RUMUSAN HUKUM

74

Transcript of RUMUSAN HUKUM

Page 1: RUMUSAN HUKUM
Page 2: RUMUSAN HUKUM
Page 3: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 1

RUMUSAN HUKUM

HASIL RAPAT PLENO KAMAR PERDATA

Rapat Kamar Perdata Mahkamah Agung RI yang diselenggarakan pada tanggal 19 s.d 20

Desember 2013 di Pusdiklat Mahkamah Agung RI, diikuti para Hakim Agung dan Panitera

Pengganti Kamar Perdata, telah menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM

PLENO KAMAR

A. SUB KAMAR PERDATA UMUM

1. KEWENANGAN MENGADILI

(absolut/relative)

Putusan Pengadilan Negeri

menyatakan tidak berwenang,

kemudian Penggugat mengajukan

Banding, Pengadilan Tinggi

membatalkan putusan dengan

menyatakan Pengadilan Negeri

berwenang mengadili perkara

tersebut, dan memerintahkan

Pengadilan Negeri membuka

kembali persidangan dengan

memutus pokok perkara. Atas

putusan Pengadilan Tinggi tersebut

Tergugat mengajukan kasasi

Oleh karena Putusan Pengadilan Tinggi

yang menyatakan Pengadilan Negeri

berwenang merupakan putusan akhir

maka perkara tersebut harus diproses

pemeriksaan kasasinya dan berkas

perkara dikirim ke Mahkamah Agung.

2. TERLAMBAT MENGAJUKAN

BANDING

Dalam hal putusan Pengadilan

Tinggi yang menyatakan

permohonan Banding tidak dapat

diterima karena terlambat

mengajukan banding, kemudian

pihak mengajukan permohonan

kasasi

Oleh karena dengan lewatnya waktu untuk

mengajukan banding, putusan Pengadilan

Negeri tersebut telah berkekuatan hukum

tetap, maka permohonan kasasi ditolak

3. JAKSA SEBAGAI PENGACARA

NEGARA

Apakah Jaksa sebagai Pengacara

Negara dapat menjadi Kuasa BUMN

/BUMD ?

Jaksa sebagai pengacara Negara,

berdasarkan Pasal 24 Peraturan Presiden

Nomor 38 Tahun 2010 Tentang Organisasi

dan Tata Kerja Kejaksaan RI, berwenang

dapat mewakili BUMN dan BUMD

Page 4: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 2

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM

PLENO KAMAR

Rumusan ini merupakan revisi terhadap

Hasil Rumusan Kamar Perdata tanggal 14

s.d 16 Maret 2011 angka I huruf g, yang

menyatakan Jaksa sebagai Pengacara

Negara tidak dapat mewakili BUMN

(Persero), karena BUMN tersebut bersatus

badan hukum privat (vide Pasal 11 UU

Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN)

4. PENGOSONGAN EKSEKUSI

OBJEK HAK TANGGUNGAN

Pelelangan Hak Tanggungan oleh

Kreditur sendiri melalui Kantor

Lelang, apabila Terlelang tidak mau

mengosongkan obyek lelang,

apakah pemenang lelang dapat

mengajukan eksekusi pengosongan

secara langsung kepada Ketua

Pengadilan Negeri secara langsung

atau harus melalui gugatan.?

Terhadap pelelangan hak tanggungan oleh

kreditur sendiri melalui kantor lelang,

apabila terlelang tidak mau mengosongkan

obyek lelang, eksekusi pengosongan dapat

langsung diajukan kepada Ketua

Pengadilan Negeri tanpa melalui gugatan.

Rumusan ini merupakan revisi terhadap

Hasil Rumusan Kamar Perdata tanggal 14

s.d 16 Maret 2011 pada angka XIII tentang

pelelangan hak tanggungan yang

dilakukan oleh kreditur sendiri melalui

kantor lelang, apabila terlelang tidak mau

mengosongkan objek yang dilelang, tidak

dapat dilakukan pengosongan berdasarkan

Pasal 200 ayat (11) HIR melainkan harus

diajukan gugatan, karena pelelangan

tersebut di atas bukan lelang eksekusi

melainkan lelang sukarela

5. TUNTUTAN PRIMER DAN

SUBSIDER

Dalam hal suatu gugatan terdapat

tuntutan primer dan subsidair

Tuntutan Primer dan Subsider dapat

dikabulkan secara bersama-sama, dengan

ketentuan diuraikan dalam posita gugatan,

dan harus lebih mencerminkan keadilan.

6. PANGGILAN/PEMBERITAHUAN

PUTUSAN

Tentang panggilan dan

pemberitahuan yang disampaikan

melalui Lurah / Kepala Desa ,

karena pihak-pihak tidak bertemu

dengan Jurusita, apakah diperlukan

bukti penyampaian

panggilan/pemberitahuan tersebut

Baik panggilan maupun pemberitahuan

putusan yang disampaikan melalui Kepala

Desa atau Lurah tidak diperlukan bukti

penyampaian dari Kepala Desa/Lurah

kepada yang bersangkutan, sesuai

ketentuan Pasal 390 ayat (1) HIR.

Rumusan ini merupakan revisi terhadap

Hasil Rumusan Kamar Perdata tanggal 14

Page 5: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 3

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM

PLENO KAMAR

kepada Panitera Pengadilan?.

s.d Maret 2011 pada angka V tentang

pemberitahuan putusan yang disampaikan

melalui Lurah atau Kepala Desa, maka

tenggang waktu pengajuan upaya hukum

atas putusan dihitung setelah Lurah atau

Kepala Desa menyampaikan

pemberitahuan tersebut kepada yang

bersangkutan. Apabila di dalam berkas

tidak terlampir kekurangan tersebut, maka

diperintahkan kepada Pengadilan Negeri

untuk menanyakan ke Lurah/Kepala Desa

7. UPAYA HUKUM TERLELANG

Dalam hal pemilik barang yang

dilelang tidak mau menyerahkan

barangnya secara sukarela kepada

pemenang lelang dan pemenang

lelang mengajukan permohonan

eksekusi kepada Ketua Pengadilan.

Dalam hal proses eksekusi pengosongan

belum selesai, upaya hukum yang diajukan

oleh pihak terlelang adalah perlawanan.

Sedangkan dalam hal proses eksekusi

pengosongan sudah selesai upaya

hukumnya adalah dengan mengajukan

gugatan.

B. SUB KAMAR PERDATA KHUSUS

1. TENGGANG WAKTU

PENYELESAIAN GUGATAN

PARPOL

Dalam hal putusan dijatuhkan

melewati tenggang waktu (60) hari

yang ditentukan oleh Pasal 33 ayat

(3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2011 tentang Partai Politik

Bahwa putusan sah karena tidak ada

ancaman pembatalan terhadap lewatnya

tenggang waktu

2. UPAYA HUKUM TERHADAP

PUTUSAN PKPU

Dalam hal ada upaya hukum

terhadap putusan PKPU baik

dikabulkan maupun ditolak

Terhadap putusan PKPU tidak ada upaya

hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 235

dan Pasal 293 Undang-Undang Nomo 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

3. UPAYA HUKUM TERHADAP

PUTUSAN PENGADILA NEGERI

MENGENAI PERMOHONAN

Banding terhadap putusan arbitrase ke

Mahkamah Agung diperlakukan sebagai

upaya hukum banding sehingga tidak ada

Page 6: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 4

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM

PLENO KAMAR

PEMBATALAN PUTUSAN

ARBITRASE

Dalam hal putusan pengadilan

negeri tentang permohonan

pembatalan arbitrase yang diajukan

banding ke Mahkamah Agung

kewajiban untuk mengajukan memori

banding. Sedangkan register dan

penomoran perkara akan disesuaikan

4. PASAL 163 UU NO 13 TAHUN

2003 TENTANG KETENA-

GAKERJAAN

Dalam hal terjadi penggabungan

perusahaan dan ada pekerja yang

tidak bersedia bergabung

Karyawan yang tidak bersedia bergabung

dengan perusahaan baru, maka karyawan

tersebut tetap berhak untuk mendapatkan

pesangon. Pasal 163 jo Pasal 156 UU

No.13 Tahun 2003.

5. PASAL 96 UU NO 13 TAHUN

2003 TENTANG KETENA-

GAKERJAAN

Penerapan kadaluwarsa untuk

menuntut hak pesangon dikaitkan

dengan Putusan Mahkamah

Konstitusi

Rumusan Pasal 96 UU 13 Tahun 2003 yang

telah di-judicial review berdasarkan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

100/PUU-X/2012 tanggal 19 September

2013 bukan menerbitkan norma baru. Oleh

karenanya dalam memutus kedaluwarsa

tidak mengurangi kebebasan hakim untuk

mempertimbangkan rasa keadilan

berdasarkan Pasal 100 Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial juncto

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

6. PENERAPAN PASAL 1979 KUH

PERDATA (BW) DALAM

PERKARA PHI

Dalam perkara PHI yang diputus di

tingkat Pengadilan Negeri gugatan

dinyatakan tidak dapat diterima

karena syarat formil tidak terpenuhi,

kemudian gugatan diajukan kembali

untuk kedua kalinya, apabila

dihitung dari putusan dalam gugatan

pertama telah lewat waktu satu

Gugatan pertama mengakibatkan

daluwarsa tercegah, oleh karenanya

tenggang waktu daluwarsa dihitung sejak

gugatan pertama berkekuatan hukum

tetap

Page 7: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 5

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM

PLENO KAMAR

tahun dan gugatan menjadi

kadaluwarsa.

DAFTAR PESERTA RAPAT KAMAR PERDATA

Page 8: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 6

Page 9: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 7

RUMUSAN HUKUM

HASIL RAPAT PLENO KAMAR PIDANA - CAKRA

Rapat Kamar Pidana Mahkamah Agung RI yang diselenggarakan pada tanggal 19 s.d 20

Desember 2013 di Pusdiklat Mahkamah Agung RI, diikuti para Hakim Agung dan Panitera

Pengganti Kamar Pidana, telah menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:

NO

PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

1. Apakah permohonan PK dapat diaju

kan terhadap putusan Praperadilan ?

Peninjauan Kembali Terhadap

Praperadilan tidak diperbolehkan kecuali

dalam hal ditemukan indikasi

penyelundupan hukum.

2. Apakah Pemohon masih mempunyai

hak untuk mengajukan PK lagi

terhadap putusan Peninjauan Kembali

yang amarnya dinyatakan tidak dapat

diterima/ Niet Ontvankelijk Verklaard

(NO)?

Pengajuan Peninjauan Kembali terhadap

putusan Peninjauan Kembali yang

amarnya dinyatakan tidak dapat diterima

(NO) dimungkinkan, dengan syarat-syarat

apabila :

a. Peninjauan Kembali terdahulu telah

diputus sebelum SEMA No.1 Tahun

2012.

b. Pemohon Peninjauan

Kembali/Terpidana wajib hadir di

persidangan meskipun hanya 1 (satu)

kali.

3. Apakah Jaksa/Penuntut Umum diper-

bolehkan mengajukan Peninjauan

Kembali (PK) dalam perkara pidana?

Jaksa tidak diperbolehkan mengajukan

PK. Sebab yang berhak mengajukan PK

sudah jelas diatur dalam KUHAP (Pasal

263 ayat (1), untuk itu tidak dapat

ditafsirkan dan disimpangi serta sesuai

dengan Asas KUHAP bahwa hak-hak

asasi Terdakwa/Terpidana lebih

diutamakan.

4. Apakah perkara Tipiring boleh diajukan

Peninjauan Kembali?

Tidak diperbolehkan sesuai ketentuan

Pasal 205 ayat (3) KUHAP

5. Berbagai persepsi berkembang

tentang kedudukan “ahli waris” dalam

kaitannya dengan pihak yang

Ahli waris dapat mengajukan Peninjauan

Kembali apabila pewaris/Terpidana telah

meninggal dunia.

Page 10: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 8

NO

PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

diperkenankan mengajukan PK sesuai

Pasal 263 KUHAP. Bagaimana sikap

Mahkamah Agung terhadap persepsi

tersebut?

6. Apakah Majelis Peninjauan Kembali

(MA) dapat menjatuhkan pidana yang

lebih berat dari pada penjatuhan

pidana oleh judex juris? (bandingkan

dengan ketentuan Pasal 266 KUHAP).

Majelis PK tidak dapat menjatuhkan

pidana lebih berat daripada penjatuhan

pidana oleh judex juris / judex facti

7. Apakah terhadap satu perkara

diperbolehkan mengajukan Peninjauan

Kembali dua kali? (bandingkan dengan

ketentuan Pasal 268 ayat (3) KUHAP).

Sudah dijawab pada nomor (2) dengan

tambahan bahwa Terpidana yang

mengajukan Peninjauan Kembali

terhadap Peninjauan Kembali

Jaksa/Penuntut Umum diperbolehkan

karena Peninjauan Kembali seperti ini

bukan Peninjauan Kembali dua kali,

demikian juga halnya apabila Terpidana

dan JPU mengajukan Peninjauan

Kembali secara bersamaan

8. Di MA banyak penyelesaian masalah

yang justru menimbulkan masalah. Di

antaranya dalam penanganan perkara

PK. Ke depan harus ada ketegasan

agar MA dapat menunaikan fungsi

yustisialnya dengan baik. Begitu pula

dengan pengawasan dan

keseragaman penerapan hukum. Di

antaranya :

- Pengajuan PK itu sebenarnya

berapa kali? Pasal 24 ayat (2) UU

No.48/ 2009 dengan tegas

mengatakan tidak ada PK atas PK.

- Dapatkah isteri mengajukan PK

padahal suaminya masih hidup ?

- Dapatkah Jaksa mengajukan PK

atas masalah yang dianggap

prinsipil ?

Telah dijawab pada No.3, No.5 dan

No.7.

9. Menurut keputusan Ketua Mahkamah Ketentuan ini sudah dicabut oleh

Page 11: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 9

NO

PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

Agung No. 017/KMA/SK/II/2012

tanggal 3 Desember 2012 tentang

Pedoman Penerapan Sistem Kamar

pada Mahkamah Agung angka VII. (7)

Rapat Pleno perkara dilaksanakan

antara lain untuk membahas PK yang

akan membatalkan putusan tingkat

kasasi.

Pertanyaan :

Apakah pedoman ini masih berlaku

atau sudah dicabut?

Keputusan Ketua Mahkamah Agung

Nomor 112/KMA/SK/VII/2013 tanggal 10

Juli 2013 tentang Perubahan Kedua

Surat Keputusan Ketua Mahkamah

Agung Nomor 142/KMA/SK/IX/2011

tentang Pedoman Penerapan Sistem

Kamar pada Mahkamah Agung.

Ketentuan dalam angka Rumawi VIII (8)

mengatur bahwa perkara peninjauan

kembali yang dibahas di Rapat Pleno

Kamar adalah perkara permohonan

peninjauan kembali yang akan

membatalkan putusan tingkat kasasi

dimana terdapat perbedaan pendapat

(dissenting opinion) dalam Majelis Hakim

Agung yang memeriksa perkara tersebut

10. Mahkamah Konstitusi dengan putu-

sannya No. 114/PUU-X/2012, tanggal

26 Maret 2013 menyatakan putusan

bebas tidak berkekuatan hukum yaitu

pada Pasal 244 KUHAP, yang

menyatakan : Terhadap putusan

perkara pidana pada tingkat terakhir

oleh pengadilan lain, selain daripada

Mahkamah Agung, Terdakwa atau

Penuntut Umum dapat mengajukan

permintaan kasasi kepada Mahkamah

Agung kecuali terhadap putusan

bebas;

- Apakah putusan bebas juga

dapat dibanding ke PT baru

dikasasi?

- Bagaimana bentuk putusan

kasasi terhadap putusan bebas

tersebut apakah NO JPU atau

Tolak JPU?

Bagaimana jika JPU kasasi sebelum

tanggal 23 Maret 2013 tersebut?

Pasal 67 KUHAP tidak dicabut.

Pasal 67 KUHAP menyatakan

Terdakwa/Penuntut Umum berhak minta

banding kecuali terhadap putusan bebas,

lepas dari tuntutan hukum dan putusan

Pengadilan dalam acara cepat.

a. Tidak dapat diterima (NO), jika :

kasasi diputus sebelum tanggal

23 Maret 2013.

b. Tolak : jika kasasi diputus

setelah tanggal 23 Maret 2013.

Page 12: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 10

PESERTA RAPAT KAMAR PIDANA

A. TIM PERUMUS

Page 13: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 11

B. DIHADIRI OLEH:

Page 14: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 12

Page 15: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 13

Page 16: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 14

Page 17: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 15

RUMUSAN HUKUM HASIL RAPAT PLENO KAMAR PERADILAN AGAMA

Rapat Kamar Peradilan Agama Mahkamah Agung RI yang diselenggarakan pada tanggal 19 s.d 20 Desember 2013 di Pusdiklat Mahkamah Agung RI, diikuti para Hakim Agung dan Panitera Pengganti Kamar Peradilan Agama, telah menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM

PLENOKAMAR

1. Pemberitahuan isi putusan

kasasi melalui kepala

desa/lurah yang kemudian

akan diajukan upaya hukum

Peninjauan Kembali, sejak

kapan penghitungan tenggat

waktu upaya hukumnya?,

apakah sejak diterima oleh

kepala desa/lurah atau sejak

diterima oleh para pihak?

Tenggat waktu upaya hukum Peninjauan

Kembali dihitung sejak pemberitahuan isi

putusan kasasi diterima oleh kepala

desa/lurah.

2. Bagaimana bila

Pemberitahuan isi putusan

kasasi disampaikan melalui

kepala desa/lurah akan tetapi

yang menerima perangkat

desa/kelurahan?

Pemberitahuan isi putusan kasasi tersebut

tetap sah

3. Kesalahan ketik pada amar

putusan Peninjauan Kembali

yang sudah diterima oleh

para pihak, apakah kesalahan

tersebut cukup direnvoi di

Mahkamah Agung atau

dengan mengajukan gugatan

baru?

Diajukan gugatan baru dengan posita

mengacu kepada perubahan amar yang

salah ketik tersebut, dan bila gugatan

tersebut dikabulkan, salah satu amarnya

memuat amar putusan bahwa putusan ini

berlaku serta merta

4. Suami istri yang sudah

berpisah tempat tinggal

selama 3 (tiga) bulan, apakah

dapat dijadikan alasan cerai,

atau hanya didasarkan pada

Gugatan cerai dapat dikabulkan jika fakta

menunjukkan rumah tangga sudah pecah

(broken marriage) dengan indikator antara

lain:

Sudah ada upaya damai tetapi tidak

Page 18: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 16

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM

PLENOKAMAR

fakta kejadian bahwa rumah

tangga sudah pecah (broken

marriage) meskipun pisahnya

baru 1 (satu) bulan?

berhasil.

Sudah tidak ada komunikasi yang baik

antara suami istri.

Salah satu pihak atau masing-masing

pihak meninggalkan kewajibannya

sebagai suami istri.

Telah terjadi pisah ranjang/tempat

tinggal bersama.

Hal-hal lain yang ditemukan dalam

persidangan (seperti adanya WIL, PIL,

KDRT, main judi dan lain-lain).

8. Sejak kapan dihitung tenggat

waktu pengajuan

permohonan Peninjauan

Kembali, apakah sejak

ditemukannya surat-surat

(novum) meskipun perkara

kasasi belum putus, atau

dihitung sejak pemberitahuan

isi putusan kasasi diterima

oleh para pihak?

Tenggat waktu upaya hukum Peninjauan

Kembali dihitung sejak diterimanya

pemberitahuan isi putusan kepada para

pihak.

Page 19: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 17

Page 20: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 18

Page 21: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 19

RUMUSAN HUKUM

HASIL RAPAT PLENO KAMAR MILITER

Rapat Kamar Militer Mahkamah Agung RI yang diselenggarakan pada tanggal 19 s.d 20

Desember 2013 di Pusdiklat Mahkamah Agung RI, diikuti para Hakim Agung dan Panitera

Pengganti Kamar Militer, telah menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

1. Terdakwa telah didakwa melanggar

pasal 42 huruf a UU. No. 23 Tahun

2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Majelis Hakim tingkat membebaskan

terdakwa dari segala dakwaan, dan

dalam salah satu amar putusannya

Majelis Hakim menyatakan

“mengembalikan berkas perkara

terdakwa kepada Papera untuk

diselesaikan menurut hukum disiplin

Militer”, dengan pertimbangan hukum

bahwa meskipun perbuatan yang

didakwakan kepada Terdakwa secara

yuridis tidak terbukti, akan tetapi

secara faktual perbuatan dalam

perkara a quo tidak pantas terjadi

dalam kehidupan Militer ;

Persoalan :

Apa dibenarkan dalam putusan

yang menyatakan Terdakwa

bebas dari segala dakwaan,

Hakim memerintahkan agar

terdakwa masih harus dijatuhkan

hukuman disiplin?

Apa dibenarkan putusan Majelis

Hakim Kasasi yang menjatuhkan

putusan “ permohonan kasasi

Bahwa dalam putusan yang

menyatakan Terdakwa bebas dari

segala dakwaan, tidak tepat apabila

Hakim memerintahkan agar terdakwa

masih harus dijatuhkan hukuman

disiplin;

Bahwa putusan Majelis Hakim Kasasi

yang menjatuhkan putusan:

“permohonan kasasi tidak dapat

diterima” tidak dibenarkan putusan NO

dengan perbaikan;

Page 22: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 20

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

tidak dapat diterima dengan

perbaikan”?

2. Surat dakwaan Oditur Militer disusun

secara kumulatif yaitu ke satu :

melanggar pasal 281 KUHP, dan ke

dua : melanggar pasal 284 ayat (1)

ke-2a KUHP. Majelis Hakim yang

mengadili perkara tersebut

membebaskan Terdakwa dari

dakwaan ke satu. Menyatakan

Terdakwa terbukti bersalah

melanggar dakwaan ke dua pasal 284

ayat (1) ke-2a KUHP, dan

menjatuhkan pidana penjara selama

7 (tujuh) bulan ;

Kemudian atas permohonan banding

dari Oditur Militer, Pengadilan Tinggi

menyatakan menguatkan putusan

Judex Facti tingkat pertama untuk

seluruhnya. Karenanya Oditur Militer

mengajukan permohonan

pemeriksaan kasasi ke MA ;

Persoalan:

Apakah Putusan Majelis Hakim

kasasi dapat menyatakan bahwa

permohonan kasasi Oditur Militer

tidak dapat diterima dengan

pertimbangan berdasarkan pasal

45 A ayat (2) UU. No. 5 Tahun

2004 jo. UU. No. 3 Tahun 2009

tentang Mahkamah Agung;

Dalam hal ini dilihat dari memori kasasi

yang diajukan oleh pemohon kasasi,

artinya apabila permohonan kasasi

tersebut memohon untuk dibatalkannya

putusan terhadap pembebasan dalam

dakwaan kumulasi ke satu ( melanggar

pasal 281 KUHP), selama diajukan

dalam tenggang waktu yang telah

ditentukan, maka putusan kasasi dapat

berupa mengabulkan atau penolakan.

Akan tetapi apabila permohonan kasasi

yang diajukan hanya memohon

terhadap putusan penjatuhan pidana

atas terbuktinya pasal 284 ayat (1) ke-

2a KUHP maka berdasarkan Pasal 45

A ayat (2) UU. No. 5 Tahun 2004 jo.

UU. No. 3 Tahun 2009, secara formal

permohonan kasasi tersebut tidak

dapat diterima.

3. Seorang terdakwa ketika

melakukan tindak pidana “desersi

dalam waktu damai” ± 32 hari,

telah melakukan tindak pidana lain

yaitu penipuan. Perkaranya telah

Bahwa dengan mengingat asas hukum

praduga tak bersalah, maka terhadap

seorang terdakwa yang didakwa

melakukan tindak pidana dalam

perkara yang terpisah, maka dapat

Page 23: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 21

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

disidik oleh Polisi Militer dengan

cara displit yakni masing-masing

berkas perkara desersi melanggar

pasal 87 ayat (1) ke-1 jo ke-2

KUHPM, dan berkas lainnya

melanggar pasal 378 KUHP ;

Oditur Militer selaku penuntut

umum melimpahkan berkas

perkara desersi lebih dahulu ke

pengadilan, sementara berkas

perkara lainnya masih

diselesaikan penyidikannya ;

Majelis Hakim yang memeriksa

perkara tersebut menyatakan

dalam putusannya “menyatakan

Terdakwa terbukti melanggar

pasal 87 ayat (1) ke-1 jo ke-2

KUHPM dan menjatuhkan pidana

penjara selama 8 bulan ;

Oditur Militer mengajukan

permohonan banding atas putusan

Judex Facti tersebut, karena

sebelumnya Oditur Militer

menuntut terdakwa dijatuhi pidana

penjara 1 (satu) tahun dan 2 (dua)

bulan, dan pidana tambahan

dipecat dari dinas Militer ;

Putusan Judex Facti tingkat

banding menyatakan memperbaiki

putusan Judex Facti tingkat

pertama sekedar mengenai

pidananya menjadi pidana penjara

selama 8 (delapan) bulan dan

pidana tambahan dipecat dari

dinas miiter. Pertimbangan hukum

Judex Facti tingkat banding bahwa

Terdakwa telah melakukan tindak

pidana lain yaitu penipuan ketika

Terdakwa melakukan tindak

pidana desersi, adalah sebagai

dijadikan hal yang memberatkan

apabila terdakwa tersebut telah diputus

bersalah dan mempunyai kekuatan

hukum tetap.

Page 24: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 22

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

keadaan yang memberatkan

penjatuhan pidana ;

Persoalan :

Apa bisa dijadikan keadaan yang

memberatkan dalam penjatuhan

pidana adanya tindak pidana lain

ketika melakukan desersi, karena

tindak pidana tersebut juga

sedang diadili, dan juga tidak

menutup kemungkinan putusan

pembebasan (Terdakwa tidak

terbukti dalam perkara dimaksud)?

4. Terdakwa membeli shabu dengan

harga Rp 200.000,- (dua ratus ribu

rupiah) dengan maksud untuk

dikonsumsi di rumah

kontrakannya. Ketika di perjalanan

pulang ke rumah, telah ditangkap

oleh petugas gabungan Kepolisian

dan POM yang dari semula

mencurigai Terdakwa, dan dari

penggeledahan diketemukan

Narkotika Gol I bukan tanaman

yaitu shabu yang baru dibelinya.

Terdakwa di pengadilan didakwa

melanggar pasal 112 ayat (1) UU

No. 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika yaitu dengan melawan

hukum memiliki, dan menguasai

narkotika ;

Judex Facti tingkat pertama

menjatuhkan putusan dengan

pidana penjara 1 (satu) tahun dan

6 (enam) bulan, dengan

pertimbangan Terdakwa masih

bisa dibina, Terdakwa baru

pertama kali (dijatuhi pidana) dan

Bahwa terhadap perkara a quo judex facti tingkat pertama dan tingkat banding dalam memeriksa dan mengadili telah salah dalam menerapkan hukum dan melampaui batas kekuasaannya, karena sebagaimana Pasal yang didakwakan yaitu Pasal 112 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 secara tegas telah ditentukan mengenai batas minimal pidana yang harus dijatuhkan, yaitu 4 (Empat) tahun dan denda Rp.800.000.000,-. Untuk itu sudah tepat dan benar apabila putusan kasasi mengabulkan permohonan kasasi dan membatalkan putusan judex facti selanjutnya mengadili sendiri dengan menjatuhkan : pidana penjara selama 4 tahun, denda Rp 800.000.000,- subsidair 6 bulan penjara tersebut.

Hal ini demi kepastian hukum, serta hakim dalam memutuskan perkara tidak dibenarkan keluar dari dakwaan, maka terhadap relevansi lama pidana penjara yang dijatuhkan dengan pidana tambahan berupa pemecatan, sudah barang tentu sangat berhubungan,

Page 25: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 23

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

shabu tersebut belum sempat

digunakan ;

Putusan banding menguatkan

putusan tingkat pertama, dan

selanjutnya Oditur Militer

mengajukan permohonan kasasi ;

Majelis Hakim kasasi

mengabulkan permohonan kasasi

Oditur, membatalkan putusan

Judex Facti, dan mengadili sendiri

dan menjatuhkan putusan : pidana

penjara selama 4 tahun, denda Rp

800.000.000,- subsidair 6 bulan

penjara, dan pidana tambahan

dipecat dari dinas militer, dengan

pertimbangan bahwa perbuatan

Terdakwa dinilai sebagai

perbuatan yang tidak pantas dan

tidak layak ;

Persoalan :

Apa perbuatan terdakwa dalam

kualitas seperti itu masuk dalam

kriteria pasal 26 KUHPM ?

Apa relevansi lama pidana penjara

yang dijatuhkan dengan pidana

tambahan berupa pemecatan?

karena bagi seorang prajurit yang berada dalam penjara karena menjalani hukuman dalam jangka waktu yang lama, maka tidak dapat melaksanakan sumpah prajurit dan Sapta Marga dengan baik, dengan sendirinya kedisiplinan yang merupakan jiwa yang harus melekat pada setiap prajurit sudah tidak ada lagi.

5. Terdakwa didakwa melanggar

pasal 127 ayat (1) huruf a UU. No.

35 tahun 2009 yaitu menggunakan

Narkotika Gol I bagi diri sendiri ;

Dalam persidangan Terdakwa

terbukti mengkonsumsi pil ekstasi

sebanyak ½ butir pemberian

kawannya, selain itu Terdakwa

mengaku sering menghisap ganja

(sudah berulang kali) dan sudah

Bahwa untuk penjatuhan hukuman

Rehabilitasi harus atas dasar Surat

Keterangan Dokter yang ditunjuk oleh

Menteri Kesehatan yang menyatakan

benar ada ketergantungan obat dan

memerlukan perawatan yang intensive.

Dalam perkara a quo tidak ditemukan

surat keterangan dimaksud, sehingga

Terdakwa sebagai seorang Prajurit

dengan pengakuan dan perbuatan

Page 26: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 24

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

pernah juga mengkonsumsi shabu

ketika bertugas di daerah lain ;

Judex Facti tingkat I menjatuhkan

hukuman pidana penjara selama 1

tahun dan 2 bulan, selanjutnya

Judex Facti tingkat banding

menguatkan putusan tingkat

pertama ;

Terdakwa mengajukan

permohonan pemeriksaan kasasi

karena dirasakan hukuman

tersebut terlalu berat ;

Majelis Hakim kasasi menolak

kasasi Terdakwa dengan

perbaikan yaitu menambah

penjatuhan pidana tambahan

berupa pemecatan ;

Persoalan :

Apakah tidak lebih tepat pidana

yang dijatuhkan kepada

Terdakwa adalah rehabilitasi

mengingat Terdakwa sudah

menunjukkan keadaan

ketergantungan?

yang telah dibuktikan tersebut

berdasarkan Pasal 53 ayat (1) PP No.

39 Tahun 2010 tentang Administrasi

Prajurit TNI, Prajurit tersebut termasuk

mempunyai tabiat dan/atau perbuatan

yang nyata-nyata dapat merugikan

disiplin keprajuritan atau TNI, sehingga

dipandang tidak layak lagi untuk

dipertahankan sebagai Prajurit TNI.

6. Dalam perkara pidana militer,

bilamana terdakwa terbukti melakukan

tindak pidana susila khususnya

terhadap sesama prajurit,

isteri/suami/anak atau yang

melibatkan PNS, atau isteri/suami di

lingkungan TNI. Juga terhadap tindak

pidana narkotika. Di dalam lingkungan

TNI sudah dikenal adanya Surat

Telegram Panglima TNI Nomor :

STR/198/2005 yang intinya terhadap

Terdakwa yang melanggar tindak

Bahwa dilihat dari perspektif hukum

pidana, adanya peradilan militer dapat

dikategorikan sebagai penegakan

hukum pidana khusus, hal ini karena

sifat dan hakekat pihak-pihak dalam

perkara peradilan militer disini adalah

anggota militer, oleh karena itu

meskipun Prajurit yang menjadi

terdakwa tersebut sudah mendekati

usia pensiun atau Terdakwa banyak

jasa-jasanya kepada Negara dan telah

dapat penghargaan bintang atau kadar

Page 27: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 25

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

pidana sebagaimana tersebut di atas

diusulkan untuk dipecat.

Namun dalam persidangan masih

banyak silang pendapat, pantas

tidakkah untuk dilakukan pemecatan

bilamana si Terdakwa sudah

mendekati usia pensiun atau

bilamana si Terdakwa banyak jasa-

jasanya kepada Negara dan telah

dapat penghargaan bintang atau

kadar kesalahannya tidak terlalu

berat, misalnya mengkonsumsi

narkoba ?

Demikian pula terhadap perkara-

perkara penyalahgunaan senjata api,

illegal loging, desersi, insubordinasi,

perkelahian antar angkatan dan

pembunuhan haruskah dipecat ?

kesalahannya tidak terlalu berat,

namun apabila dinilai prajurit yang

melakukan tindak pidana tersebut

dinilai tidak layak lagi sebagai seorang

prajurit, merupakan sosok individu yang

menyepelekan hukum serta petunjuk

pimpinan TNI, dilakukan dalam

lingkungan TNI sehingga apabila tidak

dipecat akan dapat mempengaruhi

anggota prajurit lainnya melakukan

perbuatan terdakwa. Maka sudah tepat

dan benar apabila tetap dijatuhi pidana

tambahan berupa pemecatan dari dinas

kemiliteran.

7. Oditur Militer mendakwa Terdakwa

dengan pasal 266 ayat (1) jo ayat (2)

jo pasal 64 ayat (1) KUHP, karena

Terdakwa ketika masuk seleksi

Secatam TNI-AD menggunakan ijazah

orang lain (familinya) bernama Irwan

Fahla, karena usia Terdakwa saat itu

sudah tidak memungkinkan untuk

mengikuti seleksi. Dalam pendaftaran

seleksi Secatam tersebut Terdakwa

menggunakan identitas nama Irwan

Fahla alias Hadi Suhendra, dan tahun

kelahiran sesuai ijazah tersebut.

Setelah lulus seleksi dilantik dengan

pangkat Prada.

Perbuatannya diketahui ketika

Terdakwa berpangkat Pratu dan saat

itu Terdakwa dengan status telah

beristeri sah melalui kesatuan ;

Putusan pengadilan tingkat pertama

Bahwa dalam hal ini Pengadilan Militer

berwenang mengadili.

Karena telah sempurnanya delic yang

dilakukan terdakwa justru dengan

menggunakan ijasah orang lain

tersebut, bahkan terdakwa telah pula

menggunakan sebagai persyaratan

untuk kenaikan pangkat, dalam hal ini

pihak yang dirugikan adalah TNI, oleh

karena itu akan lebih tepat kalau

didakwa dengan perbuatan berlanjut.

Page 28: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 26

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

menghukum Terdakwa dengan pidana

penjara selama 6 bulan dan pidana

tambahan dipecat dari dinas militer.

Putusan pengadilan banding atas

permohonan banding Terdakwa

membatalkan putusan tingkat

pertama, mengadili sendiri

menyatakan Pengadilan Militer tidak

berwenang mengadili perkara

Terdakwa, memerintahkan Pengadilan

Militer untuk mengembalikan berkas

perkara Terdakwa tersebut ke Oditurat

Militer ;

Pertimbangan hukum Judex Facti

tingkat banding adalah pasal 9 ayat (1)

huruf a UU No. 31 Tahun 1997 bahwa

saat itu yaitu tanggal Februari 2005

ketika melakukan tindak pidana

tersebut belum yustisiabel peradilan

militer ;

Persoalan :

Setelah terdakwa lulus pendidikan

Secatam TNI-AD dilantik dengan

pangkat Prada, dan selanjutnya

menerima gaji dan penghasilan

lainnya, melangsungkan

perkawinan, dan mendapatkan

kenaikan pangkat menjadi Pratu.

Apa tidak bisa dikatakan sebagai

tindak pidana berlanjut dalam

penggunaan surat palsu tersebut?

Bila disidangkan di peradilan

umum, apakah berwenang karena

status Terdakwa adalah militer

aktif?

Page 29: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 27

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

8. Terdakwa selaku Kapuskopad

Kodam, didakwa melakukan tindak

pidana “korupsi” berdasarkan

undang-undang No. 3 Tahun 1971

(perbuatan dilakukan sebelum Tahun

1999) karena secara melawan hukum

Terdakwa telah memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu

badan. Perbuatan Terdakwa telah

merugikan asset Puskopad ;

Penyidik telah menyita asset harta

kekayaan Terdakwa, baik barang

bergerak berupa kendaraan roda 4

(empat) maupun barang tidak

bergerak berupa tanah yang

ternyata barang-barang tersebut

diperoleh terdakwa sebelum

menjabat Kapuskopad ;

Pengadilan tingkat pertama

(Dilmilti) memutuskan

menyatakan Terdakwa terbukti

secara sah dan meyakinkan

bersalah, dan menjatuhkan

pidana penjara serta

menyatakan pula barang bukti

baik kendaraan maupun barang

tidak bergerak berupa tanah

tersebut dirampas untuk negara

cq. Puskopad Kodam yang

bersangkutan dengan

pertimbangan hukum penjatuhan

pidana tambahan tersebut

didasarkan pada harga lawan ;

Pengadilan tingkat banding

(Dilmiltama) atas permohonan

banding Terdakwa, telah

menguatkan putusan pengadilan

tingkat pertama, selanjutnya

dalam tingkat kasasi Majelis

Hakim Kasasi menolak

Bahwa oleh karena barang-barang

terdakwa tersebut diperoleh sebelum

menjabat Kapuskopad dan bukan

merupakan hasil kejahatan, maka

barang-barang tersebut tidak dapat

dirampas untuk Negara dan harus

dikembalikan kepada Terdakwa;

(Tetapi kalau berdasarkan UU No.31

Tahun 1999 jo No.20 Tahun 2001

barang-barang milik terdakwa dapat

disita untuk kemudian dilelang sebagai

pemenuhan pembayaran uang

pengganti atas kerugian Negara yang

ditimbulkan akibat perbuatan

terdakwa)

Page 30: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 28

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

permohonan kasasi yang

diajukan Terdakwa ;

Persoalan :

Apa dibenarkan putusan

pengadilan yang menjatuhkan

putusan dengan amar “barang

bukti dirampas untuk negara cq.

Puskopad Kodam” ?

9. Perkawinan siri yang dilakukan oleh

seorang prajurit menurut agamanya,

akan tetapi tanpa ijin dari atasan

langsung, apakah dapat diketegorikan

sebagai perkawinan yang sah, dan

dapat menghalangi perkawinan

berikutnya (Melanggar Pasal 279

KUHP)?

Perkawinan seorang prajurit yang

dilakukan menurut agamanya tanpa

ijin atasan langsung, adalah tidak

memenuhi syarat formil yang

ditentukan dalam kemiliteran (tidak

sah secara hukum administrasi di

kemiliteran). Sehingga apabila prajurit

tersebut melangsungkan perkawinan

kedua menurut agama dan atas ijin

dari atasan langsung, perkawinan

terdahulu yang tanpa ijin dari atasan

langsung tersebut bukan merupakan

hal yang dapat menghalanginya.

Namun demikian prajurit tersebut,

dapat saja dinyatakan bersalah atas

keterangan palsu atau menerangkan

keadaan yang tidak sebenarnya. (

dengan catatan apabila didakwakan).

Page 31: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 29

DAFTAR PESERTA RAPAT KAMAR MILITER

Page 32: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 30

RUMUSAN HASIL RAPAT PLENO KAMAR TATA USAHA NEGARA

Rapat Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI yang diselenggarakan pada tanggal 19 s.d 20 Desember 2013 di Pusdiklat Mahkamah Agung RI, diikuti para Hakim Agung dan Panitera Pengganti Kamar Tata Usaha Negara, telah menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

A. BIDANG TEKNIS

1.

Dalam beberapa Perkara KIP oleh Judex

Facti sama sekali tidak dipertimbangkan

tentang kepentingan yang berimplikasi

pada legal standing Penggugat.

Apakah hal tersebut dapat dibenarkan

apabila ditinjau dari sudut pandang asas

no interest no action yang dianut dalam

Pasal 53 (1) UU Peradilan TUN dan Pasal

36 Peraturan Komisi Informasi No. 1

Tahun 2013.

Dalam perkara KIP unsur adanya

kepentingan merupakan faktor yang

harus dipertimbangkan. Walaupun

dalam UU KIP siapa saja dapat

mengajukan tuntutan untuk

mendapatkan informasi, namun

dalam pemeriksaan sengketa KIP

harus dipertimbangkan tentang ada

tidaknya kepentingan yang

berimplikasi pada legal standing

Penggugat. Hal ini sejalan dengan

asas no interest no action dalam

hukum acara PERATUN

sebagaimana yang dianut dalam

Pasal 53 (1) UU Peradilan TUN dan

Pasal 36 Peraturan Komisi

Informasi No. 1 Tahun 2013.

2. Tentang Permohonan PK lebih dari 1 kali.

a. PK pertama: dengan alasan adanya

kekhilafan/kekeliruan yang nyata,

apakah dapat diajukan PK ke dua

dengan alasan diketemukan novum

atau adanya Putusan Pengadilan yang

saling bertentangan.

b. Apakah dapat diajukan PK lebih dari

satu kali, apabila diajukan oleh pihak

yang berbeda dan dengan waktu

pengajuan yang tidak sama.

a. Alasan kekhilafan berbeda

dengan alasan adanya novum

dalam pengajuan PK, sehingga

walaupun pemohonnya sama

namun apabila alasannya

berbeda, maka terhadap perkara

tersebut dapat diajukan PK

kembali.

b. PK tidak dapat diajukan dua kali

dengan alasan yang sama

walaupun orangnya berbeda,

seperti yang pertama diajukan

oleh Tergugat, kemudian yang

kedua oleh Tergugat II Intervensi

Page 33: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 31

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

dan seterusnya.

3. Tentang Putusan MA yang inkonsistensi

dalam perkara HUM.

Hasil Rapat Pleno Kamar TUN

sebelumnya tanggal 11-13 April 2012 telah

merumuskan bahwa Perma Nomor 01

Tahun 2011 tidak berlaku surut. Oleh

karenanya pengajuan HUM terhadap

peraturan perundang-undangan di bawah

undang-undang yang diterbitkan dan

pernah diajukan sebelum dikeluarkan

Perma tersebut (Perma Nomor 01 Tahun

2011) diberlakukan Perma Nomor 01

Tahun 2004. Sedangkan peraturan

perundang-undangan di bawah undang-

undang yang diterbitkan sebelum

dikeluarkan Perma tersebut (Perma Nomor

01 Tahun 2011) dan belum pernah

diajukan HUM diberlakukan Perma Nomor

01 Tahun 2011;

Namun inconcreto terdapat penerapan

hukum yang berbeda, khususnya terhadap

peraturan perundang-undangan yang

diterbitkan sebelum Perma No. 1 Tahun

2004, ada yang menerapkan aturan

tenggang waktu sebagaimana diatur dalam

Perma No. 1 Tahun 2004 dan ada yang

menerapkan Perma No. 1 Tahun 2011

yang tidak mengenal tenggang waktu;

Pengajuan HUM terhadap

Peraturan perundang-undangan

pada prinsipnya tidak ada batas

waktu, namun harus menggunakan

tolok ukur yang jelas (ada

pembatasan), yaitu tidak boleh

melanggar asas retroaktif dan nebis

in idem.

Oleh karenanya penerapan Perma

Nomor 01 Tahun 2011 tentang HUM

tidak boleh berlaku surut, sehingga

terhadap peraturan perundang-

undangan yang terbit sebelum

Perma Nomor 01 Tahun 2011, dan

belum pernah diajukan berlaku

Perma Nomor 01 Tahun 2004.

4. Jangan terlalu mudah menyimpulkan

sengketa TUN sebagai sengketa Perdata.

Dalam praktek beracara di PTUN,

manakala pihak Tergugat mengajukan

eksepsi bahwa sengketa tersebut sebagai

sengketa perdata, maka Hakim TUN

secara serta merta menyatakan gugatan

Dalam sengketa TUN tidak ada

proses contradiktoir, sehingga

kalau sudah kelihatan tanda-tanda

ada sengketa keperdataan tidak

perlu dilakukan pengujian secara

keseluruhan tentang kewenangan,

prosedur dan substansi suatu

Page 34: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 32

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

tersebut N.O. padahal untuk sampai

kepada kesimpulan bahwa sengketa

tersebut sebagai sengketa perdata harus

melalui tahap pengujian yuridis sebagai

berikut:

Hakim TUN dalam menguji keabsahan

KTUN objek sengketa melalui beberapa

aspek yaitu:

a. Aspek kewenangan Pejabat TUN

tersebut;

b. Aspek prosedural penerbitan KTUN

tersebut;

c. Aspek material substansial pendukung

terbitnya KTUN objek sengketa.

Ketiga aspek tersebut diuji secara tertib

dan berurutan dari Nomor 1 sampai

dengan 3.

Hakim TUN akan menyimpulkan bahwa

sengketa TUN tersebut sebagai sengketa

Perdata, manakala semua aspek tersebut

telah lolos dan tidak mengandung cacat

yuridis. Hanya tinggal satu-satunya “aspek

substansi hak dari objek yang di atasnya

diterbitkan KTUN objek sengketa” yang

belum terjawab.

Tanpa menguji substansi “Hak” tersebut,

maka Hakim TUN belum dapat

menentukan keabsahan KTUN objek

sengketa.

Hal ini perlu ditegaskan semata-mata

untuk menghormati berlakunya “asas Prae

Sumtio Iustae Causa”.

Dan wewenang untuk menguji substansi

“Hak” adalah kewenangan absolut Hakim

Perdata, sehingga gugatan harus

dinyatakan tidak dapat diterima alias N.O.

keputusan TUN.

5. Belum dibedakan secara tegas antara

peraturan perundang-undangan dengan

peraturan kebijakan (beleidsregel) dalam

pengujian perkara HUM. Padahal, baik

secara yuridis maupun secara akademis

(arus besar pemikiran hukum) terdapat

pembedaan yang tegas antara kedua hal

Objek hak uji materiil adalah

peraturan perundang-undangan di

bawah undang-undang. Peraturan

kebijakan (beleidsregel) tidak dapat

diuji oleh hakim.

Page 35: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 33

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

tersebut. Pembedaan ini penting

berkenaan dengan objek HUM yang

menjadi kompetensi Mahkamah Agung

[Pasal 24A Ayat (1) UUD Negara RI Tahun

1945, Pasal 31 Undang-Undang No. 3

Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua

atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung, Pasal 20 Ayat

(2) Huruf b Undang-Undang No. 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman].

6. Pasal 37 UU No. 14 Th. 1985 Tentang

Mahkamah Agung berbunyi :

“Mahkamah Agung dapat memberikan

pertimbangan-pertimbangan dalam bidang

hukum baik diminta maupun tidak kepada

Lembaga Tinggi Negara yang lain”.

Pasal 22 UU No. 48 Th. 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman berbunyi :

(1) Mahkamah Agung dapat memberi

keterangan pertimbangan dan nasihat

masalah hukum kepada lembaga

negara dan lembaga pemerintahan.

(2) Ketentuan mengenai pemberian

keterangan, pertimbangan dan nasihat

masalah hukum kepada lembaga

negara dan lembaga pemerintahan

diatur dalam undang-undang.

Lampiran I Surat Keputusan Ketua

Mahkamah Agung RI No. :

142/KMA/SK/IX/2011 Tentang Pedoman

Penerapan Sistem Kamar Di Mahkamah

Agung, pada angka II ayat (3) berbunyi :

“Perkara permohonan grasi, permohonan

fatwa, hak uji materiil, dan sengketa

kewenangan antar lingkungan peradilan

diperiksa dan diputus dengan mekanisme

khusus di luar kamar, dengan Majelis

Hakim yang terdiri atas Hakim-Hakim

Agung dari beberapa kamar sekaligus”.

Permasalahannya :

Undang-undang yang mengatur mengenai

pemberian keterangan, pertimbangan dan

nasihat masalah hukum kepada lembaga

Fatwa yang dimintakan oleh

lembaga negara menjadi

kewenangan Ketua Mahkamah

Agung, sedangkan fatwa yang

dimintakan oleh selain lembaga

negara menjadi kewenangan Ketua

Kamar.

Page 36: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 34

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

negara dan lembaga pemerintahan

sebagaimana dimaksud Pasal 22 UU No.

48 Th. 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman belum ada. Oleh karena itu

dalam rangka mewujudkan pelaksanaan

Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung

RI No. : 142/KMA/SK/IX/2011 Tentang

Pedoman Penerapan Sistem Kamar Di

Mahkamah Agung khususnya terhadap

angka II ayat (3) tersebut, maka

permasalahannya adalah : Apakah

mekanisme penyelesaian permohonan

fatwa sebagaimana diatur dalam Lampiran

I Surat Keputusan Ketua Mahkamah

Agung RI No. : 142/KMA/SK/IX/2011

Tentang Pedoman Penerapan Sistem

Kamar Di Mahkamah Agung, pada angka

II ayat (3) tersebut saat ini sudah dapat

diterapkan?

B. BIDANG ADMINISTRASI

1. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua

Mahkamah Agung Nomor :

138/KMA/SK/IX/2009 tanggal 11

September 2009 telah diatur bahwa

tenggang waktu proses penelaahan adalah

2 (dua) minggu, namun ternyata masih

ditemukan adanya berkas di Penelaah

sampai 2 (dua) bulan lamanya. Apa yang

menjadi penyebab lamanya berkas di

penelaah?

Lamanya proses telaah disebabkan

oleh karena adanya perkara-perkara

pajak yang belum menyertakan soft

copy dalam berkas. Sehingga

Pratalak harus meminta kepada

pengadilan pengaju untuk

mengirimkan soft copy.

Ke depan perlu ditempuh

pendekatan persuasif dengan

menyurat kepada panitera

pengadilan pajak untuk meminta

soft copy dengan ditembuskan

kepada Inspektur Jenderal

Departemen Keuangan.

Apabila pendekatan persuasif

tersebut tidak direspon, maka

ditempuh sikap yang tegas, yaitu

bahwa berkas yang dikirim ke

Mahkamah Agung untuk

dimohomkan PK harus lengkap.

Apabila berkas tidak lengkap dan

tetap dikirimkan ke Mahkamah

Agung, maka akan dikembalikan

Page 37: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 35

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

kepada pengadilan pengaju.

2. Tentang Akta Permohonan PK Perkara

Pajak tidak ditandatangani Pemohon PK.

Apakah Permohonan PK secara formal

dapat diterima, apabila Akta Permohonan

PK tidak ditandatangani oleh Pemohon

PK;

Pada prinsipnya permohonan PK

harus ditandatangani oleh Pemohon

PK. Namun, apabila Pemohon

secara sah sudah menyatakan

untuk mengajukan permohonan PK

secara tertulis, maka permohonan

PK dapat diterima.

3. Tentang Perkara HUM : Undang-Undang

sebagai dasar pengujiannya sedang diuji

di MK

a. Apakah tidak sebaiknya pendaftaran

HUM di MA ditangguhkan dulu (non

register) agar tidak menjadi tunggakan

perkara;

b. Apakah tidak sebaiknya diatur dalam

Perma agar Pemohon HUM

melampirkan surat keterangan dari MK

yang menerangkan tentang status

Perkara di MK sudah diputus/atau

belum, serta ada atau tidak adanya

perkara di MK terhadap undang-

undang yang menjadi dasar pengujian

HUM.

Mahkamah Agung sudah

mempunyai MoU dengan MK.

Setiap pengujian UU terhadap UUD

Negara RI Tahun 1945 oleh MK

diberitahukan kepada MA.

Disamping itu, bagian Pratalak

secara berkala mengecek melalui

situs MK adanya pengujian UU

terhadap UUD Negara RI Tahun

1945.

4. Tentang Format AB

Agar diteliti aturan dasar dari peraturan

perundang-undangan tentang tenggang

waktu pengajuan kasasi, seperti dalam

sengketa TUN Pemilu, sengketa informasi

serta terkait Undang-Undang No. 2 Tahun

2012, termasuk keterangan tentang objek

Permohonan HUM apakah pernah

diajukan atau belum

Format AB disesuaikan dengan

template putusan yang dipedomani

di Kamar TUN.

5. Perlu sosialisasi perubahan paradigma

beracara di Peradilan Tata Usaha Negara

sehubungan dengan lahirnya:

a. UU No. 8 Tahun 2012 tentang

Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,

dan DPRD Kabupatan / Kota.

PERMA No. 6 Tahun 2012 tentang

Tatacara Penyelesaian Sengketa TUN

Pemilu.

b. UU No. 14 Tahun 2008 tentang

Sosialisasi peraturan perundang-

undangan baru yang terkait dengan

hukum acara PTUN terkendala

pada pembiayaan. Upaya yang

telah dan akan dilakukan adalah

pendanaan melalui lembaga donor,

seperti halnya Pemerintah Amerika

(USAID) telah menawarkan untuk

membantu pembiayaan kegiatan

tersebut.

Page 38: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 36

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

Keterbukaan Informasi Publik.

PERMA No. 2 Tahun 2011 tentang

Tatacara Penyelesaian Sengketa

Informasi Publik di Pengadilan

c. UU No. 2 Tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah bagi Pembangunan

untuk Kepentingan Umum.

Dalam UU tersebut pasal 23 Ayat(1),

(3) dan( 4) pada pokoknya

menyebutkan:

1) Pihak yang keberatan dapat

menggugat ke PTUN dalam

tenggang waktu 30 hari kerja sejak

dikeluarkannya penetapan lokasi;

3) Pihak yang keberatan terhadap

putusan PTUN dapat mengajukan

kasasi ke Mahkamah Agung;

Mahkamah Agung wajib memutus

paling lama 30 hari kerja sejak

permohonan kasasi diterima.

6. Belum ada SOP yang ajeg untuk

mendukung model baru penyelesaian

perkara di kamar TUN. Akibatnya tidak

sedikit berkas perkara yang mandeg

setelah diketik dan dikoreksi oleh PP.

Kamar TUN telah merumuskan

Standar Operasional Prosedur

(SOP) penyelesaian perkara.

PESERTA RAPAT KAMAR TATA USAHA NEGARA

Page 39: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 1

RUMUSAN HUKUM

HASIL RAPAT PLENO KAMAR PERDATA

Rapat Kamar Perdata Mahkamah Agung RI yang diselenggarakan pada tanggal 19 s.d 20

Desember 2013 di Pusdiklat Mahkamah Agung RI, diikuti para Hakim Agung dan Panitera

Pengganti Kamar Perdata, telah menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM

PLENO KAMAR

A. SUB KAMAR PERDATA UMUM

1. KEWENANGAN MENGADILI

(absolut/relative)

Putusan Pengadilan Negeri

menyatakan tidak berwenang,

kemudian Penggugat mengajukan

Banding, Pengadilan Tinggi

membatalkan putusan dengan

menyatakan Pengadilan Negeri

berwenang mengadili perkara

tersebut, dan memerintahkan

Pengadilan Negeri membuka

kembali persidangan dengan

memutus pokok perkara. Atas

putusan Pengadilan Tinggi tersebut

Tergugat mengajukan kasasi

Oleh karena Putusan Pengadilan Tinggi

yang menyatakan Pengadilan Negeri

berwenang merupakan putusan akhir

maka perkara tersebut harus diproses

pemeriksaan kasasinya dan berkas

perkara dikirim ke Mahkamah Agung.

2. TERLAMBAT MENGAJUKAN

BANDING

Dalam hal putusan Pengadilan

Tinggi yang menyatakan

permohonan Banding tidak dapat

diterima karena terlambat

mengajukan banding, kemudian

pihak mengajukan permohonan

kasasi

Oleh karena dengan lewatnya waktu untuk

mengajukan banding, putusan Pengadilan

Negeri tersebut telah berkekuatan hukum

tetap, maka permohonan kasasi ditolak

3. JAKSA SEBAGAI PENGACARA

NEGARA

Apakah Jaksa sebagai Pengacara

Negara dapat menjadi Kuasa BUMN

/BUMD ?

Jaksa sebagai pengacara Negara,

berdasarkan Pasal 24 Peraturan Presiden

Nomor 38 Tahun 2010 Tentang Organisasi

dan Tata Kerja Kejaksaan RI, berwenang

dapat mewakili BUMN dan BUMD

Page 40: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 2

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM

PLENO KAMAR

Rumusan ini merupakan revisi terhadap

Hasil Rumusan Kamar Perdata tanggal 14

s.d 16 Maret 2011 angka I huruf g, yang

menyatakan Jaksa sebagai Pengacara

Negara tidak dapat mewakili BUMN

(Persero), karena BUMN tersebut bersatus

badan hukum privat (vide Pasal 11 UU

Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN)

4. PENGOSONGAN EKSEKUSI

OBJEK HAK TANGGUNGAN

Pelelangan Hak Tanggungan oleh

Kreditur sendiri melalui Kantor

Lelang, apabila Terlelang tidak mau

mengosongkan obyek lelang,

apakah pemenang lelang dapat

mengajukan eksekusi pengosongan

secara langsung kepada Ketua

Pengadilan Negeri secara langsung

atau harus melalui gugatan.?

Terhadap pelelangan hak tanggungan oleh

kreditur sendiri melalui kantor lelang,

apabila terlelang tidak mau mengosongkan

obyek lelang, eksekusi pengosongan dapat

langsung diajukan kepada Ketua

Pengadilan Negeri tanpa melalui gugatan.

Rumusan ini merupakan revisi terhadap

Hasil Rumusan Kamar Perdata tanggal 14

s.d 16 Maret 2011 pada angka XIII tentang

pelelangan hak tanggungan yang

dilakukan oleh kreditur sendiri melalui

kantor lelang, apabila terlelang tidak mau

mengosongkan objek yang dilelang, tidak

dapat dilakukan pengosongan berdasarkan

Pasal 200 ayat (11) HIR melainkan harus

diajukan gugatan, karena pelelangan

tersebut di atas bukan lelang eksekusi

melainkan lelang sukarela

5. TUNTUTAN PRIMER DAN

SUBSIDER

Dalam hal suatu gugatan terdapat

tuntutan primer dan subsidair

Tuntutan Primer dan Subsider dapat

dikabulkan secara bersama-sama, dengan

ketentuan diuraikan dalam posita gugatan,

dan harus lebih mencerminkan keadilan.

6. PANGGILAN/PEMBERITAHUAN

PUTUSAN

Tentang panggilan dan

pemberitahuan yang disampaikan

melalui Lurah / Kepala Desa ,

karena pihak-pihak tidak bertemu

dengan Jurusita, apakah diperlukan

bukti penyampaian

panggilan/pemberitahuan tersebut

Baik panggilan maupun pemberitahuan

putusan yang disampaikan melalui Kepala

Desa atau Lurah tidak diperlukan bukti

penyampaian dari Kepala Desa/Lurah

kepada yang bersangkutan, sesuai

ketentuan Pasal 390 ayat (1) HIR.

Rumusan ini merupakan revisi terhadap

Hasil Rumusan Kamar Perdata tanggal 14

Page 41: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 3

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM

PLENO KAMAR

kepada Panitera Pengadilan?.

s.d Maret 2011 pada angka V tentang

pemberitahuan putusan yang disampaikan

melalui Lurah atau Kepala Desa, maka

tenggang waktu pengajuan upaya hukum

atas putusan dihitung setelah Lurah atau

Kepala Desa menyampaikan

pemberitahuan tersebut kepada yang

bersangkutan. Apabila di dalam berkas

tidak terlampir kekurangan tersebut, maka

diperintahkan kepada Pengadilan Negeri

untuk menanyakan ke Lurah/Kepala Desa

7. UPAYA HUKUM TERLELANG

Dalam hal pemilik barang yang

dilelang tidak mau menyerahkan

barangnya secara sukarela kepada

pemenang lelang dan pemenang

lelang mengajukan permohonan

eksekusi kepada Ketua Pengadilan.

Dalam hal proses eksekusi pengosongan

belum selesai, upaya hukum yang diajukan

oleh pihak terlelang adalah perlawanan.

Sedangkan dalam hal proses eksekusi

pengosongan sudah selesai upaya

hukumnya adalah dengan mengajukan

gugatan.

B. SUB KAMAR PERDATA KHUSUS

1. TENGGANG WAKTU

PENYELESAIAN GUGATAN

PARPOL

Dalam hal putusan dijatuhkan

melewati tenggang waktu (60) hari

yang ditentukan oleh Pasal 33 ayat

(3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2011 tentang Partai Politik

Bahwa putusan sah karena tidak ada

ancaman pembatalan terhadap lewatnya

tenggang waktu

2. UPAYA HUKUM TERHADAP

PUTUSAN PKPU

Dalam hal ada upaya hukum

terhadap putusan PKPU baik

dikabulkan maupun ditolak

Terhadap putusan PKPU tidak ada upaya

hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 235

dan Pasal 293 Undang-Undang Nomo 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

3. UPAYA HUKUM TERHADAP

PUTUSAN PENGADILA NEGERI

MENGENAI PERMOHONAN

Banding terhadap putusan arbitrase ke

Mahkamah Agung diperlakukan sebagai

upaya hukum banding sehingga tidak ada

Page 42: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 4

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM

PLENO KAMAR

PEMBATALAN PUTUSAN

ARBITRASE

Dalam hal putusan pengadilan

negeri tentang permohonan

pembatalan arbitrase yang diajukan

banding ke Mahkamah Agung

kewajiban untuk mengajukan memori

banding. Sedangkan register dan

penomoran perkara akan disesuaikan

4. PASAL 163 UU NO 13 TAHUN

2003 TENTANG KETENA-

GAKERJAAN

Dalam hal terjadi penggabungan

perusahaan dan ada pekerja yang

tidak bersedia bergabung

Karyawan yang tidak bersedia bergabung

dengan perusahaan baru, maka karyawan

tersebut tetap berhak untuk mendapatkan

pesangon. Pasal 163 jo Pasal 156 UU

No.13 Tahun 2003.

5. PASAL 96 UU NO 13 TAHUN

2003 TENTANG KETENA-

GAKERJAAN

Penerapan kadaluwarsa untuk

menuntut hak pesangon dikaitkan

dengan Putusan Mahkamah

Konstitusi

Rumusan Pasal 96 UU 13 Tahun 2003 yang

telah di-judicial review berdasarkan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

100/PUU-X/2012 tanggal 19 September

2013 bukan menerbitkan norma baru. Oleh

karenanya dalam memutus kedaluwarsa

tidak mengurangi kebebasan hakim untuk

mempertimbangkan rasa keadilan

berdasarkan Pasal 100 Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial juncto

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

6. PENERAPAN PASAL 1979 KUH

PERDATA (BW) DALAM

PERKARA PHI

Dalam perkara PHI yang diputus di

tingkat Pengadilan Negeri gugatan

dinyatakan tidak dapat diterima

karena syarat formil tidak terpenuhi,

kemudian gugatan diajukan kembali

untuk kedua kalinya, apabila

dihitung dari putusan dalam gugatan

pertama telah lewat waktu satu

Gugatan pertama mengakibatkan

daluwarsa tercegah, oleh karenanya

tenggang waktu daluwarsa dihitung sejak

gugatan pertama berkekuatan hukum

tetap

Page 43: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 5

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM

PLENO KAMAR

tahun dan gugatan menjadi

kadaluwarsa.

DAFTAR PESERTA RAPAT KAMAR PERDATA

Page 44: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 6

Page 45: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 7

RUMUSAN HUKUM

HASIL RAPAT PLENO KAMAR PIDANA - CAKRA

Rapat Kamar Pidana Mahkamah Agung RI yang diselenggarakan pada tanggal 19 s.d 20

Desember 2013 di Pusdiklat Mahkamah Agung RI, diikuti para Hakim Agung dan Panitera

Pengganti Kamar Pidana, telah menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:

NO

PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

1. Apakah permohonan PK dapat diaju

kan terhadap putusan Praperadilan ?

Peninjauan Kembali Terhadap

Praperadilan tidak diperbolehkan kecuali

dalam hal ditemukan indikasi

penyelundupan hukum.

2. Apakah Pemohon masih mempunyai

hak untuk mengajukan PK lagi

terhadap putusan Peninjauan Kembali

yang amarnya dinyatakan tidak dapat

diterima/ Niet Ontvankelijk Verklaard

(NO)?

Pengajuan Peninjauan Kembali terhadap

putusan Peninjauan Kembali yang

amarnya dinyatakan tidak dapat diterima

(NO) dimungkinkan, dengan syarat-syarat

apabila :

a. Peninjauan Kembali terdahulu telah

diputus sebelum SEMA No.1 Tahun

2012.

b. Pemohon Peninjauan

Kembali/Terpidana wajib hadir di

persidangan meskipun hanya 1 (satu)

kali.

3. Apakah Jaksa/Penuntut Umum diper-

bolehkan mengajukan Peninjauan

Kembali (PK) dalam perkara pidana?

Jaksa tidak diperbolehkan mengajukan

PK. Sebab yang berhak mengajukan PK

sudah jelas diatur dalam KUHAP (Pasal

263 ayat (1), untuk itu tidak dapat

ditafsirkan dan disimpangi serta sesuai

dengan Asas KUHAP bahwa hak-hak

asasi Terdakwa/Terpidana lebih

diutamakan.

4. Apakah perkara Tipiring boleh diajukan

Peninjauan Kembali?

Tidak diperbolehkan sesuai ketentuan

Pasal 205 ayat (3) KUHAP

5. Berbagai persepsi berkembang

tentang kedudukan “ahli waris” dalam

kaitannya dengan pihak yang

Ahli waris dapat mengajukan Peninjauan

Kembali apabila pewaris/Terpidana telah

meninggal dunia.

Page 46: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 8

NO

PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

diperkenankan mengajukan PK sesuai

Pasal 263 KUHAP. Bagaimana sikap

Mahkamah Agung terhadap persepsi

tersebut?

6. Apakah Majelis Peninjauan Kembali

(MA) dapat menjatuhkan pidana yang

lebih berat dari pada penjatuhan

pidana oleh judex juris? (bandingkan

dengan ketentuan Pasal 266 KUHAP).

Majelis PK tidak dapat menjatuhkan

pidana lebih berat daripada penjatuhan

pidana oleh judex juris / judex facti

7. Apakah terhadap satu perkara

diperbolehkan mengajukan Peninjauan

Kembali dua kali? (bandingkan dengan

ketentuan Pasal 268 ayat (3) KUHAP).

Sudah dijawab pada nomor (2) dengan

tambahan bahwa Terpidana yang

mengajukan Peninjauan Kembali

terhadap Peninjauan Kembali

Jaksa/Penuntut Umum diperbolehkan

karena Peninjauan Kembali seperti ini

bukan Peninjauan Kembali dua kali,

demikian juga halnya apabila Terpidana

dan JPU mengajukan Peninjauan

Kembali secara bersamaan

8. Di MA banyak penyelesaian masalah

yang justru menimbulkan masalah. Di

antaranya dalam penanganan perkara

PK. Ke depan harus ada ketegasan

agar MA dapat menunaikan fungsi

yustisialnya dengan baik. Begitu pula

dengan pengawasan dan

keseragaman penerapan hukum. Di

antaranya :

- Pengajuan PK itu sebenarnya

berapa kali? Pasal 24 ayat (2) UU

No.48/ 2009 dengan tegas

mengatakan tidak ada PK atas PK.

- Dapatkah isteri mengajukan PK

padahal suaminya masih hidup ?

- Dapatkah Jaksa mengajukan PK

atas masalah yang dianggap

prinsipil ?

Telah dijawab pada No.3, No.5 dan

No.7.

9. Menurut keputusan Ketua Mahkamah Ketentuan ini sudah dicabut oleh

Page 47: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 9

NO

PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

Agung No. 017/KMA/SK/II/2012

tanggal 3 Desember 2012 tentang

Pedoman Penerapan Sistem Kamar

pada Mahkamah Agung angka VII. (7)

Rapat Pleno perkara dilaksanakan

antara lain untuk membahas PK yang

akan membatalkan putusan tingkat

kasasi.

Pertanyaan :

Apakah pedoman ini masih berlaku

atau sudah dicabut?

Keputusan Ketua Mahkamah Agung

Nomor 112/KMA/SK/VII/2013 tanggal 10

Juli 2013 tentang Perubahan Kedua

Surat Keputusan Ketua Mahkamah

Agung Nomor 142/KMA/SK/IX/2011

tentang Pedoman Penerapan Sistem

Kamar pada Mahkamah Agung.

Ketentuan dalam angka Rumawi VIII (8)

mengatur bahwa perkara peninjauan

kembali yang dibahas di Rapat Pleno

Kamar adalah perkara permohonan

peninjauan kembali yang akan

membatalkan putusan tingkat kasasi

dimana terdapat perbedaan pendapat

(dissenting opinion) dalam Majelis Hakim

Agung yang memeriksa perkara tersebut

10. Mahkamah Konstitusi dengan putu-

sannya No. 114/PUU-X/2012, tanggal

26 Maret 2013 menyatakan putusan

bebas tidak berkekuatan hukum yaitu

pada Pasal 244 KUHAP, yang

menyatakan : Terhadap putusan

perkara pidana pada tingkat terakhir

oleh pengadilan lain, selain daripada

Mahkamah Agung, Terdakwa atau

Penuntut Umum dapat mengajukan

permintaan kasasi kepada Mahkamah

Agung kecuali terhadap putusan

bebas;

- Apakah putusan bebas juga

dapat dibanding ke PT baru

dikasasi?

- Bagaimana bentuk putusan

kasasi terhadap putusan bebas

tersebut apakah NO JPU atau

Tolak JPU?

Bagaimana jika JPU kasasi sebelum

tanggal 23 Maret 2013 tersebut?

Pasal 67 KUHAP tidak dicabut.

Pasal 67 KUHAP menyatakan

Terdakwa/Penuntut Umum berhak minta

banding kecuali terhadap putusan bebas,

lepas dari tuntutan hukum dan putusan

Pengadilan dalam acara cepat.

a. Tidak dapat diterima (NO), jika :

kasasi diputus sebelum tanggal

23 Maret 2013.

b. Tolak : jika kasasi diputus

setelah tanggal 23 Maret 2013.

Page 48: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 10

PESERTA RAPAT KAMAR PIDANA

A. TIM PERUMUS

Page 49: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 11

B. DIHADIRI OLEH:

Page 50: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 12

Page 51: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 13

Page 52: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 14

Page 53: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 15

RUMUSAN HUKUM HASIL RAPAT PLENO KAMAR PERADILAN AGAMA

Rapat Kamar Peradilan Agama Mahkamah Agung RI yang diselenggarakan pada tanggal 19 s.d 20 Desember 2013 di Pusdiklat Mahkamah Agung RI, diikuti para Hakim Agung dan Panitera Pengganti Kamar Peradilan Agama, telah menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM

PLENOKAMAR

1. Pemberitahuan isi putusan

kasasi melalui kepala

desa/lurah yang kemudian

akan diajukan upaya hukum

Peninjauan Kembali, sejak

kapan penghitungan tenggat

waktu upaya hukumnya?,

apakah sejak diterima oleh

kepala desa/lurah atau sejak

diterima oleh para pihak?

Tenggat waktu upaya hukum Peninjauan

Kembali dihitung sejak pemberitahuan isi

putusan kasasi diterima oleh kepala

desa/lurah.

2. Bagaimana bila

Pemberitahuan isi putusan

kasasi disampaikan melalui

kepala desa/lurah akan tetapi

yang menerima perangkat

desa/kelurahan?

Pemberitahuan isi putusan kasasi tersebut

tetap sah

3. Kesalahan ketik pada amar

putusan Peninjauan Kembali

yang sudah diterima oleh

para pihak, apakah kesalahan

tersebut cukup direnvoi di

Mahkamah Agung atau

dengan mengajukan gugatan

baru?

Diajukan gugatan baru dengan posita

mengacu kepada perubahan amar yang

salah ketik tersebut, dan bila gugatan

tersebut dikabulkan, salah satu amarnya

memuat amar putusan bahwa putusan ini

berlaku serta merta

4. Suami istri yang sudah

berpisah tempat tinggal

selama 3 (tiga) bulan, apakah

dapat dijadikan alasan cerai,

atau hanya didasarkan pada

Gugatan cerai dapat dikabulkan jika fakta

menunjukkan rumah tangga sudah pecah

(broken marriage) dengan indikator antara

lain:

Sudah ada upaya damai tetapi tidak

Page 54: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 16

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM

PLENOKAMAR

fakta kejadian bahwa rumah

tangga sudah pecah (broken

marriage) meskipun pisahnya

baru 1 (satu) bulan?

berhasil.

Sudah tidak ada komunikasi yang baik

antara suami istri.

Salah satu pihak atau masing-masing

pihak meninggalkan kewajibannya

sebagai suami istri.

Telah terjadi pisah ranjang/tempat

tinggal bersama.

Hal-hal lain yang ditemukan dalam

persidangan (seperti adanya WIL, PIL,

KDRT, main judi dan lain-lain).

8. Sejak kapan dihitung tenggat

waktu pengajuan

permohonan Peninjauan

Kembali, apakah sejak

ditemukannya surat-surat

(novum) meskipun perkara

kasasi belum putus, atau

dihitung sejak pemberitahuan

isi putusan kasasi diterima

oleh para pihak?

Tenggat waktu upaya hukum Peninjauan

Kembali dihitung sejak diterimanya

pemberitahuan isi putusan kepada para

pihak.

Page 55: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 17

Page 56: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 18

Page 57: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 19

RUMUSAN HUKUM

HASIL RAPAT PLENO KAMAR MILITER

Rapat Kamar Militer Mahkamah Agung RI yang diselenggarakan pada tanggal 19 s.d 20

Desember 2013 di Pusdiklat Mahkamah Agung RI, diikuti para Hakim Agung dan Panitera

Pengganti Kamar Militer, telah menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

1. Terdakwa telah didakwa melanggar

pasal 42 huruf a UU. No. 23 Tahun

2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Majelis Hakim tingkat membebaskan

terdakwa dari segala dakwaan, dan

dalam salah satu amar putusannya

Majelis Hakim menyatakan

“mengembalikan berkas perkara

terdakwa kepada Papera untuk

diselesaikan menurut hukum disiplin

Militer”, dengan pertimbangan hukum

bahwa meskipun perbuatan yang

didakwakan kepada Terdakwa secara

yuridis tidak terbukti, akan tetapi

secara faktual perbuatan dalam

perkara a quo tidak pantas terjadi

dalam kehidupan Militer ;

Persoalan :

Apa dibenarkan dalam putusan

yang menyatakan Terdakwa

bebas dari segala dakwaan,

Hakim memerintahkan agar

terdakwa masih harus dijatuhkan

hukuman disiplin?

Apa dibenarkan putusan Majelis

Hakim Kasasi yang menjatuhkan

putusan “ permohonan kasasi

Bahwa dalam putusan yang

menyatakan Terdakwa bebas dari

segala dakwaan, tidak tepat apabila

Hakim memerintahkan agar terdakwa

masih harus dijatuhkan hukuman

disiplin;

Bahwa putusan Majelis Hakim Kasasi

yang menjatuhkan putusan:

“permohonan kasasi tidak dapat

diterima” tidak dibenarkan putusan NO

dengan perbaikan;

Page 58: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 20

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

tidak dapat diterima dengan

perbaikan”?

2. Surat dakwaan Oditur Militer disusun

secara kumulatif yaitu ke satu :

melanggar pasal 281 KUHP, dan ke

dua : melanggar pasal 284 ayat (1)

ke-2a KUHP. Majelis Hakim yang

mengadili perkara tersebut

membebaskan Terdakwa dari

dakwaan ke satu. Menyatakan

Terdakwa terbukti bersalah

melanggar dakwaan ke dua pasal 284

ayat (1) ke-2a KUHP, dan

menjatuhkan pidana penjara selama

7 (tujuh) bulan ;

Kemudian atas permohonan banding

dari Oditur Militer, Pengadilan Tinggi

menyatakan menguatkan putusan

Judex Facti tingkat pertama untuk

seluruhnya. Karenanya Oditur Militer

mengajukan permohonan

pemeriksaan kasasi ke MA ;

Persoalan:

Apakah Putusan Majelis Hakim

kasasi dapat menyatakan bahwa

permohonan kasasi Oditur Militer

tidak dapat diterima dengan

pertimbangan berdasarkan pasal

45 A ayat (2) UU. No. 5 Tahun

2004 jo. UU. No. 3 Tahun 2009

tentang Mahkamah Agung;

Dalam hal ini dilihat dari memori kasasi

yang diajukan oleh pemohon kasasi,

artinya apabila permohonan kasasi

tersebut memohon untuk dibatalkannya

putusan terhadap pembebasan dalam

dakwaan kumulasi ke satu ( melanggar

pasal 281 KUHP), selama diajukan

dalam tenggang waktu yang telah

ditentukan, maka putusan kasasi dapat

berupa mengabulkan atau penolakan.

Akan tetapi apabila permohonan kasasi

yang diajukan hanya memohon

terhadap putusan penjatuhan pidana

atas terbuktinya pasal 284 ayat (1) ke-

2a KUHP maka berdasarkan Pasal 45

A ayat (2) UU. No. 5 Tahun 2004 jo.

UU. No. 3 Tahun 2009, secara formal

permohonan kasasi tersebut tidak

dapat diterima.

3. Seorang terdakwa ketika

melakukan tindak pidana “desersi

dalam waktu damai” ± 32 hari,

telah melakukan tindak pidana lain

yaitu penipuan. Perkaranya telah

Bahwa dengan mengingat asas hukum

praduga tak bersalah, maka terhadap

seorang terdakwa yang didakwa

melakukan tindak pidana dalam

perkara yang terpisah, maka dapat

Page 59: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 21

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

disidik oleh Polisi Militer dengan

cara displit yakni masing-masing

berkas perkara desersi melanggar

pasal 87 ayat (1) ke-1 jo ke-2

KUHPM, dan berkas lainnya

melanggar pasal 378 KUHP ;

Oditur Militer selaku penuntut

umum melimpahkan berkas

perkara desersi lebih dahulu ke

pengadilan, sementara berkas

perkara lainnya masih

diselesaikan penyidikannya ;

Majelis Hakim yang memeriksa

perkara tersebut menyatakan

dalam putusannya “menyatakan

Terdakwa terbukti melanggar

pasal 87 ayat (1) ke-1 jo ke-2

KUHPM dan menjatuhkan pidana

penjara selama 8 bulan ;

Oditur Militer mengajukan

permohonan banding atas putusan

Judex Facti tersebut, karena

sebelumnya Oditur Militer

menuntut terdakwa dijatuhi pidana

penjara 1 (satu) tahun dan 2 (dua)

bulan, dan pidana tambahan

dipecat dari dinas Militer ;

Putusan Judex Facti tingkat

banding menyatakan memperbaiki

putusan Judex Facti tingkat

pertama sekedar mengenai

pidananya menjadi pidana penjara

selama 8 (delapan) bulan dan

pidana tambahan dipecat dari

dinas miiter. Pertimbangan hukum

Judex Facti tingkat banding bahwa

Terdakwa telah melakukan tindak

pidana lain yaitu penipuan ketika

Terdakwa melakukan tindak

pidana desersi, adalah sebagai

dijadikan hal yang memberatkan

apabila terdakwa tersebut telah diputus

bersalah dan mempunyai kekuatan

hukum tetap.

Page 60: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 22

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

keadaan yang memberatkan

penjatuhan pidana ;

Persoalan :

Apa bisa dijadikan keadaan yang

memberatkan dalam penjatuhan

pidana adanya tindak pidana lain

ketika melakukan desersi, karena

tindak pidana tersebut juga

sedang diadili, dan juga tidak

menutup kemungkinan putusan

pembebasan (Terdakwa tidak

terbukti dalam perkara dimaksud)?

4. Terdakwa membeli shabu dengan

harga Rp 200.000,- (dua ratus ribu

rupiah) dengan maksud untuk

dikonsumsi di rumah

kontrakannya. Ketika di perjalanan

pulang ke rumah, telah ditangkap

oleh petugas gabungan Kepolisian

dan POM yang dari semula

mencurigai Terdakwa, dan dari

penggeledahan diketemukan

Narkotika Gol I bukan tanaman

yaitu shabu yang baru dibelinya.

Terdakwa di pengadilan didakwa

melanggar pasal 112 ayat (1) UU

No. 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika yaitu dengan melawan

hukum memiliki, dan menguasai

narkotika ;

Judex Facti tingkat pertama

menjatuhkan putusan dengan

pidana penjara 1 (satu) tahun dan

6 (enam) bulan, dengan

pertimbangan Terdakwa masih

bisa dibina, Terdakwa baru

pertama kali (dijatuhi pidana) dan

Bahwa terhadap perkara a quo judex facti tingkat pertama dan tingkat banding dalam memeriksa dan mengadili telah salah dalam menerapkan hukum dan melampaui batas kekuasaannya, karena sebagaimana Pasal yang didakwakan yaitu Pasal 112 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 secara tegas telah ditentukan mengenai batas minimal pidana yang harus dijatuhkan, yaitu 4 (Empat) tahun dan denda Rp.800.000.000,-. Untuk itu sudah tepat dan benar apabila putusan kasasi mengabulkan permohonan kasasi dan membatalkan putusan judex facti selanjutnya mengadili sendiri dengan menjatuhkan : pidana penjara selama 4 tahun, denda Rp 800.000.000,- subsidair 6 bulan penjara tersebut.

Hal ini demi kepastian hukum, serta hakim dalam memutuskan perkara tidak dibenarkan keluar dari dakwaan, maka terhadap relevansi lama pidana penjara yang dijatuhkan dengan pidana tambahan berupa pemecatan, sudah barang tentu sangat berhubungan,

Page 61: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 23

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

shabu tersebut belum sempat

digunakan ;

Putusan banding menguatkan

putusan tingkat pertama, dan

selanjutnya Oditur Militer

mengajukan permohonan kasasi ;

Majelis Hakim kasasi

mengabulkan permohonan kasasi

Oditur, membatalkan putusan

Judex Facti, dan mengadili sendiri

dan menjatuhkan putusan : pidana

penjara selama 4 tahun, denda Rp

800.000.000,- subsidair 6 bulan

penjara, dan pidana tambahan

dipecat dari dinas militer, dengan

pertimbangan bahwa perbuatan

Terdakwa dinilai sebagai

perbuatan yang tidak pantas dan

tidak layak ;

Persoalan :

Apa perbuatan terdakwa dalam

kualitas seperti itu masuk dalam

kriteria pasal 26 KUHPM ?

Apa relevansi lama pidana penjara

yang dijatuhkan dengan pidana

tambahan berupa pemecatan?

karena bagi seorang prajurit yang berada dalam penjara karena menjalani hukuman dalam jangka waktu yang lama, maka tidak dapat melaksanakan sumpah prajurit dan Sapta Marga dengan baik, dengan sendirinya kedisiplinan yang merupakan jiwa yang harus melekat pada setiap prajurit sudah tidak ada lagi.

5. Terdakwa didakwa melanggar

pasal 127 ayat (1) huruf a UU. No.

35 tahun 2009 yaitu menggunakan

Narkotika Gol I bagi diri sendiri ;

Dalam persidangan Terdakwa

terbukti mengkonsumsi pil ekstasi

sebanyak ½ butir pemberian

kawannya, selain itu Terdakwa

mengaku sering menghisap ganja

(sudah berulang kali) dan sudah

Bahwa untuk penjatuhan hukuman

Rehabilitasi harus atas dasar Surat

Keterangan Dokter yang ditunjuk oleh

Menteri Kesehatan yang menyatakan

benar ada ketergantungan obat dan

memerlukan perawatan yang intensive.

Dalam perkara a quo tidak ditemukan

surat keterangan dimaksud, sehingga

Terdakwa sebagai seorang Prajurit

dengan pengakuan dan perbuatan

Page 62: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 24

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

pernah juga mengkonsumsi shabu

ketika bertugas di daerah lain ;

Judex Facti tingkat I menjatuhkan

hukuman pidana penjara selama 1

tahun dan 2 bulan, selanjutnya

Judex Facti tingkat banding

menguatkan putusan tingkat

pertama ;

Terdakwa mengajukan

permohonan pemeriksaan kasasi

karena dirasakan hukuman

tersebut terlalu berat ;

Majelis Hakim kasasi menolak

kasasi Terdakwa dengan

perbaikan yaitu menambah

penjatuhan pidana tambahan

berupa pemecatan ;

Persoalan :

Apakah tidak lebih tepat pidana

yang dijatuhkan kepada

Terdakwa adalah rehabilitasi

mengingat Terdakwa sudah

menunjukkan keadaan

ketergantungan?

yang telah dibuktikan tersebut

berdasarkan Pasal 53 ayat (1) PP No.

39 Tahun 2010 tentang Administrasi

Prajurit TNI, Prajurit tersebut termasuk

mempunyai tabiat dan/atau perbuatan

yang nyata-nyata dapat merugikan

disiplin keprajuritan atau TNI, sehingga

dipandang tidak layak lagi untuk

dipertahankan sebagai Prajurit TNI.

6. Dalam perkara pidana militer,

bilamana terdakwa terbukti melakukan

tindak pidana susila khususnya

terhadap sesama prajurit,

isteri/suami/anak atau yang

melibatkan PNS, atau isteri/suami di

lingkungan TNI. Juga terhadap tindak

pidana narkotika. Di dalam lingkungan

TNI sudah dikenal adanya Surat

Telegram Panglima TNI Nomor :

STR/198/2005 yang intinya terhadap

Terdakwa yang melanggar tindak

Bahwa dilihat dari perspektif hukum

pidana, adanya peradilan militer dapat

dikategorikan sebagai penegakan

hukum pidana khusus, hal ini karena

sifat dan hakekat pihak-pihak dalam

perkara peradilan militer disini adalah

anggota militer, oleh karena itu

meskipun Prajurit yang menjadi

terdakwa tersebut sudah mendekati

usia pensiun atau Terdakwa banyak

jasa-jasanya kepada Negara dan telah

dapat penghargaan bintang atau kadar

Page 63: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 25

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

pidana sebagaimana tersebut di atas

diusulkan untuk dipecat.

Namun dalam persidangan masih

banyak silang pendapat, pantas

tidakkah untuk dilakukan pemecatan

bilamana si Terdakwa sudah

mendekati usia pensiun atau

bilamana si Terdakwa banyak jasa-

jasanya kepada Negara dan telah

dapat penghargaan bintang atau

kadar kesalahannya tidak terlalu

berat, misalnya mengkonsumsi

narkoba ?

Demikian pula terhadap perkara-

perkara penyalahgunaan senjata api,

illegal loging, desersi, insubordinasi,

perkelahian antar angkatan dan

pembunuhan haruskah dipecat ?

kesalahannya tidak terlalu berat,

namun apabila dinilai prajurit yang

melakukan tindak pidana tersebut

dinilai tidak layak lagi sebagai seorang

prajurit, merupakan sosok individu yang

menyepelekan hukum serta petunjuk

pimpinan TNI, dilakukan dalam

lingkungan TNI sehingga apabila tidak

dipecat akan dapat mempengaruhi

anggota prajurit lainnya melakukan

perbuatan terdakwa. Maka sudah tepat

dan benar apabila tetap dijatuhi pidana

tambahan berupa pemecatan dari dinas

kemiliteran.

7. Oditur Militer mendakwa Terdakwa

dengan pasal 266 ayat (1) jo ayat (2)

jo pasal 64 ayat (1) KUHP, karena

Terdakwa ketika masuk seleksi

Secatam TNI-AD menggunakan ijazah

orang lain (familinya) bernama Irwan

Fahla, karena usia Terdakwa saat itu

sudah tidak memungkinkan untuk

mengikuti seleksi. Dalam pendaftaran

seleksi Secatam tersebut Terdakwa

menggunakan identitas nama Irwan

Fahla alias Hadi Suhendra, dan tahun

kelahiran sesuai ijazah tersebut.

Setelah lulus seleksi dilantik dengan

pangkat Prada.

Perbuatannya diketahui ketika

Terdakwa berpangkat Pratu dan saat

itu Terdakwa dengan status telah

beristeri sah melalui kesatuan ;

Putusan pengadilan tingkat pertama

Bahwa dalam hal ini Pengadilan Militer

berwenang mengadili.

Karena telah sempurnanya delic yang

dilakukan terdakwa justru dengan

menggunakan ijasah orang lain

tersebut, bahkan terdakwa telah pula

menggunakan sebagai persyaratan

untuk kenaikan pangkat, dalam hal ini

pihak yang dirugikan adalah TNI, oleh

karena itu akan lebih tepat kalau

didakwa dengan perbuatan berlanjut.

Page 64: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 26

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

menghukum Terdakwa dengan pidana

penjara selama 6 bulan dan pidana

tambahan dipecat dari dinas militer.

Putusan pengadilan banding atas

permohonan banding Terdakwa

membatalkan putusan tingkat

pertama, mengadili sendiri

menyatakan Pengadilan Militer tidak

berwenang mengadili perkara

Terdakwa, memerintahkan Pengadilan

Militer untuk mengembalikan berkas

perkara Terdakwa tersebut ke Oditurat

Militer ;

Pertimbangan hukum Judex Facti

tingkat banding adalah pasal 9 ayat (1)

huruf a UU No. 31 Tahun 1997 bahwa

saat itu yaitu tanggal Februari 2005

ketika melakukan tindak pidana

tersebut belum yustisiabel peradilan

militer ;

Persoalan :

Setelah terdakwa lulus pendidikan

Secatam TNI-AD dilantik dengan

pangkat Prada, dan selanjutnya

menerima gaji dan penghasilan

lainnya, melangsungkan

perkawinan, dan mendapatkan

kenaikan pangkat menjadi Pratu.

Apa tidak bisa dikatakan sebagai

tindak pidana berlanjut dalam

penggunaan surat palsu tersebut?

Bila disidangkan di peradilan

umum, apakah berwenang karena

status Terdakwa adalah militer

aktif?

Page 65: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 27

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

8. Terdakwa selaku Kapuskopad

Kodam, didakwa melakukan tindak

pidana “korupsi” berdasarkan

undang-undang No. 3 Tahun 1971

(perbuatan dilakukan sebelum Tahun

1999) karena secara melawan hukum

Terdakwa telah memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu

badan. Perbuatan Terdakwa telah

merugikan asset Puskopad ;

Penyidik telah menyita asset harta

kekayaan Terdakwa, baik barang

bergerak berupa kendaraan roda 4

(empat) maupun barang tidak

bergerak berupa tanah yang

ternyata barang-barang tersebut

diperoleh terdakwa sebelum

menjabat Kapuskopad ;

Pengadilan tingkat pertama

(Dilmilti) memutuskan

menyatakan Terdakwa terbukti

secara sah dan meyakinkan

bersalah, dan menjatuhkan

pidana penjara serta

menyatakan pula barang bukti

baik kendaraan maupun barang

tidak bergerak berupa tanah

tersebut dirampas untuk negara

cq. Puskopad Kodam yang

bersangkutan dengan

pertimbangan hukum penjatuhan

pidana tambahan tersebut

didasarkan pada harga lawan ;

Pengadilan tingkat banding

(Dilmiltama) atas permohonan

banding Terdakwa, telah

menguatkan putusan pengadilan

tingkat pertama, selanjutnya

dalam tingkat kasasi Majelis

Hakim Kasasi menolak

Bahwa oleh karena barang-barang

terdakwa tersebut diperoleh sebelum

menjabat Kapuskopad dan bukan

merupakan hasil kejahatan, maka

barang-barang tersebut tidak dapat

dirampas untuk Negara dan harus

dikembalikan kepada Terdakwa;

(Tetapi kalau berdasarkan UU No.31

Tahun 1999 jo No.20 Tahun 2001

barang-barang milik terdakwa dapat

disita untuk kemudian dilelang sebagai

pemenuhan pembayaran uang

pengganti atas kerugian Negara yang

ditimbulkan akibat perbuatan

terdakwa)

Page 66: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 28

NO PERMASALAHAN

HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

permohonan kasasi yang

diajukan Terdakwa ;

Persoalan :

Apa dibenarkan putusan

pengadilan yang menjatuhkan

putusan dengan amar “barang

bukti dirampas untuk negara cq.

Puskopad Kodam” ?

9. Perkawinan siri yang dilakukan oleh

seorang prajurit menurut agamanya,

akan tetapi tanpa ijin dari atasan

langsung, apakah dapat diketegorikan

sebagai perkawinan yang sah, dan

dapat menghalangi perkawinan

berikutnya (Melanggar Pasal 279

KUHP)?

Perkawinan seorang prajurit yang

dilakukan menurut agamanya tanpa

ijin atasan langsung, adalah tidak

memenuhi syarat formil yang

ditentukan dalam kemiliteran (tidak

sah secara hukum administrasi di

kemiliteran). Sehingga apabila prajurit

tersebut melangsungkan perkawinan

kedua menurut agama dan atas ijin

dari atasan langsung, perkawinan

terdahulu yang tanpa ijin dari atasan

langsung tersebut bukan merupakan

hal yang dapat menghalanginya.

Namun demikian prajurit tersebut,

dapat saja dinyatakan bersalah atas

keterangan palsu atau menerangkan

keadaan yang tidak sebenarnya. (

dengan catatan apabila didakwakan).

Page 67: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 29

DAFTAR PESERTA RAPAT KAMAR MILITER

Page 68: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 30

RUMUSAN HASIL RAPAT PLENO KAMAR TATA USAHA NEGARA

Rapat Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI yang diselenggarakan pada tanggal 19 s.d 20 Desember 2013 di Pusdiklat Mahkamah Agung RI, diikuti para Hakim Agung dan Panitera Pengganti Kamar Tata Usaha Negara, telah menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

A. BIDANG TEKNIS

1.

Dalam beberapa Perkara KIP oleh Judex

Facti sama sekali tidak dipertimbangkan

tentang kepentingan yang berimplikasi

pada legal standing Penggugat.

Apakah hal tersebut dapat dibenarkan

apabila ditinjau dari sudut pandang asas

no interest no action yang dianut dalam

Pasal 53 (1) UU Peradilan TUN dan Pasal

36 Peraturan Komisi Informasi No. 1

Tahun 2013.

Dalam perkara KIP unsur adanya

kepentingan merupakan faktor yang

harus dipertimbangkan. Walaupun

dalam UU KIP siapa saja dapat

mengajukan tuntutan untuk

mendapatkan informasi, namun

dalam pemeriksaan sengketa KIP

harus dipertimbangkan tentang ada

tidaknya kepentingan yang

berimplikasi pada legal standing

Penggugat. Hal ini sejalan dengan

asas no interest no action dalam

hukum acara PERATUN

sebagaimana yang dianut dalam

Pasal 53 (1) UU Peradilan TUN dan

Pasal 36 Peraturan Komisi

Informasi No. 1 Tahun 2013.

2. Tentang Permohonan PK lebih dari 1 kali.

a. PK pertama: dengan alasan adanya

kekhilafan/kekeliruan yang nyata,

apakah dapat diajukan PK ke dua

dengan alasan diketemukan novum

atau adanya Putusan Pengadilan yang

saling bertentangan.

b. Apakah dapat diajukan PK lebih dari

satu kali, apabila diajukan oleh pihak

yang berbeda dan dengan waktu

pengajuan yang tidak sama.

a. Alasan kekhilafan berbeda

dengan alasan adanya novum

dalam pengajuan PK, sehingga

walaupun pemohonnya sama

namun apabila alasannya

berbeda, maka terhadap perkara

tersebut dapat diajukan PK

kembali.

b. PK tidak dapat diajukan dua kali

dengan alasan yang sama

walaupun orangnya berbeda,

seperti yang pertama diajukan

oleh Tergugat, kemudian yang

kedua oleh Tergugat II Intervensi

Page 69: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 31

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

dan seterusnya.

3. Tentang Putusan MA yang inkonsistensi

dalam perkara HUM.

Hasil Rapat Pleno Kamar TUN

sebelumnya tanggal 11-13 April 2012 telah

merumuskan bahwa Perma Nomor 01

Tahun 2011 tidak berlaku surut. Oleh

karenanya pengajuan HUM terhadap

peraturan perundang-undangan di bawah

undang-undang yang diterbitkan dan

pernah diajukan sebelum dikeluarkan

Perma tersebut (Perma Nomor 01 Tahun

2011) diberlakukan Perma Nomor 01

Tahun 2004. Sedangkan peraturan

perundang-undangan di bawah undang-

undang yang diterbitkan sebelum

dikeluarkan Perma tersebut (Perma Nomor

01 Tahun 2011) dan belum pernah

diajukan HUM diberlakukan Perma Nomor

01 Tahun 2011;

Namun inconcreto terdapat penerapan

hukum yang berbeda, khususnya terhadap

peraturan perundang-undangan yang

diterbitkan sebelum Perma No. 1 Tahun

2004, ada yang menerapkan aturan

tenggang waktu sebagaimana diatur dalam

Perma No. 1 Tahun 2004 dan ada yang

menerapkan Perma No. 1 Tahun 2011

yang tidak mengenal tenggang waktu;

Pengajuan HUM terhadap

Peraturan perundang-undangan

pada prinsipnya tidak ada batas

waktu, namun harus menggunakan

tolok ukur yang jelas (ada

pembatasan), yaitu tidak boleh

melanggar asas retroaktif dan nebis

in idem.

Oleh karenanya penerapan Perma

Nomor 01 Tahun 2011 tentang HUM

tidak boleh berlaku surut, sehingga

terhadap peraturan perundang-

undangan yang terbit sebelum

Perma Nomor 01 Tahun 2011, dan

belum pernah diajukan berlaku

Perma Nomor 01 Tahun 2004.

4. Jangan terlalu mudah menyimpulkan

sengketa TUN sebagai sengketa Perdata.

Dalam praktek beracara di PTUN,

manakala pihak Tergugat mengajukan

eksepsi bahwa sengketa tersebut sebagai

sengketa perdata, maka Hakim TUN

secara serta merta menyatakan gugatan

Dalam sengketa TUN tidak ada

proses contradiktoir, sehingga

kalau sudah kelihatan tanda-tanda

ada sengketa keperdataan tidak

perlu dilakukan pengujian secara

keseluruhan tentang kewenangan,

prosedur dan substansi suatu

Page 70: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 32

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

tersebut N.O. padahal untuk sampai

kepada kesimpulan bahwa sengketa

tersebut sebagai sengketa perdata harus

melalui tahap pengujian yuridis sebagai

berikut:

Hakim TUN dalam menguji keabsahan

KTUN objek sengketa melalui beberapa

aspek yaitu:

a. Aspek kewenangan Pejabat TUN

tersebut;

b. Aspek prosedural penerbitan KTUN

tersebut;

c. Aspek material substansial pendukung

terbitnya KTUN objek sengketa.

Ketiga aspek tersebut diuji secara tertib

dan berurutan dari Nomor 1 sampai

dengan 3.

Hakim TUN akan menyimpulkan bahwa

sengketa TUN tersebut sebagai sengketa

Perdata, manakala semua aspek tersebut

telah lolos dan tidak mengandung cacat

yuridis. Hanya tinggal satu-satunya “aspek

substansi hak dari objek yang di atasnya

diterbitkan KTUN objek sengketa” yang

belum terjawab.

Tanpa menguji substansi “Hak” tersebut,

maka Hakim TUN belum dapat

menentukan keabsahan KTUN objek

sengketa.

Hal ini perlu ditegaskan semata-mata

untuk menghormati berlakunya “asas Prae

Sumtio Iustae Causa”.

Dan wewenang untuk menguji substansi

“Hak” adalah kewenangan absolut Hakim

Perdata, sehingga gugatan harus

dinyatakan tidak dapat diterima alias N.O.

keputusan TUN.

5. Belum dibedakan secara tegas antara

peraturan perundang-undangan dengan

peraturan kebijakan (beleidsregel) dalam

pengujian perkara HUM. Padahal, baik

secara yuridis maupun secara akademis

(arus besar pemikiran hukum) terdapat

pembedaan yang tegas antara kedua hal

Objek hak uji materiil adalah

peraturan perundang-undangan di

bawah undang-undang. Peraturan

kebijakan (beleidsregel) tidak dapat

diuji oleh hakim.

Page 71: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 33

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

tersebut. Pembedaan ini penting

berkenaan dengan objek HUM yang

menjadi kompetensi Mahkamah Agung

[Pasal 24A Ayat (1) UUD Negara RI Tahun

1945, Pasal 31 Undang-Undang No. 3

Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua

atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung, Pasal 20 Ayat

(2) Huruf b Undang-Undang No. 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman].

6. Pasal 37 UU No. 14 Th. 1985 Tentang

Mahkamah Agung berbunyi :

“Mahkamah Agung dapat memberikan

pertimbangan-pertimbangan dalam bidang

hukum baik diminta maupun tidak kepada

Lembaga Tinggi Negara yang lain”.

Pasal 22 UU No. 48 Th. 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman berbunyi :

(1) Mahkamah Agung dapat memberi

keterangan pertimbangan dan nasihat

masalah hukum kepada lembaga

negara dan lembaga pemerintahan.

(2) Ketentuan mengenai pemberian

keterangan, pertimbangan dan nasihat

masalah hukum kepada lembaga

negara dan lembaga pemerintahan

diatur dalam undang-undang.

Lampiran I Surat Keputusan Ketua

Mahkamah Agung RI No. :

142/KMA/SK/IX/2011 Tentang Pedoman

Penerapan Sistem Kamar Di Mahkamah

Agung, pada angka II ayat (3) berbunyi :

“Perkara permohonan grasi, permohonan

fatwa, hak uji materiil, dan sengketa

kewenangan antar lingkungan peradilan

diperiksa dan diputus dengan mekanisme

khusus di luar kamar, dengan Majelis

Hakim yang terdiri atas Hakim-Hakim

Agung dari beberapa kamar sekaligus”.

Permasalahannya :

Undang-undang yang mengatur mengenai

pemberian keterangan, pertimbangan dan

nasihat masalah hukum kepada lembaga

Fatwa yang dimintakan oleh

lembaga negara menjadi

kewenangan Ketua Mahkamah

Agung, sedangkan fatwa yang

dimintakan oleh selain lembaga

negara menjadi kewenangan Ketua

Kamar.

Page 72: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 34

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

negara dan lembaga pemerintahan

sebagaimana dimaksud Pasal 22 UU No.

48 Th. 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman belum ada. Oleh karena itu

dalam rangka mewujudkan pelaksanaan

Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung

RI No. : 142/KMA/SK/IX/2011 Tentang

Pedoman Penerapan Sistem Kamar Di

Mahkamah Agung khususnya terhadap

angka II ayat (3) tersebut, maka

permasalahannya adalah : Apakah

mekanisme penyelesaian permohonan

fatwa sebagaimana diatur dalam Lampiran

I Surat Keputusan Ketua Mahkamah

Agung RI No. : 142/KMA/SK/IX/2011

Tentang Pedoman Penerapan Sistem

Kamar Di Mahkamah Agung, pada angka

II ayat (3) tersebut saat ini sudah dapat

diterapkan?

B. BIDANG ADMINISTRASI

1. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua

Mahkamah Agung Nomor :

138/KMA/SK/IX/2009 tanggal 11

September 2009 telah diatur bahwa

tenggang waktu proses penelaahan adalah

2 (dua) minggu, namun ternyata masih

ditemukan adanya berkas di Penelaah

sampai 2 (dua) bulan lamanya. Apa yang

menjadi penyebab lamanya berkas di

penelaah?

Lamanya proses telaah disebabkan

oleh karena adanya perkara-perkara

pajak yang belum menyertakan soft

copy dalam berkas. Sehingga

Pratalak harus meminta kepada

pengadilan pengaju untuk

mengirimkan soft copy.

Ke depan perlu ditempuh

pendekatan persuasif dengan

menyurat kepada panitera

pengadilan pajak untuk meminta

soft copy dengan ditembuskan

kepada Inspektur Jenderal

Departemen Keuangan.

Apabila pendekatan persuasif

tersebut tidak direspon, maka

ditempuh sikap yang tegas, yaitu

bahwa berkas yang dikirim ke

Mahkamah Agung untuk

dimohomkan PK harus lengkap.

Apabila berkas tidak lengkap dan

tetap dikirimkan ke Mahkamah

Agung, maka akan dikembalikan

Page 73: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 35

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

kepada pengadilan pengaju.

2. Tentang Akta Permohonan PK Perkara

Pajak tidak ditandatangani Pemohon PK.

Apakah Permohonan PK secara formal

dapat diterima, apabila Akta Permohonan

PK tidak ditandatangani oleh Pemohon

PK;

Pada prinsipnya permohonan PK

harus ditandatangani oleh Pemohon

PK. Namun, apabila Pemohon

secara sah sudah menyatakan

untuk mengajukan permohonan PK

secara tertulis, maka permohonan

PK dapat diterima.

3. Tentang Perkara HUM : Undang-Undang

sebagai dasar pengujiannya sedang diuji

di MK

a. Apakah tidak sebaiknya pendaftaran

HUM di MA ditangguhkan dulu (non

register) agar tidak menjadi tunggakan

perkara;

b. Apakah tidak sebaiknya diatur dalam

Perma agar Pemohon HUM

melampirkan surat keterangan dari MK

yang menerangkan tentang status

Perkara di MK sudah diputus/atau

belum, serta ada atau tidak adanya

perkara di MK terhadap undang-

undang yang menjadi dasar pengujian

HUM.

Mahkamah Agung sudah

mempunyai MoU dengan MK.

Setiap pengujian UU terhadap UUD

Negara RI Tahun 1945 oleh MK

diberitahukan kepada MA.

Disamping itu, bagian Pratalak

secara berkala mengecek melalui

situs MK adanya pengujian UU

terhadap UUD Negara RI Tahun

1945.

4. Tentang Format AB

Agar diteliti aturan dasar dari peraturan

perundang-undangan tentang tenggang

waktu pengajuan kasasi, seperti dalam

sengketa TUN Pemilu, sengketa informasi

serta terkait Undang-Undang No. 2 Tahun

2012, termasuk keterangan tentang objek

Permohonan HUM apakah pernah

diajukan atau belum

Format AB disesuaikan dengan

template putusan yang dipedomani

di Kamar TUN.

5. Perlu sosialisasi perubahan paradigma

beracara di Peradilan Tata Usaha Negara

sehubungan dengan lahirnya:

a. UU No. 8 Tahun 2012 tentang

Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,

dan DPRD Kabupatan / Kota.

PERMA No. 6 Tahun 2012 tentang

Tatacara Penyelesaian Sengketa TUN

Pemilu.

b. UU No. 14 Tahun 2008 tentang

Sosialisasi peraturan perundang-

undangan baru yang terkait dengan

hukum acara PTUN terkendala

pada pembiayaan. Upaya yang

telah dan akan dilakukan adalah

pendanaan melalui lembaga donor,

seperti halnya Pemerintah Amerika

(USAID) telah menawarkan untuk

membantu pembiayaan kegiatan

tersebut.

Page 74: RUMUSAN HUKUM

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2013 | 36

NO PERMASALAHAN HASIL RUMUSAN HUKUM PLENO

KAMAR

Keterbukaan Informasi Publik.

PERMA No. 2 Tahun 2011 tentang

Tatacara Penyelesaian Sengketa

Informasi Publik di Pengadilan

c. UU No. 2 Tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah bagi Pembangunan

untuk Kepentingan Umum.

Dalam UU tersebut pasal 23 Ayat(1),

(3) dan( 4) pada pokoknya

menyebutkan:

1) Pihak yang keberatan dapat

menggugat ke PTUN dalam

tenggang waktu 30 hari kerja sejak

dikeluarkannya penetapan lokasi;

3) Pihak yang keberatan terhadap

putusan PTUN dapat mengajukan

kasasi ke Mahkamah Agung;

Mahkamah Agung wajib memutus

paling lama 30 hari kerja sejak

permohonan kasasi diterima.

6. Belum ada SOP yang ajeg untuk

mendukung model baru penyelesaian

perkara di kamar TUN. Akibatnya tidak

sedikit berkas perkara yang mandeg

setelah diketik dan dikoreksi oleh PP.

Kamar TUN telah merumuskan

Standar Operasional Prosedur

(SOP) penyelesaian perkara.

PESERTA RAPAT KAMAR TATA USAHA NEGARA