rike THT

8
SINUSITIS MAKSILARIS KRONIS Pada sinusitis maksilaris diterapi dengan tindakan bedah berupa membuat suatu drainase yang memadai. Prosedur yang paling lazim adalah nasoantrostomi atau pembentukan fenestra nasoantral.MASUKKAN GAMBAR 13-10 HAL 248!!! Sepotong dinding medial meatus inferior dilepaskan guna memungkinkan drainase gravitasional dan ventilasi, dan dengan demikian memungkinkan pula regenerasi membrana mukosa yang sehat dalam sinus maksilaris. Suatu prosedur yang lebih radikal dinamakan menurut 2 ahli bedah yang mempopulerkannya – operasi Caldwell- Luc.MASUKKAN GAMBAR 13-11 HAL 248!!!. Pada prosedur bedah ini, epitel rongga sinus maksilaris diangkat seluruhnya dan pada akhir prosedur dilakukan antrostomi untuk drainase. Hasil akhir memuaskan karena membran mukosa yang sakit telah diganti oleh mukosa normal atau terisi dengan jaringan parut lambat. Pembedahan sinus endoskopik, merupakan suatu tehnik yang memungkinkan visualisasi yang baik dan magnifikasi anatomi hidung dan ostium sinus normal bagi ahli bedah, teknik ini jadi populer akhir – akhir ini.MASUKKAN GMBR 13- 12 SINUSITIS ETMOIDITIS KRONIS Etmoiditis kronik hampir selalu menyertai penyakit kronik pada sinus frontalis atau maksilaris, dan mungkin membutuhkan terapi bedah. Etmoiditis kronik dapat menyertai

Transcript of rike THT

Page 1: rike THT

SINUSITIS MAKSILARIS KRONIS

Pada sinusitis maksilaris diterapi dengan tindakan bedah berupa membuat suatu

drainase yang memadai. Prosedur yang paling lazim adalah nasoantrostomi atau

pembentukan fenestra nasoantral.MASUKKAN GAMBAR 13-10 HAL 248!!! Sepotong

dinding medial meatus inferior dilepaskan guna memungkinkan drainase gravitasional dan

ventilasi, dan dengan demikian memungkinkan pula regenerasi membrana mukosa yang

sehat dalam sinus maksilaris.

Suatu prosedur yang lebih radikal dinamakan menurut 2 ahli bedah yang

mempopulerkannya – operasi Caldwell-Luc.MASUKKAN GAMBAR 13-11 HAL 248!!!.

Pada prosedur bedah ini, epitel rongga sinus maksilaris diangkat seluruhnya dan pada

akhir prosedur dilakukan antrostomi untuk drainase. Hasil akhir memuaskan karena

membran mukosa yang sakit telah diganti oleh mukosa normal atau terisi dengan jaringan

parut lambat.

Pembedahan sinus endoskopik, merupakan suatu tehnik yang memungkinkan

visualisasi yang baik dan magnifikasi anatomi hidung dan ostium sinus normal bagi ahli

bedah, teknik ini jadi populer akhir – akhir ini.MASUKKAN GMBR 13-12

SINUSITIS ETMOIDITIS KRONIS

Etmoiditis kronik hampir selalu menyertai penyakit kronik pada sinus frontalis

atau maksilaris, dan mungkin membutuhkan terapi bedah. Etmoiditis kronik dapat

menyertai poliposis hidung kronik dan tentunya pengangkatan polip tersebut merupakan

bagian pengobatan. Pengangkatan jaringan asal polip mengurangi angka rekurensi

penyakit. Prosedur yang dikenal sebagai etmoidektomi ini, dapat dilakukan dengan jalan

intranasal, transatral, atau eksternal. MASUKKAN GMBAR 13-13 HAL 250.

Pembedahan sinus endoskopik merupakan aset yang lain pada keadaan ini.

Pembedahan terarah dengan visualisasi yang lebih baik pada tehnik ini memungkinkan

pengangkatan jaringan sakit yang lebih luas dan lebih sedikit jaringan normal. CT scan

pra-operasi merupakan suatu studi yang berharga sebelum pembedahan endoskopik

dilakukan.MASUKKAN GMBR 13-14 HAL 250.

SINUSITIS FRONTALIS KRONIK

Faktor etiologinya serupa dengan bentuk - bentuk sinusitis yang lain. Gambaran

klinis berupa nyeri kepala frontal yang bersifat konstan, serta pembengkakan dan nyeri

Page 2: rike THT

tekan pada kulit diatas sinus. Komplikasi seperti abses subperiosteum, osteitis dan

osteomielitis lebih sering terjadi pada sinusitis frontalis. Pengobatan sinusitis frontalis

seringkali memerlukan intervensi bedah setelah infeksi akut dan faktor lainnya diatasi.

Duktus nasofrontalis biasanya tersumbat dan tidak dapat diperbaiki, sehingga teknik –

teknik bedah diarahkan untuk menciptakan suatu duktus nasofrontalis yang baru atau

menutup sinus.

Suatu frontoetmoidektomi eksternal menungkinkaan abses ke dalam sinus

frontalis guna mengangkat mukosa yang sakit, mengeksisi sel – sel udara etmoidalis dan

memungkinkan pembentukan duktus nasofrontalis yang baru, yaitu sekitar suatu selang

drainase plastik dibiarkan di tempat berkisar 2 bulan.MASUKKAN GAMBR 13-15 HAL

251!

Prosedur bedah yang lebih radikal adalah tindakan obliterasi. Pada operasi ini,

semua membran mukosa termasuk sisa – sisa duktus frontonasalis harus dieksisi dari

sinus, yang kemudian diisi dengan cangkokan jaringan lemak inert. MASUKKAN

GAMBAR 13-16 HAL 252!. Prosedur insisi bedah dapat dibuat baik melalui alis mata

atau secara koronal melalui kulit kepala. Selanjutnya suatu cetakan sinus berdasarkan

pola radiogram, ditempelkan pada kranium, dan dibuat kontur dinding anterior sinus.

Dinding anterior dapat diinsisi dan dilipat ke depan dan dibiarkan menggantung pada tepi

inferior melalui perlekatannya pada periostium.

SINUS SFENOIDALIS

Penyakit ini merupakan bagian dari infeksi kronis sinus etmoid dan frontal, dan

tindakan bedah untuk mengatasi penyakit – penyakit ini dengan mudah dapat meliputi

eksplorasi sfenoid.

KOMPLIKASI SINUSITIS

1. Komplikasi orbita

Yang paling sering menyebabkan komplikasi ini ialah sinusitis etmoid, kemudian

sinusitis frontalis, dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan

perkontinuinatum ( SUMBER FKUI ). Terdapat 5 tahapan:

a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi

sinus etmoidalis di dekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena

Page 3: rike THT

lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus etmoidalis seringkali

merekah pada kelompok ini.

b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi

orbita namun pus belum terbentuk.

c. Abses subperiosteal. Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita

menyebabkan proptosis dan kemosis.

d. Abses orbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periostium dan bercampur

dengan isi orbita. Tahap ini disertai gejala sisa neuritis optik dan kebutaan

unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang

terserang dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga

proptosis yang makin bertambah.

e. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran

bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus dimana selanjutnya

terbentuk suatu tromboflebitis septik.MASUKKAN GMBR 13-17 HAL 254.

Pengobatan komplikasi orbita dari sinusitis berupa pemberian antibiotika intravena dosis

tinggi dan pendekatan bedah khusus untuk membebaskan pus dari rongga abses. Manfaat

terapi antikoagulan pada trombosis sinus kavernosus masih belum jelas.

2. Mukokel.

Adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus. Kista ini

paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus

dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, etmoidalis dan sfenoidalis, kista ini

dapat membesar dan atrofi tekanan mengikis struktur di sekitarnya. Dengan demikian,

kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan

dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan

diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.

Piokel adalah mukokel terinfeksi. Gejala piokel ini lebih akut dan lebih berat

berat. Eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi

dan berpenyakit serta memastikan suatu drainase yang baik, atau obliterasi sinus

merupakan prinsip – prinsip terapi.

Page 4: rike THT

3. Komplikasi intrakranial

a. meningitis akut.

Infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari

sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina

kribriformis di dekat sistem sel udara etmoidalis.MASUKKAN GMBR 13-20NHAL 256!

b. abses dura.

Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium; seringkali mengikuti sinus

frontalis. Proses ini timbul lambat sehingga pasien mungkin hanya mengeluh nyeri

kepala, dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intrakranial yang

memadai, mungkin tidak terdapat gejala neurologik lain. Abses subdural adalah

kumpulan pus diantara duramater dan araknoid atau permukaan otak. Gejala – gejala

kondisi ini yaitu nyeri kepala yang hebat dan demam tinggi dengan tanda – tanda

rangsangan meningen. Gejala tidak timbul sebelum tekanan intrakranial meningkat atau

sebelum abses memecah ke dalam ruang subaraknoid.

c. abses otak.

Biasanya abses ini terjadi melalui tromboflebitis yang meluas secara langsung. Dengan

demikian, lokasi abses yang lazim adalah pada ujung vena yang pecah, meluas

menembus dura dan araknoid hingga ke perbatasan antara substansia alba dan grisea

korteks serebri. MASKAN GMBR 13-20 HAL 256 + LANJUTIN KETERANGANNYA

YA PUSING AKU..

4. Osteomielitis dan abses subperiosteal.

Sinus frontalis sering menyebabkan komplikasi ini. Gejala yang terjadi berupa

nyeri tekan dahi setempat, malaise, demam, menggigil. Pembengkakan diatas alis mata

juga terjadi dan bertambah hebat bila terbentuk abses subperiosteal, dalam hal mana

terbentuk edema supraorbita dan mata jadi tertutup. Timbul fluktuasi dan tulang menjadi

sangat nyeri tekan. Dengan radiogram akan tampak erosi batas – batas tulang dan

hilangnya septum intrasinus dalam sinus yang keruh. Pada stadium lanjut, radiogram

memperlihatkan gambaran seperti ‘digerogoti rayap’ pada batas – batas sinus, infeksi

telah luas melampaui sinus. Dengan CT scan dapat terlihat destruksi tulang,

pembengkakan jaringan lunak, caiaran atau mukosa sinus yang membengkak. ANDRY

TOLONG LANJUTIN BACA DI BOEIS HAL 257.

Page 5: rike THT

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan berkah dan

rahmat-NYA, kami dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Sinus Paranasalis”.

Referat ini merupakan salah satu tugas kepaniteraan di bagian Ilmu Telinga, Hidung,

Tenggorokan di RSUD. Dr. Mohammad Saleh Probolinggo.

Kami menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna. Untuk itu kami

mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan referat ini. Kami juga

mohon maaf atas kesalahan yang terdapat pada referat ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. A. Muis, Sp.THT yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing kami dalam menyusun referat dan kepaniteraan

klinik ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu hingga tersusunnya referat ini.

Probolinggo, Mei 2008

penulis