RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI …

12
1 Universitas Indonesia RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA DAN PEMANFAATANNYA Dr. Wiwin Djuwita Sudjana Ramelan, M.Si. dan Yoka Febriola S.Hum. Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia [email protected], [email protected] Abstrak Rumah Tuo Kampai Nan Panjang merupakan rumah tradisional Suku Minangkabau yang menunjukkan tingkat kemahiran manusia masa lampau dalam seni bangunan. Rumah yang didirikan pada abad ke-16 ini masih menunjukkan keaslian dan berdiri kokoh hingga saat ini. Nilai-nilai penting yang dimiliki berupa nilai-nilai budaya yang tercermin dalam simbol-simbol menjadikan rumah ini layak menjadi cagar budaya tingkat provinsi. Kata Kunci: Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, Minangkabau, nilai-nilai budaya, cagar budaya. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang: Study of Cultural Values and its Utilization Abstract Rumah Tuo Kampai Nan Panjang is a traditional house of Minangkabau tribe thatshowed the building art skill level of people from the past. The housewas established in 16 th century and still shown its purity, stood firm until now. The important values from this house was culture values that reflected in symbols, making this house worth to be a cultural heritage in the provincial level. Keyword: Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, Minangkabau, Cultural values, cultural heritage. Pendahuluan Di Minangkabau dikenal bentuk bangunan tradisional yaitu rumah gadang, yang merupakan hasil karya nenek moyang, dibangun sesuai tradisi yang bersifat turun-temurun dalam bentuk fisik bangunan, fungsi atau kegunaan serta konstruksi dalam pengolahan dan pemakaian bahan dan menjadi gambaran manusia masa lampau dalam memenuhi kebutuhan primer (Mutia, 2001: 18). Rumah gadang dapat dianggap sebagai cagar budaya karena merepresentasikan ide-ide, nilai-nilai, dan kreativitas nenek moyang. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang sebagai salah satu rumah gadang yang masih memperlihatkan keasliannya yang dibangun pada awal abad 16, dari sudut pandang signifikansi budaya, bangunan ini memiliki nilai penting dalam kajian sejarah, kebudayaan, dan bidang ilmu lainnya (Izati, 2002: 12). Rumah Tuo Kampai Nan Panjang menjadi perwakilan tipe rumah khas daerah Tanah Datar, yaitu tipe gajah maharam. Selain itu, Rumah Tuo Kampai Nan Panjang memiliki Keunikan dari bentuk pintu kamar yang oval, yang hanya ditemukan di Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013

Transcript of RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI …

Page 1: RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI …

1

Universitas Indonesia

RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI

BUDAYA DAN PEMANFAATANNYA

Dr. Wiwin Djuwita Sudjana Ramelan, M.Si. dan Yoka Febriola S.Hum.

Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

[email protected], [email protected]

Abstrak

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang merupakan rumah tradisional Suku Minangkabau yang menunjukkan tingkat

kemahiran manusia masa lampau dalam seni bangunan. Rumah yang didirikan pada abad ke-16 ini masih

menunjukkan keaslian dan berdiri kokoh hingga saat ini. Nilai-nilai penting yang dimiliki berupa nilai-nilai budaya

yang tercermin dalam simbol-simbol menjadikan rumah ini layak menjadi cagar budaya tingkat provinsi.

Kata Kunci: Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, Minangkabau, nilai-nilai budaya, cagar budaya.

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang: Study of Cultural Values and its Utilization

Abstract

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang is a traditional house of Minangkabau tribe thatshowed the building art skill level

of people from the past. The housewas established in 16th century and still shown its purity, stood firm until now.

The important values from this house was culture values that reflected in symbols, making this house worth to be a

cultural heritage in the provincial level.

Keyword: Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, Minangkabau, Cultural values, cultural heritage.

Pendahuluan

Di Minangkabau dikenal bentuk bangunan tradisional

yaitu rumah gadang, yang merupakan hasil karya

nenek moyang, dibangun sesuai tradisi yang bersifat

turun-temurun dalam bentuk fisik bangunan, fungsi

atau kegunaan serta konstruksi dalam pengolahan dan

pemakaian bahan dan menjadi gambaran manusia

masa lampau dalam memenuhi kebutuhan primer

(Mutia, 2001: 18).

Rumah gadang dapat dianggap sebagai cagar budaya

karena merepresentasikan ide-ide, nilai-nilai, dan

kreativitas nenek moyang. Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang sebagai salah satu rumah gadang yang masih

memperlihatkan keasliannya yang dibangun pada

awal abad 16, dari sudut pandang signifikansi

budaya, bangunan ini memiliki nilai penting dalam

kajian sejarah, kebudayaan, dan bidang ilmu lainnya

(Izati, 2002: 12).

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang menjadi

perwakilan tipe rumah khas daerah Tanah Datar,

yaitu tipe gajah maharam. Selain itu, Rumah Tuo

Kampai Nan Panjang memiliki Keunikan dari bentuk

pintu kamar yang oval, yang hanya ditemukan di

Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013

Page 2: RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI …

2

Universitas Indonesia

satu-satunya rumah gadang di Sumatera Barat

sehingga menjadi salah satu alasan pemilihan topik

ini. Adanya nilai-nilai penting, perwakilan tipe rumah

gadang, dan keunikan pada bagian rumah, menjadi

alasan-alasan penting dilakukannya kajian terhadap

bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang.

Nilai-nilai penting yang dimiliki oleh bangunan

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang harus dilestarikan

karena nilai-nilai tersebut merupakan data arkeologi

yang dapat terus dimanfaatkan. Nilai-nilai penting

tersebut berupa nilai-nilai budaya yang tercermin

dalam simbol-simbol tertentu, seperti simbol

keyakinan, simbol teknologi lokal, simbol sosial,

maupun simbol filosofis. Menurut Dradjat (1995),

data arkeologi dikenal juga sebagai sumber daya

budaya mati karena sifatnya yang terbatas, tidak

dapat diperbaharui, tidak dapat dipindahkan, dan

mudah rapuh.

Keterbatasan data arkeologi menjadikan pelestarian

sebagai upaya mutlak untuk mempertahankan

keberadaannya dan pelestarian diatur secara legal

dalam undang-undang mengenai cagar budaya.

Menurut Price (1990) dalam Sulistyanto (2006),

upaya pelestarian cagar budaya pada dasarnya

merupakan cara untuk merepresentasi karya leluhur

masa lampau agar masyarakat sekarang dapat

memanfaatkannya Pemanfaatan tersebut hendaknya

memiliki daya guna bagi masyarakat karena dinilai

sebagai usaha untuk dapat memberikan perhatian

secara berkesinambungan terhadap keberadaan benda

tersebut.

Metode Penelitian

Penelitian mengenai kajian pemanfaatan Bangunan

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang menggunakan

tahapan yang dapat diterapkan dalam jenis penelitian

manajemen sumber daya budaya yang dalam hal ini

terkait dengan pemanfaatan cagar budaya. Menurut

Fagan (2006: 121-127), tahapan tersebut adalah:

1. Rancangan penelitian;

2. Persiapan dana penelitian dan perlengkapan lain

yang menunjang penelitian; baik berupa peralatan

maupun literatur;

3. Pengumpulan data;

4. Analisis;

5. Penafsiran dan penyimpulan data, serta publikasi.

Seluruh tahap penelitian ini digunakan dalam proses

penelitian, namun dalam ada beberapa tahapan yang

menjadi fokus penelitian, yaitu pengumpulan data,

analisis, penyimpulan, serta publikasi dalam bentuk

artikel ilmiah.

Pada tahap pengumpulan data, digunakan data

laporan dan artikel mengenai nilai-nilai cagar budaya

dan kegiatan pemanfaatan yang dilakukan pada

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang yang dibuat oleh

pengelola atau pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya

setempat. Pengumpulan data dilakukan melalui studi

kepustakaan berupa pengumpulan sumber-sumber

pustaka yang berhubungan dengan kebudayaan

Minangkabau, khususnya konsep bangunan, fungsi

rumah gadang, serta upaya pelestarian rumah

gadang. Dalam studi lapangan dilakukan deskripsi

mengenai bangunan, menyangkut bagian-bagian

bangunan, dan nilai-nilai cagar budaya pada

bangunan. Lalu diamati juga lingkungan dan

bangunan-bangunan rumah gadang lainnya untuk

dilihat sebagai pengayaan data tentang rumah

tradisional setempat. Pada studi lapangan, dilakukan

pengambilan dan pengumpulan foto-foto bangunan

dan lokasi sekitar bangunan serta pengumpulan peta

objek penelitian dan denah bangunan. Oleh karena

minimnya data mengenai sejarah bangunan,

dilakukan wawancara untuk mendapatkan keterangan

lisan dari narasumber.

Tahap kedua adalah pengolahan data berupa analisis.

kontekstual dan analisis khusus. Analisis khusus

merupakan analisis yang menitikberatkan pada ciri-

ciri fisik artefak, sedangkan analisis kontekstual

menitikberatkan pada hubungan antar data arkeologi

(Sukendar, dkk, 1999: 39-40). Dalam analisis khusus

dilakukan pengamatan berdasarkan jenis-jenis atribut

yang ada pada bangunan Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang, yaitu: atribut bentuk yang diamati adalah

bagian-bagian atau komponen bangunan, komponen

tersebut dideskripsikan dari bagian kaki, tubuh, dan

atap. Pada analisis atribut teknologi, diamati bahan

yang digunakan dalam pembuatan bangunan. Rumah

Tradisional pada umumnya dibuat dengan

menggunakan kayu, begitu juga dengan Rumah Tuo

Kampai Nan Panjang. Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang secara umum menggunakan bahan dasar

kayu dari pohon yang sudah tua. Analisis gaya

dilakukan dengan mengamati berbagai macam ragam

hias pada bangunan,untuk melihat pengaruh-

pengaruh arsitektur asing. Pada Rumah Tuo Kampai

Nan Panjang, secara umum ragam hiasnya

merupakan ukiran lokal hasil kebudayaan

Minangkabau.

Selain analisis khusus, pada tahap ini juga dilakukan

analisis kontekstual. Satuan pengamatan adalah

lingkungan fisik di sekitar bangunan, hal ini untuk

mengetahui nilai-nilai budaya, dan kegiatan-kegiatan

Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013

Page 3: RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI …

3

Universitas Indonesia

pemanfaatan pada bangunan. Analisis konstektual

menjadi dasar untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan

pemanfaatan yang telah dilakukan oleh masyarakat.

Pada tahap penyimpulan data, data yang telah diolah

dibandingkan dengan keadaan atau kondisi yang

ideal menurut literatur. Pemaparan keadaan ideal

menurut literatur yang sesuai dengan kondisi

Bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang,

dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai

nilai-nilai cagar budaya bangunan, fungsi bangunan,

dan kesimpulan mengenai upaya pemanfaatan cagar

budaya yang sejalan dengan upaya pelestariannya.

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang merupakan salah

satu rumah tertua di Minangkabau yang dibangun

sekitar abad ke-16. Rumah ini merupakan Kampai.

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang merupakan rumah

adat tradisional yang telah diwariskan secara turun-

temurun pada lima generasi suku Kampai. Rumah

Tuo Rumah Tuo Kampai Nan Panjang merupakan

rumah kaum yaitu tempat berkumpulnya suatu kaum

untuk melakukan berbagai aktivitas (Izati, 2002: 44).

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dengan ukurannya

yang luas memberikan indikasi, bahwa rumah ini

juga memiliki fungsi adat, yaitu sebagai tempat

berlangsungnya berbagai peristiwa adat dan tempat

untuk menjamu masyarakat kaum lainnya. Pengaruh

sistem kekerabatan dalam konsep hunian masyarakat

Minangkabau juga terlihat pada fungsi Rumah Tuo

Kampai Nan Panjang.

Nilai-Nilai Budaya Rumah Tuo Kampai

Nan Panjang.

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang masih

memperlihatkan keasliannya hingga saat ini padahal

rumah gadang lain di Nagari Balimbing yang

dibangun pada masa hampir bersamaan, sudah

banyak yang rusak. Bangunan ini pada awalnya

difungsikan sebagai tempat melangsungkan aktivitas

sehari-hari dan sebagai pusat kegiatan adat.

Dahulunya rumah ini dipakai sebagai tempat

musyawarah kaum adat. Adapun musyawarah yang

dilakukan di rumah gadang kaum terkait

permasalahan pengangkatan penghulu dan

penggadaian harta pusaka. Permasalahan

penggadaian harta pusaka dalam kehidupan

masyarakat kaum hanya dapat dilakukan pada tiga

perkara, yaitu ketika anak perempuan belum

bersuami, prosesi pemakaman anggota kaum, dan

rumah gadang sedang rusak. Selain itu, rumah

gadang berfungsi sebagai tempat melahirkan sosok

penghulu dan menjadi tempat proses pengangkatan

penghulu. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang pada

masa dahulunya ditempati oleh anggota kaum Suku

Kampai dan rumah ini sama dengan rumah gadang

lainnya yaitu sebagai tempat kedudukan kaum

perempuan. Sistem matrineal yang dianut di

Minangkabau menjadikan rumah ini sebagai pusat

kedudukan kaum wanita keturunan Suku Kampai,

namun bukan berarti kaum laki-laki tidak memiliki

akses terhadap rumah gadang. Kaum laki-laki yang

diwarisi sako (gelar), segala sesuatu mengenai proses

pewarisan dan pengangkatannya dilakukan di rumah

gadang.

arsitektur bangunan-bangunan masa kini. Tiap-tiap

elemen dan bagian dari bangunan tradisional

memiliki fungsi konstruksi dan fungsi simbolis. Ada

bagian-bagian yang memiliki makna dalam

kehidupan sosial budaya masyarakat. Rumah Tuo

Kampai Nan Panjang memiliki nilai-nilai budaya

yang mencerminkan aspek-aspek kehidupan

masyarakat nagari Balimbing. Adapun nilai-nilai

cagar budaya dapat di manfaatkan untuk kepentingan

agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan,

teknologi, kebudayaan, dan pariwisata. Nilai-nilai

tersebut tercermin pada bentuk bangunan, pola tata

ruang bangunan, dan komponen-komponen

bangunan.

Bentuk Rumah Gadang

Secara keseluruhan rumah gadang berbentuk perahu

meskipun kemudian ada tipe-tipe tertentu. Bentuk ini

sudah secara turun-temurun dihubungkan dengan

peristiwa kandasnya kapal Sri Maharajo Dirajo di

Minangkabau. Jika dikaitkan dengan kebudayaan,

bentuk perahu dapat dimaknai sebagai simbol

keyakinan, bahwasanya sebuah rumah tangga yang

akan mengarungi kehidupan dengan segala rintangan

dan halangan, sehingga biduk tersebut harus tangguh

dan kuat agar bertahan lama. Begitu juga dengan

Rumah Tuo Kampai, dengan konstruksinya masih

tetap kuat dan bertahan hingga saat ini.

Tata Ruang Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang.

Ruangan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dibagi

menjadi beberapa bagian berdasarkan kebutuhan

kaumnya. Penataan ruangan pada Rumah Tuo

Kampai Nan Panjang terdiri atas penempatan ruang

utama, kamar, dapur, dan tempat aluang. Penataan

ruang masih sangat sederhana, dan disesuaikan

dengan fungsinya sebagai rumah kaum. Ruang dalam

Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013

Page 4: RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI …

4

Universitas Indonesia

bangunan ini terdiri dari: Ruang utama merupakan

ruang lepas berbentuk persegi panjang yang dibatasi

oleh deretan-deretan tiang, dan menjadi pusat

berbagai aktivitas kaum.

Ruang Utama Rumah Tuo Kampai Nan Panjang

(Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)

Kamar terletak pada bagian belakang ruangan utama,

yaitu pada lantai yang ditinggikan. Kamar berjumlah

tujuh buah yang dibatasi masing-masing oleh tiang.

Dinding kamar bagian dalam terbuat dari papan,

sedangkan bagian luar terbuat dari tadie. Pintu kamar

menghadap ke ruang utama dan berbentuk oval. Pada

bagian depan pintu kamar terdapat hiasan geometris,

hiasan berupa garis-garis sejajar. Pada bagian depan

pintu kamar, terdapat hiasan menyerupai belah

ketupat dengan beberapa tingkatan yang bagian

tengahnya terdapat besi kecil. Kamar merupakan

simbol bagi wanita di Minangkabau, pembagian

kamar berdasarkan usia menunjukkan nilai sosial dari

sebuah kamar di rumah gadang. Bentuk pintu kamar

yang has hanya ditemukan di Rumah Tuo Kampai,

yaitu bentuk pintu oval. Bentuk pintu seperti ini

merupakan perwujudan nilai-nilai kebudayaan, yaitu

simbol kehati-hatian bagi seorang wanita yang telah

menikah. Jika seorang wanita telah menikah, maka

ia harus selalu menjaga kehormatannya dan

keluarganya. Hanya bagian kamar yang menunjukkan

rumah sebagai pusat kedudukan wanita.

Deretan Kamar dan Pintu Kamar Berbentuk Oval

(Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)

Dapur merupakan tempat pemenuhan kebutuhan

sehari-hari suatu kaum. Penempatan dapur

menunjukkan nilai-nilai sosial, yaitu mekanisme

kontrol mamak terhadap perekonomian kaum dan

sebagai lambang kekeluargaan. Rumah Tuo Kampai.

Masyarakat Minangkabau pada masa dahulunya

menggunakan tungku untuk memasak.Tungku untuk

memasak pada bangunan Rumah Tuo Kampai terdiri

atas susunan tiga buah batu dengan jarak yang sama

pada masing-masingnya. Ketiga batu tersebut tidak

dapat dipisahkan, sehingga harus dipakai bersamaan.

Ini menunjukkan simbol sosial, yaitu nilai-nilai

kepemimpinan antara ninik mamak, cadiak pandai,

dan alim ulama, yang dikenal dengan istilah tungku

tigo sajarangan. Niniak mamak sebagai pemimpin

dalam urusan adat dan orang yang dituakan dalam

kaum. Alim ulama adalah pemimpin dalam urusan

agama dan memiliki ilmu agama yang luas dan iman

sebagai penerang kehidupan. Cadiak pandai adalah

pemimpin yang memiliki pengetahuan dan wawasan

yang luas, serta arif dan bijaksana. Ketiga unsur

kepemimpinan ini dilambangkan dari fungsi tungku

tersebut, jika ada satu yang kurang maka segala

sesuatunya tidak akan berjalan sesuai harapan

masyarakat.

Di Rumah Tuo Kampai Nan Panjang terdapat dua

buah aluang, yang terletak di sisi kanan dan sisi

kiri pintu masuk. Aluang merupakan sebuah kotak

berbentuk persegi panjang sebagai tempat

menyimpan benda-benda milik kaum, seperti

perhiasan, pakaian adat, dan benda-benda pusaka.

Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013

Page 5: RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI …

5

Universitas Indonesia

Aluang di Rumah Tuo Kampai

(Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)

Aktivitas masyarakat atau fungsi keseharian serta

fungsi adat pada Rumah Tuo Kampai Nan Panjang

dapat ditelusuri melalui tinggalan-tinggalan

materinya, berupa peralatan pendukung aktivitas

sehari-hari dan peralatan untuk upacara adat, di

antaranya ditemukan sisa-sia bangunan rangkiang,

lesung, wadah makanan dan gong. Gong dahulunya

difungsikan untuk sarana komunikasi dan sosial,

yaitu untuk memberitahukan masyarakat mengenai

suatu peristiwa yang terjadi yaitu berupa upacara-

upacara adat serta berita kematian.

Pada halaman depan Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang ditemukan pondasi sisa-sisa bangunan

rangkiang, yaitu sebagai tempat penyimpanan padi.

Bangunan rangkiang berbentuk bujur sangkar yang

diberi atap ijuk bergonjong. Bentuk rangkiang

menyerupai bangunan rumah gadang, dan tiang

penyangga sama tinggi dengan tiang rumah gadang.

Rangkiang memiliki pintu kecil dan tangga. Tangga

rangkiang bukan tangga permanen, sehingga dapat

dipindah-pindahkan. Rangkiang merupakan lambang

perekonomian kaum.

Selain rangkiang, pada halaman depan Rumah Tuo

Kampai Nan Panjang juga terdapat sebuah lesung

(lesung). Lesung merupakan sebuah batu yang

ditanam di dalam tanah dan bagian tengahnya

dilubangi. Lesung berfungsi untuk menumbuk padi.

Lesung dilengkapi dengan sebuah kayu bulat

berukuran besar dan panjangyang disebut alu. Lesung

dan alu yang terdapat di Minangkabau sama halnya

dengan lesung dan alu yang terdapat di wilayah

lainnya di Indonesia. Namun ada kekhasan dari

lesung di Minangkabau, yaitu bahan pembuat dan

tata cara penggunaannya. Lesung di Minangkabau

terbuat dari bahan dasar batu yang bagian tengahnya

dilubangi, sedangkan di wilayah Jawa terbuat dari

kayu. Di Minangkabau penggunaan lesung diletakkan

dengan ditanam di tanah, sedangkan di Jawa

langsung digunakan.

Komponen Bangunan Rumah Tuo

Kampai Nan Panjang

Komponen Rumah Tuo Kampai Nan Panjang pada

bagian kaki terdiri atas sandi, tiang, dan tangga.

Sandi merupakan batu kali berbentuk pipih yang

berfungsi sebagai pondasi bangunan rumah gadang.

Sandi menyiratkan nilai-nilai sosial, suatu

masyarakat akan selaras dan seimbang jika

pondasinya, berupa rasa saling menghormati dan

menghargai tercipta dengan baik.

Dalam kebudayaan Minangkabau, tiang dikenal

dengan nama tonggak. Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang memiliki empat puluh buang tonggak. Salah

satu keunikan dari tonggak-tonggak tersebut adalah

adanya penamaan tonggak tuo. Tonggak tuo

merupakan tonggak pertama yang didirikan dalam

pendirian rumah gadang yang dibuat dari kayu

pohon jua yang sudah tua dan berdaun lebat, hal ini

memiliki makna, bahwa dalam sebuah rumah gadang

harus ada yang dituakan sebagai tokoh panutan. Daun

yang lebat bermakna sebagai simbol kesuburan, agar

setiap kaum dapat berkembang dan jauh dari

kepunahan. Letak tonggak tuo yang berada di bagian

tengah mengandung makna atau pesan buat para

pemimpin agar tidak berat sebelah dan adil dalam

memutuskan berbagai perkara kaum. Tonggak tuo

pada Rumah Tuo Kampai Nan Panjang

menggambarkan sosok seorang pemimpinatau orang

yang dituakan. Tonggak-tonggak penyusun lainnya

diibaratkan sebagai anggota-anggota kaum.

Tangga terdapat pada bagian depan rumah gadang,

persis di depan pintu. Tangga dibuat dari bahan yang

mudah rusak sehingga diberi atap yang bagian

atasnya diberi gonjong. Tiang gonjong terbuat dari

empat buah kayu yang ditegakkan di atas sandi.

Tangga sebagai tempat untuk naik dan turun rumah

menyiratkan simbol budaya berupa mufakat, artinya

dalam menyelesaikan suatu perkara harus

diselesaikan dari bawah. Jumlah tangga Rumah Tuo

Kampai adalah ganjil, yaitu tujuh buah, menyiratkan

simbol agama dalam kehidupan, bahwasanya dalam

kehidupan ini tidak ada yang genap karena genap

sama dengan kesempurnaan, sedangkan ganjil

dimaknai sebagai sesuatu hal yang masih belum

cukup, dan belum lengkap dalam kehidupan ini.

Jumlah anak tangga tujuh buah dapat juga dimaknai

sebagai simbol keturunan Suku Kampai. Lebar

masing-masing anak tangga juga memberikan suatu

nilai sosial dalam masyarakat yaitu nilai kekerabatan.

Masing-masing anak tangga memiliki jarang yang

agak rapat, hal ini menggambarkankan dekatnya

hubungan persaudaraan antar kaum.

Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013

Page 6: RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI …

6

Universitas Indonesia

Komponen bagian tubuh bangunan terdiri atas pintu,

lantai dan bandua, jendela, dan dinding, Rumah Tuo

Kampai Nan Panjang hanya memiliki satu pintu di

bagian depan bangunan. Pintu berada di bagian

tengah dan menghadap ke arah utaradan hiasan

garis-garis miring seperti yang ditemukan pada

jendela. Garis miring tersebut miring ke bawah

mengikuti lebar daun.

Lantai pada rumah gadang merupakan pembatas

bagian bawah rumah dengan bagian atas bangunan.

Lantai bangunan Rumah Tuo Kampai Panjang

terbuat dari bambu yang dibentuk menjadi bagian-

bagian kecil yang kemudian disusun secara

memanjang. Pada tingkatan lantai pertama Rumah

Tuo Kampai Nan Panjang terdapat ruang lepas.

Lantai kedua ditinggikan sekitar 22cm dengan papan,

bagian yang ditinggikan tersebut dikenal dengan

istilah bandua. Bandua atau sitindiah pada bangunan

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang memiliki nilai

yang berbeda dengan bandua pada rumah gadang

Koto Piliang. Bandua atau sitindiah adalah bagian

yang ditinggikan dan merupakan batas antara ruang

utama dengan ruang pribadi. Hal ini memberikan

makna adanya bagian-bagian rumah yang tidak

semua orang dapat memasukinya.

Dinding bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang

terbuat dari bahan kayu dan bambu atau tadie. Pada

bagian depan rumah sampai bagian dalam rumah

dindingnya terbuat dari kayu. Bambu hanya terdapat

pada bagian kiri, dan kanan bangunan. Dari bawah

jendela sampai ke bagian bawah bangunan, papan

dipasang secara horisontal atau memanjang.

Kemudian pada bagian bawahnya dipasang secara

vertikal. Antara papan horisontal dan vertikal,

dipasang lagi papan secara horisontal dengan

kedudukan lebih tinggi, dalam istilah di

Minangkabau dikenal dengan nama bandua ayam.

Pemasangan bandua ayam merupakan salah satu

wujud estetika, yaitu agar dinding lebih rapat.

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang memiliki jendela-

jendela yang terletak pada bagian depan bangunan, di

antara tiang-tiang bangunan. Jendela berbentuk

persegi panjang dengan hiasan melengkung pada

bagian tengah. Jendela menggunakan daun jendela

ganda. Bagian atas penutup jendela memiliki bentuk

seperempat lingkaran, sehingga ketika jendela

ditutup, bagian yang melengkung akan semakin

terlihat dengan bentuk setengah lingkarannya. Pada

daun jendela terdapat hiasan-hiasan pola geometris,

yaitu garis-garis miring-miring, yang akan

membentuk segitiga ketika daun jendela ditutup.

Pada bagian bawah jendela terdapat hiasan kayu-

kayu yang dipasang secara vertikal menyerupai pagar

dan bagian atasnya ditutup dengan sepotong kayu

yang diletakkan secara horizontal.

Komponen bagian atas bangunan yaitu atap, yang

merupakan ciri sebuah rumah gadang. Atap

bergonjong menyerupai bentuk kepala kerbau dengan

jumlah gonjong bervariasi. Tanduk kerbau dalam

arsitektur Minangkabau dikaitkan dengan legenda

yang pernah berkembang di masyarakat

Minangkabau mengenai adu kerbau antara kerbau

orang Jawa dengan kerbau orang Minang.

Kemenangan kerbau orang Minang, menjadikan

tanduk kerbau sebagai nilai sakral bagi masyarakat

Minangkabau. Hal menyiratkan nilai identitas bagi

masyarakat Minangkabau.

Pada bagian sebelah barat dan sebelah timur atap

terdapat bidang-bidang segitiga yang bagian

bawahnya diisi dengan hiasan flora dan fauna, yang

merupakan nilai-nilai estetika dalam seni bangunan.

Ukiran tumbuhan terdapat pada bagian papan yang

lebar, yaitu ukiran pucuak rabuang (pucuk rebung).,

yang memiliki nilai filosofis kehidupan, bahwa hidup

seseorang harus berguna sepanjang waktu seperti

tanaman bambu. Dalam hal ini setiap kehidupan

dalam masyarakat harus bermanfaat sepanjang masa,

di masa muda hingga masa tua. Hal ini diibaratkan

layaknya tanaman bambu, ketika muda saat menjadi

rebung dapat untuk dimakan, dan saat tua ketika

menjadi bambu, dapat digunakan sebagai lantai

rumah atau bahan bangunan.

(a) (b)

(a) Ukiran Pucuk Rabuang Pada Sisi Atap

(Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)

(b) Motif Pucuk Rabuang

(sumber : studiozet.blogsot.com)

Pada papan-papan kecil yang dipasang di bawah atap

terdapat ukiran itiak pulang patang (itik pulang sore).

Ukiran ini ditemukan pada bagian depan, belakang,

dan bagian tepi pinggir atap paling bawah. Ukiran

itiak pulang patang banyak terdapat pada bagian

dinding dan les plang atap rumah gadang. Makna

filosofis yang terkandung dalam ukiran itiak pulang

patang mencerminkan pola kehidupan masyarakat

Minangkabau. Penggambaran itik dalam motif ukiran

Minangkabau didasarkan pada falsafah hidup orang

Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013

Page 7: RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI …

7

Universitas Indonesia

Minangkabau, "alam takambang jadi guru", dalam

hal ini, alam adalah panutan dan teladan kehidupan

bagi masyarakat Minangkabau.

Aspek kehidupan yang bersumber pada alam

dituangkan dalam berbagai bentuk ukiran, salah

satunya itiak pulang patang. Keunikan yang dapat

dilihat dari ukiran ini adalah pola bentuk motif

ukiran. Pola ukiran dimulai dari tengah dengan

bentuk dua ukiran yang bertolak belakang, satu ke

kiri dan satu lagi ke kanan. Hal ini dapat ditafsirkan

sebagai sifat orang Minang yang suka merantau dan

menyebar di seluruh pelosok negeri dalam mencapai

tujuan hidupnya. Garis pemisah yang terletak di

bagian tengah, merupakan lambang kampung

halaman sebagai pusat pertemuan kembali.

Dalam konteks budaya dan adat Minangkabau,

banyak makna filosofis dan sosial yang terkandung

dalam ukiran Itiak Pulang Patang. Menurut Syayid

Sandi Sukandi, dkk (2006), ukiran itik pulang patang

memiliki makna mengenai tata pergaulan dalam

kehidupan, tatanan sistem pemerintahan. Dalam

sistem pemerintahan, keteraturan barisan itik yang

pulang ke kandang di sore hari, memberikan

pelajaran bagi seorang pemimpin untuk menciptakan

keselarasan dan keharmonisan dalam tatanan

pemerintahannya. Itik memiliki sifat selalu mengikuti

itik yang berada di depannya, ini menjadi simbol, itik

pertama disimbolkan sebagai mamak dan itik ke dua

adalah kemenakan yang pada akhirnya akan menjadi

mamak bagi itik ke tiga dan demikian selanjutnya.

Antara mamak dan kemenakan terdapat hubungan

yang bersinergis, karena segala pemerintahan mamak

nantinya akan turun ke kemenakan.

(a) (b)

(a)Ukiran itiak pulang patang pada les plang atap

(Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)

(b) motif itiak pulang patang

(sumber : puakmelayu.blogspot.com)

Pada bidang segitiga di sebelah barat dan sebelah

timur sisi atap, terdapat ukiran saluak laka. Motif

ukiran ini menempel pada sisi dinding bagian atas.

Ukiran saluak laka merupakan simbol sosial

mengenai kekerabatan, bahwasanya dalam kehidupan

masyarakat, kekuatan akan terjalin dari kesatuan

yang saling terikat sehingga akan terwujud kekuatan

bersama dalam menghadapi bermacam masalah.

Berbagai permasalahan dalam kaum selalu

diselesaikan dengan musyawarah sehingga serumit

apapun permasalahannya harus dicari jalan keluarnya

agar masalahnya tidak berbelit-belit dan cepat selesai.

(a) (b)

(a) Ukiran saluak laka pada bidang segitiga

(Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)

(b) motif saluak laka

(sumber:www.palantaminag.wordpress.com)

Pada bagian puncak atap rumah gadang terdapat

hiasan yang disebut gonjong. Gonjong utama Rumah

Tuo Kampai Nan Panjang berjumlah empat buah dan

satu gonjong tambahan untuk atap penutup tangga

Letak gonjong bertingkat sesuai dengan makna yang

terkandung di dalamnya. Hiasan gonjong bagian atas

berupa bunga di atas bulan, pada tingkat kedua

terdapat hiasan motif daun. Tingkatan paling atas dan

tingkat kedua dihubungkan dengan bulatan yang

makin keatas semakin mengecil. Pada gonjong

tingkat ketiga terdapat hiasan bergambarkan payung.

Gonjong tingkat ketiga dan keempat dihubungkan

dengan bulatan yang lebih besar. Gonjong tingkat

lima atau gonjong paling bawah terdapat bulatan

besar yang berfungsi untuk membalut ijuk.

Setiap bentuk dan tingkatan gonjong memiliki

maknanya masing-masing. Gonjong puncak terdapat

gonjong berbentuk bulan sabit dan bintang, ini

merupakan simbol kekuasaan Tuhan. Gonjong bagian

kedua terdapat motif bunga, yang melambangkan

kepemimpinan pemerintahan Minangkabau. Bulatan-

bulatan pada tingkat ketiga sampai bagian gonjong

terbawah merupakan simbol sosial mengenai

kerapatan adat, kedudukan masyarakat, dan nagari.

Dalam hal ini terdapat nilai-nilai religi yaitu

bahwasanya antara adat dan agama harus seiring dan

tidak boleh bertentangan. Pemaparan mengenai

bentuk, tata ruang, dan komponen Rumah Tuo

Kampai Nan Panjang menunjukkan nilai-nilai

penting yang tekandung pada bangunan tersebut.

Nilai-nilai tersebut berupa nilai simbol keyakinan,

simbol teknologi lokal, simbol sosial, simbol

ekonomi, seni estetika, simbol identitas, dan nilai

filosofis.

Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013

Page 8: RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI …

8

Universitas Indonesia

Pemanfaatan Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang.

Dalam penjabaran mengenai fungsi Rumah Tuo

Kampai Nan Panjang pada abad ke-16 sampai abad

20 awal, bangunan ini difungsikan sebagai tempat

melakukan aktivitas sehari-hari suatu kaum dan

sebagai tempat kegiatan adat. Namun, seiring

banyaknya pembangunan pada masa sekarang, fungsi

tersebut mulai berubah. Dahulunya segala aktivitas

kaum dilakukan secara bersama-sama di rumah

gadang. Pada masa sekarang, mereka cenderung

mengadakan aktivitas sehari-hari maupun aktivitas

adat di rumah sendiri. Pada pertengahan abad 20,

rumah gadang mulai ditinggalkan oleh kaum, rumah

gadang hanya menjadi simbol semata. Tidak ada lagi

aktivitas yang dilakukan di rumah gadang, bahkan

rumah gadang mulai mengalami kerusakan karena

tidak ada lagi yang merawat.

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dengan segala

kekunoan dan nilai-nilai pentingnya mulai dimakan

usia, kemudian pihak Badan Penelitian dan

Pelestarian Purbakala Sumbar dan Riau mengambil

alih perawatan rumah tersebut. Rumah Tuo Kampai

Nan Panjang terdaftar menjadi benda cagar budaya

tak bergerak dengan nomor inventaris 17/BCB-

TB/A/12/2012. Perawatan Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang sepenuhnya dilakukan di bawah naungan

BP3 Batusangkar dan beberapa keturunan Suku

Kampai. Kegiatan pemugaran terhadap Rumah Tuo

Kampai Nan Panjang mulai dilakukan sejak tahun

1992 (Laporan Badan Purbakala: 2002). Pemugaran

telah dilakukan sebanyak tiga kali sesuai dengan

kaidah-kaidah pelestarian cagar budaya.

Perbedaan kepentingan dari berbagai macam elemen

masyarakat akan menghasilkan berbagai kepentingan

dengan sudut pandang berbeda, seperti kepentingan

pendidikan, kepentingan ideologi, dan kepentingan

ekonomi (Haryono, 2005: 15). Peran masyarakat

sangat penting dalam menentukan jenis tindakan

yang dapat mempertahankan keberlangsungan cagar

budaya. Jika masyarakat memahami nilai-nilai yang

terkandung dalam cagar budaya, maka bentuk-bentuk

pemanfaatan dapat dilakukan sesuai dengan kaidah

pelestarian cagar budaya.

Kegiatan pemanfaatan cagar budaya dikelompokkan

dalam berbagai kategori menurut jenis-jenisnya.

Beberapa kegiatan yang sifatnya seremonial seperti

upacara kelahiran, pernikahan, dan pengangkatan

penghulu, menjadi salah satu fungsi yang masih

dapat dijumpai di Rumah Tuo Kampai Nan Panjang.

Kegiatan pemanfaatan dikelompokkan menjadi dua

kategori, yaitu pemanfaatan tetap dan pemanfaatan

temporer. Kegiatan tetap di Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang yaitu berupa jenis-jenis kegiatan yang

berlangsung setiap saat, sedangkan kegiatan

temporer, berupa jenis-jenis kegiatan yang

berlangsung di waktu-waktu tertentu saja, seperti

upacara-upacara adat.

Pemanfaatan tetap pada Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan

terhadap bangunan tersebut. Pemanfaatan dilakukan

dengan memberikan fungsi pada ruangan–ruangan

cagar budaya tersebut dengan fungsi baru pada

masa kini. Memberikan fungsi baru akan

menghasilkan perbedaan tata ruang dan pengaturan

fungsi ruang dari fungsi asli bangunan pada masa

lampau. Pemanfaatan tetap Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang yaitu sebagai museum kecil tempat

memamerkan benda-benda yang dulunya digunakan

dalam aktivitas sehari-hari dan aktivitas adat

masyarakat Suku Kampai. Bangunan rumah di

sebelah Rumah Tuo kampai Nan Panjang digunakan

sebagai kantor dan tempat tinggal penjaga cagar

budaya ini.

Koleksi yang dipamerkan di Rumah Tuo Kampai

(Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)

Pemanfaatan tetap Rumah Tuo Kampai Nan Panjang

sebagai fungsi keseharian sudah tidak memungkinkan

lagi karena bangunan semakin rapuh oleh faktor usia.

Kaum-kaum Suku Kampai sudah mendirikan

bangunan baru untuk mereka tempati, sehingga

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dimanfaatkan

sebagai objek wisata oleh pemilik dan dinas terkait.

Setiap harinya banyak pengunjung yang bertandang

untuk melihat-melihat bangunan dan untuk

mengetahui sejarahnya.

Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013

Page 9: RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI …

9

Universitas Indonesia

Foto 4.2. Pemanfaatan Wisata Sejarah

(Sumber: Foto milik Arisaskowigi, 2010)

Pada masa sekarang, rumah ini setiap malam

ditempati oleh seorang Bapak dan beberapa pemuda

nagari. Kadang-kadang mereka memanfaatkan waktu

malam untuk saling berbagi cerita dan nasehat-

nasehat hidup. Hampir tiap malam, para pemuda-

pemuda tersebut menjadikan Rumah Tuo Kampai

Nan Panjang sebagai tempat untuk berdiskusi

berbagai permasalahan kehidupan.

Selain kegiatan pemanfaatan yang bersifat tetap, di

Rumah Tuo kampai Nan Panjang terdapat juga

kegiatan yang bersifat temporer atau berkala.

Kegiatan pemanfaatan yang dilakukan untuk

menghidupkan kembali fungsi adat dan penambahan

jenis pemanfaatan, di antaranya;

Pesta pernikahan di Minangkabau dikenal dengan

nama baralek. Berbagai rangkaian kegiatan acara

dilaksanakan selama beberapa hari. Rumah Tuo

Kampai Nan Panjang kembali difungsikan sebagai

tempat melangsungkan kegiatan pernikahan.

Pernikahan yang berlangsung di Rumah Tuo Kampai

Nan Panjang adalah pernikahan keturunan Suku

Kampai. Namun mengingat kondisi bangunan yang

sudah semakin rapuh, Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang bukan menjadi tempat utama

berlangsungnya pesta perkawinan. Perkawinan

diselenggarakan di rumah utama yang ditempati

masyarakat.

Pesta perkawinan yang diselenggarakan di Rumah

Tuo Kampai Nan Panjang adalah pesta antar

keluarga, yaitu untuk menjamu para niniak mamak.

Adanya ketentuan adat yang mengatur, menyebabkan

pada masa-masa sekarang fungsi lama bangunan

kembali muncul. Setiap upacara adat, terutama

pernikahan dan batagak penghulu wajib dilaksanakan

di rumah gadang (Izati, 2002: 63). Jika masyarakat

suatu suku melangsungkan pesta pernikahan, segala

sesuatu yang mengatur acara tersebut dirumuskan

atau dilakukan pertemuan untuk merumuskan

berbagai kegiatan dan keperluan menyangkut acara.

Begitu juga halnya pada keturunan Suku Kampai,

ketika suatu pasangan telah selesai akad nikah di

masjid, mereka wajib memasuki rumah gadang,

karena jika tidak, secara adat pernikahan pasangan

tersebut belum sah.

Pelaminan Minangkabau di Rumah Tuo Kampai Nan Panjang

(Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)

Pemanfaatan dengan memberikan fungsi-fungsi baru

pada ruang juga ditemukan pada Rumah Tuo Kampai

Nan Panjang. Pada bagian ujung ruang dipasang

pelaminan Minangkabau. Pelaminan ini digunakan

sebagai tempat duduk pengantin ketika prosesi

upacara pernikahan di rumah ini. Selain sebagai

tempat duduk pengantin, pelaminan ini digunakan

sebagai objek fotografer, yaitu untuk berfoto dengan

menggunakan pakaian daerah Minangkabau.

Batagak penghulu merupakan upacara pengangkatan

panghulu atau pemimpin kaum di Minangkabau.

Peresmian pengangkatan panghulu dilaksanakan

dengan upacara adat. Upacara ini disebut malewakan

gala. Hari pertama adalah batagak gadang, yakni

upacara peresmian di rumah gadang yang dihadiri

para pemuka masyarakat. Penghulu yang baru

menyampaikan pidato, penghulu tertua memasangkan

deta dan menyisipkan sebilah keris tanda serah

terima jabatan. Akhirnya penghulu baru diambil

sumpahnya, dan ditutup dengan doa. Hari kedua

adalah hari perjamuan, dan penghulu baru diarak ke

rumah bakonya diringi bunyi-bunyian.

Upacara batagak penghulu, khususnya di Nagari

Balimbing, wajib dilaksanakan di rumah gadang.

Menurut masyarakat Balimbing, upacara

pengangkatan penghulu merupakan upacara adat

yang sangat penting, karena berkaitan dengan

pemerintahan dan perkembangan nagari di masa

berikutnya. Di Rumah Tuo Kampai Nan Panjang,

upacara batagak penghulu dilakukan dengan

kesepakatan warga kaum. Setiap rangkaian kegiatan

upacara, selalu dimulai dari rumah gadang.

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dimanfaatkan

sebagai ruang pertemuan komunitas Suku Kampai.

Ketika ada suatu hal terkait rumah dan suku ini, maka

Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013

Page 10: RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI …

10

Universitas Indonesia

dirumuskan di sini. Keturunan suku Kampai sudah

menyebar ke berbagai wilayah, sehingga untuk

menjaga keutuhan mereka membuat suatu komunitas.

Keberadaan komunitas Suku Kampai membuktikan

tingginya rasa cinta terhadap bangunan peninggalan

nenek moyang mereka. Melalui komunitas-komunitas

ini mereka mengembangkan dan memanfaatkan

warisan budayanya.

Kesenianadalah sarana hiburan masyarakat yang

dilakukan untuk mengiringi aktivas-aktivitas tertentu.

Di Minangkabau, kesenian seringkali dipakai untuk

mengiringi upacara-upacara atau aktivitas adat,

seperti pernikahan, khitanan, dan lain-lainnya. Dari

sudut pandang pariwisata, dengan memahami

karakter yang spesifik dari profil demografi serta

psikografi masing-masing segmen pasar

pengunjung cagar budaya sebagai wisatawan yang

berkunjung ke objek peninggalan sejarah, maka

strategi pemasaran untuk wisatawan harus

menerapkan strategi untuk berbagai segmen

wisatawan (Nuryanti, 2005: 19). Salah satu strategi

yang diterapkan pada untuk mengembangkan potensi

wisata Rumah Tuo Kampai Nan Panjang adalah

dengan kegiatan pagelaran seni, yaitu randai. Randai

merupakan seni pertunjukan sederhana yang lahir

dari tradisi-tradisi masyarakat dan dimainkan oleh

kalangan rakyat. Randai masih tetap hidup di tengah

masyarakat dan terus mengalami perkembangan.

Kegiatan Seni Randai di Nagari Balimbing

(Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)

Evaluasi Pemanfaatan Menurut

Peraturan Perundang-Undangan.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010,

dijelaskan bahwa:

“Pelestarian adalah upaya dinamis untuk

mempertahankan keberadaan cagar budaya

dan nilainya dengan cara melindungi,

mengembangkan, dan memanfaatkannya. Pelestarian

meliputi aspek pelindungan, pengembangan, dan

pemanfaatan. Pelindungan merupakan upaya

mencegah dan menanggulangi cagar budaya dari

kerusakan, kehancuran, dan kemusnahan dengan

cara penyelamatan, pengamanan, zonasi,

pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya.

Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai,

informasi, dan promosi cagar budaya serta

pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan

adaptasi secara berkelanjutan serta tidak

bertentangan dengan tujuan pelestarian.

Pemanfaatan adalah pendayagunaan cagar budaya

untuk kepentingan sebesar-besarnyakesejahteraan

rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian"

(Pasal 1 ayat 22-33).

Berdasarkan pemahaman mengenai peraturan

perundang-undangan tersebut, upaya-upaya

pelindungan telah dilakukan pada Rumah Tuo

Kampai Nan Panjang. Upaya-upaya tersebut

dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya dan

masyarakat Nagari Balimbing. Upaya penyelamatan

berlangsung pada tahun 1992 melalui kegiatan

pemugaran, namun data pemugaran sudah tidak dapat

ditemukan. Berdasarkan hasil wawancara dengan

Bapak Fauzan Amril dari Balai Pelestarian Cagar

Budaya Batusangkar, pemugaran pada tahun 1992

lebih ke penyelamatan bangunan secara umum dari

kerusakan dan kerapuhan.

Pemugaran kembali dilakukan pada tahun 2007,

dengan melakukan beberapa penggantian pada bagian

penutup kolong rumah gadang. Penggantian

dilakukan dengan menggunakan material yang sama

dengan material aslinya, dan tanpa merubah bentuk

aslinya. Melalui kegiatan pemugaran, keberadaan

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dapat tetap

bertahan sampai saat ini. Balai Pelestarian Cagar

Budaya bersama masyarakat Suku Kampai dan

Masyarakat nagari Balimbing bekerja sama untuk

memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki oleh

bangunan ini. Berbagai kegiatan pemanfaatan terus

dikembang untuk menggali nilai-nilai dan potensi

yang ada. Misalnya potensi eksternal, dimanfaatkan

untuk penelitian, obyek wisata, maupun kegiatan

lainnya.

Kegiatan pemanfaatan Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang sesuai dengan peraturan perundang-

undangan tentang Cagar Budaya, yaitu digunakan

untuk kesejahteraan rakyat. Meskipun bangunan

cagar budaya ini berada dibawah pengawasan Balai

Pelestarian Cagar Budaya, namun masyarakat tetap

memiliki akses untuk berbagai kegiatan pemanfaatan.

Masyarakat Suku Kampai kembali diberi wewenang

untuk menghidupkan kembali fungsi lama bangunan

sebagai bentuk pemanfaatan terhadap bangunan.

Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013

Page 11: RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI …

11

Universitas Indonesia

Masyarakat luar tetap memiliki akses untuk

mendapat pengetahuan mengenai bangunan ini, untuk

berwisata sejarah, maupun sebagai objek seniman.

Berdasarkan penelitian di lapangan, secara umum

pemanfaatan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang sudah

sesuai dengan kaidah yang ditetapkan dalam

peraturan perundang-undangan. Keikutsertaan

masyarakat dalam upaya pelestarian menunjukkan

tingginya harapannya masyarakat terhadap

keberadaan bangunan cagar budaya ini.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai analisis nilai-

nilai penting Rumah Tuo Kampai Nan Panjang,

bangunan ini memiliki nilai-nilai kebudayaan yang

tercermin dalam simbol keyakinan, simbol teknologi,

simbol sosial, simbol ekonomi, seni estetika, simbol

identitas, dan nilai filosofis. Nilai-nilai tersebut

sesuai dengan kriteria cagar budaya dalam Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar

Budaya. Nilai-nilai budaya tercermin dalam setiap

komponen dan penataan ruang pada bangunan yang

mengandung makna-makna kehidupan bagi

masyarakat Minangkabau.

Bentuk bangunan rumah gadang yang menyerupai

perahu dengan atap bergonjong menyiratkan nilai

teknologi lokal, yaitu tingginya tingkat peradaban

manusia masa lampau. Mereka membangun rumah

yang sarat dengan nilai-nilai budaya di dalamnya.

Atap ijuk pada bangunan Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang dengan usianya yang sudah ratusan tahun,

masih tetap kokoh dan mampu melindungi komponen

bangunan lainnya. Rumah tersebut dibangun tanpa

menggunakan paku, tapi mampu menampung

sejumlah orang dari masa awal berdirinya hingga saat

ini. Dengan keasliannya Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang ingin menunjukkan pada kita mengenai

tingkat kemahiran manusia masa lampau dalam seni

bangunan.

Komponen-komponen bangunan Rumah Tuo Kampai

Nan Panjang secara umum memiliki nilai-nilai

estetika, sosial, identitas, dan filosofis yang dapat kita

jadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Mulai

dari sandi, tiang bangunan, tangga, dan bagian dalam

bangunan menyiratkan simbol-simbol yang menjadi

pedoman hidup orang Minang. Jumlah anak tangga

maupun jumlah kamar yang ganjil menjadi pelajaran

bagi masyarakat Balimbing, bahwa segala sesuatu

yang genap adalah kesempurnaan, dan kesempurnaan

hanya milik sang pencipta. Dengan demikian,

komponen-komponen bangunan yang berjumlah

ganjil memiliki makna bahwasanya sebagai manusia

kita masih memiliki kekurangan-kekurangan dalam

berbagai hal. Nilai-nilai yang dimiliki oleh bangunan

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang harus terus

dilestarikan. Pelestarian Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar

Budaya yang semata-mata hanya untuk berupaya

menyelamatkan keberadaan cagar budaya. Pelestarian

awal dilakukan dengan upaya pelindungan berupa

penyelamatan dan pemugaran. Pemugaran yang telah

dilakukan disesuaikan dengan kaidah-kaidah yang

ditetapkan. Tidak ada perubahan yang dilakukan pada

bentuk bangunan, karena pemugaran hanya

mengganti komponen-komponen yang rusak dengan

bahan atau material yang sama dengan yang

sebelumnya.

Dengan telah dilakukannya pemugaran, kalau Rumah

Tuo Kampai Nan Panjang hanya dibiarkan saja tanpa

ada upaya apa pun tentu bangunan ini akan mudah

rusak. Dengan demikian dilakukan pemanfaatan

potensi-potensi yang dimiliki bangunan melalui

kegiatan-kegiatan tertentu. Sebagai salah satu rumah

tertua di Minangkabau yang masih mampu berdiri

kokoh, tentunya akan mengundang perhatian

masyarakat untuk mengetahui tentang bangunan ini.

Melalui upaya-upaya pemanfaatan tersebut, fungsi

lama Rumah Tuo Kampai Nan Panjang sebagai pusat

upacara adat kembali dihidupkan.

Pemanfaatannya yang dilakukan, berupa pemanfaatan

untuk kepentingan sosial, pendidikan, ilmu

pengetahuan, kebudayaan, dan pariwisata.

Pemanfaatan tetap sebagai objek wisata bersejarah,

dan sebagainya maupun pemanfaatan temporer untuk

berbagai kegiatan adat disesuaikan dengan peraturan

perundang-undangan. Seluruh kegiatan dalam rangka

pelestarian sebagai cagar budaya tidak hanya menjadi

tanggung jawab Balai Pelestarian Cagar Budaya,

namun seluruh masyarakat di wilayah nagari

Balimbing ikut berpartisipasi. Hal ini sesuai dengan

pasal-pasal dalam undang-undang dan berbagai

peraturan pelaksana seperti peraturan pemerintah.

Seluruh kegiatan pemanfaatan bangunan cagar

budaya Rumah Tuo Kampai Nan Panjang sudah

sesuai dengan peraturan-peraturan yang mengatur.

Masyarakat memiliki akses sepenuhnya untuk

memberikan memanfaatkan bangunan dengan tetap

menjaga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dimanfaatkan

untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan,

yaitu sebagai penelitian bagi berbagai disiplin ilmu,

seperti ilmu arkeologi, sejarah, antropologi, dan lain

sebagainya. Namun pemanfaatan utama bangunan ini

adalah untuk kepentingan kebudayaan. Kepentingan

Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013

Page 12: RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI …

12

Universitas Indonesia

kebudayaan dalam artian kepentingan untuk berbagai

kegiatan adat dengan tetap memahami fungsi-fungsi

sosial bangunan sebagai bangunan rumah gadang

milik kaum. Dari penjabaran berbagai nilai-nilai

budaya bangunan Rumh Tuo Kampai Nan Panjang

serta upaya pelestarian yang disesuaikan dengan

aturan-aturan tertentu, menjadi karakteristik

tersendiri yang membuat Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang layak menjadi cagar budaya tingkat Provinsi.

Sebagai bangunan yang termasuk dalam kategori

living monument, Rumah Tuo Kampai masih

digunakan menjadi pusat berbagai upacara atau

kegiatan adat. Di lokasi bangunan Rumah Tuo

Kampai Nan Panjang yang berada, yaitu di salah

satu nagari tua di Minangkabau banyak terdapat

rumah gadang yang dibangun pada masa yang sama

dengan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, namun

pada umumnya mengalami kerusakan dan berada

diambang kehancuran. Untuk itu peran pemerintah

sangat diharapkan untuk menjaga kelestarian

bangunan Rumah Tuo Kampai dan bangun rumah

gadang lainnya di wilayah ini.

Hendaknya wacana pemerintah daerah mengenai

penetapan nagari Balimbing sebagai kawasan cagar

budaya segera direalisasikan sebelum keberadaan

rumah-rumah gadang ini semakin rapuh karena tidak

adanya upaya pelestarian dari berbagai pihak.

Masyarakat nagari Balimbing memiliki kepedulian

dan harapan yang tinggi terhadap kelestarian

bangunan-bangunan cagar budaya di wilayah mereka,

namun kepedulian dan harapan tersebut seperti tidak

mendapat perhatian dari pemerintah.

Kesimpulan penelitian ini bukan merupakan hasil

akhir, penelitian ini masih dapat dikembangkan untuk

menggali ilmu pengetahuan di bidang lain. Jika

penelitian ini terfokus pada nilai-nilai budaya dan

pemanfaatan, mungkin di lain waktu dapat

dikembangkan mengenai nilai-nilai sejarah, nilai

sosial, maupun lainnya. Tidak menutup kemungkinan

jika sutu saat penelitian ini dapat dikembangkan

sesuai tuntutan perkembangan dalam dunia

pendidikan. Semoga penelitian ini bermanfaat.

Daftar Acuan

Direktorat Jenderal Budaya dan Pariwisata. (2010).

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang:

Cagar Budaya. Jakarta.

Dradjat, Hari Untoro. (1995). “Manajemen

Sumberdaya Budaya Mati”. Depok: Seminar

Nasional Metodologi Riset Arkeologi.

Fagan, Brian M. (2006). Archaeology: A Brief

Introduction. New Jersey: Pearson Prentice.

Haryono, Timbul. (2005). “Pengembangan dan

Pemanfaatan Aset Budaya Dalam Pelaksanaan

Otonomi Daerah”. Buletin Cagar Budaya. Jakarta:

Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan

Sejarah dan Purbakala, 14-16.

Hasan, Hasmurdi. (2004). Ragam Rumah Adat

Minangkabau: Falsafah, pembangunan, dan

kegunaan. Jakarta: Yayasan Citra Pendidikan

Indonesia.

Hasanadi, dkk. (2012). Inventarisasi Perlindungan

Karya Budaya Rumah Gadang di Provinsi Sumatera

Barat (Studi Kasus Rumah Gadang di Nagari

Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten

Tanah Datar). Padang: Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai Budaya.

Izati, Dkk. (2002). Rumah Tuo Kampai Nan

Panjang: Rumah Adat Tradisonal Minangkabau.

Sumatera barat: Museum Daerah Adityawarman.

Mutia, Riza. Dkk. (2001). Rumah Gadang Di Pesisir

Sumatera Barat. Sumatera Barat: Bagian Proyek

Pembinaan Permuseuman.

Sukendar, Haris. (1999). Metode Penelitian

Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi

Nasional.

Sulistyanto, Bambang. (2006). Penerapan “Cultural

Resource Management”dalam Akeologi.Jakarta:Pusat

Penelitian danPengembanganArkeologi Nasional.

Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013