RPIJM Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017

download RPIJM Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017

If you can't read please download the document

Transcript of RPIJM Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017

  • RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)

    KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2013 - 2017

    Bidang Cipta Karya

    PEMERINTAH KOTA LHOKSEUMAWE BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

    TAHUN 2012

  • http://www.bappedalhokseumawe.web.id

    Bappeda Kota Lhokseumawe

    http://www.bappedalhokseumawe.web.idarieTypewritten textBAB I
  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-1

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

    Pembangunan Nasional harus dilaksanakan secara merata diseluruh

    wilayah Indonesia, bersama seluruh tingkat pemerintahan dari pusat sampai

    dengan pemerintah daerah dengan cara yang lebih terpadu, efisien, efektif serta

    memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat. Salah

    satu perwujudan pembangunan nasional tersebut adalah pelaksanaan

    pembangunan infrastruktur yang disiapkan secara lebih cerdas, terencana dan

    terpadu dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.

    Pendayagunaan sumber daya yang sinergis diharapkan mampu

    mengoptimalisasikan pelaksanaan dan hasil pembangunan untuk mendukung

    laju pertumbuhan ekonomi nasional, peningkatan derajat kesehatan,

    peningkatan kualitas perumahan dan permukiman, penciptaan lapangan kerja

    dan penanggulangan kemiskinan dengan tetap menjaga daya dukung

    lingkungan serta pengembangan wilayah baik diperkotaan maupun perdesaan.

    Untuk mewujudkan hal tersebut perlu disiapkan perencanaan program

    infrastruktur yang dapat mendukung kebutuhan sanitasi, air minum dan

    lingkungan secara terpadu. Departemen Pekerjaan Umum khususnya Direktorat

    Jenderal Cipta Karya mengambil inisiatif untuk mendukung Kota

    Lhokseumawe, Provinsi Aceh untuk dapat mulai menyiapkan perencanaan

    program yang dimaksud khususnya Bidang PU/Cipta Karya melalui penyiapan

    Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) sebagai embrio

    terwujudnya perencanaan program infrastruktur yang lebih luas. Dengan

    adanya RPIJM tersebut, Kota Lhokseumawe dapat menggerakkan semua sumber

    daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan daerah, mendorong dalam

    meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan serta

    mewujudkan lingkungan yang layak huni (liveable).

    BAB

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-2

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    RPIJM yang disusun perlu memperhatikan aspek kelayakan program dari

    masing-masing kegiatan dan kelayakan spasialnya sesuai skenario

    pembangunan daerah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang yang ada, serta

    kelayakan sosial dan lingkungannya. Disamping itu RPIJM yang disusun daerah

    harus mempertimbangkan kemampuan pendanaan dan kapasitas kelembagaan

    dalam mendukung pelaksanaan program investasi yang telah disusun.

    Dengan demikian Rencana Program Investasi Jangka Menengah Kota

    Lhokseumawe diharapkan dapat mengakomodasikan dan merumuskan

    kebutuhan pembangunan Kota Lhokseumawe secara spesifik, sesuai dengan

    karakteristik dan potensi Kota Lhokseumawe agar dapat mendorong

    pembangunan ekonomi lokal, pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas

    pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan nyata dapat dicapai.

    1.2. Landasan Hukum

    Penyusunan RPIJM Kota Lhokseumawe bertitik tolak (mengacu) pada

    peraturan perundangan maupun kebijakan yang berlaku pada saat RPIJM

    disusun. Adapun acuan peraturan dan perundangan maupun kebijakan tersebut

    sebagai berikut:

    1.2.1 Peraturan Perundangan

    1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan

    Pemerintah Kota Lhokseumawe (Lembaran Negara Republik Indonesia

    Tahun 2001 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3851;

    2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

    3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

    4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air;

    5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

    Pembangunan Nasional;

    6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

    7. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

    Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

    8. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-3

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    9. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh;

    10. Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

    Jangka Panjang Nasional;

    11. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

    1.2.2 Kebijakan dan Strategi

    1. Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2004 tentang Rencana

    Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009;

    2. Permen PU 494/PRT/M/2005 tentang Kebijakan Nasional Strategi

    Pengembangan (KNSP) Perumahan dan Permukiman, bahwa

    pembangunan perkotaan perlu ditingkatkan dan diselenggarakan secara

    berencana dan terpadu;

    3. Permen PU 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

    Pengembangan (KNSP) Sistem Penyediaan Air Minum;

    4. Permen PU 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

    Pengembangan (KNSP-SPP) Sistem Pengelolaan Persampahan;

    5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2007 tentang

    Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun

    Anggaran 2008;

    6. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 1 Tahun 2008

    tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Nanggroe

    Aceh Darussalam Nomor 11);

    7. Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 1 Tahun 2008 tentang Rencana

    Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Lhokseumawe Tahun

    2007-2012;

    8. Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 4 Tahun 2009 tentang Susunan

    Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan

    Kecamatan Kota.

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-4

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    1.3. Tujuan dan Pentingnya RPIJM

    Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya

    atau disingkat sebagai RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan dokumen

    rencana kerjasama pembangunan infrastruktur (Infrastruktur Development Plan:

    IDD ) di Kota Lhokseumawe yang bersifat lintas sektoral.

    RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan dokumen teknis bidang

    PU/Cipta Karya sebagai Considated Feasibility Study (CFS) yang berisi rencana

    penyelenggaraan pembangunan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya dengan

    pendekatan keterpaduan dan pengembangan wilayah berkelanjutan.

    Tujuan RPIJM adalah untuk mewujudkan kemandirian kota dalam

    penyelenggaraan pembangunan yang layak huni, berkeadilan, berbudaya,

    produktif dan berkelanjutan, menciptakan kualitas kehidupan masyarakat yang

    lebih baik yang selaras dengan tujuan pembangunan nasional.

    RPIJM menjadi penting artinya bagi pembangunan infrastruktur Kota

    Lhokseumawe mengingat:

    RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan penjabaran program investasi

    infrastruktur Kota Lhokseumawe dari Rencana Pembangunan Jangka

    Menengah Daerah (RPJMD) yang menjabarkan Visi, Misi, Program Walikota

    Terpilih. RPJMD Kota Lhokseumawe yang merupakan pedoman bagi

    dinas/instansi dalam menyusun Rencana Startegis Satuan Kerja Perangkat

    Daerah (Renstra-SKPD) dinas/instansi lingkup Kota Lhokseumawe;

    RPIJM Bidang PU/Cipta Karya menjadi bahan masukan pada Pemerintah

    Kota Lhokseumawe dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah

    (RKPD) yang bersifat tahunan. RKPD Kota Lhokseumawe merupakan

    penjabaran dari RPJMD Kota Lhokseumawe dan rangkuman hasil

    Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) serta kebijakan

    pembangunan kota yang disinkronkan dengan kebijakan nasional dan

    provinsi;

    Penyusunan RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan Penguatan Peran

    Pemerintah Kota dalam menetapkan berbagai kebijakan pembangunan

    infrastruktur kota mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-5

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    pembangunan infrastruktur kota khususnya dibidang PU/Cipta Karya

    (Perencanaan Partisipatif). Pemerintah Kota Lhokseumawe dapat mengambil

    keputusan secara mandiri tentang program-program infrastruktur bidang

    PU/Cipta Karya yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan

    prioritas permasalahan yang dihadapi pemerintah Kota Lhokseumawe,

    sedangkan pemerintah pusat akan memfasilitasi dan meningkatkan kapasitas

    manajemen pembangunan daerah untuk mendorong terwujudnya

    kemandirian daerah dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur ke

    PU-an guna mendukung pembangunan permukiman perkotaan dan

    perdesaan yang layak huni, berkeadilan sosial, berbudaya, berproduktif dan

    berkelanjutan serta saling memperkuat dalam mendukung pengembangan

    wilayah;

    Penyusunan RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan dasar evaluasi

    penyelenggaraan pembangunan infrastruktur perkotaan sebelumnya,

    sehingga pembangunan infrastruktur selanjutnya menjadi lebih terpadu,

    efektif dan efisien sehingga lebih bermanfaat bagi masyarakat luas;

    Dalam penyusunan RPIJM selain memuat Rencana dan Program

    Pembangunan juga menyiapkan Rencana Pembiayaan/Investasi secara

    terintegrasi yang dapat dimobilisasi dari berbagai sumber pembiayaan terkait,

    baik potensi daerah, Provinsi, maupun dunia usaha dan Pemerintah Pusat

    melalui Program Pembangunan Infrastruktur Permukiman bidang PU/Cipta

    Karya;

    RPIJM penting untuk lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas

    penyelenggaraan pembangunan di daerah.

    RPIJM akan menjadi dokumen kelayakan dan kerjasama program dan

    anggaran pembangunan bidang PU/Cipta Karya di daerah antara Pemerintah

    Pusat, Provinsi dan Kota Lhokseumawe.

    1.4. Mekanisme dan Framework Penyusunan RPIJM

    Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Pembangunan

    Infrastruktur (bidang PU/Cipta Karya) 2013-2017 harus dapat disiapkan oleh

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-6

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Pemerintah Daerah Kabupaten sesuai dengan arahan RENSTRA Departemen PU

    (Permen PU No. 51/PRT/M/005 tanggal 7 Maret 2005), melalui proses

    partisipatif yang mengakomodasikan kebutuhan nyata masyarakat sesuai

    dengan strategi dan arah pembangunan Kota yang telah ditetapkan dalam

    Rencana Tata Ruang Wilayah, serta memperhatikan karakteristik dan potensi

    daerah masing-masing untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi

    lokal, penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kualitas pelayanan.

    Dalam menyusun RPIJM, selain menyusun Rencana dan Program

    Pembangunan juga harus disiapkan Rencana Pembiayaan/Investasi secara

    terintegrasi yang dapat dimobilisasi dari berbagai sumber pembiayaan terkait

    baik potensi daerah kota, provinsi, maupun dunia usaha dan pemerintah pusat

    melalui Program Pembangunan Infrastruktur.

    Mekanisme penyusunanan RPIJM Bidang PU/Cipta Karya dilakukan

    oleh Bappeda dan instansi lain yang terkait dengan membentuk Satgas RPIJM

    Kota Lhokseumawe yang dibentuk dengan Keputusan Walikota. Untuk dapat

    melaksanakan penyiapan RPIJM diatas, Direktorat Jenderal Cipta Karya telah

    menyiapkan suatu jalur bantuan teknis yang didukung oleh program dan

    sumber tenaga ahli yang sesuai untuk kebutuhan setiap sektor pembangunan

    Pekerjaan Umum/Cipta Karya dan untuk mewujudkan rencana dan program

    yang integratif berdasarkan Rencana Tata Ruang. Pada tingkat Pusat, dibentuk

    Satgas RPIJM tingkat Pusat yang terdiri dari pejabat yang mewakili Direktorat

    Bina Program, Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Tata

    Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Pengembangan Air Minum dan

    Direktorat Pengembangan PLP. Satgas RPIJM tingkat Pusat tidak akan bekerja

    secara langsung dengan memfasilitasi dan kemudian bekerjasama dengan Satgas

    RPIJM Kota dan Kabupaten, tetapi akan bekerja melalui Satgas RPIJM Provinsi

    yang ketua dan anggotanya terdiri atas pejabat yang mewakili instansi cerminan

    Satgas RPIJM Pusat dan juga RPIJM Kota. Satgas RPIJM tingkat Provinsi dapat

    dibentuk dengan SK Gubernur.

    RPIJM ini merupakan produk daerah, dimana RPIJM merupakan

    pedoman perencanaan dan penganggaran pembangunan khususnya di Kota

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-7

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Lhokseumawe. Sebagai tindak lanjutnya, penganggaran akan mengacu kepada

    dokumen RPIJM. Hanya Kabupaten/Kota yang mempunyai RPIJM yang akan

    mendapatkan prioritas APBN. Dengan demikian dokumen RPIJM harus dapat

    diselesaikan pada tahun 2012 ini.

    1.5. Sistematika Pembahasan Dokumen RPIJM Kota Lhokseumawe

    Sistematika Pembahasan Dokumen RPIJM Kota Lhokseumawe ini dibuat

    berdasarkan Pedoman Penyusunan RPIJM Mengacu pada Surat Edaran Direktur

    Jenderal Cipta Karya No. Pr.02.03-Dc/496 Tanggal 9 Desember 2005 tentang

    Penyusunan RPIJM Bidang CK/PU Kab./Kota yang diuraikan sebagai berikut:

    BAB I : PENDAHULUAN

    Pada Bab ini diuraikan secara rinci mengenai latar belakang penyusunan RPIJM

    bidang PU/Cipta Karya, landasan hukum, tujuan dan pentingnya penyusunan

    RPIJM dan mekanisme framework penyusunan RPIJM serta sistematika

    dokumen RPIJM bidang PU/Cipta Karya Kota Lhokseumawe.

    BAB II : GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH KOTA LHOKSEUMAWE

    Berisikan gambaran umum dan kondisi wilayah Kota Lhokseumawe serta

    penataan ruang wilayah dan struktur pengembangan wilayah yang berkaitan

    dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi maupun Kota, meliputi

    administratif, demografi, sosial budaya serta kondisi sarana dan prasarana

    daerah.

    BAB III : RENCANA STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KOTA LHOKSEUMAWE

    Berisikan pokok-pokok perencanaan strategis Kota Lhokseumawe yang

    berkaitan dengan struktur pengembangan wilayah berdasarkan RTRW dan

    struktur pembangunan infrastruktur dalam rangka mendukung kegiatan sosial

    ekonomi dan lingkungan.

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-8

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    BAB IV : RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR KOTA LHOKSEUMAWE

    Pada Bab ini diuraikan tentang rencana program investasi infrastruktur Kota

    Lhokseumawe yang meliputi; rencana pengembangan permukiman, rencana

    investasi penataan bangunan dan lingkungan, rencana investasi sub-bidang air

    limbah, rencana investasi sub-bidang persampahan, rencana investasi sub-

    bidang drainase dan rencana investasi sub-bidang air minum.

    BAB V : SAFEGUARD SOSIAL DAN LINGKUNGAN

    Berisikan mengenai dukungan daerah dalam menilai kelayakan rencana

    investasi pada bidang infrastruktur ditinjau melalui dampak lingkungan,

    pemantauan lingkungan, serta pengelolaan lingkungan, baik yang berupa

    dampak fisik ataupun dampak sosial.

    BAB VI : KEUANGAN DAN RENCANA PENINGKATAN PENDAPATAN

    Pada bab ini menguraikan kondisi kemampuan daerah dalam hal pendanaan

    serta pendapatan asli daerah untuk dapat diketahui seberapa besar kemampuan

    daerah dalam melakukan pembiayaan pembangunan khususnya pada bidang

    infrastruktur.

    BAB VII : KELEMBAGAAN DAERAH DAN RENCANA PENINGKATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN

    Pada Bab ini diuraikan tentang kondisi struktur kelembagaan daerah Kota

    Lhokseumawe serta rencana peningkatan kapasitas kelembagaan, sehingga

    dapat mewujudkan sistem kelembagaan yang baik, efisien dan efektif yang

    mampu mendorong peningkatan kinerja antar instansi terkait terhadap

    pembangunan.

    BAB VIII : RENCANA KESEPAKATAN (MEMORANDUM) PROGRAM INVESTASI KOTA LHOKSEUMAWE

    Berisikan tentang rencana kesepakatan (memorandum) program investasi bidang

    PU/Cipta Karya Kota Lhokseumawe serta uraian matrik program serta

    pembiayaan jangka menengah mulai tahun 2013 hingga tahun 2017.

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-9

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

  • http://www.bappedalhokseumawe.web.id

    Bappeda Kota Lhokseumawe

    http://www.bappedalhokseumawe.web.idarieTypewritten textBAB II
  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-1

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH

    KOTA LHOKSEUMAWE

    2.1. Kondisi Umum

    Kota Lhokseumawe adalah sebuah kota di Provinsi Aceh yang berada

    persis di tengah-tengah jalur timur Sumatera, di antara Banda Aceh dan Medan,

    sehingga kota ini merupakan jalur distribusi dan perdagangan yang sangat

    penting bagi Aceh. Lhokseumawe ditetapkan statusnya menjadi pemerintah

    kota berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2001.

    Sejarah

    Sebelum abad ke-20, negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang

    Kutablang. Tahun 1903 setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap penjajah

    Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai. Lhokseumawe menjadi daerah

    taklukan dan mulai saat itu status Lhokseumawe menjadi Bestuur Van

    Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul Lhokseumawe

    tunduk di bawah Aspiran Controeleur dan di Lhokseumawe berkedudukan juga

    Wedana serta Asisten Residen atau Bupati.

    Pada dasawarsa kedua abad ke-20 itu, di antara seluruh daratan Aceh,

    salah satu pulau kecil luas sekitar 11 km yang dipisahkan Sungai Krueng Cunda

    diisi bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer dan Perhubungan Kereta

    Api oleh Pemerintah Belanda. Pulau kecil dengan desa-desa Kampung Keude

    Aceh, Kampung Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong,

    Kampung Teumpok Teungoh, Kampung Hagu, Kampung Uteuen Bayi dan

    Kampung Ujong Blang yang keseluruhannya baru berpenduduk 5.500 jiwa

    BAB

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-2

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    secara jamak disebut Lhokseumawe. Bangunan demi bangunan mengisi daratan

    ini sampai terwujud embrio kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta

    api dan kantor-kantor lembaga pemerintahan.

    Sejak Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintahan Negara Republik

    Indonesia belum terbentuk sistemik sampai kecamatan ini. Pada mulanya

    Lhokseumawe digabung dengan Bestuurder Van Cunda. Penduduk didaratan

    ini makin ramai berdatangan dari daerah sekitarnya seperti Buloh Blang Ara,

    Matangkuli, Blang Jruen, Lhoksukon, Nisam, Cunda serta Pidie.

    Pada tahun 1956 dengan Undang-undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956,

    terbentuk daerah-daerah otonom kabupaten-kabupaten dalam lingkup daerah

    Provinsi Sumatera Utara, di mana salah satu kabupaten diantaranya adalah Aceh

    Utara dengan ibukotanya Lhokseumawe.

    Kemudian Pada Tahun 1964 dengan Keputusan Gubernur Daerah

    Istimewa Aceh Nomor 34/G.A/1964 tanggal 30 November 1964, ditetapkan

    bahwa kemukiman Banda Sakti dalam Kecamatan Muara Dua, dijadikan

    Kecamatan tersendiri dengan nama Kecamatan Banda Sakti.

    Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

    Pemerintahan di Daerah, berpeluang meningkatkan status Lhokseumawe

    menjadi Kota Administratif, pada tanggal 14 Agustus 1986 dengan Peraturan

    Daerah Nomor 32 Tahun 1986 Pembentukan Kota Administratif Lhokseumawe

    ditandatangani oleh Presiden Soeharto, yang diresmikan oleh Menteri Dalam

    Negeri Soeparjo Roestam pada tanggal 31 Agustus 1987. Dengan adanya hal

    tersebut maka secara dejure dan de facto Lhokseumawe telah menjadi Kota

    Administratif dengan luas wilayah 253,87 km yang meliputi 101 desa dan 6

    kelurahan yang tersebar di lima kecamatan yaitu: Kecamatan Banda Sakti,

    Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Dewantara, Kecamatan Muara Batu dan

    Kecamatan Blang Mangat.

    Sejak tahun 1988 gagasan peningkatan status Kotif Lhokseumawe

    menjadi Kotamadya mulai diupayakan sehingga kemudian lahir UU Nomor 2

    Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe tanggal 21 Juni 2001 yang

    ditandatangani Presiden RI Abdurrahman Wahid, yang wilayahnya mencakup

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-3

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua dan

    Kecamatan Blang Mangat.

    2.1.1 Profil Geografi

    Secara Geografis Kota Lhokseumawe berada pada posisi 04 54 05 18

    Lintang Utara dan 96 20 97 21 Bujur Timur, dengan batas-batas sebagai

    berikut:

    - Sebelah Utara dengan Selat Malaka.

    - Sebelah Barat dengan Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara.

    - Sebelah Selatan dengan Kecamatan Kuta Makmur Kabupaten Aceh Utara.

    - Sebelah Timur dengan Kecamatan Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara.

    Kota Lhokseumawe memiliki luas wilayah 181,10 km, yang secara Administratif

    Kota Lhokseumawe terbagi kedalam 4 Kecamatan dan 68 Gampong.

    Kecamatan-kecamatan di Kota Lhokseumawe:

    1. Kecamatan Banda Sakti

    2. Kecamatan Muara Dua

    3. Kecamatan Blang Mangat

    4. Kecamatan Muara Satu

    2.1.2 Profil Demografi

    Kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam pembangunan.

    Dalam nilai universal penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan

    sekaligus yang menikmati hasil pembangunan. Dalam kaitan peran penduduk

    tersebut, kualitas mereka perlu ditingkatkan dan pertumbuhan serta

    mobilitasnya harus dikendalikan.

    Dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan memanfaatkan jumlah

    penduduk yang besar sebagai kekuatan pembangunan bangsa, maka perlu

    ditingkatkan upaya pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan potensi

    sumber daya manusia serta upaya meningkatkan aktivitas ekonomi di berbagai

    sektor yang mendorong perluasan lapangan kerja. Dengan usaha-usaha tersebut

    diharapkan dapat tercipta manusia-manusia pembangunan yang tangguh,

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-4

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    berbudi luhur, terampil, percaya diri dan bersemangat membangun dalam

    berbagai lapangan kerja produktif.

    2.1.2.1 Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Struktur Umur

    Jumlah total penduduk pada wilayah Kota Lhokseumawe pada tahun

    2009 berjumlah 159.239 jiwa, terjadi kenaikan sebesar 7% bila dibandingkan

    dengan jumlah penduduk tahun 2010 yaitu berjumlah 171.163 jiwa. Penyebaran

    penduduk pada tiap kecamatan belum merata, di mana jumlah penduduk

    tertinggi berada pada Kecamatan Banda Sakti yaitu pada tahun 2009 berjumlah

    71.749 jiwa dan pada tahun 2010 berjumlah 73.542 jiwa, sedangkan penduduk

    terendah terdapat di Kecamatan Blang Mangat yaitu pada tahun 2009 berjumlah

    18.869 jiwa dan pada tahun 2010 berjumlah 21.689 jiwa.

    Struktur penduduk menurut jenis kelamin di wilayah Kota

    Lhokseumawe pada tahun 2009 terdiri dari 79.254 jiwa laki-laki dan 79.985 jiwa

    perempuan dan untuk tahun 2010 terdiri dari 85.436 jiwa laki-laki dan 85.727

    jiwa perempuan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

    Tabel 2.1 Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan

    di Kota Lhokseumawe Tahun 2009 - 2010

    Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total1 Blang Mangat 9,426 9,443 18,869 10,836 10,853 21,689 2 Muara Dua 18,466 18,666 37,132 21,929 22,280 44,209 3 Muara Satu 15,677 15,812 31,489 15,815 15,908 31,723 4 Banda Sakti 35,685 36,064 71,749 36,856 36,686 73,542

    Total 79,254 79,985 159,239 85,436 85,727 171,163 Sumber : Lhokseumawe dalam Angka 2009-2010

    No 20102009Tahun

    Kecamatan

    Selanjutnya struktur penduduk menurut kelompok umur di wilayah

    Kota Lhokseumawe pada tahun 2010, di mana usia 0-4 tahun merupakan jumlah

    penduduk terbanyak, yakni terdiri dari 9.502 jiwa laki-laki dan 9.018 jiwa

    perempuan dan usia penduduk yang paling sedikit adalah usia di atas 75 tahun

    yakni sebesar 419 jiwa laki-laki dan 799 jiwa perempuan. Untuk lebih jelas dapat

    dilihat pada tabel 2.2 berikut:

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-5

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Tabel 2.2

    Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    Kelompok

    Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

    2 3 4 5

    0-4 9.502 9.018 18.5205-9 9.382 8.737 18.119

    10-14 9.450 8.863 18.31315-19 8.689 8.673 17.36220-24 8.152 8.692 16.84425-29 7.789 8.369 16.15830-34 7.042 7.365 14.40735-39 5.983 6.519 12.50240-44 5.252 5.561 10.81345-49 4.630 4.656 9.28650-54 3.807 3.300 7.10755-59 2.549 1.940 4.48960-64 1.353 1.421 2.77465-69 864 1.026 1.89070-74 573 788 1.36175+ 419 799 1.218

    Total 85.436 85.727 171.163

    Sumber: Lhokseumawe Dalam Angka, 2010

    2.1.2.2 Laju Pertumbuhan Penduduk

    Laju pertumbuhan selama 5 (lima) tahun terakhir yakni dari tahun 2005-

    2010 sebesar 2,11 persen. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Muara Dua

    adalah yang tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lain di Kota

    Lhokseumawe yakni sebesar 4,52%. Sedangkan yang terendah di Kecamatan

    Muara Satu yakni sebesar 0,63 persen. Laju pertumbuhan Kecamatan Blang

    Mangat sebesar 3,54 persen dan Kecamatan Banda Sakti sebesar 1,03 persen.

    Sementara konsentrasi penduduk lebih banyak berada di Kecamatan Banda Sakti

    sebagai pusat Pemerintahan Kota Lhokseumawe dan sekaligus masih

    merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Utara. Penduduk di

    Kecamatan ini mencapai 73.542 jiwa (42,96 %) dari total penduduk

    Lhokseumawe, disusul oleh Kecamatan Muara Dua, penduduknya adalah

    44.209 jiwa (25,82%) dan Kecamatan Muara Satu Jumlah penduduk 31.723 jiwa

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-6

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    (18,53%). Sementara penduduk yang paling sedikit adalah di Kecamatan Blang

    Mangat, yaitu hanya 21.689 jiwa (12,67 %)

    2.1.2.3 Struktur Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

    Struktur penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kota

    Lhokseumawe untuk tingkat pendidikan SD/MI dan SMP/MTs, terlihat bahwa

    Kecamatan Banda Sakti yang memiliki Angka Partisipasi Sekolah (APS) yang

    tinggi, yakni sebesar 121,08 untuk tingkat SD/MI dan 154,25 untuk tingkat

    SMP/MTs. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.

    Tabel 2.3. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tahun 2011/2012

    Kota Lhokseumawe

    Jlh Murid Usia7 - 12 Tahun

    Jlh Pdd Usia7 - 12 Tahun

    APS Jlh Murid Usia13 - 15 Tahun

    Jlh Pdd Usia13 - 15 Tahun

    APS

    1 Banda Sakti 9,484 8,806 121.08 3,600 4,196 154,25

    2 Muara Dua 4,121 5,867 76.68 1,799 2,992 100,33

    3 Blang Mangat 2,308 2,745 97.16 1,144 1,361 133,83

    4 Muara Satu 3,726 4,524 96.73 1,842 2,272 145,98

    SD/MI SMP/MTs

    KecamatanNo

    Sumber: Disdikpora Kota Lhokseumawe, 2012

    2.1.3 Profil Ekonomi

    Kota Lhokseumawe selain sebagai pusat pemerintahan, pendidikan dan

    perekonomian juga termasuk pusat perdagangan. Banyak perusahaan barang

    dan jasa yang melakukan aktifitas kegiatannya di Kota Lhokseumawe. Selain

    perusahaan besar, pedagang usaha menengah dan kecil yang berskala mikro

    tampak mewarnai kehidupan perekonomian di sektor perdagangan yang marak

    berkembang disebagian besar masyarakat Kota Lhokseumawe.

    Secara kuantitas mungkin perkembangan tersebut tidak merupakan

    masalah, tetapi dari segi kualitas masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan

    melalui penciptaan usaha yang kondusif dalam memanfaatkan setiap peluang

    yang ada bagi para pengusaha untuk mampu bersaing dan meningkatkan

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-7

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    produksinya dengan memanfaatkan semaksimal mungkin potensi sumber daya

    yang tersedia, terutama sumber daya lokal.

    2.1.3.1 Struktur Ekonomi

    A. Dengan Minyak dan Gas

    Struktur perekonomian Kota Lhokseumawe jika memasukkan komponen

    minyak bumi dan gas pada tahun 2010 paling besar didominasi oleh kelompok

    sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air

    bersih, serta sektor konstruksi. Kelompok ini menyumbang sebesar 57,76 persen

    dari total PDRB Kota Lhokseumawe.

    Besarnya sumbangan sektor sekunder disebabkan oleh sektor industri

    pengolahan yang memberikan sumbangan mencapai 49,92 persen pada tahun

    2010. Besarnya sumbangan sektor tersebut terutama disumbangkan oleh

    industri pengolahan gas alam, meskipun dalam kurun waktu 2007-2010 sektor

    ini cenderung menurun yang diakibatkan semakin berkurangnya produksi gas

    alam cair.

    Kelompok tersier yang terdiri dari empat sektor merupakan penyumbang

    kedua terbesar komponen PDRB Kota Lhokseumawe. Kelompok ini

    menyumbangkan 37,33 persen dari total PDRB Kota Lhokseumawe. Nilai ini

    terus mengalami peningkatan selama kurun waktu 2007-2010. Sektor yang

    paling dominan dalam kelompok tersier yaitu dari sektor perdagangan, hotel

    dan restoran yang mencapai angka sebesar 26,77 persen.

    Sementara itu, sektor-sektor pada kelompok primer yang terdiri dari

    sektor pertanian dan pertambangan penggalian pada tahun 2010 hanya

    memberikan kontribusi sebesar 4,91 persen yang sebesar 4,74 persen berasal dari

    pertanian dan sisanya 0,17 persen berasal dari sektor pertambangan dan

    penggalian.

    Secara umum struktur ekonomi Kota Lhokseumawe dengan

    memasukkan unsur migas masih di dominasi oleh sektor-sektor pada kelompok

    sekunder selama periode 2007-2010, walaupun mempunyai kecenderungan

    menurun setiap tahunnya pada periode 2007-2010.

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-8

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Dari tabel 2.4 terlihat bahwa sejak tahun 2007 ada kecenderungan

    sumbangan kegiatan tersier terhadap PDRB terus meningkat sehingga

    menempati urutan kedua setelah sumbangan sektor sekunder yang cenderung

    terus menurun. Untuk lebih jelasnya tentang struktur perekonomian dengan

    minyak dan gas tahun 2007-2010 dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 2.4 Struktur Perekonomian dengan Minyak & Gas Tahun 2007-2010 (persen)

    Sektor 2007 2008 2009* 2010**1 2 3 4 5

    Primer 4,67 4,57 4,77 4,911. Pertanian 4,52 4,43 4,61 4,742. Pertambangan & Penggalian 0,15 0,15 0,16 0,17

    Sekunder 71,28 67,14 62,48 57,763. Industri Pengolahan 67,32 62 55,84 49,924. Listrik, Gas & Air Bersih 0,05 0,06 0,07 0,095. Konstruksi 3,9 5,08 6,58 7,75

    Tersier 24,05 28,29 32,75 37.336. Perdagangan, Hotel & Restoran 16,79 20,3 23,45 26,777. Pengangkutan & Komunikasi 3,76 4,27 5,09 6,098. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 0,81 0,98 1,26 1,489. Jasa-jasa 2,69 2,74 2,95 2,98

    PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 *Angka Diperbaiki **Angka Sementara Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011 B. Tanpa Minyak dan Gas

    Peranan sektor minyak dan gas semakin menurun setiap tahunnya

    sebagaimana penjelasan sebelumnya. Tetapi, hal ini disertai dengan peningkatan

    peran sektor pada kelompok tersier seperti yang dapat kita lihat pada Tabel 2.5

    Struktur perekonomian Kota Lhokseumawe dengan tidak memasukkan unsur

    minyak dan gas pada perhitungan PDRB tahun 2010 didominasi oleh kelompok

    tersier sebesar 72,50 persen dan 52,00 persen disumbangkan oleh sektor

    perdagangan, hotel dan restoran.

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-9

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Tabel 2.5 Struktur Perekonomian Tanpa Minyak dan Gas Tahun 2007-2010 (persen)

    Sektor 2007 2008 2009* 2010**

    1 2 3 4 5

    Primer 13,80 11,69 10,52 9,531. Pertanian 13,37 11,32 10,17 9,202. Pertambangan & Penggalian 0,43 0,37 0,34 0,33

    Sekunder 15,12 16,01 17,27 17,973. Industri Pengolahan 3,45 2,88 2,61 2,744. Listrik, Gas & Air Bersih 0,14 0,14 0,15 0,175. Konstruksi 11,53 12,98 14,51 15,06

    Tersier 71,08 72,30 72,21 72,50

    6. Perdagangan, Hotel & Restoran 49,62 51,88 51,71 52,007. Pengangkutan & Komunikasi 11,11 10,92 11,23 11,848. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 2,39 2,51 2,78 2,889. Jasa-jasa 7,96 6,99 6,50 5,79

    PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 *Angka Diperbaiki **Angka Sementara Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011

    Sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar

    dari total PDRB tanpa migas. Sektor ini terus meningkat dari tahun ke tahun,

    sama halnya dengan sektor jasa-jasa dan sektor pengangkutan & komunikasi

    serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang juga semakin

    meningkat dalam kurun waktu 2007-2010.

    Kelompok primer berada pada posisi kedua terbesar peranannya dalam

    pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe. Pada tahun 2010 kelompok primer

    ini memberikan kontribusi sebesar 9,53 persen. Namun, kontribusi yang

    diberikan cenderung menurun setiap tahunnya. Misalnya saja pada tahun 2007

    kontribusi kelompok ini mencapai angka 13,80 persen.

    Sektor yang dominan pada kelompok primer adalah sektor pertanian

    dimana pada tahun 2010 memberikan kontribusi sebesar 9,20 persen. Sementara

    itu sumbangsih sektor pertambangan dan penggalian tidak menyumbang lebih

    dari setengah persen sejak periode 2007-2010.

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-10

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Yang berada di posisi ketiga adalah kelompok sekunder yang terdiri dari

    sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih serta sektor konstruksi.

    Kelompok sekunder ini lebih didominasi oleh sektor konstruksi yang

    memberikan kontribusi sebesar 15,06 persen pada tahun 2010. Sektor konstruksi

    juga menunjukkan kecenderungan meningkat peranannya setiap tahun.

    Sementara itu sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar

    2,74 persen pada tahun 2010. Sedangkan sektor listrik dan air bersih

    kontribusinya masih sangat kecil baru mencapai 0,17 persen terhadap

    pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe tahun 2010. Sektor ini juga merupakan

    sektor yang paling kecil kontribusinya. Untuk lebih jelas tentang peranan

    sektoral PDRB dengan Migas dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.

    Grafik 2.1 Peranan Sektoral PDRB dengan Migas Tahun 2010 (persen)

    Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-11

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Sementara ini peranan sektoral PDRB tanpa Migas dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut

    Grafik 2.2 Peranan Sektoral PDRB tanpa Migas Tahun 2010 (persen)

    Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011

    2.1.3.2 Pertumbuhan Ekonomi

    Pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe sangat dipengaruhi oleh

    pertumbuhan sektor industri, terutama industri minyak dan gas. Selama kurun

    waktu 2007 hingga 2010, pertumbuhan ekonomi menunjukkan kecenderungan

    yang menurun seiring dengan menurunnya pertumbuhan sektor industri

    pengolahan di Kota Lhokseumawe yang didominasi industri gas alam cair oleh

    PT. Arun N.G.L. Untuk lebih jelasnya tentang laju pertumbuhan sektor ekonomi

    Kota Lhokseumawe tahun 2007-2010 dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut ini:

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-12

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Tabel 2.6 Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahun 2007-2010 (persen)

    Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010*

    1 2 3 4 5

    1. Pertanian (2,39) 1.23 1.54 2.22 2. Pertambangan & Penggalian 4,35 2.81 3.29 5.26 3. a. Industri Pengolahan (16,37) (12.56) (15.08) (17.19)3. b. Industri Pengolahan (Tanpa Migas) 2,12 4.05 2.35 2.29 4. Listrik, Gas & Air Bersih 38,20 7,13 10,76 12,265. Konstruksi 7,31 6,64 4,29 4,416. Perdagangan, Hotel & Restoran 21,28 9,41 7,94 8,077. Pengangkutan & Komunikasi 13,03 3,96 4,58 5,028. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 17,03 5,43 5,51 8,759. Jasa-jasa 3,01 3,05 3,51 2,85

    PDRB dengan Migas (7,81) (5,69) (6,57) (6,45)PDRB tanpa Migas 12,11 6,38 5,66 5,93

    *Angka Sementara Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2010

    Pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe tahun 2010 sebesar 5,93

    persen yang ditunjukkan oleh PDRB atas dasar harga konstan 2000.

    Pertumbuhan PDRB tersebut tanpa memasukkan unsur minyak dan gas.

    Sedangkan dengan memasukkan unsur minyak dan gas, pertumbuhan ekonomi

    Kota Lhokseumawe masih minus yaitu minus 6,45 persen.

    Tanpa penghitungan dengan minyak dan gas, secara sektoral di tahun

    2010 seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif dan pertumbuhan

    tertinggi secara berturut-turut dialami oleh sektor listrik dan air bersih sebesar

    12,26 persen; sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan sebesar 8,75

    persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran 8,07 persen; pertambangan dan

    penggalian 5,26 persen; pengangkutan dan komunikasi 5,02 persen; konstruksi

    4,41 persen; jasa-jasa 2,85 persen; industri pengolahan 2,29 persen; serta sektor

    pertanian tumbuh terkecil yaitu sekitar 2,22 persen. Sedangkan pertumbuhan

    industri pengolahan dengan memperhitungkan minyak dan gas pada tahun 2010

    minus 17,19 persen.

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-13

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Jika dilihat, pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe periode 2006-

    2009, pertumbuhan dengan minyak dan gas mengalami pertumbuhan negatif

    setiap tahunnya. Sementara itu pertumbuhan tanpa memasukkan komponen

    minyak dan gas, setiap tahun mengalami pertumbuhan yang positif.

    Grafik 2.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi menurut Sektor Tahun 2010 (persen)

    Keterangan: 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Pertambangan dan Penggalian 3a. Sektor Industri Pengolahan (dengan minyak dan gas) 3b. SektorIndustriPengolahan (tanpa minyak dan gas) 4. Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum 5. Sektor Bangunan/Konstruksi 6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Sektor Jasa-jasa

    2,22

    5,26

    (17,19)

    2,29

    12,26

    4,41

    8,07

    5,02

    8,75

    2,85

    (20,00)

    (15,00)

    (10,00)

    (5,00)

    -

    5,00

    10,00

    15,00

    01 02 03a 03b 04 05 06 07 08 09Persen

    Growth without oil and gas = 5.93% Growth with oil and gas = -6,45 %

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-14

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    2.1.3.3 Pendapatan Per Kapita

    A. Dengan Minyak dan Gas

    Pendapatan per kapita Kota Lhokseumawe yang diperoleh dari PDRB

    dengan minyak dan gas mempunyai nilai yang cukup besar, baik atas dasar

    harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Pada tahun 2010 tercatat

    pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku sebesar 58,78 juta rupiah dan

    atas dasar harga konstan sebesar 22,43 juta rupiah.

    Grafik 2.4 Pendapatan Regional Perkapita dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku dan

    Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007 2010 (juta rupiah).

    Pendapatan per kapita senilai tersebut di atas bukanlah langsung berarti

    pendapatan perkapita riil masyarakat Kota Lhokseumawe setiap tahunnya,

    melainkan hanya jumlah PDRB Kota Lhokseumawe dibagi dengan jumlah

    penduduk setiap tahunnya.

    B. Tanpa Minyak dan Gas

    Pendapatan per kapita Kota Lhokseumawe yang diperoleh dari PDRB

    tanpa minyak dan gas mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik atas

    dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.

    0,00

    10,00

    20,00

    30,00

    40,00

    50,00

    60,00 56,29

    28,85

    58,94

    26,66

    58,01

    24,41

    58,78

    22,43

    Millions

    2007

    2008

    2009

    2010

    Pendapatan Regional Per Kapita Harga Berlaku

    Pendapatan Regional PerKapita Harga Konstan 2000

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-15

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Berdasarkan harga berlaku pendapatan perkapita tahun 2007 tercatat

    sebesar 19,05 juta rupiah, kemudian meningkat menjadi 23,06 juta rupiah pada

    tahun 2008. Tahun 2009 meningkat menjadi 26,3 juta rupiah dan pada tahun

    2010 naik lagi menjadi 30,26 juta rupiah. Secara rata-rata terjadi laju

    pertumbuhan pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku sebesar 16,7 persen

    setiap tahunnya pada periode 2007-2010.

    Sedangkan pendapatan per kapita atas dasar harga konstan 2000 juga

    mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata laju pertumbuhan

    sebesar 3,94 persen pada periode 2007-2010. Pada tahun 2007 pendapatan

    perkapita atas dasar harga konstan 2000 tercatat sebesar 10,85 juta rupiah,

    kemudian meningkat menjadi 11,32 juta pada 2008, kembali meningkatmencapai

    nilai 11,7 juta rupiah tahun 2009, dan naik menjadi 12,2 pada 2010.

    Tren pendapatan perkapita dari PDRB tanpa minyak dan gas dapat

    dilihat pada Gambar 2.5 berikut.

    Grafik 2.5 Pendapatan Regional Perkapita Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku dan

    Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007 2010 (juta rupiah).

    -

    5,00

    10,00

    15,00

    20,00

    25,00

    30,00

    35,00

    19,05

    10,85

    23,06

    11,32

    26,31

    11,72

    30,26

    12,19

    Millions

    2007

    2008

    2009

    2010

    Pendapatan Regional Per Kapita Harga Berlaku

    Pendapatan Regional PerKapita Harga Konstan 2000

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-16

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    2.1.3.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

    Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dihitung untuk mengetahui

    total produksi barang dan jasa suatu daerah pada periode tertentu. Yang

    dimaksud dengan produksi adalah aktivitas ekonomi menggunakan sumber

    daya yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa. PDRB merupakan

    neraca makro ekonomi yang dihitung secara konsisten dan terintegrasi dengan

    berdasar pada konsep, definisi, klasifikasi dan cara perhitungan yang telah

    disepakati secara internasional. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai

    tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu.

    Perubahan PDRB dari waktu ke waktu terjadi karena dua hal, yaitu

    terjadinya perubahan harga barang dan jasa atau karena terjadinya perubahan

    volume. Penggunaan harga yang berlaku pada periode yang telah lalu

    menghasilkan PDRB atas harga konstan. PDRB atas harga konstan disebut

    sebagai PDRB volume atau PDRB real. Dalam publikasi ini selain disajikan

    PDRB atas harga berlaku yang bisa menggambarkan pergeseran struktur

    ekonomi, juga disajikan PDRB dengan menggunakan tahun dasar 2000 yang bisa

    menggambarkan pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

    Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam perhitungan PDRB, yaitu

    pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan.

    Pendekatan produksi menghitung nilai tambah sumbangan tiap sektor

    produksi terhadap total output dengan cara mengurangkan output dengan

    barang dan jasa yang dibeli dari unit produksi lain dan habis digunakan untuk

    menghasilkan output tersebut (dinamakan konsumsi antara). Hasil

    penghitungan tersebut adalah nilai tambah. Nilai tambah dapat dinyatakan

    dalam nilai bruto dan netto tergantung apakah sudah dikurangi dengan

    penyusutan barang modal.

    Sektor produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9

    lapangan usaha (sektor) yaitu:

    1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan,

    2. Pertambangan dan Penggalian,

    3. Industri Pengolahan,

    4. Listrik, Gas dan Air Bersih,

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-17

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    5. Bangunan/Kontruksi,

    6. Perdagangan, Hotel dan Restoran,

    7. Pengangkutan dan Komunikasi,

    8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan,

    9. Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.

    Pendekatan pengeluaran menghitung PDRB dengan menjumlahkan

    seluruh permintaan akhir yang terdiri dari konsumsi rumah tangga dan lembaga

    nirlaba, konsumsi pemerintah, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB),

    perubahan stok dan ekspor neto.

    Pendekatan pendapatan menghitung PDRB sebagai penjumlahan dari

    balas jasa faktor produksi (kompensasi pekerja, sewa, penyusutan, bunga dan

    keuntungan) dalam wilayah. Hal ini menunjukkan dua hal dalam perekonomian

    suatu daerah. Pertama, menunjukkan pembagian PDRB menurut berbagai

    pendapatan seperti balas jasa tenaga kerja, keuntungan serta balas jasa barang

    modal lainnya, dan pajak produksi setalah dikurangi subsidi. Kedua, membantu

    menjelaskan perbedaan antara PDRB dengan pendapatan yang dapat digunakan.

    PDRB mencakup:

    1. Semua barang dan jasa yang penghasilannya mendapatkan kompensasi.

    2. Produksi yang ilegal dan tersembunyi.

    3. Produksi barang untuk dikonsumsi sendiri.

    4. Jasa yang dihasilkan oleh pemerintah dan lembaga nirlaba.

    5. Jasa sewa rumah yang dihuni oleh unit rumah tangga sendiri.

    6. Jasa rumah tangga dan perseorangan untuk konsumsi sendiri oleh pekerja

    rumah tangga yang dibayar.

    PDRB tidak mencakup:

    1. Produksi jasa perseorangan dan rumah tangga untuk digunakan sendiri yang

    dihasilkan oleh anggota rumah tangga yang tidak dibayar.

    2. Aktivitas sosial, budaya serta sukarela dari lembaga nirlaba atau pemerintah

    yang tidak dibayar.

    3. Dekorasi, perbaikan besar dan kecil barang tahan lama dan rumah yang

    dilakukan sendiri oleh rumah tangga.

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-18

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    2.1.3.5 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional

    Beberapa manfaat statistik pendapatan untuk level regional adalah:

    1. PDRB nominal (harga berlaku) menunjukkan kemampuan sumber daya

    ekonomi suatu wilayah. Semakin besar nilai PDRB menunjukkan semakin

    besar kekuatan ekonomi wilayah tersebut;

    2. Distribusi PDRB nominal (harga berlaku) menurut sektor menunjukkan

    struktur perekonomian dan menunjukkan peranan masing-masing sektor

    dalam perekonomian suatu wilayah. Semakin besar peranan suatu sektor

    menunjukkan basis perekonomian dalam wilayah tersebut;

    3. PDRB riil (harga konstan) dapat digunakan untuk menunjukkan laju

    pertumbuhan ekonomi atau sektor ekonomi dari periode ke periode;

    4. PDRB harga berlaku menurut penggunaan menunjukkan penggunaan produk

    barang dan jasa menurut konsumsi, investasi, dan perdagangan luar wilayah;

    5. Distribusi PDRB menurut penggunaan menunjukkan besarnya peranan

    kelembagaan dalam menggunakan hasil produksi barang dan jasa.

    PDRB penggunaan atas harga konstan menunjukkan laju pertumbuhan

    konsumsi, investasi dan perdagangan regional.

    2.1.4 Profil Sosial dan Budaya

    Upaya penanggulangan kemiskinan difokuskan pada: Pertama,

    perluasan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan, kesehatan,

    infrastruktur dasar dan kesempatan memperoleh pekerjaan dan berusaha.

    Kedua, upaya penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang bersifat

    pemberdayaan. Upaya pemberdayaan masyarakat miskin menjadi penting

    karena akan menempatkan mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek

    berbagai upaya penanggulangan kemiskinan. Untuk meningkatkan posisi tawar

    masyarakat miskin, diperlukan berbagai upaya pemberdayaan agar masyarakat

    miskin lebih berkesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.

    Selain itu diperlukan upaya pemberdayaan agar masyarakat miskin dapat

    berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi sehingga mengubah pandangan terhadap

    masyarakat miskin dari beban (liabilities) menjadi potensi (assets). Berbagai

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-19

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    proses pemenuhan kebutuhan dasar dan pemberdayaan tersebut di atas perlu

    didukung oleh perbaikan sistem bantuan dan jaminan sosial serta kebijakan

    ekonomi yang pro-poor termasuk tata kelola pemerintahan yang baik.

    Beberapa masalah pokok yang dihadapi oleh masyarakat miskin antara

    lain sebagai berikut: Pertama, rendahnya kemampuan daya beli dan kesadaran

    masyarakat akan pangan dengan gizi yang layak yang merupakan persoalan

    utama bagi masyarakat miskin. Kedua, terbatasnya akses atas kebutuhan dasar

    terutama pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Selama ini kelompok

    masyarakat miskin dihadapkan pada masalah tingginya biaya pendidikan, oleh

    karena itu telah menyebabkan tingginya angka putus sekolah. Hal ini masih

    terjadi terutama pada jenjang pendidikan menengah, karena alasan anak harus

    membantu orang tua mencari nafkah. Kelompok masyarakat miskin juga

    dihadapkan pada mahalnya biaya pengobatan dan perawatan, jauhnya tempat

    pelayanan kesehatan, dan rendahnya jaminan kesehatan. Ketiga, masih

    minimnya penanganan dibidang kesejahteraan sosial, baik ditingkat perorangan,

    keluarga maupun kelompok masyarakat.

    Perlindungan sosial bagi masyarakat miskin, khususnya fakir miskin dan

    PMKS, diperlukan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar secara

    mandiri dan dapat mengakses sistem pelayanan sosial dasar, penyandang cacat,

    anak terlantar, anak korban penyalahgunaan NAPZA, gelandangan dan wanita

    rawan sosial ekonomi. Kelima, belum adanya rasa aman terhadap masyarakat

    yang tertimpa bencana, serta terjaminnya ketersediaan bantuan dan relokasi

    korban dalam situasi darurat sehingga dapat mengurangi penderitaan

    masyarakat yang terkena bencana.

    Fenomena ini merupakan realitas yang harus mendapat perhatian serius

    dalam program pembangunan tahun 2013-2017. Pembangunan diselenggarakan

    secara holistik yang memiliki keterkaitan (linkages) dengan kegiatan sektoral

    melalui pendekatan multiplayer effect dengan membuat skala prioritas dari

    kegiatan yang dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi kemasyarakatan.

    Penduduk miskin yang umumnya berpendidikan rendah harus bekerja apa saja

    untuk mempertahankan hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkan lemahnya

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-20

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    posisi tawar masyarakat dan tingginya kerentanan terhadap perlakuan yang

    merugikan disamping itu juga harus menerima pekerjaan dengan imbalan yang

    sangat rendah, tanpa sistem kontrak atau tidak adanya kepastian perlindungan

    hukum terhadap pekerja informal tersebut.

    Kantong-kantong kemiskinan pada umumnya terdapat pada zona pesisir

    dan desa-desa terpencil dengan sumber mata pencaharian sebagai nelayan dan

    petani tradisional dengan upah dan pendapatan yang relatif kecil. Oleh karena

    itu perlu paradigma baru dalam memanfaatkan sumberdaya lokal sebagai

    potensi yang dapat dikembangkan dalam proses percepatan pembangunan serta

    mengurangi ketimpangan pembangunan. Potensi tersebut adalah pemanfaatan

    pengembangan kawasan-kawasan secara optimal sebagai pusat-pusat

    pertumbuhan (growth center) melalui pembentukan pengelompokan pemukiman

    baru sebagai daerah pertumbuhan ekonomi dan pengembangan perluasan

    kesempatan berusaha.

    2.1.4.1 Penduduk Miskin

    Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang,

    laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk

    mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.

    Kemiskinan itu sendiri dapat didefinisikan di antaranya, kemiskinan absolut

    adalah situasi di mana penduduk tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan

    pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan

    pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kemiskinan relatif

    adalah situasi ataupun kondisi dimana penduduk miskin terjadi karena

    pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh

    lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan,

    dan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang ditengarai atau didalihkan

    disebabkan dari kondisi struktur, atau tatanan kehidupan yang tak

    menguntungkan karena tatanan itu tak hanya menerbitkan akan tetapi (lebih

    lanjut dari itu) juga melanggengkan kemiskinan di dalam masyarakat. (Suyanto,

    1995:59).

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-21

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Kemiskinan merupakan suatu persoalan yang pelik dan

    multidimensional. Ianya merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan

    dan mekanisme ekonomi, sosial dan politik yang berlaku. Setiap upaya

    penanggulangan masalah kemiskinan secara tuntas menuntut peninjauan

    sampai ke akar masalah, tak ada jalan pintas untuk menanggulangi masalah

    kemiskinan ini.

    Dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan,

    pemerintah sangat memerlukan data jumlah penduduk terutama jumlah rumah

    tangga miskin yang akan digunakan sebagai tolok ukur penyusunan kebijakan

    sampai pada tingkat yang paling kecil. Dengan berpedoman pada data jumlah

    penduduk miskin, pemerintah akan berusaha mengatasi dan mengurangi

    ketertinggalan yang dihadapi oleh masyarakat pada umumnya.

    Dalam rangka mengurangi angka kemiskinan di Kota Lhokseumawe

    Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam Rencana Pembangunan Jangka

    Menengah Daerah (RPJMD) 2007-2012 telah menetapkan tujuh Misi

    Pembangunan Jangka Menengah, salah satunya adalah mendorong

    pengembangan sektor-sektor ekonomi kerakyatan meliputi perdagangan, jasa,

    dan industri guna memperluas kesempatan kerja dan peningkatan daya beli

    masyarakat. Untuk mencapai misi tersebut kebijakan umum yang ditempuh di

    antaranya yaitu dengan meningkatkan kemandirian petani dalam berusaha dan

    peningkatan kapasitas kelembagaan petani, serta peningkatan kesejahteraan

    masyarakat dalam rangka mengurangi angka kemiskinan.

    Di Kota Lhokseumawe jumlah penduduk miskin pada tahun 2009

    berjumlah 22.530 jiwa, terjadi penurunan sebesar 3,3% bila dibandingkan pada

    tahun 2010 berjumlah 21.770 jiwa. Sedangkan persentase jumlah penduduk

    miskin terhadap jumlah total penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2009

    sebesar 14,00 % dan persentase jumlah penduduk miskin terhadap jumlah total

    penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2010 sebesar 12,00 %, untuk lebih

    jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.7 berikut:

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-22

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Tabel 2.7 Jumlah Penduduk Miskin Kota Lhokseumawe Tahun 2009-2010

    No Tahun Jumlah PendudukJumlah Penduduk

    Miskin (jiwa)Persentase

    (%)

    1 2009 159,238 22,530 14,00 %

    2 2010 171,163 21,770 12,00 %

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

    2.1.4.2 Jumlah Tenaga kerja

    Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam

    kehidupan manusia, karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Oleh

    karenanya, setiap upaya pembangunan selalu diarahkan pada perluasan

    kesempatan kerja dan lapangan usaha, dengan harapan penduduk dapat

    memperoleh manfaat langsung dari pembangunan. Tenaga kerja di Kota

    Lhokseumawe pada tahun 2009 berjumlah 53.808 jiwa mengalami kenaikan

    sebesar 8.7% dibandingkan tenaga kerja tahun 2010 yang berjumlah 58.478 jiwa.

    Namun bila dilihat dari persentase jumlah tenaga kerja terhadap total jumlah

    penduduk pada tahun 2009 sebesar 33,8% dan persentase jumlah tenaga kerja

    terhadap total jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar 34,0 %. Untuk lebih

    jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.8 berikut:

    Tabel 2.8 Jumlah Tenaga Kerja Kota Lhokseumawe Tahun 2009-2010

    No Tahun Jumlah PendudukJumlah Tenaga

    Kerja (jiwa)Persentase

    (%)

    1 2009 159,238 53,808 33.8%

    2 2010 171,163 58,478 34,0%

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-23

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    2.1.4.3 Jumlah Pengangguran

    Masalah pengangguran umumnya lebih banyak dicirikan oleh daerah

    perkotaan sebagai efek dari industrialisasi. Pengangguran terjadi sebagai akibat

    dari tidak sempurnanya pasar tenaga kerja, atau tidak mampunya pasar tenaga

    kerja dalam menyerap tenaga kerja yang ada. Akibatnya timbul sejumlah

    pekerja yang tidak diperdayakan dalam kegiatan perekonomian. Ini merupakan

    akibat tidak langsung dari penawaran (supply) tenaga kerja di pasar tenaga kerja

    melebihi permintaan (demand) untuk mengisi kesempatan kerja yang tercipta.

    Di Kota Lhokseumawe tingkat pengangguran pada tahun 2009 berjumlah

    8.228 jiwa mengalami penurunan sebesar 4.6% dibandingkan tahun 2010 yaitu

    berjumlah 7.848 jiwa. Sedangkan persentase jumlah pengangguran terhadap

    jumlah penduduk Kota Lhokseumawe terhadap jumlah total penduduk Kota

    Lhokseumawe pada tahun 2009 sebesar 5,2% dan pada tahun 2010 persentase

    jumlah pengangguran terhadap jumlah total penduduk sebesar 4,0 %. Untuk

    lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut:

    Tabel 2.9 Jumlah Pengangguran Kota Lhokseumawe Tahun 2009-2010

    No Tahun Jumlah Penduduk

    Jumlah Pengangguran

    (jiwa)

    Persentase (%)

    1 2009 159.238 8.228 5,2%

    2 2010 171.163 7.848 4,0 %

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

    2.2. Kondisi Prasaran Bidang PU/Cipta Karya

    2.2.1 Sub Bidang Air Minum

    Sistem penyediaan air minum di Kota Lhokseumawe dan Kabupaten

    Aceh Utara dikelola oleh operator yang sama yaitu PDAM Tirta Mon Pase

    dengan sistem IPA lengkap. Pada sistem IPA lengkap terdapat sumber air baku,

    sistem transmisi, pengolahan lengkap, dan distribusi yang sebagian besar sudah

    dibuat dengan system zona pada pelayanannya. Sumber air baku yang

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-24

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    digunakan berasal dari air permukaan yaitu sungai Krueng Pase dengan

    kapasitas debit 100 lt/detik, Kreung Mane kapasitas debit 200-300 lt/detik, dan

    Krueng Keureutau kapasitas debit 100-300 lt/detik.

    Total produksi air minum yang dikelola PDAM Tirta Mon Pase pada saat

    ini adalah sebesar 305 lt/detik yang berasal dari 8 IPA dan 1 sumur bor yang

    masih beroperasi.

    IPA Krueng Pase dengan konstruksi beton yang dibangun tahun 2003

    memiliki kapasitas terpasang 100 lt/detik dan total produksi 95 lt/detik yang

    beroperasi selama 18 jam sehari. Pendistribusian dari IPA Krueng Pase melayani

    kota Lhokseumawe. Jumlah penduduk Kota Lhokseumawe tahun 2010 sekitar

    171.163 jiwa, sedangkan jumlah pelanggan PDAM Tirta Mon Pase untuk tahun

    2010 sejumlah 6.746 pelanggan. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk di

    Kota Lhokseumawe dan jumlah penduduk yang mengakses air bersih pada

    PDAM, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa air bersih yang

    didistribusikan ke Kota Lhokseumawe sangat kecil, belum lagi tingginya angka

    kebocoran air seluruhnya diperkirakan mencapai 45 %.

    Selain IPA Krueng Pase, PDAM Tirta Mon Pase juga menyediakan air

    bersih di Kota Lhokseumawe dengan sumur bor di Simpang Keramat dengan

    kapasitas terpasang 65 lt/detik dan total produksi 30 lt/detik yang beroperasi

    selama 22 jam sehari.

    Air permukaan (sungai) dapat dimanfaatkan sebagai air baku melalui

    pengolahan. Mengenai jenis dan tingkat pengolahannya dibutuhkan masih

    diperlukan penelitian lebih lanjut. Sementara itu sumber air tanah yang berasal

    dari air tanah umum terdapat secara merata di seluruh penjuru kota. Namun

    perlu diingat bahwa air tanah ini kurang baik dijadikan sebagai sumber air baku,

    karena sebagian sumbersumber air tanah yang ada telah terintrusi air laut dan

    berwarna kekuningkuningan.

    Berdasarkan standar air bersih dan target kebutuhan tersebut dapat

    diketahui rencana kebutuhan air bersih di Kota Lhokseumawe tahun 2011 yaitu

    sebesar 46.067.550 liter/hari atau 460,68 liter/detik, dengan jumlah sambungan

    sebanyak 49.139 sambungan. Pelayanan sambungan ini terdiri dari kebutuhan

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-25

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    domestik dan non domestik yang meliputi kebutuahan untuk rumah tangga,

    kebutuhan sosial, kebutuahan komersial, institusi dan lain-lain.

    Sementara itu kebutuhan untuk saluran umum (kran umum) 10 % dari

    kebutuhan rumah tangga yaitu sebesar 46,07 liter/detik, kebutuhan fasilitas

    (perkantoran, komersial, umum dan sosial) sebesar 20 % dari kebutuhan rumah

    tangga yaitu sebasar 92,14 liter/detik, dan kebutuhan industri 20 % dari

    kebutuhan rumah tangga yaitu sebesar 92,14 liter/detik. Tingkat kebocoran

    keseluruhannya diasumsikan sekitar 20% dari total pemakai yakni 20 % x (460,68

    + 46,07 + 92,14 + 92,14 liter/detik) dengan jumlah 138,21 liter/detik. Total

    kebutuhan air bersih keseluruhannya adalah 829,24 lt/dt. Untuk lebih jelasnya

    dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut ini.

    Table 2.10 Jumlah Pelanggan PDAM Tirta Mon Pase

    di Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    No Kategori Pelanggan Jumlah Pelanggan

    1 Rumah Tangga 6.1572 Badan Sosial/Rumah Sakit 363 Fasilitas Umum 94 Toko, Industri dan Perusahaan 4685 Instansi Pemerintah 76

    JUMLAH 6.746

    Sumber: Lhokseumawe Dalam Angka, 2010

    Sementara banyaknya air minum yang disalurkan ke pelanggan setiap

    bulan di Kota Lhokseumawe pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-26

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Table 2.11 Banyaknya Air Minum yang Disalurkan ke Pelanggan Setiap Bulan

    di Kota Lhokseumawe 2010

    No Bulan Operasi Air Minum yang Disalurkan (M3)

    1 Januari 135.8922 Februari 118.9883 Maret 104.9524 April 128.9945 Mei 124.2726 Juni 132.9947 Juli 129.3768 Agustus 131.7499 September 126.335

    10 Oktober 140.54411 November 78.19512 Desember 146.210

    JUMLAH 1.498.501

    Sumber : Lhokseumawe Dalam Angka, 2010

    Untuk mengantisipasi perkembangan penduduk dimasa yang akan

    datang, perlu ditingkatakan ruang lingkup atau jangkauan pelayanannya yaitu

    berupa penambahan langganan dan jaringan di wilayah yang belum terjangkau

    oleh sistem distribusi.

    Rencana program sistem penyediaan air bersih Kota Lhokseumawe

    diuraikan sebagai berikut:

    a. Pengoperasian dan pengoptimalan kapasitas instalasi pengolahan air bersih,

    guna didistribusikan ke wilayah perkotaan dengan target awal 40%

    penduduk dilayani.

    b. Pembangunan reservoir distribusi.

    c. Pengadaan dan pemasangan jaringan pipa distribusi.

    d. Pendistribusian pelayanan berupa sambungan rumah maupun kran umum.

    e. Pembuatan sarana kran umum bagi kawasan pemukiman yang padat dan

    berpenghasilan rendah.

    f. Peyuluhan pada masyarakat, mengenai arti pentingnya air bersih berkaitan

    dengan sistem yang mungkin diterapkan.

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-27

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    g. Penelitian lebih lanjut tentang keberadaan sumber-sumber air potensial bagi

    air baku.

    h. Peningkatan pelayanan ke penduduk hingga melebihi 80%, dengan

    menekan angka bocoran sampai dibawah 20%.

    i. Perlindungan secara ketat daerah resapan air bagi kelestarian kontinuitas air

    tanah.

    Sementara mulai tahun 2011 Kota Lhokseumawe telah memiliki PDAM

    sendiri yang bernama Ie Beusare Rata, namun sampai saat ini belum lagi

    beroperasi, karena masih dalam tahap pembicaraan atau negosiasi mengenai

    asset dengan PDAM Tirta Mon Pase Kabupaten Aceh Utara.

    2.2.2 Sub Bidang Sampah

    Sampah yang dihasilkan di Kota Lhokseumawe terdiri dari sampah yang

    berasal dari domestik dan non domestik. Sampah yang berasal dari domestik

    ditampung ditempat penampungan sementara yang berupa bak-bak sampah

    yang selanjutunya diangkut oleh truk sampah (dump truck) menuju ke tempat

    pembuangan akhir yang berada di Alue Lim dengan sistem open dumping.

    Dengan standar besaran jumlah sampah yang ditimbulkan oleh rumah tangga

    (domestik) sebesar 1,5 liter/hari, maka dapat diperoleh jumlah produksi sampah

    domestik Kota Lhokseumawe hingga akhir tahun 2026 yaitu sebesar 345.172

    liter/hari. Jumlah sampah non-domestik adalah 40% dari sampah domestik,

    yaitu sebesar 138.070 liter/hari. Total produksi sampah ini keluruhannya adalah

    sebesar 483.242 liter/hari.

    Saat ini sarana persampahan yang terdapat di Kota Lhokseumawe masih

    jauh dari cukup untuk melayani produksi sampah Kota Lhokseumawe. Kondisi

    pelayanan sarana persampahan yang ada hampir sepenuhnya digunakan untuk

    melayani produksi sampah di kawasan pusat kota saja. Untuk lebih jelasnya

    mengenai sarana persampahan dapat dilihat pada tabel 2.12 berikut:

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-28

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Tabel 2.12 Sarana dan Prasarana Sampah di Kota Lhokseumawe

    No Kecamatan Sarana dan Prasarana Vol / Unit

    Jumlah TPS/Drum 2.250Jumlah TPS/Bak 29Jumlah TPS/Gerobak Sampah 8Jumlah TPS/Container 13Mobil Kijang Pick Up 5Truck 8Jumlah TPS/Drum 950Jumlah TPS/Bak 11Jumlah TPS/Gerobak Sampah 2Jumlah TPS/Container 1Truck 3Jumlah TPS/Drum 250Jumlah TPS/Bak 5Jumlah TPS/Gerobak Sampah 2Jumlah TPS/Container 1Truck 3Jumlah TPS/Drum 250Jumlah TPS/Bak 4Jumlah TPS/Gerobak Sampah 2Jumlah TPS/Container 1Truck 3

    Sumber : BLHK Kota Lhokseumawe, 2010

    Blang Mangat

    2

    3

    4

    Banda Sakti1

    Muara Satu

    Muara Dua

    Selanjutnya berbagai sarana lainnya dalam persampahan dapat dilihat

    pada tabel 2.13 berikut ini.

    Tabel 2.13 Sarana Lainnya Dalam Persampahan

    No Sarana dan Prasarana Ket1 Tempat Pengolahan Akhir

    - Lokasi Desa Alue Lim- Sistem yang digunakan Open dumping- Jarak Dari Kota, Luas dan Status TPA Jarak 20 Km dari Pusat

    Kota, Luas 8 ha, dan Status Milik Pemerintah Kota Lhokseumawe yang dikelola oleh BLHK Kota Lhokseumawe

    - Volume sampah yang masuk ke TPA 202 m3/hari

    - Alat Berat 2 Unit (Beco dan Buldozer) Dalam Kondisi Baik2 Fasilitas Pendukung

    - Ketersediaan instalasi pengolahan air lindi (leachate) 1 Unit

    - Sumur Pantau 3 UnitSumber : BLHK Kota Lhokseumawe, 2010

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-29

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Permasalahan dibidang sampah antara lain adalah minimnya sistem

    perencanaan persampahan termasuk database persampahan. Database ini

    tentunya sangat berguna bagi pemerintah dalam upaya melakukan forecasting

    terhadap permasalahan sampah. Kemudian sarana dan prasarana sampah

    belum mampu menjawab kebutuhan akan pelayanan persampahan yang baik.

    Lokasi TPA misalnya, bila masih menggunakan model pengelolaan sampah

    hanya dengan menggunakan metode open dumping saja, maka dalam waktu yang

    tidak begitu lama, pemerintah harus mencari lokasi baru atau melakukan

    perluasan lokasi TPA. Artinya life time penggoperasian TPA tidak begitu lama.

    Permasalahan selanjutnya terdapat beberapa wilayah di Kota Lhokseumawe

    yang belum terjangkau oleh layanan persampahan. Keterbatasan kemampuan

    pemerintah dalam memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada semua

    anggota masyarakat membuat masalah persampahan menjadi tidak tuntas

    ditangani. Artinya pelayanan ini masih bersifat parsial. Kemudian permasalahan

    juga dikarenakan masih terbatas pada pemanfaatan sampah yang masih dapat

    dijual kembali bukan secara langsung mendaur ulang sampah tersebut.

    Kelompok masyarakat yang berhubungan dengan kegiatan persampahan

    umumnya.

    2.2.3 Sub Bidang Air Limbah

    Pembangunan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan di

    perkotaan dan perdesaan Kota Lhokseumawe belum begitu mendapatkan

    perhatian dan prioritas. Penanganan masalah limbah masih terbatas pada tahap

    konsep penanganan dan belum diwujudkan ke dalam pembangunan fisik. Selain

    itu, pengelolaan limbah manusia secara sistematik belum dilakukan. Penanganan

    limbah pada tingkat rumah tangga dilayani melalui jamban dengan tangki

    septik, sedangkan masyarakat yang tidak memiliki jamban menggunakan tempat

    pembuangan limbah tradisionil seperti sungai, saluran drainase kota, dan lain-

    lain.

    Perkembangan jumlah penduduk berakibat meningkatnya kebutuhan

    permukiman baru sehingga mendorong adanya penciptaan permukiman-

    permukiman baru maupun bertambah padatnya permukiman yang sudah ada.

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-30

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Hal yang tidak bisa dihindari adanya peningkatan jumlah limbah cair yang

    dihasilkan pada lingkungan permukiman tersebut. Limbah cair rumah tangga

    pada permukiman apabila tidak ditangani dengan cukup baik, akan

    berpengaruh terhadap kualitas lingkungan diantaranya penurunan kualitas air

    badan air dan air tanah, penurunan tingkat kesuburan tanah, maupun

    penurunan tingkat estetika suatu wilayah.

    Ketika jumlah penduduk masih sedikit, maka daya dukung lingkungan

    masih mampu melalukan pembersihan sendiri (self purification), namun dengan

    bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan debit limbah cair yang

    dihasilkan maka diperlukan metode pengelolaan sehingga yang terbuang pada

    lingkungan diharapkan sudah memenuhi syarat.

    Instansi Pemerintah Kota Lhokseumawe yang menangani masalah

    Limbah Cair adalah, Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan (BLHK) Kota

    Lhokseumawe dan Dinas Pekerjaan Umum. Sesuai dengan hasil survei

    kesehatan lingkungan maka di wilayah Kota Lhokseumawe dapat kita ketahui

    bahwa ada 31.415 jamban dengan berbagai jenis jamban dan juga terdapat 26.377

    unit SPAL. Secara umum semua fasilitas jamban dan SPAL dibangun secara

    swadaya oleh masyarakat sendiri.

    Pemerintah Kota telah melakukan pengadaan sarana dan prasarana yang

    berhubungan dengan pengelolaan limbah ini. Dari data Badan Kebersihan dan

    Lingkungan Hidup bahwa Kota Lhokseumawe telah memiliki Instalasi

    Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) sebanyak 1 unit. Pemerintah pun telah

    memiliki 2 unit mobil penyedot dan pengangkut tinja. Volume lumpur tinja yang

    dibuang ke ILPT ini berkisar 8 m3/hari.

    Masyarakat mempunyai perannya masing-masing sesuai dengan tingkat

    kesadaran akan kesehatan lingkungan dan kemampuan finansialnya masing-

    masing. Masyarakat yang telah mampu, umumnya telah memiliki fasilitas

    penanganan limbah cair dengan baik. Namun masyarakat yang belum memiliki

    kemampuan finansial, penyediaan sarana ini menjadi sulit bagi mereka.

    Sehingga dapat kita katakan dengan kondisi masyarakat dengan berbagai latar

    belakang yang dimilikinya, penanganan limbah ini belum maksimal. Hal ini

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-31

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    terlihat dari data kesehatan lingkungan bahwa 36.119 rumah yang disurvei,

    hanya 14.201 rumah yang memiliki SPAL. Bahkan dari total 14.201 SPAL

    tersebut, 53,84 % SPAL berada dalam kondisi memadai, sedangkan sisanya

    sebesar 46,16 % berada dalam kondisi tidak memadai.

    Untuk penangganan air limbah ini ada beberapa permasalahan yang

    dijumpai, diantaranya adalah masih ada pandangan dari masyarakat yang

    beranggapan bahwa pengelolaan limbah ini tidak begitu mendesak atau tidak

    menjadi fokus utama bagi mereka. Masyarakat masih menggunakan cara yang

    tidak sehat yaitu dengan memanfaatkan badan sungai atau saluran drainase

    untuk memenuhi kebutuhan sarana prasarana pengelolaan limbah cair ini.

    Kemudian untuk wilayah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang

    tinggi dan juga ketersediaan lahan yang tidak begitu luas bagi penyediaan SPAL,

    tentunya sistem SPAL berskala rumah tangga lebih sulit diterapkan karena

    keterbatasan lahan yang dimiliki.

    Target pengelolaan air limbah diarahkan melalui upaya-upaya intensif

    baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun peningkatan kesadaran

    masyarakat mengenai pentingnya kondisi sanitasi lingkungan yang baik, dalam

    hal ini perlu dilanjutkan terus dengan memperhatikan kegiatan penyuluhan

    secara intensif serta menggunakan cara yang sesuai dengan lingkungan

    setempat. Untuk lebih jelasnya tentang Rencana Pelayanan Air limbah di Kota

    Lhokseumawe dapat di lihat pada tabel 2.15 berikut :

    Tabel 2.14 Rencana Pelayanan Air Limbah Kota Lhokseumawe

    Target Pelayanan Air Limbah (m3) No Kecamatan

    2012 2017 2022 2027 1 Blang Mangat 14.958 15.528 16.119 16.732

    2 Banda Sakti 59.254 61.509 63.851 66.281

    3 Muara Dua 30.270 31.423 32.619 33.860

    4 Muara Satu 26.916 27.941 29.004 30.108

    TOTAL 131.398 136.401 141.593 146.981

    Sumber: Hasil Analisis (RPIJM Kota Lhokseumawe 2009-2013)

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-32

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    2.2.4 Sub Bidang Drainase

    Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian

    bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan

    air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara

    optimal.

    Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain),

    saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran

    induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang

    sistem sering dijumpai bangunan lainnya seperti gorong-gorong, jembatan air

    (aquaduct), pintu-pintu air, kolam tando, dan stasiun pompa.

    Dalam rangka pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan

    peningkatan taraf hidup masyarakat di Kota Lhokseumawe, penanganan

    drainase merupakan salah satu prioritas yang perlu mendapatkan penanganan.

    Karena gangguan dan kerugian akan masalah banjir dan genangan telah

    mengakibatkan dampak penurunan kondisi sosial ekonomi masyarakat,

    kerusakan lingkungan pemukiman dan sektor-sektor ekonomi yang potensial.

    Pembangunan rencana sistem drainase saat ini antara lain belum

    memadainya jaringan drainase baik dalam jumlah maupun kapasitas. Sistem

    drainase eksisting baru mencakup sebagian kecil dari daerah pelayanan dan

    sebagian besar berada di daerah pusat-pusat kegiatan saja. Dapat dikatakan

    banyak terdapat fungsi saluran drainase yang masih digunakan bersama-sama

    dengan sistem penyaluran air limbah baik domestik maupun industri (sistem

    tercampur) sehingga terjadi penurunan kapasitas aliran pada saat musim hujan.

    Rencana pengembangan prasarana drainase disesuaikan dengan tingkat

    perkembangan kawasan terbangun dan prasarana jalannya serta terintegrasi

    dengan pengendalian banjir dan program perbaikan jalan.

    Perencanaan sistem drainase di Kota Lhokseumawe meliputi pembuatan

    sistem saluran primer, sekunder, dan tersier (kawasan permukiman), rehabilitasi

    saluran yang kondisinya buruk, pemasangan pompa dan pemasangan pintu-

    pintu air. Saluran drainase primer mengikuti jalan utama (arteri primer, arteri

    sekunder dan kolektor primer), sedangkan saluran drainase sekunder mengikuti

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-33

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    jalan kolektor sekunder dan jalan lokal, sementara saluran drainase tersier

    mengikuti jalan lingkungan permukiman penduduk.

    Sementara itu, untuk kondisi drainase di Kota Lhokseumawe saat ini

    khususnya di Kecamatan Banda Sakti yang merupakan pusat perkantoran dan

    perdagangan hampir semua drainase rampung dikerjakan pada tahun 2011.

    2.2.5 Sub Bidang Tata Bangunan Lingkungan

    Penataan bangunan dan lingkungan adalah kegiatan pembangunan

    untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki, mengembangkan atau

    melestarikan bangunan dan lingkungan/kawasan tertentu sesuai dengan prinsip

    pemanfaatan ruang dan pengendalian bangunan gedung dan lingkungan secara

    optimal, yang terdiri atas proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi,

    serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung

    dan lingkungan.

    Lahan terbangun di Kota Lhokseumawe untuk permukiman seluas

    10.877 ha, perdagangan dan jasa 49,36 ha, industri besar 923,76 ha, pendidikan

    0,60 ha dan perkantoran 14,35 ha.

    Bangunan di Kota Lhokseumawe meliputi permukiman dan perumahan,

    sarana kesehatan, pendidikan umum, pendidikan agama, dan peribadatan.

    Untuk sarana kesehatan yang tersedia di Kota Lhokseumawe terdiri dari 5

    Puskesmas, 12 Puskesmas Pembantu, 32 Polindes, 85 praktik dokter, 9 praktik

    dokter gigi dan 77 toko obat. Sarana pendidikan umum yang ada di Kota

    Lhokseumawe sampai dengan tahun 2007, terdiri dari Taman Kanak-kanak 25

    unit (swasta 24 unit), Sekolah Dasar sebanyak 59 unit, SLTP 15 unit serta

    SMU/SMK sebanyak 13 unit, Akademi/Perguruan Tinggi 10 unit. Sarana

    pendidikan agama yang ada 8 unit Madrasah Ibtidaiyah (5 negeri dan 3 swasta),

    6 unit Madrasah Aliyah (1 negeri dan 5 swasta). Di Kota Lhokseumawe memiliki

    26 unit Pondok Pasantren dan 189 unit Balai Pengajian. Sarana peribadatan yang

    dimiliki Kota Lhokseumawe adalah 180 unit, yang terdiri 42 unit mesjid, 70 unit

    meunasah, 70 unit mushalla, 2 unit gereja dan 1 unit vihara. Secara umum

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-34

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    kondisi bangunan fasilitas umum Kota Lhokseumawe dalam keadaan baik dan

    terawat.

    Kawasan permukiman di Kota Lhokseumawe tersebar diseluruh

    kecamatan dengan persebaran kepadatan penduduk berbeda-beda untuk setiap

    kecamatan. Tingkat kepadatan persebaran dan persebaran rumah tangga

    penduduk mempengaruhi tingkat kepadatan permukiman penduduk.

    Berdasarkan jumlah penduduk Kota Lhokseumawe termasuk dalam klasifikasi

    kawasan perkotaan sedang dengan jumlah penduduk tahun 2010 adalah 171.163

    jiwa. Pengembangan perumahan diarahkan ke pinggiran kota yaitu wilayah-

    wilayah yang masih memiliki banyak lahan kosong dan merupakan lahan tidak

    produktif. Di pusat kota tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan

    kawasan perumahan dikarenakan sudah terbatasnya lahan karena memiliki

    kepadatan penduduk tinggi dan permukiman padat serta daerah pusat kota

    sudah banyak digunakan untuk untuk pembangunan fasilitas pelayanan umum

    dan pusat pemerintahan Kota Lhokseumawe.

    Untuk menjaga kelestarian lingkungan di Kota Lhokseumawe adanya

    kawasan perlindungan setempat yang kebanyakan berupa kawasan penyangga

    dalam bentuk sempadan pantai seluas 24,90 ha. Selain sempadan pantai juga

    terdapat sempadan sungai dengan luas 109,79 ha dan kawasan sekitar

    danau/waduk dengan luas 26,59 ha.

    2.2.6 Sub Bidang Pengembangan Permukiman

    Luas wilayah Lhokseumawe 18.106 ha telah dimanfaatkan untuk

    berbagai keperluan atau kebutuhan oleh 171,163 jiwa penduduk. Dilihat dari tata

    guna pemanfaatan lahan (wilayah) yang ada, peruntukan untuk kebutuhan

    pemukiman sangat menonjol, yaitu sekitar 10.887 ha atau sekitar 60,12 % dari

    luas wilayah seluruhnya, berarti terjadi peningkatan dari tahun 2004 dimana

    lahan yang digunakan untuk pemukiman hanya 8.491 Ha (47 %). Untuk lebih

    jelasnya tentang luas wilayah dan tingkat kepadatan penduduk menurut

    Kecamatan di Kota Lhokseumawe dapat dilihat pada tabel 2.16 berikut.

  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-35

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    Tabel 2.15 Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Penduduk

    menurut Kecamatan Kota Lhokseumawe

    No. Kecamatan Penduduk Luas Wilayah (Km2) Kepadatan

    1.

    2.

    3.

    4.

    Banda Sakti

    Muara Satu

    Muara Dua

    Blang Mangat

    73.543

    31.723

    44.209

    21.689

    11,24

    55,90

    57,80

    56,12

    6543

    567

    765

    386

    Jumlah 171,163 181,08 945

    Sumber : Lhokseumawe Dalam Angka, Tahun 2010

    Dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi untuk

    pemukiman menimbulkan permasalahan menjadi begitu kompleks.

    Permasalahan yang timbul antara lain adalah, persampahan, genangan banjir,

    kurangnya luasan ruang terbuka hijau, termasuk penanganan masalah

    kebakaran, telah mencuat sebagai hal yang sangat memerlukan penanganan

    yang sungguh-sungguh. Lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan tata

    ruang Kota Lhokseumawe, telah menciptakan wajah kota yang semakin

    semberaut. Perlu adanya peningkatan kinerja dari Badan Koordinasi Penataan

    Ruang Daerah (BKPRD) sehingga terjadinya sinkronisasi terhadap pelaksanaaan

    dan pengawasan pelaksanaan tata ruang yang ada.

    Catatan terakhir di empat Kecamatan menunjukkan 2.390 unit rumah

    warga mengalami kerusakan, dimana sekitar 603 unit rumah yang rusak total

    dan 380 unit yang rusak berat, disamping rumah yang rusak ringan sebanyak

    1.409 unit.

    Kewenangan pemukiman dan perumahan diarahkan kepada

    peningkatan sarana air bersih, penataan kawasan pemukiman yang indah dan

    nyaman, perkembangan perumahan bagi keluarga yang kurang mampu dan

    peningkatan kesadaran masyarakat terhadap keserasian pemukiman.

  • http://www.bappedalhokseumawe.web.id

    Bappeda Kota Lhokseumawe

    http://www.bappedalhokseumawe.web.idarieTypewritten textBAB III
  • Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-1

    RPIJMPKD

    RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017

    RENCANA PEMBANGUNAN KOTA

    3.1. Strategi Pengembangan Kota Lhokseumawe

    3.1.1 Fungsi dan Peran Kota Lhokseumawe Berdasarkan Rencana Penataan

    Tata Ruang (RTRW)

    Sistem Perkotaan

    Struktur Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe dibentuk oleh:

    Sistem perkotaan, yang terdiri dari pusat kota dan sub-sub pusat dengan

    fungsinya masing-masing dalam lingkup pengembangan wilayah.

    Sistem jaringan prasarana wilayah yang mengaitkan secara fungsional dan

    spasial antar kota-kota yang akan dikembangkan.

    Pengembangan sistem perkotaan di Kota Lhokseumawe didasarkan pada

    kriteria:

    Meningkatkan pemerataan kawasan terbangun di wilayah Kota

    Lhokseumawe;

    Pengurangan beban pusat kota dengan mendistribusikan fungsi kegiatan di

    Kecamatan Banda Sakti ke wilayah lainnya;

    Meningkatkan akses antar wilayah dengan penyediaan sarana dan prasarana

    transportasi;

    Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor, terutama sektor

    ekonomi dalam rangka merubah orientasi sektor basis dari industri