Rhinitis alergi

43
PENATALAKSANAAN TERKINI PADA RINITIS ALERGI Putu Wijaya K

Transcript of Rhinitis alergi

PENATALAKSANAAN TERKINI PADA RINITIS ALERGI

Putu Wijaya K

PENDAHULUANRinitis alergi penyakit inflamasi yang banyak

ditemui prevalensi : bervariasi, 15 – 20 %Di Indonesia: 40 % anak-anak, 10-30 % dewasaPrevalensi terbesar usia 15-30 tahun

prevalensi pada usia sekolah dan produktif ↑ penurunan kualitas hidup fisik, emosional, gangguan bekerja dan sekolah, gangguan tidur, sakit kepala, lemah, malas, penurunan kewaspadaan dan penampilan

RINITIS ALERGIDefinisi

Penyakit inflamasi disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986)

Kelainan pada hidung dengan gejala bersin, rinore, gatal, tersumbat setelah mukosa terpapar alergen yang diperantarai IgE (WHO-ARIA 2001)

PATOFISIOLOGI

Terdiri dari 2 tahap : Tahap sensitisasi Reaksi alergi, terdiri dari 2 fase :

Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) sejak kontak alergen sampai 1 jam setelahnya

Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan berlangsung 24-48 jam

ALERGENBerdasar cara masuknya, dibagi atas:

Alergen inhalan : debu rumah, tungau, kapukAlergen ingestan : udang, telur, ikan, coklatAlergen injektan : penisilin, sengatan lebahAlergen kontaktan : bahan kosmetik, perhiasan

Faktor non-spesifik : asap rokok, bau yang merangsang, polutan, bau parfum, bau deodoran, perubahan cuaca, kelembaban tinggi

KLASIFIKASI RINITIS ALERGI Dahulu, menurut sifat berlangsungnya :

Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever) Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Saat ini menurut WHO-ARIA Berdasarkan terdapatnya gejala :

Rinitis alergi intermiten Gejala terdapat < 4 hari/minggu atau < 4 minggu

Rinitis alergi persisten Gejala terdapat > 4 hari/minggu dan > 4 minggu

KLASIFIKASI RINITIS ALERGI Berdasarkan tingkat ringan beratnya

penyakit: Ringan, berarti tidak terdapat salah satu

dari : gangguan tidur gangguan aktifitas sehari-hari/malas/olahraga gangguan pekerjaan atau sekolah Gejala dirasakan mengganggu

Sedang-berat, berarti didapatkan satu atau lebih hal-hal di atas

DIAGNOSIS Anamnesis Gejala rinitis alergi :

bersin-bersin (> 5 kali/serangan) rinore (ingus bening encer) hidung tersumbat (menetap/berganti-ganti) gatal di hidung, tenggorok, langit-langit atau telinga mata gatal, berair atau kemerahan hiposmia/anosmia sekret belakang hidung/post nasal drip atau batuk kronik adakah variasi diurnal frekuensi serangan, beratnya penyakit, lama sakit (intermiten

atau persisten), usia timbulnya gejala, pengaruh terhadap kualitas hidup : ggn. aktifitas dan tidur Gejala penyakit penyerta : sakit kepala, nyeri wajah,sesak

napas,gejala radang tenggorok, mendengkur, penurunan konsentrasi, kelelahan

ANAMNESISCari kemungkinan alergen penyebabKeterangan mengenai tempat tinggal,

lingkungan dan pekerjaan penderita Riwayat pengobatanRiwayat atopi pasien dan keluarga : asma

bronkial, dermatitis atopik, urtikaria, alergi makanan

PEMERIKSAAN FISIKAnak-anak : Allergic shiner,

Allergic Salute, Allergic Crease, Allergic Facies

Rinoskopi anterior Mukosa edema, basah, pucat-

kebiruan disertai adanya sekret yang banyak, bening dan encer

hipertrofiNasoendoskopi kelainan

yang tidak terlihat di rinoskopi anterior

Cari kemungkinan komplikasi: sinusitis, polip, otitis media

Geographic tongue ( alergi makanan ) Cobble stone appearancePenebalan lateral pharyngeal bands ( PND )Tanda dermatitis atopi

PEMERIKSAAN PENUNJANG In vivo :

Tes kulit : Tes cukit/tusuk (Prick test) Intradermal SET (skin end point titration)

In vitro : IgE totalIgE spesifik

Sitologi hidung : eosinofil > 5 sel/LPBDPL : eosinofil me↑Tes ProvokasiRadiologis (Foto SPN, CT-Scan, MRI) :

Tidak untuk diagnosis rinitis alergiIndikasi : Untuk mencari komplikasi, tidak ada respon

terhadap terapi, direncanakan tindakan operatif

PRICK TESTBanyak dipakai

sederhana, mudah, murah, sensitivitas tinggi, cepat, cukup aman

Tes pilihan dan primer untuk diagnostik dan riset

Membuktikan telah terjadi fase sensitisasi

Tes (+) ada reaksi hipersensitivitas tipe I atau telah terdapat kompleks Sel Mast – IgE pada epikutan

PRICK TESTBebas AH ( generasi I 3-5 hr, gen II 7-10 hr)

Kulit lengan bawah volar Jarak tiap alergen 2 cmDengan jarum suntik No. 26-27GDitunggu 15 menitKontrol (-): pelarut alergen, kontrol (+) :

histamin Interpretasi hasil :

0 = bila tes cukit (-)+1 = diameter bentol1mm> kontrol (-)+2 = diameter bentol 1-3 mm > kontrol

(-)+3 = diameter bentol 3-5 mm > kontrol

(-)+4 = diameter bentol lebih dari 5 mm >

kontrol (-)

Tes intradermal : Sensitifitas > Prick testReaksi false (+) dan anafilaksis > sering

SET (Skin End-Point Titration)Untuk alergen inhalanUntuk penetapan dosis awal imunoterapi

TES PROVOKASIMerupakan pemeriksaan diagnostik lini 2

(sekunder) bila ada ketidaksesuaian antara hasil pemeriksaan diagnostik primer dengan gejala klinis

Tes provokasi hidungRisiko timbul reaksi yang hebat ↑,

PEMERIKSAAN INVITROIgE total :

Kadar rendah pada individu N, me↑ pada individu atopi tidak selalu (60 %)

Kadar IgE total normal tidak menyingkirkan RASebagai pemeriksaan penyaring, tidak untuk

diagnostikIgE spesifik :

Efisiensi (spesifisitas dan sensitifitas) untuk diagnostik penyakit alergi > 85 %

Hasil baru bermakna bila ada korelasi dengan gejala klinik

DIAGNOSIS DIFERENSIALFaktor Mekanik : deviasi septum,

abnormalitas kompleks osteomeatal, polip hidung, benda asing, tumor hidung&sinus

Infeksi : sinusitis, infeksi bakteri, infeksi virus, imunodefisiensi

Lain-lain : rinitis medikamentosa, rinitis vasomotor

PENATALAKSANAAN Penghindaran allergen (avoidance) dan

eliminasi Medikamentosa/farmakoterapi Imunoterapi Pembedahan (jika perlu) untuk

mengatasi komplikasi sinusitis dan polip hidung

ALLERGEN AVOIDANCE & ELIMINASI Terapi ideal : hindari kontak dengan

alergen dan eliminasi edukasi Pencegahan primer mencegah tahap

sensitisasi Pencegahan sekunder mencegah

gejala timbul, dgn cara menghindari alergen dan terapi medikamentosa

Pencegahan tersier mencegah komplikasi atau berlanjutnya penyakit

PENCEGAHAN PRIMER Saat kehamilan :

tidak merokok dan hindari asap rokok hindari binatang peliharaan, debu rumah dan tungau,

seafood,coklat, kacang, susu sapi, telur konsumsi probiotik oleh ibu selama kehamilan dan menyusui

Setelah bayi lahir : ASI eksklusif menunda pemberian makanan padat sampai usia 4 bulan, susu

formula sampai usia 1 tahun, telur dan kacang sampai usia 2 tahun, kacang-kacangan dan ikan sampai usia 3 tahun

lingkungan harus dijaga bebas dari asap rokok, binatang peliharaan yang berbulu, debu rumah

rumah harus mempunyai ventilasi yang baik dan cukup sinar matahari

diet tinggi antioksidan dan asam lemak omega-3

PENCEGAHAN SEKUNDER Allergen avoidance :

Kamar tidur : Isi seperlunya Kasur/bantal busa, jangan kapuk Sprei, sarung bantal cuci 1x/minggu Cuci selimut, bed cover, sprei, sarung batal dan guling

serta kain korden dengan air panas suhu 60C tungau mati

Hindari tempat lembab dan berdebu, karpet Sofa plastik/kulit, jangan kain Hindari ruangan yang sedang dibersihkan (gunakan

masker, lap basah) Jangan memelihara binatang di dalam rumah Jangan merokok/berhubungan dengan asap rokok

TERAPI MEDIKAMENTOSAAntihistamin

Antagonis yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1

Mengurangi gejala bersin, rinore, gatalAntihistamin ideal :

Efek antikolinergik, antiadrenergik, antiserotonin (-) Tidak melewati SDO dan plasenta efek samping SSP

(-) Efek ke jantung (-) Absorbsi oral cepat, mula kerja cepat, masa kerja lama Tidak ada efek takifilaksis

TERAPI MEDIKAMENTOSAAH generasi I (klasik) :

Lipofilik menembus SDO efek pada SSP sedasi, lemah, dizzines, ganguan kognitif dan penampilan

Efek antikolinergik mulut kering, konstipasi hambatan miksi, glaukoma

Difenhidramin, klorfeniramin, hidroksisin, klemastin, prometasin dan siproheptadin

TERAPI MEDIKAMENTOSAAntihistamin

AH generasi II (non-sedatif) Lipofobikefek SSP minimal, efek antikolinergik(-) Kelompok I : terfenadin, astemisol kardiotoksik Kelompok II : loratadin, setirisin,

fexofenadin,desloratadin,levosetirizin

AH topikal : Azelastin, levocabastin Untuk mengatasi gejala bersin dan gatal pada hidung

dan mata

TERAPI MEDIKAMENTOSADekongestan (α-adrenergik agonis)

Mengurangi sumbatan hidung dan efek minimal mengatasi rinore, efek lain (-)

Per oral : Pseudoefedrin, fenilefrin,fenilpropanolamin Efek SSP : gelisah, insomnia, iritabel, sakit kepala Efek KV : palpitasi, takikardi, TD meningkat

Topikal : Oxymetazolin, fenilefrin, xylometazolin, nafazolin Beberapa hari saja (3-5 hari) mencegah rebound

fenomena, rinitis medikamentosa

TERAPI MEDIKAMENTOSAKombinasi Antihistamin-Dekongestan

Banyak digunakanLoratadin/feksofenadin/setirisin +

pseudoefedrin 120 mg

Ipratropium BromidaTopikal, antikolinergik Efektif mengatasi rinore yang refrakter

terhadap kortikosteroid topikal/antihistaminES : iritasi hidung, krusta, epistaksis ringan

TERAPI MEDIKAMENTOSASodium Kromoglikat Intranasal

Mengatasi bersin, rinore dan gatal pada hidung dan mata, 4 x/hari

Menstabilkan membran mastosit dengan menghambat influks ion kalsium sehingga pelepasan mediator tidak terjadi

Preventif sebelum gejala alergi muncul ( musim pollen )

Aman pada ibu hamil, anak-anak, orang tua

TERAPI MEDIKAMENTOSAKortikosteroid

Kortikosteroid topikal Pilihan pertama untuk rinitis alergi persisten sedang-

berat efek antiinflamasi jangka panjang Mula kerja lambat (12 jam), efek maksimum beberapa

hari sampai minggu Budesonide, beklometason, fluticason

Kortikosteroid oral Terapi jangka pendek Pada rinitis alergi berat yang refrakter

TERAPI LAINNYAImunoterapi:

Respon (-) terhadap terapi medikamentosaPenghindaran alergen tidak dapat dilakukanTerdapat efek samping dari pemakaian obat Desensitisasi & hiposensitisasi alergi

inhalasiNetralisasi alergi makanan

Operatif : konkotomi pada konka hipertrofi berat dan kauterisasi sudah tidak menolong

Hipotesa mekanisme imunoterapi: perubahan dalam respon tipe TH1 dapat terjadi baik sebagai konsekuensi penurunan regulasi (anergy) respon TH2

atau deviasi imun atas pengaruh IL-12. ( Sumber: Durham and Till, 1998)

Modes and sites of action of allergic rhinitis pharmacotherapies

Mast cell

B cell

T cell

(mast cell) Eosinophil

IL-4

IL-3, -5

GM-CSF

VCAM-1

IgE

Immediate rhinitis symptoms• Itch, sneezing

• Watery discharge

• Nasal congestion

Chronic rhinitis symptoms• Nasal blockage

• Loss of smell

• Nasal hyperreactivity

HistamineLeukotrienesProstaglandinsBradykinins, PAF

Allergen

Allergen avoidance

Immuno-therapy

Antihistamines

Sodium cromoglycate

Steroids

Anti-IgE

Diagnosis:Rinitis Alergi

Penghindaran alergen

Intermiten Persisten/menetap

Ringan Sedang-berat Ringan Sedang-berat

-AH oral/topikal-AH+dekos.oral

-KS topikal

AH oral/topikal atauAH+dekogestan oral

KS topikal 2-4 minggu

Gejala persisten Gagal Membaik

Evaluasi 2-4 minggu

Gagal : maju1 langkah

Membaik : teruskanterapi 1 bulan

Terapi mundur1 langkah,

teruskan selama1 bulan

- Penilaian ulang diagnosis- Penilaian kepatuhan- Kelainan anatomi, infeksi- Paparan alergen sgt tinggi

Pertimbangkanimunoterapi

Dosis KS topikal

Gatal/bersin :KS topikal +

AH oral

Rinore menetap :

+ IpratropiumBromida

Sumbatan hidung menetap : + dekongestan topikal/KS

oral (3-5 hari)

Bila gagal :Tindakan operatif

Current concept of the pathogenesis of allergic reactions. In genetically predisposed individuals, primary exposure to an allergen leads to activation of TH2 lymphocytes and stimulation of IgE synthesis. Later exposures cause immediate mediator release and further activation of TH2 cells, with resulting eosinophil and basophil inflammation. Ag, Antigen.

J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1017J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1017

Proposed model of the immunologic effects of allergen immunotherapy. Parenteral introduction of allergen stimulates regulatory T cells to suppress TH2 responses and stimulate TH1 responses. These changes partially suppress responses

subsequentexposure, both immediate mediator release and late-phase inflammation.

J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1018J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1018

. Immunotherapy readdresses the balance between TH2/TH1

responses in favor of TH1 responses. An increase in IL-10–

producing T cells, possibly regulatory T cells is also seen. The relationship between these events remains controversial. T reg, T regulatory cell; DC, dendritic cell; EOS, eosinophil.

J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1028J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1028

Summary of the effects of immunotherapy on T-cell responses. Immunotherapy readdresses the balance between TH2/TH1 responses in favor of TH1 responses. An increase in IL-10–producing T cells, possibly regulatory T cells is also seen. The relationship between these events remains controversial. T reg, T regulatory cell; DC, dendritic cell; EOS, eosinophil.

J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1029J ALLERGY CLIN IMMMUNOL 2004;113:1029