Rosita S Mahmud

download Rosita S Mahmud

of 102

Transcript of Rosita S Mahmud

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    1/102

    1

    KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA

    BENTENG ORANJE  KOTA TERNATE

    TUGAS AKHIR

    ROSITA S MAHMUD

    10070311013

    PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAFAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG1436 H / 2015 M

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    2/102

    2

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    3/102

    3

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Data PribadiNama : ROSITA S. MAHMUD

    NPM : 10070311013Tempat Tanggal Lahir : Jiko, Kec.Bacan, 10 Desember 1994Warga Negara : IndonesiaSuku Bangsa : Maluku Utara Agama : Islam Alamat : Jl. Kebon Kembang, Gang Panca

    Indera No 5, Kel Tamnsari, Kec.Bandung Wetan Kota Bandung.

    Telepon (HP) : 082318264534Email : [email protected]

    Data KeluargaNama Bapak : SAIBUN TARADJU. S.PdNama Ibu : RAHIMA SAIBI. S.Pd

     Alamat Orang Tua : Jl. SMP Al irsyad, Kel Jati Perumnas, Kec Ternate Selatan,Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara

    Telepon (HP) : 085336458385 Anak Ke : 1 dari 4 Bersaudara

    PendidikanSD : SD Negeri 1 Jati Perumnas (1999-2005)

    SMP : SMP Negeri 4 Kota Ternate (2005-2008)SMA : SMA Negeri 2 Kota Ternate-Jurusan IPA (2009-2011)PT : Diterima sebagai Mahasiswa

    : Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota: Fakultas Teknik-Universitas Islam Bandung (UNISBA): pada Bulan Agustus 2011

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    4/102

    4

    “Belajarlah Selagi yang lain sedang tidur  

     Bekerjalah Selagi yang lain bermalas –  malasan

     Bersiap –  siaplah selagi yang lain sedan bermain,

     Bermimpilah selagi yang lain sedang berharap.” 

    (William Arthur Ward)

    Ku persembahkan karya kecil ini sebagai tanda bakti, cinta

    dan sayangku untuk kedua orangtuaku yang tidak pernah memiliki batas dalam memberikan curahan

    kasih dan sayang, do’a, pengorbanan, kesabaran serta kerja kerasnya.

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    5/102

    5

    ABSTRAK

    Beberapa persoalan dikawasan cagar budaya benteng oranje ini diangkat berdasarkan

    isu permasalahan mengenai kekhawatiran terhadap benteng oranje yang mengalami

    kerusakan sehingga menimbulkan hilangnya nilai  – nilai historis kawasan cagar budaya

    Kota Ternate. Beberapa persoalan tersebut diantaranya yaitu lahan, bangunan, ruangterbuka, sirkulasi. Lahan cagar budaya dikawasan benteng oranje ini dapat dikatakan

    sebagai salah satu persoalan, karena lahan cagar budaya benteng oranje ini tidak

    dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. artinya bahwa dalam kawasan cagar

    budaya ini telah mengalami alih fungsi lahan, dimana lahan cagar budaya dialih

    fungsikan menjadi pemukiman warga.

    Metode analisis yang digunakan dalam studi ini untuk beberapa variabel yang yang

    menjadi permasalahan utama yaitu lahan, bangunan bersejarah, jalur sirkulasi, dan

    ruang terbuka hijau yaitu analisis daya rusak, analisis tingkat kepentingan pelestarian,

    dan analisis seleksi lahan.

    Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat Maka dapat disimpulkan bahwa

    untuk mengatasi persoalan lahan maka dapat dilakukan dengan melakukan rekonstruksilahan atau mengembalikan kembali fungsinya menjadi kawasan cagar budaya.

    Sedangkan untuk mengatasi masalah bangunan bersejarah maka dapat dilakukan

    dengan teknik pelstarian subtitusi, rehabilitasi, renovasi, restorasi. Untuk mengatasi

    persoalan sirkulasi maka dapat dilakukan dengan teknik pelestarian replika, serta untuk

    masalah ruang terbuka dapat menggunakan metoda pengembalian kembali yang adaptif.

    Kata Kunci : histo r is, cagar budaya, lahan, bangu nan bersejarah, sirku lasi histor is

    dan ruang terbuka  

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    6/102

    6

    PRAKATA

     Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb

    Puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

    rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan penyusunan

    tugas akhir dengan judul “Kajian Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Benteng Oranje

    Kota Ternate”  ini dengan sebagaimana mestinya. Laporan ini dimaksudkan sebagai

    langkah untuk menyelesaikan tugas akhir. Selain itu merupakan salah satu syarat dalam

    mendapatkan gelar sarjana Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas

    Teknik, Universitas Islam Bandung.

    Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya;

    2. Kedua orang tua yang selalu mendukung dan memberikan doa, semangat,

    curahan kasih sayang yang tiada henti kepada penulis;

    3. Adik  –  adik tercinta Mardiana, Sri Anisa, dan M.Reyhan serta keluarga besar

    yang selalu memberikan doa dan motivasi kepada penulis;

    4. Koordinator tugas akhir Bapak Ivan Chofyan, Ir., MT. yang membantu dalam

    mengkoordinasi tugas akhir;

    5. Pembimbing tugas akhir Bapak Weishaguna., ST., MM yang selalu membimbing

    dalam proses penyusunan laporan tugas akhir;

    6. Dosen Wali Ibu Dr. Yulia Asyiwati, Ir.,Msi yang selalu memberikan dukungan dan

    semangat;

    7. Sahabat  –  sahabat terbaik Risya, Merry, Ismayanti, Regga, Olfi dan Arni yang

    selalu ada dan memberikan motivasi untuk penulis;

    8. Teman – teman studio Hista, Tengku, Albin dan Firman yang selalu memberikan

    dukungannya;

    9. Reza, Tengku dan albin dan bang Novrianto atas bantuan dan arahan kepada

    penulis .

    10. Kepada Galang, Nurevy, Farhan, Tiara, Irina, dan Romadina yang selalu

    memberikan dukungan kepada penulis

    11. Rekan-rekan angkatan planologi 2011 seperjuangan, dan

    12. Seluruh staf dan administrasi Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota yang selalu

    memberikan informasi akademik;

    13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

    Penulis berharap laporan ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak

    sebagai bahan evaluasi untuk menciptakan keadaan yang jauh lebih baik di hari depan,

    khususnya pada mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah. Penulis menyadari

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    7/102

    7

    ketidaksempurnaan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, kritik dan saran

    sangat diperlukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan penulisan yang akan datang.

     Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

    dalam penulisan Tugas Akhir ini.

    Wass alamu ‘Alaikum Wr.Wb  

    Bandung, 31 Juli 2015

    Penyusun

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    8/102

    8

    DAFTAR ISIHalaman

    PRAKATA .......................................................................................................................... viDAFTAR ISI ...................................................................................................................... viiiDAFTAR TABEL ................................................................................................................ xDAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... xi

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 11.1 Latar Belakang ............................................................................................... 11.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 101.3 Tujuan, Sasaran dan Kegunaan ................................................................... 10

    1.3.1 Tujuan ................................................................................................. 101.3.2 Sasaran ............................................................................................... 101.3.3 Kegunaan ............................................................................................ 10

    1.4 Ruang Lingkup .............................................................................................. 111.4.1 Ruang Lingkup Materi ......................................................................... 111.4.2 Ruang Lingkup Wilayah ...................................................................... 11

    1.5 Metodologi .................................................................................................... 131.5.1 Metode Pendekatan ............................................................................ 131.5.2 Metode Survey .................................................................................... 131.5.3 Metode Analisis ................................................................................... 15

    1.6 Penjabaran Variabel .............................................................. 191.7 Kerangka Berfikir .......................................................................................... 201.8 Sistematika Pembahasan ............................................................................. 22

    BAB II  STUDI PUSTAKA ................................................................................................. 23 

    2.1 Nilai Historis cagar budaya dapat meningkatkan identitas kota .................... 232.2 Teori Image Of The City – Kevin Lynch......................................................... 24

    2.2.1 Path ..................................................................................................... 242.2.2 Edges .................................................................................................. 25

    2.2.3 Nodes .................................................................................................. 262.2.4 Districk ................................................................................................ 262.2.5 Landmarks .......................................................................................... 27

    2.3 Pelestarian bangunan bersejarah ................................................................. 272.3.1 Pengertian pelestarian ........................................................................ 282.3.2 Prioritas Kepentingan Pelestarian ...................................................... 29

    2.4 Kriteria Penetuan obyek pelestarian............................................................. 312.5 Metoda Pelestarian ....................................................................................... 322.6 Teknik Pelestarian ........................................................................................ 352.7 Definisi Operasional...................................................................................... 36

    2.7.1 Pengertian Judul ................................................................................. 362.7.2 Istilah yang digunakan ........................................................................ 37

    BAB III KAJIAN BENTENG ORANJE DALAM SEJARAH KOTA TERNATE ............... 383.1 Masa Kolonial (Portugis – Belanda) ............................................................. 383.1.1 Masa Portugis ..................................................................................... 383.1.2 Masa Belanda ..................................................................................... 43

    3.2 Masa sekarang .............................................................................................. 483.2.1 Benteng Oranje dalam RTRW Kota Ternate ...................................... 483.2.2 Benteng Oranje dalam RDTR Kota Ternate ....................................... 52

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    9/102

    9

    BAB IV ANALISIS ............................................................................................................. 554.1 Karakteristik benteng Oranje ........................................................................ 554.2 Landasan Hukum Pelestarian Kawasan Benteng Oranje ........................... 564.3 Analisis Daya Rusak ..................................................................................... 59

    4.3.1 Analisis Daya Rusak Lahan ................................................................ 59

    4.3.2 Analisis Daya Rusak Bangunan ......................................................... 624.3.3 Analisis Daya Rusak Sirkulasi ............................................................ 654.3.4 Analisis Daya Rusak Ruang Terbuka Hijau ........................................ 67

    4.4 Analisis Tingkat Kepentingan pelestarian .................................................... 694.4.1 Penurunan Kualitas Fisik Kawasan .................................................... 694.4.2 Konflik Pemanfaatan Ruang ............................................................... 704.4.3 Penilaian kelayakan Pelestarian Kawasan Cagar Budaya

    Kota Ternate ....................................................................................... 704.5 Analisis Seleksi Lahan .................................................................................. 77

    BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI .................................................................... 795.1 Kesimpulan ................................................................................................... 80

    5.2 Rekomendasi .................................................................................. 80

    5.2.1 Lahan .................................................................................................. 815.2.2 Bangunan ............................................................................................ 835.2.3 Sirkulasi ............................................................................................... 875.2.4 Ruang terbuka hijau ............................................................................ 875.2.5 Sistem Kelembagaan Pelestarian Kawasan Cagar Budaya

    Benteng Oranje ................................................................................... 93

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 94 

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    10/102

    10

    DAFTAR TABEL

    Nomor Judul Tabel Halaman

    1.1 Penjabaran Variabel............................................................................................... 192.1 Priorits Kepentingan Pelestarian ............................................................................ 294.1 Landasan Hukum Pelestarian kawasan Benteng Oranje ....................................... 574.2 Kriteria Fisik Penentuan Objek Pelestarian ............................................................ 714.3 Penilaian Kelayakan Pelestarian Kawasan Benteng Oranje Kota Terate

    Berdasarkan kriteria Fisik ....................................................................................... 735.1 Sistem Kelembagaan yang terkait .......................................................................... 86

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    11/102

    11

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Judul Gambar Halaman

    1.1 Kawasan Benteng Oranje pada tahun 1607 .............................................................. 21.2 Kantor Polisi dan TNI sebagai pemicu isu eksodus pemukiman ke lahan benteng

    Oranje ........................................................................................................................ 31.3 Masalah permukiman warga yang berada dalam lahan cagar budaya 1 ................... 41.4 Masalah permukiman warga yang berada dalam lahan cagar budaya 2 .................. 41.5 Kerusakan dinding bangunan cagar budaya ............................................................. 51.6 Kerusakan bangunan cagar budaya karena sebagai pemukiman warga 1 .............. 51.7 Kerusakan bangunan cagar budaya karena sebagai pemukiman warga 2 .............. 51.8 Beberapa jalur sirkulasi historis yang rusak, dan sudah mengalami perubahan ...... 61.9 Masalah Ruang terbuka hijau dalam kawasan cagar budaya

    yang dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah ............................................... 61.10 Kerangka Latar Belakang .......................................................................................... 91.11 Bagan Metodologi ..................................................................................................... 111.12 Kerangka Berfikir ...................................................................................................... 212.1 Contoh Path .............................................................................................................. 252.2 Edge merupakan batasan dari suatu kawasan ........................................................ 252.3 Nodes merupakan tempat pertemuan dari beberapa jalan ...................................... 262.4 Landmark Sebagai suatu ciri khas kota .................................................................... 273.1 Benteng Oranje yang berada tepat di kaki Gunung Gamalama, .............................. 46

    Dan Bangunan Benteng Oranje yang dibangun oleh Belanda tepat di depan pantai 46  4.1 Kondisi Ruang Terbuka Hijau yang dialihfungsikan menjadi TPS ........................... 75 4.2 Kondisi Ruang Terbuka Hijau yang tidak terpelihara ............................................... 75 

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    12/102

    12

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Bab ini berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan, sasaran,dan kegunaan, ruang lingkup materi dan wilayah, serta sistematika penyajian.

    1.1 Latar Belakang

    Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yangmengadakan perbaikan”. QS. Al-Baqarah [2] : 11

    Kandungan dari ayat diatas yaitu bahwa apabila terdapat keruskan dimuka

    bumi ini sesungguhnya harus diperbaiki, karena sesungguhnya rahmat Allah sangat

    dekat dengan orang  – orang yang melakukan perbaikan. Manusia dituntut untuk selalu

    memperbaiki segala kerusakan, artinya bahwa setiap kerusakan dimuka bumi ini

    hendaknya diperbaiki, begitu juga dlam konteks ruang. Berbicara mengenai ruang ruang

    tentunya tidak lepas dari sebuah ruang perkotaan, yang pada maknanya tentu memiliki

    sebuah catatan sejarah dalam perkembangannya. catatan sejarah tidak boleh dilupakan

    dan dihilangkan begitu saja, sama halnya dengan sejarah terbentuknya suatu kota.

    Kota yang baik adalah kota yang memiliki sejarah dalam tahapan

    pembangunan, hal ini menyiratkan bahwa suatu kota pasti memiliki kawasan bersejarah

    (Wijarnaka, 2005). Kawasan bersejarah merupakan suatu kawasan yang didalamnya

    terdapat berbagai peninggalan masa lampau dari terbentuknya suatu kota, baik berupa

    wujud fisik historis maupun berupa nilai dan pola hidup masyarakatnya.

    Trancik (1986) menjelaskan bahwa sebuah space akan menjadi sebuah tempat

    (place) kalau mempunyai arti dari lingkungan yang berasal dari budaya daerahnya.

    Schulz (1979) menambahkan bahwa sebuah place adalah sebuah space (ruang) yang

    memiliki suatu ciri khas tersendiri. Menurut Zahnd (1999) sebuah place dibentuk sebagai

    sebuah space jika memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang berarti bagi

    lingkungannya. Selanjutnya Zahnd menambahkan suasana itu tampak dari benda

    konkret (bahan, rupa, tekstur, warna).

    Kawasan benteng oranje dapat dikatakan sebagai salah satu kawasan yang

    memiliki nilai historis cagar budaya yang dapat meningkatkan identitas kota, hal ini

    karena Bangunan-kuno bersejarah seperti benteng oranje yang didirikan di pusat kota

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    13/102

    13

    memiliki nilai  –  nilai historis tersendiri. Dengan mempertahankan identitas dan derajat

    dari bangunan-kuno tersebut, maka kota-kota yang mempunyai peninggalan sejarah,

    akan memberikan identitas yang unik pula. Dengan membaca masa lalu dan memahami

    fungsi bangunan-kuno dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk mempertahankan

    makna kultural-historis masyarakatnya.

    Benteng Oranje (Fort Orange) yang merupakan benteng peninggalan bangsa

    belanda selama masa penjajahan. Benteng ini dibangun pada tahun 1607 oleh Cornelis

    Matelief de Jonge (Belanda) dan diberi nama oleh Francois Wittert pada tahun 1609.

    Benteng Orange ini semula berasal dari bekas sebuah benteng tua yang didirikan oleh

    orang Melayu dan diberi nama Benteng Malayo. Di dalam benteng ini pernah menjadi

    pusat pemerintahan tertinggi Hindia Belanda. benteng ini kini telah berumur kurang lebih

    sekitar 408 tahun.

    Gambar 1.1

    Kawasan Benteng Oranje pada tahun 1607Sumber : Data Sejarah Kota Ternate

    Seiring dengan berkembangnya Kota Ternate, pasca masa kemerdekaan

    benteng ini digunakan masyarakat sebagai permukiman dan adanya aktivitas – aktivitas

    lainnya di benteng ini. Hal inilah yang mempengaruhi perubahan pola dan struktur pada

    bangunan – bangunan benteng, pemanfaatan bangunan yang kurang sesuai, kurangnya

    aktivitas pendukung, dan penurunan citra kawasan.

    Pemanfaatan bangunan yang kurang sesuai dialam kawasan ini disebabkan

    karena pemanfaatan lahan kawasan cagar budaya ini diambil alih oleh beberapa

    lembaga yakni TNI dan Kepolisian sebagai perumahan dinas lembaga tersebut. Hal inilah

    yang menyebabkan munculnya aktivitas  –  aktivitas lain yang terdapat didlam kawasan

    benteng oranje seperi pemanfaatan bangunan bangunan bersejarah sebagai

    permukiman warga yang memiliki hubungan dengan anggota  –  angota dari lembaga  – 

    lembaga tersebut, serta adanya fasilitas  –  fasilitas yang dibangun guna menunjang

    akttivitas di kawasan tersebut. Fasilitas  –  fasilitas yang dibangun tersebut tentunya

    merupakan bangunan – bangunan baru yang tidak sesuai gaya arsitektur bangunan lama

    yang terdapat di kawasan benteng oranje.

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    14/102

    14

    Gambar 1.2Kantor Polisi dan TNI sebagai pemicu isu eksodus pemukiman ke lahan benteng Oranje

    Sumber : Hasil Survei 2014

    Benturan antara kondisi kebijakan daerah dengan kondisi kawasan benteng

    saat ini menimbulkan isu yang cukup besar dan menimbulkan kekhawatiran kawasan

    benteng oranje akan mengalami kerusakan pada benda  –  benda cagar budayayang

    berakibat pada kehilangan nilai  – nilai historis. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas yang

    tinggi dalam benteng tersebut tanpa mempetimbangkan kondisi dari benteng tersebut.

    Selain itu apabila semakin dibiarkan akan merusak atau menghilangkan tatanan nilai

    sejarah dari benteng oranje sebagai salah satu peninggalan sejarah atau benda cagar

    budaya.

    Beberapa persoalan dikawasan cagar budaya benteng oranje ini diangkat

    berdasarkan isu permasalahan mengenai kekhawatiran terhadap benteng oranje yang

    mengalami kerusakan sehingga menimbulkan hilangnya nilai  –  nilai historis kawasancagar budaya Kota Ternate. Beberapa persoalan tersebut diantaranya yaitu lahan,

    bangunan, ruang terbuka, sirkulasi. Lahan cagar budaya dikawasan benteng oranje ini

    dapat dikatakan sebagai salah satu persoalan, karena lahan cagar budaya benteng

    oranje ini tidak dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. artinya bahwa dalam

    kawasan cagar budaya ini telah mengalami alih fungsi lahan, dimana lahan cagar budaya

    dialih fungsikan menjadi pemukiman warga.

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    15/102

    15

    Gambar 1.3Masalah permukiman warga yang berada dalam lahan cagar budaya

    (yang menempel pada dinding Benteng)Sumber : Hasil Survey 2014

    Gambar 1.4Masalah permukiman warga yang berada dalam lahan cagar budaya

    (yang tedapat didalam benteng)Sumber : Hasil Survey 2014

    Didalam kawasan benteng Oranje ini terdapat beberapa bangunan yang

    sebelumnya berfungsi perumahan, dan kantor untuk para petinggi belanda. Tetapi pada

    saat ini kondisi bangunan telah mengalami kerusakan pada bagian dinding bangunan,

    terlebih lagi bangunan  –  bangunan dalam kawasan benteng oranje ini kurang

    diperhatikan sehingga dimanfaatkan menjadi pemukiman warga. Selain itu adanya

    bangunan  –  bangunan baru yang dibuat menempel pada bangunan  –  bangunan lama

    menjadikan ketidaksesuain fungsi  –  fungsi bangunan cagar budaya dalam kawasan

    benteng oranje. Sama halnya dengan persolaan lahan yang sebagaian besar telah

    mengalami alih fungsi lahan, ruang terbuka didalam benteng ini juga mengalami alih

    fungsi. Alih fungsi ruang terbuka di kawasan benteng ini dijadikan sebagai tempat

    DindingBenteng

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    16/102

    16

    pembuangan sampah, hal ini dikarenakan adanya aktivitas  – aktivitas pemukiman dlam

    benteng oranje ini sendiri.

    Gambar 1.5

    Kerusakan dinding Bangunan cagar budaya yang terdapat dalam benteng OranjeSumber : Hasil Survey 2014

    Gambar 1.6Kerusakan bangunan cagar budaya karena sebagai pemukiman warga

    (Tampak depan)Sumber : Hasil Survey 2014

    Gambar 1.7Kerusakan Bangunan cagar budaya karena sebagai pemukiman warga

    (Tampak Belakang)Sumber : Hasil Survey 2014

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    17/102

    17

    Pola sirkulasi kawasan benteng ini, sebagian telah mengalami kerusakan, hal

    ini diakibatkan oleh kurangnya perhatian dari pemerintah yang serta faktor  – faktor lain,

    selain itu rusaknya Pola sirkulasi dikawasan benteng ini juga dipastikan karena adanya

    aktivitas yang tinggi di dalam kawasan benteng itu sendiri tanpa memperhatikan salah

    satu aspek benda cagar budaya benteng oranje tersebut. Landmark merupakan salah

    satu ciri khas suatu kota. Seperti yang katakan pada teori sebelumnya bahwa kawasan

    bersejarah dapat meningkatkan identitas kota, begitu juga dengan kawasan benteng

    oranje. Kawasan benteng oranje ini dapat meningkatkan identitas Kota Ternate karena

    memiliki nilai historis, akan tetapi pada kawasan ini tidak terdapat sebuah ciri khas yang

    menunjukan benteng oranje sebagai kawasan cagar budaya.

    Gambar 1.8

    Beberapa jalur sirkulasi historis yang rusak, dan sudah mengalami perubahanSumber : Hasil Survey 2014

    Gambar 1.9Masalah Ruang terbuka hijau dalam kawasan cagar budaya

    yang dijadikan sebagai tempat pembuangan sampahSumber : Hasil Survey 2014

    Sebagai salah satu kota yang mendapatkan julukan kota benteng, ternate

    seharusnya menjaga dan melindungi tempat  –  tempat yang mengandung nilai sejarah,

    salah satunya ialah benteng oranje. Sebagai peninggalan sejarah Kota Ternate, benteng

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    18/102

    18

    oranje ini seharusnya mendapatkan upaya pelestarian yang dilakukan secara berkala

    agar tidak adanya kerusakan  –  kerusakan pada artefak fisik benteng yang disebabkan

    oleh aktivitas  – aktivitas warga. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap benteng dan

    alih fungsi lahan merupakan salah satu faktor besar terjadinya kerusakan benda  – benda

    cagar budaya kawasan benteng oranje Kota Ternate. untuk lebih jelasnya mengenai isu

    permasalahan kawasan cagar budaya benteng oranje ini dapat dilihat pada gambar 1.9

    peta isu masalah.

    Beberapa permasalahan di kawasan benteng oranje tesebut diatas apabila

    dibiarkan secara terus menerus, akan berdampak pada kehilangannya nilai  – nilai historis

    kawasan cagar budaya Kota Ternate. hal ini tentunya akan bertolak belakang dengan

    kebijakan yang telah diatur oleh pemerintah dalan surat keputusan gubernur maluku

    utara dan surat keputusan waliKota Ternate tentang perlindungan kawasan cagar

    budaya, hal ini sangat perlu untuk dibahas dalan kajian upaya pelestarian kawasan cagar

    budaya benteng oranje Kota Ternate. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar

    1.10 kerangka berpikir.

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    19/102

    19

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    20/102

    20

    Fenomena 1

    PEMANFAATAN LAHAN

    (Lahan Cagar Budaya

    Benteng Oranje digunakan

    sebagai permukiman

    warga)

    Fenomena 2

    KEBIJAKAN

    (Surat Keputusan Gubernur No

    22/KPTS/MU/2010. Dan Surata

    Keputusan Walikota No

    154.A/II.12/KT/2013) Bahwa kasancagar budaya harus dilindungi.ISU

    Kekhawatiran KawasanBenteng Orange MengalamiKerusakaan Benda – Benda

    Cagar Budaya Yang BerakibatPada Kehilangan Nilai – Nilai

    Historis

    PROBLEMATIKA

      Kerusakan Lahan

    Lahan cagar budaya benteng oranje tidak dimanfaatkan

    sesuai dengan peruntukannya, dimana terjadi alih fungsi

    lahan kawasan ini menjadi permukiman warga.  Kerusakan Bangunan

    Dalam kawasan ini terdapat bangunan  –  bangunan

    peninggalan belanda, yang saat ini telah mengalami

    kerusakan, hal ini diakibatkan oleh perubahan fungsi

    banagunan sebagai rumah warga.

      Kerusakan lahan Ruang Terbuka Hijau

    Ruang terbuka hijau yang terdapat didalam kawasan benteng

    oranje, saat ini dpaat dikatakan telah dijadikan sebagai tempat

    pembuangan sampah

      Kerusakan jalur sirkulasi kawasan benteng oraanje

    Jalur sirkulasi yang terdapat dalam kawasan benteng inihampir sebagian telah mengalami kerusakan, hanya bagian

    utama yang masih memiliki kondisi baik.

    TEORI

      Nilai Historis cagar budaya dapat

    meningkatkan identitas kota

    (PLACE)

      Teori Image Of The City  –  Kevin

    Lynch

      Kriteria Penetuan obyek

    pelestarian

      Teori Metoda Pelestarian

    (catanese;1979, Fitc;1982,

    daniworo;1995)

     Ayat Alqur’an 

      Q.S Ar  – Rum, ayat 41

     – 42

    Perlu

    Kajian Pelestarian Kawasan Cagar Budaya

    Benteng Oranje, Kota Ternate. 

    3

    4

    2

    1

    6

     

    5

    8

     

    9

     

    7

     

    10

     

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    21/102

    21

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan isu permasalahn diatas, maka didapatkan perumusan masalah

    untuk studi ini yaitu bagaimana cara mengatasi persoalan kerusakan Lahan, Bangunan,

    Ruang Terbuka, dan sirkulasi historis di Kawasan Benteng Oranje, Kota Ternate?

    1.3 Tujuan, Sasaran dan Kegunaan

    1.3.1 Tujuan

    Tujuan utama dari penelitian ini yaitu menciptakan upaya  –  upaya pelestarian

    kawasan cagar budaya Benteng oranje, Kota Ternate.

    1.3.2 Sasaran

    Berdasarkan tujuan diatas maka sasaran yang ingin dicapai dalam tugas akhir

    ini yaitu :

    a. Seleksi lahan cagar budaya untuk dikembalikan sesuai fungsinya.

    b. Bangunan dikembalikan sesuai fungsinya dan sebagian difungsikan

    sebagau museum.

    c. Ruang terbuka dikembalikan fungsinya menjadi ruang terbuka kawasan

    cagar budaya.

    d. Mengadakan kembali jalur pedestrian yang telah mengalami kerusakan,

    sehingga tercipta ruang sirkulasi yang baik.

    1.3.3 KegunaanKajian yang penulis lakukan ini mudah-mudahan dapat berguna bagi penulis

    sendiri, maupun bagi para pembaca atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. 

    a. Kegunaan Secara akademis

    Penulisan ini merupakan penulisan Tugas Akhir yang diharapkan dapat

    bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang berkepentingan serta dapat

    lebih memahaminya dan dapat dijadikan sebagai bahan ajaran dan menjadi

    bahan pertimbangan dala kajian – kajian selanjutnya.

    b. Manfaat dalam implementasi atau praktik.

    Penulisan ini memfokuskan kepada benteng Oranje Sebagai Kawasan

    Cagar Budaya yang menjadi objek, sehingga diharapkan hasil dari penulisan

    ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan

    keputusan khususnya pada kawasan ini.

    1.4 Ruang Lingkup

    1.4.1 Ruang Lingkup Materi

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    22/102

    22

    Materi  –  materi yang akan dibahas dalam studi ini yaitu mengidentifikasi

    kerusakan – kerusakan pada benda – benda cagar budaya yang terdapat dalam benteng

    oranje. Hal ini dimkasudkan untuk melihat sejauh mana upaya  – upaya peletarian yang

    perlu dilakukan pada kawasan benteng oranje ini. beberapa artefak yang perlu

    diidentifikasi berdasarkan isu permasalahan dapat dilihat pada gambar disamping 

    1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah

    Benteng ini terletak pada koordinat N 000 47’ 57,4’’ S 127  0 23’ 20,3” tepat

    berada didepan terminal baru dan pasar yang lahanya merupakan hasil reklamasi pantai

    pada tahun 2001. Benteng oranje ini terletak di kelurahan gamalama yang termasuk

    dalam Bagian wilayah kota Ke II. Luas benteng ini yaitu 12.860 m 2. Secara administratif

    batas – batas benteng Oranje adalah sebagai berikut :

      Sebelah Utara : Jl. Kampung Makasar, Kel Kpng Makasar Timur

      Sebelah selatan : Jl. Kartika, Kel. Gamalama

      Sebelah Barat : Jl. Terminal Baru, Kel. Gamalama

      Sebelah timur : Jl. Merdeka, Kel. Gamalama

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    23/102

    23

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    24/102

    24

    1.5 Metodologi

    Metode adalah cara sistematis dalam melakukan suatu kegiatan yang bertujuan

    untuk mengetahui kebenaran dari suatu permasalahan. Sedangkan penelitian adalah

    pencarian, pengumpulan, penganalisisan suatu objek yang dilakukan berdasarkan teori

    serta cara-cara yang sistematis untuk memperoleh jawaban atas suatu masalah yang

    bersifat keilmuan, atau untuk menguji hipotesis dalam pengembangan prinsip-prinsip

    umum (Badudu-Zain 1996:1462). Dalam studi ini metodelogi yang yang gunakan yaitu

    metode pendekatan, metode survey, dan metode analisi.

    1.5.1 Metode Pendekatan

    Metode pendekatan yang digunakan dalam studi ini terdiri dari dua pendekatan,

    pendekatan bottom up dan pendekatan top down. Pendekatan bottom up, dimana

    pendekatan ini merupakan pendekatan observasi langsung yang informasinya diambil

    dari lapangan, dimana informasi yang didapatkan dai lapangan yaitu terdiri dari

    fenomena 1, problematikan atau isu permasalahan, rumusan masalah, tujuan, dan

    analisis, kesimpulan dan rekomendasi. Selain itu, kebijakan, fenomena 2, teori dan

    penjabaran variabel didapatkan berdsarkan pendekatan top down.

    1.5.2 Metode Survey

    Dalam penelitian ini terdapat dua jenis survey yang dilakukan yaitu survey rimer

    dan survey sekunder. Survey primer akan dilakukan dengan pendekatan bottom up,

    dimana data dan informasi didapatkan langsung dari lapangan, sedangkan surveysekunder yaitu data informasi didapatkan dari instansi  –  instansi yang terkait dengan

    penelitian ini.

    a. Survei Primer

    Survey Primer adalah suvey yang dilakukan untuk mendapatkan data

    dan informasi yang langsung dari lapangan. Dalam penelitian ini survey primer

    digunakan untuk melihat problematika atau permasalahan – permasalah yang

    terdapat dalam kawasan Benteng Oranje secara spesifik. Survey primer

    dalam penelitian ini terdiri dari

      Pementaan Kawasan

    Pemetaan kawasan dilakukan untuk mengetahui secara spesifik batas – 

    batas dari kawasan cagar budaya benteng oranje, kota ternate.

    Penentuan kawasan cagar budaya ini dilihat berdasarkan foto udara

    yang telah diamati, dimana batas  –  batas kawasan cagar budaya ini

    dibatasi langsung oleh jalan raya, baik dari sisi utara, selatan, barat

    maupun timur. Pemetaa kawasan ini juga dilihat berdasarkan kebijakan

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    25/102

    25

    daerah yang menyatakan kawasan tersebut merupakan kawasan cagar

    budaya.

      Survei Blok kawasan Benteng Oranje

    Survei Blok kawasan benteng oranje ini bertujuan untuk megetahui data

    dan informasi yang terdapat dalam kawasan benteng oranje yang lebih

    spesifik. Survey blok ini bertujuan untuk mengetahui struktur kawasan

    cagar budaya ini sendiri, pola kawasan benteng oranje ini, serta

    permasalahan  –  permasalahan yang lebih detail yang terdapat dalam

    kawasan benteng ini. Survey blok ini, difokuskan kepada permasalahan

     –  permasalah yang terdapat dalam benteng ini yaitu, lahan, bangunan

    cagar budaya yang terdapat dalam kawasan ini, ruang terbuka hijau

    kawasan benteng oranje, jalur sirkulasi, serta landmark.

      Dokumentasi

    Dokumentasi yang dilakukan dalam survei primer ini yaitu berupa foto  – 

    foto, sketsa dan denah dari kawasan benteg oranje ini sendiri. Hal ini

    agar memperkuat dapat memperkuat informasi  –  informasi yang

    didapatkan dilapangan. Dokumentasi ini juga dapat menjadi bukti  – bukti

    bahwa telah dilakukannya survey primer atau mencari informasi

    langsung ke lapangan.

      Wawancara

    Wawancara sendiri adalah salah satu teknik survey primer yang digunakan

    secara langsung dengan menggunakan pertanyaan  –  pertanyaan secara

    langsung kepada responden (warga sekitar) dan terjadi interaksi pribadi antara

    peneliti atau pewawancara dengan responden untuk mengetahui tanggpan,

    pendapat, keyakinan, perasaan, terhadap masa depan dari objek yang dikaji.

    Daalm hal ini pewawancara telah mempersiapkan beberapa pertanyaan,

    dimana ada beberapa responden yang menjadi target untuk diwanwancara

    yaitu: masyarakat yang bertempat tinggal di dalam kawasan benteng, dinas

    pariwisata kota ternate, dan pemerhati sejarah kota ternate.

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    26/102

    26

    b. Survei Skunder

    Survei sekunder merupakan metode pengumpulan data dari instansi

    pemerintah maupun instansi terkait. Hasil yang diharapkan dari data sekunder

    ini adalah berupa uraian, data angka, atau peta mengenai keadaan wilayah

    studi. Selain itu survei sekunder juga didapat dari penelitian-penelitian yang

    telah dilakukan sebelumnya. Survey sekunder dalam penelitian ini yaitu terdiri

    dari

      Survei Instansi

    Survei instansi dilakukan untuk mengumpulkan Produk Tata Ruang

    berupa kebijakan dan dan kajian  –  kajian yang berhubungan dengan

    objek studi. Kumpulan produk tata ruang berupa kebijakan yang terkait

    dengan penelitian ini didapatkan dari beberpa instansi yang taerkait

    yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota TernatE, Dinas Pekerjaan

    umum Kota Ternate, dan

      Studi pustaka

    Studi pustakan dilakukan untuk mendapatkan kumpuluan Literatur yang

    berisi Teori  –  teori yang berhubungan dengan kajian ini. Dapun tahap

    dari studi pustakan ini yaitu mecari kumpulan  – kumpulan literatur dan

    selanjutnya menyortir teori  –  teori dari literatur tersebut, yang memilikihubungan dengan penelitian ini.

    1.5.3 Metode Analisis

    Dalam studi ini, metode analisis yang digunakan secara umum yaitu metode

    analisis kualitatif. Kirk dan Miller (1986), mendefinisikan metode kualitatif sebagai tradisi

    tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada

    pengamatan terhadap manusia dalam kawasanya sendiri dan berhubungan dengan

    orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahanya. Sedangkan menurut

    Bogdan dan Taylor (1975) dalam buku Moleong (2004:3) mengemukakan metode

    kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

    atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

    Dalam analisis kualitatif, data yang dikumpulkan harus lengkap, yaitu berupa

    data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari

    lapaangan atau dari langsung dari objek yang dituju. Sedangkan data sekunder adalah

    data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, dll),

    foto-foto, film, rekaman video, benda-benda, dan lain-lainyang dapat memperkaya data

    primer. Dengan demikian menurut Moleong (1998), sumber data penelitian kualitatif

    adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh peneliti.

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    27/102

    27

    Sumber data penelitian kualitatif secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

    manusia dan yang bukan manusia (Benda/Objek). Dalam metode analisis kualitatif ini

    terdapat beberapa analisis yang digunakan berdasarkan variabel  –  variabel yang telah

    ditentukan. Berikut ini merupakan beberapa analisis yang digunakan berdasarkan

    variabel – variabel pada penelitian ini:

    a. Analisis Tingkat Kepentingan Pelestarian

     Analisis tingkat kepentingan pelestarian ini dilakukan untuk menentukan tingkat

    kepentingan obyek pelestarian, yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan upaya

    pelestarian pada suatu objek bersejarah. Sama seperti analisis metoda pelestarian,

    analisis tingkat pelestarian juga mengacu pada teori yang yang dicetuskan oleh

    Catanese dan Sydner (1998) (Esther Irina B.Siregar : 31) didalamnya terdapat

    beberapa kriteria dalam dalam menentukan tingkat kepentingan pelestarian, sehingga

    dalam analisis ini akan dilihat sejauh mana tingkat kepentingan kawasan benteng

    oranje untuk dilestarikan.

    b. Analisis Seleksi lahan

     Analisis seleksi lahan dilakukan untuk melihat lahan  –  lahan yang

    termasuk di kawasan cagar budaya. Analisis seleksi lahan ini akan dilakukan

    pada variabel lahan itu sendiri. analisis seleksi lahan ini akan mengacu pada

    Undang  –  Undang No 11 tahun 2010 tentang kawasan cagar budaya, dan

    surat keputusan gubernur maluku utara No 22/KPTS/MU/2010 dan suratkeputusan walikota 154.A/II.12/KT/2013) temtang perlindungan kawasan

    cagar budaya. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi lahan  –  lahan yang

    merupakan lahan cagar budaya sehingga dapat mengatasi problematika atau

    permsalahan lahan pada kawasan cagar budaya benteng oranje kota ternate.

    c. Analisis Daya Rusak

     Analisis daya rusak dilakukan untuk melihat sejauh mana kerusakan yang

    terjadi pada objek – objek yang terdapat dalam kawasan benteng oranje kota ternate,

    dimana objek  –  objek memiliki persoalan  –  persoalan yang dapat diatasi dengan

    upaya pelestarian kawasan benteng oranje kota ternate. Analisis ini dilakukan dengan

    menggunakan teknik perbandingan dimana, perbandingan dilakukan dengan

    menggunakan data  – data dari benteng  – benteng peninggalan VOC lainnya seperti

    benteng Rotterdam makassar yang dianggap memiliki kesamaan dengan benteng

    oranje Kota Ternate.

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    28/102

    28

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    29/102

     

    34

    1.6 Penjabaran Variabel

    Dalam penelitian ini ada satu variabel yaitu artefak fisik yang akan

    dibandingkan dan dianilisis. Variabel artefak fisik ini terdiri dari lahan, bangunan, pola

    sirkulasi (jalur pedestrian), Ruang Terbuka Hijau, dan Landmark, yang mana kesemua

    variabel ini berada dilokasi kawasan cagar budaya Benteng Oranje Kota Ternate. Untuk

    lebih jelas mengenai penjabaran variabel, dapat dilihat pada tabel dibawah ini

    Tabel 1.1Penjabaran Variabel

    Variabel Permasalahan Data Metoda Survey Metoda Analisis

    1. Lahan  Penggunaan lahan cagarbudaya yang tidak sesuaidengan perunttukannya,lahan cagar budaya

    dijadikan sebagai lahanpermukiman 

      Status Lahan

      Kondisi

    Lahan

    Eksisting

    Survey

    Primer/Sekunder

    - Pemetaan

    Lahan- Survey Blok

    - Wawancara

    - Dokumentasi

    - Analisis Seleksi

    lahan

    - Analisis Daya

    Rusak

    2. Bangunan Terdapat bangunan – bangunan peninggalanbelanda, yang saat ini telahmengalami kerusakan, halini diakibatkan olehperubahan fungsibanagunan sebagai rumahwarga. 

      Jumlah

    Bangunan

      Kondisi

    Bangunan

    Survey Primer

    - Pemetaan

    Lahan

    - Survey Blok

    - Dokumentasi

    - Analisis Daya

    Rusak

    3. PolaSirkulasiHistoris

    Jalur sirkulasi yangterdapat dalam kawasanbenteng ini hampirsebagian telah mengalamikerusakan, hanya bagianutama yang masih memilikikondisi baik. 

      Pola

    Sirkulasi

      Panjang jalur

    pedestrian

    yang masih

    baik

    Survey Primer

    - Pemetaan

    Lahan

    - Survey Blok

    - Dokumentasi

    4. RuangTerbuka

    Ruang Terbuka Hijau yangterdapat didalam kawasanbenteng oranje, saat inidapat dikatakan telahdijadikan sebagai tempatpembuangan sampah. 

      KondisiRuangTerbukaHijau 

    Survey Primer

    - Pemetaan

    Lahan

    - Survey Blok

    - Dokumentasi

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    30/102

    35

    1.7 Kerangka Berfikir

    Kerangka pikir itu penting untuk membantu dan mendorong peneliti

    memusatkan usaha penelitiannya untuk memahami hubungan antar variabel tertentu

    yang telah dipilihnya, mempermudah peneliti memahami dan menyadarikelemahan/keunggulan dari penelitian yang dilakukannya dibandingkan penelitian

    terdahulu. Jadi kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel

    yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Selanjutnya dianalisis secara

    kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antara variabel

    penelitian. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk

    merumuskan hipotesis.

    Kerangka berpikir dalam peenlitian ini disusun berdsarkan adanya fenomena  – 

    fenomana yang bertolak belakang, yang selanjutnya dari fenomena tersebut muncullah

    isu kekhawatian, yang terdapat beberapa problematika atau permasalahan, terlebih lagi

    hal ini kemudian dipertajam dengan ayat  –  Al-qur'an sebagai landasan spritualdan

    beberapa teori – teori yang terkait. Dari isu masalah ini selanjutnya dirumuskan rumusan

    masalah hingga tujuan. Setelah tujuan maka langkah selanjutnya yaitu penjabaran

    variabel, dari variabel  –  varibel yang menjadi penentuan metodologi baik metode

    pendekatan, metode survey mapun metode analisis yang digunakan digunakan, setelah

    pennetuan metodologi, maka pengambilan kesimpulan dan rekomedasi. Untuk lebih

     jelsnya mengenai kerangka berpikir, dapat dilihat pada gambar 1.12 dibawah ini

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    31/102

    36

    KERANGKA BEFIKIR

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    32/102

    37

    1.8 Sistematika Pembahasan

    Tahapan penulisan proposal tugas akhir mengenai Kajian Pelestarian Kawasan

    Cagar Budaya Benteng Oranje, Kota Ternate. disajikan pada sistematika pembahasan

    berikut ini: BAB I PENDAHULUAN

    Bab ini berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan,

    sasaran, dan kegunaan, ruang lingkup materi dan wilayah, metodologi yang

    tediri dari metode pendekatan studi, metode pengumpulan data dan metode

    analisis dan kerangka berfikir, serta sistematika penyajian.

    BAB II LANDASAN TEORI

    Pada bab ini akan menguraikan mengenai beberapa landasan teori yang

    digunakan sebagai pengarah bagi pemilihan metodologi kajian.

    BAB III  KAJIAN BENTENG ORANJE DALAM SEJARAH KOTA TERNATE

    Bab ini berisikan tentang kajian sejarah dari kawasan Benteng Oranje Kota

    Ternate dari zaman Kesultanan, zaman Kolonial (Portugis Belanda), dana

    pada masa saat ini yang dijelaskan dalam kebijakan Tata Ruang Daerah.

    BAB IV ANALISIS

    Bagian ini berisikan tentang hasil analisis yang terdiri dari analisis

    tingkat kepentingan pelestarian, analisis seleksi lahan, analisis

    metoda pelesetarian, dan analisis teknik pelestarian

    BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASIBab ini menjelaskan tentang kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil

    analisis, selanjutnya terdapat rekomendasi yang diberikan berdasarkan hasil

    dari kesimpulan tersebut. 

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    33/102

    38

    BAB II

    STUDI PUSTAKA

    Pada bab ini akan menguraikan mengenai beberapa landasan teori yangdigunakan sebagai pengarah bagi pemilihan metodologi kajian.

    2.1 Nilai Historis cagar budaya dapat meningkatkan identitas kota

    (PLACE)

    Teori ini berkaitan dengan space terletak pada pemahaman atau pengertian

    terhadap budaya dan karakteristik manusia terhadap ruang fisik. Space adalah void yang

    hidup mempunyai suatu keterkaitan secara fisik. Space ini akan menjadi place apabila

    diberikan makna kontekstual dari muatan budaya atau potensi muatan lokalnya. Salah

    satu bentuk keberhasilan pembentuk place adalah seperti aturan yang dikemukakan

    Kevin Lynch untuk desain ruang kota:

    2.1.1 Legibillity (kejelasan) 

    Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan secara jelas oleh

    warga kotanya. Artinya suatu kota atau bagian kota atau kawasan bisa dikenali dengan

    cepat dan jelas mengenai distriknya, landmarknya atau jalur jalannya dan bisa langsung

    dilihat pola keseluruhannya.

    2.1.2 Identitas dan susunan

    Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu

    obyek dimana didalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut dengan obyek yang

    lainnya, sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya. Susunan artinya adanya

    kemudahan pemahaman pola suatu blok-blok kota yang menyatu antar bangunan dan

    ruang terbukanya

    2.1.3 Imageability

     Artinya kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan peluang yang besar

    untuk timbulnya image yang kuat yang diterima orang. Image ditekankan pada kualitas

    fisik suatu kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut identitas denganstrukturnya.

    Trancik (1986) menjelaskan bahwa sebuah space akan menjadi sebuah tempat

    (place) kalau mempunyai arti dari lingkungan yang berasal dari budaya daerahnya.

    Schulz (1979) menambahkan bahwa sebuah place adalah sebuah space (ruang) yang

    memiliki suatu ciri khas tersendiri. Menurut Zahnd (1999) sebuah place dibentuk sebagai

    sebuah space jika memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang berarti bagi

    lingkungannya. Selanjutnya Zahnd menambahkan suasana itu tampak dari benda

    konkret (bahan, rupa, tekstur, warna).

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    34/102

    39

    Dalam teori place identitas merupakan salah satu aturan yang dikemukakan

    kevin lynch sebagai Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan secara jelas

    oleh warga kotanya. Dengan mempertahankan identitas dan derajat dari bangunan-kuno

    tersebut, maka kota-kota yang mempunyai peninggalan sejarah, akan memberikan

    identitas yang unik pula. Dengan membaca masa lalu dan memahami fungsi bangunan-

    kuno dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk mempertahankan makna kultural-

    historis masyarakatnya.

    2.2 Pelestarian bangunan bersejarah

    Upaya pelestarian bangunan bersejarah sudah dilakukan sejak abad ke-19

    karena adanya dugaan bencana pengrusakan bangunan bersejarah yang semakin

    bertambah besar. Sejak William Moris mendirikn Lembaga Pelestarian Bangunan

    Bersejarah (Society For The Protection Of Ancient Buildings) banyak konsep konservasi

    bangunan bersejarah yang muncul (Dobby dalam Rachmiyati;2006).  Ancient Monument

     Act merupakan peraturan undang  – undang pertama kali yang melandasi kebijakan dan

    pengawasan dalam bidang konservasi untuk melindungi lingkungan lingkungan dan

    bangunan bersejarah yang dibuat padat tahun 1882. Sebelumnya, pelestarian

    merupakan suatu kebiasaan (Preservation as an ethic) yang dilakukan secara rutin,

    meliputi kegiatan merawat dan memperbaiki bangunan.

    Kongres yang dilakukan The European Architectural Heritage  yang

    diselenggarakan oleh negara  – negara eropa pada tahun 1975 menghasilkan “Deklarasi

     Amsterdam” dan membuat kesepakatan bahwa warisan arsitektur Eropa adalah miliki

    bersama masyarakat eropa yang menjadi bagian integral dari warisan budaya dunia.

    Untuk itu diperlukan adanya suatu usaha kerjasama antar negara guna

    menyelamatkannya (Lubis dalam Rachmiyati;2006). Kongres The European Architecrural

    Heritage pada tahun 1975 ini dijadikan sebagai Architectural Heritage Year.

    Pada awalnya konsep pelestarian ini berupa konservasi, berupa pengawetan

    benda  –  benda, monument dan sejarah (Lajimnya dikenal dengan Preservasi).

    Perkembangan lingkungan perkotaan yang memiliki nilai sejarah serta kelangkaan

    menjadi dasar bagi suatu tindajkan konservasi. Konservasi sebenarnya merupakan

    upaya preservasi namuan tetap memperhatikan dan menfaatkan suatu tempat

    memperhatikan dan memanfaatkan suatu tempat untuk menampung dan mewadahi

    kegiatan baru. Dengan demikian, kelangsungan tempat bersangkutan dapat dibiayai

    sendiri dari pendapatan kegiatan baru (Pontoh dalam Rachmiyati;2006).

    2.3.1 Pengertian pelestarian

    Beberapa ahli berusaha merumuskan pengertian mengenai tindakan pelstarian

    yang dimakasud yaitu

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    35/102

    40

    a. Danisworo (dalam Rachmiyati:2006) : istilah pelestarian sebagai

    konservasi, yaitu konservasi adalah upaya untuk melestarikan,

    melindungi, serta memanfaatkan sumberdaya suatu tempat, seperti

    gedung – gedung tua yang memiliki arti sejarah atau budaya, kawasan

    dengan kehidupan budaya dan tradisi yang mempunyai arti, kawasan

    dengan kepadatan pendudukyang ideal, cagar budaya, hutan lindung,

    dan sebagainya. berarti konservasi juga merupakan upaya preservasi,

    dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari tempat untuk menampung

    atau memberi wadah bagi kegiatan yang sama seperti kegiatan asalnya

    atau bagi kegiatan yang sama sekali baru sehingga dapat membeiayai

    sendiri keangsungan eksistensinya.

    b. Budiharjo (1994) mengatakan bahwa preservasi mengandung arti

    mempertahankan peninggalan arsitektur dan lingkungan

    tradisional/kuno persis seperti keadaan asli semula. Karena sifat

    preservasi yang statis, upaya pelestarian juga merupakan pendekatan

    konservasi yang dinamis, tidak hanya mencakup bangunan saja aakn

    tetapi juga lingkungan (Conservation Area) bahkan kota besejarah

    (Historic Towns). Dengan pendekatan konservasi, berbagai keiatan

    dapat dilakukan mulai dari inventarisasi bangunan bersejarah, kolonial

    maupun tradisional, upaya pemugaran (restorasi), rehabilitasi,

    rekonstruksi, sampai dengan revitalisasi yaitu memberikan nafas

    kehidupan baru.

    c. Fitc (1982) : Preservasi adalah suatu usaha untuk memelihara artifak

    dalam kondisi fisik yang sama ketika diterima oleh agen pemeliharaan

    tidak ada penambahan atau pengurangan dari nilai eksistensinya.

    Dari pengertian  –  pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pelestarian

    merupakan suatu upaya untuk memelihra dan melindungi suatu peninggalan bersejarah

    baik berupa artifak, bangunan, kota maupun kawasan bersejarah sesuai dengan

    keadaannya dan mengoptimalkan peninggalan peninggalan tersebut dengan cara

    memanfaatkannya sesuai dengan fungsi lama atau menerapkan fungsi yang baru untuk

    membiayayi kelangsungan eksistensinya. Namun, penerapan fungsi baru ini harus tetap

    menjaga nilai  –  nilai yang terkandung dalam peninggalan tersebut sehingga dapat

    memberi ingatan pada masa lalu tetapi tetap memperkaya masa kini.

    2.3.2 Prioritas Kepentingan Pelestarian

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    36/102

    41

    Prioritas kepentingan pelestarian ini digunakan untuk menentukan tingkat

    kepentingan obyek pelestarian, yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan upaya

    pelestarian pada suatu objek bersejarah.

    Tabel II.1Priorits Kepentingan Pelestarian

    Kriteria  Kategori  Indikator   Tolak Ukur  

    Kelangkaan a. Langka Bangunan dengan langgam arsitektur

    - Belanda Kalsik/Kolonia

    - Melayu

    - Cina

    - Malaka

    - India, dan

    - Islam

    Obyek yang menjadi

    prioritas adalah obyek

    yang termasuk dalam

    kategori langka

    b. Tidak Langka Bangunan dengan langgam arsitektur selain

    keenam langgam diatas

    Perubahan pada

    bangunan

    a. Perubahan

    Warna/Oranamen

    - Perubahan warna

    - Penambahan/pengurangan ornamen

    yang tidak mengubah tampak/wajah

    bagunan dan gaya bangunan

    Obyek yang menjadi

    prioritas adalah obyek

    yang mengalami

    perubahan warna atau

    ornamenb. Perubahan denah - Denah berubah, tetapi struktur bangunan

    tidak berubah

    - Penambahan ruang tetapi tampak wajah

    bangunan tidak berubah (masih kelihatan

    utuh)

    c. Perubahan Struktur - Perubahan struktur

    - Perubahan sebagian atau seluruh

    tampak/wajah bangunan dengan gaya

    bangunan

    Kelompok

    bangunan

    a. Komplek

    Bangunan

    Obyek yang lokasinya mengelompok dengan

    obyek pelestarian lainnya membentuk suatu

    komplek bangunan

    Obyek yang menjadi

    prioritas adalah obyek

    yang lokasinya

    mengelompok sebagai

    komplek bangunan

    b. Bangunan yang

    berdekatan

    Terdapat dua atau lebih obyekyang lokasinya

    berdekatan tetapi tidak membentuk komplek

    bangunan

    c. Tunggal Obyek merupakan bangunan tunggal, tidakada obyek pelestarian lain disekitarnya.

    fungsi a. Umum - Bangunan fungsi umum adalah

    1. Kantor pemerintah

    2. Ibadah

    3. Fasilitas umum

    Obyek yang menjadi

    prioritas adalah obyek

    dengan fungsi umumu

    b. Komersial - Bangunan fungsi komersial

    1. Kantor swasta

    2. Komersial / perdagangan

    c. Pribadi Bangunan fungsi pribadi adalah rumah

    Kecenderungan a. besar Bangunan yang fungsinya saat cenderung Obyek yang menjadi

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    37/102

    42

    Kriteria  Kategori  Indikator   Tolak Ukur  

    perubahan fungsi berubah atau bergeser ke fungsi lain den

    cenderung mengalami perubahan bentuk

    bangunan

    prioritas adalah obyek

    yang memiliki

    kecenderungan besar

    dalm mengalami

    perubahan fungsi

    b. kecil Bangunan yang fungsinya cenderung tidak

    mengalami pergeseran ke fungsi lain

    Penguatan

    kawasan sekitar

    a. Landmark - Ciri – ciri landmark  adalah

    1. Bangunan yang terletak di suatu

    tempat yang strategis dari segi visual

    2. Bentuknya istimewa (karena besar,

    panjang, tinggi, indah atau keunikan

    bentuknya)

    3. Bangunan yang sering digunakan

    oleh banyak orang sehingga mudah

    dikenali

    4. Bangunan yang terkait dengan suatu

    peristiwa sejarah yang besar

    sehingga mudah dikenali.

    Obyek yang menjadi

    prioritas adalah obyek

    yang menjadi Landmark

    di lingkungannya

    b. Bukan landmark Bangunan yang tidak memenuhi ciri  –  ciri

    landmark.

    Sumber : dikutip dari (Esther Irina B.Siregar;31)

    2.3 Kriteria Penetuan obyek pelestarian

    Sifat  –  sifat yang dimiliki bangunan bersejarah dapat dilihat dari tiga

    karakteristik yaitu karakteristik fisik, karakteristik ekonomi dan karakteristik sosial.

    Karakteristik fisik lekat dengan nilai  –  nilai keindahan bentuk dan arsitektur bangunan.

    Namun disisi lain sifat fisik bangunan bersejarah rentan terhadap interaksi dengan

    kondisi lingkungan sekitar. Interaksi tersebut meyebabkan kerusakan pada bangunan

    bersejarah. Menurut studi yang dilakukan oleh Setiwan (I Ketut Wijata dalam Rachmiyati :

    2006) dikuitp dari (Esther Irina B.Siregar;1998), terhadap bangunan bersejarah,

    kerusakan terjadi pada bangunan bersejarah dapat digolongkan menjadi 2 (dua) jenis

    yaitu :

    2.4.1 Kerusakan Struktur (Fisik Bangunan)Kerusakan yang terjadi pada fisik bangunan bersejarah akibat perombakan

    atau pembongkaran bangunan tersebut untuk diganti dengan bangunan baru atau

    disesuaikan dengan kebutuhannya. Sebagian besar bangunan bersejarah mengalami

    kerusakan struktur, kondisinya sudah tidak asli dan udah diganti dengan bangunan baru.

    Kerusakan struktur fisik bangunan dapat dibedakan atas penyebab terjadinya kerusakan

    bangunan, misalnya akibat

    a. Adanya perubahan fugsi

    Perubahan kegiatan komersial menyebabkan perubahan fungsi

    bangunan sehingga dapat merusak struktur fisik bangunan tersebut.

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    38/102

    43

    Perubahan fungsi bangunan mengakibatkan perubahan dan

    perombakan pada bangunan sehingga menyebabkan rusaknya

    bentuk/desin bangunan. Bangunan  –  bangunan lama tersebut berubah

    menjadi bangunan yang lebih modern dan lebih mengutamakan

    kepentingan ekonomi.

    b. Ketidak Sesuaian dengan perkembangan Kota

    Tingginya nilai dan harga lahan dari suatu tempat didalam kota

    menyebabkan penggunaan lahan dikota harus seefisisen mungkin, yaitu

    dengan pengembangan secara vertikal (Intensif). Selain itu, tidak

    tercantumnya secara eksplisist bangunan  –  banguna yang dilindungi

    dalam rencana kota merupakan salah  –  satu penyebab tergusurnya

    bangunan tua/bersejarah dengan bangunan yang lebih modern dan

    ekonomis.

    c. Bahan Bangunan tidak tahan lama

    Kerusakan bangunan yang dibuat dengan bahan yang tidak tahan lama

    seperti kayu dan bilik sangat sulit dihindari karena bahaya mudah rusak

    akibat iklim tropis. Akibatnya, banyak bangunan bersejarah yang

    bentuknya sudah tidak asli lagi.

    d. Kurang perawatan atau menua

    Kerusakan ini erat kaitannya dengan cukup besarnya perubahan cuaca

    alam tropis sehingga mempercepat terjadinya pelapukan bahan

    bangunan.

    2.4.2 Kerusakan Desain Bangunan

    Kerusakan desain bangunan terjadi apabila bangunan tua/bersejarah

    mengalami perubahan atau perombakan pada muka bangunan, baik karena itu ingin

    merubah, atau karena menutupi bentuk muka bangunan sesuai dengan seleranya

    sehingga kondisinya sudah tidak asli lagi. Penyebab kerusakan desain bangunan

    tua/bersejarah umumnya kerusakan desain akibat perubahan fungsi.

    Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa perubahan fungsi dan kegiatan pada

    suatu bangunan bersejarah dapat memberikan dampak pada struktur (fisik) bangunan

    dan desain bangunan (Interior dalam bangunan, fasad bangunan, fitur tertentu seperti

    warna dan tekstur) . untuk mencegah kerusakan bangunan tua akibat perubahan fungsi

    maka perlu diupayakan penerapan fungsi bangunan yang sesuai dengan kondisi

    bangunan sehingga tidak terjadi kerusakan struktur (fisik) dan desain bangunan.

    Penerapan fungsi dan kegiatan yang sesuai pada bangunan bersejarah perlu

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    39/102

    44

    memperhatikan karakteristik bangunan tua/bersejarah agar tidak mengurangi nilai  – nilai

    tertentu, misalnya nilai sejarah dan nilai arsitekturalnya.

    2.4 Metoda Pelestarian

    Dalam pelaksanaan upaya pelestarian terdapat berbagai pendekatan dan

    metoda pelestarian yang dapat diterapkan, sesuai dengan sifat, kondisi dan fungsi serta

    keadaan – keadaan yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap bangunan yang akan

    dilestarikan. Berbaagai macam pendekatan dan metode pelestarian yang dirangkum dari

    studi yang dilakukan oleh setiawan (1988) dan dari tulisan Attoe (dalam tulisan

    Catanese;1979, Fitch;1982, dan Danisworo;1995) dikutip dari Esther Irina

    B.Siregar;1998, yaitu ;

    a. Preservasi, adalah suatu upaya untuk memelihara dan melestarikan

    monumen bangunanatau lingkungan pada kondisinya yang ada

    b. Konservasi, adalah upaya untuk memelihara suatu tempat atau

    bangunan menjadikan penggunaannya efisien dan mengarahkan

    perkembangan dimasa depan.

    c. Replika (Peniruan), yaitu pembangunan bangunan baru  yang meniru

    unsur  – unsur atau bentuk  –  bentuk bangunan lama yang sebelumnya

    ada tetapi sudah hancur dan musnah. Metoda ini juga dapat diterapkan

    untuk penambahan bangunan baru disekitar bangunan atau kawasan

    peninggalan sejarah, yang dilakukan dengan memberikan persyaratankhusus pada bangunan baru tersebut, meliputi pembatasan tinggi,

    volume, garis muka bangunan, bahan bangunan, warna dan gaya /

    langgam elemen bangunannya. Metode ini umumnya dilakukan untuk

    bangunan atau kawasan peninggalan sejarah yang selalu berkembang

    dan disekitarnya masih tersedia cukup lahan untuk pembuatan

    bangunan tambahannya,

    d. Renovasi, adalah tindakan mengubah sebagian maupun keseluruhan

    bangunan, terutama interior bangunan, sehubungan dengan adaptasi

    bangunan tersebut terhadap bangunan baru, konsep  –  konsep modern

    atau dalam menampung fungsi baru. Upaya ini biasanya disertai dengan

    konservasi dengan gentrifikasi suatu bangunan atau lingkungan, metoda

    ini dapat pula berupa perombakan bangunan atau kawasan lam yang

    didasarkan pada pertimbangan bahwa perombakan merupakan satu  – 

    satunya cara untuk memperpanjang umur bangunan, yaitu dengan

    membuat bangunan baru yang memperhatikan keserasian dengan

    bentuk bangunan lama di sekitarnya. Metoda ini biasanya dilengkapi

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    40/102

    45

    dengan pembuatan dokumen dari bangunan lama yang dirombaknya,

    dan penyelamatan terhadap beberapa bangunan dan objek – objek atau

    potongan  –  potongan (ornamen, atau ciri lainnya) yang merupakan

    benda yang sudah langka sehingga perlu dilindungi dari kerusakan dan

    pengerusakan terhadapnya.

    e. Rehabilitasi, adalah pengembalian kondisi bangunan yang telah rusak

    atau menururn, sehingga dapat berfungsi kembali seperti sedia kala.

    Metode ini lebih memntingkan bentuk dari bangunan asalnya, sehingga

    upaya penggantian terhadap elemen yang rusak dapat saja dilakukan

    dengan jenis bahan yang lain asal serasi dengan bahan lama yang

    masih ada.

    f. Restorasi (Pemugaran), adalah upaya pengembalian kondisi suatu

    tempat atau fisik bangunan pada kondisi asalnya dengan membuang

    elemen  –  elemen tambahan dan memasang kembali bagian asli yang

    telah rusak atau menurun tanpa menambah unsur baru kedalamnya.

    Metoda ini biasanya dilakukan pada bangunan atau kawasan lama yang

    telah mengalami perubahan (kerusakan atau penambahan) dan bahan

    pengganti yang sama masih tersedia serta mudah mendapatkannya.

    g. Rekonstruksi, adalah upaya mengembalikan kondisi atau membangun

    kembali suatu tempat atau bangunan sedekat mungkin dengan wujud

    semula yang diketahui. Proses ini biasanya untuk mengadakan kembali

    bangunan atau kawasan yang telah sangat rusak atau bahkan yang

    telah hampir punah sama sekali. Metoda ini dapat pula berupa relokasi,

    yaitu membuat tiruan atau memindahkan lama ke tempat lain yang

    dianggap lebih aman. Hal ini dapat dilakukan bila bangunan yang perlu

    dilundungi tersebut memiliki tingkat kepentingan tinggi untuk dilindungi,

    tidak harus berlokasi di tempat yang sama, serta teknologi untuk

    pembangunan kembali/pemindahan bangunan tersebut memungkinkan.

    h. Subtitusi (Pengalihfungsian Bangunan), yaitu dengan menggati

    fungsi suatu bangunan dengan status baru agar meningkat kembali nilai

    dan fungsinya, sesuai dengan kepentingan dan jamannyametoda ini

    dilakukan bila bangunan atau kawasan yang akan dilestarikan memiliki

    kepentingan perlindungan sangat tinggi, sehingga sejauh mungkin

    dihindarkan perubahan terhadapnya.

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    41/102

    46

    i. Benefisiasi, Yaitu upaya yang dilakukan dengan cara meningkatlan

    manfaat sutau bangunan bersejarah yang semula tidak menarik menjadi

    berfungsi atau untuk kepentingan hidup manusia, baik untuk

    kepentingan pendidikan, penelitian, pariwisata dan rekreasi. Metoda ini

    dapat dilakukan dalam bentuk penggunaan untuk perpustakaan,

    museum, atau pendidikan khusus yang sesuai dengan bentuk dan

    sejarah bangunannya.

     j. Perlindungan wajah museum, yaitu suatu metoda yang dilakukan bila

    ciri utama dari bangunan lama yang perlu dilestarikan terletak pada

    wajah bangunannya. Perombakan umumnya dilakukan pada bagian

    dalam dan atau belakang bangunan, sedangkan wajah bangunan tetap

    dipertahankan. Hal ini terutama dilakukan apabila intensitas kegiatan

    pengganti yang akan dimasukkan pada bangunan atau kawasan lama

    tersebut cukup tinggi dan perubahan tidak bisa dihindarkan.

    k. Perlindungan Garis cakrawala atau ketinggian bangunan, yaitu

    upaya yang dilakukan apabila bangunan atau kawasan peninggalan

    sejarah yang akan diubah terletak disekitar suatu ciri lingkungan yang

    sejaka lama telah terbentuk dikota tersebut. Perlindungan antara lain

    dilakukan dengan membatasi ketinggin bangunan baru yang akan

    dibangun disekitar ciri lingkungan tersebut shingga tidak mengganggu

    pandangan ke arahnya (dalam hal ini termasuk pandangan ke garis

    cakrawala di sekitar kawasan tersebut).

    l. Perlindungan Obyek atau Potongan, adalah suatu upaya yang

    dilakukan terhadap ciri  – ciri utama dari bangunan yang akan dirombak

    atau dihancurkan sehingga perombakan yang dilakukan masih dapat

    menunjukan pernah adanya suatu bangunan atau kawasan lama

    tersebut. Metoda ini hanya dilakukan dalam keadaan mendesak, yaitu

    bila keutuhan bangunan sudah tidak dapat dipertahankan lagi, dan

    membahayakan keselamata penghuni bangunan.

    2.5 Teknik Pelestarian

    Dalam melestarikan diperlukan suatu teknik yang tepat agar tindakan yang

    dilakukan tetap dapat mempertahankan objek pelestarian. Menurut Catanese dan Sydner

    (1998) dikutip dari (I Ketut Wijaya : 34) terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan

    dalam memelihara bangunan tua/ bersejarah antara lain

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    42/102

    47

    a. Perlindungan yang sah, metode ini menggunakan hukuk dan

    peraturan uantuk mengendalikan segala sesuatu yang terjadi terhadap

    hak milik sejarah.

    b. Hukuman/peraturan perundangan, juga merupakan pelengkap

    sebagai alat pencegah bagi pengabaian dan penrusakan kekayaan

    sejarah.

    c. Pinjaman.  Tersedianya pinjaman dapat menambah peluang bagi

    perlindungan karena banyak kasus nilai hak milik akan bertambah

    melalui rehabilitasi dan perbaikan. Pertambahan nilai berarti

    mengimbangi biaya pinjaman.

    d. Penggunaan kembali adaptif . Bangunan  –  bangunan sejarah yang

    sudah tidak berfungsi dapat dipergunakan lagi dengan fungsi baru yang

    sesuai. Namun harus diwaspadai bahwa penggunaan kembali adaptif

    sering menghendaki perubahan fungsi untuk memenuhi ciri arsitektur

    bangunan dengan fungsi baru sehingga keslian bangunan menjadi

    hilang. Untuk itu perlu dilakukan penggolongan bangunan bersejarah

    untuk menentukan penggunaan kembali adaptif yang sesuai untuk

    bangunan tersebut.

    e. Penjualan hak  – hak pembangunan. Dalam konteks nilai lahan yang

    tinggi, bangunan bersejarah seringkali dibongkar untuk mengekploitasi

    nilai lahan tempat bangunan bersejerah berdiri. Untuk menghindari

    pengrusakan, hak – hak pembangunan dapat dijual atau dipindahkan ke

    lokasi dalam suatu daerah tertentu.

    2.7 Definisi Operasional

    Definisi operasional menjelaskan tentang definisi point-point penting dari judul

    penelitian dan beberapa istilah yang berhubungan dengan kegiatan studi lapangan di

    Kawasan Benteng Oranje, Kota Ternate.

    2.7.1 Pengertian Judul

    a. Kajian : kajian berarti proses, cara, perbuatan mengkaji; penyelidikan

    (pelajaran yang mendalam) dan penelaahan 

    b. Pelestarian : pelestarian sebagai konservasi, yaitu konservasi adalah

    upaya untuk melestarikan, melindungi, serta memanfaatkan

    sumberdaya suatu tempat, seperti gedung  – gedung tua yang memiliki

    arti sejarah atau budaya, kawasan dengan kehidupan budaya dan tradisi

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    43/102

    48

    yang mempunyai arti, kawasan dengan kepadatan pendudukyang ideal,

    cagar budaya, hutan lindung, dan sebagainya. Danisworo (dalam

    Rachmiyati:2006)

    c. Kawasan : Wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya ; ruang

    yang merupakan kesatuan geografis beserta unsur terkait pada

    batasnya, sistem yang ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta

    mempunyai ciri tertentu / khusus. (Kamus Tata Ruang, Direktorat

    Jenderal Cipta Karya departemen Pekerjaan Umum,1997) dikutip dari

    (Intan Nilakusuma;45). 

    d. Cagar Budaya : Cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

    sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang pentingartinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu

    pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat,

    berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola

    secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan

    pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk

    sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (Undang – Undang No 11 Tahun

    2011 tenga cagar budaya). 

    e. Benteng Oranje, Kota Ternate : Lokasi Studi Penelitian 

    2.7.2 Istilah yang digunakan

    a. Lahan : Pengertian lahan menurut Jayadinata (1999:10)

    merupakan tanah yang sudah ada peruntukannya dan umumnya

    dimiliki dan dimanfaatkan oleh perorangan atau lembaga untuk dapat

    diusahakan. Lahan yang dimaksud dalam studi ini yaitu lahan cagar

    budaya Benteng Oranje dengan luas 12.860 m2. 

    b. Bangunan :  wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu

    dengan tempat kedudukan baik yang ada di atas, di bawah tanah

    dan/atau di air. Bangunan yang dimaksud dalam studi ini yaitu

    bangunan cagar budaya yaang terdapat dalam kawasan cagar budaya

    Benteng Oranje, Kota Ternate. 

    c. Ruang Terbuka Hijau : Ruang terbuka hijau adalah area

    memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih

    bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    44/102

    49

    alamiah maupun yang sengaja ditanam. (Undang  –  Undang Penataan

    Ruang) 

    d. Sirkulasi : Menurut Cryill M. Haris (1975) sirkulasi merupakan suatu

    pola lalu lintas atau pergerakan yang terdapat dalam suatu area atau

    bangunan. Di dalam bangunan, suatu pola pergerakan memberukan

    keluwesan, pertimbangan ekonomis, dan fungsional. Sirkulasi yang

    dimaksud disini adalah sirkulasi historis kawasan bentng oranje, Kota

    Ternate. 

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    45/102

    50

    BAB III

    KAJIAN BENTENG ORANJE DALAM SEJARAH KOTA TERNATE

    Bab ini berisikan tentang kajian sejarah dari kawasan Benteng Oranje KotaTernate dari zaman Kesultanan, zaman Kolonial (Portugis Belanda), dana pada masa

    saat ini yang dijelaskan dalam kebijakan Tata Ruang Daerah.

    3.1 Masa Kolonial (Portugis  – Belanda)

    Kedatangan orang  –  orang eropa yang pertama di Asia Tenggara pada awal

    abad XVI kadang  – kadang dipandang sebagai titik penentu yang paling penting dalam

    sejarah kawasan ini. Pandangan ini tidak dapat dipertahankan. Meskipun orang  – orang

    eropa terutama orang – orang belanda memiliki dampak yang besar terhadap Indonesia ,

    namun hal itu pada dasarnya merupakan suatu gejala dari masa  –  masa yang

    belakangan. Bagaimana pun juga, pengaruh orang  –  orang eropa pada tahun  –  tahun

    pertama kehadiran mereka sangatlah terbatas daerah dan kedalamannya.

    3.1.1 Masa Portugis

    Eropa bukanlah kawasan yang paling maju didunia pada awal abad XVI dan

     juga merupakan kawasan yang paling dinamis. Kekuatan besar yang sedang

    berkembang didunia adalah islam; pada tahun 1453 orang  –  orang Turki ottonom

    menaklukan konstatinopel, dan di ujung timur dunia, agama islam ini berkembang di

    Indonesia dan Filipina, akan tetapi, orang  –  orang eropa, terutama orang  –  orang

    Portugis, mencapai kemajuan di bidang teknologi tertentu yang akan melibatkan bangsa

    portugis dalam salah satu petualangan mengarungi samudera yang paling berani

    disepanjang zaman.

    Bangsa Portugis tidak hanya mencapai kemajuan  –  kemajuan di bidang

    teknologi yang memungkinkan mereka melebarkan sayap ke seberang lautan; mereka

     juga memiliki kemauan dan kepentingan untuk melakukan itu. Para pelaut dan petualang

    portugis memulai usaha pencarian emas, kemenangan dalam peperangan, dan suatu

     jalan untuk mengepung lawan yang beragama islam dangan menyusuri pantai baratafrika. Mereka juga berusaha mendapatkan rempah  – rempah, yag dalam hal ini berarti

    mendapatkan jala ke asia denga tujuan memeotong jalur pelayaran para pedagang

    islam, yang melalui tempat penjualan mereka di venesia di laut tengah memonopoli impor

    rempah – rempah ke eropa.

    Indonesia timur ialah kawasan rempah  –  rempah yang paling berharga,

    kawasan itulah yang menjadi tujuan utama portugis, walaupun sampai saat itu mereka

    masih belum mempunyai gambaran sedikitpun mengenai letak “kepulauan rempah – 

    rempah” Indonesia maupun cara untuk mencapai tempat tersebut. 

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    46/102

    51

    Pada tahun 1511 portugis berhasil menaklukan malaka, akan tetapi hal ini tidak

    membuat portugis menguasai perdagangan asia yang terpusat dimalaka. Portugis

    mengalami banyak masalah. Mereka tidak pernah dapat mencukupi kebutuhannya

    sendiri dan sangat tergantung pada para pedagang pemasok bahan makan dari asia,

    mereka juga kekurangan dana dan sumberdaya manusia.

    Dampak orang  –  orang  –  orang portugis yang paling kekal adalah di maluku

    (sebuah nama yang pada hakikatnya berasal dari istilah pada pedagang arab bagi

    daerah tersebut. Jajirat al-Muluk   Negeri dari banyak raja). Dikawasan inilah terletak

    “kepulauan rempah –  rempah” Indoneisa Timur. Segera setelah selat malak berhasil

    ditaklukan, maka dikirimkanla misi peneylidikan yang pertama ke rah timur dibawajh

    pimpinan fransisco serrao. Pada tahun 1512 kapalnya mengalami kerusakan tetpai dia

    berhasil mencapai hitu (ambon sebelah utara). Disana dia menunjukkan ketrampilan

    perang terhadap suatu pasukan penyerang sehingga membuat dirinya disukai oleh

    penguasa daerah itu. Hal ini juga mendorong para penguasa kedua pulau yang bersaing,

    Ternate dan Tidore untuk menjajagi kemungkinan memperoleh bantuan portugis.

    Orang  –  orang portugis mengadakan persekutuan dengan Ternate dan pada

    tahun 1522 mulai membangun benteng - benteng disana. Salah satunya yaitu benteng

    oranje atau yang diebut benteng melayu karena dibangun diperkampungan melayu.

    Hubungan mereka dengan penguasa islam pun berubah menjadi tegang karena mereka

    berusaha secara yang agak lemah untuk melakukan kristenisasi dan perilaku orang  – 

    orang portugis sendiri pada umumnya tidak sopan.

     Akhirnya pada tahun 1575 orang  –  orang portugis diusir setelah terjadi

    pengepungan yang berlangsung selama lima tahun; mereka kemudia pindah ke tidore

    untuk membangun sebuah benteng baru pada tahun 1578. Akan tetapi Ambonlah yang

    menjadi pusat utama kegiatan – kegiatan portugis di Maluku sesudah waktu itu.

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    47/102

     

    36

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    48/102

    37

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    49/102

    38

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    50/102

    39

    3.1.2 Masa Belanda

    Setelah bangsa portugis datanglah orang  –  orang Belanda yang mewarisi

    aspiasi  –  aspirasi dan strategi portugis. Orang  –  orang Belanda membawa organisasi,

    persenjataan, kapal  –  kapal dan dukungan keuangan yang lebih baik serta kombinasi

    antara keberanian dan kekejaman yang sama. Mereka nyaris telah mencapai apa yang

    telah diinginkan orang  –  orang Portugis, tetapi tidak berhasil memperolehnya, ialah

    mengusai rempah  –  rempah Indonesia. Akan tetapi, orang  – orang Belanda melakukan

    sesuatu yang tidak dilakukan oleh bangsa Portugis, yaitu mendirikan tempat berpijak

    yang tetap dijawa. Inilah yang akan membuat keterlibatan mereka pada dasarnya

    berbeda portugis, yang akhirnya menyebakan Belanda menjadi suatu kekuatan penjajah

    yang berpangkalan di daratan di Jawa.

    Kini mulailah zaman yang dikenal sebagai zaman pelayaran  – pelayaran ‘liar’atau ‘tidak teratur’ yaitu ketika perusahaan – perusahaan ekspedisi Belanda yang saling

    berjuang keras untuk meperoleh bagian dari rempah  –  rempah Indonesia. Pada tahun

    1598 dua puluh dua kapal milik lima perusahaan yang berbeda mengadakan pelayaran,

    empat belas diantaranya akhirnya kembal. Armada yang berada dibawah pimpinan

    Jacob van Neck-lah yang pertama tiba di ‘Kepulauan rempah –  rempah’ Maluku pada

    bulan maret 1599, dimana rombongannya diterima dengan baik; kapal  –  kapalnya

    kembali ke negeri Belanda pada tahun 1599  – 1600 dengan mengangkut cukup banyak

    rempah  –  rempah yang menghasilkan keuntungan sebesar 400 persen. Dengan

    diperolehnya banyak keuntungan dari sebagian besar pelayaran yang dilakukan pada

    tahun 1598 itu, maka pada tahun 1601 empat belas buah ekspedisi yang berbeda

    berangkat melakukan pelayaran dari negeri Belanda.

    Pada bulan maret 1602 perseroan  –  perseroan yang saling bersaing itu

    bergabung membentuk perserikatan maskapai hindia timur, VOC (Vereening de Oost-

    Indische Compagnie). Kepentingan yang bersaing itu diwakili oleh system majelis

    mempunyai sejumlah direktur yang telah disetujui, yang seluruhnya berjumlah tujuh belas

    dan disebut sebagai Hereen XVII (Tuan  –  tuan tujuh belas). Oleh karena Amsterdam

    mempunyai peranan yang sangat besar, maka wilayah ini diberi jatah delapan orang dari

    ketujuh belas direktur, dan markas besar VOC juga ditempatkan disitu. Berdasarkan

    sebuah oktori yang diberikan parlemen, maka VOC mempunyai wewenang wewenang

    untuk mendaftar personel atas dasar sumpah setia, melaukan peperangan, membangun

    benteng – benteng, dan mengadakan perjanjian – perjanjian di seluruh Asia.

    Pada tahun pertama Tuan  –tuan XVII menangani sendiri segala urusan VOC,

    tetapi segera disadari bahwa mereka tidak mungkin dapat meneglolah pelaksanaan

    tugas harian di Asia. Jarak kawasan ini sangat jauh, sehinggga pertukaran berita antara

     Amsterdam dan Indonesia dapat dapat memakan waktu dua atau tiga tahun. Pada tahun

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    51/102

    40

     – tahun pertama itu VOC memberikan keuntungan yang cukup besar, tetapi hanya sedikit

    keberhasilan militer yang dicapaoi dalam menghadapi orang  –  orang portugis dan

    spanyol (yang telah sampai di Filipina melalui jalur pasifik pada tahun 1521 dan mulai

    menancapkan kekuasaannya pada suatu tempat berpijak yang tetap setelah tahun

    1565). Satu  –  satunya keberhasilan besar VOC adalah penduduk atas ambon pada

    tahun 1605.

    Untuk menangani secara lebih tegas lagi urursan  – urusan VOC di Asia, maka

    pada tahun 1610 diciptakan jabatan gubernur jenderal. Untuk mencegah kemungkinan

    kekuasaan gubernur jenderal yang bersifat despotis, maka dibentuklah Dewan Hindia

    (Read van Indie) untuk menasehati dan mengawasinya. Walaupun tuan  –  tuan XVII

    masih tetap memegang seluruh kekuasaan serta mengangkat dan juga memecat

    gubernur jenderal, tetapi tampak jelas bahwa kegiatan  –  kegiatan di Asia mulai tahun

    1610 sebagai besar ditentukan oleh gubernur jenderal.

    Selama masa jabatan tiga orang gubernur jenderal yang pertama (1610  – 1619)

    yang dijadikan pusat VOC adalah ambon, tetapi tempat ini ternyata tidak begitu

    memuaskan untuk dijadikan sebagi markas besar. Walaupun ambon terletak tepat di

     jantung wilayah pengghasil rempah  –  rempah, namun tempat ini jauh dari jalur  –  jalur

    utama perdegangan Asia dan oleh karenanya jauh dari kegiatan  –  kegiatan VOC di

    tempat  –  tempat lain mulai dari Afrika sampaiJepang. Belanda mulai mencari suatu

    tempat yang lebih baik untuk dijadikan sebagai suatu “Pusat Pertemuan”, suatu

    pelabuhan yang aman tempat mereka dapat mendirikan kantor  –  kantor, gudang  – 

    gudang, dan fasilitas – fasilitas bagi angkutan laut mereka. Dengan sendirinya perhatian

    mereka beralih ke nusantara bagian barat, suatu tempat di dekat selat malaka yang

    sangat penting atau selat sunda. Pusat perdagangan VOC yang telah dibangun di banten

    pada tahun 1603, tetapi tampak jelas bahwa tempat ini tidak cocok untuk dijadikan

    sebagai markas besar. Di tempat ini mereka mendapat saingan yang hebat dari para

    pedagang Cina dan Inggris, dan kota ini berada dibawah kekuasaan warag Banten yang

    kaya dan kuat.

    Pada tanggal 29 maret 1607 de Jonge dan akicil ali bertolak dari Bantenmenuju Ambon, setelah kaicil ali menerima persyaratan yang dituntu VOC atas

    bantuannya kepada Ternate mengusir spanyol dan portugis. Syarat yang diajukan VOC

    sangat sederhana, yaitu: pemberian Hak monopoli perdagangan rempah  –  rempah,

    penyediaan sejumlah pasukan tempur, ijin mendirikan benteng dan permukiman bagi

    penduduk Belanda, serta tanggungan Ternate atas biaya perang.

    Di akhir bulan april 1607 sebuah armada Belanda terdiri dari 7 buah kapal dan

    2 kapal pemburu, berikut 530 tentara Belanda dan 50 serdadu Ambon, bersama

    laksamana matelief de jonge dan Kapita laut Ali bertolak ke ternate dari ambon. Armada

  • 8/18/2019 Rosita S Mahmud

    52/102

    41

    ini tiba di Ternate dari Ambon. Armada ini tiba di Ternate pada 13 mei 1607. Langkah

    pertama Laksamana Matalief de Jonge ialah mendirikan sebuah benteng disekitar

    kampung melayu, dan meminta jojogu hidayat agar mengarahkan ratusan orang Ternate

    untuk bekerja setiap hari membantu membangn benteng tersebut. Benteng ini benteng

    melayu kemudian diubah menjadi benteng Oranje.

    Pada 26 juni 1607, perundingan dilangsungkan antara Ternate  – Belanda dan

    menghasilkan kesepakatan yang berintikan sebagai berikut

    1. Belanda berkewajiban membantu Ternate mengusir Spanyol dan diberi

    wewenang penuh untuk mengatur perencanaan dan pelaksanaannya.

    2. Garnisun Belanda yang dibentuk akan ditempatkan dalam daerah

    kekuasaan Kesultanan dan akan dibiayai oleh Kesultanan.

    3. Belanda berjani akan melindungi Kawula Kesultanan Ternate, baik yangdi Ternate maupun di daerah seberang laut yang masuk ke dalam

    ingkup Kerajaan.

    4. Kesultanan ternate tidak akan menjual rempah  –  rempahnya kepada

    bagsa manapun atau kepada siapapun, kecuali kepada Belanda,

    5. Tanpa persetujuan kedua belah pihak, tidak boleh diadakan perdamaian

    dengan spanyol termasuk Kesultanan Tidore

    6. Belanda diizinkan membangun Benteng didekat perkampungan Melayu.

    Pada perundingan yang dilakukan de jonge dengan dewan Kerajaan Ternate  – 

    dihadiri juga Sultan Mudaffar dan Mangkubumi Dayo (Hidayat), Jogugu dari Klan

    Tomagola  –  de Jonge bertindak dan atas nama Staten General   (Parlemen Belanda).

    Segera setelah perjanjian ditandatangani, Belanda membangun benteng di komplek

    perkampungan melayu. Peletakan