Resume Isu Kontemporer 2
-
Upload
rohmad-adi-siaman -
Category
Documents
-
view
19 -
download
3
description
Transcript of Resume Isu Kontemporer 2
![Page 1: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/1.jpg)
RESUME ISU-ISU KONTEMPORER
OLEH:
ROHMAD ADI SIAMAN
KELAS DOUBLE DEGREE BPKP
MAGISTER EKONOMIKA PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2012
![Page 2: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/2.jpg)
1
DAFTAR ISI
halaman
Resume I Sistem Politik dan Pemerintahan Indonesia 2
Resume II Perkembangan Terakhir dalam Bursa Efek Indonesia 4
Resume III Perpajakan Indonesia 6
Resume IV Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan dan Rerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah
8
Resume V Kecukupan dan Keberlangsungan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 10
Resume VI Tantangan Dan Peluang Reformasi Birokrasi Indonesia
12
Resume VII Pemanfaatan Pasar Modal Untuk Pembiayaan BUMN/BUMD 14
Resume VIII Korupsi Di Indonesia 16
![Page 3: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/3.jpg)
2
RESUME I
Sistem Politik dan Pemerintahan Indonesia
Oleh : Dr. AAGN Ari Dwipayana, M.Si.
Pendahuluan
Paham Demokrasi telah menjadi semangat zaman (zeitgeist) sejak penghujung abad ke-20.
Kedatangan semangat demokrasi ini telah membawa perubahan di berbagai belahan dunia
termasuk Indonesia. Di sisi lain, walaupun sistem demokrasi diterima secara luas, namun
hal itu tidak menghilangkan keragaman dalam pemaknaan konsep demokrasi. Setiap negara
berupaya untuk merumuskan makna demokrasi. Namun secara teoritis, suatu
pemerintahan demokrasi bisa berjalan kokoh jika didukung pemerintahan yang efektif dan
sistem politik yang demokratis.
Sistem Kepartaian di Indonesia
Dalam praktek demokrasi, kehadiran partai politik adalah keharusan. Partai memiliki fungsi
rekruitmen, identitas politik, mobilisasi partisipasi politik sampai dengan mempromosikan
stabilitas politik. Di Indonesia, sejak 1999 sistem kepartaian semakin plural, bergeser dari
sistem kepartaian Hegemonik menjadi Multi Partai, yaitu jumlah partai politik yang
mengikuti pemilu lebih dari dua.
Delapan tahun terakhir, muncul trend ketidakpercayaan pada partai politik, ditandai dengan
tingkat kepercayaan yang rendah dalam lima tahun terakhir. Namun demikian rakyat tetap
memandang partai dalam pemilu tidak bisa ditiadakan. Yang harus ditiadakan adalah partai
yang kinerjanya buruk. Beberapa penelitian membuktikan ketidakpercayaan ini. Salah
satunya adalah penelitian pertama pada tahun 2011 mengenai distrust pada lembaga di
pemerintahan, menempatkan partai politik di posisi paling rendah tingkat kepercayaannya
dibanding TNI, Presiden, Polisi, Pengadilan dan DPR.
Perilaku distrust masyarakat kepada partai politik ini menurut teori tiga dimensi oleh
Wolinetz terjadi karena partai politik cenderung berorientasi pada vote seeking dan office
seeking dibanding policy seeking. Vote seeking membuat partai hanya hadir pada saat
momen-momen pemilihan. Sedangkan office seeking membuat perilaku partai lebih
pragmatis terutama dalam mengejar posisi-posisi strategis dalam pemerintahan.
![Page 4: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/4.jpg)
3
Sistem Perwakilan di Indonesia
Indonesia menganut sistem perwakilan bikameralisme lunak, dimana terdapat lembaga DPR
dan DPD. Namun kehadiran DPD tidak sekuat DPR, karena DPD hanya berfungsi
memberikan masukan kepada DPR.
Lembaga DPR pun dituduh sebagai lembaga representasi yang bermasalah. Terdapat tarik
menarik antara keinginan masyarakat yang tertuang dalam aspirasi publik (artikulasi dan
agregasi kepentingan) dengan agenda parlemen yang melulu mengurusi legislasi, budgeting,
pengawasan dan rekruitmen. Permasalahan ini ditengarai karena sistem penyokong
representasi yang juga bermasalah. Mulai dari sistem rekruitmen politik, banyak partai
politik tidak melakukan kaderisasi, mereka melakukan rekruitmen calon pemimpin hanya
berdasar popularitas dan kapasitas finansial. Yang kedua, sistem pemilu yang membuat
pemebiayaan politik semakin mahal dan pemberlakuan sistem proporsional dengan suara
terbanyak yang membuat ikatan dengan partai melemah. Yang terakhir, adanya praktek
kartelisasi politik yaitu praktek rent seeking dalam memperoleh sumber pembiayaan politik
dan praktek pay back dalam relasi dengan sponsor/ investor politik.
Sistem Pemerintahan
Dari segi pemerintahan, Indonesia menganut sistem presidensial. Sistem ini memiliki ciri
kepala pemerintahan (presiden) dipilih secara terpisah dengan pemilihan anggota parlemen.
Presiden memiliki waktu memerintah yang tetap, yaitu lima tahun. Presiden sebagai
pemegang kekuasaan eksekutif tidak mempunyai hak membubarkan parlemen, namun
parlemen berhak memakzulkan presiden.
Banyak pihak beranggapan bahwa sistem presidensial tidak kompatibel dengan sistem multi
partai. Sistem presidensial biasanya cocok disandingkan dengan sistem dua partai seperti di
Amerika Serikat. Dan sistem multi partai biasanya cocok disandingkan dengan sistem
parlementer.
Anggapan yang menyatakan tidak kompatibelnya dua sistem tersebut diperkuat dengan
argumen bahwa karena pemilihan presiden dan parlemen diselenggarakan terpisah, ada
kemungkinan Presiden terpilih tidak mendapatkan dukungan mayoritas di Parlemen. Koalisi
politik yang terbentuk dalam sistem presidensialisme juga cenderung bersifat rapuh dan
mudah retak karena ketidakdisiplinan partai politik koalisi. Selain itu, untuk membangun
koalisi, Presiden cenderung bersikap lunak-akomodatif partai-partai koalisi pendukungnya,
dengan kosekuensi Presiden tidak leluasa mengambil keputusan sendiri.
![Page 5: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/5.jpg)
4
RESUME II
Perkembangan Terakhir Bursa Efek Indonesia
Oleh: Prof. Dr. E. Tandelilin, M.B.A.
Aktivitas Perdagangan Modal
Bursa Efek Indonesia sebagai satu-satunya bursa efek yang ada di Indonesia mengalami
perkembangan yang menggembirakan. Hingga tanggal 29 Juni 2012 Jakarta Composite Index
tercatat pada angka 3.955,58. Volume perdagangan rata-rata harian mencapai Rp 4,2 Milyar
atau naik 155% dibanding pada tahun 2005. Frekuensi perdagangan rata-rata harian
mencapai 120,134 kali atau meningkat 628% dibanding tahun 2005. Dan kapitalisasi pasar
naik 366% dibanding tahun 2005 menjadi senilai Rp 3.729,9 Milyar.
Namun, komposisi investor yang bermain di pasar saham Indonesia masih belum ideal
karena didominasi oleh investor asing. Sampai bulan Mei 2012, komposisi investor adalah
57,75% investor asing dan 42,25% investor lokal. Masih mendominasinya investor asing di
satu sisi merupakan signal bahwa bursa efek di Indonesia masih menarik bagi dana asing.
Tapi di sisi lain, hal ini akan berdampak buruk jika mereka hanya melakukan investasi dalam
jangka pendek atau melakukan aksi profit taking, karena jika setiap saat mereka menarik
modal mereka, maka lantai bursa akan goyah. Fenomena ini sering disebut hot money.
Nilai kapitalisasi market terbesar di lantai bursa adalah saham pada industri keuangan,
begitu juga saham yang paling banyak diperdagangkan adalah industri yang sama. Akan
tetapi jika dilihat dari sisi perusahaan, Astra International Tbk. yang bergerak di industri
barang konsumen-lah yang memegang nilai kapitalisasi tertinggi dan nilai perdagangan
terbanyak.
Kinerja Keuangan Perusahaan yang Listed di Bursa
Jika dilihat dari data sejak tahun 2000, total laba bersih yang berhasil dicatatkan oleh total
perusahaan di bursa, mengalami perubahan yang signifikan. Jika pada tahun itu masih
mengalami rugi bersih Rp 35,85 Triliun, maka pada tahun 2011 telah mencapai laba bersih
Rp 235,79 Triliun, atau naik 36,17% dari tahun sebelumnya. Laba terbesar disumbang oleh
Astra International Tbk. sebesar Rp 21,35 Triliun atau naik 48,60% dari tahun 2010. Namun
dari sisi industri, maka industri bidang pertambangan-lah yang mengalami perkembangan
laba yang paling signifikan dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 59,78%.
![Page 6: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/6.jpg)
5
Aktivitas Perdagangan Obligasi
Seperti halnya perdagangan modal, sektor perdagangan obligasi juga mengalami
perkembangan yang cukup menggembirakan. Nilai obligasi perusahaan yang pada tahun
2003 baru mencapai Rp 45,465 Milyar meningkat lebih dari tiga kali lipat pada bulan Mei
2012 menjadi Rp 156,701 Milyar. Sementara nilai obligasi pemerintah mengalami
peningkatan dua kali lipat dari Rp 390,482 Milyar pada tahun 2003, menjadi Rp 780,275
Milyar pada Mei tahun 2012.
Jika dilihat dari sisi kepemilikan, obligasi perusahaan kebanyakan dimiliki oleh perusahaan
asuransi yang mencapai 26% kepemilikan dari total obligasi yang diperdagangkan.
Sementara pada obligasi pemerintah, kepemilikan didominasi oleh perusahaan perbankan
yang mencapai 39%. Dominasi oleh perbankan ini menjadi dilema karena seharusnya fungsi
bank adalah menjadi lembaga intermediaries antara pemilik tabungan dan pemohon kredit.
Tapi kenyataannya perbankan banyak menggunakan dana bukan untuk pinjaman debitur,
tapi untuk membeli obligasi pemerintah yang memiliki bunga cukup menarik dan resiko
yang minimal. Denda yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank yang terlalu banyak
membeli obligasi juga tidak terlalu efektif, karena bunga yang mereka dapat dari obligasi
pemerintah masih bisa menutupi biaya denda yang harus mereka tanggung.
Perbandingan Kinerja BEI Dengan Bursa di Negara Lain
Bursa Efek Indonesia memiliki nilai kapitalisasi pasar yang masih sangat kecil dibandingkan
dengan bursa efek dunia. Sebagai perbandingan, pada bulan Mei 2012 Tokyo Stock
Exchange telah mencapai nilai kapitalisasi pasar sebesar USD 3.225 Milyar, maka BEI baru
membukukan nilai USD 385 Milyar. Jika dibandingkan dengan total nilai kapitalisasi bursa se-
Asia Pasifik, TSE menyumbang 24,46% sedangkan BEI hanya 2,92% atau ketiga terbawah
diatas bursa Philipina dan Thailand.
Akan tetapi BEI patut berbangga karena jika ditilik dari perubahan indeks harga saham
gabungan sampai tanggal 29 Juni 2012, IDX mencapai perubahan tertinggi dibanding indeks
pada tahun 2005 yaitu sebesar 240,22%. Singapore Stock Exchange yang menyusul di
bawahnya hanya mengalami perubahan 91,67%. Dengan perubahan positif ini diharapkan
BEI mampu bersaing dengan bursa negara lain di waktu mendatang.
![Page 7: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/7.jpg)
6
RESUME III
Perpajakan Indonesia
Oleh : Dr. Setiyono Miharjo, MBA
Pendahuluan
Pajak adalah pungutan yang harus dibayar oleh warga negara untuk menopang sebuah
pemerintahan. Pajak bersifat memaksa dan tidak memberikan imbalan secara langsung
kepada pembayarnya.
Pajak dipungut berdasarkan hukum pajak yang mendasarinya. Hukum pajak ini dibagi
menjadi dua, yaitu hukum pajak material dan formal. Hukum pajak material adalah
ketentuan hukum pajak yang memuat objek pajak, subjek pajak, tarif, dan segala sesuatu
tentang timbulnya, besarnya, hapusnya utang pajak, dan pola hubungan hukum antara
pemerintah dan wajib pajak. Sedangkan hukum pajak formal adalah ketentuan atau hukum
pajak yang memuat cara-cara untuk mewujudkan hukum pajak material menjadi suatu
kenyataan.
Gambaran Pajak
Pajak dapat dibedakan menjadi beberapa macam berdasar sifat pembedanya. Ada pajak
subyektif dan obyektif menurut sifatnya. Ada pajak langsung dan tidak langsung menurut
golongannya. Dan ada pajak pusat dan pajak daerah menurut pemungutnya.
Sama dengan hukum pajak, utang pajak juga dibedakan menjadi dua, yaitu utang pajak
ajaran material dan formal. Utang pajak ajaran material adalah timbulnya utang pajak
karena bunyi undang-undang yang berlaku. Sementara, utang pajak menurut ajaran formal
adalah timbulnya utang pajak karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak.
Lebih luas lagi, sistem pemungutan pajak di dunia dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu
Official Assessment System, Self assessment System dan Witholding System. Dan tata cara
pemungutannya juga dibagi menjadi tiga, yaitu sistem nyata, fiktif dan campuran.
Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan merupakan salah satu jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat
dan menyumbang porsi yang cukup banyak dari total penerimaan pajak. Menurut pihak
yang dipungut pajak penghasilan (PPh) dibagi menjadi PPh pasal 21, 22, 23 dan 26. PPh
pasal 21 dan 26 dikenakan pada obyek pajak seperti gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
sejenisnya. Yang membedakan keduanya adalah bahwa PPh pasal 21 untuk Wajib Pajak
Dalam Negeri, sementara PPh pasal 26 untuk Wajib Pajak Luar Negeri.
![Page 8: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/8.jpg)
7
Sementara itu, PPh pasal 22 memungut pajak berdasar objek pajak berupa Pembelian
barang Bendahara Pemerintah, impor barang , pembelian dari pedagang pengumpul,
pembelian barang oleh BUMN, penjualan hasil produksi tertentu oleh badan usaha tertentu,
dan penjualan hasil produksi PT Pertamina dan badan usaha lainnya di bidang bahan bakar
minyak. Dan terakhir, PPh pasal 23 dipungut pada objek pajak berupa Dividen, Bunga,
Royalti, hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21, bunga simpanan
yg dibayarkan oleh koperasi, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta serta imbalan sehubungan dengan jasa tehnik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 yang diterima oleh
subjek pajak dalam negeri, baik orang pribadi maupun badan.
Kewajiban Perpajakan
Kewajiban pertama bagi orang atau badan yang terkena kewajiban membayar pajak adalah
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP inilah yang menjadi identitas Wajib Pajak
dalam sistem administrasi perpajakan yang dipergunakan dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Karena semua orang belum tentu menjadi Wajib Pajak,
maka NPWP juga tidak wajib dimiliki semua orang, karena yang wajib mempunyai NPWP
hanyalah orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas (contoh: akuntan,
dokter, notaris, pengacara) dan orang pribadi yang memperoleh penghasilan diatas PTKP
(Penghasilan Tidak Kena Pajak) selama satu tahun dan semua badan usaha.
Setelah memiliki NPWP, Wajib Pajak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan
dan SPT masa bulanan bagi mereka yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
Sedangkan Pengusaha tertentu wajib membuat pencatatan atau pembukuan,
memperlihatkan dan atau meminjamkan pencatatan atau pembukuan serta kewajiban
lainnya terkait dengan pemeriksaan pajak. KHusus bagi WPOP yang tidak menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas, maka mereka hanya melaporkan SPT Tahunan.
![Page 9: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/9.jpg)
8
RESUME IV
Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan
dan Rerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah
Oleh : Dr. Ertambang Nahartyo, M.Sc.
Standar Akuntansi Pemerintahan merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan
dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah yang dinyatakan dalam
bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP), yang dilengkapi dengan judul,
nomor, dan tanggal efektif. SAP dilengkapi dengan Rerangka Konseptual Akuntansi
Pemerintah, yaitu konsep dasar penyusunan dan pengembangan SAP. Jenis Standar
Akuntansi Pemerintah ada dua, yaitu SAP berbasis akrual dan SAP berbasis kas menuju
akrual.
Rerangka Konseptual memiliki tujuan merumuskan konsep SAP dan acuan dalam masalah
akuntansi. Dalam lingkungan pemerintah anggaran mempunyai fungsi : menyatakan
kebijakan public, target fiscal, landasan pengendalian, penilaian kinerja pemerintah, dan
pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada publik yang diwujudkan laporan
keuangan.
Laporan Keuangan bertujuan untuk memberikan berbagai informasi kondisi keuangan
pemerintah. Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan adalah anggapan yang diterima
sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar standar akuntansi dapat diterapkan,
yang terdiri dari kemandirian entitas, kesinambungan entitas, dan keterukuran dalam
satuan keungan. Laporan Keuangan memiliki karakteristik kualitatif yaitu: relevan, andal,
dapat dibandingkan dan dipahami.
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Cash Towards Accrual dan Accrual memiliki
perbedaan dalam hal : penyusunan asset tetap, etentitas pelaporan, peranan laporan
keungan, laporan keuangan pokok, basis akuntansi, unsur laporan keuangan, pengakuan
unsure laporan keuangan, pengukuran unsure laporan keuangan.
Dalam Akuntansi Pendapatan terdapat perbedaan antara basis kas dan basis akrual yaitu
dalam hal definisi pendapatan, pengakuan pendapatan, pengukuran pendapatan, perlakuan
akuntansi dan pengungkapan.
![Page 10: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/10.jpg)
9
Akuntansi Aset Tetap
Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas)
bulan yang digunakan dalam kegiatan pemerintah daerah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum yang meliputi tanah, peralatan mesin, gedung dan bangunan, jalan,
irigasi dan jaringan, asset tetap lainnya, konstruksi bangunan.Dapat disebut asset tetap
apabila memenuhi criteria : masa manfaat lebih dari 1 tahun, biaya perolehan dapat diukur,
tidak untuk dijual, dan memiliki daya guna.
Aset tetap dapat diukur dari biaya perolehan yang terdiri dari harga beli termasuk bea
impor. Perolehan asset tetap yang berasal dari pembelian akan dicatat 2 kali yaitu dalam
bentuk basis akrual dan basis kas. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus
dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. Jika aset tetap diperoleh secara gabungan,
biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan
dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar
masing-masing aset yang bersangkutan dan aset tetap yang diperoleh melalui pertukaran
atau pertukaran sebagian aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya akan diukur
berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang
dilepas setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang
ditransfer/diserahkan.
Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjang masa manfaat
atau yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomis di masa yang akan datang dalam
bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja harus
ditambahkan/dikapitalisasi pada nilai tercatat aset yang bersangkutan.
Sedangkan penyusutan dalam pemeliharaan asset tetap adalah nilai asset tetap yang
disusutkan selama masa manfaat asset. Metode yang digunakan antara lain : metode garis
lurus, saldo menurun ganda dan unit produksi. Aset tetap dikeluarkan dari neraca ketika
asset secara permanen tidak digunakan atau tidak bermanfaat.
Hal-hal khusus dalam asset tetap adalah penilaian awal asset tetap, konstruksi dalam
pengerjaan, penilaian kembali asset tetap.
Hal yang harus diungkapkan tentang jenis asset tetap dalam laporan keuangan adalah dasar
penilaian, rekonsiliasi jumlah tercatat, informasi penyusutan, eksistensi dan batasan hak
milik, kebijakan akuntansi, jumlah pengeluaran, dan jumlah komitmen.
![Page 11: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/11.jpg)
10
RESUME V
Kecukupan dan Keberlangsungan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Oleh : Dr. Akhmad Makhfatih
Pendahuluan
Undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah, pertama kali dibuat pada tahun
1957 dengan dikeluarkannya UU No.11 dan 12 tahun 1957. Kedua undang-undang ini masih
dipengaruhi oleh undang-undang buatan penjajah Belanda. Kemudian pada masa reformasi,
terbentuklah UU No.18 tahun 1997 yang kemudian diganti dengan UU No.34 tahun 2000.
UU No.34 tahun 2000 ini salah satunya mengakomodasi adanya sistem otonomi daerah
yang mulai diberlakukan di Pemerintah Daerah. Terakhir, UU No.34 tahun 2000 diganti
dengan UU No.28 tahun 2009 yang akan dibahas lebih mendalam pada bagian selanjutnya.
Pajak dan Retribusi di Propinsi dan Kabupaten
Menurut UU No.28 tahun 2009, Pajak yang berhak dipungut oleh Pemerintah Provinsi
antara lain Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok yang akan mulai dipungut
pada tahun 2014. Sedangkan retribusi yang berhak dipungut Pemerintah Provinsi meliputi
11 macam retribusi dan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu Retribusi Jasa Umum,
Retribusi Jasa Khusus dan Retribusi Perijinan Khusus.
Sementara itu, pajak yang berhak dipungut oleh Pemerintah Kabupaten meliputi Pajak
Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Bawah Tanah, Pajak Sarang Burung Walet,
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan terakhir Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan Perkotaan yang akan mulai dipungut oleh Kabupaten pada tahun 2014. Dan
Retribusi yang dipungut oleh Pemerintah Kabupaten meliputi 27 macam retribusi, yang
dikelompokkan menjadi tiga jenis, seperti pada retribusi provinsi.
Kecukupan Pajak dan Retribusi Daerah
Meskipun UU No.28 tahun 2009 telah memberikan macam pajak dan retribusi daerah yang
lebih banyak dan pengawasan atas pungutan yang lebih longgar (dari represif ke preventif),
namun besarnya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) jika dibandingkan total APBD
masih sangat kecil. APBD masih terlalu bergantung pada Dana Perimbangan yang diperoleh
dari Pemerintah Pusat. Bahkan berdasarkan data yang ada, rata-rata Pendapatan Asli
![Page 12: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/12.jpg)
11
Daerah (unsur utamanya adalah PDRD) yang pada masa sebelum otonomi daerah (1998-
2000) mencapai 10,2%, justru turun ke angka 8,1% pada masa setelah otonomi daerah
(2001-2003). Data terakhir tahun 2009, rata-rata proporsi PAD atas APBD di Provinsi hanya
mencapai 44% sedangkan pada Kabupaten hanya 7%.
Penyebab rendahnya PDRD ini adalah anggapan bahwa PDRD bukan pilihan terbaik bagi
Pengambil Keputusan di daerah. Pengembangan potensi PDRD membutuhkan waktu yang
lama, bahkan lebih lama dari satu periode jabatan seorang Kepala Daerah (lima tahun).
Selain itu, porsi PAD yang besar justru menjadi faktor pengurang dalam formula DAU.
Sehingga pada daerah dengan PAD besar, mereka justru akan memperoleh DAU yang lebih
sedikit.
Selanjutnya, Perda mengenai PDRD cenderung hanya mengikuti undang-undang yang ada di
atasnya. Tidak ada inisiatif untuk memasukkan unsur kearifan lokal sebagai salah satu daya
tarik. Belum lagi banyaknya PDRD yang disusun dengan sistem dan prosedur yang terlalu
general dan tida praktis. Terakhir, SDM dalam bidang pemungutan pajak di daerah masih
tidak memadai.
Upaya Peningkatan PDRD
Secara garis besar, ada dua pendekatan untuk meningkatkan PDRD, yaitu melalui kebijakan
dan melalui administrasi. Melalui kebijakan, Pemerintah Daerah hendaknya lebih kreatif
menentukan objek dan tarif retribusi. Sebagai contoh, tarif dari pajak dan retribusi tidak
harus selalu menggunakan tarif maksimum yang ditetapkan UU No.28 tahun 2009.
Pemerintah Daerah bisa menetapkan tarif yang lebih rendah, sehingga menarik para
investor. Meskipun dalam jangka pendek PDRD akan turun, namun dalam jangka panjang
dengan semakin banyaknya investor yang masuk, PDRD akan naik secara bertahap.
Sementara melalui administrasi, Pemerintah Daerah dapat menyusun Perda dengan sistem
dan prosedur yang lebih sesuai dengan kondisi daerah. Contohnya teknik pemungutan
dibuat pada masa panen, sehingga tidak memberatkan objek pajak.
![Page 13: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/13.jpg)
12
RESUME VI
Tantangan Dan Peluang Reformasi Birokrasi Indonesia
Oleh : Erry Riyana Hardjapamekas
Pendahuluan
Dari berbagai angka indikator korupsi yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi, Indonesia
masih tergolong negara dengan tingkat korupsi yang akut. Dari hasil Survei Integritas Sektor
Publik oleh KPK, Indonesia memperoleh skor 6,31 pada tahun 2011 (lebih besar lebih baik).
Sementara Bribery Index mencapai 7,1 (lebih sedikit lebih baik), dan Human Development
Index yang dikeluarkan UN hanya mencapai 0,6 tahun 2010. Bahkan Survei oleh PERC
menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di antara 16 negara di Asia Pasifik.
Dari pemetaan korupsi di Indonesia, ada enam sektor yang riskan terjadinya korupsi. Enam
sektor tersebut adalah penerimaan pajak, penerimaan non pajak, belanja barang dan jasa,
belanja sosial, pungutan daerah, dan DAU/DAK/Dekonsentrasi. Dari enam sektor tadi, akan
semakin tinggi kemungkinan terjadinya korupsi jika ditopang oleh pilar korupsi, yaitu
pengusaha hitam, penguasa korup dan didukung oleh stakeholder masing-masing.
Korupsi menurut jenisnya dibagi menjadi dua yaitu, korupsi konvensional dan korupsi state
capture. Jenis korupsi kedua akan sering terjadi jika didukung oleh modus korupsi yang rapi,
yang biasanya dibedakan menjadi mafia peradilan, mafia pajak, mafia SDA, mafia politik.
Dengan begitu banyaknya mafia yang ada di Indonesia, tidak heran jika penelitian di Kompas
menyebut bahwa tantangan terbesar republik ini adalah penanganan korupsi, mengungguli
permasalahan lain seperti pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan terorisme.
Lebih Dalam Tentang Korupsi di Indonesia dan Dunia
Berdasar rilis dari Transparency International Indonesia masuk peringkat 110 dalam hal
Corruption Perception Index, di bawah Singapura, Malaysia bahkan India. Sebagai
perbandingan, jika di Singapura untuk membuat perijinan usaha hanya dibutuhkan waktu
empat hari, maka di Indonesia membutuhkan waktu 155 hari. Tapi di sisi lain Indonesia
memiliki pertumbuhan CPI yang paling signifikan. Hal ini menandakan meskipun masih
tergolong negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, namun ada usaha dari pemerintah
untuk memberantas korupsi.
Indonesia bukan satu-satunya negara yang terkepung oleh korupsi. Inggris sebagai negara
yang telah maju juga masih memberikan perhatian yang serius terhadap korupsi. Buktinya
![Page 14: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/14.jpg)
13
melalui UK Bribery Act yang disahkan tahun 2010, Pemerintah Inggris lebih memperluas lagi
batasan korupsi, untuk mencegah korupsi bentuk baru seiring semakin canggihnya para
koruptor dalam mencari celah. Tak hanya Inggris, Amerika dan Kanada juga memperbarui
perundangan anti korupsinya dengan masing-masing menerbitkan US Foreign Corrupt
Practices Act dan Canada Corruption of Foreign Public Officials.
Mengapa Reformasi Birokrasi?
Tidak mau ketinggalan dengan negara lain dalam memberantas korupsi, Indonesia melalui
program Reformasi Birokrasi berusaha memberantas korupsi dengan mencegah dari
pangkal korupsi, yaitu birokrasi dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Garis besar
Reformasi Birokrasi di Indonesia meliputi pembenahan tata pemerintahan pada
Kementerian Keuangan, Lembaga Pengawas Keuangan, Lembaga Peradilan dan Polisi. Selain
itu terdapat juga kewajiban membuat Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara, adanya
dokumen Pakta Intergritas, dan pengembangan Whistle Blower System.
Kerangka pikir Reformasi Birokrasi adalah untuk menghasilkan outcomes berupa
peningkatan efisiensi atau optimalisasi anggaran, peningkatan mutu pelayanan publik,
peningkatan akuntabilitas kinerja birokrasi, dan peningkatan kapasitas. Dan dari empat
outcomes tadi diharapkan akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Saran prioritas dari Tim Independen Reformasi Birokrasi agar outcomes yang telah
dicanangkan dapat tercapai meliputi Reform the reformer, Reform Leaders Academy,
Pembekuan sementara penerimaan CPNS 2011, Pencanangan Gerakan RBN,
Kontekstualisasi dan penajaman relevansi Grand Design dengan RPJM 2010-2014 dan
sinkronisasi penyediaan anggaran dengan program reformasi sektoral.
![Page 15: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/15.jpg)
14
RESUME VII
Pemanfaatan Pasar Modal Untuk Pembiayaan BUMD/BUMD
Oleh : Dr. Suad Husnan, M.B.A.
Pendahuluan
Pasar Modal sebagai salah satu sarana untuk memperjual-belikan modal menerbitkan dua
instrumen keuangan utama yaitu obligasi dan saham. Obligasi merupakan surat tanda
hutang yang diterbitkan oleh lembaga yang diizinkan (pemerintah pusat, pemerintah daerah
dan korporasi). Sedangkan saham merupakan bukti kepemilikan yang diterbitkan oleh
perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT).
Pasar Modal bebas digunakan oleh semua institusi yang ada termasuk BUMN dan BUMD.
BUMN/BUMD yang menerbitkan obligasi contohnya adalah Bank DKI, Jasa Marga, Adhi
Karya, Bank BRI dan Bank BTN. Nilai obligasi terbesar yang telah dikeluarkan oleh BUMN/
BUMD adalah obligasi Bank BTN yang mencapai nilai Rp 5.450 Milyar. Ada juga
BUMN/BUMD yang telah menerbitkan saham seperti Bank BRI, Adhi Karya, Jasa Marga dan
Bank Jatim.
Penerbitan Obligasi oleh BUMN/BUMD
Sejak tahun 2003, Obligasi mulai dilirik oleh BUMN/BUMD. Beberapa BUMN/BUMD
dibidang konstruksi seperti Adhi Karya, Pembangunan Perumahan, Wijaya Karya, Waskita
Karya mulai menerbitkan surat obligasi dengan alasan untuk mendukung peningkatan
operasi perusahaan yang membutuhkan modal kerja yang bersifat permanen maupun
investasi pada aset tetap. Selain itu, optimisme perbaikan kondisi makro ekonomi yang
memperkirakan bahwa pertumbuhan penjualan pada tahun 2003 akan double digits
dibanding tahun 2002 juga menjadi magnet penarik bagi BUMN tersebut untuk berani
mengeluarkan olbigasi meskipun suku bunga bank lebih rendah dibanding suku bunga
obligasi.
Surat obligasi yang diterbitkan BUMN jumlahnya bervariasi, tetapi memiliki nilai minimal Rp
100 Miliar. Sebagai contoh Waskita yang menerbitkan obligasi I pada tahun 2003 dengan
tingkat bunga (coupon rate) tetap 14% untuk jangka waktu 3 tahun dan 14,25% untuk
jangka waktu 5 tahun, dan lunas pada tahun 2008. Sementara Adhi Karya pada Juni 2003
menerbitkan Obligasi II sebesar Rp 200 Miliar dengan jangka waktu 5 tahun, membayarkan
bunga tetap sebesar 14,5% per tahun dan disusul bulan Juli 2004 menerbitkan Obligasi III
![Page 16: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/16.jpg)
15
sebesar Rp 200 Miliar, dengan jatuh tempo 3 tahun, tingkat bunga (coupopn rate) tetap
sebesar 13,25% per tahun.
Penerbitan Obligasi oleh BUMN/BUMD
Selain obligasi, instrumen pasar modal berupa saham juga diminati oleh BUMN dan BUMD.
Sebagai contoh, Jasa Marga pada tahun Oktober 2007 menerbitkan saham pertama kali
ditandai dengan melakukan Initial Public Offering (IPO) atas 2.040 juta lembar saham ke
publik dan karyawan serta manajemen, dengan harga IPO Rp 1.700 dan nilai nominal Rp 500
per lembar saham.
Instrumen saham menjadi pilihan bagi Jasa Marga dengan tiga alasan utama. Alasan
pertama adalah fakta bahwa Jasa Marga sampai dengan akhir tahun 2006 memiliki jumlah
hutang yang cukup besar. Hutang tersebut meliputi hutang obligasi sebesar Rp 3.705 Miliar,
hutang bank sebesar Rp 2.638 Miliar, sementara total ekuitas hanya mencapai Rp 2.385
Miliar. Alasan kedua adalah bahwa Jasa Marga sebagai emiten obligasi harus memelihara
rasio-rasio keuangan obligasi antara lain DER (Debt to Equity Ratio) yang tidak boleh lebih
dari 5 kali dan ICR (Interest Coverage Ratio) yang minimal harus mencapai 1,75 kali. Alasan
terakhir, Jasa Marga sebagai BUMN yang membangun infrastruktur jalan tol masih
membutuhkan suntikan dana segar sebagai modal kerja. Sebagai gambaran, untuk
membangun satu kilometer jalan tol, Jasa Marga membutuhkan investasi sebanyak Rp 60
Milyar sampai dengan Rp 100 Milyar.
Setelah melakukan pendaftaran di lantai bursa, secara resmi Jasa Marga berubah status
menjadi PT (Persero) Tbk. Dan seperti Persero pada umumnya maka terjadilah perubahan
susunan pemilik, dimana Pemerintah Indonesia yang semula memiliki 100% saham,
sekarang hanya memiliki 70% saham dan sisanya dimiliki oleh manajemen dan karyawan
2,87%, dan publik 27,13%.
![Page 17: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/17.jpg)
16
RESUME VIII
Korupsi di Indonesia : Perspektif Struktural
Oleh : DR. Revrisond Baswir, MBA
Pendahuluan
Korupsi dalam pengertiannya paling tidak mengandung dua unsur yaitu penyalahgunaan
kekuasaan dan pengutamaan kepentingan pribadi. Namun pengertian tersebut belum bisa
secara jelas menggambarkan korupsi karena dua standar penilaian yang berbeda yaitu
norma hukum secara formal dan norma umum yang berlaku di masyarakat. Sehingga ada
celah dimana suatu perbuatan yang dikategorikan korupsi secara hukum belum tentu
tindakan korupsi di mata masyarakat, ataupun sebaliknya. Karena komplikasi dari
pendefinisian korupsi, kita akan dipaksa untuk memahami korupsi sebagai fenomena
dinamis yang hanya dapat dipahami secara utuh jika dilihat dalam konteks struktural
kejadiannya.
Korupsi dan Kekuasaan
Smith (1990) menuliskan bahwa Furnivall pernah mengatakan Indonesia di masa kolonial
sama sekali bebas dari korupsi. Selanjutnya dikatakan bahwa endemi korupsi di Indonesia
terjadi ketika Indonesia diduduki oleh Jepang. Tapi pendapat itu dibantah oleh Smith dalam
bukunya, yang mengungkapkan cukup meluasnya tindakan korupsi di bawah pemerintahan
Hindia Belanda. Gaji rendah yang diterima pegawai, baik Belanda maupun pribumi
membuat mereka sangat mudah tergoda menerima imbalan dari organisasi pribumi yang
lemah. Hanya saja waktu itu modus operandi yang digunakan belum dikenal sehingga
mendapat tempat di masyarakat dan dianggap legal.
Korupsi tersebut semakin menyebar setelah terjadi peralihan kekuasaan ke tangan gubernur
jenderal Belanda. Penyebabnya adalah perubahan metode pembayaran untuk aristokrat
pribumi dari sistem upeti ke sistem gaji yang lebih kecil jumlahnya, sehingga membuat
mereka menggunakan cara lain untuk mendapat penghasilan yang lebih besar.
Perluasan pengertian korupsi terjadi setelah kemerdekaan, dimana setiap penggunaan
kekayaan negara untuk kepentingan pribadi dianggap sebagai korupsi. Semenjak itu, dapat
dipetik pelajaran bahwa korupsi pada dasarnya berkaitan dengan perilaku kekuasaan dan
sangat erat kaitannya dengan perkembangan sikap kritis masyarakat.
![Page 18: Resume Isu Kontemporer 2](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022073121/563dbb8e550346aa9aae3745/html5/thumbnails/18.jpg)
17
Korupsi dan Keuangan Publik
Keuangan publik yang cenderung sentralistis menjadi salah satu pemicu korupsi. Upaya
untuk mengurangi sentralitas ini dimulai dengan terbitnya UU No.22 dan 25 tahun 1999
tentang otonomi daerah, meskipun masih dianggap sebagai isapan jempol belaka. Terbukti
bila dilakukan rekapitulasi total dana yang dikelola, Pemerintah Pusat masih mengelola 95%
dari total dana yang ada, sementara Pemerintah Daerah baik provinsi dan kabupaten hanya
mengelola 5%-nya saja.
Salah satu contoh besar penyimpangan dana pemerintah adalah penyaluran dan
penggunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Hasil pemeriksaan BPK menyatakan
bahwa dari total dana BLBI sebesar Rp 144 Triliun telah terjadi penyimpangan sebesar Rp
138 Triliun atau 96%.
Contoh lain, adalah keanehan jumlah kekayaan negara yang dikelola oleh BUMN. Pada
tahun 1997 diketahui bahwa nilai total aset BUMN sebesar Rp 450 Triliun, atau naik empat
kali lipat dari tahun 1988 yang hanya mencapai Rp 127 Triliun. Namun keuntungan BUMN
hanya naik dari Rp 5,2 Triliun tahun 1988 menjadi Rp 6,5 Triliun pada tahun 1997. Adanya
penjarahan permanen dan munculnya dana-dana non bujeter di seluruh instansi
pemerintah diduga menjadi penyebabnya.
Penanggulangan Korupsi
Dari uraian di atas dapat disaksikan betapa rentannya fenomena korupsi dari perspektif
sruktural. Karena itulah sebuah pemerintahan yang dipilih dan memerintah secara
demokratis pun akan sangat mudah terjerembab ke dalam pelukan korupsi.
Berhubungan dengan itu, perlu segera dilaksanakan beberapa strategi penanggulangan
korupsi di Indonesia, yaitu : pertama, penyerahan sebagian sumber pendapatan Pemerintah
Pusat ke Pemerintah Daerah. Kedua, penghapusan segala bentuk dana non bujeter dan non
neraca. Ketiga, pemisahan pengelolaan BUMN dari keterlibatan langsung aparat
pemerintahan. Keempat, penyerahan sebagian aset negara untuk dikelola swadaya oleh
masyarakat. Dan kelima, pembukaan peluang bagi kelompok masyarakat untuk turut
mengelola sebagian belanja daerah.