Rp *pkga.ipb.ac.id/wp-content/.../2011/11/...Gender-Bidang-Kesehatan.pdf · Kemenkesdr. Untung...
Transcript of Rp *pkga.ipb.ac.id/wp-content/.../2011/11/...Gender-Bidang-Kesehatan.pdf · Kemenkesdr. Untung...
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang KesehatanA
Rp. +/-%+=@!*
KERJASAMA:KEMENTERIAN KESEHATAN RI – KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK - UNFPA
TIM PENYUSUN :
Kemenkes : dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes., dr. Gita Maya, MHA.,
dr.AndiSaguni,MA.,LaodeMusafin,SKM,M.Kes.
KPP-PA : Dra. Endang Moerniati, MM., Drs. Darsono, Msi.,
Dra. Lieska Prasetya, MSI.
UNFPA : dr. Lany Harijanti, Anis Hamim, MA.
ISBN xxxxxxxxxx
Desain dan layout INTERAXI.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatani
Perencanaan dan penganggaran responsif gender merupakan salah satu komponen dari Pengarusutamaan Gender (PUG), dan sebagai komitmen kami dalam mendukung pelaksanaan PUG Bidang Kesehatan maka telah disusun Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan dengan melibatkan banyak pihak, tidak hanya dari unit-unit di intern Kementerian Kesehatan tapi juga dengan melibatkan Kementerian PP&PA, UNFPA dan pihak-pihak lainnya. Buku Panduan ini merupakan up-dating dari Buku Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender yang pernah diterbitkan pada tahun 2008.
Perencanaan dan penganggaran responsif gender bidang kesehatan ini merupakan instrumen untuk mengatasi adanya perbedaan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan kesehatan bagi laki-laki dan perempuan sehingga diharapkan kesenjangan gender dapat dihilangkan atau setidaknya dapat dikurangi. Perencanaan dan penganggaran responsif gender bidang kesehatan bukanlah sebuah proses yang terpisah dari sistem yang sudah ada, sehingga bukan berarti melakukan dua kali perencanaan, tetapi memastikan bagaimana agar perspektif gender dapat diintegrasikan dalam setiap tahapan perencanaan dan penganggaran. Oleh karenanya jangan diartikan sebagai rencana dan anggaran khusus untuk perempuan yang terpisah dari laki-laki.
Bahan tulisan untuk panduan ini berasal dari orientasi termasuk studi literatur internasional serta asesmen dan masukan dari banyak pihak melalui wawancara, FGD, workshop dan simulasi. Simulasi penerapan disamping dilakukan pada unit yang berada di intern Kementerian Kesehatan juga dilakukan pada Dinas Kesehatan Provinsi. Walaupun buku Panduan ini lebih difokuskan untuk penyusunan Anggaran Responsif Gender (ARG) bersumber APBN Kementerian Kesehatan termasuk dari Dana Dekonsentrasi, namun kami berharap buku ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi banyak pihak seperti pihak universitas, pemerintah daerah, ‘pemerhati gender’ dan pihak-pihak lainnya.
SEPATAH KATAKepala Biro Perencanaan dan Anggaran
ii
Saya yakin buku ini masih belum sepenuhnya sempurna, oleh karena itu saran dan masukan bersifat konstruktif tetap kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaannya ke depan.
Jakarta, November 2010 KEPALA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN SETJEN KEMENTERIAN KESEHATAN RI,
dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehataniii
KATA PENGANTARSekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI
Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 telah ditetapkan, dan menjadi
arah kebijakan pembangunan kesehatan lima tahun kedepan. Untuk mencapai
target kinerja yang ditetapkan dalam Renstra tersebut, ditempuh berbagai
strategi kebijakan perencanaan dan penganggaran kesehatan, antara lain melalui
pengarusutamaan gender (PUG) dalam setiap penyusunan kebijakan, program,
dan kegiatan di Kementerian Kesehatan.
Pelaksanaan PUG bidang kesehatan telah diamanahkan sejak tahun 2000 melalui
Inpres Nomor 9 tahun 2000 tentang PUG dalam Pembangunan Nasional, dan
ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 878 Tahun
2006 tentang Tim Pengarusutamaan Gender Bidang Kesehatan. PUG Bidang
Kesehatan (PUG-BK) selanjutnya dipertegas melalui Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang kesehatan. Dukungan kebijakan PUG juga dinyatakan dalam
RPJPN Tahun 2005-2025, RPJMN Tahun 2010-2014, serta RPJP Kesehatan Tahun
2005-2025, yang menjadikan isu gender menjadi bagian integral pembangunan
kesehatan.
Sebagai tindak lanjut atas kebijakan tersebut, sejak tahun 2008 telah disusun
pedoman perencanaan dan penganggaran responsif gender. Namun seiring dengan
dinamika perubahan kebijakan perencanaan dan penganggaran, panduan tersebut
direvisi menjadi Buku Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif
Gender (PPRG) Bidang Kesehatan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1459/Menkes/SK/X/2010.
Salah satu prinsip utama dalam perencanaan dan penganggaran responsif gender
adalah analisis gender terhadap setiap kebijakan, dan pelaksanaan program dan
kegiatan di lingkungan Kementerian Kesehatan, yang selanjutnya diintegrasikan
dalam penyusunan RKA-KL. Hal tersebut tidak berarti bahwa perencana kesehatan
harus melakukan dua kali proses perencanaan dan penganggaran, tetapi berupaya
mengintegrasikan perspektif gender dalam setiap proses perencanaan dan
penganggaran.
Pengintegrasian perspektif gender menjadikan perencanaan menjadi lebih tepat
sasaran dan efektif, karena didahului oleh analisis determinan sosial dari perspektif
gender. Pada tahap ini dilakukan pemetaan antara peran, kondisi, dan kebutuhan
iv
kesehatan perempuan dan laki-laki, sehingga diperoleh solusi yang tepat untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki.
Pada akhirnya akan bermuara pada pencapaian target indikator kinerja kegiatan
sebagaimana ditetapkan dalam dokumen perencanaan.
Buku Panduan ini merupakan panduan teknis, sehingga setiap unit utama
diharapkan mampu menyusun Anggaran Responsif Gender yang selanjutnya
digunakan sebagai salah satu dokumen dalam penelaahaan RKA-KL di Kementerian
Keuangan.
Merupakan sebuah kebanggaan, Kementerian Kesehatan kembali dipercaya
menjadi K/L pilot project pelaksanaan Anggaran Responsif Gender (ARG) melalui
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/2010. Komitmen tersebut diperkuat lagi
dengan Kesepakatan Bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Negaran
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 593/MENKES/SKB/
V/2010 - Nomor 07/MEN.PP&PA/5/2010 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan
Gender di Bidang Kesehatan.
Melalui kesempatan ini saya mengajak kepada semua unit utama di Kementerian
Kesehatan, secara bertahap melakukan proses perencanaan dan penganggaran
yang responsif gender, sehingga pada akhir tahun 2014 semua program
dan kegiatan pembangunan kesehatan telah responsif gender. Melalui Visi
Kementerian Kesehatan “Masyarakat Sehat Yang Mandiri Dan Berkeadilan”,
kita telah berkomitmen mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya, dengan menurunkan disparitas status kesehatan antar wilayah, status
sosial ekonomi serta gender.
Buku ini merupakan kerja sama antara Kementerian Kesehatan dengan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Untuk itu kepada semua pihak
yang telah berpartisipasi baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan
buku panduan ini, kami mengucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua dalam menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di Indonesia yang kita cintai. Amin Ya Rabbal Alamin.
Jakarta, November 2010
SEKRETARIS JENDERAL
KEMENTERIAN KESEHATAN RI,
dr. Ratna Rosita, MPHM
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatanv
MENTERI KESEHATANREPUBLIK INDONESIA
Relevansi gender dengan bidang kesehatan, sangat erat kaitannya. Evidence
based dari studi-studi gender dan kesehatan menyatakan bahwa salah
satu penyebab utama dan akar masalah dari rendahnya status kesehatan
masyarakat dan permasalahan kesehatan adalah belum responsifnya
kebijakan, program dan kegiatan kesehatan terhadap isu gender. Masih
banyak kebijakan, program dan kegiatan kesehatan yang masih bias atau
netral gender, karena masih cenderung mengasumsikan bahwa kebutuhan
kesehatan (health needs) antara perempuan dan laki-laki adalah sama.
Faktanya, perempuan dan laki-laki mempunyai kebutuhan kesehatan dan
interes yang berbeda, serta peran dan relasi gender yang masih cenderung
menempatkan perempuan “dibawah” laki-laki, sehingga situasi tersebut
menyebabkan implikasi yang berbeda pula dalam hal akses, partisipasi, manfaat, dan kontrol terhadap
upaya kesehatan.
Untuk itu, kami berharap bahwa kita semua mempunyai kesamaan pandangan dan komitmen bahwasanya
Pengarusutamaan gender (PUG) Bidang Kesehatan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, bukan
hanya karena dorongan aturan/kebijakan yang pro gender, tetapi lebih dari itu menumbuhkan kesadaran
bahwasanyaPUGmerupakanpendekatanyangefisiendanefektifuntukmencapaitargetkinerjaoutput
dan outcome pembangunan kesehatan. Perlu kita pahami bersama pula bahwa dalam mencapai tujuan
pembangunan nasional, sektor kesehatan bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas SDM dan
indikator untuk menilainya bukan hanya dengan melihat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tetapi juga
dengan Indeks Pembangunan Gender (IPG) bahkan dengan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG).
Jika kita menelaah kembali dokumen perencanaan pemerintah, yang menjadi acuan dalam penyusunan
dokumen perencanaan Kemkes, baik dokumen perencanaan jangka panjang, jangka menengah, maupun
jangka pendek atau tahunan, semuanya telah menyatakan bahwa gender merupakan mainstream dalam
penyusunan kebijakan, program dan kegiatan, dan terintegrasi dalam siklus perencanaan dan penganggaran,
pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi pembangunan kesehatan. Dukungan kebijakan tersebut secara jelas
diuraikan dalam Bab I, Pendahuluan, Buku Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
(PPRG) ini.
SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN RI
vi
Secara struktur, PPRG merupakan bagian integral dari PUG Bidang Kesehatan, dan secara kesisteman maka
PPRG merupakan bagian sistem perencanaan dan penganggaran yang telah berjalan selama ini. Selama
ini, masih ada anggapan bahwa melakukan analisis gender berarti menambah beban pekerjaan. Namun,
sesungguhnya perencanaan dan penganggaran rensponsif gender bukanlah berarti melakukan dua kali
perencanaan, tetapi hanya memastikan bagaimana agar perspektif gender dapat diintegrasikan dalam
setiap tahapan perencanaan dan penganggaran. Karena itulah, sebuah perencanaan dan penganggaran
responsif gender akan mendiagnosa dan memberikan jawaban yang lebih tepat kebutuhan program dan
anggaran kesehatan bagi perempuan dan laki-laki, dan pada akhirnya mendukung tercapainya target
indikator kinerja kegiatan yang telah ditetapkan.
Biro Perencanaan dan Anggaran telah mengkoordinir penyusunan Buku Panduan PPRG ini yang tidak hanya
melibatkan lintas program dan unit yang ada di lingkungan Kemkes tapi juga melibatkan Kementerian Negara
PP&PA serta UNFPA dan juga mendapatkan masukan-masukan dari daerah. Hal tersebut telah menunjukkan
komitmen Kemkes dalam rangka mengembangkan team work yang terpadu dalam melaksanakan PUG
bidang kesehatan di Kementerian Kesehatan.
Oleh karenanya, melalui kesempatan ini juga, kami mengucapkan terima kasih atas kerja sama yang
ditunjukkan oleh tim tersebut atas kerja kerasnya sehingga Buku Panduan PPRG ini dapat tersusun. Lebih
dari itu, kami berharap bahwa buku panduan ini dapat menjadi materi yang dapat dipakai oleh banyak
pihak dalam upaya mengembangkan dan melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan yang rerponsif
gender.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal
Alamin.
Jakarta, November 2010
MENTERI KESEHATAN,
dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatanvii
MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
REPUBLIK INDONESIA
SAMBUTAN PENGANTARPADA PANDUAN
PERENCANAAN DAN PENGGANGGARAN RESPONSIF GENDERBIDANG KESEHATAN
Saya menyambut balk diterbitkannya Panduan Perencanaan dan
Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan. Panduan ini akan
memberikansumbanganyangcukupsignifikandalammengimplementasikan
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Nasional. Inpres tersebut mengamanahkan
bagi semua Kementerian dan Lembaga Pemerintah untuk mengintegrasikan
perspektif gender pada saat menyusun kebijakan, program dan kegiatan
masing-masing, termasuk Kementerian Kesehatan, sehingga perempuan
dan laki-laki mendapatkan akses dan manfaat yang adil dan setara di
dalam bidang Kesehatan; antara lain yang dilaksanakan melalui penerbitan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 119 Tahun 2009 yang
diperbaharui dengan PMK Nomor 104 Tahun 2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL
Tahun Anggaran 2011 yang menetapkan Kementerian Kesehatan sebagai salah satu uji coba penerapan
anggaran yang responsif gender.
Panduan ini bertujuan untuk memberikan informasi dan langkah¬langkah di dalam menyusun kebijakan,
program dan kegiatan di bidang kesehatan dengan pendekatan anggaran responsif gender sesuai dengan
PMK Nomor 104 Tahun 2010 di atas.
viii
Tersusunnya panduan ini atas kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
dengan Kementerian Kesehatan, yang difasilitasi oleh UNFPA.
Untuk itu, kami sampaikan penghargaan yang tinggi kepada Tim Penyusun dan pihak-pihak yang telah
berkontribusi. Akhirnya, kami berharap Panduan ini dapat dimanfaatkan secara optimal oleh semua pihak
yang terkait.
Jakarta, September 2010
Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia
Linda Amalia Sari Gumelar, S.IP
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatanix
DAFTAR ISI
x
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatanxi
Menimbang a. Bahwa untuk melaksanakan Inpres Nomor 9 Tahun 2000
tentang Pengarusutamaan Gender (PUG), Kementerian Kesehatan
berkewajiban melakukan PUG dalam kebijakan, program dan
kegiatan pembangunan kesehatan;
b. bahwa sesuai dengan PMK Nomor 104 tahun 2010, menunjuk
Kementerian Kesehatan menjadi pilot project pelaksanaan
Anggaran Responsif Gender dalam penyusunan RKA-KL TA.
2011;
c bahwa Kesepakatan Bersama Antara Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan
Menteri Kesehatan tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan
Gender di Bidang Kesehatan No. 07/MEN.PP&PA/5/2010 – No.
593/MENKES/SKB/V/2010, perlu ditindaklanjuti;
d. bahwa sebagai tindak lanjut sebagaimana dimaksudkan pada
huruf a, b, dan c telah disusun Panduan Perencanaan dan
Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan.
Mengingat 1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4286);
2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIANOMOR: 1459/MENKES/SK/X/2010
TENTANG
PANDUAN PERENCANAAN DAN ANGGARAN RESPONSIF GENDER BIDANG KESEHATAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI KESEHATANREPUBLIK INDONESIA
xii
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;
4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan lembaran
Negara Nomor 5063);
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian
Negara Republik Indonesia;
6. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;
7. Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan Nasional ;
8. Inpres Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan
Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010;
9. Inpres Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan
yang Berkeadilan;
10. Peraturan Menteri Keuangan No 104/PMK.02/2010 tentang
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun Anggaran
2011.
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 375/
MENKES/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) Tahun 2005-2025;
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/60/I/2010
tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI Tahun
2010 – 2014;
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 878 Tahun 2006 tentang
Tim Pengarusutamaan Gender Bidang Kesehatan (PUG-BK);
14. Kesepakatan Bersama Antara Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Menteri Kesehatan
No. 07/MEN.PP&PA/5/2010 – No. 593/MENKES/SKB/V/2010
tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Bidang
Kesehatan;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan
Kesatu : Keputusan Menteri Kesehatan tentang Panduan Perencanaan
dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan.
Kedua : Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Bidang Kesehatan, sebagaimana terlampir dalam Keputusan ini.
Ketiga : Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif
Gender Bidang Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Diktum
Kedua digunakan sebagai acuan bagi Kementerian Kesehatan
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatanxiii
dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran program
pembangunan kesehatan yang responsif gender.
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 4 Oktober 2010
Menteri Kesehatan,
Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR.PH
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang KesehatanBAB I Pendahuluan1xiv
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang KesehatanBAB I Pendahuluan1xiv
PENDAHULUAN
bab
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia (SDM) Indonesia sehingga mempunyai kemampuan daya saing secara
global. Isu SDM sebagai prioritas pembangunan nasional merupakan amanah
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025, yang kemudian secara bertahap
dijabarkan dalam perencanaan pembangunan lima tahunan dan perencanaan
tahunan.
Terdapat tiga indikator kualitas SDM yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
atau Human Development Index (HDI), Indeks Pembangunan Gender (IPG) atau
Gender-related Development Index (GDI) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
atau Gender Empowerment Measurement (GEM). IPM atau HDI Indonesia telah
mengalami peningkatan, yaitu dari 0,687 pada tahun 2004 menjadi 0,719 pada
tahun 2008. Perbaikan IPM Indonesia belum diikuti oleh perbaikan IPG, meskipun
IPG Indonesia mengalami peningkatan dari 0,639 pada tahun 2004 menjadi 0,664
pada tahun 2008, namun nilainya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
nilai IPM pada tahun yang sama. Demikian pula dengan Indeks Pemberdayaan
Gender, belum mengalami peningkatan yang berarti yaitu 0,597 pada tahun 2004
menjadi 0,623 pada tahun 2008 (UNDP; 2008).
IPG Indonesia pada tahun 2008 menduduki peringkat ke-94 dari 177 negara, dan
di antara 10 negara-negara ASEAN, Indonesia berada pada peringkat ke-6 setelah
IBAB
MENTERI KESEHATANREPUBLIK INDONESIA
LAMPIRANKEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
Nomor : 1459/MENKES/SK/X/2010Tanggal : 4 Oktober 2010
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang KesehatanBAB I Pendahuluan32
Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Sedangkan IDG
Indonesia menduduki peringkat ke-107 dari 177 negara. Peningkatan IDG masih
relatif kecil setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya peningkatan
kesetaraan gender di bidang sosial, ekonomi, dan politik belum berhasil secara
signifikan.
Sejak tahun 2000, isu kesenjangan gender telah menjadi salah satu komitmen
utama pemerintah. Melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional, pemerintah
telah berkomitmen menjadikan isu gender sebagai mainstream (arusutama)
pembangunan. Inpres ini mewajibkan pemerintah pusat dan daerah melakukan
pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan, mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evalusi pembangunan.
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu penentu kualitas SDM telah mengadopsi
PUG. Komitmen pemerintah melalui Inpres No. 9 tahun 2000 tersebut di atas,
dipertegas kembali melalui UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, khususnya
pasal 2 yang berbunyi “Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan
berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan
terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-
norma agama”. selain itu dalam sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009, Responsif
Gender menjadi salah satu dasar penyelenggaraan SKN. Sejalan dengan peraturan-
peraturan tersebut di atas, dengan memperhatikan amanah Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N)
Tahun 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang Kesehatan
(RPJP-K) Tahun 2005-2025 dan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014
sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2010-
2014, Kementerian Kesehatan telah menjadikan isu gender sebagai mainstream
dalam pembangunan kesehatan. PUG di Kementerian Kesehatan juga diperkuat
dengan Kesepakatan Bersama Antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak dengan Menteri Kesehatan No. 07/MEN.PP&PA/5/2010 –
No. 593/MENKES/SKB/V/2010 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di
Bidang Kesehatan.
Sementara itu, isu kesehatan dan gender juga telah menjadi komitmen global yang
dinyatakan dalam MDGs. Terdapat 5 tujuan MDGs yang berhubungan dengan
bidang kesehatan, yaitu tujuan 1 (Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan),
melalui peningkatan status gizi balita, tujuan 4 (Menurunkan Kematian Anak),
tujuan 5 (Peningkatan Kesehatan Ibu), tujuan 6 (Mengendalikan HIV/ AIDS, Malaria
dan penyakit menular lainnya), serta tujuan 7 (Menjamin Kelestarian Lingkungan
Hidup), melalui penyehatan lingkungan. Sedangkan isu gender tercantum pada
tujuan 3 MDGs (Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan),
yang bersifat cross cutting dalam mencapai 7 tujuan lainnya dari 8 tujuan MDGs.
Program dan kegiatan kesehatan yang berhubungan dengan pencapaian target
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang KesehatanBAB I Pendahuluan32
MDGs selanjutnya diperkuat dengan Inpres No. 1 tahun 2010 tentang percepatan
pelaksanaan prioritas pembangunan nasional tahun 2010 dan Inpres No. 3 tahun
2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan dengan 3 substansi yaitu
pro rakyat, keadilan untuk semua, dan pencapaian tujuan MDGs.
Uraian di atas memberikan pemahaman bahwa kebijakan PUG bidang kesehatan
telah mendapatkan dukungan kebijakan dan peraturan perundang-undangan
yang sangat kuat, sehingga perlu ditindaklanjuti dengan kebijakan perencanaan
dan penganggaran bidang kesehatan yang responsif gender. Perencanaan
kesehatan yang responsif gender telah dinyatakan dalam dokumen perencanaan
sebagaimana diuraikan tersebut di atas. Sedangkan dokumen penganggaran
responsif gender bidang kesehatan atau disebut dengan Anggaran Responsif
Gender (ARG) diamanahkan melalui PMK No. 119 tahun 2009 yang menetapkan
Kementerian Kesehatan sebagai salah satu ujicoba penerapan ARG dari 7
Kementerian/Lembaga (K/L) yaitu Departemen Pendidikan Nasional, Departemen
Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, Departemen
Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Selanjutnya penerapan ARG
diperbarui dengan PMK No. 104 tahun 2010, yang kembali menetapkan 7
(tujuh) K/L pilot tahun anggaran 2011 (Kementerian Pertanian, Kementerian
Pekerjaan Umum, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan,
Kementerian Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas) ditambah K/L yang menangani
Bidang Perekonomian dan Bidang Polsoskum (Politik, Sosial, dan Hukum). Kedua
PMK dimaksud telah mengintegrasikan ARG dalam penyusunan RKA-KL.
Terdapat dua bentuk dokumen ARG dalam penyusunan RKA-KL, yaitu TOR responsif
gender dan Gender Budget Statement (GBS). Dalam penelaahan RKA-KL kedua
dokumen ARG tersebut merupakan bagian integral dari dokumen pendukung
penelaahan RKA-KL yang menjadi syarat penelaahan RKA-KL oleh Direktorat
Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan. Karena ARG telah menjadi bagian
integral sistem perencanaan dan penganggaran K/L, maka Kementerian Kesehatan
perlu menyusun panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender yang
menjadi acuan bagi para perencana kesehatan dalam penyusunan ARG.
B. Tujuan Penyusunan Panduan
1. Memberikan panduan bagi para perencana dalam menyusun Anggaran
Responsif Gender (ARG) di bidang kesehatan.
2. Memampukan para perencana untuk mengintegrasikan perspektif gender
dalam setiap tahapan perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang KesehatanBAB I Pendahuluan54
C. Ruang Lingkup Panduan
1. Teknik analisis gender bidang kesehatan dengan menggunakan Gender
Analysis Pathway (GAP)
2. Teknik penyusunan TOR (Term of Reference) responsif gender
3. Teknik penyusunan GBS (Gender Budget Statement)
Untuk mempermudah dan membantu para perencana memahami konsep gender
dalam penyusunan ARG, maka dalam panduan ini juga disampaikan secara singkat
tentang konsep gender dan isu gender dalam bidang kesehatan yang dapat dilihat
pada BAB II.
D. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025;
2. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014;
4. Inpres No. 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Nasional;
5. Inpres No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional Tahun 2010;
6. Inpres No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 374/MENKES/SK/V/2009
tentang Sistem Kesehatan Nasional (TKN).
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 375/MENKES/SK/V/2009
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K)
Tahun 2005-2025;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/60/ I/
2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010 –
2014;
10. Peraturan Menteri Keuangan No 104/PMK.02/2010 tentang Petunjuk
Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun Anggaran 2011;
11. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.878 Tahun 2006 tentang Tim
Pengarusutamaan Gender Bidang Kesehatan (PUG-BK);
12. Kesepakatan Bersama Antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak dengan Menteri Kesehatan tentang Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender di Bidang Kesehatan No. 07/MEN.PP&PA/5/2010 –
No. 593/MENKES/SKB/V/2010.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan5
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang KesehatanBAB I Pendahuluan54
A. Konsep Gender
Gender merujuk pada perbedaan antara perempuan dan laki-laki sejak lahir, tumbuh
kembang dan besar melalui proses sosialisasi di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Lingkungan sosial mereproduksi pembedaan peran gender melalui pemisahan
kepantasan untuk perempuan dan kepantasan untuk laki-laki. Pembedaan peran
gender tidak bersifat universal, tetapi berbeda antara satu kebudayaan dengan
kebudayaan lainnya dan dapat berubah seiring dengan perkembangan zaman.
Singkat kata, bahwa gender adalah konsep yang mengacu pada peran dan
tanggungjawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat dari dan dapat
berubah oleh konstruksi/ keadaan sosial budaya masyarakat (WHO, 2010).
Istilah gender relatif baru masuk dalam khazanah pembangunan, termasuk
pembangunan kesehatan, sehingga masih banyak terjadi kerancuan dalam
memahaminya apalagi mengaplikasikannya. Kerancuan itu bermula dari pemahaman
yang keliru tentang ‘gender’ yang sering diartikan sebagai jenis kelamin, khususnya
perempuan; padahal, istilah ‘jenis kelamin/ sex’ berbeda dengan gender.
Jenis kelaminmengacupadaperbedaankarakteristikbiologisdanfisiologisyang
membedakan perempuan dan laki-laki. Jenis kelamin bersifat kodrati dan universal
(berlaku di mana saja) dan tidak bisa dipertukarkan satu sama lain. Contoh dari
sifat jenis kelamin antara lain:
- Perempuan dapat melahirkan, menstruasi, menyusui, laki-laki tidak;
- Perempuan mempunyai payudara yang berfungsi untuk menyusui, sedangkan
laki-laki tidak memilikinya;
- Laki-laki mempunyai jakun, mempunyai testis, menghasilkan sperma, sedangkan
perempuan tidak;
- Laki-laki mempunyai tulang yang lebih masif.
Gender mengacu pada peran, prilaku, kegiatan serta karakteristik sosial lainnya
yang dibentuk oleh suatu masyarakat atau budaya tertentu berdasarkan persepsi
yang pantas untuk perempuan atau pantas untuk laki-laki. Persepsi gender
dipraktikkan melalu perbedaan cara perempuan dan laki-laki dibesarkan, diajari
KONSEP GENDER DAN ISU GENDER BIDANG KESEHATAN
bab
IIBAB
BAB II Konsep Gender dan Isu Gender Bidang Kesehatan6
berprilaku, dan diharapkan untuk ‘menjadi perempuan’ dan ‘menjadi lelaki’
menurut budaya masyarakatnya. Praktik ini direproduksi secara turun temurun.
Gender beragam, bisa berubah-ubah dan bersifat dinamis. Contohnya antara lain:
- Merokok dianggap pantas untuk laki-laki, tapi tidak untuk perempuan. Dengan
perubahan zaman, perempuan yang merokok sudah dianggap biasa, bahkan
sebagai salah satu ciri perempuan ’modern’.
- Bidan pantas sebagai pekerjaan perempuan karena dianggap mengurusi
bagian-bagian intim perempuan; Dokter kandungan pantasnya laki-laki, bahkan
pernah suatu masa dokter kandungan dilarang digeluti oleh perempuan.
- Menjadi kepala (rumah sakit; perencanaan; proyek) dianggap ranah laki-laki;
menjadi sekretaris (proyek, kantor, pimpinan) dianggap ranah perempuan;
- Pekerjaan merawat dan membesarkan anak serta pekerjaan rumah tangga
lainnya merupakan tugas dan tanggung jawab ibu rumah tangga, sedangkan
suami mempunyai tugas mencari nafkah bagi keluarga.
Gender bukan semata-mata perbedaan biologis; bukan jenis kelamin,
bukan juga perempuan, tetapi lebih merujuk pada arti sosial bagaimana
menjadi perempuan dan menjadi laki-laki.
Perbedaan dan peran gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak
menimbulkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Perlu ditekankan bahwa
meskipun laki-laki dan perempuan dari sisi biologis berbeda, namun dari sisi sosial,
laki-laki dan perempuan idealnya mempunyai peran dan tanggung jawab yang
sama. Contohnya laki-laki jadi ilmuwan, perempuan juga bisa jadi ilmuwan, laki-
laki menjadi pemimpin, perempuan juga bisa jadi pemimpin, dan lain-lain. Namun
demikian, kondisi ideal tersebut belum tercipta karena masih terjadi ketidakadilan
dan ketidaksetaraan atau diskriminasi gender. Ketidakadilan dan ketidaksetaraan
gender dapat terjadi dalam beberapa bentuk atau manifestasi, yakni :
1. Stereotipi : menempatkan wanita sebagai mahluk lemah, mahluk yang perlu
dilindungi, tidak penting, tidak punya nilai ekonomi, orang rumah, bukan
pengambil keputusan, dan lain-lain;
2. Subordinasi : akibat bentuk stereotipi menempatkan perempuan pada posisi
di bawah laki-laki, tidak boleh mengambil keputusan dibandingkan laki-laki,
tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk bekerja atau berproduksi,
pendidikan, dan lain-lain;
3. Marginalisasi : terpinggirkan, tidak diperhatikan atau diakomodasi dalam
berbagai hal, yang menyangkut kebutuhan, kepedulian, pengalaman, dan lain-
lain;
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan7
4. Beban Majemuk : perempuan bekerja lebih beragam daripada laki-laki, dan
lebih lama waktu kerjanya, misalnya fungsi reproduktif dan peran sebagai
pengelola rumah tangga, termasuk bekerja di luar rumah.
5. Kekerasan Berbasis Gender : perempuan mendapatkan serangan fisik,
seksual atau psikologis tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan atau
penderitaan. Kekerasan bisa berbentuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan
atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di
ranah publik, tempat kerja, atau dalam kehidupan rumah tangga.
Untuk mengurangi bentuk ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender tersebut
diatas, maka perlu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pembuat
kebijakan (policy maker) dan pelaksana kebijakan tentang konsep dan isu gender,
karena jika para pembuat dan pelaksana kebijakan masih memiliki pola pikir, sikap
dan tingkah laku yang buta gender akan menghasilkan kebijakan netral atau bias
gender karena tidak mempertimbangkan pengalaman, aspirasi, dan kebutuhan
laki-laki dan perempuan yang berbeda. Untuk itu, para pembuat dan pelaksana
kebijakan perlu sensitif gender agar dapat menghasilkan kebijakan, program dan
kegiatan yang memastikan laki-laki dan perempuan memperoleh keadilan dan
kesetaraan dalam akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dalam setiap bidang
pembangunan.
B. Isu Gender dalam Bidang Kesehatan
Isu Gender dalam bidang kesehatan adalah masalah kesenjangan perempuan
dan laki-laki dalam hal akses, peran atau partisipasi, kontrol dan manfaat yang
diperoleh mereka dalam pembangunan kesehatan. Kesenjangan akses, partisipasi,
kontrol dan manfaat antara perempuan dan laki-laki dalam upaya atau pelayanan
kesehatan secara langsung menyebabkan ketidaksetaraan terhadap status
kesehatan perempuan dan laki-laki, sehingga kesenjangan tersebut harus menjadi
perhatian dalam menyusun kebijakan/program sehingga kebijakan/program bisa
lebih terfokus, efisiendan efektif dalammencapai sasaran.Oleh karena itu, isu
kesehatan tidak boleh hanya dilihat pada masalah service delivery (penyediaan
layanan) saja, tetapi juga perlu melihat pada hubungan sosial budaya yang
menyebabkan perbedaan status dan peran perempuan dan laki-laki dan relasi
antara keduanya di masyarakat.
Untuk mempermudah para perencana mengenal isu gender, berikut ini beberapa
contoh isu gender dalam kaitannya dengan upaya atau pelayanan kesehatan.
1. Isu gender terhadap prevalensi dan tingkat keparahan penyakit
Perbedaan norma dan relasi gender menyebabkan perempuan dan laki-laki
menderita penyakit yang berbeda dan juga tingkat keparahannya. Publikasi
ilmiah menyatakan bahwa:
BAB II Konsep Gender dan Isu Gender Bidang Kesehatan8
- Perempuan menderita anemia akibat kekurangan Fe pada ibu hamil dan
menyusui serta perempuan yang menstruasi sebagai akibat dari hegemoni
laki-laki dalam rumah tangga yang mempunyai peluang lebih besar
mengkonsumsi makanan kaya Fe.
- Osteoporosis 8 kali lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki
yang berhubungan dengan faktor biologis dan gaya hidup. Demikian
pula Diabetes, hipertensi dan kegemukan, lebih banyak pada perempuan
dibandingkan laki-laki.
- Depresi (dua sampai tiga kali lebih banyak pada perempuan dibandingkan
laki-laki pada semua fase kehidupan) yang berhubungan dengan tipe
personal dan pengalaman dalam bersosialisasi dan perbedaan peluang
antara perempuan dan laki-laki.
- Angka kematian yang tinggi pada kasus kanker perempuan pada usia
dewasa, yang berhubungan dengan rendahnya akses terhadap teknologi
dan pelayanan kesehatan dalam deteksi dini dan tindakan pengobatan.
- Laki-laki menderita lebih banyak Sirosis Hepatis yang berhubungan dengan
perilaku minuman beralkohol. Demikian pula Schizophrenia dan kanker
paru-paru yang berhubungan dengan perilaku merokok. Silicosis yang
berhubungan dengan pekerja tambang (100 % laki-laki). Demikian pula
untuk kasus hernia pada laki-laki yang berhubungan dengan jenis pekerjaan.
Penyakit dengan gangguan pada Arteri Coronaria merupakan salah satu
penyebab terbesar kematian pria pada saat kerja.
- Perempuan lebih berisiko dari laki-laki terhadap defisiensimicro-nutrient
yang akan berdampak buruk bagi status gizi dan kesehatannya sehingga
mengurangi produktivitas dan peluang investasi di bidang pendidikan.
- Malnutrisi pada bayi berhubungan dengan kemiskinan dan rendahnya
tingkat pendidikan ibu.
2. Isu gender terhadap lingkungan fisik dan penyakit
Studi kasus di Zimbabwe menyatakan bahwa perempuan dewasa lebih berisiko
tinggi menderita Sistosomiasis (salah satu jenis cacing darah) dibandingkan laki-
laki karena perempuan bertugas mencuci pakaian dan perlengkapan dapur yang
dilakukannya di sungai, sementara remaja laki-laki mempunyai prevalensi lebih
tinggi dibandingkan remaja perempuan karena mereka lebih sering bermain di
sungai dan kanal.
3. Isu gender terhadap faktor risiko penyakit
- Perempuan mempunyai akses yang lemah terhadap keuangan keluarga
sehingga mengurangi kemampuannya untuk melindungi dirinya dari faktor
risiko penyakit.
- Riset WHO yang dilakukan pada laki-laki termasuk remaja pria di seluruh
dunia menunjukkan bagaimana norma-norma terhadap ketidakadilan gender
mempengaruhi interaksi laki-laki dengan pasangan wanitanya dalam banyak
hal, termasuk pencegahan transmisi HIV/AIDS dan penyakit IMS lainnya,
penggunaan alat kontrasepsi dan prilaku laki-laki dalam mencari pelayanan
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan9
kesehatan. Juga terkait dengan pembagian peran dan tugas rumah tangga,
serta pola parenting (proses bertindak sebagai orang tua).
- Streotipi maskulin menyebabkan seorang laki-laki harus berani, pengambil
resiko berprilaku agnesi dan tidak menunjukkan sifat lemah berhubungan
dengan angka penggunaan alkohol dan Narkoba lebih tinggi pada laki-
laki di seluruh belahan dunia. Demikian pula dengan angka kesakitan dan
kematian akibat kecelakaan lalu lintas dan tindak kriminal.
- Terbatasnya akses terhadap air bersih pada perempuan, karena dalam
beberapa kelompok masyarakat laki-laki lebih didahulukan sebagai pengguna
utama air bersih, sedangkan perempuan dan anak-anak harus membawa
dan menyiapkannya tetapi mendapatkan prioritas kedua.
4. Isu gender terhadap persepsi dan respon terhadap penyakit
- Perbedaan peran laki-laki dan perempuan mempengaruhi persepsi
perasaan tidak nyaman serta mempengaruhi keinginan wanita untuk
menyatakan dirinya sakit. Peran perempuan dalam mengurus rumah
tangga mengakibatkan apabila perempuan jatuh sakit tidak cepat mencari
pengobatan karena merasa tidak nyaman melalaikan tugas dan tanggung
jawab sebagai ibu rumah tangga. Kalaupun berobat penyakitnya sudah dalam
stadium lanjut. Demikian pula pada laki-laki dewasa mencari pengobatan
terhadap penyakitnya pada stadium lanjut karena peran maskulin laki-laki
menyebabkan laki-laki merasa harus kuat dalam menghadapi penyakit.
- Tidak masuknya target perempuan pada studi-studi klinis patologis,
mengakibatkan terapi hasil studi tersebut tidak realible diaplikasikan pada
perempuan dan mungkin berbahaya pada perempuan. Pertimbangan tubuh
laki-laki sebagai standar dalam studi klinis akan membatasi jumlah studi yang
difokuskan pada kesehatan reproduktif dan non-reproduktif perempuan,
yang selanjutnya berpengaruh terhadap dampak pengobatan tertentu pada
perempuan.
- Pelayanan Kelurga Berencana lebih fokus pada perempuan dibanding laki-laki
mengakibatkan laki-laki mempunyai akses yang terbatas terhadap pelayanan
KB dan mengakibatkan laki-laki mempunyai persepsi bahwa KB adalah
urusan perempuan.. Disamping itu dalam relasi gender di sebuah keluarga,
keputusan tentang penggunaan kontrasepsi lebih banyak ditentukan oleh
suami.
5. Isu gender terhadap akses secara fisik, psikologis dan sosial terhadap
sarana pelayanan kesehatan
- Ketimpangan peran dan relasi gender menyebabkan perempuan mempunyai
aksessecarafisik,psikologisdansosialterhadappelayanankesehatanlebih
rendah dibandingkan laki-laki. Pada saat sakit, perempuan tidak dengan
serta merta mengakses pelayanan kesehatan karena :
a. Jam pelayanan (waktu) di sarana pelayanan kesehatan seringkali tidak
sesuai dengan kesibukan ibu rumah tangga.
BAB II Konsep Gender dan Isu Gender Bidang Kesehatan10
b. Dalam keadaan sakit perempuan harus mendapatkan ijin suami untuk
berkunjung ke sarana pelayanan kesehatan.
- Perempuan dengan penyakit IMS cenderung tidak ke sarana kesehatan
karena takut dengan stigma sosial yang ‘miring’ atau negatif tentang
perempuan penderita Penyakit Menular Seksual.
- Terbatasnya akses terhadap biaya, jarak/transportasi, informasi dan
teknologi memperburuk ketidakadilan gender. Jika perempuan mempunyai
akses terhadap pembiayaan, maka akan berdampak signifikan terhadap
kesejahteraan keluarga dan anggotanya. Tersedianya sumber daya keuangan
akan berhubungan dengan peningkatan tingkat kesehatan anak.
6. Isu gender terhadap keterpajanan dan kerentanan penyakit
Perempuan lebih rentan dibanding laki-laki terhadap infeksi HIV/AIDS melalui
hubungan heteroseksual. Perempuan lebih banyak terpajan oleh penyakit IMS
yang menyebabkan peningkatan risiko infeksi HIV/ AIDS. Studi menunjukkan
bahwa perempuan mempunyai risiko terinfeksi dua sampai empat kali lebih
besar pada kasus ini. Banyak kasus IMS pada perempuan bersifat asimptomatik
(tidak bergejala) yang mengakibatkan lambatnya diagnosis dan pengobatan.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan11
A. Sistem Perencanaan dan Penganggaran di Indonesia
Sistem perencanaan dan penganggaran nasional diatur dalam UU No. 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional seperti tertera pada
bagan 1 di bawah ini :
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER BIDANG KESEHATAN
bab
III
Bagan diatas memperlihatkan sistem perencanaan dan penganggaran nasional yang
berlaku di pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Di bagian atas menggambarkan
alur perencanaan dan penganggaran pemerintah pusat, sedangkan di bagian bawah
menggambarkan alur perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah. Dalam
panduan ini, uraian akan difokuskan pada sistem perencanaan dan penganggaran
di tingkat pusat, terutama untuk lingkungan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
BAB
Bagan 1. Alur Perencanaan dan Penganggaran
Renstra KL PEMERIN
TAH
PEMERIN
TAH
D
AERA
H
RKA KL
RincianAPBD
RAPBD
RAPBN
RKASKPD
Rincian APBD
APBD
APBNRPJM
NasionalRPJP
Nasional
RPJP Daerah
Diacu Diserasikan melalui MUSRENBANG
RPJM Daerah
Renstra SKPD
Renja KL
RKP
UU SPPNUU KN
RKPDaerah
RenjaSKPD
Pedoman
Pedoman
Pedoman
Pedoman
Dijabarkan
Pedoman Diacu
Pedoman
Pedoman
Pedoman
Pedoman
Dijabarkan
Sumber : UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 17 Tahun 2003
Diperhatikan
BAB III Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan12
Siklusperencanaandanpenganggaran (baca tahunfiskal)di Indonesiamenurut
Pasal 4 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dimulai 1 Januari sampai
31 Desember tahun yang sama. Siklus perencanaan dan penganggaran dalam satu
tahun dapat dilihat pada bagan 2 dibawah.
JANUARI - APRIL MEI - AGUSTUS SEPTEMBER - DESEMBER
Kementrian Perencanaan
Kementrian Keuangan
Kementrian Negara/ Lembaga
SEB PrioritasProgram dan
Indikasi Pagu
SEPagu
Sementera(Pagu Anggaran)
PenelaahanKonsistens Dengan RKP
PenelaahanKonsistansi denganPrioritas Anggaran
RestraKL
RKAKLRKP
Lampiran RAPBN
(Himpunan RKA-KL)
Rancangan KEPRES ttg
RincianAPBN
PaguDifinitif(Alokasi
Anggaran)
Konsep Dokumen
PelaksanaanAnggaran
DokumenPelaksanaanAnggaran
PENGESAHAN
Bagan 2. Diagram Proses Perencanaan, Pengagaran dan Evaluasi Terpadu
Sumber : PP No. 21 tahun 2004
Bagan di atas memperlihatkan bahwa Renja KL harus sudah dibuat selambat-
lambatnya di bulan April, dengan mengacu pada SEB Menteri PPN/Kepala Bappenas
dan Menteri Keuangan tentang Pagu Indikatif dan Rancangan Awal RKP. Atas dasar
SEB tersebut diadakan Pertemuan Tiga Pihak (Trilateral Meeting) antara Bappenas-
Kemenkeu-K/L mengenai Pembahasan Rancangan RKP dan Pagu Indikatif RAPBN
untuk K/L tersebut. Pertemuan trilateral meeting menghasilkan Rancangan Renja
KL yang merupakan perpaduan antara RKP dan Renstra KL, yang memuat tiga hal
utama yaitu; (i) kegiatan prioritas dan penganggarannya, (ii) kegiatan non prioritas
dan pengganggarannya, serta (iii) usulan kebijakan/kegiatan baru (inisiatif baru).
Selanjutnya diadakan Rakorbangpus dalam rangka penyusunan RKP yang ditetapkan
dengan Peraturan Presiden. Atas dasar RKP tersebut, selanjutnya pemerintah dan
DPR mengadakan rapat kerja dalam rangka Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan
Penyusunan RAPBN untuk menyepakati pokok-pokok kebijakan belanja negara.
Hasil rapat kerja dengan DPR dijadikan sebagai bahan acuan penyusunan pagu
sementara oleh Menteri Keuangan yang kemudian ditetapkan dengan Surat Edaran
tentang Pagu Sementara (Pagu Anggaran) K/L.
SE tentang pagu sementara (Pagu Anggaran) digunakan sebagai acuan dalam
menyusun RKA-KL suatu K/L, untuk selanjutnya ditelaah di Dirjen Anggaran
Kemenkeu. Hasil penelaahan RKA-KL tersebut selanjutnya dijadikan sebagai bahan
Lampiran RAPBN pada saat presiden membacakan Nota Keuangan di hadapan
rapat paripurna DPR pada bulan Agustus. Kegiatan selanjutnya adalah rapat kerja
pemerintah bersama DPR untuk membahasa RAPBN menjadi APBN. Pada bulan
RancanganRenja
KL
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan13
Bagan 3. Siklus Perencanaan dan Penganggaran Kementerian Kesehatan
September Kementerian Keuangan menyusun Rancangan Keppres tentang Rincian
APBN. Setelah RAPBN dibahas bersama DPR, dan disahkan menjadi APBN maka
ditetapkanlahpagudefinitif(PaguAnggaran).Atasdasarhasilrapatkerjatersebut
ditetapkanlah Perpres Rincian Anggaran Pemerintah Pusat. Khusus untuk dana
dekonsentrasi dan UPT pusat yang berada di provinsi, Perpres tersebut dijabarkan
melalui Surat Rincian Alokasi Anggaran (SRAA) yang ditetapkan oleh Dirjen
Perbendaharaan. Atas dasar kedua dokumen tersebut (Perpres dan SRAA) K/L
menyusun Konsep DIPA untuk selanjutnya ditelaah dengan Dirjen Perbendaharaan.
Hasil penelaahan tersebut disahkan menjadi DIPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran)
Kementerian/Lembaga oleh Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu.
B. Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran di Kementerian Kesehatan serta Kaitannya dengan Anggaran Responsif Gender (ARG)
Perencanaan dan penganggaran responsif gender bidang kesehatan tidak berdiri
sendiri, tetapi merupakan bagian integral dari perencanaan dan penganggaran
Kementerian Kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
ada, sebagaimana dijelaskan pada Sub Bab III bagian A tersebut di atas. Siklus
perencanaan dan penganggaran responsif gender menyesuaikan dengan siklus
perencanaan dan penganggaran di Kementerian Kesehatan sebagaimana diuraikan
di bawah ini :
WAKTU KEGIATANPENANGGUNG
JAWABHASIL
PERENCANAAN DAN ANGGARAN RESPONSIF
GENDER
Januari-April
Penyusunan draft awal Renja K/L Kemenkes :• Usulan berasal
dari unit eselon II, yang kemudian direview di Setditjen/Setbadan/Set-Itjen di masing-masing unit utama.
• Usulan dari Unit Utama selanjutnya direview dan dikompilasi oleh Biro Perencanaan dan Anggaran.
Biro Perencanaan dan Anggaran
Draft awal Renja K/L Kemenkes
Setiap unit eselon II telah melakukan perencanaan gender dengan melakukan analisis gender (metode GAP) dan telah mengidentifikasisejumlah atau list Rincian Kegiatan yang responsif gender. Idealnya analisis gender dilakukan pada kegiatan prioritas.
BAB III Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan14
WAKTU KEGIATANPENANGGUNG
JAWABHASIL
PERENCANAAN DAN ANGGARAN RESPONSIF
GENDER
Pembahasan rancangan awal RKP melalui Sidang Kabinet Paripurna
Bappenas SEB Pagu Indikatif dan Rancangan Awal RKP
Setelah SEB Pagu Indikatif ditetapkan dan pada saat penyusunan Renja K/L, setiap unit eselon II mereview kembali analisis gender yang telah dibuat sebelumnya dan menetapkan Rincian Kegiatan (terpilih) responsif gender.
Pertemuan Trilateral meeting sebagai tindak lanjut dari SEB Pagu Indikatif dan Rancangan Awal RKP
Bappenas Dokumen Trilateral Meeting dalam rangka Penyusunan RKP dan Renja K/L Kemenkes
Isu gender menjadi salah satu sasaran strategis Renstra 2010-2014 yakni ’menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender, dengan menurunnya disparitas separuh dari tahun 2009’.
Perlu diingat bahwa kegiatan yang responsif gender tidak hanya berada di Direktorat Kesehatan Ibu saja sebagai focal point gender.
Pertemuan Rakorbangpus tentangfinalisasiRKPdan Sidang Kabinet Rancangan Akhir RKP
Rapat kerja pemerintah dan DPR tentang Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN
Bappenas
Kemenkeu
Perpres tentang RKP RKP bidang kesehatan dan Renja K/L Kemenkes
SE Menkeu tentang pagu sementara
Meskipun dalam Perpres RKP khususnya bidang kesehatan tidak mencantumkan secara khusus indikator gender, namun dalam perhitungan alokasi anggaran di setiap unit eselon II, telah mempertimbangkan kebutuhan anggaran Rincian Kegiatan yang responsif gender.
Setelah pagu sementara ditetapkan, setiap unit eselon II melakukan review kembali analisis gender yang telah dibuat (dalam hal kesesuaian pagu indikatif dan pagu sementara). Selanjutnya menyusun ARG (TOR responsif gender dan GBS) sebagai dokumen pendukung RKA-KL beserta RAB.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan15
WAKTU KEGIATANPENANGGUNG
JAWABHASIL
PERENCANAAN DAN ANGGARAN RESPONSIF
GENDER
Mei – Agustus
Penelaahan RKA-KL di DJA Kemenkeu
Pidato presiden tentang RAPBN
Biro Perencanaan dan Anggaran (Kemenkes), Bagian PI/PA (Unit Utama)
Kementerian Keuangan- Sekretariat Negara
RKAKL Kemenkes yang disetujui oleh DJA, dan dijadikan sebagai dasar RAPBN
Nota Keuangan tentang tentang RAPBN
Perencana di unit eselon II mengikuti penelaahaan RKA-KL dan memberikan penjelasan yang dibutuhkan atas pertanyaan penelaah DJA tentang relevansi indikator kinerja - TOR responsif gender - GBS.(lihat tata cara penelaahan pada Bab V Point F)
September –
Desember
Rapat kerja pemerintah
dan DPR untuk
pembahasan RAPBN
menjadi APBN
Review RKA-KL Kemenkes
tentang kesesuaian pagu
sementara dan pagu
definitif
Penelaahan Konsep DIPA
oleh DJPB Kemenkeu
Kementerian
Keuangan
Biro Perencanaan
dan Anggaran
(Kemenkes),
Bagian PI/PA (Unit
Utama)
DJPB Kemenkeu
Perpres tentang
Rincian Anggaran
Pemerintah Pusat
(PaguDefinitif)
Konsep DIPA
Pengesahan DIPA
Pada bulan Maret Biro Perencanaan dan Anggaran telah melakukan kompilasi draft
awal Renja K/L Kementerian Kesehatan, atas usulan dari penanggung jawab
program pada masing-masing Unit Utama. Pada saat penyusunan draft awal Renja
K/L tersebut, penanggung-jawab program disetiap unit eselon II telah melakukan
analisisGAPdanmengidentifikasisejumlah/ list Rincian Kegiatan yang responsif
gender
Setelah terbitnya SEB Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan tentang
Pagu Indikatif dan Rancangan Awal RKP dan telah dilaksanakannya Pertemuan
Tiga Pihak (Trilateral Meeting) antara Bappenas-Kemenkeu-Kemenkes, selanjutnya
disusun Renja K/L Kemenkes. Renja tersebut merupakan penyempurnaan atas
draft awal Renja, yang diusulkan oleh Perencana Internal (PI/ PA) untuk selanjutnya
direview dan dikompilasi oleh Biro Perencanaan dan Anggaran. Renja KL ini
disamping mengacu pada RKP juga disusun mengacu kepada Renstra Kementerian
Kesehatan 2010-2014.
BAB III Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan16
Pada saat penyusunan Renja K/L tersebut, penanggung-jawab program mereview
kembali hasil analisis GAP dan menetapkan Rincian Kegiatan yang responsif
gender. Artinya, berdasarkan pagu indikatif yang diterima, pilihan/ prioritas Rincian
Kegiatan responsif gender telah disesuaikan dengan jumlah pagu yang diterima.
Setelah pagu sementara ditetapkan melalui Surat Edaran Menteri Keuangan,
selanjutnya setiap eselon II menyusun RKA-KL. Salah satu dokumen pendukung
RKA-KL adalah TOR Responsif Gender dan Gender Budget Statement (GBS). Kedua
dokumen ARG tersebut merupakan lanjutan dari hasil analisis GAP, dengan Rincian
Kegiatan yang telah disesuaikan dengan pagu sementara.
Proses selanjutnya adalah penelaahan RKA-KL dengan Kementerian Keuangan
c.q. Direktorat Jenderal Anggaran dengan meneliti : kesesuaian dengan pagu
sementara, prakiraan maju yang telah ditetapkan tahun sebelumnya dan standar
biaya; kesesuaian dengan KAK/ TOR, RAB dan atau dokumen pendukung terkait;
relevansi pencantuman target kinerja dan komponen masukan (input) yang
digunakan; kesesuaian dengan hasil kesepakatan antara Kementerian Kesehatan
dan komisi terkait di DPR. Pada proses penelaahan RKA-KL, perencana di masing-
masing unit eselon II dan dibantu oleh Bagian PI/PA akan memberikan penjelasan
yang dibutuhkan tentang relevansi antara TOR responsif gender dan GBS, serta
dukungan detil kegiatan (Rincian Kegiatan) yang responsif gender terhadap
pencapaian target indikator kinerja kegiatan (lihat tata cara penelaahan pada Bab
V Sub-Bab F).
Himpunan RKA-KL K/L termasuk Kementerian Kesehatan akan menjadi lampiran
RAPBN. Pada bulan Agustus disampaikan nota keuangan RAPBN beserta lampirannya
oleh presiden. Selanjutnya pada periode September sampai Desember setelah
dilakukanpembahasanRAPBNdiDPR,penetapanpagudefinitifsertadisahkannya
UU APBN. Atas dasar dokumen APBN tersebut, perencana dimasing-masing eselon
II menyusun Konsep DIPA dan selanjutnya ditelaah di DJPB Kemenkeu. Jika konsep
DIPA telah sesuai denganpagudefinitif yang dimaksuddalamUUAPBN,maka
DIPA disahkan oleh Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan17
ANGGARAN RESPONSIF GENDER(ARG) BIDANG KESEHATAN
bab
IVA. Definisi Operasional ARG
Anggaran Responsif Gender (ARG) merupakan sistem penganggaran yang
mengakomodasikan keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh
akses, manfaat, berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan mengontrol
terhadap sumber-sumber daya serta kesetaraan terhadap kesempatan dan peluang
dalam memilih dan menikmati hasil pembangunan bidang kesehatan.
B. Pentingnya ARG
Permenkeu 104/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun
Anggaran 2011 telah mengamanatkan penyusunan ARG. Dalam Permenkeu
tersebut secara eksplisit dinyatakan bahwa penyusunan anggaran perlu didahului
oleh analisis gender. Bahkan sebelumnya dalam Inpres No. 9/2000, analisis gender
wajib digunakan dalam perencanaan dan penganggaran.
Perencanaan dan penganggaran responsif gender merupakan instrumen untuk
mengatasi adanya kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan
bagi laki-laki dan perempuan yang selama ini masih senjang akibat konstruksi
sosial-budaya. Tujuannya adalah mewujudkan anggaran yang lebih berkeadilan.
Perencanaan dan penganggaran responsif gender bukanlah tujuan, melainkan
merupakan sebuah kerangka kerja atau alat analisis untuk mewujudkan keadilan
dalam penerimaan manfaat pembangunan. Perencanaan dan penganggaran
responsif gender bukanlah sebuah proses yang terpisah dari sistem yang sudah ada
atau terlebih diartikan sebagai rencana dan anggaran khusus untuk perempuan
yang terpisah dari laki-laki.
Dalam kaitannya dengan isu kesehatan, perencanaan dan penganggaran responsif
gender akan berkontribusi terhadap peningkatan kesempatan memperoleh layanan
kesehatan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat baik laki-laki maupun
perempuan. Melalui analisis gender akan diketahui perbedaan kondisi dan
kebutuhan kesehatan laki-laki dan perempuan yang ada yang dijadikan sebagai
BAB
BAB IV Anggaran Responsif Gender (ARG) Bidang Kesehatan18
dasar perencanaan dan penganggaran yang responsif gender yang bertujuan
untuk meningkatkan pencapaian target kinerja kegiatan (output) dan program
(outcome) sebagaimana dinyatakan dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun
2010 – 2014.
Perencanaan dan penganggaran merupakan dua proses yang saling terkait dan
terintegrasi. Berikut beberapa konsep tentang perencanaan dan penganggaran
responsif gender:
Pertama, perencanaan responsif gender merupakan suatu proses pengambilan
keputusan untuk menyusun program, proyek atau pun kegiatan yang akan
dilaksanakan di masa mendatang untuk menjawab isu-isu atau permasalahan
gender di masing-masing sektor.
Kedua, perencanaan responsif gender adalah perencanaan yang dilakukan
dengan memasukkan perbedaan-perbedaan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan
permasalahan perempuan dan laki-laki dalam proses penyusunannya.
Ketiga, penganggaran responsif gender merupakan pengarusutamaan gender
ke dalam siklus penganggaran yang terdiri atas perencanaan, pembahasan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Penganggaran responsif gender akan
menghasilkan anggaran responsif gender.
Keempat, anggaran responsif gender adalah anggaran yang responsif terhadap
kebutuhan laki-laki dan perempuan serta memberi manfaat kepada laki-laki dan
perempuan secara setara.
Ciri utama Anggaran responsif gender adalah menjawab kebutuhan perempuan
dan laki-laki, serta memberikan manfaat kepada perempuan dan laki-laki secara
setara. Melalui anggaran responsif gender kesenjangan gender diharapkan dapat
dihilangkan atau setidaknya dapat dikurangi.
C. Tujuan ARG
1. Melakukan análisis gender untuk mengetahui peran dan relasi gender
perempuan dan laki-laki yang mempengaruhi status dan kebutuhan kesehatan
mereka.
2. Melakukan perencanaan kebijakan, program dan kegiatan bidang kesehatan
yang menciptakan akses, partisipasi, manfaat, dan kontrol terhadap upaya
kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) yang setara antara
perempuan dan laki-laki sehingga perempuan dan laki-laki sesuai dengan
status dan kebutuhan kesehatan mereka.
3. Menyusun anggaran (RKA-KL) berdasarkan hasil análisis gender untuk
mencapai target indikator kinerja program dan kegiatan yang adil terhadap
perempuan dan laki-laki.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan19
Berdasarkan bagan 4 diatas, ARG merupakan bagian dari RKA-KL yang mensyaratkan
penyusunan 2 (dua) dokumen yaitu TOR Responsif Gender dan GBS. TOR Responsif
Gender dan GBS yang benar didahului dengan Analisis Gender, yang idealnya
menggunakan GAP.
E. Kategori ARG
Anggaran responsif gender dibagi atas 3 kategori, yaitu:
1. Anggaran khusus target gender, yaitu alokasi anggaran yang diperuntukkan
untuk memenuhi kebutuhan dasar khusus perempuan atau laki-laki.
Contoh : Program Making Pregnancy Safer (MPS), pengadaan kondom gratis
bagi laki-laki, dan lain-lain.
2. Anggaran kesetaraan gender
Anggaran kesetaraan gender merupakan alokasi anggaran untuk mengatasi
masalah kesenjangan gender. Melalui analisis gender akan diketahui adanya
kesenjangan dalam relasi antara laki-laki dan perempuan dalam akses,
partisipasi, kontrol dan manfaat terhadap sumber daya. Kategori ARG ini
TOR Responsif Gender
RKA-KL
Gender Budget Statement (GBS)
Bagan 4. Kerangka Pikir ARG
Analisis Gender(Idealnya menggunakan Gender Analysis Pathway (GAP)
4. Menjadi alat monev untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan program
dan kegiatan kesehatan, khususnya dalam menurunkan kesenjangan status
kesehatan antara perempuan dan laki-laki.
D. Letak dan Tahapan ARG
Berdasarkan PMK 104/2010 ARG melekat pada struktur anggaran (program,
kegiatan, dan output) yang ada dalam RKA-KL. Suatu output yang dihasilkan
oleh kegiatan akan mendukung pencapaian hasil (outcome) program. Hanya saja
muatan substansi/ materi output yang dihasilkan tersebut dilihat dari sudut pandang
(perspektif) gender. Tahapan atau kerangka pikir ARG adalah sebagaimana bagan
berikut.
BAB IV Anggaran Responsif Gender (ARG) Bidang Kesehatan20
juga termasuk untuk alokasi program/kegiatan untuk keperluan kebutuhan
strategis gender, untuk mengejar kekurangan/ketertinggalannya.
Contoh : program beasiswa dengan kuota khusus bagi perempuan/laki-laki
untuk mencapai kesetaraan partisipasi dan manfaat dalam jenjang pendidikan
tertentu, suami siaga, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan laki-laki
untuk daerah terisolir, Jumantik laki-laki dan perempuan di setiap RT.
3. Anggaran pelembagaan kesetaraan gender. Merupakan alokasi anggaran
untuk penguatan kelembagaan PUG.
Contoh : Penyusunan Pedoman PUG dan PPRG bidang Kesehatan, Diklat PUG-
BK, penyusunanprofilkesehatandengandataterpilahberdasarkanjeniskelamin.
F. Prinsip – Prinsip ARG
ARG adalah instrumen untuk menjadikan keseluruhan perencanaan dan
penganggaran pembangunan memberikan manfaat secara adil bagi perempuan
dan laki-laki. Untuk itu, oleh PMK 104/2010, ARG telah diadopsi sebagai salah satu
pendekatan baru dalam perencanaan dan pengganggaran pembangunan disamping
Pendekatan Penganggaran Terpadu (Unifed Budget), Pendekatan Penganggaran
Berbasis Kinerja/PBK (Performance Based Budgeting), dan Pendekatan Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah/KPJM (Medium Term Expenditure Framework),
yang telah diamanahkan dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara.
ARG bukan fokus pada penyediaan anggaran dengan jumlah tertentu untuk
pengarusutamaan gender, tetapi bagaimana anggaran keseluruhan dapat
memberikan manfaat yang adil untuk laki-laki dan perempuan. Karena itu, agar
tidak disalahpahami, PMK 104 / 2010 menekankan prinsip-prinsip ARG sebagai
berikut:
1. ARG bukanlah anggaran yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan;
2. ARG sebagai pola anggaran yang akan menjembatani kesenjangan status,
peran dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan;
3. ARG bukanlah dasar yang “valid” untuk meminta tambahan alokasi
anggaran;
4. Adanya ARG tidak berarti adanya penambahan dana yang dikhususkan untuk
program perempuan;
5. Bukan berarti bahwa alokasi ARG hanya berada dalam program khusus
pemberdayaan perempuan;
6. ARG bukan berarti ada alokasi dana 50% laki-laki – 50% perempuan untuk
setiap kegiatan;
7. Tidak harus semua program dan kegiatan mendapat koreksi agar menjadi
responsif gender, namun ada juga kegiatan yang netral gender.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan21
G. Prasyarat ARG
Pada dasarnya setiap perencanaan dan penganggaran program diharapkan bisa
menerapkan ARG, namun demikian penerapan ARG bisa berlangsung dengan baik
apabila didukung dengan prasyarat sebagai berikut:
1. Kemauan politik yang tertera dalam dokumen perencanaan strategis suatu
Kementerian/ Lembaga termasuk kemauan dari para perencana program di
K/L untuk menerapkan ARG;
2. Ketersediaan data yang terpilah menurut jenis kelamin;
3. Sumberdaya manusia yang memadai (perencana dan penanggungjawab
program yang mampu melakukan analisis gender);
4. Kemampuan untuk mengembangkan dan melakukan pemantauan dan
evaluasi kebijakan, program dan kegiatan yang responsif gender.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan23
A. 3 (tiga) Tahapan Penyusunan ARG
Penyusunan ARG terdiri dari 3 tahapan:
1. Lakukan Analisis Gender, dengan Gender Analysis Pathway (GAP)
2. Lakukan penyusunan Term of Reference (TOR)
3. Lakukan penyusunan Gender Budget Statement (GBS).
B. Teknik Melakukan Analisis Gender dengan metode GAP
Kunci dari penerapan anggaran responsif gender adalah dilakukannya analisis
situasi yang memadai yang mampu memotret dan mendiagnosa kesenjangan yang
mungkin ada berkaitan dengan situasi kesehatan perempuan dan laki-laki dalam
berbagai aspek. Analisis digunakan untuk mengidentifikasi kesenjangan situasi
perempuan dan laki-laki serta faktor-faktor kebijakan dan praktik sosial, ekonomi
dan budaya yang menyebabkannya.
Analisis Gender bidang kesehatan adalahprosesmengidentifikasi,menganalisis,
dan memberikan informasi untuk melakukan tindakan dalam rangka memperbaiki
ketidakseimbangan yang timbul dari perbedaan peran gender perempuan dan
laki-laki atau ketidasetaraan kekuasaan diantara keduanya, serta konsekuensinya
terhadap kehidupan mereka, status kesehatan dan kesejahteraanya.
Analisis Gender bidang kesehatan menekankan pentingnya ketidaksetaraan
gender dalam hubungannya dengan rendahnya status kesehatan perempuan,
hambatan yang dihadapi perempuan dalam memperoleh pelayanan kesehatan
dan bagaimana caranya mengatasi permasalahan tersebut. Analisis gender juga
berupaya mengungkapkan faktor resiko kesehatan dan permasalahannya yang
dihadapi oleh laki-laki sehubungan dengan peran gender mereka (WHO, 1999).
Ada berbagai macam instrument analisis gender, seperti Problem Based Approach
(Proba), Moser Gender Analysis, Gender Analysis Pathway (GAP), dan lain-lain.
TAHAPAN PENYUSUNAN ARG BIDANG KESEHATAN
bab
VBAB
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan24
GAP adalah instrument yang dikembangkan oleh BAPPENAS bersama Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan sudah banyak digunakan
sebagai instrument analisis gender terhadap kegiatan pembangunan di Indonesia.
1. Aplikasi 9 Langkah dalam GAP
GAP merupakan salah satu alat analisis gender yang dapat digunakan untuk
mereview kebijakan, dan atau program dan kegiatan bidang kesehatan. Analisis
gender dilakukan secara sekuensial mulaidaritahapidentifikasitujuan,analisis
situasi, penentuan Rincian Kegiatan, sampai monitoring dan evaluasi. Karena
tahapan siklus perencanaan tersebut disajikan dalam matriks yang sama, akan
memudahkan perencana kesehatan untuk melihat relevansi dan konsistensi
antara tahapan satu dengan tahapan lainnya sehingga membentuk sekuensial
yang utuh dari kebijakan atau program dan kegiatan sehingga responsif
gender.
Keunggulan lainnya adalah GAP mempunyai fleksibilitas yang tinggi dalam
penggunaannya. Analisis ini dapat digunakan pada level kebijakan, baik
kebijakan strategis, kebijakan manajerial, maupun kebijakan operasional. Alat
analisis ini dapat juga digunakan pada level program dan atau kegiatan, bahkan
sampai pada level output dan sub output.
Bagan 5. Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway = GAP)
ANALISIS KEBIJAKAN YANGRESPONSIF GENDER
KEBIJAKAN RENCANAAKSI KEDEPAN
PELAKSANAAN
PERENCANAAN
MONITORING & EVALUASI
PENGUKURAN HASIL
1. - Pilih Kebijakan/Program/ Kegiatan yang akan dianalisis:
-IdentifikasidantuliskantujuanKebijakan/Program/Kegiatan
2. Sajikan Data Pembuka Wawasan Terpilah Menurut Jenis Kelamin - Kuantitatif - Kualitatif
3. Temu kenali isu gender di proses perenc kebij/prog/ keg
6. Rumuskan kembali tujuan kebijakan/
Program/Proyek/ Kegiatan pembangunan
7. Susun Rencana Aksi yang responsifgender
8. Tetapkan Baseline
9. Tetapkan Indikator Gender
4. Temu kenali isu gender di internal lembaga/ budaya org
5. Temu kenali di isu gender di eksternal lembaga
ISU GENDER
Sumber : Bappenas-CIDA, 2007
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan25
Terdapat dua kerangka analisis dalam GAP yaitu analisis kebijakan/program/
kegiatan yang responsif gender, dan penetapan Rincian Kegiatan kebijakan/
program/kegiatan kedepan. Langkah selanjutnya setelah proses perencanaan,
sesuai dengan siklus manajemen program adalah pelaksanaan dan monitoring
evaluasi.
Dari perspektif proses perencanaan program, terdapat lima bagian GAP, yaitu :
a. Mengidentifikasitujuankebijakan/programdankegiatan
b. Menyajikan data pembuka wawasan (data yang menunjukkan situasi
perempuan dan laki-laki dalam kaitannya dengan tujuan kebijakan/ program
dan kegiatan).
c. Mengidentifikasi isu gender, melalui identifikasi isu ketidaksetaraan dan
ketidakadilan gender dalam bidang kesehatan, identifikasi penyebab
ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender tersebut atas dua faktor utama, yaitu
internal kesehatan dan eksternal kesehatan.
d. Menentukan desain kebijakan/program dan kegiatan sehingga responsif
gender, meliputi penentuan tujuan dan Rincian Kegiatan atau intervensi yang
akan dilaksanakan, untuk mengatasi isu kesenjangan gender yang terjadi.
e. Menentukan indikator responsif gender yang akan digunakan dalam monitoring
dan evaluasi kebijakan/program dan kegiatan.
Gender Analysis Pathway memiliki alur kerja 9 langkah yang dapat
digambarkan dalam Bagan 6 sebagai berikut:
LANGKAH
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pilih Kebijakan/ Program/ Kegiatan yang akan dianalisis
Data Pembuka Wawasan
Isu GenderKebijakan dan Rencana
Ke Depan
Pengukuran Hasil
Faktor Kesenjangan
Sebab kesenjangan
Internal
Sebab kesenjangan
External
Reformulasi Tujuan
Rincian Kegiatan/ Rencana
Aksi
Data Dasar
(Base-line)
Indikator Gender
Identifikasidan tuliskan tujuan dari Kebijakan/ Program/ Kegiatan
Sajikan data pembuka wawasan, yang ter-pilah me-nurut jenis kelamin : -kuantita-tif –kuali-tatif
Temukenali isu gender di proses perencanaan dengan memperha-tikan 4 (em-pat) faktor kesenjangan, yaitu : akses, partisipasi, kontrol dan manfaat
Temukenali isu gender di internal lem-baga dan/ atau budaya organisasi yang dapat menyebab-kan terja-dinya isu gender
Temukenali isu gender di eksternal lembaga pada proses pelaksanaan
Rumuskan kembali tujuan kebijakan/ program/ kegiatan sehingga menjadi responsif gender
Tetapkan Rincian Kegiatan yang responsif gender
Tetapkan base-line
Tetapkan indikator gender
Bagan 6. Gender Analysis Pathway = GAP
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan26
LANGKAH 1.
a. Pilih kebijakan atau program dan kegiatan yang telah ada.
Kebijakan yang dipilih dapat berupa peraturan perundang-undangan bidang
kesehatan, termasuk Renstra, Renja K/L dan lain-lain. Jika program memiliki
struktur kegiatan yang kompleks, maka GAP dapat digunakan pada level di
bawah kegiatan.
Contohnya : Kegiatan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, dapat dipilih
pengendalian penyakit DBD, ataumalaria, flu burung, dan lain-lain, dengan
alasan antara penyakit menular tersebut mempunyai struktur dan permasalahan
kesehatanyangspesifik,danisugendernyapunberbeda.
b. Tuliskan tujuan dari kebijakan/program/kegiatan pada kolom 1.
Jika yang dipilih adalah pengendalian penyakit DBD, maka merujuk pada
dokumen Renstra Kemenkes 2010-2014 dan Renja KL.
Contoh :
Program : Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kegiatan : Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Tujuan adalah indikator kinerja kegiatan yang terkait dengan pengendalian
penyakit DBD dengan merubah menjadi kata ”kerja aktif” di depan kalimat:
- Menurunkan angka kesakitan DBD dari 55 menjadi 54 per 100.000 penduduk
pada tahun 2011; (lihat lampiran Renstra Kemenkes Tahun 2010-2014).
- Meningkatkan prosentase Angka Bebas Jentik (ABJ) dari 60% menjadi
70% pada tahun 2011 (lihat lampiran Renstra Kemenkes Tahun 2010-
2014).
- Meningkatkan persentase kabupaten/kota yang melakukan mapping
vektor dari 30 menjadi 40; (lihat lampiran Renstra Kemenkes
Tahun 2010-2014)
LANGKAH 2.
Sajikan data pembuka wawasan yang terpilah menurut jenis kelamin untuk
melihat isu kesenjangan gendernya.
Data dan informasi dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif, atau gabungan
keduanya yang terkait dengan tujuan yang ada dalam langkah 1. Sumber data dapat
berasal dari berbagai sumber yang valid dan up to date yang berasal dari Sistem
Informasi Kesehatan (berbasis fasilitas), maupun hasil survei (berbasis komunitas),
hasil-hasil penelitian lainnya dan informasi dari media. Data dapat berasal dari data
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan27
primer ataupun sekunder, baik yang dilaksanakan sendiri oleh pengelola program
maupun oleh pihak lain.
Contoh untuk pengendalian DBD :
- Angka Kesakitan dan tingkat keparahan laki-laki dan perempuan, juga menurut
kelompok umur.
- Angka Kematian laki-laki dan perempuan, juga menurut kelompok umur.
- Data atau hasil survei tentang pengetahuan, sikap dan perilaku terpilah laki-laki
dan perempuan.
- Angka Response Time Penderita di sarana pelayanan kesehatan terpilah laki-laki
dan perempuan
- dan lain-lain ( lihat kolom 2 contoh aplikasi GAP, halaman 31)
LANGKAH 3.
Temu kenali isu gender pada proses perencanaan kebijakan, program
dan kegiatan dengan menganalisis data pembuka wawasan dengan
memperlihatkan empat faktor kesenjangan gender, yaitu : Akses, Partisipasi,
Manfaat, Kontrol. Kesenjangan gender dapat dilihat dari dua sisi yaitu
: (i) penanggungjawab atau pengelola program, dan (ii) beneficiaries
(masyarakat).
Akses :
Ditujukan untuk mengetahui kesenjangan kebutuhan kesehatan perempuan
dan laki-laki dalam hal kemudahan mendapatkan upaya kesehatan (promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif). Akses terhadap upaya kesehatan dapat dilihat
dari empat dimensi, yaitu (i) ketersediaan sarana dan atau upaya kesehatan,
(ii) keterjangkauan dari sisi geografis dan transportasi (jarak danwaktu), (iii)
affordability atau keterjangkauan secara ekonomi, (iv) keterjangkauan secara
psikis dan sosiokultural. Akses juga dapat dilihat dari sisi keterjangkauan
terhadap sumberdaya, baik sumberdaya yang bersifat tangibles (kentara atau
nyata) maupun intangibles (tidak kentara atau tidak nyata). Contoh : lihat kolom
3 Contoh Aplikasi GAP (halaman 31).
Partisipasi :
Ditujukan untuk mengetahui keterwakilan dan keterlibatan aktif perempuan dan
laki-laki dalam upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif)
baik dari sisi beneficieries (penerima manfaat) maupun provider (penyedia
layanan kesehatan).
Contoh : lihat kolom 3 Contoh Aplikasi GAP (halaman 31).
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan28
Manfaat :
Ditujukan untuk mengetahui apakah laki-laki dan perempuan diuntungkan
dalam upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) baik
darisisibeneficieries (penerimamanfaat) maupun provider (penyedia layanan
kesehatan). Manfaat pelayanan kesehatan dari perspektif gender dapat dilihat
dari sisi Practical Gender Needs (kebutuhan praktis gender) maupun Strategic
Gender Need (kebutuhan stretegis gender). Contoh : lihat kolom 3 pada Contoh
Aplikasi GAP (halaman 31).
Kebutuhan Praktis Gender adalah kebutuhan yang bersifat segera dan
didasarkan pada kondisi nyata perempuan dan laki-laki tanpa mempersoalkan
ada atau tidaknya faktor-faktor ketidakadilan yang mungkin ada antara
keduanya. Contoh : bantuan dana transportasi untuk wanita hamil risiko tinggi
ke sarana pelayanan kesehatan; detiksi dini kanker prostat pada laki-laki, aroma
repellent nyamuk dibuat sesuai aroma maskulin untuk meningkatkan pengguna
repellent pada konsumen laki-laki di daerah endemis, dan lain-lain.
Kebutuhan Strategis Gender adalah kebutuhan yang didasarkan pada analisis
tentang ketidakadilan gender dan faktor-faktor yang menyebabkannya, dan
pemenuhannya dimaksudkan untuk mengubah ketidakadilan yang mungkin
ada dalam konteks relasi laki-laki dan perempuan. Contoh : Suami siaga
dalam program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K),
keterwakilan wanita sebanyak 30 % dalam kepengurusan kelompok pemakai
air bersih di pedesaan, dan lain-lain.
Kontrol :
Ditujukan untuk mengetahui siapa (laki-laki atau perempuan) yang menentukan
keputusan terhadap pengalokasian dan penggunaan sumberdaya yang tersedia
di tingkat rumah tangga, komunitas, pemerintahan yang berhubungan dengan
upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif).
Contoh : lihat kolom 3 Contoh Aplikasi GAP (halaman 31).
LANGKAH 4.
Temukenali faktor-faktor di internal lembaga (institusi kesehatan) dan
atau budaya organisasi yang dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan
gender. Sumber penyebab kesenjangan gender secara internal dapat berbentuk :
produk hukum, kebijakan, desain program dan kegiatan sesuai siklus perencanaan
dan siklus manajemen program, pemahaman pengelola program tentang konsep
gender yang masih kurang (baik pada level pengambil keputusan maupun pelaksana
kebijakan), political will dari pengambil keputusan, dukungan penelitian dan
pengembangan kesehatan, dan lain-lain. Contoh : lihat kolom 4 Contoh Aplikasi
GAP (halaman 31)
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan29
LANGKAH 5.
Temukenali faktor-faktor di eksternal lembaga dan atau budaya organisasi
yang dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan gender. Sumber penyebab
kesenjangan gender secara eksternal (di luar lembaga/institusi kesehatan) yang
dapat terjadi pada level rumah tangga, komunitas, pemerintahan (diluar sektor
kesehatan), dan pasar, bahkan isu internasional. Ketidaksetaraan dan ketidakadilan
gender dapat disebabkan oleh budaya patriarki, peran dan relasi gender, diskriminasi
gender (stereotipi, subordinasi, beban ganda, marginalisasi, kekerasan terhadap
perempuan) yang terjadi di rumah tangga, komunitas, pemerintahan dan pasar.
Contoh : lihat kolom 5 Contoh Aplikasi GAP (halaman 31)
LANGKAH 6.
Merumuskan kembali tujuan kebijakan/program/kegiatan pelayanan
kesehatan pada langkah 1 sehingga responsif gender. Pada langkah ini
tujuan pada langkah 1 pada ditulis ulang, lalu direview kembali dengan melihat
hasil analisis pada langkah 2 sampai 5. Hasil review digunakan untuk mereformulasi
sub-tujuan baru yang telah responsif gender. Reformulasi sub-tujuan yang baru
menjawabkesenjanganyangdiidentifikasipadaLangkah2sampai5.Reformulasi
sub-tujuan harus mendukung tercapainya tujuan semula pada langkah 1. Pada
saat menyusun sub-tujuan sebaiknya mempertimbangkan feasibility objectives
dengan mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya yang ada seperti ketersediaan
anggaran, SDM, sarana dan prasarana pendukung, dukungan kebijakan dan waktu
yang tersedia. Contoh: lihat kolom 6 Contoh Aplikasi GAP (halaman 31)
LANGKAH 7.
Menyusun rincian kegiatan yang responsif gender. Rincian kegiatan merupakan
rincian kegiatan bidang kesehatan yang dilakukan untuk mencapai sub-tujuan
yang telah responsif gender sebagaimana ditulis pada langkah 6.
Rincian kegiatan merupakan solusi atau pemenuhan terhadap isu Practical Gender
Needs dan Strategic Gender Needs dan atau solusi atas isu kesejangan empat faktor
yaitu Akses, Partisipasi, Manfaat, Kontrol untuk mencapai sub-tujuan baru pada
langkah 6. Sebagaimana proses perencanaan lainnya, rincian kegiatan yang disusun
tetap mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya
pada penanggungjawab/pengelola program, maupun sumberdaya yang ada pada
masyarakat (beneficiaries). Contoh : lihat kolom 7 Contoh Aplikasi GAP (halaman
31)
Catatan: Rincian kegiatan yang diusulkan disesuaikan dengan pagu
anggaran yang diterima (pagu indikatif, pagu sementara, pagu definitif).
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan30
LANGKAH 8.
Menetapkan baseline indikator responsif gender.
Baseline indikator ditujukan untuk mengetahui kemajuan intervensi kegiatan yang
dilakukan dalam rangka mendukung pencapaian tujuan yang responsif gender
(langkah 6). Baseline digunakan sebagai titik awal capaian kinerja. Baseline indikator
dapat saja berasal dari data pembuka wawasan yang tercantum pada langkah 2.
Catatan: jika muncul indikator baseline baru, cantumkan rincian kegiatan
untuk pengumpulan data (lihat kembali langkah 7).
Contoh : lihat kolom 8 Contoh Aplikasi GAP (halaman 31)
LANGKAH 9.
Menetapkan indikator responsif gender untuk mengukur keberhasilan
pencapaian sub tujuan baru pada langkah 6 (disebut ”indikator sub-tujuan”)
dan rincian kegiatan pada langkah 7 (disebut ”indikator rincian kegiatan”).
Indikator 9 berbeda dengan indikator pada langkah 1. Sub-tujuan baru pada
langkah 6 diubah menjadi pernyataan indikator sub-tujuan. Penyusunan indikator
harus mengikuti kriteria penyusunan indikator yang baik (SMART)
Contoh : lihat kolom 9 Contoh Aplikasi GAP (halaman31)
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan31
Bag
an 7
. Con
toh
Apl
ikas
i GA
P Pa
da P
rogr
am B
idan
g K
eseh
atan
Pro
gra
m P
eng
end
alia
n P
enya
kit
dan
Pen
yeh
atan
Lin
gku
ng
an
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA P
EMBU
KA
W
AW
ASA
NIS
U G
END
ERK
EBIJA
KA
N &
RE
NC
AN
A K
EDEP
AN
PE
NG
UK
URA
N H
ASI
L
FAK
TOR
KES
ENJA
NG
AN
SEBA
B IN
TERN
AL
SEBA
B
EKST
ERN
AL
REFO
RMU
LASI
TUJU
AN
RIN
CIA
N
KEG
IATA
N/
REN
CA
NA
AK
SI
BASE
LIN
E
DA
TAIN
DIK
ATO
R
Pro
gra
m
(un
it o
rgan
isas
i
esel
on
1):
Peng
enda
lian
Peny
akit
dan
Peny
ehat
an
Ling
kung
an.
(dia
mbi
l dar
i Ren
stra
Kem
ente
rian
Kes
ehat
an 2
010-
2014
)
- D
ata
dari
subd
it
Arb
oviru
s 20
10,
Ang
ka
Pend
erita
DBD
pad
a
Laki
-laki
(L) l
ebih
tin
ggi
(51,
79%
) dib
andi
ng
Pere
mpu
an (P
) (48
,21%
);
- D
BD: u
mur
< 1
tah
un:
L
2,2
8% P
1,7
%; u
mur
1-4
tahu
n :L
7,9
7% P
6,66
%; u
mur
5-9
tah
un:
L 11
,16%
P 1
0,48
%;
umur
10-
Pada
per
empu
an
60,8
7%%
jatu
h
ke f
ase
DSS
, jau
h
diat
as la
ki-la
ki y
ang
hany
a 39
,13%
.
Seda
ngka
n la
ki-
laki
seg
ala
usia
lebi
h re
ntan
terh
adap
insi
dens
DBD
dar
ipad
a
pere
mpu
an.
Aks
es:
Ang
ka k
esak
itan
tidak
dia
nalis
a
deng
an
men
ggun
akan
pers
pekt
if ge
nder
teru
tam
a un
tuk
mel
ihat
per
beda
an
biol
ogis
dan
sos
ial
untu
k ke
rent
anan
anta
ra p
erem
puan
,
laki
-laki
, ana
k
pere
mpu
an d
an
anak
laki
-laki
.
(Cat
atan
:
urai
an t
tg
fakt
or e
skte
rnal
bisa
ber
sifa
t
anek
dota
l sel
ama
kons
iste
n de
ngan
data
pem
buka
waw
asan
).
Pera
n
pere
mpu
an
Men
urun
kan
angk
a ke
saki
tan
DBD
dar
i 55
men
jadi
54
per
100.
000
pend
uduk
pad
a
tahu
n 20
11.
Men
urun
kan
5% a
ngka
kem
atia
n (D
SS)
pada
per
empu
an
- Re
adap
tasi
surv
ey C
OM
Bi
untu
k le
bih
men
angk
ap
peng
etah
uan,
sika
p da
n
peril
aku
laki
-
laki
dal
am
peng
enda
lian
DBD
; ter
mas
uk
pilih
an m
etod
e
KIE
yan
g
efek
tif u
ntuk
Ang
ka
Kes
akita
n
DBD
ter
pila
h
jeni
s ke
lam
in
dan
umur
- A
ngka
Pend
erita
DBD
pad
a
Laki
-laki
(L)
lebi
h tin
ggi
(51,
79%
)
diba
ndin
g
Indi
kato
r su
b
tuju
an y
ang
resp
onsi
f ge
nder
:
Men
urun
nya
5% a
ngka
kem
atia
n (D
SS)
pada
per
empu
an
usia
sek
olah
dan
dew
asa.
Men
urun
nya
1%
insi
den
angk
a
2. C
on
toh
Ap
likas
i GA
P
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan32
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA P
EMBU
KA
W
AW
ASA
NIS
U G
END
ERK
EBIJA
KA
N &
RE
NC
AN
A K
EDEP
AN
PE
NG
UK
URA
N H
ASI
L
Keg
iata
n:
Peng
enda
lian
Peny
akit
Bers
umbe
r Bi
nata
ng;
(dia
mbi
l dar
i Ren
stra
Kem
ente
rian
Kes
ehat
an 2
010-
2014
, kol
om p
rogr
am/
kegi
atan
, Lam
pira
n 14
)
Tuju
an:
M
enur
unka
n an
gka
kesa
kita
n D
BD d
ari
55 m
enja
di 5
4 pe
r
100.
000
pend
uduk
pada
tah
un 2
011;
M
enin
gkat
kan
pros
enta
se A
ngka
Beba
s Je
ntik
(ABJ
)
dari
60%
men
jadi
70%
pad
a ta
hun
2011
1
4 ta
hun:
L 9
,45%
P
8,6%
; um
ur>
15 t
ahun
:
L21,
13%
P 2
0,61
%;
(b
ila a
da, s
ebai
knya
dat
a
ini j
uga
terp
ilah
jeni
s
kela
min
);
- K
emat
ian
(DSS
): L
39,1
3% P
60,
87%
umur
< 1
th:
ser
o; u
mur
1-4t
h: L
30%
P 0
%; u
mur
5-9
th: L
10%
P 2
0%;
umur
10-
14 t
h: L
ser
o P
10%
; um
ur >
15th
: L s
ero
P 30
%;
Surv
ey C
ombi
di 5
kot
a
ende
mis
(Bat
am, M
atar
am,
Bogo
r, D
epok
, Bek
asi)
th
2009
ttg
pen
geta
huan
mas
yara
kat
Laki
-laki
lebi
h
sedi
kit
terp
apar
pada
med
ia
info
rmas
i (K
IE) t
tg
DBD
dib
andi
ng
pere
mpu
an;
sehi
ngga
ber
akib
at
angk
a ke
saki
tan
DBD
pad
a la
ki-
laki
lebi
h tin
ggi.
Ini t
erbu
kti d
ari
CO
MBi
( ya
ng
men
unju
kkan
data
laki
-laki
yang
per
nah
mel
ihat
ikla
n D
BD
hany
a 1/
3 da
ri
pere
mpu
an.
Laki
-laki
lebi
h
sedi
kit
terp
apar
pada
med
ia
Resp
onse
pro
gram
bers
ifat
netr
al
gend
er, d
enga
n
asum
si k
eren
tana
n
sam
a, p
rose
dur
pena
ngan
an b
aku/
sam
a da
n ak
ses
sam
a.
seba
gai
care
give
rs
dala
m k
elua
rga,
mem
buat
mer
eka
men
ghab
iska
n
lebi
h ba
nyak
wak
tu d
i dal
am
rum
ah d
an
serin
g te
rlam
bat
men
cari
peng
obat
an.
Apa
lagi
jika
pere
mpu
an
diha
rusk
an
dira
wat
inap
,
mak
a ha
rus
ada
yang
bis
a
men
ggan
tikan
mer
eka
dulu
untu
k m
engu
rus
kelu
arga
seb
elum
usia
sek
olah
dan
dew
asa.
Men
ingk
atka
n
peng
etah
uan
laki
-laki
dal
am
peng
enda
lian
DBD
.
Men
ingk
atka
n
pers
enta
se
kabu
pate
n/ko
ta
yang
mel
akuk
an
map
ping
vek
tor
dari
30 m
enja
di
40;
Men
ingk
atka
n
pros
enta
se
Ang
ka B
ebas
Jent
ik (A
BJ) d
ari
60%
men
jadi
la
ki-la
ki d
an
pere
mpu
an.
- A
udit
kem
atia
n
DBD
den
gan
foku
s pa
da
pere
mpu
an
(ter
mas
uk
men
guku
r
resp
onse
tim
e)
- Rev
isi S
OP
DBD
/DSS
khus
us u
ntuk
pere
mpu
an.
- Pen
gem
bang
an
ikla
n la
yana
n
mas
yara
kat
untu
k
pere
mpu
an
Pere
mpu
an
(P)
(48,
21%
);
- A
ngka
kesa
kita
n
DSS
terp
ilah
jeni
s
kela
min
dan
umur
Base
line:
Kem
atia
n
(DSS
): L
39,1
3% P
60,8
7%
- S
urve
y
CO
MBi
ttg
peril
aku
DBD
-
kesa
kita
n D
BD
pada
laki
-laki
.
Men
ingk
atny
a
peng
etah
uan
laki
-laki
dal
am
peng
enda
lian
DBD
.
Indi
kato
r rin
cian
kegi
atan
:
•Teridentifikas-
inya
seb
ab
khus
us k
ema-
tian
DBD
pad
a
pere
mpu
an;
•Teridentifikas-
inya
fak
tor
pe-
nyeb
ab la
ki-la
ki
tidak
ter
tarik
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan33
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA P
EMBU
KA
W
AW
ASA
NIS
U G
END
ERK
EBIJA
KA
N &
RE
NC
AN
A K
EDEP
AN
PE
NG
UK
URA
N H
ASI
L
M
enin
gkat
kan
pers
enta
se
kabu
pate
n/ko
ta y
ang
mel
akuk
an m
appi
ng
vekt
or d
ari 3
0
men
jadi
40;
(dia
mbi
l dar
i Ren
stra
Kem
ente
rian
Kes
ehat
an 2
010-
2014
)
ttg
peng
enda
lian
DBD
: L
22%
P 7
8%
Pada
pes
an m
edia
elek
tron
ik c
ende
rung
bia
s
gend
er, k
aren
a m
odel
ikla
n le
bih
bany
ak
pere
mpu
an (m
isal
3M
) dan
repe
llen
nyam
uk b
erar
oma
bung
a 10
0% k
ader
jum
antik
di D
KI J
akar
ta,
Kot
a M
ojok
erto
, Cim
ahi
dan
Kot
a Jo
gjak
arta
ada
lah
ibu2
.
(pen
ting
seka
li da
ta t
tg
hari
ke b
erap
a la
ki-la
ki
dan
pere
mpu
an b
aru
men
gaks
es la
yana
n
kese
hata
n);
bila
ada
tam
bahk
an d
ata
ttg
jam
tay
ang
ikla
n
info
rmas
i (K
IE) t
tg
DBD
dib
andi
ng
pere
mpu
an;
sehi
ngga
ber
akib
at
angk
a ke
saki
tan
DBD
pad
a la
ki-
laki
lebi
h tin
ggi.
Ini t
erbu
kti d
ari
CO
MBi
( ya
ng
men
unju
kkan
data
laki
-laki
yan
g
pern
ah m
elih
at
ikla
n D
BD h
anya
1/3
dari
pere
mpu
an
Dis
emin
asi
info
rmas
i med
ia
elet
roni
k di
suka
i
mas
yara
kat
teta
pi
biay
anya
bes
ar
nam
un in
form
asi
yang
ada
bel
um
mem
perh
atik
an
mau
dira
wat
. Hal
ini m
enye
babk
an
pere
mpu
an
serin
g m
enun
da
perg
i men
cari
peng
obat
an
sehi
ngga
serin
gkal
i saa
t
mer
eka
data
ng
suda
h de
ngan
fase
pen
yaki
t
yang
lanj
ut,
sehi
ngga
sul
it
pena
ngan
an
seca
ra m
edis
nya.
Sela
in it
u
seca
ra b
ilogi
s,
sist
em k
apile
r
pere
mpu
an
mem
ang
lebi
h
rent
an u
ntuk
perm
eabi
litas
sel
.
70%
pad
a ta
hun
2011
sup
aya
sege
ra
bero
bat
dan
untu
k la
ki-la
ki
supa
ya le
bih
terli
bat
aktif
dala
m
peng
enda
lian
DBD
;
- Pen
cana
ngan
Ger
akan
Beb
as
Jent
ik d
enga
n
Dut
a N
asio
nal
Jum
antik
Laki
-laki
dan
Pere
mpu
an.
- Lom
ba
jum
antik
tela
dan
laki
-laki
dan
pere
mpu
an
baik
di t
atan
an
rum
ah t
angg
a,
seko
lah
mau
pun
inst
itusi
.
te
rpila
h
umur
dan
jeni
s
kela
min
;
B
asel
ine:
- L
aki-l
aki
men
deng
ar
ttg
DBD
=
22%
(Dat
a
P2B2
th
2009
)
up
aya
prom
otif
peng
enda
lian
DBD
;
•Meningkatnya
resp
onse
tim
e
pere
mpu
an
dala
m m
enca
ri
peng
obat
an
DBD
;
•Meningkatnya
jum
lah
kete
rliba
tan
laki
-laki
seb
agai
jum
antik
.
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan34
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA P
EMBU
KA
W
AW
ASA
NIS
U G
END
ERK
EBIJA
KA
N &
RE
NC
AN
A K
EDEP
AN
PE
NG
UK
URA
N H
ASI
L
a
tau
loka
si p
emas
anga
n
post
er u
ntuk
mel
ihat
akse
s da
n m
anfa
at a
tas
info
rmas
i kes
ehat
an b
agi
pere
mpu
an/la
ki-la
ki
Pe
nget
ahua
n M
asya
raka
t
tent
ang
Peng
enda
lian
DBD
pad
a L
(22%
) <
Pere
mpu
an (7
8%)(S
urve
i
Mar
ket
Ana
lysi
sis
CO
MBi
di 5
kot
a:
B
atam
, Mat
aram
, Kot
a
Bogo
r, K
ota
Dep
ok,
dan
Kot
a Be
kasi
Tah
un
2009
) -->
ada
kah
data
ttg
siap
a (la
ki-la
ki a
tau
pere
mpu
an) y
ang
sebe
tuln
ya m
elak
ukan
3M d
i rum
ah t
angg
a,
siap
a di
ling
kung
an;
kebu
tuha
n le
laki
dan
pere
mpu
an.
Ko
ntr
ol:
Wal
aupu
n an
gka
kesa
kita
n la
ki-la
ki
lebi
h tin
ggi t
api
angk
a ke
saki
tan
yang
mas
uk
men
jadi
DSS
lebi
h
rend
ah –
per
lu
dite
liti l
ebih
lanj
ut
apak
ah in
i kar
ena
aki-l
aki p
unya
kont
rol l
ebih
besa
r pa
da a
kses
laya
nan
kese
hata
n
l ata
ukah
kar
ena
mem
ang
seca
ra
imun
olog
i lak
i-lak
i
Bi
la d
iliha
t da
ri
pera
n ge
nder
anta
ra la
ki-la
ki
dan
pere
mpu
an
mak
a
pere
mpu
an le
bih
bert
angg
ung
jaw
ab t
erha
dap
kont
aine
r ai
r
yang
ter
kait
deng
an r
umah
tang
ga /
di
dala
m r
umah
sepe
rti t
empa
t
peny
impa
nan
air
untu
k m
andi
,
min
um d
an
cuci
; sed
angk
an
laki
-laki
lebi
h
bert
angg
ung
jaw
ab u
ntuk
wad
ah
pena
mpu
ngan
(Cat
atan
:
dala
m m
emili
h
renc
ana
aksi
-
pert
imba
ngka
n
prio
rity
sett
ing
K/L
, fea
sibi
lity,
kete
rsed
iaan
sum
berd
aya
dan
duku
ngan
polit
is y
ang
dipe
rluka
n.)
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan35
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA P
EMBU
KA
W
AW
ASA
NIS
U G
END
ERK
EBIJA
KA
N &
RE
NC
AN
A K
EDEP
AN
PE
NG
UK
URA
N H
ASI
L
-
Sum
ber
info
rmas
i DBD
yg d
iingi
nkan
ole
h
mas
yara
kat
: pen
yulu
han
lang
sung
ole
h na
kes:
57%
; TV
: 24
%;
peny
uluh
an la
ngsu
ng
oleh
kad
er: 1
2 %
; med
ia
ceta
k: 7
%.-
-apa
kah
bisa
terp
ilah
anta
ra la
ki-la
ki
dan
pere
mpu
an
Ada
kah
data
%
pere
mpu
an d
an %
laki
-laki
yang
dira
wat
di R
S de
ngan
dana
out
of
pock
et a
tau
Jam
kesm
as?
- u
ntuk
mel
ihat
aks
es
ke la
yana
n ke
seha
tan
anta
ra la
ki-la
ki d
an
pere
mpu
an d
an k
ontr
ol
atas
sum
ber
daya
ant
ara
laki
-laki
dan
per
empu
an
lebi
h ba
ik d
arip
ada
pere
mpu
an
terh
adap
DBD
.
Part
isip
asi:
Petu
gas
peny
uluh
dem
am b
erda
rah
lebi
h ba
nyak
pere
mpu
an.
Kur
angn
ya p
etug
as
jum
antik
laki
-laki
untu
k m
elak
ukan
pem
erik
saan
dan
peny
uluh
an
tent
ang
PSN
dan
Pena
nggu
lang
an
DBD
dis
ebab
kan
Laki
-laki
men
yera
hkan
urus
an
pem
bera
ntas
an
jent
ik d
emam
ai
r ya
ng d
isek
itar
rum
ah s
eper
ti
tank
i air
atau
pun
pem
buan
gan
sam
pah
“bes
ar”.
Sela
ma
ini i
klan
3M le
bih
foku
s
pada
wad
ah
tam
pung
air
untu
k ke
butu
han
rum
ah t
angg
a
dan
belu
m t
erla
lu
men
gena
unt
uk
pera
n ge
nder
laki
-laki
unt
uk
peng
enda
lian
DBD
.
Laki
-laki
tid
ak
mak
sim
al d
alam
mem
anfa
atka
n
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan36
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA P
EMBU
KA
W
AW
ASA
NIS
U G
END
ERK
EBIJA
KA
N &
RE
NC
AN
A K
EDEP
AN
PE
NG
UK
URA
N H
ASI
L
..be
rdar
ah d
i rum
ah
untu
k di
laku
kan
oleh
per
empu
an.
Wak
tu p
enyu
luha
n
DBD
dila
kuka
n
pada
pag
i har
i
sehi
ngga
han
ya
pere
mpu
an y
ang
mem
iliki
wak
tu
untu
k m
engi
kuti
peny
uluh
an
kare
na B
apak
-
Bapa
k ba
nyak
di
luar
rum
ah u
ntuk
beke
rja.
up
aya
prom
otif
kese
hata
n,
sehi
ngga
insi
dens
DBD
lebi
h tin
ggi
pada
laki
-laki
.
Dal
am s
ebua
h
stud
i yan
g
dila
kuka
n di
Port
oRic
o,
pere
mpu
an
men
gang
gap
infe
ksi d
enga
n
seriu
s ka
rena
tidak
ada
vak
sin
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan37
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA P
EMBU
KA
W
AW
ASA
NIS
U G
END
ERK
EBIJA
KA
N &
RE
NC
AN
A K
EDEP
AN
PE
NG
UK
URA
N H
ASI
L
M
anfa
at:
Han
ya 2
2% L
aki-
laki
di b
andi
ngka
n
78%
per
empu
an
mem
iliki
peng
etah
uan
tent
ang
DBD
; mak
a
dapa
t di
sim
pulk
an
laki
-laki
kur
ang
men
ggun
akan
upay
a
prom
otif
yan
g
dila
kuka
n da
lam
peng
enda
lian
dem
am b
erda
rah.
tingg
inya
insi
den
dan
dam
pak
ekon
omi d
an
emos
i nya
;
seda
ngka
n
laki
-laki
lebi
h
mem
ilih
kare
na
bany
ak o
rang
mer
emeh
kan
gigi
tan
nyam
uk
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan38
C. Teknik menyusun TOR Rensponsif Gender
Kerangka acuan kerja atau Term of Reference yang selanjutnya disebut KAK/
TOR adalah dokumen yang menginformasikan gambaran umun dan penjelasan
mengenai keluaran kegiatan yang akan dicapai sesuai dengan tugas dan fungsi
Kementerian Negara/lembaga yang memuat latar belakang, penerima, manfaat,
strategi pencapaian, dan biaya yang diperlukan.
Dalam TOR harus jelas 5W (Why, What, Who, When, Where + 2 H (How to do dan
How much).
TOR responsif gender adalah TOR yang memasukkan data (GAP langkah 2 dan
langkah 8) dan analisis AKMP (Akses, Kontrol, Manfaat, dan Partisipasi) yang
dilakukan di GAP langkah 3-5 sebagai latar belakang.
GAP langkah 6 dan langkah 9 dapat dimasukkan sebagai tujuan dalam TOR.
GAP langkah 7 (rincian kegiatan) dimasukkan sebagai proses pelaksanaan dalam
TOR dengan identifikasi kelompok sasaran serta menjelaskan keterwakilan dan
keterlibatan aktif laki-laki dan perempuan.
Untuk lebih jelasnya, maka berikut ini disampaikan format TOR Responsif gender
lengkap sebagai berikut.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan39
1. Format TOR
KAK/ TOR PER KELUARAN/OUTPUT KEGIATAN
Kementerian Negara/ Lembaga : .................................................................................. (1)
Unit Eselon I : .................................................................................. (2)
Program : .................................................................................. (3)
Hasil : .................................................................................. (4)
Unit Eselon II/ Satker : .................................................................................. (5)
Kegiatan : .................................................................................. (6)
Indikator Kinerja Kegiatan : .................................................................................. (7)
Satuan ukur dan Jenis Keluaran : .................................................................................. (8)
Volume : . ................................................................................. (9)
A. Latar Belakang
1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/ Kebijakan ............................................................... 10)
2. Gambaran Umum ............................................................................................. (11)
B. Tujuan dan Penerima Manfaat ................................................................................ (12)
C. Strategi Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan
1. Metode Pelaksanaan ........................................................................................... (13)
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan ...................................................................... (14)
D. Waktu Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan .......................................................... (15)
E. Rencana Anggaran Biaya (RAB) .............................................................................. (16)
Penanggung Jawab (17)
NIP. ........................................ (18)
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan40
Penjelasan point per point :
NO. URAIAN
(1) Diisi nama kementerian negara/ lembaga
(2) Diisi nama unit eselon I.
(3) Disi nama program sesuai hasil restrukturisasi program
(4) Diisi dengan outcome yang akan dicapai dalam program
(5) Diisi nama unit eselon II.
(6) Diisi nama kegiatan sesuai hasil restrukturisasi kegiatan
(7) Diisi uraian indikator kinerja kegiatan
(8) Diisi nama satuan ukur dan jenis keluaran kegiatan
(9) Diisi jumlah volume keluaran kegiatan. Volume yang dihasilkan bersifat kuantitatif yang terukurContoh : 5 peraturan ...., 200 orang peserta, 33 laporan ....
(10) Diisi dengan dasar hukum tugas fungsi dan/ atau ketentuan yang terkait langsung dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.
(11). Gambaran Umum :Diisi dengan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan serta penjelasan target indicator kinerja kegiatan yang akan dicapai.
Pada bagian ini menjelaskan What dan Why, apakah telah menjelaskan tentang permasalahan yang dihadapi oleh kelompok sasaran, baik laki-laki dan perempuan dengandidukungdataterpilahdanmengidentifikasi isukesenjangangendernyayang menyebabkan outcome/output program dan target indikator kinerja kegiatan belum tercapai. Kesenjangan gender diperoleh dari hasil analisis gender, yang mengeksplorasi mengapa (why) hal tersebut bisa terjadi. Selanjutnya menjelaskan tentang langkah apa (what) yang akan dilakukan untuk mengatasi kesenjangan gender tersebut, dengan target sasaran perempuan dan laki-laki (masih menggunakan data hasil analisis gender).
12. Diisi dengan tujuan dan penerima manfaat baik internal dan atau eksternal K/L, dengan membedakan sasaran perempuan dan laki-laki.
Tujuan memberikan informasi tentang manfaat yang akan diterima kelompok sasaran, baik laki-laki maupun perempuan (pertanyaan Who tapi pada level indikator).
Penerima manfaat merujuk kepada pencapaian target indikator kinerja kegiatan terpilah menurut kelompok laki-laki dan perempuan.
13. Diisi dengan cara pelaksanaanya berupa kontraktual atau swakelola.Diisi dengan uraian tentang proses pelaksanaan Rincian Kegiatan, yang bersifat sekuensial, dengan tujuan memberikan gambaran bahwa detil Rincian Kegiatan dan urut-urutan pelaksanaannya telah responsif gender. Penjelasan juga meliputi cara pelaksanaan Rincian Kegiatan apakah berupa kontraktual atau swakelola.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan41
Bagian ini menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan Rincian Kegiatan yang mendukung langsung perbaikan ke arah kesetaraan gender. Jadi harus dapat menjelaskan upaya perbaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok sasaran, baik laki-laki maupun perempuan :
- Who (menjelaskan mengapa perempuan dan laki-laki dipilih dalam pelaksanaan detil Rincian Kegiatan),
- When (menjelaskan mengapa waktu dan lama pelaksanaan detil Rincian kegiatan dipilih dengan memperhatikan akses dan partisipasi perempuan dan laki-laki ),
- Where (menjelaskan mengapa tempat pelaksanaan detil Rincian Kegiatan dipilih dengan memperhatikan akses dan partisipasi perempuan dan laki-laki),
- How To Do (menjelaskan mengapa bentuk pelaksanaan Rincian Kegiatan sesuai dengan kebutuhan beneficieries).
14. Diisi dengan tahapan/komponen masukan yang digunakan dalam pencapaian Indikator Kinerja kegiatan, termasuk jadwal waktu (time table) pelaksanaan dan keterangan lainnya yang dibutuhkan.
15. Diisi dengan kurun waktu pencapaian pelaksanaan
16. Diisi dengan lampiran RAB yang merupakan rincian alokasi dana yang diperlukan dalam pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan.
17. Diisi dengan nama penanggung jawab kegiatan (eselon II/ kepala satker vertikal).
18. Diisi dengan NIP penanggung jawab kegiatan.
Catatan: Pengisian Nomor 1 sampai 7 menggunakan dokumen Renstra Kementerian Kesehatan tahun
2010-2014 yakni pada Lampiran tentang Matriks Kinerja Kementerian Kesehatan.
Dalam rangka penerapan pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) yang
mulai diterapkan pada tahun anggaran 2011, dimana penekanan/ fokus berada pada
output, maka struktur pengalokasian anggaran dirinci menurut Program, Kegiatan
dan Output. Keluaran/output kegiatan adalah barang/ jasa yang dihasilkan dari
pelaksanaan sebuah kegiatan untuk mendukung pencapaian outcome program.
Output merupakan produk utama/ akhir yang bersifat spesifik yang dihasilkan
oleh suatu kegiatan sebagaimana fungsi Unit Eselon II/ Satker yang bersangkutan.
Setiapoutputharusdapatdiidentifikasijenisdansatuannyadenganjelas,seluruh
komponen input yang digunakan ditetapkan oleh penanggung jawab kegiatan dan
penekanan kesesuaian/ relevansi masing-masing komponen input serta biayanya
dalam rangka pencapaian output kegiatan. Oleh karenanya setiap TOR/ KAK dibuat
per keluaran/ output kegiatan.
Daftar output kegiatan dapat dilihat pada formulir 3 RKA-KL yang telah ditetapkan
oleh penanggung jawab kegiatan/Eselon II di masing-masing unit utama dalam
penyusunan RKA-KL setiap tahunnya. Output kegiatan dapat berupa :
1. Laporan Kegiatan dan Pembinaan, yang dapat berisikan Komponen Input
Laporan Kegiatan, seperti : Sosialisasi/ desiminasi, peningkatan kapasitas SDM,
atau komponen input sejenis.
2. Dokumen Perencanaan dan pengelolaan anggaran, yang berisikan Komponen
Input seperti : Rencana Kerja Tahunan, atau dokumen lain sejenis.
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan42
3. Layanan Perkantoran, yang berisikan Komponen Input : gaji dan Tunjangan,
operasional perkantoran dan pemeliharaan.
4. Alat pengolah data/ komputer
5. Kendaraan
6. Dan lain-lain.
2. CONTOH APLIKASI TOR RESPONSIF GENDER
TOR/KAK per Output KegiatanOutput Kegiatan : Laporan Pengendalian DBD
Catatan:
Dalam kolom 7 GAP (Rencana Aksi) sebelumnya/diatas, terdapat 6 Rencana Aksi.
Dari keenam Rencana Aksi tersebut, 2 diantaranya mempunyai Output Laporan
untuk pengendalian DBD yakni Readaptasi Survey COMBi dan Audit Kematian
DBD. Dalam contoh aplikasi TOR Responsif Gender berikut ini akan ditampilkan
contoh TOR Responsif Gender dengan Output Laporan Pengendalian DBD.
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan
Unit Organisasi (eselon 1) : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Program : Program Pengendalian Penyakit Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Hasil atau Outcome : Meningkatnya pencegahan dan
penanggulangan penyakit bersumber binatang
UNIT Eselon II/Satker : Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber
Binatang
Kegiatan : Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Indikator Kinerja Kegiatan - Menurunnya angka kesakitan DBD dari 55
menjadi (diambil dari Renstra 2010-2014)
54 per 100.000 penduduk pada tahun 2011
untuk Nasional .
- Meningkatnya persentase Angka Bebas Jentik
( ABJ) dari 60% menjadi 70% pada tahun
2011.
- Meningkatkan persentase kabupaten/kota
yang melakukan mapping vektor dari 30
menjadi 40
Output : Laporan Pengendalian Penderita DBD
Satuan Ukur dan Jenis Keluaran : Laporan
Volume : 2 laporan (Readaptasi Survey Combi dan Audit
Kematian DBD/DSS)
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan43
a. Latar Belakang
1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/ Kebijakan
a. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan
Wabah Penyakit Menular.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560 Tahun 1989 tentang
Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tata Cara
Penyampaian Laporannya dan Tata Cara Penanggulangannya.
e. Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 15/2008 tentang Pedoman
Umum Pelaksanan Pengarusutamaan Gender (PUG) di daerah dimana
pada Pasal 4 ayat 2. Penyusunan Kebijakan Program, dan Kegiatan
Pembangunan berperspektif gender sebagaimana dimaksud ayat 1
dilakukan analisis gender, dan pasal 10 Pokja PUG Provinsi mempunyai
tugas menetapkan TIM teknis untuk melakukan analisis terhadap
anggaran daerah.KEPMENKES Nomor 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang
Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue.
f. Peraturan Menteri Keuangan No.104/PMK.02/2010 tentang petunjuk
penyusunan dan penelahaan RAKL Tahun 2011.
g. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 31-VI Tahun 1994 tentang
Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue ( POKJANAL DBD), Tim Pembina LKMD Tingkat
Pusat.
h. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457 tahun 2003 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota Dalam
Pencegahan dan Pemberantasan DBD.
i. Kesepakatan bersama antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
& Perlindungan Anak dengan Menteri Kesehatan tentang pelaksanaan
tentang pengarus utamaan gender di Bidang Kesehatan No. 07/MEN.
PP&PA/5/2010-No.593/MENKES/SKB/V/2010.
2. Gambaran Umum
- Data dari subdit Arbovirus 2010, Angka Penderita DBD pada Laki-laki (L)
lebih tinggi (51,79%) dibanding Perempuan (P) (48,21%);
Laki-laki segala usia lebih rentan terkena DBD.
- Kematian (DSS): L 39,13% P 60,87%
Perempuan dewasa lebih rentan terhadap kematian (DSS). Angka DSS
pada perempuan lebih tinggi, sebagai akibat dari perilaku perempuan
yang terlambat dalam mencari pengobatan. Menarik untuk dilihat lebih
lanjut apakah diperlukan penanganan darurat khusus untuk perempuan
yang terinfeksi Dengue. Norma patriarki yang menempatkan perempuan
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan44
sebagai caregivers dalam keluarga membuat perempuan terlambat
mencari pengobatan karena harus mengurus keluarga terlebih dulu,
cemas tidak ada yang menggantikan dia kalau di-rumah sakit kan
sehingga membuat mereka terlambat datang ke sarana kesehatan.
Survey Combi di 5 kota endemis (Batam, Mataram, Bogor, Depok, Bekasi)
th 2009 ttg pengetahuan masyarakat ttg pengendalian DBD: L 22% P
78%
Pada pesan media elektronik cenderung bias gender, karena model iklan
lebih banyak perempuan (misal 3M) dan repellen nyamuk beraroma
bunga.
100% kader jumantik di DKI Jakarta, Kota Mojokerto, Cimahi dan Kota
Jogjakarta adalah ibu2.
Akses:
Laki-laki lebih sedikit terpapar pada media informasi (KIE) ttg DBD dibanding
perempuan; sehingga berakibat angka kesakitan DBD pada laki-laki lebih
tinggi. Ini terbukti dari COMBi ( yang menunjukkan data laki-laki yang
pernah melihat iklan DBD hanya 1/3 dari perempuan.
Kontrol:
Walaupun angka kesakitan laki-laki lebih tinggi tapi angka kesakitan yang
masuk menjadi DSS lebih rendah – perlu diteliti lebih lanjut apakah ini karena
laki-laki punya kontrol lebih besar pada akses layanan kesehatan ataukah
karena memang secara imunologi laki-laki lebih baik daripada perempuan
terhadap DBD.
Manfaat:
Hanya 22% Laki-laki di bandingkan 78% perempuan memiliki pengetahuan
tentang DBD; maka dapat disimpulkan laki-laki kurang menggunakan upaya
promotif yang dilakukan dalam pengendalian demam berdarah.
Partisipasi:
Petugas penyuluh demam berdarah lebih banyak perempuan. Kurangnya
petugas jumantik laki-laki untuk melakukan pemeriksaan dan penyuluhan
tentang PSN dan Penanggulangan DBD disebabkan Laki-laki menyerahkan
urusan pemberantasan jentik demam berdarah di rumah untuk dilakukan
oleh perempuan. Waktu penyuluhan DBD dilakukan pada pagi hari sehingga
hanya perempuan yang memiliki waktu untuk mengikuti penyuluhan karena
Bapak-Bapak banyak di luar rumah untuk bekerja.
Angka kesakitan tidak dianalisa dengan menggunakan perspektif gender
terutama untuk melihat perbedaan biologis dan sosial untuk kerentanan
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan45
antara perempuan, laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki.
Response program bersifat netral gender, dengan asumsi kerentanan sama,
prosedur penanganan baku/sama dan akses sama.
Angka kesakitan tidak dianalisa dengan menggunakan perspektif gender terutama
untuk melihat perbedaan biologis dan sosial untuk kerentanan antara perempuan,
laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki.
Response program bersifat netral gender, dengan asumsi kerentanan sama,
prosedur penanganan baku/sama dan akses sama.
Peran perempuan sebagai caregivers dalam keluarga, membuat mereka
menghabiskan lebih banyak waktu di dalam rumah dan sering terlambat
mencari pengobatan. Apalagi jika perempuan diharuskan dirawat inap,
maka harus ada yang bisa menggantikan mereka dulu untuk mengurus
keluarga sebelum mau dirawat. Hal ini menyebabkan perempuan sering
menunda pergi mencari pengobatan sehingga seringkali saat mereka datang
sudah dengan fase penyakit yang lanjut, sehingga sulit penanganan secara
medisnya. Selain itu secara bilogis, sistem kapiler perempuan memang lebih
rentan untuk permeabilitas sel.
Bila dilihat dari peran gender antara laki-laki dan perempuan maka
perempuan lebih bertanggung jawab terhadap kontainer air yang terkait
dengan rumah tangga / di dalam rumah seperti tempat penyimpanan air
untuk mandi, minum dan cuci; sedangkan laki-laki lebih bertanggung
jawab untuk wadah penampungan air yang disekitar rumah seperti tanki
air ataupun pembuangan sampah “besar”. Selama ini iklan 3M lebih fokus
pada wadah tampung air untuk kebutuhan rumah tangga dan belum terlalu
mengena untuk peran gender laki-laki untuk pengendalian DBD.
Laki-laki tidak maksimal dalam memanfaatkan upaya promotif kesehatan,
sehingga insidens DBD lebih tinggi pada laki-laki.
Dalam sebuah studi yang dilakukan di Puerto Rico, perempuan menganggap
infeksi dengue serius karena tidak ada vaksin, tingginya insidens dan dampak
ekonomi dan emosi nya; sedangkan laki-laki lebih memilih karena banyak
orang meremehkan gigitan nyamuk
Oleh sebab itu upaya pengendalian DBD yang memang difokuskan pada
pemberantasan nyamuk Aedes aegypti sebagai penular DBD, terutama
melalui kegiatan PSN oleh masyarakat perlu ditingkatkan. Perlu dicarikan
strategi untuk meningkatkan partisipasi laki-laki dalam pengendalian
DBD. COMBi menunjukkan laki-laki tidak memiliki pengetahuan memadai
sehingga angka insidens pada laki-laki lebih tinggi dan jumantik laki-laki
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan46
sangatlah minim. Oleh sebab itu perlu melakukan readaptasi modul Survey
COMBi untuk menangkap faktor-faktor penyebab rendahnya partisipasi laki-
laki dan perlu analisa khusus untuk merumuskan kembali strategi perubahan
perilaku yang lebih efektif berdasarkan perbedaan gender dalam keterlibatan
aktif laki-laki dan perempuan dalam pengendalian DBD.
Sedangkan untuk merespon tinggi nya angka kematian akibat DBD/DSS pada
perempuan usia sekolah dan dewasa maka sarana kesehatan harus mulai
melakukan audit kematian untukmengidentifikasi apakah penyebab dari
kematian karena faktor biologis, prosedur yang perlu disempurnakan sesuai
sex, ataupun karena perbedaan peran gender sehingga mempengaruhi
perilaku pasien dalam mencari pengobatan.
Dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan penderita DBD tersebut,
maka akan disusun laporan pelaksanaan yang terdiri dari
- Laporan Readaptasi Survey COMBi
- Laporan Audit Kematian DBD
b. Tujuan dan Penerima Manfaat
Dengan ouput laporan ini akan melaporkan hasil pengendalian penderita DBD,
dimana pengendalian penyakit ini bertujuan untuk :
Menurunkan 5% angka kematian (DSS) pada perempuan usia sekolah dan
dewasa.
Meningkatkan pengetahuan laki-laki dalam pengendalian DBD.
Target sasaran kegiatan: provinsi endemis, bayi perempuan <1 tahun, laki-laki
>15 th.
c. Strategi Pencapaian Keluaran
1. Metode Pelaksanaan : Dilaksanakan melalui metode swakelola
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan (diambil dari kolom 7 GAP)
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan47
PELAKSANAAN TAHAPANWAKTU
PELAKSANAAN
- Readaptasi survey COMBi
untuk lebih menangkap
pengetahuan, sikap dan
perilaku laki-laki dalam
pengendalian DBD;
termasuk pilihan metode
KIE yang efektif untuk laki-
laki dan perempuan
Readaptasi COMBI tool untuk
menangkap faktor resiko DBD pada
laki-laki
Februari 2011
Pelatihan enumerator COMBi Maret 2011
Survey Combi Maret 2011
Pengolahan data dan penyusunan
laporan COMBiApril 2011
Sosialisasi hasil COMBi April 2011
Penyusunan pesan COMBi Mei 2011
Pengadaan pesan COMBi Mei 2011
Launching pesan COMBi Juni 2011
Monitoring dan Evaluasi
- Audit kematian DBD
dengan fokus pada
perempuan (termasuk
mengukur response time)
Pengembangan SOP Februari 2011
Pelatihan SOP Maret 2011
Survey Audit Kematian di sub
nasionalApril 2011
3. Indikator Keluaran : Tersusunnya laporan pengendalian pada penderita
DBD
d. Waktu Pencapaian Keluaran : Tahun Anggaran 2011
e. Rencana Anggaran Biaya (RAB) (terlampir)
Penanggung Jawab,
Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang,
..................................................
NIP. ...........................................
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan48
D. Teknik Penyusunan Gender Budget Statement (GBS)
GBS adalah dokumen yang berisi pernyataan bahwa sebuah program dan kegiatan telah responsif gender.
GBS merupakan perpaduan dari hasil analisis gender (analisis GAP) dan kebutuhan anggaran (TOR responsive
gender) secara generik dan instan, namun secara komprehensif mencakup tentang relevansi kegiatan,
indikator kinerja kegiatan, output, sub output kegiatan dan komponen input terhadap pencapaian target
indikator kinerja kegiatan dan target output/outcome dari program.
GBS memberikan informasi bahwa suatu kegiatan telah responsif terhadap isu gender yang ada, dan
suatu biaya telah dialokasikan pada output kegiatan untuk menangani permasalahan kesenjangan
gender. Target Indikator kinerja kegiatan yang dicapai mesti memperhatikan kesetaraan dan keadilan
bagi perempuan dan laki-laki. Karena target kinerjanya mengukur perempuan dan laki-laki, maka Rincian
Kegiatan dan sub-output yang dilakukan pun merupakan hasil analisis gender.
Karena analisisnya menggunakan metode GAP, maka sebagian isi GBS berasal dari matriks analisis GAP.
Sebagian isi GBS juga berasal dari dokumen TOR responsif gender.
Adapun format GBS yang memuat komponen-komponennya serta cara penyusunannya dapat dilihat pada
format berikut.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan49
Program Nama program yang ada pada K/L
Kegiatan Nama Kegiatan sebagai penjabaran program
Indikator Kinerja KegiatanIndikator yang ditetapkan untuk masing-masing output kegiatan (merujuk
kedokumen Renstra 2010-2014)
Output Kegiatan Nomenklatur Output dan volume satuan Output Kegiatan (sesuai RKA-KL)
Analisa Situasi
(diharapkan tersedia angka
kelompok sasaran baik laki-laki
maupun perempuan. Jika tidak,
hanya berupa gambaran bahwa
output kegiatan yang akan
dihasilkan mempunyai pengaruh
kepada kelompok sasaran tertentu)
Uraian ringkas yang menggambarkan persoalan yang akan ditangani/
dilaksanakan oleh Kegiatan yang menghasilkan output, dengan
menekankan uraian pada aspek gender dari persoalan tersebut.
- Analisis situasi : menggambarkan terjadinya kesenjangan gender
yang ada terkait dengan kegiatan yang akan dilaksanakan;
Rincian Kegiatan
Diambil dari TOR bagian metode
pelaksanaan
Sub-output 1 Jenis-jenis Rincian Kegiatan yang akan dilakukan.
Komponen
Input 1
Tahapan pertama pelaksanaan sub-output 1
Komponen
Input 2
Tahapan kedua pelaksanaan sub-output 1
Komponen
Input 3
Tahapan ketiga pelaksanaan sub-output 1
Dst…
Sub-ouput 2 Jenis-jenis Rincian Kegiatan yang akan dilakukan
Komponen
Input 1
Tahapan ketiga pelaksanaan sub-output 2
Komponen
Input 2
Tahapan ketiga pelaksanaan sub-output 2
Dst...
Alokasi Anggaran Output Kegiatan Jumlah anggaran (Rp) yang dialokasikan untuk mencapai suatu Output
Kegiatan
Dampak/hasil Output Kegiatan Dampak/hasil secara luas dari Output Kegiatan yang dihasilkan dan
dikaitkan dengan isu gender serta perbaikan ke arah kesetaraan gender
yangtelahdiidentifikasipadaanalisisisituasi
1. FORMAT GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender)
Kementerian Negara/Lembaga : ………………………
Unit Organisasi : ………………………
Unit eselon II/Satker : ………………………
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan50
Program : Program Pengendalian Penyakit Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kegiatan : Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Indikator Kinerja
Kegiatan
- Menurunnya angka kesakitan DBD dari 55 menjadi 54 per 100.000 penduduk pada tahun 2011
untuk Nasional .
- Meningkatnya persentase Angka Bebas Jentik ( ABJ) dari 60% menjadi 70% pada tahun 2011.
- Meningkatkan persentase kabupaten/kota yang melakukan mapping vektor dari 30 menjadi 40
Output Kegiatan Laporan Pengendalian Penderita DBD
Analisa Situasi
(diharapkan tersedia
angka kelompok
sasaran baik laki-laki
maupun perempuan.
Jika tidak, hanya
berupa gambaran
bahwa output
kegiatan yang akan
dihasilkan mempunyai
pengaruh kepada
kelompok sasaran
tertentu)
Data dari subdit Arbovirus 2010, Angka Penderita DBD pada Laki-laki (L) lebih tinggi (51,79%)
dibanding Perempuan (P) (48,21%);
Laki-laki segala usia lebih rentan terkena DBD.
Kematian (DSS): L 39,13% P 60,87%
Perempuan dewasa lebih rentan terhadap kematian (DSS). Angka DSS pada perempuan lebih tinggi,
sebagai akibat dari perilaku perempuan yang terlambat dalam mencari pengobatan. Menarik untuk
dilihat lebih lanjut apakah diperlukan penanganan darurat khusus untuk perempuan yang terinfeksi
Dengue. Norma patriarki yang menempatkan perempuan sebagai caregivers dalam keluarga membuat
perempuan terlambat mencari pengobatan karena harus mengurus keluarga terlebih dulu, cemas tidak
ada yang menggantikan dia kalau di-rumah sakit kan sehingga membuat mereka terlambat datang ke
sarana kesehatan.
Survey Combi di 5 kota endemis (Batam, Mataram, Bogor, Depok, Bekasi) th 2009 ttg pengetahuan
masyarakat ttg pengendalian DBD: L 22% P 78%
Pada pesan media elektronik cenderung bias gender, karena model iklan lebih banyak perempuan (misal
3M) dan repellen nyamuk beraroma bunga.
100% kader jumantik di DKI Jakarta, Kota Mojokerto, Cimahi dan Kota Jogjakarta adalah ibu2.
Oleh sebab itu upaya pengendalian DBD yang memang difokuskan pada pemberantasan nyamuk
Aedes aegypti sebagai penular DBD, terutama melalui kegiatan PSN oleh masyarakat perlu ditingkatkan.
Perlu dicarikan strategi untuk meningkatkan partisipasi laki-laki dalam pengendalian DBD. COMBi
menunjukkan laki-laki tidak memiliki pengetahuan memadai sehingga angka insidens pada laki-laki
lebih tinggi dan jumantik laki-laki sangatlah minim. Oleh sebab itu perlu melakukan readaptasi modul
Survey COMBi untuk menangkap faktor-faktor penyebab rendahnya partisipasi laki-laki dan perlu
analisa khusus untuk merumuskan kembali strategi perubahan perilaku yang lebih efektif berdasarkan
perbedaan gender dalam keterlibatan aktif laki-laki dan perempuan dalam pengendalian DBD.
2. CONTOH APLIKASI GENDER BUDGET STATEMENT (GBS) (Pernyataan Anggaran Gender)
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan
Unit Organisasi : Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Unit eselon II/Satker : Direktorat Pengendalian Penyakit bersumber Binatang
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan
Unit Organisasi (eselon 1) : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Unit Eselon II/Satker : Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan51
Sedangkan untuk merespon tinggi nya angka kematian akibat DBD/DSS pada perempuan usia sekolah
dandewasamakasaranakesehatanharusmulaimelakukanauditkematianuntukmengidentifikasi
apakah penyebab dari kematian karena faktor biologis, prosedur yang perlu disempurnakan sesuai
sex, ataupun karena perbedaan peran gender sehingga mempengaruhi perilaku pasien dalam mencari
pengobatan.
Rincian Kegiatan
(diambil dari TOR
bagian metode
pelaksanaan)
Suboutput 1
Readaptasi survey COMBi untuk lebih menangkap pengetahuan, sikap dan perilaku
laki-laki dalam pengendalian DBD; termasuk pilihan metode KIE yang efektif untuk laki-
laki dan perempuan
Tujuan
Suboutput 1
(disesuaikan dengan logika suboutput yang dipilih dan
indikator Kinerja Kegiatan).
•Teridentifikasinya
sebab khusus
kematian DBD pada
perempuan;
•AngkaKesakitanDBD
terpilah jenis kelamin
dan umur
Komponen 1 Readaptasi COMBI
tool untuk menangkap
faktor resiko DBD pada
laki-laki
Komponen 2 Pelatihan enumerator
COMBi
Komponen 3 Survey Combi
Komponen 4 Pengolahan data dan
penyusunan laporan
COMBi
Komponen 5 Sosialisasi hasil COMBi
Komponen 6 Penyusunan pesan
COMBi
Komponen 7 Pengadaan pesan
COMBi
Komponen 8 Launching pesan COMBi
Komponen 9 Monitoring dan Evaluasi
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan52
Suboutput 2 Audit Kematian
Tujuan
Suboutput 2(disesuaikan dengan logika suboutput yang
dipilih dan indikator Kinerja Kegiatan).
Teridentifikasinyasebab
khusus kematian DBD
pada perempuan;
Meningkatnya response
time perempuan dalam
mencari pengobatan
DBD;
Komponen 1 Pengembangan SOP
Komponen 2 Pelatihan SOP
Komponen 3 Survey Audit Kematian
di sub nasional
Alokasi Anggaran
Output Kegiatan
Rp.1,629,000,000 (Jumlah anggaran yang dialokasikan untuk mencapai output kegiatan)
Dampak/hasil Output
Kegiatan Menurunkan 5% angka kematian (DSS) pada perempuan usia sekolah dan dewasa.
Meningkatkan pengetahuan laki-laki dalam pengendalian DBD.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan53
E. Hubungan GAP, TOR dan GBS
GAP, TOR dan GBS adalah saling berhubungan satu sama lain. Karena itu,
banyak variable informasi dalam GAP, TOR dan GBS saling berkaitan dan
saling memperkuat. Oleh sebab itu, keberhasilan penyusunan GAP akan sangat
memudahkan penyusunan TOR dan GBS.
Matrix berikut ini dapat menggambarkan hubungan antara Langkah-langkah dalam
GAP, Komponen TOR, dan GBS.
Bagan 8. Matriks Hubungan GAP, GBS dan TOR
GAP (KOLOM) TOR GBS
1 Data umum (Eselon 1, Program,
Kegiatan, Indikator Kinerja Kegaiatan)
Data umum (Program, Kegiatan,
Indikator Kinerja Kegaiatan)
2,3,4,5 Latar belakang (narasi) Analisa situasi
6 Tujuan Umum
(termasuk tujuan khusus)
Dapat saja, tujuan dari output/sub
output
7 Rincian Kegiatan yang akan dilakukan Rincian Kegiatan, sub-output, dan
Komponen Input
8,9 Indikator keluaran Dampak atau hasil output kegiatan
F. ARG dan Penelaahan RKA-KL
Berdasarkan Permenkeu Nomor 104 Tahun 2010, penelaahan RKA-KL dengan
muatan ARG dilakukan melalui langkah di bawah ini:
1. Suatu ARG berada pada tingkat output dari struktur RKA-KL;
2. Isu kesenjangan gender dan gambaran perbaikannya tercermin dari uraian
analisis situasi yang ada dalam GBS maupun isu gender dalam Kerangka
Acuan Kegiatan (TOR);
3. GBS minimal harus mencakup aspek-aspek seperti yang ada pada format
GBS;
4. Meneliti adanya kesesuaian antara uraian GBS dengan TOR. Jika antara
TOR dan GBS tidak sesuai, maka kegiatan belum dapat dikatakan responsif
gender dan tidak dapat diproses untuk tahap selanjutnya. Oleh karena itu
agar kegiatan memenuhi kriteria ARG, maka K/L harus memperbaiki TOR
kegiatannya supaya sesuai dengan GBS;
5. Memutuskan apakah kegiatan atau sub kegiatan dimaksud sudah responsif
gender atau belum berdasarkan butir 2,3, dan 4;
6. Apabila telah responsif gender, petugas penelaah DJA selanjutnya meneliti
kode bagan akun standar yang dicantumkan dalam RKA-KL (sesuai dengan
proses penelaahan RKA-KL umum) untuk meneliti kesesuaian RKA-KL dengan
TOR dan GBS.
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan54
Untuk mempermudah proses penelaahan RKA-KL, petugas penelaah Ditjen
Anggaran akan membuat daftar (check list) atas pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa jenis kegiatan ARG yang akan dilaksanakan? Jenis kegiatan tersebut
berupa service delivery atau capacity building dan advokasi gender;
2. Apakah telah tersedia dokumen GBS yang didahului dengan analisa gender;
3. Adanya isu gender yang dituangkan dalam TOR seperti:
i) Apakah pada bagian Latar Belakang telah dijelaskan mengenai
permasalahan yang dihadapi oleh kelompok sasaran, baik laki-laki
maupun perempuan;
ii) Apakah tujuan kegiatan secara jelas memberikan informasi tentang
manfaat yang akan diterima kelompok sasaan, baik laki-laki maupun
perempuan;
iii) Apakah paparan pelaksanaan kegiatan telah menjelaskan pelibatan atau
konsultasi dengan kelompok sasaran laki-laki dan perempuan;
4. Apakah isu gender yang ada dalam TOR tersebut mempunyai keterkaitan
dalam GBS. Bagian GBS yang menghubungkan dengan isu gender tersebut
adalah:
Analisa situasi yang berisikan:
- Gambaran kesenjangan akses, partisipasi, manfaat, kontrol antara laki-
laki dan perempuan;
- Gambaran adanya faktor penghambat di internal lembaga (organisasi
pemerintah) dan atau eksternal lembaga (masyarakat); yang keduanya
dapat dihubungkan dengan bagian Latar Belakang dalam TOR;
- Indikator Outcome yang dapat dihubungkan dengan bagian Tujuan
Kegiatan dalam TOR;
- Indikator Input atau Output yang dapat dihubungkan dengan bagian
Pelaksanaan Kegiatan dalam TOR.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan55
LAMPIRAN: Contoh ARG
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan57
Prog
ram
: B
ina
Giz
i dan
Kes
ehat
an Ib
u da
n A
nak
Keg
iata
n : P
embi
naan
Pel
ayan
an K
eseh
atan
Ibu
dan
Repr
oduk
si
(D
ana
Dek
onse
ntra
si –
Pro
vins
i Jaw
a Ti
mur
)
GEN
DER
AN
ALY
SIS
PATH
WA
Y (
GA
P)
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA
PEM
BUK
A
WA
WA
SAN
ISU
GEN
DER
KEB
IJAK
AN
&
REN
CA
NA
KE
DEP
AN
PEN
GU
KU
RAN
HA
SIL
FAK
TOR
KES
ENJA
NG
AN
SEBA
B IN
TERN
AL
SEBA
B EK
STER
NA
LRE
FORM
ULA
SITU
JUA
NRE
NC
AN
A
AK
SIBA
SELI
NE
DA
TAIN
DIK
ATO
R
Pro
gra
m :
Prog
ram
Bin
a G
izi
dan
Kes
ehat
an ib
u da
n an
ak.
Keg
iata
n :
Pem
bina
an
Pela
yana
n K
eseh
atan
Ibu
dan
Repr
oduk
si
Tuju
an (t
ujua
n na
sion
al
men
urut
Ren
stra
K
emen
kes)
: M
enin
gkat
kan
capa
ian
KB
aktif
da
ri 61
% t
ahun
20
10 m
enja
di 6
2 %
tah
un 2
011
Ang
ka k
emat
ian
ibu
di P
ropi
nsi
Jaw
a Ti
mur
te
rcat
at :
90,7
/100
.000
K
H. A
ngka
ini
mas
ih d
ibaw
ah
targ
et n
asio
nal
118/
100.
000
KH
Nam
un S
DK
I th
2007
,Ang
ka
kem
atia
n Ib
u di
tin
gkat
na
sion
al t
erca
tat
: 227
/100
.KH
, se
dang
kan
Jaw
a Ti
mur
ter
cata
t 83
/100
.000
K
H.H
al in
i m
enun
jukk
an
mas
ih b
anya
k A
KI y
ang
belu
m
terla
pork
an.
AK
SES
:A
kses
info
rmas
i ke
seha
tan
repr
oduk
si/K
B ba
gi la
ki la
ki
mas
ih k
uran
g , t
erut
ama
men
gena
i : M
etod
e ko
ntra
seps
i, fa
ktor
keg
agal
an
dan
DO
; pe
nyak
it ya
ng m
enga
ncam
se
lam
a ke
ham
ilan
& t
anda
ba
haya
sel
ama
ham
il, s
alin
da
n ni
fas.
Hak
pe
rem
puan
unt
uk
mem
utus
kan
hak
repr
oduk
siny
a
Tida
k se
mua
sta
ke
hold
er /p
enga
mbi
l ke
putu
san
mem
aham
i ko
nsep
kea
dila
n da
n ke
seta
raan
ge
nder
. (P
UG
). H
al in
i be
rpen
garu
h pa
da
angg
aran
yan
g re
spon
sif
gend
er.
Para
pen
gelo
la
prog
ram
bel
um
terp
apar
dal
am
renc
ana
MPS
yan
g se
nsiti
f ge
nder
te
ruta
ma
poin
t ke
3
Kor
dina
si
linta
s se
ktor
/pr
ogra
m
yang
bel
um
optim
al
Kur
angn
ya
kom
pete
nsi
petu
gas
pela
yana
n ke
seha
tan
kab/
kota
Mas
yara
kat
lebi
h ny
aman
pa
rtus
di
duku
n ka
rena
ko
nsep
m
enda
patk
an
pela
yana
n le
ngka
p di
ba
ndin
g bi
dan.
Pro
gra
m
: Pro
gram
Bi
na G
izi d
an
Kes
ehat
an ib
u da
n an
ak.
Keg
iata
n :
Pem
bina
an
Pela
yana
n K
eseh
atan
Ibu
dan
Repr
oduk
si
Tuju
an (
di P
rov.
Ja
tim
) :
Men
ingk
atka
n ca
paia
n K
B ak
tif d
ari 6
2 %
men
jadi
63
% (
2011
) dgn
m
elib
atka
n pe
ran
dan
tang
gung
ja
wab
laki
-laki
(p
ropo
rsi l
aki-
laki
men
ingk
at
men
jadi
2 %
).
1. L
okak
arya
A
BPK
Yan
KB
bagi
pet
ugas
ke
seha
tan
kab/
kota
di
Prop
insi
dan
O
rient
asi
ABP
K Y
an K
B ba
gi P
etug
as
tena
ga
kese
hata
n di
kab
/kot
a ( C
apac
ity
build
ing)
2. K
oord
inas
i Pe
laya
nan
KB
baik
di
fas
ilita
s K
eseh
atan
ka
b/ko
ta d
an
di p
ropi
nsi
1. T
enag
a ke
seha
tan
Kab
/ko
ta t
erla
tih
ABP
K Y
an K
b =
500
oran
g
2. M
enur
unny
a C
apai
an K
B ak
tif d
ari
67,2
8 %
( 20
07) m
enja
di
62,0
5 %
( th
2009
)
3. B
elum
te
rsos
ialis
asin
ya
indi
kato
r un
iver
sal a
kses
da
n Re
ncan
a ak
si p
ropi
nsi
1. M
enin
gkat
nya
tena
ga k
eseh
atan
K
ab/k
ota
terla
tih
ABP
K Y
an K
b 65
7 or
ang
( ter
diri
dari
laki
laki
dan
pe
rem
puan
)
2.Teridentifikasinya
perm
asal
ahan
da
n ad
anya
re
kom
enda
si
dala
m
penc
apai
an
indi
kato
r ca
kupa
n K
b ak
tif (
63
%)d
gn
mel
ibat
kan
PU
S te
ruta
ma
laki
laki
(p
ropo
rsi l
aki-
laki
men
ingk
at
men
jadi
2%
).
58
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA
PEM
BUK
A
WA
WA
SAN
ISU
GEN
DER
KEB
IJAK
AN
&
REN
CA
NA
KE
DEP
AN
PEN
GU
KU
RAN
HA
SIL
FAK
TOR
KES
ENJA
NG
AN
SEBA
B IN
TERN
AL
SEBA
B EK
STER
NA
LRE
FORM
ULA
SITU
JUA
NRE
NC
AN
A
AK
SIBA
SELI
NE
DA
TAIN
DIK
ATO
R
Tuju
an (
di P
rov.
Ja
tim
) :
Men
ingk
atka
n ca
paia
n K
B ak
tif
dari
62 %
men
jadi
63
% (
2011
)
Dat
a PU
S 4
T di
m
asya
raka
t : >
60
% (
terla
lu
tua,
ter
lalu
mud
a , t
erla
lu s
erin
g m
elah
irkan
, te
rlalu
ban
yak
anak
) mer
upak
an
ibu
bere
siko
jik
a ha
mil
dan
bers
alin
seh
ingg
a m
enja
di a
ncam
an
AK
I (SD
KI 1
997)
Ada
beb
erap
a fa
ktor
pen
yeba
b :
1. F
akto
r te
rlam
bat
pert
olon
gan
yg a
deku
at.
Dip
enga
ruhi
ol
eh :t
enag
a,
sara
na, o
bat
dan
man
ajer
ial
PUS
teru
tam
a ya
ng t
idak
m
engi
ngin
kan
anak
tid
ak
men
dapa
tkan
in
form
asi d
an
pela
yana
n K
B yg
m
emad
ai (u
nmet
ne
ed >
8 %
)
Jum
lah
ibu
yan
g m
emer
iksa
kan
keha
mila
n be
rkua
litas
be
lum
opt
imal
. (8
6%) d
an b
elum
m
enda
patk
an
pere
ncan
aan
KB
pasc
a sa
lin
(kes
empa
tan
yg
hila
ng)
Lem
ahny
a si
stem
pe
ncat
atan
da
n pe
lapo
ran
khus
usny
a
ters
edia
nya
data
te
rpila
h.
Kur
angn
ya a
lat
bant
u in
fom
asi
bagi
edu
kasi
ke
seha
tan
repr
oduk
si/ K
B,
Peng
adaa
n bi
dan
kit,
alo
kon
ser
ta
baha
n ha
bis
paka
i m
asih
kur
ang
dari
cuku
p
fasi
litas
kes
ehat
an
yang
ber
kual
itas
kura
ng (
baik
ku
alita
s m
aupu
n ku
antit
as)
Kur
angn
ya
perh
atia
n pe
mer
inta
h ka
b/ko
ta
dala
m
pela
yana
n K
B be
rkua
litas
Kec
ilnya
an
ggar
an
untu
k pe
laya
nan
kese
hata
n.
Lem
ahny
a m
anaj
eria
l pr
ogra
mer
ke
seha
tan
di
daer
ah.
Pera
n se
rta
mas
yara
t ku
rang
da
lam
bid
ang
kese
hata
n kr
n pr
omos
i ke
seha
tan
kura
ng e
fekt
if
3. K
oord
inas
i K
omis
i K
espr
o te
rkai
t pe
ncap
aian
in
dika
tor
univ
ersa
l ak
ses
4. V
alid
asi d
ata
kes
ibu,
K
B/ke
spro
m
endu
kung
Pe
ncap
aian
M
DG
s 5
baik
di
kab
/kot
a m
aupu
n di
pr
opin
si.
5. M
onito
ring
pela
ksan
aan
prog
ram
yan
K
b/ke
spro
m
elal
ui
superfisi
fasi
litat
if (
kesp
ro)
4. D
ata
penu
njan
be
lum
ter
pila
h
seda
ngka
n C
akup
an K
B ak
tif :
62,0
5%
deng
an r
inci
an
( Par
tisip
asi
Laki
: 1,
3%
dan
wan
ita :
98,7
%) ,
Dro
p O
ut :
4,64
%
; Kom
plik
asi
:5,5
4%
5. A
dany
a ha
sil d
ata
mon
itorin
g
pela
ksan
aan
Yan
KB/
kesp
ro
di 3
8 ka
b/ko
ta
th la
lu
6. C
apai
an K
B ak
tif 6
2,05
%
sela
ma
th 2
009
3. T
erso
sial
isas
inya
in
dika
tor
univ
ersa
l aks
es
kesp
ro d
an
renc
ana
aksi
pr
opin
si d
alam
pe
ncap
aian
in
dika
tor
univ
ersa
l aks
es
kesp
ro b
agi k
ab/
kota
4. T
erse
dian
ya d
ata
terp
ilah
, val
id
dan
capa
ian
Cak
upan
Kb
aktif
: 6
5 %
( th
201
1)
5. T
erpa
ntau
nya
dan
adan
ya
bim
bing
an
tehn
is in
terv
ensi
be
rbag
ai
perm
asal
ahan
pe
laya
nan
Kes
pro/
Kb
di
lapa
ngan
38
kab/
kota
sel
ama
th
2011
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan59
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA
PEM
BUK
A
WA
WA
SAN
ISU
GEN
DER
KEB
IJAK
AN
&
REN
CA
NA
KE
DEP
AN
PEN
GU
KU
RAN
HA
SIL
FAK
TOR
KES
ENJA
NG
AN
SEBA
B IN
TERN
AL
SEBA
B EK
STER
NA
LRE
FORM
ULA
SITU
JUA
NRE
NC
AN
A
AK
SIBA
SELI
NE
DA
TAIN
DIK
ATO
R
Gam
bara
n :
Pusk
esm
as 9
44(
targ
et :
1247
), Pu
stu/
Polin
des
7.60
7, R
S 28
2,
dgn
Pusk
esm
as
Pone
d 24
1 da
n ya
ng b
erfu
ngsi
ha
nya
60 %
, RS
pone
k 19
dan
ya
ng b
erfu
ngsi
ha
nya
71,
8%
( tar
get
: 80%
na
sion
al),
Des
a P4
K :
8508
, dan
yg
ber
fung
si :
49,7
%
Jum
lah
bida
n 1
: 31
12 P
endu
duk(
ta
rget
: 10
00),
Jum
lah
bida
n :
10.5
35 o
rang
, te
rlatih
63,
9 %
( APN
), K
B(
2%) d
an y
ang
m
emili
ki b
idan
ki
t : 4
5,2%
. Se
dang
kan
pone
d ki
t te
rsed
ia 7
6,8
% d
an p
onek
kit
di R
S ( 2
1,1%
)
Mes
kipu
n pe
rsal
inan
nak
es
tingg
i 93,
7 %
na
mun
Kem
atia
n ib
u : 7
0 %
ter
jadi
di
RS.
Hal
ini
dise
babk
an s
elai
n ke
terla
mba
tan
mer
ujuk
ke
RS
sehi
ngga
kea
daan
ib
u su
dah
jele
k (F
akto
r ko
ntro
l),
juga
dip
enga
ruhi
ol
eh k
ualit
as
tena
ga t
erla
tih
dan
belu
m
berf
ungs
inga
n Pu
sk P
oned
/RS
Pon
ek, a
kses
yg
lem
ah t
hd
keua
ngan
, ser
ta
kete
rsed
iaan
ala
t da
n ob
at y
ang
mas
ih r
enda
h.
Ini m
enun
jukk
an
ibu
ham
il m
asih
ja
uh d
ari a
kses
pe
laya
nan
berk
ualit
as
term
asuk
in
form
asi K
B da
n bi
aya
6. E
valu
asi
pela
ksan
aan
yan
kesp
ro/
KB
di
prop
insi
7. P
enga
daan
sa
rana
pe
nduk
ung
prog
ram
ke
spro
7. M
inim
nya
sara
na
pend
ukun
g pe
laya
nan
kesp
ro/K
B b
agi
daer
ah m
iski
n da
n te
rpen
cil.
6.Teridentifikasinya
perm
asal
ahan
, fa
ktor
fak
tor
peny
ebab
da
n ad
anya
re
kom
enda
si
inte
rven
si y
g be
rman
faat
ba
gi la
ki la
ki
dan
pere
mpu
an
dala
m
penc
apai
an
caku
pan
Kb
aktif
se
suai
tar
get
sela
ma
th 2
011
Te
rsed
iany
a al
at
bant
u K
IE d
an
buku
ped
oman
un
tuk
pela
yana
n K
B b
agi i
bu d
an
suam
inya
bag
i na
kes
kab/
kota
kh
usus
nya
untu
k da
erah
mis
kin
dan
terp
enci
l
rin
cian
:383
buk
u si
stem
pen
cata
tan
pela
pora
n, 1
50
pake
t le
mba
r ba
lik
abpk
, reg
iste
r ko
hort
261
0 bu
ku,
150
buku
abp
k
60
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA
PEM
BUK
A
WA
WA
SAN
ISU
GEN
DER
KEB
IJAK
AN
&
REN
CA
NA
KE
DEP
AN
PEN
GU
KU
RAN
HA
SIL
FAK
TOR
KES
ENJA
NG
AN
SEBA
B IN
TERN
AL
SEBA
B EK
STER
NA
LRE
FORM
ULA
SITU
JUA
NRE
NC
AN
A
AK
SIBA
SELI
NE
DA
TAIN
DIK
ATO
R
Jum
lah
dokt
er 1
: 25
000
pend
uduk
( ta
rget
1: 2
500
pdd
) ,Ju
mla
h Sp
OG
1 :
122.
000
pend
uduk
( tar
get
1 : 1
6.00
0 pd
d),
Jum
lah
Pera
wat
: 1
: 12
.000
Pe
ndud
uk (
targ
et
; 1: 8
50 p
dd )
,
Ang
gara
n pe
rkap
ita o
bat
yang
dis
edia
kan
oleh
Pem
erin
tah
Kab
upat
en/
Kot
a m
elal
ui
DA
U s
ebes
ar
Rp. 2
.000
/ka
pita
/tah
un.
Stan
dar
Nas
iona
l an
ggar
an
perk
apita
oba
t se
besa
r Rp
. 9.
000/
kapi
ta/
tahu
n.
PAR
TISI
PASI
:Su
ami
men
gang
ap
bahw
a K
B/ke
spro
ad
alah
uru
san
istr
i sh
g ku
rang
nya
kete
rliba
tan
dan
tang
gung
jaw
ab
suam
i ter
hada
p ke
seha
tan
repr
oduk
si
istr
inya
.
Istr
i kur
ang
men
erus
kan
info
rmas
i kes
. Re
prod
uksi
/KB
kpd
suam
inya
(m
argi
nal)
KO
NTR
OL
:La
ki la
ki m
asih
do
min
an d
alam
se
mua
kep
utus
an
wal
aupu
n ha
l itu
m
empe
ngar
uhi
kese
hata
n pe
rem
puan
hal
in
i ber
kaita
n bu
daya
pat
riaki
da
n ko
ntro
l th
d ke
uang
an
(str
eotip
i)
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan61
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA
PEM
BUK
A
WA
WA
SAN
ISU
GEN
DER
KEB
IJAK
AN
&
REN
CA
NA
KE
DEP
AN
PEN
GU
KU
RAN
HA
SIL
FAK
TOR
KES
ENJA
NG
AN
SEBA
B IN
TERN
AL
SEBA
B EK
STER
NA
LRE
FORM
ULA
SITU
JUA
NRE
NC
AN
A
AK
SIBA
SELI
NE
DA
TAIN
DIK
ATO
R
2. F
akto
r te
rlam
bat
mer
ujuk
dan
sa
mpa
i di
la
yana
n ke
seha
tan
Dip
enga
ruhi
ole
h : p
endi
dika
n,
ekon
omi,
buda
ya
dan
gend
er,
geog
raf
Pend
uduk
Jat
im
usia
15-
24 t
h yg
m
elek
hur
uf: L
aki
laki
99,
59 %
, &
Per
empu
an :
99,3
6 %
( sus
enas
20
08)
Pend
uduk
gak
in
: Pria
: 3.1
97.5
00
(48,
82%
), w
anita
3.
351.
500
(51,
18%
) (
suse
snas
200
8)A
ngka
tan
kerja
th
200
8 : P
ria :
83,5
sed
angk
an
pere
mpu
an :
51,1
( sus
enas
20
08).
Rata
2 ga
ji/bl
n : p
eker
ja 1
5
Lem
ahny
a w
ewen
ang
pere
mpu
an d
alam
pe
ngam
bila
n ke
putu
san
yg
berk
aita
n de
ngan
di
rinya
(sub
or
dina
si)
MA
NFA
AT
:ib
u ha
mil
kura
ng
mem
anfa
atka
n ha
k re
prod
uksi
nya
teru
tam
a m
enda
patk
an
pela
yana
n ke
seha
tan
term
asuk
bia
ya
bagi
gak
in.
Pere
mpu
an
kura
ng
men
dapa
tkan
m
anfa
at d
ari
pela
yana
n ya
ng
ters
edia
ter
utm
a
pela
yana
n K
B pa
sca
salin
62
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA
PEM
BUK
A
WA
WA
SAN
ISU
GEN
DER
KEB
IJAK
AN
&
REN
CA
NA
KE
DEP
AN
PEN
GU
KU
RAN
HA
SIL
FAK
TOR
KES
ENJA
NG
AN
SEBA
B IN
TERN
AL
SEBA
B EK
STER
NA
LRE
FORM
ULA
SITU
JUA
NRE
NC
AN
A
AK
SIBA
SELI
NE
DA
TAIN
DIK
ATO
R
th k
eata
s : L
aki2
: Rp
. 257
.804
&
Per
empu
an:
Rp. 1
71.2
60 (
Sake
rnas
200
8)
Mas
yara
kat
mis
-ki
n ya
ng d
itang
-gu
ng P
rogr
am
Jam
kesm
as (p
e-m
erin
tah
pusa
t)
th 2
009
sebe
sar
10.7
10.0
50
jiwa.
Ter
cata
t ±
1.
441.
742
jiw
a (
Jam
kesd
a). S
eba-
gai p
emba
ndin
g th
200
8 te
rcat
at
82,2
4% m
emilk
i ka
rtu
jam
kes-
mas
, 42,
18%
yg
mem
anfa
atka
n-ny
a. S
edan
gkan
m
asya
raka
t (
gaki
n da
n no
n ga
kin)
yan
g m
emili
ki ja
min
an
pra
baya
r ke
s-eh
atan
han
ya :
34,0
4% d
ari t
ar-
get
80%
( pr
ofil
kese
hata
n 20
08)
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan63
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA
PEM
BUK
A
WA
WA
SAN
ISU
GEN
DER
KEB
IJAK
AN
&
REN
CA
NA
KE
DEP
AN
PEN
GU
KU
RAN
HA
SIL
FAK
TOR
KES
ENJA
NG
AN
SEBA
B IN
TERN
AL
SEBA
B EK
STER
NA
LRE
FORM
ULA
SITU
JUA
NRE
NC
AN
A
AK
SIBA
SELI
NE
DA
TAIN
DIK
ATO
R
Cap
aian
Pro
-g
ram
: K
4 ( K
un-
jung
an p
emer
ik-
saan
keh
amila
n ya
ng b
erku
alita
s/
leng
kap)
: 86,
42%
( T
arge
t 90
%)
Jum
lah
pers
ali-
nan
nake
s m
asih
tin
ggi :
93,
27 %
. (T
arge
t 90
%).
Jum
lah
pert
o-lo
ngan
kom
p-lik
asi k
eham
ilan
: 86,
31%
(tar
get
jatim
: 80
%).
Pe-
nolo
ng p
ersa
linan
te
rakh
ir : D
okte
r/Sp
OG
: 59
,5%
, Bi
dan
26,2
%,
Duk
un :1
4,3%
Pera
wat
an p
asca
sa
lin &
bay
inya
: 80
,52%
( Ta
rget
90
%)
64
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA
PEM
BUK
A
WA
WA
SAN
ISU
GEN
DER
KEB
IJAK
AN
&
REN
CA
NA
KE
DEP
AN
PEN
GU
KU
RAN
HA
SIL
FAK
TOR
KES
ENJA
NG
AN
SEBA
B IN
TERN
AL
SEBA
B EK
STER
NA
LRE
FORM
ULA
SITU
JUA
NRE
NC
AN
A
AK
SIBA
SELI
NE
DA
TAIN
DIK
ATO
R
Pela
yan
an
KB
mem
iliki
d
aya
un
gki
t ya
ng
tin
gg
i d
alam
p
enu
run
an
AK
I mel
alui
pe
renc
anaa
n ke
ham
ilan
yang
di
renc
anak
an.
Nam
un
Cak
up
an
Kb
akt
if:
62,0
5%
Targ
et :
> 7
0%)
deng
an r
inci
an
(Par
tisip
asi L
aki:
1,3%
dan
w
anita
: 98
,7%
), D
rop
Ou
t:
4,64
%
dan
seba
gai
pem
band
ing
Dro
p ou
t K
B th
200
8: 3
,37%
(Kom
posi
si la
ki
laki
: 1,
72%
&
wan
ita :
98,3
8%).
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan65
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA
PEM
BUK
A
WA
WA
SAN
ISU
GEN
DER
KEB
IJAK
AN
&
REN
CA
NA
KE
DEP
AN
PEN
GU
KU
RAN
HA
SIL
FAK
TOR
KES
ENJA
NG
AN
SEBA
B IN
TERN
AL
SEBA
B EK
STER
NA
LRE
FORM
ULA
SITU
JUA
NRE
NC
AN
A
AK
SIBA
SELI
NE
DA
TAIN
DIK
ATO
R
Ko
mp
likas
i: 5,
54%
( t
oler
ansi
: <
3,
5%)
deng
an r
inci
an
kom
posi
si
laki
laki
: 0,3
9%
&
wan
ita :
99,6
1%)
keag
alan
: 0,0
4%(t
oler
ansi
: <
0,19
%),
Cap
aian
K
B ba
ru: 1
0,63
%
(par
tisip
asi
laki
laki
:3,8
7%
& w
anita
: 96
,17%
). K
B ak
tif d
ibin
a 25
%
Jum
lah
pasa
ngan
us
ia s
ubur
yan
g tid
ak in
gin
puny
a an
ak n
amun
tid
ak m
engg
u-na
kan
alat
kon
-tr
asep
si m
asih
66
LAN
GK
AH
12
3 4
56
78
9
KEB
IJAK
AN
/PE
RATU
RAN
/PR
OG
RAM
DA
TA
PEM
BUK
A
WA
WA
SAN
ISU
GEN
DER
KEB
IJAK
AN
&
REN
CA
NA
KE
DEP
AN
PEN
GU
KU
RAN
HA
SIL
FAK
TOR
KES
ENJA
NG
AN
SEBA
B IN
TERN
AL
SEBA
B EK
STER
NA
LRE
FORM
ULA
SITU
JUA
NRE
NC
AN
A
AK
SIBA
SELI
NE
DA
TAIN
DIK
ATO
R
tingg
i ( >
8 %
) pe-
laya
nan
KB
pasc
a sa
lin /
kegu
gura
n 5
-10
% (
Wor
ksho
p PK
BRS,
ban
dung
20
09)
Dat
a Pe
nu
nja
ng
la
inn
ya :
ABP
K y
an K
B :
250
exp
: po
ster
/ leaflet
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan67
Catatan :
Dari (7 tujuh) rencana aksi yang terdapat pada kolom/langkah 7, rencana aksi
tersebut dapat dimasukkan dalam kelompok output untuk penyusunan RKA-KL
sebagai berikut :
1. Laporan Kegiatan atau Pembinaan, untuk rencana aksi :
a. Koordinasi Pelayanan KB baik di fasilitas Kesehatan kab/kota dan di
propinsi
b. Koordinasi Komisi Kespro terkait pencapaian indikator universal akses
c. Validasi data kesehatan ibu, KB/kespro mendukung Pencapaian MDGs 5
baik di kab/kota maupun di propinsi.
d. MonitoringpelaksanaanprogramyanKB/Kespromelaluisuperfisifasilitatif
(Kespro)
e. Evaluasi pelaksanaan yan kespro/KB di propinsi
2. Tenaga terlatih, untuk rencana aksi : Lokakarya ABPK Yan KB bagi petugas
kesehatan kab/kota di Propinsi dan Orientasi ABPK Yan KB bagi Petugas
tenaga kesehatan di kab/kota (Capacity building)
3. Sarana pendukung program kespro, untuk rencana aksi : Pengadaan sarana
pendukung program Kespro, untuk rencana aksi
68
Berikut ini diberikan contoh TOR responsif gender dan GBS dari Output Laporan
Kegiatan.
KAK/TOR Pembinaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Reproduksi
(OUTPUT LAPORAN)
Kementerian Negara/ Lembaga : Kementerian Kesehatan
Unit Eselon I : Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan ibu dan anak
Program : Bina Gizi dan Kesehatan ibu dan anak
Hasil : Meningkatnya ketersediaan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang
bermutu bagi seluruh masyarakat
Unit Eselon II/Satker : Direktorat Kesehatan ibu/ Satker Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Kegiatan : Pembinaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan
Reproduksi
Indikator Kinerja Kegiatan : Meningkatnya Cakupan peserta KB aktif dari
62,5 %( 2010) menjadi 65 % ( 2011) dengan
proporsi pria naik dari 1,3 % menjadi 2 %)
Output : Laporan untuk kegiatan Pembinaan pelayanan
kesehatan ibu dan reproduksi
Satuan Ukur dan Jenis Keluaran : Laporan
a. Latar Belakang
1. Dasar Hukum :
1. UU no. 7 tentang pengesahan konvensi mengenai penhapusan segala
bentuk diskriminasi thd wanita
2. UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
3. UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
4. Peraturan pemeritah No. 38 th 2007 tentang pembagian urusan
pemerintahan, pemerintahan daerah propinsi dan pemerintah daerah kab/
kota
5. Instruksi presiden no. 9 th 2000 tentang PUG dalam pembangunan
6. Peraturan MenKeu no. 104/PMK.02/2010 tentang petunjuk penyusunan
dan penelaan AKL th 2011
7. Kesepakatan bersama antara Men PP &PA dgn menkes tentang pelaksanaan
PUG di bidang kesehatan no. 07/Men/ PP& Pa/5/2010- no. 593/Menkes/
SKB/V/2010
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan69
2. Gambaran Umum
Angka kematian ibu di Propinsi Jawa Timur tercatat : 90,7/100.000 KH. Angka
ini masih dibawah target nasional 118/100.000 KH. Sebagai pembanding :
SDKI th 2007 , Angka kematian Ibu di tingkat nasional tercatat : 227/100.KH,
sedangkan Jawa Timur tercatat83/100.000 KH.. Artinya terjadi peningkatan
dan mengingat PUS 4T > 60 %( SDKI 1997) maka menjadi ancaman AKI
jika tdk terlindungi dgn kontrasepsi. Kebanyakan AKI terjadi di RS 70,23%,
Rumah ibu : 9,89%, Perjalanan : 4,85%, Puskesmas : 3,17 %. Serta penolong
terahir Dokter/SpOG : 59,5%, Bidan 26,2%, Dukun :14,3%. Sungguh ironis
meninggal di fasilitas rujukan.
Kematian ibu tersebut terjadi karena 3 Faktor penyebab :
Faktor terlambat pertolongan yang adekuat (1). Hai ini berkaiatan dgn
jumlah & kompetensi petugas yang rendah ( bidan terlatih APN 63,9%), KB
( 2%) dari 10.353 bidan dan belum termasuk dokter,pada sarana kesehatan
60% Poned yg berfungsi, Ponek yang berfungsi 71,1%, Desa P4K :
49,2%, sedangkan bidan kit tersedia hanya 45,2%, poned(76,28%)/ponek
kit(21,1%), serta kecilnya anggaran kesehatan (obat) yg hanya 2000/kapita/
th ( target : 9000/kapita/th) ini menunjukkan bahwa wanita/laki laki jauh
dari akses pelayanan berkualitas, termasuk pelayanan KB yg memiliki daya
ungkit tinggi dalam penurunan AKI (layanan hulu (Promotif – Preventif).
Faktor terlambat merujuk dan terlambat sampai( 2 & 3). Hal ini
dipengaruhioleh:pendidikan,ekonomi,budayadangender,geografi.
Meskipun tingkat melek huruf tdk jauh berbeda antara laki laki danprempuan
namun kemiskinan dan tingkat pendapatan yang rendah pada wanita (
170.000/bln) menyebabkan wanita lemah wwenangnya dalam memutuskan
( sub ordinat) meskipun berkaitan dgn kesehatannya. Hal ini juga di dasari
masih adanya budaya patriaki sehingga ini menyebabkan wanita/ibu hamil
kurang memanfaat akses pelayanan kesehatan yang ada termasuk biayanya
.
Adanya anggapan bahwa Kesehatan reproduksi/KB urusan wanita
menyebabkan laki laki kurang mendapatkan informasi mengenai kesehatan
reproduksi/KB khususnya bagi si istri/wanita.Dan ini kurang memberdayakan
laki laki (partisipasi) dalam upaya penurunan AKI melalui pengetahuan
tanda bahaya kehamilan, informati perawaatan & pengobatan komplikasi
kehamilan serta pencegahan KTD melalui upaya pelayanan KB khsususnya
pelayanan KB pasca salin
Didalam internal organisasi, issu gender disebabkan oleh : tidak semua stake
holder /pengambil keputusan memahami konsep keadilan dan kesetaraan
gender. (PUG). Hal ini berpengaruh pada anggaran yang responsif gender.
Para pengelola program belum terpapar dalam rencana MPS yang sensitif
70
gender, , Kordinasi lintas sektor/program kespro/kb yang belum optimal,
Lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan khususnya tersedianya data
terpilah, pengadaan sarana dan prasarana kurang dari cukup (baik kualitas
maupun kuantitas).
Faktor lain : Masyarakat lebih nyaman partus di dukun karena konsep
mendapatkan pelayanan lengkap di banding bidan, Kurangnya kompetensi
petugas pelayanan kab/kota ,Kurangnya perhatian pemerintah kab/kota
dalam pelayanan KB berkualitas, Kecilnya anggaran untuk pelayanan
kesehatan, Lemahnya manajerial programer kesehatan di daerah, Peran
serta masyarat kurang dalam bidang kesehatan karena promosi kesehatan
kurang efektif.
Pelayanan Kespro/KB yang memiliki daya ungkit yg tinggi dalam penurunan
AKI melalui perencanaan kehamilan yg direncanakan belum optimal (
62,05%). Melalui peningkatan akses pelayanan kesehatan reproduksi/
KB berkualitas termasuk informasi meskipun tidak berdampak langsung/
sedikit kepada laki laki namun memiliki daya akselerasi penurunan AKI jika
dilibatkan dan diberi tanggung jawab.
Dalam pelaksanaan kegiatan Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan
Reproduksi, maka akan disusun laporan pelaksanaan yang terdiri dari :
1. Laporan Koordinasi Pelayanan KB baik di fasilitas Kesehatan kab/kota
dan di propinsi
2. Laporan Koordinasi Komisi Kespro terkait pencapaian indikator universal
akses
3. Laporan Validasi data kesehatan ibu, KB/kespro mendukung Pencapaian
MDGs 5 baik di kab/kota maupun di propinsi.
4. LaporanmonitoringpelaksanaanprogramyanKB/Kespromelaluisuperfisi
fasilitatif (Kespro)
5. Laporan Evaluasi pelaksanaan yan kespro/KB di propinsi
Satuan : Laporan
Volume : 119
b. Tujuan dan Penerima Manfaat :
Meningkatkan capaian KB aktif dari 62,5 % menjadi 65 % ( 2011) dengan
melibatkan peran dan tanggung jawab laki-laki (proporsi laki laki : 2%)
Target sasaran Kegiatan : Dinkes Kab/kota, Lintas sektor/program.
c. Strategi Pencapaian Keluargan
1. Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan melalui metode swakelola
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan71
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan Tahapan Waktu Pelaksanaan
Koordinasi Pelayanan KB baik di fasilitas Kesehatan kab/kota dan di propinsi
- Rapat persiapan/penyiapan materi- Pelaksanaan koordinasi- Pembuatan laporan
Juli 2011
Koordinasi Komisi Kespro terkait pencapaian indikator universal akses
- Rapat persiapan/penyiapan materi- Pelaksanaan koordinasi- Pembuatan laporan
Maret & September 2011
Validasi data kes ibu, KB/kespro mendukung Pencapaian MDGs 5 baik di kab/kota maupun di propinsi.
- Rapat persiapan/penyiapan materi- Pelaksanaan validasi data- Pembuatan laporan
Juli & November 2011
Monitoring pelaksanaan program yanKb/kespromelaluisuperfisifasilitatif ( kespro)
- Rapat persiapan/penyiapan materi- Pelaksanaan monitoring- Pembuatan laporan
Januari – Desember 2011
Evaluasi pelaksanaan yan Kespro/kb di propinsi
- Rapat persiapan/penyiapan materi- Pelaksanaan evaluasi- Pembuatan laporan
November 2011
d. Waktu Pencapaian Keluaran : Tahun Anggaran 2011
e. Rencana Anggaran Biaya : terlampir
Penganggung Jawab.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur,
..........................................
NIP ....................................
72
GENDER BUDGET STATEMENT
(Pernyataan Anggaran Gender)
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI
Unit Organisasi : Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Unit Eselon II/Satker : Direktorat Bina Kesehatan Ibu/ Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur
ProgramProgram Bina Gizi dan Kesehatan
ibu dan anak.
KegiatanPembinaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Reproduksi
Indikator Kinerja
Kegiatan
Salah satu Indikator : Meningkatnya Cakupan pasangan usia subur menjadi peserta KB aktif di Provinsi Jawa Timur sebesar 65% di tahun 2011.
Output Kegiatan
Salah satu Outputnya :Laporan untuk kegiatan Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi
Angka kematian ibu di Propinsi Jawa Timur tercatat : 90,7/100.000 KH. Angka ini masih dibawah target nasional 118/100.000 KH. Sebagai pembanding : SDKI th 2007 , Angka kematian Ibu di tingkat nasional tercatat : 227/100.KH, sedangkan Jawa Timur tercatat83/100.000 KH.. Artinya terjadi peningkatan dan mengingat PUS 4T > 60 %( SDKI 1997) maka menjadi ancaman AKI jika tdk terlindungi dgn kontrasepsi. Kebanyakan AKI terjadi di RS 70,23%, Rumah ibu : 9,89%, Perjalanan : 4,85%, Puskesmas : 3,17 %. Serta penolong terahir Dokter/SpOG : 59,5%, Bidan 26,2%, Dukun :14,3%. Sungguh ironis meninggal di fasilitas rujukan .Kematian ibu tersebut terjadi karena 3 Faktor penyebab :Faktor terlambat pertolongan yg adekuat (1). Hai ini berkaiatan dgn jumlah & kompetensi petugas yang rendah ( bidan terlatih APN 63,9%), KB ( 2%) dari 10.353 bidan dan belum termasuk dokter,10 pusk poned ( 60% yg berfungsi), Ponek ( 71,1%), Desa P4K : 49,2%, bidan kit tersedia hanya 45,2%, poned(76,28%)/ponek kit(21,1%), serta kecilnya anggaran kesehatan (obat) yg hanya 2000/kapita/th ( target : 9000/kapita/th) ini menunjukkan bahwa wanita/laki laki kurang mendapatkan akses informasi & pelayanan berkualitas, termasuk pelayanan KB yg memiliki daya ungkit tinggi dalam penurunan AKI ( layanan hulu (Promotif – Preventif))
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan73
Analisis Situasi
Faktor terlambat merujuk dan terlambat sampai( 2 & 3). Hal ini dipengaruhi oleh :pendidikan, ekonomi, budaya dan gender, geografi.Meskipun tingkat melek huruf tdk jauh berbeda antara laki laki danprempuan namun kemiskinan dan tingkat pendapatan yang rendah pada wanita ( 170.000/bln) menyebabkan wanita lemah wwenangnya dalam memutuskan ( sub ordinat) meskipun berkaitan dgn kesehatannya. Hal ini juga di dasari masih adanya budaya patriaki sehingga ini menyebabkan wanita/ibu hamil kurang memanfaat akses pelayanan kesehatan yang ada termasuk biayanya ( marginal)Adanya anggapan bahwa Kesehatan reproduksi/KB urusan wanita menyebabkan laki laki kurang mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi/KB khususnya bagi si istri/wanita.Dan ini kurang memberdayakan laki laki ( partisipasi) dalam upaya penurunan AKI melalui pengetahuan tanda bahaya kehamilan, informati perawaatan & pengobatan komplikasi kehamilan serta pencegahan KTD melalui upaya pelayanan KB khsususnya pelayanan KB pasca salinDidalam interna organisasi, issu gender disebabkan oleh :Tidak semua stake holder /pengambil keputusan memahami konsep keadilan dan kesetaraan gender. (PUG). Hal ini berpengaruh pada anggaran yang responsif gender.Para pengelola program belum terpapar dalam rencana MPS yang sensitif gender, Kurangnya kompetensi petugas pelayanan kab/kota, Kordinasi lintas sektor/program kespro/kb yang belum optimal, Lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan khususnya tersedianya data terpilah, Pengadaan sarana dan prasarana kurang dari cukup ( baik kualitas maupun kuantitas)Faktor lain :, Masyarakat lebih nyaman partus di dukun karena konsep mendapatkan pelayanan lengkap di banding bidan, Kurangnya perhatian pemerintah kab/kota dalam pelayanan KB berkualitas, Kecilnya anggaran untuk pelayanan kesehatan, Lemahnya manajerial programer kesehatan di daerah, Peran serta masyarat kurang dalam bidang kesehatan krn promosi kesehatan kurang efektif Pelayanan Kespro/KB yang memiliki daya ungkit yg tinggi dalam
74
Rincian Kegiatan
Sub output 1Laporan Koordinasi Pelayanan KB baik di fasilitas Kesehatan kab/kota dan di propinsi
Tujuan/manfaatMemberikan informasi mengenai intervensi dalam mencapai Kb aktif 65 % dgn ( proporsi pria naik dari 1,3 % menjadi 2%)
Komponen 1 Rapat persiapan/Penyiapan materi
Komponen 2 Pelaksanaan Koordinasi
Komponen 3 Pembuatan laporan
Sub output 2Laporan Koordinasi Komisi Kespro terkait pencapaian indikator universal akses
Tujuan/manfaat
Memberikan informasi indikator universal akses kespro dan rencana aksi propinsi dalam pencapaian indikator universal akses kespro bagi kab/kota
Komponen 1 Rapat persiapan/Penyiapan materi
Komponen 2 Pelaksanaan koordinasi
Komponen 3 Pembuatan Laporan
Sub output 3Laporan Validasi data kes ibu, KB/kespro mendukung Pencapaian MDGs 5 baik di kab/kota maupun di propinsi.
Tujuan/manfaatMemberikan informasi perihal data yang valid, terpilah, tepat waktu dan memberikan masukan dalam pembuatan keputusan
Komponen 1 Rapat persiapan/Penyiapan materi
Komponen 2 Pelaksanaan validasi
Komponen 3 Pembuatan Laporan
penurunan aki melalui perencanaan kehamilan yg direncanakan belum optimal ( 62,05%). Melalui Peningkatan akses pelayanan kesehatan reproduksi/KB berkualitas termasuk informasi meskipun tdk berdampak langsung/sedikit kepada laki laki namun memiliki daya akselerasi penurunan AKI jika dilibatkan dan diberi tanggung jawab. Dalam Output Kegiatan Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan Reproduksi, terdiri dari laporan untuk :1. Koordinasi Pelayanan KB baik di fasilitas
Kesehatan kab/kota dan di propinsi 2. Koordinasi Komisi Kespro terkait pencapaian
indikator universal akses3. Validasi data kesehatan ibu, KB/kespro
mendukung Pencapaian MDGs 5 baik di kab/kota maupun di propinsi.
4. Monitoring pelaksanaan program yan KB/Kespromelaluisuperfisifasilitatif(Kespro)
5. Evaluasi pelaksanaan yan kespro/KB di propinsi
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan75
Rincian Kegiatan
Sub output 4Laporan monitoring pelaksanaan program yan Kb/kespromelaluisuperfisifasilitatif(kespro)
Tujuan/manfaat
Memberikan informasi perkembangan pelayanan KB/kespro dan adanya bimbingan tehnis intervensi berbagai permasalahan pelayanan Kespro/Kb di lapangan 38 kab/kota selama th 2011
Komponen 1 Rapat persiapan/Persiapan materi
Komponen 2 Pelaksanaan monitoring
Komponen 3 Pembuatan laporan
Sub output 5Laporan Evaluasi pelaksanaan yan kespro/KB di propinsi)
Tujuan/manfaat
Memberikaninformasiteridentifikasinyapermasalahan , faktor faktor penyebab dan adanya rekomendasi intervensi yg bermanfaat bagi laki laki dan perempuan dalam pencapaian cakupan KB aktif sesuai target selama th 2011
Komponen 1 Rapat persiapan/Persiapan materi
Komponen 2 Pelaksanaan evaluasi
Komponen 3 Pembuatan laporan
Anggaran Output kegiatan dalam Penurunan AKI
Rp. 1,494,090,000,-
dampak/hasil yang diharapkan secara luas
Meningkatkan capaian KB aktif dari 62,5 % menjadi 65 % ( 2011) dengan proporsi pria naik dari 1,3 % menjadi 2 %.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan77
ABJ Angka Bebas Jentik
AKMP Akses, Kontrol, Manfaat, dan Partisipasi
ARG Anggaran Responsif Gender
ASEAN Assosiation of South East Asia Nations
BPS Badan Pusat Statistik
BPFA Beijing Platform for Action
CEDAW Convention for the Elimination of all Forms of Discriminations
Against Women
COMBi Community Behaviour Improvement
DAK Dana Alokasi Khusus
DBD Demam Berdarah Dangue
DSS Dangue Shock Syndrome
DIPA Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
DJA Direktorat Jendral Anggaran
KemKes Kementerian Kesehatan
FGD Focus Group Discussion
GAP Gender Analisis Pathway
GBS Gender Budget Statement
Inpres Instruksi Presiden
KPP-PA Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak
KPJM Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
MDGs Millennium Development Goals
PP Peraturan Pemerintah
PPRG Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Perpres Peraturan Presiden
Permendagri Peraturan Menteri Dalam Negeri
PMK/Permenkeu Peraturan Menteri Keuangan
DAFTAR SINGKATAN
78
PUG Pengarusutamaan gender
RAB Rencana Anggaran Biaya
Renstra Rencana Strategis
Renja Rencana Kerja
RPJP Rencana Pembangunan Jangka Panjang
RPKP-K Rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang Kesehatan
RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RKP Rencana Kerja Pemerintah
Renstra Rencana Strategis
Renja KL Rencana Kerja Kementerian Lembaga
RKA KL Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga
RAPBN Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
SDKI SurveiDemografidanKesehatanIndonesia
SKRT Survey Kesehatan Rumah Tangga
SOP Standard Operational Procedure
SMART Spesific,Measurable,Achievable,Relevant,andTimelyBound
Satker Satuan Kerja
SEB Surat Edaran Bersama
Tupoksi Tugas Pokok dan Fungsi
TOR Term of Reference
UNFPA United Nation Fund for Population Activities
WHO World Health Organization
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan79
DAFTAR ISTILAH
Akses adalah peluang atau kesempatan yang diberikan untuk memanfaatkan sumber daya
(baik sumber daya alam, sosial, politik, ekonommi, maupun waktu).
Analisis gender adalah proses menganalisis data dan informasi secara sistematis tentang laki-
lakidanperempuanuntukmengidentifikasidanmengungkapkankedudukan,fungsi,peran
dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disebut APBN, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).
Anggaran adalah estimasi belanja dan penerimaan yang diusulkan, yang mencerminkan
kebijakanprioritasdantargetfiskaldalamsatuperiodetertentu.
Bias gender adalah pandangan yang didasarkan pada pembagian peran sosial tradisional
laki-laki dan perempuan.
Diskriminasi adalah memperlakukan seseorang atau kelompok orang secara berbeda
karena jenis kelamin, umur, ras, agama dan lain sebagainya.
Efektif adalah tingkat kesesuaian antara hal yang direncanakan dengan hasil
pelaksanaan.
Efisien adalah memperoleh hasil yang diharapkan dengan pengorbanan sekecil-kecilnya
GAP adalah alat analisis gender dengan pendekatan analisis pada siklus perencanaan.
Analisis gender dilakukan secara sekuensial mulaidaritahapidentifikasitujuan,analisis
situasi, penentuan Rincian Kegiatan, sampai monitoring dan evaluasi.
GBS adalah dokumen yang berisi pernyataan bahwa sebuah program dan kegiatan telah
responsif gender.
Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab
antara perempuan dan laki-laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat
berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan dukungan masyarakat itu sendiri.
Indikator adalah kriteria atau ukuran yang mampu melihat perubahan dari obyek yang
dinilai. Indikator dapat berupa pointer-pointer, angka-angka, pendapat atau persepsi-
persepsi.
80
Indikator gender adalah kriteria atau ukuran untuk mengukur perubahan relasi gender
dalam masyarakat sepanjang waktu.
Indikator Kinerja Kegiatan adalah bukti pencapaian suatu kinerja yang bisa diukur
sebagai dampak dari suatu kegiatan.
Indikator kinerja responsif gender adalah perubahan kinerja pengurangan kesenjangan
atau peningkatan kondisi laki-laki dan perempuan setelah dilakukan suatu intervensi baik
berupa program atau pun kegiatan.
Input dalam panduan ini diartikan sebagai tolak ukur/ bahan dasar dalam penganggaran,
yang terdiri atas regulasi, SDM, Data, dan anggaran.
Jenis kelamin adalah perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki terutama pada
bagian-bagian organ reproduksi.
Kebutuhan Praktis Gender adalah kebutuhan yang bersifat segera dan didasarkan pada
kondisi nyata perempuan dan laki-laki tanpa mempersoalkan ada atau tidaknya faktor-faktor
ketidakadilan yang mungkin ada antara keduanya. Contoh : bantuan dana transportasi
untuk wanita hamil risiko tinggi ke sarana pelayanan kesehatan; detiksi dini kanker prostat
pada laki-laki, aroma repellent nyamuk dibuat sesuai aroma maskulin untuk meningkatkan
pengguna repellent pada konsumen laki-laki di daerah endemis, dan lain-lain.
Kebutuhan Strategis Gender adalah kebutuhan yang didasarkan pada analisis tentang
ketidakadilan gender dan faktor-faktor yang menyebabkannya, dan pemenuhannya
dimaksudkan untuk mengubah ketidakadilan yang mungkin ada dalam konteks relasi laki-
laki dan perempuan. Contoh : Suami siaga dalam program Perencanaan Persalinan dan
Penanganan Komplikasi (P4K), keterwakilan wanita sebanyak 30 % dalam kepengurusan
kelompok pemakai air bersih di pedesaan, dan lain-lain.
Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan
kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri
dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil (sumber
daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan tekhnologi, dana atau kombinasi
dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk
menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.
Komponen input adalah jenis Rincian Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai indikator
kinerja sub-output
Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan
untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan.
Kementerian Negara adalah organisasi dalam Pemerintahan Republik Indonesia yang
dipimpin oleh menteri untuk melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang tertentu.
Kesenjangan gender adalah suatu kondisi dimana tidak ada kesetaraan relasi antara laki-
laki dan perempuan.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan81
Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi yang adil dan setara dalam
hubungan kerjasama antara perempuan dan laki-laki.
Kontrol adalah kekuasaan untuk memutuskan bagaimana menggunakan sumber daya dan
siapa yang memiliki akses terhadap sumber daya tersebut.
Lembaga adalah organisasi non-kementrian Negara dan instansi lain pengguna anggaran
yang dibentuk untuk melaksankan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945
atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Netral gender adalah suatu kondisi dimana pengambilan keputusan dilakukan tanpa
didasari atas pemahaman, pengakuan, dan pertimbangan akan adanya perbedaan peran,
fungsi dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki
Outcome, merupakan tolak ukur keberhasilan pelaksanaan anggaran
Output, dimaknai sebagai keluaran dari proses pelaksanaan anggaran.
Partisipasi adalah pelibatan atau keterwakilan dalam proses dari suatu kegiatan
Penerima manfaat, adalah target sasaran dari program/kegiatan yang memperoleh
manfaat
Pengarusutamaan gender (PUG) adalah strategi untuk mencapai kesetaraan dan
keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi,
kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan
dan pembangunan.
Program adalah bentuk instrument kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga atau masyarakat yang dikordinasikan
oleh instansi pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi
anggaran.
Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga, yang selanjutnya disebut Renja KL, adalah
dokumen perencanaan Kementrian Negara/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun.
Rencana Kerja Pemerintah yang selanjutnya disebut RKP adalah dokumen perencanaan
nasional untuk periode 1 (satu) tahun.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, yang selanjutnya
disebut RKA KL, adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan
kegiatan suatu Kementerian Negara/Lembaga yang merupakan penjabaran dari Rencana
Kerja Pemerintah dan Rencana Startegis Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan
dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, yang selanjutnya disebut RPJM
Nasional, adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 5 (lima) tahun.
82
Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga, yang selanjutnya disebut Renstra-KL,
adalah dokumen perencanaan Kementerian Negara/Lembaga untuk periode 5 (lima) tahun.
Responsif gender adalah keadaan memberikan perhatian yang konsisten dan sistematis
terhadap perbedaan-perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat yang
diwujudkan dalam sikap dan aksi untuk mengatasi ketidakadilan yang terjadi karena
perbedaan-perbedaan tersebut.
Rincian Kegiatan adalah daftar langkah-langkah yang harus dilaksanakan untuk mencapai
sub-tujuan yang responsif gender.
Sub-output adalah jenis barang atau jasa yang menjadi bagian tak terpisahkan dari
output
TOR adalah dokumen yang menginformasikan gambaran umum dan penjelasan
mengenai indikator kinerja kegiatan yang akan dicapai sesuai dengan tugas dan fungsi
kementerian negara/lembaga. TOR memuat latar belakang, penerima manfaat, strategi
pencapaian, dan biaya yang diperlukan.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan83
DAFTAR PUSTAKA
ADB (2006), Indonesia Country Gender Assessment, Manila.
Bappenas dan WSP II–CIDA (2007), Gender Analysis Pathway, Jakarta.
Departemen Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, UNFPA (2010), Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014, Jakarta.
Kementerian PP (2008), Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang
Kesehatan, Jakarta.
Liverpool School of Tropical Medicine (1995), Gender and Health Group, Guidelines of
Analysis of Gender and Health, Liverpool.
PAHO-WHO (1997), Workshop on Gender, Health and Development: Facilitator Guide,
Washington DC.
PAHO-WHO (2005), Gender an Rights in Reproductive an Maternal Health : Manual for A
Learning Workshop held in Kuala Lumpur.
Quinn, S. (2009), Gender Budgeting : Practical Implementation Handbook, Strasbourg
Cedex.
School of Public Health University of The Witwatersrand Johannesburg (2003),
Mainstreaming Gender In Health: A Manual For Health Research And Programme Managers,
Johannesburg.
Supiandi, Yusuf, Dr. H. (2008), Bunga Rampai Pengarusutamaan Gender, Jakarta
UNDP (2008), National Human Development Report.
UN, WHO, UNFPA (1998), Women and Health: Mainstreaming the Gender Perspective into
the Health Sector, Report of the Expert Group Meeting, Tunisia
WHO (2002), Gender Analysis in Health : A Review of Selected Tools, Geneva
WHO (2006), Gender Equality, Work and Health : A Review of the Evidence, Geneva
WHO (2010), Gender in Health, Geneva
84
Kontributor
Ir. Ace Yati Hayati, MS; DR. dr. Aragar Putri, MRDM; drg. Siti Mursifah, MARS;
dr. T. Rabitta Cherysse, MPH; DR. Cicilia Windianingsih, SKM, MKes;
Tinexcelly MS.; dr. Theresia Hermin; dr. Christine Manurung; Dra. Titik Handayani;
dr.Rusmiyati,MQHI;dr.Arifin;Ismawaningsih,SKM,MKM;Triningtyasasih,MA;
dr. Teti Tejayanti; drg. Doni Arianto, MKM; Siti Maemunah, SH, MH;
dr. Puti Wulan Sari; dr. Victorino; dr. H. Amroussy Marsis, MARS;
Titien Supriharin, S.Sos, MM; Endang Sri Wardani, S.Kom;
Dra. Niken Kiswandari, Msi; dr. Nardho Gunawan, MPH;
Wahyuni Khaulah, SKM, M,Kes.; dr Milwiyandia;
dr. Muhammad Yusuf; dr. Fahrina; Nurkinteki, MPH;
dr. Saiful Hidayat.