Rhinitis alergi
-
Upload
putu-wijaya-kandhi -
Category
Health & Medicine
-
view
106 -
download
6
Transcript of Rhinitis alergi
PENDAHULUANRinitis alergi penyakit inflamasi yang banyak
ditemui prevalensi : bervariasi, 15 – 20 %Di Indonesia: 40 % anak-anak, 10-30 % dewasaPrevalensi terbesar usia 15-30 tahun
prevalensi pada usia sekolah dan produktif ↑ penurunan kualitas hidup fisik, emosional, gangguan bekerja dan sekolah, gangguan tidur, sakit kepala, lemah, malas, penurunan kewaspadaan dan penampilan
RINITIS ALERGIDefinisi
Penyakit inflamasi disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986)
Kelainan pada hidung dengan gejala bersin, rinore, gatal, tersumbat setelah mukosa terpapar alergen yang diperantarai IgE (WHO-ARIA 2001)
PATOFISIOLOGI
Terdiri dari 2 tahap : Tahap sensitisasi Reaksi alergi, terdiri dari 2 fase :
Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) sejak kontak alergen sampai 1 jam setelahnya
Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan berlangsung 24-48 jam
ALERGENBerdasar cara masuknya, dibagi atas:
Alergen inhalan : debu rumah, tungau, kapukAlergen ingestan : udang, telur, ikan, coklatAlergen injektan : penisilin, sengatan lebahAlergen kontaktan : bahan kosmetik, perhiasan
Faktor non-spesifik : asap rokok, bau yang merangsang, polutan, bau parfum, bau deodoran, perubahan cuaca, kelembaban tinggi
KLASIFIKASI RINITIS ALERGI Dahulu, menurut sifat berlangsungnya :
Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever) Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)
Saat ini menurut WHO-ARIA Berdasarkan terdapatnya gejala :
Rinitis alergi intermiten Gejala terdapat < 4 hari/minggu atau < 4 minggu
Rinitis alergi persisten Gejala terdapat > 4 hari/minggu dan > 4 minggu
KLASIFIKASI RINITIS ALERGI Berdasarkan tingkat ringan beratnya
penyakit: Ringan, berarti tidak terdapat salah satu
dari : gangguan tidur gangguan aktifitas sehari-hari/malas/olahraga gangguan pekerjaan atau sekolah Gejala dirasakan mengganggu
Sedang-berat, berarti didapatkan satu atau lebih hal-hal di atas
DIAGNOSIS Anamnesis Gejala rinitis alergi :
bersin-bersin (> 5 kali/serangan) rinore (ingus bening encer) hidung tersumbat (menetap/berganti-ganti) gatal di hidung, tenggorok, langit-langit atau telinga mata gatal, berair atau kemerahan hiposmia/anosmia sekret belakang hidung/post nasal drip atau batuk kronik adakah variasi diurnal frekuensi serangan, beratnya penyakit, lama sakit (intermiten
atau persisten), usia timbulnya gejala, pengaruh terhadap kualitas hidup : ggn. aktifitas dan tidur Gejala penyakit penyerta : sakit kepala, nyeri wajah,sesak
napas,gejala radang tenggorok, mendengkur, penurunan konsentrasi, kelelahan
ANAMNESISCari kemungkinan alergen penyebabKeterangan mengenai tempat tinggal,
lingkungan dan pekerjaan penderita Riwayat pengobatanRiwayat atopi pasien dan keluarga : asma
bronkial, dermatitis atopik, urtikaria, alergi makanan
PEMERIKSAAN FISIKAnak-anak : Allergic shiner,
Allergic Salute, Allergic Crease, Allergic Facies
Rinoskopi anterior Mukosa edema, basah, pucat-
kebiruan disertai adanya sekret yang banyak, bening dan encer
hipertrofiNasoendoskopi kelainan
yang tidak terlihat di rinoskopi anterior
Cari kemungkinan komplikasi: sinusitis, polip, otitis media
Geographic tongue ( alergi makanan ) Cobble stone appearancePenebalan lateral pharyngeal bands ( PND )Tanda dermatitis atopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG In vivo :
Tes kulit : Tes cukit/tusuk (Prick test) Intradermal SET (skin end point titration)
In vitro : IgE totalIgE spesifik
Sitologi hidung : eosinofil > 5 sel/LPBDPL : eosinofil me↑Tes ProvokasiRadiologis (Foto SPN, CT-Scan, MRI) :
Tidak untuk diagnosis rinitis alergiIndikasi : Untuk mencari komplikasi, tidak ada respon
terhadap terapi, direncanakan tindakan operatif
PRICK TESTBanyak dipakai
sederhana, mudah, murah, sensitivitas tinggi, cepat, cukup aman
Tes pilihan dan primer untuk diagnostik dan riset
Membuktikan telah terjadi fase sensitisasi
Tes (+) ada reaksi hipersensitivitas tipe I atau telah terdapat kompleks Sel Mast – IgE pada epikutan
PRICK TESTBebas AH ( generasi I 3-5 hr, gen II 7-10 hr)
Kulit lengan bawah volar Jarak tiap alergen 2 cmDengan jarum suntik No. 26-27GDitunggu 15 menitKontrol (-): pelarut alergen, kontrol (+) :
histamin Interpretasi hasil :
0 = bila tes cukit (-)+1 = diameter bentol1mm> kontrol (-)+2 = diameter bentol 1-3 mm > kontrol
(-)+3 = diameter bentol 3-5 mm > kontrol
(-)+4 = diameter bentol lebih dari 5 mm >
kontrol (-)
Tes intradermal : Sensitifitas > Prick testReaksi false (+) dan anafilaksis > sering
SET (Skin End-Point Titration)Untuk alergen inhalanUntuk penetapan dosis awal imunoterapi
TES PROVOKASIMerupakan pemeriksaan diagnostik lini 2
(sekunder) bila ada ketidaksesuaian antara hasil pemeriksaan diagnostik primer dengan gejala klinis
Tes provokasi hidungRisiko timbul reaksi yang hebat ↑,
PEMERIKSAAN INVITROIgE total :
Kadar rendah pada individu N, me↑ pada individu atopi tidak selalu (60 %)
Kadar IgE total normal tidak menyingkirkan RASebagai pemeriksaan penyaring, tidak untuk
diagnostikIgE spesifik :
Efisiensi (spesifisitas dan sensitifitas) untuk diagnostik penyakit alergi > 85 %
Hasil baru bermakna bila ada korelasi dengan gejala klinik
DIAGNOSIS DIFERENSIALFaktor Mekanik : deviasi septum,
abnormalitas kompleks osteomeatal, polip hidung, benda asing, tumor hidung&sinus
Infeksi : sinusitis, infeksi bakteri, infeksi virus, imunodefisiensi
Lain-lain : rinitis medikamentosa, rinitis vasomotor
PENATALAKSANAAN Penghindaran allergen (avoidance) dan
eliminasi Medikamentosa/farmakoterapi Imunoterapi Pembedahan (jika perlu) untuk
mengatasi komplikasi sinusitis dan polip hidung
ALLERGEN AVOIDANCE & ELIMINASI Terapi ideal : hindari kontak dengan
alergen dan eliminasi edukasi Pencegahan primer mencegah tahap
sensitisasi Pencegahan sekunder mencegah
gejala timbul, dgn cara menghindari alergen dan terapi medikamentosa
Pencegahan tersier mencegah komplikasi atau berlanjutnya penyakit
PENCEGAHAN PRIMER Saat kehamilan :
tidak merokok dan hindari asap rokok hindari binatang peliharaan, debu rumah dan tungau,
seafood,coklat, kacang, susu sapi, telur konsumsi probiotik oleh ibu selama kehamilan dan menyusui
Setelah bayi lahir : ASI eksklusif menunda pemberian makanan padat sampai usia 4 bulan, susu
formula sampai usia 1 tahun, telur dan kacang sampai usia 2 tahun, kacang-kacangan dan ikan sampai usia 3 tahun
lingkungan harus dijaga bebas dari asap rokok, binatang peliharaan yang berbulu, debu rumah
rumah harus mempunyai ventilasi yang baik dan cukup sinar matahari
diet tinggi antioksidan dan asam lemak omega-3
PENCEGAHAN SEKUNDER Allergen avoidance :
Kamar tidur : Isi seperlunya Kasur/bantal busa, jangan kapuk Sprei, sarung bantal cuci 1x/minggu Cuci selimut, bed cover, sprei, sarung batal dan guling
serta kain korden dengan air panas suhu 60C tungau mati
Hindari tempat lembab dan berdebu, karpet Sofa plastik/kulit, jangan kain Hindari ruangan yang sedang dibersihkan (gunakan
masker, lap basah) Jangan memelihara binatang di dalam rumah Jangan merokok/berhubungan dengan asap rokok
TERAPI MEDIKAMENTOSAAntihistamin
Antagonis yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1
Mengurangi gejala bersin, rinore, gatalAntihistamin ideal :
Efek antikolinergik, antiadrenergik, antiserotonin (-) Tidak melewati SDO dan plasenta efek samping SSP
(-) Efek ke jantung (-) Absorbsi oral cepat, mula kerja cepat, masa kerja lama Tidak ada efek takifilaksis
TERAPI MEDIKAMENTOSAAH generasi I (klasik) :
Lipofilik menembus SDO efek pada SSP sedasi, lemah, dizzines, ganguan kognitif dan penampilan
Efek antikolinergik mulut kering, konstipasi hambatan miksi, glaukoma
Difenhidramin, klorfeniramin, hidroksisin, klemastin, prometasin dan siproheptadin
TERAPI MEDIKAMENTOSAAntihistamin
AH generasi II (non-sedatif) Lipofobikefek SSP minimal, efek antikolinergik(-) Kelompok I : terfenadin, astemisol kardiotoksik Kelompok II : loratadin, setirisin,
fexofenadin,desloratadin,levosetirizin
AH topikal : Azelastin, levocabastin Untuk mengatasi gejala bersin dan gatal pada hidung
dan mata
TERAPI MEDIKAMENTOSADekongestan (α-adrenergik agonis)
Mengurangi sumbatan hidung dan efek minimal mengatasi rinore, efek lain (-)
Per oral : Pseudoefedrin, fenilefrin,fenilpropanolamin Efek SSP : gelisah, insomnia, iritabel, sakit kepala Efek KV : palpitasi, takikardi, TD meningkat
Topikal : Oxymetazolin, fenilefrin, xylometazolin, nafazolin Beberapa hari saja (3-5 hari) mencegah rebound
fenomena, rinitis medikamentosa
TERAPI MEDIKAMENTOSAKombinasi Antihistamin-Dekongestan
Banyak digunakanLoratadin/feksofenadin/setirisin +
pseudoefedrin 120 mg
Ipratropium BromidaTopikal, antikolinergik Efektif mengatasi rinore yang refrakter
terhadap kortikosteroid topikal/antihistaminES : iritasi hidung, krusta, epistaksis ringan
TERAPI MEDIKAMENTOSASodium Kromoglikat Intranasal
Mengatasi bersin, rinore dan gatal pada hidung dan mata, 4 x/hari
Menstabilkan membran mastosit dengan menghambat influks ion kalsium sehingga pelepasan mediator tidak terjadi
Preventif sebelum gejala alergi muncul ( musim pollen )
Aman pada ibu hamil, anak-anak, orang tua
TERAPI MEDIKAMENTOSAKortikosteroid
Kortikosteroid topikal Pilihan pertama untuk rinitis alergi persisten sedang-
berat efek antiinflamasi jangka panjang Mula kerja lambat (12 jam), efek maksimum beberapa
hari sampai minggu Budesonide, beklometason, fluticason
Kortikosteroid oral Terapi jangka pendek Pada rinitis alergi berat yang refrakter
TERAPI LAINNYAImunoterapi:
Respon (-) terhadap terapi medikamentosaPenghindaran alergen tidak dapat dilakukanTerdapat efek samping dari pemakaian obat Desensitisasi & hiposensitisasi alergi
inhalasiNetralisasi alergi makanan
Operatif : konkotomi pada konka hipertrofi berat dan kauterisasi sudah tidak menolong
Hipotesa mekanisme imunoterapi: perubahan dalam respon tipe TH1 dapat terjadi baik sebagai konsekuensi penurunan regulasi (anergy) respon TH2
atau deviasi imun atas pengaruh IL-12. ( Sumber: Durham and Till, 1998)
Modes and sites of action of allergic rhinitis pharmacotherapies
Mast cell
B cell
T cell
(mast cell) Eosinophil
IL-4
IL-3, -5
GM-CSF
VCAM-1
IgE
Immediate rhinitis symptoms• Itch, sneezing
• Watery discharge
• Nasal congestion
Chronic rhinitis symptoms• Nasal blockage
• Loss of smell
• Nasal hyperreactivity
HistamineLeukotrienesProstaglandinsBradykinins, PAF
Allergen
Allergen avoidance
Immuno-therapy
Antihistamines
Sodium cromoglycate
Steroids
Anti-IgE
Diagnosis:Rinitis Alergi
Penghindaran alergen
Intermiten Persisten/menetap
Ringan Sedang-berat Ringan Sedang-berat
-AH oral/topikal-AH+dekos.oral
-KS topikal
AH oral/topikal atauAH+dekogestan oral
KS topikal 2-4 minggu
Gejala persisten Gagal Membaik
Evaluasi 2-4 minggu
Gagal : maju1 langkah
Membaik : teruskanterapi 1 bulan
Terapi mundur1 langkah,
teruskan selama1 bulan
- Penilaian ulang diagnosis- Penilaian kepatuhan- Kelainan anatomi, infeksi- Paparan alergen sgt tinggi
Pertimbangkanimunoterapi
Dosis KS topikal
Gatal/bersin :KS topikal +
AH oral
Rinore menetap :
+ IpratropiumBromida
Sumbatan hidung menetap : + dekongestan topikal/KS
oral (3-5 hari)
Bila gagal :Tindakan operatif
Current concept of the pathogenesis of allergic reactions. In genetically predisposed individuals, primary exposure to an allergen leads to activation of TH2 lymphocytes and stimulation of IgE synthesis. Later exposures cause immediate mediator release and further activation of TH2 cells, with resulting eosinophil and basophil inflammation. Ag, Antigen.
J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1017J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1017
Proposed model of the immunologic effects of allergen immunotherapy. Parenteral introduction of allergen stimulates regulatory T cells to suppress TH2 responses and stimulate TH1 responses. These changes partially suppress responses
subsequentexposure, both immediate mediator release and late-phase inflammation.
J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1018J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1018
. Immunotherapy readdresses the balance between TH2/TH1
responses in favor of TH1 responses. An increase in IL-10–
producing T cells, possibly regulatory T cells is also seen. The relationship between these events remains controversial. T reg, T regulatory cell; DC, dendritic cell; EOS, eosinophil.
J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1028J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1028
Summary of the effects of immunotherapy on T-cell responses. Immunotherapy readdresses the balance between TH2/TH1 responses in favor of TH1 responses. An increase in IL-10–producing T cells, possibly regulatory T cells is also seen. The relationship between these events remains controversial. T reg, T regulatory cell; DC, dendritic cell; EOS, eosinophil.
J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1029J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1029