prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit bank program studi ...
RINGKASAN EKSEKUTIF - ekon.go.id · financial close untuk keperluan pendanaan proyek pembangunan...
Transcript of RINGKASAN EKSEKUTIF - ekon.go.id · financial close untuk keperluan pendanaan proyek pembangunan...
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan pada Tahun 2017
memiliki program utama yaitu Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian
dengan Sasaran Strategis, pengukuran kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro
dan Keuangan, Kemenko Perekonomian tahun 2017 mengacu pada 3 Sasaran Strategis
yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja antara Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Sasaran
Strategis pertama yaitu Mewujudkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang
ekonomi makro dan keuangan, yang diukur dengan Presentase rekomendasi kebijakan di
bidang ekonomi makro dan keuangan. Sasaran strategis kedua yaitu Mewujudkan
pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan, yang
diukur dengan Presentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang
ekonomi makro dan keuangan. Sasaran Strategis ketiga yaitu Mewujudkan perluasan
akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang diukur dengan Tercapainya
target penyaluran kredit berpenjamin atau Kredit Usaha Rakyat (KUR). ). Hasil Sasaran
Strategis dan Indikator Kinerja Kemenko Perekonomian tahun 2017 dijabarkan pada
Tabel di bawah ini.
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 2017 Realisasi2017
Terwujudnya koordinasidan sinkronisasikebijakan di bidangekonomi makro dankeuangan.
Persentase rekomendasikebijakan di bidangekonomi makro dankeuangan.
100% 140%
Terwujudnyapengendalianpelaksanaan kebijakandi bidang ekonomimakro dan keuangan.
Persentase rekomendasipelaksanaan kebijakandi bidang ekonomimakro dan keuangan.
100% 160%
Terwujudnya perluasanakses pembiayaan bagiUsaha Mikro dan Kecil(UMK).
Tercapainya targetpenyaluran kreditberpenjaminan KreditUsaha Rakyat (KUR).
Rp. 106,6Triliun
Rp. 96,7 Triliun(90,7%)
Capaian output Rekomendasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan
Tahun 2017 antara lain (1) Rekomendasi kebijakan terkait dengan pengenaan Pajak
Penghasilan atas penghasilan tertentu berupa harta bersih yang diperlakukan atau
dianggap sebagai penghasilan diharapkan dapat memperluas basis pajak dan peningkatan
iii
penerimaan perpajakan; (2) Rekomendasi kebijakan terkait dengan pembaharuan sistem
administrasi perpajakan diharapkan dapat meningkatkan nilai competitiveness Indonesia
dalam kancah persaingan ekonomi regional dan global dan meningkatkan
keberlangsungan sistem penerimaan negara; (3) Rekomendasi kebijakan terkait dengan
perlakuan perpajakan pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dengan kontrak
bagi hasil gross split diharapkan kegiatan eksplorasi migas di Indonesia semakin
bergairah; (4) Asesmen Indikator Ekonomi Makro secara Periodik yang berupa paparan,
laporan mingguan analisis perekonomian terkini sebagai bahan masukan bagi pimpinan;
(5) Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Nasional tahun 2017 sebagai pedoman
pelaksanaan program pengendalian inflasi; (6) Rekomendasi kebijakan: Nota
Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama Koordinasi Percepatan Pinjaman Daerah dalam
rangka Pembangunan Infrastruktur Daerah untuk mempercepat proses pengajuan
pinjaman daerah dan penyederhanaan persyaratan pemberian pinjaman daerah; (7)
Rekomendasi Kebijakan: Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi di Daerah yang
bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan investasi di daerah; (8) Rekomendasi
kebijakan: Penyelesaian Draft PP BUMD sebagai upaya pengelolaan BUMD yang lebih
baik dan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah; (9) Rekomendasi
terkait kebijakan Kredit Usaha Rakyat bertujuan untuk meningkatkan kapasitas daya saing
UMKM dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja; (10)
Rekomendasi Kebijakan Penetapan plafon penyaluran KUR masing-masing penyalur
sebesar Rp.106,7 Triliun dan target penyaluran sektor produksi sebesar 40% sebagai
sarana meningkatnya produktivitas barang dan jasa di sektor produksi khususnya sektor
pertanian,mendorong ketahanan pangan dan hilirisasi industri; (11) Penandatanganan
Perjanjian Kerja Sama antara Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusi (DNKI)
dengan Women World Bank tentang Tecnical Assistence dan Capacity Building sebagai
upaya dalam pencapaian target indeks keuangan inklusif 75% pada tahun 2019; (12)
Rekomendasi Kebijakan Pembiayaan BUMN agar mitra BUMN dapat segera mencapai
financial close untuk keperluan pendanaan proyek pembangunan dengan memegang
prinsip ke hati – hatian; (13) Rekomendasi Kebijakan Penguatan Struktur Permodalan
BUMN sebagai upaya meningkatkan kapasitas usaha BUMN dan meningkatkan daya
ungkit (leveraging) BUMN dalam memperoleh sumber pendanaan eksternal.
Adapun capaian output Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di
Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2017 antara lain (1) Rekomendasi
Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal
Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu yang bertujuan
untuk meningkatkan investasi di Indonesia; (2) Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan
iv
Kebijakan Pengenaan Cukai Pada Industri Hasil Tembakau yang bertujuan untuk
menciptakan persaingan usaha yang sehat antar produsen rokok; (3) Rekomendasi terkait
dengan pengendalian dana perimbangan dalam upaya untuk menciptakan pemerataan
pertumbuhan ekonomi; (4) Rekomendasi Pengendalian terkait Penguatan Dasar Hukum
Koordinasi Pengendalian Inflasi Nasional yang bertujuan sebagai pedoman bagi tingkat
pusat dan tingkat daerah dalam pengendalian inflasi; (5) Rekomendasi Mekanisme dan
Tata Kerja Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)
Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota yang bertujuan agar seluruh kegiatan koordinasi
pengendalian inflasi, baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah dapat lebih terarah,
terkoordinasi dan tercipta sinergi untuk mendukung terciptanya inflasi rendah dan stabil
di tingkat daerah serta tercapainya sasaran Inflasi Nasional; (6) Rekomendasi Tugas dan
Keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP)
diharapkan Instansi/lembaga yang terlibat didalamnya dapat memahami tugas dan
kewenangannya dalam koordinasi pengendalian inflasi nasional; (7) Rekomendasi
Kebijakan terkait Pengembangan KIK DIRE di Daerah melalui Pemberian Insentif
Penurunan Tarif BPHTB sebagai pedoman untuk Pemerintah Daerah sebagai landasan
hukum dalam menerbitkan peraturan daerah/peraturan kepala daerah terkait pemberian
insentif BPHTB untuk DIRE semula 5% menjadi 1%; (8) Rekomendasi Kebijakan Sistem Resi
Gudang dan Pusat Logistik Berikat sebagai upaya meningkatkan Peran Bank Domestik
dalam pembiayaan pembangunan komoditas tertentu; (9) Rekomendasi Kebijakan terkait
Percepatan Pemberdayaan Sertipikasi Hak Atas Tanah, sebagai sarana untuk meningkatkan
Pemberdayaan Hak Atas Tanah Masyarakat bagi Usaha Mikro dan Kecil, Petani, Nelayan
dan Pembudi daya Ikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (10)
Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Kredit Usaha Rakyat terkait Penyusunan
Pedoman Teknis Forum Pengawasan KUR sebagai upaya meningkatkan efektifitas
pengawasan pelaksanaan program KUR; (11) Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan
Kebijakan Penyaluran KUR melalui Monitoring dan Evaluasi Kepada Penyalur yang NPL di
atas 5% sebagai upaya meningkatkan prinsip kehati-hatian bagi bank penyalur; (12)
Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Penyaluran KUR melalui Monitoring
dan Evaluasi Penyaluran KUR yang Belum Mencapai Sektor Produksi di Bawah 40% agar
meningkatkan produktivitas barang dan jasa di produksi khususnya sektor pertanian; (13)
Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Penyertaan dan Penatausahaan Modal
Negara diharapkan dapat menyukseskan program holding BUMN; (14) Rekomendasi
Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Pinjaman Komersial Luar Negeri diharapkan dapat
membuat proses bisnis BUMN dalam mencari pendanaan eksternal untuk pendanaan
proyek pembangunan menjadi lebih efisien.
v
Output perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yaitu
tercapainya target penyaluran kredit berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR)sebesar
Rp96,7 Triliun (90,6% dari target Rp106,6 Triliun yang ditetapkan pada awal tahun).
Untuk mendukung capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan telah dilakukan kegiatan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan,
pengendalian pelaksanaan kebijakan; dan pelaporan yang mencakup 5 (lima) unit kegiatan
Eselon II, yaitu : Koordinasi Kebijakan Bidang Fiskal; Koordinasi Kebijakan Bidang Moneter
dan Neraca Pembayaran; Koordinasi Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah
dan Sektor Riil; Koordinasi Kebijakan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan; dan Koordinasi
Kebijakan Bidang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam pencapaian pelaksanaan kegiatan tahun 2017, ada beberapa kelemahan
yang masih harus diperbaiki pada Kedeputian Ekonomi Makro dan Keuangan yaitu (1)
Kurangnya Sumber Daya Manusia dan perlengkapan kerja yang kurang memadai
termasuk ruang kerja dan ruang rapat; serta (2) masih lemahnya koordinasi antar
kementerian/lembaga di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian.
Jakarta, Januari 2017Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan,
ISKANDAR SIMORANGKIR
vi
vii
Posisi indikator-indikator kinerja utama keuangan inklusif berdasarkan data supply side
Akses per 1.000 km persegi Sept 2016 Sept 2017 Perubahan
Jumlah kantor layanan bank 16 16 0%
Jumlah mesin ATM 54 55 1%
Jumlah agen Layanan Keuangan Digital 58 100 72%
Jumlah agen Laku Pandai 84 224 255%
Penggunaan per 1.000 penduduk dewasa
Jumlah rekening tabungan di bank 1.030 1.257 22%
Jumlah uang elektronik yang terdaftar di agen LKD 7 76%
Jumlah rekening kredit perbankan 219 224 2%
Penggunaan kredit UMKM
Jumlah rekening kredit UMKM setiap 1.000 penduduk
dewasa70 74 6%
Rasio kredit UMKM terhadap total kredit 19,68% 19,74% 0%
Sertifikasi tanah
Jumlah bidang tanah yang disertifikasi melalui Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap (Jan-Okt 2017)1.658.544
Kualitas
Jumlah pengaduan layanan keuangan (Juni 2017) 1.757.622 2.889.113 64%
Jumlah pengaduan yang terselesaikan (Juni 2017) 1.682.372 2.558.373 52%
Persentase pengaduan yang terselesaikan (Juni 2017) 96% 89% 7%
Indeks literasi keuangan 21,84%
(2013)
29,66%
(2016)7.82%
viii
Perkembangan keuangan inklusif sejak terbitnya Perpres No.82/20161
Aspek Kekuatan Tantangan
Akses Peningkatan akses terjadi pada
jumlah agen bank yang meningkat
lebih dari dua kali lipat.
Durasi layanan keuangan meningkat
karena agen bank memberikan
pelayanan 67 jam per minggu.
Lokasi 85% agen bank hanya
berjarak 15 menit dari kantor bank.
Tiap agen hanya melayani satu
bank.
Penggunaan Jumlah rekening dana pihak ketiga
meningkat 22%.
Jumlah rekening Basic Savings
Account di agen Laku Pandai
meningkat sebanyak 9,8 juta
rekening.
Jumlah rekening kredit UMKM
meningkat sebanyak 1,1 juta
rekening.
Hanya 28% dari agen yang
menawarkan layanan membuka
rekening.
Sulitnya calon nasabah uang
elektronik terdaftar di lembaga non
bank untuk membuka rekening
(harus datang ke kantor).
Rata-rata jumlah transaksi per hari
di agen adalah 4 transaksi.
Cash in dan cash out di lembaga
non bank harus melalui agen
berbadan hukum.
Gerbang Pembayaran Nasional baru
dimulai sehingga interoperabilitas
dan interkoneksi layanan keuangan
belum optimal.
Kualitas Jumlah pengaduan masyarakat
terhadap layanan keuangan yang
terselesaikan meningkat sebesar 52%.
Indeks literasi keuangan meningkat
sebesar 7,8% dari tahun 2013 ke
tahun 2016.
Rendahnya kesadaran masyarakat
terhadap keberadaan dan layanan
agen bank.
Hanya 50% agen bank yang
mempromosikan produk dan jasa
keuangan yang dapat dilayaninya.
1 Berdasarkan Statistik Sistem Keuangan Indonesia bulan Desember 2017 oleh Bank Indonesia, LaporanTriwulanan OJK: Laporan Triwulan III – 2017, Agent Network Accelerator Survey: Indonesia Country Report2017 oleh Microsave dan Helix Institute
ix
Sementara itu, sejumlah keluaran dari aktivitas-aktivitas terkait keuangan inklusif sebagai
berikut:
Peluncuran desa percontohan untuk Desa Pandai di Kudus oleh Otoritas Jasa Keuangan Regional3 dan Tim Percepatan Keuangan Akses Keuangan Daerah pada April 2017. Desa Pandaibertujuan untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat desa.
Jumlah bidang tanah yang telah disertifikasi melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkapmencapai 1,658,544 bidang pada periode 1 Januari s/d 27 Oktober 2017.
Peningkatan jumlah polis asuransi mikro sebesar 9,1% dari triwulan II/2016 ke triwulanII/2017.
Agen Layanan Keuangan Digital dan Laku Pandai telah menjangkau 34 provinsi dan 531kota/kabupaten sebagai upaya perluasan akses keuangan secara utuh bagi masyarakat unbankeddan underbanked.
Bansos Non-Tunai telah disalurkan ke 5.9 juta keluarga Program Keluarga Harapan dan BantuanPangan Non-Tunai telah disalurkan ke 1.2 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) hinggaOktober 2017.
Penyelesaian pengaduan konsumen terhadap layanan keuangan yang dilaporkan oleh pelakuusaha jasa keuangan kepada BI dan OJK di semester I/2017 mencapai 84,23%. Jumlahpengaduan terselesaikan meningkat sebanyak 52% dari 1.682.372 aduan di semester I/2016menjadi 2,558,373 aduan di semester II/2017.
Peluncuran Sistem Layanan Informasi Kredit (SLIK) oleh OJK pada 27 April 2017 gunamemperluas akses kredit dan mengurangi risiko kredit bermasalah.
Jumlah Base Transceiver Station (BTS) di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal yang sudah onair mencapai 141 BTS hingga Oktober 2017 sehingga memungkinkan akses terhadap layanankeuangan digital di wilayah-wilayah tersebut.
x
xi
DAFTAR ISI
HalamanKata Pengantar ............................................................................................................. iRingkasan Eksekutif ......................................................................................................... iiDaftar Isi............................................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................A. Latar Belakang ................................................................................... 1B. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi ............................................. 3C. Aspek Strategis .................................................................................... 5D. Isu Strategis .......................................................................................... 9
BAB II PERENCANAAN KINERJA .......................................................................A. Rencana Strategis ............................................................................... 11B. Rencana Kerja 2015 ........................................................................ 14C. Perjanjian Kinerja ............................................................................... 15D. Pengukuran Kinerja ............................................................................. 16
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA ....................................................................A. Pendekatan ANalisis Capaian Kinerja ............................................... 21B. Analisis Capaian Kinerja Organisasi .................................................. 22C. Analisis Capaian Kinerja dari Waktu ke Waktu .............................. 72D. Realisasi Anggaran .............................................................................. 77
BAB IV PENUTUP ................................................................................................ 79
LAMPIRAN :1. Perjanjian Kinerja2. Kegiatan Asdep ....
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perekonomian global Tahun 2017 perlahan mengalami perbaikan, hal ini cukup
memberikan hal positif bagi perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia Tahun
2017 mencapai 5,07% (YoY) secara kumulatif sampai dengan Triwulan IV Tahun 2017 yang
diikuti dengan penurunan kemiskinan dan tingkat pengangguran. Pertumbuhan ekonomi tahun
2017 meningkat dibanding Tahun 2016 (5,03%). Peningkatan ini ditopang oleh Konsumsi
Rumah Tangga dan Investasi (PMTB) yang mulai meningkat atau secara sektoral, pertumbuhan
ini ditopang oleh beberapa sektor antara lain: informasi dan telekomunikasi, jasa lainnya, serta
transportasi dan pergudangan. Secara spasial, Pulau Jawa masih memberikan kontribusi
terbesar, diikuti Sumatera dan Kalimantan. Pertumbuhan ini masih cukup tinggi ditengah
ketidakpastian perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi Tahun 2017 merupakan yang
tertinggi selama kurun waktu 3 tahun terakhir.
Selain pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, tingkat inflasi dapat terus terjaga
pada level pada level 3,6% (YoY) sepanjang Tahun 2017 dan berada dalam kisaran sasaran
(4±1%, YoY) atau masih dibawah asumsi makro APBNP 2017. Pengendalian inflasi terus
didorong oleh penguatan koordinasi Pemerintah Pusat, Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah
serta melanjutkan catatan keberhasilan mempertahankan realisasi inflasi tahun 2015 dan tahun
2016 yang masing-masing mencapai 3,35% (yoy) dan 3,02% (yoy). Adapun dari sisi regional,
secara tahunan inflasi di seluruh daerah hingga akhir tahun 2017 juga terjaga di dalam rentang
sasaran inflasi nasional.
Dalam hal arah kebijakan, sejalan dengan program Nawacita yang diusung oleh
pemerintah, sedikitnya terdapat tiga hal strategis yang berkaitan dengan Unit Organisasi Deputi
Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan-Kementerian Koordinator bidang
Perekonomian (Kedeputian I), yaitu: membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan, meningkatkan produktivitas rakyat
dan daya saing di pasar internasional, dan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, sebagaimana dituangkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah
(RKP).
Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas Kedeputian I mendapat peran dalam mengawal
tercapainya program pemerintah Tahun 2017, yaitu: menjaga pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan investasi, serta menjaga daya beli dan upaya mengurangi kemiskinan baik
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
2
melalui program yang telah ditatapkan maupun paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan
pemerintah melalui kegiatan-kegiatan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian.
Tabel 1. Indikator Makro Utama
Uraian 2015 2016 2017
Pertumbuhan Ekonomi (%) 4,8 5,02 5,07
Inflasi (%) 3,4 3,0 3,6
Pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,07 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2016
sebesar 5,02 persen, hal ini dikarenakan oleh pertumbuhan seluruh komponen. Ekspor Barang
dan Jasa merupakan komponen yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 9,09 persen,
diikuti oleh Komponen PK-LNPRT sebesar 6,91 persen, dan Komponen PMTB sebesar 6,15 persen.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan melakukan beberapa upaya dalam
rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi antara lain memberikan rekomendasi terkait
fasilitas perpajakan, melakukan koordinasi tax allowance, serta memberikan rekomendasi di
bidang ekonomi daerah dan sektor riil.
Selain itu upaya menjaga laju inflasi, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan telah melakukan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Nasional Tahun 2017
sebagai pedoman pelaksanaan program pengendalian inflasi dan melakukan upaya penguatan
dasar hukum, mekanisme dan tata kerja Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Tim Pengendalian
Inflasi Daerah. Tahun 2017, Inflasi Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2016
namun masih dibawah target yang ditetapkan Pemerintah sebesar 4,3%. Dalam hal perluasan
akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan telah mengkoordinasikan kredit berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar
Rp96,7 Triliun (90,6% dari target Rp107 Triliun).
Dalam upaya mengantisipasi tuntutan output yang direncanakan pada tahun 2017,
Kedeputian I telah menyusun dan menetapkan Rencana Kerja (Renja) 2017 dengan
memperhatikan Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019 sebagai pedoman dalam melaksanakan
tugas dan fungsi. Renja yang ditetapkan merupakan tolak ukur keberhasilan maupun kegagalan
unit organisasi dan sekaligus menjadi dasar penilaian dalam evaluasi kinerja. Hasil evaluasi atas
kinerja Deputi I tergambar pada Laporan Kinerja (LAKIP) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
3
B. KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dicantumkan
bahwa Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merupakan unsur pelaksana
tugas dan fungsi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Bidang Ekonomi Makro dan
Keuangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan secara struktural membantu
pekerjaan dan bertanggungjawab kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan
tugas pokoknya adalah “Menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan,
dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait
dengan isu di bidang ekonomi makro dan keuangan”. dan menjalankan fungsinya untuk:
1. Melakukan koordinasi, dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan Kementerian/Lembaga di bidang ekonomi makro dan keuangan;
2. Melakukan pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga di bidang
ekonomi makro dan keuangan;
3. Melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang ekonomi makro dan
keuangan; dan
4. Melaksanakan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan membawahi 5 (lima) lima unit Eselon II yang terdiri dari:
1. Asisten Deputi Fiskal;
2. Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran;
3. Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil;
4. Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;
5. Asisten Deputi Badan Usaha Milik Negara; dan
6. Kelompok Jabatan Fungsional.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut di atas, unit organisasi Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan didukung oleh 47 (empat puluh tujuh) Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang terdiri dari : satu pejabat eselon I, empat pejabat eselon II, sebelas pejabat
eselon III, dua puluh pejabat eselon IV, dan sepuluh pelaksana. Meskipun belum seluruh bagan
organisasi terisi dengan pegawai organik, sumberdaya yang ada berupaya memenuhi
pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi dengan optimal serta dengan merekrut pegawai tidak
tetap dengan jumlah tiga puluh tiga orang.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
4
Bagan 1Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro Dan Keuangan
Bagan 2
Latar Belakang Pendidikan Pegawai
11%
53%
21%
13% 2%
S3 = 5 Orang
S2 = 25 Orang
S1 = 10 Orang
D3 = 6 Orang
SMA = 1 Orang
Jumlah = 47 orang PNS
DEPUTIBIDANG KOORDINASI EKONOMI
MAKRO DAN KEUANGAN
Asisten DeputiFiskal
Asisten DeputiMoneter dan Neraca
Pembayaran
Asisten DeputiPengembangan EkonomiDaerah dan Sektor Riil
Asisten DeputiPasar Modal dan
Lembaga Keuangan
Asisten DeputiBadan Usaha Milik
Negara
BidangPenerimaan
Negara
BidangProgram danTata Kelola
BidangPengeluaran
Negaradan Pembiayaan
BidangMoneter
BidangNeraca
Pembayaran
BidangPengembangan
Ekonomi Daerah
BidangSektor Riil
BidangPasar Modal dan
LembagaKeuangan Bukan
BidangPerbankan
BidangBUMN Industri
BidangBUMN Usaha Jasa
Kelompok JabatanFungsional
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
5
Dengan keterbatasan dukungan sumberdaya, peralatan dan ruang yang ada, unit
organisasi juga berupaya memaksimalkan penggunaannya. Meskipun terdapat keterbatasan
ruang, kegiatan rapat dan pembahasan koordinasi, sinkronisasi, maupun pengendalian
kebijakan diutamakan dilakukan di dalam Lingkungan Kantor Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, adapun rapat-rapat di luar kantor dilakukan apabila ruang dan tempat rapat
yang tersedia sudah benar-benar tidak memungkinkan lagi (penuh terpakai oleh jadwal rapat
unit kerja lainnya).
Dengan keterbatasan dukungan sumberdaya, peralatan dan ruang yang ada, unit
organisasi juga berupaya memaksimalkan penggunaannya. Meskipun terdapat keterbatasan
ruang, kegiatan rapat dan pembahasan koordinasi, sinkronisasi, maupun pengendalian
kebijakan diutamakan dilakukan di dalam Lingkungan Kantor Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, adapun rapat-rapat di luar kantor dilakukan apabila ruang dan tempat rapat
yang tersedia sudah benar-benar tidak memungkinkan lagi (penuh terpakai oleh jadwal rapat
unit kerja lainnya).
C. ASPEK STRATEGIS
Dalam rangka mencapai target kinerja tahunan seperti yang telah ditetapkan dalam
dokumen perencanaan dan mewujudkan manajemen pemerintahan yang efisien, efektif,
transparan, dan akuntabel, serta berorientasi pada hasil, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan menuangkannya kedalam Perjanjian Kinerja dengan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian sebagai bentuk tanggung jawab keberhasilan maupun kegagalan dalam
pencapaian target kinerja.
Sasaran strategis yang ingin dicapai melalui perencanaan strategis di Bidang Ekonomi
Makro dan Keuangan adalah :
1. Mewujudkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan
keuangan.
2. Mewujudkan pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan
keuangan.
3. Mewujudkan perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
Indikator Kinerja Utama (IKU) Deputi Bidang Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan
Keuangan dalam mewujudkan sasaran stategis di atas dituangkan dalam :
1. Presentase rekomendasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan.
2. Presentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro
dan keuangan.
3. Tercapainya target penyaluran kredit berpenjamin atau Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
6
Adapun peran Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dalam rangka
berkontribusi memenuhi harapan stakeholder adalah:
1. Dalam Rangka Menjaga Stabilitas Ekonomi
Dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi koordinasi pengendalian inflasi ditempuh oleh
dua tim yaitu Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) yang menangani isu inflasi
sektoral dan Kelompok Kerja Nasional Tim pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID)
yang menjadi pembina dari TPID serta menangani isu-isu inflasi yang terjadi di daerah.
Pada tahun 2017 Presiden menerbitkan Keputusan Presiden No. 23 Tahun 2017 tentang Tim
Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN). Dengan telah diterbitkannya Keppres tersebut maka
tim pengendalian inflasi yang sebelumnya terdiri dari TPI, Pokjanas TPID, dan TPID dilebur
menjadi Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN) yang terdiri dari Tim Pengendalian Inflasi
Pusat (TPIP), TPID Provinsi, dan TPID Kabupaten/Kota. TPIP diketuai Menko Perekonomian
dengan Wakil I Gubernur Bank Indonesia, Wakil II Menteri Keuangan, dan Wakil III
Menteri Dalam Negeri serta beranggotakan sembilan pimpinan Kementerian/Lembaga,
yaitu: Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri Perhubungan, Menteri ESDM,
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri Pekerjaan
Umum Perumahan Rakyat, Sekretaris Kabinet dan Kapolri. Dalam pelaksanaan tugasnya,
TPIP dibantu oleh Sekretariat dan Kelompok Kerja (Pokja) yang diatur dalam Kepmenko No.
148 Tahun 2017 tentang Tugas dan Keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat Tim
Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP). Adapun anggota sekretariat dan pokja terdiri dari:
1) Sekretariat, diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan,
Kemenko Perekonomian dengan wakil Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran
dan anggota lima Pejabat Eselon II dan III K/L anggota TPIP.
2) Pokja Pusat, diketuai oleh Kepala BKF dengan wakil Kepala Departemen DKEM, BI dan
beranggotakan 30 Pejabat Eselon I, II, dan III K/L anggota TPIP.
3) Pokja Daerah, diketuai oleh Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri dengan
wakil Kepala Departemen DKEM - BI dan beranggotakan sembilan Pejabat Eselon I, II,
dan III K/L anggota TPIP.
Pembentukan TPID diatur lebih lanjut dalam Kepmendagri Nomor 500-8135 Tahun 2017,
adapun Struktur TPID sesuai dengan Keppres terdiri dari:
1) TPID Provinsi di ketuai Gubernur dengan Sekda sebagai pelaksana harian. Wakil ketua
adalah Kepala KPW BI dan anggota dari kepala dinas terkait.
2) TPID Kabupaten/Kota di ketuai Walikota/Bupati dengan Sekda sebagai pelaksana
harian. Wakil ketua adalah Pejabat KPW BI dan anggota dari kepala dinas terkait.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
7
Mekanisme dan tata kerja TPIN diatur dalam Permenko No. 10 Tahun 2017 tentang
Mekanisme dan Tata Kerja TPIP, TPID Prov/Kab/Kota. Dimana didalamnya diatur forum-
forum koordinasi, evaluasi kinerja dan pemberian penghargaan kepada TPID, penyusunan
laporan dan SOP.
Hingga akhir tahun 2017 telah terbentuk 527 TPID yang terdiri dari 34 TPID Provinsi dan
397 TPID Kabupaten/Kota. Penguatan kelembagaan diperlukan guna mendukung
perkembangan jumlah TPID yang cukup signifikan melalui penguatan kapasitas serta
koordinasi dalam rangka sinkronisasi program dan kebijakan di tingkat pusat. Di tingkat
pusat penguatan koordinasi diperlukan untuk mencapai sasaran inflasi yang telah
ditetapkan (target 2017 3,5±1%).
2. Dalam Rangka Menjaga Pertumbuhan Ekonomi
Dalam rangka menjaga dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Deputi I
mengkoordinasikan Kementerian/Lembaga teknis terkait pelaksanaan evaluasi
Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2015 stdtd PP No. 9 Tahun 2016 tentang Fasilitas
Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau
di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance). Fasilitas dalam upaya memberikan
kemudahan dan fasilitas bagi investor dalam memperluas cakupan komoditas dan
jangkauan pengembangan wilayah, pemerataan pertumbuhan antara daerah jawa dan
di luar Jawa, serta penyerapan tenaga kerja. Evaluasi juga ditujukan untuk
mengeluarkan atau membatalkan pemberian fasilitas pada komoditi yang tidak perlu
lagi diproteksi.
Tax Holiday merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam
rangka mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi serta mengatasi permasalahan
struktural perekonomian. Tax Holiday merupakan fasilitas pengurangan Pajak
Penghasilan Badan. Pemberian Fasilitas ini diharapkan dapat mendorong penanaman
modal asing dan penanaman modal dalam negeri di industri yang memiliki keterkaitan
yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, serta memperkenalkan
teknologi baru yang memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. Upaya ini
sekaligus memperkuat komitmen Pemerintah untuk menjaga iklim investasi dunia usaha
ditengah langkah-langkah untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan.
Pengembangan ekonomi daerah dan sektor riil dalam upaya menjaga pertumbuhan
ekonomi dilakukan dengan pendekatan secara sektoral dan spasial. Pendekatan sektoral
dimaksudkan untuk mengetahui key driver dari pertumbuhan ekonomi daerah, sedangkan
pendekatan spasial untuk mengetahui karakteristik antardaerah maupun kawasan.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
8
Asessment dan update perkembangan dan permasalahan terkait ekonomi daerah dan sektor
riil secara berkala ditujukan sebagai referensi pimpinan di Kemenko Perekonomian.
Pemantauan (Surveilance) pengembangan ekonomi daerah dan sektor riil dilakukan
melalui laporan analisis sektoral dan analisis spasial dan Pengembangan Model Proyeksi
Pertumbuhan Ekonomi (Top Down dan Bottom Up).
Pengembangan ekonomi daerah dan sektor riil juga dilakukan melalui pengembangan
skema pembiayaan yang inovatif, yaitu : Sistem Pembiayaan Pusat Logistik Berikat (PLB)
- Sistem Resi Gudang (SRG); Pengembangan Kontrakm Investasi Kolektif Dana Investasi
Real Estate (KIK DIRE) melalui pemberian insentif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB); Pengembangan Skema Pembiayaan Gotong Royong (Kombinasi
Surat Utang Perpetual dengan KIK DIRE/Dinfra); Pengembangan Obligasi Daerah;
Pinjaman Daerah, Pemberdayaan Sertipikasi Hak Atas Tanah (SHAT); dan penyelesaian
dan penyempurnaan peraturan dan perundangan yang terkait dengan Hubungan Keuangan
Pusat dan Daerah; Pengelolaan Keuangan Daerah; dan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD).
Upaya untuk mendukung pertumbuhan sektor-sektor yang dijalankan oleh usaha mikro,
kecil, dan menengah, dilakukan melalui rekomendasi kepada Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro
Kecil Menengah (UMKM) untuk memberi arahan Penyusunan Pedoman Pelaksanaan
KUR Sektoral kepada 11 (sebelas) Menteri dan 2 (dua) Kepala Badan (Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perindustrian,
Kementerian Pariwisata, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM,
Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Kementerian Tenaga Kerja Indonesia, dan Badan Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, serta Badan Ekonomi Kreatif.
Selaku Sekretaris Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN), Deputi I
mengkoordinasikan proses pemberian persetujuan PKLN dan menyampaikan
rekomendasi persetujuan kepada Ketua Tim Koordinasi Pengelolaan PKLN (Menko
Perekonomian). Rekomendasi ditujukan atas perusahaan-perusahaan Swasta yang
mengerjakan proyek-proyek pemerintah. Tahun 2017 rekomendasi persetujuan
terutama ditujukan untuk investor yang menanamkan investasinya di sektor kelistrikan
guna mendukung program pemerintah dalam menyediakan listrik 35.000 MW dimana
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
9
produknya dijual dan disalurkan kepada masyarakat melalui PT. PLN (Persero) dalam
skema Independent Power Producer (IPP).
3. Dalam Rangka Pemerataan Pembangunan dan Mengurangi Kemiskinan
Dalam rangka memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan, pemerintah
menetapkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Peraturan Presiden Nomor 82
tahun 2016 diterbitkan sebagai dasar penetapan SNKI. Strategi ini dimaksudkan sebagai
pedoman bagi kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,
dan instansi terkait lainnya dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan
keuangan melalui kegiatan masing-masing secara bersama dan terpadu. Implementasi
SNKI yang terpadu diperlukan untuk mencapai target keuangan inklusif yaitu persentase
jumlah penduduk dewasa yang memiliki akses layanan keuangan pada lembaga
keuangan formal sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) pada akhir tahun 2019. Dewan
Nasional Keuangan Inklusif diketuai oleh Presiden dan diketuai secara harian oleh
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Tugas Dewan Nasional dibantu oleh
Kelompok Kerja (Pokja) yang terdiri dari 7 (tujuh) Pokja, yaitu: Pokja Edukasi Keuangan;
Pokja Hak Properti Masyarakat; Pokja Fasilitas Intermediasi dan Saluran Distribusi
Keuangan; Pokja Pelayanan Keuangan pada Sektor Pemerintah; Pokja Perlindungan
Konsumen; Pokja Kebijakan dan regulasi; dan Pokja Infrastruktur Teknologi Informasi
Keuangan. Tugas dan keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat ditetapkan melalui
Keputusan Ketua Harian Dewan Nasional Nomor 93 Tahun 2017 tentang Kelompok Kerja
dan Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) yang ditetapkan tanggal 20
Juli 2017. Sedangkan mekanisme dan tata kerja Dewan Nasional diatur dalam Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2017 tentang Mekanisme
dan Tata Kerja DNKI yang ditetapkan tanggal 23 Oktober 2017.
D. ISU STRATEGIS
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, setidaknya terdapat isu strategis yang
menjadi bagian dari koordinasi Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan.
Pertama, menjaga pertumbuhan ekonomi sehingga dapat menciptakan tambahan
lapangan pekerjaan yang cukup bagi angkatan kerja baru yang pada akhirnya akan
mengurangi pengangguran dan tingkat kemiskinan. Selain itu tugas yang tidak kalah
pentingnya adalah menjaga dan mengendalikan inflasi tetap rendah guna menjaga tingkat
daya beli masyarakat.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
10
Kedua, menjaga kredibilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar
optimal dalam memberikan daya dorong pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks ini, perlu
dijaga agar penerimaan negara khususnya dari sektor perpajakan tetap tumbuh tinggi namun
dengan tetap menjaga keberlangsungan sektor riil dan menjaga iklim investasi tetap kondusif.
Ketiga, mendorong peningkatan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam
kontribusi pembangunan di Indonesia dengan melalui penguatan modal BUMN melalui
program penyertaan modal negara dan memfasilitasi BUMN agar mendapatkan sumber dana
yang murah dan jangka panjang sesuai dengan karakteristik pembiyaan infratruktur yang
memang membutuhkan pembiyaan dalam jangka panjang
Keempat, koordinasi dalam meningkatkan arus investasi dengan jalan menjaga iklim
investasi tetap kondusif dan memberikan relaksasi fiskal guna lebih meningkatkan daya saing
investasi.
Kelima, mendorong tumbuhnya UMKM sebagai salah satu pilar utama pembangunan
ekonomi Indonesia dengan jalan memberikan dukungan kemudahan akses pembiyaan UMKM
dengan proses yang mudah, cepat dan tingkat suku bunga yang kompetitif.
Keenam, melakukan harmonisasi kebijakan di tingkat pusat dan daerah sehingga salah
satu agenda pembangunan yang tercantum dalam nawacita yakni membangun dari pinggiran
dapat terealisasi dengan baik.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
11
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
A. RENCANA STRATEGIS
Visi, Misi, dan Tujuan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagaimana tersebut
dalam Rencana Strategis Kementerian serta kondisi umum, permasalahan dan tantangan yang
akan dihadapi lima tahun kedepan merupakan dasar pertimbangan dalam perumusan Visi,
Misi, Tujuan dan Sasaran unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan dalam mengupayakan terwujudnya sasaran kementerian dan tujuan kementerian di
bidang ekonomi dengan optimal.
A.1 VISI
“Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembangunan di bidang
ekonomi makro dan keuangan yang efektif dan berkelanjutan”.
Visi unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan disusun untuk
mendukung Misi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yaitu “Terwujudnya
koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembangunan ekonomi yang efektif dan
berkelanjutan”. Visi tersebut merupakan rumusan umum mengenai kondisi yang ingin
dicapai unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dalam
rangka mewujudkan sasaran program/kegiatan rencana strategis maupun rencana kerja
dalam memberikan dukungan terhadap tujuan kementerian.
Visi Kedeputian tersebut mempunyai makna bahwa koordinasi dan sinkronisasi di bidang
koordinasi ekonomi makro dan keuangan merupakan proses menyatukan pemikiran,
hingga tindakan dalam mewujudkan pencapaian tujuan unit organisasi Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan. Sementara itu pengendalian merupakan bagian
proses koordinasi dan sinkronisasi yang dilaksanakan oleh setiap pusat
pertanggungjawaban untuk mewujudkan tujuan unit organisasi sesuai rencana yang
dilakukan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel, dan berkelanjutan.
Efektif memberikan arti bahwa kinerja hasil koordinasi dan sinkronisasi memberikan
manfaat dan dampak yang signifikan bagi upaya pencapaian sasaran pembangunan di
bidang ekonomi makro dan keuangan.
Efisien memberikan arti menjelaskan bahwakegiatan koordinasi, sinkronisasi dan
pengendalian dilakukan dengan menggunakaan sumber daya secara cermat, akurat
dan optimal serta mengacu kepada kebutuhan organisasi.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
12
Transparan dan akuntabel berarti adanya kewajiban pelaporan hasil koordinasi,
sinkronisasi dan pengendalian kepada pihak terkait yang dapat dipertanggung-
jawabkan dengan berlandaskan keterbukaan.
Berkelanjutan mempunyai makna bahwa koordinasi harus dilakukan secara terus
menerus dan proaktif agar pelaksanaan pembangunan ekonomi dan keuangan yang
dilakukan oleh sektor dan pelaku ekonomi makro dan keuangan dapat bersinergi
sehingga pembangunan ekonomi berkesinambungan.
A.2 MISI
Dalam rangka mewujudkan Visi tersebut di atas, maka dibutuhkan tindakan nyata yang
diwujudkan sebagai Misi unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan, yaitu: “Menjaga dan memperbaiki koordinasi dan sinkronisasi penyusunan
kebijakan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan
keuangan”.
Misi tersebut merupakan langkah peran fungsi unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan dalam mengupayakan/memastikan terlaksananya Misi
Kementerian, yaitu: “Menjaga dan memperbaiki koordinasi dan sinkronisasi penyusunan
kebijakan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan perekonomian”, yang diwujudkan
melalui koordinasi dan sinkronisasi kinerja lintas sektor di bidang ekonomi makro dan
keuangan. Untuk mencapai kinerja lintas sektor tersebut dengan optimal, maka dibutuhkan
usaha untuk menyatukan pemikiran dan tindakan dari setiap unit organisasi di
Kementerian/Lembaga yang dikoordinasikan.
Sementara pengendalian pelaksanaan kebijakan/program secara intensif diupayakan
untuk mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam proses pencapaian
kinerja sejak dini, sehingga progres kinerja dalam melaksanakan kebijakan/program di
bidang ekonomi makro dan keuangan dapat berjalan dengan optimal, transparan dan
akuntabel. Misi juga mengisyaratkan adanya upaya untuk meningkatkan efektivitas dalam
pelayanan, dukungan manajemen, dan tugas teknis lain untuk mewujudkan tujuan
organisasi kepada unit-unit dilingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
A.3 TUJUAN
Berdasarkan Visi dan Misi tersebut di atas, maka tujuan unit organisasi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan adalah “Terwujudnya kebijakan di Bidang Ekonomi Makro
dan Keuangan yang inklusif dan berkelanjutan melalui koordinasi & sinkronisasi kebijakan
di bidang ekonomi makro dan keuangan, pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
13
ekonomi makro dan keuangan, perluasan akses pembiayaan bagi usaha mikro kecil
(UMK)”. Tujuan tersebut di atas dapat dicapai apabila pelaksanaan kebijakan/program
sektor/lintas sektor di bidang ekonomi makro dan keuangan mempunyai komitmen yang
tinggi meningkatkan kinerjanya dengan optimal. Dengan mengupayakan optimalisasi
kinerja sektor/bidang dimaksud, maka target sasaran kinerja di bidang ekonomi makro dan
keuangan yang telah ditetapkan dalam Renstra Kementerian dapat diwujudkan, sehingga
pada akhirnya sasaran pembangunan di bidang ekonomi makro dan keuangan yang efektif
dan berkelanjutan dapat tercapai. Oleh karena itu, upaya-upaya pencapaian target-target
sasaran ekonomi makro dan keuangan, antara lain difokuskan pada target terwujudnya
koordinasi, sinkronisasi kebijakan, pengendalian pelaksanaan kebijakan serta perluasan
akses pembiayaan bagi UMK. Tujuan unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan ditetapkan dalam kurun waktu 5 tahun kedepan (periode 2015-
2019) dan merupakan bagian integral dari tujuan Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian sebagaimana dapat dilihat pada peta strategi (strategy map) yang disusun
dengan mempertimbangkan kondisi potensi dan permasalahan, dan tantangan yang
dihadapi organisasi kedepan.
Bedasarkan tujuan strategis diatas, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan dalam menjalankan tugas dan fungsinya menetapkan Rencana Kerja Tahunan
unit organisaasi yang berisi sasaran program/kegiatan, indikator kinerja, dan target yang
harus dicapai. Pada pelaksanaan program/kegiatan Tahun 2017, target tersebut
dituangkan dalam dokumen Rencana Kinerja (Renja) yang ditetapkan untuk setiap
indikator kinerja.
Sasaran Strategis yang akan dicapai dalam perencanaan kinerja Tahun 2017 adalah:
1. Pertama, Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro
dan Keuangan;
2. Kedua, Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro
dan Keuangan; dan
3. Ketiga, Terwujudnya Perluasaan Akses Pembiayaan Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai pencerminan tingkat capaian Sasaran Strategis
adalah :
1. Pertama, Persentase Rekomendasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan
dengan Target 100% (diwujudkan dalam bentuk 10 rekomendasi kebijakan).
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
14
2. Kedua, Persentase Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi
Makro dan Keuangan dengan Target 100% (diwujudkan dalam bentuk 10 rekomendasi
pengendalian pelaksanaan kebijakan) dan
3. Ketiga, Tercapainya Target Penyaluran Kredit Berpenjamin atau Kredit Usaha Rakyat
(KUR).
Rencana Kinerja merupakan penjabaran Rencana Strategis Unit Organisasi Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2015-2019 yang merupakan
perencanaan jangka menengah organisasi yang berisi gambaran sasaran atau kondisi hasil
yang akan dicapai dalam kurun waktu lima tahun beserta strategi yang akan dilakukan
untuk mencapai sasaran sesuai dengan tugas, fungsi, dan peran yang diamanahkan.
Penyusunan Renstra Deputi tersebut mengacu pada Renstra Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian dan Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) Tahun
2015-2019.
B. RENCANA KERJA 2017
Dengan berpedoman pada Renstra dan memperhatikan rancangan awal Rencana Kerja
(Renja), unit organisasi Deputi I telah menyusun Renja Tahun 2017 yang memuat kebijakan,
program, dan kegiatan yang meliputi kegiatan pokok serta kegiatan pendukung untuk mencapai
sasaran hasil sesuai dengan program induk yang didukung. Renja dirinci menurut indikator
keluaran, sasaran keluaran pada tahun rencana, prakiraan sasaran tahun berikutnya, pagu
indikatif sebagai indikasi pagu anggaran, serta pelaksanaannya.
Pagu awal anggaran Tahun 2017 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan adalah sebesar Rp.12.300.000.000,- Pada Bulan Mei Tahun 2017 mendapat
tambahan dana yang berasal dari BA BUN untuk menunjang kegiatan Program Prioritas Sistem
Nasional Keuangan Inklusif sebesar Rp.8.000.000.000,- sehingga pagu anggaran keseluruhan
bertambah menjadi sebesar Rp.20.300.000.000. Namun dalam pelaksanaannya kemudian
penghematan anggaran sebesar Rp.2.000.000.000,- dan Rp.650.000.000,- sehingga pagu
anggaran 2017 menjadi sebesar Rp.17.650.000.000,-
Untuk mencapai sasaran strategis dan sasaran pendukung lainnya yang berkaitan dengan
isu strategis, pada tahun 2017 unit organisasi Deputi I melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan:
1. Kegiatan Kebijakan Bidang Fiskal.
2. Kegiatan Kebijakan Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
15
3. Kegiatan Kebijakan Bid. Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Rill.
4. Kegiatan Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan serta Program Kebijakan
Perluasan Akses Pembiayaan Bagi UMK melalui Skema Penyaluran Kredit Berpenjaminan
dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
5. Kegiatan Kebijakan Bidang Badan Usaha Milik Negara.
6. Dan Program Prioritas Sistem Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
C. PERJANJIAN KINERJA
Dalam rangka mencapai strategi organisasi dan meningkatkan kinerja, Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan melakukan penandatangan perjanjian kinerja
dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Hal ini tentu saja didukung dengan
perjanjian kinerja yang disusun dimulai dari level pejabat tertinggi sampai ke pelaksana
berdasarkan tugas dan fungsinya.
Kontrak Kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pegawai dengan atasan
langsung yang berisi pernyataan kesanggupan untuk mencapai Indikator Kinerja Utama dengan
target yang telah ditetapkan. IKU yang bersifat cascade dari atasan, indikator dalam kontrak
kinerja individu tertuang dalam laporan kinerja bulanan pegawai.
Penetapan Perjanjian Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen untuk
mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun tertentu dengan
mempertimbangkan sumber daya yang dikelolanya. Tujuan khusus penetapan kinerja adalah
untuk :
1. Meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur;
2. Sebagai wujud nyata komitmen antara penerima dengan pemberi tugas;
3. Sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi;
4. Menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; dan
5. Sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan sanksi.
Dokumen perjanjian kinerja merupakan dokumen yang berisikan penugasan dari
pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi dibawahnya untuk melaksanakan
program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja.
Pencapaian sasaran strategis unit organisasi Deputi I diukur dengan Indikator Kinerja
Utama (IKU) dimana penyusunan IKU disesuaikan dengan level organisasi atau kewenangan
yang dimiliki oleh pejabat yang bersangkutan. Oleh karena itu Indikator-indikator kinerja dan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
16
target tahunan yang digunakan dalam penetapan kinerja ini adalah indikator kinerja utama
tingkat eselon I.
Rencana Kinerja Tahun 2017 Deputi I sebagaimana yang telah dituangkan dalam
Perjanjian Kinerja Tahun 2017 dan Rencana Kerja Tahun 2017 adalah sebagai berikut :
Tabel 2Perjanjian Kinerja Kedeputian I
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 2017
Terwujudnya koordinasi dansinkronisasi kebijakan di bidangekonomi makro dan keuangan.
Persentase rekomendasikebijakan di bidang ekonomimakro dan keuangan.
100%(10 Rekomendasi)
Terwujudnya pengendalianpelaksanaan kebijakan di bidangekonomi makro dan keuangan.
Persentase rekomendasipelaksanaan kebijakan di bidangekonomi makro dan keuangan.
100%(10 Rekomendasi)
Terwujudnya perluasan aksespembiayaan bagi Usaha Mikrodan Kecil (UMK).
Tercapainya target penyalurankredit berpenjaminan KreditUsaha Rakyat (KUR).
Rp. 106,6 Triliun
D. PENGUKURAN KINERJA
Pengukuran tingkat capaian kinerja Kedeputian I Tahun 2017 dilakukan dengan cara
membandingkan antara target pencapaian indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam
Penetapan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2017
dengan realisasinya. Nilai Kinerja Organisasi (NKO) diperoleh melalui serangkaian
penghitungan dengan menggunakan data target dan realisasi IKU yang tersedia. Dengan
membandingkan antara data target dan realisasi IKU, akan diperoleh indeks capaian IKU.
Formula penghitungan capaian IKU adalah sebagai berikut:
Capaian IKU(kinerja) = Realisasi × 100%Target
Adapun status indeks capaian IKU adalah sebagai berikut:
Tabel 3Indeks Capaian IKU
Hijau Kuning Merah
100 ≤ X ≤ 120(memenuhi ekspektasi)
80 ≤ X < 100(belum memenuhi
ekspektasi)
X < 80%(tidak memenuhi
ekspektasi)
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
17
Prinsip pengukuran tingkat capaian kinerja Deputi I adalah sebagai berikut :
1. Unit Organisasi Deputi I merupakan bagian integral dari Organisasi Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian.
2. Deputi I menjabarkan Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian dalam Sasaran Program yang menghasilkan output rekomendasi
kebijakan yang diharapkan memiliki dampak luas.
3. Rekomendasi menjadi indikator kinerja Deputi bila: Menko Perekonomian
mendisposisikan agar rekomendasi diteruskan kepada Presiden, Wakil Presiden,
Menteri, Kepala Lembaga terkait dan atau Sidang Kabinet; Menko Perekonomian
mendisposisikan agar rekomendasi diteruskan menjadi produk Perundangan-
undangan, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Menteri; dan/atau Hasil koordinasi
Deputi ditindaklanjuti oleh pejabat setingkat diinstansi terkait.
Tabel 4Perhitungan Manual IKU Kedeputian I
Manual PerhitunganIKU 1
Definisi
:
:
Peresentase Rekomendasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro danKeuangan
Implementasi fungsi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidangekonomi makro dan keuangan dengan Kementerian/Lembaga yangmenghasilkan rekomendasi yang dikoordinasi dan disinkronisasioleh deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
Satuan : %Teknik Menghitung : Implementasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang
ekonomi makro dan keuangan = realisasi dibandingkan target,rekomendasi yang dikoordinasi dan disinkronisasi oleh deputiBidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
RealisasiX 100 %
Target
Sifat Data IKU : MaksimisasiSumber Data : Keasdepan Fiskal, Keasdepan Moneter dan Neraca Pembayaran,
Keasdepan Pengembangan Ekonomi Daerah & Sektor Riil, KeasdepanPasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan Keasdepan Badan UsahaMilik Negara
Periode Data IKU : Semesteran
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
18
Manual PerhitunganIKU 2
Definisi
:
:
Persentase rekomendasi pengendalian pelaksanaankebijakan di bidang ekonomi makro dan keuanganImplementasi fungsi pengendalian di bidang ekonomi makro dankeuangan oleh Kementerian/Lembaga yang menghasilkanrekomendasi dan berdampak pada pelaksanaan kebijakan
Satuan %Teknik Menghitung : Implementasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang
ekonomi makro dan keuangan = realisasi dibandingkan target,rekomendasi dan berdampak pada pelaksanaan kebijakan
RealisasiX 100 %
Target
Sifat Data IKU : MaksimisasiSumber Data : Keasdepan Fiskal, Keasdepan Moneter dan Neraca Pembayaran,
Keasdepan Pengembangan Ekonomi Daerah & Sektor Riil, KeasdepanPasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan Keasdepan Badan UsahaMilik Negara
Periode Data IKU : Semesteran
Manual PerhitunganIKU 3
Definisi
:
:
Tercapainya target penyaluran kredit berpenjaminan Kredit UsahaRakyat/KUR
Implementasi Penyaluran Pagu Kredit Berpenjaminan KUR
Satuan : %
Teknik Menghitung : Realisasi Penyaluran dibagi Pagu
Penyaluran X 100%Pagu
Sifat Data IKU : Maximisasi
Sumber Data : Keasdepan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Periode Data IKU : Semesteran
E PENAJAMAN RENCANA STRATEGIS
Pada Tahun 2017, seiring dengan perkembangan peran Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian dalam koordinasi perumusan, penetapan, dan pengendalian kebijakan bidang
perekonomian, yaitu dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
19
tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional, serta
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian
Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah, telah
dilakukan penajaman atas Rencana Strategis Kemenko Perekonomian Tahun 2015 – 2019, yang
sebelumnya ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Nomor 11 tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian Tahun 2015-2019.
Penajaman atas Renstra dimaksud dilakukan dengan keterlibatan seluruh unit kerja Eselon
I, dengan tujuan utama untuk menyempurnakan kembali rumusan ukuran kinerja yang lebih
relevan dengan hasil yang akan dicapai. Proses penajaman rencana strategis menghasilkan draft
revisi Renstra Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tahun 2015-2019 dan juga
Renstra Kedeputian, namun demikian, dokumen dimaksud masih perlu mendapatkan
penetapan dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebelum dapat digunakan dalam
penetapan indikator kinerja.
Perubahan Peta Strategis Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
meliputi:
1. Pertumbuhan Investasi melalui: jumlah permohonan izin penanaman modal yang
mengajukan insentif fiskal; menjaga refocusing anggaran prioritas infrastruktur;
pembiayaan infrastruktur oleh BUMN.
2. Stabilitas Harga Pangan melalui: realisasi inflasi kelompok VF 4% dan realisasi inflasi
kelompok AP 4,3%.
3. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Sektor Rill yang Optimal melalui: persentase
pertumbuhan ekonomi spasial dan tingkat pertumbuhan PMTB Nasional.
4. Stabilitas Sektor Keuangan melalui: persentase realisasi KUR dan persentase inklusi
keuangan.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
20
Terwujudnya Koordinasi, Sinkronasi dan Pengendalian Kebijakan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
21
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. PENDEKATAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA
Selama tahun 2017, pelaksanaan fungsi koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian
kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan yang dilakukan oleh Deputi I telah
menghasilkan berbagai rekomendasi kebijakan, baik berupa rancangan peraturan
perundang-undangan, maupun keputusan strategis lainnya, serta peraturan teknis
Kementerian/Lembaga. Target berupa hasil koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian
kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan ini pada tahun 2017 ditetapkan sebagai
Sasaran Strategis yang akan dicapai oleh Kedeputian I, dengan target-target yang telah
diuraikan pada pembahasan sebelumnya.
Dalam penyajian analisis capaian kinerja dalam Laporan Kinerja tahun 2017 ini, hasil
koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan di bidang ekonomi makro dan
keuangan tersebut, berupa rekomendasi kebijakan, diklasifikasikan untuk mendukung
outcome/impact yang diharapkan sesuai dengan 4 Sasaran Strategis yang dirumuskan
dalam Penajaman Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan, yang meliputi: Pertumbuhan Investasi, Stabilitas Inflasi Kelompok Harga Pangan
Bergejolak dan Kelompok Harga Pangan yang diatur Pemerintah, Stabilitas Sektor Keuangan,
serta Mendoong Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Sektor Rill yang Optimal.
Bagan 3
Penajaman Rencana Strategis
SS Penajaman Renstra
SS.1Pertumbuhan
Investasi
SS.2 Stabilitas inflasikelompok harga
pangan bergejolakdan kelompok
Harga yang diaturPemerintah
SS.3 StabilitasSektor Keuangan
SS.4Mendorong
PertumbuhanEkonomi Daerah dan
Sektor RIil yangoptimal
JumlahPeraturan terkait
PertumbuhanInvestasi
(KeputusanStrategis Baru)
Jumlah Peraturanterkait Stabilitasinflasi kelompok
harga pangan(Keputusan
Strategis Baru)
Jumlah Peraturanterkait StabilitasSektor Keuangan
(KeputusanStrategis Baru)
Jumlah Peraturanterkait PertumbuhanEkonomi Daerah dan
Sektor RIil yangoptimal (Keputusan
Strategis Baru)
PK SS.1Terwujudnya
koordinasi dansinkronisasikebijakan di
bidang ekonomimakro dankeuangan
Perjanjian Kinerja 2017
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
22
JumlahPeraturan terkait
PertumbuhanInvestasi
(KeputusanStrategis Revisi)
Jumlah Peraturanterkait Stabilitasinflasi kelompok
harga pangan(Keputusan
Strategis Revisi)
Jumlah Peraturanterkait daya saingStabilitas Sektor
Keuangan(Keputusan
Strategis Revisi)
Jumlah Peraturanterkait PertumbuhanEkonomi Daerah dan
Sektor RIil yangoptimal (Keputusan
Strategis Revisi)
PK SS.2Terwujudnyapengendalianpelaksanaankebijakan di
bidang ekonomimakro dankeuangan
JumlahPeraturan terkaitperluasan akses
pembiayaan bagiUsaha Mikrodan Kecil ygmendukung
SS. 1
Jumlah Peraturanterkait perluasanakses pembiayaanbagi Usaha Mikro
dan Kecil ygmendukung SS. 2
Jumlah Peraturanterkait perluasanakses pembiayaanbagi Usaha Mikro
dan Kecil ygmendukung
SS. 3
Jumlah Peraturanterkait perluasanakses pembiayaanbagi Usaha Mikro
dan Kecil ygmendukung
SS. 3
PK. SS.3Terwujudnya
perluasan aksespembiayaan bagiUsaha Mikro dan
Kecil (UMK).
B. ANALISIS CAPAIAN KINERJA ORGANISASI
Pengukuran tingkat capaian kinerja unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan Tahun 2017 dilakukan dengan cara membandingkan antara target
(rencana) dengan realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) yang telah tertuang dalam
Penetapan Kinerja Kedeputian I Tahun 2017. Tingkat capaian kinerja Kedeputian I Tahun
2017 berdasarkan hasil pengukurannya dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 5Capaian Kinerja Kedeputian I
Sasaran Strategis 1
Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dankeuangan
Indikator KinerjaTarget Realisasi Kinerja
Persentase rekomendasi kebijakan dibidang ekonomi makro dan keuangan
100% 140% 140%
Sasaran Strategis 2
Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dankeuangan
Indikator KinerjaTarget Realisasi Kinerja
Persentase rekomendasi pelaksanaankebijakan di bidang ekonomi makro dankeuangan
100% 160% 160%
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
23
Sasaran Strategis 3
Terwujudnya perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK).Indikator Kinerja
Target Realisasi Kinerja
Tercapainya target penyaluran kreditberpenjaminan Kredit Usaha Rakyat(KUR).
Rp. 106,6Triliun
Rp. 96,7Triliun
90,7%
Rata-Rata Capaian Kinerja 130,23%
Presentase rencana realisasi untuk Sasaran Strategis 1 dan 2 masing-masing adalah 100%,
sedangkan Sasaran Strategis ketiga adalah tercapainya realisasi KUR sebesar Rp106,6 triliun.
Berdasarkan realisasi, capaian indikator pertama adalah 140% dan indikator kedua 160%,
sedangkan indikator ketiga adalah 90,7%. Dengan demikian capaian rata-rata atas indikator
kinerja Tahun 2017 adalah sebesar 130,23% merupakan rata-rata penjumlahan dari
masing-masing indikator kinerja dibagi tiga. Dengan demikian status kinerja Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan untuk sasaran strategis 1, 2 dan 3 berwarna hijau,
sebagaimana telah dijabarkan pada tabel di atas.
B.1 Pertumbuhan Investasi (Sasaran Strategis 1)
Indonesia saat ini menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi terbaik,
hal ini ditunjukkan dengan tren positif perkembangan investasi di Indonesia pada
kuartal pertama dan kedua pada tahun 2017. Dari tahun ke tahun perkembangan
investasi di Indonesia tak lepas dari peranan Penanaman Modal Asing (PMA) untuk
dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional yang dirasakan masih kurang jika
hanya dari modal dalam negeri. Mengingat pentingnya PMA, pemerintah telah
berupaya untuk dapat menarik lebih banyak investor asing untuk menanamkan
modalnya di Indonesia, melalui paket-paket kebijakan ekonomi yang mendorong
kenaikan investasi. Melalui paket kebijakan tersebut, pemerintah mengupayakan
reformasi birokrasi dan menerbitkan peraturan yang memberi kemudahan perijinan
investasi.
Hal tersebut diatas menuntut Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan untuk dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan yang dapat mempercepat
dan memberi kemudahan bagi investasi. Melalui rapat sinkronisasi, koordinasi dan
fasilitasi, Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan menghasilkan
rekomendasi kebijakan yang memiliki dampak/outcome pada tingkat: jumlah
permohonan izin dan penanaman modal yang mengajukan insentif fiskal, menjaga dan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
24
refocusing anggaran prioritas infrastruktur, dan pembiayaan infrastruktur oleh
BUMN.
Capaian Kinerja Indikator Utama
Dalam upaya mendukung Sasaran Strategis Pertumbuhan Investasi, Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan melaksanakan rapat-rapat sinkronisasi,
koordinasi dan pengendalian kebijakan yang telah dilakukan pada tahun 2017 serta
menghasilkan rekomendasi yang memiliki dampak/outcome yang luas bagi
stakeholder.
SS1. Terwujudnya Sinkronisasi dan Koordinasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro
dan Keuangan.
Telah dihasilkan 11 rekomendasi kebijakan dalam bentuk Peraturan/Keputusan
Strategis Baru, antara lain:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih Yang Diperlakukan
atau Dianggap Sebagai Penghasilan tanggal 11 September 2017.
Bahwa setelah program pengampunan pajak berakhir perlu diikuti dengan
penegakan hukum di bidang perpajakan. Penegakan hukum tersebut dilakukan
terhadap Wajib Pajak yang telah mengikuti program pengampunan pajak namun
tidak memenuhi ketentuan pengungkapan harta dan/atau pengalihan dan
investasi harta ke dalam wilayah NKRI, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengikuti
program pengampunan pajak dalam hal Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
menemukan data dan/atau informasi terkait harta yang tidak atau kurang
dilaporkan dalam SPT PPh. Atas harta yang belum diungkap dalam surat
pernyataan terkait dengan program pengampunan pajak, tidak atau kurang
dilaporkan dalam SPT PPh, Harta Bersih tambahan yang tidak dialihkan ke dalam
wilayah NKRI, dan Harta Bersih tambahan yang dialihkan ke luar wilayah NKRI,
akan diperlakukan atau dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/ atau informasi
tersebut dan akan dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan serta ditambah sanksi
administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Dalam rangka pelaksanaan penegakan hukum tersebut perlu untuk dibentuk
peraturan yang penyusunannya memerlukan koordinasi dan sinkronisasi oleh
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
25
Kemenko Perekonomian dengan memperhatikan substansi dan lintas sektor yang
terkait.
Capaian Kinerja Outcome/Dampak Kebijakan
Penerapan penegakan hukum kepada seluruh Wajib Pajak yang tidak mengikuti
program pengampunan pajak dalam hal DJP menemukan data dan/atau informasi
terkait harta yang tidak atau kurang dilaporkan dalam SPT PPh, maupun terhadap
Wajib Pajak yang telah mengikuti program pengampunan pajak namun tidak
memenuhi ketentuan pengungkapan harta dan/atau pengalihan dan investasi
harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan
demikian Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 lebih lanjut akan
memberikan dampak yang signifikan dalam perekonomian berupa perluasan basis
pajak dan peningkatan penerimaan perpajakan.
2. Surat Menko Perekonomian kepada Menteri Sekretaris Negara No.S-261/
M.EKON/10/2017 tanggal 23 Oktober 2017 perihal Rancangan Peraturan
Presiden tentang Pembaharuan Sistem Administrasi Perpajakan.
Bahwa peran penerimaan perpajakan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) sangatlah besar. Pada APBN Tahun 2017 penerimaan perpajakan
mencapai 85,6% dari total pendapatan negara sementara target kontribusi
penerimaan pajak pada APBN 2018 adalah sebesar 85,42% dari total pendapatan
negara. Besarnya peran penerimaan pajak tersebut saat ini dihadapi dengan kondisi
coretax sistem DJP yang belum terintegrasi dan hanya terbatas untuk fungsi
pencatatan. Sistem masih menggunakan teknologi tahun 2002 sehingga tidak dapat
dijalankan pada infrastruktur baru dan semakin berkurang jumlahnya karena
banyak server yang mengalami kerusakan. Selain itu pemungutan pajak dalam
waktu mendatang pun akan dihadapkan pada peningkatan beban data yang
dikelola dan adanya perubahan-perubahan konsep bisnis seperti digital economy,
serta adanya komitmen Indonesia untuk bergabung dengan Automatic Exchange of
Information-AEoI (Pertukaran Informasi Secara Otomatis). Berkenaan dengan hal-
hal tersebut, dibutuhkan sistem administrasi perpajakan baru yang berkelas dunia
dan sudah teruji dalam waktu segera.
Capaian Kinerja Outcome/Dampak Kebijakan
Penerbitan Rancangan Peraturan Presiden tentang Pembaharuan Sistem
Administrasi Perpajakan. Melalui penerbitan R-Perpres tersebut diharapkan dapat
segera dilaksanakan pengadaan sistem administrasi perpajakan baru dengan
tujuan antara lain memperkuat posisi Indonesia terhadap persaingan global dengan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
26
hadirnya suatu sistem administrasi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel
serta peningkatan kepercayaan publik, nilai competitiveness Indonesia dapat
meningkat dalam kancah persaingan ekonomi regional dan global, dan
keberlangsungan sistem penerimaan negara dalam rangka mendukung
pembiayaan pembangunan perekonomian demi terwujudnya kemandirian
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2017 Tentang Perlakuan Perpajakan Pada
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Pada awal 2017, Pemerintah menerbitkan kebijakan baru terkait kegiatan pada
hulu migas, yaitu kontrak bagi hasil migas dengan skema gross split latar belakang
munculnya kebijakan tersebut antara lain:
1) Produksi dan cadangan migas Indonesia yang semakin menurun drastis.
2) Nilai impor minyak yang tinggi, karena produksi migas Indonesia tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
3) Kegiatan eksplorasi migas di Indonesia menurun, yang berimbas pada
penurunan produksi migas.
4) Kompetitor (negara lain) semakin atraktif dalam memberikan insentif di sektor
hulu migas.
5) Kebijakan sebelumnya (cost recovery) sering menimbulkan dispute antara
Pemerintah dengan KKKS.
6) Biaya cost recovery yang ditanggung Pemerintah semakin membengkak.
7) Secara garis besar bahwa perubahan kebijakan tersebut dimaksudkan untuk
meningkatkan produksi migas Indonesia dan meminimalkan beban pemerintah
melalui cost recovery. Namun ketika awal peluncurannya, kebijakan tersebut
belum berhasil meningkatkan minat investor untuk bereksplorasi di kegiatan
hulu migas Indonesia. Hal ini dikarenakan investor menunggu kepastian
mengenai aturan hukum di bidang perpajakannya. Atas dasar tersebut,
kemudian pemerintah menyusun aturan perpajakan kontrak bagi hasil migas
skema gross split, yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah.
Capaian Kinerja Outcome/Dampak Kebijakan
Dengan adanya aturan yang jelas mengenai Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi Dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split, diharapkan kegiatan
eksplorasi migas di Indonesia semakin bergairah. Mengurangi dispute antara
Pemerintah dengan KKKS sebagaimana yang sering terjadi pada regime PSC
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
27
sebelumnya (Cost Recovery). Meminimalkan beban cost recovery yang ditanggung
oleh Pemerintah, karena dalam skema Gross Split, seluruh biaya eksplorasi dan
eksploitasi menjadi tanggung jawab KKKS tanpa dapat dikembalikan (reimburse)
kepada Pemerintah.
4. Surat Menko Perekonomian No:S-63/M.EKON/03/2017 perihal Pinjaman
Komersial Luar Negeri (PKLN) PT Bhumi Jati Power (BJP) (Base Loan), tanggal 23
Maret 2017.
5. Surat Menko Perekonomian selaku Ketua Tim PKLN No:S-104/M.EKON/05/2017
perihal Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) PT Shenhua Guohua Lion Power
Indonesia, tanggal 10 Mei 2017.
6. Surat Menko Perekonomian No:S-296/M.EKON/11/2017 perihal Pinjaman
Komersial Luar Negeri (PKLN) PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), tanggal 10
Nov 2017.
7. Surat Menko Perekonomian No:S-311/M.EKON/11/2017 perihal Pinjaman
Komersial Luar Negeri (PKLN) PT Jasa Marga (Persero), tanggal 20 November
2017.
Sejalan dengan peran BUMN sebagai agent of development, BUMN mendapatkan
penugasan dari Pemerintah untuk menjalankan program prioritas seperti
pembangunan infrastruktur. Dalam pelaksanaan amanat penugasan tersebut
BUMN melaksanakannya secara mandiri maupun bersama mitra dari swasta.
Pinjaman komersial luar negeri merupakan salah satu alternatif sumber
pembiayaan dalam pelaksanaan penugasan tersebut. Sesuai dengan Keppres
39/1991 Tentang Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN),
Menko Perekonomian selaku Ketua Tim PKLN berwenang memberikan persetujuan
PKLN BUMN maupun mitra BUMN yang digunakan dalam rangka proyek
pembangunan.
Capaian Kinerja Outcome/Dampak Kebijakan
Surat persetujuan PKLN diberikan setelah melalui proses assesment terkait
kelayakan proyek pembangunan, kemampuan membayar dan mitigasi risiko.
Persetujuan PKLN dapat menambah penerapan prinsip kehati-hatian dalam
perolehan PKLN. Dengan adanya persetujuan PKLN, diharapkan BUMN maupun
mitra BUMN dapat segera mencapai financial close untuk keperluan pendanaan
proyek pembangunan.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
28
8. PP Nomor 56 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik
Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana
Multigriya Finansial.
9. PP Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik
Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Penjaminan
Infrastruktur Indonesia.
10. PP Nomor 58 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik
Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi
Infrastruktur.
11. PP Nomor 59 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik
Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Kereta Api
Indonesia.
Salah satu tujuan pembinaan dan pengembangan BUMN adalah meningkatkan
peran BUMN dalam pembangunan untuk pelayanan publik. Guna mendukung hal
tersebut, Pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan penambahan
penyertaan modal negara (PMN) dari APBN dalam rangka memperkuat struktur
permodalan BUMN. Peningkatan struktur permodalan akan diikuti oleh kapasitas
usaha sehingga peran agent of development BUMN dapat dijalankan lebih baik.
Capaian Kinerja Outcome/Dampak Kebijakan
1) Meningkatnya kapasitas usaha BUMN sehingga dapat lebih berpartisipasi
dalam kegiatan pembangunan.
2) Meningkatkan kemampuan daya ungkit (leveraging) BUMN dalam
memperoleh sumber pendanaan eksternal.
SS2. Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan
Keuangan.
Telah dihasilkan 7 rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan dalam bentuk
Peraturan/Keputusan Strategis Revisi, antara lain:
1. Draft Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk
Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah
Tertentu (revisi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016).
Bahwa ketentuan mengenai fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di
bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu telah diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
29
Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau
di Daerah-daerah Tertentu yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-
bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu. Berdasarkan Pasal 6
ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah tersebut diatur bahwa ketentuan
pemberian fasilitas dievaluasi dalam jangka waktu 2 tahun sejak Peraturan
Pemerintah diundangkan. Adapaun evaluasi dilakukan oleh tim yang ditetapkan
oleh Menko Perekonomian.
Bahwa berkenaan dengan hal tersebut dan untuk lebih mendorong berkembangnya
sektor usaha dalam rangka lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
memberikan kepastian hukum guna perbaikan iklim usaha yang lebih kondusif
bagi kegiatan penanaman modal langsung di bidang-bidang usaha tertentu dan/
atau di daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala
nasional, serta untuk pemerataan dan percepatan pembangunan bagi bidang-
bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu, perlu mengganti
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan
untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-
daerah Tertentu yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang
Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha
Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu.
Capaian Kinerja Outcome/Dampak Kebijakan
Melalui penerbitan Peraturan Pemerintah tersebut diharapkan terciptanya
peningkatan jumlah investasi di Indonesia dan peningkatan daya saing dalam
negeri melalui perbaikan regulasi, termasuk perbaikan dalam penentuan bidang
usaha yang dapat diberikan fasilitas sesuai dengan roadmap pengembangan
industri dan/atau sektor usaha lainnya dalam skala nasional, perbaikan penetapan
kriteria/persyaratan pengajuan permohonan fasilitas, maupun perbaikan prosedur
penyelesaian permohonan fasilitas yang lebih efektif dan efisien.
2. Draft Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengenaan Cukai Pada Industri
Hasil Tembakau.
Industri hasil tembakau (rokok) memiliki peranan yang signifikan dalam
menggerakkan roda ekonomi nasional, baik dari sisi penyerapan tenaga kerja
maupun kontribusi terhadap penerimaan negara. Mengingat luasnya keterkaitan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
30
industri rokok, perumusan kebijakan industri tembakau setidaknya dihadapkan
pada 3 (tiga) aspek penting, yaitu aspek penerimaan negara, aspek kesehatan, dan
aspek industri (dunia usaha).
Ditinjau dari sisi penerimaan negara, struktur tarif cukai terdiri dari 12 lapisan
berdasarkan PMK No.147/PMK.010/2016 stdtd. PMK No.179/PMK.011/2012.
Berdasarkan struktur tersebut, pengenaan tarif cukai pada jenis Sigaret Kretek
Mesin (SKM) di golongan 2B dan rokok mesin SPM di golongan 2A dan 2B
dikenakan tarif cukai yang lebih rendah dibandingkan Sigaret Kretek Tangan (SKT)
di golongan IA.
Capaian Kinerja Outcome/Dampak Kebijakan
Penentuan tarif cukai yang didasarkan pada jenis rokok dan jumlah produksi
diharapkan tidak menjadi peluang bagi pelaku usaha untuk menghindari
pengenaan cukai dengan tarif tinggi melalui pembatasan jumlah produksi yang
jauh berbeda dengan kemampuan produksi sebenarnya. Hal tersebut perlu untuk
dipertimbangkan dalam rangka memastikan persaingan usaha yang sehat, yaitu
bahwa pengenaan tarif cukai dengan tarif lebih rendah hanya dikenakan bagi
perusahaan skala kecil yang memiliki kemampuan produksi rokok dengan jumlah
sebenarnya sesuai golongan tersebut. Adapun pertimbangan lainnya yaitu terkait
dengan produktivitas pada industri rokok, yang mana produksi dengan 1 mesin
pada industri rokok SKM dan SPM berbanding lurus dengan 4.500 orang pada
industri rokok SKT.
3. Draft Rancangan Peraturan Presiden Tentang Perubahan Atas Perubahan Peraturan
Presiden Nomor 123 Tentang Petunjuk Teknis Tentang Dana Alokasi Khusus Fisik.
Salah satu upaya pemerintah dalam menjalankan desentralisasi fiskal adalah
dengan mengalokasikan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa di dalam APBN.
Dalam struktur Transfer ke Daerah dan Dana Desa terdapat unsur dana
perimbangan, dana perimbangan ditujukkan untuk mengurangi kesenjangan
antara pusat dan daerah. Dana perimbangan terbagi ke dalam Dana Bagi Hasil
(DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Kebijakan
Dana Bagi Hasil dengan pembagian porsi yang wajar antara pusat dan daerah.
Kebijakan Dana Alokasi Umum dalam rangka meminimumkan ketimpangan fiskal
antardaerah, sekaligus memeratakan kemampuan fiskal antar daerah agar setiap
daerah mempunyai kemampuan yang sama untuk menyelenggarakan
pembangunan dan pelayanan publik. Kebijakan Dana Alokasi Khusus Fisik
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
31
berperan sebagai komponen belanja negara yang mengarahkan belanja daerahagar
selaras dengan prioritas nasional.
Dalam rangka pedoman penggunaan Dana Alokasi Khusus Fisik, Keasdepan fiskal
turut serta dalam pembahasan Rancangan Peraturan Presiden Tentang Perubahan
Atas Perubahan Peraturan Presiden Nomor 123 Tentang Petunjuk Teknis Tentang
Dana Alokasi Khusus Fisik.
Capaian Kinerja Outcome/Dampak Kebijakan
Rekomendasi terkait pengendalian dana perimbangan diharapkan dapat
mengurangi kesenjangan antara pusat dan daerah sehingga terjadi pemerataaan
pembangunan nasional. Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK) terbagi dalam 3 jenis
yaitu DAK Reguler, DAK Penugasan, dan DAK Afirmasi, semua ini dalam rangka
mendukung program prioritas nasional. Diharapkan dengan adanya petunjuk
teknis tentang DAK fisik dapat menjadi pedoman penyaluran DAK Fisik.
4. Jawaban Pemerintah atas Proses Judicial Review PP 72/2016 tentang Perubahan
atas PP 44/2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara
pada BUMN dan Perseroan Terbatas.
Pemerintah telah menerbitkan PP 72/2016 tentang Perubahan atas PP 44/2005
tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan
Perseroan Terbatas. PP tersebut diterbitkan untuk menyempurnakan sumber
penyertaan dan proses penatausahaan modal negara pada BUMN. Dalam
perkembangannya, sebagian masyarakat menafsirkan bahwa PP 72/2016
bertentangan dengan UU BUMN dan UU Keuangan Negara sehingga mengajukan
gugatan (judicial review) ke Mahkamah Agung (MA) pada tanggal 14 Maret 2017.
Salah satu critical point dalam pokok permohonan gugatan adalah ketentuan
terkait pembentukan holding yang menyatakan bahwa Penyertaan Modal Negara
yang berasal dari kekayaan Negara berupa saham milik Negara pada BUMN atau
Perseroan Terbatas lain, dilakukan oleh Pemerintah Pusat tanpa melalui mekanisme
APBN. Saham milik negara pada BUMN yang dijadikan penyertaan modal negara
pada BUMN lain akan mengakibatkan BUMN tersebut menjadi anak perusahaan
BUMN. Penggugat memiliki anggapan bahwa hal tersebut dapat menjadi privatisasi
terselubung bagi BUMN yang telah berubah menjadi anak BUMN dimana
penjualan sahamnya hanya dilakukan melalui RUPS tanpa melalui persetujuan
DPR. Proses judicial review di MA tidak dilakukan melalui persidangan sehingga
jawaban tertulis dari penggugat maupun tergugat menjadi pertimbangan utama
hakim dalam memutus perkara. Pada intinya Pemerintah menjelaskan bahwa
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
32
penjualan dan/atau privatisasi anak BUMN tersebut tetap memerlukan persetujuan
DPR karena negara memiliki saham dwiwarna.
Capaian Kinerja Outcome/Dampak Kebijakan
Jawaban Pemerintah atas proses judicial review telah berhasil meyakinkan hakim
bahwa PP 72/2016 telah disusun sesuai ketentuan yang berlaku. MA akhirnya
memutuskan untuk menolak gugatan melalui Putusan MA Nomor 21 P/HUM/
2017 tanggal 8 Juni 2017. Dengan ditolaknya proses judicial review PP 72/2016
diharapkan dapat mengakhiri penafsiran yang berbeda di masyarakat. Keberadaan
PP 72/2016 merupakan suatu kebutuhan terutama untuk menyukseskan program
holding BUMN.
5. Kajian Harmonisasi Pengaturan Utang Luar Negeri Swasta.
6. Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan kepada Direktur
Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko No:S-73D.I.M.EKON/03/2017
tanggal 21 Maret 2017 perihal Masukan Rancangan Perpres tentang PKLN.
7. Rancangan Peraturan Presiden tentang Penerimaan Utang Luar Negeri dalam
rangka Proyek Pembangunan.
Kebutuhan pendanaan pembangunan proyek prioritas seperti infrastruktur
diperkirakan mencapai Rp.5.519,4 T selama periode 2015-2019 dimana BUMN
diharapkan memberikan kontribusi sebesar Rp.1.066,2 T. Dengan kebutuhan dana
yang besar, tidak dimungkinkan jika hanya mengandalkan sumber pendanaan dari
internal perusahaan. Pendanaan dari eksternal seperti pinjaman komersial luar
negeri merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang memungkinkan dilihat
dari tawaran term and condition yang lebih kompetitif dan keterbatasan likuiditas
perbankan dalam negeri. Kebijakan PKLN sebagaimana diatur dalam Keppres
59/1972 dan Keppres 39/1991 dirasa sudah tidak sesuai dengan perkembangan
terkini dalam berbagai hal sehingga memerlukan perubahan. Kemenko
Perekonomian, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia saat ini sedang
menyusun rancangan peraturan presiden untuk menyempurnakan pengaturan
terkait pinjaman komersial luar negeri.
Capaian Kinerja Outcome/Dampak Kebijakan
Penyempurnaan pengaturan terkait pinjaman komersial luar negeri diharapkan
dapat membuat proses bisnis BUMN dalam mencari pendanaan eksternal untuk
pendanaan proyek pembangunan menjadi lebih efisien. Selain itu, penyempurnaan
juga diperlukan agar prinsip kehati-hatian menjadi perhatian utama untuk
memitigasi risiko yang timbul.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
33
B.2 Stabilitasi Kelompok Harga Pangan (Sasaran Strategis 2)
Pemerintah besama Bank Indonesia berkomitmen mengembangan Pusat Informasi
Harga Pangan Strategi (PIHPS) Nasional yang diresmikan pada hari Senin, 12 Juni
2017 untuk menjaga inflasi 2017. Peresmian dilakukan oleh Gubernur BI, Menteri
Koordinator Perekonomian, Menteri Keuangan, dan Menteri Perdagangan, serta
dihadiri unsur Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas
TPID). Pada tahap awal, data dalam PIHPS Nasional mencakup data harga di pasar
tradisional untuk 10 komoditas pangan dengan 21 varian yang cukup dominan
dikonsumsi masyarakat dan merupakan komoditas yang menjadi sumber inflasi
pangan.
PIHPS Nasional menyediakan informasi harga komoditas pangan strategis secara
harian di 164 pasar tradisional di 82 kota di seluruh Indonesia. Pengembangan PIHPS
Nasional ditujukan untuk memberikan akses informasi harga pangan terkini bagi
masyarakat sekaligus mendukung perumusan kebijakan pengendalian inflasi. PIHPS
Nasional diharapkan dapat menjaga inflasi 2017 yang terkendali di kisaran 4 persen
plus minus 1 persen. Untuk dapat menjaga Stabilitasi Kelompok Harga Pangan
tersebut Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan melaksanakan
fungsi koordinasi yang melibatkan Kementerian/Lembaga dan menetapkan kebijakan
yang diarahkan untuk menekan realisasi laju inflasi kelompok VF di kisaran 4%, dan
realisasi inflasi kelompok AF di kisaran 4,3%.
Capaian Kinerja Indikator Utama
Dalam upaya mendukung Sasaran Strategis Stabilitasi Kelompok Harga Pangan, Deputi
Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan melaksanakan rapat-rapat
sinkronisasi, koordinasi dan pengendalian kebijakan selama tahun 2017 dan telah
menghasilkan rekomendasi yang memiliki dampak/outcome yang luas bagi
stakeholder.
SS1. Terwujudnya Sinkronisasi dan Koordinasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro
dan Keuangan.
Telah dihasilkan 7 rekomendasi kebijakan dalam bentuk Peraturan/Keputusan
Strategis Baru, antara lain:
1. Paparan Kondisi Perekonomian Terkini (Dibaharui setiap bulan).
2. Laporan Mingguan surveillance data makro dan artikel isu perekonomian terkini.
3. Analisis atas Indikator Ekonomi Makro: PDB, Neraca Perdagangan, Neraca
Pembayaran, dan Inflasi.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
34
Dalam rangka mendukung koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang
ekonomi, pemahaman komprehensif atas kondisi ekonomi terkini maupun outlook
ke depan saat diperlukan. Pemahaman komprehensif tersebut dipenuhi melalui
proses asesmen atas data perekonomian baik makro maupun mikro yang dilakukan
secara berkala.
Capaian Kinerja Indikator Utama
Hasil asesmen yang dilakukan menjadi bahan masukan bagi pimpinan untuk
memahami kondisi perekonomian terkini. Diharapkan pemahaman atas kondisi
perekonomian terkini dapat mendukung proses pengambilan keputusan serta
sebagai dasara dalam penetapan kebijakan di bidang ekonomi.
4. Arahan presiden terkait pengendalian inflasi baik nasional maupun daerah.
5. Masukan dari daerah terkait kebijakan Pemerintah pusat yang berdampak kepada
inflasi di daerah.
6. Kesepakatan-kesepatan bersama antara pemerintah pusat dan daerah dalam
upaya pengendalian inflasi nasional.
7. Rakornas Pengendalian Inflasi atau yang sebelumnya disebut dengan Rakornas.
TPID yang merupakan forum tertinggi dalam koordinasi pengendalian inflasi akan
tetap dilaksanakan sebagai bentuk penegasan komitmen Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia untuk mendukung pengendalian inflasi.
Kegiatan yang diinisiasi bersama oleh Bank Indonesia, Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian, dan Kementerian Dalam Negeri diselenggarakan pada 27
Juli 2017 di Jakarta dibuka dan dipimpin langsung oleh Presiden Republik
Indonesia didampingi Menko Perekonomian, Gubernur Bank Indonesia, para
Menteri/Pejabat setingkat Menteri (Menko Maritim, Mendagri, Menkeu, Mentan,
Menteri PUPR, Menteri ESDM, Menhub, Mensesneg, Menteri Ketenagakerjaan,
Meneg BUMN, Menteri PPN, Setkab, Kapolri, Panglima TNI).
Penyelenggaraan Rakornas Pengendalian Inflasi merupakan penegasan Pemerintah
akan pentingnya sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk
mencapai sasaran inflasi nasional, sekaligus menjaga momentum pertumbuhan
ekonomi nasional, di tengah ketidakpastian ekonomi global. Dalam kegiatan
tersebut, secara tegas Presiden memberikan arahan kepada seluruh pihak.
Capaian Kinerja Indikator Utama
Arahan-arahan Presiden RI serta kesepatan yang dihasilkan dapat ditindaklanjuti
oleh baik di tingkat pusat (Kementerian teknis) maupun daerah. Arahan Presiden
dan kesepakatan di tingkat pusat disampaikan oleh Kemenko Perekonomian kepada
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
35
seluruh intansi terkait untuk menjadi pedoman pelaksanaan program
pengendalian inflasi. Sedangkan arahan Presiden dan kesepakatan yang ditujukan
untuk daerah akan ditindaklanjuti dalam Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah TPID.
SS2. Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan
Keuangan.
Telah dihasilkan 3 rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan dalam bentuk
Peraturan/Keputusan Strategis Revisi, antara lain:
1. Keppres No. 23 Tahun 2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN).
Kegiatan koordinasi pengendalian inflasi diinisiasi sejak tahun 2005 dan terus
berlanjut sampai saat ini oleh dua tim yaitu Tim Pemantauan dan Pengendalian
Inflasi (TPI) yang menangani isu inflasi sektoral dan Kelompok Kerja Nasional Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) yang menjadi pembina dari TPID serta
menangani isu-isu inflasi yang terjadi di daerah. Meskipun kedua tim tersebut
saling berkaitan, namun belum terdapat landasan hukum dan mekanisme
kerjasama yang baku antara TPI dan Pokjanas TPID. Selama ini dasar hukum
pembentukan TPI adalah Surat Keputusan Menteri Keuangan yang ditetapkan dan
diperbaharui setiap tahun. Sedangkan Dasar hukum pembentukan Pokjanas TPID
hanya tertuang dalam MoU antara Kemenko Perekonomian, Kemendagri dan BI
yang berakhir pada April 2017.
Penguatan kelembagaan melalui landasan hukum yang kuat diperlukan guna
mendukung penguatan kapasitas serta koordinasi dalam rangka sinkronisasi
program dan kebijakan di tingkat pusat untuk mencapai sasaran inflasi yang telah
ditetapkan. Selain itu, dasar hukum yang lebih kuat juga dibutuhkan untuk
mendukung kinerja TPID yang hingga akhir 2017 telah mencapai 527 TPID (34
Provinsi dan 493 Kab/Kota) atau 97,23% dari 524 daerah otonom.
High Level Meeting (tingkat Menteri) TPI-Pokjanas TPID tanggal 25 Januari 2017
juga telah mengamanatkan penguatan dasar hukum koordinasi pengendalian
Inflasi menjadi salah satu program kerja TPI dan Pokjanas TPID. Menindaklanjuti
amanat tersebut, Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran (Asdep MNP)
menginisiasi dan mengkoordinasi serangkaian rapat teknis dengan melibatkan
segenap instansi seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan,
Kementerian PPN/Bappenas dan BI
Pada tanggal 8 September 2017 ditetapkan Keputusan Presiden No. 23 Tahun 2017
tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN). Koordinasi pengendalian inflasi
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
36
nasional yang sebelumnya terdiri dari Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi
(TPI), Pokjanas TPID, dan TPID dilebur menjadi Tim Pengendalian Inflasi Nasional
(TPIN) yang terdiri dari Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), TPID Provinsi dan
TPID Kabupaten/ Kota.
Capaian Kinerja Indikator Utama
Dengan telah diterbitkannya Keppres 23/2017 tentang TPIN sebagai dasar hukum
baru koordinasi pengendalian inflasi nasional, maka diharapkan semua pihak, baik
itu di tingkat pusat (pimpinan kementerian/lembaga) dan tingkat daerah
(gubernur/bupati/walikota) semakin peduli dengan pentingnya pencapaian
sasaran inflasi dan menjadikan inflasi sebagai salah satu landasan/pertimbangan
penyusunan kebijakan/program/ kegiatan sektoral dan regional.
Selain itu, TPID Provinsi juga nantinya diharapkan dapat berperan lebih intensif
dalam melakukan pembinaan TPID Kabupaten/Kota di wilayahnya. Pembinaan
yang diharapkan bisa terwujud dalam hal: mendorong pembentukan/penyesuaian
keanggotaan TPID sesuai dengan Keppres TPIN; mendorong kerjasama antar TPID
kabupaten/kota dalam upaya pengendalian inflasi.
2. Permenko Perekonomian Nomor 10 Tahun 2017 tentang Mekanisme dan Tata
Kerja TPIP, TPID Prov/Kab/Kota.
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 23
Tahun 2017 tentang TPIN, selanjutnya adalah serangkaian kegiatan dalam rangka
penyusunan ketentuan/landasan mekanisme dan tata kerja TPIP, TPID Provinsi dan
TPID Kabupaten/Kota.
Pada tanggal 10 November 2017, ditetapkan Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Republik Indonesia selaku Ketua Tim Pengendalian Inflasi
Pusat nomor 10 tahun 2017 tentang Mekanisme dan Tata Kerja Tim Pengendalian
Inflasi Pusat, Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi, dan Tim Pengendalian
Inflasi Daerah Kabupaten/ Kota.
Capaian Kinerja Indikator Utama
Dengan diterbitkannya Permenko No. 10 Tahun 2017 tentang Mekanisme dan Tata
Kerja TPIP, TPID Provinsi dan TPID/Kab/Kota, diharapkan seluruh kegiatan
koordinasi pengendalian inflasi, baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah
dapat lebih terarah, terkoordinasi dan tercipta sinergi untuk mendukung
terciptanya inflasi rendah dan stabil di tingkat daerah serta tercapainya sasaran
Inflasi Nasional.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
37
3. Kepmenko No. 148 Tahun 2017 tentang Tugas dan Keanggotaan Kelompok Kerja
dan Sekretariat Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP).
Dalam rangka menindaklanjuti amanat pasal 3 ayat 5 Keppres No. 23 Tahun 2013
tentang TPIN, selanjutnya dilakukan serangkaian kegiatan dalam rangka
penyusunan landasan penyusunan tugas dan keanggotaan Sekretariat, kelompok
kerja (Pokja) Pusat dan Pokja Daerah.
Pada tanggal 23 Oktober 2017, ditetapkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Tim Pengendalian Inflasi Pusat nomor 148 tahun 2017
tentang Tugas dan Keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat Tim Pengendalian
Inflasi Pusat.
Capaian Kinerja Indikator Utama
Diharapkan dengan telah diterbitkannya Kepmenko Perekonomian No. 148 Tahun
2017 tentang Tugas dan Keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat Tim
Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), maka Instansi/lembaga yang terlibat didalamnya
dapat memahami tugas dan kewenangannya dalam koordinasi pengendalian inflasi
nasional. Selain itu, unit eselon I dan anggota yang menjadi bagian dari Sekretariat,
Pokja Pusat dan Pokja Daerah semakin peduli dengan pentingnya pencapaian
sasaran inflasi dan menjadikan inflasi sebagai salah satu landasan/pertimbangan
penyusunan kebijakan/program/kegiatan sektoral.
B.3 Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Sektor Rill (Sasaran Strategis 3)
Sepanjang Tahun 2017 Pertumbuhan Ekonomi mencapai 5,07% (YoY), meningkat dari
Tahun 2016 sebesar 5,03% yang ditopang oleh Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi
(PMTB). Secara sektoral, pertumbuhan ini ditopang oleh beberapa sektor antara lain:
informasi dan telekomunikasi, jasa lainnya, serta transportasi dan pergudangan. Secara
spasial, Pulau Jawa masih memberikan kontribusi terbesar, diikuti Sumatera dan
Kalimantan. Pertumbuhan ini masih cukup tinggi ditengah ketidakpastian
perekonomian global. Untuk mendorong pertumbuhan lebih terdapat beberapa
tantangan yang perlu dihadapi yaitu: Pertama mengoptimalkan pertumbuhan sektor
manufaktur yang berorientasi ekspor. Kedua, mendorong pertumbuhan ekonomi di
luar Pulau Jawa melalui diversifikasi ekonomi.
Sejalan dengan hal tersebut di atas dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah dan sektor rill yang optimal, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan telah melaksanakan sinkronisasi, koordinasi dan pengendalian kebijakan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
38
bidang perekonomian dengan menetapkan kebijakan persentase pertumbuhan
ekonomi spasial dan tingkat pertumbuhan PMBT Nasional.
Capaian Kinerja Indikator Utama
Dalam upaya mendorong Sasaran Strategis Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Sektor
Rill yang Optimal, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan melalui
rapat-rapat sinkronisasi, koordinasi dan pengendalian kebijakan yang dilakukan
selama tahun 2017 telah menghasilkan rekomendasi yang memiliki dampak/outcome
yang luas bagi stakeholder.
SS1. Terwujudnya Sinkronisasi dan Koordinasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro
dan Keuangan.
Telah dihasilkan 3 rekomendasi kebijakan dalam bentuk Peraturan/Keputusan
Strategis Baru, antara lain:
1. Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama Percepatan Pinjaman Daerah dalam
rangka Pembangunan Infrastruktur Daerah.
Kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur daerah yang semakin tinggi
dan masih relatif terbatasnya kapasitas APBD dalam membiayai infrastruktur
sehingga perlu adanya sumber pembiayaan inovatif bagi Pemda. Arahan Bapak
Presiden RI pada Rapat Kerja Pemerintah dengan Gubernur dan Bupati/Wali Kota
Seluruh Indonesia pada tanggal 24 Oktober 2017 untuk mendukung inovasi
pembiayaan pembangunan infrastruktur daerah dengan mengoptimalkan
pembiayaan dari PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, proses pengajuan/persetujuan/pencairan
pemberian pinjaman melibatkan: Kementerian Dalam Negeri, PT. SMI serta
Kementerian Keuangan. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain:
1) Proses pengajuan pinjaman daerah kepada PT. SMI selama ini dilakukan secara
berurutan sehingga membutuhkan proses yang panjang dan waktu cukup lama
(dalam beberapa kasus memakan waktu 6 s/d 1 tahun).
2) Belum ada mekanisme formal debotlenecking dalam hal terjadi hambatan/
permasalahan pemberian pinjaman daerah.
Capaian Kinerja Indikator Utama
Kementerian/Lembaga terkait sepakat untuk mempercepat proses pengajuan
pinjaman daerah dan penyederhanaan persyaratan pemberian pinjaman daerah,
tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
39
1) Percepatan penerbitan kelengkapan persyaratan Pinjaman Daerah yang harus
dipenuhi Pemda yaitu : “Surat Pertimbangan Menteri Dalam Negeri”
(Kemendagri), “Surat Penawaran Fasilitas Pembiayaan” (PT. SMI), diterbitkan
paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak dokumen diterima lengkap dan
benar.
2) Adanya Pembagian tugas yang jelas antara Kemenko Bidang Perekonomian,
Kemendagri, Kementerian Keuangan, serta PT SMI (Persero) dalam percepatan
pelaksanaan Pinjaman Daerah.
3) Dalam Nota Kesepahaman dan PKS ini, peran Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian adalah koordinasi, sinkronisasi dan proses debottlenecking
apabila terjadi hambatan atau permasalahan dalam percepatan pinjaman
daerah, antara lain dalam hal penerbitan Surat Pertimbangan Menteri Dalam
Negeri dan Surat Penawaran Fasilitas Pembiayaan melebih 40 hari.
4) Nota Kesepahaman dibuat secara umum dan terbuka. Percepatan pemberian
pinjaman ditujukan tidak hanya untuk Pinjaman Daerah yang disalurkan
melalui lembaga yang diberikan penugasan oleh Pemerintah (PT. SMI), akan
tetapi juga lembaga lainnya.
5) Sementara itu, Perjanjian Kerja Sama yang telah dirumuskan saat ini
menjelaskan teknis pelaksanaan Percepatan Pinjaman Daerah yang melibatkan
PT. SMI sesuai dengan PMK No.174/2016. Kedepan, dengan draft Nota
Kesepahaman ini, apabila diperlukan, lembaga lain seperti BPD (Bank
Pembangunan Daerah) dapat juga dilibatkan (tentunya dengan PKS tersendiri).
Penandatanganan pinjaman daerah kepada Pemda Kabupaten Halmahera Selatan
dengan jumlah maksimal pinjaman sebesar Rp.150,6 miliar dan Pemda Kabupaten
Tabanan dengan jumlah maksimal pinjaman sebesar Rp.201 milyar. Proses inisiasi
pinjaman daerah kepada PT. SMI (Persero) yang dilakukan oleh Pemkab Halmahera
Selatan telah sesuai dengan norma waktu yang diatur dalam PMK 174/2016 dan
yang telah disepakati oleh para pihak dalam upaya percepatan pinjaman daerah
yaitu 40 hari kerja setelah dokumen diterima lengkap dan benar.
2. Rancangan Peraturan Pemerintah Insentif dan Kemudahan Investasi di Daerah.
Pendapatan per kapita Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir mengalami
kenaikan hampir dua kali lipat, dari USD 1938 tahun 2007 menjadi USD 3605
tahun 2016. Kenaikan ini didorong oleh seluruh sumber pertumbuhan ekonomi,
terutama konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi. Potensi
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
40
untuk kenaikan pendapatan perkapita yang lebih besar ada pada investasi. Selama
periode 2007-2011, investasi (PMTB) tumbuh sebesar 8 persen, yang selanjutnya
menurun menjadi 5 persen di periode 2012-2016. Perlambatan investasi selain
disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan menurunnya
harga komoditi ekspor sumber daya alam, juga terhambat oleh beberapa
permasalahan di dalam negeri.
Permasalahan investasi di dalam negeri yang sering disampaikan oleh para
pengusaha antara lain ketersediaan infrastruktur, seperti: jalan, tenaga listrik, dan
pelabuhan. Selain itu juga ketidakpastian hukum dan hambatan birokrasi juga
menjadi salah satu pendorong rendahnya tingkat investasi di Indonesia. Pada
pemerintahan periode 2015-2019, penyelesaian ketiga masalah ini menjadi
prioritas melalui kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur dan kebijakan
paket deregulasi sejak tahun 2015.
Untuk menyelesaikan hambatan invetasi dan mendorong pemerintah daerah dalam
mengembangkan pembangunan daerah. Maka pemerintah pusat perlu membuat
pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam memberikan insentif dan kemudahan
investasi di Daerah. Pedoman yang dimaksud berbentuk Peraturan Pemerintah.
Capaian Kinerja Indikator Utama
1) Pertumbuhan Investasi di daerah semakin meningkat.
2) Memberikan pedoman kepada pemerintah daerah dalam memberikan insentif
dan kemudahan yang implementatif.
3. Penyelesaian Draft PP Badan Usaha Milik Daerah.
Adanya amanat dalam UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
khususnya pada pasal 331-343 yang mengamanatkan daerah untuk dapat
mendirikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sesuai dengan kebutuhan daerah,
yang mana diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah pada umumnya. Dalam pasal 343 ayat 2 UU 23 tahun 2014
disebutkan bahwa untuk pengaturan lebih lanjut terkait pengelolaan BUMD akan
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pembahasan terkait RPP BUMD sudah dimulai dari awal tahun 2016. Kementerian/
lembaga yang terlibat dalam pembahasan tahun tersebut yaitu Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN dan Kementerian Hukum dan
HAM. Dari hasil pembahasan tersebut, masih belum ditemukan kesepakatan dalam
hal, yaitu:
1) Presentase minimal saham Pemerintah Daerah pada BUMD.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
41
2) Banyak Pemda yang memiliki saham <51% pada BUMD.
3) Penugasan langsung Pemerintah kepada BUMD.
Capaian Kinerja Indikator Utama
Pengelolaan BUMD yang lebih baik dan berdampak signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah, melalui:
a. Penugasan Pemerintah kepada BUMD
1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten/
Kota dapat memberikan penugasan kepada BUMD untuk mendukung
perekonomian daerah dan menyelanggarakan fungsi kemanfaatan umum
tertentu dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan BUMD.
2) Penugasan untuk kemanfaatan umum tertentu dapat bersifat kewajiban
pelayanan publik/public service obligation (PSO) atau non kewajiban
pelayanan publik (non PSO).
3) Penugasan kepada BUMD tersebut ditetapkan dengan Peraturan Kepala
Daerah
b. Ketentuan peralihan terhadap Perusahaan Daerah yang Saham Pemerintah
dibawah 51%.
1) Terhadap Perusahaan Daerah yang telah ada dan kepemilikan saham
Pemerintah Daerah dibawah 51% dan akan dijadikan BUMD, maka
Pemerintah Daerah harus menyesuaikan sahamnya menjadi paling sedikit
51%.
2) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak meningkatkan kepemilikan saham
pada Perusahaan Daerah yang kepemilikan sahamnya kurang dari 51%,
maka Perusahaan Daerah tersebut bukan merupakan BUMD.
SS2. Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan
Keuangan.
Telah dihasilkan 3 rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan dalam bentuk
Peraturan/Keputusan Strategis Revisi, antara lain:
1. Peraturan Presiden terkait Pembentukan dan Pengelolaan Dana Investasi Real Estate
dalam Skema KIK melalui Pemberian Insentif Penurunan Tarif BPHTB.
Pemerintah telah mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi XI yang salah satunya
berisi “Fasilitas Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan
(BPHTB) untuk Penerbitan Dana Investasi Real Estat (DIRE)”. Adapun pokok-pokok
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
42
kebijakan Penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final dan tarif BPHTB selama
beberapa tahun melalui:
1) Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Real Estat dalam Skema
Kontrak Investasi Kolektif Tertentu, yang mengatur pemberian fasilitas Pajak
Penghasilan final berupa pemotongan tarif hingga 0,5% dari tarif normal 5%
kepada perusahaan yang menerbitkan DIRE.
2) Pemberian insentif dan kemudahan investasi di daerah yang antara lain
mengatur penurunan tarif BPHTB dari maksimum 5% menjadi 1% bagi tanah
dan bangunan yang menjadi aset DIRE yang diatur dalam Peraturan Daerah.
Dalam mendukung implementasi PKE V dan XI, Pemerintah Pusat menerbitkan PP
Nomor 40 tahun 2016 tentang PPh atas Pengalihan Real Estat dalam Skema KIK.
Hingga saat ini, dukungan dari Pemerintah Daerah untuk menurunkan BPHTB dari
maksimum 5% menjadi 1% bagi tanah dan bangunan yang menjadi aset DIRE
belum terimplementasikan di dalam peraturan Daerah.
Dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah disebutkan tariff BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% dan diatur
lebih lanjut di dalam Peraturan Daerah. Pada umumnya, Pemerintah Daerah di
dalam Perda menetapkan tarif BPHTB sebesar 5%. Untuk mengubah ketetapan
tersebut Pemerintah Daerah memerlukan pedoman dari pemerintah yang dapat
dijadikan landasan hukum.
Capaian Kinerja Indikator Utama
Pedoman untuk Pemerintah Daerah sebagai landasan hukum dalam menerbitkan
peraturan daerah/peraturan kepala daerah terkait pemberian insentif BPHTB
untuk DIRE semula 5% menjadi 1%.
2. Skema pembiayaan alternatif SRG-PLB (commodity financing).
Sebagai landasan melakukan skema pembiayaan alternatif melalui perpaduan
skema SRG dan PLB guna mendorong peran Bank Domestik dalam
mengembangkan SRG dan PLB untuk membantu petani dan importir.
Capaian Kinerja Indikator Utama
1. Meningkatkan Peran Bank Domestik dalam pembiayaan pembangunan
komoditas tertentu.
2. Bank Domestik dapat menawarkan term and conditions yang menarik bagi
importir dan petani.
3. Nilai komoditas yang berada di gudang dapat menjadi jaminan kredit pada
importir.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
43
4. Monitoring atas nilai barang yang menjadi underlying dari SRG, yang menjadi
concern dari Bank domestik dapat dilakukan melalui sistem electronic seal (e-
seal) pada PLB.
3. Nota Kesepahaman antara Kementerian Agraria dan tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan
Perikanan Tentang Pemberdayaan Hak Atas Tanah Masyarakat Bagi Pelaku Usaha
Mikro Mikro dan Kecil, Petani, Nelayan dan Pembudi Daya Ikan.
Sebagai landasan melakukan kerjasama dan mendukung Pemberdayaan Hak Atas
Tanah Masyarakat bagi Usaha Mikro dan Kecil, Petani, Nelayan dan Pembudi daya
Ikan dan
Untuk meningkatkan Pemberdayaan Hak Atas Tanah Masyarakat bagi Usaha Mikro
dan Kecil, Petani, Nelayan dan Pembudi daya Ikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Capaian Kinerja Indikator Utama
1. Koordinasi penyiapan pelaksanaan pemberdayaan hak atas tanah masyarakat
bagi usaha mikro dan kecil, petani, nelayan dan pembudi daya ikan;
2. Sosialisasi pelaksanaan program pemberdayaan hak atas tanah masyarakat bagi
usaha mikro dan kecil, petani, nelayan dan pembudi daya ikan;
3. Pelaksanaan program pemberdayaan hak atas tanah masyarakat bagi usaha
mikro dan kecil, petani, nelayan dan pembudi daya ikan;
4. Kegiatan pemberdayaan hak atas tanah masyarakat meliputi prasertipikasi,
sertipikasi dan pasca sertipikasi sesuai tugas dan fungsi masing-masing;
5. Pembinaan dan pendampingan pemberdayaan hak atas tanah masyarakat bagi
usaha mikro dan kecil, petani, nelayan dan pembudi daya ikan; dan
6. Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemberdayaan hak atas tanah
masyarakat bagi usaha mikro dan kecil, petani, nelayan dan pembudi daya ikan.
B.4 Stabilitas Sektor Keuangan (Sasaran Strategis 4)
Secara sederhana, perekonomian dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu sektor
keuangan dan sektor riil. Sektor keuangan terdiri dari Lembaga keuangan bank dan
Lembaga keuangan bukan bank. Perbedaan lembaga keuangan bank dan bukan bank
yaitu pertama, lembaga keuangan bank merupakan lembaga dengan kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada
masyarakat dalam bentuk pinjaman serta melaksanakan kegiatan jasa keuangan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
44
lainnya, sedangkan lembaga keuangan bukan bank kegiatannya difokuskan pada salah
satu kegiatan keuangan saja, misalnya perusahaan leasing menyalurkan dana dalam
bentuk barang modal kepada penyewa. Kedua, lembaga keuangan bank dapat secara
langsung menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, dan
deposito berjangka, sedangkan lembaga keuangan bukan bank tidak dapat secara
langsung menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, dan
deposito berjangka. Ketiga, lembaga keuangan bank dapat menciptakan uang giral,
sedangkan lembaga keuangan bukan bank tidak dapat menciptakan uang giral.
Sementara sektor riil mengacu pada sektor yang memproduksi barang dan jasa non-
keuangan melalui pemanfaatan faktor produksi. Sektor riil tidak dapat berjalan dengan
baik tanpa adanya sektor keuangan. Dalam kegiatan produksi suatu barang, sektor riil
membutuhkan tambahan modal yang bisa didapat dari sektor keuangan. Pelaku di
sektor riil yaitu perusahaan, rumah tangga dan pemerintah (yang dapat berperan
sebagai produsen dan konsumen).
Dalam rangka menciptakan Stabilitas Sektor Keuangan, Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan telah melaksanakan sinkronisasi, koordinasi dan
pengendalian kebijakan bidang perekonomian dengan menetapkan kebijakan
persentase realisasi KUR dan persentase inklusi keuangan.
Capaian Kinerja Indikator Utama
Dalam upaya mendorong Sasaran Strategis Stabilitas Sektor Keuangan, Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan melaksanakan rapat-rapat sinkronisasi,
koordinasi dan pengendalian kebijakan yang telah dilakukan selama tahun 2017 dan
menghasilkan rekomendasi yang memiliki dampak/outcome yang luas bagi
stakeholder.
SS1. Terwujudnya Sinkronisasi dan Koordinasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro
dan Keuangan.
Telah dihasilkan 4 rekomendasi kebijakan dalam bentuk Peraturan/Keputusan
Strategis Baru, antara lain:
1. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017
tentang Pedoman Pelaksanaan KUR yang ditetapkan tanggal 13 Desember 2017.
Pedoman Pelaksanaan KUR yang berlaku secara efektif mulai 1 Januari 2018.
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program prioritas dalam
mendukung kebijakan pemberian kredit/pembiayaan kepada sektor Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah. Pada tahun 2017, Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
45
telah menetapkan target penyaluran KUR di sektor produksi sebesar minimal 40%
dari total penyaluran. Target tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah
dalam mendukung kebijakan ketahanan pangan dan hilirisasi industri pada sektor
UMKM.
KUR disalurkan pada beberapa sektor yaitu pertanian, perikanan, perdagangan,
industri pengolahan, dan juga kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Manfaat
Program KUR adalah untuk meningkatkan dan memperluas akses wirausaha
seluruh sektor usaha produktif kepada pembiayaan perbankan, mendorong
pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan daya saing UMKM. Dalam rangka
memperbesar penerima manfaat KUR, Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM
memperluas kriteria calon penerima KUR yaitu usaha mikro, kecil, dan menengah;
calon tenaga kerja indonesia yang akan bekerja di luar negeri; calon pekerja
magang di luar negeri; anggota keluarga dari karyawan/karyawati yang
berpenghasilan tetap atau bekerja sebagai tenaga kerja indonesia; tenaga kerja
indonesia yang purna bekerja di luar negeri; pekerja yang terkena pemutusan
hubungan kerja; usaha mikro, kecil, dan menengah di wilayah perbatasan dengan
negara lain, Kelompok Usaha seperti Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Gabungan
Kelompok Tani dan Nelayan (Gapoktan), dan kelompok usaha lainnya.
Capaian Kinerja Indikator Utama
1) Meningkatkan dan memperluas penyaluran kepada usaha produktif.
2) Meningkatkan kapasitas daya saing UMKM.
3) Mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
2. Surat Kebijakan Komite Nomor S-24/D.I.M.EKON/2/2017 tentang Plafon
Penyaluran KUR.
Penyaluran KUR tahun 2016 mencapai Rp.94,4 triliun dari target Rp.100 triliun
dengan rasio NPL sebesar 0,37 %. KUR Mikro memiliki porsi penyaluran terbesar
yaitu sebesar Rp.65,6 triliun (69,5%), diikuti dengan KUR Ritel sebesar Rp.28,6
triliun (30,3%), dan KUR Penempatan TKI sebesar Rp.177 miliar (0,2%). Komposisi
penyaluran berdasarkan sektor ekonomi masih didominasi oleh sektor
perdagangan yang mencapai 66%, sektor pertanian dan perkebunan porsinya
sebesar 17%. Hal ini menunjukan bahwa penyaluran di sektor produksi masih
relatif rendah sehingga kurang berdampak terhadap peningkatan produksi barang
dan jasa. Dalam rangka meningkatkan penyaluran KUR di sektor Produksi pada
tahun 2017, Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM telah menetapkan target
penyaluran KUR di sektor produksi sebesar minimal 40% dari total penyaluran.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
46
Target tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mendukung
kebijakan ketahanan pangan dan hilirisasi industri pada sektor UMKM.
Capaian Kinerja Indikator Utama
1) Tercapainya penyaluran KUR pada sektor Produksi sebesar 40%.
2) Meningkatnya produktivitas barang dan jasa di sektor produksi khususnya
sektor pertanian.
3) Mendorong ketahanan pangan dan hilirisasi industri.
3. MoU antara Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan dengan Women’s World Bank
pada tanggal 8 Maret 2017.
Dalam rangka memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan,
pemerintah telah menetapkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Peraturan
Presiden Nomor 82 tahun 2016 telah diterbitkan sebagai dasar penetapan Strategi
Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Strategi ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi
kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan
instansi terkait lainnya dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan
keuangan melalui kegiatan masing-masing secara bersama dan terpadu.
Implementasi Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang terpadu diperlukan untuk
mencapai target keuangan inklusif yaitu persentase jumlah penduduk dewasa yang
memiliki akses layanan keuangan pada lembaga keuangan formal sebesar 75%
(tujuh puluh lima persen) pada akhir tahun 2019.
Dalam rangka pelaksanaan SNKI maka dibentuk Dewan Nasional Keuangan
Inklusif yang diketuai oleh Presiden dan secara harian diketuai oleh Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian. Dewan Nasional bertugas melakukan
koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan SNKI; mengarahkan langkah-langkah dan
kebijakan untuk penyelesaian permasalahan dan hambatan pelaksanaan SNKI; dan
melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan SNKI. Dewan Nasional dalam
pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Kelompok Kerja (Pokja) dan Sekretariat.
Kelompok kerja keuangan inklusif terdiri dari 7 (tujuh) Pokja yang meliputi: Pokja
Edukasi Keuangan; Pokja Hak Properti Masyarakat; Pokja Fasilitas Intermediasi dan
Saluran Distribusi Keuangan; Pokja Pelayanan Keuangan pada Sektor Pemerintah;
Pokja Perlindungan Konsumen; Pokja Kebijakan dan regulasi; dan Pokja Infrastruktur
Teknologi informasi keuangan. Tugas dan kedudukan Sekretariat secara
administratif berada pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan
secara fungsional dilakukan oleh Sekretariat Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian dan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
47
Dalam pelaksanaan tugasnya, sekretariat dapat melakukan kerjasama dengan
lembaga lain baik lembaga nasional maupun internasional. Sekretariat telah
melakukan kerjasama dengan Women World Banking, salah satu lembaga nirlaba
yang mengabdikan diri kepada perempuan berpenghasilan rendah untuk
mengakses alat dan sumber keuangan yang mereka butuhkan untuk mendapatkan
kesejahteraan.
Adapun kerjasama yang disepakati adalah: Pemetaan semua kegiatan dan program
terkait keuangan oleh pemerintah Indonesia, sektor swasta dan mitra internasional;
Mengembangkan cetak biru dan/atau peta jalan untuk mencapai inklusi keuangan
75% pada tahun 2019; Memperkuat indikator dan target yang terkait dengan
segmen sasaran utama yang diidentifikasi dalam Strategi Nasional Keuangan
Inklusif, Membantu pengembangan kerangka Monitoring dan Evaluasi untuk
pencapaian indikator dan target yang disepakati; dan Memberikan panduan
tentang pendirian Kantor Sekretariat terkait dengan struktur, peran dan tanggung
jawab dan prosedur operasi standar.
Capaian Kinerja Indikator Utama
1) Rekomendasi dan langkah-langkah strategis penyelesaian permasalahan dan
hambatan pelaksanaan Strategi Nasional Keuangan Inklusif terkait.
2) Kajian dan analisis tematik terkait dengan pelaksanaan Strategi Nasional
Keuangan Inklusif.
3) Tercapainya target indeks keuangan inklusif tahun 2019 sebesar 75%.
4. Nota Dinas Deputi Kepada Menko Perekonomian Nomor No. 217/D.I.M.EKON/
11/2017 Laporan Rapat Tingkat Eselon I Anggota Komite Nasional Keuangan
Syariah (KNKS) dan Pelaksanaan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2017 di
Surabaya, 8-10 November 2017.
Pengembangan ekonomi dan Keuangan Syariah berdasarkan arah Presiden yang
menjadi quick wins program pemerintah yang dilakasanakan oleh Kementerian/
Lembaga (1) pembentukan Bank BUMN Syariah berskala besar, dengan mekanisme
holding/merger/ suntikan modal. (2) penetapan paket kebijakan ekonomi terkait
industri halal (dengan salah satunya terkait mekanisme kebijakan pembiayaan
industri halal); (3) reformasi zakat dalam rangka pengentasan kemiskinan melalui
penetapan Perpres mengenai pemotongan langsung gaji PNS untuk zakat, dan
peningkatan peranan Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf (ZISWAF) untuk
mendukung pembangunan; serta (4) optimalisasi sektor wakaf melalui : 1)
pembentukan Lembaga Keuangan Wakaf Ventura (LKWV), 2) penyaluran wakaf
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
48
tunai kepada Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS); dan 3) program wakaf
linked Sukuk Negara.
Selain itu pemerintah melalui Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS)
melaksanakan kegiatan Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) 2017 di Kota
Surabaya, Provinsi Jawa Timur pada Tanggal 8-10 November 2017. Beberapa
notable points yang diusulkan pada Rapat Anggota KNKS pada acara ISEF tersebut
meliputi:
1) Pembentukan LKWV, meskipun pembentukan LKWV masih memiliki berbagai
permasalahan baik dari segi administratif maupun komitmen permodalan,
diperlukan penelaahan secara lebih lanjut mengenai implikasi keberadaan
LKWV (sekiranya telah dibentuk) terhadap existing Lembaga Keuangan Syariah
yang telah beroperasi disertai potensi sinergitas diantaranya. Selain itu,
diperlukan pendampingan untuk debitur pembiayaan wakaf tunai baik melalui
LKMS dan LKWV.
2) KNKS dapat berpartisipasi aktif ditingkat internasional salah satunya melalui
tindaklanjut usulan kerjasama dari Benin dan Suriname dalam rangka
pengembangan Bank Syariah yang terdapat pada dua negara dimaksud. Selain
itu juga dalam ranah internasional, Indonesia harus konsisten mengupayakan
World Islamic Investment Bank (WIIB) untuk dapat berkantor pusat di Jakarta
mengingat potensi multiplier effect skala ekonomi yang positif bagi Indonesia
sekiranya hal dimaksud dapat untuk terlaksana.
3) Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) diperlukan penyelesaian
dan dukungan terhadap : 1) persoalan hukum dan kelembagaan BPJPH; 2)
sistem informasi untuk proses sertifikasi dan standardisasi produk halal, serta
3) penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan industri
halal di Indonesia.
4) Sukuk diperlukan optimalisasi peran sukuk sebagai alternatif sumber
pembangunan dan pembiayaan infrastruktur. Mengenai wakaf linked sukuk,
Kemenkeu dan BI akan bekerjasama untuk memperkuat struktur,
pengembangan usulan model, dan penetapan proyek yang akan dibiayai oleh
wakaf linked sukuk negara dimaksud beserta rencana arus kasnya. Namun
demikian, akan ada pengecualian terhadap usulan Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN) berkontrak akad sosial dan tanpa kupon.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
49
Pengembangan strategi nasional ekonomi dan keuangan syariah memerlukan
adanya komitmen dan political will dari Pemerintah untuk menyusun regulasi
yang diperlukan, disertai penguatan kelembagaan didalamnya. KNKS dapat
berperan aktif dalam mengintegrasikan program-program terkait ekonomi dan
keuangan syariah yang sudah berjalan dari K/L dalam rangka mendorong realisasi
pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Strategi nasional
ekonomi dan keuangan syariah perlu dilengkapi dengan timeline agenda kerja
yang jelas, disertai penetapan target tahunan yang terukur, konkrit, dan achievable.
Selain itu, pengembangan instrumen sektor keuangan syariah untuk dapat
senantiasa diselaraskan dengan pengembangan sektor riil
Selain itu perlu diadakan gerakan nasional keuangan syariah untuk memperkuat
peran KNKS berupa dukungan paket kebijakan ekonomi dan mainstreaming
ekonomi dan keuangan syariah dalam program pemerintah. Selain itu, diperlukan
penguatan kelembagaan Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS),
Usaha Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (USPPS), LKMS, serta peningkatan
mobilisasi dan penyaluran ZISWAF untuk mendukung pertumbuhan
perekonomian dan pengentasan kemiskinan.
Capaian Kinerja Indikator Utama
1) Meningkatkan kontribusi ekonomi dan keuangan syariah terhadap
perekonomian nasional.
2) Meningkatkan indeks inklusi keuangan sebesar 75% di tahun 2019.
SS2. Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan
Keuangan.
Telah dihasilkan 27 rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan dalam bentuk
Peraturan/Keputusan Strategis Revisi, antara lain:
1. Surat Deputi Nomor: S-19/D.M.EKON/04/2017 perihal Penyampaian Laporan
Forum Koordinasi Pengawasan KUR dari Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro
dan Keuangan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Dalam rangka efektivitas pengawasan pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat Komite
Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah membentuk Forum
Pengawasan KUR. Forum Pengawasan beranggotakan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (selaku koordinator), Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah,
Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian,
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
50
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian
Tenaga Kerja, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, dan Otoritas Jasa
Keuangan.
Forum Pengawasan dapat melibatkan kementerian/lembaga teknis lainnya
dan/atau Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) Penyalur KUR dan Penjamin KUR.
Forum Pengawasan menyusun ruang lingkup, uraian pekerjaan dan tata tertib
penyelenggaraan Forum Koordinasi Pengawasan KUR.
Forum Koordinasi Pengawasan KUR menjadi salah satu elemen terpenting dalam
upaya pemerintah untuk memperbaiki skema dan pengelolaan kredit program di
Indonesia, khususnya Kredit Usaha Rakyat (KUR). Berdasarkan rekomendasi Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengolaan KUR, Menteri Keuangan yang
merupakan anggota dari Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM melalui
Direktorat Sistem Manajemen Investasi dan Direktorat Sistem Informasi dan
Transformasi Perbendaharaan telah membangun SIKP secara bertahap.
Capaian Kinerja Indikator Utama
1) Meningkatkan efektifitas pengawasan pelaksanaan program KUR.
2) Tercapainya ketepatan sasaran subsidi bunga bagi penerima KUR.
2. Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Penyaluran KUR melalui
Monitoring dan Evaluasi Kepada Penyalur yang NPL di atas 5%.
Tingkat keberhasilan pelaksanaan KUR dinilai dari indikator jumlah plafon KUR
yang disalurkan, tingkat kredit/pembiayaan bermasalah (Non Performing Loan/
NPL atau Non Performing Financing/NPF), jumlah debitur yang menerima KUR,
dan jumlah debitur berhasil mengalami graduasi. Komite Kebijakan Pembiayaan
Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat menghentikan penyaluran KUR
dalam hal Penyalur KUR memiliki tingkat kredit/pembiayaan bermasalah (Non
Performing Loan/NPL) di atas 5% (lima persen) selama 6 (enam) bulan secara
berturut-turut.
Berdasarkan Permenko Nomor 8 Tahun 2015, Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat memberikan teguran tertulis kepada
Penyalur KUR yang NPLnya melebihi 5%. Apabila teguran tertulis tersebut tidak
ditindaklanjuti dalam waktu 2 (dua) bulan, Komite Kebijakan Pembiayaan bagi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat menghentikan kepesertaan Penyalur
KUR. Penghentian penyaluran KUR disampaikan secara tertulis kepada Penyalur
KUR dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Komite Kebijakan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
51
Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat memberikan
persetujuan kembali kepada Penyalur KUR untuk menyalurkan KUR yang
dihentikan dalam hal tingkat.
Kredit/pembiayaan bermasalah (Non Performing Loan/NPL) penyalur KUR telah
menurun menjadi di bawah 5% (lima persen) selama 3 (tiga) bulan berturut-turut
dan mendapatkan rekomendasi dari Otoritas Jasa Keuangan.
Capaian Kinerja Indikator Utama
Dengan adanya rekomendasi pelaksananaan pembiayaan kredit usaha rakyat
tersebut dapat digunakan sebagai pedoman oleh bank penyalur untuk mencapai
dan menetapkan:
1) Tingkat nonperforming loan (NPL) bank penyalur yang rendah.
2) Meningkatkan prinsip kehati-hatian bagi bank penyalur.
3. Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Penyaluran KUR melalui
Monitoring dan Evaluasi Penyaluran KUR yang Belum Mencapai Sektor Produksi di
Bawah 40%.
Perkembangan kinerja KUR dari tahun ke tahun, semula porsi penyaluran KUR
untuk sektor non produksi cukup besar. Pada tahun 2016, capaian KUR sektor
produksi (tanpa jasa-jasa) mencapai 22%, dan jika ditambahkan dengan sektor
jasa- jasa menjadi 33%. Atas dasar capaian tahun 2016 tersebut, pada awal tahun
2017 Komite Kebijakan telah menetapkan target penyaluran KUR untuk sektor
produksi minimum mencapai 40%. Target tersebut merupakan salah satu upaya
pemerintah dalam mendukung kebijakan ketahanan pangan dan hilirisasi industri
pada sektor UMKM.
Pengaturan minimum porsi penyaluran KUR ke sektor produksi, untuk
mengakomodir kebijakan Komite Kebijakan yang mewajibkan setiap Penyalur KUR
untuk lebih memprioritaskan penyaluran KUR di sektor produksi. Sektor produksi
yang dimaksud dalam penyaluran KUR adalah sektor pertanian, perikanan, industri
pengolahan, konstruksi, dan jasa produksi. Jasa produksi terdiri dari: sektor
penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan (sektor 8), sektor transportasi-
pergudangan dan komunikasi (sektor 9), sektor real estate-usaha persewaan-jasa
perusahaan (sektor 11), sektor jasa pendidikan (sektor 13), sektor jasa kesehatan
dan kegiatan sosial (sektor 14), sektor jasa kemasyarakatan- sosial budaya-
hiburan-perorangan lainnya (sektor 15). Berdasarkan hal tersebut, komite
kebijakan perlu melakukan monitoring dan evaluasi penyaluran pada sektor
produksi kepada bank penyalur yang masih rendah penyalurannnya.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
52
Capaian Kinerja Indikator Utama
Monitoring dan evaluasi penyaluran KUR sektor produksi tersebut digunakan bank
penyalur sebagai alat ukur penyaluran pagu kredit KUR.
1) Tercapainya penyaluran KUR pada sektor Produksi sebesar 40%.
2) Meningkatnya produktivitas barang dan jasa di produksi khususnya sektor
pertanian.
3) Mendorong ketahanan pangan dan hilirisasi industri.
4. Nota Dinas Deputi Kepada Menko Perekonomian Nomor No. 146/D.I.M.EKON/
08/2017 Laporan Pembahasan Persiapan Jakarta sebagai Kantor Pusat Mega
Islamic Bank /World Islamic Investment Bank.
Dalam rangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Pemerintah
berencana untuk menjadikan Jakarta sebagai Mega Islamic Banking I World Islamic
Investment Banking. Islamic Development Bank (IDB) telah mengidentifikasi
bahwa terdapat : 1) keterbatasan sumber pendanaan dalam pembiayaan
infrastruktur pada negara-negara anggota OKI, dan 2) gap atas permintaan dan
penawaran untuk sukuk global yang dapat diperdagangkan. Hal-hal dimaksud
menekankan akan perlunya pembentukan Bank Investasi Infrastruktur berbasiskan
Islam yang dapat disebut sebagai Mega Islamic Bank (MIB) atau World Islamic
Investment Bank (WIIB).
IDB kemudian meminta kesediaan pihak Indonesia untuk menjadi anchor investor
dimaksud dengan lokasi kantor pusat di Jakarta, dan pihak Indonesia menyatakan
kesanggupannya disertai kesediaan penyetoran modal sebesar USD 300 juta. Pada
akhirnya Turki tertarik untuk ikut bergabung dalam pendirian MIB/WIIB dengan
pengajuan lokasi Turki sebagai kantor pusat MIB/WIIB dimaksud; IDB menunjuk
Deloitte sebagai konsultan dalam proses pembentukan MIB/WIIB. Berdasarkan
trilateral meeting antara Indonesia, Turki, dan IDB, disepakati bahwa pembentukan
MIB /WIIB dengan 1 kantor pusat dipandang akan lebih kuat dan efisien.
Capaian Kinerja Indikator Utama
1) Meningkatkan kontribusi ekonomi dan keuangan syariah terhadap
perekonomian nasional.
2) Meningkatkan indeks inklusi keuangan sebesar 75% di tahun 2019.
5. Surat Nomor S-04/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Sulselbar.
6. Surat Nomor S-05/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Kaltim.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
53
7. Surat Nomor S-06/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Lampung.
8. Surat Nomor S-07/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Bengkulu.
9. Surat Nomor S-08/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Sumselbabel.
10. Surat Nomor S-09/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Jambi.
11. Surat Nomor S-10/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Papua.
12. Surat Nomor S-11/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Maluku.
13. Surat Nomor S-12/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Sulut.
14. Surat Nomor S-13/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Kalsel.
15. Surat Nomor S-14/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Jatim.
16. Surat Nomor S-15/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada BTN.
17. Surat Nomor S-16/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Bukopin.
18. Surat Nomor S-17/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Jabar Banten.
19. Surat Nomor S-18/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Syariah Mandiri.
20. Surat Nomor S-19/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Sumbar.
21. Surat Nomor S-39/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Sulteng.
22. Surat Nomor S-40/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Sumut.
23. Surat Nomor S-41/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Aceh.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
54
24. Surat Nomor S-42/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank DKI.
25. Surat Nomor S-43/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada BRI.
26. Surat Nomor S-44/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Sultra.
27. Surat Nomor S-04/D.I.M.EKON/01/2017 Perihal Evaluasi Pelaksanaan KUR
Skema IJP kepada Bank Kalbar.
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM memiliki tugas untuk memonitoring
pelaksanaan penyaluran KUR baik skema subsidi maupun skema imbal jasa
penjaminan (IJP). KUR skema IJP dilaksanakan pemerintah pada periode tahun
2007 sd 2014 sehingga masih terdapat outstanding penyaluran yang tersisa hingga
tahun 2017. Dengan demikian pemerintah masih membayar premi IJP kepada
perusahaan penjamin KUR skema IJP dengan menggunakan anggaran di tahun
2017.
Tingkat keberhasilan pelaksanaan KUR dinilai dari indikator jumlah plafon KUR
yang disalurkan, tingkat kredit/pembiayaan bermasalah (Non Performing
Loan/NPL atau Non Performing Financing/NPF), jumlah debitur yang menerima
KUR, dan jumlah debitur berhasil mengalami graduasi. Komite Kebijakan
Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat memberikan teguran
tertulis kepada penyalur KUR yang NPLnya melebihi 5%. Pada periode tahun 2017
Komite Kebijakan telah menyampaian surat evaluasi pelaksanaan skema KUR IJP
kepada 23 penyalur yang NPLnya melebihi 5 %. Langkah tersebut untuk
mendorong bank penyalur agar dapat menyusun strategi untuk menekan tingginya
NPL tersebut.
Capaian Kinerja Indikator Utama
1) Rendahnya tingkat NPL bank Penyalur.
2) Meningkatkan prinsip kehati-hatian-bagi bank penyalur.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
55
PROGRAM PRIORITAS DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMIA MAKRO DAN
KEUANGAN
1. Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program prioritas dalam mendukung
kebijakan pemberian kredit/pembiayaan kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah. Pada tahun 2017, “Tercapainya Target Penyaluran Kredit Usaha Rakyat
Sebesar Rp106,6 triliun” menjadi salah satu target IKU Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan. Target tersebut terpenuhi dengan jumlah penyaluran
sampai dengan 31 Desember 2017 sebesar Rp.96,7 triliun (90,7%). Jumlah tersebut
dicapai dalam dua belas bulan penyaluran KUR oleh 27 Bank dan 3 Lembaga Keuangan
Bukan Bank. Bank dengan kinerja penyaluran KUR tertinggi adalah Bank BRI dengan
penyaluran mencapai Rp.65 triliun. Penyaluran berdasarkan wilayah masih didominasi
oleh Pulau Jawa dengan penyaluran tertinggi di Provinsi Jawa Tengah, diikuti oleh Jawa
Timur dan Jawa Barat.
Capaian output/kinerja 95% pada Tahun 2016 dapat dikategorikan sebagai capaian
yang sangat baik. Capaian kinerja ini merupakan hasil koordinasi dan sinergi yang baik
dengan para pemangku kepentingan KUR yang tergabung dalam Komite Kebijakan
Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan bank pelaksana,
perusahaan penjamin, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Pemerintah Daerah baik
Provinsi dan Kabupaten/Kota dibawah koordinasi dan Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Output
yang dihasilkan berdampak positif khususnya dalam penciptaan lapangan kerja dan
pengurangan kemiskinan. Sesuai dengan laporan penyaluran KUR, jumlah debitur yang
menerima KUR pada Tahun 2016 mencapai 4.066.066 UMKM.
Pada Tahun 2016, KUR disalurkan pada beberapa sektor yaitu pertanian, perikanan,
perdagangan, industri pengolahan, dan juga kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Manfaat Program KUR adalah untuk meningkatkan dan memperluas akses wirausaha
seluruh sektor usaha produktif kepada pembiayaan perbankan, mendorong
pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan daya saing UMKM. Dalam rangka
memperbesar penerima manfaat KUR, Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM
memperluas kriteria calon penerima KUR yaitu calon pekerja magang di luar negeri,
anggota keluarga karyawan berpenghasilan tetap/TKI dan pekerja yang kena PHK.
Sesuai hasil evaluasi program KUR tahun sebelumnya, diperlukan suatu aplikasi untuk
mendorong ketepatan sasaran KUR. Oleh karena itu, Komite Kebijakan Pembiayaan dan
Pengembangan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) yang merupakan suatu sistem
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
56
aplikasi yang dibangun untuk mempermudah pelaksanaan KUR. Berdasarkan
rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengolaan KUR, Menteri Keuangan
yang merupakan anggota dari Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM melalui
Direktorat Sistem Manajemen Investasi dan Direktorat Sistem Informasi dan Teknologi
Perbendaharaan membangun SIKP secara bertahap. Pelaksanaan SIKP merupakan
amanat dari Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 8 Tahun 2015 jo.
No. 13 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR pasal 7 yang menyatakan bahwa
seluruh penyaluran KUR mengacu pada basis data yang tercantum dalam SIKP. Tujuan
SIKP adalah mewujudkan basis data UMKM yang terpercaya dan dapat dijadikan rujukan
bagi Bank untuk menyalurkan KUR secara efektif. SIKP juga didorong untuk dapat
menjadi alat pemercepat proses pembayaran tagihan subsidi KUR.
Beberapa perbaikan regulasi untuk pelaksanaan KUR Tahun 2016 yaitu:
1) Permenko No. 13 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Permenko 8 Tahun 2015
tentang Pedoman pelaksanaan KUR, diundangkan 14 Januari 2016.
2) Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.05/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat, diundangkan tanggal 17 Februari 2016
3) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 9 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 8
Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
4) Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 105 Tahun 2016 tentang
Penetapan Perusahaan Penjamin Kredit Usaha Rakyat.
5) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Sekretaris
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM No:S-49/D.I.M.EKON/05/2016 tanggal
4 Mei 2016 tentang Kajian Subsidi Bunga KUR Super Mikro, kepada Dirjen
Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi, pemerintah melakukan relaksasi
kebijakan terkait KUR khususnya pada sektor penyaluran, kriteria penerima KUR, dan
jenis penyaluran KUR, beberapa Regulasi terkait Relaksasi KUR antara lain:
1) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Sekretaris
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM No: S-68/D.I.M.EKON/05/2016 tanggal
31 Mei 2016 tentang Relaksasi Aturan SIKP kepada Dirjen Perbendaharaan
Kementerian Keuangan.
2) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Sekretaris
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM No:S-48/D.I.M.EKON/05/2016 tanggal
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
57
4 Mei 2016 tentang Rekomendasi Kinerja dan Kesehatan PT. PNM (Persero) kepada
Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK.
3) Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan
Pembiayaan Bagi UMKM No: S-340/M.EKON/11/2016 tanggal 24 November 2016
tentang Perubahan Alokasi Plafon KUR 2016.
Selain menghasilkan Indikator Kinerja Utama (IKU) rekomendasi program Kredit Usaha
Rakyat selama periode tahun 2017 yang mendukung kinerja unit organisasi, antara lain:
1. Rekomendasi Kebijakan Pembiayaan UMKM melalui Laporan Realisasi Penyaluran
KUR pada Tahun 2017 mencapai 96,7 Triliun (90,7%) dengan Target 106,6 Triliun
dan Penyaluran di Sektor Produksi Mencapai sebesar 43,1 % dari Target 40% pada
Tahun 2017
Latar Belakang:
Pada tahun 2017, Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM telah menetapkan
target penyaluran KUR di sektor produksi sebesar minimal 40% dari total penyaluran.
Target tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mendukung
kebijakan ketahanan pangan dan hilirisasi industri pada sektor UMKM. Sampai
dengan 31 Desember 2017, penyaluran KUR di sektor produksi (pertanian, kelautan
dan perikanan, industri pengolahan, konstruksi, jasa-jasa) mencapai sebesar Rp.40,9
triliun (42,3%). Sedangkan penyaluran KUR di sektor perdagangan mencapai sebesar
Rp.55,8 triliun (57,7%). Dibandingkan dengan kinerja tahun 2016, penyaluran KUR
di sektor produksi sampai dengan 31 Desember 2017 meningkat sebesar 9% (yoy).
Realisasi penyaluran KUR sampai dengan 31 Desember 2017 sebesar Rp.96,7 triliun
(90,7% dari target tahun 2017 sebesar Rp.106,6 triliun) dengan jumlah debitur
sebanyak 4 juta dan baki debet sebesar Rp.75 triliun. Jumlah realisasi tersebut
meningkat sebesar 2,4% dari posisi Desember 2016. Penyaluran terbesar adalah
untuk KUR Mikro sebesar Rp.65,2 triliun (67,4% penyaluran) dengan debitur 3,8
juta dan tingkat NPL 0,3%. Penyaluran untuk KUR Ritel/Kecil sebesar Rp.31,2 triliun
(32,3% penyaluran) dengan debitur 217.175 dan tingkat NPL 0,2%. Sedangkan
penyaluran untuk KUR Penempatan TKI sebesar Rp 329,6 miliar (0,3% penyaluran)
dengan jumlah debitur 22.663 dan tingkat NPL 1,08%.
Penyaluran KUR menurut sebaran wilayah selama tahun 2017 menunjukkan bahwa
Provinsi Jawa Tengah masih memiliki penyaluran tertinggi yaitu sebesar Rp.16,9
triliun, selanjutnya Provinsi Jawa Timur sebesar Rp.16,3 triliun, dan Provinsi Jawa
Barat sebesar Rp.12,4 triliun. Sedangkan untuk luar Jawa, penyaluran KUR tertinggi
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
58
di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp.5,8 triliun dan Provinsi Sumatera Utara
sebesar Rp.4,3 triliun. Sebaran tersebut, sejalan dengan jumlah populasi penduduk
termasuk populasi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di daerah.
Output/Hasil koordinasi:
Nota Dinas Deputi kepada Sesmenko tentang Konsep Surat dan Ringkasan Eksekutif
Laporan Pelaksanaan Penyaluran KUR Semster I kepada Presiden RI.
Outcome/Dampak yang diharapkan:
1) Meningkatkan dan memperluas penyaluran kepada usaha produktif.
2) Meningkatkan kapasitas daya saing UMKM.
3) Mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
2. Rekomendasi Kebijakan Pelaksanaan Program Sinergi Aksi Pembiayaan UMKM
Sektor Produksi
Latar Belakang:
Perekonomian Indonesia dalam 16 tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan dari
angka 3,64% pada tahun 2001 ke angka 5,01% pada tahun 2016. Namun demikian,
Indeks gini rasio di Indonesia pada periode yang sama mengalami peningkatan dari
angka 0,33 pada tahun 2001 ke angka 0,39 pada tahun 2016 (data Badan Pusat
Statistik). Hal tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan tingkat kesenjangan
didalam masyarakat meskipun kondisi perekonomian cenderung membaik.
Kemiskinan sebagian besar berada pada sektor pertanian dan perikanan (sektor
produksi), sehingga diperlukan dukungan pembiayaan yang komprehensif pada
sektor dimaksud untuk menurunkan tingkat ketimpangan dalam rangka terciptanya
pembangunan inklusif di masyarakat.
Pelaksanaan Rencana piloting sinergi program pembiayaan bagi UMK pada klaster
produksi terpadu untuk tahap awal ditetapkan di Provinsi Jawa Tengah yang
merupakan provinsi dengan realisasi penyaluran KUR terbesar nasional dengan
capaian Rp.16,9 Triliun, serta mempunyai potensi pertanian, perikanan, dan
peternakan yang cukup besar. Pelaksanaan Rencana piloting tersebut merupakan
suatu program yang penting dan strategis untuk dapat meningkatkan UMK yang
belum layak dan belum bankable melalui skema pembiayaan, pembinaan, dan
pendampingan yang khusus dalam rangka peningkatan skala usaha.
Output/Hasil koordinasi:
Surat Deputi No: S-77/D.I.M.EKON/04/2017 berkaitan dengan Matriks Program Sinergi
Aksi untuk Ekonomi Rakyat kepada Direksi Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri dan Jasindo.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
59
Outcome/ Dampak yang diharapkan:
1) Meningkatkan dan memperluas penyaluran kepada usaha produktif,
2) Meningkatkan kapasitas daya saing UMKM dan
3) Mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja
3. Rekomendasi Kebijakan Penyusunan Perubahan Permenko Nomor 8, 9 dan 13 Tahun
2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat
Latar Belakang:
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program prioritas dalam
mendukung kebijakan pemberian kredit/pembiayaan kepada sektor Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah. Pada tahun 2017, Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM
telah menetapkan target penyaluran KUR di sektor produksi sebesar minimal 40%
dari total penyaluran. Target tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah dalam
mendukung kebijakan ketahanan pangan dan hilirisasi industri pada sektor UMKM.
KUR disalurkan pada beberapa sektor yaitu pertanian, perikanan, perdagangan,
industri pengolahan, dan juga kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Manfaat
Program KUR adalah untuk meningkatkan dan memperluas akses wirausaha seluruh
sektor usaha produktif kepada pembiayaan perbankan, mendorong pertumbuhan
ekonomi, dan meningkatkan daya saing UMKM. Dalam rangka memperbesar
penerima manfaat KUR, Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM memperluas
kriteria calon penerima KUR yaitu usaha mikro, kecil, dan menengah; calon tenaga
kerja indonesia yang akan bekerja di luar negeri; calon pekerja magang di luar
negeri; anggota keluarga dari karyawan/karyawati yang berpenghasilan tetap atau
bekerja sebagai tenaga kerja indonesia; tenaga kerja indonesia yang purna bekerja di
luar negeri; pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja; usaha mikro, kecil,
dan menengah di wilayah perbatasan dengan negara lain, Kelompok Usaha seperti
Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Gabungan Kelompok Tani dan Nelayan
(Gapoktan), dan kelompok usaha lainnya.
Output/Hasil koordinasi:
Nota Dinas Deputi kepada Sesmenko No: ND-199/D.I.M.EKON/11/2017 perihal Konsep
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang Pedoman Pelaksanaan KUR
Outcome/Dampak yang diharapkan:
1) Meningkatkan dan memperluas penyaluran kepada usaha produktif
2) Meningkatkan kapasitas daya saing UMKM.
3) Mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
60
4. Rekomendasi Kebijakan Penyusunan Rencana Alokasi Plafon Penyaluran KUR 2017
bagi Penyalur KUR sebesar Rp. 106,7 Triliun.
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program prioritas dalam
mendukung kebijakan pemberian kredit/pembiayaan kepada sektor Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah. Pada tahun 2017, Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM
telah menetapkan target penyaluran KUR di sektor produksi sebesar minimal 40%
dari total penyaluran. Target tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah dalam
mendukung kebijakan ketahanan pangan dan hilirisasi industri pada sektor UMKM.
Dalam rangka meningkatkan penyaluran KUR disektor Produksi Pada tahun 2017,
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM telah menetapkan target penyaluran KUR
penyaluran sebesar Rp.110 triliun. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan selaku Sekretaris Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM telah
mengirimkan surat tentang Rencana Penyaluran (RTP) KUR kepada seluruh Penyalur
KUR. Penyalur KUR kemudian menyampaiakan RTP kepada Komite Kebijakan dan
Otoritas Jasa keuang untuk ditindak lanjuti. Total rekapitulasi usulan RTP KUR Tahun
2017 dari Penyalur adalah sebesar Rp.106,7 triliun.
Output/Hasil koordinasi:
Surat Kebijakan Komite No: S-24/D.I.M.EKON/2/2017 tentang Plafon Penyaluran
KUR.
Outcome/Dampak yang diharapkan:
1) Tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite
Kebijakan
2) Meningkatkan dan memperluas penyaluran kepada usaha produktif.
3) Meningkatkan kapasitas daya saing UMKM dan.
4) Mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
5. Rekomendasi Pelaksanaan Host to Host dengan Sistem Informasi Kredit Program
(SIKP) bagi Penyalur KUR.
Dalam upaya meningkatkan efektifitas skema pembiayaan Kredit Usaha Rakyat, telah
dilakukan beberapa perbaikan. Perbaikan tersebut diantaranya akan berdampak
pada Skema KUR dengan susunan basis data UMKM melalui Sistem Informasi Kredit
Program (SIKP) sebagai sarana dalam memastikan ketepatan sasaran penyaluran
KUR. Penguatan peran Kementerian Teknis serta Pemerintah Daerah dalam
penyusunan basis data UMKM sebagai calon debitur KUR.
Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) menjadi salah satu elemen terpenting dalam
upaya pemerintah untuk memperbaiki skema dan pengelolaan kredit program di
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
61
Indonesia, khususnya Kredit Usaha Rakyat (KUR). Berdasarkan rekomendasi Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengolaan KUR, Menteri Keuangan yang merupakan
anggota dari Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM melalui Direktorat Sistem
Manajemen Investasi dan Direktorat Sistem Informasi dan Transformasi
Perbendaharaan telah membangun SIKP secara bertahap. Pelaksanaan SIKP
merupakan amanat dari Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No:8
Tahun 2015 jo. No:13 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR pasal 7 yang
menyatakan bahwa seluruh penyaluran KUR mengacu pada basis data yang
tercantum dalam SIKP.
Output/Hasil koordinasi:
Pada tahap awal, pada tanggal 1 Juli 2015 telah berhasil di hosting SIKP KUR Mikro
Release 1.0 alamat http://sikp.kemenkeu.go.id.
Outcome/Dampak yang diharapkan:
Melalui rilis tahap pertama tersebut, SIKP telah berfungsi sebagai alat verifikasi
tagihan subsidi bunga KUR. Penyalur KUR dapat melakukan koneksi host to host
dengan SIKP untuk mempercepat pembayaran subsidi.
Pemerintah daerah dapat meng-upload calon debitur KUR yang potensial. Hal ini
sangat penting karena, pemerintah daerah yang paling mengetahui usaha sektor hulu
di daerahnya yang bisa menjadi calon debitur KUR potensial. Selain itu adalah
kesiapan integrasi data dengan SIKP. Saat ini baru 3 bank BUMN yang lolos host to
host. Masih ada beberapa bank yang tidak lolos host to host karena data nya tidak
real time. Host to host sangat penting karena proses upload manual banyak
mengalami kesalahan.
2. Strategi Nasional Keuangan Inklusif
Latar belakang
Dalam rangka memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan, pemerintah
telah menetapkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Peraturan Presiden Nomor 82
tahun 2016 telah diterbitkan sebagai dasar penetapan Strategi Nasional Keuangan
Inklusif (SNKI). Strategi ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi kementerian/lembaga,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan instansi terkait lainnya dalam
meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan keuangan melalui kegiatan masing-
masing secara bersama dan terpadu. Implementasi Strategi Nasional Keuangan Inklusif
yang terpadu diperlukan untuk mencapai target keuangan inklusif yaitu persentase
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
62
jumlah penduduk dewasa yang memiliki akses layanan keuangan pada lembaga
keuangan formal sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) pada akhir tahun 2019.
Dalam rangka pelaksanaan SNKI maka dibentuk Dewan Nasional Keuangan Inklusif
yang diketuai oleh Presiden dan secara harian diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian. Dewan Nasional bertugas melakukan koordinasi dan sinkronisasi
pelaksanaan SNKI; mengarahkan langkah-langkah dan kebijakan untuk penyelesaian
permasalahan dan hambatan pelaksanaan SNKI; dan melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan SNKI. Dewan Nasional dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Kelompok
Kerja (Pokja) dan Sekretariat. Kelompok kerja keuangan inklusif terdiri dari 7 (tujuh)
Pokja yang meliputi: Pokja Edukasi Keuangan; Pokja Hak Properti Masyarakat; Pokja Fasilitas
Intermediasi dan Saluran Distribusi Keuangan; Pokja Pelayanan Keuangan pada Sektor
Pemerintah; Pokja Perlindungan Konsumen; Pokja Kebijakan dan regulasi; dan Pokja
Infrastruktur Teknologi Informasi Keuangan.
Tugas dan keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat ditetapkan melalui Keputusan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Harian Dewan Nasional Nomor
93 Tahun 2017 tentang Kelompok Kerja dan Sekretariat Dewan Nasional Keuangan
Inklusif yang ditetapkan tanggal 20 Juli 2017. Sedangkan mekanisme dan tata kerja
Dewan Nasional diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Nomor 6 Tahun 2017 tentang Mekanisme dan Tata Kerja Dewan Nasional Keuangan
Inklusif yang ditetapkan tanggal 23 Oktober 2017. Tugas dan kedudukan Sekretariat
secara administratif berada pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Adapun tugas Sekretariat meliputi:
1) Menetapkan target dan indikator keuangan inklusif yang disepakati oleh seluruh
pokja yang dituangkan dalam surat keputusan Sekretariat Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian/Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
selaku Ketua Sekretariat.
2) Menyusun rencana kegiatan tahunan kesekretariatan.
3) Melakukan monitoring capaian target tahunan keuangan inklusif yang telah
ditetapkan.
4) Melakukan koordinasi dengan Pokja.
5) Melakukan sosialisasi terkait program dan capaian Strategi Nasional Keuangan
Inklusif;
6) Menyusun dan menyampaikan laporan kepada Ketua Harian.
7) Melaksanakan tugas terkait lainnya berdasarkan arahan dari Ketua Dewan Nasional.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
63
Capaian Tingkat Keuangan Inklusif
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan pada tahun 2016, tingkat
keuangan inklusif Indonesia adalah 67,8%. Artinya, 127.876.427 penduduk dewasa di
Indonesia menggunakan produk dan jasa keuangan dari institusi-institusi keuangan yang
berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2016. Untuk mencapai
tingkat inklusi keuangan 75% pada tahun 2019, Indonesia perlu menjangkau 20.202.523
tambahan penduduk dewasa terlayani institusi keuangan formal dari tahun 2017-2019.
Untuk mengetahui perkembangan mutakhir dari tingkat keuangan inklusif Indonesia,
Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif merekomendasikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan agar:
1) Menyelenggarakan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan pada tahun 2018.
2) Menambah pertanyaan tentang kepemilikan rekening tabungan dan uang elektronik
terdaftar ke dalam kuesioner yang ada sehingga data tentang keuangan inklusif
menurut definisi Global Findex dapat tersedia dan dianalisis.
Rekomendasi Kebijakan Percepatan Capaian Target Tingkat Keuangan Inklusif
Untuk mempercepat inklusi keuangan, Sekretariat DNKI merekomendasikan beberapa
strategi percepatan, yaitu:
1) Menciptakan inovasi dalam layanan keuangan yang dapat menjangkau seluruh
masyarakat. Inovasi tersebut berupa:
a) Penggunaan data biometrik dan E-KTP/Nomor Induk Kependudukan untuk
pembukaan rekening tabungan/uang elektronik, pengajuan kredit, dan verifikasi
transaksi.
b) Mempermudah proses pembukaan rekening uang elektronik melalui bank dan
telko dengan menerapkan E-KYC (tatap muka tidak langsung, pemanfaatan
informasi nomor seluler teregistrasi, pemanfaatan data NIK).
2) Memperluas layanan keuangan melalui sinergi dengan Telko dan lembaga selain
bank.
a) Bekerja sama dengan lembaga selain bank (Pos Indonesia, Telkom) untuk
memperluas jangkauan layanan keuangan dan mengizinkan lembaga-lembaga
tersebut menggunakan agen/retailernya untuk menyediakan layanan keuangan.
b) Memfasilitasi perluasan layanan keuangan melalui pelaku Fintech.
3) Mendorong penguatan peran koperasi simpan pinjam (KSP dan Credit Union)
khususnya di pedesaan untuk memperluas jangkauan layanannya.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
64
a) Memperkuat tata kelola KSP/Credit Union sehingga mampu memperluas
keanggotaan dan memperluas jangkauan produk simpanan bagi non anggota.
b) Memperkuat pengawasan KSP/Credit Union sehingga menjamin keamanan
layanan keuangan di KSP/Credit Union bagi masyarakat yang menggunakannya.
4) Mempercepat pengembangan infrastruktur yang mendukung inklusi keuangan.
a) Layanan keuangan (tabungan dan uang elektronik) yang interoperasi dan
interkoneksi.
b) Perluasan jaringan listrik, telekomunikasi, dan informasi.
c) Perluasan pemanfaatan transaksi keuangan nontunai ke layanan publik dan
layanan kebutuhan dasar (sekolah, rumah sakit dan klinik, pasar tradisional, dan
lain-lain).
5) Peningkatan kesadaran dan literasi keuangan masyarakat.
a) Kampanye nasional untuk mendorong masyarakat membuka rekening tabungan
atau uang elektronik.
b) Kampanye wajib membuka rekening bagi kelompok sasaran tertentu.
6) Percepatan sertifikasi hak properti masyarakat yang dapat dijadikan agunan kredit
ke lembaga keuangan formal.
a) Percepatan sertifikasi tanah melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.
b) Sertifikasi aset-aset produktif masyarakat, terutama aset pertanian.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
65
Peluncuran Desa Pandai
OJK Kantor Regional 3 bersama TPAKD Kudus, 19 pelaku Industri Jasa Keuangan, dan PT Telkom
meresmikan Desa Karangbener, Kudus sebagai percontohan Desa Pandai pada 3 April 2017.
Desa Pandai merupakan program untuk peningkatan literasi keuangan masyarakat pedesaan.
Sertifikasi Tanah PTSL
Pemerintah telah menganggarkan biaya sertifikasi tanah melalui PTSL sebesar 2,8 trilyun rupiah
(1,4 trilyun rupiah dalam APBN dan 1,4 trilyun tambahan dalam APBNP).
Penerbitan Surat Edaran OJK No.9/SEOJK.05/2017
16,50 17,00 17,50 18,00 18,50 19,00 19,50
Tw 2 - 2016 Tw 2 - 2017
17,58
19,17
Jumlah Polis Asuransi Mikro(dalam juta)
Dampak yang diharapkan:
1. Meningkatnya kebiasaan menabung di bank sejak usia sekolah, melalui EdukasiSimPel dan Program Pandai Menabung.
2. Meningkatnya kemampuan mengelola keuangan para remaja dan pemudamelalui Edukasi Pengelolaan Keuangan bagi Komunitas Remaja Desa /KarangTaruna.
3. Bertambahnya UMKM yang bankable melalui pendampingan UMKM oleh tenagaprofesional dalam pengelolaan keuangan.
Dampak hingga 27 Oktober 2017:
1. Sebanyak 1.658.544 bidang tanah telahdisertifikasi.
2. Sebanyak 1.228.338 bidang tanah sedangdiukur.
3. Sebanyak 256.168 bidang dalam tahappemberkasan.
1658544
1228338
256168
Tersertifikasi Tahappengukuran
Tahappemberkasan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
66
Surat Edaran OJK tersebut mengatur tentang produk dan saluran pemasaran produk asuransi
mikro pada bulan
Penyaluran Bansos Non Tunai ke 5.9
juta keluarga (PKH) dan Bantuan
Pangan Non Tunai kepada 1.2 juta
keluarga
Presiden meluncurkan Bantuan Pangan Non Tunai di Cibubur pada 23 Februari 2017.
Selanjutnya, Pemerintah mengeluarkan Perpres No. 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran
Bantuan Sosial Secara Non Tunai tanggal 17 Juli 2017.
Penyelesaian Pengaduan Konsumen Jasa Keuangan mencapai 84,23%
OJK dan BI secara kontinyu mengupayakan seluruh pelaku usaha yang berada di bawah
pengawasannya untuk dapat menyelesaikan pengaduan konsumen melalui mekanisme Internal
98%
2%Bansos Non Tunai 2017
Sudah menerima Belum menerima
Dampak:
Peningkatan jumlah pemegang polis asuransimikro sebanyak 9,1% atau 1,6 juta polis dariTriwulan 2/2016 ke Triwulan 2/2017.
Hingga Oktober 2017, capaian dari penyaluran bantuan sosial non tunai dengan kartu komboadalah:
Penyaluran Bansos Non Tunai ke 5,9 juta KPM, dari target 6 juta.
Penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai ke 1,2 juta KPM, dari target 1,4 juta (APBN2017).
95%
5%
Bantuan Pangan Non Tunai 2017
Sudah menerima Belum menerima
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
67
Dispute Resolution secara optimal. OJK dan BI juga mengoptimalkan pengawasan melalui
SIPEDULI dan BICARA.
Peluncuran Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK)
oleh OJK
OJK meluncurkan SLIK (Sistem Layanan informasi
keuangan) pada 27 April 2017 sebagai perluasan dari
SID untuk memperluas akses kredit & menurunkan
risiko kredit bermasalah.
SLIK telah dijalankan secara paralel dengan SID selama
tahun 2017 dan ditargetkan beroperasi penuh pada 1
Januari 2018.
Sejumlah 141 BTS yang dibangun
pada tahun 2017 sudah on air
84.23%
15.77%
Penyelesaian Pengaduan diKuartal II/2017
Terselesaikan Belum terselesaikan
Dampak:1. Jumlah pengaduan konsumen meningkat dari
1.757.622 di semester I/2016 menjadi2.889.113 di semester I/2017 atau meningkat64%.
2. Jumlah pengaduan yang diselesaikan disemester I/2017 sebanyak 1.545.440 atau84,23% dari jumlah pengaduan.
0
2000
4000
16262142
Pelapor wajib SLIK
Aktual 2017 Proyeksi 2018
Dampak: Pelaporan tentang data debitur lebih lengkap,
akurat, dan terkini. Dua Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan
(LPIP) telah beroperasi. Jumlah Lembaga Jasa Keuangan yang menjadi
pelapor wajib SLIK diproyeksikan meningkat dari1.626 di tahun 2017 menjadi 2.142 di tahun 2018,atau meningkat 32%.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
68
Kominfo melalui BP3TI sudah membangun 139 Base Tranceiver Station (BTS) dari target
sebanyak 300 BTS untuk area blank spot di pulau terluar, terdepan, dan tertinggal pada tahun
2017. Stasiun-stasiun tersebut sudah on air dengan default jaringan 2G, meskipun sebagian
stasiun menggunakan jaringan 3G atau 4G.
Jumlah dan Sebaran Agen Bank
Hingga bulan Juni 2017, jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) sebanyak 160.524
agen dan jumlah agen Laku Pandai sebanyak 368.214 agen.
Dibandingkan Juni 2016, jumlah agen LKD meningkat 58% sedangkan jumlah agen Laku
Pandai meningkat 255%.
Jumlah agen LKD per 1.000 km persegi tertinggi di Jawa, yaitu 687 agen sedangkan jumlah
agen LKD per 1.000 km persegi terendah di Maluku-Papua, yaitu 10 agen.
Jumlah agen Laku Pandai per 1.000 km persegi tertinggi di Jawa, yaitu 1.881 agen
sedangkan jumlah agen Laku Pandai per 1.000 km persegi terendah di Maluku-Papua, yaitu
16 agen.
PERAN AGEN BANKDALAM KEUANGAN INKLUSIF
300
625
139249
0100200300400500600700
2017 2016-2019
Pembangunan Base Transceiver Station di 3T
Target
Realisasi
Dampak:Masyarakat di desa-desa terdepan, terluar, dan tertinggal yang terjangkau oleh jaringan2G di BTS yang sudah on air dapat menikmati layanan voice call dan text message.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
69
Representasi Pasar
Berdasarkan penelitian Microsave, ada tiga bank yang aktif melaksanakan program agen
bank, yaitu BRI, BNI, dan BTPN. BRI adalah bank yang paling aktif, yaitu memiliki representasi
pasar sebesar 51%.
Transaksi di Agen Bank
Jumlah transaksi per hari di agen bank relatif masih rendah, yaitu 4 transaksi. Angka ini lebih
rendah dibandingkan dengan praktik yang sama di negara-negara lain yang diteliti oleh
Microsave.
Jumlah transaksi di agen yang terbanyak terjadi di Jabodetabek, yaitu 10 transaksi. Transaksi
di perkotaan sebanyak 3 transaksi dan di pedesaan sebanyak 5 transaksi.
51%
10%
29%8% 2%
BRI BNI BTPN True money Lainnya
687
69 77126
18 10
Sebaran agen LKD per 1.000 km2
1881
149 94205
23 16
Sebaran agen Laku Pandai per1.000 km2
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
70
Layanan keuangan di agen sangat beragam sehingga memudahkan masyarakat melakukan
transaksi keuangan tanpa harus ke kantor bank.
Hanya 28% agen melakukan transaksi membuka rekening tabungan. Transaksi terbanyak
adalah Over the Counter Money Transfer (OTC), yaitu sebesar 79%.
Penjangkauan Masyarakat
Agen bank telah memperpanjang waktu layanan perbankan bagi nasabah hampir dua kali
lipat. Jika kantor bank melayani nasabah selama 35 jam per minggu, agen bank melayani
masyarakat 67 jam per minggu.
Namun demikian, sebagian besar agen bank baru melayani masyarakat yang tidak terlalu
jauh dari kantor bank. Rata-rata jarak tempuh agen bank menuju kantor cabang terdekat
adalah 10 menit. Sebanyak 85% agen mengatakan bahwa jarak tempuh menuju bank adalah
15 menit.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
71
*Data di bagian lampiran diperoleh dan/atau diolah dari berbagai sumber di antaranya:
Statistik Sistem Keuangan Indonesia bulan Desember 2017 oleh Bank Indonesia
Laporan Triwulanan OJK: Laporan Triwulan III – 2017
Siaran Pers Bank Indonesia
Siaran Pers Otoritas Jasa Keuangan
Agent Network Accelerator Survey: Indonesia Country Report 2017 oleh Microsave dan Helix
Institute
Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Negara
Kelompok Kerja Dewan Nasional Keuangan Inklusif
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
72
C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA DARI WAKTU KE WAKTU
Setelah mengetahui capaian kinerja tahun 2017 berdasarkan perbandingan realisasi dan target,
maka agar kondisi tersebut dapat menjadi “pijakan” kinerja tahun-tahun mendatang, perlu
dilihat atau dibandingkan dengan capaian tahun-tahun sebelumnya. Pada sub bahasan ini, pola
membandingkan capaian kinerja adalah terhadap capaian tahun lalu, capaian beberapa tahun
kebelakang, dan keterkaitan dengan Standar Nasional unit kerja pendukung (Kedeputian I),
serta tindak lanjut hasil Evaluasi Laporan Kinerja 2017 oleh APIP (Aparat Pemeriksa Instansi
Pemerintah) Inspektorat Kemenko Bidang Perekonomian.
Tabel 6Pengukuran Capaian Kinerja
Deputi Bidang Koordinasi Fiskal dan Moneter Tahun 2014
SasaranStrategis
IndikatorKinerja
Target Realisasi % Program/Kegiatan
Anggaran
Pagu Realisasi %
Meningkatnyaefektivitaskoordinasidansinkronisasikebijakanfiskal danmoneter.
Tersusunnyaperaturanyangmenunjangpelaksanaankebijakanfiskal danmoneter.
5Peraturan
5Peraturan
100%
KoordinasiKebijakanBidangPerekonomian
Rp.10,5milyar
Rp.8.930.633.624
85,05%
Per 31Desember2014
Terkendalinyainflasi IHKyang lebihrendah dariinflasinasional.
50% 56,1% 112,2%
TercapainyatargetpenyaluranKredit UsahaRakyat tahun2014.
Rp. 37Triliun
Rp. 37Triliun
100%
Sumber : Laporan Realisasi Indikator Kinerja Utama Kedeputian I Tahun 2014.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
73
Tabel 7Capaian Indikator Kinerja Utama
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2015
SS Indikator Kinerja Target2015
Realisasis/d
Desember2015
Kinerja Keterangan
(a) (b) (c) (d) (e)=(d) (f)
Terwujudnyakoordinasi dan
sinkronisasikebijakan di
bidang ekonomimakro dankeuangan.
Presentaserekomendasikebijakan di
bidang ekonomimakro dankeuangan.
80% 100% 100%
Terwujudnyapengendalianpelaksanaankebijakan di
bidang ekonomimakro dankeuangan.
Presentaserekomendasipelaksanaankebijakan di
bidang ekonomimakro dankeuangan.
80% 100% 100%
Terwujudnyaperluasan akses
pembiayaan bagiUsaha Mikro dan
Kecil (UMK).
Tercapainya targetpenyaluran Kredit
berpenjamin(Kredit UsahaRakyat/KUR).
Rp. 20Triliun)
Rp. 22,75Triliun 113,75%
Catatan : Realisasi Januari - Desember 2015
Tabel 8Capaiam Indikator Kinerja Utama
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2016
SS Indikator Kinerja Target2016
Realisasis/d
Desember2016
Kinerja Keterangan
(a) (b) (c) (d) (e)=(d/c) (f)
Terwujudnyakoordinasi dan
sinkronisasikebijakan di
bidang ekonomimakro dankeuangan.
Presentaserekomendasikebijakan di
bidang ekonomimakro dankeuangan.
80% 100% 125%
1.
Rekomendasi terhadap penyusunan revisi PP Nomor 18Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untukPenanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentudan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) -(Paket Kebijakan VII : Mendorong Industri Padat Karya)
2.
Rekomendasi terhadap penyusunan RPP Perlakuan PajakPenghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai dariPemberi Kerja dengan Kriteria Tertentu (Paket KebijakanVII: Mendorong Industri Padat Karya)
3. Tersusunnya Basis Data Perekonomian (PANDURATA)yang Terbaharui secara Periodik
4. Tersusunnya Model Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi danLeading Economic Indicator
5. Rekomendasi Kebijakan terkait Pemberdayaan PascaSertifikasi Hak Atas Tanah (SHAT)
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
74
6.
Surat Menko Perekonomian kepada Menteri DalamNegeri perihal Permohonan Penerbitan Surat Edarankepada Pemda Kabupaten/Kota, sebagai dasarpengurangan BPHTB
7.
Peraturan Presiden No.82 tentangStrategi NasionalKeuangan Inklusif. Dokumen Strategi NasionalKeuangan Inklusif dipaparkan dihadapan QueenMaxima dalam kunjungan ke RI pada 30 Agustus 2016s/d 1 September 2016
8.
Peraturan Menteri Koordinator Bidang PerekonomianNomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atasPeraturan Menteri Koordinator Bidang PerekonomianNomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman PelaksanaanKredit Usaha Rakyat
9.
Tersusunnya Arahan Komite Privatisasi PerusahaanPerseroan (Persero) atas Program Tahunan Privatisasi(PTP) Tahun 2016 melalui Keputusan Komite Privatisasidalam rapat sirkuler Nomor: Rakor. 29.01.2016 tanggal29 Januari 2016
10.
Tersusunnya Arahan Komite Privatisasi PerusahaanPerseroan (Persero) atas Privatisasi diluar PTP Tahun2016 melalui surat Menko Perekonomian selaku KetuaKomite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero)Nomor: S-178/M.EKON/07/2016 tanggal 15 Juli 2016
Terwujudnyapengendalianpelaksanaankebijakan di
bidang ekonomimakro dankeuangan.
Presentaserekomendasipelaksanaankebijakan di
bidang ekonomimakro dankeuangan.
80% 100% 125%
1. Pengendalian pelaksanaan kebijakan fasilitas TaxAllowance
2. Rekomendasi tentang fasilitas Bea Masuk DitanggungPemerintah
3.
Penyelenggaraan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas)TPID tahun 2016 dan Penyampaian rekomendasi hasilRakornas oleh Menko Perekonomian kepadaMenteri/Pimpinan lembaga
4. Penyusunan Rekomendasi Penguatan Dasar HukumKoordinasi Pengendalian Inflasi Nasional
5. Buku Kumpulan Peraturan Terkait Ease of DoingBusiness (EoDB)
6.Surat Deputi I Kepada Sekretaris Majelis Wali AmanatICCTF Terkait Tanggapan dan Persetujuan KegiatanICCTF
7.
Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selakuKetua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKMNomor S-110/M.EKON/05/2016 tanggal 13 Mei 2016tentang Penyusunan Pedoman Pelaksanaan KUR Sektoralkepada 11 Menteri dan 2 Kepala Badan
8.
Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selakuKetua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM nomorS-112/M.EKON/05/2016 tanggal 13 Mei 2016tentang Fokus Penyaluran KUR kepada GubernurProvinsi Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat,Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan,Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, danPapua Barat; Kementerian Keuangan; KementerianKoperasi dan UKM; dan 19 Direksi Bank Pelaksana KUR
9. Pemberian Persetujuan PKLN PT PLN
10.
Masukan terhadap Permintaan Paraf MenkoPerekonomian pada Rancangan Reraturan Pemerintah(RPP) Penyertaan Modal Negara (PMN) padaBUMN/Institusi dibawah Kementerian Keuangan
Terwujudnyaperluasan akses
pembiayaan bagiUsaha Mikro dan
Kecil (UMK).
Tercapainya targetpenyaluran Kredit
berpenjamin(Kredit UsahaRakyat/KUR).
Rp. 100Triliun)
Rp. 95Triliun 95%
1. Tahun 2016 Pemerintah telah memutuskan penyaluranKUR sebesar Rp. 100 Triliun
2. Kinerja target penyaluran KUR adalah 95%
Catatan : Realisasi Januari - Desember 2016
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
75
Tabel 9 Capaian Indikator Kinerja UtamaDeputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2017
SS Indikator Kinerja Target2017
Realisasis/d
Desember2017
Kinerja Keterangan
(a) (b) (c) (d) (e)=(d/c) (f)
Terwujudnyakoordinasi dan
sinkronisasikebijakan di
bidang ekonomimakro dankeuangan.
Presentaserekomendasi
kebijakan di bidangekonomi makrodan keuangan.
100% 100% 100%
1.
Rekomendasi Kebijakan terkait Pengenaan PajakPenghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa HartaBersih Yang Diperlakukan atau Dianggap SebagaiPenghasilan yang ditetapkan melalui PeraturanPemerintah Nomor 36 Tahun 2017, tanggal 11September 2017.
2.
Rekomendasi Kebijakan sebagai masukan terhadapRancangan Peraturan Presiden tentang PembaharuanSistem Administrasi Perpajakan yang disampaikankepada Kementerian Sekretariat Negara.
3.
Rekomendasi Kebijakan terkait Perlakuan PerpajakanPada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas BumiDengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang ditetapkanmelalui Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2017.
4. Rekomendasi Assesmen Perekonomian Makro danPelaporan Indikator Makro Ekonomi.
5. Rekomendasi hasil Rapat Koordinasi NasionalPengendalian Inflasi Tahun 2017.
6.
Rekomendasi Kebijakan terkait Koordinasi PercepatanPinjaman Daerah dalam rangka PembangunanInfrastruktur Daerah dan PKS tentang Pelaksanaan NotaKesepahaman Koordinasi Percepatan Pinjaman Daerahdalam rangka Pembangunan Infrastruktur Daerah.
7. Rekomendasi Kebijakan terkait Pemberian Insentif danKemudahan Investasi di Daerah
8. Rekomendasi Kebijakan Penyelesaian Draft PP terkaitBUMD
9. Rekomendasi Kebijakan Pembiayaan UMKM.
10. Rekomendasi Kebijakan Penetapan Plafon Penyalurandan target Penyaluran Sektor Produksi sebesar 40%.
11.Rekomendasi Kebijakan Kerjasama antara DeputiEkonomi Makro dan Keuangan dengan Women WorldBank tentang Tecnical Assistence dan Capacity Building.
12. Rekomendasi Tindaklanjut Pengembangan Ekonomi danKeuangan Syariah di Indonesia.
13. Rekomendasi Kebijakan Pembiayaan BUMN.
14. Rekomendasi Kebijakan Penguatan Struktur PermodalanBUMN.
Terwujudnyapengendalianpelaksanaankebijakan di
bidang ekonomimakro dankeuangan.
Presentaserekomendasipelaksanaan
kebijakan di bidangekonomi makrodan keuangan.
100% 100% 100%
1.
Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakansebagai masukan terhadap Rancangan PeraturanPemerintah tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untukPenanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentudan/atau di Daerah-daerah Tertentu (revisi PeraturanPemerintah Nomor 18 Tahun 2015 jo. PeraturanPemerintah Nomor 9 Tahun 2016).
2. Rekomendasi Pengendalian terkait KebijakanPengelolaan Dana Perimbangan.
3. Rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakanterkait proyeksi realisasi APBNP 2017.
4.Rekomendasi terkait Dasar Hukum Tim PengendalianInflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah(TPID).
5. Rekomendasi terkait Mekanisme dan Tatakerja TPIP,TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
76
6. Rekomendasi terkait Tugas dan Keanggotaan SekretariatTPIP, Pokja Pusat dan Pokja Daerah.
7.Rekomendasi Kebijakan terkait pengembangan KIKDIRE di Daerah melalui Pemberian Insentif PenurunanTarif BPHTB.
8. Rekomendasi Kebijakan terkait Sistem Resi GudangPusat Logistik Berikat.
9. Rekomendasi Kebijakan terkait PercepatanPemberdayaan Sertipikasi Hak Atas Tanah Masyarakat.
10. Rekomendasi Penyusunan Pedoman Teknis ForumPengawasan KUR.
11.Rekomendasi Pengendalian. Pelaksanaan KebijakanPenyaluran KUR melalui teguran kepada penyalur yangNPL diatas 5%.
12. Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan PenyaluranKUR melalui Monev Penyaluran KUR.
13. Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan KebijakanPenyertaan dan Penatausahaan Modal Negara.
14.Rekomendasi Pengembangan Ekonomi dan KeuanganSyariah melalui Pendirian Mega Islamic Bank diIndonesia.
15. Rekomendasi Evaluasi Pelaksanaan KUR Skema ImbalJasa Penjamin.
16. Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan KebijakanPKLN.
Terwujudnyaperluasan akses
pembiayaan bagiUsaha Mikro dan
Kecil (UMK).
Tercapainya targetpenyaluran Kredit
berpenjamin(Kredit UsahaRakyat/KUR).
Rp.106,6
Triliun)
Rp. 96,7Triliun 90,7%
1.Rekomendasi Kebijakan Pembiayaan UMKM melaluiLaporan Realisasi Penyaluran KUR pada tahun 2017mencapai 96,7 Triliun (90,7%).
2.Rekomendasi Penyusunan Rencana Alokasi PlafonPenyaluran KUR 2017 bagi Penyalur KUR sebesar Rp.106,6 Triliun.
3. Rekomendasi Kebijakan Pembiayaan UMKM terkaitPenyusunan Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
4.. Rekomendasi Kebijakan Penetapan Plafon Penyalurandan target Penyaluran Sektor Produksi sebesar 40%.
Catatan : Realisasi Januari - Desember 2017
Target rekomendasi yang ditetapkan dalam Rencana Kerja (Renja 2017) Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan menghasilkan:
1. Capaian Sasaran Strategis Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di Bidang
Ekonomi Makro Keuangan sebanyak 14 (empat belas) atau 140%, lebih tinggi dibanding
capaian tahun sebelumnya yang hanya mencapai 100%.
2. Capaian Sasaran Strategis Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang
Ekonomi Makro dan Keuangan sebanyak 16 (enam belas) rekomendasi atau 160%, sasaran
strategis kedua ini lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai 100%.
3. Capaian sasaran strategis ke-3 (tiga): Terwujudnya Perluasan Akses Pembiayaan bagi Usaha
Mikro dan Kecil (UMK), penyaluran kredit berpenjamin KUR yang direncanakan memberikan
dampak luas bagi masyarakat melalui pagu kredit sebesar Rp.106,6 Triliun terealisasi sampai
akhir tahun sebesar Rp.96,7 Triliun atau 90,7%. Meskipun secara persentase lebih rendah
dibanding tahun sebelumnya, tetapi secara absolut merupakan capaian yang tinggi dibanding
tahun sebelumnya.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
77
D. REALISASI ANGGARAN
Pagu awal anggaran Tahun 2017 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
adalah sebesar Rp.12.300.000.000,- dan pada Bulan Mei Tahun 2017 mendapat tambahan
dana yang berasal dari BA BUN untuk menunjang kegiatan Program Prioritas Sistem Nasional
Keuangan Inklusif sebesar Rp.8.000.000.000,- sehingga pagu anggaran keseluruhan
bertambah menjadi sebesar Rp.20.300.000.000,- namun kemudian terjadi pemotongan dan
penghematan anggaran sebesar Rp.2.000.000.000,- dan Rp.650.000.000,- sehingga pagu
anggaran 2017 menjadi hanya sebesar Rp.17.650.000.000,-.
Adapun realisasi pada akhir tahun sebesar Rp.17.437.206.822,- atau 98,79%, maka
penyerapan aktual lebih tinggi dari yang ditargetkan sebesar 95%, sehingga Selisih Lebih Antar
Perhitungan Anggaran (SILPA) hanya sebesar Rp.212.793.178,- atau 1,21%.
Tabel 10Realisasi Anggaran Per Kegiatan Tahun Anggaran 2017
No. Kegiatan PaguRealisasi
Anggaran %
1 Kebijakan Bidang Fiskal 2.253.695.000 2.213.572.584 98,22%
2 Kebijakan Bidang MoneterNeraca Pembayaran
2.500.000.000 2,476,913,915 99,08%
3Kebijakan Bidang PengembanganEkonomi Daerah dan Sektor Riil
1.622.660.000 1.613.594.854 99,44%
4 Kebijakan Bidang Pasar Modaldan Lembaga Keuangan
9.650.985.000 9.535.037.686 98,80%
5 Kebijakan Bidang Badan UsahaMilik Negara
1.622.660.000 1.598.087.783 98,71%
Total Realisasi 17.650.000.000 17.437.206.822 98,79%
Bila dibandingkan dengan realisasi anggaran tahun 2016 maka terjadi kenaikan yang signifikan
dalam realisasi anggaran tahun 2017 pada unit organisasi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro
dan Keuangan, hal ini menggambarkan kinerja serta kemampuan unit-unit eselon II
memaksimalkan kegiatan-kegiatan dan programnya. Sebagai perbandingan penyerapan
anggaran tahun 2016 mencapai Rp.33.533.870.544,- (85,06%) dari pagu anggaran sebesar
Rp.39.422.000.000,-
Realisasi Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2017
dalam kerangka biaya per sasaran yang dicapai ditunjukkan dalam tabel 13 sebagai berikut:
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
78
Tabel 11
Realisasi Anggaran untuk Mencapai Sasaran (cost per outcome)
SasaranProgram
Jenis Kegiatan Sasaran Kegiatan Pagu Realisasi %
Terwujudnyakoordinasi dansinkronisasi dibidang ekonomimakro dankeuangan
Terwujudnyapengendalianpelaksanaankebijakan dibidang ekonomimakro dankeuangan
Terwujudnyaperluasan aksespembiayaanbagi UMKM
Rekomendasihasilkoordinasi,sinkronisasidan sosialisasi
Terwujudnya rekomendasikebijakan yang terkaitdengan bidang ekonomimakro dan keuangan 11.692.920.000 11.585.277.872 99,08%
RekomendasiPengendalianKebijakan
Terwujudnya rekomendasipengendalian pelaksanaanterkait dengan bidangekonomi makro dankeuangan
9.232.045.000 9.112.196.530 98,70%
RekomendasiKebijakanPembiayaanUsaha Mikrodan Kecil
Terwujudnya rekomendasiKebijakan Pembiayaan UsahaMikro dan Kecil
1.530.850.000 1.511.158.274 98,71%
Layanandukunganadmnistrasikegiatan dantata kelola
Terwujudnya layanandukungan administrasikegiatan dan tata kelolaterkait dengan bidangekonomi makro dankeuangan
350.900.000 343.406.898 97,86%
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
79
BAB IV
PENUTUP
Laporan kinerja Deputi Bidang Kordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merupakan
dokumen yang berisi gambaran perwujudan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang
disusun dan disampaikan sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 12 tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi atas Implementasi Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah. Laporan Kinerja ini merupakan laporan pertanggungjawaban
kegiatan utama Kedeputian I yang dibuat untuk menjadi bahan evaluasi dalam rangka
perbaikan, penyempurnaan dan peningkatan kinerja yang lebih baik, terukur, dan terarah.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia Tahun 2017 mencapai 5,07% (YoY) secara kumulatif
yang diikuti dengan penurunan kemiskinan dan tingkat pengangguran. Pertumbuhan ekonomi
tahun 2017 meningkat dari Tahun 2016 sebesar 5,03% hal ini ditopang oleh Konsumsi Rumah
Tangga dan Investasi yang mulai meningkat atau secara sektoral. Pertumbuhan ini masih cukup
tinggi ditengah ketidakpastian perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi Tahun 2017
merupakan yang tertinggi selama kurun waktu 3 tahun terakhir. Selain pertumbuhan ekonomi
yang terus meningkat, tingkat inflasi dapat terus terjaga pada level pada level 3,6% (YoY)
sepanjang Tahun 2017 dan berada dalam kisaran sasaran (4±1%, YoY) atau masih dibawah
asumsi makro APBNP 2017.
Capaian kinerja Deputi I pada tahun 2017 menunjukkan hasil yang lebih baik dari tahun
sebelumnya dan melampaui target yang telah ditetapkan pada awal tahun. Hal itu ditunjukkan
dengan capaian indikator Sasaran Strategis 1 : Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi
Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan mencapai 140%; Sasaran Strategis 2 :
Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan
yang mencapai 160%; dan Sasaran Strategis 3 : Terwujudnya Perluasan Akses Pembiayaan bagi
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) mencapai 90,7% atau Rp.96,6 Triliun dari target yang ditetapkan
sebesar Rp.106,6 Triliun pada tahun 2107. Masih banyak tantangan yang harus diwujudkan
dimasa mendatang yang harus segera disikapi dengan bentuk kerja nyata yang positif dan
transparan.
Melalui laporan Kinerja ini, diharapkan dapat memberikan informasi yang tranparan
kepada pimpinan dan seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi serta kegiatan utama
Kedeputian I, sehingga dapat menjadi umpan balik terhadap peningkatan kinerja keasdepan dan
kedeputian khususnya, serta berdampak signifikan terhadap peningkatan kinerja Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian sehingga dapat digunakan sebagai bahan dalam
merumuskan kebijakan pada masa yang akan datang.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
80
LAMPIRAN
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
81
Seminar Pemerataan Ekonomi: Mendorong Terciptanya Inklusi keuangan Melalui PemanfaatanSistem Digital. Dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dengan Keynote Speecholeh Ketua Dewan Komisioner OJK.
Launching Infografis Perjalanan Ekonomi Indonesia 1945-2017 di Grand Indonesia olehMenteri Koordinator Bidang Perekonomian bersama Mantan Wakil Presiden Boediono danMantan Gubernur BI Adrianus Mooy.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
82
Diskusi Publik “Mendorong Reformasi Pangan dalam rangka Menjamin Ketersediaan Pangandan Keterjangkauan Harga bagi Masyarakat, serta Mengurangi Kesenjangan Kesejahteraan” diSemarang 31 Maret 2017.
Narasumber High Level Meeting TPID Provinsi Jambi.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
83
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
84
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2017
85