S2-2015-306960-introduction (1)
-
Upload
imammahmudi -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
description
Transcript of S2-2015-306960-introduction (1)
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penginderaan jauh merupakan bagian dari ilmu geografi yang relatif baru
bila dibandingkan dengan kartografi atau ilmu yang lainnya. Demikian pula
dengan geomorfologi yang juga merupakan salah satu cabang ilmu geografi.
Masyarakat umum lebih mengenal geologi dari pada geomorfologi.
Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang terbentuk di
permukaan bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan air laut, yang
menekankan pada proses pembentukan dan perkembangannya dalam konteks
lingkungan (Verstappen,1983). Perkembangan ilmu geomorfologi sebelum 1970
didasari paradigma trilogi Davis yang menekankan pada struktur, proses, dan
stadium. Sementara geomorfologi setelah 1970 dikenal dengan paradigma trilogi
King yang menekankan pada bentuklahan, materi penyusun, dan proses
(Sutikno,1995). Kenampakan geomorfologi (bentuklahan) yang ada di
permukaan Bumi, dapat dipetakan menjadi peta geomorfologi. Peta geomorfologi
berguna untuk mengetahui sebaran sumberdaya alam yang berupa bentuklahan,
yang bermanfaat sebagai sumber informasi untuk pembangunan.
Data-data penginderaan jauh dapat digunakan untuk menghasilkan
informasi baru untuk peruntukan dan tujuan tertentu, salah satunya informasi
geomorfologi. Informasi geomorfologi suatu daerah, sangat penting untuk
disosialisasikan kepada masyarakat, mengingat kondisi geomorfologi tiap daerah
berbeda-beda. Kondisi geomorfologi tiap daerah berbeda-beda dan memberikan
dampak atau manfaat yang berbeda-beda pula. Namun apapun kondisi
geomorfologinya, selama masih ada masyarakat yang mendiaminya, sebisa
mungkin program pembangunan harus tetap berjalan. Program pembangunan
yang berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan akan papan, jalan, serta
sarana fisik yang lain selalu bergantung pada kondisi alam atau geomorfologi,
atau lebih khusus lagi kondisi bentuklahannya (morfologi secara umum).
Pada kajian geomorfologi dikenal beberapa aspek geomorfologi yang
-
2
meliputi: bentuklahan, proses, genesis dan konteks dengan lingkungan. Objek
material geomorfologi adalah bentuklahan, sedangkan objek formulanya adalah
karakteristik bentuklahan (morfologi), asal mula bentuklahan (morfogenetik),
proses geomorfik (morfodinamik), dan perkembangan bentuklahan
(morfokronologi) (Sunarto, 2004). Bentuklahan merupakan kenampakan
permukaan Bumi yang terjadi akibat dari genesis tertentu, sehingga menimbulkan
bentuk khas, yang mencirikan beberapa sifat fisik material akibat dari proses
alami yang dominan dan dapat pula dikaitkan dengan struktur tertentu dalam
perkembangannya (Sunarto, 2004). Kenampakan-kenampakan di permukaan
Bumi yang sangat bervariasi tersebut merupakan hasil dari proses yang sangat
lama. Proses dan aktivitas alam pada masa lalu merupakan petunjuk untuk
mempelajari dan memahami kondisi pada saat ini dan untuk memprediksi
perkembangan untuk masa mendatang. Kondisi permukaan Bumi pada saat ini
dapat direkam menggunakan wahana dan instrumen penginderaan jauh.
Penginderaan jauh yang dapat mengumpulkan berbagai macam data dari
jarak jauh sebagaimana disinggung di atas, dapat dikatakan sebagai salah satu alat
untuk membangun basis data geomorfologi. Data penginderaan jauh (citra satelit),
memudahkan untuk melakukan kajian di suatu daerah tanpa harus datang terlebih
dahulu di daerah tersebut. Inti dari penginderaan jauh adalah tidak adanya kontak
langsung dengan objek yang diamati. Kegiatan penginderaan jauh meliputi:
aktifitas perekaman, pengamatan dan penangkapan fenomena objek terutama yang
ada di permukaan Bumi. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya
data penginderaan jauh, antara lain hemat waktu, tenaga serta biaya. Kenampakan
bentanglahan di lapangan dapat lebih jelas disadap dengan citra penginderaan jauh
resolusi spasial menengah.
Salah satu citra sumberdaya alam dengan resolusi menengah yang sudah ada
sejak beberapa dasawarsa adalah Landsat. Saat ini sudah mencapai seri-8. Citra
satelit Landsat-8 (sebelumnya Landsat Data Continuity Mission, LDCM), sebuah
kolaborasi antara NASA dan US Geological Survey, memberikan resolusi sedang
(15 m-100 m, bergantung pada frekuensi spektral), meliputi pengukuran wilayah
daratan dan kutub Bumi pada spek cahaya tampak, inframerah dekat, inframerah
-
3
gelombang pendek, dan inframerah termal. Landsat 8 memberikan kontinuitas
dengan rangkaian data citra Landsat selama lebih dari 40 tahun. Selain
penggunaan rutin untuk perencanaan penggunaan lahan dan pemantauan di
daerah untuk skala lokal, mendukung untuk tanggap bencana dan evaluasi, dan
monitoring penggunaan air, Landsat 8 dengan pengukuran langsung melayani
penelitian NASA di bidang yang fokus pada iklim, siklus karbon, ekosistem,
siklus air , biogeokimia, dan permukaan / interior Bumi (USGS,2013).
Selain citra landsat ada beberapa jenis citra yang lain tentunya dengan
resolusi spasial maupun temporal yang berbeda dengan Landsat-8. Salah satunya
adalah citra ALOS (Advanced Land Observing Satellite). Citra satelit ALOS
merupakan salah satu alternatif sumber data penginderaan jauh yang dapat
digunakan untuk pengamatan daratan (Sitanggang 2010). Salah satu sensornya,
yaitu AVNIR-2 dapat diaplikasikan untuk sumber data berbagai macam pemetaan
tematik, antara lain: pemetaan tutupan lahan, penggunaan lahan, pemetaan
geomorfologi, kelembapan tanah.
Berbagai macam citra satelit tersebut di atas merupakam bagian dari
perkembangan teknik penginderaan jauh yang selalu memutakhirkan data
sumberdaya alam di permukaan Bumi. Perkembangan teknik penginderaan jauh
selain menghasilkan citra satelit multispektral, juga menghasilkan foto udara,
citra radar, citra IR thermal sangat membantu dalam perolehan data untuk kajian
geomorfologi. Kemajuan teknik penginderaan jauh saat ini, yang didukung oleh
pesatnya perkembangan SIG (Sistem Informasi Geografis), bentuklahan dapat
dikarakteristikan melalui citra penginderaan jauh dan analisis DEM (Sartohadi,
2001). Perlu disadari bahwa dalam menerapkan teknik penginderaan jauh dan
aplikasi SIG untuk studi geomorfologi, informasi yang disediakan harus bersifat
faktual dan fungsional. Semua fakta mengenai kenampakan atau gejala
geomorfologi harus diungkap selengkap mungkin. Kondisi spasial yang tepat dan
saling berhubungan, disajikan dalam peta geomorfologi, baik itu data bentuk,
proses, dan material penyusun sedapat mungkin lebih bersifat kuantitatif
(Sutikno, 1987).
-
4
SIG sebagai perangkat lunak sangat memudahkan untuk menyajikan hasil
penelitian selama di laboratorium maupun setelah dilakukan pengecekan di
lapangan. SIG merupakan suatu sistem yang berbasis komputer yang dirancang
untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis berbagai objek atau
fenomena (Arronoff, 2005). Kebutuhan akan fasilitas pemrosesan citra digital
yang sekaligus dilengkapi dengan fasilitas SIG telah membuka kemungkinan-
kemungkinan baru dalam analisis data spasial (Danoedoro, 1986). Berbagai
macam informasi yang dibutuhkan dari data penginderaan jauh, dapat diolah,
disimpan, dimodifikasi, dan ditampilkan menjadi peta tematik dengan SIG.
Peta merupakan salah satu produk yang dihasilkan oleh SIG, dengan sumber
data yang berasal dari peta-peta tematik maupun ekstraksi informasi hasil
interpretasi citra digital. Peta geomorfologi yang memuat data tentang
bentuklahan (landform) dan proses geomorfologinya, merupakan salah satu
bentuk data yang relatif lengkap mengenai potensi sumberdaya lahan
(Nurwihastuti, 2008). Informasi kondisi geomorfologi pada suatu daerah
merupakan dasar utama dalam penyusunan pengelolaan dan pengembangan
lingkungan. Pada tahap selanjutnya peta geomorfologi dapat dijadikan sebagai
acuan dalam rangka penyusunan tata ruang, sehingga tidak terjadi kesalahan-
kesalahan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, seperti bencana banjir,
erosi, dan tanah longsor.
1.2 Perumusan Masalah
Pemetaan geomorfologi sudah banyak dilakukan dengan menggunakan citra
foto maupun citra satelit sebagai sumber datanya. Kemajuan teknologi satelit di
berbagai negara menjadi keuntungan bagi pihak yang membutuhkan, untuk
memilih berbagai macam citra satelit tersebut. Wahana satelit yang mengorbit
memiliki umur tertentu, sehingga tidak selamanya menghasilkan data. Apabila
sudah sampai masa expired biasanya satelit tersebut mengalami kerusakan.
Citra penginderaan jauh yang biasa digunakan untuk pemetaan maupun
kajian geomorfologi adalah Citra Landsat, Citra ASTER, maupun Citra
RADAR/LIDAR. Citra Landsat 7 ETM+ yang biasa dikenal dengan citra satelit
-
5
sumberdaya, telah mengalami kerusakan permanen. Namun dengan
diluncurkannya Landsat 8, data citranya dapat digunakan sebagai sumber data
untuk kajian geomorfologi. Resolusi spasial menengah (30mx 30m)yang dimiliki
oleh Landsat 8 dapat digunakan sebagai pembanding dengan resolusi yang lain,
entah itu lebih besar ataupun lebih kecil. Selain itu citra ALOS AVNIR-2 yang
memiliki resolusi spasial yang lebih besar (15mx15m) juga dapat digunakan
sebagai alternatif sumber data untuk melakukan pemetaan atau kajian
geomorfologi.
Standar kajian dan pemetaan geomorfologi skala semi detil adalah
1:100.000, sesuai dengan standar yang berlaku (Tabel 1), maka dibutuhkan citra
dengan resolusi spasial minimal 10x10m. Citra ALOS AVNIR-2 memiliki
kemampuan resolusi spasial 10mx10m yang mendekati ideal untuk pemetaan
geomorfologi, sesuai dengan PP no 10 tahun 2000:
1. Pasal 22, Peta rencana tata ruang wilayah daerah kabupaten
menggunakan peta wilayah daerah kabupaten dan peta tematik wilayah
dengan tingkat ketelitian peta pada skala yang sama.
2. Pasal 23, Peta wilayah daerah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 berpedoman pada tingkat ketelitian minimal berskala
1:100.000.
UU no 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, tidak memuat
penjelasan khusus mengenai suatu peta tematik. Pasal ataupun ayat yang ada
menjelaskan bahwa salah satu informasi geospasial dasar adalah peta dasar yang
terdiri dari Peta RupaBumi Indonesia, Peta Lingkungan Pantai Indonesia, dan peta
Lingkungan Laut Nasional.
Citra digital tidak mempunyai skala definitif, karena bisa ditampilkan dan
dicetak pada sembarang skala. Meskipun demikian, ada konsep ground simple
distance (GSD), yang merupakan fungsi skala. GSD merupakan jarak di lapangan
yang diwakili oleh lebar suatu piksel. Jadi, kalau suatu citra mempunyai piksel
yang ukurannya mewakili ukuran 30m X 30m di lapangan maka GSD-nya adalah
30m. Semakin kecil ukuran GSD, semakin halus detail yang dapat ditangkap oleh
-
6
suatu sistem atau semakin tinggi resolusi spasialnya (Danoedoro, 2012). Lokasi
penelitian yang diambil adalah wilayah DAS Girindulu yang meliputi sebagian
wilayah Kabupaten Pacitan. Skala standar peta geomorfologi adalah 1:100.000,
untuk itu dibutuhkan citra dengan resolusi spasial, setidaknya ukuran 10m x 10 m.
Hal ini sesuai dengan peraturan dalam Tabel 1.1.:
Tabel 1.1. Aturan Seri Peta dan Citra
skala Resolusi spasial Posisi Sp (m) Ci (m) Elevasi Se (m)
m/line pair m/piksel
1.000.000 250 100 300 100 30
500.000 125 50 150 50 15
250.000 63 25 75 25 8
100.000 25 10 30 20 6
50.000 12,5 5 15 10 3
25.000 6,3 2,5 7,5 5 1,5
Sumber: Doyle, 1984 dalam Sutanto, 2010 dengan modifikasi
Citra sebagai sumber data memiliki resolusi spektral yang berbeda-beda.
Resolusi spektral merupakan kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk
membedakan informasi (objek) berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya.
Semakin banyak jumlah salurannya, maka semakin tinggi pula kemungkinan
untuk membedakan objek berdasarkan respon spektralnya. Jadi semakin banyak
jumlah salurannya, maka semakin tinggi resolusi spektralnya (Danoedoro, 2012).
Perkembangan kualitas perangkat keras komputer dan softwarenya dewasa
ini, memungkinkan untuk melakukan pengolahan berbagai macam citra.
Penggabungan beberapa band (saluran) merupakan salah satu bentuk pengolahan
citra. Citra yang sudah diolah memiliki kualitas yang lebih baik, sehingga
memudahkan untuk diinterpretasi. Penggabungan beberapa saluran tampak akan
menghasilkan berbagai macam citra komposit.
Kondisi relief yang berbeda-beda akan berpengaruh terhadap kondisi
litologi suatu daerah. Kondisi litologi sebagai bahan induk yang berbeda akan
membedakan kondisi tanahnya. Perbedaan jenis tanah akan mempengaruhi
penutup lahannya (land cover). Tiap-tiap penutup lahan akan memiliki nilai
spektral yang berbeda-beda. Data DEM dapat menunjukkan kondisi relief di
lapangan, sedangkan kondisi litologinya dapat diketahui dari peta geologinya.
-
7
Apabila keduanya dilakukan integrasi (penggabungan) tentunya akan dihasilkan
karakteristik litologi untuk tiap-tiap relief.
Penelitian ini difokuskan pada kajian geomorfologi, sehingga tidak terlalu
membutuhkan citra satelit dengan resolusi temporal yang tinggi. Hal ini berkaitan
dengan perubahan bentang alam maupun bentuklahan di lapangan yang sifatnya
membutuhkan ruang dan waktu yang cukup lama untuk proses perubahan.
Dari uraian di atas dapat dibuat pertanyaan penelitian:
1. apakah kelebihan dan kekurangan Citra ALOS AVNIR 2 dan Citra Landsat 8
sebagai sumber data untuk kajian geomorfologi?
2. citra dengan komposit berapa yang bagus untuk interpretasi bentuklahan?
3. metode pengolahan citra (pemfilteran citra) apakah yang dapat menghasilkan
citra yang sesuai untuk kajian geomorfologi?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini untuk:
1. mengkaji kemampuan citra ALOS AVNIR-2 dan citra LANDSAT 8 secara
digital, sebagai sumber data untuk kajian geomorfologi, untuk melalui
metode interpretasi secara visual/manual;
2. mencari komposit citra yang sesuai untuk kajian geomorfologi
3. membandingkan berbagai citra hasil pemfilteran, yang dapat menghasilkan
citra baru yang sesuai untuk kajian geomorfologi
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan hasil yang diperoleh, diharapkan penelitian ini memberikan
manfaat antara lain:
1. memberikan informasi tentang kemampuan citra Landsat 8 dan ALOS
AVNIR-2 untuk kajian geomorfologi baik secara visual maupun digital
2. mengkaji berbagai sumber data khususnya citra satelit, dengan berbagai
macam komposit dan pengolahannya untuk kajian geomorfologi
3. menemukan pengolahan citra yang menghasilkan citra baru yang sesuai
untuk kajian geomorfologi
-
8
1.5 Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian ditunjukkan dengan menampilkan hasil-hasil penelitian
terdahulu yang memiliki kesamaan ataupun kemiripan tema dengan penelitian
penulis. Berdasarkan daftar tema penelitian yang sudah dilakukan dan telah
dipublikasikan, penulis dapat menggunakan bahan maupun metode yang berbeda
ataupun mirip namun pada lokasi yang berbeda. Perbandingan berbagai penelitian
yang telah dilakukan, bisa dibuat metode yang lebih baik dengan berbagai sumber
data (citra) yang berbeda pula, baik dari segi resolusi spasial maupun resolusi
temporalnya. Berikut ini daftar penelitian-penelitian yang sudah dilakukan yang
hampir memiliki kesamaan dengan tema penulis, yaitu kajian geomorfologi
berdasarkan citra satelit penginderaan jauh:
Penelitian yang bertema pemetaan geomorfologi berdasarkan citra satelit
penginderaan jauh khususnya citra Landsat 8 dan ALOS AVNIR 2, belum banyak
penulis jumpai. Pemetaan geomorfologi lebih banyak menggunakan foto udara,
citra Landsat, sebagai sumber datanya. Citra ASTER juga dapat digunakan
sebagai sumber data, sebagaimana dilakukan oleh Nurwihstuti (2008). Selain citra
multispektral, Citra LIDAR dapat juga digunakan sebagai sumberdata untuk
pemetaan geomorfologi sebagaimana digunakan oleh MacMillan (2003) dan van
Asselen (2006). Beberapa peneliti menggunakan DEM maupun DTM sebagai
bahan untuk melakukan segmentasi dan klasifikasi geomorfologi, sebagaimana
dilakukan oleh Blaschke (2006), Iwahashi (2006), dan Evans (2007). Untuk lebih
detilnya dapat dilihat di Tabel 1.2
Sukoco (1983), dalam penelitiannya yang berlokasi di Sungai Serayu,
melakukan pemetaan geomorfologi semi detail skala 1: 100.000 dengan
menggunakan sumber data foto udara, peta topografi, dan peta geologi. Analisis,
yang digunakan adalah evaluasi kesesuaian lahan, survei geomorfologi dan
perencanaan pengembangan daerah pinggiran.
Soetoto (1986), melakukan pemetaan geologi sebagian Daerah Aliran Kali
Girindulu. Sumber data yang digunakan adalah citra Landsat dan Foto Udara.
Penelitian ini menghasilkan peta geomorfologi sebagian daerah Aliran Kali
Girindulu dan peta geologi sebagian Daerah Aliran Kali Girindulu.
-
9
Sartohadi (2001) melakukan penelitian menggunakan sumber data
penginderaan jauh yang berupa citra Landsat TM dan orthophoto, serta beberapa
peta tematik. Adapun metode yang diguakan berupa klasifikasi bentuklahan,
pemrosesan citra digital, interpretasi citra secara visual, pembuatan DEM dan
pemrosesan menggunakan SIG, serta analisa data lapangan. Tabel 2 di bawah ini
menyajikan daftar ringkasan penelitian dengan tema pemetaan geomorfologi dan
berbagai sumber data yang digunakan.
Penelitian yang dilakukan penulis saat ini menggunakan Citra Landsat 8 dan
Citra ALOS AVNIR 2 sebagai sumber data untuk pemetaan geomorfologi di
daerah DAS Girindulu Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Tema penelitian
ini adalah kajian geomorfologi, dengan membandingkan berbagai sumber data
yang diperoleh dari interpretasi visual citra Landsat 8, citra ALOS dan analisa
bentuk tiga dimensi. Mengenai metode yang digunakan, dijelaskan di BAB 3.
Keaslian penelitian ini terletak pada sumber data yang digunakan, metode dan
lokasi penelitian yang belum banyak dilakukan penelitian sebelumnya
-
10
Tabel 1.2 Penelitian Sebelumnya
NO PENELITI/TAHUN
JUDUL/LOKASI TUJUAN PENELITIAN SUMBER DATA TEKNIK ANALISIS HASIL PENELITIAN
1 Mas Sukoco (1983) Cartographic Design and Production Aspects of an Applied Semi-Detailed Geomorphological Map in Indonesia (M.Sc. Thesis)
1.Mendapatkan informasi kemampuan fisik lahan untuk keperluan perencanaan dan pengembangan daerah pinggiran
2.Mendapatkan desain kartografi untuk memperoduksi peta geomorfologi terapan
3. Menghasilkan model warna untuk peta geomorfologi terapan untuk tujuan pengembangan area pinggiran.
1. peta topografi 1:50.000
2. foto udara
3. Peta geologi
1.evaluasi kesesuaian lahan
2.survey geomorfologi dan perencanaan pengembangan daerah tertinggal
Peta geomorfologi semi detail (skala 1:100.000)
2 Soetoto (1986) Geologi sebagian Daerah Aliran Kali Grindulu Kabupaten Pacitan Jawa Timur Berdasarkan Interpretasi Citra Landsat dan Foto Udara
Memetakan kondisi geologi sebagian DA Kali Grindulu 1,Citra Landsat
2.Foto Udara
Interprtasi Citra Landsat dan Foto Udara untuk mendapatkan:
1.satuan Geomorfologi dan batas persebarannya
2.Struktur geologi dan batas serta arah jalur persebarannya
3.Arah gaya pembentuk struktur geologi
Pola penyaluran (aliran)
4.Potensi Bencana Geologi
1.Peta geomorfologi sebagian Daerah Alioran Kali Grindulu
2. Peta Geologi sebagian Daerah Aliran Kali Grindulu skala 1:100000
3 Junun Sartohadi (2001) Geomorphological Analysis For Soil Mapping Using Remote Sensing and GIS: A case study in Western Gunungkidul, Yogyakarta, Indonesia
1.Membangun sebuah model hubungan tanah-bentuklahan yang didasarkan pada studi detil dari area perwakilan yang kecil (area studi I)
2.Menerapkan model hubungan tanah-bentuklahan, yang diaplikasikan dari skala semi detil untuk area yang luas.(Area studi II)
3. Mengevaluasi keefektifan dari model yang dihasilkan dari investigasi pada studi area I dan II untuk pemetaan tanah semi detil
1.Orthophoto 1:5000
2.Topografi 1:50000
3.Topografi 1:25000
4.Peta Landuse 1:50000
5.peta Landuse 1:12500
6.Peta Geologi 1:100000
7.Landsat TM
1.Landform classification
2.Visual image Interpretation
3.Digital Image processing
4.DEM generation and GIS
processing
5. Data Analysis
1.Landuse map 1:50000
2.Soil map 1:50000
3.Geomorphological map of
Jabung 1:50000
4.Soil map of Jabung n
Surrounding 1:50000
4 MacMillan R.A. et.al. (2003)
Automated analysis and classification of landform using high-resolution digital elevation data: application and issues
Mengidentifikasi peluang dan masalah yang berhubungan dengan penggunaan data digital elevasi dengan resolusi yang sangat baik untuk area yang luas.
LIDAR Membuat DEM berdasarkan data Lidar
Ekstraksi otomatis jaringan hidrologi dan entitas (kesatuan) keruangan
Classifikasi otomatis dari permukaan bentuklahan dan unit geomorfologi
Ekstraksi secara otomatis geomorfologi dan hidrologi dalam pemodelan hidrologi dan klasifikasi ekologi dari data DEM
5 Asselen, S. v. et. al. (2006)
Expert-driven semi-automated geomorphological mapping for a mountainous area using a laser DTM
Menerapkan metode semi otomatis untuk mendapatkan unit geomorfologi dengan menggunakan informasi statistik detil dari laser DTM dan pendekatan klasifikasi beorientasi objek
LIDAR -pengkelasan bentuklahan -peta lereng dari LIDAR, peta geomorfologi, hasil klasifikasi level 1,2,3 untuk membangun birds eye view
6 Blaschke T. et. al. Automated classification of landform Menerangkan sistem klasifikasi automatis dari elemen- DTM -beberapa data layer dihasilkan - Kelompok-kelompok geomorfologi
-
11
(2006) elements using object-based image analysis
elemen bentuklahan yang didasarkan pada analisis citra berdasarkan objek (OBIA)
dari DTM
-Klasifikasi menghasilkan 9 kelas
dihasilkan dari tipe klasifikasi yang
tepat dengan permukaan topografi,
dan juga mendeskripsikan
geomorfologi dari kedua lokasi
7 Iwahashi J. et.al. (2006)
Automated classifications of topography from DEMs by a unsupervised nested-means algorithm and three-part geometric signature
Kombinasi dari treshold divided variabels DEM Kemiringan lereng, tekstur permukaan dan
Peta contoh klsifikasi
8 Evans, I.S., et.al. (2007)
Elementary forms for land surface segemntation: The theorical basis of terrain analysis and geomorphological mapping
Memperkenalkan konsep bentuk dasar, (segment, unit) DEM -Graph based approach
-Classification approach
-Konsep dari bentuk dasar, merupakan hasil penegmbangan dan integrasi background teori dari segmentasi permukaan lahan.
9 Dwi Wahyuni Nurwihastuti
(2008)
Integrasi Pemrosesan Citra ASTER dan Sistem Informasi Geografis untuk Kajian Geomorfologi, studi Kasus Di Sebagian Daerah Istimewa Yogyakarta
-Mengkaji kemampuan citra ASTER baik secara digital maupun visual dalam perolehan data parameter lahan berupa aspek bentuklahan (morfologi, morfogenesa, morfokronologi dan morfoarrangement) yang diperlukan untuk kajian geomorfologi
-Mengkaji data hasil pemrosesan citra ASTER yang diintegrasikan dengan SIG untuk kajian Geomorfologi
Citra ASTER Transformasi RGB, transformasi analisis komponen utama (Principle Component Analysis, PCA) dan transformasi Brovey, Interpretasi visual citra ASTER dan analis DEM
Akurasi interpretasi, peta geomorfologi dan formula citra ASTER yang jelas menyajikan setiap unit bentuklahan dan karakteristik geomorfologi
10 Bekti Sukirman (2014) Pemanfaatan Citra AlOS AVNIR-2 dan Landsat-8 untuk kajian Geomorfologi di DAS Girindulu Kab. Pacitan dan Sekitarnya
1.Mengkaji kemampuan citra ALOS dan Landsat-8 untuk kajian geomorfologi
2.Memberikan masukan bahwa citra ALOS dan Landsat bermanfaat untuk kajian geomorfologi
3.Menampilkan data Geomorfologi yang sudah dikombinasikan dengan data DEM untuk memudahkan inventarisasi sumberdaya lahan yang berupa bentuklahan
Citra ALOS AVNIR-2 dan Landsat 8
1.Interpretasi Citra Landsat-8 dan ALOS AVNIR-2 hasil pemrosesan secara digital yang dikombinasikan dengan data DEM dan data Geologi untuk memudahkan interpretasi
2.Peta geomorfologi dikombinasikan dengan data DEM dan bentuk tiga dimensi untuk mendapatkan informasi geomorfologi 3 D
1.Peta Geomorfologi skala
1:100.000 dan 1:250.000
2.
-
12
1.6 Batasan Istilah
Berbagai penjelasan tentang batasan istilah diharapkan dapat mempermudah
istila-istilah yang digunakan pada penelitian ini:
1. Bentuklahan merupakan kenampakan permukaan Bumi yang terjadi
akibat dari genesis tertentu, sehingga menimbulkan bentuk khas, yang
mencirikan beberapa sifat fisik material akibat dari proses alami yang
dominan dan dapat pula dikaitkan dengan struktur tertentu dalam
perkembangannya (Sunarto, 2004).
2. Citra Landsat 8 (sebelumnya Landsat data Continuity Mission ,
LDCM ) , merupakan sebuah kolaborasi antara NASA dan US
Geological Survey , memberikan resolusi sedang ( 15 m - 100 m ,
tergantung pada frekuensi spektral ) (USGS, 2013).
3. Citra ALOS (Advanced Land Observing Satellite) adalah satelit
penginderaan jauh terbesar yang dibangun Jepang dengan berat kira-
kira 4000 kg yang diluncurkan pada 24 Januari 2006. Satelit ALOS
membawa tiga buah sensor penginderaan jauh yang terdiri atas dua
buah sensor optik yaitu sensor PRISM (Panchromatic Remote Sensing
for Stereo Mapping) dan sensor AVNIR-2 (Advanced Visible and
Near Infrared Radiometer type-2) serta satu buah sensor gelombang
mikro atau radar yaitu PALSAR (Phased Array type L-band Syntetic
Aperture Radar) (NASDA dan LAPAN, 2008)
4. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-
punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut
akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan
melalui sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 1995)
5. Digital Elevation Model (DEM) atau Model Elevasi Digital adalah
representasi digital dari topografi permukaan Bumi digunakan secara
ekstensif dalam sstem informasi geografis untuk analisis dan
-
13
visualisasi, yang dihasilkan dari foto udara, citra airbone digital, dan
LIDAR dan data radar (Aronoff, 2005)
6. Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuklahan yang
terbentuk di permukaan Bumi, baik di atas maupun di bawah
permukaan air laut, yang menekankan pada proses pembentukan dan
perkembangannya dalam konteks lingkungannya (Verstappen, 1983)
7. Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau
citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti
pentingnya objek tersebut (Estes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto
1994)
8. Penginderaan Jauh adalah
1. ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek,
daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau
fenomena yang dikaji (Lillesand et. al. 1999 (terjemahan))
2. ilmu, teknologi, dan seni untuk mendapatkan informasi tentang
objek dari suatu jarak tertentu, yang membawa kita jauh
melampaui batas kemampuan manusia (Aronoff, 2005)
9. Peta Geomorfologi adalah peta yang menggambarkan bentuklahan,
genesis, serta proses yang memengaruhinya dalam berbagai skala
(Badan Standarisasi Nasional-BSN, 1999)
10. Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah sistem yang berbasiskan
komputer yang dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan
menganalisis berbagai objek atau fenomena (Aronoff, 2005)