Resume Sken 1 Blok 14 Kel. A
-
Upload
eka-putra-prayoga -
Category
Documents
-
view
117 -
download
5
description
Transcript of Resume Sken 1 Blok 14 Kel. A
RESUME TUTORIAL BLOK 14
SKENARIO 1
KELOMPOK A
PENURUNAN KESADARAN
Oleh :
1. Ayu Yoniko Christi (092010101001)
2. Bambang Prabawiguna (092010101002)
3. Farah Azizah (092010101003)
4. Mirna Ayu Permatasari (092010101004)
5. Ashoka Sulistyasmara (092010101005)
6. IGN AG Darma Putra (092010101006)
7. Erwin Maulana F.P (092010101007)
8. Elsa Viona (092010101008)
9. Dafista Duyantika (092010101009)
10. Bagus Gede Krisna A. (092010101010)
11. Ngakan Gede Aditya P. (092010101012)
12. Selma (092010101013)
13. Siti Julaikha (092010101014)
14. Imas Ayu Arjianti P. (092010101018)
15. Aditya Wicaksono (092010101056)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2011
2
SKENARIO 1 (Penurunan Kesadaran)
Seorang Pasien Perempuan, Usia 58 Tahun, dibawa oleh keluarganya ke Unit Gawat Darurat
RS. Anak pasien menceritakan bahwa ibunya terjatuh saat ingin ke kamar mandi untuk
buang air kecil setelah bangun tidur pagi. Ibunya langsung pingsan, namun beberapa saat
kemudian sadar. Pasien mengeluh sakit kepala dan muntah terus menerus, lengan dan
tungkai kanan sulit digerakkan, saerta sulit berbicara. Dari pemeriksaan didapatkan tekanan
darah 150/90 MmHg, denyut nadi 88x/menit, frekuensi napas 22x / menit. temperatur
tubuh 37,6 derajat celcius GCS 356, dan ditemukan hematoma pada kulti kepala; gula darah
acak, elektrolit, fungsi hati dan ginjal: normal.
ANATOMI
Encephalon (cerebrum, cerebellum)
Brain stem
Medula spinalis
Meningens
HISTOLOGI
FISIOLOGI
Upper Motor neuron
Lower Motor neuron
Fungsi luhur
CVD
TRAUMA KAPITIS
KOMA
NYERI KEPALA
3
ANATOMIFISIOLOGI SYSTEM SARAF
ANATOMI
SISTEM SARAF secara anatomi dibagi menjadi:
1. Sistem Saraf Pusat, terdiri dari:
- Otak
- Medulla spinalis
2. Sistem Saraf Tepi
- 12 pasang saraf cranialis
- 31 pasang saraf spinalis
Secara fungsional dibagi menjadi:
1. Sistem saraf somatik mengontrol aktifitas secara sadar
2. Sistem saraf otonom (viseral) mengontrol aktivitas secara tidak sadar
SISTEM SARAF PUSAT
1. OTAK
Otak berukuran jauh lebih besar dibandingkan medulla spinalis. Otak hampir
memenuhi semua ruang yang tersedia di dalam cavum cranii sehingga struktur
permukaan tertentu membentuk crista. Otak berhubungan dengan medulla spinalis
melalui foramen magnum dan dibagi menjadi lima bagian utama yaitu secara
berurutan:
A. Batang otak, terdiri dari:
1. Medulla oblongata
2. Pons
3. Mesencephalon
B. Cerebellum
C. Cerebrum (hemispherium cerebri)
Tapi ada juga yang membagi otak menjadi tiga bagian yaitu:
A. Otak depan (prosensefalon), dibagi menjadi dua:
4
1. Telensefalon (ujung otak)
2. Diensefalon (jembatan otak)
B. Otak tengah (mesensefalon)
C. Otak belakang (rombensefalon), dibagi menjadi dua:
1. Metensefalon (after brain)
2. Mielensefalon (otak sumsum)
A. BATANG OTAK
1. MEDULLA OBLONGATA
Merupakan lanjutan dari medulla spinalis dengan panjang kira-kira 1 inchi,
berbentuk konus, dan terletak pada dua per tiga canalis dimulai pada
ketinggian foramen magnum serta berakhir pada ujung bawah spons. Anterior
berhubungan dengan pars basilaris ossis occipitalis. Permukaan lateralnya
mempunyai pembengkakan oval (oliva) yang berhubungan dengan substantia
grisea dari nukleus olivarius inferior. Di depan oliva antara oliva dan fissura
mediana anterior terdapat crista longitudinal tempat lewatnya fibrae
corticospinale yang disebut pyramis.
Nervus cranialis yang keluar dari permukaan medulla dalam hubungannya
dengan oliva yaitu:
- N. Hypoglosus (N. XII) keluar secara linier antara oliva dan pyramis
- N. Glossopharingeus (N. IX), N. Vagus (N. X), N. Accesorius (N. XI) keluar
berurutan dari atas ke bawah pada sulcus di belakang tonjolan oliva.
2. PONS
Pons terletak di antara medulla dan linea media di sebelah anterior
cerebellum. Beberapa serabutnya berjalan horizontal melintasi linea media,
menghubungkan kedua hemispherium cerebelli. Pada daerah dimana pons
berhubungan dengan substantia cerebellum disebut horizontal akan
membentuk bundle yang berbatas jelas disebut pedunculus cerebellaris
medius, yang kelihatan pada penampang transversal sebagai tiga lingkaran
besar, berseberangan dengan nucleus nervi facialis, nucleus nervi cranialis
ketujuh dan nucleus salivatorius. Lingkaran yang kecil terletak pada sisi medial
5
pedunculus medius dan disebut pedunculus cerebellaris inferior dan superior
yang juga mengeluarkan serabut saraf yang menghubungkan batang otak.
Pons varoli dibagi menjadi bagian dorsal (tegmentum) dan bagian basal
yang dibentuk oleh nuclei dan serat-serat penghubung. Pada bagian dorsal
terdiri atas nuclei nn. Cranialis yang terdiri dari:
- Nuclei motoris n. trigemini, terletak di tengah-tengah pons veroli
berkualitas brachiomotorik yang memelihara otot-otot masticatorica
dengan axon keluar dari sebelah ventrolateral pons sebagai portio minor
- Nuclei abducen, terletak di bagian bawah pons yang berkualitas
somatomotorik dan memelihara salah satu otot ekstrinsik dengan axonnya
keluar dari permukaan ventral pons dekat garis mediana dan perbatasan
antara pons dengan medulla oblongata
- Nuclei facialis, terletak kira-kira setinggi nuclei n. abducens tapi agak ke
ventral. Berkualitas brachiomotorik yang memelihara otot-otot mimik dan
axonnya keluar dari permukaan lateral setelah mengelilingi n. abducen
sebagai genu internum n. facialis
- Nuclei salivatorius superior, terletak dalam formatio reticularis
dorsolateral dari ujung caudal nuclei n. facialis. Berkualitas viseromotorik
umum yang memelihara glandula lacrimalis, sublingualis, lingualis, labialis,
dan buccales. Axonnya keluar dari permukaan lateral pons dekat n. facialis
yang mengikuti n. intermedius yang kemudian dalam canalis n. facialis
bergabung dengan n. facialis
- Nuclei sensoris n. trigeminus, merupakan nuclei principalis sebagai
kelanjutan dari begian caudal neclei mesencephalis dan berkualitas
somatosensorik umum untuk rangsangan epikritik dan bagian rostral
nuclei tractus spinalis yang merupakan lanjutan dari nuclei principitalis
yang berkualitas somatosensorik umum untuk rangsangan protopatik
- Nuclei vestibularis dan cochlearis, terletak pada perbatasan antara pons
dan medulla oblongata. Nuclei vestibularis berkualitas propioseptif khusus
dan terletak di daerah paling lateral. Sedangkan nuclei cochlearis
berkualitas somatosensorik khusus dan terletak bersama-sama nuclei
vestibularis.
6
- Nuclei lainnya adalah nuclei olivaris superior yang merupakan modifikasi
dari formatio reticularis. Nuclei corporis trapezoidi yang juga merupakan
modifikasi formatio reticularis. Kedua nuclei ini terletak pada bagian
caudal dan berhubungan dengan fungsi pendengaran. Formatio reticularis
tergabung sepanjang batak otak. Nuclei lemnicus lateralis modifikasi dari
formatio reticularis yang letaknya dekat lemnicus lateralis.
Serat-serat penghubung dari dorsal ke ventral terdiri atas fasciculus
lungitudinal dorsalis, fasciculus longitudinal medialis, tractus rubrospinalis,
tractus tectospinalis dan yractus reticulospinalis.
Permukaan dorsalis terdiri dari pons bersama dengan permukaan
dorsalis dari medulla oblongata membentuk fossa rhomboidea yang
merupakan dasar dari ventriculus quartus. Bagian tengahnya terdapat sulcus
mediana dorsalis yang sebelah kanan kirinya terdapat penonjolan yang disebut
eminentia mediana yang di caudalnya terdapat colliculus facialis yang
disebabkan adanya serat-serat dari nuclei facialis yang mengelilingi n. abducen
yang disebut genu internum. Bagian caudal ada penonjolan area cochlearis dan
vestibularis akibat adanya nuklei cochlearis dan vestibularis. Bagian bawah
terdapat stria medullaris yang disebabkan karena adanya serat-serat yang
berasal dari nuclei arcuatus menuju cerebellum ialah fibrae arcuatae externae
dalam medulla oblongata.
Bagian basal dari pons terdiri serat penghubung transversal dan
longitudinal yang diantaranya terdapat nuclei pontes. Serat transversal dari
nuclei ini menuju cerebellum dan disebut tractus pontocereballaris dan serat
longitudinal disebut tractus corticobulbaris dan corticospinalis.
3. MESENCEPHALON
Mesencephalon membentuk bagian atas batang otak, panjangnya
sekitar 1 inchi dan terperforasi oleh canalis centralis atau aquaductus. Di
sebelah rostral berhubungan dengan diencephalons dan di sebelah caudal
berhubungan dengan pons varoli dan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
- Tectum mesencephali
- Tegmen mesencephali
- Basis mesencephali (basis Pedunculi)
7
Beberapa nn. Cranialis yang keluar dari permuaan mesencephali adalah
n. trochearis atau nn. Cranialis keempat yang keluar dari aspek posterior
mesencephalon tepat di bawah corpora quadrigemina inferior. Satu-satunya
nn. Cranialis ketiga yang keluar dari mesencephalon pada fossa
interpeduncularis tepat di atas pons. Nuclei mesencephali adalah nuclei snsorik
yang erat hubungannya dengan n. trigemini.
B. CEREBELLUM
Cerebellum adalah bagian otak yang mempunyai fungsi untuk:
1. Ikut dalam pengintegrasian fungsi motorik, terutama koordinasi gerakan-
garakan dan membentuk fungsi keseimbangan
2. Ikut dalam pengintegrasian sistem sensorik dan motorik dalam arti rangsangan
dapat diteruskan ke cerebellum yang kemudian diolah akhirnya keluar sebagai
gerakan.
Cerebellum dapat dibagi menjadi:
- Bagian tengah (vermis)
- Bagian lateral (hemispheria cerebelli)
Permukaan keduanya menunjukkan adanya lipatan-lipatan kecil
transversal yang disebut folia. Seluruh lapisan bagian cerebellum mempunyai
lapisan yang sama, berbeda dengan hemispheria dari cerebri. Bagian luarnya
dibentuk oleh substantia alba (corpus medullare) yang di dalamnya terdapat
kelompok nuclei dan mempunyai serat-serat penghubungnya merupakan serat
penghubung intrinsik yang terdiri dari serat-serat assosiasi, komissura dan proyeksi.
Untuk serat proyeksi afferens berasal dari sel-sel purkinye cortex cerebelli menuju
nuclei cerebelli. Serat komisurra menghubungkan bagian yang identik kanan kiri
dan serat assosiasi menghubungkan daerah yang setingkat hemispheria yang sam
atau vermis saja. Cortex cerebelli umumnya mempunyai pkica dan terdiri dari tiga
lapisan yaitu:
- Stratum moleculare
- Lapisan sel-sel purkinya
- Lapisan sel-sel granular
8
Cerebellum dihubungkan dengan bagian otak lainnya melalui ketiga pedunculi
cerebelli yaitu:
- Pedenculus cerebelli inferior, menghubungkan dengan medulla spinalis dan
medulla oblongata
- Pedenculus cerebelli medius, menghubungkan dengan pons varoli
- Pedenculus cerebelli superior, menghubungkan dengan mesencephalon
Pada pedunculus cerebellaris terdapat nucleus dentatus yang juga berhubungan
dengan thalamus melalui fibrae dentate rubrales.
C. CEREBRUM
Adalah bagian anterior atau cephalic dari sistem nervosum centrale
membentuk lebih dari tiga per empat bagian otak dan terbagi menjadi dua
hemispheria cerebri yang besarnya setara. Bagian otak depan ini terbagi menjadi
telencephalon dan diencephalon.
- Telencephalon
Merupakan bagian yang paling rostral dan menempati sebagian besar cavum
cranii kecuali fossa cranii posterior. Telencephalon seluruhnya terletak di atas
tentorium cerebelli dan terbagi menjadi 2 belahan yang masing-masing disebut
sebagia hemispherium cerebri kiri dan kanan yang dipisahkan oleh fissura
cerebri sagitalis/longitudinalis satu terhadap yang lainnya. Tiap hemispherium
cerebri terdiri atas cortex cerebri (pallium), corpus medullare dan basal ganglia.
Bagian yang dibentuk oleh kortex cerebri dan corpus medullare dapat dibagi
menjadi:
a. Lobus frontalis, terletak di depan sulcus centralis dan di atas sulcus
lateralis
b. Lobus parietalis, terletak di belakang sulcus centralis dan di atas sulcus
lateralis
c. Lobus occipitalis, terletak di belakang sulcus parietoocccipitalis
d. Lobus temporalis, terletak di depan incisura preoccipitalis dan di bawah
sulcus lateralis
Cortex cerebri pada telencephalon mempunyai lapisan berwarna
keabu-abuan dan disebut sebagai substantia grisea (gray mater) yang terdiri
9
dari sel-sel saraf dan sedikit serat-serat penghubung. Disini terletak pusat-
pusat tertinggi fungsi-fungsi dalam tubuh. Permukaan cortex berlekuk-lekuk
dan permukaan dalam lekukan jauh lebih luas dari yang luar. Lekukan tersebut
ada yang dangkal (sulcus) dan ada pula yang dalam (fissura). Tebal rata-rata
cortex cerebri rataa-rata 2,5 mm dan pada umumnya yang ada dipermukaan
lebih tebal. Luas permukaan cortex cerebri antara 200.000-250.000 cm2 dan
pembagiannya adalah
- 41% lobus frontalis
- 21% lobus parietalis
- 17% lobus occipitalis
- 21% lobus temporalis
Sulci dan fissura dari telencephalon antara lain:
- Sulcus longitudinal cerebri
- Sulcus lateral cerebri (sylvius)
- Sulcus calcarinus
- Sulcus perietooccipitalis
- Sulcus hippocampi
Sulcus-sulcus lain yang memiliki arti fungsional dan topografik yang penting
antara lain:
- Sulcus centralis (Rolandi)
- Sulcus precentralis
- Sulcus postcentralis
- Sulcus frontalis superior dan inferior
- Sulcus intra parietalis
- Sulcus temporalis inferior, medius, dan superior
- Sulcus lunatus
- Sulcus cinguli
- Sulcus collateralis
Berdasarkan pertumbuhan fungsi secara filogenik dan ontogenetic dapat
dibedakan beberapa macam cortex cerebri yaitu:
10
- Archiocortex/archipallium
- Paleocortex/palleopallium
- Mesocortex/mesopallium
- Neocortex/neopallium
Secara struktural keempat macam cortex tersebut juga berbeda yaitu
mengenai susunan sel-selnya. Neocortex terdiri atas 6 lapisan yang berturut-
turut dari luar ke dalam diberi nama menurut brodman:
- Lamina molecullaris, yang terdiri dari sel cagal dan sel galgi type II
- Lamina granularis enterna, banyak mengandung sel pyramida kecil dan sel
granular
- Lamina pyramidalis, lebih banyak mengandung sel pyramida daripada sel
granular dan terdapat pula sel stelatta
- Lamina granularis interna, sebagian besar terdiri dari sel granular sedikit
sel pyramida, stellata, dan sel martinotti
- Lamina ganglionare (pyramidalis internus), terutama mengandung sel
pyramida besar (giant cell of betz) dan sedikit sel stellata, dan sel
martinotti
- Lamina multiforme, terdiri atas sel multiforme atau polymorf dan
mengandung sedikit sel stellata dan sel martinotti
Serat-serat eferens yang keluar dari cortex cerebri sebagian besar
dibentuk oleh axon-axon sel-sel pyramidan yang sebagian besar berupa serat-
serat proyeksi menuju ke pusat-pusat subcortical dan hanya sebagian kecil
yang berupa serat-serat assosiasi atau serat commisura menuju cortex lainnya.
Selain itu dibentuk pula oleh axon-axon sel-sel spindle/polymorf yang berupa
serat-serat asosiasi atau serat-serat commisura.
Sedangkan serat aferens yang masuk ke dalam cortex cerebri berupa
serat-serat proyeksi spesifik yang berasal dari bagian thalamus yang spesifik
dan berakhir pada lapisan granularis interna dan bercabang-cabang pada
bagian ini. Serta proyeksi yang tidak spesifik yang berasal dari bagian thalamus
yang tidak spesifik dan formatio reticularis bercabang-cabang di berbagai
lapisan sampai pada lamina molecularis.
11
Daerah-daerah fungsional cortex cerebri terdiri dari:
- Lobus frontalis
a. Area motoris primaries atau area 4 Brodmann, terletak di belakang lobus
frontalis
b. Area premotorius, terletak di depan area 4 dan area 6 Brodmann, bagian
belakang merupakan gerakan halus dan terlatih, berlainan dengan bagian
depan yang merupakan pusat gerakan kasar
c. Area 8 Brodmann atau daerah optokinetik frontal (frontal eye field),
terletak di sebelah frontalis cortex area premotoris dan bersangkutan
dengan gerakan bulbus oculi di bawah pengendalian kemauan (pergerakan
konjugasi atau asosiasi) dan pusat gerakan otot kasar.
d. Pusat bicara motorik broca
Meliputi area 44 dan 45 yang meliputi bagian pars opercularis dan pars
triangularis gyrus frontalis inferior pada hemispherium cerebri yang
dominan oleh karena pada manusia sebagian besar juga terletak di sebelah
kiri. Daerah ini merupakan pusat bicara motorik.
e. Cortex prefrontalis
Area ini meliputi area 9, 10, 11, dan 12 merupakan cortex asosiasi yang
terletak di depan area 4, 6, dan 8 yang bersifat motorik, pusat asosiasi
tertinggi untuk fungsi intelektual dan fungsi kejiwaan yang membentuk
kepribadian (personality)
- Lobus parietalis
Korteks parietalis mempunyai peran utama pada kegiatan memproses dan
mengintegrasi informasi sensorik yg lebih tinggi tingkatnya. Area somestetik
primer (area 1-3)terletak pada gyrus postcentralis, paralel korteks motorik dan
posterior sulkus centralis. Bagian ini tersusun somatotopik dg menyirip, tapi
tidak identik dg korteks motorik primer. Sensasi semua bagian tubuh diterima
korteks sensorik primer dan disinilah menggapai kesadaran. Sensasi ini
mencakup nyeri, suhu, raba, tekan, proprioseptik. Lesi bagian ini menyebabkan
ggn sensorik kontralateral.
12
Area asosiasi somestetik (area 5 &7) menduduki lobus parietalis superior
meluas sampai permukaan medial hemisfer. Mempunyai banyak hub dg area
lain korteks sensorik. Korteks asosiasi sensorik menerima dan mengintegrasi
modalitas sensorik. Kualitas, bentuk, tekstur, berat, dan suhu berkaitan dg
pengalaman sensorik masa lalu, shg informasi dpt ditanggapi
dandiinteprestasikan. Kesadaran akan bentuk tubuh, letak anggota tubuh,
sikap tubuh, bahasa. Lesi girus angularis (area 39) hemisfer dominant
mengakibatkan aleksia (ketdkmampuan memahami bhsa tulisan) dan agrafia
(tdk mampu menulis) meski dapat bicara normal. Lesi gyrus supramarginalis
(area 40) korteks parietalis mengakibatkan astereognosis (ketdkmampuan
mengenal benda lewat sentuhan) selain memungkinkan stroke dan ggn
kesadaran tbuh terhadap sisi kontralateral lesi
- Lobus temporalis
Adalah area sensorik reseptif unt impuls pendengaran. Korteks
pendengaran primer (area 41&42) sebagai penerima suara, sedang korteks
asosiasi pendengaran (area 22/ area Wernick)sbg proses pemahaman. Selain
memiliki peranan unt ingatn tertentu. Korteks area Werniks penting
untmengerti bhsa ucap, lesi mengakibatkan sulit unt mengerti bahasa
ucap(afacia sensorik/afacia Wernics), atau mungkin ucapan penderita scr
fonetik dan tata bhs benar tapi kata-kata yg dipilih tdk sesuai dan terdiri atas
kata yg tak bermakna.
- Lobus occipitalis
Korteks penglihatan primer (area 17) menerima informasi penglihatan dan
sensasi warna, dikelilingi korteks asosiasi visual (area 18&19) yg berperan dlm
refleks gerak mata bila sedang memandang atau mengikuti objek. Lesi sisi
dominan mengakibatkan kehilangan kemampuan mengenali benda dan
kegunaannya, tp masih tetap mampu mengenali wajah, lesi sisi tak dominan tjd
kegagalan mengenali wajah. Korteks asosiasi visual disebelah area 39 lobus
temporalis berfungsi unt memahami simbol-simbol bahasa, jk rusak
13
mengakibatkan aleksia sensorik/ hilangnyakemampuan memahami apa yg
dibaca
Susunan Substansia Alba Hemispherium Cerebralis
Mengisi daerah antara corteks cerebri dan subcorticales dan derat antara
berbagai nuklei subcorticales. Serat yg membentuk substansia alba
hemispherium cerebri berselubung myelin dibagi3 : serat proyeksi , serat
asosiasi, serat cimmisura.
I. serat-serat proyeksi, merupakan gab:
1. corona radiata
2. capsula interna
a. crus anterior
b. genu
c. crus posterior
3. Capsula eksterna
II. serat-serat commisura
terutama menghub pusat/daerah yg sama pd kedua hemisfer:
a. corpus callosum
b. commisura anterior
c. commisura hipocampi
III. serat-serat asosiasi
menghub daerah korteks yg berbeda satu dg lainnya pd hemisfer yg sama,
beberapa berkas asosiasi:
a. cingulum yg membentuk sebagian substansia alba gyrus cinguli
b. fasciculus uncinatus
c. fasciculus fronto-occipitalis superior dan inferior
14
Basal ganglia
Sekelompok substansis grisea yg terletak basal dari corpus medullare yg sebagian
bsrdibentuk sel-sel sarafdan serat penghubung. Terdiri atas 3 bagian:
1. corpus striatum
2. claustrum
3. nukleus amydaloid
secara phylogenetika ganglia basalis tdd:
a. neostriatum meliputi nucleus caudatus dan putamen
b. paleostriatum yg meliputiglobus pallidus
c. archistriatum yg meliputi amygdala
bekerja untuk integrasi dan ekspresi emosi, perasaan, hasrat.
Rhinencephalon
Meliputi struktur susunan saraf pusat yg menerima serat-serat dari bulbus
olfactorius
DIENCEPHALON
Adalah struktur disekitar ventrikel ke-3 dan membentuk inti bag dlm cerebrum.
Memproses rangsang sensorik dan membantu memulai atau memodifikasi
reaksi tubuh terhadap rangsang tersebut. Dibagi jd 4 wilayah:
a. talamus
terdiri atas 2 struktur ovoid yg besar , masing-masing mempunyai
kompleks nukleus yg slg berhub dg korteks ipsilateral , serebelum & dg
berbagai kompleks nuklear subkortikal. Merupakan stasiun relai yg penting
dlm otak & merupakan pengintegrasi subkortikal yg penting semua jaras
sensorik kec sist olfactorius membentuk sinaps dg nukleus talamus dalam
perjalanan menuju korteks cerebri. Berfungsi sbg pusat sensorik primitif
(individu dpt merasakan samar-samar nyeri, tekan, raba, getar, suhu
15
ekstrim) dan integrasi ekspresi motorik oleh karena hub fungsinya terhadap
pusat motorik utama dalam korteks serebri, serebelum, ganglia basalis.
b. hipotalamus
di bawah talamus, berkaitan dg pengaturan rangsang dr SS otonom perifer
yg menyertai ekspresi tingkahlaku dan emosi. Hipotalamus juga berfungsi
dlm pengaturan hormon-hormon, pengaturan cairan tubuh, suhu tubuh,
lapar, haus.
c. subtalamus
merupakan nukleus ekstrapiramidal diencephalon yg penting, mempunyai
hub dg nuklus ruber, substansia nigra, globus palidus dari ganglia basalis.
Jika lesi menyebabkan diskineksia dramatis (hemibasalismus) ditandai dg
gerakan kaki/tangan yg terhempas kuat pd satu sisi tubuh
d. epitalamus
berupa pita sempit yg membentuk atap diensephalon, berhub dg sist
limbik, berperan pd dorongan emosi dasar dan integrasi informasi
olfactorius, mensekresi melatonin dan membantu irama sirkardian tubuh
dan menghambat hormon gonadotropin.
D. MENINGEN
Terdiri atas 3 lapisan:
1. piamater
terletak erat dg permukaan otak & medspin. Mempunyai perluasan ke lateral
antara radix dorsal dan ventral saraf spinal (lig dentikulata/dentate). Menyertai
pembuluh darah pada permukaan otak dan medspin (piamater spinalis
vaskularisasinya lebih sedikit dari cerebralis)
2. Arakhnoid
Adl lapisan spt film, transparan, spt jala dan dihub ke piamater oleh trabekulasi
seperti lilin. Mempunyai satium (subarakhnoid) yg merup interval antara
16
arakhnoid dg piamater & diisi CSF, terdapat granulasiones arakhnoid yg
merupakan kumpulan spt bulu dg sangat mendekap arakhnoid yg berproyeksi
ke duramater
3. Duramater
Lapisan luar meningen yg keras dan fibrosa. Terdapat spatium epidural
mengandung pleksus venosus vertebralis dan a meningea media pd cavitas
cranialis. Mempunyai 2 lapisan stratum periostealis dan stratum meningealis.
Membentuk sinus-sinus venosus duralis antara 2 stratum atau antara duplikasi
strtum meningeal
E. CSF dan ventrikulus otak
Terletak dlm spatium subarakhnoid, dibentuk pleksus koroid dalam ventrikel
otak. Sirkulasinya melalui ventrikel memasuki spatium subarakhnoid dan
akhirnya disaring ke sistem venosa.
Tekanan CSF biasanya 100 dan 200 mmH2O, diukur melalui punksi lumbal,
diambil untuk pemeriksaan kandungan kimia dan selnya.
Ventrikulus otak adl kavitas dlm jar otak yg merup mpembesaran canalis centralis
tubulus neuralis embryonicus. Cavitas ini adl ventriculus lateralis, tertius,
quartus.
Ventriculus lateralis terletak di dlm subtantia hemisfer cerebri dan tdd pars
centralis dan 3 buah cornu anterior, posteior, inferius. Ventrikulus lateralis
berhub dg ventrikulus tertius melelui foramen interventrikularis dari mUNRO yg
terletak pd bag antrior dinding lateral ventrikulus tertius di bawah ujung anterior
fornix.
Ventrikulus quartus adl cavitas spt tenda dg dasar spt intan. Beberapa nn
cranialess terletak pd regio ini. Ventrikulus berhub dg ruang sub arakhnoid pd
meningen melalui apertura mediana ventriculi quarti dan 2 apertura lateralis
ventriculi quarti (foramina luschka). Apertura mediana (foramen magendi)
17
membuka ke cavum subarakhnoid yg membesar disebut cisterna magna (antar
cerebellum dan medula).
F. Vaskularisasi
Oleh a carotis interna dan a vertebralis cabang cerebral sedang mening
divaskularisasi a mxillaris cabang meningea media. Medspin dan akarnya
divaskularisasi cabang-cabang kecil sepanjang saraf tsb
SUMSUM TULANG (MEDULLA SPINALIS)
Merupakan kelanjutan dari otak dimulai setinggi foramen occipitalis magnum
melanjutkan ke bawah di dalam canalis spinalis dan beakhir pada conus medullaris setinggi
V.Lumbalis I. Kemudian hanya berupa serabut-serabut saraf yang disebut caudal aquina.
Medulla spinalis ini mempunyai bentuk seperti tabung silindris dan didalamnya terdapat
lubang atau canalis centralis. Bagian tepi atau cortex mengandung serat-serat saraf
(white matter) dan bagian tengahnya berwarna gelap (grey matter) yang
mengandung sel-sel body dan bentuknya seperti kupu-kupu. Dari medulla spinalis ini
keluar masuk serabut saraf sebanyak 31 pasang yang melalui foramen intervertebralis.
Sebagaimana otak medulla spinalis juga dilapisi oleh selaput meningen dan mengandung
cairan otak.
Pada medulla spinalis terdapat rute utama pada setiap ketiga columna alba.
Pada tractus asendens terdiri atas tiga tractus yaitu:
1. Tractus spinothalamicus anterior atau ventralis
Meneruskan impuls taktil dan tekanan dari medulla ke thalamus. Serabutnya dimulai
pada collumna posterior substantia grisea dari sisi berseberangan dan melintas diatas
commisura alba anterior sebelum naik pada columna alba anterior.
2. Tractus spinothalamicus lateralis
18
Membawa impuls sakit dan temperatur ke thalamus. Serabutnya bergabung
pada medulla dengan serabut dari tractus spinothalamicus anterior untuk
membentuk lemnicus spinalis. Serabut keluar dari sel yang terletak pada cornu
posterior subatantia grisea sisi seberangannya dan terutama berjalan naik pada
columna lateralis.
3. Tractus spinothalamicus anterior posterior atau ventralis dorsalis
Meneruskan informasi ke cerebellum yang dapat membantu koordinasi otot
(aktivitas sinergik) dan tonus otot juga sentuhan dan tekanan. Serabut-serabut saraf
mulai keluar pada cornu posterius dari sisi yang sama dan berjalan menuju columna
alba lateralis.
T r a c t u s d e s e n d e n s t e r d i r i a t a s :
1. t r a c t u s c o r t i c o s p in a l i s a t a u cerebrospinalis anterior atau ventralis atau
disebut juga tractus pyramidalis direk
Tersusun atas serabut-serabut yang berjalan turun melalui otak dari cortex
cerebri. Medulla terletak didekat fissura antero-media dan berhubungan
dengan kontrol voluntaris dari otot skeletal. Tractus menjadi lebih kecil ketika
berjalan naik dan hampir hilang pada regio thoracis media karena pada ketinggian
ini sebagian besar serabut pembentuknya sudah menyeberang ke sisi berlawanan
untuk berakhir dengan cara membentuk sinaps di sekitar cornu anterior dari
neuron motoris inferior. Beberapa serabut yang masih tersisa akan berakhir pada
columna anterior substantia grisea pada sisi chorda yang sama.
2. Tractus lateralis atau tractus pyramidalis transverse
Mengandung sejumlah besar serabut untuk mengontrol gerak otot volunter.
Serabutnya keluar pada cortex motoris dan melintang diatas atau
bergabung dengan tractus sis i seberangnya pada medulla.
3. Tractus vestibulospinalis
Juga berjalan turun pada columna anterior substantia alba. Tractus ini
mempunyai hubungan dengan fungsi keseimbangan dan postur. Serabut saraf
mulai keluar pada medulla di sisi yang sama dari gabungan sel-sel yang disebut
nucleus vestibularis.
4. Tractus rubrospinalis
19
Terletak tepat di depan tractus corticospinalis lateralis, serabutnya
dimulai pada mesenchepalon dan berjalan turun untuk berakhir di sekitar sel-sel
cornu anterius. Berhubungan dengan kontrol aksi otot dan merupakan bagian
utama dari sistem extrapyramidal.
Tractus motoris dan sensoris merupakan tractus yang paling penting di dalam
otak dan medulla spinalis dan mempunyai hubungan yang erat untuk gerakan motoris
voluntaris, sensasi rasa sakit, temperatur dan sentuhan dari organ-organ indera pada kulit
dan impuls propioseptif dari otot dan sendi.
Tractus corticospinalis atau pyramidalis atau motoris berasal dari cortex
motoriius precentralis, serabutnya berjalan turun melalui capsula interna pada genu dan
duapertiga anterior limbus posterior.
Tractus cortico ventralis mengendalikan neuron-neuron motorik yang melayani
otot-otot pada truncus termasuk mm.intercostalis dan abdominalis. Semua
neuron yang menyalurkan impul-impuls motorik ke nuclei motorii di dalam batang otak
dan medulla spinalis dapat disebut sebagai neuron motor atas (upper motor neuron). Impuls-
impuls motorik ini dapat disalurkan melalui jalur-jalur saraf yang termasuk dalam susunan
pyramidal dan susunan ekstrapyramidal oleh karena itu dalam area yang luas sel-sel neuron
yang membentuk jalur desendens pyramidal (tractus corticobulbaris dan
corticospinalis) dan ekstrapyramidal (tractus reticulospinalis dan rubrospinalis) dapat
disebut sebagai neuron motor atas sedangkan neuron-neuron motorik di dalam nuclei
motorii di dalam batang otak dan medulla spinalis dapat disebut neuron motor bawah
(lower motor neuron).
20
SISTEM SARAF TEPI
Saraf yang kasat mata adalah kumpulan serabut saraf. Serabut ini diikat jadi
satu oleh jaringan ikat. Masing-masing serabut yang hanya terlihat dengan
mikroskop ini dikelilingi oleh sarung yang terdiri dari sel-sel neurilema (identik
dengan sel glia di sistem saraf pusat). Dalam setiap saraf terdapat ratusan atau
ribuan serabut saraf. Jadi tergantung banyaknya serabut saraf yang terkandung,
saraf dapat halus atau tebal. Saraf diselaputi oleh sarung jaringan ikat yang disebut
epineurium. Jaringan ikat ini bercabang ke dalam menyelubungi berkas-berkas
serabut yang disebut funikuli. Jaringan ikat yang menyelimuti funikuli disebut perineurium.
Permukaan dalam perineurium yang halus dibentuk oleh membran sel mesotelia yang
gepeng. Saraf yang kecil mungkin hanya mengandung satu funikulus. Akhirnya setiap
serabut saraf dibungkus oleh sarung jaringan ikat yang disebut endoneurium. Jaringan
ikat ini memberi kekuatan pada saraf dan mengandung pembuluh darah yang
memasok darah untuk saraf. Akar spinal tidak memiliki sarung yang baik sehingga lebih
rapuh.
Terdapat 12 pasang saraf cranial yang meninggalkan otak dan melewati
foramina pada tengkorak.Terdapat 31 pasang saraf spinal yang meninggalkan
medulla spinalis melalui foramina intervertebralis pada columna ve rtebralis
dimana mereka ditemukan 8 saraf cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral dan 1 coccegeal.
A. Saraf Cranial
1. N.I atau N.Olfactorius
Berfungsi untuk mempersarafi pembauan, dan ujungnya beakhir pada atap
cavum nasi.
2. N.II atau Opticus
Penting untuk persarafan penglihatan dan ujungnya berakhir di retina bola mata.
3. N.III atau N.Oculomotorius
Memberikan persarafan untuk otot-otot penggerak bola mata
4. N.IV atau N.Trochlearis
Merupakan saraf terkecil dari nervi cranialis yang juga mempersarafi otot mata.
5. N.V atau N.Trigeminal
21
Merupakan saraf paling besar dari nervi cranialis yang mempersarafi daerah
muka sebagai saraf sensorik dan saraf motorik untuk otot masticatorii. Saraf ini
bercabang 3 yaitu
1). N. Ophtalmicus, nervus ini masuk ke dalam rongga mata /cavum orbita teru s
ke lu ar unt u k memb erikan p ersaraf an sen sor ik p ad a ku l i t dahi,
hidung, sekitar mata dan mukosa (selaput lendir) dari hidung, sinus para
nasalis, dan sensori mata.
2).N.Maxillaris, memberikan persarafan sensoris pada kulit muka bagian
tengah /pipi, bawah mata, lateral hidung, mukosa nasopharing, palatum
molle, tonsil, gigi dan gingival atas serta bibir atas.
3).N.Mandibularis, memberikan persarafan sensoris pada daerah
temporal, telinga, dagu, bibir bawah dan mukosa pipi, gingival, gigi bawah dan
lidah.
6. N.VI atau N.Abducens
Memberikan persarafan motoris otot bola mata.
7. N.VII atau N.Facialis
Nervus yang cabang motorisnya paling besar dan untuk persarafan otot-otot mimik
(expression muscle) dan sensoris 2/3 depan lidah, palatum molle, dari pharynx.
8. N.VIII atau N.Accusticus
Terdiri dari N.Cochlearis dan N. Vestibularis
9. N.IX atau N.Glossopharingeus
Bersifat sensoris pada 1/3 belakang lidah, mukosa pharing dan tonsil.
Sedangkan persarafan motorisnya untuk kelenjar parotis dan kelenjar mulut
la innya.
10. N. X atau N.Vagus
Merupakan nervus cranialis yang terpanjang dari cavum cranii ke leher, ke cavum
thoracalis clan terus ke abdomen. Saraf ini memberikan persarafan sensori pada muka,
mukosa pharynx, laring, jantung, paru-paru, oesophagus, gaster, usus, ginjaI dan kulit
telinga dan lubangnya. Sedangkan persarafan motoris untuk otot laring, pharynx,
otot-otot palatum molle. Spesial motoris bersama nervus parasimpatis.
22
11. N. XI atau N. Accesorius
Saraf motorius untuk otot-otot larynx dan pharynx serta otot-otot leher.
12. N.XII atau N. Hypoglossal
Merupakan saraf motorik untuk otot-otot intrinsic.
B. Saraf Spinal
Masing-masing saraf spinal dihubungkan dengan medulla spinalis oleh 2 radix,
radix anterior clan radix posterior. Radix anterior terdiri atas berkas serabut saraf yang
membawa impuls saraf menjauhi susunan saraf pusat. Serabut saraf seperti ini
dinamakan serabut saraf efferens. Serabut efferens yang menuju ke otot bercorak dan
menyebabkan otot ini berkontraksi dinamakan serabut motoris. Sel asalnya terletak
pada cornu anterius medulla spinalis. Radix posterior terdiri atas berkas serabut-serabut
saraf yang membawa impuls ke susunan saraf pusat dan dinamakan serabut afferens.
Karena serabut ini berkaitan dengan penghantran informasi tentang substansi raba,
nyeri, suhu dan vibrasi maka disebut serabut sensoris. Badan selnya terletak pada suatu
pembesaran pada radix posterior yang disebut ganglion radix posterior.
Pada setiap foramen intervertebralis radix anterior dan posterior bersatu menjadi
saraf spinalis. Di sini serabut motoris dan sensoris bercampur menjadi satu
sehingga saraf spinal dibentuk oleh campuran serabut motoris dan sensoris.
Waktu keluar dari foramen saraf spinalis dibagi menjadi ramus ventralis yang besar
dan ramus dorsalis yang lebih kecil. Ramus dorsalis berjalan ke posterior
mengelilingi columna vertebralis untuk mempersarafi otot-otot dan kulit punggung. Ramus
ventralis terus berjalan ke anterior untuk mempersarafi otot-otot dan kul it sekitar
dinding anterolateral tubuh dan semua otot dan kul i t ekstremitas. Dengan kata
lain setiap saraf spinal memiliki pola sebaran yang biasa disebut bersifat meruas atau
sesuai dermatom. Suatu dermatom adalah daerah kulit yang dipersarafi serabut
sensorik dari satu akar dorsal melalui cabang dorsal dan ventral saraf spinal.
Pada pangkal ekstremitas rami ventralis satu sama lainnya bersatu membentuk
plexus saraf yang rumit. Pada pangkal lengan atas terdapat plexus cervicalis dan
brachialis dan pada pangkal tungkai atas terdapat plexus lumbalis dan sacralis.
23
SUSUNAN SARAF OTONOM
Susunan saraf otonom merupakan bagian susunan saraf yang berhubungan dengan
persarafan struktur involunter seperti otot jantung, otot polos dan kelenjar di seluruh
tubuh. Susunan saraf otonom tersebar di seluruh susunan saraf pusat dan perifer. Susunan
saraf otonom dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu susunan saraf simpatis dan
susunan saraf parasimpatis. Kedua bagian saraf ini terdapat saraf aferens dan. eferens.
Aktivitas bagian simpatis susunan saraf otonom menyiapkan tubuh untuk keadaan
gawat. Simpatis mempercepat frekuensi jantung, kontriksi pembuluh darah perifer,
dan meningkatkan tekanan darah. Bagian parasimpatis susunan saraf otonom melakukan
redistribusi darah sehingga darah meninggalkan kulit dan usus menuju otak, jantung,
dan otot bercorak. Pada saat yang bersamaan ia juga menghambat peristaltic
saluran pencernaan dan menutup sfingter.
Beda saraf simpatis dan parasimpatis
No. Aspek Simpatis Parasimpatis
1. nukleus
pada cornu lateralis
medulla spinalis segmen
Th1-L2, disebut intermedio
lateralis
mengikuti nukleus dari
nn. Cranialis III, VII, IX,
dan X dan cornu lateralis
medula spinalis segmen
S2-S3
2. disebut juga sistem Thoraco-lumbal sistem cranio-sacral
3. ganglion jauh dari organ dekat organ
4. kerjanya saat kerja keras istirahat
5. fungsi pada organ
24
jantung mempercepat memperlambat
p.d. menyempitkan, kecuali a.
coronaria pada jantung melebarkan
intestinum melemahkan peristaltik memperkuat
uterus/vu kontraksi menurun kontraksi bertambah
bronchus paru melebarkan menyempitkan
pupil mata melebarkan menyempitkan
Sistem Saraf Simpatis
Nukleus intermediolateralis, cornu lateralis segmen Th1-L2
Ganglion para vertebralis, akan keluar serat-serat preganglioner yang sesuai dengan
segmennya menuju ganglion Th1-L2
Serat2 postganglioner berjalan mengikuti n. intercostalis
Ganglionnya :
1. Daerah cerviks 3 ganglion :
Ganglion cervicalis superior
Ganglion cervicalis medius
Ganglion cervicalis inferior
2. Daerah thorax (11 pasang)
3. Daerah lumbal (4 pasang)
4. Daerah sacral (4 pasang)
Karena di daerah cervical tidak ada nukleus intermediolateralis, maka serat-serat
preganglioner berasal dari segmen Th1-Th4, yang bergabung menjadi satu dan naik ke
atas mengikuti jalannya trunchus sympaticus sehingga akhirnya synaps dengan ganglion
cervical superior, medius dan inferior.
Dan juga di daerah L2 ke bawah tidak terdapat nukleus intermediolateralis, maka serat-
serat preganglioner berasal dari segmen L1-L2, yang turun ke bawah ikut trunchus
sympaticus sehingga akhirnya synaps dengan ganglion S2-S4.
25
2. Truncus sympaticus adalah rangkaian ganglion paravertebralis yang dihubungkan oleh
saraf interganglionelis yang dibagi menjadi :
Segmen/pars cervical
Segmen/pars thoracal
Segmen/pars lumbal
Segmen/pars sacral
Sistem Saraf Parasimpatis
Untuk organ thorax dilayani oleh n. vagus/n. X
Nukleusnya disebut nukleus dorsalis n. vagus, keluar serat preganglioner yang
mengikuti n. vagus
Pada thorax n. vagus terletak di kiri (ventral oesophagus) dan kanan (dorsal
oesophagus)
Di daerah cervical bercabang:
N. laryngicus superior
N. laryngicus inferior
Di sekitar oesophagus membentuk plexus oesophagus
Cabang untuk jantung : r. cardiacus
pulmo : r. pulmonalis
oesophagus : r. oesophagus
Serat preganglioner dari n. vagus akan synaps pada ganglion-ganglion parasimpatis yang
berada di dekat atau dalam dinding organ.
Pada oesophagus s.d. colon sigmoid terdapat ganglia parasimpatis yang berada dalam
plexus submucosa dari Meisner dan plexus intramural dari Aurbuch.
N. vagus melayani organ2 thorax dan abdomen s.d. intestinum yang disebut colon
tranversum atau tepatnya berhenti pada flexura coli sinistra.
Dari flexura ke bawah asalnya dari nn. Pelvicus (pars sacralis)
26
FISIOLOGI
Fisiologi Susunan Saraf Motorik
SISTEM MOTORIK
Sistem motorik merupakan sistem yang bertanggung jawab terhadap ketrampilan
gerakan otot skeletal.
Sistem motorik mulai dari area spesifik di serebral korteks berakhir di alpha-motor
neuron.
Terdiri dari unsur saraf & muskuler.
Komponen sistem motorik:
1. Neuron Sentral:
merupakan neuron-neuron dari korteks motorik di gyrus precentralis ke inti-inti
saraf di batang otak & medula spinalis UMN (Upper Motor Neuron).
2. Neuron Perifer:
merupakan neuron saraf dari inti motorik di batang otak & kornu anterior
medula spinalis ke otot LMN (Lower Motor Neuron).
3. Motoric End Plate:
penghubung antara neuron & otot (NMJ).
4. Otot
27
UPPER MOTOR NEURON (UMN)
Jaras UMN (korteks motorik) ada 2:
1. M1 (motor cortex): mempunyai treshold yang rendah untuk stimulasi pergerakan
otot-otot individu dan diatur oleh somatotropic (Homunculus). Akson traktus
piramidal berasal dari sini. Letak: Area Brodmann 4.
2. M2 (premotor cortex): mempunyai treshold yang tinggi untuk stimulasi dan memacu
pergerakan yang melibatkan pengaturan postural ipsi dan kontralateral. Jaras
ekstrapiramidal paling banyak berasal dari area premotor ini. Letak: Area Brodmann
6.
UMN dibagi menjadi 2 sistem, yaitu:
1. Sistem Piramidal
Mulai dari sel-sel neuron di lapisan V koreks precentralis (area 4 Brodmann)
Neuron-neuron tersebut tertata di daerah gyrus precentralis yang mengatur
gerakan tubuh tertentu → penataan somatotropik
Serabut-serabut eferen berupa akson-akson neuron di girus precentralis turun ke
neuron-neuron yang menyusun inti saraf otak motorik, lalu terbagi menjadi 2:
Di brain stem melalui traktus kortikobulbaris
Di kornu anterior medula spinalis melalui traktus kortikospinalis
28
Traktus Pyramidalis
1. Serabut kortikospinalis
korona radiata → posterior kapsula interna → cerebral peduncles crus cerebri →
pons → medula oblongata → LOWER MEDULA → SPINAL CORD
fungsi: gerakan-gerakan tangkas otot-otot tubuh dan anggota gerak.
2. Serabut kortikobulbaris
Korona radiata → posterior kapsula interna → cerebral peduncles crus cerebri →
PONS → medulla
Fungsi: gerakan otot-otot kepala serta leher.
10-25% serabut yg tdk
menyilang
Berjalan di anterior
medula spinalis sbg
Traktus Corticospinalis
Anterior
75-90% menyilang di
DECUSSATION PYRAMIDAL
Di atas medula cord
junction sbg Traktus
Corticospinalis Lateralis
Serabut berjalan bersama serabut kortikospinal
Sebagian serabut kortikobulbar meninggalkan pyramidal di atas
nukleus yang dituju & berjalan di area Lemniskus Medeialis
Sebaian lainnya berakhir di Retikular Formation
29
2. Sistem Ekstrapyramidal
Merupakan kumpulan-kumpulan traktus, inti-inti & sirkuit feedbacknya.
Susunan ekstrapyramidal ini secara fungsional berhubungan dengan traktus
pyramidal.
Susunan ekstrapiramidal ini dimulai dari serebral korteks, basal ganglia,
subkortikal nukleus secara tidak langsung ke spinal cord: melalui
multisynap conection.
Inti-inti yang menyusun ekstrapyramidal:
1. Korteks motorik tambahan (area 4s, 6, 8).
2. Ganglia basalis (nucleus kaudatus, putamen, globus pallidus,
substansia nigra),
30
Korpus subtalamikum (Luysii),
Nucleus ventrolateralis Talami.
3. Nucleus ruber & substansia retikularis batang otak.
4. Cerebellum.
System ekstrapiramidalis dibagi atas 3 lintasan:
1. Lintasan Sirkuit Pertama.
Lingkaran yang disusun oleh jaras-jaras penghubung berbagai inti
melewati korteks piramidalis (area 4), area 6, oliva inferior, inti-inti
pontis, korteks serebelli, nucleus dentatus, nucleus rubber, nucleus
ventrolateralis talami, korteks pyramidalis & ekstrapiramidalis.
Peranan sirkuit ini memberikan FEEDBACK kepada korteks pyramidalis
& ekstrapiramidalis yang berasal dari korteks cerebellum.
31
2. Lintasan Sirkuit Kedua.
Menghubungkan korteks area 4s & area 6 dengan korteks motorik
piramidalis & ekstrapiramidalis melalui substansia nigra, globus
pallidus, nucleus ventrolateralis talami.
Tujuan pengelolaan impuls piramidalis & ekstrapiramidalis untuk
mengadakan INHIBISI terhadap korteks piramidalis ekstrapiramidalis
gerakan volunter yang bangkit memiliki ketangkasan yang sesuai.
3. Lintasan Sirkuit Ketiga.
Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 & area 4s
untuk diolah secara berturut-turut oleh nucleus kaudatus, globus
palidus, & nucleus ventrolateralis talami.
32
Hasil pengolahan ini dengan dicetuskan impuls oleh nucleus
ventrolateralis talami yang dipancarkannya ke korteks piramidalis &
ekstrapiramidalis (area 6).
Impuls terakhir ini melakukan tugas INHIBISI.
Sebagian impuls ini disampaikan oleh globus pallidus kepada nucleus
Luysii.
Fungsi: berkaitan dengan fungsi lintasan piramidal, terutama dalam memulai dan
memperhalus gerakan-gerakan tubuh dan anggota gerak (terutama jari-jari).
LOWER MOTONEURON (LMN)
Lower Motoneuron (LMN) merupakan neuron-neuron yang menyalurkan impuls
motorik pada bagian perjalanan terakhir ke sel otot skeletal. Berbedaan UMN dengan LMN
yaitu akson LMN dinamakan oleh Sherrington ‘final common path’ impuls motorik. LMN
menyusun inti-inti saraf otak motorik dan inti-inti radiks ventral saraf spinal. Dua jenis LMN
dapat dibedakan yang pertama dinamakan -motoneuron ia berukuran besar dan
mejulurkan aksonnya yang tebal (12-20) ke serabut otot ekstrafusal. Yang lain dikenal
sebagai -motoneuron ukuran kecil aksonnya halus (2-8) dan mensarafi serabut otot
intrafusal.
Dengan perantara kedua macam motoneuron ini impuls motorik dapat
mengemudiakan keseimbangan tonus otot yang diperlukan untuk mewujudkan setiap gerak
33
tangkas. Tiap motoneuron menjulurkan hanya satu akson. Tetapi pada ujungnya setiap
akson bercabang-cabang dan setiap cabang mensarafi seutas serabut otot sehingga dengan
demikian setiap akson dapat berhubungan dengan sejumlah serabut otot. Otot yang
digunakan untuk berbagai gerak tangkas khusus terdiri dari banyak unit motorik yang
kecil=kecil. Ini berarti, bahwa untuk melakasanakan gerak tangkas yang rumit diperlukan
banyak motoneuron.
Tugas motoneuron hanya menggalakkan sel-sel serabut otot sehingga timbul gerak
otot. Tugas untuk menghambat serabut otot tidak dipercayakan pada motoneuron tetapi
pada interneuron. Sel tersebut menjadi pusat penghubung anatara motoneuron dengan
pusat eksitasi atau pusat inhibisi, yang berlokasi di fomasio retikularis batang otak.
Penghambatan yang dilakukan oleh interneuron dapat juga terjadi tas tibanya impuls dari
motoneuron yang disampaikan kembali kepada motoneuron. Interneuron itu dikenal
sebagai sel Renshaw
Fisiologi Susunan Saraf Sensorik
Dari reseptor di perifer sampai ke korteks sensorik di otak jalur sensorik sekurang-kurangnya
terdiri dari 3 tingkatan neuron. Impuls (rangsangan ) bekerja secara entripental dari
reseptor di perifer ke badan sel neuron tingkat pertama (primer) di ganglion akar dorsal dari
saraf spinal. Aksonnya menuju ke sentral, bersinaps dengan neuron tingkat dua (sekunder)
di kornu posterior medula spinalis atau inti homolog dibatang otak. Akson neuron sekunder
melintasi garis tengah dan menuju pada sisi sebelahnya (kontralateral), kemudian naik
sebagai jaras spinotalamik atau lemsiskus medialis menuju ke sinaps berikutnya di talamus.
Neuron di talamus biasnya berupa neuron tingkat tiga (tersier) terletak dikompleks
ventrobasal talamus dan berproyeksi melalui kaki posterior kapsula interna kek korteks di
girus postsentral (area Brodmannn3-1-2). Pola dasar ini mengemukakan beberapa banyak
hal:
1. Sisitem sensorik menyilang. Informasi sensorik dari separuh badan berproyeksi ke
talamus dan korteks kontralateral.
2. Neuron tingkat pertama berada di gangglion akar dorsal.
34
3. Badan sel neuron tingkat dua berada di kornu posterior medula atau di inti homolog
medula oblongata seperti nukleus grasilis (menerima impuls dari tungkai) dan
kuneatus (yang menerimah impuls dari lengan)
4. Neuron tingkat tiga di talamus me-relay impilus ke korteks
Reseptor
Reseptor merupakan sel-sel khusus untuk mendeteksi perubahan khusus pada
lingkungannya. Eksteroseptor mencakup reseptor yang terlibat terutama pada
lingkungan eksternal yaitu, korpuskes (badan), Meissner, korpuskel Merker, sel rambut
untuk rasa raba, bulbus Krauss untuk rasa dingin, korpuskel Ruffini untuk rasa panas,
dan ujung saraf bebas untuk rasa nyeri. Banyak hasil penelitian yang mengimplisikan
bahwa sensasi tertentu dihantarkan oleh ujung tettentu, namun dengan banyak
perkecualian. ,misalnya karena mata hanya ditemukan ujung saraf bebas, namun rasa
raba, nyeri, panas dan dingin dapat diapresiasi. Reseptor tidak khusus (spesifik)
terhadap sensasi tertentu misalnya rangsang yang kuat dapat mengakibatkan berbagai
sensasi, juga nyeri walaupun rangsang pencetusnya tidak harus nyeri. Stimulasi yang
berlebihan pada ujung sensorik, terlebih bila sifat melukai (noxious) akan menginduksi
rasa nyeri.
Hubungan manusia dengan dunia luar terjadi melalui reseptor sensorik yang dapat
berupa:
1. Reseptor eksteroseptif yang berespon terhadap stimulasi dari lingkungan
eksternal, termasuk visual, auditoar, dan taktil.
2. Reseptor propioseptif misalnya yang menerima informasi mengenai posisi
bagian tubuh.
3. Reseptor interoseptif mendeteksi kejadian internal seperti perubahan tekanan
darah.
Sistem sensorik somatik meneriam informasi primer dari reseptor eksteroseptif dan
proprioseptif.
Didapatkan 4 subkelas mayor dan sensasi somatik, yaitu:
35
1. Sensasi nyeri yang dicetuskan oleh rangsangan yang dapat mencederai (noxious)
2. Sensasi suhu (termal) terdiri dari rasa panas dan rasa dingin
3. Rasa (sensasi) sikap dicetuskan oleh perubahan mekanis di otot dan persendian,
dan mencakup rasa sikap anggota gerakan anggota gerak (kinestesia)
4. Sensasi (rasa) tekan dicetuskan oleh stimulasi mekanis yang diberikan pada
permukaan tubuh.
Fisiologi Susunan Saraf Autonom
Susunan saraf autonom adalah bagian susunan saraf yang mengurus perasaan viseral dan
semua gerakan involunter reflektorik, seperti vasodilatasi-vasokontriksi, bronkodilatasi-
bronkokontriksi, peristaltik, berkeringat, merinding, dan seterusnya.
Saraf Simpatik atau devisi torakolumbal. Memiliki satu neuron preganglionik pendek
tau satu neuron postganglionik panjang. Badan sel neuron preganglionik terletak
pada tanduk lateral substansia abu-abu dalam segmen thoraks dan lumbal bagian
atas medula spinalis. Akson terminalisasi disebut serabut preganglionik, keluar
melalui radiks ventral bersama dengan serabut eferen somatik. Serabut
preganglionik menjalar seperti ramus komunikans putih menuju ganglion terdekat
pada rantai ganglion simpatik paraventebral, yang terletak pada kedua sisi kolumna
vertebra. Saat serabut preganglion mencapai ganglion serabut ini akan mengambil
salah satu dari ketiga jalur berikut:
1. Serabut ganglion dapat bersinaps dengan neuron postganglionik dalam
ganglion simpatis pada area pintu masuk. Akson postganglionik tidak
termielinisasi (setelah bersinapsis) membentuk ramus komunikan abu-abu
dan menjalar kembali ke saraf spinal. Kemudian akson ini melewati ramus
dorsal dan ventral menuju efektor otot polos.
2. Serabut akson preganglionik dapat menuruni rantai simpatis dan bersinapsis
dalam ganglion pada area yang lebih rendah atau lebih tinggi. Serabut
postganglionik menjalar kembali bersam ramus komunikans abu-abu
kedalam saraf spinal pada area tersebut. Serabut ini menginervasi efektor
dalam regia yang disuplai saraf tersebut.
36
3. Serabut preganglionik dalam regio toraks dapat berlangsung ke trunkus
simpatis (tanpa bersinaps) untuk membentuk saraf splanknik besar dan kecil
yang menuju ganglion kolateral tempat terjadi sinaps. Ganglion kolateral
mesentrika inferior dan mesentrika superior serta siliaka mengandung
neuron postganglionik, terletak berdekatan dengan organ yang diinervasi.
Serabut akson postganglionik meninggalkan ganglia dan menginervasi visera
pelvis dan abdomen.
Satu-satunya pengecualian dari sistem dua neuron ini adalah inervasi pada kelenjar
medula adrenal. Serabut preganglionik simpatis yang menjalar ke medula adrenal
tidak bersimpatis dengan neuron postganglionik sebelum mencapai kelenjar. Sel
medula khusus menggantikan sel-sel ganglion simpatis.
Saraf parasimpatis atau divisi kraniosakral. Memiliki neuron preganglionik panjang
yang menjulur mendekati organ terinervasi dan memiliki serabut posganglionik
pendek. Badan sel neuron preganglionik terletak dalam nuklei batang otak dan
keluar melalui N.III, N.VII, N.IX, N.X dan N.XI juga dalam substansi abu-abu lateral
pada segmen sakral kedua, ketiga, dan keempat medula spinalis dan keluar melalui
radik ventral. Neuron poatganglionik terletak dalam ganglia terminal yang terdapat
tepat diluar atau didalam dinding organ yang terinervasi. Serabut parasimpatis yang
berawal dari regio kranial korda menginervasi mata, struktur pada kepala, visera
abdominal dan pelvis. Serabut parasimpatis yang berawal dari regio sakral korda
membentuk saraf splanknik pelvis dan menginervasi sistem urinalis serta bagian-
bagian dari usus besar bawah. Serabut parasimpatis tidak menjalar dalam ramus
dorsal dan ramus ventral sarsf spinal. Dengan demikian efek dari kulit (kelenjar
keringat, otot arektor pili, dan pembuluh darah kutan) tidak menerimah inervasi
parasimpatis.
Sistem saraf otonom merupakan bagian susunan saraf yang berhubungan dengan
persarafan struktur involunter seperti otot jantung, otot polos, dan kelenjar. Terdiri dari 2
neuron yaitu neuron preganglioner dan postganglioner yang bersinaps di ganglion otonom.
Sistem saraf otonom terbagi menjadi:
37
1. Sistem simpatis
2. Sistem parasimpatis
3. Sistem enteric nervus
Perbedaan sistem simpatis dan parasimpatis
Simpatis Parasimpatis
Pusatnya di medulla spinalis, segmen
thoracolumbal yaitu pada nucleus
intermediolateralis
Pusatnya craniosacral yaitu nuclei nervus III,
nervus VII, nervus IX, nervus Xdan medulla
spinalis segmen sacral
Serabut preganglioner bersinaps di truncus
simpaticus
Serabut preganglioner bersinaps di ganglion
ciliare (N.III), g. Submandibulare atau g.
Pterigopalatinum (N.VII), g.opticum (N.IX), g.
Terminale (N.X)
Serabut postganglioner panjang Serabut post ganglioner pendek
Efeknya: dilatasi pupil, tachycardy,
bronchodilatasi, tekanan darah meningkat,
kelenjar keringat naik
Efeknya: konstriksi pupil, bradicardi,
peristaltik meningkat, sekresi kelenjar
meningkat
Fungsi luhur
Fungsi yang memungkinkan manusia dapat memenuhi kebutuhan jasmani dan
rohani sesuai dengan nilai dan moral yang berlaku. Merupakan hasil pengolahan fungsi
kortikal dimana tiap bagian korteks berintegrasi baik antar lobus dalam 1 hemisfer atau
hemisfer lain.
Terdiri dari :
Kognisi
Memori
Bahasa
Emosi
Visuospatial
38
1) Fungsi kognisi (pengenalan/pengertian) : fungsi otak dalam proses berpikir sehingga
melahirkan tindakan.
Suatu proses mental untuk memperoleh pemahaman atau pengertian terhadap
sesuatu. Rangkaian proses kognisi diantaranya: sensasi, persepsi, asosiasi, pikiran,
perhatian, pertimbangan, memori
2) Fungsi bahasa
Bahasa verbal : ungkapan hasil pemikiran atau opini dengan menggunakan
simbol bahasa dan tata bahasa baik lisan maupun tulisan. Hasil aktivitas hemisfer
dominan
Bahsa non verbal : ekspresi emosi untuk memperjelas bahasa verbal dengan
intonasi, gerakan mata, kepala, badan, isyarat, body languange. Hasil aktivitas
hemisfer non dominan
Secara anatomis ada 3 daerah utama otak untuk fungsi bahasa
1. dua daerah reseptif
- area wernicke (area 22) untuk bahasa yang didengar
- area gyrus angularis (area 39) untuk bahasa yang dilihat
2. satu daerah ekspresif
- area broca (area 44)
Proses bahasa ucapan
Diterima alat dengar pusat otak primerdan sekunder(area 41 dan 42) pusat
assosiatif: area wernicke (kata yang didengar akan dipahami) gyrus angularis (tempat
pola kata-kata dibayangkan lewat area wernicke di fasikulus arkuatus area broca:
gerakan motorik pembicaraan area motorik primer (area 4) otot untuk ucapan
area motorik sumplementer (area 6) agar ucapan lidah menjadi jelas
Proses bahasa visual
Diterima alat visual pusat otak primer penglihatan : area 17 pusat asosiasi
penglihatan : area 18-19 (pengenalan informasi) gyrus angularis area wernicke
area broca area motorik primer dan suplementer, sehingga tulisan dapat dimengerti
3) Fungsi memori (ingatan)
Memori : kemampuan seseorang untuk menyimpan informasi / pengalaman dan
mengemukakannya setiap saat.
Jenis memori
39
Jenis lokasi Waktu
Immediate memory /sensorik Korteks prefrontal Milidetik
Recent memory/primer Hipokampus,lobus temporal Beberapa detik sampai
beberapa menit
Remote memory/sekunder Didistribusikan ke hampir
seluruh hemisfer cerebri
terutama lobus temporal
Jam, hari , bulan
Immediate dan recent memory ingatan jangka pendek
Remote ingatan jangka panjang
Mekanisme memori:
Resepsi (tahap pemasukan informasi )
Retensi / storage (tahap penyimpanan informasi)
Recall (tahap pengingatan kembali)
4) Fungsi emosi
Emosi : perasaaan kompleks (menyenangkan/tidak) pada organisme
Melibatkan perubahan aktivitas organ tubuh terutama organ viseral
Berada di bawah kontrol sistem saraf otonom mendorong munculnya respon atau
perilaku tertentu.
Komponen emosi:
- Stimulus (real/khayalan)
- Afek / perasaan
- Perubahan aktivitas otonom oragan viseral
- Dorongan aktivitas / perilaku tertentu
Bagian yang berkaitan dengan fungsi emosi adalah sistem limbik, terdri dari:
a) Amigdala
b) Septum (dinding)
c) Hipokampus
d) Girus cingulatus
e) Thalamus anterior dan hipothalamus
40
5) Fungsi visuospatial
Merupakan fungsi dari hemisfer kanan (non dominan), berhubungan dengan fungsi
pengamatan, perlindungan diri dan lingkungan.
Gangguan fungsi luhur
Fungsi hemisfer kanan dan kiri
Kerusakan otak unilateral akan memberikan gejala berbeda. Hemisfer kiri merupakan
hemisfer dominan untuk orang tangan kanan (right handed). Orang kidal 80% hemisfer
dominan tetap dikiri. Kerusakan hemisfer kiri akan memberi gejalagangguan bahasa /
aphasia, sedang hemisfer kanan terutama visuospatial.
Lobus frontal
41
Fungsi lobus frontal
1. presental gyrus merupakan area motor kontralateral dari wajah, lengan, tungkai,batang.
2. area Brocca's merupakan pusat bicara motorik pada lobus dominan.
3. suplementari motor area untuk gerakan kontralateral kepala dan lirikan mata.
4. area prefrontal merupakan area untuk kepribadian dan inisiatif.
5. lobulus parasental merupakan pusat kontrol inhibisi untuk miksi dan defikasi.
Gangguan lobus frontal
1. presentral gyrus: monophlegi atau hemiphlegia
2. area Brocca disfasia
3. suplementari motor area : paralysis kepala dan gerakan bola mata berlawanan arah lesi,
sehingga kepala dan mata kearah lesi hemisfer
4. area prefrontal: kerusakan sering bilateral karean gangguan aneurisma a.communican
anterior, mengakibatkan gangguan tingkab laku / kehilangan inhibisi.
Ada 3 sindroma prefrontal :
- Sindroma orbitofrontal : disinhibisi. fungsi menilai jelek, emosi labil.
- Sindroma frontal konveksitas : apati. indiferens. pikiran abstrak.
- Sindroma frontal medial: akineti, inkontinen, sparse verbal output
5. Lobulus parasentral : inkontinentia urin at alvi.
Lobus parietal
Fungsi lobus parietal
42
1. gyrus postcentral : merupakan kortek sensoris yang menerima jaras afferent dari
posisi, raba dan gerakan pasif.
2. gyrus angularis dan supramarginal : hemisfer dominan merupakan bagian area bahwa
Wernic’s, dimana masukkan auditori dan visual di integrasikan. Lobus nondominan penting
untuk konsep " body imge", dan sadar akan lingkungan luar. Kemampuan untuk kontruksi
bentuk, menghasilkan visual atau ketrampilan proprioseptik. Lobus dominan berperan pada
kemampuan menghitung atau kalkulasi. Jaras visual radiatio optika melalui bagian dalam
lobus parietal.
Gangguan lobus parietal
1. gangguan korteks sensoris dominan / non - dominan menyebabkan kelainan
sensori kortikal berupa gangguan : sensasi postural, gerakan pasif, lokalisasi
akurat raba halus, " two points discrimination", astereognosia," sensory
inattention"
2. gyrus angularis dan supramarginal : aphasia Wernicke's
3. lobus non - dominan : anosognosia (denies), dressing apraksia, geografikal
agnosia, konstruksional apraksia.
4. lobus dominan : Gerstsman sindroma : left & right disorientasi, finger agnosia,
akalkuli dan agrafia.
5. gangguan radiasio optika : homonim kuadrananopsi bawah.
Lobus temporal
43
Fungsi lobus temporal
1. kortek auditori terletak pada permukaan gyrus temporal superior ( = gyrus Heschl).
Hemisfer dominan penting untuk pendengaran bahasa, sedang hemisfer
non - dominan untuk mendengar nada, ritme dan musik.
2. gyrus temporalis media & inferior berperan dalam fungsi belajar & memori.
3. lobus limbic : terletak pada bagian inferior medial lobus temporal, termasuk hipokampus
& gyrus parahipokampus. Sensasi olfaktoris melalui jaras ini, juga emosi / sifat efektif.
Serabut olfaktori berakhir di uncus.
4. jaras visual melalui bagian dalarn lobus temporal sekitar cornu posterior ventrikel
lateral.
Gangguan lobus Temporal
1. kortek auditori : tuli kortikal. Lobus dominan ketulian untuk mendengar pembicaraan
atau amusia pada lobus non - dominan
2. gyrus temporal media & infrior : gangguan memori / belajar
3. kerusakan lobus limbic : halusinasi olfaktori seperti pada bangkitan parsia komplek.
Agresif / kelakuan antisosisal, tidak mampu untuk menjaga memori
baru.
4. kerusakan radiasio optika : hemianopsi homonim kuadranopia bagian atas.
44
Lobus occipital
Gangguan fungsi lobus occipital
Lesi Kortikal
Lesi kortikal memberikan gejala homonim dengan / tanpa kelainan macula. Bila hanya kutub
occipital terkena maka kelainan macula dengan penglihatan perifer normal.
- Buta kortikal : Karena lesi kortikal yang luas, reflek pupil normal & persepsi cahaya (-
).
- Anton's sindroma : Kerusakan striata dan para striata menyebabkan kelainan
interpretasi visual. Pasien tidak sadar buta danmenyangkal. Karena kelainan arteri
cerebri posterior, juga dapat mengikuti hipoksia & hipertensi ensefalopati.
- Balin sindroma : tidak bisa melirikkan mata volunteer disertai visual agnosia, karena
lesi parieto-occipital bilateral.
Halusinasi visual
Halusinasi karena lesi occipital biasanya sederhana, tampak sebagai pola (zigzag,kilatan) dan
mengisi lapangan hemianopsi, sedang halusinasi karena lobus temporal berupa bentuk
komplek clan mengisi seluruh lapang pandang.
- Ilusi visual : distoris bentuk, hilangnya warna, makropsia / mikrosia, sering pada lesi
non - dominan.
- Prosopagnosia : pasien mengenal wajah orang tidak bisa menyebutkan namanya.
Pendekatan diagnosa dysphasia
Dengarkan isi dan kelancaran bahasa, amati dengan perintah sederhana sampai
komplek Penilaian ditujukan pada : bicara spontan, penamaan, pengulangan,
45
baca dan tulis.
Brocca dysphasia : bicara tak lancar, tertahan, pengertian baik.
Wernicke dysphasia: pengertian terganggu, bicara lancar tapi tak bearti, neologisme,
paraphrasia, tulisan jelek.
Global dysphasia : bicara tak lancar, pengertian jelek.
Area reseptif dan ekspresi dihubungkan melalui fasikulus arkuata untuk menjalankan
fungsi intergrasi.
Dysphasia adalah kelainan dapatan yang ditandai dengan hilangnya kemampuan
produksi atau pengertian terhadap pembicara dan/tulisan karena kerusakan otak
sekunder.
STROKE
Definisi
Stroke adalah serangan defisit neurologik fokal yang berlangsung >24 jam akibat kelainan
patologis pembuluh darah otak
Tersumbat : trombotik, embolik iskemik
Perdarahan : PIS, PSA
Klasifikasi
Menurut WHO, stroke terbagi atas:
1. Stroke Nonhemoragik (iskemik), yang terbagi lagi atas:
a. Stroke trombotik
b. Stroke emboli
2. Stroke Hemoragik, terbagi lagi atas:
a. Perdarahan Sub-arakhnoid (PSA)
b. Perdarahan Intra-serebral (PIS)
Menurut perjalana klinisnya
46
47
Etiologi
48
Faktor Resiko
Yang tidak bisa dihindari:
Usia
Jenis kelamin
Ras
49
Riwayat keluarga
Yang bisa dihindari:
Hipertensi
Merokok
Diabetes Mellitus
Hiperlipidemia
Penyakit Sickle cell
Nonvalvular Atrial fibrillation
Patofisiologi
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena aterosklerosis
berat. Biasanya pasien mengalami satu atau lebih serangan iskemik transient
(transient ischemic attack, TIA) sebelum stroke trombotik terjadi. TIA adalah
gangguan fungsi otak singkat yang reversible akibat hipoksia serebrum. TIA mungkin
terjadi akibat suatu pembuluh aterosklerotik yang mengalami spasme, atau saat
kebutuhan oksigen otak meningkat tapi tidak dapat terpenuhi seluruhnya akibat
aterosklerosis yang berat. Berdasarkan definisi, TIA berlangsung kurang dari 24 jam.
TIA yang berulang-ulang mengisyaratkan akan terjadinya stroke trombotik sejati.
Stroke trombotik biasanya berkembang dalam periode 24 jam. Selama periode
perkembangan stroke, individu dikatakan menderita stroke in evolution. Pada akhir
periode tersebut individu dikatakan menderita stroke lengkap (completed stroke).
b. Stroke Emboli
Embolisme dapat merupakan komplikasi dari penyakit degenarif arteri SSP, atau
dapat juga berasal dari jantung; penyakit katup jantung, fibrilasi atrium, infark
miokard yang baru terjadi.
Ketika arteri tersumbat secara akut oleh embolus, maka area SSP yang diperdarahi
akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yng adekuat. Di sekitar
zona nekrotik sentral, terdapat penumbra iskemik yang tetap viabel untuk suatu
waktu.
50
Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan:
1. edema sitotoksik
2. edema vasogenik
c. Perdarahan Sub Arakhnoid
Perdarahan subarachnoid ada dua macam, yaitu Perdarahan subarachnoid primer
dan perdarahan subarachnoid skunder. Perdarahan subarachnoid primer adalah
dimana tampak kebocoran darah dalam ruang subarachnoid akibat ruptur dari arteri
atau vena. Sedangkan perdarahan subarachnoid sekunder adalah perdarahan
intracerebral melalui parenkim otak ke permukaan otak kemudian masuk ke dalam
ventrikel.
PSA memiliki dua penyebab utama: ruptur suatu aneurisma dan trauma kepala.
Karena perdarahan dapat massif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang
subarachnoid berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi (sekitar 50%
pada bulan pertama setelah perdarahan).
Letak aneurisma intracranial biasanya:
- A.serebeli inferior posterior
- A.basilaris
- A.komunikans posterior
- A.karotis interna
- A.komunikans anterior
- Bifurkasio a.serebri media
Klasifikasi PSA: WFNS Grading System (WFNS, 1988)
WFNS Grade GCS Score Motor deficit
I 15 Absent
II 14-13 Absent
III 14-13 Present
IV 12-7 Present / absent
V 6-3 Present / absent
51
d. Perdarahan Intraserebral
Menurut Caplan :
1. Kenaikan akut TDS
2. Kenaikan akut ADO pd reperfusi
3. Kebocoran / rusak ddg pembuluh darah; akibat reperfusi / luka
P I S Primer : - Hipertensi Kronis
- 50 %
- Arteriopati
P I S Sekunder : - Tekanan Darah Normal
- Anomali Vascular Congenital (20%)
- Koagulopati
- Tumor Otak
- Vaskulopati Non Hipertensif (C A A)
- Post Stroke Iskemia
- Obat Anti Koagulansia / Fibrinolitik
- Obat simpatomimetik
P I S → Sistem Ventrikel → Hydrocephalus → P S A
52
Manifestasi Klinis
Kriteria Trombotik Emboli PIS PSA
Umur 50-70 tahun Semua umur >40 tahun 20-30 tahun
Onset Bangun tidur Tak tentu Saat aktivitas Saat aktivitas
Perjalanan Bertahap Cepat Cepat Cepat
Gejala :
Sakit kepala - - ++ ++++
Muntah - - ++ ++++
Vertigo +/- +/- - -
Kesadaran Normal / ↓ Normal / ↓ ↓↓↓ /
Koma
↓↓ Pelan
Kaku kuduk - - +/- ++++
Kelumpuhan ↓↓
Hemiparese
Tangan ≠ Kaki
↓↓
Hemiparese
Tangan ≠ Kaki
↓↓↓
Hemiplegi
Tangan = kaki
↓↓
Hemiparese
Stlh 3-5 hari
Afasia ++ / - ++ / - - -
Darah Lumbal
Pungsi (LP) - - + / - ++++
Arteriografi Oklusi/stenosis oklusi Shift midline Aneurysma
CT scan Hipodens
Stlh 4-7 hari
Hipodens
Stlh 4-7 hari
Hiperdens
Intraserebral
Normal/
Hiperdens
Ekstraserebral
STROKE NON HEMORAGHIC
Stroke Trombosis
Usia pertengahan /tua (>50 thn)
Faktor resiko (+) Usia bisa > muda
Mendadak saat istirahat / bangun tidur
Kesadaran biasanya baik
Sakit kepala (-), muntah (-)
Tensi biasanya normal atau sedikit tinggi
53
Defisit Neurologi Fokal
A. Sistem Karotis
- Hemiparese / parestesia
- Disartria / afasia
- Monocular Blindness
B. Sistem VB
- Hemiparese / hipestesia alternans
Atau
Tetraparese / hipestesia
- Vertigo & muntah-muntah
- Ataxia
- Disfagia, Distonia
- Hemi anopsia
Hamonim / bilateral
54
55
56
Stroke emboli
- Usia biasanya muda
- Faktor resiko : penyakit katub jantung, MI, dll
- Serangan sewaktu-waktu
- Kesadaran naik atau sedikit menurun
- Tensi biasanya normal atau sedikit rendah
- Biasanya ada bising jantung dan atrial fibrilasi
- Defisit neurologi fokal sistem karotis dan vertebrobasilar = stroke trombosis
57
PENATALAKSANAAN STROKE NONHEMORAGIK
1. Stabilisasi kondisi umum
2. Pelihara fungsi struktur dan organ → 5 B
BREATHING:
Pernapasan dan ventilasi , PaO2 > 80 mmHg
58
P aCO2 < 28-30 mmHg
PaO2 < 80 mmHg ; PaCO2 > 28-30 mmHg → rusak pemb darah & edema otak →
efek massa ↑
BLOOD:
Perbaiki kondisi tekanan darah, perbaiki asupan cairan dan elektrolit serta nutrisi
BRAIN:
Cegah kejang dan edema otak dengan manitol dan furosemid
BLADDER:
Cegah nosokomial infeksi, ukur urine untuk balance cairan dan cegah retensi urin.
BOWEL:
- Hari-hari pertama makanan dibatasi ≠ Asam Laktat otak ↑
- Infuse cairan dibatasi 1,5 ℓ / hari (Basal 1600 – 2200 cc)
Cairan >> + hypo Na → edema ↑
- Butuh cairan → hypertermia, hiperhidrasi, diare, muntah
- Gula darah → 100 – 200 mg% (optimal 150 mg%)
- Obstipasi → Laxans
- Cegah stres ulcer → H2 Bloker
Intake oral
- Kebutuhan kalori basal 2000 kal / hari
3. Terapi spesifik
a. Reperfusion, dengan antitrombotik, antiplatelet, antikoagulan, dan rtPA
59
Perawatan khusus tergantung penyebabnya :
Penutupan thrombotic anti platelet agregasi dengan aspirin dosis antara 40 –
325 mg, baik pada pria maupun wanita.
Kolateral dan mikrosirkulasi dengan pentoxyfiline drip atau per oral dengan
dosis 2 x 400 mg per oral.
Edema otak dengan mannitol dosis 0,25 – 0,5 mg/kg/kali, tiap 4 jam
kemudian tappering off.
Jaringan otak yang peka terhadap iskemia diberikan metabolic activator
dengan CDP choline, piracetam.
b. Neuroprotective seperti piracetame dan citicoline
4. Cegah komplikasi
- medical : aspiration, infection, decubital ulcer, DVT, PE.
- neurological : hemorrhage, oedema / seizure.
5. Prevensi
A. Primer, bila belum pernah kena stroke sebelumnya, misal: hipertensi dan DM
diobati
B. Sekunder, bila sudah pernah kena stroke sebelumnya (untuk mencegah
rekurensi).
60
STROKE HEMORAGIK
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan Intraserebral adalah perdarahan yang terjadi didalam parenkim otak sendiri.
Penyebab utama perdarahan intraserebral adalah pecahnya arteri dalam otak karena
hipertensi yang kronis.
Etiologi
Menurut Caplan :
P I S Primer : - Hipertensi Kronis 50 %
- Arteriopati
P I S Sekunder : - Tekanan Darah Normal
- Anomali Vascular Congenital (20%)
- Koagulopati
- Tumor Otak
- Vaskulopati Non Hipertensif (C A A)
- Post Stroke Iskemia
61
- Obat Anti Koagulansia / Fibrinolitik
- Obat simpatomimetik
Manifestasi Klinis
Usia biasanya pertengahan > 40 thn
Serangan mendadak, biasanya waktu aktivitas emosi/fisik
Sakit kepala ++, muntah2
Kesadaran menurun KOMA (PIS besar)
Hipertensi berat/ Maligna
Defisit neurologik fokal > berat
Kalau PIS besar Herniasi otak koma, pupil midriasis, nafas cepat, dalam,
biasanya meninggal 1-2 hari
Kalau PIS kecil ~ gejala ringan dan trombosis
Diagnosis
1. Anamnesis
a. Perlu ditanyakan adanya gejala-gejala (symptoms) di bawah ini:
- Kelemahan wajah, lengan, atau tungkai terutama pada satu sisi secara tiba-
tiba.
- Kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami secara tiba-tiba.
- Penglihatan pada satu atau kedua mata kabur
- Sakit kepala dengan penyebab yang kurang jelas
b. Perlu ditanyakan adanya tanda-tanda (signs) di bawah ini:
- Hemiparesis atau hemiplegi akut
- Hemianopia komplit atau parsial, kehilangan penglihatan pada 1 atau 2 mata,
atau diplopia.
- Disarthria atau afasia
- Ataxia, nistagmus, atau vertigo
62
- Penurunan kesadaran
c. Selain tanda dan gejala di atas juga perlu ditanyakan riwayat trauma, infeksi,
kejang, penggunaan obat kontrasepsi, nyeri kepala, dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation (ABC)
b. Pemeriksaan Vital sign, terutama tekanan darah.
c. Pemeriksaan kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan untuk memeriksa
ada tidaknya kontusio, laserasi, maupun deformitas sebagai penyebab stroke.
Auskultasi leher, jika ada bruit berarti penyebab stroke ada pada arteri karotis.
d. Pemeriksaan jantung. Pada pasien stroke sering juga ditemukan adanya aritmia
jantung akibat atrial fibrillation. Selain itu dengan auskultasi, tak jarang
ditemukan pula murmur atau gallop.
e. Ekstremitas. Pulsasi aorta maupun tekanan darah yang asimetris pada
ekstremitas mengindikasikan adanya diseksi aorta
3. Pemeriksaan penunjang
- CT scan
- MRI
- Arteriografi mencari lokasi terjadinya oklusi pembuluh darah
- Pemeriksaan Darah lengkap mengetahui jumlah Hb & Hematokrit
- Pemeriksaan Protrombin Time (PT) berkaitan dengan pemberian
antikoagulan
- Lumbal Pungsi jika dicurigai infeksi atau perdarahan subarachnoid
Tatalaksana PIS:
Medis:
Cegah komplikasi + atur tensi hati-2
Atur Tensi
- Tensi diturunkan bila TDS >180 TDD>100
- Tidak lebih dari 25% Tekanan Darah Arteri
63
Kontrol Kenaikan Tekanan IntraKranial (TIK)
- Gelisah: CPZ
- Naikkan Kepala 300
- Hiperventilasi sampai PCO2 29-35mg/Hg
- Manitol 20% Bolus 1 gr/KgBB/ 20 menit
(0,25 gr-0,5 gr/KgBB/ 4-6 jam)
- Furosemide 1 mg/KgBB/ I.V ( + Albumin)
- Dexamethasone 10 mg/ I.V / awal 1 mg/ IV / 6 jam
Kalau Kejang: Anti Konvulsi
Cegah Infeksi
Neuroprotektan: Nimodipine 4 x 1 tab
Nutrisi yang Cukup
Cegah Stress Ulcer: H2 Blocker
Cegah Obstipasi: Laxant
Cegah Decubitus: Phisio Terapi dini
Operasi setelah 12 – 24 jam, bila:
- Besar Hematoma 10-30 cc (non dominant subcortical frontal/temporal
- 30 cc (Subkortikal, Putaminal, Cerebellar, tanpa herniasi)
- Komplikasi Hidrocephalus
Prognosis
90 % penderita stroke hemoragik meninggal.
Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan yang terjadi didalam ruang subaraknoid yaitu
antara meninges araknoid dengan piamater. Penyebab utama perdarahan subaraknoid
adalah rupturnya aneurisma dan malformasi arteriovenous.
Patofisiologi
64
Perdarahan subarachnoid ada dua macam, yaitu Perdarahan subarachnoid primer dan
perdarahan subarachnoid skunder. Perdarahan subarachnoid primer adalah dimana tampak
kebocoran darah dalam ruang subarachnoid akibat ruptur dari arteri atau vena. Sedangkan
perdarahan subarachnoid sekunder adalah perdarahan intracerebral melalui parenkim otak
ke permukaan otak kemudian masuk ke dalam ventrikel.
PSA memiliki dua penyebab utama: ruptur suatu aneurisma dan trauma kepala. Karena
perdarahan dapat massif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang subarachnoid berlangsung
cepat, maka angka kematian sangat tinggi (sekitar 50% pada bulan pertama setelah
perdarahan).
Letak aneurisma intracranial biasanya:
- A.serebeli inferior posterior
- A.basilaris
- A.komunikans posterior
- A.karotis interna
- A.komunikans anterior
- Bifurkasio a.serebri media
Manisfestasi klinis
Usia biasanya dewasa muda (20-30 thn)
Serangan mendadak
Gejala awal : sakit kepala >>, hebat, muntah2
Kesadaran menurun ringan s/d berat
Tensi Normal
Mungkin terdengar “ Cranial Bruit” AVM daerah temporal
Kaku kuduk (++) ~ tanda Khas
Defisit neurologi fokal (-) kadang-kadang dpat terjadi sesudah 3-5 hari
Funduskopi : Perdarahan sub hyaloid (+/-)
65
Klasifikasi PSA: WFNS Grading System (WFNS, 1988)
WFNS Grade GCS Score Motor deficit
I 15 Absent
II 14-13 Absent
III 14-13 Present
IV 12-7 Present / absent
V 6-3 Present / absent
66
Diagnosis
Anamnesis
Perlu ditanyakan adanya gejala-gejala (symptoms) di bawah ini:
- Kelemahan wajah, lengan, atau tungkai terutama pada satu sisi secara tiba-tiba.
- Kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami secara tiba-tiba.
- Penglihatan pada satu atau kedua mata kabur
- Sakit kepala dengan penyebab yang kurang jelas
Perlu ditanyakan adanya tanda-tanda (signs) di bawah ini:
- Hemiparesis atau hemiplegi akut
- Hemianopia komplit atau parsial, kehilangan penglihatan pada 1 atau 2 mata, atau
diplopia.
- Disarthria atau afasia
- Ataxia, nistagmus, atau vertigo
- Penurunan kesadaran
Selain tanda dan gejala di atas juga perlu ditanyakan riwayat trauma, infeksi, kejang,
penggunaan obat kontrasepsi, nyeri kepala, dan lain-lain.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation (ABC)
Pemeriksaan Vital sign, terutama tekanan darah.
Pemeriksaan kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan untuk memeriksa ada
tidaknya kontusio, laserasi, maupun deformitas sebagai penyebab stroke. Auskultasi
leher, jika ada bruit berarti penyebab stroke ada pada arteri karotis.
Pemeriksaan jantung. Pada pasien stroke sering juga ditemukan adanya aritmia jantung
akibat atrial fibrillation. Selain itu dengan auskultasi, tak jarang ditemukan pula murmur
atau gallop.
Ekstremitas. Pulsasi aorta maupun tekanan darah yang asimetris pada ekstremitas
mengindikasikan adanya diseksi aorta
67
Pemeriksaan penunjang
- CT scan
- MRI
- Arteriografi mencari lokasi terjadinya oklusi pembuluh darah
- Pemeriksaan Darah lengkap mengetahui jumlah Hb & Hematokrit
- Pemeriksaan Protrombin Time (PT) berkaitan dengan pemberian antikoagulan
- Lumbal Pungsi jika dicurigai infeksi atau perdarahan subarachnoid
PENATALAKSANAAN
Perawatan umum:
Stabilisasi kondisi umum : 5 B
Perawatan spesifik: reperfusion / recanalisation, and pencegahan kematian saraf
(neuroprotection)
Waspadai komplikasi perawatan:
- medis : aspirasi, infeksi, ulkus dekubitus, DVT.
- neurologik : perdarahan, edema/ kejang.
Pencegahan sekunder--------↓↓ kekambuhan stroke
Rehabilitasi
Ada 5 larangan yang perlu diperhatikan :
No antihypertensives
No diuretics.
No dexamethasone.
No glucose infusion.
No anticoagulant 4 hours onset stroke.
Monitor :
68
Obat antihipertensi
Target tekanan darah :
1) Pernah hipertensi 180/100-105 mmHg:
2) Belum pernah hipertensi160-180/90-100 mmHg,
69
N.B : hindari pemakaian nifedipine menyebabkan penurunan tekanan darah secara
drastis.
Merawat hipotensi :
1. cairan yang adekuat
2. farmakologi :
- phenylephirine α-1
- dopamine α-1 and β-1
- norepinephrine β-1 and α-1
Terapi spesifik
a. reperfusi untuk mengembalikan aliran darah pada regio iskemik dengan Anti
platelet, anticoagulan, rtPA
b. neuroproteksi mencegah sel dari kerusakan iskemik
AGENT MECHANISM DAILY DOSE COMMENT
Aspirin
Cyclo-oxygenase
inhibition
50-325 mg
25% stroke
reduction
Ticlopidine
ADP receptor
blockade
250 mg bid
35% stroke
reduction;
expensive, rash,
diarrhea,
leukopenia (1%)
Clopidogrel ADP receptor 75 mg 30% stroke
reduction; non-
70
blockade
toxic
Dipyridamole
(with aspirin)
Phosphodiesteras
e inhibition
200 mg bid
(25 mg bid)
35-40% stroke
reduction;
headache in 6%
Pencegahan sekunder :
Diabetes control goal <126 mg/dL dan HbA1c < 7%
Lipid : Statins goal cholesterol <200 mg/dL,
LDL<100 mg/dL atorvastatin 80 mg/day
Antiplatelet :
- Aspirin (50-325 mg)
- clopidogrel (75 mg)
Anticoagulants: Warfarin
Life style modification merokok, olahraga, diet
Perawatan peningkatan tekanan intrakranial :
Meningkatkan kepala dan tubuh bagian atas 20-300
(menghindari kompresi vena jugularis)
Menghindari glukosa atau cairan hipotonik
Normothermia
MAP>110 mmHg1
Osmotherapy
- Glycerol 10% 4 x 250 ml i.v.
- Mannitol bolus, 25-0,5g/kg i.v. over 20 min,4-6 x/hari
Normovolemia & serum osmolarity (> 310-320 mosmol/kg)
71
- furosemide initial dose 1 mg/kg i.v.
Intubation
Normoventilation ( pCO2 35-40Hg)
Hyperventilation mengacu ke operasi
Barbiturates
KOMPLIKASI
Cerebral oedema (40%)
Haemorhagic transformation (30%)
Depression (16-50%)
Infection (UTI 24%)
TRAUMA CAPITIS
Definisi.
Trauma Capitis adalah suatu trauma yang menimpa struktur kepala sehingga dapat
menimbulkan kelainan struktural dan atau ganguan fungsional jaringan otak.
Kelainan Struktural adalah gangguan / lesi anatomis dari struktur kepala , misalnya luka kulit
kepala , fraktur tulang tengkorak , lacerasi jaringan otak dan perdarahan.
Gangguan Fungsional jaringan otak misalnya penurunan kesadaran , kelumpuhan saraf otak
, kelumpuhan motorik dan lain-lain.
Pada proses trauma kepala. Tempat yang langsung terkena trauma disebut impact (dampak)
Daerah impact bisa terjadi:
1) indentasi : cekung sejenak kemudian menjadi rata kembali seperti semula
2) fraktur : linear, stelatum, impresio
3) edema dan perdarahan subkutan
Trauma kapitis mengakibatkan penderita
1) Pingsan sejenak tanpa disertai kelainan neurologi (komosio)
72
Truma kapitis yang ringan atau berat dapat menimbulkan pingsan sejenak dengan atau
tanpa disertai amnesia retrograd. Tanda kelainan neurologik apapun tidak terdapat pada
penderita yang bersangkutan disebut komosio serebri.
Derajat kesadaran ditentukan oleh intregritas diffuse ascending reticcular system.
Lintasan tersebut dapat tidak berfungsi tanpa mengalami kerusakan yang irreversibel.
Batang otak pada ujung rostral bersambung dengan otak dan pada ujung kaudalnya
bersambung dengan medula spinalis. Daerah ini mudah terbentang dan teregang pada
waktu kepala bergerak terlalu cepat dan mendadak. Peregangan ini bisa menimbulkan
blokade reversibel pada diffuse ascending reticcular system, sehingga selama blokade itu
berlangsung otak tidak menerima input aferen yang berarti derajat kesadaran menurun
sampai derajat paling rendah (pingsan). Hilangnya blokade akan disusul dengan pulihnya
kesadaran.
2) Trauma kapitis yang menimbulkan kelainan neurologik
Disebabkan oleh : kontusio serebri (1), laserasio serebri (2), hemoragi subdural (3),
hemoragi epidural (4), hemoragi intraserebral. Lesi tersebut terjadi karena gaya
destruktif trauma.
Patofisiologi.
Pola – pola (bentuk – bentuk ) kelainan yang mungkin terjadi pada trauma capitis adalah ,
1. Luka dan avulsi kulit kepala
2. Fraktur Tulang Tengkorak
3. Perdarahan Intracranial
4. Gangguan Fungsi Jaringan Otak
1. Luka dan avulsi kulit kepala
Luka dan avulsi (kehilangan sebagian) kulit kepala dapat menyebabkan perdarahan yang
berat sehingga menyebabkan shock. Luka pada kulit dapat menunjukkan lokasi (area)
dimana terjadi trauma. Bila dibawah luka terdapat fraktur yang menekan jaringan otak maka
luka tersebut dapat merupakan jalan masuk kuman-kuman untuk terjadinya infeksi
intracranial.
2. Fraktur tulang tengkorak
73
Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi pada calvarium (atap tengkorak), disebut Fraktur
Calvarium dan fraktur pada basis cranium (dasar tengkorak), disebut Fraktur Basis Cranium.
Fraktur calvarium
Beberapa contoh fraktur calvarium ,
Fraktur Liniair
Bila fraktur merupakan sebuah garis (celah) saja. Fraktur liniair yang berbahaya ialah
fraktur yang melintas os temporal; pada os temporal terdapat alur yang dilalui Arteri
Meningia Media. Bila fraktur memutuskan Arteri Meningia Media maka akan terjadi
perdarahan hebat yang akan terkumpul di ruang diantara dura mater dan tulang
tengkorak , disebut perdarahan epidural.
Fraktur Berbentuk Bintang (Stellate Fracture)
Bila fraktur berpusat pada satu tempat dan garis – garis frakturnya nya menyebar
secara radial
Fraktur Impressie
Pada fraktur impressie ,fragment-fragment fraktur melekuk kedalam dan menekan
jaringan otak. Fraktur bentuk ini dapat merobek dura mater dan jaringan otak di
bawahnya dan dapat menimbulkan prolapsus cerebri (jaringan otak keluar dari
robekan duramater dan celah fraktur) dan terjadi perdarahan.
Fraktur basis cranii
Fraktur atap orbita
Fraktur akan merobek dura mater dan arachnoid sehingga Liquor Cerebro Spinal
(LCS) bersama darah keluar melalui celah fraktur masuk ke rongga orbita ; dari luar
disekitar mata tampak kelopak mata berwarna kebiru biruan . Bila satu mata disebut
Monocle Hematoma, bila dua mata disebut Brill Hematoma / Raccoon’s eyes
Fraktur melintas Lamina Cribrosa
Fraktur akan menyebabkan rusaknya serabut serabut saraf penciuman ( Nervus
Olfactorius) sehinggan dapat terjadi gangguan penciuman mulai berkurangnya
penciuman (hyposmia) sampai hilangnya penciuman (anosmia). Fraktur juga
merobek dura mater dan arachnoid sehingga LCS bercampur darah akan keluar dari
rongga hidung (Rhinorrhoea)
74
Fraktur Fossa Media
Fraktur Os Petrossum
Puncak (Apex ) os petrosum sangat rapuh sehingga LCS dan darah masuk kedalam
rongga telinga tengah dan memecahkan Membrana Tympani; dari telinga keluar LCS
bercampur darah (Otorrhoea).
Fraktur Sella Tursica
Di atas sella tursica terdapat kelenjar Hypophyse yang terdiri dari 2 bagian pars
anterior dan pars posterior (Neuro Hypophyse). Pada fraktur sella tursica yg biasa
terganggu adalah pars posterior sehingga terjadi gangguan sekresi ADH (Anti Diuretic
Hormone) yang menyebabkan Diabetes Insipidus.
Sinus Cavernosus Syndrome.
Syndrome ini adalah akibat fraktur basis tengkorak di fossa media yang memecahkan
Arteri Carotis Interna yang berada di dalam Sinus Cavernosus sehingga terjadi
hubungan langsung arteri – vena (disebut Arterio-Venous Shunt dari Arteri Carotis
Interna dan Sinus Cavernsus –> Carotid – Cavernous Fistula).
Mata tampak akan membengkak dan menonjol, terasa sakit , conjunctiva berwarna
merah. Bila membran stetoskop diletakkan diatas kelopak mata atau pelipis akan
terdengar suara seperti air mengalir melalui celah yang sempit yang disebut Bruit (
dibaca BRUI ).
Gejala-gejala klinis sebagai akibat pecahnya A.Carotis Interna didalam Sinus
Cavernosus , yang terdiri atas : mata yang bengkak menonjol , sakit dan conjunctiva
yang terbendung (berwarna merah) serta terdengar bruit , disebut Sinus Cavernosus
Syndrome,
Fraktur Fossa Posterior.
Fraktur melintas os petrosum
Garis fraktur biasanya melintas bagian posterior apex os petrossum sampai os
mastoid, menyebabkan LCS bercampur darah keluar melalui celah fraktur dan
berada diatas mastoid sehingga dari luar tampak warna kebiru biruan dibelakang
telinga , disebut Battle’s Sign.
Fraktur melintas Foramen Magnum
di Foramen Magnum terdapat Medula Oblongata, sehingga getaran fraktur akan
merusak Medula Oblongata , menyebabkan kematian seketika.
75
Ada beberapa mekanisme yang timbul bila terjadi trauma capitis:
a. Akselerasi dan Deakselerasi
Akselerasi.
Bila kepala yang bergerak kesuatu arah atau kepala sedang dalam keadaan tidak
bergerak, tiba-tiba mendapat gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala maka
kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut. Mula-mula tulang
tengkorak yang bergerak lebih cepat , jaringan otak masih diam , kemudian jaringan otak
ikut bergerak ke arah yang sama. Peristiwa ini terjadi sangat cepat dalam waktu yang
sangat singkat. Pada peristiwa ini terjadi gesekan antara jaringan otak dan dasar
tengkorak serta terjadi benturan antara jaringan otak dan dinding tengkorak.
Mekanisme akselerasi dapat menyebabkan luka/robekan/laserasi pada bagian bawah
jaringan otak dan memar pada jaringan otak serta putusnya vena – vena kecil yang
berjalan dari permukaan otak ke duramater (Bridging veins)
Deselerasi.
Bila kepala bergerak dengan cepat ke satu arah tiba-tiba dihentikan oleh suatu benda ,
misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba akan terhenti gerakannya.
Kepala mengalami deselerasi (perlambatan) secara mendadak.
Mula-mula tengkorak akan terhenti gerakannya , jaringan otak masih bergerak
kemudian jaringan otak terhenti gerakannya karena “menabrak “ tengkorak. Peristiwa
ini terjadi sangat cepat dalam waktu yang sangat singkat. Mekanisme deselerasi dapat
menyebabkan kelainan serupa seperti pada mekanisme akselerasi.
Rotasi
Hendaklah diingat bahwa batang otak (brain stem) berupa sebuah “batang” yang
terletak di bagian tengah jaringan otak dan berjalan vertikal kearah Foramen Magnum ,
sehinga otak seolah-olah terletak pada sebuah sumbu (axis).Bila tengkorak tiba-tiba
mendapat gaya mendadak yang membentuk sudut terhadap arah gerak kepala ,
misalnya pada bagian depan (frontal) atau pada bagian belakang (oksipital) ,maka otak
akan terputar pada “sumbu”nya.
Mekanisme rotasi dapat menyebabkan laserasi dari bagian bawah jaringan otak dan
kerusakan pada batang otak. Kerusakan pada batang otak dapat merupakan peristiwa
yang mematikan. Mekanisme rotasi dapat terjadi pada seorang petinju yang mendapat
pukulan”jab” yang sangat keras.
76
Di dalam kejadian yang sebenarnya , misalnya trauma capitis karena kecelakaan lalu
lintas , ketiga mekanisme tersebut di atas terjadi secara bersamaan.
Lesi “countercoup” ialah lesi pada jaringan otak yang terjadi “diseberang” tempat
terjadinya pukulan / benturan yang diterima kepala . Misalnya kepala dipukul di daerah
oksipital , terjadi perdarahan jaringan otak di frontal.
Ada dua tahapan kerusakan di dalam terjadinya kerusakan jaringan otak (brain damage)
setelah trauma capitis.
Primary damage.
yaitu kerusakan yang terjadi pada saat kejadian trauma capitis yaitu , laserasi dan
contusio (luka dan memar) dari jaringan otak dan diffuse axonal injury (DAI).
Diffuse Axonal Injury disebabkan banyaknya serabut-serabut saraf pada jaringan
otak yang rusak pada waktu terjadinya trauma. Tetapi masih ada beberapa peneliti
yang mengatakan bahwa diffuse axonal injury (DAI) terjadi karena edema jaringan
otak , hypoxia atau karena kerusakan batang otak .
Diffuse axonal injury ditandai dengan adanya coma yang lama yang terjadi segera
setelah trauma capitis yang berat.
Secondary damage.
Yaitu kerusakan yang terjadi akibat komplikasi dari proses-proses yang terjadi pada
saat trauma capitis dan baru menunjukkan gejala beberapa saat kemudian (biasanya
beberapa jam kemudian). Secondary damage misalnya : perdarahan intracranial ,
cerebral edema , peningkatan tekanan intracranial ,ischemic brain damage dan
infeksi.
Perdarahan intracranial adalah perdarahan yang terjadi di dalam rongga tengkorak.
Cerebral edema ialah bertambahnya volume cairan didalam jaringan otak .
Ischemic brain damage adalah kerusakan jaringan otak karena keadaan hypotensi
yang berlansung lama pada saat terjadi trauma capitis.
b. Perdarahan intrakranial.
Perdarahan Epidural ( Epidural Hematoma – EDH )
77
Epidural hematoma adalah akumulasi dari darah dan gumpalan darah antara lapisan dura
mater dan tulang tengkorak. Sumber perdarahan dari epidural hematoma adalah arteri
meningea (seringkali arteri meningea media) atau terkadang sinus venosus dura.
Perdarahan ini memiliki bentuk yang bikonveks atau lentikuler. Pasien dengan epidural
hematom akan mengalami kesadaran menurun yang berlangsung singkat pada awalnya,
diikuti dengan lucid interval. Interval ini kemudian diikuti dengan kemunduran klinis yang
cepat. Semua pasien dengan perdarahan epidural membutuhkan intervensi yang cepat dari
spesialis bedah saraf. Epidural hematom akan menempati ruang dalam otak, olehnya itu,
perluasan yang cepat dari lesi ini, dapat menimbulkan penekanan pada otak.
Insiden
Angka kematian meningkat pada pasien dengan umur dibawah 5 tahun dan diatas 55 tahun.
Pasien dengan umur dibawah 20 tahun, 60 % didapati dengan epidural hematoma. Epidural
hematoma tidak lazim pada pasien usia lanjut dikarenakan, lapisan dura telah melekat
dengan kuat pada dinding bagian dalam tengkorak. Pada kasus-kasus epidural hematom,
kurang dari 10% adalah pasien dengan umur diatas 50 tahun.
Epidemiologi
Kasus epidural hematoma di Amerika Serikat ditemukan 1-2% dari semua kasus trauma
kepala yang ada dan ditemukan pula sebanyak 10% pada pasien dengan koma akibat
trauma.9
Dilaporkan angka kematian berada pada presentasi 5% hingga 43%. Angka kematian yang
tinggi ini erat kaitannya dengan:9
• Peningkatan usia
• Lesi intradural
• Lokasi temporal
• Peningkatan volume hematom
• Progresivitas klinis yang cepat
• Abnormalitas pupil
• Peningkatan tekanan intrakranial
• GCS yang menurun
78
Etiologi
Epidural hematoma terjadi akibat trauma pada cedera kepala, yang biasanya disertai
dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pada pembuluh darah arteri, utamanya arteri
meningea media.
Anatomi
Otak dan medulla spinalis merupakan organ-rgan yang penting dan sangat vital dalam tubuh
manusia, tubuh telah melindungi kedua organ ini dengan dua buah lapisan pelindung.
Lapisan terluar merupakan tulang-tulang, tulang tengkorak yang melindungi otak serta
tulang-tulang vertebra yang melindungi medulla spinalis. Lapisan bagian dalam terdiri atas
membrane yang biasa disebut meninges. Terdapat tiga lapisan berbeda yang menyusun
meninges:
1. Dura mater, merupakan suatu jaringan liat, tidak elastic dan mirip kulit sapi yang
terdiri dari dua lapisan, bagian luar dinamakan dura endosteal dan bagian dalam
dinamakan dura meningeal.
2. Membran Arachnoid , merupakan sebuah membrane fibrosa yang tipis, halus dan
avaskular. Araknoid meliputi otak dan medulla spinalis, tetapi tak mengikuti kontur
luar seperti pia mater.
3. Pia mater, merupakan lapisan yang langsung berhubungan dengan otak dan jaringan
spinal, dan mengikuti kontur struktur eksternal.
Dura mater terbuat dari jaringan fibrosa putih yang kuat, berfungsi sebagai lapisan
terluar dari meninges dan juga sebagai periosteum terdalam dari tulang tengkorak.
Membran arachnoid, lapisan yang lembut, seperti jaring laba-laba, terletak antara
dura mater dan pia mater atau merupakan lapisan dalam dari meninges.
Selanjutnya, lapisan transparan pia mater yang menjadi bagian terluar yang melapisi
otak dan medulla spinalis yang juga berisi pembuluh darah.
Dura mater memiliki tiga buah lapisan tambahan kedalam:.
1. Falx cerebri. Falx cerebri ini, menonjol kebawah, menyusuri fissure longitudinalis
untuk membentuk semacam dinding pemisah ataupun sekat antara kedua hemisfer
otak.
79
2. Falx cerebelli. Falx cerebelli adalah tambahan berbentuk sabit yang memisahkan
kedua halves atau hemisfer pada serebelum.
a) Tentorium cerebelli. Tentorium cerebelli memisahkan serebelum dan serebrum.
Ada beberapa ruang di antara maupun di sekitar meninges, diantaranya adalah:
Ruang Epidural. Ruang epidural terletak persis di bagian luar dura mater, tetapi
masih di dalam tulang yang melapisi otak dan medulla spinalis. Ruang ini terdiri atas
bantalan lemak dan jaringan konektif lainnya.
b) Ruang Subdural. Ruang subdural terletak antara dura mater dan membrane
arachnoid. Ruang ini berisi sejumlah kecil cairan serosa pelumas.
c) Ruang Subarachnoid. Seperti namanya, ruang ini terletak tepat dibawah membrane
arachnoid dan diluar dari piamater. Ruang ini berisi sejumlah cairan serebrospinal.
Patofisiologi
Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau trauma
pada kepala. Epidural hematom timbul dan berkembang dari kerusakan pada
pembuluh darah arteri, khususnya arteri meningea media, dimana dapat robek
akibat pukulan atau hantaman tulang temporal. Darah memotong lapisan dura
mater dan menekan hemisfer otak dibawahnya. Kesadaran menurun yang terjadi
secara mendadak ditimbulkan akibat gegar yang dialami oleh otak dan bersifat
sementara. Gejala-gejala neurologis kemudian mereda beberapa jam kemudian
seiring dengan terbentuknya hematom yang pada akhirnya akan memberikan efek
yang cukup berat yakni herniasi pada otak.
DIAGNOSIS
Banyak cara yang dapat digunakan untuk mendiagnosis sebuah kondisi epidural
hematoma. Dari gambaran klinis, gambaran radiologi hingga gambaran patologi anatomi
dapat dijadikan pendekatan untuk mendiagnosis sebuah kondisi epidural hematoma.
Gambaran Klinis
Epidural hematoma adalah salah satu akibat yang dapat ditimbulkan dari sebuah
trauma kepala. Epidural hematoma kebanyakan berasal dari fraktur tulang tengkorak
bagian lateral yang melukai pembuluh darah arteri meningea media atau pembuluh
80
darah vena. Pasien mungkin mengalami kesadaran menurun secara mendadak
ataupun tidak, tetapi dalam kurun waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, kondisi lucid
interval dapat terjadi, diikuti dengan perkembangan klinis yang cukup cepat dalam
beberapa jam, seperti sakit kepala, hemiparesis, dan pada akhirnya dilatasi pupil
yang ipsilateral. Kematian dapat terjadi apabila penanganan tidak segera dilakukan.
Pada anamnesa didapatkan riwayat cedera kepala dengan penurunan kesadaran.
Pada kurang lebih 50 persen kasus kesadaran pasien membaik dan adanya lucid
interval diikuti adanya penurunan kesadaran secara perlahan sebagaimana
peningkatan TIK. Pada kasus lainnya, lucid interval tidak dijumpai, dan penurunan
kesadaran berlangsung diikuti oleh detoriasi progresif. Epidural hematoma
terkadang terdapat pada fossa posterior yang pada beberapa kasus dapat terjadi
sudden death sebagai akibat kompresi dari pusat kardiorespiratori pada medulla.
Pasien yang tidak mengalami lucid interval dan mereka yang terlibat pada
kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi biasanya akan mempunyai prognosis yang
lebih buruk.
Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil ipsilateral
melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi
cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula
kenaikan tekanan darah dan bradikardia.
Pada tahap akhir kesadaran akan menurun sampai koma yang dalam, pupil
kontralateral juga akan mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak
menunjukkan reaksi cahaya lagi, yang merupakan tanda kematian.
Gambaran Radiologis
Meskipun foto radiologi skull atau tengkorak sering dilakukan untuk mengevaluasi
sebuah fraktur tengkorak, dewasa ini CT scan merupakan pilihan primer dalam hal
mengevaluasi trauma kepala. Emergensi CT scan adalah modalitas utama yang
digunakan untuk mengevaluasi trauma kepala akut setelah penilaian neurologis
dilakukan. Diagnosis yang tepat dari hasil CT scan sangat krusial untuk menentukan
metode penanganan yang tepat.
Epidural hematoma terjadi dibawah calvarium, diluar dari dura periosteal. Sangat
jarang melebihi batas dari sutura dikarenakan perlekatan yang kuat dari dura
periosteal dengan batas dari sutura. Karena perlekatan yang kuat ini, sebuah
81
epidural hematoma memiliki batas yang kasar dan penampakan yang bikonveks
pada CT scan dan MRI. Kasus epidural hematoma yang khas memberikan tampakan
lesi bikonveks dengan densitas tinggi yang homogeny pada CT scan, tetapi mungkin
juga tampak sebagai densitas yang heterogen akibat dari pencampuran antara darah
yang menggumpal dan tidak menggumpal.11
Gambaran Patologi Anatomi
Normalnya, tidak terdapat ruang epidural pada tengkorak. Fraktur dari tulang
tengkorak dapat merobek pembuluh darah arteri dan vena yang melintas antara
lapisan dura serta tulang tengkorak. Sebuah tumbukan atau hantaman dapat
menyebabkan deformitas pada tengkorak tanpa mengakibatkan fraktur. Hal ini juga
dapat mengakibatkan robekan pada pembuluh darah. Perdarahan yang terjadi akibat
dari robekan pembuluh darah ini, dapat mengakibatkan gumpalan pada daerah
epidural yang mendorong lapisan dura.
Diagnosis banding
Subdural Hematoma
Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat robeknya vena
jembatan. Gejala klinisnya adalah :
• sakit kepala
• kesadaran menurun + / -
Pada pemeriksaan CT scan otak didapati gambaran hiperdens (perdarahan) diantara
duramater dan arakhnoid, umumnya robekan dari bridging vein dan tampak seperti
bulan sabit.
Subarakhnoid hematoma
Gejala klinisnya yaitu :
• kaku kuduk
• nyeri kepala
• bisa didapati gangguan kesadaran
Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di ruang
subarakhnoid.
Penatalaksanaan
Epidural hematoma hampir semua didasari oleh fraktur tengkorak. Lokasi yang
paling sering ialah fossa temporal dimana skuama temporal adalah bagian tertipis
82
dari tulang tengkorak sehingga mudah terjadi fraktur dan dengan mudah melukai
pembuluh darah arteri meningea media. Kadang-kadang, fraktur dari tulang
tengkorak akan melintasi sinus venosus. Sinus sagitalis superior dan sinus
transversum adalah sinus yang paling rentan terkena, berakibat pada epidural
hematoma vena.
Pendekatan yang paling umum dilakukan adalah dengan membuat insisi curvilinear
pada kepala untuk membuka sepenuhnya tengkorak yang menutupi hematom (atau
seluas mungkin yang bias dilakukan). Apabila otot temporal menutupi sisi yang ingin
di insisi, sebaiknya harus ditarik ke arah inferior, dengan menyisakan pinggiran tipis
yang melekat ke garis temporal superior dimana otot temporal nantinya dapat
disambung kebali di akhir operasi. Ketika tulang telah terlihat, sebuah lubang dibuat
dengan menggunakan bor, dekat dengan tepi hematoma. Tulang tengkorak pada
akhirnya dapat disingkirkan dengan menggunakan lapisan dasar dari bor. Hematom
kemudian disingkirkan, dan berbagai perdarahan dural akan berhenti, dan dura
mater dijahit dengan nylon 4-0. Ketika hemostasis dapat dipastikan membaik, tulang
tengkorak yang tadinya dilepas, dipasang kembali. Lapisan muskulokutaneus
kemudian ditutup dengan menggunakan vicryl 00 untuk lapisan galeal serta untuk
kulitnya digunakan stepler. Monitoring terhadap tekanan intracranial biasanya
dilakukan pada tahap ini, sebelum akhirnya didorong ke ICU.6
Prognosa
Prognosis epidural hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan epidural
hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16% - 32%. Seperti trauma hematoma
intrakranial yang lain, biasanya mortalitas sejalan dengan umur dari pasien. Resiko
terjadinya epilepsi post trauma pada pasien epidural hematoma diperkirakan sekitar
2%.3
CT-scan Perdarahan Epidural
Karena rupture pada arteri diploe, cabang arteri meninga media, dan sinus venosus.
Pada CT-scan:
83
Tampak bentuk bikonveks
Luas perdarahan tidak melewati sutura (coronaria, lambdoidea, dan sagitalis)
Batas lebih tegas
84
Perdarahan Subdural ( Subdural Hematoma – SDH )
Perdarahan ini terletak diantara permukaan jaringan otak dan di bawah duramater,
biasanya di daerah Parietal. Perdarahan ini dapat terjadi karena mekanisme rotasi maupun
mekanisma aselerasi – deselerasi kepala sehingga memutuskan Bridging Veins ( vena vena
yang menghubungkan permukaan jaringan otak dan duramater ) atau pecahnya pembuluh –
pembuluh cortical jaringan otak (baik arteri maupun vena yang berada pada permukaan
otak).
Perdarahan subdural paling sering terjadi derah permukaan lateral dan atas
hemisferium.Yang seringkali berdarah ialah bridging veins.yaitu antara otak dengan
subarachnoid.Sering pada orang yang sangat tua dan sangat muda.
85
Bila terjadi akut , segera setelah trauma kapitis , ini menunjukkan suatu trauma
kapitis yang cukup berat. Kasus Perdarahan Subdural Akut ( Acute SDH ) memerlukan
tindakan operasi segera.
Sering perdarahan subdural baru manifest setelah 2 – 3 minggu setelah Trauma
Kapitis , terdapat sakit kepala, kelemahan anggota gerak sesisi dan bahkan penurunan
kesadaran. Keadaan ini disebut Perdarahan Subdural Kronis ( Chronic SDH ). Dengan
melakukan operasi membuang darah tersebut , penderita akan segera pulih kembali.
CT-scan Perdarahan Subdural
Karena rupture pada Bridging vein, vena kortikal.
Pada CT-Scan:
Luas perdarahan dapat melewati sutura
Bentuk konkaf
86
Perdarahan Intracerebral ( Intracerebral Hemorrhage – ICH )
Perdarahan ini terjadi karena putusnya pembuluh darah di dalam jaringan otak. Penderita
akan cepat kehilangan kesadaran . Tergantung dimana letak perdarahan , operasi dapat
menolong penderita tetapi biasanya dengan cacat yang menetap.
Perdarahan juga dapat terjadi di dalan sistim ventrikel , disebut Perdarahan Intraventrikular
( Intraventricular Hemorrhage – IVH ). Darah akan menyumbat sistim ventrikel sehingga
liquor cerebrospinal tidak dapat mengalir dan terkumpul di dalam sisitim ventrikel dan
menyebabkan sisitim ventrikel melebar dan mengandung banyak cairan , sehingga terjadi
Hydrocephalus. Bila perdarahan cukup banyak maka seluruh fungsi jaringan otak akan
terganggu.
SAH (Subarachnoid Hematoma)
Definisi
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak dan
selaput otak (rongga subaraknoid).
Etiologi
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma
(85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA merupakan kaitan dari
87
pendarahan aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma yang lebih besar
kemungkinannya bisa pecah. Selanjunya 10% kasus dikaitkan dengan non aneurisma
perimesencephalic hemoragik, dimana darah dibatasi pada daerah otak tengah. Aneurisma
tidak ditemukan secara umum. 5% berikutnya berkaitan dengan kerusakan rongga arteri,
gangguan lain yang mempengaruhi vessels, gangguan pembuluh darah pada sum-sum
tulang belakang dan perdarahan berbagai jenis tumor.
Patofisiologi
Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater adalah ruang subarachnoid. Pia
mater terikat erat pada permukaan otak. Ruang subarachnoid diisi dengan CSF. Trauma
perdarahan subarachnoid adalah kemungkinan pecahnya pembuluh darah penghubung
yang menembus ruang itu, yang biasanya sma pada perdarahan subdural. Meskipun trauma
adalah penyebab utama subarachoid hemoragik, secara umum digolongkan denga pecahnya
saraf serebral atau kerusakan arterivenous. Dalam hal ini, perdarahan asli arteri.
DIAGNOSIS
A. Gambaran Klinis
Gejala prodromal : nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10%, 90% tanpa keluhan
sakit kepala.
Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar, sedikit
delir sampai koma.
Gejala / tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk, tanda kernig ada.
Fundus okuli : 10% penderita mengalami edema papil beberapa jam setelah
pendarahan. Sering terdapat pedarahan subarachnoid karena pecahnya aneurisma
pada arteri komunikans anterior, atau arteri karotis interna
Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi.
Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, demam ringan karena
rangsangan mening, dan demam tinggi bila pada hipotalamus. Begitu pun
muntah,berkeringat,menggigil, dan takikardi, adanya hubungan dengan hipotalamus
Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai hematemesis dan melena dan
seringkali disertai peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan ada
perubaha pada EKG.
88
B. Gambaran Radiologi
1. CT SCAN
Pemeriksaan ct scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intracranial. Pada
pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah (densitas tinggi) dalam ventrikel
atau dalam ruang subarachnoid.
2. Magnetic resonance imaging (MRI)
Perdarahan subarachnoid akut: perdarahan subarachnoid akut tidak biasanya terlihat pada
T1W1 dan T2W1 meskipun bisa dilihat sebagai intermediate untuk pengcahayaan sinyal
tinggi dengan proton atau gambar FLAIR. CT pada umunya lebih baik daripada MRI dalam
mendeteksi perdarahan subarachnoid akut.
Control perdarahan subarachnoid: hasil tahapan control perdarahan subarachnoid kadang-
kadang tampak MRI lapisan tipis pada sinyal rendah
Penatalaksanaan
Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda nyeri
diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase didalam
otak untuk mengurangi tekanan.Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat dinding
arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari. Pembedahan
ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita yang mengalami
koma atau stupor. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan pembedahan
dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau
lebih memang mengurangi resiko pembedahan tetapi meningkatkan kemungkinan
terjadinya perdarahan kembali.
c. Kontusio Serebri
Dapat berupa : memar otak, infark dan nekrosis
Biasanya di L. Frontal dan temporal
Lesi bisa : Coup dan contrecoup
Manifestasi klinis ~ bergantung pada letak dan besar lesi :
Pasien dengan kontusio kecil pada L. Frontalis memberikan gejala nyeri kepala
89
Beberapa kontusio membesar setelah 2 – 3 hari, dengan nekrosis dan edema akibat
impact yang besar.
Kontusio dapat terjadi di kortikal maupun subkortikal, yang paling sering kortikal
Operasi biasanya tidak dibutuhkan, terutama untuk yang kecil dan deep subcortical
contusions ~ ini diterapi dengan medikamentosa
Pada kontusio lobar yang besar dengan pendesakan masa yang signifikan kadang-
kadang perlu kraniotomi dan evakuasi
Mortalitas kontusio serebri 25% - 60%, tergantung pada :
- Jumlah dan besarnya
- Letak anatomisnya
- Keberatan dan mekanisme injury
Amnesia
Adalah hilangnya sebagian / seluruh kemampuan mengingat kejadian yang baru terjadi /
sudah lama terjadi
Etiologi
a. Penyumbatan arteri di otak akibat aterosklerosis kurang supply darah anemia
b. Peminum alcohol dalam jumlah berlebih
c. Pemakai obat-obat penenang ( barbiturate / benzodiazepine ) secara berlebih
disorientasi ruang dan waktu sindrom Wernicke – Korsakoff ( penderita kebingungan
dengan karena kekurang vit. B1 ) amnesia berlangsung lama
Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya :
a. Amnesia Retrograd hilangnya ingatan tentang kejadian yang terjadi sesaat sebelum
kecelakaan
b. Amnesia Pasca Trauma hilangnya ingatan tentang kejadian yang terjadi setelah
kecelakaan
Berdasarkan trauma kepala yang terjadi, menurut Annger :
a. Cedera Kepala Ringan (CDR) kehilangan ingatan < 30 menit
b. Cedera Kepala Sedang (CDS) kehilangan ingatan 30 menit – 24 jam disertai fraktur
tengkorak
90
c. Cedera Kepala Berat (CDB) kehilangan ingatan > 24 jam disertai perdarahan subdural
dan kontusio serebri
Komplikasi (penyulit penyulit) pada trauma kapitis.
1. Gangguan Faal Paru :
Pneumonia aspirasi
Suatu infeksi paru karena isi saluran makanan atau sekret trachea masuk ke
dalam paru paru, disebabkan gangguan kesadaran pada trauma kapitis,
penderita tidak dapat menelan atau mengeluarkan sisa makan dan dahak..
2. Gangguan Faal Hepar dapat mengakibatkan Gagal Hepar (Hepatic Failure)
3. Gangguan Faal Ginjal dapat mengakibatkan Gagal Ginjal (Renal Failure)
4. Gangguan Faal Kelenjar Hypophyse ( mis.Diabetes Insipidus)
5. Gangguan Faal Sistim Kardiovaskular
6. Gangguan Hemostasis
TRAUMA TULANG BELAKANG
Biasanya terjadi multisystem injuries, sehingga terjadi problem :
Hipotensi
Hipoksia
Infeksi
Operasi dan organ lain
- Yang harus dilakukan pertama adalah mengenai Airway (A), Breathing (B) dan Circulation
(C)
Diagnosa
Kolumna vertebralis cervical
- Bila penderita :
Sadar
Tidak ada riwayat penggunaan alkohol atau obat- obatan
Tidak ada nyeri leher atau nyeri tekan
Bisa mengerakkan leher ke semua arah tanpa akut
Pemeriksaan neurologi normal
91
maka pemeriksaan imaging tidak diperlukan
- Bila penderita sadar :
Nyeri leher atau nyeri tekan pada leher atau keduanya
Leher di imobilisasi dan dilakukan foto columna vertebralis cervical dalam 3 posisi :
Lateral, Anteroposterior dan Open mout of the odontoid (Untuk melihat basis cranii
dan cervical – thoracic junction)
bila plain foto tidak adekwat maka CT-Scan
bila pasien dengan neckpain hasil plain foto dan Ctnya normal, harus dilakukan
dengan film extensy/flexi lateral atau fluoroskopi.
Pada berbagai injury neurologik, MRI dilakukan sebelum melepas Collar atau
instituting therapi. Dengan MRI dapat menunjukkan :
- Spinal cord injury
- Herniasi diskus
- Injury ligamentum
bila MRI baik, collar dilepas dan mulai mobilisasi
Kolumnavertebralis thoraco lumbal untuk injury pada vertebrata thoracalis,
thoracolumbal dan lumbal juga dibutuhkan plain foto, CT dan MRI
Terapi
Terapi dimulai dari tempat kejadian
Columna vertebralis harus di immobilasasi
Immobilisasi harus tetap dilakukan sampai dinyatakan oleh dokter bahwa columna
vertebralis baik
Terapi dapat dilakukan dengan non operatif / stabilisasi dengan collar, traksi cranio
cervical, a Halo, a Rotating frame, atau Rocking Bed
Mobilisasi awal dilakukan secepatnya, untuk menghindari deep venous thrombosis,
pneumonia, dan kerusakan kulit
Jika dengan non operatif gagal ~ operasi untuk spinal misaligment atau kompresi neural
Kortikosteroid
Tahun 1990, the national acute spinal cord injury studi di USA. Merekomendasikan
pemberian methyl prednisolone dosis tinggi pada acute spinal cord injury pada 24
jam pertama
92
Tahun 2002, dievaluai dan dinyatakan tidak cukup data untuk memasukkan terapi
steroid sebagai standar therapi atau guideline kortikosteroid diberikan dalam
keadaan-keadaan tertentu saja
Operasi
Tujuan operasi ada 2 :
- Dekompresi elemen-elemen saraf
- Stabilisasi columna vertebralis
Operasi memungkinkan mobilisasi awal
93
94
TRAUMA NON MEKANIK TERHADAP SUSUNAN SARAF
Radiasi terhadap susunan saraf bisa menimbulkan kerusakan, yang bisa berupa
radionekrosis akut dan laun. Jika terapi radiologik digunakan, efek traumatik penyinaran itu
tergantung dari dosis setiap kali, berapa lama setiap dosis diberikan, dosis total dan masa
seluruh penyinaran berlangsung serta daerah susunan saraf yang mana yang terkena. Efek
radiasi akibat letusan bom atom pun sebanding dengan apa yang dijelaskan mengenai efek
radiasi terapeutik. Secara klinis, radionekrosis yang akut tidak merupakan persoalan, oleh
karena dosis penyinaran yang digunakan untuk terapi jauh lebih kecil daripada dosis
penyinaran yang langsung menimbulkan nekrosis. Pada umumnya dosis terapeutik yang
secara kebetulan sudah menimbulkan efek yang tidak diharapkan, langsung diturunkan.
Gejala-gejala efek traumatik itu tampak pada permukaan tubuh yang disinar dan terdiri dari
hiperemia, edema, diapedesis eritrosit dan leukosit.
95
Koma
Batasan
Menurut Plum, yang disebut dengan koma adalah keadaan unarousable unresponsiveness
yaitu dengan semua rangsangan, penderita tidak dapat dibangunkan (the absence of any
psychologically understandable response to external stimulus or inner need)
Patofisiologi
Koma ialah keadaan di mana kesadaran menurun pada derajat yang terendah. Koma akan
terjadi jika korteks serebri kedua sisi tidak lagi menerima impuls aferen aspesifik yang
disampaikan melalui lintasan aspesifik difus substansia retikularis. Dalam eksperimen, koma
juga dapat dibangkitkan jika lapisan substansia grisea kedua hemisferium dibuang
(dekortikasi) atau jika inti intralaminar talamik semuanya dirusak atau jika substansia grisea
di sekitar akuaduktus Sylvii dihancurkan. Akibatnya menimbulkan keadaan dimana
penyaluran impuls asendens aspesifik tersumbat pada nuclei intralaminar atau di substansia
grisea di sekitar akuaduktus Sylvii. Semua gangguan yang dapat menimbulkan koma dapat
tercakup dalam gangguan di substansia retikularis bagian batang otak yang paling rostral
dan gangguan difus pada kedua hemisferium, sehingga koma dapat dibagi menjadi :
1. Koma supratentorial diensefalik
2. Koma infratentorial diensefalik
3. Koma bihemisferik difus
KOMA SUPRATENTORIAL DIENSEFALIK
Adalah koma yang disebabkan oleh semua proses supratentorial yang dapat mengakibatkan
destruksi dan kompresi pada substansia retikularis diensefalon (nuclei intralaminar).
Destruksi dalam arti destruksi morfologi, dapat terjadi akibat perdarahan atau
infiltrasi dan metastasis tumor ganas.
Destruksi dalam arti destruksi biokomia, dijumpai pada meningitis.
Kompresi dapat disebabkan oleh proses desak ruang, baik yang berupa hematoma
atau neoplasma.
Proses desak ruang mendesak secara radial kemudian akan mendesak ke bawah secara
progresif, mengingat adanya foramen magnum sebagai satu-satunya pintu dari suatu ruang
96
yang tertutup. Akibat kompresi rostro-kaudal itu, secara berturut-turut mesensefalon, pons
atau medulla oblongata akan mengalami desakan. Sehingga sindrom lesi transversal setinggi
mesensefalon, pons dan medulla oblongata akan timbul secara bergiliran.
Proses desak ruang supratentorial yang bisa menimbulkan koma supratentorial dapat dibagi
dalam 3 golongan:
a. proses desak ruang yang meninggikan tekanan di dalam ruang intracranial
supretentorial secara akut
b. lesi yang menimbulkan sindrom unkus
c. lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostro-kaudal terhadap
batang otak
a. Tekanan intrakranial supratentorial yang mendadak menjadi tinggi
Keadaan di atas dapat dijumpai jika terdapat hemoragia serebri yang masif atau perdarahan
epdural. Kompresi supratentorial yang tiba-tiba itu, langsung mendesak bangunan yang
terletak infratentorial. Oleh karena itu secara tiba-tiba tekanan darah melonjak, nadi
menjadi lambat dan kesadaran menurun secara progresif. Trias ini dikenal sebagai sindrom
Kocher-Cushing. Pada umumnya trias tersebut merupakan ciri-ciri koma akibat proses
infratentorial.
b. Sindrom Unkus
Sindrom unkus dikenal juga sebagai sindrom kompresi diensefalon ke lateral. Proses desak
ruang di bagian lateral dari fosa cranii media biasanya mendesak tepi medial unkus dan
girus hipokampalis dan kolong tepi bebas daun tentorium. Karena desakan itu, bukannya
diensefalon yang pertama-tama mengalami gangguan, melainkan bagian ventral nervus
occulomotorius. Maka dari itu gejala yang pertama akan dijumpai bukannya gangguan
kesadaran akan tetapi dilatasi pupil kontralateral. Pupil yang melebar itu mecerminkan
penekanan terhadap nervus occulomotorius dari bawah oleh arteria serebeli. Tahap yang
segera menyusul ialah tahap kelumpuhan nervus occulomotorius totalis. Progresi bisa cepat
sekali, dan juga pedunkulus serebri kontralateral mengalami iskemia pada tahap ini.
Sehingga hemiparesis timbula pada sisi proses desak ruang supratentorial yang
bersangkutan. Pada tahap perkembangan ini juga diikuti progresifitas penurunan kesadaran.
97
c. Sindrom kompresi rostrkaudal terhadap batang otak.
Proses desak ruang supratentorial secara berangsur-angsur dapat menimbulkan kompresi
terhadap bagian rostral batang otak. Prose tersebut meliputi:
a. herniasi girus singuli di kolong falks serebri
b. herniasi lobus temporalis di kolong tentorium
c. penjiratan diensefalon dan bagian rostral mesensefalon oleh tepi bebas daun
tentorium secara bilateral
Pada tahap dini dari kompresi rostro-kaudal terhadap batang otak akan kita dapati gejala
tahap diensefalon :
1) respirasi yang kurang teratur, yang sering mendahului respirasi jenis Cheyne-Stokes;
2) pupil kedua sisi sempit sekali
3) kedua bola mata bergerak perlahan-lahan secara konjugat ke samping kiri dan kanan
bahkan dapat bergerak secara divergen
4) gejala-gejala UMN pada kedua sisi
Pada tahap kompresi rostro-kaudal berikutnya akan kita jumpai manifestasi tahap
mesensefalon. :
1) kesadaran menurun sampai derajat yang paling rendah
2) suhu badan mulai meningkat dan cenderung untuk melonjak terus
3) respirasi menjadi cepat dan mendengkur
4) pupil yang tadinya sempit berangsur-angsur menjadi lebar dan tidak bereaksi lagi
terhadap sinar cahaya
Tahap selanjutnya ialah tahap pontin, dimana hiperventilasi berselingan dengan apnoe dan
rigiditas deserebrasi akan dijumpai.
Tahap terminalnya dinamakan tahap medula oblongata. Pernafasan menjadi lambat namun
tidak teratur. Nadi menjadi lambat pula atau justru cepat lagi dan tekanan darah menurun
secara progresif.
KOMA (LESI) INFRATENTORIAL DIENSEFALIK
Lesi vaskular di batang otak dan lesi desak ruang di fosa serebri posterior merupakan kausa
koma ini. Lesi vaskular terjadi karena penyumbatan arteria basilaris dan lesi non-vaskular
dapat berupa neoplasma primer maupun sekunder, granuloma, dan abses.
98
Sindroma lesi infratentorial yang dapat membangkitkan terjadinya koma dapat dibedakan
dalam:
1. Sindroma lesi infratentorial dengan kompresi difusse ascending reticular system.
Lesi fosa posterior serebri yang terletak di luar batang otak dapat menimbulkan
koma melalui 3 jalan:
a. Penekanan langsung pada tegmentum pons
b. Herniasi ke atas, dimana serebellum mendesak medio-rostral, sehingga
mesesefalon tertekan.
c. Herniasi ke bawah, sehingga medulla oblongata mengalami penekanan.
Untuk manifes ketiganya biasanya berbaruan, oleh karena manifestasinya berjalan
serempak. Gamabaran manifesnya antara lain:
- Muntah-muntah
- Kelumpuhan beberapa saraf otak
- Deviation conjugee
- Pupil sempit dan tak bereaksi terhadap cahaya
- Proptosis dapat timbul jika vena galeni tersembut
- Kesadaran menurun yang menjurus ke koma
- Hiperventilasi
2. Sindroma lesi infratentorial dengan destruksi difusse ascending reticular system
Terjadi destruksi difusse ascending reticular system langsung dapat menimbulkan
koma. Koma yang terjadi diiringi tanda-tanda pola respirasi, pupil, dan gerakan yang
khas. Tanda-tanda yang sering dijumpai:
- Paralisis N.III, yang gejalanya antara lain:
Paralisis salah satu atau kedua otot rekstus internus
Gerakan konvergensi masih dapat dilakukan
Nistagmus telihat pada mata yang berdeviasi ke samping
Kedudukan bola mata tidak sama tingginya
- Hemiparesis alternans atau tetraplegia
- Hiperventilasi (tingkat pons-medula oblongata)
- Pernapasan tak teratur (tahap medula oblongata)
99
KOMA BIHEMISFERIK DIFUSS
Koma ini terjadi karena metabolism neuronal kedua belah hemisferium terganggu
secar difus. Jika otak tidak mendapat bahan enersi dari luar, maka metabolism oksidatif
serebral akan berjalan dengan enersi intirksik. Jika bahan enersi diri sendiri tidak lagi
mencukupi kebutuhan, maka otak akan tetap memakai enersi yang terkandung oleh
neuron-neuronnya untuk masih bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Jika keadaan ini
berlangsung cukup lama, neuron-neuron akan menghancurkan diri sendiri.
Bahan yang diperlukan untuk metabolism oksidatif serebral adalah glokose dan zat
asam. Yang mengangkut glukosa dan oksigen ke otak ialah aliran darah serebral. Semua
proses yang menghalang-halangi transprtasi itu dapat mengganggu dan akhirnya
memusnahkan neuron-neuron otak. Jika neuron-neuron hemisferium tidak lagi berfungsi,
maka akan terjadilah koma. Koma akibat proses patologik itu disebabkan oleh 2 golongan
penyakit, yaitu:
1) Ensefalopati metabolic primer
2) Ensefalopati sekunder
1) Ensefalopati metabolic primer
Yang tergolong dalam ensefalopati metabolic primer adalah :
a) Degenarasi di substansia grisea otak, yaitu penyakit Jacob-cruetzfeldt, penyakit pick,
penyakit Alzheimer. Korea Huntington.
b) Degenerasi di substansia alba otak, yaitu penyakit schilder, dan berbagai jenis
leukodistrofia.
2) Ensefalopati Sekunder
Sebab-sebab terjadinya ensefalopati sekunder adalah :
Kekurangan zat asam, glukosa dan kofaktor-kofaktor yang diperlukan untuk
metabolism sel.
a. Hipoksia, yang bisa timbul karena: penyakit paru-paru, anemia, intoksikasi
karbon mono-oksida
b. Iskemia, yang bisa berkembang karena: CBF yang menurun akibat penurunan
cardiac output, seperti pada sindrom stokes-adams, aritmia, dan infark
jantung. CBF menurun akibat resistensi vascular yang meningkat, seperti
100
pada ensefalopati hipertensif, sindrom hiperventilasi dan sindrom
hiperviskositas.
c. Hipoglikemia, yang bisa timbul karena: pemberian insulin atau pembuatan
insulin endogenik meningkat.
d. Defisiensi kofaktor thiamin, niacin, pyridoxine, dan vitamin B1
Penyakit-penyakit organic diluar susunan saraf
a. Penyakit non-endokrinologik seperti: penyakit hepar, ginjal, jantung dan
paru.
b. Penyakit endrokrinologik : M. Addison, M. Cushing, tumor pancreas
miksedema, feokromositoma dan tirotosikosis.
Intoksikasi eksogenik
a. Sedativa, seperti barbiturate, opiate, obat antikolinergik, ethanol dan
penenang.
b. Racun yang menghasilkan banyak katabolit acid, seperti paraldehyde,
methyalkohol, dan ethylene.
c. Inhibitor enzim, seperti cyanide, salicylat dan logam-logam berat.
Gangguan balans air dan elektrolit:
a. Hipo dan hipernatremia.
b. Asidosis respiratorik dan metabolic.
c. Alkalosis respiratorik dan metabolic.
d. Hipo dan hiperkalema.
Penyakit-penyakit yang membuat toksin atau menghambat fungsi enzim-enzim
serebral, seperti meningitis, ensefalitis dan perdarahan subaraknoidal.
Trauma kapitis yang menimbulkan gangguan difus tanpa perubahan morfologik,
seperti pada komosio.
Gejala-Gejala Koma Bihemisferik Difus :
Prodroma koma bihemisferik difus terdiri dari gejala-gejala “organic brain syndrome”
yang tidak disertai gejala-gejala deficit neurologic apapun. Gejala “release” dan iritatif masih
bisa menyertai “organic brain syndrome” yang mendahului timbulnya koma bihemisferik
difus, misalnya: tremor, “muscular twitching” dan ataksia.
101
Diagnosis Koma
Anamnesis
1. wawancara dg orang sekitarnya
2. latarbelakang social, riwayat medis, lingkungan sekitarnya
3. jk tidak sadar setelah operasi: emboli lemak, krisis addison, koma hipotiroid,
4. keluhan sebelum koma
a. sakit kepala SAH
b. Nyeri dada MI, disksi aorta
c. Nafas pendek hipoksia
d. Kaku leher meningoensephalitis
e. Vertigo CVA batang otak
f. Mual, muntah keracunan
5. Riwayat trauma kepala, penyalahgunaan obat, kejang, hemipharesis
6. Perjalanan penyakit
a. Progresif cepat toksik metabolik
b. Cepat vaskular, infeksi
7. Identifikasi faktor psikiatri
a. Stessor
b. Ketidakbiasaan pasien
c. Respon idiosinkrosi terhadap stress
Pemeriksaan Interna
1. vitalsign (tensi, nadi, suhu, respirasi)
2. bau pernapasan (amoniak alkohol, aseton)
3. kulit (turgor, warna, bekas injeksi)
4. selaput mukosa mulut(darah atau bekas minum racun)
5. kepala (kedudukan kepala, cairan telinga, hidung)
6. leher (fractur vertebre cervicalis, kaku kuduk)
7. torak (jantung, paru)
8. abdomen (hepar, ginjal, retensi urin)
9. Ekstremitas (perfusi, akral, sianosis, oedem)
102
Pemeriksaan Neurologik
1. Status generalis : terbukannya kelopak mata dan rahang yang lemas menandakan
dalamya koma. Deviasi dari kepala dan gaze menandakan suatu lesi hemisfer
ipsilateral yang luas. Myoklonus ( menandakan suatu proses metabolik), twitching
otot yang ritmik (indikasi dari kejang), tetani.
2. Tingkat kesadaran : dapat ditentukan melalui skala koma Glasgow untuk
memudahkan kita untuk mencatat perkembangan pasien. Untuk lebih mudahnya
gangguan kesadaran pada pasien dapat dideskripsikan berdasarkan letargi, stupor,
dan koma.
3. Pernafasan : pola pernafasan yang abnormal dapat membantu kita menentukan
lokalisasi dari koma. Diantaranya :
a. Cheyne-Stokes : lesi bihemisfer atau ensefalopati merabolik
b. Central neurogenic hiperventilation : CNS limfoma atau kerusakan batang
otak karena herniasi tentorial
c. Apneustic breathing : kerusakan pons
d. Cluster breathing : kerusakan pons dan cerebelar
e. Ataxic breathing : kerusakan pusat pernafasarn medular (lesi di fosa
posterior)
4. Lapang pandang : dapat diperiksa dengan melakukan refleks ancam terhadap mata
sehingga berkedip. Kehilangan refleks ancam pada salah satu sisi mata menandakan
terjadinya suatu hemianopia.
5. Funduskopi : edema papil terjadi pada peningkatan TIK setelah lebih dari 12 jam dan
jarang terjadi secara akut. Tidak adanya suatu edema papil menyingkirkan adanya
peningkatan TIK. Pulsasi spontan dari vena sulit diidentifikasikan, tetapi bila kita
temukan menandakan TIK yang normal. Perdarahan subhialoid yang berbentuk
seperti globul bercak darah pada permukaan retina biasanya berhubungan dengan
terjadinya suatu perdarahan subarakhnoid.
6. Pupil : pastikan bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya.
a. Simetris dan reaktif terhadap rangsang cahaya menandakan midbrain dalam
keadaan intak. Pupil yang reaktif tanpa disertai respon dari kornea dan
103
okulosefalik menandakan suatu keadaan koma yang disebabkan kelainan
metabolik.
b. Midposition (2-5 mm) terfiksir atau pupil ireguler menandakan suatu lesi
fokal di midbrain.
c. Pupil pinpoint yang reaktif menandakan kerusakan pada tingkat pons.
Intoksikasi dari opiat dan kholinergik (pilokarpin) juga dapat menyebabkan
pupil seperti ini.
d. Pupil anisokor dan terfiksir terjadi pada kompresi terhadap CN III pada
herniasi unkus. Ptosis dan exodeviasi juga terlihat pada kejadian tersebut.
e. Pupil terfiksir dan dilatasi menandakan suatu herniasi sentral, iskemia
hipoksia global, keracunan barbiturat, scopolamine, atau gluthethimide.
7. Pergerakan bola mata (gaze):
a. Perhatikan posisi saat istirahat :
i. Deviasi gaze menjauhi sisi yang hemiparesis menandakan suatu lesi
hemisper kontralateral dari sisi yang hemiparesis
ii. Deviasi gaze ke arah sisi yang hemiparesis menunjukkan :
1. lesi di pons kontralateral hemiparesis
2. lesi di thalamus kontralateral dari hemiparesis
3. aktivitas kejang pada hemisfer kontralateral dari hemiparesis
iii. Deviasi mata kearah bawah menandakan suatu lesi di tectum dari
midbrain, disertai dengan gangguan reaktifitas pupil dan nistagmus
refrakter dikenal sebagai sindroma parinoud
iv. Slow roving eye movement yang dapat konjugasi atau diskonjugae
tidak menunjukkan lokalisasi lesi yang berarti, berhubungan dengan
disfungsi hemisfer bilateral dan aktifnya refleks okulosefalik
v. Occular bobbing, yaitu terdapat reaksi cepat dari pergerakan bola
mata ke arah bawah yang kembali ke posisi semula dengan lambat
menunjukkan kerusakan bilateral dari pusat gaze horisontal pada
pons.
vi. Saccadic eye movement tidak terlihat pada pasien koma dan
menunjukkan suatu psikogenik unresponsive.
104
b. Refleks okulosefalik (doll’s eye), respons yang intak terjadi pergerakan bola
mata berlawanan dari arah pemutaran kepala. Bila tidak terjadi refleks ini
menunjukkan disfungsi dari bilateral hemisfer serebri dan gangguan
integritas dari struktur batang otak, yang sering terlihat pada koma
metabolik.
c. Refleks okulovestibular (kalori dingin), respons yang normal terdiri dari
deviasi tonik ke arah rangsangan air dingin yang dimasukkan ke lubang
telinga dan terjadi nistagmus cepat ke arah kontralateral.
i. Fase tonik tanpa disertai respons fase cepat dari nistagmus
menandakan koma disebabkan disfungsi bihemisfer
ii. Paresis konjugae dari gaze menandakan lesi unilateral hemisfer atau
pons
iii. Kelemahan mata asimetris menandakan lesi pada batang otak
iv. Refleks okulovestibular negatif menandakan koma yang dalam yang
mendepresi fungsi batang otak.
8. Refleks kornea : menandakan intaknya batang otak setinggi CN 5( aferen) dan CN 7
(eferen)
9. Refleks muntah : dapat dilakukan dengan memanipulasi endotrakheal tube.
10. Respons motorik :merupakan indikator terbaik dalam menentukan dalam dan
beratnya keadaan koma. Yang diperhatikan yaitu :
a. Pergerakan spontan : lihat adanya suatu asimetri
b. Tonus otot : peningkatan tonus otot bilateral pada ekstremitas bawah
merupakan tanda penting terjadinya suatu herniasi serebri.
c. Induksi pergerakan melalui :
i. Perintah verbal : normal
ii. Rangsang nyeri : dengan menggosokkan kepalan tangan pemeriksa
pada sternum dan penekanan pada nailbed dengan menggunakan
handel dari hammer.
11. Respon sensoris : respons asimetris dari stimulasi menandakan suatu lateralisasi
defisit sensoris.
12. Refleks :
105
a. Refleks tendon dalam : bila asimetris menunjukkan lateralisasi defisit motoris
yang disebabkan lesi struktural
b. Refleks plantar : respon bilateral Babinski’s menunjukkan coma akibat
struktural atau metabolik.
Pemeriksaan Penunjang
EKG, unt mendapatkan:
1. MI, aritmia, blok konduksi
2. hipokalsemia perpanjangan QT
3. hiperkalsemia perpendekkan QT
4. hipotiroid HR rendah, QRS rendah, pendataran / gelombang T terbalik, ST
mendatar
5. hipertiroid takikardi
EEG
1. konfirmasi kerusakan struktur korteks
2. memeriksa post ictal state, epilepsi parsial kompleks, status epilepsi non konvulsi
3. koma metabolik
4. herpes simpleks ensephalitis
5. katatonia, sindrom lock-in, PVS, brain death
ICP
1. pengukuran unt menentukan derajat edem otak
2. terutama pd trauma kepala
DD
1. afasia global akut tdk mengerti dan tidak dapat berbicara, refleks-refleks sefalik
lain masih baik
2. lock-in synd tetrapaesis, tdk dpt bicara, msh dpt berkedip dan gerak bola mata
positif. Dijumpai pada lesi mesensephalon
Penatalaksanaan Koma
Umum :
106
Breath : bebaskan dan bersihkan jalan nafas, posisi lateral dekubitus, terdelenberg.
k/p intubasi dan nafas buatan.
Blood : infuse ns, k/p dopamine 3 µg/kg atau drp dopamine 50-200 µg/500cc
Brain :
Bila hipoglikemia: D40 % 50 cc iv atau tiamin 100mg iv
Bila keracunan antidotum, diuretic
Bila kejang : diazepam 10 mg iv atau phenitoin 10-18 mg/kgBB iv pelan-pelan
minimal 50 mg/menit
Bila herniasi otak : Deksametason 10 mg iv furosemid 0,5-1mg/KgBB iv, manitol
20 % 1g/kgBB perdrip
Kontusio cerebri deksmetason, piracetam.
Suhu tinggi : piramidon 2cc im dan kompres
Bila gelsah : diazepam 10 mg iv atau chlorpromazine 25 mg im
Bladder : pasang DC
Bowel : pasang NGT
Etiologis :
Circulation :
Antiedema otak : deksametason, manitol
Menaikkan metabolism otak : mesilate, cdp cholin
Antiplatelet : dipyridamole, pantoxifilin, aspirin.
Encepalomeningitis :
Purulent : ampicilin, chloramphenicol, cephalosporin.
Seroas/ tbc : triple drug anti tbc
Metabolisme : obati penyakit primer
Elektrolit dan endokrin
Neoplasma : dexametason, manitol, furosemid, operasi
Trauma kapitis (komusio, kontusio, edh, sdh ):
Contusio/ basis : dexametason, pirecelam/ cdpcholin
Edh/ sdh cito bedah saraf.
107
Epilepsi : diazepam 10 mg iv perlahan dilanjutkan dengan pemberian difenihidantoin
iv.
Drugs : anti dotum
Prognosis
Prediksi prognosis :
Umur
Respon motorik
Reaktifitas pupil
Gerakan mata
Koma yang dalam dan lama
Pendekatan klinis untuk prognosis :
Tidak dapat diramalkan secara menyakinkan
Berdasarkan riwayat koma :
Drugs- induced prognosa terbaik
Non traumatic
Taumatik
Brain Death (Mati Batang Otak/ MBO)
Definisi
Mati batang otak ialah hilangnya seluruh fungsi otak, termasuk fungsi batang otak, secara
ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi kematian batang otak adalah :
koma dalam
hilangnya seluruh refleks batang otak
apnea
Seorang pasien yang telah ditetapkan mengalami kematian batang otak berarti secara klinis
dan legal-formal telah meninggal dunia. Hal ini dituangkan dalam pernyataan IDI tentang
Mati dalam SK PB IDI No.336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul dengan SK
PB IDI No.231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seorang dikatakan
108
mati, bila fungsi pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible, atau
terbukti telah terjadi kematian batang otak
Diagnosis
Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis yang dilakukan minimal oleh 2
orang klinisi dalam interval waktu beberapa jam. Tidak diperlukan pemeriksaan lain apabila
pemeriksaan klinis (termasuk pemeriksaan refleks batang otak dan tes apnea) dapat
dilaksanakan secara adekuat. Apabila temuan klinis yang sesuai dengan kriteria kematian
batang otak atau pemeriksaan konfirmatif yang mendukung diagnosis kematian batang otak
tidak dapat diperoleh, diagnosis kematian batang otak tidak dapat ditegakkan.
Langkah-langkah penetapan kematian batang otak :
1. Evaluasi kasus koma
2. Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi terkini pasien
3. Penilaian klinis awal refleks batang otak
4. Periode interval observasi
sampai dengan usia 2 bulan, periode interval observasi 48 jam
usia lebih dari 2 bulan sampai dengan 1 tahun, periode interval observasi 24
jam
usia lebih dari 1 tahun sampai dengan kurang dari 18 tahun, periode interval
observasi 12 jam
usia 18 tahun ke atas, periode interval observasi berkisar 6 jam
5. Penilaian klinis ulang refleks batang otak
6. Tes apnea
7. Pemeriksaan konfirmatif apabila terdapat indikasi
8. Persiapan akomodasi yang sesuai
9. Sertifikasi kematian batang otak
10. Penghentian penyokong kardiore-spirasi
EVALUASI KASUS KOMA
109
Penentuan kematian batang otak memerlukan identifikasi kasus koma ireversibel beserta
penyebab koma yang paling mungkin. Beberapa penyebab potensial hilangnya fungsi otak
yang bersifat ireversibel adalah :
Cedera kepala berat
Perdarahan intraserebral hiper-tensif
Perdarahan subarachnoid
Jejas otak hipoksik-iskemik
kegagalan hepatik fulminan
Dokter perlu menilai tingkat dan reversibilitas koma, serta potensi berbagai kerusakan
organ. Dokter juga harus menyingkirkan berbagai faktor perancu, seperti intoksikasi obat,
blockade neuromuskular, hipotermia, atau kelainan metabolik lain yang dapat
menyebabkan koma namun masih berpotensi reversible.
Koma dalam: tidak adanya respon motorik serebral terhadap rangsang nyeri di seluruh
ekstremitas (nail-bed pressure) dan penekanan di supraorbital.
PENILAIAN KLINIS REFLEKS BATANG OTAK
HILANGNYA REFLEKS BATANG OTAK :
Pupil:
a. Tidak terdapat respon terhadap cahaya / refleks cahaya negatif
b. Ukuran: midposisi (4 mm) sampai dilatasi (9 mm)
Gerakan bola mata /gerakan okular:
a. Refleks okulosefalik negatif (pen-gujian dilakukan hanya apabila secara nyata tidak
terdapat retak atau ketidakstabilan vertebrae cervical atau basis kranii)
b. Tidak terdapat penyimpangan / deviasi gerakan bola mata terha-dap irigasi 50 ml air
dingin di setiap telinga (membrana timpani harus tetap utuh; pengamatan 1 menit
setelah suntikan, dengan interval tiap telinga minimal 5 menit)
Respon motorik facial dan sensorik facial:
110
a. Refleks kornea negatif
b. Jaw reflex negatif (optional)
c. Tidak terdapat respon menyerin-gai terhadap rangsang tekanan dalam pada kuku,
supraorbita, atau temporomandibular joint
Refleks trakea dan faring:
a. Tidak terdapat respon terhadap rangsangan di faring bagian posterior
b. Tidak terdapat respon terhadap pengisapan trakeobronkial / tracheobronchial
suctioning
TES APNEA
Tes apnea dilakukan setelah pemeriksaan refleks batang otak yang kedua dilakukan. Tes
apnea dapat dilakukan apabila kondisi pra-syarat terpenuhi, yaitu:
a. Suhu tubuh 36,5 °C atau 97,7 °F
b. Euvolemia (balans cairan positif dalam 6 jam sebelumnya)
c. PaCO2 normal (PaCO2arterial 40 mmHg)
d. PaO2normal (pre-oksigenasi arterial PaO2arterial 200 mmHg)
Langkah- langkah melakukan Tes Apnea
a. Pasang pulse-oxymeter dan putuskan hubungan ventilator
b. Berikan oksigen 100%, 6 L/menit ke dalam trakea (tempatkan kanul setinggi carina)
c. Amati dengan seksama adanya gerakan pernafasan (gerakan dinding dada atau
abdomen yang menghasilkan volume tidal adekuat)
d. Ukur PaO2, PaCO2, dan pH setelah kira-kira 8 menit, kemudian ventilator
disambungkan kembali
e. Apabila tidak terdapat gerakan pernafasan, dan PaCO260 mmHg (atau peningkatan
PaCO2 lebih atau sama dengan nilai dasar normal), hasil tes apnea dinyatakan
positif (mendukung kemungkinan klinis kematian batang otak)
f. Apabila terdapat gerakan pernafasan, tes apnea dinyatakan negatif (tidak
mendukung kemungkinan klinis kematian batang otak)
111
g. Hubungkan ventilator selama tes apnea apabila tekanan darah sistolik turun sampai
< 90 mmHg (atau lebih rendah dari batas nilai normal sesuai usia pada pasien < 18
tahun), atau pulse-oxymeter mengindikasikan adanya desaturasi oksigen yang
bermakna, atau terjadi aritmia kardial.
h. Segera ambil sampel darah arte-rial dan periksa analisis gas darah.
i. Apabila PaCO260 mmHg atau peningkatan PaCO2 20 mmHg di atas nilai dasar
normal, tes apnea dinyatakan positif.
j. Apabila PaCO2 < 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 < 20 mHg di atas nilai dasar
normal, hasil pemeriksaan belum dapat dipas-tikan dan perlu dilakukan
teskonfirmasi
FAKTOR PERANCU
Kondisi-kondisi berikut dapat mempengaruhi diagnosis klinis mati batang otak, sehingga
hasil diagnosis tidak dipastikan hanya berdasarkan pada alasan klinis. Pada keadaan ini
pemeriksaan konfirmatif direkomendasikan.
a. Trauma spinal servikal berat atau trauma fasial berat
b. Kelainan pupil sebelumnya
c. Level toksis beberapa obat sedatif, aminoglikosida, antidepresan trisiklik,
antikolinergik, obat anti-epilepsi, agen kemoterapi, atau agen blockade
neuromuskular
d. Sleep apnea atau penyakit paru berat yang mengakibatkan retensi kronis CO2
Manifestasi berikut terkadang tampak dan tidak boleh diinterpretasikan sebagai bukti fungsi
batang otak :
a. Gerakan spontan ekstremitas se-lain dari respon fleksi atau eksten-si patologis
b. Gerakan mirip bernafas (elevasi dan aduksi bahu, lengkungan punggung,ekspansi
interkosta tanpa volume tidal yang bermakna)
c. Berkeringat, kemerahan, takikardi
d. Tekanan darah normal tanpa dukungan farmakologis, atau peningkatan mendadak
tekanan darah
e. Tidak adanya diabetes insipidus
112
f. Refleks tendon dalam, refleks abdominal superfisial, respon fleksi tripel
g. Refleks Babinski
PEMERIKSAAN KONFIRMATIF APA-BILA TERDAPAT INDIKASI
Pada beberapa pasien dengan kondisi tertentu seperti cedera servikal atau kranium,
instabilitas kardiovaskular, atau faktor lain yang menyulitkan pemeriksaan klinis untuk
menegakkan diagnosis mati batang otak, perlu dilakukan tes konfirmatif. Pemilihan tes
konfirmatif sangat tergantung pada pertimbangan praktis, mencakup ketersediaan,
kemanfaatan, dan kerugian yang mungkin terjadi.
Beberapa tes konfirmatif yang biasa dilakukan antara lain :
a. Angiography (conventional, com-puterized tomographic, magne-tic resonance, dan
radionuclide): kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat pengisian
intraserebral (intracerebral filling) setinggi bifurkasio karotis atau sirkulus Willis
b. Elektroensefalografi: kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat
aktivitas elektrik setidaknya selama 30 menit
c. Nuclear brain scanning: kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat
ambilan (uptake) isotop pada parenkim otak dan/atau jaringan vaskular,
bergantung teknik isotop (hollow skull phenomenon)
d. Somatosensory evoked potentials: kematian batang otak ditegakkan apabila tidak
terdapat respon N20-P22 bilateral pada stimulasi nervus medianus
e. Transcranial doppler ultrasonog-raphy: kematian batang otak ditegakkan oleh
adanya puncak sistolik kecil (small systolic peaks) pada awal sistolik tanpa aliran
diastolik (diastolic flow) atau reverberating flow, mengindikasi-kan adanya
resistensi yang sangat tinggi (very high vascular resis-tance) terkait peningkatan
tekanan intrakranial yang besar
Nyeri Kepala
Batasan
113
Nyeri kepala adalah nyeri pada atau sekitar kepala, termasuk nyeri dibelakang mata serta
perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.
Patofisiologi
Nyeri kepala timbul karena perangsangan terhadap bangunan-bangunan di daerah kepala
dan leher yang peka terhadap nyeri, melalui berbagai cara yaitu oleh peradangan, traksi,
kontraksi otot, dan dilatasi pembuluh darah.
Bangunan peka nyeri :
1. Intrakranial (pembuluh darah besar, duramater dasar tengkorak, N V, VII, IX, X, saraf
spinal servikal 1,2,3)
2. Ekstrakranial (mata dan orbita, telinga, sinus paranasalis, hidung, mastoid, orofaring,
gigi, kulit kepala, periosteum, kuduk, verteba servikal, otot-otot
frontalis,temporalis, oksipitalis)
Lokasi nyeri :
Nyeri yang berasal dari bangunan intrakranial tidak dirasakan dalam rongga
tengkorak melainkan dirujuk kebagian lain.
Nyeri yang berasal dari dua pertiga bagian depan kranium, fosa kranium tengah dan
depan serta diatas tentorium serebeli dirasakan didaerah frontal,parietal dan
temporal.
Nyeri yang berasal dari bangunan dibawah tentorium serebeli, fosa posterior (
serebelum ), diprojeksikan ke belakang telinga, diatas persendian serviko-oksipital
atau diabagian atas kuduk.
Klasifikasi
Menurut I H S ( International Headache Society ) yang telah dimodifikasi :
1. Nyeri kepala karena penyakit umum
a. Menyertai pada hampir segala penyakit infeksi
b. Berkaitan dengan obat-obatan dan alcohol, MSG dll
c. Berkaitan dengan kelainan metabolic seperti hiperkapnia dll
d. Nyeri tanpa disertai kelainan structural seperti akibat kedinginan, dll.
2. Nyeri kepala karena kelainan pada kranium dan tengkuk
a. Pada kelainan mata, sinus paranasalis, hidung, telinga, gigi, sendi temporo
mandibuler serta nyeri rujukan dari daerah vertebra servikalis atas
114
b. Nyeri kepala tipe tegang, dengan maupun tanpa kontraksi otot yang
berlebihan
3. Nyeri kepala karena kelainan intracranial.
a. Iritasi selaput otak akibat proses peradangan infeksi maupun non infeksi
b. Tarikan pada struktur selaput otak karena kenaikan tekanan intracranial
maupun karena penurunan tekanan intracranial
c. Regangan ataupun iritasi pada tunika adventitia pembuluh darah otak seperti
pada akut onset sistemik hipertensi, arteritis, TIA dan GPDO lain
d. Nyeri kepala akibat kelainan saraf otak seperti pada neuritis optika, neuralgia
trigeminus, nyeri thalamus, Tolosa Hunt Syndrome
4. Nyeri kepala vascular yaitu migren dan variannya.
Tension Headache
Definisi
Nyeri kepala tipe tegang adalah rasa nyeri dalma seperti tertekan atau terikat erat, umumnya bilateral yang awalnya timbul secara episodik dan terkait dengan stress tetapi kemudian nyaris setiap hari muncul dalam bentuk kronis, tanpa ada kaitan psikologis yang jelas lagi
Patofisiologi
Tidak ada patofisiologi yang dapat menjelaskan terjadinya nyeri kepala tipe tegang secara tuntas; sejauh ini di duga terkait dengan kejang berlebihan pada otot, ditemukan juga ada hubungan yang erat dengan factor psikofisiologik.
Klasifikasi
1. NKTO episodik
2. NKTO kronis
3. NKTO yang tidak terklasifikasikan
Gambaran klinis
1. Nyeri dirasakan bilateral, seperti diikat, ditindih barang berat atau prasaan tidak enak di kepala
2. Nyeri berlangsung 30 menit sampai 7 hari ringan waktu bangun tidur, makin lama makin berat dan membaik sewaktu mau tidur
3. Pemeriksaan neurologis tidak menunjukkan kelainan.
115
Diagnosa
1. NKTO episodik
minimal ada 10 kali serangan
tidak ada rasa mual dan muntah
tidak ditemukan fonofobia dan fotofobia 2. NKTO kronis
serangan paling sedikit 15 kali / bulan
telah berlangsung > 6 bln
diiringi salah satu gejala mual,fotofobia, fonofobia
3. NKTO yang tidak terklasifikasikan Semua bentuk nyeri kepala yang mirip dengan gejala diatas, tetapi tidak memenuhi sarat untuk diagnosis salah satu NKTO dan juga tidak memenuhi criteria untuk nyeri kepala migren tanpa aura.
Penatalaksanaan
1. Pendekatan psikologik (psikoterapi)
2. Fisiologik (relaksasi)
3. Farmakologik (analgetik, sedative, minor trankuliser)
Analgesik
Asetosal500-1000mg/hari
paracetamol/metampiron1000-1500mg/hari
asam mefenamat1000-1500mg/hari
atau kombinasinya
NSAID:
naproxensodium, dosis275-550mg 2-3kali/hari
Antidepresan
Trisikilikantidepresan
SSRI: Fluoxetin,Sertralin,dll
Muscle relaxan
EperisoneHcl
Minor tranguiliser:
Diasepam
Lorazepam
Klobazam ,dll
116
Migrain
Batasan
Migrain adalah nyeri kepala yang berulang-ulang dan berlangsung 2 – 72 jam dan bebas nyeri antara serangan, bersifat unilateral, berdenyut, umumnya disertai anoreksia, mual dan muntah. Dalam beberapa kasus migrain didahului atau bersamaan dengan gangguan neurologik dan gangguan perasaan hati.
Prevalensi
• Bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin.
• Dapat terjadi mulai masa kanak-kanak sampai dewasa, jarang setelah usia 40 tahun.
• Sekitar 65 – 75 % penderita adalah wanita. Patogenesa
Migrain merupakan reaksi neurovaskuler terhadap perubahan mendadak dalam lingkungan eksternal atau internal. Masing-masing individu mempunyai “ambang migrain” dengan tingkat kerentanan yang bergantung pada keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi pada berbagai tingkat sistim saraf.
Mekanisme migrain berujud sebagai refleks trigeminovaskular yang tidak stabil dengan cacad segmental pada jalur kontrol nyeri. Cacad segmental ini mengakibatkan masukan aferen kortikobulbar yang berlebihan. Hasil akhirnya adalah interaksi batang otak dan pembuluh darah cranial yang menimbulkan nyeri kepala dengan ciri berdenyut-denyut.
Klasifikasi
1. Migrain tanpa aura ( migrain biasa )
2. Migrain dengan aura ( migrain klasik )
dengan aura yang tipikal dengan aura yang diperpanjang dengan aura hemiplegi familial dengan aura dari batang otak ( basilar migrain ) dengan aura tanpa nyeri kepala dengan awitan aura akut
3. Migrain oftalmoplegik
4. Migrain retinal ( serangan buta < 1 jam, atau skotoma satu mata )
5. Migrain yang berhubungan dengan gangguan intracranial
6. Migrain dengan komplikasi
Status migrain
117
Infark migrain 7. Gangguan seperti migrain yang tak terklasifikasikan
Gambaran klinik
1. Migrain tanpa aura : nyeri kepala se sisi , berdenyut, intensitas sedang sampai berat serangan migrain 4 – 72 jam disertai mual, fotofobia atau fonofobia nyeri bertambah hebat dengan aktivitas fisik nyeri kepala waktu menstruasi, berhenti pada waktu hamil.
2. Migrain dengan aura : nyeri kepala di dahului gejala neurologik fokal yang sepintas ( 5 - 20 menit,
tidak lebih dari 60 menit ) nyeri kepala se sisi, berpindah-pindah ( kanan – kiri ) diikuti mual, muntah, takut cahaya, muka pucat
Aura dapat berupa : gangguan penglihatan
kesemutan unilateral
kelumpuhan unilateral dengan atau tanpa afasia
Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa : Akut : Ergometrin tartrat Preventif : Metisergid maleat, Propanolol, Amitryptilin, Flunarisin
2. Terapi tanpa obat: Yoga, Meditasi, hipnotis
Cluster Headache
Pengertian
Nyeri kepala hebat yang periodik dan paroksismal, unilateral, biasanya terlokalisis di orbita, berlangsung singkat (15 menit – 2 jam) tanpa gejala prodormal.
Patofisiologi
Timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri karotid eksterna yang diperantarai oleh histamin intrinsik
Gangguan kondisi fisiologis otak yang ditandai oleh disfungsi hipotalamus yang menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom
Hal tersebut mengakibatkan defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan gangguan respons kemoreseptor pada korpus karotis terhadap kadar oksigen menurun
Serangan dapat dipicu kadar oksigen yang terus menurun
118
Manifestasi Klinis
Nyeri kepala (timbul setiap hari selama 3 minggu – 3 bulan)
Nyeri tajam, menusuk serta di ikuti oleh mual atau muntah
Nyeri kepala sering terjadi pada malam atau pagi hari
Beberapa mengalami wajah merah
Hidung tersumbat
Mata berair
Laki – laki 5 kali lebih banyak daripada wanita
Pasien menderita serangan pada usia 20-40 tahun
Penatalaksanaan
Ergotamin 2 x 1 mg atau 2 mg Metisergid. 50 – 80% pasien membaik dengan obat ini Propanolol