Rifqi Achmad Sazali.pdf

101
UPAYA FOX NEWS CHANNEL DAN PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT DALAM MEMBANGUN OPINI PUBLIK AS PADA MASA INVASI IRAK 2003 SKRIPSI OLEH : RIFQI ACHMAD SAZALI 1060 8300 2756 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

Transcript of Rifqi Achmad Sazali.pdf

Page 1: Rifqi Achmad Sazali.pdf

UPAYA FOX NEWS CHANNEL

DAN PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT

DALAM MEMBANGUN OPINI PUBLIK AS

PADA MASA INVASI IRAK 2003

SKRIPSI

OLEH :

RIFQI ACHMAD SAZALI

1060 8300 2756

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011

Page 2: Rifqi Achmad Sazali.pdf
Page 3: Rifqi Achmad Sazali.pdf
Page 4: Rifqi Achmad Sazali.pdf

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri yang asli dibuat dan diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber yang saya gunakan dalam skripsi ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Agustus 2011

Rifqi Achmad Sazali

106083002756

Page 5: Rifqi Achmad Sazali.pdf

i

ABSTRAK

Pada masa invasi Irak 2003, Fox News Channel (FNC) dan pemerintah AS

berupaya membangun opini publik agar menjadi terarah berdasarkan publikasi

dan pandangan media massa yang dipelopori oleh FNC. Upaya FNC dan

pemerintah tersebut didasari oleh kepentingan kedua belah pihak, yakni untuk

mendapatkan keuntungan berupa rating dan dukungan terhadap invasi. Tulisan ini

bersifat deskriptif, yaitu melalui studi pustaka dengan menggunakan metoda

kualitatif maka dapat menggambarkan permasalahan yang dibahas.

Dengan metoda tersebut dapat digunakan secara mendalam untuk

mengidentifikasi dan menganalisis upaya FNC dan pemerintah AS dalam

membangun opini publik, dan melihat opini publik sebagai hasil dari upaya FNC

dan pemerintah AS tersebut.

Kata kunci: Invasi Irak 2003, opini publik, embedded journalism, komunikasi

internasional dan media massa dalam kebijakan luar negeri.

Page 6: Rifqi Achmad Sazali.pdf

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT, karena dengan

hidayah dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya

Fox News Channel dan Pemerintah AS Dalam Membangun Opini Publik Pada

Masa Invasi Irak 2003”. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penyusunan

skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan baik yang

bersifat teknis maupun materi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun dari semua pihak. Kritik dan saran yang diberikan, akan penulis

jadikan bahan dalam penyempurnaan skripsi ini.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis menguncapkan terima

kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu membantu penyelesaian

skripsi ini. Dimana dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak menemui

hambatan dan ritangan yang dihadapi penulis tetapi berkat bantuan yang diberikan

berbagai pihak, terutama dosen pembimbing, semua permasalahan dan kendala

dapat teratasi. Oleh kerena itu, penulis dengan tulus menguncapkan terima kasih

atas bantuannya baik langsung dan tidak langsung kepada:

1. Prof. Dr. Bachtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Jurusan Hubungan Internasional dan

Agus Nilmada Azmi, S.Ag, M.Si., sebagai Sekretaris Jurusan Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 7: Rifqi Achmad Sazali.pdf

iii

3. Kiky Rizky, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang telah

memberikan ilmu, saran dan arahannya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

4. Drs. H. Djayani Adnan dan Hj. Tuta Rosita, Spd.I., kedua orang tua

tercinta terima kasih atas do’a, kasih sayang, dan dukungan baik moril

maupun materi sehingga skripsi ini dapat selesai.

5. Nazaruddin Nasution, SH., MH, sebagai Dosen Pembimbing Akademik.

6. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam

meyelesaikan tugasnya sebagai mahasiwa.

7. Bapak Amaly dan Bang Nanda, sebagai staff di Jurusan Hubungan

Internasional yang telah membantu penulis dalam mengurus segala bentuk

yang berhubungan dengan nilai kuliah.

8. Yulis Maghita Bungsu, Ph.D., yang telah mendukung proses penyelesaian

skripsi ini dan mengizinkan datang ke perpustakaan pribadinya.

9. Haninda Farah Moetya, terima kasih atas pengertian, waktu, dukungan,

semangat dan doanya dalam penyusunan skripsi ini, semoga engkau

diberikan kesehatan selalu.

10. Teman-teman terbaik di HI B angkatan 2006: Muh. Zubir, Ibnu Abok,

Sabriela (Ola), Nadya Hajarani, Prila Chandra, Shinta Oktalia. Lima tahun

yang luar biasa bersama kalian, penuh suka dan duka dalam berjuang

bersama-sama dari awal hingga akhir kuliah ini. Sukses selalu ya kawan-

Page 8: Rifqi Achmad Sazali.pdf

iv

kawan dan jangan pernah lelah untuk mengejar cita-cita. We’re the seven

souls….. LUV Y’ALL!!!

11. Seluruh teman-teman HI angkatan 2006 dan teman-teman HI angkatan

2007. Semoga kekompakan kita terus terjaga, semangat terus kawan-

kawan!

12. Teman-teman dari “HiRo’ Band”: Reza, Galuh, Arie, Melynda, terima

kasih atas dukungan dan pengertiannya dalam proses penyelesaian

penulisan skripsi ini. Main musik sama kalian punya arti tersendiri, maaf

kalo latihan atau manggung sering absen dengan alasan skripsi. Semoga

HiRo’ bisa berkarya dan lagu-lagunya bisa didengar sampai kita tua.

Band - No one better than HiRo’.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas

dukungan dalam penulisan skripsi ini. Semoga mendapatkan balasan dari

Allah SWT atas kebaikan.

Akhir kata, penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan

yang terdapat dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi

perkembangan studi Hubungan Internasional.

Jakarta, Juli 2011

Rifqi Achmad Sazali

106083002756

Page 9: Rifqi Achmad Sazali.pdf

v

DAFTAR ISI

Abstrak ................................................................................. ............................................. i

Kata Pengantar .................................................................................................................. ii

Daftar Isi............................................................................................................................ v

Daftar Tabel .................................................................................................................... vii

Bab I Pendahuluan

A. Latar belakang masalah .......................................................................................... 1

B. Identifikasi masalah ................................................................................................ 6

C. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 6

D. Kerangka pemikiran ............................................................................................... 7

E. Metoda penelitian ................................................................................................. 13

F. Sistematika penulisan ........................................................................................... 14

Bab II Tinjauan Umum Fox News Channel (FNC)

A. Media Massa AS dan FNC .................................................................................. 16

B. FNC Dalam Persaingan Antarmedia Massa di Amerika Serikat ........................ 25

C. Peliputan Perang Irak .......................................................................................... 32

Bab III Kebijakan Responsif AS Terhadap Irak Pasca-Tragedi 9/11

A. Munculnya Ancaman Irak Bagi AS .................................................................... 36

B. Kebijakan AS terhadap Irak ................................................................................ 43

C. Invasi AS ke Irak ................................................................................................. 50

Bab IV Upaya FNC dan Pemerintah AS Dalam Membangun Opini Publik

Pada Masa Invasi Irak 2003

A. Upaya FNC Dalam Membentuk Opini Publik Pada Saat Invasi Irak 2003 ........ 57

Page 10: Rifqi Achmad Sazali.pdf

vi

B. Upaya Pemerintah AS Dalam Menangani Media Massa di Medan Perang

Pada Saat Invasi Irak Tahun 2003 ....................................................................... 65

C. Dampak Upaya FNC dan Pemerintah AS Dalam Menbangun Opini Publik

Tentang Invasi Irak 2003 .................................................................................... 71

Bab V Penutup

Kesimpulan ..................................................................................................................... 77

Daftar Pustaka ............................................................................................................... 81

Page 11: Rifqi Achmad Sazali.pdf

vii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1: Acara TV Unggulan dan Jangkauan FNC ...................................................... 21

Bagan 2: Pandangan Publik Terhadap Jaringan yang Berideologi. ............................... 24

Bagan 3: Konsumsi Berita Televisi: 2000. ..................................................................... 28

Bagan 4: Enam Perusahaan Media dan Media Utamanya.............................................. 29

Bagan 5: Rating Media AS Tahun 2003 Menurut Guardian (CNN, FNC dan

MSNBC). ...................................................................................................... 30

Bagan 6: Dukungan Publik AS Terhadap Invasi Irak. ................................................... 31

Bagan 7: Pembungkaman Aljazeera oleh AS. ................................................................ 35

Bagan 8: Perbandingan Persenjataan AS-Koalisi dan Irak Tahun 2003. ....................... 52

Bagan 9: Publisitas Acara Berita Malam Utama Selama Perang Irak 2003 (CBS,

ABC, NBC, FNC dan CNN). ........................................................................ 64

Bagan 10: Ungkapan Jurnalis yang Menyertakan Diri Dengan Militer Pada Invasi

Irak 2003. ..................................................................................................... 66

Bagan 11: Protes anti-Invasi Irak 2002-2003. ................................................................ 73

Page 12: Rifqi Achmad Sazali.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat,

memancing tiap individu baik aktor negara maupun masyarakat biasa dapat

mengetahui berita secara real time.1 Beragam peristiwa yang terjadi mulai dari

perang, krisis, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), bencana alam, hingga aksi

terorisme di seluruh dunia dapat diterima melalui pemberitaan media massa, baik

surat kabar, internet, televisi (TV) maupun radio.

Teknologi informasi dengan bantuan satelit mampu memberikan tayangan

suatu kejadian atau peristiwa secara langsung dari tempat kejadian, seakan-akan

media elektronik menjadikan pemirsa sebagai saksi mata terhadap setiap peristiwa

yang ditayangkan.2 Seperti Perang Teluk 1991, invasi AS ke Kosovo 1999,

bahkan serangan teroris terhadap World Trade Center (WTC) dan gedung

Pentagon di Amerika Serikat 2001 dapat disaksikan oleh pemerhati berita dari

seluruh dunia.

Dalam merespon kemajuan teknologi informasi, aktor kebijakan luar

negeri menjadikan teknologi informasi khususnya media massa masuk sebagai

dimensi ke empat dalam hubungan antarnegara.3 Teknologi informasi berada

1 Real Time adalah informasi yang dapat diperoleh dengan cepat melalui jaringan internet

atau satelit dalam waktu kurang dari 24 jam. Hal ini dapat dilihat pada saat Perang Teluk tahun

1991, yaitu baik Saddam Hussein maupun George W. H. Bush (Bush senior) sebagai aktor negara

sama-sama menonton Cable News Network (CNN) untuk mengetahui perkembangan berita terbaru

di antara kedua negara tersebut. Lihat dalam Joseph S. Nye, Understanding International

Conflicts: An Introduction to Theory and History, (London: Harper Collins College Publisher,

1993), h. 184. 2 Ibid., h. 184.

3 Philip M. Taylor, global Communication International Affairs and The Media Since

1945, (London: Routledge, 1997) h. 20-34.

Page 13: Rifqi Achmad Sazali.pdf

2

setelah diplomasi, interaksi ekonomi, dan militer. Dalam hubungan antarnegara

tersebut, teknologi informasi dijadikan alat untuk mencapai kepentingan nasional,

yakni menjadikan media massa untuk menyampaikan pesan dan pandangannya

terhadap suatu fenomena internasional melalui sudut pandang budaya negaranya.

Dengan dijadikannya teknologi informasi sebagai dimensi ke empat dalam

hubungan antarnegara, maka hal ini menggambarkan bahwa informasi merupakan

alat sosialisasi kebijakan luar negeri.4 Namun sosialisasi yang disampaikan oleh

teknologi informasi merujuk pada pencitraan suatu negara yang sengaja dibangun

di negara lain yang pada umumnya menggunakan media massa. Hal ini dapat

ditunjukkan dengan melihat mekanisme berita yang dikonstruksikan oleh media

massa, di mana jurnalis meliput dan mempublikasikan berita ke negara lain

sebagai berita aktual untuk membangun citra bahkan ditujukan untuk mengubah

kebijakan suatu negara.

Seperti halnya pada konflik Bosnia tahun 1992-1995, Presiden Bill Clinton

tidak menganggap penting masalah tersebut karena tidak mengancam kepentingan

nasional Amerika Serikat.5 Namun, gencarnya pemberitaan dari media massa

mengenai pembantaian penduduk sipil Serbia, maka pemerintah mendapat

keyakinan untuk bertindak atas kasus yang terjadi.

4 Teknologi informasi memiliki tiga fungsi dalam komunikasi internasional: pertama, untuk

mendinamisasikan hubungan yang terjalin antara dua negara atau lebih; kedua, untuk menghidari

konflik agar tidak terjadi kesalah fahaman; ketiga, untuk membantu kepentingan suatu negara

dengan mendukung pelaksanaan politik luar negerinya. Dengan ketiga fungsi tersebut maka

informasi digolongkan sebagai aktor diplomasi jalur kedua (second track diplomacy) yang

menggantikan diplomasi tradisional (first track diplomacy). Dalam bab yang sama menjelaskan

bahwa diplomasi yang ada pada media massa digunakan untuk membanguncitra suatu negara di

negara lain. Lihat dalam Teuku May Rudy, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasional,

(Bandung: IKAPI-PT Refika Aditama, 2005), h. 126-134. 5 Warren p. strobel, (Senior Editor) “The Media: Influencing Foreign Policy in the

Information Age”, U.S News and World Report, diakses pada 02 Agustus 2010 pkl. 03:03, dari

http://www.unconsulate.gov/wwwhforpol.html

Page 14: Rifqi Achmad Sazali.pdf

3

Pada penulisan skripsi ini, penulis akan memfokuskan pembahasan pada

negara Amerika Serikat. Dalam konteks Amerika Serikat, telah dijelaskan skema

sosialisasi kebijakan luar negerinya melalui laporan The US Advisory Commission

on Public Diplomacy pada bulan Maret 1995. Dalam laporan tersebut

menjelaskan bahwa sosialisasi kebijakan luar negeri Amerika Serikat

menggunakan diplomasi publik secara berdampingan dengan diplomasi

tradisional.6 Dengan demikian, untuk mencapai kepentingan nasionalnya, maka

pemerintah AS juga harus menyampaikan kebijakannya melalui media massa

yang dikonsumsi oleh masyarakat AS sendiri atau menyampaikan kebijakannya

kepada masyarakat internasional melalui media yang berada di negara lain. Hal

ini merupakan bentuk upaya pemerintah memahami bahwa publik juga memiliki

kekuatan untuk mempengaruhi peristiwa dan keputusan.

Media massa sebagai alat sosialisasi antarnegara juga dapat memainkan

peran dalam kepentingan nasional suatu negara.7 Hal ini juga berkaitan dengan

publikasi media yang diterima oleh negara lain untuk membantu kepentingan

negaranya. Dalam hubungan publikasi media massa mendukung kebijakan luar

negeri suatu negara dapat diteliti dalam kasus invasi AS ke Irak tahun 2003.

Invasi AS ke Irak tahun 2003 yang menjadi fokus penelitian skripsi ini,

merupakan realisasi kebijakan pemerintah AS sebagai respon terhadap aksi

terorisme Pasca-Tragedi 9/11.8 Kebijakan tersebut merupakan tindakan

kontroversial karena AS tidak dapat dukungan yang kuat dari data yang dimiliki

oleh United Nations Monitoring, Verification and Inspection Commission

6 Taylor, “Public Diplomacy in the 21st Century” dalam Global Communication

International Affairs, h. 82. 7 Rudy, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasional, h, 127.

8 Dewi Fortuna Anwar, “Tatanan Dunia Baru”, Jurnal Demokrasi dan HAM Vol.3, No.2,

(Mei-September 2003), h. 8.

Page 15: Rifqi Achmad Sazali.pdf

4

(UNMOVIC) dan International Atomic Energy Agency (IAEA) setelah melakukan

pemeriksaan di Irak sebelum invasi.9

Invasi AS tersebut juga mendapat kecaman dari penjuru dunia terutama

negara-negara Arab maupun Irak sendiri.10

Hal ini terjadi karena invasi AS ke

Irak tidak mendapat legalitas yang jelas dari PBB. Dengan banyaknya kecaman

tersebut, namun AS tetap menganggap invasi Irak merupakan sesuatu hal yang

penting sehingga invasi terus dilakukan. Seperti halnya demonstrasi yang

dilakukan warga Irak pada 19 April 2003, pemerintah AS justru akan mengirim

seribu orang yang terdiri dari ahli senjata, intelijen, dan ilmuwan sipil untuk

mencari senjata pemusnah massal milik Saddam.11

Pengiriman tersebut semakin

menegaskan, bahwa invasi memang penting bagi AS.

Dengan kondisi seperti di atas, maka hal ini tentu tidak luput dari sorotan

media massa di seluruh dunia terutama media AS. Beragam media massa

berlomba mempublikasikan beritanya dari sudut pandang masing-masing.12

Hal

9 AS dan sekutunya (Inggris) menuduh Irak masih memiliki senjata pemusnah massal yang

dikembangkan pasca keluarnya tim inspeksi PBB tahun 1998-2002 dari Irak. Ancaman lain berupa

keterkaitan Saddam Hussein dengan Al-Qaida dalam hal terorisme serta AS berupaya untuk

menjadikan Irak sebagai negara demokratis yang lebih terbuka. Tuduhan AS tersebut tidak terbukti

karena UNMOVIC dan IAEA tidak menemukan tuduhan yang didengungkan oleh AS. Lihat

dalam Sihbudi, Menyandera Timur Tengah, (Jakarta: Penerbit Mizan, 2007), h.147. 10

Pertemuan enam menteri luar negeri negara-negara yang berbatasan dengan Irak, yaitu

Arab Saudi, Iran, Kuwait, Turki, Suriah, dan Yordania, ditambah Mesir dan Bahrain di Riyadh

tanggal 16 April 2003, membahas persoalan negara yang sekarang diserang dan diduduki oleh

Amerika Serikat. Dalam pertemuan tersebut para menteri luar negeri sepakat bahwa Irak

seharusnya tidak diinvasi AS dan harus diperintah oleh warga Irak sendiri. Lihat

Nurkhoiri,“Negara Arab Ingin AS Segera Pergi”, dalam Harian Tempo edisi 20 April 2003. Selain

itu warga Irak yang merasa sedang dijajah oleh AS berdemo agar AS keluar dari Irak dengan

menuntut perdamaian pasca jatuhnya Saddam Hussein oleh AS, lihat juga Daru P.,“Demo Anti-AS

Guncang Bagdad”, Harian Tempo, 21 April 2003. 11

Daru, “Demo Anti-AS Guncang Bagdad”, Harian Tempo, 21 April 2003. 12

Pada massa awal perang Irak berlangsung tahun 2003, media massa seperti Cable News

Network (CNN), British Broadcast (BBC), Fox News Chanel (FNC) serta media Timur seperti Al-

Jazeera dan Al-Arabiya merupakan media yang paling menonjol dalam mempublikasi Perang Irak

2003. Media tersebut berlomba-lomba menampilkan berita melalui sudut pandang masing-masing.

Media Barat (CNN, FNC dan BBC) terlihat lebih menyorot dari sudut pandang budaya Barat yang

terkesan membela pemerintah AS dan seakan mempropagandakan beritanya. Lihat Kurie

Suditomo, ”Propaganda di Mata Seorang Wartawan Perang”, Harian Tempo, 8 April 2003.

Page 16: Rifqi Achmad Sazali.pdf

5

ini tidak berbeda dengan keterlibatan Fox News Chanel (FNC) yang

mempublikasikan berita dari sudut pandangnya. FNC yang menyorot kasus

tersebut secara intensif dalam menanggapi invasi yang terjadi, acara-acara yang

ditampilkan lebih banyak tentang dukungan terhadap perang hingga

mengindikasikan bahwa media tersebut mendukung kebijakan luar negeri AS dan

mendapatkan keuntungan dari pemberitaan tersebut.13

Hal ini ditujukan agar

publik AS yakin bahwa invasi AS ke Irak memang harus dilakukan. Hal ini juga

mengindikasikan bahwa antara FNC dan pemerintah AS sama-sama memiliki

upaya untuk membangun opini publik pada masa invasi terjadi.

Pada penulisan skripsi ini, penulis akan memaparkan tentang upaya FNC

dalam membentuk opini publik di AS yang positif serta upaya pemerintah AS

dalam membangun opini publik melalui media massa yang menyorot invasi agar

berita yang dipublikasikan oleh media dapat mendorong masyarakat untuk

mendukung invasi Irak 2003. Dalam skripsi ini hanya akan membahas mengenai

upaya kedua belah pihak antara FNC dan pemerintah dalam membangun opini

publik yang positif.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latarbelakang yang ada, maka pertanyaan dalam skripsi ini

adalah:

13

Indikasi FNC yang acaranya seakan mendukung kebijakan luar negeri AS dibahas oleh

Gray dalam “Dosa-Dosa Media Amerika. Dalam bukunya, ia menjelaskan bahwa media massa AS

khususnya FNC memanfaatkan fenomena invasi AS-Irak dengan memberitakan hal-hal yang bias

dan kontroversial serta berbau sensasi. Perhatian publik yang besar terhadap berita yang bias

tersebut membuat kebijakan pemerintah semakin cepat diketahui dan justru mengarahkan publik

menjadi seragam dalam memandang invasi. Berita-berita FNC lebih banyak tentang kebaikan

kebijakan pemerintah AS yang kemudian dibandingkan dengan keburukan Saddam Husein dan

Irak. Dengan pemberitaan tersebut, membuat News Corporations (NC) sebagai perusahaan induk

dari FNC mendapatkan prestasi berupa rating yang sangat baik. Jerry D. Gray, Dosa-Dosa Media

Amerika, (Jakarta: UFUK Press, 2006.), h. 7-29.

Page 17: Rifqi Achmad Sazali.pdf

6

A. Bagaimana upaya Fox News Channel dalam membentuk opini publik AS

pada masa invasi?

B. Bagaimana upaya pemerintah AS dalam membangun opini publik AS

ketika terdapat banyaknya media massa yang menyorot kasus invasi

tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Skripsi ini memiliki tujuan:

1. Dapat menggambarkan upaya FNC dalam membangun opini publik AS

terhadap invasi serta menggambarkan perannya dalam atmosfer persaingan

antarmedia massa di AS.

2. Dapat menggambarkan upaya pemerintah AS mengontrol media di medan

perang untuk membangun opini publik yang positif terhadap invasi.

3. Melihat opini publik AS sebagai hasil dari upaya FNC dan pemerintah AS

dalam membangun opini publik.

D. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran yang digunakan dalam skripsi ini bertumpu pada teori

hubungan internasional dan teori komunikasi. Dalam mendukung penulisan

skripsi ini, penulis menggunakan teori komunikasi politik internasional yang

beralur pada pemikiran Vandana. Dalam pemikirannya, Vandana menjelaskan

bahwa arus informasi yang masuk dan keluar pada dasarnya memiliki

kepentingan-kepentingan politik bagi suatu negara.14

Dari pemikiran ini juga

14

Vandana A., Theory of International Politics, (Vikas Publishing, New Delhi: 1996), h.

60.

Page 18: Rifqi Achmad Sazali.pdf

7

mencoba menjelaskan bahwa sesungguhnya pendekatan politik internasional yang

ingin ditunjukkan adalah aspek politik dari komunikasi internasional itu sendiri.

Dalam pemikirannya juga dijelaskan lebih jauh bahwa komunikasi

merupakan elemen yang tidak bisa lepas dari kemampuan untuk mengendalikan.

Dalam hal ini, komunikasi digunakan untuk mengendalikan antara komunikator

dan komunikan yang menerima informasi dari komunikasi itu sendiri. Selain itu,

dalam pendekatan teori politik, aspek yang sangat diperhatikan adalah unsur

pengendalian politik.15

Sementara pengendalian politik sangat begantung kepada

aktor negara untuk mengatur negaranya. Atau berhubungan erat dengan

kemampuan negara tersebut menangani arus informasi yang dimilikinya. Karena

bila suatu negara mampu mengelola informasi yang dimilikinya dengan baik,

maka informasi tersebut dapat menjadi sumber kekuatan bagi negara tersebut.

Dimana negara dapat mengendalikan masyarakatnya melalui informasi yang

diberikan kepada masyarakat yang memperhatikan setiap kebijakan yang

dikeluarkan negara. Dengan keadaan tersebut sehingga menjadikan kebijakan

yang telah dikeluarkan dan dipublikasikan melalui media massa tersebut sebagai

tolak ukur untuk disetujui oleh masyarakat.

Vandana menjelaskan analisis dalam proses komunikasi tidak lain adalah

cara untuk mempelajari fenomena sosial dan politik. Sedangkan dalam konteks

hubungan internasional, pendekatan komunikasi dipandang sebagai interaksi antar

negara dalam konteks proses komunikasi dari cara keluar-masuknya informasi

dari negara satu ke negara lainnya, atau umpan balik dan sebagainya yang

berhubungan dengan Kebijakan Luar Negeri.

15

Ibid., h.78.

Page 19: Rifqi Achmad Sazali.pdf

8

Dalam menganalisis suatu fenomena yang berhubungan dengan

komunikasi dan media massa, dapat menggunakan teori kultivasi, teori kegunaan

dan kepuasan, dan teori proses belajar sosial. Teori kultivasi pertama kali

diperkenalkan oleh George Gerbner.16

Menurut Gerbner, media massa

menanamkan sikap dan nilai tertentu yang kemudian memelihara dan

menyebarkan sikap serta nilai-nilainya kepada masyarakat. Dengan kata lain,

media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton meyakininya bahwa

apa yang disiarkan oleh televisi adalah sebuah kenyataan yang benar adanya.

Menurut teori kultivasi, media merupakan tempat masyarakat belajar

tentang masyarakat dan kultur lingkungan sosial. Dalam hal ini televisi

merupakan media utama yang digunakan untuk belajar bagi masyarakat. Persepsi

masyarakat tentang budayanya sangat ditentukan oleh televisi.17

Dengan kata

lain, melalui televisi masyarakat belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-

nilainya, adat kebiasaannya, serta hal apa saja yang dibutuhkan oleh lingkungan

sosial yang dianggapnya penting. Teori kultivasi juga menjelaskan bahwa yang

terpenting dalam penyampaian komunikasi oleh media merupakan sebagai agen

homogenitas persepsi. Homogenitas persepsi ini diartikan sebagai pemahaman

pandangan tentang nilai yang sesuai dengan apa yang ditampilkan oleh media.

Dengan adanya homogenitas persepsi yang telah dijelaskan di atas, maka

hal ini merujuk pada opini publik sebagai hasil dari penyampaian infromasi oleh

media massa. Dalam opini publik, menurut Jackson E. Baur terdapat beberapa

16

Straubhaar, J., & LaRose, R. Communications media in the information society.

(Belmont, CA: Wadsworth/Thomson Learning, 2002), h. 437. 17

Straubhaar & LaRose, Communications media in the information society., h. 437.

Page 20: Rifqi Achmad Sazali.pdf

9

proses pembentukan pendapat melaui tujuh langkah, yakni:18

Pertama, timbulnya

kerisauan dikalangan anggota masyarakat mengenai suatu masalah, dan mencoba

menghubungkan pendapat-pendapat dari berbagai sumber. Ke dua, timbulnya

gagasan penyelesaian yang dikemukakan oleh kelompok-kelompok masyarakat

yang menaruh perhatian pada masalah tersebut, atau publik pemerhati. Ke tiga,

munculnya kelompok baru dengan mengajukan pendapat yang mendukung atau

bertentenangan lewat lembaga formal seperti organisasi, partai atau langsung

memprotes terhadap lembaga terkait. Ke empat, kelompok penentang mulai

menyatu dan mencari dukungan dari luar. Ke lima, melalui pembicaraan dan

perdebatan yang kontroversial inilah pendapat umum muncul. Ke enam, efek

pendapat umum apabila kelompok–kelompok tersebut mulai melakukan himabuan

agar pemerintah atau lembaga yang berkenaan mengambil tindakan tegas. Ke

tujuh, akhirnya pihak yang merasa berwenang mengambil tindakan dan membuat

keputusan keputusan yang pantas.

Selain menjelaskan media massa yang dikaitkan dengan aspek politik oleh

Vandana, serta media massa yang dikaitkan dengan aspek sosial, media massa

juga dapat dijelaskan dari aspek hubungan internasional. Dari perspektif

hubungan internasional, Arie Indra Chandra mencoba menjelaskan bahwa media

massa yang terhubungan dengan elemen komunikasi didefinisikan sebagai

pencipta realitas kedua dalam politik global.19

Media massa dalam menciptakan

realitasnya menghadirkan sudut pandang suatu negara sampai dengan manipulasi

18

Jackson E. Baur, The Public Opinion Quarterly, Vol. 26, No. 2 (Summer, 1962), h. 212-

226.

19

Arie Indra Chandra, ”Peran media massa sebagai pencipta realitas kedua dalam politik

global”, dalam Yulius P. Hirawan, ed., Transformasi Dalam Studi Hubungan Internasional,

(Graha Ilmu, Fisip Unpar-Bandung: 2007), h. 239-240.

Page 21: Rifqi Achmad Sazali.pdf

10

berita untuk dunia luas atau hanya kelompok-kelompok kecil tertentu yang

terpengaruh oleh media massa.

Dalam hubungan media massa dengan kebijakan luar negeri suatu negara,

Charles W. Kegley dan Eugene Wittkopf juga mendefinisi media massa sebagai

mediator, yakni membantu menentukan alternatif politik luar negeri.20

Alternatif

tersebut tidak secara langsung menentukan politik luar negeri apa yang ditempuh

pemerintah suatu negara. Namun menurut mereka, definisi kebijakan luar negeri

merujuk pada tujuan yang berusaha diraih oleh para pejabat negara baik di dalam

maupun di luar negeri melalui nilai yang memunculkan tujuan tersebut dan

instrumen yang digunakan untuk mencapainya. Dengan kata lain, media yang

dijadikan instrumen dalam pencapaian kebijakan luar negeri suatu negara,

merupakan pendorong bagi pemerintah AS untuk menjalankan kebijakannya.

Selain itu, KJ Holsti juga menjelaskan dari teori kebijakan luar negeri.

Menurut Holsti, instrumen yang digunakan dalam kebijakan luar negeri terbagi

menjadi 5 bagian, yaitu: diplomasi, bantuan ekonomi, propaganda, intervensi, dan

tindakan militer.21

Pelaksanaan kelima instrumen ini melibatkan media massa

yang merujuk pada diplomasi, opini publik dan propaganda. Diplomasi dimaknai

sebagai transformasi kebijakan suatu negara kepada negara lain, opini publik

dimaknai sebagai pembangun citra dan makna bagi pemerhati berita, dan

propaganda tertuju pada pengaruh pola pikir hingga kebijakan baik di dalam

maupun di luar negeri.

20

Charles W. Kegley and Eugene WittKopf, American Foreign Policy: Pattern and

Process, Fourth eds., (St. Martin Press, New York: 1991), h. 339. 21

KJ Holsti, Politik Internasonal Suatu Kerangka Analisis, (IKAPI-Binacipta, Bandung:

1992), h. 168.

Page 22: Rifqi Achmad Sazali.pdf

11

Dalam hal di atas, film, koran, TV, radio, majalah, poster merupakan alat

utama untuk mentransmisikan gagasan, simbol-simbol dan cerita. Sasaran

propaganda meliputi:22

publik domestik, publik sekutu, publik musuh, dan publik

netral. Dari seluruh sasaran tersebut, media massa yang dijadikan alat

pengambilan kebijakan tidak lain dijadikan juga sebagai alat untuk mengubah

pola pikir hingga mempengaruhi segala tindakan.

Menurut Kegley dan Wittkopf media melalui fungsinya sebagai gate

keeper dan agenda setting mampu mengkondisikan cara pandang rakyat AS dan

publik internasional, akan tetapi hal ini terjadi secara tidak langsung dan melalui

penyesuaian.23

Penyesuaian tersebut merupakan pencocokan pandangan

masyarakat AS dari nilai-nilai yang ada pada kehidupan masyarakat terhadap

kepentingan dalam suatu fenomena. Kegley dan Wittkopf menjelaskan bahwa

media massa dapat berpengaruh lebih langsung pada tingkat elit pembuat

kebijakan, pihak-pihak yang mempengaruhi kebijakan, dan publik yang perhatian,

sehingga dapat membentuk opini dalam memandang suatu masalah. Media massa

juga lebih berpengaruh pada aktor-aktor yang berperan dalam kebijakan luar

negeri karena terkait dengan popularitas aktor tersebut dalam tatanan politik lokal.

Informasi yang diterima oleh elit pembuat kebijakan akan mendorong perubahan

pada sikap publik yang selalu memperhatikan perkembangan yang ada, secara

bertahap akan berpengaruh pada sikap masyarakat terhadap masalah-masalah luar

22

Teuku May Rudy, Perspektif Komunikasi Internasional dan Media Humas Internasional,

(IKAPI-PT Refika Aditama, Bandung: 2005), h. 128-129. 23

Kegley and WittKopf, American Foreign Policy, h. 316-318. Agenda Setting dan

Gatekeeper juga telah dibahas dalam dalam buku yang ditulis oleh Mohammad Sholehi,

Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik, (Simbiosa Rekatama Media, Bandung: 2009), h.

10. Dalam buku tersebut menjelaskan bahwa Agenda setting adalah pemilahan dan penonjolan isu

tertentu yang dilakukan oleh gatekeeper dalam media massa. Gatekeeper terdiri dari beberapa

pihak, diantaranya penerbit majalah, editor surat kabar, manager stasiun radio siaran, produser

berita televisi, produser film, dan lain-lain. Pada umumnya, stasiun televisi juga memiliki tim

Quality Control (QC) untuk menyeleksi isi pesan komunikasi.

Page 23: Rifqi Achmad Sazali.pdf

12

negeri. Hal ini didukung oleh pernyataan James Rosenau yang menyatakan

bahwa sistem politik di AS banyak dipengaruhi oleh pendapat masyarakatnya

sendiri.24

Pada saat yang sama, elit pemerintah menggunakan media massa untuk

mengarahkan cara pandang publik.25

Jadi, media massa masuk dalam proses

pembuatan bahkan implementasi kebijakan luar negeri lebih dari sebagai sumber

dimana kebijakan didapat dan dikeluarkan sebagai mesin penggerak yang

menghasilkan keputusan dan cara untuk menyikapi kebijakan luar negeri, baik

bagi elit politik maupun bagi kelompok penekan.

Dalam hubungan antara aktor politik dan masyarakat, media massa dapat

dijadikan sebagai realitas ke dua, yakni dengan jangkauan yang luas dapat

dijadikan komunikasi politik oleh pemimpin negara.26

Selain itu, keterlibatan

media kepada masyarakat secara langsung melalui berita, dalam menciptakan

realitas politik dapat dimanfaatkan sebagai konstruksi realitas. Media massa juga

dipahami sebagai alat penyaluran pesan, sebagai sarana bagaimana pesan

disebarkan kepada masyarakat.

Selain pemanfaatan media oleh aktor politik, persaingan antarmedia massa

saat ini menjadi industri yang berunsur kapital.27

Artinya, media massa mau tidak

24

Kegley dan WittKopf, American Foreign Policy, h. 253. 25

Ibid., h. 318. 26

Bahasan tentang realitas politik dalam konstruksi realitas dapat dilihat dalam Ibnu

Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. (Granit, Jakarta: 2004), h. 3-10. Dalam

buku tersebut, Hamad menjelaskan bagaimana media massa membangun realitas politik melalui

pemberitaannya, berita verbal maupun non-verbal merupakan realitas yang mengandung makna,

sehingga berita politik merupakan realitas dan dapat dimaknai secara cermat. Dalam konstruksi

realitas politik berarti bahwa media masa membangun kenyataan politik yang dipublikasikan

kepada masyarakat pemerhati berita. Dalam buku tersebut juga menjelaskan bahwa konstruksi

realitas politik oleh media massa belum tentu menggambarkan keadaan politik sebenarnya karena

terdapat tujuan dan aktor dibalik kursi redaksi. 27

Herman and Chomsky, Manufacturing Consent, The Political Economy Of The Mass

Media, (Patheon Books, New York: 1998), h. 1-35.

Page 24: Rifqi Achmad Sazali.pdf

13

mau harus memikirkan pasar demi memperoleh keuntungan, baik dari penjualan

(bagi media cetak), iklan maupun rating konsumsi masyarakat terhadap media

tersebut. Dalam menyajikan peristiwa politik, pengaruh modal media massa akan

lebih memperhatikan kepuasan masyarakat (pembaca/ pendengar dan pengiklan)

sebagai pasar mereka dalam mengkonsumsi berita-berita politik.

Demi tujuannya, media yang tergantung oleh pasar juga secara otomatis

mengontrol lebih mendalam atas semua agenda penyiarannya, yaitu mulai dari

bahasa yang digunakan (tata bahasa), arah pembicaraan, agenda penyiaran

(agenda setting) serta pangsa pasarnya.28

E. Metoda Penelitian

Metoda penelitian yang akan dilakukan ini bersifat kualitatif. Penelitian

yang penulis gunakan dalam menyusun skripsi ini adalah deskriptif, yaitu

mengandung pengertian bahwa dalam melakukan penelitian harus menjelaskan

dengan menggambarkan permasalahan yang ada.29

Metoda kualitatif yang digunakan banyak mengandalkan pengumpulan

data melalui buku, gambar visual, laporan dan website yang masing-masing

mempunyai fungsi dan batasan.30

Mengacu kepada pengumpulan data tersebut,

penelitian yang dilaksanakan ini mengandalkan data sekunder yang diperoleh

dalam bentuk yang sudah jadi berupa buku, berita dari media massa dan penelitian

sebelumnya yang sudah dilakukan oleh pihak atau instansi lain. Melalui studi

kepustakaan tersebut diharapkan dapat dipelajari mengenai konsepsi hubungan

28

Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. h.17. 29

Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, (Jakarta:

LP3ES, 1990), h.223. 30

John W. Creswell, Reseach Design Qualitative and Quantitative Approaches, (United

Kingdom: Sage Publications, 1994), h.116-149.

Page 25: Rifqi Achmad Sazali.pdf

14

pemerintah dan media massa pada masa implementasi kebijakan luar negeri.

Selain itu agar mengetahui bagaimana peran FNC dalam mengkonstruksi realitas

politik terhadap publik AS pada saat invasi AS ke Irak 2003.

Dalam mengolah data yang ada, diferensiasi dua metoda yang berbeda

antara “kualitas” yang merujuk pada segi “alamiah”, dan “kuantum” atau

“jumlah”, hal ini diartikan bahwa atas dasar itulah maka penelitian ini merupakan

penelitian yang tidak mengandalkan perhitungan. Dengan kata lain, kuantitas atau

angka yang ada pada data, cenderung fokus dan digunakan pada usaha

mengeksplorasi sedetail mungkin melalui sejumlah contoh atau peristiwa yang

dipandang menarik dan mencerahkan, dapat memberikan pemahaman yang

mendalam, bukan luas.31

Karena itu dalam penelitian ini menggunakan metoda

kualitatif yang memberi kesempatan pada ekspresi dan penjelasan yang lebih

besar, dan data kuantitatif yang ditujukan agar dapat memberikan ruang pada

penjelasan yang mendalam.32

Metoda kualitatif ini juga didefinisikan sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau perilaku yang dapat diamati.33

F. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

B. Identifikasi Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Kerangka pemikiran

31

Lisa Harison, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana. 2007), h. 86. 32

Ibid, h.87. 33

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2002), h. 3.

Page 26: Rifqi Achmad Sazali.pdf

15

E. Metoda penelitian

F. Sistematika penulisan

Bab II Tinjauan Umum Fox News Channel (FNC)

A. Media Massa AS dan FNC

B. FNC Dalam Persaingan Antarmedia Massa di Amerika Serikat

C. Peliputan Perang Irak

Bab III Kebijakan Responsif AS Terhadap Irak Pasca-Tragedi 9/11

A. Munculnya Ancaman Irak Bagi AS

B. Kebijakan AS terhadap Irak

C. Invasi AS ke Irak

Bab IV Upaya FNC dan Pemerintah AS Dalam Membangun Opini Publik

Pada Masa Invasi Irak 2003

A. Upaya FNC Dalam Membentuk Opini Publik Pada Saat Invasi Irak 2003

B. Upaya Pemerintah AS Dalam Menangani Media Massa di Medan Perang

Pada Saat Invasi Irak Tahun 2003

C. Dampak Upaya FNC dan Pemerintah AS Dalam Menbangun Opini Publik

Tentang Invasi Irak 2003.

Bab V Penutup

Kesimpulan

Page 27: Rifqi Achmad Sazali.pdf

16

BAB II

TINJAUAN UMUM FOX NEWS CHANNEL (FNC)

Dalam bab ini akan dibahas mengenai tinjauan umum FNC di AS.

Pembahasan tersebut akan memberikan gambaran mengenai upaya FNC dalam

membangun pandangan positif terhadap terhadap publik AS dan publik

internasional yang terjaungkau oleh jaringan miliknya. Pembahasan ini akan

terbagi menjadi beberapa bagian berdasarkan ruang lingkup yang dimiliki oleh

media massa dan pemerintah AS. Lingkup media massa akan memberikan

gambaran mengenai peran FNC dalam persaingan antarmedia massa di AS berupa

upaya dan pengaruh yang dimilikinya dalam membangun pandangan publik pada

saat invasi Irak 2003. Lingkup pemerintah akan memberikan gambaran mengenai

upaya pemerintah dalam menangani media massa di medan perang, yakni melihat

pengaruh yang dimilikinya untuk membangun pandangan publik yang positif

terhadap invasi Irak 2003 dengan konstruksi berita dari media massa yang ditekan

melalui kebijakan khusus terhadap media ketika meliput perang.

A. Media Massa Amerika Serikat dan Fox News Chanel (FNC)

Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem

demokrasi. Sebagai negara demokrasi, yang paling utama dalam kehidupan

bernegara di AS merupakan nilai-nilai kebebasan yang mutlak pada setiap

individu.1 Dalam hal kebebasannya, media sebagai elemen informasi dalam

negara AS menerapkan sistem yang didasari oleh konsep dan nilai liberalisme

yang demokratis, yakni setiap individu bebas untuk menyatakan pendapat.

1 Jurnal Studi Amerika, Vol. VI Januari-Juli 2000, PKWA-UI Jakarta, h. 67.

Page 28: Rifqi Achmad Sazali.pdf

17

AS baru dapat mengesahkan kebebasan berekspresi pada tahun 1791,

yakni oleh kongres AS yang diajukan oleh James Madison.2 Kebebasan

berekspresi tersebut didefinisikan menjadi tiga poin penting, hal ini dijabarkan

pada tahun 1947 oleh Komisi Hutchkins (Commision on Freedom of The Press),

yaitu sebagai berikut:3

1. Pers bebas merupakan pers yang bebas dari tekanan manapun, baik dari

pemerintah maupun sosial luar dan dalam. Namun hal ini tidak berlaku

ketika pers mendapat tekanan dari masyarakat yang hampir mati akibat

dari tekanan pihak lain. Tekanan lain yang dapat menghilangkan

kebebasan bagi pers itu sendiri terjadi juga ketika pers menyimpang ke

arah komersial dan tata usaha hingga akhirnya menjadikan prioritas

kepada pemilik modal.

2. Pers bebas merupakan pers yang bebas berpendapat dalam segala bentuk

yang merujuk pada pencapaian pelayanan. Pers harus memadukan apa

yang diharapkan oleh masyarakat melalui pencapaian yang

memungkinkan. Hal ini pers juga dituntut menguasai sumber daya teknis,

keuangan yang mantap, akses yang layak untuk mendapatkan dan

mengeluarkan informasi.

3. Pers juga harus bebas mengeluarkan apa yang harus diketahui oleh umum,

sehingga masyarakat dapat menghargai apa yang seharusnya mereka dapat

dari pers.

2 Wisnu B. Widjadjanto, “Hak Mengetahui Sebagai Wujud Kebebasan Pers di AS”, KWA

(Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992). h. 55-70. 3 “Hutchkins Commission (1947) Recommendations”, diakses pada 14 April 2011 pk.

19:43, dari http://www.cci.utk.edu/~bowles/Hutchkinss-recommendations.html.

Page 29: Rifqi Achmad Sazali.pdf

18

Rekomendasi Komisi Hutchkins yang tertera di atas memang tidak secara

tegas dan resmi didefinisikan untuk kalangan tertentu, namun tulisan tersebut

memberikan acuan terhadap etika kebebasan pers di AS.4 Kebebasan pers di AS

merupakan kebebasan yang tidak dapat dihalangi oleh kepentingan kalangan

seperti pemerintah, kelompok masyarakat, pemilik modal, dan pers itu sendiri.

Media massa AS merupakan cerminan kompleks dalam perannya sebagai

wadah kebebasan berekspresi, yakni media yang terdapat organisasi perusahaan

pada tiap masing-masingnya sangat berperan untuk mengatur netralitas yang

dimilikinya.5 Namun, dengan ciri yang kompleks tersebut, terdapat benang merah

yang mencirikan suatu ikatan media massa di AS. Benang merah ini terdiri dari

empat ciri umum6, yaitu: Pertama, media massa AS merupakan sebuah bisnis

yang industrinya dimaksudkan untuk mencari laba dan keuangan secara sehat agar

dapat tetap bertahan. Hal ini tentu akan terjadi pada seluruh media yang ada di

AS karena tidak ada subsidi dari pemerintah terhadap operasional dan redaksional

media massa. Keuntungan media massa AS hanya berpaku pada iklan sebagai

pendapatan utamanya serta dari penjualan surat kabar media itu sendiri. Di AS,

media massa sangat menjamur sehingga menimbulkan persaingan antarmedia dan

sulitnya bagi media untuk mendapatkan iklan. Mengingat media massa di AS

terdapat sistem terbuka maka tak disangkal banyak juga media AS yang

menggeluti berita sensasional.

Ke dua, pers AS merasa dirinya sebagai kepercayaan masyarakat untuk

menjaga jalannya pemerintahan, sehingga peran media massa ditempatkan ke

dalam lembaga keempat setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ke tiga,

4 Widjadjanto, “Hak Mengetahui Sebagai Wujud Kebebasan Pers di AS”, h. 68

5 Ibid., h. 70-73.

6 Jurnal Studi Amerika, Vol. VI Januari-Juli 2000, PKWA-UI Jakarta, h. 67-68.

Page 30: Rifqi Achmad Sazali.pdf

19

industri berita media massa pada umumnya tidak diatur secara resmi, tetapi

terdapat persamaan nilai dan praktik yang menekankan pada pelayanan

masyarakat. Peliputan dan publikasi berita tidak memihak pada satu opini dan

adanya “check and balance” terhadap akses jurnalistik. Ke empat, tidak ada

definisi baku tentang berita yang sifatnya universal diterima di mata masyarakat

AS. Dengan empat ciri umum seperti di atas, maka media massa di AS memiliki

fungsi sebagai penyambung lidah dan wadah bagi masyarakat tanpa ada intervensi

dalam mengungkapkan pendapatnya.

Pada dasarnya, masyarakat AS dapat menilai suatu fenomena yang terjadi

tergantung publikasi berita.7 Hal ini terjadi karena media sering memberikan

pandangan dan cara berpikir yang umumnya dapat diterima oleh masyarakat

biasa. Hal ini juga dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat di AS yang percaya

dengan kebebasan berpendapat serta independensi media massa yang begitu

mutlak sehingga menganggap media sebagai sebuah wadah aspirasi baginya.8

Masyarakat AS secara umum mampu menggantungkan pandangannya pada media

massa melalui pandangan berita yang dipaparkan oleh pemberitaan media massa.9

Dalam hal ini juga menjelaskan bahwa media yang terpengaruh dari suatu aktor

yang memfokuskan berita dalam satu pandangan, maka akan terjadi juga pengaruh

serta keseragaman pandangan antara media dan masyarakat.

Berkaitan dengan keseragaman pandangan melalui media massa, hal ini

dapat dilihat dari keadaan yang terjadi di AS pada massa implementasi kebijakan

invasi AS ke Irak 2003. Keseragaman pandangan mengenai suatu isu dapat

dilihat juga pada mainstream media (media utama) yang dapat mengambil peran

7 Graber, Mass Media & American Politics, h. 3.

8 Ibid., h. 5.

9 Ibid., h. 7.

Page 31: Rifqi Achmad Sazali.pdf

20

dalam membahas suatu isu menjadi menarik dan menjadi isu sentral yang dapat

mempengaruhi suatu kebijakan dan pola pikir masyarakat.10

Nama media massa

seperti Fox News Channel (FNC) muncul sebagai mainstream media yang sangat

berperan dalam memainkan isu kebijakan luar negeri invasi AS ke Irak 2003.11

Peran FNC tersebut mempengaruhi media lain dan masyarakat AS menjadi isu

sentral hingga akhirnya semakin terarah.

Fox News Channel merupakan sebuah jaringan TV kabel dan satelit yang

saluran beritanya berada di bawah naungan Fox Entertainment Group, yakni

sebuah anak perusahaan News Corporation (NC).12

FNC didirikan oleh Rupert

Murdoch sebagai pemilik atau chairman and chief executive dan Roger Ailes

sebagai Pejabat Eksekutif Tertinggi atau Chief Executive Officer (CEO).13

FNC

diluncurkan pada 7 Oktober 1996 dan berkantor pusat di New York, Amerika

Serikat, serta merupakan salah satu layanan berita yang disiarkan 24 jam dalam

tiap harinya. Saluran FNC tumbuh pada akhir 1990-an dan 2000-an hingga

menjadi jaringan TV kabel yang dominan di Amerika Serikat.

FNC merupakan media yang besar. Hal ini dapat dilihat dari kepemilikan

media massa tersebut serta dari tujuan dibangunnya FNC oleh pemiliknya pada

10

Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Jakarta: Granit, 2004),

h. 11. 11

Mainstream media atau media utama merupakan media massa yang memiliki

jangkauan sekala luas dan juga memiliki pengaruh pada tatanan masyarakat yang

mengkonsumsinya. Hal ini dapat dilihat ketika Fox News Channel muncul untuk mendukung

pemerintah Amerika Serikat hingga akhirnya dapat mempengaruhi masyarakat dalam menilai

invasi tersebut. Lihat dalam Retna Christa, “Peran News Corporation dalam Kebijakan Luar

Negeri Amerika Serikat Menginvasi Irak 2003“, diakses pada 01 November 2010 pk. 19:51, dari

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1207138150.pdf, h. 3. 12

News Corporation adalah perusahaan publik yang dipegang oleh Rupert Murdoch.

Didirikan pada tahun 1979 di Australia, perusahaan ini dipindahkan ke Amerika Serikat pada

tahun 1980. 13

Lawrie Mifflin “At the new Fox News Channel”, artikel ini diakses pada tanggal 30

April 2011 pk. 20:13, dari http://www.nytimes.com/1996/10/07/business/at-the-new-fox-news-

channel-the-buzzword-is-fairness-separating-news-from-bias.html.

Page 32: Rifqi Achmad Sazali.pdf

21

saat pertama kali diluncurkan. Rupert Murdoch membangun FNC untuk bersaing

langsung dengan media massa ternama seperti Columbia Broadcasting System

(CBS), National Broadcasting Company (NBC), dan American Broadcasting

Company (ABC) serta Cables News Network (CNN) pada tingkat internasional.14

Jaringan FNC menawarkan delapan belas jam pada hari kerja, mencakup

berita di seluruh dunia, serta politik, bisnis, dan berita hiburan.15

FNC memiliki

28 acara TV yang diunggulkan dalam tiap penyiarannya. Seluruh acaranya

disiarkan ke seluruh dunia dalam bobot yang sama, yakni siaran yang ditampilkan

di negara lain berdasarkan apa yang disiarkan di AS. Hal ini dapat dilihat di 62

negara jangkauan FNC.

Bagan A.1 Acara TV Unggulan dan Jangkauan FNC

Acara TV Jangkauan

Fox & Friends

America's Election Headquarters

America's Newsroom

Happening Now

The Live Desk

Studio B

Your World

Special Report with Brit Hume

The Fox Report

The O'Reilly Factor

Hannity & Colmes

On the Record

Red Eye w/ Greg Gutfeld

The Journal Editorial Report

Fox & Friends Weekend

The Cost of Freedom

Fox News Live Weekend

Weekend Live

The Beltway Boys

Fox News Watch

Huckabee

Argentina

Australia

Bahama

Bahrain

Barbados

Belize

Bermuda

Kamboja

Kepulauan Cayman

Cile

Kolombia

Kosta Rika

Republik Dominika

Finlandia

Yunani

Grenada

Guam

Guatemala

Hong Kong

Islandia

Indonesia

Malaysia

Maladewa

Meksiko

Belanda

Selandia Baru

Nigeria

Norwegia

Pakistan

Palau

Panama

Peru

Papua Nugini

Filipina

Portugal

Rusia

Arab Saudi

Singapura

Saint Kitts

Saint Lucia

Saint Vincent

Spanyol

14

Robert Lenzner dan Globe Staff, “Murdoch, Partner Plan 4th Network”, diakses pada

03 April 2011 pk 20:21, dari http://nl.newsbank.com/nl-search/we/archives. 15

“Fox News Channel”, diakses pada 06 April 2011 pk. 20:43 ,, dari

http://www.newscorp.com/management/foxnewschannel.html,

Page 33: Rifqi Achmad Sazali.pdf

22

Fox News Sunday

Geraldo At Large

War Stories

Hannity's America

Irlandia

Israel

Italia

Jamaika

Kazakhstan

Kyrgyzstan

Lebanon

Macau

Slovenia

Swedia

Thailand

Trinidad & Tobago

Tonga

Uni Emirat Arab

Britania Raya

Venezuela

Sumber: http://foxnews.com, (data diolah oleh penulis)

Dalam pemberitaannya, pada dasarnya FNC dibuat secara independen dan

tidak dipengaruhi oleh satu sama lain serta menolak segala publikasi berita yang

bias.16

Namun, FNC disebut sebagai media pendukung pemerintah dari Partai

Republik.17

Hal ini diungkapkan oleh publik AS sendiri, bahkan publik dan

media dari negara lain seperti dari Inggris yang menganggap, bahwa berita-berita

yang dipublikasikan FNC sering mempromosikan kebijakan dari partai politik

yang neokonservatif. Selain itu, bahkan lembaga survei media Pew Research

Center (PRC) di AS, menyebutkan bahwa FNC merupakan jaringan yang paling

sering mendukung pemerintah AS di bawah kepemimpinan Partai Republik.18

16

Mark Memmott, “Fox news, people say allegations of bias unfounded” diakses pada 01

April 2011 pk. 20:41, dari http://www.webcitation.org/5uRTx6pMd. 17

Julia Day, “Murdoch praises Blair's 'courage'”, artikel ini diterbitkan oleh Surat Kabar

Guardian pada 12 Februari 2003 dan diakses pada 16 April 2011 pk. 21:08, dari

http://www.guardian.co.uk/politics/2003/feb/12/uk.iraqandthemedia. Dalam artikel tersebut

dijelaskan bahwa FNC (pembawa acara dan pemiliknya) adalah konservatif, terbukti dukungan

yang dilakukan oleh Murdoch ketika adanya eskalasi isu penyerangan AS ke Irak atas isu

terorisme melalui pernyataannya "We can't back down now – I think Bush is acting very morally,

very correctly". Dalam artikel tersebut juga dijelaskan bahwa niat Blair semakin kuat untuk

mendukung invasi karena statement Murdoch dianggap sebagai sebuah dorongan bahwa kebijakan

pemerintah untuk melakukan invasi adalah sebuah tindakan yang sangat bermoral. Lihat juga

artikel yang ditulis oleh Eric Alterman, “Fox Outfoxes Itself”, yang diakses dari

http://www.americanprogress.org/issues/2004/07/b122948.html. Dalam tulisan tersebut

menjelaskan bahwa pemilik Fox News Channel adalah seorang neokonservatif yang mendukung

Bush untuk menginvasi Irak. Tulisan ini juga telah disinggung pada artikel yang ditulis oleh Eric

Pfeiffer “Watching Robert Greenwald's "Outfoxed" with a MoveOn.org crowd at the Peace

House”, diakses dari http://www.weeklystandard.com/Content/Publik/Articles/wcb.asp. 18

“Summary of Findings: Fox News Viewed as Most Ideological Network” diakses pada

19 April 2011 pk. 21:55, dari http://people-press.org/2009/10/29/fox-news-viewed-as-most-

ideological-network/.

Page 34: Rifqi Achmad Sazali.pdf

23

Bagan A.2 Pandangan Publik Terhadap Jaringan yang Berideologi

Sumber: www.people-press.org

Ungkapan dan survei seperti di atas memberikan gambaran, bahwa

pandangan publik terhadap FNC telah banyak dipengaruhi oleh berita yang

dipublikasikannya. Hal ini dilatarbelakangi oleh kepemilikan FNC yang juga

mempengaruhi berita yang dipublikasikannya sehingga berujung pada penilaian

tersebut. Rupert Murdoch sebagai pemilik News Corps sangat berperan dalam

menentukan berita yang akan ditampilkan oleh FNC serta media lain miliknya.19

Murdoch terkenal sebagai tokoh neokonservatif, sehingga serangkaian

berita yang disajikan tidak lain adalah berisi tentang dukungan kebijakan invasi

AS ke Irak 2003. Hal ini dibuktikan dengan publikasi berita dari media cetak

19

Rupert Murdoch disebut sebagai orang yang berperan penuh dalam membuat dan

mempublikasikan berita, seperti halnya yang dilakukan pada masa kampanye di AS tahun 2004.

Lihat dalam Jacques Steinberg dan David Carr, “The 2004 Campaign: The News Media; Murdoch

Is Said to Be Source of Post's Gephardt 'Exclusive'” diakses pada 17 April 2011 pk. 21:50, dari

http://www.nytimes.com/2004/07/09/national/09post.html. Dalam tulisan tersebut, Murdoch

sangat berperan dalam mengendalikan edit berita yang dipublikasikan pada 09 Juli 2004. Dalam

tulisan tersebut juga menyebutkan tuntutan jurnalis NY Post mengenai anonimitas terhadap editor

senior karena khawatir berita yang mereka publikasikan akan menjadi bias dan mereka akan

kehilangan pekerjaan.

Page 35: Rifqi Achmad Sazali.pdf

24

miliknya yang juga membahas dan mendukung invasi Irak, seperti pengumpulan

empat puluh tanda tangan penulis opini majalah tersebut yang dilakukan William

Bill Kristol (editor majalah The Weekly Standard) untuk mendukung keterlibatan

militer dalam invasi tersebut.20

Selain Murdoch yang berperan dalam pemberitaan FNC, Ailes sebagai

CEO tentu dapat memberikan instruksi kemana arah pemberitaan FNC akan

dibawa.21

Secara historis, Ailes pernah menjabat sebagai konsultan politik bagi

kandidat dari Partai Republik dari tahun 1960-an, dan 80-an. Pertama kali ia

berperan dalam Partai Republik adalah sebagai penasihat kampanye Richard

Nixon untuk media pada tahun 1968. Kemudian ia menjadi seorang konsultan

kampanye untuk Presiden Ronald Reagan pada kampanye akhir 1984. Pada tahun

1987 dan 1988, Ailes menjadi penasihat George H. Bush dalam pemilihan

presiden di AS.

Dengan melihat alasan didirikannya FNC, serta melihat latar belakang

Murdoch dan Ailes, maka terlihat gambaran serta indikasi bahwa media tersebut

memang mengacu pada segala kebijakan pemerintah dari Partai Republik.

B. FNC Dalam Persaingan Antarmedia Massa di Amerika Serikat

Media massa di AS merupakan industri media atau media industry yang

sistem operasinya berunsur kapital.22

Aspek bisnis diperhatikan bahwa pemilik

20

Jumlah 40 tanda tangan tersebut merupakan data yang dapat diferivikasi dan dijadikan

acuan untuk bukti dukungan opini publik terhadap invasi. Lihat dalam Christa, “Peran News

Corporation“, h. 9. 21

Seth Ackerman, “Fox News Channel's extraordinary right-wing tilt”, diakses pada 26

April 2011 pk. 22:06, dari http://www.fair.org/index.php?page=1067. 22

Media massa mau tidak mau harus memikirkan pasar demi memperoleh keuntungan,

baik dari penjualan maupun iklan. Dalam menyajikan peristiwa, pengaruh modal media massa

akan lebih memperhatikan kepuasan masyarakat (pelanggan dan pengiklan) sebagai pasar mereka

dalam mengkonsumsi berita-berita. Lihat dalam Hamad, “Konstruksi Realitas Politik”, h. 10.

Page 36: Rifqi Achmad Sazali.pdf

25

dan pengelola bercampur antara komersialisme dan idealisme dalam media massa.

Hal ini menjelaskan, bahwa media massa AS merupakan sebuah bisnis yang

industrinya dimaksudkan untuk mencari laba dan keuangan, mengingat tidak ada

subsidi dari pemerintah AS terhadap operasional dan redaksional media massa.

Media massa AS hanya berpaku keuntungan pada iklan sebagai pendapatan

utamanya serta dari penjualan surat kabar media itu sendiri (bagi perusahaan

media yang memiliki media cetak).

Media massa AS yang berunsur kapital semakin diperkuat dengan

Undang-Undang Komunikasi yang mengatur tentang penyelenggaraan jaringan

informasi untuk digunakan dalam rangka penyebaran informasi.23

Federal

Communication Center (FCC) memperbaharui UU Telekomunikasi tahun 1934

untuk mempromosikan daya saing dan mengamankan media dari harga jual yang

rendah serta meningkatkan pelayanan yang berkualitas tinggi untuk konsumen

telekomunikasi Amerika. UU tersebut dikeluarkan pada tahun 1996 yang

diekspektasikan kepada kekuatan ekonomi pemilik modal yang dapat memainkan

sahamnya untuk membangun media massa yang sesuai dengan UU

Telekomunikasi tersebut. Adapun jaringan informasi yang ada dalam UU tersebut

adalah:

1. Dibangunnya perusahaan komunikasi telepon (bell operating companies)

23

UU Komunikasi tahun 1996 mendorong penyebaran teknologi telekomunikasi secara

cepat dengan teknologi baru, yakni penggunaan layanan TV kabel (satelit) dan internet melalui

perusahaan yang bersaing pada tatanan tersebut. Lihat dalam “Information Technology (IT)”,

diakses pada 04 Maret 2011 pk. 22:15, dari http://www.fcc.gov/Reports/tcom1996.pdf. Dari daya

saing tersebut memicu perusahaan media untuk membangun media yang sesuai konsep dengan UU

Telekomunikasi tersebut. Dibangunnya FNC oleh NC merupakan implikasi dari UU

Telekomunikasi tahun „96. Persaingan dan kepemilikan media secara perorangan juga dibahas

dalam Goodman dan Goodman, “Perang Demi Uang”, h. 195. Dalam tulisannya Goodman

menjelaskan bahwa UU kepemilikan media massa tahun 1996 ini memudahkan bagi investor

untuk membeli, memiliki bahkan membangun media massa di AS. Hal ini juga berimplikasi pada

semakin banyaknya media yang terhimpun dalam satu perusahaan media besar.

Page 37: Rifqi Achmad Sazali.pdf

26

2. Adanya lembaga penyiaran (broadcasting service)

3. Tersedianya jaringan telekomunikasi kabel (cable service). Bagian ini

merujuk pada no. 1, yakni telekomunikasi kabel ditanggung oleh

perusahaan yang membangun jaringan telekomunikasi telepon.

UU Komunikasi AS yang dikeluarkan tahun 1996 berimplikasi pada

munculnya media FNC yang sesuai dengan tiga poin di atas tersebut. Setelah

dikeluarkan UU Telekomunikasi tahun 1996 yang berimplikasi munculnya media

massa baru seperti FNC, UU tersebut juga diperkuat dengan peraturan dari FCC

yang dikeluarkan pada tahun 2003. Michael Powell sebagai ketua FCC

mengalihkan media massa kecil atau media massa besar sekalipun agar masuk ke

dalam satu kepemilikan melalui penjualan sahamnya.24

Pengalihan tersebut

seperti halnya pembaharuan UU Telekomunikasi tahun 1996 yang ditujukan agar

media yang terbentur masalah finansial dapat masuk ke dalam satu perusahaan

media yang memiliki modal banyak.

Masuknya Clear Channel merupakan implikasi yang nyata dari peraturan

yang dikeluarkan FCC tahun 2003 tersebut.25

Clear Channel masuk menjadi

bagian dari News Corporations yang jelas pada saat itu dinilai sebagai perusahaan

media pendukung invasi AS ke Irak. Masuknya Clear Channel tersebut dapat

dijadikan corong oleh News Corporations.

Dalam pola penggunaan media di AS, media elektronik seperti TV,

internet dan radio serta media cetak seperti surat kabar dan majalah merupakan

24

Eric Alterman, “Media Concentration: the Repudiation of Michael Powell” diakses

pada 13 Februari 2011 pk. 22:30, dari http://americanprogress.org/issues/2004/07/b108399.html. 25

Goodman dan Goodman, Perang Demi Uang, h. 195-197.

Page 38: Rifqi Achmad Sazali.pdf

27

publikasi utama yang digunakan oleh masyarakat AS.26

Hal ini terjadi karena

masyarakat AS menganggap media-media tersebut dapat menceritakan pesan

secara detail dan konteks yang penuh serta sesuai dengan yang dibutuhkan dengan

masyarakat, seperti halnya sebuah perang yang lebih pantas diberitakan melalui

media elektronik tersebut. Namun, dengan banyaknya media elektronik seperti

yang disebut di atas, TV merupakan media elektronik yang paling banyak

dikonsumsi oleh warga di AS dibanding media lainnya.27

Hal ini dapat dilihat

pada konsumsi masyarakat AS yang menggunakan jaringan televisi sebagai media

utama dalam mendapatkan berita.

Bagan B.1. Konsumsi Berita Televisi: 2000

Media Persentase

Televisi Lokal 56%

Nightly Network News 30%

CNN 21%

Fox News Cable 17%

CNBC 13%

MNSBC 11%

ABC 4%

Sumber: Graber (13 Juni 2000). Adaptasi dari Pew Research Centrer for People

and the Press, “Television Sapping Broadcast News Audience,”

http://www.peoplepress.org (data diolah oleh penulis)

Pada tahun 2003, media massa elektronik di AS bersaing untuk dapat

menampilkan berita yang baik dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh

masyarakat.28

Media-media tersebut terhimpun oleh enam perusahaan media

massa raksasa yang masing-masing dari perusahaan memiliki media elektronik

yang diandalkan. Hal ini membuktikan adanya persaingan ketat antarmedia massa

di AS.

26

Ibid., h. 4. 27

Graber, “Television Sapping Broadcast News Audience,” diakses pada 14 Februari

2011 pkl. 15:30, dari http://www.peoplepress.org 28

Goodman dan Goodman, Perang Demi Uang, h. 104.

Page 39: Rifqi Achmad Sazali.pdf

28

Bagan B.2. Enam Perusahaan Media dan Media Utamanya

No. Perusahaan Media Massa

1. News Corporations FNC, HarperCollins, New York Post, Direct

TV, Sun, dan 33 stasiun televisi lainnya

2. General Electric NBC, CNBC, MSNBC, Telemundo, Bravo,

dan 13 stasiun televisi lainnya.

3. Time Warner AOL, CNN, Warner Bros., Time dan 130

surat kabar dan majalah

4. Disney ABC, Disney Channel, ESPN, 10 stasiun

televisi dan 29 radio, dan Hyperion

5. Viacom

CBS, MTV, Nickelodeon, Paramount

Pictures, Simon & Schuster, dan 185 stasiun

radio

6. Bertelsmann

Random House dan lebih dari seratus

cabangnya, dan Gruner + Jahr dan 80

majalahnya

Sumber: Amy Goodman dan David Goodman, “Perang Demi Uang”,

2005. (data diolah oleh penulis)

Pada Perang Irak 2003, media yang paling menonjol adalah FNC. Hal ini

terjadi karena pada masa tersebut, FNC memberikan pandangan yang berbeda dari

media massa lainnya. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan naiknya rating FNC

pada puncak klasemen tertinggi dibanding media massa lain yang di luar

kepemilikan Murdoch.29

Selain itu majalah Guardian juga menyebutkan, bahwa

FNC mengalahkan rival utamanya CNN dan MSNBC.30

29

Murdoch mengungkapkan kebanggaan atas naiknya keuntungan media News

Corporation melalui rating FNC yang mengalahkan saingan terberatnya (CNN). Menurutnya,

naiknya rating tersebut bukan hanya karena berita real time, namun dengan membuat agenda

setting tentang invasi Irak yang lebih besar, sehingga perhatian publik semakin besar dan

terfokuskan pada berita tentang invasi. “Chairman Speech to Shareholders News Corporation

Limited Annual Meeting”, diakses pada 14 Februari 2011 pkl. 01:11, dari http://www.newscorp.com/news.

30 Jason Deans, “Fox challenges CNN's US ratings dominance”, diakses pada 14 Februari

2011 pk. 05:38, dari http://www.guardian.co.uk/media/2003/mar/27/tvnews.iraqandthemedia.

Page 40: Rifqi Achmad Sazali.pdf

29

Bagan B.3. Rating Media AS Tahun 2003 Menurut Guardian

(CNN, FNC dan MSNBC)

Sumber: “Fox challenges CNN's US ratings dominance”

http://www.guardian.co.uk

Tingginya rating di atas terjadi karena FNC merupakan media yang

beritanya sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat, yakni berita tentang

invasi.31

Sejak adanya isu akan dilakukannya invasi oleh AS, FNC dan CNN

menunjukan adanya persaingan dua media besar, sebagian besar masing-masing

beritanya berisi tentang kebijakan invasi AS ke Irak.32

Dalam persaingan tersebut,

kegiatan jurnalistik yang dilakukan CNN tentang invasi dilakukan lebih mengarah

kepada upaya untuk menjaga eksistensinya dalam fenomena internasional dan

perang. CNN juga terkesan ingin mengulang kejayaannya menjadi trend setter

dan mainstream media, baik di AS maupun di seluruh dunia dengan menampilkan

berita perang langsung dari lokasi.33

Seperti pada Perang AS dan Irak tahun 1991

serta Perang Serbia-Kosovo 1999, CNN hadir sebagai pemasok utama berita

internasional.

31

Murdoch, “Chairman Speech to Shareholders” 32

Gustiana, “Peranan Media Massa”, h. 86. 33

Ibid., h. 87.

CNN FNC MSNBC

rating 39.30% 65.10% 37.90%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

Page 41: Rifqi Achmad Sazali.pdf

30

Selain dua media di atas, CBS, ABC, dan NBC diposisikan sebagai media

pelengkap yang intensitas beritanya tidak terlalu menekankan tentang invasi AS

ke Irak 2003.34

Dengan demikian, FNC yang beritanya lebih eksposif terhadap

perang, dapat dijadikan sorotan utama publik AS dibanding CNN yang lebih

menjaga eksistensinya saja serta CBS, ABC, dan NBC yang hanya sebagai media

alternatif setelah dua media tersebut.

Dengan besarnya persaingan antarmedia massa di atas mengenai invasi,

maka berpengaruh juga terhadap masyarakat AS sehingga berimplikasi pada

pandangan tentang invasi menjadi positif. Hal ini dapat dilihat dengan naiknya

opini publik yang terangkum dalam Gallup Polling pada Maret 2003.35

Bagan B.4. Dukungan Publik AS Terhadap Invasi Irak

Sumber: “Seventy-Two Percent of Americans Support War Against Iraq”

Gallup Polling tahun 2003.

34

“Fox and Big Media”, diakses pada 14 Februari 2011 pk. 06:03 , dari

http://www.americanprogress.org/issues/2004/07/b122990.html. 35

“Seventy-Two Percent of Americans Support War Against Iraq”, diakses pada 26 April

2011 pk. 06:21 ,, dari http://www.gallup.com/poll/8038/SeventyTwo-Percent-Americans-Support-

War-Against-Iraq.aspx.

Page 42: Rifqi Achmad Sazali.pdf

31

C. Peliputan Perang Irak

Perang merupakan sebuah fenomena yang menarik seperti halnya sebuah

kegiatan yang patut disimak oleh masyarakat melalui media massa yang

meliputnya.36

Hal di atas dapat diistilahkan sebagai bad news is good news for

mass media yang dimaknai bahwa berita buruk seperti perang sekalipun dapat

dijadikan suatu tayangan menarik.

Dengan keadaan seperti di atas, maka dapat dilihat bahwa media dapat

mengambil peran dalam pelaporkan hasil investigasinya di lapangan. Peran media

tersebut berupa pengaruh terhadap masyarakat yang dapat menilai suatu fenomena

yang dipublikasikan oleh media berupa opini publik.37

Namun, opini publik

tersebut tidak terbatas pada penilaian masyarakat terhadap suatu fenomena,

terkumpulnya pandangan individu dalam menilai juga dapat dijadikan bukti atau

data yang kuat oleh kelompok tertentu termasuk pemerintah.

Dalam Perang Irak 2003, ada upaya oleh media yang menginvestigasi

jalannya perang untuk mempengaruhi masyarakat dalam membentuk pola pikir

masyarakat. Hal ini ditujukan untuk membentuk penilaian positif terhadap

seberapa pantasnya invasi tersebut sesuai dengan pandangan media. Namun,

upaya yang dimaksud dapat terbentuk secara alamiah yang sendirinya dilakukan

media melalui kondisi di medan perang. Seperti yang telah dijelaskan oleh

Chomsky di atas tentang pengaruh media dalam membentuk opini publik, maka

investigasi yang dilakukan oleh media dalam perang Irak tersebut juga sedikit

36

Lukas S. Ispandriano dkk, Media-Militer-Politik: Crisis Communication, (Yogyakarta:

Galang, 2002), h 161-162. 37

Opini publik merupakan sebuah hasil opini individu-individu yang terikat dalam suatu

kelompok kesepakatan yang diwakili oleh lembaga atau kelompok yang sesuai dengan norma yang

berlaku pada suatu tatanan tertentu dan wilayah terhadap suatu masalah yang kontroversial. Lihat

dalam Noam Chomsky, Politik Kuasa Media, terj., (Jakarta: Pinus Book Publisher, 2006), h. 51.

Page 43: Rifqi Achmad Sazali.pdf

32

banyak mempengaruhi masyarakat internasional khususnya masyarakat AS dalam

menilai jalannya perang. Hal ini dapat dilihat dari peliputan yang dilakukan

media massa khususnya media AS.

Dalam peliputan saat Perang Irak berlangsung, pemerintah AS

memberlakukan embedded journalism terhadap media massa.38

Pemberlakuan

tersebut dilakukan terhadap seluruh jurnalis yang akan meliput invasi di Irak.

Terdapat enam ratus jurnalis yang mengikutsertakan dirinya bersama tentara

untuk meliput dan mempublikasikan perang secara langsung. Sebagian besar

jurnalis yang tergabung dalam operasi militer tersebut adalah dari media Barat

sebanyak 90% dari jumlah keseluruhan.39

Hal ini menurut Victoria Clarke, juru-

bicara Pentagon, merupakan suatu hal yang efektif guna melindungi jurnalis yang

akan menampilkan perang yang dimotori oleh AS.40

Perlindungan ini juga

dilakukan agar jurnalis yang ikut serta dalam aksi militer AS dan koalisi tidak

dapat diserang oleh pihak lawan yang menganggap jurnalis sebagai musuh atau

menjadi sasaran tembak oleh lawan.

Pemberlakuan embedded journalism yang diberlakukan oleh pemerintah

AS terhadap jurnalis dalam medan perang, menurut Goodman dan Goodman

justru menimbulkan:41

Pertama, keterbatasan jurnalis untuk meliput Perang Irak

dan sensor laporan berita. Hal ini terjadi karena jurnalis mau tidak mau juga

membawa berita yang akan dipublikasikan merupakan berdasarkan dari satu

pandangan karena pers yang meliput akan mengikutsertakan dirinya pada operasi

38

Embedded journalism adalah wartawan yang mengikut sertakan diri mereka ke unit

militer. Lihat dalam Andrew M. Lindner, “Controlling The Media in Iraq”, diakses pada 23 Mei

2011 pk. 07:12, dari http://www.sociology.psu.edu/Control%20media.pdf. 39

Ibid. 40

Chantal Escoto “Military, Media Benefit from „Embed‟”, The Leaf-Chronicle, 22 Juni

2003, diakses 09 Januari 2011 pk. 20:07, dari http://www.theleafchronicle.com. 41

Goodman dan Goodman, “Perang Demi Uang”, h. 215-216.

Page 44: Rifqi Achmad Sazali.pdf

33

militer AS dan sekutu yang sedang bertugas. Hal ini juga sesuai dengan

pandangan Dimitrova bahwa pemberlakuan embedded journalism akan terdapat

komitmen yang terbangun secara alamiah dalam kondisi tertentu, yakni

dibangunnya rasa saling percaya antara jurnalis dengan pihak militer sehingga

semakin mudah untuk bekerja sama.42

Ke dua, keterbatasan waktu dan ruang untuk meliput. Hal ini berujung

pada redaksi yang harus mempertimbangkan penyiarannya karena pembatasan

waktu di medan perang berujung pada agenda setting. Artinya adalah

keterbatasan tersebut mendorong redaktur untuk menyediakan berita hasil liputan

meskipun berita tersebut tidak sesuai dengan standar penyiaran. Hal ini

didasarkan karena seluruh media massa yang ada memiliki core interest yang

berbeda-beda sehingga layak atau tidaknya suatu liputan yang akan dipublikasikan

tergantung persepsi media tersebut. Selain itu, pembatasan tempat juga merujuk

pada seluruh latar belakang peliputan sesungguhnya telah diatur sebelumnya oleh

tentara yang diikutinya. Ke tiga, dari dua keterbatasan tersebut, maka jurnalis

dibawa untuk sering bertindak tidak sesuai dengan independensi jurnalistik, hal

ini sesuai Rekomendasi Hucthkins yang menunjukan bahwa jurnalis seharusnya

bebas meliput dan menyampaikan hasil liputannya serta tidak dalam kontrol pihak

manapun.43

Dalam melakukan operasinya, jurnalis dalam perang Irak juga mendapat

tekanan dari militer AS, tekanan ini dilakukan terhadap jurnalis yang tidak berada

dalam kontrol militer seperti halnya jurnalis yang melakukan embedded

journalism. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kejadian yang dialami oleh jurnalis

42

Daniel Dimitrova, The Immediate News Framing of Gulf War II, dalam Television

Coverage of the Iraq War, h. 25-29. 43

“Hutchkinss Commission (1947) Recommendations”

Page 45: Rifqi Achmad Sazali.pdf

34

internasional di medan perang seperti penembakan bahkan pengeboman terhadap

tempat para jurnalis bermukim dan melaporkan hasil liputannya.

Penembakan tentara AS tanggal 8 April 2003 terhadap Taras Protsiu,

jurnalis Reuters dari Perancis dan Jose Couso, jurnalis Telecinco dari Spanyol di

Hotel Palestine, Baghdad, merupakan upaya AS untuk menahan arus komunikasi

dari media yang tidak menyertai militer.44

Terbunuhnya Protsiu dan Couso

merupakan upaya AS menutup informasi tentang invasi agar tidak terciptanya

opini publik yang negatif tentang invasi tersebut mengingat Perancis adalah salah

satu negara angota DK PBB yang menentang invasi.

Selain kasus di atas, upaya kontrol AS juga dilakukan terhadap media

asing dari Timur Tengah agar tidak ada media besar yang menandingi media

Barat yang notabene sebagian banyak masuk ke dalam bagian militer ketika

meliput perang. Hal ini terlihat seperti Aljazeera yang dibungkam mulai dari

sebelum hingga invasi berjalan.

Bagan C.1. Pembungkaman Aljazeera oleh AS

Perlakuan AS Terhadap Aljazeera Bulan/ Tahun

1. Seorang jurnalis Aljazeera yang meliput pertemuan antara

George W. Bush dan Fladimir Putin di Crawford, Texas,

ditangkap oleh FBI karena kartu kredit yang digunakan dituduh

berkaitan dengan Afghanistan. Jurnalis tersebut baru dibebaskan

oleh FBI setelah diakui bahwa Aljazeera dan Al-Qaeda adalah

organisasi yang berbeda.

2. Pesawat perang AS menjatuhkan dua bom masing-masing

seberat lima ratus pon di biro Aljazeera di Kabul hingga hancur.

Padahal titik kordinat telah diketahui AS yang sebelumnya telah

diinstruksikan oleh salah satu wartawan Aljazeera. Hal ini

dilakukan karena AS mengklaim bahwa kantor tersebut sebagai

fasilitas informasi Al-Qaeda.

3. Di Basra, Irak. Militer AS menjatuhkan empat bom di hotel

Sheraton. Hotel tersebut merupakan penginapan yang diketahui

AS sebagai tempat mukim satau-satunya koresponden yang

melaporkan mengenai kacaunya wilayah Basra. Kali inipun

pihak Aljazeera telah melapor ke Pentagon untuk dilindungi dan

meminta titik aman oleh tentara AS.

November 2001

08 April 2003

2003

44

Budi Setyarso, “Rudal AS Bunuh Wartawan”, Harian Tempo, edisi 09 April 2003.

Page 46: Rifqi Achmad Sazali.pdf

35

4. Seorang jurnalis Aljazeera yang melewati perbatasan Baghdad

diizinkan oleh marinir AS untuk masuk wilayah tersebut setelah

menunjukkan kartu identitas. Namun setelah berjalan beberapa

meter dari perbatasan tersebut, mobil yang ditumpangi junalis

tersebut ditembaki hingga rusak parah. Meskipun tidak

menimbulkan luka yang berarti, namun jurnalis tersebut tidak

dapat melanjutkan aksi jurnalistiknya.

5. Di Nasiriya, Irak. Seorang jurnalis Aljazeera yang menempel

pada militer AS diancam akan dubunuh oleh Pasukan

Pembebasan Irak anti-Saddam. Pasca ancaman tersebut,

Komandan Marinir menolak turut campur dan melindunginya

serta melarang jurnalis tersebut untuk tidak meliput pada saat

perang. Jurnalis yang ketakutan itupun menuruti perintahnya.

6. Dewan Pemerintahan Irak pilihan AS melarang jaringan media

massa Aljazeera dan Al-Arabiyah untuk tidak meliput berita dari

Irak selama dua pekan pada saat perang. Kedua jaringan televisi

tersebut dituduh akan membangkitkan kekerasan politik bila

berita yang disiarkan tidak sesuai dengan program penegakan

demokrasi secepatnya di Irak. Sanksi dan larangan ini adalah

pertanda buruk dari niat dewan berkenaan penegakan demokrasi

secepatnya di Irak.

04 Septermber

2003

September 2003

November 2003

Sumber: Amy Goodman dan David Goodman dan TEMPO Interaktif

(data diolah oleh penulis)

Pembungkaman di atas merupakan bukti bahwa AS memiliki upaya untuk

menciptakan dominasi arus informasi dari media Barat. Terlebih dengan adanya

anjuran untuk menerapkan embedded journalism terhadap jurnalis yang meliput

perang, sehingga tersendatnya arus informasi dari media asing yang tidak

menyertai militer AS akan memudahkan jalan bagi AS untuk menciptakan opini

publik.

Page 47: Rifqi Achmad Sazali.pdf

36

BAB III

KEBIJAKAN RESPONSIF AS TERHADAP IRAK

PASCA-TRAGEDI 9/11

Dalam bab ini akan dibahas tentang kebijakan luar negeri AS terhadap Irak

sebagai respon Pasca-Tragedi 9/11. Dengan pembahasan yang difokuskan pada

relasi antara AS dengan Irak, maka bab ini akan memberikan gambaran bahwa

kebijakan AS terhadap Irak merupakan sebuah hubungan yang patut dicermati.

Pembahasan dalam bab ini akan dibagi menjadi beberapa bagian. Dalam setiap

bagiannya memiliki alur waktu dan cerita atau masalah yang berkesinambungan

mengenai segala sesuatu yang dilakukan AS terhadap Irak. Alur waktu tersebut

dimulai dari peperangan yang dilakukan oleh Irak pada masa kepemimpinan

Saddam Hussein, sanksi-sanksi yang diberikan AS terhadap Irak pasca-perang,

sampai kepada bahaya Irak yang dianggap AS sebagai ancaman hingga akhirnya

invasi ke Irak 2003 terlaksana.

A. Munculnya Ancaman Irak Bagi AS

Dengan runtuhnya gedung WTC dan Pentagon pada tahun 2001 serta

Pasca-Invasi AS ke Afghanistan, AS menuduh Irak berdiri di balik jaringan

terorisme Al-Qaeda dan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya

Tragedi 9/11 di AS tersebut.1 Selain itu juga Irak dituduh sebagai negara yang

1 Richard M. Daulay, Amerika vs Irak, (Jakarta: Libri, 2009), h. 95

Page 48: Rifqi Achmad Sazali.pdf

37

memiliki senjata pemusnah massal yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk

menyerang AS.2

Eskalasi ancaman Irak terhadap AS sebenarnya telah dianggap penting

oleh AS sejak awal tahun 1970-an.3 Pada tahun tersebut merupakan awal mula

Irak mengembangkan ilmu dan teknologi serta membuat perhatian bahwa dengan

teknologinya, Irak mengembangkan senjata biologi dan kimia miliknya. Hal ini

merupakan bagian dari persaingan kekuatan militer terhadap Iran serta adanya

keterkaitan dalam isu konflik antara Arab dan Israel.

Pengembangan teknologi dan senjata pada masa tersebut kemudian

dibuktikan oleh Irak dalam perang terhadap Iran tahun 1980-1988. Irak

membangun reaktor nuklir Tammuz I dan Tammuz II yang pada saat

pengembangannya dibantu oleh Perancis serta menggunakan rudal yang berisikan

bahan kimia dan biologi yang digunakan pada perang hingga memakan korban

sekitar 10.000 korban dari pihak Iran.4 Di samping itu, Irak yang saat itu merasa

perlu mengembangkan senjata biologinya menganggap kawasan Teluk dan Timur

Tengah memang harus ada kekuatan penyeimbang.5 Pada saat itu negara Iran dan

Kuwait adalah sebagai ancaman bagi Irak karena besarnya persaingan eksplorasi

minyak di antara ketiganya.

2 “Iraq's WMD Programs: Culling Hard Facts from Soft Myths”, diakses pada 29 Maret

2011 pkl. 07:11, dari https://www.cia.gov/news-information/press-releases-statements/press-

release-archive-2003/pr11282003.html. 3 Harmiyati, “Dimensi Teknologi, Keamanan dan Ekonomi Dalam Invasi AS Ke Irak”,

Jurnal Paradigma Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Volulme VII,

Nomor 20, (Maret 2003), h. 30 4 Ibid., h. 31

5 Kawasan Timur Tengah terdapat berbagai kepentingan mendorong Saddam untuk

megembangkan senjata dalam rangka mempertahankan negaranya. Semua dilatarbelakangi oleh

kepentingan minyak Timur Tengah sehingga dikhawatirkan akan ada perebutan wilayah yang kaya

akan sumber minyak. Lihat dalam “Kontroversi Senjata Kimia dan Biologi Irak”, Harian Kompas

edisi 4 November 2003.

Page 49: Rifqi Achmad Sazali.pdf

38

Jenis senjata yang berhasil dikembangkan oleh Irak pada saat itu berupa

beberapa senjata yang dikategorikan dalam senjata yang paling berbahaya, yakni

gas sarin dan gas VX.6 Senjata ini baru diakui oleh Saddam Hussein pada tahun

1990 yang pada saat itu disebutnya juga akan membakar Israel dan reaktor nuklir

miliknya di Dimona, Gurun Negev, bila Israel berani menyerang Irak. Selain gas

Sarin dan gas VX di atas, Irak juga memfokuskan pengembangan senjata

biologinya dari jenis Botulinium, Aflatoksin dan Anthrax.7

Sebelum Perang Teluk II melawan Kuwait tahun 1990, untuk pertama

kalinya juga Irak mengakui, bahwa pengembangan senjata biologinya ditujukan

untuk kekuatan militernya dan sudah dalam proses produksi.8 Pengakuan tersebut

menyebutkan bahwa dimasukkannya bakteri biologi pada 166 bom dan 25 rudal

balistik tipe Al-Hussein pada perang melawan Iran tahun 1980-1988 serta

menggunakan senjata kimianya melalui Operasi Anfal ketika menghadapi suku

Kurdi pada Maret 1988.9

Untuk mengantisipasi agar Irak tidak menggunakan senjatanya yang

sangat berbahaya tersebut, maka Dewan Keamanan (DK) PBB meresolusi Irak

6 Gas Sarin dan VX merupakan senjata yang dapat menyerang sistem saraf otak, senjata

tersebut dimasukkan ke dalam rudal balistik. Lihat dalam Harmiyati, Dimensi Teknologi, h. 33 7 Botulinum adalah racun yang dikenal paling mematikan. Racun tersebut menyerang

kemampuan sistem saraf untuk melepaskan asetilkolin yang menimbulkan kelumpuhan. Satu gram

kristal toksin, bisa membunuh 1 juta orang; Aflatoksin merupakan racun yang dihasilkan oleh

jamur Aspergillus flavus yang tumbuh pada kacang tanah, jagung, dan tumbuhan organik lainnya.

Racun ini menyebabkan penyakit hati dalam manusia. Racun ini digunakan sebagai senjata dalam

peperangan hayati; Anthraks adalah penyakit yang disebabkan bakteri yang disebarkan melalui

bahan organik yang dimakan oleh hewan ternak yang kemudian dikonsumsi oleh manusia.

Anthraks juga menimbulkan penghancuran sel dan menolak system kekebalan tubuh manusia.

Lihat dalam “Weapon Mass Destruction (WMD)”, dikutip pada 22 Maret 2011 pkl. 21:310 dari

http://www.globalsecurity.org/cgi-bin/texis.cgi. 8 “Kontroversi Senjata Kimia dan Biologi Irak”, Harian Kompas edisi 04 November

2003. 9 Choirul, “Perintahkan Pembunuhan Suku Kurdi”, diakses pada 18 April 2011 pkl. 19:

08, dari http://tempointeraktifinternasional.com.

Page 50: Rifqi Achmad Sazali.pdf

39

No. 661 pada 6 Agustus 1990.10

Resolusi tersebut berisikan agar Irak

mengembalikan kedaulatan Kuwait seutuhnya dengan meninggalkan dan tidak

menyerang, dan larangan transaksi ekonomi terhadap negara-negara lain terutama

dalam hal ekspor minyak.

Selain itu, pada tanggal 3 April 1992 DK PBB juga meresolusi kembali

No. 687 yang ditujukan untuk melucuti senjata kimia, senjata biologi, dan senjata

balistik serta dikirimnya IAEA untuk memonitoring pelaksanaan dari pelucutan.11

Dalam hajat penghancuran tersebut, antara pihak inspeksi PBB dan pihak Irak

sendiri melakukan kesalahan yang cukup fatal. Irak berusaha menyembunyikan

kekuatan senjata pemusnah massalnya dengan melakukan penghancuran sepihak

tanpa kontrol dari tim inspeksi PBB.12

Selain itu, Tim Inspeksi PBB juga

diketahui terlibat dengan mata-mata di Irak untuk kepentingan Central

Intelligence Agency (CIA) dan Mossad yang jelas-jelas bukan bagian dari PBB.

Pada 8 November 2002, PBB mengeluarkan Resolusi No. 1441.13

Resolusi ini bertujuan untuk menghancurkan senjata pemusnah massal miliknya

yang ditandai dengan kembalinya tim inspeksi PBB ke Irak. Hal ini didukung oleh

Inggris yang membenarkan tuduhan AS terhadap Irak yang tiada hentinya

10

Dengan meninggalkan Kuwait, Irak otomatis tidak akan menyerang Kuwait. Sanksi

ekonomi ini juga dimaksudkan agar militer Irak melemah akibat menurunnya kekuatan ekonomi

yang berimbas pada pengembangan program militernya. Selain itu, untuk mengganggu stabilitas

politik pemerintahan, mengakhiri penyebaran senjata nuklir, dan mendapatkan konpensasi dari

Irak terhadap negara lain. Lihat dalam Yusron Bahauddin Ambarry, “Penerapan Sanksi Ekonomi

PBB Terhadap Irak dan Faktor Kegagalannya”, (Tesis Jurusan Hubungan Internasional Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia 2002), h. 19-23. 11

“UN Security Council Resolution 687, 707 and 715 and their implications for the

termination all activities of nuclear proliferation-prone-And the law of the technical assessment”,

diakses pada 13 April 2011 pkl. 18:41, dari http://nuclearweaponarchive.org/Iraq/andre/ISR.I-96-

06.pdf. 12

Nanang Pamuji, “Dilema Barat Terhadap Irak”, Harian Suara Pembaruan, edisi 13

Maret 2002. 13

“Resolution 1441 (2002)” Adopted by the Security Council at its 4644th meeting, on

08 November 2002, diakses pada tanggal 09 Januari 2011 pkl. 20:58, dari

http://www.un.org/Depts/unmovic/new/documents/resolutions/s-res-1441.pdf.

Page 51: Rifqi Achmad Sazali.pdf

40

didengungkan.14

Dukungan tersebut dilakukan Inggris dengan menyatakan secara

tegas bahwa masalah senjata pemusnah massal Irak, Saddam Hussein dan

rezimnya merupakan ancaman bagi ketenteraman dunia. Dalam dukungannya

juga, pemerintah Inggris mendapatkan protes dari rakyatnya sendiri atas dukungan

terhadap AS tersebut.15

Tony Blair sebagai Perdana Menteri disebut oleh

demonstran bahwa Blair hanya ingin menguasai ladang minyak dan invasi yang

dilakukan AS tidak seharusnya didukung oleh Inggris karena dianggap akan

melukai orang-orang yang tidak berdosa. Meskipun demikian, pemerintah Inggris

tetap mendukung invasi tersebut.16

Hubungan Inggris yang pro-AS tersebut sebenarnya dapat dilihat melalui

sejarah antara 1945 dan tahun-tahun 1960-an. Sebagian besar orang Inggris masih

percaya akan adanya suatu hubungan khusus antara Inggris dan AS dan

merupakan inti sistem pertahanan Atlantik. Dalam tahun 1952, suatu tim yang

anggotanya terdiri dari orang-orang yang sangat berpengaruh di Inggris

menerangkan, bahwa Inggris masih merupakan suatu kekuatan dunia dengan

kepentingan-kepentingan vital di luar Eropa.17

Kembali ke masalah invasi, untuk membenarkan invasi ke Irak, AS

menyebutkan bahwa masa kosongnya Irak selama empat tahun dari pengawasan

14

Nur Agustina, “Studi Atas Dukungan Inggris Terhadap Invasi Amerika Serikat Atas

Irak Maret 2003”, (Tesis Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Hubungan

Internasional Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, 2007), h. 21-27. 15

“Anti-war protests under way”, diakses pada 09 Mei 2011 pkl 20:05, dari

http://news.bbc.co.uk. 16

Dukungan pemerintah Inggris juga sebenarnya menjadi pembicaraan hangat di

Parlemen. Hal ini terjadi karena Tony Blair sebagai PM Inggris dari Partai Buruh justru lebih

terlihat mengarahkan kebijakannya terhadap partai Konservatif Inggris. Dalam tulisan “Studi atas

dukungan Inggris..”, Agustina menjelaskan bahwa Blair tidak dapat di berikan impeachment oleh

parlemen karena Blair merupakan pemimpin dari partai Buruh yang menjadi partai mayoritas di

Parlemen. Lihat juga “British Conservative Party denounces Bush Blair relationship” diakses pada

30 April 2011 pkl. 21: 08, dari http://www.bbc.co.uk. 17

Luhulima, C. P. F., Eropa Sebagai Kekuatan Dunia: Lintasan Sejarah dan Tantangan

Masa Depan, (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992), h. 85.

Page 52: Rifqi Achmad Sazali.pdf

41

tim inspeksi PBB 1998-2002 memberikan isyarat yang cukup serius, bahwa Irak

mengembangkan aktivitas nuklirnya.18

Namun tidak adanya Tim Inspeksi PBB

empat tahun di Irak menyulitkan pengawasan perkembangan nuklir di Irak.

Selain itu, AS menyebutkan bahwa Irak sejak 1998 terdapat aktivitas di

dekat instalasi nuklir Tuwaitha dan dibangunnya kembali infrastruksur serta

pengelolaan uranium sehingga meningkatkan usaha untuk membeli bahan

komponen pengelolaan tersebut.19

Irak disebut oleh AS telah membeli uranium

dari negara-negara Afrika dalam jumlah yang besar, padahal Irak pada saat itu

tidak memiliki reaktor nuklir yang sedang dioperasikan.

Dengan adanya tuduhan yang dilontarkan AS terhadap Irak pada saat itu,

setidaknya memberikan gambaran atas sikap AS yang berlebihan atas dugaan

awal yang belum jelas buktinya. Dari sini AS dapat dinilai memang sengaja

membuat perhitungan terburuk jika senjata pemusnah massal Irak terbukti ada.

Hal ini menyangkut juga dengan kehati-hatiannya dalam menilai suatu negara

pasca-Tragedi 9/11.

Tuduhan-tuduhan yang ditunjukkan oleh AS seperti di atas justru

memperlihatkan ambisinya untuk menyerang Irak. Dengan adanya tuduhan

tersebut, Irak pun merespon dengan suatu tindakan yang positif dengan

membiarkan tim inspeksi PBB masuk untuk menggeledah seluruh istana

Saddam.20

Dari kedua argumen masing-masing, akhirnya menunggu keputusan

tim inspeksi PBB adalah kata yang tepat untuk menentukan pihak yang benar

meskipun invasi tetap saja terjadi.

18

“Senjata Nuklir Antara Isu dan Fakta”, Harian Kompas, edisi Senin 4 November 2002. 19

Ibid. 20

“Tim PBB Kembali Periksa Istana Saddam Hussein”, diakses pada 15 April 2011 pkl.

04:28 , dari http://www.korantempo.com/news/2003/1/16/Internasional/36.html.

Page 53: Rifqi Achmad Sazali.pdf

42

Dengan demikian, meskipun tim inspeksi PBB belum tuntas menentukan

kebenaran yang terjadi di Irak, namun AS telah mempersiapkan untuk menyerang

Irak.21

Pada 18 Februari 2003 AS mempersiapkan, seratus ribu tentaranya untuk

dimobilisasikan di Kuwait. Dengan persiapan tersebut justru mendorong Perancis

sebagai negara angota tetap di DK PBB untuk menolak invasi dengan mengajak

AS untuk berunding.22

Namun AS tetap bersitegas menginvasi Irak dan tidak

mengindahkan penolakan Perancis tersebut. AS justru meyakinkan seluruh

masyarakat dunia bahwa AS memang sangat terancam oleh Irak melalui senjata

yang dituduhkan AS meskipun belum jelas bukti-buktinya.

B. Kebijakan AS terhadap Irak

Irak adalah negara yang memiliki luas 167.924 mil/segi berbatasan dengan

Iran di sebelah timur, sebelah utara dengan Turki, Suriah dan Yordania di sebelah

barat serta di sebelah selatan berbatasan dengan Arab Saudi dan Kuwait. Islam

yang mendominasi pada tiap penduduk Arab di Irak terbagi menjadi dua, yakni

Syiah dan Sunni. Selain itu di sebelah utara ditempati oleh suku Kurdi yang

beraliran Sunni. Kaum Syiah merupakan golongan terbesar yang sebagian besar

tinggal di sebelah tenggara negara Irak.23

21

“U.S. has 100,000 troops in Kuwait” diakses pada 15 Mei 2011 pkl. 06:11 , dari

http://articles.cnn.com/2003-02-18/world/sprj.irq.deployment_1_mckiernan-troops-commander-

of-coalition-forces?_s=PM:WORLD. 22

Lihat dalam Andrea Piyanto, “Hubungan Amerika Dengan Perancis Kian Memburuk”

Harian Koran Tempo, edisi 19 Maret 2003. Dalam tulisan tersebut menjelaskan bahwa hubungan

Perancis dan AS menjadi tidak harmonis karena Perancis menolak invasi. AS menganggap

Perancis menghalang-halangi maksud baik invasi tersebut. Hal ini merupakan implikasi dari

penolakan AS terhadap perundingan yang akan digelar pada 16 Maret 2003 di Perancis yang juga

akan dihadiri oleh Jerman dan Rusia. Dalam agenda pertemuan tersebut, Perancis akan

memberikan mandat agar AS tidak melakukan invasi. Namun, pembatalan ini juga diperkuat

dengan statement Jean David Levitte (dubes Perancis untuk AS) karena mengetahui sebelumnya

bahwa apabila pertemuan terjadi, maka yang akan dibahas oleh AS adalah memberikan hukuman

bagi perancis karena telah menolak invasi AS dan sekutunya. Pernyataan tersebut diberikan oleh

Paul Wolfowitz dan Donald H. Rumsfeld. 23

Sihbudi, “Irak-Profil Negara-Negara Timur Tengah”, h. 53.

Page 54: Rifqi Achmad Sazali.pdf

43

Irak mengandalkan perekonomiannya pada sektor pertanian serta minyak

yang dijadikan komoditas utama ekspor oleh Irak. Irak merupakan penghasil

minyak terbesar ke dua setelah Arab Saudi. Penghasilan minyak Irak mencapai

8% dari seluruh akumulasi yang ada di dunia, serta terdapat cadangan sebesar

7,3% dari minyak dunia.24

Namun demikian, kekayaan minyak Irak yang begitu

melimpah belum dioptimalkan oleh negara tersebut secara mandiri. Hal ini

ditandai dengan masuknya perusahaan-perusahaan minyak asing yang memiliki

kemampuan teknologi lebih lanjut di Irak seperti Exxon Mobil, Shell, Total,

China National Petroleum Corp., Edison International SpA, BP dan Eni SpA.25

Dengan diketahuinya Irak sebagai negara yang kaya akan minyak, maka

tidak mengherankan bahwa Irak merupakan salah satu negara terpenting di

kawasan Timur Tengah. Hal demikian terbukti sejak kebijakan Eisenhower

(presiden AS tahun 1940-an) yang diterapkan pada tahun 1954 di Timur Tengah.

Dalam kebijakannya ditegaskan bahwa Timur Tengah harus terlepas dari

pengaruh Uni Soviet.26

Hal ini merujuk pada upaya AS menjaga tanah terkaya

dan agar AS dapat menanamkan pengaruhnya di kawasan tersebut dan juga agar

tidak dibayangi dari musuh besarnya pada pasca PD II atau saat Perang Dingin.

Irak di bawah kepemimpinan Saddam Hussein sejak tahun 1979 dikenal

sebagai negara yang dipimpin oleh seorang diktator, hingga pers barat menamai

dirinya sebagai manusia paling berbahaya atau Hitler Abad XX.27

Beberapa

24

Jimmi Heriyanto, “Tetap Diperlukannya Kehadiran Militer AS di Irak Pasca Saddam

Hussein: Keberadaan Minyak Di Timur Tengah Kekayaan Minyak Di Irak”, (Tesis Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, 2009),

h. 56. 25

Ibid., h. 68. 26

Elba Tamhuri, Dibalik Invasi AS ke Irak, (Jakarta: Senayan Abdi Publishing, 2003), h.

41. 27

Lihat dalam Ibnu Hamad, Dunia Timur Tengah Dalam Pers Barat, (Jakarta: Granit,

2005), h. 68. Dalam tulisan tersebut, Hamad menyebut majalah The Washington Post sebagai

Page 55: Rifqi Achmad Sazali.pdf

44

julukan tersebut memang terlihat sangat subjektif terhadap Saddam, namun

demikian citra negatif inilah yang berdampak dari beberapa kasus yang telah

dibuatnya. Seperti Saddam yang menghebohkan dunia dengan Perang Teluk I

(Irak-Iran) 1980-1988 maupun pembantaian suku Kurdi di Kurdistan tahun 1990,

serta agresi Irak terhadap Kuwait pada awal 1990-an. Pandangan tentang

buruknya Saddam juga muncul karena Saddam menganggap wajar pembantaian

terhadap suku Kurdi pada masa perang terhadap Iran.28

Pembantaian tersebut

dianggapnya wajar karena suku Kurdi membela pasukan Ayatullah Khomeini dan

memerangi pasukan Saddam.

Irak di bawah kepemimpinan Saddam sangat memperjuangkan Partai

Ba’ath untuk membangun kekuatan jangka panjang dengan mengakselerasikan

perjalanan negara pada pertumbungan ekonomi yang cepat dan mengusahakan

kebijakan kepemimpinan sekuler dan modernisasi.29

Dengan memperjuangkan

sasaran nasionalnya berupa unifikasi bangsa Arab di bawah kepemimpinannya,

Saddam Hussein tak segan menggusur segala hambatan yang ada di Timur

Tengah. Hal ini terlihat pada saat Irak menyerbu Iran yang dipicu ketika

pembendungan revolusi Islam Irak oleh Iran di kawasan Timur Tengah 1980-

1988.30

Dalam hubungan terhadap AS, Irak melalui kepemimpinan Saddam

terlihat sudah saling berhubungan meskipun tidak ada hubungan yang sangat

fundamental. Pada 22 September 1980 saat Saddam baru duduk di bangku

representator dari pers barat yang memandang tentang buruknya Saddam Hussein sebagai

pemimpin negara Irak. 28

Riza Sihbudi, “Bara Timur Tengah (Islam, Dunia Arab, Iran)”, (Bandung: Penerbit

Mizan, 1991), h. 135-138. 29

“Profil Saddam Hussein” diakses pada 15 April 2011 pkl. 14:34, dari

http://www.thefamouspeople.com/profiles/saddam-hussein-95.php. 30

Harmiyati, “Dimensi Teknologi”, h. 31.

Page 56: Rifqi Achmad Sazali.pdf

45

presiden, Irak menyerbu Iran dengan rencana merebut kemenangan di Khuzistan

dan mengalahkan tentara-tentara Iran di bawah komando Ayatullah Khomeini.31

Pada penyerangan tersebut, AS mendukung Irak dan beranggapan Saddam telah

melakukan hal yang benar karena menyerbu negara yang menyandera warga AS.

Pada hubungan yang terlihat sangat mendukung tersebut, pada bulan

Maret tahun 1990 Irak malah menghapus kepercayaan AS dengan terbukti adanya

penyerangan tentara Irak terhadap 50.000 orang suku Kurdi di Halabjah dengan

senjata kimia.32

Hilangnya kepercayaan AS ini dipicu karena Irak

menyalahgunakan pinjaman kredit yang telah diberikan AS malah untuk membeli

senjata dan pengembangan militer, bukan untuk latihan intelejen yang

sebelumnya disepakati.

Hubungan AS dan Irak terlihat semakin buruk ketika Irak menyerbu

Kuwait pada 2 Agustus 1990. Merespon agresi yang dilakukan Irak, AS di bawah

perintah Presiden Bush Sr. juga mengirim tentaranya bersama pasukan koalisi

guna mengusir tentara Irak yang ada di Kuwait pada 24 Februari 1991.33

Kecaman AS terhadap Irak tersebut juga diiringi dengan pembekuan aset

kekayaan Irak dan Kuwait yang bernilai milyaran dollar.

Pada masa pemerintahan Bill Clinton, hubungan antara AS dan Irak tidak

mengalami perubahan secara signifikan. AS yang terlihat responsif dari

kediktatoran Saddam sama sekali tidak mengalihkan perhatiannya dari setiap

kebijakan Saddam. Hal ini terlihat dengan dikeluarkannya kebijakan Dual

31

Lihat dalam Jack Colhoun, “How Bush Becked Iraq”, Middle East Report (May-June

1992), h. 35. Dalam laporan tersebut juga menjelaskan tentang hubungan baik antara AS dan Irak.

Pemberian program bantuan kredit bank angsuran untuk ekspor-impor serta pelatihan dinas

intelejen Irak dan penghapusan Irak dari daftar negara teroris (pada zaman Ronald Reagan 1982). 32

Ibid., h. 38. 33

Ibid., h. 39.

Page 57: Rifqi Achmad Sazali.pdf

46

Containment Policy (penangkalan politik ganda) pada tanggal 24 Februari 1994

oleh Clinton untuk menahan bahaya Irak dan Iran di kawasan Teluk Persia.34

Menurut Martin Indyk (Dubes AS untuk Israel 2003) penjabaran politik

ganda untuk Irak adalah netralisasi bahaya Saddam Hussein atas negara-negara

tetangganya.35

Realisasi penerapan politik ganda yang ditujukan terhadap Irak

saat itu merupakan proses pembasmian senjata pemusnah massal Irak serta sanksi

ekonomi yang berkesinambungan di bawah legalitas PBB. Dengan kebijakan ini

juga merujuk pada keinginan AS agar kekuasaan yang dimiliki Saddam Hussein

melemah yang berakhir dengan lengsernya ia dari bangku kekuasaan sehingga

tidak membahayakan di kawasan Timur Tengah.

Dengan adanya politik ganda AS pada tahun 1994, AS juga memberikan

kebijakan dengan memperluas wilayah zona larangan terbang di Irak Selatan dari

32 derajat menjadi 33 derajat garis lintang sejajar.36

Kebijakan tersebut

setidaknya mempersempit kekuasaan Saddam dari arah Selatan Irak dengan jarak

jangkau tidak lebih dari 30 mil dari kota Baghdad. Dengan demikian pula

mengurangi kekuasaan dan bahaya Saddam atas negara-negara tetangga di selatan

Irak yang juga kaya akan minyaknya.37

Untuk mengurangi kekuasaan Saddam Hussein di Irak, AS merasa tak

cukup dengan penerapan penangkalan politik ganda saja. Naiknya George W.

Bush pasca-Bill Clinton membuat inovasi kebijakan AS terhadap Irak. Hal ini

terlihat pada kebijakan AS untuk menyerang Irak pada awal Maret 2003.

34

Stephen C. Pelletiere, “Landpower And Dual Containment: Rethinking America’s

Policy In The Gulf”, (US Army War College: Strategic Studies Institute, November 1999), h. 1-2. 35

Rahman, “Geliat Irak Pasca Saddam, Laporan Dari Lapangan”, Harian Kompas,

Jakarta, Oktober 2003, h. 11. 36

Pelletiere, “Extraterritoriality” dalam “Landpower And Dual Containment”, h. 4. 37

Ibid.

Page 58: Rifqi Achmad Sazali.pdf

47

Kebijakan AS dalam politik internasional yang terealisasi dalam kebijakan luar

negerinya seperti invasi ke Irak merupakan perubahan secara signifikan pada era

pergantian pemerintahan tersebut. Berbeda dengan Bush Sr., Bush Jr. diakui tidak

memiliki pengalaman khusus dalam menata hubungan antarnegara, tidak seperti

ayahnya yang berpengalaman di bidangnya.38

Bush Sr. pernah menjabat sebagai

Direktur CIA dan Duta Besar di RRC. Hal ini menunjukkan, bahwa adanya relasi

secara multilateral terhadap negara lain dalam hubungan internasional.

Sementara itu, Bush Jr. tidak memiliki pengalaman diplomasi sama sekali

sehingga tidak terlalu mementingkan penyelesaian suatu masalah melalui jalan

perundingan.

Sebelum invasi, sebenarnya telah ada perundingan pada awal Juli 2002

yang dilakukan oleh Sekjen PBB Kofi Annan dan Menlu Irak Naji Sabri di Wina,

Austria.39

Pertemuan tersebut merupakan kompromi pelaksanaan resolusi DK

PBB No. 1284 tahun 1988 yang menyebutkan agar pengawasan terhadap Irak

cukup hanya dengan memberikan laporan dari hasil pengawasan di Irak. Dengan

adanya perundingan tersebut, baik Kofi Annan maupun Naji Sabri memiliki

maksud agar invasi yang AS inginkan tidak terjadi dan mencabut sanksi

perdagangan Irak. Namun, dengan kerasnya tekad AS untuk menyerang Irak

serta ketidakinginan AS melakukan kompromi dengan pihak manapun

menyebabkan perundingan tersebut gagal. AS juga menggagalkan perundingan

tersebut karena apabila tetap melakukan kompromi maka kemungkinan akan

berimbas pada batalnya invasi.

38

Dean, “Worse than Watergate-The Secret Presidency Of George W. Bush”, h. 27 39

“Menlu Irak dan Sekjen PBB Rampungkan Pembicaraan Hari Pertama” diakses pada

15 April 2011 pkl. 15:40, dari http://www.voanews.com/indonesian/news/a-32-a-2002-07-05-5-1-

85160897.html?moddate=2002-07-05.

Page 59: Rifqi Achmad Sazali.pdf

48

Setidaknya terdapat poin penting yang dijadikan alasan kebijakan luar

negeri AS pada masa G. W. Bush terhadap Irak tahun 2003 dikeluarkan. Menurut

Francis Fukuyama, ada tiga argumen rezim Bush untuk melancarkan perang

terhadap Irak.40

Pertama, Irak dituduh memiliki senjata pemusnah massal dan

dalam proses untuk menambahnya; ke dua, Irak terkait dengan Al-Qaeda dan

organisasi teror lainnya; ke tiga, Irak adalah sebuah rezim diktator tirani yang

harus dirobohkan sehingga rakyat Irak menjadi bebas.

Namun, dalam pandangan lain yang menyebutkan beberapa alasan

kebijakan luar negeri invasi AS ke Irak, antara lain:41

Pertama, runtuhnya Uni

Soviet dan berakhirnya Perang Dingin sehingga menjadikan AS sebagai satu-

satunya negara hegemon terbesar dan tak tertandingi. Dengan hegemoninya,

sehingga tidak ada lagi negara yang mampu mencegah dan menghalangi tindakan

AS mengintervensi negara lain.

Ke dua, keadaan ekonomi AS sebelum invasi ke Irak merupakan kekuatan

terbesar ke dua setelah militer. Kekuatan tersebut diakui lebih besar dibanding

Uni Eropa dan Jepang. Selain itu, ketergantungan ekonomi negara-negara

berkembang terhadap AS membuat negara-negara berkembang enggan bertindak.

Sementara itu, pasar yang ada di AS merupakan tujuan ekspor utama bagi negara-

negara lain.

Ke tiga, kemampuan militer AS merupakan kekuatan yang sangat besar di

dunia dan cenderung meningkat meskipun Perang Dingin telah usai. Masa Perang

Dingin merupakan masa militerisasi antara kedua pihak, masing-masing pihak

40

Francis Fukuyama, After The Neocons: America at the Crossroads, (London: Yale

University Press, 2006), h. 78-79. 41

Kenneth N. Waltz, “Globalization and American Power,” The Journal of National

Interest, Number 59, Spring 2000., h. 31.

Page 60: Rifqi Achmad Sazali.pdf

49

mengembangkan kekuatan militernya meskipun tidak digunakan langsung untuk

perang. Namun masa Pasca-Perang Dingin, sebagian besar negara-negara yang

terlibat menurunkan anggaran militernya yang berimplikasi langsung pada

menurunnya kekuatan militer tersebut. Hal ini berbeda dengan AS yang terus

meningkatkan kekuatan militernya dan menambah dana alat utama sistem senjata

(alutsista) negaranya.

Kebijakan luar negeri AS terhadap Irak saat itu telah jelas memberikan

gambaran, bahwa Pasca-Tragedi 9/11 yang menimpa AS sangat kental diarahkan

pada implementasi kebijakannya. Kenangan pahit Tragedi 9/11 tersebut hingga

kini mempengaruhi segala kebijakan luar negeri AS di dunia pada tataran global

dan Timur Tengah khususnya, serta terhadap beberapa negara yang memiliki

jejak buruk yang dipandang AS mengancam keamanannya.

Dalam menjalankan kebijakannya, pemerintahan Bush juga mendapat

protes keras dari rival politiknya. Partai Demokrat yang ragu terhadap keabsahan

segala tuduhan Bush terhadap Irak mempertanyakan apakah benar yang

dituduhkan Bush terhadap Irak memang ada.42

Meskipun demikian, kebijakan ini

tetap berjalan mulus karena banyaknya dukungan dari masyarakat AS sendiri

yang menganggap bahwa invasi adalah jalan yang pantas diambil oleh AS melalui

kebijakan Bush.

C. Invasi AS ke Irak

Penyelidikan senjata pemusnah massal oleh Tim Inspeksi PBB sejak tahun

2002 ternyata belum menemukan data yang valid dari indikasi yang disebutkan

AS. Namun hal ini tidak menyurutkan ambisi AS untuk menginvasi Irak, hingga

42

“Partai Demokrat: Bush Bohong”, Laporan dari New York pada 11 Juli 2003, diakses

pada 20 April 2011 pkl. 20:19, dari http://www.gatra.com.

Page 61: Rifqi Achmad Sazali.pdf

50

tepat pada 20 Maret 2003 invasi itu benar-benar terlaksana. Tim inspeksi yang

pernah menemukan senjata rudal Al-Samoud pada 19 Februari 2003 di Irak

ternyata dijadikan bukti oleh AS meskipun pada kasus sebenarnya rudal tersebut

tidak berisi amunisi apapun.43

Ribuan tentara infantri AS yang siap menyerang kawasan teluk telah

dikirim ke Irak sebagai pasukan khusus yang disiapkan untuk di kawasan gurun

pasir.44

Selain itu, sejak Perang Teluk 1991 untuk pertama kalinya AS

mengerahkan seluruh kekuatan militer secara lengkap yang diperkuat dengan

pasukan gabungan negara-negara sekutu.

Dapat diprediksi militer Irak kalah jauh lebih cepat karena bila

dibandingkan antara dua kekuatan masing-masing negara memang tidak imbang.

AS yang sangat kuat dengan senjata-senjatanya akan mudah memukul pasukan

Irak yang jelas persenjataannya sangat minim.45

Hal ini tentu dapat dilihat dari

indikasi lemahnya perekonomian Irak pasca-diberlakukannya embargo sejak

tahun 1991 sehingga tidak menutup kemungkinan berimplikasi pada melemahnya

militer Irak.46

Pascaembargo tahun 1991, 78% tanah pertanian Irak tidak layak

untuk pertanian. Kurang dari 0,4% hutan yang dapat dieksplorasi karena

terbatasnya bahan pakan ternak, pupuk dan pangan. Produksi minyak Irak jatuh

sebanyak 35% dari angka normal pada tahun 1992. Pada tahun 1993 Irak harus

membayar ganti rugi kepada Kuwait hingga mengakibatkan inflasi setinggi

1000% dan menyebabkan warga Irak menjadi pengangguran sebanyak 50%.

43

“Tim PBB Segel Rudal Al-Samoud 2 Irak” diakses pada 20 April 2011 pkl 16: 09, dari

http://www.gatra.com. 44

“U.S. has 100.000 troops in Kuwait”, diakses pada 19 April 2011 pkl 02:14, dari http://

cnn.com/ articles/2003-02-18/world/ 45

Sahal, “Perang Irak dan Dunia Hobbesian Amerika Serikat”, Harian Tempo edisi 30

Maret 2003. 46

Jonathan E. Sanford, “Irak: Past, Present, Future”, Report for Congress, 03 Juni 2003,

diakses pada 20 April 2011 pk. 20:00, http://www.au.af.mil/au/awc/awcgate/crs/rl31944.pdf.

Page 62: Rifqi Achmad Sazali.pdf

51

Sejak tahun 1994-1998 pendapatan perkapita Irak yang bertumpu pada eksplorasi

minyaknya hanya mencapai rata-rata US$680.000.000, berbeda jauh dibanding

tahun 1987 yang mencapai US$23.600.000.000. Hal ini memicu kemerosotan

ekonomi yang sangat jauh.

Pada perang tahun 2003, Irak hanya memiliki sejumlah 2600 tank buatan

tahun 1992-1998 berjumlah.47

Tank tersebut adalah tank buatan Cina dan Uni

Soviet berjenis T-53, T59 dan T-69 serta hampir seluruh tank dalam kondisi yang

tidak terawat. Kondisi ini diperparah dengan buruknya angkatan udara Irak yang

tidak dapat mengoperasikan pesawat tempurnya karena kekurangan suku cadang.

Irak diketahui hanya memiliki kurang dari tiga ratus pesawat dan beberapa

pesawat baru dengan pilot yang belum terlatih. Sebanyak 17.000 personel

angkatan udara Irak dapat menggunakan senjata dari darat dengan menggunakan

rudal yang tersisa hanya sebanyak 850 buah dan tiga ribu senjata anti pesawat.48

Hal ini tentu sangat berbeda dengan kekuatan militer AS yang jauh lebih kuat. AS

yang disebut sebagai negara adidaya memang tidak menganggap remeh Irak bila

benar negara tersebut memiliki senjata pemusnah massal.

Namun bila dihitung secara matematis, AS yang diperkuat dengan negara

koalisi serta dilengkapi dengan senjata canggih maka AS berada dalam posisi

yang sudah menang. Lihat bagan di bawah ini!

Bagan C.1.

Perbandingan Persenjataan AS-Koalisi dan Irak Tahun 2003 AS-KOALISI IRAK

Amunisi

JDAM air-to-surface precision bomb Sterla-3 surface-to-air missile

47

“An Overview on Sale China's Arms” Stockholm International Peace Research

Institute, SIPRI Yearbook (1983 to 1997), diakses pada 05 Mei 2011 pkl. 05:11 , dari

http://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/monograph_reports/MR1119/MR1119.appa.pdf. 48

“Pertimbangan Kekuatan AS dan Irak”, Harian Republika, edisi 19 Maret 2003.

Page 63: Rifqi Achmad Sazali.pdf

52

JSOW air-to-surface precision bomb Sterla-2M surface-to-air missile

GBU laser-guided bomb Sterla-1 surface-to-air missile

GBU-28/27 “bunker-buster” bomb Roland surface-to-air missile

“Daisy cutter” 15.000-pound bomb Anti-tank missile

MK82 500-pound bomb FAW 200 cruise missile

MK84 2.000-pound bomb Scud-B ballistic missile

Thermobaric weapon Al Hussein ballistic missile

Tomahawk/AGM-86 cruise missile Al Samoud ballistic missile

Have Nap missile Scud missile launcher

Maverick air-to-surface missile

HARM anti-radar missile

AIM-120 air–to-air missile

Hellfire air-to-surface missile

TOW anti-armor missile

Stinger anti-aircraft missile

Massive Ordnance Air Blast bomb (MOAB)

Pesawat

Bombers Mirage F1 fighter

Cargo MIG-29 fighter

Fighter/attack SU-25 plane

Helicopters MIG short-range fighter

Refuelling An-26 basic transport aircraft

Special operation An-12 cargo plane

Surveillance Helicopters

Unmanned Aerial Vehicles

Canberra PR

Harrier GR7

Jaguar GR1

Nimrod R1

Tornado GR1

Tornado GR4

Tornado F3

Puma Helicopter

VC 10 CIK

Lynx helicopter

Merlin helicopter

Amphibious transport/dock ship

Landing craft, air cushioned

Kapal Laut

USS Abraham Lincoln Zhuk patrol ship

USS Constellation

USS Kitty Hawk

USS Harry Truman

USS Theodore Roosevelt

Carrier battle group ship

Guided-missile launcher

Guided-missile destroyer

Attack submarine

Guided missile frigate

Amphibious assault ship

Oiler

Fast combat support ship

Amphibious transport/dock ship

Landing craft, air cushioned

Kendaraan Tempur

Page 64: Rifqi Achmad Sazali.pdf

53

M1A1 Abrams battle tank T-72 battle tank

M2A3 Bradley fighting vehicle T-62 battle tank

M6 Bradley linebacker PT-75 amphibious light

Humvee BMP armored vehicles

M109A6 Paladin howitzer AML-60 armored vehicles

M270 multiple launch rocket EE-9 armored vehicles

Patriot missile systeavenger Humveem ERC 90 armored vehicles

Light Armored Vehicle Panhard M3 armored vehicles

M88A2 Hercules Recovery BRDM-1 armored vehicles

US Infantry weapons BRDM-2 armored vehicles

Challenger II battle tank PSZH-IV armored vehicles

Warrior combat vehicles BTR-152 armored vehicles

Saxon armoured personnel carrier EE11 armored vehicles

Saber reconnaissance vehicle OT-64 armored vehicles

Land rover light truck M-60P armored vehicles

SA-80 rifle Walid armored vehicles

AS 90 Braveheart howitzer Multiple-rocket launcher

ZSU-23-4-anti aircraft gun

Iraqi infantry weapon

Pasukan

AS: 130.000 tentara Tentara Reguler: 350.000 orang

Tentara Inggris: 28.000 tentara Tentara Rakyat: 150.000 orang

Tentara Australia: 2.000 tentara Garda Republik: 80.000 orang

Tentara Polandia: 200 tentara Fedayeen Saddam: 40.000 orang

Garda Republik Khusus: 25.000 orang

Dinas Keamanan Khusus: 22.000 orang

Sumber: Coalition: US Defense Dept., British Ministry of Defense,

Periscope, Jane’s Information Group, Australian Defense Ministry.

Sejak 5 Maret 2003, seluruh pasukan AS dan Inggris yang dipasang

sebagai pion perang sudah berdatangan sedikitnya 158.000 prajurit, yang terdiri

dari 130.000 dari AS dan 28.000 dari Inggris, semuanya berkumpul di Kuwait.49

Pasukan AS yang berjumlah sedemikian banyak dibagi menjadi beberapa

kelompok yang masing-masingnya berbeda posisi dan tugasnya. Pada pasukan

Marinir sebanyak 15.000, Divisi Infrantri III berjumlah 17.000, dan Pasukan Elit

Udara sejumlah 15.000 personel.

Pemerintah Kuwait yang khawatir akan dampak buruk dari peperangan

yang akan terjadi pada saat itu, mengupayakan dengan antisipasi kebijakannya.50

Pemerintah Kuwait menutup wilayah Kuwait Utara dan Laut Kuwait yang secara

49

“Pasukan AS Mewarnai Kuwait”, Harian Kompas, edisi 18 Maret 2003. 50

Ibid.

Page 65: Rifqi Achmad Sazali.pdf

54

langsung berbatasan dengan Irak untuk kegiatan sipil negaranya. Selain itu

pemerintah Kuwait memasang empat ribu tentara dalam negeri guna menjaga hal-

hal yang tidak diinginkan dengan syarat tembak di tempat bagi siapapun yang

dianggap mencurigakan. Para tentara tersebut juga bertugas menjaga beberapa

tempat vital seperti pembangkit listrik dan ladang minyak milik Kuwait.

Pada hari pertama serangan AS ke Irak pada 20 Maret 2003, lebih dari

300.000 tentara dikerahkan dari kedua pihak. Peperangan dimulai dengan

diluncurkannya bom-bom dari pesawat B-1, B-2, B-5, serta pesawat tempur F-117

di kota Basra Irak selatan.51

Selain itu, kapal-kapal induk dari Laut Merah dan

Teluk Persia membantu meluncurkan bom-bom berpresisi tinggi serta 24 rudal ke

arah daerah pertahanan Irak.

Perang yang tidak seimbang tersebut akhirnya hanya berlangsung selama

22 hari. Pasukan koalisi pimpinan AS, akhirnya mampu menaklukkan Irak secara

total dengan dikuasainya kota Baghdad tanpa perlawanan yang berarti. Jatuhnya

ibukota Irak ke tangan tentara koalisi tersebut menyusul jatuhnya kota-kota

strategis Irak: Umm Qasr, Basrah, Kirkuk, Mosul, dan Tikrit yang menyebabkan

kehancuran yang parah.52

Selain itu, jatuhnya pemerintahan Saddam Hussein

disimbolkan dengan perobohan patung pemimpin Irak tersebut di pusat kota

Baghdad pada Rabu, 9 April 2003.53

51

Ibid. 52

Warga Timur Tengah memprotes terhadap AS dan Inggris serta pasukan koalisi yang

menyebabkan kehancuran di beberapa kota besar di Irak. Lihat dalam “Media fury at Iraq anarchy”

diakses pada 16 April 2011 pkl. 11:25 , http://news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/2941897.stm. 53

“Iraqis, Marines Pull Down Saddam Statue” , diakses pada 29 April 2011 pkl. 06:40,

dari http://www.foxnews.com/story/0,2933,83682,00.html.

Page 66: Rifqi Achmad Sazali.pdf

55

Pada tanggal 1 Mei 2003, Presiden AS George W. Bush mendeklarasikan

kemenangan pasukan koalisi pimpinan AS atas Irak.54

Dalam deklarasi

kemenangan tersebut, Bush berkampanye bahwa rakyat Irak telah bebas dari

ketiranian Saddam Hussein yang kejam. Menurut Bush, tanggung jawab AS

terhadap Irak kemudian adalah ikut serta dalam pemulihan stabilitas Irak pasca-

perang dengan membentuk pemerintahan Irak yang demokratis dan

merekonstruksi Irak yang hancur total akibat perang tersebut.

Namun usaha AS dalam membangun kembali Irak yang telah hancur

memperoleh tantangan dari rakyat Irak. Sebagian besar dari rakyat Irak tidak

menyukai campur tangan asing terhadap urusan dalam negerinya. Pertentangan

tersebut akhirnya menimbulkan konflik baru antara rakyat Irak dengan tentara

koalisi hingga saat itu, yang mengakibatkan tentara AS dan Inggris merasa tidak

nyaman berada di Irak.55

Hal ini terindikasi dari terciumnya tujuan AS dan

Inggris yang ingin memanfaatkan kehancuran Irak pasca-penyerangan sejak 20

Maret 2003 hingga 1 Mei 2003.56

Indikasi ini dapat dilihat dari pemanfaatan

sumber minyak serta kompleks perkantoran Kementerian Perminyakan dan

Kementerian Dalam Negeri yang tidak dihancurkan dalam serangan bom di hari-

hari pertama serangan udara pasukan AS.

Selain itu, tanggung jawab AS untuk merekonstruksi serta memulihkan

stabilitas politik dan keamanan di Irak masih akan mendapat perlawanan dari

54

“Bush Declares Victory in Iraq”, diakses pada 09 Mei 2011 pkl. 21:40, dari

http://news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/2989459.stm 55

Agustina, “Studi Atas Dukungan Inggris”, h. 71. 56

“The World After the War in Iraq”, diakses pada 25 Maret 2011 pkl. 10:31, dari

www.marxist.com.

Page 67: Rifqi Achmad Sazali.pdf

56

rakyat Irak.57

Hal ini disebabkan tumbuhnya gerakan-gerakan anti imperialisme

baru yang menolak menetapnya AS di Irak.

Berbagai serangan sporadis gerilyawan Irak telah menewaskan tentara AS

dalam jumlah yang cukup banyak. Bahkan melebihi total tentara AS yang tewas

selama invasi yang dimulai sejak tanggal 20 Maret 2003. Selama invasi, Iraq

Body Count (IBC) melaporkan bahwa tentara AS yang tewas berjumlah 131 orang

(dari berbagai divisi), namun sejak deklarasi 1 Mei 2003 hingga awal Juli 2003,

sudah 1.033 warga sipil yang tewas dan 141 tentara AS dan koalisi.58

Bahkan

hingga April 2004, jumlah tersebut bertambah hingga mencapai lebih dari 10.000

korban sipil dan lebih dari 700 orang tentara AS dan sekutu yang tewas.59

Invasi AS yang tengah berlangsung hingga akhirnya Bush menyatakan

kemenangan pasca-dirobohkannya patung Saddam Hussein semakin membuat

daftar panjang perjuangan AS untuk menumpas terorisme seperti yang telah

dituduhkan terhadap Irak. Hal ini menambah waktu AS untuk tetap berada di Irak

karena invasi tersebut tidak hanya untuk menumbangkan kekuasaan Saddam

Hussein namun AS juga berniat untuk merekonstruksi Irak pasca-perang seperti

yang telah dijanjikannya. Dalam memperpanjang waktu menetapnya AS di Irak,

maka dibutuhkan usaha yang lebih untuk membuktikan bahwa adanya invasi AS

di Irak memang harus terus terjadi dan terus dilakukan.

57

George Gruenthal, “on the Iraqi Patriotic Alliance” diakses pada 19 April 2011 pkl.

00:14, dari http://www.revolutionarydemocracy.org. 58

Iraq Body Count (IBC) merupakan organisasi yang berbasis di Inggris, didirikan oleh

relawan untuk melacak kematian di Irak. Data-data diambil dari laporan media yang kemudian

diperiksa silang, rumah sakit, kamar mayat, LSM dan angka resmi dari pemerintah bahkan

menginvestigasi langsung korban perang. Lihat dalam “Iraq Body Count project”, diakses pada 18

Mei 2011 pkl. 14:30 , dari http://www.iraqbodycount.org. Lihat juga “Chilcot Inquiry Accused of

Fixating on West and Ignoring Real Victims” http://www.guardian.co.uk. 59

Ibid.

Page 68: Rifqi Achmad Sazali.pdf

57

BAB IV

UPAYA FOX NEWS CHANNEL DAN PEMERINTAH AMERIKA

SERIKAT DALAM MEMBANGUN OPINI PUBLIK

PADA MASA INVASI IRAK 2003

Dalam bab ini akan dibahas tentang analisis upaya FNC dalam membentuk

opini publik pada masa invasi Irak 2003. Selain itu, pada bab ini juga akan dibahas

mengenai analisis upaya yang dilakukan pemerintah AS dalam membangun opini

publik melalui media massa di medan perang. Dengan melihat dari upaya masing-

masing pihak antara FNC dan pemerintah AS, maka dalam bab ini juga akan dibahas

tentang pandangan publik sebagai efek dari upaya kedua pihak. Analisis yang

terdapat dalam bab ini menggunakan teori yang bertumpu pada teori-teori yang ada

pada kerangka pemikiran di bab 1.

A. Upaya FNC dalam Membantu Pemerintah AS Melegitimasi Invasi Irak

Tahun 2003

Dibangunnya FNC pada tahun 1996 oleh Murdoch ternyata baru dapat

memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pandangan publik pada masa

implementasi kebijakan luar negeri AS tahun 2003. Hal ini dapat dilihat pada tahun

2003, bahwa kebijakan luar negeri invasi AS ke Irak mendapatkan dukungan berupa

pandangan yang positif. Hal ini juga tidak lepas dari upaya masing-masing pihak

antara FNC dan pemerintah AS yang berusaha membangun citra positif agar invasi

Irak 2003 tersebut dapat didukung oleh publik AS sendiri.

Page 69: Rifqi Achmad Sazali.pdf

58

Dalam usaha membangun opini publik, FNC memberikan sudut pandang yang

berbeda dari media massa lainnya, yakni pada saat eskalasi isu invasi serta saat

implementasi kebijakan berlangsung, FNC mempublikasikan berita yang lebih

mendukung perang. Pada saat tersebut, FNC menempatkan posisinya bukan sebagai

watch dog yang mencari dan menonjolkan netralitas antara nilai negatif dan positif

yang seimbang dari kebijakan invasi tersebut, namun lebih kepada pemunculan sisi

positifnya saja. Dengan dimunculkannya pandangan yang berbeda tersebut juga

ternyata dapat diterima oleh masyarakat AS bahkan aktor politik di negara lain. Hal

ini berimbas pada dukungan dalam negeri yang besar dan dorongan dari negara lain

hingga akhirnya invasi tersebut tetap terlaksana.

Besarnya upaya masing-masing pihak antara FNC dan pemerintah AS untuk

membentuk pandangan masyarakat agar dapat membenarkan invasi ke Irak tersebut

telah jelas dilatarbelakangi oleh aktor masing-masing kedua pihak. Pada hal ini

bertitik tolak pada peran George W. Bush yang bertanggungjawab atas kedaulatan AS

sehingga wajib baginya untuk menjaga stabilitas keamanan nasionalnya.1 Hal ini

menjadi pijakan bagi Bush untuk melaksanakan kebijakannya yang pada saat itu

menyebut Irak sebagai ancaman bagi AS karena dianggapnya memiliki hubungan

dengan Al-Qaeda. Hal ini juga tidak semata-mata hanya karena Bush sebagai

seorang presiden yang berasal dari Partai Republik yang suka berperang, namun lebih

didasari oleh jejak buruk yang dimiliki Irak terhadap negara-negara yang

dianggapnya musuh, seperti Kuwait dan Iran, sehingga Bush berusaha mengantisipasi

1 John G. Ikenberry, “America‟s Imperial Ambitions” dalam American Foreign Policy

Theoretical Essay, Edisi ke-4, (New York: W.W. Norton dan Compagny, Inc., 2007), h. 575.

Page 70: Rifqi Achmad Sazali.pdf

59

segala keburukan yang dimiliki Irak agar kejadian seperti Tragedi 9/11 tidak terulang

kembali.

Selain Bush yang menjadi aktor penting dalam pemerintahan pada masa

invasi tersebut, latar belakang kepemilikan FNC dan kontrol Roger Ailes sebagai

seorang yang pernah berperan dalam Partai Republik dan juga sebagai seorang CEO

di FNC ternyata berpengaruh pada dukungan terhadap invasi. Dalam hal ini, Ailes

diposisikan sebagai pengarah berita dalam redaksi FNC. Hal ini sesuai dengan

pemikiran Kegley dan Wittkopf yang menyebutkan, bahwa media melalui fungsinya

dapat mengarahkan cara pandang masyarakat.2 Namun hal ini dianalisis bahwa berita

FNC yang dipublikasikan ke seluruh masyarakat dapat diartikan sebagai hasil olah

berita oleh redaktur yang sangat berperan sebagai pengontrol kegiatan di ruang

redaksi.

Naiknya dukungan opini publik AS melalui Gallup Polling3 terhadap

kebijakan Bush merupakan hal yang sesuai dengan opini publik menurut E. Jackson

Baur yang dibuktikan dengan munculnya suatu pandangan melalui organisasi atau

lembaga publik.4 Dalam hal ini dianalisis bahwa naiknya dukungan publik tersebut

merupakan hasil dari kontribusi besar FNC yang secara intensif mempublikasikan isu

invasi secara positif. FNC yang dikenal sebagai media konservatif dalam mendukung

kebijakan pemerintah dari Partai Republik mampu menyearahkan pandangan publik

2 Charles W. Kegley dan Eugene WittKopf, American Foreign Policy: Pattern and Process,

Fourth eds., (St. Martin Press, New York: 1991), h. 316-318. 3 Lihat Bab II bagan B.4. “Dukungan Publik AS Terhadap Invasi Irak”, h. 31

4 Jackson E. Baur, The Public Opinion Quarterly, Vol. 26, No. 2 (Summer, 1962), h. 212-226.

Page 71: Rifqi Achmad Sazali.pdf

60

hingga akhirnya dapat terhimpun dalam suatu opini yang hasilnya berupa dukungan

terhadap invasi.

Dengan hasil tersebut, FNC yang mendapatkan keuntungan dengan naiknya

rating sepanjang awal perang berlangsung, menjadikan FNC sebagai mainstream

media di AS.5 FNC diikuti oleh media lainnya sebagai tolak ukur tentang berita apa

saja yang patut dan pantas dengan situasi sosial politik yang dibutuhkan oleh

masyarakat AS. Dengan dijadikannya berita FNC sebagai tolak ukur oleh media lain,

maka hal demikian diartikan bahwa dalam membangun pandangan positif terhadap

invasi, FNC tidak bekerja secara tunggal. Dengan proses tersebut juga secara tidak

langsung menggiring seluruh media untuk menjadikan berita menjadi seragam.

Keseragaman yang terjadi pada media massa saat itu tentu membawa pengaruh pada

masyarakat AS yang percaya tentang netralitas seluruh berita dari berbagai media

massa. Dengan demikian, maka keadaan tersebut membuat isu invasi AS ke Irak

menjadi semakin dianggap penting karena sebagian besar media utama di AS juga

membahas seperti yang dibahas oleh FNC.

Dengan transformasi informasi dari media seperti di atas, maka hal ini dapat

mempengaruhi masyarakat melalui konsumsi media elektronik khususnya terhadap

media TV oleh masyarakat AS yang cukup besar. Hal ini dipengaruhi oleh rating

FNC yang berada pada klasemen tertinggi serta keseragaman berita oleh media TV,

dengan kondisi tersebut maka FNC dapat mengkostruksikan pandangan tentang sisi

positif invasi terhadap masyarakat AS. Konstruksi pandangan tersebut dibangun

5 “Chairman Speech to Shareholders News Corporation Limited Annual Meeting”, diakses

pada 14 Februari 2011 pkl. 01:11, dari http://www.newscorp.com/news

Page 72: Rifqi Achmad Sazali.pdf

61

melalui proses kultivasi oleh masyarakat sesuai menurut Straubhaar, J. & LaRose,

bahwa agenda setting yang dikeluarkan oleh FNC menjadikan isu tentang invasi

sebagai hal penting yang menarik masyarakat AS untuk mengamatinya. Sehingga,

suatu realitas politik dari pandangan yang dikeluarkan oleh FNC secara tidak

langsung dapat berpengaruh pada opini publik masyarakat AS pada saat itu.

Keseragaman berita yang ada pada media besar di AS, menjadikan FNC

dengan mudah mentransformasikan sikap dan nilai tentang invasi yang kemudian

menyebarkan sikap serta nilai-nilainya kepada masyarakat AS dan internasional. Hal

ini digunakan untuk menanamkan pandangan kepada masyarakat bahwa mayoritas

masyarakat AS yang diwakili oleh media massa memandang bahwa hal yang sesuai

dengan keinginan masyarakat AS adalah berperang melawan Irak untuk

mengantisipasi segala bahaya yang didengungkan oleh pemerintah AS. Hal ini juga

menunjukkan bahwa media massa khususnya FNC menginginkan sebuah

homogenitas persepsi yang sama. Homogenitas persepsi yang terjadi pada media di

AS saat itu merupakan efek dari penyesuaian media massa selain FNC yang mau

tidak mau harus mengubah pandangannya tentang invasi. Hal ini sesuai menurut

Ibnu Hamad yang menyebutkan, bahwa media massa mau tidak mau memikirkan

unsur kapital agar dapat menyesuaikan atmosfer persaingan antarmedia di AS.6

Dengan menjadikan berita FNC sebagai acuan seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, pada proses homogenitas persepsi tersebut terjadi hal yang cukup rumit.

Seperti halnya media massa CNN, CBS, NBC dan ABC yang dapat dinilai bahwa

core interest-nya lebih kental ke arah liberal harus menyesuaikan pandangannya

6 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. (Granit, Jakarta: 2004), h. 17.

Page 73: Rifqi Achmad Sazali.pdf

62

dengan apa yang terjadi di AS. Hal ini terjadi karena melihat rating FNC yang terus

naik. Dengan keadaan tersebut, maka dapat diartikan bahwa atmosfer persaingan

antarmedia yang dimenangi oleh FNC mendorong redaksi di setiap media massa yang

core interest-nya lebih ke arah liberal menjadi ke arah konservatif yang mendukung

invasi Irak tersebut. Hal ini juga terjadi karena media selain FNC yang lebih liberal

tidak ingin mengalami kemerosotan dalam jumlah rating yang dalam persaingannya

sudah jelas di bawah FNC, mengingat media massa AS selalu mengusahakan

penanaman modal swasta dalam penyiarannya dan juga berimbas pada rating-nya.

Dengan konsumsi berita masyarakat AS yang lebih besar pada malam hari

serta beberapa proses yang menghasilkan keseragaman berita oleh media massa di AS

tersebut,7 maka tidak diragukan bahwa wacana dan tema yang lebih mendukung

perang justru proporsinya lebih dominan pada saat berita malam. Hal ini sesuai

dengan agenda setting menurut Kegley dan Wittkopf yang menjelaskan, bahwa

media melalui agendanya mampu mengkondisikan cara pandang masyarakat AS.8

Dengan demikian, hal ini dianalisis bahwa agenda setting tersebut dapat dinilai

sebagai berita positif terhadap invasi. Agenda setting yang ada dalam hal ini adalah

agenda publikasi berita yang ditampilkan pada waktu prime time atau waktu utama

konsumsi berita dari jam 05:00pm sampai jam 10:00pm pada tiga minggu awal invasi

berlangsung.9 Hal ini juga dapat dilihat dari beberapa wawancara dan jajak pendapat

7 Steve Rendall dan Tara Broughel, “Amplifying Officials, Squelching Dissent”, Extra!

May/June 2003 diakses pada 14 Juni 2011 pkl. 15:30, dari http://www.fair.org/index.php?page=1145 8 Charles W. Kegley and Eugene WittKopf, American Foreign Policy: Pattern and Process,

Fourth eds., (St. Martin Press, New York: 1991), h. 316-318. 9 Rendall dan Broughel, “Amplifying Officials, Squelching Dissent”.

Page 74: Rifqi Achmad Sazali.pdf

63

yang dilakukan oleh media massa AS pada masa invasi AS ke Irak sepanjang tahun

2003.

Bagan A.1. Publisitas acara berita malam utama selama perang Irak 2003

(CBS, ABC, NBC, FNC dan CNN).

Narasumber Persentase/ Jumlah

1. Narasumber pendukung perang

2. Narasumber antiperang

3. Narasumber AS pendukung perang

4. Narasumber AS yang antiperang

5. Narasumber yang sedang dan yang pernah bekerja

untuk pemerintah

6. Narasumber dari kampus, kelompok pakar, dan

organisasi non-pemerintah

7. Narasumber pemerintah AS dari kalangan militer

8. Jumlah pejabat atau mantan pejabat pemerintah

yang tampil di televisi

9. Jumlah aktivis antiperang

10. Narasumber FNC yang mendukung perang.

64%

10%

71%

3%

63%

4%

68%

840 orang

4 orang

81%

Sumber: Steve dan Tara Broughel, “Amplifying Officials, Squelching Dissent,”

Extra!, March-June 2003. http://www.fair.org/index.php.

Dengan bagan di atas, maka dapat dibuktikan bahwa keseragaman berita yang

dipelopori oleh FNC sangat mengarah pada perilaku media yang mendukung invasi

sehingga berimplikasi pada opini publik yang positif di AS. Dengan mayoritas

pendukung perang yang muncul pada media massa di atas, maka narasumber

diposisikan sebagai representator masyarakat AS yang menyampaikan pesannya,

bahwa suara mayoritas saat itu saat itu adalah mendukung invasi Irak 2003. Seluruh

publikasi berita malam di atas dipelopori oleh FNC pada empat hari pertama,

kemudian media massa lainnya mengikuti seperti publikasi berita FNC setelah

diketahui rating FNC terus naik melalui publikasi berita seperti di atas.10

10

Rendall dan Broughel, “Amplifying Officials, Squelching Dissent”

Page 75: Rifqi Achmad Sazali.pdf

64

B. Upaya Pemerintah AS dalam Menangani Media Massa di Medan Perang Pada Saat

Invasi Irak Tahun 2003.

Invasi AS ke Irak tahun 2003 juga ternyata memberikan kompleksitas pada

dunia jurnalistik. Praktik jurnalistik di medan perang, seperti invasi Irak 2003

membawa pergeseran pada nilai dasar kebebasan jurnalistik yang juga sebagai simbol

kebebasan bagi negara demokrasi seperti AS. Pergeseran tersebut diakibatkan karena

masuknya pihak external dari luar media yang membatasi kebebasan media dalam

memperoleh informasi. Hal ini berbenturan juga pada nilai kebebasan yang

merupakan suatu keharusan dimiliki oleh media massa yang pada saat itu sebagai

representator dari seluruh publik untuk mengetahui dan mendapatkan informasi dari

perang yang sedang berlangsung.

Pada masa berlangsungnya Perang Irak 2003, kecenderungan pembatasan

praktik jurnalistik dilakukan oleh pemerintah AS. Pemerintah AS mencampuri

urusan jurnalistik sehingga menimbulkan ketidakleluasaan jurnalis dalam

menginvestigasi langsung di daerah yang seharusnya terdapat banyak infromasi

penting dari berbagai sudut pandang. Dengan adanya saran untuk menyertakan

praktik jurnalistik dalam tubuh militer perang, maka hal inilah yang menyita

kebebasan yang dimiliki oleh media massa dalam menjalankan proses jurnalistik.

Jurnalis yang bergabung secara tidak langsung harus menyesuaikan segalanya

terhadap yang dilakukan oleh militer. Seperti halnya beberapa contoh ungkapan

jurnalis yang pernah bergabung dengan militer:

Page 76: Rifqi Achmad Sazali.pdf

65

Bagan B.1. Ungkapan Jurnalis yang Menyertakan Diri Dengan Militer

Pada Invasi Irak 2003

No. Jurnalis Media Ungkapan

1 Gordon Dillow Kolumnis, The Orange County

Register

Pertempuran di Baghdad

begitu sengit hingga

seringkali mariner

memberiku senjata untuk

digunakan kepada musuh

yang bergerak ke arah

kami. Aku tahu ini

merupakan pelanggaran

tertulis dan non-tertulis

dalam etika jurnalistik,

namun sejujurnya hal

inilah yang membuatku

nyaman

2 Rick Leventhal Koresponden, Fox News Channel

(FNC).

Kami berpakaian sama

dengan mereka (marinir),

kami makan dengan

mereka, kami tidur

bersama dengan mereka,

dan kami menjadi bagian

dari mereka.

3 Chuck

Stevenson

Produser acara 48 Hours

Investigates di CBS News.

Proyek ini sangat keren.

Seperti Band of Brothers

yang sungguh nyata. Aku

sudah lama berhubungan

dengan marinir, kini aku

pernah mengikuti layanan

mulia mereka.

4 Bob Arnot Koresponden, MSNBC dan NBC. Proses penyertaan ini

adalah satu langkah

terbaik dari militer

Amerika dalam hubungan

dengan mereka dengan

pers.

5 John Burnett Koresponden, News Public Radio

(NPR)

Sepanjang perjalanan

bersama marinir, aku tak

bisa melepaskan perasaan

bahwa kami adalah

pemandu sorak.

Kebanyakan dari militer

yang kami sertakan

mengenggap kami bukan

Page 77: Rifqi Achmad Sazali.pdf

66

sebagai jurnalis yang

netral, namun sebagai alat

untuk menunjukkan

prestasi dan kejayaan

mereka.

6 Chantal Escoto Jurnalis, The Leaf- Chronicle. Aku bukan orang yang

turut bertempur, namun

aku siap mengangkat

senapan untuk mereka

atas komandonya jika

perlu. Senapan tidak

sukar digunakan, tinggal

bidik dan tembak.

Sumber: “Embedded/ unembedded I. (Dispatches: slices of the war)”, adaptasi dari

http://goliath.ecnext.com (data diolah oleh penulis)

Dengan beberapa ungkapan para jurnalis di atas, maka penyertaan jurnalis

terhadap tubuh militer terdapat penyesuaian yang mau tidak mau harus dilakukan

oleh jurnalis. Hal ini menunjukkan bahwa adanya transisi perubahan etika jurnlistik

yang sangat nyata karena terdapat pergolakan antara nilai jurnalistik dan jiwa

nasionalisme para jurnalis yang menyertakan dirinya ke dalam unit militer.

Dalam penyertaan jurnalis dalam ini militer ini, dapat dilihat juga bahwa FNC

yang memimpin klasemen tertinggi dalam persaingan antarmedia massa di AS

ternyata tidak dapat berbuat banyak dalam perang yang sedang berlangsung. FNC

hanya dapat diposisikan sebagai konstruktor ide pada tatanan informasi lokal di AS,

namun dalam Perang Irak FNC tidak berbeda dengan media massa lain yang

mendapat pengaruh dari pemerintah AS pada saat pengikutsertaan ke dalam unit

militer.

Pada saat bergabungnya jurnalis dengan militer, maka secara tidak langsung

militer juga dapat mengontrol jalannya peliputan di medan perang. Kontrol tersebut

Page 78: Rifqi Achmad Sazali.pdf

67

dilandaskan pada alasan keamanan dan keselamatan jiwa jurnalis.11

Dengan alasan

itulah maka militer dapat memberikan instruksi kapan dan dimana jurnalis dapat

meliput. Selain itu, dengan penyertaan praktik jurnalistik pada militer tersebut maka

jurnalis akan tertanamkan jiwa patriotismenya, sehingga sedikit banyak pihak militer

akan mempengaruhi jurnalis, khususnya dari Barat untuk membela bahkan

menganggap bahwa perang ini adalah sebuah kebenaran.12

Hal ini dapat diartikan

sebagai pengaruh psikologis pada jurnalis sendiri yang juga menjadikan rasa

dilematis antara tugas jurnalistik yang seharusnya lebih netral atau justru malah

membela pihak militer yang menyerang lawan demi kepentingan nasional AS.

Dengan masuknya saran pemerintah dalam praktik jurnalistik di medan

perang bukan semata-mata menutup ruang gerak jurnalis dalam meliput secara

keseluruhan, namun pemerintah AS hanya ingin membatasi ruang gerak agar jurnalis

yang masuk ke medan perang Irak berada dalam kontrolnya.13

Hal ini sesuai menurut

pemikiran Vandana tentang pengendalian politik. Dalam pengendaliannya terhadap

media massa, pemerintah AS dapat memainkan perannya sebagai aktor penting untuk

mengatur alur perang yang sesuai dengan pandangannya.14

Namun, hal ini dianalisis

bahwa alur perang ini tidak seperti mengatur skema penyerangan dan kontak senjata

terhadap pihak Irak di medan perang secara langsung, tetapi lebih diorientasikan pada

pengaturan informasi yang nantinya ditransformasikan kepada masyarakat banyak.

11

Jules Crittenden, “Embedded Journal: „I went over to the dark side”, pointer online, laporan

jurnalis di medan perang, 11 April 2003, diakses pada 2 Mei 2011 pkl. 11:16, dari

http://poynteronline.org/content/content_view.asp.id=29774. 12

Amy Goodmandan David Goodman, Perang Demi Uang, (Profetik, Jakarta, 2005.), h. 215. 13

Michael wolff, “The Media at War”, New York 11 Agustus 2003, diakses pada 29 Juni

20011 pkl. 11:30, dari www.newyorkmetro.com/nymetro.news/media/features/n_9067.html. 14

Vandana A., Theory of International Politics, (Vikas Publishing, New Delhi: 1996), h. 78.

Page 79: Rifqi Achmad Sazali.pdf

68

Jadi, dengan informasi yang dimiliki oleh media massa yang sebelumnya telah

dikontrol oleh pihak militer, maka pemerintah dapat memberikan pandangannya

sesuai wacana perang yang diinginkan. Dengan kata lain, bahwa seburuk apapun

perang berlangsung maka akan di-counter oleh pemerintah melalui publikasi berita

media massa yang tentunya akan menampilkan dari sisi positif perang tersebut.

Dengan adanya kontrol terhadap media massa tersebut, dalam publikasi berita

ke masyarakat AS dan masyarakat internasional yang menjangkau dari jaringan

media massa dari AS, maka pemerintah AS terlihat lebih menghadirkan sudut

pandangnya. Pemerintah AS terlihat ingin memberikan arus keluar masuknya

informasi yang dijangkau oleh seluruh media AS di seluruh dunia berdasarkan

arahannya. Hal ini dianggap sebagai sebuah manipulasi karena dalam proses

pengumpulan informasi tersebut juga sudah terdapat campur tangan militer AS untuk

mengatur setting waktu dan tempat bagi jurnalis dalam meliput. Selain itu,

disebutnya juga sebagai sebuah manipulasi karena sesuai menurut Arie Indra Chandra

bahwa berita yang diliput dan dipublikasikan oleh media massa dikonstruksikan demi

kepentingan nasionalnya yang juga ditujukan untuk dunia luas atau hanya kelompok-

kelompok kecil tertentu yang terpengaruh oleh media massa khususnya mayarakat

AS sendiri.15

Dengan konstruksi pandangan tersebut, seperti yang telah dijelaskan

oleh Kj. Holsti bahwa hal ini dapat dinilai sebagai sebuah propaganda yang sengaja

15

Arie Indra Chandra, ”Peran media massa sebagai pencipta realitas kedua dalam politik

global”, dalam Yulius P. Hirawan, ed., Transformasi Dalam Studi Hubungan Internasional, (Graha

Ilmu, Fisip Unpar-Bandung: 2007), h. 239-240.

Page 80: Rifqi Achmad Sazali.pdf

69

memang dibangun AS tentang invasi Irak terhadap dunia internasional demi

kepentingan nasionalnya.16

Selain kontrol terhadap medianya sendiri, kontrol pemerintah AS juga sangat

terlihat dalam beberapa kasus yang telah terjadi dalam lingkup kegiatan jurnalistik.

Pembungkaman terhadap media internasional selain media dari AS sendiri juga

dilakukan oleh pemerintah AS, yakni pembunuhan terhadap Taras Protsiu jurnalis

Reuters dari Perancis dan Jose Couso jurnalis Telecinco dari Spanyol di Hotel

Palestine, Baghdad. Pembunuhan tersebut berupa pengeboman yang ditujukan

kepada jurnalis yang tidak mengikutsertakan kegiatan jurnalistiknya pada militer.

Hal ini sangat menunjukan bahwa AS sangat ingin menghadirkan homogenitas

pandangan melalui media yang ikut serta dalam militernya saja. Dengan kata lain AS

memiliki rasa khawatir terhadap media internasional lainnya akan mempublikasikan

berita dari pandagan lain bahkan berita buruk tentang invasi. Hal lain yang

mengindikasikan rasa khawatir ini adalah diketahui juga bahwa Taras Protsiu

merupakan jurnalis yang berasal dari Perancis yang juga sebagai salah satu negara

penolak invasi serta Reuters yang berasal dari Inggris yang jelas pada saat

berlangsungnya invasi, Inggris merupakan salah satu negara yang warganya paling

banyak menentang terhadap invasi tersebut.17

Selain dua media asing di atas, pemerintah AS juga sangat ingin menutup

pandangan media Timur Tengah terhadap invasi Irak tahun 2003, yakni dengan

16

KJ Holsti, Politik Internasonal Suatu Kerangka Analisis, (IKAPI-Binacipta, Bandung:

1992), h. 168 17

“The Largest Protest in Human History”, diakses pada 16 Juni 2011 pkl. 18:14, dari

www.guinnessworldrecords.com

Page 81: Rifqi Achmad Sazali.pdf

70

beberapa kasus yang menimpa Aljazeera yang jelas dilakukan oleh pemerintah AS.

Beberapa kasus yang menimpa Aljazeera tersebut merupakan tekanan yang dilakukan

oleh pemerintah AS baik secara fisik maupun hambatan administratif. Hal ini

merupakan bukti, bahwa pemerintah AS terlihat tidak ingin adanya media tandingan

sehingga membuat arus komunikasi internasional tidak terlalu variatif dalam

penyampaian berita invasi. Dengan kata lain, arus informasi yang dikonsumsi oleh

masyarakat hanya berasal dari publikasi media barat yang memang telah diatur oleh

pemerintah AS.

Dengan adanya tekanan dan hambatan terhadap media tandingan dari Timur

Tengah tersebut, pemerintah AS juga menunjukan, bahwa pihaknya menginginkan

kuatnya arus informasi pada saat itu tetap berasal dari media di bawah kontrolnya

sehingga menimbulkan dukungan atas invasi yang dilakukannya. Dengan demikian,

meskipun sebelum invasi memang terdapat negara yang tidak mendukung terhadap

kebijakan AS tersebut, namun pemeritah AS juga sangat jelas menginginkan invasi

tersebut tidak diprotes oleh negara lain bahkan oleh rakyat AS sendiri hanya karena

akibat dari publikasi media yang menceritakan tentang invasi Irak 2003 tersebut dari

pandangan lain.

C. Dampak Upaya FNC dan Pemerintah Dalam Mentransformasi Pandangan

tentang Invasi Irak 2003 terhadap Publik Inernasional.

Dalam informasi internasional, peran FNC justru tidak terlalu berpengaruh

terhadap dukungan invasi AS ke Irak. Upaya FNC dalam membangun opini publik

internasional di seluruh negara jangkauannya tidak dapat diterima secara langsung

Page 82: Rifqi Achmad Sazali.pdf

71

sebagai suatu hal yang positif. Hal ini menunjukkan adanya suatu pembelajaran dan

penyesuaian nilai pandangan suatu negara dalam memandang berita invasi dari sudut

pandang FNC. Seperti halnya Perancis yang menolak invasi tersebut tidak hanya

memandang isu invasi dari sisi ancaman terhadap AS, namun lebih mengarah kepada

sisi legalitas Dewan Keamanan PBB yang menganggap bahwa invasi hanya boleh

dilakukan terhadap negara agresor dan lebih mengutamakan jalannya perundingan

demi menjaga sisi nilai multilateral yang tertanam dalam PBB.18

Meskipun seluruh acara FNC dapat menjangkau ke 58 negara, namun

publikasi tersebut tidak seluruhnya mempengaruhi publik internasional. Hal ini dapat

dilihat dengan banyaknya protes yang justru muncul dari publik internasional agar

invasi AS ke Irak tidak terjadi berkepanjangan. Protes ini terjadi karena pada invasi

tersebut, masyarakat internasional memandang lebih ke arah sisi kemanusiaan

terhadap korban warga sipil di Irak, bukan hanya dari sisi kepentingan AS dalam

mengantisipasi bahaya dan ancaman yang ada di Irak.19

Protes terhadap invasi

tersebut juga dilakukan agar AS tidak melakukan invasi ke Irak dalam jangka waktu

yang lama, seperti halnya demonstrasi di Inggris yang menyebutkan, bahwa invasi

tersebut tidak menutup kemungkinan akan ada pemanfaatan ladang milik minyak Irak

oleh AS.20

Hal ini juga semakin diperkuat bahwa telah diketahui terdapat tujuan AS

dan Inggris yang ingin memanfaatkan kehancuran Irak pasca penyerangan sejak 20

Maret 2003 hingga 1 Mei 2003. Tujuan tersebut dihubungankan dengan pemanfaatan

18

“Maneuver Cantik Monsieur Chirac”, Harian Tempo edisi 24 April 2003 19

“Thousands join U.S. anti-war march” diakses pada 20 Mei 2011 pkl 17:15 WIB dari

http://news.bbc.co.uk/2/hi/americas/. 20

Lou Posner, “No Blood For Oil”, diakses pada 21 Mei 2011 pkl. 19:10 WIB dari

http://www.votermarch.com.

Page 83: Rifqi Achmad Sazali.pdf

72

sumber minyak serta komplek perkantoran kementerian perminyakan dan

kementerian dalam negeri yang tidak dihancurkan dalam serangan bom di hari-hari

pertama serangan udara pasukan AS.21

Dengan publikasi berita yang dipelopori oleh FNC serta dominasi dari media

barat pada masa invasi berlangsung justru terdapat protes dari dunia internasional.

Setidaknya terdapat protes dari seluruh penjuru dunia yang menolak invasi AS ke

Irak tersebut.

Bagan C.1. Protes anti Invasi Irak 2002-2003 No. Tanggal Demonstrasi, Kota/ Negara

Pra-Invasi ke Irak

1 12 September 2002

27 September 2002

02 Oktober 2002

07 Oktober 2002

26 Oktober 2002

31 Oktober 2002

09 November 2002

16 & 17 November

2002

16 Januari 2003

18 Januari 2003

15 Februari 2003

1000 demonstran berkumpul menolak invasi di depan gedung PBB,

Amerika Serikat.

150.000 demonstran menolak invasi sebagai respon pasca dukungan Tony

Blair (PM Inggris) terhadap invasi, London, Inggris.

1.000 demonstran menolak invasi pasca ditandatanganinya resolusi,

Chicago, Amerika Serikat

3.000 demonstran berkumpul saat pidato Bush di Cincinnati Museum

Center, Amerika Serikat.

100.000 demonstran menolak invasi, AMerika Serikat

150 demonstran menolak invasi dan menolak dukungan Inggris terhadap

AS, di Brighton, Manchester , Glasgow dan London, Inggris.

Sejuta demonstran dari forum sosial Eropa menolak invasi di Florence ,

Italia.

1.000 demonstran berkumpul di Queen Park di Toronto, Kanada, menolak

invasi dan menyebut AS hanya ingin menumbangkan Saddam Hussein

demi minyak, dan mendorong PBB untuk berperan demi meredam

keinginan invasi oleh AS.

Jutaan demonstran yang tersebar antara lain di Turki, Mesir, Pakistan,

Jepang, Belgia, Belanda, Argentina, dan Amerika Serikat menolak invasi

ke Irak.

Jutaan demonstran menolak invasi yang tersebar di Tokyo, Moskow, Paris,

London, Dublin, Montreal, Ottawa, Toronto, Cologne, Bonn, Gothenburg,

Florence, Oslo, Rotterdam, Istanbul dan Kairo.

Jutaan orang protes dari 800 kota di seluruh dunia. Guinness Book of

Records mencatat sebagai protes terbesar dalam sejarah manusia, protes

terjadi antara lain di Inggris, Italia, Spanyol, Jerman, Swiss, Irlandia,

Amerika Serikat, Kanada, Australia, Afrika Selatan, Suriah, India, Rusia,

Korea Selatan, Jepang, dan bahkan McMurdo Station di Antartika.

Mungkin demonstrasi terbesar hari ini terjadi di London, dengan sampai

satu juta demonstran berkumpul di Hyde Park, speaker termasuk Pendeta

21

“The World After the War in Iraq”, diakses pada 25 Maret 2011 pkl. 10:31 WIB dari

www.marxist.com.

Page 84: Rifqi Achmad Sazali.pdf

73

08 Maret 2003

15 Maret 2003

16 Maret 2003

19 Maret 2003

Jesse Jackson, walikota London Ken Livingstone , dan pimpinan Liberal

Demokrat, Charles Kennedy. Sebuah demonstrasi besar, juga dihadiri oleh

sekitar satu juta orang yang berlangsung di Barcelona .

Demonstrasi menolak invasi terjadi oleh tiga pawai terpisah sebanyak

10.000 demonstran berkumpul di Manchester Town Hall, Inggris.

Demonstrasi di Spanyol dan Italia menunjukkan beberapa tingkat

partisipasi terbesar terhadap pro-perang sikap pemerintah mereka, dengan

lebih dari 400.000 pemrotes di Milan, lebih dari 300.000 di Barcelona

membentuk rantai manusia, dan lebih dari 120.000 di Madrid, juga

berlangsung di Seville, Aranjuez, Palencia, dan di Kepulauan Canary.

Ratusan ribu demonstran berkumpul sebanyak 10.000 protes di Paris.

100.000 protes di Berlin, sekitar 20.000 protes di Athena, 10.000 orang

berbaris di Tokyo, dan puluhan ribu di Washington, DC. Ribuan

demonstran lainnya juga berbaris di kota-kota di seluruh dunia termasuk di

Bangkok, Seoul, Hong Kong, Amman, Chicago, Calcutta, Melbourne,

Christchurch, Dunedin, Paris, London, Portsmouth, Leeds, York, Exeter,

Newcastle upon Tyne, Frankfurt, Nuremberg, Zürich, Copenhagen,

Stockholm, Nicosia, Monaco, Santiago de Chile, Havana, Buenos Aires,

Moscow, Seattle, San Francisco, Los Angeles, Atlanta, Vancouver,

Halifax, Ottawa, dan Toronto, serta kota-kota di Yaman, Turkey, dan

wilayah Palestina.

Puluhan ribu siswa di seluruh tanah Britania berkumpul di masing-masing

kota menolak invasi. 4.000 siswa di Birmingham, ribuan siswa di West

Midlands, sekitar 500 siswa di Yorkshire, 200 siswa di Bradford, ribuan

siswa juga berkumpul di kota Leeds dan Horsforth, serta 10.000 anak-anak

sekolah menengah di Manchester.

Awal Invasi ke Irak

2 20 Maret 2003

21 Maret 2003

22-23 Maret 2003

24 Maret 2003

Di Jerman, para mahasiswa menggelar aksi walkout. Di London,

demonstrasi besar-besaran diadakan di depan Gedung Parlemen. Di AS

terjadi demonstrasi di beberapa kota namun tidak terlalu besar dibanding

aksi sebelumnya.

Demonstrasi terorganisasi di hari kedua di kota-kota AS termasuk Seattle,

Portland, Chicago, Atlanta, San Francisco, dan Los Angeles.

Sekitar 150.000 demonstran di Barcelona, lebih dari 100.000 demonstran

di London , sekitar 100.000 demonstran di Paris, sekitar 150.000

demonstran tersebar di kota-kota Jerman, sebanyak 90.000 di Lisbon,

40.000 di Bern. Selain itu demonstrasi terbesar di Swiss selama beberapa

dekade, 10.000 hingga 20.000 di Yunani, Denmark dan Finlandia.

20.000 demonstran menolak invasi di Hamburg, Jerman. Demonstrasi

mingguan, didukung oleh gereja, serikat buruh dan organisasi sipil lainnya,

dimulai lagi pada bulan Januari 2003 sebagai protes terhadap invasi Irak.

Protes pawai di sore hari juga dilaporkan di kota-kota Jerman Berlin dan

Freiburg. Di Italia, kota-kota besar seperti Roma, Milan, dan Turin,

terdapat ribuan siswa dan guru tinggal jauh dari sekolah untuk memprotes

perang Irak. Serikat guru melaporkan bahwa 60 persen dari semua sekolah

ditutup. Pemogokan telah direncanakan beberapa minggu lalu sebagai

sinyal terhadap RUU reformasi sekolah, tetapi dikonversi menjadi protes

anti-perang. 400 pengunjuk rasa anti-perang mencoba memasuki Australia

parlemen di Canberra untuk berbicara kepada perdana menteri, namun

dihentikan oleh polisi. Di India negara bagian Andhra Pradesh, Maois

menyerang pengunjuk rasa toko yang menjual Coca-Cola dan minuman

ringan milik AS. Protes di depan gedung AS dan di toko-toko makanan

cepat saji juga diadakan di Indonesia. Di Mesir , 12.000 siswa dari dua

Page 85: Rifqi Achmad Sazali.pdf

74

25 Maret 2003

28 Maret 2003

29 Maret 2003

30 Maret 2003

universitas di Kairo memprotes serta 3.000 orang di Thailand ibukota

Bangkok. Dalam Rio de Janeiro, Brazil, 150 orang melempari konsulat

Amerika Serikat.

Sekitar 100.000 orang berdemonstrasi di Suriah memprotes AS, Inggris

dan Israel. Protes ini didukung oleh pemerintah Suriah. Selain itu, di

Bangladesh terdapat 60.000 orang berdemonstrasi. Di Korea Selatan juga

terdapat protes di depan gedung parlemen, terkait dengan rencana untuk

pengiriman pasukan Korea Selatan dalam perang Irak.

Sekitar 250 siswa berbaris di kedutaan besar AS di pusat kota London. 200

demonstran anti-perang duduk di jembatan Humber di Hull sehingga

melibatkan beberapa gesekan antara pengendara dan demonstran.

Protes global tidak berhenti pada minggu kedua perang. Sekitar 10.000

protes di Teheran, Iran. Para pengunjuk rasa yang didukung oleh

pemerintah, meneriakkan "Saddam Mati" serta "Kematian bagi Amerika."

Sekitar 50.000 sampai 80.000 berdemonstrasi di Kairo, Mesir, setelah

shalat Jumat. Di Bogota, Kolombia, terjadi kekerasan di depan konsulat

AS pada saat demonstrasi menolak invasi. Pawai dan demonstrasi terjadi

juga di Aljazair dan Bahrain, Palestina, Korea Selatan, Indonesia dan

Pakistan. Di Australia, polisi mencegah pawai protes. Di Jerman , protes

oleh anak-anak sekolah lanjutan. Di New Delhi dan di tempat lain di India,

lebih dari 20.000 protes menentang perang.

Di Inggris ratusan demonstran berbaris dari Cowley ke pusat Oxford dan

sekitar 5.000 demonstran turun ke jalan di Edinburgh. Demonstran

berbaris di sepanjang Edinburgh Princes Street untuk pawai di daerah kota

Meadows .

100.000 orang berbaris di Jakarta, Indonesia. Menurut Jonathan Head BBC

ini adalah demonstrasi anti-perang terbesar terjadi di negara mayoritas

Muslim di dunia. Selain itu, demonstrasi resmi digelar pertama kali oleh

Cina yang mengizinkan mahasiswa asing untuk menyanyikan slogan anti-

perang saat mereka berjalan melewati kedutaan besar AS di Beijing. Di

Amerika Latin juga menggelar demonstrasi di Santiago, Mexico City,

Montevideo, Buenos Aires dan Caracas. Di Jerman setidaknya 40.000

orang membentuk rantai manusia di kota utara Munster dan 35

Osnabrueck. Sekitar 23.000 demonstran mengambil bagian dalam pawai di

Berlin dan berakhir di taman Tiergarten, protes berlangsung di Stuttgart

dan Frankfurt, di mana 25 orang ditahan ketika mereka mencoba untuk

memblokir pintu masuk ke sebuah pangkalan udara AS. Pawai juga

diselenggarakan di Paris, Moskow, Budapest, Warsawa dan Dublin.

Pasca-Jatuhnya Baghdad oleh Militer AS

3 12 April 2003

25 Oktober 2003

Protes terjadi di Washington DC, San Francisco, dan Los Angeles untuk

menyerukan bahwa Perang Irak harus selesai pasca tiga hari jatuhnya

Baghdad ke tangan AS. Di Washington, 30.000 demonstran melakukan

pawai memprotes terhadap perusahaan seperti Bechtel dan Halliburton

untuk tidak campur tangan dalam urusasn minyak Irak.

Puluhan ribu orang berdemonstrasi di Washington DC, San Francisco,

California, Reno, Nevada berunjuk rasa menganjurkan untuk segera

mengeluarkan pasukan AS dan koalisi dari Irak. Di Washington DC

terdapat 20.000 demonstran. Protes berakhir dengan sebuah rally di

Washington Monument.

Sumber: "President, House Leadership Agree on Iraq Resolution”,

www.whitehouse.archives.gov; “The Largest Protest in Human History”

www.guinnessworldrecords.com/; dan adaptasi dari“BBC News”

www.news.bbc.uk/news/war_story/ (data diolah oleh penulis)

Page 86: Rifqi Achmad Sazali.pdf

75

Dengan banyaknya protes di atas dapat dilihat bahwa FNC dan beberapa

media yang seragam dengan pandangannya tidak terlalu berpengaruh terhadap dunia

internasional yang memandang invasi dari sisi kemanusiaannya. Hal ini terjadi

karena berita yang dipublikasikan oleh media barat sebagian besar hanya berupa

dukungan terhadap pemerintah AS, namun hal ini tidak berpengaruh pada publik

internasional yang tidak termasuk dalam kepentingan pemerintah AS meskipun pada

publikasi berita yang ditampilkan oleh FNC dan media AS lainnya betapa pentingnya

invasi Irak terhadap dunia internasional.

Hal di atas tentu berbeda bila melihat kembali pada masa eskalasi invasi Irak

yang didukung oleh Tony Blair. Blair sebagai Perdana Menteri Inggris yang

merespon pernyataan Rupert Murdoch pada masa kampanye dukungan invasi

dianggap sebagai sebuah pengaruh positif. Hal ini sesuai menurut Kegley dan

WittKopf yang menyebutkan bahwa media massa masuk dalam proses pembuatan

dan implementasi kebijakan luar negeri yang dijadikan sebagai sumber.22

Dukungan

tersebut dianggap sebuah pengakuan internasional oleh AS yang memandang bahwa

invasi memang harus dilakukan. Hal ini juga dianggap sebagai respon Inggris

terhadap kebijakan AS melalui media massa yang terjadi di luar kerjasama Inggris

dan AS yang telah dijalin sejak tahun 1945.

Dengan kejadian di atas, telah jelas terlihat bahwa FNC ternyata hanya

berpengaruh pada publik lokal yang juga dibantu oleh media massa AS lainnya yang

menganggap FNC sebagai sebuah parameter. Selain itu, pada tingkat internasional

22

Kegley dan WittKopf, American Foreign Policy, h. 539.

Page 87: Rifqi Achmad Sazali.pdf

76

pengaruh FNC sebagai salah satu wakil media di AS hanya mampu mempengaruhi

Inggris yang telah jelas bila melihat hubungannya juga sangat dekat dengan AS sejak

tahun 1945. Pengaruh FNC terhadap Inggris ini juga ternyata hanya dapat dilihat

pada tatanan elit politiknya saja, namun tidak berpengaruh pada publik yang lebih

luas, sehingga telah terlihat banyaknya mayoritas protes terbesar dari seluruh dunia

berada pada publik di Inggris.

Page 88: Rifqi Achmad Sazali.pdf

77

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Skripsi ini telah melakukan penelitian tentang upaya Fox News Channel

(FNC) dalam membentuk opini publik AS serta upaya pemerintah AS dalam

membangun opini publik pada saat invasi Irak 2003. Melalui studi pustaka

setidaknya penulis memiliki kesimpulan bahwa upaya FNC dan pemerintah AS

dalam membangun opini publik di AS memang memiliki usaha yang signifikan

sehingga terbentuknya opini publik. Dalam membentuk opini publik, FNC

memang berpengaruh pada tatanan publik lokal di AS. Arus informasi lokal juga

berubah menjadi seragam sebagai akibat dari penyesuaian media di AS yang pada

saat itu kalah dalam jumlah rating dari FNC dan mengubah arah pemberitaan

seperti yang dibahas oleh FNC. Dengan demikian sehingga menimbulkan bagi

sebagian besar masyarakat AS menganggap bahwa invasi adalah suatu hal yang

benar. Argumen ini dibangun setidaknya berdasarkan tiga temuan, dalam

penelitian sebagai berikut:

Pertama, Bab II memberikan pemahaman dasar tentang tinjauan umum

FNC di AS, serta hubungan media massa dan pemerintah AS dalam proses

peliputan invasi berlangsung. Dalam bab II ini penulis menemukan bahwa upaya

pengaruh yang diberikan oleh FNC memiliki alasan: Pertama, dibangunnya FNC

pada tahun 1996 oleh Ruppert Murdoch ternyata ingin memberikan persaingan

terhadap media besar CNN yang pada tahun 1991 pernah menjadi salah satu

media terbesar yang menampilkan perang secara real time. Ke dua, latar belakang

Page 89: Rifqi Achmad Sazali.pdf

78

kepemilikan FNC, yakni Ruppert Murdoch dan Roger Ailes sebagai Pejabat

Eksekutif Tertinggi atau Chief Executive Officer (CEO) ternyata memang terlihat

sangat mengarahkan pandangannya sesuai dengan kebijakan Partai Republik. Hal

tersebut dibuktikan karena Ailes merupakan orang yang berjasa untuk Partai

Republik AS pada masa kampanye pemilihan Presiden di AS tahun 1968-1984

hingga pada saat di FNC memiliki andil penuh dalam mengatur pemberitaan di

ruang redaksi. Ke tiga, FNC memanfaatkan konsumsi berita bagi masyarakat

yang percaya bahwa media massa memunculkan nilai-nilai jurnalistik yang netral,

sehingga semakin memudahkan FNC dan media massa lainnya untuk

mentransformasikan pandangannya mengenai invasi. Hal ini digunakan FNC

dengan cara membuat pemberitaan yang sifatnya mendukung perang tanpa

memberikan pandangan tentang buruknya invasi secara lebih banyak yang

sifatnya kontroversi. Dengan cara yang digunakannya maka menjadikan dirinya

sebagai pemegang rating tertinggi pada tahun 2003, yakni saat invasi

berlangsung. Ke empat, pada masa invasi berlangsung, pemerintah dan media

massa seakan berkolaborasi dalam membangun opini publik. Hubungan antara

media massa dan pemerintah tersebut menjadi harmonis karena pada peliputan

Perang Irak 2003, media massa disarankan untuk masuk ke dalam bagian dari

militer AS hingga akhirnya lebih banyak penyesuaian yang di lakukan media

massa terhadap militer dengan alasan keamanan jurnalis.

Ke dua, dalam bab III diidentifikasikan faktor pendorong terjadinya invasi

AS ke Irak tahun 2003. Secara garis besar, invasi AS ke Irak tersebut didasarkan

atas rasa khawatir AS terhadap negara-negara yang dianggapnya berbahaya bagi

dunia internasional khususnya bagi AS sendiri. Pada hal ini AS memandang Irak

Page 90: Rifqi Achmad Sazali.pdf

79

sebagai ancaman baginya. Rasa khawatir ini didukung oleh berbagai jejak buruk

yang pernah dilakukan oleh Irak di bawah kepemimpinan Saddam Hussein. AS

yang menganggap Irak sebagai ancaman menuduh Saddam Hussein adalah

seorang yang berada dibalik penyerangan 9/11 tahun 2001 yang harus

dilengserkan dari kursi kekuasaan dengan cara invasi sambil menyisir berbagai

ancaman di Irak sesuai bahaya yang dicurigainya. Selain rasa khawatir yang AS

tunjukan dengan mengeluarkan kebijakan luar negeri invasi AS ke Irak, rasa

percaya diri AS muncul karena AS didukung oleh Inggris yang juga

membenarkan segala sesuatu yang didengungkan AS tentang bahaya Irak tersebut.

Hal ini menimbulkan semakin kuatnya legalitas AS di mata masyarakatya sendiri

meskipun terdapat penolakan dari Dewan Keamanan PBB.

Ke tiga, bab IV memberikan pemahaman tentang analisis upaya FNC

dalam membentuk opini publik serta upaya yang dilakukan pemerintah AS dalam

membangun opini publik pada saat invai Irak 2003. Selain itu pada bab ini juga

menunjukan tentang pandangan publik sebagai efek dari upaya kedua pihak.

Dengan latar belakang FNC yang lebih mendukung perang, ternyata

pemerintah AS juga tidak cukup dengan dorongan FNC di AS, namun pemerintah

AS mengambil langkah penting untuk menangani media massa di medan perang pada

saat invasi berlangsung. Hal ini dapat dielaborasikan dengan melihat mekanisme

kerja antara pemerintah dan FNC. Pemerintah AS melakukan embedded

journalism terhadap media dari negaranya dan penutupan ruang gerak terhadap

media asing yang tidak termasuk dalam arahan embedded journalism. Dengan

keadaan tersebut, sehingga publikasi berita yang dikeluarkan ke seluruh negara

jangkauannya lebih banyak dari pandangan media AS. Berita yang dipublikasikan

Page 91: Rifqi Achmad Sazali.pdf

80

sudah tentu dipelopori dan telah dipengaruhi oleh FNC melalui persaingan

antarmedia di AS. Dengan demikian, maka arus informasi yang dihadirkan baik

di AS maupun di seluruh negara jangkauan yang mendapatkan jaringan FNC,

merupakan dari beberapa penyesuaian media di medan perang dan dalam

persaingan antarmedia di AS.

Page 92: Rifqi Achmad Sazali.pdf

81

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Chandra, Arie Indra, ”Peran media massa sebagai pencipta realitas kedua dalam

politik global”, dalam Yulius P. Hirawan, ed., Transformasi Dalam Studi

Hubungan Internasional, (Graha Ilmu, Fisip Unpar-Bandung: 2007).

Chomsky, Noam, Politik Kuasa Media, terj., (Jakarta: Pinus Book Publisher,

2006).

Colhoun, Jack, “How Bush Becked Iraq”, Middle East Report (May-June 1992).

Creswell, John W., Reseach Design Qualitative and Quantitative Approaches,

(United Kingdom: Sage Publications, 1994).

Daulay, Richard M., Amerika vs Irak, (Jakarta: Libri, 2009).

Fukuyama, Francis, After The Neocons: America at the Crossroads, (London:

Yale University Press, 2006).

Goodman, Amy dan Goodman, David, Perang Demi Uang, (Profetik, Jakarta,

2005.).

Gray, Jerry D., Dosa-Dosa Media Amerika, (Jakarta: UFUK Press, 2006.).Nye,

Joseph S., Understanding International Conflicts: An Introduction to

Theory and History, (London: Harper Collins College Publisher, 1993).

Hamad, Ibnu, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. (Granit, Jakarta:

2004).

Hamad, Ibnu, Dunia Timur Tengah Dalam Pers Barat, (Jakarta: Granit, 2005).

Harison, Lisa, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana. 2007).

Page 93: Rifqi Achmad Sazali.pdf

82

Hendrajit, ”Makna Strategis Kunjungan Menlu”, dalam Tangan-tangan Amerika:

Operasi Siluman AS di Pelbagai Belahan Dunia, (Jakarta: Global Future

Institute, 2010).

Herman dan Chomsky, Noam, Manufacturing Consent, The Political Economy Of

The Mass Media, (Patheon Books, New York: 1998).

Holsti, KJ, Politik Internasonal Suatu Kerangka Analisis, (IKAPI-Binacipta,

Bandung: 1992).

Ikenberry, John G., “America‟s Imperial Ambitions” dalam American Foreign

Policy Theoretical Essay, Edisi ke-4, (New York: W.W. Norton dan

Compagny, Inc., 2007).

Ispandriano, Lukas S., dkk, Media-Militer-Politik: Crisis Communication,

(Yogyakarta: Galang, 2002).

Kegley, Charles W. dan WittKopf, Eugene, American Foreign Policy: Pattern

and Process, Fourth eds., (St. Martin Press, New York: 1991).

Luhulima, C. P. F., Eropa Sebagai Kekuatan Dunia: Lintasan Sejarah dan

Tantangan Masa Depan, (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992).

Mas‟oed, Mochtar, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi,

(Jakarta: LP3ES, 1990).

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2002).

Pelletiere, Stephen C., Landpower And Dual Containment: Rethinking America’s

Policy In The Gulf, (US Army War College: Strategic Studies Institute,

November 1999).

Rudy, Teuku May, Perspektif Komunikasi Internasional dan Media Humas

Internasional, (IKAPI-PT Refika Aditama, Bandung: 2005).

Page 94: Rifqi Achmad Sazali.pdf

83

Sihbudi, Riza, “Bara Timur Tengah (Islam, Dunia Arab, Iran)”, (Bandung:

Penerbit Mizan, 1991).

Sihbudi, Riza, Menyandera Timur Tengah, (Jakarta: Penerbit Mizan, 2007).

Sholehi, Mohammad, Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik, (Simbiosa

Rekatama Media, Bandung: 2009).

Straubhaar J., & LaRose R., Communications media in the information society.

(Belmont, CA: Wadsworth/Thomson Learning, 2002).

Tamhuri, Elba, Dibalik Invasi AS ke Irak, (Jakarta: Senayan Abdi Publishing,

2003).

Taylor, Philip M., global Communication International Affairs and The Media

Since 1945, (London: Routledge, 1997).

Vandana A., Theory of International Politics, (Vikas Publishing, New Delhi:

1996).

Waltz, Kenneth N., “Globalization and American Power,” The Journal of

National Interest, Number 59, (Spring 2000).

Jurnal:

Agustina, Nur, “Studi Atas Dukungan Inggris Terhadap Invasi Amerika Serikat

Atas Irak Maret 2003”, (Tesis Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Hubungan Internasional Program Pasca Sarjana,

Universitas Indonesia, 2007).

Ambarry, Yusron Bahauddin, “Penerapan Sanksi Ekonomi PBB Terhadap Irak

dan Faktor Kegagalannya”, (Tesis Jurusan Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia 2002).

Anwar, Dewi Fortuna, “Tatanan Dunia Baru”, Jurnal Demokrasi dan HAM Vol.3,

No.2, (Mei-September 2003).

Page 95: Rifqi Achmad Sazali.pdf

84

Baur, Jackson E., “The Public Opinion Quarterly”, Vol. 26, No. 2 (Summer, 1962)

Dimitrova, Daniela V., “Television Coverage of the Iraq War”, Volume 10.

Number 1, Journal Press/ Politics, (Winter 2005).

Harmiyati, “Dimensi Teknologi, Keamanan dan Ekonomi Dalam Invasi AS Ke

Irak”, Jurnal Paradigma Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Yogyakarta, Volulme VII, Nomor 20, (Maret 2003).

Heriyanto, Jimmi, “Tetap Diperlukannya Kehadiran Militer AS di Irak Pasca

Saddam Hussein: Keberadaan Minyak Di Timur Tengah Kekayaan

Minyak Di Irak”, (Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program

Studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, 2009).

Jurnal Studi Amerika, Vol. VI Januari-Juli 2000, PKWA-UI Jakarta.

Widjadjanto, Wisnu B., “Hak Mengetahui Sebagai Wujud Kebebasan Pers di AS”,

KWA (Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia,

1992).

Surat Kabar:

Budi Setyarso, “Rudal AS Bunuh Wartawan”, Harian Tempo, edisi 09 April

2003.

Daru P.,“Demo Anti-AS Guncang Bagdad”, Harian Tempo, edisi 21 April 2003.

Nurkhoiri,“Negara Arab Ingin AS Segera Pergi”, Harian Tempo edisi 20 April

2003.

Pamuji, Nanang, “Dilema Barat Terhadap Irak”, Harian Suara Pembaruan, edisi

13 Maret 2002.

Piyanto, Andrea “Hubungan Amerika Dengan Perancis Kian Memburuk”,

Harian Tempo, edisi 19 Maret 2003.

Page 96: Rifqi Achmad Sazali.pdf

85

Rahman, “Geliat Irak Pasca Saddam, Laporan Dari Lapangan”, Harian

Kompas, Jakarta, Oktober 2003.

Sahal, “Perang Irak dan Dunia Hobbesian Amerika Serikat”, Harian Tempo edisi

30 Maret 2003.

Suditomo, Kurie, ”Propaganda di Mata Seorang Wartawan Perang”, Harian

Tempo, 8 April 2003.

“Kontroversi Senjata Kimia dan Biologi Irak”, Harian Kompas edisi 4

November 2003.

“Maneuver Cantik Monsieur Chirac”, Harian Tempo edisi 24 April 2003

“Pertimbangan Kekuatan AS dan Irak”, Harian Republika, edisi 19 Maret 2003.

“Pasukan AS Mewarnai Kuwait”, Harian Kompas, edisi 18 Maret 2003.

“Senjata Nuklir Antara Isu dan Fakta”, Harian Kompas, edisi Senin 4 November

2002.

Internet:

Ackerman, Seth, “Fox News Channel's extraordinary right-wing tilt”, artikel

diakses pada 26 April 2011, dari http://www.fair.org/index.php.

Alterman, Eric, “Fox Outfoxes Itself”, artikel diakses pada 16 April 2011, dari

http://www.americanprogress.org/issues/2004/07/b122948.html.

Alterman, Eric, “Media Concentration: the Repudiation of Michael Powell”

artikel ini diakses pada 13 Februari 2011, dari

http://americanprogress.org/issues/2004/07/b108399.html.

Christa, Retna, “Peran News Corporation dalam Kebijakan Luar Negeri Amerika

Serikat Menginvasi Irak 2003“, artikel diakses pada 01 November 2010,

dari http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1207138150.pdf.

Page 97: Rifqi Achmad Sazali.pdf

86

Choirul, “Perintahkan Pembunuhan Suku Kurdi”, artikel diakses pada 18 April

2011, dari http://tempointeraktifinternasional.com.

Crittenden, Jules, “Embedded Journal: „I went over to the dark side”, pointer

online, laporan jurnalis di medan perang, 11 April 2003, artikel diakses

pada 2 Mei 2011, dari http://poynteronline.org/content/content.

Day, Julia, “Murdoch praises Blair's 'courage'”, artikel diakses pada 16 April

2011, dari http://www.guardian.co.uk/politics/uk.iraqandthemedia.

Deans, Jason, “Fox challenges CNN's US ratings dominance”, artikel diakses

pada 14 Februari 2011, dari www.guardian.co.uk/media/tvnews.

Escoto, Chantal, “Military, Media Benefit from „Embed‟”, The Leaf-Chronicle, 22

Juni 2003, artikel ini diakses pada tanggal 09 Januari 2011, dari

http://www.theleafchronicle.com.

Graber, “Television Sapping Broadcast News Audience,” artikel diakses pada 14

Februari 2011 pkl. 15:30, dari http://www.peoplepress.org

Gruenthal, George “on the Iraqi Patriotic Alliance”, artikel diakses pada 19 April

2011, dari http://www.revolutionarydemocracy.org.

Memmott, Mark, “Fox newspeople say allegations of bias unfounded”, artikel

diakses pada 01 April 2011, dari http://www.webcitation.org/5uRTx6pMd.

Mifflin, Lawrie “At the new Fox News Channel”, diakses pada tanggal 30 April

2011, dari http://www.nytimes.com/1996/10/07/business/at-the-new-fox-

news-channel-the-buzzword-is-fairness-separating-news-from-bias.html.

Lenzner, Robert dan Staff, Globe, “Murdoch, Partner Plan 4th Network”, artikel

ini diakses pada tanggal 03 April 2011, dari http://nl.newsbank.com/nl-

search/we/archives.

Lindner, Andrew M., “Controlling The Media in Iraq”, artikel diakses pada 23

Mei 2011, dari http://www.sociology.psu.edu/Control%20media.pdf.

Page 98: Rifqi Achmad Sazali.pdf

87

Pfeiffer, Eric, “Watching Robert Greenwald's "Outfoxed" with a MoveOn.org

crowd at the Peace House”, artikel diakses pada 16 April 2011, dari

http://www.weeklystandard.com/Content/Publik/Articles/wcb.asp.

Posner, Lou, “No Blood For Oil”, artikel diakses pada 21 Mei 2011, dari

http://www.votermarch.com.

Rendall, Steve dan Broughel, Tara, “Amplifying Officials, Squelching Dissent”,

Extra! May/June 2003, artikel diakses pada 14 Juni 2011, dari

http://www.fair.org/index.php?page=1145

Sanford, Jonathan E., “Irak: Past, Present, Future”, Report for Congress, 03 Juni

2003, artikel diakses pada tanggal 20 April 2011, dari

http://www.au.af.mil/au/awc/awcgate/crs/rl31944.pdf.

Steinberg, Jacques, dan Carr, David, “The 2004 Campaign: The News Media;

Murdoch Is Said to Be Source of Post's Gephardt 'Exclusive'”, artikel ini

diakses pada tanggal 17 April 2011, dari

http://www.nytimes.com/2004/07/09/national/09post.html.

Strobel, Warren p., (Senior Editor) “The Media: Influencing Foreign Policy in the

Information Age”, U.S News and World Report, diakses pada 02 Agustus

2010 pkl. 03:03, dari http://www.unconsulate.gov/wwwhforpol.html

Wolff, Michael, “The Media at War”, New York 11 Agustus 2003, artikel diakses

pada 29 Juni 20011, dari www.newyorkmetro.com/nymetro.news.

“Fox News Channel”, artikel diakses pada 06 April 2011, dari

http://www.newscorp.com/management/foxnewschannel.html,

“Summary of Findings: Fox News Viewed as Most Ideological Network”, artikel

diakses pada 19 April 2011, dari http://people-press.org/2009/10/29/fox-

news-viewed-as-most-ideological-network/.

“Information Technology (IT)”, artikel diakses pada 04 Maret 2011, dari

http://www.fcc.gov/Reports/tcom1996.pdf.

Page 99: Rifqi Achmad Sazali.pdf

88

“Chairman Speech to Shareholders News Corporation Limited Annual Meeting”,

artikel diakses pada 14 Februari, dari http://www.newscorp.com/news.

“Fox and Big Media”, artikel diakses pada 14 Februari 2011, dari

http://www.americanprogress.org/issues/2004/07/b122990.html.

“Seventy-Two Percent of Americans Support War Against Iraq”, artikel diakses

pada 26 April 2011, dari http://www.gallup.com/poll/8038/SeventyTwo-

Percent-Americans-Support-War-Against-Iraq.aspx.

“Iraq's WMD Programs: Culling Hard Facts from Soft Myths”, artikel diakses

pada 29 Maret 2011, dari https://www.cia.gov/news-information/press-

releases-statements/press-release-archive-2003/pr11282003.html.

“Weapon Mass Destruction (WMD)”, artikel diakses pada 22 Maret 2011 pkl.

21:310 dari http://www.globalsecurity.org/cgi-bin/texis.cgi.

“UN Security Council Resolution 687, 707 and 715 and their implications for the

termination all activities of nuclear proliferation-prone-And the law of the

technical assessment”, artikel diakses pada 13 April 2011, dari

http://nuclearweaponarchive.org/Iraq/andre/ISR.I-96-06.pdf.

“Resolution 1441 (2002)” Adopted by the Security Council at its 4644th meeting,

on 08 November 2002, artikel diakses pada 09 Januari 2011, dari

http://www.un.org/Depts/unmovic/new/documents/resolutions/s-res-

1441.pdf.

“Anti-war protests under way”, artikel diakses pada 09 Mei 2011 pkl 20:05, dari

http://news.bbc.co.uk.

“British Conservative Party denounces Bush Blair relationship”, artikel diakses

pada 30 April 2011, dari http://www.bbc.co.uk.

Page 100: Rifqi Achmad Sazali.pdf

89

“Hutchkins Commission (1947) Recommendations”, artikel diakses pada 14 April

2011, dari http://www.cci.utk.edu/Hutchkinss-recommendations.html.

“Tim PBB Kembali Periksa Istana Saddam Hussein”, artikel diakses pada 15

April 2011, dari http://www.korantempo.com/news.

“U.S. has 100,000 troops in Kuwait”, artikel diakses pada 15 Mei 2011, dari

http://articles.cnn.com/2003-02-18/world/sprj.irq.deployment1mckiernan-

troops-commander-of-coalition-forces.

“Profil Saddam Hussein”, artikel diakses pada 15 April 2011, dari

http://www.thefamouspeople.com/profiles/saddam-hussein-95.php.

“Menlu Irak dan Sekjen PBB Rampungkan Pembicaraan Hari Pertama”, artikel

diakses pada 15 April 2011, dari http://www.voanews.com .

“Partai Demokrat: Bush Bohong”, Laporan dari New York pada 11 Juli 2003,

artikel diakses pada 20 April 2011, dari http://www.gatra.com.

“Tim PBB Segel Rudal Al-Samoud 2 Irak”, artikel diakses pada 20 April 2011,

dari http://www.gatra.com.

“An Overview on Sale China's Arms” Stockholm International Peace Research

Institute, SIPRI Yearbook (1983 to 1997), diakses pada 05 Mei 2011, dari

http://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/monograph_reports/MR1119/

MR1119.appa.pdf.

“Media fury at Iraq anarchy”, artikel diakses pada 16 April 2011, dari

http://news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/2941897.stm.

“Iraqis, Marines Pull Down Saddam Statue”, artikel diakses pada 29 April 2011,

dari http://www.foxnews.com/story/0,2933,83682,00.html.

“Bush Declares Victory in Iraq”, artikel diakses pada 09 Mei 2011, dari

http://news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/2989459.stm

Page 101: Rifqi Achmad Sazali.pdf

90

“The World After the War in Iraq”, artikel diakses pada 25 Maret 2011, dari

www.marxist.com.

“Iraq Body Count project”, artikel diakses pada 18 Mei 2011, dari

http://www.iraqbodycount.org.

“Chilcot Inquiry Accused of Fixating on West and Ignoring Real Victims”, artikel

diakses pada 18 Mei 2011, dari http://www.guardian.co.uk.

“The Largest Protest in Human History”, artikel diakses pada 16 Juni 2011, dari

www.guinnessworldrecords.com

“Thousands join U.S. anti-war march”, artikel diakses pada 20 Mei 2011, dari

http://news.bbc.co.uk/2/hi/americas/.