Rino Sinusitis
-
Upload
dwitadwita -
Category
Documents
-
view
23 -
download
2
description
Transcript of Rino Sinusitis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia1 Data
dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada
urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat
jalan di rumah sakit.1 Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang
diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM
mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi2 .Data dari Divisi Rinologi
Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi
pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis.
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering
juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering
ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat
mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum
atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala
dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini.
Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri.
Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila. Yang
berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intrakranial. Komplikasi ini
terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari.
Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal
diatas. Awalnya diberikan terapi antibiotik dan jika telah begitu hipertrofi, mukosa
polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.
1
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk memenuhi tugas sebagai salah satu
syarat untuk dapat mengikuti serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik di Rumah Sakit
Islam Jakarta.
Untuk memperbanyak pengetahuan tentang gejala penyakit, khususnya
Rhinosinusitis, definisi, anatomi dan fisiologi, etiologi, gejala, patomekanisme, alur
diagnosis, dan penatalaksanaannya.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan referat ini yaitu :
1. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi bahan referensi
untuk penulisan laporan referat lainya.
2. Bagi mahasiswa
a. Mahasiswa mampu mengaplikasikan semua ilmu yang diperoleh selama
proses penulisan laporan referat ini.
b. Menambah wawasan mahasiswa dalam memahami ilmu diperoleh selama
proses penulisan laporan referat ini.
2
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 DEFINISI
Rinosinusitis adalah suatu kondisi yang merupakan manifestasi dari respon
peradangan membran mukosa sinus paranasalis, yang biasanya dihubungkan dengan infeksi
yang dapat menyebabkan penebalan mukosa dan akumulasi sekret mukus dalam rongga sinus
paranasalis. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rhinosinusitis.
Penyebab utamanya ialah selesma (common cold)yang merupakan infeksi virus, yang
selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Bila infeksi ini mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila
mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus
etmiod dan maksila, sedangkan sinus frontal dan sfenoid lebih jarang. Sinus maksila disebut
juga antrum highmore, letaknya dekat dengan akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah
menyebar ke sinus yang disebut dengan sinusitis dentogen. Sinusitis dapat juga berbahaya
karena dapat menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan
peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
Definisi klinis yang lain menjelaskan bahwa rinosinusitis (termasuk polip hidung
merupakan inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih
gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret
hidung anterior/ posterior)
2.2 Anatomi Sinus Paranasal
Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid
dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang
kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke
rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung
dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus
frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal
berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
3
Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-
superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun.
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os
maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah
dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infindibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah
1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,
yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C)
dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,
sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
4
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang
baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum
adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi
pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya
menyebabkan sinusitus.
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 thn dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 thn.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya
dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa
hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2
cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya
gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan
adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa
serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.
Sinus frontal berdraenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus
frontal adalah bagian dari sinus etmoid anteroir.
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.
Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian
anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media
dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel).
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di
meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus
5
etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media,
sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan
terletak di postero-superior dari perlekatan konka media.
Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut resesus
frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula
etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum,
tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal
dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan
sisnusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan dengan sinus sfenoid.
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2 cmn
tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat
sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi
sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus
etmoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.
Kompleks Ostio-Meatal
6
Di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan
sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal
(KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus,
resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus
maksila.
Resesus frontal adalah bagian terdepan sinus etmoid anterior yang sempit, yang
berhubungan dengan sinus frontal Dan merupakan tempat drainase dari sinus frontal
karena menjadi tempat dari ostuimnya.
Etmoid anterior merupakan sel etmoid yang berada dipaling depan (anterior). Terletak
didepan lempeng yang berhubungan dengan bagian posterior konka media dengan
dinding lateral.
Bula etmoid adalah sel etmoid yang terbesar.
Infundibulum etmoid adalah tempat penyempitan pada etmoid anterior dan tempat
bermuaranya ostium maksila yang terdapat di belakang prosesus unsinatus.
prosesus unsinatus adalah tonjolan tulang yang terdapat pada KOM yang
berhubungan dengan ostium sinus maksila dan infundibulum etmoid
Ostium sinus maksila adalah pembukaan ke dalam sinus untuk pertukaran bebas udara
dan lendir. Terletak disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus
semilunaris melalui infundibulum etmoid.
Meatus medius ialah tempat muara dari sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid
anterior. Terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung.
7
Fungsi Sinus Paranasal
Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal.
Beberapa pendapat:
a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak
didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung. Lagipula
mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa
hidung.
b. Sebagai penahan suhu (termal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan
fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
c. Membantu keseimbangan kepala
bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan
berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak bermakna.
d. Membantu resonansi suara
Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan
sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagipula tidak ada korelasi antara
resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
f. Membantu produksi mucus
jumlahnya kecil dibandingkan dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mucus ini
keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
2.3 Etiologi dan faktor predisposisi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal
(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada
sindroma kartagener, dan diluar negri adalah penyakit fibrosis kistik.
8
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adeniodektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rhinosinusitisnya. Faktor lain yang berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin
dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama kelamaan menyebabkan perubahan
mukosa dan merusak silia.
2.4 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens
dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga
mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang
berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga
menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga
sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal
yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non
bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang
tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi
bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang
membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.
2.5 Klasifikasi Rhinosinusitis
Konsensus internasional tahun 2004 membagi rhinosinusitis menjadi akut dengan
batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3
bulan. Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari
sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor
predisposisi harus dicari dan diobatyi secara tuntas. Sedangkan berdasarkan penyebabnya
dibagi atas sinusitis dengan penyebab Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah pada
hisung) dan sinusitis dengan penyebab dari kelainan gigi atau yang disebut Dentogenik atau
Ondogenik.
9
Namun dari referensi lain membagi antara sinusitis akut dan kronik. Akut kurang dari
12 minggu dengan resolusi komplit gejala, dan kronik lebih dari 12 minggu tanpa resolusi
gejala komplit termasuk kronik eksaserbasi.
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
Streptococcus pneumonia (30-50%). Hemophylus influenzae (20-40%) dan Moraxella
catarrhalis (4%). Pada anak M.catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%).
Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang
ada lebih condong ke arah bakteri gram negatif dan anaerob.
2.6 Gejala Sinusitis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada
muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai
gejala sistemik seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan didaerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis
akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa ditempat lain (referred pain). Misalnya nyeri yang
dirasakan dipipi merupakan sinus maksila, nyeri yang dirasakan diantara atau dibelakang ke
dua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri didahi atau seluruh kepala menandakan
sinusitis frontalis. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirakan pada verteks, oksipital, belakang bola
mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang terasa nyeri alih ke gigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang
menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2
dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik,
gangguan tenggorokan, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius,
gangguan ke paru seperti bronkhitis, bronkiektasis dan yang peling penting adalah serangan
asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak mukopus yangtertelan dapat menyebabkan
gastroenteritis.
2.7 Komplikasi Rinosinusitis Bakterial Akut
10
Sinus paranasalis dibatasi oleh otak dan cavum orbita di lateral, superior dan
posterior, sehingga penyebaran infeksi dapat menyebakan komplikasi intrakranial atau orbital
yang mengancam jiwa. Komplikasi orbital biasanya disebabkan penyebaran langsung infeksi
melalui lamina papiracea dari sinus etmoidalis.
Komplikasi Orbital
Selusitis preseptal
Selusitis orbital
Abses Subperiosteal
Abses Orbital
Trombosis Sinus Kavernosus
Kebutaan
Komplikasi Intrakranial
Meningitis
Abses Epidural
Abses subdural
Abses otak
Osteomielitis dinding anterior sinus frontalis
Komplikasi Sistemik
Toxic shock syndrome
Sepsis
2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi
sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus
dimeatus medius pada sinusitis maksila, frontal dan etmoid dan pada meatus superior pada
etmoid superior dan sfenoid.
11
Pada rhinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan
dan kemerahan didaerah kantus medius.
Transiluminasi
Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak
tersedia.
Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada
pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan
berbatas tegas di dalam sinus maksila.
Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua
sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik
dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin hanya menunjukkan sinus yang tidak
berkembang.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologik
Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal,maka dapat dilakukan pemeriksaan
radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, P.A, dan lateral. Posisi Waters
terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi posterior
anterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid
dan etmoid.
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah
pemeriksaan CT-scan.
Sinuskopi
Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan
melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fossa kanina.
Dengan sinuskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip,
jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah
ostiumnya terbuka.
2.10 TERAPI
12
Prinsip pengobatan sinusitis adalah dengan membuka sumbatan KOM sehingga drainase dan
ventilasi sinus-sinus pulih kembali secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.
Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan telah
resisten maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke 2.
Antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala sudah hilang. Terapi lain yang dapat
diberikan adalah analgetik, mukolitik, steroid, pencuci rongga hidung dengan NaCl atau
pemanasan. Antihistamin tidak rutin diberikan karena dapat menyebabkan sekret jadi lebih
kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan anti histamin generasi ke 2. Irigasi sinus
maksila atau proetz displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang juga
bermanfaat.
Adapun skema penatalaksanaan pada rinosinusitis akut dewasa dan akan, dan kronik
pada dewasa dan anak semua berdasarkan evidence based yaitu penatalaksanaan berbasis
bukti.
13
Skema penatalaksanaan berbasis bukti rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan
primer dan dokter spesialis non THT.
Diagnosis
Berdasarkan gejala, pemeriksaan radiologi tidak diperlukan.
Gejala kurang dari 12 minggu. Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satunya
termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior)
dengan nyeri wajah atau rasa tertekan pada wajah dan penurunan atau hilangnya penghidu,
dan dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi, dengan validasi anamnesis tentang
gejalaalergi, seperti bersin, ingus encer, hidung gatal dan mata gatal serta berair.
14
Penatalaksanaan rinosinusitis Akut berbasis bukti pada anak
Diagnosis untuk gejala hampir sama dengan dewasa akut. Pada anak dilakukan pemeriksaan
rongga hidung untuk melihat adanya edema, hiperemis, dan pus. Singkirkan infeksi gigi.
16
Tpmpgrafi komputer dilakukan bila penyakit parah, pasien imunokomprimais dan adanya
tanda komplikasi berat (orbita dan intrakranial)
Rinosinusitis kronik pada anak
17
2.11 Tindakan Operatif
Bedah sinusitis endoskopi fungsional (BSEF/ FESS)
Indikasi : sinusitis kronik yang tidak membaik dengan terapi yang adekuat, sinusitis kronik
disertai kista atau kelainan yang ireversibel. Polip ekstensif, atau adanya komplikasi sinusitis
serta sinusitis jamur.
18
Daftar Pustaka
Wytske fokkens dkk, European Position Paper On Rhinosinusitis and Nasal Polyps, 2007.
Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Resuti. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher; Edisi keenam. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
Adam,Boies, Higler, Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, EGC, Jakarta,1997
Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati setiawan, ed. 9,
1997, Jakarta: EGC
http://anekartikelkesehatan.blogspot.com/2011/05/diagnosis-dan-penatalaksanaan.html
19