S3-2014-240650-chapter1.pdf

download S3-2014-240650-chapter1.pdf

of 8

Transcript of S3-2014-240650-chapter1.pdf

  • 8/16/2019 S3-2014-240650-chapter1.pdf

    1/8

     

    1

    I.  PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pencemaran lingkungan banyak menjadi perhatian dan topik

    pembicaraan global, karena berhubungan dengan kehidupan baik manusia,

    tumbuhan, hewan, maupun organisme lainnya. Pencemaran dapat ditimbulkan

    oleh aktivitas manusia ataufaktor alami, dan mengalami peningkatan seiring

    dengan peningkatan jumlah penduduk dunia beserta berbagai aktivitasnya (Dogo

    dkk., 2010). Salah satu pencemaran lingkungan yang menjadi perhatian adalah

    pencemaran logam berat. Persoalan spesifik logam berat adalah dapat

    terakumulasi dalam makhluk hidup melalui rantai makanan. Salah satu logam

    berat yang perlu diwaspadai adalah kromium, dikarenakan penggunaannya yang

    luas di bidang industri seperti penyamakan kulit, pelapisan logam, tekstil, cat,

    pengawetan kayu, pembuatan kertas, pembakaran minyak dan batu bara,

    pencegahan terhadap korosi, dan reaktor nuklir (Srivastava dkk., 1999; Adriano,

    2001; Zayed dan Terry, 2003; Han dkk.,2004). Menurut Mangkoedihardjo dkk.

    (2008), kromium heksavalen dalam limbah industri dapat meningkatkan cekaman

    (stress) lingkungan. Kromium merupakan kontaminan yang berbahaya bagi

    ekosistem, karena logam kromium, khususnya kromium heksavalen bersifat

    mudah larut, beracun, karsinogenik, dermatoksis, dan dalam jumlah berlebih dapat

    mengakibatkan kematian pada hewan, manusia dan mikroorganisma (Yassi dan

     Nieboer, 1988; Anonim, 1997; Srivastava dkk., 1999; Zayed dan Terry, 2003;

    Mortuza dkk., 2005). Struktur kromium serupa dengan SO42-

    , sehingga mudah

  • 8/16/2019 S3-2014-240650-chapter1.pdf

    2/8

    2

    diserap oleh organisme hidup sebagaimana transpor sulfat. Hal ini menjadi salah

    satu faktor penyebab munculnya toksisitas kromium (Cervantes dkk., 2001).

    Kromium telah mencemari lingkungan di berbagai wilayah di Indonesia.

    Suatu industri tekstil di Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar, Surakarta, air

    limbahnya mengandung kromium sebesar 0,342 mg.L-1

    dan mencemari tanah

    sawah di sekitarnya antara 0,531-3,99mg.L-1

    (Widyastuti dkk.,2003). Persawahan

    di Rancaekek, Kabupaten Bandung telah tercemar limbah industri tekstil

    mengandung kromium sebesar 13 mg.kg-1

    , sementara persawahan di Kecamatan

    Juwana, Kabupaten Pati, Jateng yang tercemar limbah industri elektroplating,

    mengandung kromium sebesar 6,0-27,7 mg.kg-1

    (Kurnia, 2003a). Limbah cair

    industri golongan I memiliki ambang batas kromium heksavalen sebesar

    0,1 mg.L-1

      dan kromium total sebesar 0,5 mg.L-1

    ; golongan II, ambang batas

    kromium heksavalen 0,5 mg.L-1  dan kromium total 1,0 mg.L-1. Ambang batas

    kromium heksavalen untuk industri pelapisan logam adalah 0,1 mg.L-1

      dan

    kromium total 0,5 mg.L-1

    , industri penyamakan kulit 0,6 mg.L-1

    dan industri

    tekstil yaitu1,0 mg.L-1

    (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia

     No. -51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan

    Industri). Sementara itu ambang batas kadar Cr dalam tanah sawah, maksimal

    2,5 mg.L-1

      ( Ministry of State for Population and Environment Republic of

     Indonesia and Dalhousie University Canada, 1992). Alloway (1993) mengatakan

    bahwa ambang batas kromium dalam tanaman adalah 5 – 30 mg.kg-1

    , sementara

    itu beras atau tepung beras harus bebas dari kandungan kromium (Keputusan

    Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/B/SK/VII/89 Tahun

  • 8/16/2019 S3-2014-240650-chapter1.pdf

    3/8

    3

    1989 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Makanan). Hal ini

    menunjukkan bahwa beberapa titik tanah sawah di Kecamatan Jaten, Rancaekek

    dan Juwana telah melampaui batas kritis yang ditetapkan, ditandai oleh

    pertumbuhan tanaman yang tidak normal, sehingga diduga kandungan kromium

    dalam tanaman tersebut telah melebihi ambang batas yang ada. Kondisi ini makin

    memerlukan perhatian kita dengan ditemukannya kromium dalam produk

    pertanian yang seharusnya bebas dari kromium, yaitu jerami padi di Juwana

    sebesar 0,16-1,29 g.g-1

    , dan di Rancaekek sebesar 0,67-4,52 g.g-1

    . Selain itu di

    Juwana ditemukan beras yang mengandung kromium sebesar 0,33-1,15 g.g-1

    ,

    dan di Rancaekek sebesar 0,99-17,1g.g-1

    . Lahan pertanian yang terkontaminasi

    kromium penting untuk ditangani karena menentukan pergerakan trace element

    logam dari tanah ke tumbuhan. Bioakumulasi logam dalam tanah berakibat pada

    serapan logam oleh tanaman, kemudian dapat memunculkan/meningkatkan kadar

    logam dalam rantai makanan. Kedua hal tersebut berpotensi memberikan efek

    meracun pada tanaman dan manusia/hewan dalam jangka panjang (Srivastava,

    1999; Wang dkk., 2003; Agrawal dan Sharma, 2006).

    Penanganan tanah tercemar logam selama ini dilakukan secara fisis dan

    khemis, seperti: memindahkan/membuang tanah (soil removal ), reklamasi lahan

    (land filling ), stabilisasi atau pemadatan, ekstraksi secara fisis-khemis, pencucian

    dan pelindian tanah (Mangkoedihardjo dkk., 2008; Jeyasingh dan Philip, 2005).

    Perlakuan ini seringkali digunakan sebagai cara penanganan yang bersifat

    sementara, energi dan biaya yang dibutuhkan cukup besarjika diaplikasikan pada

    area yang luas, dan secara ekologis kurang menguntungkan karena merusak

  • 8/16/2019 S3-2014-240650-chapter1.pdf

    4/8

    4

    struktur dan ekosistem tanah (Lombi dkk., 2001). Oleh sebab itu, diperlukan

    metode alternatif remediasi tanah tercemar logam yang murah, aman dan ramah

    lingkungan. Salah satu metode yang direkomendasikan adalah penanganan secara

    biologis melalui proses bioremediasi.

    Bioremediasi adalah penggunaan mikroorganisma atau sistem biologi

    lain untuk mendegradasi/mengubah bentuk pencemar di bawah kondisi yang

    dikendalikan (Muller dkk., 1996). Leung (2004) menyatakan bahwa bioremediasi

    adalah alihrupa (transformation) pencemar menjadi senyawa tidak berbahaya,

    utamanya menggunakan bakteri, fungi, algae dan tanaman. Secara alami tanaman

    memiliki kemampuan menyerap logam dari dalam tanah, dan mengakumulasinya

    di dalam akar dan trubus. Sementara mikroorganisma memiliki kemampuan

    mengalihrupa logam dari bentuk berbahaya (toksis) menjadi bentuk tidak

    berbahaya (tidak toksis). Bioremediasi menggunakan tanaman disebut

    fitoremediasi. Menurut Brook dkk. (1998) fitoremediasi didefinisikan sebagai

    pemanfaatan tanaman baik liar maupun budidaya untuk memindahkan, dan

    mengasingkan (sequester) pencemar dari lingkungannya. Fitoremediasi mengacu

    pada pemanfaatan tanaman untuk penanganan in situ pencemaran pada tanah,

    sedimen dan air (Mwegoba, 2008). Terdapat dua tipe fitoremediasi yaitu

    fitostabilisasi adalah pemanfaatan tanaman untuk mengurangi pergerakan

    (mobilitas)pencemar logam dalam tanah (Pierzynski, 1997), dan fitoekstraksi

    adalah pemanfaatan tanaman untuk memindahkan pencemar logam dari tanah

    tercemar (Lasat, 2002). Beberapa spesies tanaman diketahui mampu

    mengakumulai logam berat dalam jumlah besar (hiperakumulasi). Tanaman yang

  • 8/16/2019 S3-2014-240650-chapter1.pdf

    5/8

    5

    bersifat hiperakumulator ini antara lain tembakau, bunga matahari, sawi, dan

     jagung (Meagher, 2000; Ciura dkk., 2005).

    Menurut Wu dkk. (2006), solusi yang cerdas untuk memperbaiki

    lingkungan tercemar adalah dengan memanfaatkan simbiosis tanaman dan

    mikrobia perakaran, disebut rhizoremediasi. Molobela (2004) mendefinisikan

    rhizoremediasi sebagai teknologi untuk membersihkan lingkungan terkontaminasi

    pencemar dengan pemanfaatan hubungan mutualistik antara tanaman dan

    mikroorganisma. Introduksi bakteri terpilih pada lahan tercemar

    (bioaugmentation) meningkatkan aktivitas dan efektivitas rhizoremediasi

    (Molobela 2004). Sebagai contoh, Wu dkk. (2006) menyatakan bahwa inokulasi

    akar tanaman bunga matahari dengan rhizobakteria dapat menurunkan

    fitotoksisitas cadmium (Cd) dan meningkatkan akumulasinya pada akar tanaman

    hingga 40%. Inokulasi tanaman dengan  plant-growth-promoting-microorganisms

    seperti rhizobakteria dan mikoriza telah digunakan di bidang pertanian untuk

    perlindungan tanaman dari patogen dan keracunan oleh logam, sehingga

    meningkatkan efisiensi fitoremediasi (Kozyrovska, 1996; Burd dkk., 2000).

    Mikroorganisma tanah mampu mendukung kestabilan pertumbuhan tanaman di

    tanah terkontaminasi (logam). Sel mikroorganisma hidup atau mati dan/atau

    produk (metabolit) sel dapat meningkatkan bioakumulasi logam berat (Silver dan

    Pung, 1996). Ion logam dapat diubah ke dalam bentuk yang tidak larut oleh enzim

    (Park dkk., 2000). Beberapa strain bakteri seperti  Pseudomonas  sp.,  Enterobacter 

    sp.dan  Desulfovibrio sp., mampu mereduksi Cr(VI) menjadi Cr(III) (Camargo

    dkk., 2003; Kvasuikova, 1984; Wang, 1989; Ishibishi, 1990 dan Fude, 1992).

  • 8/16/2019 S3-2014-240650-chapter1.pdf

    6/8

    6

    Penelitian mengenai rhizoremediasi, khususnya di Indonesia, untuk

    menangani pencemaran logam berat pada tanah masih terbatas. Desa Sambirembe,

    Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY, diketahui sebagai areal

    lahan pertanian untuk pembuangan limbah industri penyamakan kulit. Menurut

    Zayed dan Terry (2003), industri penyamakan kulit adalah penyumbang

    pencemaran kromium yang besar terhadap sumber air. Pertumbuhan tanaman

    seperti jagung, sorghum, cabai, ketela pohon, dan padi pada lahan tersebut

    menunjukkan gejala nekrosis dan kerdil, namun terdapat beberapa tumbuhan non

    budidaya (liar) yang tumbuh baik, bahkan subur, sehingga menarik untuk diteliti.

    Penelitian perlu dilakukan disebabkan oleh toksisitas logam kromium bagi

    makhluk hidup dan pentingnya lahan pertanian yang aman dari cemaran kromium.

    Oleh sebab itu daerah tersebut dipilih sebagai lokasi pengambilan sampel dalam

    penelitian ini, guna mempelajari fenomena menarik yang terdapat di dalamnya

    dilihat dari aspek tanaman yang tumbuh subur, simbiosis tanaman dan

    rhizobakteri dengan mempelajari mekanisme rhizobakteri dalam mengalihrupa

    kromium, serta pengaruhnya terhadap serapan kromium oleh tanaman, melalui

    percobaan bioassay di laboratorium rumah kaca. Untuk itu perlu dilakukan isolasi

    bakteri dari rhizosfer tanaman yang tumbuh subur di lingkungan setempat, guna

    mendapatkan biakan murni bakteri yang mampu meningkatkan serapan kromium

    dan dilanjutkan dengan identifikasi guna mengetahui karakter dan identitas bakteri

    hasil isolasi. Hal ini dikarenakan mikroorganisme seperi bakteri yang terdapat di

    alam atau lingkungan budidaya, umumnya terdapat dalam populasi campuran.

  • 8/16/2019 S3-2014-240650-chapter1.pdf

    7/8

    7

    Untuk keperluan identifikasi diperlukan suatu biakan murni sehingga mutlak

    diperlukan teknik isolasi yang baik dan tepat.

    1.2 Perumusan Masalah 

    1.  Apakah pada rhizosfer lahan tercemar kromium terdapat isolat rhizobakteri

     yang mampu meningkatkan penyerapan kromium oleh tanaman dan apa

    genus rhizobakteri tersebut?

    2.  Seberapa besar kemampuan beberapa isolat rhizobakteri terpilih dalam

    meningkatkan penyerapan kromium oleh tanaman?

    3.  Bagaimana mekanisme rhizobakteri dalam mengalihrupa kromium

    heksavalen?

    1.3 Keaslian Penelitian

    Penelitian tentang bioremediasi tanah tercemar logam kromium

    menggunakan berbagai macam tanaman sebagai agen bioremediasi tunggal telah

    banyak dilakukan. Mikroorganisma telah banyak digunakan dalam pengolahan

    limbah cair yang mengandung logam berat. Namun penelitian mengenai peran

    mikroorganisma dalam penyerapan logam kromium oleh tanaman, dalam rangka

    mendapatkan teknologi rhizoremediasi tanah tercemar logam kromium di

    Indonesia, masih terbatas.

  • 8/16/2019 S3-2014-240650-chapter1.pdf

    8/8

    8

    1.4 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini yakni :

    1. Mengisolasi, menyeleksi dan mengidentifikasi rhizobakteri yang mampu

    meningkatkan penyerapan kromium oleh tanaman dari rhizosfer lahan

    tercemar kromium.

    2. Mengetahui efektivitas beberapa isolat rhizobakteri terpilih dalam

    meningkatkan penyerapan kromium oleh tanaman.

    3. Mempelajari mekanisme rhizobakteri dalam mengalihrupa kromium

    heksavalen. 

    1.5 Manfaat Penelitian

    Manfaat dari penelitian ini adalah bahwa isolat rhizobakteri yang

    diperoleh diketahui potensinya dalam meningkatkan serapan kromium oleh

    tanaman melalui pemahaman terhadap mekanismenya dalam mengalihrupa logam

    kromium. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal bagi diperolehnya

    teknologi rhizoremediasi lahan tercemar kromium, melalui aplikasinya di

    lapangan.