yang terkonsentrasi
secara geografis dan masing-masing
perusahaan masing-masing
terhubung dengan specialized
suppliers, penyedia jasa yang
beroperasi pada industry yang sama
dan berhubungan dengan beberapa
instansi seperti universitas ataupun
lembaga-lembaga perdagangan.
Walaupun pendekatan yang
diberikan oleh Porter menjadikan
bidang ekonomi regional menjadi
lebih dikenal, namun pendekatan
yang diberikan belum sempurna dan
segera mendapat berbagai kritik.
Porter banyak berbicara mengenai
dampak sebuah cluster terhadap
keunggulan wilayah/negara. Dia
menyatakan bahwa jika sebuah
negara menciptakan sebuah
lingkungan bisnis, dimana negara
memberikan dukungan penuh
dengan menciptakan situasi yang
nyaman, maka hal itu akan
mencerminkan keunggulan
kompetitif dari negara itu. Porter
juga menambahkan bahwa hal ini
bisa diaplikasikan dalam skala
regional. Namun hal ini segera
mendapat bantahan, salah satunya
dari Paul Krugman.
Krugman berpendapat bahwa
sebuah negara tidak bersaing
dengan negara lainnya. Kompetisi
antar perusahaan dan wilayah tidak
bisa dibandingkan. Perusahaan
dapat dengan mudah masuk atau
keluar dari suatu negara tergantung
dari keuntungan dan prospek
bisnisnya. Namun sebuah negara
tidak dengan mudah melupakan
wilayahnya yang sudah tertentu
(given).
GEOGRAFI EKONOMI
Geografi ekonomi adalah
sub-disiplin dari ilmu geografi yang
memanfaatkan pendekatan geografi
dalam mempelajari ekonomi.
Lingkup studinya adalah tentang
variasi wilayah di muka bumi yang
mencakup aktifitas manusia seperti
produksi, konsumsi dan distribusi
dalam hubungannya dengan
lingkungan tempat hidupnya
(Alexander, 1963). Secara historis,
geografi ekonomi disibukkan
dengan jarak dan tatanan hierarkis
dari pemukiman, lokasi optimal
untuk manufaktur dan kegiatan ritel,
dan struktur geografis perdagangan
dan komunikasi. Dalam hal ini,
geografi ekonomi tegas berlabuh
dalam teori lokasi dan metode serta
teknik optimasi yang terkait dengan
teori ekonomi utama (Clark dkk.
2000).
Barnes (2000) menjelaskan ada dua
teori mengenai munculnya disiplin
ilmu geografi ekonomi. Pertama,
adalah era ketika beberapa disiplin
ilmu (terutama dari ilmu sosial)
diperkenalkan di beberapa
universitas di Eropa Barat dan
Amerika Utara, salah satunya ilmu
Geografi Ekononomi. Kedua,
kemunculan disiplin ilmu geografi
ekonomi berkaitan dengan erat
dengan kolonoalisme. Banyak
tulisan yang menghubungkan
munculnya disiplin Geografi
Ekonomi dengan munculnya
imperialisme di Eropa Barat pada
abad ke-19. Hubungan antara
imperialisme dan kemunculan
geografi ekonomi adalah hubungan
mengenai konsep environment
determinism yang sering
dikemukakan oleh geograf masa itu
dengan pembenaran imperialisme.
Konsep environment determinism
adalah konsep yang menyebutkan
bahwa lingkungan alami
mempengaruhi penduduk lokal
(given people).
Contohnya adalah penduduk di lingkungan tropis dinya-
takan kurang bertenaga jika dibandingkan dengan
penduduk di Eropa.
Perkembangan ilmu Geografi Ekonomi tidak lepas dari
jasa seorang George G Chisholm (1850-1930). Chisholm
menulis sebuah buku berjudul Handbook of Commercial
Geography (1889) yang banyak berisi tentang semua
produksi komoditas dunia dan kondisi geografis untuk
perdagangan. Chisholm tidak hanya menilai keuntungan
ekonomi dari tingginya volume perdagangan, namun
juga dari sisi geografi ekonomi. Dia berpendapat bahwa
perdagangan sangat tergantung dari aspek geografis
wilayah. Kondisi wilayah yang berbeda akan
menghasilkan produk yang berbeda atau menyediakan
produk dengan kondisi yang kondisi yang tidak sesuai
harapan.
Smith (1874-1966) menerbitkan buku Industrial and
Commercial Geography pada tahun 1913. Buku tersebut
disebut sebagai Chisholm's Handbook versi Amerika.
Pada bagian pertama dari buku tersebut membahas
mengenai produksi dari sumberdaya tertentu dan
barang-barang pabrik dan pada bagian kedua
menjelaskan tentang perdagangan dunia. Dalam
kajiannya, Smith menjelaskan mengenai dinamika dan
pergerakan yang tidak dibahas dalam Chisholm's
Handbook. Smith berfokus pada perubahan teknologi
seputar transportasi dan telekomunikasi. Dengan
berfokus pada dua tokoh diatas, beberapa elemen/aspek
yang baru ilmu Geografi Ekonomi ditemukan. Ilmu
Geografi memperhatikan kedetilan secara empiris,
kategorisasi global secara geografis atas komoditas
tertentu serta pola spasial dan kondisi perdagangan
(Barnes, 2000).
Pada tahun 1930an. kajian Geografi Ekonomi mulai
bergeser dari hubungan komersial umum secara global
menjadi kajian yang lebih sempit, pada region yang unik,
dan terutama yang dekat dengan tempat tinggal.
Diawali oleh kritik Ray Whitbeck (dalam barnes 2000)
terhadap karya Smith, Industrial and Commercial.
Industrial and Commercial karya Smith terstruktur secara
tematik, seputar komoditas, perdagangan dan
transportasi. Struktur yang dijelaskan Smith tidak secara
regional. disinilah kritik yang diberikan oleh Whitbeck
dimana dia berpendapat bahwa ada perbedaan yang
jelas antara perdagangan dan industri dengan geografi
perdagangan dan industri. Whitbeck memberikan kritik
bahwa penekanan yang seharusnya diberikan adalah
pada aspek negara (country) bukan pada komoditas.
Pendapat ini menjadi populer dan melahirkan sebuah
perspektif wilayah (region) yang membentuk sebuah
wilayah, dengan keunikannya dan fokus kepada
kebutuhan wilayah tersebut. Whitbeck mennulis buku
dengan judul Economic Geography yang meluruskan
definisi geografi ekonomi dengan menyediakan
pengetahuan yang mendidik manusia mengenai
kebutuhan dan kegunaan. Hal yang mendasar dari ide
ini adalah perbadaan karakter wilayah.
Richard Hartshorne (1899-1992) seorang geografer dari
Amerika memberikan penjelasan mengenai perpektif
ruang dengan kodifikasi yang sistematis dan penjelasan
yang cerdas.Hartshorne menulis The Nature of
Geography (1939). Dalam buku tersebut dijelaskan
bahwa region adalah unit geografis yang bisa
digunakan sebagai basis untuk mengatur dan
mengintegrasikan informasi yang tersebar dan
beranekaragam yang telah dikumpulkan oleh geografer.
Hartshorne berpendapat bahwa dalam regionalisasi
(pewilayahan) menekankan pada keunikan wilayah
dalam hal ini Hartshorne menekankan pendekatan
geografi yang deskriptif. Keunikan wilayah yang
ditekankan oleh Hartshorne memberikan pembenaran
terhadap penyebaran yang cepat dari tipologi wilayah
yang menentukan geografi ekonomi wilayah tersebut.
Dalam kajian yang dilakukan oleh Chisholm dan Smith
sebelumnya, sedikit memperhatikan terhadap tipologi.
Mereka memperhatikan lokasi, tetapi hanya berdasarkan
komoditas yang dihasilkan dan diperdagangkan.
Perkembangan Geografi Ekonomi selanjutnya adalah
munculnya kajian Geografi Ekonomi dengan pendekatan
yang berbeda, yaitu pendekatan dan prosedur
kuantitatif (terutama dengan statistik). Mulai
berkembang kajian Geografi Ekonomi yang dikaji dari
belakang meja dengan menggunakan peralatan seperti
komputer dan kalkulator. Ini sangat berbeda dengan
dasar yang dikemukakan Hartshorne yang berupa
field-based, typological, bersifat deskriptif pada satu
pusat wilayah.
Hal ini dipelopori oleh Harold McCarty yang sejatinya
meneruskan ide dari Freed Schaefer (1953) yang
mengkritik pendekatan Hartshorne, bahwa seharusnya
Geografi Ekonomi menggunakan pendekatan ilmiah
untuk mencari hukum Geografi (the ultimate form of a
scientific generalization).
Senada dengan pendapat Schaefer,
McCarty berpendapat bahwa Geo-
grafi Ekonomi seharusnya beralih
dari kajian yang bersifat regional
dan menjadi lebih scientific. pada
1940 McCarty menerbitkan buku
dengan judul The geographic basis
of American economic life, dimana
pada saat itu Geografi Ekonomi AS
diperhitungkan secara konvensional
per region. McCarty
memperkenalkan aspek tekanan
pasar (market forces) yang membuat
kajian ekonomi lebih terlihat realistis
secara geografis. Geografi ekonomi
menjadikan konsep ini semakin luas
daripada konsep ekonomi dan
metode yang digunakan menjadi
lebih luas jika dibandingkan bidang
ilmu Geografi (McCarty, 1940, in
Barnes 2000). Dari sini mulai dapat
dilihat munculnya sebuah ilmu
Geografi Ekonomi dengan
pendekatan yang lain, yang sangat
berbeda dari konsep yang
dikemukakan Hartshorne. Geografi
Ekonomi berkembang menjadi
sebuah ilmu sosial matang yang
menekankan analisis sosial daripada
fisik dan menggunakan analisis
ilmiah daripada analisis deskriptif
belaka (Barnes, 2000). Namun hal ini
dipandang sangat berat untuk
dikerjakan. Peter Hagget (1965)
berpendapat bahwa analisis
Geografi Ekonomi seharusnya
mempergunakan sebuah model
sederhana yang sama dengan
kenyataan dan mempergunakan
metode statistik untuk mengujinya
dengan kenyataan di lapangan
(dalam Barnes, 2000).
Perkembangan Geografi Ekonomi
pada 1960-an diwakili oleh William
Alonso dan Brian Berry. Alonso
mengeluarkan buku Location and
Land Use pada 1964. Sedangkan
Brian Berry menerbitkan buku
Market Center and Retail
Distribution. Dalam bukunya
tersebut, Berry menguji teori dan
prinsip Central Place Theory milik
Christaller. Berry (1992) menyatakan
bahwa ilmu ekonomi menaruh
perhatiannya bagaimana
sumberdaya alam langka berada
diantara pengguna yang saling
berkompetisi untuk
mendapatkannya melalui
bagaimana sebuah harga ditentukan
dan pendapatan yang terdistribusi,
dan dengan kebijakan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sama halnya dengan ekonomi,
geografi juga menaruh perhatian
dengan aktivitas manusia dalam
memanfaatkan sumberdaya alam,
namun dengan perspektif distribusi
spasial, pola dari interaksi spasial,
dan wilayah sebagai hasil analisis.
Menurut sejarahnya, para ahli
geografi ekonomi sering
mengabaikan kontribusi dari prinsip
ilmu ekonomi yang dapat
membantu mereka untuk mencapai
tujuannya. Berry juga mengatakan
bahwa tujuan ekonomi geografi
modern adalah untuk menjelaskan
sistem geografi dalam ekonomi
dengan menggunakan jumlah
variabel yang sedikit.
Jika pada analisi ekonomi regional
dikenal analisis input-output yang
dikembangkan Isard, maka di bidang
Geografi Ekonomo, dikenal sebuah
alat analisis yang diakomodasi oleh
Miller dan Wright (1991), Isserman
(1997), dan Ron Hood (1998). Alat
analisis ini dikenal dengan istilah
Location Quotient (LQ). Analisa ini
merupakan suatu metode
pengembangan/penilaian ekonomi
sederhana yang digunakan dalam
model ekonomi basis sebagai
langkah awal untuk memahami
sektor kegiatan yang memacu
pertumbuhan. LQ mengukur
konsentrasi relatif kegatan ekonomi
melalui pendekatan perbandingan
wilayah.
Paul Krugman (1991) dalam
karyanya Geography and Trade
memperkenalkan sebuah pemikiran
baru mengenai Geografi Ekonomi,
yang kemudian dikenal sebagai New
Economic Geography (NEG). dalam
teori ini Krugman menjelaskan
mengenai pola perdagangan
internasional dan konsentrasi
kesejahteraan (welfare) secara
geografis. Pola ini diukur dengan
menguji dampak skala ekonomi
terhadap kesukaan konsumen pada
layanan barang dan jasa. Krugman
menjelaskan dua teori, yaitu
International Trade dan Economic
Geography.
International Trade atau
perdagangan bebas yang selama ini
menganut konsep yang diciptakan
David Ricardo yaitu Comparative
Advantage, dianggap sudah tidak
lagi mampu menjawab fenomena
perdagangan internasional saat ini.
Ricardo dalam teorinya menjelaskan
bahwa tiap negara perlu mencari
spesialisasi produksi agar proses
“barter” komoditas antar negara bisa
terjadi dan pendapatan negara
meningkat. Krugman menganggap
teori ini sudah tidak berlaku pada
abad 20 dan 21. Krugman
mengungkap fakta bahwa saat ini
proses perdagangan dan jasa
didominasi oleh segelintir negara
yang ternyata memperdagangkan
komoditas yang sama. Lebih jauh
Krugman menjelaskan bahwa pada
saat ini permintaan lebih didorong
oleh variasi meskipun produknya
sama. Hal ini akan cenderung lebih
menguntungkan kedua belah pihak
karena bisa memperluas jaringan
global.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Dalam Economic Geography, Krugman menjelaskan
terjadinya konsentrasi populasi di suatu wilayah.
Krugman menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena ada
kecenderungan pekerja bermigrasi ke wilayah pusat
pekerja terbesar yang akhirnya manghasilkan variasi
produk baru yang sangat beragam. Konsentrasi terjadi
dalam hal barang dan jasa yang diproduksi maupun
lokasi barang tersebut dibuat.
Dalam menjelaskan aglomerasi Krugman menggunakan
prinsip Increasing Returns. Faktor pembentuk increasing
returns tersebut adalah kombinasi economies of
scale dan penurunan biaya transportasi. Biaya
transportasi (minimal untuk mencapai konsumen) yang
lebih murah akan memicu self-reinforcing process di
mana populasi metropolitan yang tumbuh akan
meningkatkan skala produksi, gaji riil, dan keragaman
pasok barang. Hal ini pada gilirannya akan merangsang
migrasi penduduk lebih lanjut ke kota. Akhirnya
menurut teori Krugman ini, akan terbentuk kawasan inti
yang hi-tech dan terurbanisasi, dan kawasan pinggiran
yang kurang berkembang. NEG berusaha menjelaskan
tentang variasi bentuk dari Aglomerasi Ekonomi dalam
ukuran besar dalam ruang Geografi. Kita juga harus
memahami bahwa aglomerasi ekonomi ini bisa terjadi
pada tiap tingkatan ruang geografi dengan berbagai
komposisi yang berbeda-beda. Contoh nyata pada skala
kecil adalah berkumpulnya toko-toko kecil, restoran
yang bisa ditemukan di lingkungan sekitar kita.
PEMAHAMAN DINAMIS KEDUA PERSPEKTIF: EKONOMI
REGIONAL DAN GEOGRAFI EKONOMI
Dari penjelasan diatas, Ekonomi Regional dan Geografi
Ekonomi adalah studi yang sama-sama memperhatikan
aspek wilayah dalam kajiannya. Kedua sub-disiplin ilmu
tersebut lahir karena adanya ketidakpuasan terhadap
teori-teori terdahulu. Ekonomi regional lahir karena
ketidakpuasan terhadap pandangan teori ekonomi klasik
yang terlalu menyederhanakan konsep ekonomi dengan
hanya melibatkan aspek harga jual dengan biaya
produksi untuk memperhitungkan keuntungan. Padahal
dalam prakteknya ada komponen lain yaitu biaya
transport ke pasar maupun ke sumber produksi yang
berbanding lurus dengan jarak, dalam hal ini ekonomi
regional mulai memperhatikan aspek spasial.
Sedangkan Geografi Ekonomi lahir karena
ketidakpuasan terhadap kajian Geografi Ekonomi
terdahulu yang hanya menggambarkan wilayah secara
deskriptif atau pada aspek kualitatif saja. Hal ini
dianggap belum cukup untuk menjelaskan berbagai
fenomena atau permasalahan di muka bumi. Geografi
harus bisa menjelaskan berbagai fenomena tersebut.
Geografi harus menyelidiki lebih jauh lagi keteraturan
dalam distribusi spasial, geografi juga harus menjadi
pengetahuan dasar dalam mengatur faktor-faktor yang
mempengaruhi distribusi spasial objek-objek
dipermukaan bumi. Sehingga muncullah kajian Geografi
Ekonomi yang menggunakan prosedur dan pendekatan
secara kuantitatif (secara statistik dan matematik).
Penggunaan model dalam menyederhanakan fenomena
dipermukaan bumi juga dimungkinkan untuk
mempermudah analisis yang kemudian dianalisis secara
statistik untuk mendapatkan hasil yang akurat dan
sesuai kenyataan.
Namun demikian ada perbedaan antara ekonomi
regional dan geografi ekonomi. Perbedaan yang paling
mendasar adalah cara pandang terhadap ruang.
Ekonomi regional sangat sedikit memberikan perhatian
terhadap dimensi ruang. Perspektif Regional Science
dalam aspek spasial hanyalah sebatas pada “apa yang
menjadi masalah” dan “mengapa masalah itu bisa
terjadi”. Aspek spasial hanya berkepentingan terhadap
tempat berkumpulnya perusahaan-perusahaan (firm
concentration) tanpa mempertimbangkan keberadaan
lokasi tersebut berada dimana dan mengapa berada
disana.
Jika menilik berbagai teori tokoh-tokoh regional science
misalnya von Thϋnen (Bid Rent Theory), Walter
Chrystaller (Central Place Theory), Walter Isard (General
Theory of Location and Space Economy) selalu dikatakan
bahwa kajiannya berhubungan dengan ruang, namun
apabila dianalisis lebih lanjut, analisisnya hanya terbatas
pada faktor-faktor pembentuk ruang yang biasanya
berhubungan dengan sektor-sektor ekonomi yang
terlibat. Regional science tidak memperhatikan aspek
ruang yang lebih luas seperti distribusi spasial obyek-
obyek dipermukaan bumi yang mempengaruhi aktifitas
manusia. Begitu juga dengan teori backwash effect dan
spread effect yang dikemukakan Myrdal dan teori polari-
zation dan trickle down effect yang dikemukakan Hirch-
mann yang tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai
distribusi spasial mengenai permasalahan tersebut.
Analisis Input-Output (I-O) yang menjadi alat analisis dari
ekonomi regional. Analisis I-O memperlihatkan
keterkaitan antar sektor ekonomi dalam suatu wilayah
tertentu secara komprehensif.
Tabel input-output dapat mendeskripsikan arus
transaksi antar pelaku perekonomian. Dengan demikian,
apabila terjadi perubahan tingkat produksi atas sektor
tertentu, dampaknya terhadap sektor lain dapat dilihat.
Analisis I-O memperlihatkan keterkaitan antar sektor
ekonomi dalam suatu wilayah tertentu secara
komprehensif. Tabel input-output dapat
mendeskripsikan arus transaksi antar pelaku
perekonomian. Dengan demikian, apabila terjadi
perubahan tingkat produksi atas sektor tertentu,
dampaknya terhadap sektor lain dapat dilihat. Namun
analisis I-O hanya bisa menjelaskan mengenai karakter
struktur ekonomi suatu wilayah tanpa bisa menjelaskan
distribusi spasialnya. Location Quotient atau LQ adalah
alat analisis yang digunakan Geografi Ekonomi.
Digunakan untuk mengetahui tingkat spesialisasi dan
mengindikasikan sektor basis atau leading sector yang
ada. Tabel LQ dapat mendeskripsikan bagaimana derajat
spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan
perbandingan antar wilayah. Dari segi metode analisis
ini nampak bahwa ekonomi regional dalam kajiannya
berbasis pada sektor sedangkan ekonomi regional lebih
menganalisa basis lokasi secara relatif atas kegiatan
ekonomi tertentu pada beberapa wilayah. Contoh
mudah memahaminya adalah jika dengan analisa I-O
kita bisa mengetahui sektor uggulan sebuah negara
yang akan sangat berpengaruh terhadap sektor yang
lain. Namun dengan LQ kita bisa melakukan penilaian
terhadap potensi ekonomi lokal yang (berbasis lokasi)
dengan membandingkannya dengan region yang lain.
Perbedaan yang lain adalah dipengaruhi oleh masih
dipengaruhinya regional science oleh pandangan
ekonomi ortodoks yang menganut Homo economicus
(rational man), dimana semua manusia dianggap
berkelakuan rasional, berorientasi keuntungan dan
merespon terhadap market signal. Bagaimanapun,
hidup adalah kompleks, dan perilaku manusia
tidak selalu rasional dalam mengambil keputusan. Hal ini
bisa berkaitan dengan jenis kelamin, ras, usia, klas sosial,
keyakinan budaya, kesehatan atau disabilitas. Geografer
dengan tajam mengulas aspek ini ketika mengkaji
masalah ekonomi. Hal ini didasari bahwa Geografi
merupakan ilmu yang holistik dan memperhitungkan
semua aspek yang mungkin berpengaruh terhadap
sebuah kajian. Termasuk dalam ekonomi, Geografi
Ekonomi juga mempelajari mengenai spatial behaviour
dan behaviour in space dari subyek dan obyek ekonomi
tersebut.
TITIK PENTING BAGI KEDUA PENDEKATAN
Perkembangan ilmu sangat dinamis, termasuk ilmu
ekonomi yang bergerak dari ilmu ekonomi konvensional
secara perlahan bergerak meluaskan kajiannya dengan
memperhatikan aspek ruang. Begitu juga dengan ilmu
Geografi yang juga berevolusi untuk mempelajari
aktifitas ekonomi manusia di atas permukaan bumi
dengan mulai menggunakan pendekatan kuantitatif.
Pada suatu titik terjadi overlap antara kajian ekonomi
regional dan geografi ekonomi karena kedua ilmu
tersebut mengklaim berbicara mengenai ruang. Namun
penekanan kajian dari kedua ilmu tersebut berbeda,
ekonomi regional lebih menekankan pada sektor
sebagai fokus (sector wise), sedangkan Geografi
Ekonomi lebih menekankan pada aspek distribusi spasial
dari sektor-sektor tersebut berada dimana.
Perbedaan tersebut bisa dimaklumi, namun hendaknya
dalam sebuah kajian ekonomi digunakan analisa
pemecahan masalah dengan pendekatan yang lebih
holistik (menyeluruh). Sehingga hasil analisa yang
dihasilkan bermanfaat baik dari sisi ekonomi maupun
sosial. Perlu dipertimbangkan integrasi antara kedua
pendekatan analisis tersebut untuk menghasilkan kajian
yang ekonomi yang tajam, baik dilihat dari sisi sektor
maupun wilayah (muasal sumberdaya tersebut).
Daftar Bacaan Alonso, W. 1964. Location and Land Use. Cambridge, Mass.: Harvard University Press Alexander, John W., 1963. Economic Geography. Prentice Hall, [On OUGL Reserve: 911.2 A127e] Barnes, 2000, Inventing Anglo-American Economic geography ; in A Companion to economic geography,
Blackwell Publishing Berry, Brian, Edgar C. Conkling, dan D. Michael Ray. 1987, Global Economy: Resources Use Locational Choice,
and International Trade, Prentice Hall, New Jersey. Chisholm, G.G, 1889, The Handbook of Commercial Geography, London and New York : Longman, Green, and
Co. Christaller, W. 1933. Die zentralen Orte in Süddeutschland. Jena: Fischer. Clark, Gordon, Maryann P. Feldman, Meric S. Gertler, 2000, The Oxford Handbook of Economic Geography,
Oxford University Press Freidmann,John and Clyde Weaver. 1979. Territory and Function: the Evolution of Regional Planning. Berkeley:
University of California Press. Fujita, Masahisa, 1999, Location and Space-Economy at half a century: Revisiting Professor Isard's dream on
the general theory, Institute of Economic Research, Kyoto University, Yoshida±Hanmachi, Sakyoku, Kyoto, 606-01, Japan
Hafid Setiadi, 2009, Konsep Pusat – Pinggiran : Sebuah Tinjauan Teoritis, Departemen Geografi, FMIPA UI Hagget., P. 1965, Locational Analysis in Human Geography, London : Arnold Hartshorne., R, 1939, The Nature of Geography. A Critical Survey of Current Thought in Light of The Past.
Lancaster, PA : AAG Hirschman, A. O. 1958. The Strategy of Economic Development. New Haven: Yale University Press. Lösch, A. 1940. Die räumliche Ordnung der Wirtschaft. Jena: Fischer. M Sokol, 2011, Economic geography, University of London Mc Carty, H.H. 1940. The Geographic Basis of American Economic Life/ New York : Harpers & Brothers Myrdal, G. 1957, Economic Theory and Underdeveloped Regions, Nurhadi, 2003, Konsep Teori Pembangunan Pusat Pinggiran Dalam Kajian Geografi, Jurusan Pendidikan
Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Paul Krugman, 1991, Geography and Trade, Leuven University Press Leuven, Belgium and The MIT Press
Cambridge, Massachusetts London, England Porter, M. (1990). The competitive advantage of nations. London:MacMillan Press. Samuelson, Paul A. The Review of Economics and Statistics. Vol. 37, No. 4. (Nov., 1955), pp. 350-356. The MIT
Press. Schaefer, F.K. 1953. Expectationalism in Geography : a methodological introduction. Annals, Association of
American Geographers, 43, 226-49 Smith, J. Russel. 1913, Industrial and Commercial Geography. New York : Henry Holt and Co Stimson, R.J., Stough, R.R., Roberts, B.H., 2002, Regional Economic Development: Analysis and Planning Strate-
gy, Springer-Verlag Berlin Heidelberg Von Thunen, J.H. 1966, The Isolated State, an English translationof Der Isolierte Staat by C.M. wartenberg (ed.
P.Hall). Oxford : Pegamon Press (originally published in 1862) Vuković, Darko, Jovanović, Ana dan Mališa Đukić, 2012, Defining Competitiveness Through The Theories Of
New Economic Geography And Regional Economy, Faculty of Entrepreneurial Business, University of Union-Nikola Tesla in Belgrade
Walter Isard, 1957, An Introduction to Regional Science, Englewood Cliff, N.J Prencitce Hall WEBER, A. 1909. Über den Standort der Industrien. Tubingen: J. C. B. Mohr. Whitbeck, R. H. 1914. Review of J Russel Smith's Industrial and Commercial Geography. BUlletin of The Ameri-
can Geographical Society, 46, 540-1
PETROLEUM SYSTEM DAN ASPEK POTENSI PETROLEUM
PADA CEKUNGAN KUTAI BASIN BAGIAN SELATAN
Oleh: Andipa Damatra dan Sadhu Zukhruf Janottama
Latar Belakang
Petroleum atau yang dikatakan sebagai minyak dan gas
merupakan salah satu komoditi yang banyak dicari dan
penting karena sangat dibutuhkan oleh banyak pihak.
Minyak dan gas merupakan sumberdaya geologi yang
telah banyak memberikan kontribusi dalam penerimaan
devisa negara maupun peranan-nya dalam
menggerakkan roda perekonomian nasional. Salah satu
daerah yang memiliki potensi minyak dan gas adalah
Provinsi Kalimantan Timur. Provinsi ini tepatnya pada
formasi Cekungan Kutai memiliki potensi minyak dan
gas yang sangat besar. Pada tulisan ini akan dibahas
mengenai potensi petroleum pada Cekungan Kutai dan
bagaimana Struktur Geologi pada Cekungan Kutai
mempengaruhi aspek potensi petroleum yang
terkandung didalamnya.
Maksud dan Tujuan
Tulisan ini bermaksud untuk memberikan informasi awal
mengenai potensi minyak dan gas bumi yang berada di
dalam Cekungan Kutai berdasarkan petroleum sistem
yaitu batuan induk (source rock), batuan reservoar
(reservoir rock), batuan penutup (cap rock), dan waktu
migrasi (proper timing of migration).
Keadaan Geologi Cekungan Kutai
Tatanan Tektonik
Mengacu kepada konsep tektonik lempeng (Katili, 1978),
Cekungan Kutai di Kalimantan merupakan cekungan
busur belakang atau back arc di bagian barat. Terbentuk
akibat tumbukan antara lempeng benua dan lempeng
samudera yang kemungkinan terjadi pada akhir masa
Kapur hingga awal Paleogen. Peregangan di Selat
Makassar sangat mempengaruhi pola pengendapan
terutama pada bagian timur cekungan. Secara
regional,pengendapan yang terjadi di Cekungan Kutai
berlangsung sejak Eosen hingga Pliosen dan dipisahkan
oleh tiga fase tektonik yaitu pada masa Oligosen, Miosen
dan Pliosen.
Stratigrafi Regional
Mengacu kepada Peta Geologi Lembar Muaraancalong,
Kalimantan (Atmawinata S, Ratman, N.,1995), daerah ini
merupakan sebuah basin atau cekungan yang terletak di
bagian timur dari Pulau Kalimantan. Cekungan ini
terbentuk mulai Tersier Awal dengan batuan sedimen
pengisi cekungan diperkirakan mencapai tebal sekitar
7500 m yang diendapkan mulai dari lingkungan delta,
laut dangkal hingga laut dalam. Sedimentasi yang terjadi
mulai Eosen hingga Pliosen menghasilkan seri batuan
sedimen dari batuan tua ke muda antara lain Formasi
Keham Halo, Formasi Boh, Formasi Atan Formasi Marah,
Formasi Batuayau, Formasi Wahau, Formasi Gunung
Sekerat, Formasi Pamaluan, Formasi Bebuluh, Formasi
Pulau Balang, Formasi Balikpapan, Formasi Kampung
Baru. Terjadinya tiga proses tektonik berupa
pengangkatan pada Oligosen, Miosen dan Pliosen
menyebabkan ketidakselarasan antara pengendapan
Formasi Batuayau, Formasi Wahau dan Formasi
Balikpapan.
Struktur Regional
Struktur geologi Cekungan Kutai yang dapat dilihat pada
Gambar 1 (Moss & Finch, 1997) adalah berupa lipatan
yang terdiri dari antiklin dan sinklin dengan sumbu
lipatan berarah baratdaya-timurlaut. Struktur geologi
yang lainnya berupa sesar yang mempunyai arah sejajar
dengan arah sumbu lipatan yaitu baratdaya-timurlaut,
atau dapat digolongkan menjadi kelompok sesar mayor.
Sedangkan sesar minor arahnya relatif tegak lurus
dengan sumbu sesar mayor, yaitu sumbu bearah utara-
selatan.
Petroleum
Definisi Petroleum
Petroleum (minyak batu, dari bahasa Greek petra – batu
dan oleum – minyak) merupakan sejenis cairan gelap,
pekat, berwarna hitam kekuningan, flammable, dan
berupa hidrokarbon yang ditemukan dibawah
permukaan bumi.
GEOSAINS
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Hidrokarbon terbentuk dengan
kandungan utama berupa atom
karbon (C) dan hidrogen (H).
Menurut pembentukkannya
Petroleum merupakan hasil
akumulasi dari jasad renik lautan,
tumbuhan, dan material organik
pada suatu lingkungan
pengendapan tertentu. Material
organik tersebut kemudian berubah
menjadi batuan karena pengaruh
tekanan lapisan di atasnya.
Sementara itu, dengan
meningkatnya tekanan dan suhu,
bakteri anaerob menguraikan sisa-
sisa jasad renik, tumbuhan, dan
material organik tersebut kemudian
mengubahnya menjadi minyak dan
gas. Proses pembentukan minyak
bumi dan gas ini memakan waktu
jutaan tahun. Minyak dan gas yang
terbentuk meresap dalam batuan
yang berpori seperti air dalam batu
karang. Minyak dan gas dapat pula
bermigrasi dari suatu daerah ke
daerah lain, kemudian terkosentrasi
jika terhalang oleh lapisan yang
kedap.
Pembentukan Minyak dan Gas Bumi
Proses Pembentukan Minyak Bumi
berdasarkan tiga teori, yaitu:
1) Teori Abiogenesis
Teori Abiogenesis dikemukakan oleh
Berthelok (1866) yang menyatakan
bahwa minyak bumi berasal dan
reaksi kalsium karbida, CaC2 (dan
reaksi antara batuan karbonat dan
logam alkali) dan air menghasilkan
asetilen yang dapat berubah men-
jadi minyak bumi pada temperatur
dan tekanan tinggi.
CaCO3 + Alkali CaC2 + HO HC
= CH Minyak bumi
2) Teori Biogenesis
Berdasarkan teori Biogenesis, min-
yak bumi terbentuk karena adanya
kebocoran kecil yang permanen da-
lam siklus karbon. Siklus karbon ini
terjadi antara atmosfir dengan
permukaan bumi, yang
digambarkan dengan dua panah
dengan arah yang berlawanan,
dimana karbon diangkut dalam
bentuk karbon dioksida (CO2). Pada
arah pertama, karbon dioksida di
atmosfir berasimilasi, artinya CO2
diekstrak dari atmosfir oleh
organisme fotosintetik darat dan
laut. Pada arah yang kedua CO2
dibebaskan kembali ke atmosfir
melalui respirasi makhluk hidup
(tumbuhan, hewan dan
mikroorganisme).
Proses pembentukan minyak bumi
terdiri dari tiga tingkat, yaitu:
1) Pembentukan sendiri, terdiri
dari:
• pengumpulan zat organik
dalam sedimen
• pengawetan zat organik da-
lam sedimen
• transformasi zat organik
menjadi minyak bumi.
2) Migrasi minyak bumi yang ter-
bentuk dan tersebar di dalam
lapisan sedimen yang ter-
perangkap.
3) Akumulasi tetes minyak yang
tersebar dalam lapisan sedimen
hingga berkumpul menjadi
akumulasi komersial.
Proses kimia organik pada umumnya
dapat dipecahkan dengan
percobaan di laboratorium, namun
berbagai faktor geologi mengenai
cara terdapatnya minyak bumi serta
penyebarannya didalam sedimen
harus pula ditinjau.
Gambar 1. Struktur Geologi Cekungan Kutai (Moss & Finch, 1997)
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Fakta ini diantaranya adalah:
• Minyak bumi selalu terdapat di dalam batuan
sedimen dan umumnya pada sedimen marine, fesies
sedimen yang utama untuk minyak bumi yang
terdapat di sekitar pantai.
• Minyak bumi memang merupakan campuran
kompleks hidrokarbon.
• Temperatur reservior rata-rata 107°C dan minyak
bumi masih dapat bertahan sampai 200°C, diatas
temperatur ini forfirin sudah tidak bertahan.
• Minyak bumi selalu terbentuk dalam keadaan
reduksi ditandai adanya forfirin dan belerang.
• Minyak bumi dapat tahan pada perubahan tekanan
dari 8-10000 psi. Proses transformasi zat organik
menjadi minyak bumi.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi peristiwa diatas,
diantaranya:
- Degradasi thermal
Akibat sedimen terkena penimbunan dan
pembanaman maka akan timbul perubahan tekanan
dan suhu. Perubahan suhu adalah faktor yang
sangat penting.
- Reaksi katalis
Adanya katalis dapat mempercepat proses kimia.
- Radioaktivasi
Pengaruh pembombanderan asam lemak oleh
partikel alpha dapay membentuk hidrokarbon
parafin. Ini menunjukan pengaruh radioaktif
terhadap zat organik.
- Aktifitas bakteri
Bakteri mempunyai potensi besar dalam proses
pembentukan hidrokarbon minyak bumi dan
memegang peranan dari sejak matinya senyawa
organik sampai pada waktu diagnosa, serta
menyiapkan kondisi yang memungkinkan
terbentuknya minyak bumi.
Jenis zat organik yang dijadikan sumber minyak bumi
menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa jenis zat
organik yang merupakan zat pembentuk utama minyak
bumi adalah lipid zat organik dapat terbentuk dalam
kehidupan laut ataupun darat dan dapat dibagi menjadi
dua jenis, yaitu: yang berasal dari nabati dan hewani.
3) Teori Duplex
Teori duplex yang merupakan perpaduan dari kedua
teori biogenesis dan abiogenesis. Teori duplex
menjelaskan bahwa minyak dan gas bumi berasal dari
berbagai jenis organisme laut baik hewani maupun
nabati.
Di perkirakan bahwa minyak bumi berasal dari materi
hewani dan gas bumi berasal dari materi nabati, yang
jelas minyak dan gas bumi terdiri dari senyawa kompleks
yang unsur utamanya adalah karbon (C) dan unsur
hydrogen (H), secara sederhana senyawa ini dapat ditulis
dengan rumus kimia CXHY, sehingga sering disebut
sebagai senyawa hidrokarbon.
Pada zaman purba, di darat dan di laut hidup beraneka
ragam binatang dan tumbuh-tumbuhan. Binatang serta
tumbuh-tumbuhan yang mati ataupun punah itu
akhirnya tertimbun di bawah endapan Lumpur. Endapan
Lumpur ini kemudian di hanyutkan oleh arus sungai
menuju lautan, bersama bahan organik lainnya dari
daratan. Akibat pengaruh waktu, temperatur tinggi dan
tekanan beban lapisan batuan di atasnya binatang serta
tumbuh-tumbuhan yang mati tadi berubah menjadi
bintik-bintik dan gelembung minyak atau gas.
Akibat pengaruh yang sama, maka endapan lumpur
berubah menjadi batuan sediment. Batuan lunak yang
berasal dari Lumpur yang mengandung bintik-bintik
minyak dikenal sebagai batuan induk atau source rock.
Selanjutnya minyak dan gas ini akan bermigrasi menuju
tempat yang bertekanan lebih rendah dan akhirnya
terakumulasi di tempat yang disebut perangkap (trap).
Suatu perangkap dapat mengandung :
1. Minyak, gas, dan air
2. Minyak dan air
3. Gas dan air
Karena perbedaan berat jenis, apabila ketiga-tiganya
berada dalam suatu perangkap dan berada dalam
keadaan stabil, gas senantiasa berada di atas, minyak di
tengah dan air di bagian bawah. Gas yang terdapat
bersama-sama minyak bumi disebut associated gas
sedangkan yang terdapat sendiri dalam suatu
perangkap disebut non-associated gas.
Petroleum System
a. Pengertian petroleum system
Minyak dan gas bumi merupakan senyawa hidrokarbon,
berasal dari bahan organik dalam batuan induk yang
mengalami proses pematangan.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Adanya akumulasi minyak dan gas
bumi di bawah permukaan
memerlukan beberapa syarat yang
dikenal sebagai petroleum system
yaitu batuan induk (source rock)
yang matang, perangkap (trap),
batuan reservoar (reservoir rock)
yang porous dan permeable, batuan
penutup (cap rock) yang
impermeable, serta lapisan
pembawa (carrier bed) dan waktu
migrasi (proper timing of migration)
yang memungkinkan minyak dan
gas bumi bermigrasi dan terjebak
dalam perangkap (trapping
mechanism).
b. Parameter-parameter yang
harus diketahui dalam mencari
jebakan hidrokarbon (HC).
Terdapat beberapa parameter yang
harus diketahui dalam mencari
jebakan hidrokarbon (HC) yaitu:
- Batuan Induk (source rock)
Batuan induk adalah adalah batuan
sedimen yang sedang, akan, atau
telah menghasilkan hidrokarbon
(Tissot and Welte, 1984 vided Peter
and Cassa, 1994). Batuan induk ini
adalah sumber daripada
hidrokarbon, sehingga tanpa adanya
batuan induk ini tidak akan ada
hidrokarbon yang terbentuk. Batuan
induk ini memerlukan beberapa
syarat untuk dapat menghasilkan
hidrokarbon, antara lain tercapainya
kondisi kematangan termal dan
kandungan material organik yang
cukup tinggi. Pada umumnya
batuan induk ini terdiri dari shale
berwarna hitam dikarenakan
tingginya kandungan organik.
- Perangkap (trap)
Perangkap adalah suatu kondisi
dimana hidrokarbon tidak dapat
mengalir keluar dan terjebak dalam
batuan reservoar. Fungsi dari
perangkap ini adalah untuk
menampung adanya aliran
hidrokarbon dan
mengakumulasinya pada perangkap
tersebut. Tanpa adanya perangkap,
hidrokarbon akan mengalir hilang
dan tidak akan terjadi suatu
akumulasi hidrakarbon. Perangkap
terbagi atas perangkap struktur,
perangkap stratigrafi atau
perangkap kombinasi antara
keduanya.
- Batuan reservoar (reservoir rock)
Batuan reservoar adalah batuan
sedimen yang umumnya
mempunyai butiran kasar dan
porous dengan permeabilitas yang
tinggi, sehingga hidrokarbon dapat
terakumulasi dan mengalir di
dalamnya. Batuan yang paling
banyak dijumpai adalah batupasir
dikarenakan porositas dan
permeabilitasnya yang tinggi.
Batuan karbonat juga merupakan
batuan reservoar yang baik
dikarenakan adanya pori-pori dan
rongga yang besar pada batuan ini.
- Batuan penutup (seal rock)
Batuan penutup adalah batuan yang
memiliki permeabilitas dan porositas
yang rendah, sehingga
menghambat kandungan petroleum
dalam reservoar untuk bermigrasi.
Batuan penutup yang umum adalah
serpih (shale) dan batuan avaporit.
- Waktu migrasi (proper timing of
migration)
Waktu migrasi amat menentukan
dalam suatu petroleum system.
Adanya waktu migrasi yang tidak
tepat dalam suatu petroleum
system, akan mengakibatkan tidak
adanya akumulasi hidrokarbon yang
terbentuk pada suatu reservoar.
Sebagai contoh, pada saat batuan
induk telah mencapai suatu
kematangan termal tertentu dan
menghasilkan hidrokarbon
sedangkan perangkap dalam sistem
tersebut belum terbentuk, maka
hidrokarbon yang dihasilkan akan
mengalir hilang dan tidak akan
membentuk akumulasi hidrokarbon.
Keterkaitan antara parameter yang
satu dengan yang lain dalam
petroleum system Masing-masing
parameter dalam petroleum system
amat terkait satu sama lain dan tidak
dapat berdiri sendiri. Sebagai
contoh, adanya suatu batuan induk
tidak akan berfungsi sebagai suatu
petroleum system jika tidak terdapat
batuan reservoar dan demikian juga
sebaliknya
Potensi Petroleum di Cekungan
Kutai
Evolusi Cekungan dan Genesa De-
posit Hidrokarbon
Evolusi cekungan dan asal-usul
terbentuknya mineral dan cadangan
hidrokarbon pada masa Eosen
Tengah terlihat pada pembentukkan
beberapa diskrit half-graben yang
asimetris (Gambar 3) (Cloke, Milsom
& Blundell, 1999). Pembentukkan
cekungan adalah secara kontem-
porer dan didahului oleh letusan
dari batuan vulkanik felsic yang te-
lah diidentifikasi di seluruh Kaliman-
tan (Moss et al. 1997).
Gambar 2. Petroleum System
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Sebuah korelasi yang sama antara waktu vulkanisme dan
pensesaran dalam pengaturan ekstensi-onal telah
terdapat sebelumnya [misalnya Ethiopian Rift, Bonini et
al. (1997), East African Rift (Foster et al. 1997.)]. Studi ini
menunjukkan bahwa sesar-sesar yang terkait dengan
sesar rift-bounding (Gambar 4), dan sesar antitesis
dikembangkan pada sisi half-graben yang lentur, yang
menyediakan ruang untuk lava vulkanik.
Half-graben terbentuk di Cekungan Kutai selama fase
rifting awal di bagian utara-selatan, timur laut-barat daya
dan utara-timur laut-selatan-barat daya, dan telah
diidentifikasi di utara (Cloke et al 1997,. 1999), Barat
(Moss & Chambers 1.999 ) dan pada margin cekungan
selatan. Sesar di tepi cekungan ini tumpang tindih
secara eselon (Gambar 3). Ada tiga penamaan umum
yang berkaitan dengan lapisan-lapisan sedimen yang
terbentuk di zona rifting, ketiga istilah tersebut yaitu:
sedimen pre-rift, sedimen syn-rift, dan sedimen post-rift.
Sedimen pre-rift merupakan sedimen yang terendapkan
pada saat sesar-sesar normal yang mengontrol
terjadinya rifting belum aktif. Sedimen syn-rift
merupakan sedimen yang terendapkan pada saat rifting
berlangsung (sesar-sesar normal aktif). Sedangkan
sedimen post-rift merupakan sedimen yang
terendapkan pada saat sesar-sesar normal yang
mengontrol terjadinya rifting tidak aktif lagi.
Half-graben dengan cepat diisi oleh syn-rift sediment
dari pedalaman Kalimantan. Pada tempat-tempat
tersebut, syn-rift sediment ini adalah reservoir
hidrokarbon yang sangat potensial (J. Chambers, pers.
Comm.). Survey lapangan menyebutkan adanya
kehadiran batubara dengan tebal hingga 1 meter di
pengisian syn-rift sediment pada masa Eosen Tengah.
Sumur eksplorasi yang baru-baru ini dibor oleh LASMO
plc telah menunjukkan adanya sumber endapan
danau yang sebelumnya tak dikenal, berasal dari masa
Eosen pertengahan dan berada di sumbu Half-graben
Wahau (J. Chambers, pers. Comm.). Bagian rekonstruksi
menunjukkan bahwa inversi syn-rift sediment yang
tersimpan pada ekstensional half-graben terkubur
sampai kedalaman > 6 km (Gambar 4).
Potensi deposit petroleum di cekungan Kutai
Berdasarkan pembaginan unitnya pembagian susunan
petroleum system di daerah Cekungan Kutai adalah
batuan induk, batuan reservoir, batuan tudung, dan
migrasi. Batuan induk dari minyak dan gas bumi di
Cekungan Kutai merupakan batubara, batu lempung
serpih karbonat, dan batu lempung serpih dari sedimen
delta. Pada daerah Cekungan Kutai yang dianggap
sebagai sumber utama minyak dan gas bumi adalah
batubara dan batu lempung serpih karbonat.
Gambar 3. Half-graben dan pengisian sedimen selama fase rifting
(Cloke, Milsom & Blundell, 1999)
Gambar 4. Interpretasi menunjukkan adanya antiklin Gongnyay, Gergaji, dan Wahau terinversi half-graben
dengan sedimen masa Eocene Tengah (Cloke, I. R. 1997)
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Material organik yang terdistribusi
kesuluruhan interval
Oligosen–miosen di Cekungan Kutai.
Kandungan organik yang tinggi
pada setiap urutan sedimen tidaklah
selalu berhubungan dengan kondisi
delata pada umur miosen sampai
resen secara keseluruhan. Batu
lempung serpih dicirikan dengan
material organic yang berasal dari
delta bagian depan. Batu lempung
serpih pembentuk minyak berasal
dari batubara yang pada tahapan
transformasi dari minyak gas ke gas.
Pada penelitian sebelumnya (Yuyun
Yunardi, 2012) didapatkan dua tipe
minyak mentah.Tipe yang pertama
yaitu tipe yang menunjukan sifat
asal darat yang kuat. Tipe yang
kedua yaitu tipe minyak mentah
yang dihasilkan dari thermal cracked
pada batuan induk yang dikeluarkan
dengan tingkat maturasi yang lebih
tinggi dibandingkan tipe yang
pertama.
Pada Cekungan Kutai awal
pembentukan gas berasal dari
pemecahan minyak bumi yang
insitu. Kerogen terbentuk menjadi
gas dan tidak akan terjadi apabila
tercapai level temperature dan
kedalaman yang sesuai untuk
pembentukannya. Efisiensi batuan
induk dalam meningkatkan produksi
minyak menjadi gas, pemecahan
minyak bumi ini membentuk minyak
terang dengan minyak mentah tipe
yang kedua.
Cekungan Kutai didominasi oleh gas
provenance sebab diawali dengan
produksi minyak menjadi gas.
Minyak dan gas bumi terperangkap
lebih dalam dari 10.000 kaki yang
didominasi oleh gas. Minyak
ditemukan pada kedalaman yang
lebih dangkal dari 10.000 kaki yang
juga ditemukan volume gas pada
kedalaman tertentu.
Rose dan Hartono (1978), Combaz
dan Matharel (1978), Paterson (1966)
dan Pertamina BPPKA (1997) telah
menyebutkan terdapatnya beberapa
batuan induk yang potensial di
bagian selatan Cekungan Kutai.
Batuan induk yang dimaksud adalah
batubara dan batulempung serpih
karbonat.
Pembagian susunan petroleum
system yang kedua adalah batuan
reservoir. Pada Cekungan Kutai
terdapat dua jenis fasies batupasir
yang dikenali pada endapan delta
miosen yaitu fluviatile dominated to
distributary channel dan tidally
dominated-delta front deposit.
Batupasir yang termasuk kedalam
karakter reservoir secara umum
termasuk ke dalam litik arenit
dengan sifat tekstural butiran yang
didukung oleh matrik, butiran
berukuran halus sampai menengah,
pemilahan menengah sampai baik,
dan kekerasan menengah.
Komposisi batuan didominasi oleh
umumnya oleh batupasir mineral
kuarsa monokristalin, kuarsa
polikristalin, fragmen batuan andesit
dan quatzose, dan sangat sedikit
akan kandungan dari K-feldspar dan
plagioklas. Nilai porositas terbadi
menjadi dua yaitu porositas primen
yang mempunyai nilai 2 hingga 3 &
dan posoritas sekunder yang
mempunyai nilai 3 hingga 13%.
Pembagian susunan petroleum
system yang ketiga adalah batuan
tudung. Batu lanau dan batu
lempung serpih pada lingkungan
pengendapan fluvial-deltaic
termasuk kedalam batuan tudung
dengan tipe buruk pada tipe
jebakan antiklin. Hal ini
menyebabkan volume minyak dan
gas buminya akan dibatasi pada
penyebaran lateral batuan
tudungnya. Selain itu juga terdapat
batuan tudung yang baik dimana
volume minyak dan gas bumi secara
signifikan dapat terperangkap pada
satu jenis batuan reservoir.
Pembagian susunan petroleum
system yang terakhir adalah migrasi.
Migrasi primer (penguraian minyak
dan gas bumi) dari batuan induk
pada daerah ini umumnya
diakibatkan oleh rekahan minor dari
batuan induk dengan terdapatnya
internal pressure yang
mentransformasikan minyak ke gas.
Gambar 5. Rekonstruksi structural (a) Inter-pretasi geosismic saat kini.
Inversi dihasilkan pada pembentukkan antiklin pada hanging wall dan perlipatan foot wall. (b) Rekonstruksi pada akhir Oligocene. Pen-
imbunan maksimum dan pembentukkan hidrokarbon.
(c) Rekonstruksi pada akhir pertengahan Eocene.
(d) Rekonstruksi pada Eocene pertengahan. (Cloke, I. R. 1997)
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Kesimpulan
Cekungan Kutai adalah salah satu cekungan di Indonesia
yang memiliki potensi petroleum yang besar. Hal ini
dilihat dari kondisi petroleum system yang sangat
menunjang untuk terakumulasinya minyak dan gas
bumi pada daerah ini. Potensi batuan induk berasal dari
batubara dan batulempung karbonat. Pada Cekungan
Kutai terdapat dua jenis fasies batupasir yang telihat yai-
tu endapan delta miosen yaitu fluviatile dominated to
distributary channel dan tidally dominated delta front
deposit.
Daftar Pustaka _____. 1999. “Structural Controls on the Evolution of the Kutai Basin,
East Kalimantan.” Journal of SE Asian Earth Sciences, in press.
Atmawinata, S., Ratman, N. 1995. Peta Geologi Lembar Muaraancalong,
Kali-mantan, skala 1 : 250.000. Bandung : Puslitbang Geologi
Bonini, M., Souriot, T., Boccaletti, M. & Brun, J.-P. 1997. “Successive or-
thogonal and oblique extension episodes in a rift zone: Laborato-
ry experiments with application to the Ethiopian Rift.” Tectonics,
16, 347-362
Chambers, j. L. C. &daley, T. 1995. “A tectonic model for the onshore
Kutai Basin, East Kalimantan, based on an integrated geological
and geophysical interpretation. Indonesian Petroleum Associa-
tion, Pro-ceedings of the 24th Annual Convention.” Jakarta, I, 111-
130
Cloke, I. R. 1997. Structural controls on the Basin evolution of the Kutai
Basin and Makassar Straits.PhD Thesis, University of London.
Combaz, A. & De matherel, M. 1978.Organic Sediment and Genesis of
Petroleum Mahakam Delta Borneo.American Association Petrole-
um Geology Buletin.
Foster, A., Ebinger, C., Mbede, E. & Rex, D. 1997. ”Tectonic development
of the northern Tanzanian sector of the East African Rift system.”
Journal of the Geological Society, London, 154, 689-700.
Katili, J., 1978, Past and Present Geotectonic Position, Indone-
sia.Tectonophysics.
Moss, S. J. & CRAIG, J. 1997.“The influence of basement reactivation on
the extensional and inversional history of the Kutai Basin, Eastern
Kalimantan.” Journal of the Geological Society, London, 154, 157-
163.
Paterson, D. W., Tanean, H., & Endharto, M., 1996. Source Provenance
Interpretation of Kutei Basin Sandstone and The Implications for
The Tectono-Stratigraphic Evolution of Kalimantan. Proceedings
Indonesia Petroleum Association, 25th Annual Convention.
Pertamina BPPKA, 1997. Petroleum Geology of Indonesia Basin, Prini-
ples, Method and Application : Volume X
Rose, R., Hartono, P., 1978. Geological Evolution of The Tertiary Kutai-
Melawai Basin Kalimantan, Indonesia :Proceedings Indonesia
Petroleum Association, 7th Annual Convention.
Yuniardi Yuyun. 2012. Petroleum System Cekungan Kutai Bagian
Bawah, Daerah Balikpapan dan sekitarnya, Propinsi Kalimantan
Timur. Bulletin of Science Contribution, Volume 10.
Gambar 6. Geologi Regional Cekungan Kutai Bagian Selatan (Yuniardi Yuyun. 2012)
Volume 12 / No. 1 / April 2014
BAGAIMANA DAN Google
MENGUBAH CARA SURVEI? Oleh: Eko Prabowo
S epuluh tahun yang lalu, perlengkapan survey
lapangan adalah GPS. Setidaknya, itulah yang
saya lakukan saat memetakan agen koran Harian
Kompas se-Indonesia. Prosedurnya? Ajak orang Sirkulasi
(yang menangani pengelolaan keagenan koran) ke
lapangan, datangi lokasi agen, lalu plot di GPS. Jika
perlu, ambil satu atau dua foto lokasi. Sekarang, berkat
kemajuan teknologi komunikasi dan pemetaan digital,
survey lapangan tidak lagi harus dilakukan dengan cara
bertele-tele seperti itu. Bagaimana caranya?
Cara pertama masih mirip dengan prosedur lama. Minta
orang Sirkulasi datang ke lokasi agen, lalu plot dan foto
lokasinya. Hanya saja, kali ini, orang yang bersangkutan
tidak lagi perlu membawa GPS melainkan hanya
sebuahsmartphone. Menggunakan WhatsApp, dia bisa
plot lokasi agen dan kemudian mengirimkannya ke saya
yang asyik-asyikan ngopi di kantor. Ya, saya tidak perlu
lagi ikut turun ke lapangan. Asyik, kan? Cara kedua
sedikit berbeda. Baik orang Sirkulasi dan saya sama-sama
tidak perlu lagi ke lapangan. Kami berdua cukup duduk
menghadap laptop dan membuka Google Map. Orang
Sirkulasi kemudian menginformasikan, melalui telepon,
di mana posisi agen tertentu. Tentu saja kami harus
membuka peta lokasi yang sama.
Apa insight dari perubahan prosedur survey lapangan
akibat kemajuan teknologi komunikasi dan
pemetaan digital seperti ini? Bahwa pekerjaan kasar,
selamanya, akan digulung kemajuan teknologi yang
membuat pekerjaan jenis itu menjadi sangat mudah dan
murah, sehingga orang tolol pun bisa melakukannya
dengan sempurna! Pada akhirnya, memang pekerjaan
yang menyertakan kemampuan analisis dan intuisi
sajalah yang akan terus bertahan menjadi pekerjaan
dengan bayaran yang gemuk. Pesan moralnya jelas:
berhentilah mengingkari kemajuan teknologi dan
segeralah menajamkan analisis menunggangi semua
perkembangan teknologi yang ada.
Selamat bekerja dengan cerdas!
GEOSAINS
Volume 12 / No. 1 / April 2014
DESA SEDARI, KARAWANG
Oleh: Riyadi dan Tris Eryando
E nam puluh delapan tahun sudah Indonesia
merdeka, namun kemerdekaan sesungguhnya yang
dirasakan oleh orang yang biasa tinggal di daerah
perkotaan semisal Jakarta dan sekitarnya akan berbeda
dengan yang dirasakan oleh mereka yang tinggal di
perdesaan. Kemerdekaan yang bukan saja bebas dari
penjajah, tatapi juga keinginan untuk dapat menikmati
fasilitas dan utilitas yang memadai, seperti listrik,
transportasi dan akses kebutuhan dasar seperti
kesehatan dan pendidikan.
Salah satu desa merasa baru menikmati sebagian
“kemerdekaannya”, paling tidak ini yang dikatakan
kepala desa pada awal tahun 2013, yaitu desa Sedari
yang terletak di pesisir utara Kabupaten Karawang. Desa
Sedari adalah desa yang dekat dengan lokasi bersejarah
dalam kemerdekaan bangsa Indonesia yaitu
“Rengasdengklok”, hanya 12 kilometer ke arah
pantainya. Desa Sedari adalah salah satu desa binaan
FKMUI yang bekerjasama dengan STIKES Kharisma
Karawang, dipilih karena masih rendahnya akses ke
pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan
masyarakatnya, terutama terkait pola hidup bersih dan
sehat (PHBS) yang dicanangkan Kemenkes, maupun
penunjang PHBS yaitu tersedianya air bersih. Terlepas
dari semua permasalahan di atas, ada satu hal yang
sangat disyukuri oleh masyarakat desa Sedari yaitu
mereka telah lebih mudah berinteraksi dengan “dunia
luar”. Bulan November 2013 adalah bulan tepat sudah 2
tahun mereka dapat menikmati akses jalan darat dari
dan menuju desa Sedari, dimana sebelumnya
masyarakat desa menggunakan perahu sebagai sarana
angkutan mereka.
Pertanyaan klasik dari geograf adalah “apakah jarak hal
yang penting?”. Jika kita tarik garis lurus pada peta
kabupaten Karawang atau di google maps, jarak desa
Sedari itu tidak terlalu jauh dari Jakarta yaitu kurang
lebih 70 kilometer, atau jika dibandingkan ke Bandung
yaitu 120an kilometer. Jarak tempuh desa Sedari yang
diistilahkan “selemparan batu” dari Jakarta ini, ternyata
baru menikmati kemerdekaan yang diidamkan
masyarakat lain di Indonesia tercinta ini dalam hal akses
yang lebih mudah dan cepat ke “pasar”.
Desa Sedari termasuk bagian dari kecamatan Cibuaya di
kabupaten Karawang ini, terletak di koordinat 107015’
BT - 107022’ BT dan 5057’ LS - 6001’ LS. Desa Sedari
memiliki luas wilayah 37,87 km2 dengan jumlah
penduduk 4163 jiwa1. Wilayah desa Sedari adalah yang
paling luas dari 10 desa lainnya di kecamatan Cibuaya.
Walaupun wilayahnya paling luas, namun prosentase
luas penggunaan tanahnya didominasi oleh tambak dan
unsur perairan. Sehingga mata pencaharian utama
penduduknya adalah “buruh” tani tambak, petani
tambak dan nelayan dengan adanya kampung nelayan
dekat dengan kantor desa. Meski penduduk Sedari sulit
menjangkau “pasar”, namun “cukong” dengan mudah
mencapai sedari dan memiliki tambak udang dan
bandeng dengan menggunakan penduduk lokas
sebagai “buruh”.
Ketertinggalan dan keterasingan yang dirasakan oleh
masyarakat desa Sedari tidak berhenti disitu saja, malah
masih ada beberapa anak kecil yang pertama kali
melihat mobil akibat “terputusnya” hubungan dengan
dunia luar tersebut.
1Karawangkab.bps.go.id/publikasi/kecamatan-cibuaya-dalam-angka-2013#/66/zoomed
GEOGRAFIANA
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Gambar di samping adalah perjalanan yang bisa
dilakukan dari Universitas Indonesia menuju ke pusat
desa Sedari yaitu kantor desa Sedari. Dengan bantuan
googlemaps, akan kita dapatkan petunjuk jarak tempuh
yaitu 114 kilometer dan waktu tempuh selama 2 jam 30
menit dengan asumsi perjalanan tanpa macet.
Sementara perjalanan yang sudah penulis lakukan dari
kampus universitas Indonesia menuju desa Sedari total
membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam 30 menit.
Menggunakan akses jalan tol dan keluar di pintu tol
Karawang Barat, maka perjalanan ke desa Sedari sudah
bisa kita lakukan. Adapun sarana transportasi yang
digunakan adalah mobil pribadi dan sepeda motor
terutama pada musim hujan. Jika dipaksakan
menggunakan mobil yang tidak khusus, maka
perjalanan akan semakin lama akibat akses jalan desanya
tanah.
Gambar di samping adalah akses jalan yang dilalui jika
kondisi musim hujan. Meskipun menggunakan sepeda
motor, kita diharuskan bersabar menunggu giliran lewat
karena jalan yang sempit dan kecil. Jika hujan lebih lebat
seperti pada Januari 2014, maka harus pandai memilih
jalan karena tidak dapat melihat batas jalan, semua
tertutup air coklat kehijauan.
Gambar di berikutnya yaitu kondisi sehari sebelumnya
hujan turun sehingga menyebabkan genangan air pada
jalan desa yang masih berupa tanah. Jika kondisi hujan
turun terus menerus, maka jalan utama desa tidak akan
bisa dilewati. Selain jalan utama desa tidak bisa dilewati
jika kondisi hujan terus menerus, akses menuju dusun 05
Jayasari juga akan terputus. Sehingga untuk menuju
dusun tersebut, kita harus memutar melalui akses desa
lain.
Berbicara mengenai kondisi umum jalan desa menuju ke
pusat desa yaitu ke kantor desa, maka kita akan
mendapati beberapa kondisi jalan yaitu jalan tanah, jalan
tanah dan batu serta jalan yang sudah di cor. Sedangkan
akses jalan antar dusun selain ada jalan tanah, juga
melewati jembatan kayu, atau melalui jalan pasir di tepi
pantai.
Dengan kondisi jalan seperti gambar di atas, sangat
wajar jika penduduk desa Sedari mengatakan sekarang
mereka sudah “merdeka”. Kemerdekaan lain yang sudah
dirasakan oleh masyarakat sedari adalah dengan
terbantunya mereka akan kebutuhan air bersih untuk
diminum atau konsumsi rumah tangga.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Jika sebelumnya untuk kegiatan mencuci pakaian,
buang air besar (BAB), mandi dan bahkan masih ada
yang mencuci peralatan memasak dan mencuci
makanan dari air yang berasal dari aliran sungai menuju
ke laut.
Gambar di samping adalah salah satu kegiatan
penduduk desa Sedari yaitu mencuci pakaian yang
dilakukan di pinggir sungai. Dan biasanya di tempat
tersebut juga dilakukan aktivitas lainnya.
Sumber lain air untuk konsumsi rumah tangga dan
mencuci, penduduk mengambil dari sumur air tanah dan
tentunya dari aliran sungai ini. Jadi tingkat kerentanan
terkena penyakit kulit dan diare sangat mungkin sekali
ditemukan di desa Sedari.
Jika penduduk desa Sedari sakit, biasanya mereka akan
menempuh jarak kurang lebih 10 km dari desa Sedari
menuju klinik atau dokter praktek yang berada di desa
lain. Sebelum ada jembatan penghubung antar dusun
yang baru dua tahun selesai dibangun, maka akses yang
ditempuh ke tempat berobat melalui sungai dengan
perahu motor yang ada di kampung nelayan.
Bertahap dengan adanya pembangunan dua jembatan
penghubung antar dusun, di desa Sedari juga sudah
memiliki puskesmas pembantu dan menempatkan
seorang bidan yang tinggal di desa Sedari. Dengan
demikian, sekarang untuk berobat penduduk desa
Sedari memiliki opsi lain dan dekat dengan tempat
tinggalnya karena letak puskesmas pembantu berada di
belakang kantor desa Sedari.
Panjang jalan utama desa yaitu sepanjang lebih kurang 8
kilometer dari perbatasan desa Kalindung Jaya jika
ditarik garis ukur dari peta. Desa Sedari memiliki enam
dusun yaitu dusun 01 Tirtasari, dusun 02 Karangsari,
dusun 03 Tanjungsari, dusun 04 Neglasari, dusun 05
Jayasari dan dusun 06 Telarsari. Memiliki 16 rukun
tetangga (RT) dan 6 rukun warga (RW), dengan jumlah
rumah tangga sebanyak 1.054 dan jumlah penduduk
sebanyak 4.163 jiwa berdasarkan data BPS Kabupaten
Karawang dalam angka tahun 2012. Dengan banyaknya
penduduk yang mendiami desa Sedari maka sudah
sewajarnya dan sepatutnya penduduk di desa Sedari
menikmati “kemerdekaannya” dan tidak dianaktirikan
lagi oleh pemerintah setempat dan perlu mendapatkan
perhatian dari pemerintah pusat baik dalam hal
kesejahteraan maupun dalam pembangunan
infrastruktur desanya.
Aset berharga lain yang perlu dipertimbangkan adalah
adanya hutan mangrove yang diresmikan oleh presiden
RI ke-2 yaitu Soeharto, sebagai tempat yang dapat
dikembangkan untuk penelitian dan wisata minat
khusus, jika dapat dikelola dengan baik.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI PEMANFAATAN LAHAN
PEKARANGAN DI DESA SENANGHATI KECAMATAN MALINGPING
KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN
Oleh: M. H. Dewi Susilowati, Tuty Handayani, Ratna Saraswati
Latar Belakang
Proses pemberdayaan masyarakat merupakan suatu
proses yang bertitik tolak untuk memandirikan
masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya
sendiri dengan menggunakan dan mengakses
sumberdaya setempat sebaik mungkin. Proses tersebut
menempatkan masyarakat sebagai pihak utama atau
pusat pengembangan (people or community centered
development). Pemberdayaan masyarakat miskin
merupakan upaya yang disengaja untuk memfasilitasi
masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan
dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui
collective action dan networking sehingga pada
akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian
secara ekonomi, ekologi, dan sosial”. (Subejo, 2004;
Delivery, 2004a).
Desa Senanghati merupakan daerah kantong
kemiskinan, terletak di Kecamatan Malingping,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, yang penduduknya
80,25 % keluarga miskin (dari 653 keluarga) dan
daerahnya masih banyak lahan yang belum
dimanfaatkan secarara intensif (316,97 ha berupa semak
belukar). Jumlah penduduk 2,089 jiwa, menempati luas
wilayah 963.03 hektar, sehingga kepadatan penduduk 2
jiwa per hektar. Penduduk yang berusia produktif 1315
jiwa atau beban tanggungan sebesar 59 %. Berdasarkan
jenis kelamin, penduduk laki-laki sebanyak 1,093 jiwa
dan perempuan 996 jiwa. Tingkat pendidikan penduduk
sebagian besar (79,7 %) adalah SD dan SMP. Mata
pencaharian penduduk didominasi oleh petani yaitu
76,82 % dari seluruh penduduk yang bekerja (Susilowati
dkk, 2012).
Peningkatan produktifitas dan pengembangan produk
ditentukan oleh penguasaan, perbaikan dan inovasi
teknologi. Perbaikan dan modernisasi teknologi
merupakan isu yang sangat krusial yang harus
diupayakan secara sungguh-sungguh untuk mendorong
proses peningkatan pendapatan. Agar usaha
meningkatkan pendapatan berjalan secara
kesinambungan, maka diperlukan kemitraan usaha
dengan pihak lain. (Antholt, C.H 2001; CERD 2004;
Rustiadi, E. & R. Wafda, 2008, Susilowati dkk, 2009;
Susilowati dkk, 2010).
Tujuan dan Manfaat Kegiatan
Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah
pemberdayaan keluarga miskin Desa Senaghati,
Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten, meliputi kegiatan:
1) Memberikan bimbingan/pelatihan cara
pemanfaatan lahan pekarangan kepada keluarga-
keluarga miskin;
2) Membentuk kelompok usaha antar keluarga miskin
agar kerjasama usaha bisa berkembang;
3) Menjalin kemitraan usaha dengan pihak lain, seperti
pemerintah lokal (Kepala Desa, Dinas Pertanian,
Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah) untuk
menangkap peluang usaha, agar usaha berkembang
menjadi besar, sehingga dapat meningkatkan
pendapatan.
Metode Kegiatan
Untuk meningkatkan ketrampilan dalam usahanya, maka
diperlukan bimbingan dan pelatihan kegiatan
pemanfaatan lahan pekarangan maupun manajemen
pengembangan usaha dengan kemitraan. Metode
kegiatan ini adalah:
1) Metode Focus Group Discussion (FGD); FGD
mengenai pemanfaatan lahan pekarangan, untuk
melihat tanaman yang paling tepat dan cara
pengolahan yang tepat;
2) Metode Ceramah; Ceramah mengenai bagaimana
cara pemanfaatan lahan dan pengolahan hasil
pekarangan;
KAMPUSIANA
Volume 12 / No. 1 / April 2014
3) Metode Diskusi Kelompok;
merupakan kegiatan kelompok
dalam memecahkan masalah
untuk mengambil keputusan.
Dalam diskusi dapat timbul
berbagai macam pendapat dan
akhirnya diambil suatu
keputusan yang dapat diterima
oleh anggota dalam kelompok;
4) Praktek; masing-masing peserta
mempraktekkan bagaimana
cara: menanam tanaman buah
dan tanaman sayuran, serta
mengolah hasil pekarangan
(buah-buahan dan sayuran),
sehingga mempunyai nilai lebih.
Evaluasi terhadap kemampuan
peserta pelatihan dilakukan meliputi
pemberian pertanyaan (wawancara)
terhadap peserta (pre-test), yang
dilakukan sebelum diberikan materi
yang bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana pengetahuan dan
pemahaman peserta sebelum
diberikan materi tentang
pemanfaatan lahan pekarangan.
Materi pertanyaan mengenai
budidaya tanaman semusim mulai
dari persiapan lahan, pengolahan,
pembibitan, penanaman,
pemupukan, pemeliharaan, panen.
Evaluasi kedua dilakukan setelah
diberikan materi dengan ceramah
maupun praktek, bertujuan untuk
melihat seberapa jauh peningkatan
pengetahuan, pemahaman dan
ketrampilan peserta terhadap
pemanfaatan lahan pekarangan.
Pertanyaan post-test dibuat sama
dengan pre-test agar diketahui
sejauh mana peningkatan
pengetahuan dan pemahaman
diukur dengan ukuran yang sama.
Penilaian ketrampilan dilakukan
dengan menilai proses pratek dan
hasil praktek.
Peningkatan kemampuan peserta
dinilai dari hasil pre-test dan post-
test dan diuji dengan metode
statistik, menggunakan uji “ A Paired
comparisons t Test”. Rumus yang
digunakan:
t = đ / σ (Earickson R & John Harlin, 1994),
dimana:
đ = ∑ d / n;
σ = sd / √n;
sd = [∑ d2 - (∑d)2] / [n(n-1)]
Proses perhitungan besarnya t
digunakan program SPSS (Statistical
Product and Service Solutions) dan
dapat diinterpretasikan dari output
yang diperoleh.
Pembahasan
Pelaksanaan Pelatihan dan
Bimbingan
Sebelum pelaksanaan pelatihan
dimulai, diadakan FGD untuk
menentukan tanaman yang akan
dikembangkan di Desa Senanghati.
Dari hasil FGD disepakati tanaman
semusim yang terdiri dari
mentimun, terung, cabai, tomat dan
buah pisang.
Pelaksanaan pelatihan dilakukan
selama 4 hari yaitu pada tanggal 11
hingga 14 Juni 2013. Jumlah peserta
40 orang berasal dari penduduk
Desa Senanghati, yang terdiri dari
laik-laki 20 orang dan perempuan 20
orang. Pembagian kelompok
dipandu oleh tim pengabdi dan
Kades. Peserta dibagi menjadi 4
kelompok laki-laki dan 4 kelompok
perempuan. Sebelum dilakukan
praktek, diberikan contoh benih
tomat, cabai, ketimun dan terong,
kemudian ada pengembangan dari
dinas pertanian agar dibuat kebun
contoh Desa Senanghati, namun
dalam perjalanan dikembangkan
kembali penanaman masing-masing
kelompok.
Rincian kegiatan pelatihan yang
dilakukan selama 4 hari adalah
sebagai berikut:
• Pada tanggal 11 Juni 2013;
FGD dengan penduduk Desa
Senanghati: materi FGD meliputi
pelaksanaan pelatihan, jenis
tanaman yang diinginkan, teknik
penanaman dan pengolahan.
Pembentukan kelompok kerja/
usaha dipandu oleh tim pengabdi
dan dibantu oleh Kades. Jumlah
kelompok ada 8, terdiri dari 4
kelompok laki-laki yang
mengerjakan pemanfaatan lahan
pekarangan dan 4 kelompok
perempuan yang mengerjakan
pengolahan hasil pekarangan. Ketua
kelompok dipilih yang bisa
membaca dan menulis. Selanjutnya
membersihkan pekarangan yang
akan digunakan untuk praktek
penanaman, sehingga dapat
dikembangkan di pekarangan Desa
Senanghati.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
• Pada tanggal 12 Juni 2013;
Ceramah dan diskusi yang disampaikan oleh
narasumber dari Dinas Pertanian. Materi yang dijelaskan
pada sesi pertama jam 10.00 WIB hingga 12.00 WIB
mengenai pemanfaatan lahan pekarangan. Dilanjutkan
dengan diskusi dan tanya jawab, sekaligus praktek
pembibitan dan pembuatan bedengan hingga jam 16.00
WIB. Pada saat ini pula ditampilkan pengemasan hasil
pekarangan.
• Pada tanggal 13 Juni 2013;
Ceramah dan diskusi disampaikan oleh narasumber dari
Dinas Koperasi dan UKM dilaksanakan dari jam 10.00
hingga jam 12.00 WIB. Materi yang disampaikan
mengenai pembentukan dan pemeliharaan koperasi,
bagaimana mengolah hasil pekarangan, bagaimana
memasarkan hasil pekarangan, dan bagaimana agar
usaha dapat berjalan dan lestari. Waktu yang tersisa
digunakan untuk diskusi maupun tanya jawab.
• Pada tanggal 14 Juni 2013;
Kegiatan praktek yang dipandu oleh narasumber dan
tim pengabdi, mulai. pada jam 09.00 WIB hingga 12.00
WIB, melanjutkan membersihkan rumput di sekitar
rumah atau lahan pekarangan. Setelah isoma dilanjutkan
dengan praktek cara pembuatan bedengan dan
pemupukan.
Kegiatan pelatihan dengan metode pembelajaran
kelompok, yang dipandu oleh narasumber maupun tim
pengabdi. Pelaksanaan pelatihan untuk ceramah
bertempat di rumah Kades dan untuk praktek
penanaman di lahan pekarangan sekitar rumah Kades
dan penduduk sekitarnya, Praktek pemanfaatan lahan
dan pengolahan hasil pekarangan dilakukan setelah
peserta mendapatkan materi ceramah dari narasumber
yang berasal dari Dinas Pertanian maupun Dinas
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM).
Pada musim kemarau mengalami hambatan terhadap
pertumbuhan tanaman, sehingga mencari lokasi
pengembangan di lokasi yang berdekatan dengan
sumber air, namun masih terjangkau dari tempat tinggal,
sampai saat ini masih berjalan dengan baik.
Kelompok Usaha
Kelompok usaha yang telah terbentuk diharapkan dapat
bersaing untuk mengembangkan usaha tanaman yang
dikelolanya, namun dalam pelaksanaan tidak terjadi
persaingan, tetapi dikerjakan secara bersama, sehingga
hasilnya juga dirasakan bersama. Sampai saat ini hasil
yang diperoleh masih pada taraf dikunsumsi sendiri oleh
penduduk setempat.
Pada mulanya pembagian tugas masing-masing
kelompok tersebut adalah membuat kebun buah dan
sayuran, yang nantinya akan dikerjakan bersama dan
pemeliharaan dikerjakan secara bersama. Pada mulanya
pemeliharaan dalam minggu pertama dikerjakan oleh
kelompok I, kemudian minggu kedua oleh kelompok II,
minggu ketiga oleh kelompok III. minggu keempat
dikerjakan oleh kelompok IV dan seterusnya hingga
bulan berikutnya. Masing-masing kelompok terdiri dari 5
orang yang saling bekerjasama dalam pengolahan hasil
pekarangan. Pada pertengahan perjalanan sistem
pembagian kerja kelompok dirubah menjadi; masing-
masing kelompok bertanggung jawab pada area
penamanan sendiri, dengan tujuan agar dapat
berkompetisi sehingga lebih giat dan maju.
Kemitraan Usaha
Dinas Pertanian, Dinas Koperasi dan UKM telah terlibat
dalam usaha pemanfaatan lahan dan pengolahan hasil
pekarangan dengan peran sebagai narasumber, pelatih
maupun pembimbing. Sedangkan Kepala Desa berperan
sebagai penggerak atau motivator maupun
pendamping dalam proses kegiatan penanaman,
pemeliharaan serta pemanenan. Kemitraan usaha ini
diharapkan dapat berjalan dan terpelihara dengan baik,
sehingga usaha dapat terus berkembang.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Kemampuan Peserta Pelatihan
Hasil analisis dari nilai wawancara dengan kuisioner
(pre-test) dan penilaian setelah kegiatan pelatihan
maupun bimbingan (post test), dapat diketahui bahwa
secara umum, pelatihan ini telah mampu memberikan
kontribusi positif kepada masyarakat Desa Senanghati
yaitu dengan meningkatnya pengetahuan, pemahaman
maupun ketrampilan dalam pemanfaatan lahan dan
pengolahan hasil pekarangan atau dapat dikatakan
pelatihan meningkatkan kualitas peserta dalam
memanfaatkan teknlogi pertanian.
Apabila dibandingkan antara nilai hasil pelaksanaan
pre-test dan post-test maka diperoleh gambaran
peningkatan pengetahuan, pemahaman dan
ketrampilan peserta. Peningkatan terlihat dari kenaikan
nilai peserta dan hasil tanaman yang diperoleh. Sebagai
contoh pada saat pre-test, terdapat 13 orang (32.5 %)
mendapat nilai ≤ 55, namun setelah mengikuti pelatihan
hanya 4 peserta (10 %) yang mendapatkan nilai ≤ 55.
Kemudian peserta yang mendapatkan nilai antara 66 –
75, mengalami kenaikan dari 10 orang (25%) menjadi 17
orang (42,5%). Selanjutnya peserta yang mendapatkan
nilai antara 76 – 85, juga mengalami kenaikan dari 5
orang (12,5 %) menjadi 12 orang (30 %). Demikian pula
peserta pada saat pre test tidak ada yang mendapatkan
nilai > 85, setelah mengikuti pelatihan, nilai post-tes
terlihat meningkat menjadi 3 orang (7,5 %) yang
memperoleh nilai >85. Jika dinilai antar kelompok, maka
kelompok III dan IV lebih baik dibandingkan kelompok I
dan II, terlihat dari proses penanaman, peliharaan dan
pemanenan.
Berdasarkan output paired sample test untuk kelompok
pemanfaatan lahan pekarangan, terlihat bahwa t hitung
sebesar 15.133 dengan probabilitas 0.000, karena
probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak, atau kemampuan
sebelum dan sesudah bimbingan relatif berbeda.
Dengan kata lain, bimbingan tersebut efektif dalam
menaikan kemampuan pemanfaatan lahan pekarangan
secara nyata.
Simpulan dan Saran
Simpulan
1) Telah dilakukan pelatihan maupun bimbingan
terhadap keluarga miskin, sehingga pekarangan telah
dianfaatkan dengan tanaman mentimun, terung,
cabai, tomat dan pisang. Pengembangan tanaman
dipindahkan ke lokasi dekat suber air, karena pada
musim kemarau terjadi kekeringan;
2) Telah terbentuk kelompok usaha pemanfaatan
pekarangan, walaupun tidak semua peserta bisa
menulis, membaca, maupun berbahasa Indonesia
dengan lancar;
3) Menjalin kerjasama antar kelompok usaha dan
pemerintah lokal, agar usaha dapat berkembang
dan lestari;
4) Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terdapat pening-
katan kemampuan dan pemanfatan lahan dan pen-
golahan hasil pekarangan dari sebelum dan sesudah
bimbingan.
Saran
1) Perlu adanya ketersediaan air tanah, sehingga
pemanfaatan lahan pekarangan dapat intensif;
2) Perlu adanya pendidikan non formal untuk
penduduk Desa Senanghati yang tidak dapat
membaca, menulis dan berbahasa Indonesia
dengan lancar;
DAFTAR PUSTAKA Antholt, C.H. 2001. Agricultural Extension in the Twenty-First Century. In Eicher and
Staatz International Agricultural Development. Third Edition. Johns Hopkins. Astuti, Wahyuni April dan Muhammad Musiyam. 2009. Kemiskinan dan Perkembangan
Wilayah di Kabupaten Boyolali. Forum Geografi, Jurnal Geografi UMS, vol. 23, No. 1 Juli 2009. Surakarta, Jawa Tengah.
BKKBN , 1994. Pembangunan Keluarga Sejahtera di Indonesia Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1992 dan GBHN 1993. Jakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan/Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
Badan Pusat Statistik. 2011. Perhitungan Angka Kemiskinan BPS VS World Bank. Down-load Center, Sensus Pedusuk 2010, tanggal 26 April 2011, jam 14.58. Jakarta.
CERD, (2004). Community Empowerment for Rural Development, http://www.cerd.or.id De Nooy, w, MrVar, and Batagelj, V, 2005. Exploratory Social Network Analysis With Pajek.
Cambridge University Press. Danoesastro, Haryono. 1978. Tanaman Pekarangan dalam Usaha Meningkatkan Ketahan-
an Rakat Pedesaan”. Agro – Ekonomi. Delivery, 2004a. Pemberdayaan Masyarakat, http://www.deliveri.org/guidelines/policy/
pg_3/pg_3_summary.htm Delivery, 2004b, Pemberdayaan Masyarakat dalam Praktek, p1, http://www.deliveri.org/
guidelines/how/hm_7/hm_7_summaryi.htm. Earickson R & John Harlin, 1994. Geographic Measurement and Quantitative Analysis.
Macmillan College Publishing Company, New York. Gruber, Denis, 2008. Interduction in social Network analysis. Theoretical Approaches and
Empirical Analysis with computer-assisted progammes. State University of St. Peters-burg. Faculty of Sociology.DAAD
Prawirokusumo, S. 1996. Kebijaksanaan dan Sistem Pendukung Kemitraan, Media Pengkajian Perkoperasian dan Pengusaha Kecil. INFOKOP No. 15 Tahun XII 1995/1996.
Rustiadi, E. & R. Wafda. 2008. Urgensi pengembangan lahan pertanian pangan abadi dalam perspektif ketahanan pangan. Dalam Penyelamatan tanah, air dan lingkungan. Yayasan Obor Indonesia.
Redaksi Agromedia, 2010. Bertanam Tanaman Buah dan Sayuran. PT Agromedia Pustaka. Subejo dan Iwamoto, Noriaki, 2003. Labor Institutions in Rural Java: A Case Study in
Yogyakarta Province, Working Paper Series No. 03-H-01, Department of Agriculture and Resource Economics, The University of Tokyo.
Subejo, (2004). Metodologi Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat, Fak Pertanian UGM Sukotjo, W, 1996. Kemitraan Usaha; Suatu Telaah Konsep. Media Pengkajian
Perkoperasian dan Pengusaha Kecil. INFOKOP No. 15 Tahun XII 1995/1996. Sumarto, Sudarno, Asep Suryahadi, and Wenefrida Widyanti, 2002. Designs and Imple-
mentation of the Indonesian Social Safety Net Programs’ [Desain dan Implementasi Program Jaring Perlindungan Sosial di Indonesia] dalam Developing Economics
Susilowati MH.Dewi, dkk, 2009. Model Kemitraan Pemerintah Lokal, Pengusaha, LSM Dalam Rangka Pemberdayaan Pedagang Sayur dan Buah pada Masyarakat Miskin di Kelurahan Jatinegara dan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Hibah PHKI, Universitas Indonesia.
Susilowati MH.Dewi, dkk, 2010. Pemberdayaan Pedagang Sayur dan Buah pada Masyara-kat Miskin di Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Melalui Pengel-olaan Sisa Dangangan. Hibah PHKI, Universitas Indonesia.
Susilowati MH.Dewi, dkk, 2010. Pemberdayaa Masyarakat Desa Ngargorejo. Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah Melalui Pemanfaatan Lahan Pekarangan. Hibah PHKI, Universitas Indonesia.
Susilowati MHD, dkk 2012. Pemetaan Kantong Kemiskinan dan Potensi Wilayah Untuk Pemberdayaan Keluarga Miskin di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Hibah Stranas, Universitas Indonesia.
Tsang, G. 2005. Lycopene in tomatoes and Prostate Cancer.http://www. healthcas-tle.com.
Warisno & Kres Dahana. 2010. Peluang Usaha Dan Budidaya Cabai.
DR. DJOKO HARMANTYO
KETUA DEPARTEMEN GEOGRAFI FMIPA UI (2014-2018)
R iwayat hidupnya bermula ketika ia dilahirkan di
Surakarta, 21 April 1951. Tempat lahirnya, lebih
dikenal sebagai Kota Solo, Provinsi Jawa Tengah.
Pendidikan Sarjana dimulai di Jurusan Geografi
Universitas Indonesia pada tahun 1971. Kemudian
studinya dilanjutkan dengan menempuh pendidikan S2
di Fakultas Paska Sarjana Institut Pertanian Bogor (FPS
IPB) di bidang studi Agrometeorologi 1981-1983. Belum
banyak dosen geografi saat itu yang memiliki gelar
Doktor, maka atas rekomendasi Prof. I Made Sandy (alm)
pada tahun 1984 -1989 mengikuti program Doktor
bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
di FPS IPB dan Pak Djoko berhasil meraih gelar tersebut
dengan predikat Sangat Memuaskan.
Publikasi yang telah dihasilkan Pak Djoko antara lain
dibidang iklim “A Preliminary Investigation on Changing
temperature maxima-minima Deviation In Indonesia”
diterbitkan di Indonesian Journal of Geography. Vol. 43.
No. 1. June 2011. p 81-96). Publikasi untuk bidang geo-
grafi regional antara lain berjudul ”Ambalat Issues: A
Preliminary Study on the Problem of Indonesia Territorial
Boundaries” (Indonesian Journal of Geography, Vol.38
No.2, 2006), kemudian “Area Divergence and Spatial
Conflicts. Regional Autonomy Policy Implementation in
Indonesia” (Makara UI, vol.11 No.1. April 2007. ISSN 1693-
6671). Pak Djoko juga telah menulis judul “Pendekatan
Spatial System dalam Pembangunan Wilayah”
diterbitkan pada Jurnal Geografi UN Surabaya, Vol.1
No.2, tahun 2002. Selain sebagai penulis Pak Djoko juga
diminta menjadi editor pada buku berjudul “Reading in
Economic Geography. Dynamic Situation In Indonesia.
Selected study cases” (Post Graduate Program. Dept. of
Geography FMIPA-UI, UI Press, Depok, 2002), dan juga
editor di “Majalah Geografi Indonesia” (Accredited jour-
nal of Geography. ISSN 0125-1790, Faculty of Geography.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta).
Pak Djoko juga rutin memberikan kontribusi pada
seminar dan pertemuan ilmiah, Antara lain: tentang
eco-tourisme dan pengelolaan lingkungan dengan judul
“Pendidikan Geografi dan Implikasinya di I
ndonesia” (IKIP Negeri Singaraja, Bali, 2003),
”Marginalisasi SDA dan Kemiskinan dalam kerangka
issue global bidang Geografi” (Undana, Kupang, 2004),
“Kerjasama Antar Daerah di bidang Penataan Ruang dan
Konservasi Sumberdaya Air Perkotaan” (sebagai penulis
ke 2 UMS Solo, 2005), dan “Konflik Sumberdaya Air
dalam perspektif Geografi dan UU No. 7 tahun 2004
tentang Sumberdaya Air” UMS, Solo, 2005), Judul
“Dampak Globalisasi di Negara Kepulauan
Tropika” (kampus UI Depok, 2006.), judul “Skenario Alih
Teknologi Dalam menghadapi Dmpak perubahan
Iklim” (Padang Sumatra Barat, 2008), “A Preliminary
Investigation on Climate Change in Indonesia” pada
(International Workshop on Vulnerabilty to Climate
Change: Adaptation, Conservation and Livelihoods in
Indonesia. Depok, 2009.) dan juga “Climate Role in
Changing the Face of the Earths” (International
Workshop on Climate Information Services in Supporting
Mitigarion and Adaptation to Climate Change. Jakarta,
2009).
Selain publikasi, sebagai dosen Pak Djoko juga dituntut
untuk mengabdi pada masyarakat secara langsung
dengan memberi pelatihan/penyuluhan pada
Workshop/training Meteorologi, Geofisika dan
Klimatologi untuk Media dan Jasa.(BMG, Cisarua-Bogor,
13-14 Juni 2006), Pelatihan Assesor internal Universitas
Indonesia sebagai fasilitator maupun pembicara (BPMA-
UI, 15-18 Nopember 2006 dan 18-19 Desember 2006),
Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Geografi dalam
persiapan Sertifikasi Guru (IGI, Bandung 15-18
November 2006), Pelayanan kepada masyarakat sebagai
Tim Assesor BAN-PT program studi S1 dan S2 Geografi
(Depdiknas, tahun 2004, 2005, 2006, 2008, 2009,
2010,2011,2012).
PROFIL
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Juga menjadi Anggota Tim Supervisi
Penilaian Buku Teks bidang Geografi
tingkat MA/SMA Badan Nasional
Standartisasi Pendidikan (BNSP)
tahun 2005/2006. Memberi
pelayanan kepada masyarakat
sebagai Tim Leader Ahli Geografi
Regional pada Dinas Pertanahan dan
Pemetaan DKI Jakarta tahun 2004.
Kewajiban utama Pak Djoko adalah
mengajar pada program sarjana S1
Geografi FMIPA-UI sejak tahun 1979
– 2014, Mengajar pada program
pasca sarjana Magister Ilmu Geografi
FMIPA–UI dari tahun 1998 – 2014.
Pak Djoko juga ikut menjadi
pengajar pada program pasca
sarjana Magister Ilmu Kelautan
FMIPA-UI tahun 2004 untuk mata
kuliah Meteorologi Laut, Mengajar
pada program Doktor Ilmu Biologi
FMIPA-UI tahun 1999 dan 2007
untuk mata kuliah Tata Guna Tanah.
Selain mengajar juga menjadi
pembimbing untuk tugas akhir
skripsi S1 Geografi, bidang
peminatan, Geografi Kesehatan,
Geografi Politik, Pengembangan
Wilayah dan HidroMeteorologi –
Klimatologi dan membimbing tesis
S2 Geografi dalam peminatan
HidroMeteorologi -Klimatologi ,
Geografi Politik dan Pengembangan
Wilayah. Termasuk ikut juga
menjadi penguji mahasiswa
Program Doktor Geografi Fakultas
Geografi UGM pada tahun 2013.
Kegiatan lain adalah sebagai Ketua
Tim Pengembangan Program
Magister Ilmu Geografi FMIPA-UI
1996/1997, Ketua Tim
Pengembangan Program Doktor
Ilmu Geografi FMIPA-UI 2004-2008,
Ketua Tim Penyusunan Portfolio
FMIPA-UI dalam Akreditasi Program
Studi BAN-PT di lingkungan FMIPA-
UI 2006, Ketua Komisi
Pengembangan Senat Akademik
Fakultas FMIPA-UI 2003-2007,
Sekretaris SAF FMIPA-UI 2006-2007,
Ketua Senat Akademik Fakultas
FMIPA-UI periode 2007-2011,
Anggota Majelis Departemen
Geografi FMIPA-UI periode 2000-
2004 dan 2004-2008, Anggota
Antardep Tim Penyusunan RUU
Meteorologi dan Geofisika, Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG)
2006-2007 dan juga Peserta seminar
Kursus Reguler Angkatan XXXVII
Lemhanas, 2004.
Penghargaan yang sudah diraih Pak
Djoko antara lain karya Satya
Lencana 10 tahun, Karya Satya
Lencana 20 tahun dari pemerintah
Indonesia, juga dari UI yakni
memperoleh penghargaan sebagai
penulis buku tahun 2005 dan Penulis
Jurnal Internasional dari rektor UI
2008.
Saat ini Pak Djoko sedang
melakukan riset yang sangat
penting bagi penelitian iklim di
Indonesia degan mendapatkan
Hibah Riset tahun 2013 dengan
judul: ”Model Jejaring rain-gauge
Sebagai Basis Sistem Penduga Awal
Musim Tanam Dalam Mengatasi
Dampak Perubahan Iklim. Studi
kasus di Kabupaten Cilacap”
pendanaan Hibah Riset Unggulan
BOPTN tahun 2013 dan pada tahun
2014 dengan judul ”Model Jejaring
rain-gauge Sebagai Basis Sistem
Penduga Awal Musim Tanam Dalam
Mengatasi Dampak Perubahan Iklim.
Studi kasus di Kabupaten
Banyumas” pendanaan Hibah Riset
Unggulan BOPTN 2014.
Secara akademik jabatan Pak Djoko
masih Lektor Kepala, tetapi
pengalaman birokrasi pernah
menjadi Ketua Program Studi S2
Geografi UI untuk periode 1998-
2000 dan 2000-2004. Juga menjadi
Ketua III Ikatan Geograf Indonesia
(IGI) tahun 2006-2010 dan Ketua I IGI
untuk periode tahun 2010-2014.
Kalau semua proses berjalan lancar
(sudah dimulai sejak tahun 2007)
maka segera Departemen Geografi
kembali memiliki seorang Guru
Besar setelah I Made Sandy. Semoga
cita-cita Depertemen Geografi
segera tercapai. (Redaksi)
Volume 12 / No. 1 / April 2014
HEART OF BORNEO
PARU-PARU DUNIA DI HAMPARAN NEGARA SERUMPUN
Oleh: Alvian Safrizal
S etelah diluncurkannya inisiatif kerjasama
subregional ASEAN, Brunei-Indonesia-Malaysia-
Philippines East ASEAN Growth Area /BIMP EAGA, pada
tanggal 24 Maret 1994 di Davao City, Filipina,
pemerintah diantara ke-4 negara tersebut terlihat secara
serius berusaha meningkatkan kesejahteraan dan
pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah
perbatasan negara-negara BIMP-EAGA. Salah satu
Cluster yang menjadi fokus kerjasama diantara negara
anggota BIMP EAGA, yakni Environment and Natural
Resource Development. Kawasan khusus yang menjadi
perhatian dalam cluster tersebut, yaitu Sulu-Sulawesi
Marine Ecoregion (SSME) yang melintasi wilayah negara
Indonesia, Malaysia, dan Filipina ; serta Heart of Borneo
(Heart of Borneo) yang melalui wilayah negara Brunei,
Malaysia dan Indonesia. Dari kedua perhatian utama
pada cluster Environment and Natural Resource
Development BIMP EAGA, kawasan HoB menjadi
kawasan yang “sensitif” dalam pengelolaan sumber daya
alam dan konservasi bagi ke-3 negara yang dilaluinya.
Sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.26
Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN), dimana salah satu butir penting
peraturan tersebut yakni terdapat 76 Kawasan Strategis
Nasional (KSN) yang memiliki kepentingan ekonomi,
lingkungan hidup, sosial budaya, pendayagunaan
sumber daya alam dan teknologi tinggi, serta
pertahanan dan keamanan. Salah satu KSN yang
memiliki kepentingan pengelolaan lingkungan hidup,
yakni Kawasan “Jantung Kalimantan” atau lebih dikenal
Heart of Borneo. Selain dimasukkannya HoB dalam salah
satu KSN, kawasan tersebut juga menjadi area “rentan”
dalam pembangunan ekonomi di Koridor Kalimantan
yang menjadi salah satu koridor ekonomi utama pada
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI). Sehingga dengan kata lain,
pemerintah telah lama memberikan perhatian bagi
pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam/
hayati yang terkandung di kawasan tersebut. Untuk itu
tulisan berusaha menjabarkan secara ringkas dan umum
terkait dinamika pengelolaan kawasan HoB.
Heart of Borneo: “Paru-Paru” Dunia yang Tersisa
Heart of Borneo (HoB) adalah inisiatif tiga negara, yaitu
Brunei, Indonesia, dan Malaysia dimana sebagian
wilayah negara-negara tersebut (Kecuali Brunei) berada
di kawasan “jantung” Pulau Borneo, yang bertujuan
untuk mengelola kawasan hutan tropis dataran tinggi
yang didasarkan pada prinsip konservasi dan
pembangunan berkelanjutan. Nama Borneo mengacu
pada keseluruhan wilayah yang terdiri dari Negara
Brunei Darusalam, Malaysia Bagian Timur (Sarawak dan
Sabah), dan Pulau Kaimantan bagi Indonesia (Provinsi
Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, dan Kaltara). Kawasan HoB
memiliki kekayaan keanekaragaman hayati dimana
sekitar 40-50% jenis flora dan fauna didunia dapat
dijumpai di Pulau Kalimantan (Borneo). Kawasan HoB
merupakan wilayah hulu 14 sungai dari 20 sungai utama
yang mengalir di Pulau Kalimantan, antara lain Sungai
Mahakam, Sungai Barito, dan Sungai Kapuas. Program
prioritas dalam pengelolaan kawasan HoB, yaitu (i)
Pengelolaan kawasan lintas batas negara; (ii)
Pengelolaan kawasan lindung; (iii) Pengelolaan sumber
daya alam secara berkelanjutan; (iv) Pengembangan
ekowisata; dan (v) Peningkatan kapasitas sumber daya
manusia. Luas kawasan HoB di tiga negara (Brunei,
Malaysia, dan Indonesia) meliputi areal seluas kurang
lebih 23 juta hektar yang secara ekologis saling
berhubungan. Wilayah HoB merupakan kawasan
pegunungan di tengah pulau Borneo yang memanjang
secara diagonal dari barat daya ke timur laut yang
didominasi oleh hutan hujan tropis dimana sebagian
besar berada di wilayah Indonesia, yakni sekitar 72%
wilayah keseluruhan) (Sekretariat Pokjanas HoB, 2013).
GEOGRAFIANA
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Berikut rincian luas wilayah kawasan Heart of Borneo:
(Luas Wilayah HoB Di Setiap Negara. Sumber: Sekretariat Pokjanas HoB,
2013)
Fungsi lahan di “Jantung Borneo” terdiri dari kawasan
lindung yang hanya meliputi 31% (taman nasional, cagar
alam, suaka marga satwa, hutan lindung), serta
selebihnya merupakan kawasan budidaya non
kehutanan (perkebunan, pertambangan, dan lain-lain).
Pada Heart of Borneo yang berada di wilayah Indonesia
(Kalimantan), terdapat 4 Taman Nasional, yakni Taman
Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Kayan
Mentarang, Taman Nasional Danau Sentarum, dan
Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Sebagai salah
satu hutan hujan tropis, pegunungan di HoB menjadi
habitat bagi jutaan spesies flora dan fauna endemik, unik
dan langka. Tingkat keanekaragaman hayati hutan
pegunungan HoB sangat tinggi. Setidaknya 40- 50%
jenis flora dan fauna Borneo hanya dapat ditemui di
kawasan ini. Bahkan dalam 10 tahun terakhir terdapat
361 species baru ditemukan (WWF Indonesia, 2012).
Selain fungsinya sebagai kawasan hutan, HoB juga
merupakan “rumah” bagi sekitar 50 suku Dayak, dengan
bahasa dan budaya yang beragam (Kompas, 2012).
Berikut peta dari kawasan Heart of Borneo:
Berdasarkan Peta Status Kawasan Hutan Kementerian
Kehutanan RI di overlay-kan dengan batas kawasan HoB
(Pokjanas HoB) tahun 2008 serta dengan analisis
perhitungan luasan dilakukan dengan metode GIS,
berikut penjabaran status hutan di kawasan HoB
Indonesia di provinsi yang berada di Pulau Kalimantan:
(Status Hutan di Wilayah HoB Di Setiap Provinsi. Sumber: Sekretariat
Pokjanas HoB, 2013)
Dari data yang ditampilkan diatas dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar fungsi lahan yang berada di
kawasan HoB, yakni berupa kawasan konservasi dan
sumber air tawar.
Rencana Strategis HoB
Setelah pertemuan KTT Tingkat Menteri Negara-Negara
Kawasan HoB pada tanggal 12 Februari 2007 dimana
butir penting yang disepakati dalam pertemuan
tersebut, yaitu (i) Kerjasama manajemen sumber daya
hutan yang efektif dan konservasi terhadap area yang
dilindungi, hutan produktif, dan penggunaan lahan
lainnya yang berkelanjutan; (ii) Inisiatif HoB merupakan
kerjasama lintas batas yang sukarela dari tiga negara;
dan (iii) Kesepakatan untuk bekerjasama berdasarkan
prinsip pembangunan berkelanjutan.
Luas Luas
Hektar %
Brunei Darussalam 424.076,66 1,82
Indonesia 16.794.300,78 72,23
Kalimantan Barat 4.892.136,18 21,04
Kalimantan Tengah 3.027.214,72 13,02
Kalimantan Timur+ Kalimantan Utara
8.874.949,88 38,17
Malaysia 6.031.911,67 25,94
Sarawak 2.139.471,04 9,2
Sabah 3.892.440,63 16,74
TOTAL 23.250.289,11 100,00
(Peta Kawasan HoB. Sumber: Heart of Borneo Initiative Publication, 2013)
Status Hutan Kal-Bar Kal-Teng Kal-Tim +
Kaltara
Hutan Lindung 1.243.930 Ha 611.447 Ha 2.398.152 Ha
Hutan Produksi 359.305 Ha 92.827 Ha 644.034 Ha
Hutan Produksi Konversi 108.153 Ha 34.030 Ha -
Hutan Produksi Terbatas 1.201.309 Ha 1.960.780 Ha 3.899.666 Ha
Taman Nasional 1.024.163 Ha 125.600 Ha 1.312.243 Ha
Tubuh Air 18.037 Ha 197.128 Ha -
Taman Wisata Alam 1.842 Ha 5.478 Ha -
Lainnya 890.518 Ha 778 Ha 607.789 Ha
(Deklarasi Inisiatif HoB, 12 Februari 2007 Sumber: Bulletin Tata Ruang KemenPU, 2012)
Heart of Borneo merupakan sebuah
perwujudan konsep konservasi dan
pembangunan berkelanjutan ke
dalam program manajemen
kawasan di Pulau Borneo. Inisiatif
HoB dilatarbelakangi kepedulian
terhadap penurunan kualitas
lingkungan terutama kualitas hutan
di Pulau Borneo, yang ditunjukkan
dengan makin rendahnya
produktivitas hutan, hilangnya
potensi keanekaragaman hayati,
serta fragmentasi hutan dari satu
kesatuan yang utuh dan saling
terhubung (Bulletin Tata Ruang
KemenPU, 2012). Degradasi tutupan
hutan Pulau Borneo dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
(Peta Tutupan Hutan Pulau Borneo Tahun 1990, 1950, 1965, 2000, , 2005 dan Proyeksi Tahun 2010, 2020. Sumber: WWF, 2010
Dalam inisiatif HoB tahun 2007
tersebut, juga disusun visi dan misi
pengelolaan kawasan HoB yang
“mengikat” 3 negara (Indonesia,
Malaysia, dan Brunei). Visi
pengelolaan kawasan HoB, yaitu
terwujudnya pengelolaan dan
konservasi yang efektif di kawasan
hutan hujan ekuator Heart of
Borneo yang meliputi 23 juta hektar
melalui jejaring kawasan lindung,
hutan produksi dan penggunaan
lahan yang berkelanjutan, yang
memberi manfaat bagi masyarakat
dan alam, melalui kerjasama
internasional yang dipimpin oleh
masing-masing pemerintah negara
di Borneo, yang didukung oleh
industri dan upaya global yang
berkelanjutan. Sedangkan misi
pengelolaan kawasan Heart of
Borneo adalah sebagai berikut: (i)
Pada tahun 2020, 23 juta hektar
jejaring kawasan lindung, cadangan
lintas batas, dan koridor dikelola
secara berkelanjutan dan zona
penyangga berfungsi untuk
menjamin masa depan semua
spesies prioritas dan kawasan HoB
endemik didirikan; (ii) Pada tahun
2020, tidak ada konversi hutan yang
bernilai konservasi tinggi untuk
penggunaan lahan lain di kawasan
HoB; dan (iii) Pada tahun 2020,
mekanisme pembiayaan jangka
panjang memberikan manfaat
diversifikasi dan adil bagi
masyarakat lokal dan pemerintah,
dan meningkatkan barang dan jasa
ekosistem.
Selang dua tahun pasca
dikeluarkannya Deklarasi Inisiatif
HoB, pemerintah Indonesia
mengeluarkan Rencana Strategis
dan Aksi Nasional (National Strategic
Plan of Action) kawasan Heart of
Borneo di wilayah Indonesia tahun
2009-2014. Lingkup rencana
strategis dan aksi nasional tersebut,
terdiri dari trilateral, nasional, dan
kabupaten (daerah). Butir penting
yang dituangkan dalam Rencana
Strategis dan Aksi Nasional kawasan
HoB Indonesia, yaitu:
(i) Kerjasama provinsi dan
kabupaten;
• Penggunaan lahan
berkelanjutan
° Menetapkan batas area
HoB
° Mendorong
terselesaikannya
Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) provinsi
dan kabupaten/kota
guna mewujudkan
pelaksanaan
pembangunan
berkelanjutan di area
HoB
• Penyempurnaan kebijakan
sektor
° Menyusun kriteria dan
indikator pengelolaan
sumber daya alam
berkelanjutan dan
diseminasi agar
terintegrasi dalam
kebijakan sektor
• Pengembangan kapasitas
lembaga
° Menyusun kerangka
kerja kelembagaan
pengelolaan sumber
daya alam dalam area
HOB
° Menyusun masterplan
dan rencana
pengelolaan HoB
° Mengembangkan riset
dasar dan terapan serta
penguatan kerjasama
antar lembaga riset
sesuai visi dan misi HoB
° Mendorong proses
pelibatan, kerjasama,
peningkatan kepedulian
dan pendidikan dalam
pelaksanaan HoB
Volume 12 / No. 1 / April 2014
(ii) Pengelolaan kawasan lindung;
• Advokasi kebijakan
° Merekomendasikan upaya penguatan
pengelolaan dan/atau (jika dipandang
penting) mengusulkan penambahan dan
peningkatan status kawasan lindung dan
kawasan konservasi di area HoB
° Membangun kebijakan pengembangan dan
atau penguatan pengelolaan kawasan
konservasi lintas batas
• Informasi dan manajemen pengelolaan kawasan
lindung
° Membangun standar, sistem, penilaian,
publikasi, monitoring dan evaluasi
pengelolaan kawasan lindung serta
kerjasama kelembagaan antar pengelola
kawasan lindung dan pengembangan
ekowisata dalam areal HoB
• Pemberdayaan masyarakat
° Memperkuat kebijakan dan implementasi
kerjasama pengelolaan kawasan lindung,
termasuk pengembangan ekowisata berbasis
masyarakat
• Pelibatan peran serta swasta/BUMN
° Mengembangkan opsi-opsi keterlibatan
swasta/BUMN dalam pengelolaan kawasan
lindung
(iii) Pengelolaan sumber daya alam di luar kawasan
lindung;
• Penyempurnaan kebijakan sektor
° Mengembangkan pemerataan manfaat
pengelolaan sumber daya alam secara
berkelanjutan
° Memantau dan mengevaluasi kegiatan
perekonomian serta mempromosikan area
HoB sebagai tujuan ekowisata dan
pelaksanaan program REDD+ dibawah
payung konvensi perubahan iklim
° Melakukan audit terhadap kegiatan
pemanfaatan hutan alam dan tanaman di
area HoB
° Mendorong pelaksanaan program
rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan
hutan dan lahan yang rusak di area HoB
• Penggunaan lahan berkelanjutan
° Inventarisasi dan klasifikasi bentuk-bentuk
konflik pemanfaatan hutan dan penggunaan
lahan di areal HoB
° Menyusun mekanisme penyelesaian konflik
dan melakukan mediasi penyelesaian konflik
° Evaluasi penggunaan ruang
• Sistem informasi dan pemantauan
° Mengembangkan basis data sumber daya
alam di seluruh areal HoB
° Menyusun kriteria dan indikator untuk
pelaksanaan monitoring dan evaluasi
sumber daya alam
° Melaksanakan monitoring dan evaluasi
sumber daya alam
(iv) Penguatan kelembagaan dan pendanaan
berkelanjutan;
• Penguatan kapasitas lembaga
° Mendorong adanya payung hukum area HoB
° Menetapkan mekanisme hubungan kerja dan
prioritas pekerjaan Pokjanas dan Pokjada
HoB
° Evaluasi kinerja pemerintah provinsi dan
kabupaten dalam pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan di area HoB
termasuk apabila ada tambahan provinsi
atau kabupaten/kota baru akibat pemekaran
wilayah
• Penyempurnaan kebijakan sektor
° Mendorong realisasi desentralisasi dan
devolusi pengelolaan area HoB
• Pengembangan pendanaan berkelanjutan
° Menggalang dana dan mobilisasi sumber
daya
° Menggali dan menggalang pendanaan
kreatif
Green Economy: Sinergi HoB dan Pembangunan
Ekonomi
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 mempunyai visi
“Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Adil,
dan Makmur”. Dalam penjabaran untuk mewujudkan visi
tersebut, MP3EI memiliki inisiatif strategis, strategi
utama serta prinsip dasar MP3EI. Inisiatif strategis MP3EI,
yaitu (i) Mendorong realisasi investasi skala besar di 22
kegiatan ekonomi utama; (ii) Sinkronisasi rencana aksi
nasional untuk merevitalisasi kinerja sektor riil; dan (iii)
Pengembangan centre of excellence di setiap koridor
ekonomi.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Dalam menunjang pencapain visi
serta inisiatif strategis, MP3EI
memiliki tiga “pilar” strategi utama
untuk menopang pencapaian hal
tersebut, yaitu (i) Pengembangan
Potensi Ekonomi Melalui Koridor
Ekonomi; (ii) Penguatan konektivitas
nasional; dan (iii) Penguatan
kemampuan sumber daya manusia
(SDM) serta Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK). Berikut gambaran
dari penjelasan tersebut:
(Gambar Kerangka Desain MP3EI 2011-2025. Sumber: Publikasi MP3EI
Pembangunan koridor ekonomi di
Indonesia dilakukan berdasarkan
potensi dan keunggulan masing-
masing wilayah yang tersebar di
seluruh Indonesia. Tema
pembangunan masing-masing
koridor ekonomi dalam percepatan
dan perluasan pembangunan
ekonomi adalah sebagai berikut:
⇒ Koridor Ekonomi Sumatera
memiliki tema pembangunan
sebagai “Sentra Produksi dan
Pengolahan Hasil Bumi dan
Lumbung Energi Nasional”;
⇒ Koridor Ekonomi Jawa memiliki
tema pembangunan sebagai
“Pendorong Industri dan Jasa
Nasional”;
⇒ Koridor Ekonomi Kalimantan
memiliki tema pembangunan
sebagai “Pusat Produksi dan
Pengolahan Hasil Tambang &
Lumbung Energi Nasional”;
⇒ Koridor Ekonomi Sulawesi
memiliki tema pembangunan
sebagai ‘’ Pusat Produksi dan
Pengolahan Hasil Pertanian,
Perkebunan, Perikanan, Migas
dan Pertambangan Nasional;
⇒ Koridor Ekonomi Bali – Nusa
Tenggara memiliki tema
pembangunan sebagai “Pintu
Gerbang Pariwisata dan
Pendukung Pangan Nasional’’;
⇒ Koridor Ekonomi Papua –
Kepulauan Maluku memiliki
tema pembangunan sebagai
“Pusat Pengembangan Pangan,
Perikanan, Energi, dan
Pertambangan Nasional”.
Pengembangan MP3EI berfokus
pada 8 program utama, yaitu:
pertanian, pertambangan, energi,
industri, kelautan, pariwisata,
telematika, dan pengembangan
kawasan strategis. Kedelapan
program utama tersebut terdiri dari
22 kegiatan ekonomi utama yang
disesuaikan dengan potensi dan
nilai strategisnya masing-masing di
koridor yang bersangkutan. Berikut
ini adalah pengelompokkan untuk
kegiatan-kegiatan ekonomi utama
dari masing-masing koridor:
(Pengelompokkan Kegiatan Ekonomi Utama di Setiap Koridor Ekonomi. Sumber: Publikasi
MP3EI, 2013)
No. Kegiatan Ekonomi
Utama Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi
Bali-Nusa Tenggara
Papua dan Kep.Maluku
1. Besi Baja √ √
2. Makanan & Minuman √
3. Tekstil √
4. Peralatan Transportasi √
5. Perkapalan √ √
6. Nikel √ √
7. Tembaga √
8. Bauksit √
9. Kelapa Sawit √ √
10. Karet √
11. Pertanian Pangan √ √
12. Pariwisata √
13. Telematika √
14. Batu Bara √ √
15. Migas √ √ √
16. Jabodetabek Area √
17. KSN Selat Sunda
18. Alutsista √
19. Peternakan √
20. Perkayuan √
21. Kakao √
22. Perikanan √ √ √
Volume 12 / No. 1 / April 2014
(Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia. Sumber: Publikasi MP3EI, 2013)
Dalam konsep MP3EI, pemerintah
memiliki 4 konsep utama dalam
mewujudkan kesejahteraan
masyarakatnya, yakni (i) Pro Poor; (ii)
Pro Job; (iii) Pro Growth; dan (iv) Pro
Environment. Perpres No 3 Tahun
2012 tentang Tata Ruang Pulau
Kalimantan mengisyaratkan
sedikitnya 45% dari Pulau
Kalimantan harus digunakan sebagai
kawasan konservasi
keanekaragaman hayati dan
kawasan hutan lindung bervegetasi
basah. Hal itu merupakan upaya
mewujudkan komitmen Indonesia
untuk menurunkan gas rumah kaca
secara sukarela sebesar 26% pada
2020 (Rencana Aksi Nasional Gas
Rumah Kaca/ RAN GRK) serta adanya
inisiatif HoB yang telah
ditandantangi oleh pemerintah
Indonesia bersama Brunei dan
Malaysia. Di sisi lain, dalam
pengembangan koridor ekonomi
MP3EI, Pulau Kalimantan dijadikan
sebagai Pusat Produksi dan
Pengolahan Hasil Tambang dan
Lumbung Energi Nasional. Produk
pertambangan terbesar di Pulau
Kalimantan, yaitu minyak bumi dan
gas alam (migas), batubara, dan
bauksit. Tidak dapat dipungkiri
bahwa kegiatan pertambangan di
darat selalu “menggangu”
keseimbangan dari kelestarian alam
(kawasan konservasi/kehutanan).
Tidaklah mudah untuk
menyinergikan kepentingan
pembangunan ekonomi yang
tentunya memerlukan lahan dalam
meningkatkan investasi, sementara
dalam waktu yang sama langkah-
langkah konservasi harus dilakukan.
Selama ini pembangunan hanya
mengejar pertumbuhan ekonomi,
namun tidak diiringi dengan nilai
susutnya sumber daya alam (deplesi)
dan rusak/tercemarnya lingkungan
(degradasi).
Oleh karena itu, pemerintah terus
berusaha menerapakan
pembangunan ekonomi di Pulau
Kalimantan sejalan dengan
komitmen untuk melestarikan
lingkungan (pembangunan
berkelanjutan). Memperhatikan
tema pembangunan Pulau
Kalimantan dalam MP3EI dan dalam
rangka membangun pertumbuhan
ekonomi secara berkelanjutan
diperlukan penerapan konsep
pembangunan yang menghasilkan
pertumbuhan dan pembangunan
yang menjamin kesejahteraan
masyarakat dan mencegah
terjadinya penurunan fungsi dan
kualitasekologis. Konsep ini biasa
dikenal dengan pembangunan
ekonomi “hijau” (Green Economy).
UNEP mendefinisikan green econo-
my as one that results in improved
human well-being and social equity,
while significantly reducing environ-
mental risks and ecological
scarcities. Dengan kata lain prinsip
ekonomi hijau menitikbertakan pada
rendah karbon, efisiensi sumber
daya alam dan inklusifitas sosial.
Beberapa cara yang dapat
dilakakukan dalam pengelolaan HoB
agar tidak “berbenturan” dengan
program pembangunan ekonomi
utama di Pulau Kalimantan pada
MP3EI, yaitu (i) Memetakan wilayah-
wilayah yang rentan (Vulnerable
Regions) di Pulau Kalimantan dari
hasil tampalan antara wilayah utama
produksi hasil tambang pada MP3EI
dengan wilayah HoB; (ii) Memasifkan
penggunaan kelapa sawit ramah
lingkungan (Indonesia Sustainable
Palm Oil/ISPO); dan Sistem Verifikasi
dan Legalitas Kayu (SVLK).
Dalam memetakan vulnerable
regions khususnya di wilayah HoB,
hal penting yang perlu di tampalkan,
yakni sebaran wilayah potensi
kandungan hasil tambang yang
berada di kawasan HoB, seperti batu
bara dan bauksit dengan wilayah
keseluruhan HoB. Sehingga akan
didapatkan daerah-daerah yang
rentan (vulnerable regions) dalam
penanganannya. Sehingga daerah-
daerah tersebut perlu mendapatkan
perhatian “khusus” (kebijakan/
regulasi, land treatment,
pembangunan infrastruktur, dll)
agar tidak terjadinya tarik ulur antar
kepentingan, khususnya beralih
fungsinya kawasan konservasi
menjadi wilayah pertambangan
(degradasi lingkungan).
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Sedangkan dalam pemanfaatan ISPO, perusahaan-perusahaan
yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit perlu
mendapatkan sertifikasi ISPO yakni berupa penilaian untuk
menentukan kriteria kelas kebun. Kebun yang sudah dinilai
akan mendapat kriteria kelas I, II,III dan IV sesuai hasil dari
pelaksanaan penilaian. Dalam pelaksanaan penilaian usaha
perkebunan bukan hanya pada fisik kebun semata, tetapi juga
lingkungan, SDM, manajemen usaha, kegiatan ekonomi
masyarakat di
sekitar.
Sedangkan dalam pemanfaatan SVLK, kayu disebut legal jika
kebenaran asal kayu, izin penebangan, sistem dan prosedur
penebangan, administrasi dan dokumentasi angkutan, pen-
golahan, dan perdagangan atau
pemindah tangannya dapat dibuktikan memenuhi semua per-
syaratan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku (Kemhut, 2013). Sistem
Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sistem pela-
cakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan
legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di
Indonesia.
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dikembangkan untuk
mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku
terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal.
Sistem verifikasi legalitas kayu
diterapkan di HoB untuk memastikan agar semua produk kayu
yang beredar dan diperdagangkan di
Indonesia/dunia memiliki status legalitas yang
meyakinkan. Sertifikasi kayu merupakan salah satu unsur pent-
ing untuk mendorong praktik hutan lestari. Sebab, melalui
label yang tertera dalam setiap produk akhir akan memu-
dahkan siapa saja memeriksa sumber kayu yang menjadi ba-
han mentahnya. Sehingga pencegahan pembalakan liar di
kawasan HoB akan dapat dicegah sedini mungkin.Sehingga
demikian, pembangunan ekonomi di Pulau Kalimantan
khususnya serta kelestarian kawasan HoB dapat bersinergis.
Prinsip dasar/ prasyarat keberhasilan implementasi ekonomi
hijau dalam pengelolaan pembangunan hijau di kawasan HoB,
antara lain (WWF, 2013):
• Transformasi pasar menuju komoditas kehutanan dan
perkebunan lestari, serta pertambangan yang
bertanggung jawab melalui penerapan perolehan prinsip-
prinsip Better Management Practices (BMP).
• Infrastruktur yang tidak menyebabkan irreversible impact
terhadap lingkungan.
• “Green enterpreuneurship” (kewirausahaan yang
menerapkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan).
• Mengarahkan pengembangan perkebunan, HTI dan
infrastrukturnya pada kawasan lahan-lahan terlantar.
• Izin dan perijinan mengacu kepada tata ruang, KLHS dan
AMDAL.
• Panduan dan referensi pengeluaran izin yang berpihak
kepada “ekonomi hijau”.
• Merealisasikan sistem jaringan jalan antara pusat
pendukung jasa produksi, pusat produksi, pengembangan
wilayah, dan jaringan sistem komunikasi dan informasi
yang mengacu pada tata ruang yang berbasis ekosistem.
• Memastikan pengembangan kawasan produksi baru tidak
mengganggu keutuhan ekosistem dan keanekaragaman
hayati serta budaya masyarakat setempat.
• Menghindarkan kawasan-kawasan konservasi dan
ekosistem esensial dari konversi, dan dampak pembukaan
wilayah.
• Mematuhi pengalokasian areal yang telah diatur dalam
tataruang wilayah.
• Melakukan perlindungan kawasan-kawasan sumber air.
• Memanfaatkan sumber energi terbarukan.
Penutup
Adanya Kawasan Heart of Borneo bagi Indonesia dapat
mendatangkan “keuntungan” disatu sisi, tetapi juga dapat
mangakibatkan “malapetaka” di sisi lainnya. Dilihat dari sisi
keuntungan, Indonesia dapat berperan besar dalam
mengurangi gas rumah kaca (pemanasan global) baik dalam
cakupan nasional maupun internasional dan pelestarian alam
(konservasi). Hal ini dikarenakan kawasan HoB merupakan
salah satu kawasan “paru-paru” dunia yang terbesar setelah
hutan amazon di Brazil. Sedangkan HoB dapat mengakibatkan
“malapetaka” bagi Indonesia, jika semua pihak yang
berkepentingan di wilayah tersebut tidak dapat
mensinergiskan antara pembangunan ekonomi dengan
kelestarian alam. Serta tidak dioptimalkannya konsep ekonomi
“hijau” dalam memperlakukan kawasan HoB.
Berbagai penjelasan umum terkait HoB maupun
pengelolaannya yang disampaikan atas, merupakan suatu
wujud untuk memahami upaya keberlanjutan lingkungan di
Heart of Borneo. “Apabila kita salah dalam perencanaan, berarti
kita merencanakan suatu kegagalan, dan sebaliknya,
perencanaan yang matang adalah langkah awal keberhasilan”.
Referensi Kelompok Kerja Nasional HoB Indonesia. 2009. Rencana Strategis dan Aksi Nasional Heart of
Borneo. Jakarta: Sekretatiat HoB Indonesia. Penyelamatan Ekosistem Kalimantan dan Penerapan MP3EI. 2013. Jakarta: WWF Indonesia Publikasi MP3EI. 2013. Jakarta: Kemenko Perekonomian RI http://www.unep.org/greeneconomy/AboutGEI/WhatisGEI/tabid/29784/Default.aspx;
Diakses pada tanggal 4 April 2014. http://silk.dephut.go.id/index.php/info/vsvlk/3; Diakses pada tanggal 4 April 2014. http://heartofborneo.or.id/id; Diakses pada tanggal 4 April 2014. http://regional.kompas.com/read/2012/10/24/10560224/
Heart.of.Borneo.Direncanakan.Tahun.2013; Diakses pada tanggal 4 April 2014. http://kalimantan.menlh.go.id/; Diakses pada tanggal 4 April 2014. http://green.kompasiana.com/penghijauan/2012/06/08/heart-of-borneo-jantung-
kalimantan-terancam-%E2%80%9Cjantungan%E2%80%9D-468327.html; Diakses pada tanggal 4 April 2014.
http://www.mongabay.co.id/2013/12/02/pertambangan-di-jantung-borneo-produksi-batubara-indonesia/. Diakses pada tanggal 4 April 2014.
http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=39; Diakses pada tanggal 4 April 2014.
http://ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/12273; Diakses pada tanggal 4 April 2014.
http://www.wwf.or.id/?24120/kerjasama-wwf-ugm-kelola-kawasan-heart-of-borneo-disepakati; Diakses pada tanggal 4 April 2014
Volume 12 / No. 1 / April 2014
SEPENGGAL KISAH:
GELIAT PENDIDIKAN DARI TANAH SARUMA, KIE RAHA
Oleh: Riangga Sujatmiko Pengajar Muda SD N Indong, Halmahera Selatan
T: 081386964036, E: [email protected] / [email protected]
AWAN HARAPAN SD N INDONG - “Melayanglah Semakin
Tinggi dan Jauh”
Ini adalah awan istimewa di SD N Indong, di awan ini lah
anak-anakku meletakkan harapan mereka di masa
depan. mereka menuliskan harapannya masing-masing
di selembar kertas kecil, membacakannya keras-keras,
dan meletakkannya di awan harapan. ada yang
menuliskan agar dapat lebih rajin mengaji, ada yang
ingin menjadi anggota dewan di maluku utara, ada yang
berharap bisa menjadi guru, TNI, pemain sepak bola, dan
masih banyak lagi.
Terakhir aku meletakkan satu harapanku, harapanku
sangat sederhana yakni, "Kabulkanlah semua harapan
mereka."
Akhirnya harapan ku bersama 37 harapan kecil lainnya
diterbangkan bersama awan harapan ini.
Membuat awan harapan ini mengingatkan ku mengenai
sebuah lagu yang dibuat bersama ketika Camp Pelatihan
Pengajar Muda waktu itu, seperti ini liriknya:
Nada - nada beriringan
Berirama dengan angan
Memetik awan harapan
Ada rasa di setiap kata
Kita berbagi dan bercanda
Kita warnai duni bersama
Janganlah ragu tuk bermimpi
Gantungkan citamu nan tinggi
Mari harumkan, INDONESIA
“Jadi apa awan harapanmu, Sudah siap
menerbangkannya?”
GEOGRAFIANA
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Lebih Baik Menyalakan "Lampu Poci"
daripada Mencaci Kegelapan
Seperti Biasa, Hampir setiap malam
anak SMP ataupun SMK datang ke
rumah untuk bertanya mengenai
Bahasa Inggris. Malam ini pun sudah
2 malam lampu tidak menyala, hal
yang memang sering terjadi jika
hujan datang di pulau.
Malam itu, beberapa anak SMP
datang. "Pak, Belajar Bahasa
Inggris.." kata salah satu dari mereka.
"Lampu mati nih, So Tarada listrik."
sahutku. Bergegas mereka pun
mengambil beberapa lampu poci.
"Pak, So ada lampu poci nih, Tara
gelap". setlah itu langsung kuajak
masuk rumah.
Tidak ada lampu atau listrik memang
bukan halangan belajar untuk
mereka. daripada mencaci maki PLN
karena tidak ada listrik beberapa
malam ini, Lebih baik mari nyalakan
lampu poci dan terus belajar.
Setelah belajar selesai, hidung-
hidang kami pun menghitam. bekas
asap hitam lampu poci yang
menempel di hidung, tak heran
karena malam itu kami
menggunakan sekitar 4 lampu poci
agar lebih terang.
“Jadi, Apa yang kamu lakukan ketika
PLN mati?”
“SSssttttttttt..., Ini Bukan Ulangan
Matematika”
Hari ini kamis 30 Januari 2013, anak-
anak kelas V SD N Indong sangat
antusias. hari ini "Bukan Ulangan
Matametika" kataku sesuai janjiku.
Disini ada 3 level permainan. level 1,
Level 2, dan Level 3. mereka yang
bisa selesai lebih dahulu dari level 3
lah pemenangnya. setiap level
mereka harus melalui beragam
tantangan. Level 1 masih dapat
dikatakan mudah, mereka harus
mengubah bentuk pecahan ke
bentuk persen dan desimal, serta
sebaliknya. dapat terlihat beberapa
sudah mulai kewalahan, namun
begitu melihat salah satu teman
sudah menyelasaikan tantangan di
level 1 dan terus melaju ke level 2,
semua segera berusaha
menyelesaikan tantangan di level 1.
Persaingan semakin terlihat di level
2, beberapa siswa yang sudah
berada di level langsung
menghadapi tantangan
penjumlahan, pengurangan,
pembagian, dan perkalian pecahan.
level 2 memang harus sedikit lebih
sulit. Tengok kanan - tengok kiri pun
mulai terjadi, seperti nya mereka
khawatir kalau-kalau sudah ada yang
mencapai level 3. Nah di level 3 lebih
rumit lagi, karena selain operasi
matematika untuk pecahan, ternyata
juga ada gabungan dengan operasi
matematika gabungan antara
pecahan dengan desimal dan
persen. apalagi sudah banyak siswa
yang buku nya sudah hampir penuh
dengan corat-coret perhitungan.
Di akhir level, bukannya pusing dan
lelah mereka masih tetap semangat.
Haha begitulah Bukan Ulangan
Matematika kali ini. Setelah selesai
banyak yang berkata : "Pak, habis ini
apa?" aku pun menjawab "sekarang
kalian pii main dulu ke muka sana
kong" karena aku harus menyiapkan
pelajaran berikutnya yakni IPA. dan
tiba-tiba ada yang menjawab "Nanti
setelah ini Ulangan IPA lagi ya Pak!!!".
Kenapa mereka jadi sangat suka
ulangan??? Padahal ini kan Bukan
Ulangan Matematika. “Jadi, sudah
siap dengan Bukan Ulangan
lainnya???”
Volume 12 / No. 1 / April 2014
MINGGU PAGI DI LORONG TUN ISMAIL
Oleh: Iqbal Putut Ash Shidiq
GEOGRAFIANA
M eminjam judul sebuah film karya anak bangsa,
begitulah kira-kira penggambaran sebuah pro-
gram kerja yang kami (PPI UPM) lakukan pada setiap
akhir pekan. Wujud dari program ini adalah sebuah
kegiatan yang diberi nama Edukasi untuk Bangsa (EuB),
yang dilaksanakan setiap hari Minggu pagi, yang
bertempat di Sekolah Indonesia – Kuala Lumpur (SI-KL),
Lorong Tun Ismail, Kuala Lumpur.
Sebuah kegiatan pendidikan dan pengajaran yang
diperuntukan bagi siapa saja warga negara Indonesia,
khususnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di
Malaysia.
Berangkat dari fakta bahwa TKI di Malaysia merupakan
salah satu penyumbang terbanyak jumlah warga
negara Indonesia di luar negeri. Namun dari jumlah
tersebut sebagian besar belum memiliki kemampuan
serta kualitas yang baik untuk bersaing dengan tenaga
kerja dari negara lain. Dibandingkan dengan tenaga
kerja asal Filipina misalnya, tenaga kerja asal Indonesia
masih kalah dalam hal kemampuan berbahasa Inggris.
Kemampuan lain seperti penguasaan komputer juga
sangat minim. Hal ini juga yang terkadang
menyebabkan buruknya perlakuan terhadap TKI di
Malaysia.
Kondisi tersebut menjadi dasar terbentuknya sebuah
kegiatan pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan
kemampuan TKI di Malaysia. Adalah N. Aulia Badar,
Kepala LKBN Antara biro Kuala Lumpur yang
mempunyai inisiatif untuk menyelenggarakan kegiatan
tersebut. “Hati saya terpanggil dengan keadaan yang
demikian menyedihkan. “Sebagai orang media, saya
mengetahui betapa sulitnya kehidupan para TKI di
Malaysia yang tidak dibekali dengan kemampuan yang
kompetitif!”, ujarnya. Berbekal semangat tersebut,
Pelatihan Bahasa Inggris dan Komputer untuk TKI lahir
dan dimulai pada bulan Juli 2011, dengan meminjam
tempat di salah satu restoran Indonesia di Pasar Seni,
Kuala Lumpur (http://www.edukasiuntukbangsa.org/tentang-eub/
cerita-singkat-eub).
Sebuah kegiatan sederhana tapi sarat makna. Sebanyak
sekitar 34 orang bergabung sebagai peserta pada
penyelenggaraan yang pertama dari kegiatan ini.
Kegiatan ini berkembang seiring dengan peningkatan
kualitas pengajaran dan pengorganisasian di dalamnya.
Pada penyelenggaraan yang kedua jumlah peserta
bertambah menjadi 58 orang.
Gelombang Nama
Kegiatan
Jumlah
Peserta
Waktu
Pelaksanaan Lokasi
I Pelatihan
Bahasa
Inggris dan
Komputer
untuk TKI
34 Juli 2011 Es Teler
77,
Pasar
Seni II 58
September
2011
III
Edukasi
untuk
Bangsa
(tidak ada data)
November
2012
SIKL IV
(tidak ada data)
April 2013
V 78 September
2013
VI 106 Maret 2014
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Kegiatan pelatihan tersebut berubah nama menjadi
“Edukasi untuk Bangsa” dan berpindah tempat ke SI-
KL pada September 2011, bersamaan dengan
penyelenggaraannya yang ketiga. Tahun 2014 EuB
akan membuka kelas ke enam dan jumlah peserta
yang telah mendaftar hingga saat ini adalah
sebanyak 106 orang.
Kegiatan utama yang dilakukan di dalam EuB adalah
pendidikan dan pengajaran bahasa Inggris dan
Komputer. Untuk menyesuaikan dengan kemampuan
peserta EuB, masing-masing kelas mempunyai
tingkatan yang berbeda-beda. Kelas bahasa Inggris
terdiri dari tiga tingkatan, yaitu pre-beginner,
beginner, dan upper beginner, sedangkan kelas
komputer hanya memiliki dua tingkatan, yaitu
beginner dan upper beginner. Materi yang diberikan
pada kelas bahasa Inggris adalah terkait dengan
kehidupan sehari-hari seperti tata cara berkomunikasi
di telepon, percakapan di sekolah, mengenal nama-
nama benda di lingkungan sekitar, dsb. Sedangkan
materi komputer yang diberikan adalah mengenai
pengetahuan dasar program seperti Word, Excel,
Powerpoint, serta internet.
Para pengajar dan tutor yang terlibat dalam kegiatan
ini berasal dari berbagai macam latarbelakang, mulai
dari ekspatriat, ibu rumah tangga, hingga mahasiswa
yang tengah berada di Malaysia. PPI-UPM mulai aktif
terlibat dalam kegiatan ini sejak penyelenggaran EuB
yang ke-empat. Keterlibatan PPI-UPM dalam EuB
adalah sebagai tutor dan koordinator terutama untuk
kelas komputer tingkat beginner. Beberapa kampus
lain yang juga turut terlibat dalam kegiatan EuB
antara lain IIUM, UM, UKM, serta Taylor University.IPA
Volume 12 / No. 1 / April 2014
BERBURU KULINER DI NEGERI JIRAN Oleh: Adi Wibowo
JALAN-JALAN
K ehidupan para pencari makanan di negeri orang
pasti punya ceritanya masing-masing. Jauh dari
keluarga, lupa belanja atau alasan kangen Indonesia
menjadi alasan klasik pembenaran untuk terpaksa
makan di luar rumah daripada masak sendiri. Intinya
tetap, makan-makan menjadi kebutuhan untuk sosial-
isasi atau sekedar melihat sisi lain di negeri orang.
Teh Botol Sosro (TBS) rasanya mungkin biasa saja, tetapi
di tempat yang jauh dari asalnya, rasanya menjadi
otentik khas Indonesia. TBS terkadang dicari-cari sampai
ke Chow Kit yakni tempat “kongkownya” orang
Indonesia di sekitar Kuala Lumpur. Ternyata di Selangor,
tepatnya di Kajang ternyata ada juga restoran asli
Indonesia yang menyajikan menu khas makanan Jawa.
Namanya restoran Sunan Drajat. Suasana restorannya
cukup mengobati rasa kangen Indonesia, selain teh juga
ada krupuk. Kalau penikmat kuliner tahu istilah “Ikan P”
yang biasanya disajikan terutama di pesisir Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Pasti para penikmat kuliner tahu betul
rasa dari ikan yang satu ini atau lebih dikenal Ikan Pari. Di
restoran ini menu ikan tersebut disajikan dalam masakan
“Mangut Pari”, selain dimangut ikan ini juga lezat
dimasak sup yakni Sup Ikan Pari. Dulu pernah juga
menikmati Sup Ikan Pari Kota Pahlawan, Surabaya.
Saking besarnya ikan ini satu mangkok yang berisi dua,
akhirnya satu ikan bisa dibawa pulang ke rumah,
lumayan.
Mau makan gado-gado? Jangan khawatir, kita bisa
menikmati makanan khas ini di Berjaya Time Square,
tepatnya di foodcourt lantai 3. Jika ingin berbenja di Low
Yat menggunakan monorail maka, Berjaya Time Square
berseberangan dengan Low Yat (tempat membeli
perlengkapan computer). Yang menarik gado-gado ini
rasanya mirip terutama racikan bumbu kacangnya cukup
enak, dengan modifikasi tambahan bukan kerupuk yang
disajikan adalah emping melinjo. Selain gado-gado
menu Indonesia lainnya cukup banyak tesedia di sini
seperti ayam penyet dan pecel lele. Lumayan juga
kangen Indonesia bisa terbayar dengan baik.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Selain makanan khas Indonesia, ada juga makanan
lain yang cukup unik Mie Tarik. Ciri khas Mie Tarik ini
adalah pemilik dan pembuat Mie Tarik adalah
Muslim Keturunan China mainland. Uniknya Mie
Tarik adalah orisinil dan langsung dibuat dari
adonan tepung. Jadi tanpa pengawet dan pasti
sehat.
Selain makan di resto ini juga menyajikan minuman
cukup unik, ada teh hijau, ada Bao Bao Tea, dan air
longan. Rasanya panas atau dingin, tergantung
selera pembeli. Harganya juga trejangkau.
Selain makanan yang unik, maka proses pembuatan
yang alami bisa dilihat dengan mudah, mulai dari
masih menajdi gulungan tepung kemudian diputar,
dikerjakan sedemikian rupa, sehingga akhirnya
terpsiah-pisah menjadi potongan-potongan mie
kecil-kecil yang siap dimasak baik dengan kuah (atau
disrebus) juga bisa digoreng.
Semoga tulisan ini bisa menjadi referensi kuliner
yang ada di Kuala Lumpur, Selangor dan sekitarnya
dan bisa mengetahui dimana para pendekar-
pendekar ini mencari kehidupan yang lebih layak
dan selalu tegar demi kesejahteraan keluarganya di
negara asalnya.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
MAJALAH GEOSPASIAL MENGUCAPKAN SELAMAT KEPADA
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2)
DEPARTEMEN GEOGRAFI FMIPA UI
YANG TELAH MENDAPATKAN AKREDITASI “A”
DARI BADAN AKREDITASI NASIONAL PERGURUAN TINGGI
(BAN-PT)
Volume 12 / No. 1 / April 2014