RITUAL SAWER DALAM PERNIKAHAN ADAT SUNDA (STUDI … · dalam tradisi pernikahan adat Sunda di...
Click here to load reader
Transcript of RITUAL SAWER DALAM PERNIKAHAN ADAT SUNDA (STUDI … · dalam tradisi pernikahan adat Sunda di...
RITUAL SAWER DALAM PERNIKAHAN ADAT SUNDA
(STUDI KASUS DI KECAMATAN CICURUG,
KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh:
Bernadette Andreyanti Febriana
Nim: 024114007
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
i
RITUAL SAWER DALAM PERNIKAHAN ADAT SUNDA
(STUDI KASUS DI KECAMATAN CICURUG,
KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh:
Bernadette Andreyanti Febriana
Nim: 024114007
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
iii
iv
MOTTO
Ya Allah sumangga nyanggakeun…
v
Halaman Persembahan
Kupersembahkan untuk Tuhan Yesus Kristus dan Kedua Orang Tuaku
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar
pustaka sebagaiman layaknya karya ilmiah.
Penulis
Bernadette Andreyanti Febriana
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Bernadette Andreyanti Febriana
Nomor Mahasiswa : 024114007
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
RITUAL SAWER DALAM PERNIKAHAN ADAT SUNDA
(STUDI KASUS DI KECAMATAN CICURUG,
KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT)
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 14 April 2010
Yang menyatakan
(Bernadette Andreyanti Febriana)
vii
ABSTRAK Andreyanti Febriana, Bernadette.2009, Ritual Sawer Dalam Pernikahan Adat Sunda, (Studi Kasus di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat). Skripsi Strata I (S-I). Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini membahas tentang Ritual Sawer Dalam Pernikahan Adat Sunda, Studi Kasus di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Judul ini dipilih karena ketertarikan penulis terhadap ritual-ritual yang ada. Ritual sawer terlihat sekedar sebagai hiburan tetapi ternyata memiliki pesan-pesan yang sangat dalam dan penting untuk orang-orang yang hendak melangsungkan pernikahan. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan konteks topografi, demografi, dan budaya Kota Sukabumi, (2) mendeskripsikan proses ritual sawer dalam tradisi pernikahan adat Sunda di daerah Sukabumi Jawa Barat, (3) mendeskripsikan makna dan fungsi proses ritual sawer di dalam tradisi pernikahan, di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian ini membahas tentang budaya yang terdapat dalam ritual sawer penikahan adat Sunda. Kerangka teori yang digunakan sebagai bahan referensi adalah teori budaya, proses ritual, sawer, serta makna dan fungsi proses ritual. Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: teknik wawancara, teknik pengamatan, serta teknik perekaman dan pencatatan. Nara sumber dalam penelitian ini adalah juru sawer, pengantin, orang tua pengantin, lengser, dan juga penonton serta masyarakat umum. Tempat penelitian adalah saat upacara pernikahan di daerah Sukabumi Jawa Barat.
Hasil penelitian mengenai ritual ini menunjukkan bahwa Proses Ritual Sawer dalam Pernikahan Adat Sunda di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat antara lain persiapan ritual sawer yaitu, persiapan waktu, tempat, persiapan benda yang akan digunakan dalam ritual sawer dan persiapan penyelenggara atau orang-orang yang terlibat dalam ritual sawer. Pelaksanaan Ritual saweran, pelaksanaan ritual sawer dimulai dengan penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita (lengser). Kemudian acara ngabageakeun (penyambutan), lalu pemberian wejangan dari ayah pengantin wanita atau keluarga yang dituakan. Setelah itu ritual saweran, dan dilanjutkan dengan Nincak endog. Kemudian acara Ngaleupaskeun Japati, kemudian Buka pintu, sungkem, setelah itu acara Meuleum Harupat, Huap Lingkung, dan acara yang terakhir adalah Pabetot-betot bakakak.
Makna dan fungsi proses Ritual Sawer Dalam Pernikahan Adat Sunda Studi Kasus di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, antara lain; (1) Makna penjemputan oleh Lengser, (2) Makna acara ngabageakeun, (3) Makna acara pemberian wejangan, (4) Makna dalam acara saweran, (5) Makna dalam acara nincak endog, (6) Makna dalam acara ngaleupaskeun japati, (7) Makna dalam acara buka
viii
pintu, (8) Makna dalam acara sungkem, (9) Makna dalam acara meuleum harupat, (10) Makna dalam acara huap lingkung, (11) Makna acara pabetot-betot bakakak Fungsi sawer dibagi menjadi tiga, yaitu: fungsi pendidikan; fungsi yang berhubungan dengan dunia pendidikan tentang ritual sawer, fungsi religi; fungsi yang mengandung nilai-nilai keagamaan dan norma-norma agama, dan yang terakhir adalah fungsi sosial; fungsi yang berhubungan dengan masyarakat umum.
ix
ABSTRACT
Andreyanti Febriana, Bernadette. 2009, Sawer Ritual in Sundanese Wedding Custom-Ceremony. S-I Final Task. Indonesian Literature Study Program, Indonesian Literature Department, Literature Faculty, Sanata Dharma University.
This observation is about Sawer ritual in Sundanese wedding ceremony, a special study in Cicurug Subregency, Sukabumi Regency, West Java. It is chosen for the author was attracted to these rituals. These rituals sometimes looked like entertainments but actually they contain of valuable advices for those who are going to marry. The purposes of these observation are describing (1) the topography, demography, and cultural aspects of Sukabumi, (2) sawer ritual in Sundanese wedding ceremony in Sukabumi, West Java, (3) the meaning and functions of sawer ritual in wedding tradition of Cicurug Subregency, Sukabumi Regency, West Java. The framework of this observation are about the cultural theory, sawer ritual process, the meaning and functions of sawer ritual process. This observation also uses interviewing, observing, and recording ways for data raising. The interviewees are ‘juru sawer’, the bridal couple, the parents of the bridal couple, lengser, spectators, and the public. The observation site is the Sukabumi Regency of West Java. The results of this ritual observation show that the meaning and functions of Sundanese wedding custom-ceremony in Sukabumi contain of the preparation of pre-sawer process (preparation of time, place, and properties), and the preparation of the caretaker or people who will attend the sawer ritual. Saweran ritual starts with the picking up of the bride by lengser (delegates of the groom), the ngabageakeun (the welcoming ceremony), then the advice-giving ceremony by the parents of the groom. Later the nincak endog ceremony comes after the saweran itself. Ngaleupaskeun japati, buka pintu, meuleum harupat, huap lingkung, and pabetot-betot bakakak are the order of the ceremonies to finish the Sundanese wedding custom-ceremony in Sukabumi. The meaning and functions of sawer ritual of Sundanese wedding ceremony in Sukabumi are about the meaning of (1) picking up of the bride by lengser, (2) ngabageakeun ceremony, (3) wejangan ceremony, (4) saweran itself, (5) nincak endog ceremony, (6) ngaleupaskeun japati ceremony, (7) buka pintu ceremony, (8) sungkem ceremony, (9) meuleum harupat ceremony, (10) huap lingkung, and (11) pabetot-betot bakakak ceremony at the end.
The functions of sawer ritual in Sundanese wedding ceremony are into three types of functions; pedagogical functions (the educative values of sawer), religy functions (the religiousity values and public norms of sawer), and social functions (the social and inter-relationship values of sawer ceremony).
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Ritual Pernikahan Adat Sunda
Di Daerah Sukabumi Jawa Barat.
Sehubungan dengan tersusunnya skripsi ini, maka penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sangat dalam kepada:
1. Dra. F. Tjandrasih Adji, M. Hum., selaku dosen pembimbing I, terima kasih
atas bimbingan, masukan, kesabaran, motivasi serta semangat yang selama ini
telah diberikan kepada penulis.
2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum., selaku dosen pembimbing II, terima kasih atas
bimbingan, masukan, kesabaran, motivasi serta semangat yang selama ini
telah diberikan kepada penulis.
3. Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum., selaku dosen pembimbing akademis,
terima kasih atas bimbingan dan kemudahan selama penulis kuliah.
4. Seluruh dosen Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
telah mendidik penulis selama belajar di jurusan Sastra Indonesia.
5. Mbak Rusmiyati dan segenap staf sekretariat Fakultas Sastra Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta atas segala bantuannya.
6. Kedua orang tuaku, Bapak Andreas Suradi dan Ibu Anastasia Suwardi Artanti
yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang.
xi
Terima kasih untuk doa, pengorbanan, dan kasih sayang yang begitu besar
kepada penulis.
7. Bapak B. Tumidi dan Ibu Sugijatin terima kasih karena telah memberikan
semangat, memberikan tempat berteduh layaknya rumah sendiri dan selalu
menganggap penulis sebagai anak kandungnya sendiri.
8. Emilius “Kelik” Harri Admoko, terima kasih telah mendampingi,
membimbing, dan memberi semangat dari awal hingga saat ini, semoga
semua akan berjalan dengan indahnya.
9. Romo Markus Lukas, Pr dan Sr. Bernadette, SFS terima kasih atas segala
bantuannya. Tanpa bantuan yang diberikan penulis tidak akan mungkin dapat
menyelesaikan kuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
10. Teman-teman di Prodi Sastra Indonesia terutama angkatan 2002, terima kasih
untuk bantuannya selama kita masih bersama.
11. Sapi, Simbe, dan Bobo, terima kasih atas saran, kritik, dan bantuan yang
diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
12. Teman-teman kost di Petung 27, terima kasih karena terus menyemangati
penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
13. Bapak Achmad Djuarsah, selaku tokoh budayawan Sukabumi, terima kasih
atas segala bantuan, informasi dan semangat yang telah bapak berikan kepada
penulis.
xii
14. Terima kasih untuk masyarakat Cicurug Sukabumi, Jawa Barat atas
bantuannya dalam memberikan informasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih
untuk segala bantuannya kepada penulis.
Semoga karangan yang sederhana ini akan berguna dan bermanfaat untuk
karya-karya budaya daerah di Indonesia. Jika terdapat berbagai kelemahan dalam
tulisan ini merupakan tanggungjawab penulis.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI iii
HALAMAN MOTTO iv
HALAMAN PERSEMBAHAN v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT ix
KATA PENGANTAR x
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR LAMPIRAN xviii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………... 3
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………. 3
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………… 4
1.5 Tinjauan Pustaka……………………………………………….. 4
1.6 Kerangka Pemikiran……………………………………………. 5
xiv
1.6.1. Budaya…………………………………………………… 5
1.6.2 Ritual…………………………………………………… 6
1.6.3 Makna dan Fungsi………………………………………. 6
1.6.4 Sawer……………………………………………………. 7
1.7 Metode………………………………………………………… 7
1.7.1 Wawancara…………………………………………….. 8
1.7.2 Pengamatan (Observasi)………………………………. 8
1.7.3 Perekaman dan Pencatatan……………………………… 9
1.7.4 Lokasi dan Narasumber…………………………………. 9
1.7.5 Kepustakaan…………………………………………….. 10
1.8 Sistematika Penyajian…………………………………………..10
BAB II TOPOGRAFI, DEMOGRAFI
DAN BUDAYA SUKABUMI 11
2.1 Pengantar……………………………………………………… 11
2.2 Topografi dan Demografi Kota Sukabumi……………………..11
2.2.1 Topografi………………………………………………… 11
2.2.2 Demografi……………………………………………….. 13
2.3 Budaya ……………...………………………………………… 18
BAB III PROSES RITUAL SAWER DALAM PERNIKAHAN ADAT SUNDA
DI DAERAH SUKABUMI JAWA BARAT
MAKNA DAN FUNGSI 22
xv
3.1 Pengertian……………………………………………………... 22
3.2 Persiapan Ritual Sawer……………………………………….. 24
3.2.1 Waktu…………………………………………………… 24
3.2.2 Tempat Pelaksanaan Ritual Sawer……………………… 25
3.2.3 Benda-Benda…………………………………………… 25
3.2.4 Orang yang Menyawer…………………………………. 26
3.2.5 Pasangan Pengantin yang akan Disawer……………….. 26
3.3 Pelaksanaan Ritual Saweran…………………………………. 27
3.3.1 Penjemputan oleh Lengser……………………………… 27
3.3.2 Acara Ngabageakeun (Penyambutan)………………….. 30
3.3.3 Pemberian Wejangan…………………………………… 31
3.3.4 Saweran………………………………………………… 31
3.3.5 Nincak Endog (Injak Telur)……………………………. 36
3.3.6 Ngaleupaskeun Japati………………………………….. 37
3.3.7 Buka Pintu……………………………………………… 41
3.3.8 Sungkem………………………………………………… 49
3.3.9 Meuleum Harupat………………………………………. 52
3.3.10 Huap Lingkung………………………………………… 53
3.3.11 Pabetot-betot Bakakak………………………………… 54
3.4 Makna…………………………………………………………. 54
3.4.1 Makna Penjemputan oleh Lengser………………………. 54
xvi
3.4.2 Makna Ngabageakeun (Penyambutan)………………….. 55
3.4.3 Makna Pemberian Wejangan…………………………….. 55
3.4.4 Makna Saweran………………………………………….. 56
3.4.5 Makna Nincak Endog (Injak Telur)……………………. 56
3.4.6 Makna Ngaleupaskeun Japati………………………… .. 57
3.4.7 Makna Buka Pintu………………………………………. 57
3.4.8 Makna Sungkem………………………………………… 58
3.4.9 Makna Meuleum Harupat………………………………. 58
3.4.10 Makna Huap Lingkung………………………………... .59
3.4.11 Makna Pabetot-betot Bakakak……………………….... 59
3.5 Fungsi………………………………………………………… 60
3.5.1 Fungsi Penjemputan oleh Lengser……………………… 60
3.5.2 Fungsi Ngabageakeun (Penyambutan)…………………. 61
3.5.3 Fungsi Pemberian Wejangan............................................ 62
3.5.4 Fungsi Saweran…………………………………………. 62
3.5.5 Fungsi Nincak Endog (Injak Telur)……………………. 63
3.5.6 Fungsi Ngaleupaskeun Japati…………………………... 64
3.5.7 Fungsi Buka Pintu………………………………………. 64
3.5.8 Fungsi Sungkem………………………………………… 65
3.5.9 Fungsi Meuleum Harupat………………………………. 66
3.5.10 Fungsi Huap Lingkung………………………………… 67
xvii
3.5.11 Fungsi Makna Pabetot-betot Bakakak………………… 68
BAB IV PENUTUP 69
4.1 Kesimpulan …………………………………………………… 69
4.2 Saran……………………………………………………………72
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : DAFTAR PERTANYAAN
LAMPIRAN 2 : DAFTAR NARA SUMBER
LAMPIRAN 3 : FOTO ACARA PENJEMPUTAN LENGSER
LAMPIRAN 4 : FOTO ACARA NGABAGEAKEUN (PENJEMPUTAN)
LAMPIRAN 5 : FOTO ACARA PEMBERIAN WEJANGAN
LAMPIRAN 6 : FOTO ACARA SAWERAN
LAMPIRAN 7 : FOTO ACARA INJAK TELUR
LAMPIRAN 8 : FOTO ACARA BUKA PINTU
LAMPIRAN 9 : FOTO ACARA SUNGKEM
LAMPIRAN 10 : FOTO ACARA MEULEUM HARUPAT
LAMPIRAN 11 : FOTO ACARA HUAP LINGKUNG
LAMPIRAN 12 : FOTO ACARA PABETOT-BETOT BAKAKAK
LAMPIRAN 13 : FOTO ACARA HIBURAN
LAMPIRAN 14 : FOTO JURU SAWER
LAMPIRAN 15 : SURAT KETERANGAN TELAH MELAKUKAN PENELITIAN
LAMPIRAN 16 : PETA KECAMATAN CICURUG
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman bahasa,
budaya dan adat istiadat.
Kata Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, buddhayah ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Demikian ke-budaya-an itu dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Ada sarjana yang mengupas kata budaya itu sebagai suatu perkembangan dari majaemuk budi-daya yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Budaya itu adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa dan kebudayaan itu segala hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. (Koentjaraningrat, 1964:77)
Pernikahan merupakan bagian dari budaya, dalam sebuah tradisi pernikahan
terdapat ritual yang berdasarkan adat istiadat sesuai dengan daerah asal pengantin dan
dipercaya oleh masyarakatnya. Di dalam pernikahan adat Sunda, masyarakat akan
melakukan acara ritual pernikahan dengan adat Sunda. Secara antropologi-budaya
dapat dikatakan bahwa yang disebut suku Sunda adalah orang-orang yang secara
turun-temurun menggunakan bahasa Sunda serta dialeknya dalam kehidupan sehari-
hari dan berasal atau bertempat tinggal di daerah Jawa Barat, daerah yang sering
disebut dengan Tanah Pasundan atau Tatar Sunda (Agoes, 2003:4).
2
Dalam acara pernikahan adat Sunda, sawer merupakan salah satu ritual yang
dilakukan oleh penyawer atau orang yang dituakan di dalam masyarakat. Ritual ini
dipercaya sebagai permohonan atau doa kepada Tuhan dan para leluhur supaya
memberikan berkat dan restu untuk kedua pengantin, supaya berkat dan pernikahan
tersebut dapat langgeng sampai akhir hayat. Ritual sawer di sini dilakukan setelah
akad nikah dilangsungkan. Dalam acara pernikahan adat Sunda, kata nyawer berasal
dari kata awer. Ibarat seember air atau benda cair lainnya, benda ini bisa di awer-
awer (dipercikkan) dengan mudah. Jadi, secara fisik, arti nyawer yaitu menyebar-
nyebar. Akan tetapi nyawer memiliki makna yang mendalam bagi yang
melaksanakannya. Ritual nyawer dalam upacara adat Sunda mempunyai arti nebar
nasihat (Agoes, 2003:70).
Pertanyaan yang sering terbersit dalam pikiran orang-orang yang tidak
mengerti adalah apa gunanya ritual sawer itu? Lalu apa saja yang akan dan harus
dilakukan dalam ritual sawer itu? Pertanyaan itu sangat menarik perhatian sehingga
peneliti tertarik melakukan studi lapangan untuk mengamati, mengungkapkan, dan
memaparkan secara spesifik. Menurut para tetua adat, ritual sawer ini dilakukan
sebagai doa dan harapan agar kehidupan perkawinan pasangan pengantin yang
disawer selalu diberkati oleh Tuhan.
Dalam ritual sawer ini, para penyawer akan menyediakan sesaji untuk para
leluhur. Sesaji itu biasanya berupa makanan, minuman, uang, kunir, beras, dan
bermacam-macam jenis bunga. Hal ini dilakukan karena dipercaya dapat membuat
3
para leluhur akan memberikan restunya kepada pasangan pengantin.
Peneliti memilih topik “Ritual Sawer Dalam Pernikahan Adat Sunda, Studi
Kasus di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat” karena dua alasan.
Pertama, studi khusus tentang ritual sawer sampai saat ini belum pernah dilakukan
sehingga tidak banyak orang, bahkan masyarakat Sunda sendiri yang mengetahui
tentang ritual sawer. Kedua, dengan menyajikan topik ini, peneliti berharap dapat
lebih memahami tata cara ritual sawer dalam pernikahan adat Sunda di Kecamatan
Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, masalah-masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimanakah topografi, demografi, dan budaya di Kecamatan Cicurug,
Kabupaten Sukabumi Jawa Barat?
1.2.2 Bagaimana proses ritual sawer dalam pernikahan adat Sunda di Kecamatan
Cicurug, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat?
1.2.3 Bagaimana makna dan fungsi proses ritual sawer dalam pernikahan adat
Sunda di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang
4
ritual sawer dalam pernikahan adat Sunda di Kecamatan Cicurug, Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat yang meliputi:
1.3.1 Mendeskripsikan topografi, demografi, dan sejarah Kota Sukabumi.
1.3.2 Mendeskripsikan proses ritual sawer dalam tradisi pernikahan adat Sunda
di Kecamatan Cicurug, Sukabumi.
1.3.3 Mendeskripsikan makna dan fungsi proses ritual sawer dalam tradisi
pernikahan adat Sunda di Kecamatan Cicurug, Sukabumi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Dalam bidang topografi, demografi, dan budaya, hasil penelitian ini dapat
menambah wawasan mengenai topografi, demografi, dan budaya, termasuk
adanya ritual-ritual khusus yang terjadi dalam sebuah tradisi pernikahan.
1.4.2 Untuk masyarakat umum, hasil penelitian ini dapat memberikan penjelasan
tentang ritual sawer dalam upacara pernikahan adat Sunda.
1.4.2 Menjelaskan makna dan fungsi ritual sawer dalam pernikahan adat Sunda.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian ini membahas tentang Ritual Sawer Dalam Pernikahan Adat Sunda,
Studi Kasus di Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Hingga saat ini
penulis belum menemukan buku yang membahas tentang Ritual Pernikahan Adat
Sunda. Penulis hanya menemukan buku yang berisikan tentang Kiat Sukses
5
Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Adat Sunda, karangan Artati Agoes yang
diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2003.
Selain itu juga terdapat buku yang berisikan urutan tatacara penikahan adat
Sunda peneliti ambil dari, buku Modana karangan R.H. Uton Muchtar dan Ki
Umbara (1987) buku ini membahas tentang pernikahan Sunda berserta dengan acara
dan kidung-kidung yang digunakan dan ditulis dalam bahasa Sunda.
1.6 Kerangka Pemikiran
1.6.1 Budaya
Landasan teori merupakan kerangka dasar pemikiran yang akan dipakai untuk
memecahkan permasalahan yang akan diteliti. Dalam tugas akhir ini peneliti akan
membahas tentang budaya yang terdapat dalam ritual Sawer dalam penikahan adat
Sunda.
Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Sedangkan kata “budaya” merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi” sehingga dibedakan antara “budaya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, dengan “kebudayaan” yang berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa. Dalam disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan dan budaya itu artinya sama saja (Soelaeman, 1992:12).
Kata Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, buddhayah ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Demikian ke-budaya-an itu dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Ada sarjana yang mengupas kata budaya itu sebagai suatu perkembangan dari majaemuk budi-daya yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka
6
membedakan budaya dari kebudayaan. Budaya itu adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa dan kebudayaan itu segala hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. (Koentjaraningrat, 1964:77)
1.6.2 Ritual
Menurut KBBI (1988:751) ritual berarti ihwal yang berkenaan dengan ritus.
Ritus itu sendiri menurut mereka adalah tatacara dalam upacara keagamaan. Ritual-
ritual yang ada dalam pernikahan adat Sunda ini dilakukan secara lisan, dari mulut ke
mulut atau disertai contah/gerak, dan alat pembantu pengingat. Masyarakat percaya
apabila ritual ini dilakukan maka pengantin akan mendapatkan restu dan berkat dari
para leluhur. Oleh karena itu ritual disebut sebagai “takhayul” karena dalam ritual ini
masyarakat masih percaya pada kekuatan-kekuatan gaib yang menyertainya.
1.6.3 Makna dan Fungsi
Menurut KUBI (2003:737) makna adalah arti atau maksud (suatu kata):
mengetahui lafal dan maknanya. Dalam pernikahan adat Sunda setiap acaranya
memiliki makna-makna tersendiri, seperti dalam acara sungkem, makna yang
terkandung dalam acara ini adalah seorang anak harus berbakti kepada orangtuanya
dan saat akan melangsungkan pernikahan makan ada baiknya bila meminta restu
terlebih dahulu kepada orangtuanya.
7
Fungsi ialah pemakaian yang menerangkan fungsi itu sebagai hubungan guna
antara sesuatu hal dengan tujuan yang tertentu atau pemakaian yang menerangkan
hubungan yang terjadi antara satu hal dengan hal-hal lain dalam suatu sistem yang
terintegrasi (Koentjaraningrat, 1986:213).
1.6.4 Sawer
Sawer adalah meminta uang kepada penonton (KUBI, 2003:1041). Sawer
kemudian menjadi nyawer dalam bahasa Sunda. Dalam acara pernikahan adat Sunda,
kata nyawer yang berasal dari kata awer, ibarat seember atau benda cair, benda ini
bisa di awer-awer (tebar-tebar) dengan mudah. Jadi, secara fisik, arti nyawer yaitu
menyebar-nyebar. Akan tetapi nyawer memiliki makna yang mendalam bagi yang
melaksanakannya dan ritual ini dalam upacara adat Sunda memiliki arti nebar nasihat
(Agoes, 2003:70).
1.7 Metode
Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang akan ditempuh oleh
peneliti dalam rangka mencari pemecahan masalah. Dalam bagian ini akan dijelaskan
langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti dalam menganalisis proses ritual
Sawer dalam upacara pernikahan adat Sunda.
Dalam proses pengumpulan data lapangan, teknik-teknik wawancara,
pengamatan, perekaman, pencatatan dan pengarsipan diperlukan untuk mendapatkan
8
data sastra lisan dari tempat penelitian. Proses ini dilakukan untuk memperoleh data-
data yang dibutuhkan oleh peneliti.
1.7.1 Wawancara
Wawacara adalah suatu proses tanya jawab lisan, yaitu dua orang atau lebih
berhadap-hadapan secara fisik, yaitu satu dapat melihat muka yang lain dan
mendengarkan dengan telinga sendiri (Hadi, 1979:192). Wawancara ini terdiri
dari dua tahap. Tahap pertama ‘wawancara bebas’ yang memberikan kebebasan
seluas-luasnya kepada informan untuk berbicara. Tahap kedua ‘wawancara
terarah’ yaitu mengajukan pertanyaan yang sudah disusun sebelumnya untuk
mendapatkan gambaran yang utuh dan mendalam. Wawancara digunakan
penulis untuk menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan acara ritual sawer
dan tentang budaya Kota Sukabumi.
1.7.2 Pengamatan (Observasi)
Observasi ialah metode pengumpulan data secara sistematis melalui pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena yang diteliti. Dalam arti luas observasi berarti pengamatan yang dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan alat-alat bantu yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Dalam arti sempit observasi berarti pengamatan secara langsung terhadap fenomena yang diselidiki, baik dalam kondisi normal maupun dalam kondisi buatan. Metode ini menuntut adanya pengamatan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitiannya. (Hariwijaya dan Bisri via Dasa Saputra, 2008:11).
9
Observasi dilakukan untuk mengamati ritual sawer yang berlangsung, agar
peneliti dapat lebih memahami dan mengabadikannya dalam bentuk foto yang
akan dilampirkan dalam tugas akhir ini.
1.7.3 Perekaman dan Pencatatan.
Teknik ini perlu digunakan untuk mendapatkan data utama penelitian. Teknik pencatatan bisa dipergunakan untuk mentranskripsikan hasil rekaman menjadi bahan tertulis dan mencatat berbagai aspek yang berkaitan dengan suasana penceritaan dan informasi-informasi lain yang dipandang perlu selama melakukan wawancara dan pengamatan. (Taum,2002:88).
Penulis mencatat hasil wawancara untuk digunakan sebagai salah satu sumber
dalam penulisan tugas akhir ini. Berdasarkan wawancara peneliti akan
mendapat data-data yang bias digunakan dalam penulisan tugas akhir ini.
1.7.4 Lokasi dan Narasumber
Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi,
Propinsi Jawa Barat, serta mengambil data-data dari narasumber di lokasi
penelitian yang dianggap berkompeten dan mengetahui tentang ritual Sawer
dalam pernikahan adat Sunda. Narasumber utama penulis adalah Bapak
Achmad Djuarsah, selaku tokoh kebudayaan di daerah Sukabumi sekaligus
seorang juru sawer.
10
1.7.5 Kepustakaan
Metode kepustakaan adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, rapat, dan sebagainya
(Arikunto, 1993:234). Sedangkan menurut Taum (2002,86), studi pustaka dapat
berupa buku-buku di perpustakaan atau koleksi pribadi dan teman mengenai
kolektif suatu suku bangsa yang akan menjadi sasaran studi. Teknik ini
dipergunakan untuk mendapatkan data yang akurat dengan cara menelaah
pustaka-pusataka yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakannya untuk memperoleh pengertian-
pengertian tentang budaya, sawer, ritual, dan sebagainya.
1.8 Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan
teori, dan metode penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Bab II berisi
tentang topografi, demografi dan sejarah Kota Sukabumi, Bab III merupakan
penggambaran makna dan fungsi proses ritual sawer dalam pernikahan adat di daerah
Sukabumi, dan Bab IV merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
Selain itu terdapat pula Daftar Pustaka dan Lampiran.
11
BAB II
TOPOGRAFI, DEMOGRAFI DAN BUDAYA SUKABUMI
2.1 Pengantar
Untuk lebih mengetahui tentang kota Sukabumi maka penulis akan sedikit
menjabarkan mengenai sejarah kota Sukabumi yang akan mencakup topografi dan
demografi kota Sukabumi untuk mengetahui letak Kota Sukabumi dan asal muasal
terbentuknya kota Sukabumi.
2.2 Topografi dan Demografi Kota Sukabumi
2.2.1 Topografi
Topografi adalah perpetaan, segala sesuatu mengenai pembuatan peta
(KUBI, 2003:1292)
Topografi adalah Topografi adalah studi tentang bentuk permukaan bumi
dan objek lain seperti planet, satelit alami (bulan, dll), dan asteroid. Dalam
pengertian lebih luas, topografi tidak hanya mengenai bentuk permukaan saja,
tetapi juga pengaruh manusia terhadap lingkungan dan bahkan kebudayaan local.
Topografi umumnya menyuguhkan relief permukaan, model tiga dimensi dan
identifikasi jenis lahan.
Penggunaan kata topografi dimulai sejak jaman Yunani Kuno dan
12
berlanjut hingga Romawi Kuno, sebagai detail suatu tempat. Kata itu datang dari
kata Yunani, topos yang berarti tempat dan graphia yang berarti tulisan.
Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106° 45’ 50’’ Bujur Timur dan 106° 45’ 10’’ Bujur Timur, 6° 49’ 29’’ Lintang Selatan dan 6° 50’ 44’’ Lintang Selatan, terletak di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang ketinggiannya 584 m di atas permukaan laut, dengan suhu maksimum 29°C yang berjarak 120 km dari ibukota negara (Jakarta) dan 96 km dari ibukota propinsi (Bandung) dengan luas wilayah 4.800,231 ha. Jenis tanah yang tersebar di Kabupaten Sukabumi sebagian besar didominasi oleh tanah latosal dan podsolik yang terutama tersebar pada wilayah bagian selatan dengan tingkat kesuburan yang rendah. Sedangkan jenis tanah andosol dan regosol umumnya terdapat di daerah pegunungan terutama daerah Gunung Salak dan Gunung Gede, dan pada daerah pantai dan tanah aluvial umumnya terdapat di daerah lembah dan daerah sungai. http://www.kabupatensukabumi.go.id/trial/index.php?option=com_content&view=article&id=50&Itemid=28&lang=en
Kondisi wilayah Kabupaten Sukabumi wilayah lahan kering yang luas,
saat ini sebagaian besar merupakan wilayah perkebunan, tegalan dan hutan.
Kabupaten Sukabumi mempunyai iklim tropik dengan tipe iklim B (oldeman)
dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.805 mm dan hari hujan 144 hari.
Suhu udara berkisar antara 20°C - 30 ° C dengan kelembaban udara 85 - 89
persen. Curah hujan antara 3.000 - 4.000 mm/tahun terdapat di daerah utara,
sedangkan curah hujan antara 2.000 - 3.000 mm/tahun terdapat dibagian tengah
sampai selatan Kabupaten Sukabumi (sumber : bapak Iyus Mulyana, Kepala
UPTD Cicurug).
13
Wilayah Kabupaten Sukabumi mempunyai bentuk lahan yang bervariasi dari datar sampai gunung adalah : datar (lereng 0-2%) sekitar 9,4 %; berombak sampai bergelombang (lereng 2-15%) sekitar 22% ; bergelombang sampai berbukit (lereng 15 - 40%) sekitar 42,7%; dan berbukit sampai bergunung (lereng > 40 %) sekitar 25,9 %. Ketinggian dari permukaan laut Wilayah Kabupaten Sukabumi bervariasi antara 0 - 2.958 m. Daerah datar umumnya terdapat pada daerah pantai dan daerah kaki gunung yang sebagian besar merupakan daerah pesawahan. Sedangkan daerah bagian selatan merupakan daerah berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar antara 300 - 1.000 m dari permukaan laut. http://www.kabupatensukabumi.go.id/trial/index.php?option=com_content&view=article&id=50&Itemid=28&lang=en
2.2.2 Demografi
Demografi adalah ilmu kependudukan; ilmu tentang susunan dan
pertumbuhan penduduk; ilmu yang memberi uraian atau lukisan berupa statistic
mengenai suatu bangsa dilihat dari sudut sosial dan politik. (KUBI,2003:278)
Demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan
manusia. Meliputi didalamnya ukuran, stuktur dan distribusi penduduk, serta
bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian,
migrasi, penuaan. Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara
keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan,
kewarganegaraan, agama atau etnisitas tertentu.
Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2007 adalah
2.391.736 jiwa yang terdiri dari 1.192.038 orang laki-laki dan 1.199.698 orang
perempuan. dengan laju pertumbuhan penduduk 2,37 % dan kepadatan penduduk
579,39 orang/km². Kepadatan penduduk menurut kecamatan cukup bervariasi.
14
Kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Ciemas (183 jiwa/km²) dan
tertinggi di Kecamatan Sukabumi (2.447 jiwa/km²). Pemukiman padat penduduk
umumnya terdapat di pusat-pusat kecamatan yang berkarakteristik perkotaan dan
di sepanjang jalan raya. Memiliki penduduk sampai akhir tahun 2002 tercatat
269.142 jiwa, dengan kepadatan penduduk rata-rata 50 jiwa/km² yang tersebar
(BPS,2007:46).
Dalam pendidikan, di Sukabumi telah berdiri perguruan tinggi yaitu
Politeknik Sukabumi, Universitas Muhammadiah Sukabumi (UMMI), Sekolah
Tinggi Teknologi Nusa Putra, Lembaga Pendidikan Informatika Nusa Putra,
Lembaga Pendidikan Film dan Televisi Nusa Putra. Selain itu, telah berdiri
sekolah unggulan SMKN2 Sukabumi (dahulu SMEA NEGERI Sukabumi).
Di samping itu, Sukabumi adalah pusat kegiatan wilayah Jawa Barat
Selatan (Sukabumi, Cianjur). Sukabumi memiliki pusat perbelanjaan beasr yaitu
Mayyofield Mall Sukabumi, Sukabumi Indah Plaza (Giant), Ramayana Plaza,
Yogya Plaza, Capitol Plaza, dan Sukabumi Shopping Center.
Kabupaten Sukabumi terletak lebih kurang 120 km dari Jakarta atau
sekitar dua setengah jam perjalanan dengan mobil pribadi. Tempat ini sangat
mudah dicapai dari Jakarta, Bogor dan Bandung. Sukabumi memiliki wisata yang
beraneka ragam, mulai dari wisata laut, pantai sampai wisata gunung. Beberapa
obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi wisatawan, yaitu: Wisata Pantai,
Surfing, Arung Jeram, Upacara Tahunan, Wana Wisata Cangkuang, Wana Wisata
15
Cipelang, Wana Wisata Gua Buniayu.
Jumlah penduduk Sukabumi pada tahun 2003 sebanyak 2.178.850 jiwa
dan pada tahun 2004 meningkat sebanyak 51.561 jiwa sehingga menjadi
2.230.411 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2003 hingga 2004 adalah
sebesar 2,37 persen di mana laju pertumbuhan penduduk laki-laki lebih besar
dibandingkan laju pertumbuhan penduduk perempuan, yaitu 1.144.663 jiwa untuk
laki-laki dan 1.085.748 jiwa untuk laki-laki. (BPS,2007:45)
Pada tahun 2004 rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Sukabumi
mencapai 540 jiwa/km² (5,40 jiwa/Ha). Pada umumnya Kecamatan di wilayah
utara kepadatan penduduknya lebih tinggi daripada kecamatan di wilayah selatan.
Hal ini berhubungan dengan kondisi alam di mana wilayah utara lebih subur
daripada wilayah selatan. Selain itu, fasilitas umum lebih tersedia sehingga
mendorong terjadinya urbanisasi ke wilayah utara. Apabila dirinci menurut
kecamatan, maka Kecamatan Cisaat merupakan kecamatan terpadat di mana
kepadatan penduduknya mencapai 5.786 per km², sedangkan yang terendah
adalah Kecamatan Cibitung dengan kepadatan penduduk 160 per km².
Wilayah Kota Sukabumi seluruhnya berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi yakni: di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cisaat dan Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi, sebelah selatan dengan Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi, sebelah barat dengan Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi, sebelah timur dengan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi. (http://www.sukabumikota.go.id/geografi.asp).
16
Sukabumi terdiri dari 45 kecamatan, yaitu Kecamatan Bantargadung,
Kecamatan Bojonggenteng, Kecamatan Caringin, Kecamatan Cibadak,
Kecamatan Cibitung, Kecamatan Cicantayan, Kecamatan Cicurug, Kecamatan
Cidadap, Kecamatan Cidahu, Kecamatan Cidolog, Kecamatan Ciemas,
Kecamatan Cikakak, Kecamatan Cikembar, Kecamatan Cikidang, Kecamatan
Ciracap, Kecamatan Cireunghas, Kecamatan Cisaat, Kecamatan Cisolok,
Kecamatan Curugkembar, Kecamatan Gegerbitung, Kecamatan Gunungguruh,
Kecamatan Jampangkulon, Kecamatan Jampangtengah, Kecamatan
Kabandungan, Kecamatan Kadudampit, Kecamatan Kalapanunggal, Kecamatan
Kalibunder, Kecamatan Kebonpedes, Kecamatan Lengkong, Kecamatan Nagrak,
Kecamatan Nyalindung, Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Palabuhanratu,
Kecamatan Parakansalak, Kecamatan Parungkuda, Kecamatan Purabaya,
Kecamatan Sagaranten, Kecamatan Simpenan, Kecamatan Sukabumi, Kecamatan
Sukalarang, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Surade, Kecamatan Tegalbuleud,
Kecamatan Waluran, dan yang terakhir adalah Kecamatan Warungkiara (sumber :
bapak Iyus Mulyana, Kepala UPTD Cicurug).
Penelitian ini mengambil studi kasus di Kecamatan Cicurug. Cicurug
diambil dari kata Ci dan Curug. Ci berasal dari kata cai, yang artinya adalah air.
Sedangkan Curug artinya adalah mengalir atau terjun jadi Cicurug adalah air
yang mengalir atau terjun. Kecamatan Cicurug merupakan suatu daerah yang
banyak mengandung sumber air yang berasal dari air terjun tersebut. Cicurug
17
letaknya sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor, sebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Nagrak. Sebelah selatan berbatasan dengan
Kecamatan Parungkuda, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cidahu dan
Gunung Salak. Karena letak Kecamatan Cicurug berada dilereng Gunung Salak
maka terdapat banyak sumber mata air. Sehingga saat ini banyak pengusaha yang
membuka pabrik pengolahan air mineral di Kecamatan Cicurug, diantaranya
adalah Aqua, 2 Tang, dan sebagainya. Sehingga memperbaiki kehidupan ekonomi
masyarakat sekitarnya. (sumber Ibu Artanti : Guru SD Cicurug).
Jumlah penduduk Kecamatan Cicurug pada Tahun 2009 berjumlah
111.713 jiwa berdasarkan data kependudukan Kecamatan Cicurug menurut
kelompok umur 0 Tahun-60 Tahun keatas. Mayoritas penduduk Kecamatan
Cicurug pemeluk agama Islam yaitu sebanyak 99,64 persen, diikuti penganut
Kristen Protestan 0,14 persen, Kristen Katolik 0,13 persen, Hindu 0,17 persen,
Budha 0,2 persen dan pemeluk agama lain sebesar 0,1 persen. Hal inilah yang
menyebabkan kebudayaan Sunda sangatlah lekat dengan ajaran agama Islam.
Pembangunan agama merupakan upaya mewujudkan agenda meningkatkan
kesejahteraan rakyat melalui peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman
agama serta kehidupan beragama. Selain itu, pembangunan agama juga mencakup
dimensi peningkatan kerukunan hidup umat beragama, yang mendukung
peningkatan saling percaya dan harmonisasi antarkelompok masyarakat. Dimensi
kerukunan ini sangat penting dalam rangka membangun masyarakat yang
18
memiliki kesadran mengenai realitas kerukunan dan memahami makna
kemajemukan sosial, sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang penuh
toleransi, tenggang rasa, dan harmonis (sumber : bapak Iyus Mulyana, Kepala
UPTD Cicurug).
2.3 Budaya
Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Sedangkan kata “budaya” merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi” sehingga dibedakan antara “budaya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, dengan “kebudayaan” yang berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa. Dalam disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan dan budaya itu artinya sama saja (Soelaeman, 1992:12).
Kata Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, buddhayah ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Demikian ke-budaya-an itu dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Ada sarjana yang mengupas kata budaya itu sebagai suatu perkembangan dari majaemuk budi-daya yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Budaya itu adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa dan kebudayaan itu segala hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. (Koentjaraningrat, 1964:77)
Di Sukabumi terdapat berbagai macam kebudayaan dan juga kesenian
daerah, antara lain adalah
Kuda Lumping, adalah jenis kesenian di kecamatan Surade. Permainannya
tidak lepas dari unsur-unsur kekuatan magis, serta gerakan ritmik kuda lumping
19
diiringi seperangkat kendang pencak dengan mempertunjukan beberapa aksi
seseroan, mengupas kelapa dengan gigi, memakan pecahan beling, memakan
gabah padi serta atraksi lainya.
Kesenian Topeng, salah satu kesenian yang berada di kampung adat
Ciptarasa, kecamatan Cisolok. Merupakan salah satu jenis kesenian teater rakyat
yang menggunakan topeng sebagai alat dalam membawakan alur cerita penuh
humor.
Kesenian Gondang Buhun, kesenian ini masih hidup di kalangan
masyarakat desa Gunung Bentang, kecamatan Sagaranten. Zaman dahulu acara
ini biasa digelar pada acara menumbuk padi secara gotong royong oleh pra kaum
Ibu tani dengan menggunakan alat berupa lesung dan halu.
Kesenian Parebut Seeng, kesenian ini terdapat di kecamatan Cicurug.
Kemunculan kesenian ini berawal dari dua kelompok perguruan silat Cimande,
dengan iringan kendang pencak silat tepak padungdung, kegiatan parebutan
seeng berlangsung seru.
Kesenian Gekbreng, adalah seni teater rakyat yang masih hudup di
kecamatan Geger Bitung. Cerita yang diperagakan pada saat pagelaran dimulai
dari pengungkapan rasa suka dan duka kehidupan seniman, dilakukan secara
spontanitas. Cerita yang dbawakan sesuai dengan situasi serta tuntutan
masyarakat yang berkembang pada saat ini.
20
Kesenian Angklung Buncis, berada di desa Gunung Bentang, kecamatan
Sigaranten. Angklung buncis secara tradisional dilaksanakan pada saat
masyarakat melaksanakan kegiatan upacara menanam padi di sawah dengan
bunyi angklung lagu buncis yang khas menurut tradisinya. Lagu-lagu yang biasa
dibawakan antara lain lagu Buncis, Bancet, Rawa, Engko, Buncis Balak, Manuk
Gunung, dan Oray Orayan disertai gerakan lucu dari pelakunya.
Kesenian Dog Dog Lojor, seni musik tradisional yang menggunakan dog
dog panjang terbuat dari bambu berpadu serasi dengan dentang angklung besar.
Seni ini biasanya digelar mengiring kegiatan mengangkut padi dari lantai ke
lumbung padi di kampung adat Ciptarasa , kecamatan Cisolok.
Kesenian Jipeng, seni tradisional di kampung adat Ciptarasa, kecamatan
Cisolok. Digelar untuk menghibur masyarakat kampung adat yang ingin
menyaksikan upacara adat serah tahun. Jipeng menyuguhkan lagu-lagu diiringi
tanji, clarinet, saxophone, dan drum. Peralatan musik tersebut merupakan
peninggalan penjajah.
Kesenian Teater Uyeng, merupakan bentuk teater rakyat yang berasal dari
Sukabumi. Pembeda dengan teater rakyat lainya ialah kehadiran tokoh sakral Raja
Uyeng di panggung pertunjukan. Kini teater Uyeng disajikan dengan bentuk
hiburan, namun masih mempertahankan idiom Uyeng lama.
Degungan, merupakan kesenian dalam bentuk lagu-lagu daerah yang
diiringi dengan alat musik gamelan.
21
Pencak Silat, merupakan kesenian bela diri. Perpaduan antara olahraga
dan seni bela diri.
Retimpringan (Rebana), merupakan lagu-lagu bernafaskan agama Islam
yang dinyanyikan sekaligus memainkan alat musik rebana.
Tari Jaipongan, merupakan tarian khas daerah Sunda.
Ritual sawer pernikahan, merupakan salah satu tradisi adat yang ada di
daerah Sukabumi. Ritual ini merupakan doa orang tua kepada anaknya yang akan
melangsungkan upacara pernikahan agar pernikahan anaknya diberkahi oleh
Yang Maha Kuasa. Ritual ini akan menggunakan tembang-tembang dalam bahasa
Sunda, yang ditembangkan oleh juru sawer. (sumber bapak Achmad Djuarsah :
tokoh budayawan Sukabumi).
Di antara semua ritual dan kesenian tersebut, penulis mengambil ritual
sawer pernikahan untuk diteliti lebih lanjut karena penulis baru menemukan
sedikit sekali buku yang membahas tentang ritual adat ini dan penulis merasa
sangat tertarik untuk menelitinya lebih lanjut karena ritual ini memiliki suatu seni
tersendiri, yaitu dari tembang-tembang yang dilantunkan. Tembang tersebut
sangat sederhana tetapi memiliki makna yang sangat dalam bagi pengantin, dan
orang-orang yang ada.
22
BAB III
PROSES RITUAL SAWER DALAM PERNIKAHAN ADAT SUNDA
DI KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT
MAKNA DAN FUNGSI
3.1 Pengertian
Sawer merupakan salah satu ritual dalam rangkaian tatacara pernikahan dalam
adat Sunda. Sunda sebenarnya masih merupakan di dalam Pulau Jawa, tetapi berbeda
halnya dengan Jawa Tengah, Jawa Timur, maupun Yogyakarta yang masyarakatnya
disebut dengan orang Jawa. Masyarakat Sunda biasanya menyebut dirinya dengan
orang Sunda. Hal ini dikarenakan masyarakat Jawa biasanya menggunakan bahasa
Jawa, sedangkan masyarakat Sunda adalah orang-orang yang secara turun-temurun
menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari dan tinggal di daerah Jawa
Barat.
Ritual yang serupa dengan ritual sawer juga ada di daerah Cina dan Asia
Tenggara, ritual itu bernama “tabur beras”. Ritual itu mempunyai kaitan dengan
kepercayaan mereka terhadap Dewi Padi. Menurut kepercayaan mereka, pada suatu
waktu Yang dan Yin hendak mendirikan sebuah istana baru di langit kesembilan.
Dewi-dewi pun diperintahkan mengangkut bahan-bahan. Semua dewi bekerja tetapi
Yang, penurun hujan, hanya menangis karena tidak dapat membantu. Air matanya
23
menjelma menjadi sebutir telur. Yang lalu menyuruh naga untuk mengeraminya
hingga kemudian menetaskan seorang gadis yang cantik bernama Lo Yien (Dewi
Padi). Gadis itu dijadikan anak angkat oleh Yang dan Yin.
Ketika gadis itu menginjak remaja dan tampak kecantikannya, Yang pun
tergoda akan kecantikannya sehingga terjadi pertengkaran di antara Yang dan Yin.
Alam menjadi sakit, begitupun manusia, padahal semula manusia tidak pernah sakit
dan mengenal makan. Yin pun cemburu kepada Lo Yien. Lo Yien diberinya buah
ajaib yang ketika dimakan menyebabkan Lo Yien langsung meninggal. Ia pun lalu
dikuburkan. Beberapa waktu kemudian keluarlah dari kuburnya tanaman padi, pulut,
dan tumbuh-tumbuhan lainnya. Manusia pun mulai merasa lapar. Yang dan Yin
menyuruh pembantunya untuk menurunkan beras ke bumi dalam keadaan sudah
masak dan siap dimakan. Namun karena ulah laki-laki yang serba ingin tahu
timbullah kesukaran sehingga padi itu harus ditanam, ditumbuk, dan dimasak. Dari
sinilah pemujaan terhadap Dewi Padi berawal. Pemujaannya antara lain pada musim
menanam padi, mengetam, dan saat menyimpan padi di lumbung, pada hari-hari
tertentu, dan termasuk upacara menabur beras kuning atau sawer dalam upacara
perkawinan (http://inohonggarut.blogspot.com/2008_archive.html)
Adat Sunda sangat kental oleh agama Islam, karena agama Islam telah lama
dipeluk oleh sebagian besar orang Sunda. Demikian juga pengaruhnya dalam upacara
pernikahan adat Sunda. Hal itu menyebabkan sulitnya memisahkan adat Sunda dan
agama Islam.
24
Ritual sawer yang terdapat dalam pernikahan adat Sunda pun tidak lepas dari
pengaruh agama Islam. Setelah menikah, sepasang mempelai biasanya akan
menjalani saweran, ritual sawer konon memiliki sejarah tersendiri. Sejak agama
Islam masuk ke tanah Sunda, pasangan muda-mudi yang menikah selalu
melangsungkan pernikahannya di masjid. Agar kesucian suasana masjid itu tetap
terpelihara hingga saat kedua mempelai itu pulang ke rumah, maka kedua mempelai
itu harus disawer lebih dulu di halaman rumahnya. Proses ritual sawer dan tujuannya
akan dijelaskan dalam uraian-uraian berikut.
3.2 Persiapan Ritual Sawer
Persiapan ritual sawer adalah persiapan waktu, tempat, persiapan benda yang
akan digunakan dalam ritual sawer dan persiapan penyelenggara atau orang-orang
yang terlibat dalam ritual sawer. Persiapan itu akan dijelaskan di bawah ini.
3.2.1 Waktu
Ritual sawer akan dilakukan langsung setelah akad nikah dilaksanakan
sehingga persiapannya merupakan bagian dari persiapan acara pernikahan itu sendiri.
Perihal waktu melangsungkan sawer biasanya telah diperbincangkan beberapa bulan
sebelumnya terlebih dahulu oleh kedua pihak orangtua dari pengantin.
25
3.2.2 Tempat Pelaksanaan Ritual Sawer
Tempat diadakannya ritual sawer biasanya tergantung di mana akad nikah dan
pesta akan dilakukan. Apabila akad nikah dan pesta dilakukan di rumah maka ritual
sawer juga akan dilakukan di rumah. Demikian juga bila akad nikah dan pesta
diadakan di gedung atau tempat tertentu maka ritual sawer pun diadakan di gedung
atau tempat tersebut. Karena hal itu maka biasanya persiapan tempat akan dilakukan
bersamaan dengan persiapan-persiapan akad nikah dan pesta. Tempat sawer biasanya
di halaman rumah di mana akan diadakan pesta. Di tempat tersebut akan disediakan
dua buah tempat duduk untuk pasangan pengantin dan di sekelilingnya akan
disediakan kursi-kursi untuk para tamu yang ingin mengikuti ritual sawer secara
langsung.
3.2.3 Benda-Benda
Persiapan benda-benda yang akan digunakan dalam ritual ini adalah payung
besar yang telah dihias indah untuk menaungi pasangan pengantin yang akan
disawer, tiga pasang kursi untuk pasangan pengantin yang akan disawer dan orangtua
pengantin, dan bokor untuk tempat benda-benda yang akan disawerkan kepada
pasangan mempelai. Benda-benda yang akan disawerkan berupa biji-bijian (kacang
tanah, jagung), beras, kunyit yang diiris-iris, uang logam, permen, dan perlengkapan
makan sirih (daun sirih, kapur sirih, jambe, tembakau). Selain itu juga perlu
dipersiapkan lidi, korek, dan lilin untuk acara meuleum harupat, sebutir telur ayam,
26
cobek, papan yang dibungkus kain putih, kendi untuk acara nincak endog, ayam
bakakak yaitu ayam yang telah dipanggang untuk acara pabetot-betot bakakak,
sebelas nasi punar yang dibentuk bulat-bulat kecil untuk acara huap lingkung dan
sepasang merpati putih untuk dilepaskan dalam acara ngaleupaskeun japati.
3.2.4 Orang yang Menyawer
Orang yang menyawer biasanya adalah orang yang dituakan dan dianggap
bisa memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Persiapan yang akan
dilakukan penyawer adalah berdoa secara pribadi kepada Tuhan, memohon izin untuk
melakukan ritual sawer agar berjalan lancar. Mempersiapkan doa-doa dan nasihat
berupa pantun-pantun yang indah dalam bahasa Sunda yang akan ditembangkan
selama ritual saweran.
3.2.4 Pasangan Pengantin yang Akan Disawer
Pasangan pengantin yang akan disawer karena sebelumnya sudah melakukan
acara siraman dan ijab kabul di masjid atau pemberkatan nikah di gereja maka tidak
memerlukan persiapan-persiapan khusus. Sawer dilakukan di depan rumah agar
kesucian suasana masjid atau gereja itu tetap terjaga hingga saat kedua mempelai itu
masuk ke dalam rumah.
27
3.3 Pelaksanaan Ritual Saweran
Pelaksanaan ritual sawer dimulai dengan penjemputan calon pengantin pria,
oleh utusan dari pihak wanita (lengser). Kemudian acara ngabageakeun
(penyambutan), lalu pemberian wejangan dari ayah pengantin wanita atau keluarga
yang dituakan. Setelah itu ritual saweran, dan dilanjutkan dengan nincak endog.
Kemudian acara ngaleupaskeun japati, kemudian buka pintu, setelah itu acara
meuleum harupat, huap lingkung, dan acara yang terakhir adalah pabetot-betot
bakakak.
3.3.1 Penjemputan oleh Lengser
Calon pengantin yang datang akan dijemput oleh pria tua yang disebut
lengser. Lengser adalah tokoh atau pemimpin yang dihormati dalam acara
pernikahan. Lengser akan menembangkan nasihat-nasihat untuk pasangan pengantin
agar acara dapat berlangsung dengan lancar.
Lengser akan menembangkan sebuah kidung sesaat sebelum menjemput
pengantin. Kidung itu adalah seperti ini
Lengser midang Kuring rek midang, mangsa poe iengras caang Kuring rek midang, dangdan ti kamari dangdan Kuring rek midang, boga pancen ti jungjunan
28
Kuring unjukan, kudu ngalur karuyaan Kuring rek midang, mangsa poe bingras caang Kuring rek midang, pikeun ngatur kariaan Kuring unjukan, boga pancen ti junjunan Hayu urung papo, poe nu pinuh kabagjan Prolog Hadirin nu ku sim kuring dipihormati, cunduk waktu nu geus tangtu datang mangsa nu utama nitih wanci nu mustari. Manuso mo bisa ngahalang-halang, aya mangsa datang aya mangsa mulang. Nasihat Lengser Sujud syukur ka nu Agung Ka Allah rabul Izati Wireh tos cunduk ka waktu Ningnang mangsa nu utama Nitih wanci nu mustari Laksana panesa ati Acara pangjurung laku Pangjajap rasa kamelang Amit ampunnya paraluh Bilih manawa manawi Manawi ku teu katampi Neda jembar hampurana Geuning sumangga urang lajeungkeun
29
Dalam bahasa Indonesia: Keberangkatan Lengser Saya mau berangkat, saat hari sangat cerah Saya mau berangkat, berdandan dari kemarin Saya mau berangkat, karena tugas dari pimpinan Saya mau tampilkan, dan mengatur perayaan Saya mau berangkat, saat hari sangat cerah Saya mau berangkat, untuk mengatur perayaan Saya mau tampilkan, karena tugas dari pimpinan Mari kita jemput, hari yang penuh kebahagiaan Prolog Hadirin yang saya hormati, waktu yang telah ditentukan masa yang utama dan pertama saat yang tepat. Manusia tidak bisa menentukan kapan waktu yang tepat untuk datang dan pergi. Nasihat Lengser Sujud syukur kepada Tuhan Yang Maha esa Ke Allah yang maha kuasa Karena sudah tiba waktunya Datang masa yang utama Pada saat yang tepat
30
Bagaikan permata hati Acara pendorong jalan Penghantar rasa was-was Mohon maaf ya hadirin Bila ada suatu hal Yang mungkin tidak diterima Mohon maaf yang sebesar-besarnya Mari kita lanjutkan
3.3.2 Acara Ngabageakeun (Penyambutan)
Pengantin pria dijemput oleh ibu calon pengantin wanita. Penyambutan
dilakukan dengan melakukan pengalungan bunga melati pada calon pengantin pria.
Pengantin pria kemudian diapit oleh kedua orang tua calon pengantin wanita untuk
masuk menuju pelaminan untuk melakukan akad nikah. Petugas KUA, para saksi,
dan pengantin pria sudah berada di tempat nikah. Kedua orang tua menjemput
pengantin wanita di kamarnya. Pengantin wanita lalu duduk di sebelah kiri pengantin
pria dan dikerudungi dengan tiung panjang yang menyimbolkan penyatuan dua insan
yang masih murni. Kerudung baru dibuka saat kedua mempelai akan menandatangani
surat nikah. Apabila pengantin beragama non-muslim maka terlebih dulu diadakan
pemberkatan pernikahan di tempat ibadah masing-masing.
Apabila acara akad nikah atau pemberkatan nikah telah dilangsungkan
sebelumnya maka saat pengantin tiba di tempat resepsi pengantin akan dijemput oleh
lengser dan langsung dilanjutkan dengan acara pemberian wejangan dari orang tua
31
pihak wanita dan dilanjutkan dengan acara-acara seterusnya. Pada zaman dulu
pernikahan adat Sunda bisa berlangsung selama setengah atau bahkan sebulan.
Sebagai undangan atau pengumuman kepada masyarakat di sekeliling rumah bahwa
akan diadakan pesta pernikahan, selama berhari-hari para remaja putra dan putri
melakukan ngagondang yaitu memukulkan alat penumbuk padi pada lesung sambil
bersama-sama melantunkan lagu-lagu tradisional Sunda.
3.3.3 Pemberian Wejangan
Wejangan diberikan oleh ayah pengantin wanita; memberikan nasihat-nasihat
kepada calon pengantin supaya bisa membentuk keluarga baru yang rukun dan dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang ada dengan baik dan menjaga hubungan
pernikahan agar tetap harmonis.
3.3.4 Saweran
Nyawer memiliki makna menebar nasihat. Karena sepasang pengantin akan
mengarungi kehidupan baru, orang tua bertanggung jawab untuk memberikan bekal
lahir batin kepada kedua mempelai. Dahulu saweran biasanya dilakukan oleh orang
tua kandung pengantin tetapi saat ini lebih sering dilakukan oleh tukang sawer karena
tidak semua orang dapat menyanyikan kidung-kidung sawer. Pada masa penjajahan
Belanda, berbicara di depan umum sangat dilarang karena khawatir akan mengarah
pada bidang politik sehingga menggugah perlawanan terhadap Belanda. Itulah yang
32
menjadi sebab digunakannya model pantun dalam saweran sejak zaman dahulu yang
terus berlanjut hingga saat ini.
Sawer diberikan secara puitis dan dilantunkan dengan tembang-tembang
kidung yang indah. Kedua pengantin duduk di kursi yang telah disediakan dan di
belakang kedua kursi tersebut ada salah satu kerabat pengantin yang memegang
payung besar yang telah dihiasi. Kepada kedua pengantin akan dinyanyikan pantun
sawer yang oleh penyawer. Pantun yang dilantunkan tersebut berisi petuah-petuah
dari kedua orang tua pengantin. Setelah dinyanyikan pantun-pantun tersebut maka
kedua orang tua pengantin akan menyawer pengantin dengan taburan biji-bijian
(kacang tanah dan jagung), beras kuning dan kunyit, beberapa macam bunga, uang
logam, permen, dan perlengkapan makan sirih ke atas payung.
Benda-benda yang disawerkan pun memiliki makna tersendiri. Biji-bijian
(kacang tanah dan jagung) bermakna agar nantinya pasangan pengantin
berkecukupan dalam bidang pangan. Beras kuning atau kunyit juga bermakna agar
pengantin selalu berkecukupan dalam hal pangan; bunga melambangkan kebahagiaan
di masa datang; uang logam bermakna agar pengantin selalu berkecukupan dalam hal
materi. Permen dan perlengkapan makan sirih bermakna asam manis dan pahitnya
kehidupan berkeluarga bergantung pada bagaimana kita menyikapi dan
menyelesaikan masalah yang ada. Para tamu biasanya akan memperebutkan hasil
sawer karena dipercaya akan membawa berkah dan dapat pula mengikuti jejak dalam
mendapatkan jodoh bagi yang mendapatkan saweran tersebut.
33
Peneliti akan melampirkan tembang-tembang atau kidung sawer yang akan
dinyanyikan oleh tukang sawer dalam bahasa Sunda beserta dengan terjemahannya
dalam bahasa Indonesia:
SAWER PANGANTEN
JEMPLANG KARANG (ASMARANDANA) 1. Neda geung panghaksami 1. Mohon maaf yang sebesar-besarnya Ka sadaya pamiarsa Pada semua pemirsa Bade nyelang heula nyawer Mau minta waktu hendak nyawer Etang-etang ngiring bingah Sebagai rasa ikut bahagia Ka anu nembean nikah Kepada pengantin yang baru menikah Mugi-mugi lulus banglus Semoga berjalan lurus lancar Tebih tina pacengkadan Jauh dari pertengkaran 2. Nitih wanci nu mustari 2. Telah datang waktu yang tepat Ningnang mangsa nu utama Pada saat yang utama Hidep duaan ngarendeng Kalian berdua duduk berdampingan Sanggeus rengse dirahpalan Setelah selesai dimohonkan doa Ka layan Widi Pangeran Kepada Tuhan Yang Kuasa Di wengku tali usikum Karena ikatan tali perkawinan Salamet geus dirahpalan Yang sudah diucapkan saat akad 3. Jodo bareunang pribadi 3. Mendapat jodoh karena keinginan pribadi Lain kahayang nu lian Bukan karena keinginan orang lain Lain amprok pareremo Bukan pertemuan sembarang Estuning pokal sorangan Tapi sungguh kemauan sendiri Beunang mupakat duaan Hasil dari kesepakatan berdua Kajurung ku doa sepuh Didorong oleh doa orang tua Teu hilap ti kadang warga Tidak lupa juga dari sanak saudara 4. Eling-eling angin lirih 4. Ingatlah angin bertiup perlahan
34
Nu nembak na lelembutan Bertiup dengan penuh kelembutan Muga ngoyagkeun panganten Semoga menyentuh hati pengantin Ngoyagkeun sanubarina Menyentuh hati sanubari Dumeh ayeuna waktuna Karena sekarang adalah waktunya
Ngitung-ngitung nu dipaju Setelah menghitung waktu yang Sabdana dirahpalan berjalan Dan sekarang telah mengucapkan janji
KIDUNG SAWER KIDUNG SAWER
1. Pangapunten ka sadaya 1. Mohon maaf ka anu sami araya ke semua yang ada
rehna bade nyawer heula karena mau nyawer dahulu ngedalkeun eusi werdaya mengeluarkan isi hati
2. Isinna mah nya kantenan 2. Tetapi isinya ku sadaya nu mayunan untuk semua yang hadir disebatkeun nanaonan tolong sebutkan boa sami ngamanyunan apa saja keinginannya 3. Rehna kedah katedunan 3. Atas terkabulnya keinginan lama kana subaya turunan yang bertahun-tahun terpendam nu geus lawas tataunan semoga berkenan mugia kersa mayunan ke semua yang hadir 4. Da bongan enggeus ilahar 4. Suatu hasil leluhur poma ulah dek dilanggar yang sudah biasa kenging karuhun nu jembar jangan dilanggar dan para tamu sing salabar diharap para tamu yang hadir 5. Rarepeh pamegat istri 5. Semoga laki-laki dan perempuan ini hiap ujang hiap nyai dapat menerima nasihat muga pituah katampi yang keluar lumayan panggeuing ati dari hati nurani
35
6. Dangukeun ieu piwulang 6. Dengarkan pengalaman ini tawis tin u mikamelang selain rasa was-was teu pisan dek kumalancang bukan kami mau menggurui megatan ngahalang-halang atau menghalang-halangi 7. Akad nikah enggeus cekap 7. Akad nikah sudah cukup nohonan usik jeung kecap kata serta tingkah laku ngan poma ulah dek hilap jangan lupa juga ilmu elmuna kudu tumerap harus dilaksanakan 8. Sarehna enggeus lugina 8. Karena sudah bahagia najan dek ka mana-mana dan tidak kemana-mana tumaninah geus laksana serta semua sudah terlaksana mung kantun kanggo saratna hanya tinggal memenuhi syaratnya 9. Estuning malang mulintang 9. Sebenarnya malang-melintang raos ngeunah ngagandeuang terasa tidak enak tanda teu aya karingrang semua mengandung tanda
geus hamo aya kareunang tidak ada rasa cemas 10. Ngan bangga kanggo meulina 10. Hanya bangga karena memberi muga masing ariatna semoga semua syarat ku loba halanganana yang banyak halangannya nu ngagoda ngarancana tidak menghalangi rencananya 11. Bisina tacan kaharti 11. Siapa tahu tengetkeun masing rastiti semua belum mengerti ucap lampah ati-ati hati-hati dalam bertingkah laku kudu silih beuli ati dan berkata-kata 12. Lampah ulah pasalia 12. Berjalan dalam keluarga sing ngalap hayang waluya jangan sendiri-sendiri upama pakiya-kiya seandainya sendiri-sendiri ahirna matak pasea akan menimbulkan pertengkaran 13. Ulah sok baeud camerut 13. Jangan bermuka asam taya bayana nu runtut tidak ada keinginan berusaha rejeki nuturkeun nungtut karena rejeki itu mengikuti panganggo moal barutut tidak perlu memaksakan diri
36
14. Pacuan rek silih unghak 14. Harta benda tidak akan hilang campelak tekad teu layak pikirkan dahulu sebelum bicara sagala sing asak ngayak hindari ucapan dan sikap singkahan kecap nu nyugak yang menyakiti orang lain 15. Reujeung ulah teu payaan 15. Jangan suka memperbesar masalah ngegedekeun papaduan baik dalam keluarga tembong kun u saburuan maupun dengan tetangga tina pasal timburuan jangan suka cemburu buta 16. Teu sae anu rimbitan 16. Tidak baik dalam keluarga hirup dina kakusutan hidup dalam kekacauan antukna awut-awutan yang nantinya akan nungtun kana pepegatan menimbulkan perceraian (dalam bahasa Indonesia) (Muchtar, 1987:133) 3.3.5 Nincak Endog (Injak Telur)
Telur dianggap sebagai lambang segala awal kehidupan, maka kedua orang
tua senantiasa menjaganya jangan sampai pecah. Bagi seorang gadis, buah
keperawanan haruslah dijaga. Saat ia berhasil mendapatkan pasangan yang tepat, baru
hal yang sangat berharga itu dipasrahkan secara utuh. Nincak endog melambangkan
pada saat pengantin pria menginjak telur sampai pecah, itulah simbol pengantin
wanita mempersembahkan keperawanannya pada mempelai pria. Kemudian
mempelai wanita akan berjongkok dan membersihkan kaki sang suami dengan air
dari kendi yang telah disiapkan juru rias. Hal ini melambangkan kepatuhan dan
37
kesetiaan seorang istri terhadap suaminya dalam setiap keadaan, suka dan duka. Pada
saat yang bersamaan ibu jari pengantin pria ditekankan ke ubun-ubun pengantin
wanita, sebagai simbol keseimbangan dan keharmonisan hidup.
3.3.6 Ngaleupaskeun Japati
Bagi masyarakat Sunda merpati adalah binatang yang selalu hidup rukun,
jarang bertengkar, apalagi saling mencakar. Selama ini merpati dikenal sebagai
lambang pemberi kabar, kejujuran, dan pembawa kedamaian.
Kabar inilah yang ingin disebarkan oleh kedua orang tua mempelai bahwa dua
sejoli tersebut sudah menikah dan sepakat untuk memasuki mahligai rumah tangga.
Bersama iringan doa yang khusuk, ibu pengantin pria melepaskan merpati jantan dan
ibu pengantin wanita melepaskan merpati betina. Sebelum merpati dilepaskan ibu
pengantin wanita akan mengucapkan doa yang dilagukan tetapi karena tidak semua
orang bisa melantunkannya maka biasanya akan diwakilkan oleh juru sawer.
Nyai eulis anaking pupunden Ema jeung Bapa salapan bulan Ema ngakandung dikukuntit ku karisi dirancana ku karempan sieun kitu sieun kieu kakandungan kuma onam. Beurat burayang-bureuyeung eungap rumenghap rumahuh teu ieuh aral subaha
38
mapan dina pangharepan nu dikandung mulus tur rahayu. Geulis dua poe dua peuting Ema nandonkeun nyawa rek ngalahirkeun Nyai (Eulis) teu daek brol pati Ema sasat guwang-gawing ngagantung dina rambut salambar matak ketir baluas kadieunakeun. Alhamdulillah murahna Allah subhanahu wataala putra Ema medal, salamet. Dirorok didama-dama dijaring diaping beurangna peutingna ditanggeuy dieugeuh-eugeuh diatik diwaris harti 23 taun ayeuna (Yuswa panganten Istri) cunduk dawuhna datang mangsana wet kudu papisah nalangsa galo jeung bungah. Teu panasaran da aya nu neruskeun nyaah neruskeun bela Nya Kang Agus (Jenengan panganten pameget) panutan Nyai Ema, bapa, jumurung pisan suka li’lah sadrah pisan bral geura mencar
39
tarawekal malotekar lulus mulus sauyunan silih belaan duaan silih asih silih asuh deudeuh silih pikanyaah lambat lambut runtut raut jatnika lahir batin rumangkep nepi ka pati Cangreud dina sanubari agem agama tatapakan darigama pananggeuyna enggoning hirup Insya Allah rachmat salamet bral anaking buah ati, beubeulahan nyawa perlambangna japati leupas tina kurung….. Ya Allah nyanggakeun….. (Muchtar, 1987:141)
dalam bahasa Indonesia: Anakku yang cantik pujaan ibu dan bapak 9 bulan ibu mengandung diikuti perasaan tidak tenang rasa was-was takut ini itu terjadi pada kandungan Kubawa kemana-mana walau berat terasa nafas sesak supaya tidak ada aral melintang
40
yang dihadapi harapan sehat dan lancar dalam kelahiran Anakku 2 hari 2 malam ibu bertaruh nyawa untuk melahirkanmu nyawa terasa akan lepas dari diri ini hidup bagai tergantung pada sehelai rambut tidak ada rasa tenang gelisah selalu menghadapi kelahiranmu Alhamdulillah atas nama Allah Subhanahu wataala anakku lahir dengan selamat Kurawat dengan penuh kasih sayang kulindungi kudampingi siang malam ku cinta setiap saat bagai harta warisan tak ternilai 23 tahun sudah umurmu anakku (usia pengantin perempuan) muncul perintah datang waktunya kita harus berpisah sedih bahagia bercampur namun tak ada rasa penasaran karena ada yang meneruskan untuk mengasihi dan membelamu yaitu calon suamimu
41
yang menjadi teladanmu Ibu bapak sangat bahagia pergilah dalam ketakwaan dan tawakal dalam usaha yang mulus bekerja samalah saling membela mengasihi dan menghormati bersatulah lahir batin perlahan-lahan sampai mati Terikat dalam hati sanubari jalankan perintah agama sebagai pengikat perjalanan hidup Insya Allah berkat keselamatan menyertaimu anakku belahan hatiku (melepas burung merpati dari sarangnya) Ya Allah kuserahkan pada-Mu Amin
(Muchtar, 1987:141)
3.3.7 Buka Pintu
Bagi siapapun yang ingin bertamu ke rumah orang tentu harus mengetuk pintu
atau memberi salam terlebih dahulu. Hal inilah yang kemudian diterapkan dalam
Ritual Pernikahan Adat Sunda. Sebenarnya ritual Buka Pintu bukan asli dari daerah
Sunda. Acara ini diperkenalkan pertama kali pada masyarakat Sunda oleh Pangeran
Hidayatullah ketika ia dibuang penjajah Belanda ke daerah Cianjur.
Suatu hari ia mengawinkan putrinya dengan upacara perkawinan adat
Banjarmasin. Dalam acara itu hadir pula para pejabat dan ningrat dari Pasundan,
42
termasuk di antaranya RAA Kusumahningrat, seniman Cianjur yang tersohor pada
masa itu. Salah satu upacara adat itu adalah upacara Buka Pintu, setelah sebelumnya
dilengkapi dengan pepantunan bahasa Sunda yang kemudian ditembangkan dalam
nada-nada khas Pasundan. Mungkin karena itulah istilah upacara ini tidak
menggunakan bahasa Sunda, yaitu Muka Panto, tetapi tetap dalam bahasa Indonesia
yaitu Buka Pintu (Agoes Artati, 2003:4). Upacara Buka Pintu itu kini secara turun-
temurun menjadi bagian ritual upacara Pernikahan Adat Sunda.
Sebelum memasuki rumah keluarga pengantin wanita, sebelumnya pengantin
pria harus mengetuk pintu tiga kali. Dari dalam rumah pengantin wanita tidak
langsung membukakan pintu. Ia perlu memastikan apakah yang mengetuk pintu itu
benar-benar pria yang baru saja menikahinya. Hal ini bermakna agar kita tidak
sembarangan membuka pintu kepada orang yang datang bertamu karena kita tidak
tahu apakah benar yang datang itu suami, saudara maupun teman kita, atau justru
orang yang berniat jahat yang sedang ada di luar rumah kita.
Saat pengantin pria melangkahkan kakinya memasuki rumah, pengantin
wanita akan segera menyambutnya dengan munjungan, yaitu jabat tangan khas Tanah
Pasundan. Caranya dengan menyatukan kedua telapak tangan yang kemudian kedua
ujung jarinya ditempelkan di hidung. Pengantin wanita kemudian menunduk dan
menyentuhkan sebagian ujung jarinya pada ujung jari pengantin pria yang
mengandung maksud agar suami mampu bersikap lebih santun. Dialog ini biasanya
dilakukan dengan gaya berpantun sehingga tidak semua pengantin mampu
melakukannya.
43
Agar pembacaan pantun ini lebih menarik, dialog ini biasanya dilakukan oleh
sepasang juru sawer pria dan wanita. Dialog ini biasanya diakhiri dengan sebuah
ujian dari pengantin wanita untuk pengantin pria, yaitu apakah pengantin pria mampu
melafalkan dua kalimat sahadat atau tidak. Ini sebagai pembuktian terakhir bagi
pengantin wanita sebelum akhirnya membukakan pintu bagi pengantin pria. Pantun
tersebut adalah:
BUKA PINTU
(SINOM DEGUNG) Pameget : Asalamualaikum Panutan pupujan ati Pangapunten torojagan Dumeh tos pakait jangji Isteri : Eta saha nu diluar Anu kaketrok ti tadi Asa taya tata pisan Hoyong geura terang sidik Mugi kersa mawarti Sareng naon nu dimaksud Pameget : Goreng teuing bagja awak Tiis pisan nasib diri Ku jungjungan ngalaman di saha-saha
44
Pameget : Pan urang cik keneh pisan Ku saksi ku kadang wargi Geus rengse nya dirahpalan Aengkang teh caroge Naha tataros deui Isteri : Hapunten anu kasuhun Sanes teu bade muka Mung ku hoyong banget yakin Naha leres nu keketrok the junjunan Isteri : Abdi hoyong terang sidik Mugi kersa ngawaleran Mun leres teu ngabobodo Terangkeun naon ageman Keur ngamudi rumah tangga Pameget : Taqwa nu Gusti nu Agung Tah eta ageman tunggal Pameget : Mun diwincik hiji-hiji Jenglengan iman jeung ihsan Iman teges takad hate Ihsan hade laku lampah Isteri : Leres geuning mani tetela
45
Paingan tos hoyong tepung Sihoreng sidik panutan Mung panuhun hiji deui Pameget : Mangga geura sasuran Sankan ulah hamham bae Isteri : Teu seuseur gaduh kahayang Pameget : Geura pok engkang teu sabar Isteri : Samemeh mukakeun panto Nya maos heula Sahadat
BUKA PINTU Ti pihak Pameget DANGDANGGULA Bojo engkang pupujaning ati ieu panto enggal geura buka atos syah urang pajongok parantos disyahkeun ku hokum nyicingan parentah agama nyumponan ka Islaman disaksi di kaum urang nikah parantos syah hirup kumbuh sauyunan anu resmi ancrub kasugemaan
46
Ti pihak Istri SINOM Ngahaturkeun kabingahan engkang tos nyumponan jangji patokan tina agama bingah taya keur ngabanding ti lahir dugi ka batin sumangga sim abdi tumut ayeuna panto dibuka masrahkeun raga jeung nyawa nanging engkang kedah ngucapkeun sahadat (Uhi, 1996:22) dalam bahasa Indonesia
BUKA PINTU
(SINOM DEGUNG) Suami : Asalamualaikum Teladan dan tambatan hati Mohon maaf yang sebesar-besarnya Karena sudah terikat pada janji Isteri : Itu siapakah yang ada diluar Yang mengetuk pintu dari tadi Bagai orang tak punya kesopanan Ingin segera mengetahui Kabar apa yang dibawa Dan apa gerangan maksudnya
47
Suami : Jelek sekali keadaanku Buruk sekali nasibku Suami : Kita baru saja mengucapkan akad Dilihat oleh para saksi dan sanak keluarga Akang ini suamimu nyai Mengapa harus bertanya-tanya lagi Isteri : Mohon maaf suamiku Bukan saya tidak mau membuka Tapi hanya ingin menyakinkan Apakan betul suamiku yang mengetuk pintu Isteri : Saya hanya ingin menyelidiki Semoga mau segera memberitahu Kalau memang benar Dan tidak berbohong Apa yang digunakan Untuk memimpin rumah tangga kita Suami : Taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa Adalah cara yang aku gunakan Suami : Kalau dirinci, dibuka satu persatu Aku adalah iman dan ihsan Iman yang kuat dengan sebulat hati Tingkah laku dan tindakan yang selalu baik
48
Isteri : Ternyata memang benar keinginan yang kuat Untuk bertemu dengan suami Orang yang akan menjadi teladan Isteri : Satu lagi permohonan saya Suami : Tolong segera bicara Jangan hanya diam saja Isteri : Tidak banyak keinginanku Suami : Aku sudah tidak sabar Isteri : Sebelum pintu dibuka Tolong baca sahadat terlebih dahulu BUKA PINTU Dari pihak suami DANGDANGGULA Istri pujaan hati cepat buka pintunya kita sudah sah dan disahkan hukum mentaati perintah agama memenuhi keIslaman dihadapan saksi
49
kita menikah dengan sah hidup bersama secara resmi untuk mencari kebahagiaan Dari pihak isteri SINOM Selamat kepada yang telah memenuhi janji dalam aturan agama bahagia tak terkira lahir dan batin saya akan mentaati suami pintu telah saya buka pasrah jiwa,raga dan nyawa tetapi harus mengucapkan sahadat dahulu.
3.3.8 Sungkem
Sungkem adalah bersujud kepada orang tua hal ini merupakan salah satu cara
menunjukkan bakti atau terima kasih, permintaan maaf, dan mohon doa restu seorang
anak kepada kedua orang tuanya. Sungkem juga diterapkan dalam upacara
pernikahan adat Sunda di mana pasangan pengantin akan bersujud kepada orang tua
dan memohon doa restu agar pernikahan mereka bahagia, sejahtera, dan selalu
diberkati oleh Tuhan.
Dalam pernikahan Adat Sunda selain pasangan pengantin mengucapkan doa
dalam hati mereka, doa atau permohonan dalam sungkem akan dilantunkan oleh
tukang sawer.
50
Adapun naskah sungkem yang dilantunkan oleh penyawer seperti tertulis di
bawah ini:
Diucapkan kepada Ibu Ibu, dinten ieu putra nyaluuh na pangkonan salira ibu, seja neda di hapunten, tina sugrining dosa sareng kalepatan putra. Rumaos putra teh estuning teu weleh ngariweuhkeun sareng ngarepotkeun. Ti wangkid di kandung salami salapan sasi, dirorok ti orok, di timang ti bubudak tug dugi ka kiwari abdi sawawa, teu acan kantos abdi naur pamulang tarima, bet teu ku hanteu kapegat ku pancen sanes. Nangning mugia ibu wening galih ngalungsurkeun jiad pang dua rehna putra seja ngambah kahirupan rumah tangga, kalayan pidua sinareng restu ibu, putra nyuprih ka ridhoan Ilahi.
Diucapkan kepada Bapak Bapa, mugia di tampi sembah sungkem putra, dinteun ieu putra nembrakeun panampilan anu teu aya
hinggana kana sagala rupi ka deudeuh sareng bimbingan bapa anu weleh ngatik ngadidik, ngaping siang sareng wengi, dugi ka kiwari putra nincak rarabi. Mugi bapa ngajurung ku sih pidua, putra singtinemu jatining bagja enggoning ngambah sagara ka hirupan rumah tangga.
Diucapkan kepada Ibu Mertua Ibu, ti wangkid dinteun ieu putra seja nyiruruk dina kaweningan kalbu ibu. mugia di tampi lir putra pet ku hinis,
51
ulah dugi ka tumarumpang ngabimbing putra lir ka putra pituin. Indit peutingna datang beurangna, putra neda panalingaan, neda jiad pidua mugi putra tiasa nyubadanan sagala rupi pancen kahirupan anu sae mungguh Allah Subhanahu Wataala.
Diucapkan kepada Bapak Mertua Bapa, ieu putra nyanggakeun sembah sungkem tawis karumaosan sareng nampi kana sagala rupi kaweningan galih bapa, seja neda pangdeudeul sareng atikan dina enggoning ngambah sagara rumah tangga,
geusan ngahontal ka ridhoan Allah Subhanahu Wataala, dugi katingmu ka bagjaan dunya rawuh aherat. Dalam bahasa Indonesia:
Diucapkan kepada Ibu Ibu, hari ini putramu bersujud di pangkuan ibu, memohon agar diampuni, segala dosa dan kesalahan anakmu ini. Saya merasa sungguh sangat merepotkan. Sejak dikandung selama sembilan bulan. Dirawat dan dipelihara, ditimang sejak bayi sampai saya menjadi dewasa, belum pernah saya membalas, mau tidak mau terhalang oleh tugas yang lain. Mudah-mudahan dengan hati jernih memberikan doa dan restu, karena anakmu ini akan mengarungi kehidupan rumah tangga, dan mohon berkat dari ibu, dan ridho dari Allah SAW.
Diucapkan kepada Bapak Bapa, semoga sembah sungkemku diterima,
52
hari ini putra menyerahkan kembali, apa yang telah saya terima, kasih sayang bapa yang besar dan tak terhingga, membimbing dan mendidik, mendampingi siang malam hingga hari ini sampai pada saatnya saya menikah. Semoga doa bapa mengiringi, mendorong anakmu untuk menemukan kebahagiaan sejati, dalam menempuh samudera kehidupan rumah tangga.
Diucapkan kepada Ibu Mertua Ibu, mulai hari ini anakmu masuk dalam keheningan kalbu, semoga keinginan yang kuat putramu, jangan sampai menghalangi bimbinganmu pada putramu ini. Pergi malam datang siang, semoga anakmu dapat bertanggung jawab akan segala rupa tugas kehidupan, yang sesuai dengan aturan jalan yang ditentukan oleh Allah.
Diucapkan kepada Bapak Mertua Bapa, anakmu menyerahkan sembah sungkem, dan menerima segala kemurahan hati bapak, mau menerima rasa sayang dan juga ajaran dan pengalaman, dalam menjalani bahtera rumah tangga, sampai mencapai keridhoan dan berkah dari Allah SAW, sampai menemukan kebahagiaan dunia akhirat.
3.3.9 Meuleum Harupat
Pria selalu diidentikkan dengan otot, kekuatan, kejantanan, kekerasan. Bisa
dibayangkan situasi dunia bila hanya dipenuhi perang karena semua pria ingin
menunjukkan kekuatan . Hal ini ditunjukkan dengan acara meuleum harupat yaitu
pengantin pria akan membawa harupat atau lidi yang terbakar dan akan disiram
dengan air dalam kendi oleh pengantin wanita. Kemudian harupat tersebut akan
53
dipatahkan oleh pengantin pria.
Maksud yang terkandung adalah bahwa sifat pemarah dan tak terpuji yang
dilambangkan dengan lidi yang terbakar harus segera dihilangkan bila menginginkan
rumah tangga yang senantiasa rukun dan harmonis. Setelah api padam, harupat
dipatahkan lalu dibuang dan kendi dipecahkan oleh pengantin berdua. Hal ini
melambangkan masalah yang telah selesai harus segera dilupakan atau dihilangkan
dari ingatan atau benak. Jangan lagi dipermasalahkan di kemudian hari.
3.3.10 Huap Lingkung
Huap lingkung merupakan upacara saling menyuapi. Suapan pertama
dilakukan oleh ibu dari masing-masing mempelai. Biasanya menggunakan nasi ketan
kuning yang telah dibentuk menjadi bola-bola kecil agar lebih mudah dimakan. Ini
diibaratkan sebagai suapan terakhir dari ibunda sebelum akhirnya sang anak memiliki
kehidupannya sendiri. Kemudian suapan oleh ayah kedua mempelai, yang juga
memiliki makna sama; suapan terakhir dari ayahanda. Selanjutnya, dilakukan suapan
bersilang; orang tua mempelai pria memberi suapan pada mempelai wanita dan
sebaliknya. Hal ini disimbolkan sebagai awal memiliki orang tua baru; bahwa setelah
menikah masing-masing mempelai akan menjadi anggota baru bagi keluarga besar
pasangan. Terakhir, suapan dilakukan oleh kedua mempelai. Ini menyimbolkan
situasi setelah menikah di mana kedua mempelai akan menjadi pasangan yang akan
saling berbagi.
54
3.3.11 Pabetot-Betot Bakakak
Ritual Pabetot-Betot Bakakak dalam pernikahan adat Sunda yaitu saling tarik
menarik paha ayam sekuat-kuatnya yang berhasil mendapatkan potongan lebih besar
itulah yang menang dan konon dialah yang akan membawa rejeki yang lebih banyak
Kedua mempelai masing-masing memegang paha ayam bakakak (ayam yang telah
dipanggang) dan setelah diberi aba-aba oleh penyawer, keduanya akan saling menarik
paha itu sekuatnya. Yang berhasil mendapatkan yang lebih besar itulah yang menang
dan konon dialah yang akan membawa rejeki yang lebih banyak. Setelah itu,
potongan ayam yang besar itu harus dimakan bersama, sebagai simbol bahwa rejeki,
meski yang mendapatkannya adalah salah satu dari pengantin, harus bisa dinikmati
bersama. Ini mempunyai makna bahwa di dalam berkeluarga harus mampu saling
berbagi rejeki. Apa yang kita hasilkan harus dinikmati bersama
3.4. Makna
3.4.1 Makna Penjemputan oleh Lengser
Lengser adalah tokoh atau pemimpin yang dihormati dalam acara pernikahan.
Lengser akan menembangkan nasihat-nasihat untuk pasangan pengantin agar acara
dapat berlangsung dengan lancar
Makna dalam acara ini adalah menjelaskan bahwa dalam sebuah rumah
tangga yang baru saja dibentuk akan membutuhkan bantuan dan doa dari orang tua
maupun orang yang berpengalaman untuk memberikan nasihat dan contoh-contoh
yang baik agar pasangan pengantin dapat membentuk keluarga baru dengan dasar
55
yang baik dan kuat sehingga keluarganya bisa bertahan langgeng dan tanpa keributan
besar yang dapat merusak perjalanan kehidupan keluarga mereka.
3.4.2 Makna ngabageakeun (Penyambutan)
Dalam ngabageakeun pengantin pria dilakukan oleh ibu calon pengantin
wanita. Acara penyambutan dilakukan dengan melakukan pengalungan bunga melati
pada calon pengantin pria. Pengantin pria kemudian diapit oleh kedua orang tua calon
pengantin wanita untuk masuk menuju pelaminan untuk melakukan akad nikah.
Petugas KUA, para saksi, dan pengantin pria sudah berada di tempat nikah.
Makna dalam acara ngabageakeun (penyambutan) adalah setiap orang tua
pasti akan menyambut kedatangan anaknya beserta menantunya karena seorang
menantu akan dianggap sebagai anak kandung oleh orang tuanya.
3.4.3. Makna Pemberian Wejangan
Dalam pelaksanaa pernikahan adat sunda wejangan diberikan oleh
ayah.pengantin wanita. Orang tua memberikan nasihat-nasihat kepada calon
pengantin supaya bisa membentuk keluarga baru yang rukun dan dapat
menyelesaikan masalah-masalah dengan baik dan menjaga hubungan pernikahan agar
tetap harmonis.
Makna pemberian wejangan dalam upacara pernikahan bagi masyarakat
adalah mengetahui hubungan antara anak dan orang tua haruslah baik jangan sampai
ada perselisihan, itu di wujudkan dengan nasehat-nasehat orang tua kepada anaknya
56
ketika hendak menikahkan, supaya keluarga baru kelak rukun serta menjaga
pernikahannya sampai mati.
3.4.4 Makna Sawer
Dalam ritual pernikahan adat sunda nyawer atau melakukan sawer memiliki
makna menebar nasihat. Karena sepasang pengantin akan mengarungi kehidupan
baru, orang tua bertanggung jawab untuk memberikan bekal lahir batin kepada kedua
mempelai. Dahulu saweran biasanya dilakukan oleh orang tua kandung pengantin
tetapi saat ini lebih sering dilakukan oleh tukang sawer karena tidak semua orang
dapat menyanyikan kidung-kidung sawer
Makna acara sawer dalam ritual pernikaha adat sunda adalah memberikan
nasihat dan doa kepada pasangan pengantin agar bisa menjadi keluarga baru yang
baik, selalu berkecukupan, dan selalu dalam lindungan Tuhan.
3.4.5 Makna nincak endog (injak telur)
Telur dianggap sebagai lambang segala awal kehidupan, maka kedua orang
tua senantiasa menjaganya jangan sampai pecah. Bagi seorang gadis, buah
keperawanan haruslah dijaga. Saat ia berhasil mendapatkan pasangan yang tepat, baru
hal yang sangat berharga itu dipasrahkan secara utuh.
Nincak endog melambangkan pada saat pengantin pria menginjak telur
sampai pecah, itulah simbol pengantin wanita mempersembahkan keperawanannya
pada mempelai pria.
57
Makna nincak endog melambangkan atau menyimbolkan awal kehidupan, dan
orang tua akan senantiasa berusaha menjaganya. Dalam perkawinan adat sunda telur
disimbolkan sebagai awal kehidupan. Dari telurlah nantinya muncul daging, darah,
dan nyawa. Secara luas telur melambangkan kesuburan atau lambang keperawanan
seorang wanita
3.4.6 Makna ngaleupaskeun japati (melepas merpati)
Dalam ritual pernikahan adat Sunda merpati adalah binatang yang selalu
hidup rukun, jarang bertengkar, apalagi saling mencakar. Selama ini merpati dikenal
sebagai lambang pemberi kabar, kejujuran, dan pembawa kedamaian.
Makna ngaleupaskeun japati (melepas merpati) untuk masyarakat yaitu
orang tua juga akan melepaskan anak mereka untuk memulai kehidupan mereka
sendiri agar mandiri, sekaligus juga ingin mengabarkan kepada masyarakat bahwa
mereka melepaskan anak mereka kepada masyarakat. Merpati yang dilepaskan juga
berarti memberi kabar bahwa anak-anak mereka sudah menikah.
3.4.7 Makna Buka Pintu
Dalam upacara pernikahan adat Sunda Buka Pintu, secara turun-temurun
menjadi bagian dari ritual upacara Pernikahan Adat Sunda. setelah sebelumnya
dilengkapi dengan pepantunan bahasa Sunda yang kemudian ditembangkan dalam
nada-nada khas Pasundan karena itulah istilah upacara ini tidak menggunakan bahasa
Sunda, yaitu Muka Panto, tetapi tetap dalam bahasa Indonesia yaitu Buka Pintu
58
Makna Buka Pintu dalam upacara pernikahan bagi masyarakat adalah supaya
dalam suatu keluarga selalu waspada apabila menerima tamu selalu bertanya terlebih
dahulu agar kita mengetahui yang datang orang yang kita kenal atau tidak, orang baik
atau orang jahat.
3.4.8 Makna Sungkem
Dalam ritual pernikahan adat Sunda Sungkem adalah bersujud kepada orang
tua hal ini merupakan salah satu cara menunjukkan bakti atau terima kasih,
permintaan maaf, dan mohon doa restu seorang anak kepada kedua orang tuanya.
Sungkem juga diterapkan dalam upacara pernikahan adat Sunda pasangan pengantin
akan bersujud kepada orang tua dan memohon doa restu agar pernikahan mereka
bahagia, sejahtera, dan selalu diberkati oleh Tuhan.
Makna sungkem adalah salah satu cara berterima kasih, meminta maaf, dan
meminta berkat atau restu. Sebelum memulai kehidupan baru pasangan pengantin
akan melakukannya kepada orang tua agar mereka dimaafkan kesalahannya,
diberkati, dan direstui agar bisa menjalani kehidupan barunya.
3.4.9 Makna Meuleum Harupat
Dalam ritual pernikahan adat Sunda meuleum harupat mempunyai tujuan
yaitu pengantin pria akan membawa harupat atau lidi yang terbakar dan akan disiram
dengan air dalam kendi oleh pengantin wanita. Kemudian harupat tersebut akan
dipatahkan oleh pengantin pria.
59
Makna pelaksanaan ritual meuleum harupat yaitu sifat-sifat pemarah dan tak
terpuji yang dilambangkan dengan lidi yang terbakar, harus segera disiram dengan air
atau dihilangkan bila ingin rumah tangganya rukun selalu.
3.4.10 Makna Huap Lingkung
Ritual Huap lingkung dalam pernikahan adat Sunda merupakan upacara
saling menyuapi antara kedua pengantin secara bergantian. Suapan pertama dilakukan
oleh ibu dari masing-masing mempelai. Biasanya menggunakan nasi ketan kuning
yang telah dibentuk menjadi bola-bola kecil agar lebih mudah dimakan. Ini
diibaratkan sebagai suapan terakhir dari ibunda sebelum akhirnya sang anak memiliki
kehidupannya sendiri
Makna pelaksanaan ritual Huap Lingkung bagi masyarakat luas adalah suapan
kasih sayang dari kedua orang tua mempelai, sekaligus merupakan suapan terakhir
dengan harapan mereka nantinya bisa hidup mandiri dan tidak perlu bantuan orang
tua.
3.4.11 Makna pabetot-betot bakakak
Ritual Pabetot-Betot Bakakak dalam pernikahan adat Sunda yaitu saling
tarik menarik paha ayam sekuat-kuatnya yang berhasil mendapatkan potongan lebih
besar itulah yang menang dan konon dialah yang akan membawa rejeki yang lebih
banyak Kedua mempelai masing-masing memegang paha ayam bakakak (ayam yang
telah dipanggang) dan setelah diberi aba-aba oleh penyawer.
60
Makna pelaksanaan pabetot-betot bakakak bagi masyarakat luas adalah upaya
kerja sama dalam mengatur keluarga; dalam mengatur rejeki kedua mempelai
diharapkan agar kelak dapat saling berbagi. Tidak menjadi masalah siapa yang
menghasilkan lebih banyak. Rejeki tetap dinikmati bersama.
3.5 Fungsi
3.5.1 Fungsi ritual Penjemputan oleh Lengser
Fungsi ritual ini dibagi menjadi tiga yaitu fungsi dalam bidang
pendidikan/pedagogis. Fungsi dalam bidang religi, dan fungsi dalam bidang sosial.
a. Fungsi Pendidikan
Dalam bidang pendidikan ritual ini bisa dijadikan bahan penelitian
untuk tugas-tugas dalam bidang kebudayaan.
b. Fungsi Religiositas
Dalam bidang religi, ritual ini merupakan perwujudan doa yang ingin
diberikan oleh orang tua kepada pasangan pengantin. Doa akan membuat
pasangan pengantin merasa lebih bisa untuk menghadapi kehidupan yang
belum pernah mereka lakukan.
c. Fungsi Sosial
Dalam bidang sosial, masyarakat akan mengetahui bahwa masih ada
budaya dalam pernikahan adat Sunda dan hal ini bisa terus dilanjutkan
sebagai warisan budaya daerah.
61
3.5.2 Fungsi Acara Ngabageakeun (penyambutan)
a. Fungsi Pendidikan/Pedagogis Ngabageakeun
Acara ngabageakeun (penyambutan) secara pedagogis mengandung
makna pemahaman acara ngabageakeun secara menyeluruh yang terdiri
dari penjemputan pengantin wanita dari kamar oleh orangtua, lalu duduk
di sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung panjang, yang
berarti penyatuan dua insan yang masih murni. Hal ini menyimbolkan
bahwa orangtua memberi doa restu atas pernikahan anak-anaknya.
b. Fungsi Religi Ngabageakeun
Fungsi acara ngabageakeun (penyambutan) secara religius ialah (1)suka
cita orang tua atas anaknya karena telah melepas masa lajang, (2)orang tua
melepaskan anaknya yang akan menikah dan memulai hidup baru. Ini
merupakan simbol lepasnya orang tua dari tanggung jawab kepada Tuhan
karena telah berhasil mendidik anaknya dengan baik.
c. Fungsi Sosial Ngabageakeun
Fungsi sosial acara ngabageakeun (penyambutan) adalah (1) terjalinnya
hubungan yang erat antarkeluarga dari kedua mempelai, dan merupakan
(2) nilai bakti dan tanggung jawab antara anak dan orang tua serta di
antara kedua mempelai sendiri.
62
3.5.3 Fungsi acara pemberian wejangan
a. Fungsi Pedagogis Pemberian Wejangan
Pemberian wejangan dalam upacara pernikahan secara pedagogis
mengandung makna orangtua akan selalu mendidik anaknya hingga sang
anak akan memulai kehidupannya sendiri.
b. Fungsi Religi Pemberian Wejangan
Fungsi religius dari pemberian wejangan ialah ayah (orang tua)
memberikan nasihat-nasihat kepada anak supaya bisa membentuk
keluarga baru yang rukun dan dapat menyelesaikan masalah-masalah
sesuai dengan ajaran agama.
c. Fungsi Sosial Pemberian Wejangan
Fungsi sosial pemberian wejangan adalah pendewasaan diri pengantin
wanita supaya bisa membentuk keluarga baru sekaligus ini juga
merupakan simbol bimbingan terakhir dari orang tua mereka.
3.5.4 Fungsi acara saweran
a. Fungsi pendidikan yang ada dalam acara ini menjelaskan bahwa sebuah
doa, nasihat bisa ditembangkan agar lebih menarik dan bisa menjadi
sebuah karya seni yang indah.
b. Dalam religi, berfungsi sebagai permohonan kepada Tuhan untuk
memberkati pasangan yang baru saja menikah dan akan memulai
kehidupan baru mereka, agar selalu bahagia dan pernikahan mereka akan
63
langgeng sampai mencapai usia senja.
c. Fungsi sosial agar orang-orang di sekitar mengetahui tata cara pernikahan
dan turut memberikan doa restu kepada pasangan pengantin yang baru saja
menikah.
3.5.5.Fungsi acara nincag endog
a. Fungsi pedagogis nincak endog yaitu bagi remaja putri secara khusus harus
menjaga mahkota kewanitaannya agar kelak bila suatu saat melangsungkan
pernikahaan dapat memperoleh kebahagiaan lahir batin karena dilakukan
dengan sukacita.
b. Fungsi religi nincak endog yaitu kesucian seorang wanita akan lebih
berharga apabila diberikan kepada suami yang telah sah baik secara hukum
maupun agama. Dalam adat sunda seorang calon mempelai pria menjunjung
tinggi keperawanan calon istrinya yang dilambangkan dengn telur dalam
upacara nincak endog.
c. Fungsi sosial nincak endog khususnya menginjak telur dan mencuci kaki
pengantin pria sementara ibu jari pengantin pria menempel pada dahi
pengantin pria merupakan perlambang kesetiaan dan kepatuhan seorang
istri, juga melambangkan relasi personal saling menghargai dan
menghormati pasangan.
64
3.5.6 Fungsi acara ngaleupaskeun japati
a. Fungsi Pendidikan Ngaleupaskeun Japati
Fungsi pendidikan ngaleupaskeun japati (melepas merpati) adalah sebagai
pengajaran supaya untuk mempercayai, hidup rukun, setia. Seperti merpati
yang di lepaskann pada waktu ritual selalu terbang bersama-sama.
b. Fungsi Religi Ngaleupaskeun Japati
Fungsi religi ngaleupaskeun japati (melepas merpati) adalah doa yang
dipanjatkan sebelum merpati dilepaskan diiringi dengan doa yang khusuk
atau doa permohonan.
c. Fungsi Sosial Ngaleupaskeun Japati
Fungsi sosial ngaleupaskeun japati (melepas merpati) adalah agar
masyarakat mengetahui bahwa pada hari itu tengah diadakan ritual
pernikahan yang di dalamnya memiliki nilai kesucian yang tinggi dengan
kebiasaan-kebiasaan yang positif yang dilambangkan burung merpati yang
warnanya putih bersih
3.5.7 Fungsi acara Buka Pintu
a. Fungsi Pedagogis Buka Pintu
Fungsi pedagogis buka pintu ialah agar kita bisa mengajarkan kepada
anak-anak untuk lebih berhati-hati dalam menerima tamu, tidak
65
sembarangan membuka pintu karena kita tidak tahu yang datang akan
bermaksud baik atau buruk.
b. Fungsi Religi Buka Pintu
Secara religius, buka pintu berfungsi agar kita selalu terbiasa
mengucapkan salam saat bertamu maupun saat menerima tamu, seperti
mengatakan asalamualaikum bagi umat Muslim.
c. Fungsi Sosial Buka Pintu
Fungsi sosial buka pintu mengajarkan kita untuk saling bertegur sapa, agar
terjalin kerjasama, keharmonisan, dan saling menghormati. Dalam acara
buka pintu, seorang pria mengetuk pintu tiga kali mempunyai tujuan agar
mengetahui itu yang di dalam rumah benar-benar istrinya.
3.5.8 Fungsi acara sungkem
a. Fungsi Pedagogis Sungkem
Fungsi sungkem dalam pendidikan mempunyai arti bersujud kepada orang
tua merupakan salah satu cara menunjukkan bakti atau terima kasih,
permintaan maaf dan mohon doa restu seorang anak kepada kedua orang
tuanya.
b. Fungsi Religi Sungkem
Secara religius fungsi sungkem yaitu (1) bagi orang tua; orang tua akan
selalu mendoakan dan merestui perjalanan hidup anaknya agar anaknya
66
selalu bahagia dalam kehidupannya yang baru. (2) bagi anak; anak
meminta doa restu dan mengucapkan syukur kepada orang tua karena
telah membesarkan mereka dengan baik dan meminta restu supaya
pernikahan mereka selalu dalam lindungan Tuhan.
c. Fungsi Sosial Sungkem
Fungsi sosial sungkem adalah rasa hormat kepada orang tua kita dan bisa
dilakukan kapan saja saat kita meminta restu tidak hanya kepada orang tua
yang telah melahirkan kita tetapi juga bisa kita lakukan terhadap orang-
orang yang kita hormati dan kita sayangi.
3.5.9 Fungsi acara Meuleum Harupat
a. Fungsi Pendidikan Meuleum Harupat
Fungsi pendidikan dalam ritual meuleum harupat ialah mengeliminasi
sifat-sifat pemarah dan tak terpuji yang dilambangkan dengan lidi yang
terbakar demi rumah tangga yang rukun selalu. Setelah api padam,
harupat dipatahkan lalu dibuang dan kendi dipecahkan oleh pengantin
berdua. Hal ini berarti, masalah yang telah selesai harus segera
dilupakan/dihilangkan, jangan diungkit lagi di kemudian hari.
b. Fungsi Religi Meuleum Harupat
Fungsi religius ritual meuleum harupat yaitu menjaga keluarga atau
rumah tangga yang dibangunnya itu agar jangan sampai rusak karena
67
pertengkaran. Semua masalah akan bias diselesaikan terlebih bila kita
berserah kepada Tuhan.
c. Fungsi Sosial Meuleum Harupat
Fungsi sosial dalam melaksanakan meuleum harupat yaitu jalinan relasi
inter-personal dalam keluarga yang saling memahami dan ada yang
mengalah agar masalah tidak berkembang semakin besar. Akan lebih baik
lagi jika kita juga bisa melakukannya di dalam lingkungan masyarakat.
3.5.10 Fungsi acara huap lingkung
a. Fungsi Pedagogis Huap Lingkung
Fungsi huap lingkung bagi pendidikan adalah pada saat kita kecil hingga
dewasa kita masih bergantung kepada orang tua, tetapi setelah menikah
kita harus bias hidup mandiri dan tidak merepotkan orang tua kita lagi.
b. Fungsi Religi Huap Lingkung
Secara religius, huap lingkung adalah meminta restu kepada orang tua
ataupun mertua atas nama Tuhan, untuk membina keluarga baru yang
penuh dengan kasih sayang, mandiri, dan sejahtera. Bagi orang tua ini
berarti melepaskan anak-anaknya untuk memulai hidup baru atau
membina keluarga yang baru.
68
c. Fungsi Sosial Huap Lingkung
Fungsi sosial dari huap lingkung adalah pelepasan tanggung jawab orang
tua kepada anaknya. Setelah menikah kita harus bisa hidup mandiri dan
tidak bergantung kepada orang tua.
3.5.11 Fungsi acara pabetot-betot bakakak
a. Fungsi Pendidikan Pabetot-Betot Bakakak
Fungsi pendidikan dari ritual pabetot-betot bakakak sebagai simbol
bahwa rejeki, meski yang mendapatkan adalah salah satu mempelai, harus
bisa dinikmati bersama. Kita harus bersikap adil dalam membagi rejeki.
Jangan sampai kita memperdebatkan masalah rejeki.
b. Fungsi Religi Pabetot-Betot Bakakak
Fungsi ritual pabetot-betot bakakak secara religius mengandung makna
segala rejeki yang dihasilkan tidak lepas dari perlindungan dan berasal
dari Tuhan. Ini merupakan pemberian yang harus disyukuri serta
dinikmati bersama-sama.
c. Fungsi Sosial Pabetot-Betot Bakakak
Fungsi sosial ritual pabetot-betot bakakak, yaitu di dalam berkeluarga
kedua mempelai harus saling berbagi rejeki. Apa yang telah hasilkan harus
dinikmati bersama.
69
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan uraian di depan, penulis menyimpulkan beberapa
hal sebagai berikut:
Pertama, persiapan ritual sawer dalam pernikahan adat Sunda di Kecamatan
Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, antara lain: persiapan waktu, persiapan
tempat, persiapan benda yang akan digunakan dalam ritual sawer dan persiapan
penyelenggara atau orang-orang yang terlibat dalam ritual sawer. Waktu ritual sawer
akan dilakukan setelah akad nikah dilaksanakan sehingga persiapannya merupakan
bagian dari persiapan acara pernikahan itu sendiri. Waktunya biasanya akan
diperbincangkan beberapa bulan sebelumnya terlebih dahulu oleh kedua belah pihak
orang tua dari pengantin. Tempat diadakannya ritual sawer biasanya tergantung
dimana akad nikah dan pesta akan dilakukan. Apabila akad nikah dan pesta dilakukan
di rumah maka ritual sawer juga akan dilakukan di rumah. Demikian juga bila akad
nikah dan pesta diadakan di gedung maka ritual sawer pun diadakan di gedung.
Karena hal itu maka biasanya persiapan tempat akan dilakukan sekaligus dengan
persiapan-persiapan akad nikah dan pesta. Persiapan benda-benda yang akan
digunakan dalam ritual ini adalah payung besar yang dihiasi, tiga pasang kursi untuk
duduk pasangan pengantin yang akan disawer dan orang tua pengantin, kemudian
70
bokor yang berisikan benda-benda yang akan disawerkan kepada pasangan
mempelai. Benda-benda yang akan disawerkan berupa biji-bijian (kacang tanah,
jagung), beras, kunyit yang diiris-iris, uang logam, permen dan perlengkapan makan
sirih (daun sirih, kapur sirih, jambe, tembakau). Orang yang menyawer biasanya
adalah orang yang dituakan dan dianggap bisa memberikan contoh yang baik kepada
masyarakat. Persiapan yang akan dilakukan penyawer adalah berdoa secara pribadi
kepada Tuhan, memohon izin untuk melakukan ritual sawer agar berjalan lancar.
Pasangan pengantin yang akan disawer karena sebelumnya sudah melakukan acara
siraman dan ijab Kabul di Masjid atau pemberkatan di Gereja maka tidak
memerlukan persiapan-persiapan khusus.
Kedua, pelaksanaan ritual saweran. Pelaksanaan ritual sawer dimulai dengan
penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita (lengser). Kemudian
acara ngabageakeun (penyambutan), lalu pemberian wejangan dari ayah pengantin
wanita atau keluarga yang dituakan. Setelah itu ritual saweran, dan dilanjutkan
dengan Nincak endog. Kemudian acara Ngaleupaskeun Japati, kemudian Buka
pintu, setelah itu acara Meuleum Harupat, Huap Lingkung, dan Pabetot-betot
bakakak.
Ketiga, makna proses ritual sawer dalam pernikahan adat Sunda di
Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Makna penjemputan oleh
Lengser adalah menjelaskan bahwa dalam sebuah rumah tangga yang baru saja
dibentuk akan membutuhkan bantuan dan doa dari orang tua maupun orang yang
berpengalaman. Makna dalam acara ngabageakeun adalah setiap orang tua pasti akan
71
menyambut kedatangan anaknya beserta menantunya karena seorang menantu akan
dianggap sebagai anak kandung oleh orang tuanya. Makna dalam acara pemberian
wejangan adalah mengetahui hubungan antara anak dan orang tua haruslah baik
jangan sampai ada perselisihan, itu di wujudkan dengan nasehat-nasehat orang tua
kepada anaknya. Makna dalam acara saweran adalah memberikan nasihat dan doa
kepada pasangan pengantin agar bisa menjadi keluarga baru yang baik, selalu
berkecukupan, dan selalu dalam lindungan Tuhan. Makna dalam acara nincak endog
adalah sebagai awal kehidupan. Dari telurlah nantinya muncul daging, darah, dan
nyawa. Secara luas telur melambangkan kesuburan atau lambang keperawanan
seorang wanita. Makna dalam acara ngaleupaskeun japati adalah orang tua juga akan
melepaskan anak mereka untuk memulai kehidupan mereka sendiri agar mandiri,
sekaligus juga ingin mengabarkan kepada masyarakat bahwa mereka melepaskan
anak mereka kepada masyarakat. Makna dalam acara buka pintu adalah dalam suatu
keluarga selalu waspada apabila menerima tamu selalu bertanya terlebih dahulu agar
kita mengetahui yang datang orang yang kita kenal atau tidak, orang baik atau orang
jahat. Makna dalam acara sungkem adalah salah satu cara berterima kasih, meminta
maaf, dan meminta berkat atau restu. Makna dalam acara meuleum harupat adalah
sifat-sifat pemarah dan tak terpuji yang dilambangkan dengan lidi yang terbakar,
harus segera disiram dengan air atau dihilangkan bila ingin rumah tangganya rukun
selalu. Makna dalam acara huap lingkung adalah suapan kasih sayang dari kedua
orang tua mempelai, sekaligus merupakan suapan terakhir dengan harapan mereka
nantinya bisa hidup mandiri dan tidak perlu bantuan orang tua. Makna acara pabetot-
72
betot bakakak adalah upaya kerja sama dalam mengatur keluarga; dalam mengatur
rejeki kedua mempelai diharapkan agar kelak dapat saling berbagi. Tidak menjadi
masalah siapa yang menghasilkan lebih banyak. Rejeki tetap dinikmati bersama.
Keempat, fungsi ritual sawer dalam pernikahan adat Sunda di Kecamatan
Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Fungsi dibagi menjadi tiga, yaitu: fungsi
pendidikan; fungsi yang berhubungan dengan dunia pendidikan tentang ritual sawer,
fungsi religi; fungsi yang mengandung nilai-nilai keagamaan dan norma-norma
agama, dan yang terakhir adalah fungsi sosial; fungsi yang berhubungan dengan
masyarakat umum.
4.2 Saran
Banyak hal yang masih bisa digali dari ritual pernikahan adat Sunda di Daerah
Sukabumi Jawa Barat, salah satunya adalah acara sebelum ritual pernikahan
dilaksanakan yaitu rangkaian acara neundeun omong. Karena hal itu penulis berharap
agar peneliti-peneliti selanjutnya dapat lebih mendalam melakukan penelitian tentang
ritual sawer dalam pernikahan adat Sunda di Kecamatan Cicurug, Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat.
Daftar Pustaka
Agoes, Artati. 2003. Perkawinan Adat Sunda. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka
Utama. Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi
Revisi III. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hadi, Sutrisno. 1979. Metodologi Research. Jilid II. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Kecamatan, Staf. 2007. Buku Penelitian Statistik. Kecamatan Cicurug. Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Koentjaraningrat. 1964. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Penerbitan Universitas
Djakarta Kuntowijoyo, Dr. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana
Yogya. Mengenai tata letak geografis kota Sukabumi. Didownload dari:
http://www.sukabumikota.go.id/geografi.asp. Moeliono, M. Anton dkk. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. Muchtar, R.H. Uton dan Ki Umbara. 1987. Modana. Bandung: PT. Mangle
Panglipur.
Nugroho, Joko. 2007. Proses dan Fungsi Ritual Tirakatan di Petilasan Sri Aji Jayabaya Desa Menang Kota Kediri Propinsi Jawa Timur Sebuah Kajian Folklor. Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma
Poerwadarminta, W.J.S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka Santosa, F.X, dkk. 2004. Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Saputra, Fransiskus Dasa. 2008. Reyog Ponorogo Kajian Genealogis dan Proses
Ritual. Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma
Soelaeman, Ir. M. Munandar. 1992. Ilmu Budaya Dasar: Suatu Pengantar. Bandung:
PT. Eresco. Taum, Yoseph Yapi. 2002. Hakikat dan Metodologi Penelitian Sastra Lisan.
Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Sanata Dharma. Topografi dan Demografi Kota Sukabumi. Didownload dari:
http://www.sukabumikota.go.id/geografi.asp. Uhi. 1996. Buku Sawer : Budaya Sunda. Bandung: CV. Diponegoro.
LAMPIRAN
Lampiran 1
DAFTAR PERTANYAAN
Nama Nara Sumber :
Jenis Kelamin :
Usia :
Tempat Tinggal :
Pekerjaan :
1. Daftar Pertanyaan untuk Penyawer
a. Bagaimana cara mempersiapkan ritual Sawer dalam upacara pernikahan di
daerah Sukabumi Jawa Barat?
b. Apa yang anda lakukan sebelum, saat, dan sesudah melakukan ritual
Sawer?
c. Apa makna yang terkandung dalam ritual Sawer?
d. Apa saja yang disawerkan kepada pasangan pengantin?
e. Adakah makna, maksud dan fungsi dari barang-barang yang disawerkan?
f. Apakah ada sesaji yang disertakan dalam ritual Sawer?
g. Adakah doa-doa khusus untuk ritual Sawer dan sesajinya?
h. Apa saja doa-doa yang terkandung didalamnya?
i. Apakah ritual Sawer memang harus dilakukan dalam upacara pernikahan di
daerah Sukabumi Jawa Barat?
j. Apakah tujuan dari diadakannya ritual Sawer?
k. Apakah dalam ritual Sawer terdapat hal-hal yang gaib?
l.. Adakah mitos dalam ritual Sawer?
2. Daftar Pertanyaan untuk pasangan pengantin yang disawer
a. Apa saja persiapan yang dilakukan saat akan disawer?
b. Apa yang anda lakukan sebelum, saat, dan setelah disawer?
c. Apakah ada doa-doa khusus sebelum disawer?
d. Apa yang anda rasakan setelah merasakan disawer?
e. Menurut anda apa fungsi ritual Sawer itu?
f. Perlukah ritual Sawer itu diadakan?
g. Adakah mitos dalam ritual Sawer?
3. Daftar Pertanyaan untuk para Tamu
a. Apa yang anda ketahui tentang ritual Sawer dalam upacara pernikahan?
b. Menurut Anda perlukah adanya ritual Sawer diadakan?
c. Adakah yang anda lakukan setelah melihat ritual Sawer?
d. Apa kesan anda saat anda menyaksikan ritual Sawer?
e. Menurut anda adakah mitos dalam ritual Sawer?
.
Lampiran 2
DAFTAR NARA SUMBER
Nama Nara Sumber : Ibu Entin
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 55 thn
Tempat Tinggal : Desa Cicurug
Pekerjaan : Ustadjah
Peran dalam ritual : Penyawer
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Bpk Lili
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 60 thn
Tempat Tinggal : Desa Benda
Pekerjaan : Pengelola Restoran
Peran dalam ritual : Penyawer
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Bpk. Achmad Djuarsah
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 60 thn
Tempat Tinggal : Desa Caringin
Pekerjaan : Pegawai Dinas P dan K
Peran dalam ritual : Penyawer
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Bpk. Sahli
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 65 thn
Tempat Tinggal : Desa Cicurug
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Peran dalam ritual : Orang tua pengantin
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Bpk. Anwar Tasman
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 62 thn
Tempat Tinggal : Desa Cicurug
Pekerjaan : Pedagang
Peran dalam ritual : Masyarakat umum / penonton ritual sawer
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Ibu Sukendar
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 60 thn
Tempat Tinggal : Desa Cicurug
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Peran dalam ritual : Orang tua pengantin
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Teh Elin
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 28 thn
Tempat Tinggal : Desa Parungkuda
Pekerjaan : Guru TK
Peran dalam ritual : Pengantin
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Teh Nira
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 33 thn
Tempat Tinggal : Desa Kaum
Pekerjaan : Karyawan Indomaret
Peran dalam ritual : Pengantin
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Bpk. Dedi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 43 thn
Tempat Tinggal : Desa Cicurug
Pekerjaan : Guru SD
Peran dalam ritual : Masyarakat umum / penonton ritual sawer
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Bpk. Solihin A.T.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 50 thn
Tempat Tinggal : Desa Cimalati
Pekerjaan : Guru SLTP
Peran dalam ritual : Masyarakat umum / penonton ritual sawer
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Teh Emi
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 50 thn
Tempat Tinggal : Desa Cicurug
Pekerjaan : Perias Pengantin
Peran dalam ritual : Masyarakat umum / penonton ritual sawer
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Hjh. Eneng
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 40 thn
Tempat Tinggal : Desa Cicurug
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Peran dalam ritual : Masyarakat umum / penonton ritual sawer
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Bpk. Udin
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 65 thn
Tempat Tinggal : Desa Cicurug
Pekerjaan : Ketua RT 02 Desa Cicurug
Peran dalam ritual : Masyarakat umum / penonton ritual sawer
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Ibu Entin Fatimah
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 54 thn
Tempat Tinggal : Desa Cimalati
Pekerjaan : Kepala Sekolah SD
Peran dalam ritual : Masyarakat umum / penonton ritual sawer
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Hj. Anin
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 70 thn
Tempat Tinggal : Desa Cicurug
Pekerjaan : Pedagang
Peran dalam ritual : Masyarakat umum / penonton ritual sawer
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Ibu Hjh. Watini
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 66 thn
Tempat Tinggal : Kebon jati
Pekerjaan : Juru masak
Peran dalam ritual : Masyarakat umum / penonton ritual sawer
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Bpk. Dindin Sunardi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 56 thn
Tempat Tinggal : Desa Cicurug
Pekerjaan : Ustad
Peran dalam ritual : Masyarakat umum / penonton ritual sawer
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Nama Nara Sumber : Ibu Anastasia Artanti
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 48 thn
Tempat Tinggal : Desa Cicurug
Pekerjaan : Guru SD
Peran dalam ritual : Masyarakat umum / penonton ritual sawer
Nama Pewawancara : Bernadette Andreyanti Febriana
Lampiran 3
FOTO ACARA PENJEMPUTAN LENGSER
LENGSER SEDANG MENEMBANGKAN KIDUNG SESAAT SEBELUM
MENJEMPUT PENGANTIN
LENGSER MENGANTAR PENGANTIN KE PELAMINAN
Lampiran 4
FOTO ACARA NGABAGEAKEUN (PENJEMPUTAN)
PENGANTIN PRIA DISAMBUT OLEH KELUARGA PENGANTIN WANITA
PENYAMBUTAN PENGANTIN PRIA OLEH ORANG TUA PENGANTIN
WANITA
Lampiran 5
FOTO ACARA PEMBERIAN WEJANGAN
PEMBERIAN WEJANGAN OLEH PENYAWER
PEMBERIAN WEJANGAN OLEH WAKIL ORANGTUA
Lampiran 6
FOTO ACARA SAWERAN
PENGANTIN DIPAYUNGI UNTUK DISAWER
PENONTON SALING BEREBUT HASIL SAWER
Lampiran 7
FOTO ACARA INJAK TELUR
PENGANTIN PRIA MENGINJAK TELUR
MEMPELAI WANITA MEMBERSIHKAN KAKI SUAMINYA SAAT ACARA
INJAK TELUR
Lampiran 8
FOTO ACARA BUKA PINTU
PENGANTIN DIANTAR ORANG TUA UNTUK MELAKUKAN ACARA
BUKA PINTU
PENGANTIN PRIA MEMASUKI RUMAH DALAM ACARA BUKA PINTU
Lampiran 9
FOTO ACARA SUNGKEM
PENGANTIN SUNGKEM KEPADA IBU
PASANGAN PENGANTIN SUNGKEM KEPADA BAPAK
Lampiran 10
FOTO ACARA MEULEUM HARUPAT
PENGANTIN MENIUP LILIN PADA SAAT MEULEUM HARUPAT
PASANGAN PENGANTIN AKAN MEMECAHKAN KENDI YANG TELAH
DIGUNAKAN UNTUK MEMADAMKAN HARUPAT
Lampiran 11
FOTO ACARA HUAP LINGKUNG
IBU MENYUAPI ANAKNYA DALAM ACARA HUAP LINGKUNG
BAPAK MENYUAPI ANAKNYA DALAM ACARA HUAP LINGKUNG
PASANGAN PENGANTIN SALING MENYUAPI DALAM ACARA HUAP
LINGKUNG
PASANGAN PENGANTIN BERBAGI MINUMAN
Lampiran 12
FOTO ACARA PABETOT-BETOT BAKAKAK
PASANGAN PENGANTIN SALING TARIK-MENARIK AYAM PANGGANG
PABETOT-BETOT BAKAKAK
Lampiran 13
FOTO ACARA HIBURAN
PARA PEMAIN MUSIK DAN SINDEN YANG AKAN MENGIRINGI ACARA
PERNIKAHAN
TAMU PUN BISA IKUT MENYUMBANG LAGU UNTUK ACARA HIBURAN
Lampiran 14
FOTO JURU SAWER
JURU SAWER WANITA DAN SUAMINYA
Bernadette Andreyanti Febriana, lahir di kota Sukabumi Jawa
Barat, tanggal 18 Februari 1984. Anak pertama dari pasangan
Andreas Suradi dan Anastasia Suwardi Artanti. Tinggal di Kmp.
Lebak Sari 02 Cicurug Sukabumi Jawa Barat dan saat ini
berdomisili di Jln. Petung 27 Papringan Yogyakarta. Gemar
membaca novel. Menyelesaikan SI di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra pada tahun 2010.