Rino Sinusitis

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia 1 Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. 1 Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi 2 .Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis. Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini. Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang 1

description

rinositusis tht

Transcript of Rino Sinusitis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia1 Data

dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada

urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat

jalan di rumah sakit.1 Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang

diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM

mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi2 .Data dari Divisi Rinologi

Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi

pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis.

Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering

juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering

ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat

mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum

atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala

dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini.

Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri.

Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila. Yang

berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intrakranial. Komplikasi ini

terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari.

Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal

diatas. Awalnya diberikan terapi antibiotik dan jika telah begitu hipertrofi, mukosa

polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.

1

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk memenuhi tugas sebagai salah satu

syarat untuk dapat mengikuti serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik di Rumah Sakit

Islam Jakarta.

Untuk memperbanyak pengetahuan tentang gejala penyakit, khususnya

Rhinosinusitis, definisi, anatomi dan fisiologi, etiologi, gejala, patomekanisme, alur

diagnosis, dan penatalaksanaannya.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan referat ini yaitu :

1. Bagi institusi pendidikan

Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi bahan referensi

untuk penulisan laporan referat lainya.

2. Bagi mahasiswa

a. Mahasiswa mampu mengaplikasikan semua ilmu yang diperoleh selama

proses penulisan laporan referat ini.

b. Menambah wawasan mahasiswa dalam memahami ilmu diperoleh selama

proses penulisan laporan referat ini.

2

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 DEFINISI

Rinosinusitis adalah suatu kondisi yang merupakan manifestasi dari respon

peradangan membran mukosa sinus paranasalis, yang biasanya dihubungkan dengan infeksi

yang dapat menyebabkan penebalan mukosa dan akumulasi sekret mukus dalam rongga sinus

paranasalis. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rhinosinusitis.

Penyebab utamanya ialah selesma (common cold)yang merupakan infeksi virus, yang

selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.

Bila infeksi ini mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila

mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus

etmiod dan maksila, sedangkan sinus frontal dan sfenoid lebih jarang. Sinus maksila disebut

juga antrum highmore, letaknya dekat dengan akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah

menyebar ke sinus yang disebut dengan sinusitis dentogen. Sinusitis dapat juga berbahaya

karena dapat menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan

peningkatan serangan asma yang sulit diobati.

Definisi klinis yang lain menjelaskan bahwa rinosinusitis (termasuk polip hidung

merupakan inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih

gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret

hidung anterior/ posterior)

2.2 Anatomi Sinus Paranasal

Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid

dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang

kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke

rongga hidung.

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung

dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus

frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal

berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.

3

Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-

superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun.

Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran

maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.

Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os

maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal

maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah

dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila

berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui

infindibulum etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah

1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,

yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C)

dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,

sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.

2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.

4

3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang

baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum

adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi

pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya

menyebabkan sinusitus.

Sinus Frontal

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,

berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus

frontal mulai berkembang pada usia 8-10 thn dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum

usia 20 thn.

Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya

dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa

hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.

Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2

cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya

gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan

adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa

serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.

Sinus frontal berdraenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus

frontal adalah bagian dari sinus etmoid anteroir.

Sinus Etmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini

dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.

Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.

Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian

anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.

Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,

yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media

dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel).

Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di

meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus

5

etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media,

sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan

terletak di postero-superior dari perlekatan konka media.

Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut resesus

frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula

etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum,

tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal

dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan

sisnusitis maksila.

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa.

Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid

dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan dengan sinus sfenoid.

Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus

sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2 cmn

tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat

sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi

sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus

etmoid.

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar

hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus

kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah

posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.

Kompleks Ostio-Meatal

6

Di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan

sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal

(KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus,

resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus

maksila.

Resesus frontal adalah bagian terdepan sinus etmoid anterior yang sempit, yang

berhubungan dengan sinus frontal Dan merupakan tempat drainase dari sinus frontal

karena menjadi tempat dari ostuimnya.

Etmoid anterior merupakan sel etmoid yang berada dipaling depan (anterior). Terletak

didepan lempeng yang berhubungan dengan bagian posterior konka media dengan

dinding lateral.

Bula etmoid adalah sel etmoid yang terbesar.

Infundibulum etmoid adalah tempat penyempitan pada etmoid anterior dan tempat

bermuaranya ostium maksila yang terdapat di belakang prosesus unsinatus.

prosesus unsinatus adalah tonjolan tulang yang terdapat pada KOM yang

berhubungan dengan ostium sinus maksila dan infundibulum etmoid

Ostium sinus maksila adalah pembukaan ke dalam sinus untuk pertukaran bebas udara

dan lendir. Terletak disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus

semilunaris melalui infundibulum etmoid.

Meatus medius ialah tempat muara dari sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid

anterior. Terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung.

7

Fungsi Sinus Paranasal

Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal.

Beberapa pendapat:

a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak

didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung. Lagipula

mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa

hidung.

b. Sebagai penahan suhu (termal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan

fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.

c. Membantu keseimbangan kepala

bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan

berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak bermakna.

d. Membantu resonansi suara

Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan

sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagipula tidak ada korelasi antara

resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.

e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.

f. Membantu produksi mucus

jumlahnya kecil dibandingkan dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk

membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mucus ini

keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

2.3 Etiologi dan faktor predisposisi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam

rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan

anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal

(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada

sindroma kartagener, dan diluar negri adalah penyakit fibrosis kistik.

8

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga

perlu dilakukan adeniodektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan

rhinosinusitisnya. Faktor lain yang berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin

dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama kelamaan menyebabkan perubahan

mukosa dan merusak silia.

2.4 Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens

dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga

mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap

kuman yang masuk bersama udara pernafasan.

Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang

berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga

menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga

sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal

yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non

bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang

tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi

bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang

membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan

terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan

perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.

2.5 Klasifikasi Rhinosinusitis

Konsensus internasional tahun 2004 membagi rhinosinusitis menjadi akut dengan

batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3

bulan. Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari

sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor

predisposisi harus dicari dan diobatyi secara tuntas. Sedangkan berdasarkan penyebabnya

dibagi atas sinusitis dengan penyebab Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah pada

hisung) dan sinusitis dengan penyebab dari kelainan gigi atau yang disebut Dentogenik atau

Ondogenik.

9

Namun dari referensi lain membagi antara sinusitis akut dan kronik. Akut kurang dari

12 minggu dengan resolusi komplit gejala, dan kronik lebih dari 12 minggu tanpa resolusi

gejala komplit termasuk kronik eksaserbasi.

Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah

Streptococcus pneumonia (30-50%). Hemophylus influenzae (20-40%) dan Moraxella

catarrhalis (4%). Pada anak M.catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%).

Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang

ada lebih condong ke arah bakteri gram negatif dan anaerob.

2.6 Gejala Sinusitis

Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada

muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai

gejala sistemik seperti demam dan lesu.

Keluhan nyeri atau rasa tekanan didaerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis

akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa ditempat lain (referred pain). Misalnya nyeri yang

dirasakan dipipi merupakan sinus maksila, nyeri yang dirasakan diantara atau dibelakang ke

dua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri didahi atau seluruh kepala menandakan

sinusitis frontalis. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirakan pada verteks, oksipital, belakang bola

mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang terasa nyeri alih ke gigi dan telinga.

Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang

menyebabkan batuk dan sesak pada anak.

Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2

dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik,

gangguan tenggorokan, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius,

gangguan ke paru seperti bronkhitis, bronkiektasis dan yang peling penting adalah serangan

asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak mukopus yangtertelan dapat menyebabkan

gastroenteritis.

2.7 Komplikasi Rinosinusitis Bakterial Akut

10

Sinus paranasalis dibatasi oleh otak dan cavum orbita di lateral, superior dan

posterior, sehingga penyebaran infeksi dapat menyebakan komplikasi intrakranial atau orbital

yang mengancam jiwa. Komplikasi orbital biasanya disebabkan penyebaran langsung infeksi

melalui lamina papiracea dari sinus etmoidalis.

Komplikasi Orbital

Selusitis preseptal

Selusitis orbital

Abses Subperiosteal

Abses Orbital

Trombosis Sinus Kavernosus

Kebutaan

Komplikasi Intrakranial

Meningitis

Abses Epidural

Abses subdural

Abses otak

Osteomielitis dinding anterior sinus frontalis

Komplikasi Sistemik

Toxic shock syndrome

Sepsis

2.8 Diagnosis

Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.

Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi

sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus

dimeatus medius pada sinusitis maksila, frontal dan etmoid dan pada meatus superior pada

etmoid superior dan sfenoid.

11

Pada rhinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan

dan kemerahan didaerah kantus medius.

Transiluminasi

Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk

memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak

tersedia.

Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada

pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan

berbatas tegas di dalam sinus maksila.

Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua

sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik

dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin hanya menunjukkan sinus yang tidak

berkembang.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologik

Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal,maka dapat dilakukan pemeriksaan

radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, P.A, dan lateral. Posisi Waters

terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi posterior

anterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid

dan etmoid.

Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah

pemeriksaan CT-scan.

Sinuskopi

Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan

melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fossa kanina.

Dengan sinuskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip,

jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah

ostiumnya terbuka.

2.10 TERAPI

12

Prinsip pengobatan sinusitis adalah dengan membuka sumbatan KOM sehingga drainase dan

ventilasi sinus-sinus pulih kembali secara alami.

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk

menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.

Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan telah

resisten maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke 2.

Antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala sudah hilang. Terapi lain yang dapat

diberikan adalah analgetik, mukolitik, steroid, pencuci rongga hidung dengan NaCl atau

pemanasan. Antihistamin tidak rutin diberikan karena dapat menyebabkan sekret jadi lebih

kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan anti histamin generasi ke 2. Irigasi sinus

maksila atau proetz displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang juga

bermanfaat.

Adapun skema penatalaksanaan pada rinosinusitis akut dewasa dan akan, dan kronik

pada dewasa dan anak semua berdasarkan evidence based yaitu penatalaksanaan berbasis

bukti.

13

Skema penatalaksanaan berbasis bukti rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan

primer dan dokter spesialis non THT.

Diagnosis

Berdasarkan gejala, pemeriksaan radiologi tidak diperlukan.

Gejala kurang dari 12 minggu. Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satunya

termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior)

dengan nyeri wajah atau rasa tertekan pada wajah dan penurunan atau hilangnya penghidu,

dan dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi, dengan validasi anamnesis tentang

gejalaalergi, seperti bersin, ingus encer, hidung gatal dan mata gatal serta berair.

14

15

Penatalaksanaan rinosinusitis Akut berbasis bukti pada anak

Diagnosis untuk gejala hampir sama dengan dewasa akut. Pada anak dilakukan pemeriksaan

rongga hidung untuk melihat adanya edema, hiperemis, dan pus. Singkirkan infeksi gigi.

16

Tpmpgrafi komputer dilakukan bila penyakit parah, pasien imunokomprimais dan adanya

tanda komplikasi berat (orbita dan intrakranial)

Rinosinusitis kronik pada anak

17

2.11 Tindakan Operatif

Bedah sinusitis endoskopi fungsional (BSEF/ FESS)

Indikasi : sinusitis kronik yang tidak membaik dengan terapi yang adekuat, sinusitis kronik

disertai kista atau kelainan yang ireversibel. Polip ekstensif, atau adanya komplikasi sinusitis

serta sinusitis jamur.

18

Daftar Pustaka

Wytske fokkens dkk, European Position Paper On Rhinosinusitis and Nasal Polyps, 2007.

Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Resuti. Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher; Edisi keenam. Balai

Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.

Adam,Boies, Higler, Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, EGC, Jakarta,1997

Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati setiawan, ed. 9,

1997, Jakarta: EGC

http://anekartikelkesehatan.blogspot.com/2011/05/diagnosis-dan-penatalaksanaan.html

19