Responsi Devinia Gianyar Dhf - Copy
-
Upload
hendrik-surya-adhi-putra -
Category
Documents
-
view
24 -
download
0
description
Transcript of Responsi Devinia Gianyar Dhf - Copy
BAB I
PENDAHULUAN
Demam Dengue disebabkan virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus tersebut di dalam
tubuh manusia. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang serius di banyak
daerah tropis dan subtropis di dunia. Penyakit yang ditimbulkannya hiperendemis di Asia
Tenggara, dengan bentuk yang paling berbahaya DBD dan Sindrom Syok Dengue (SSD) yang
biasanya bersifat fatal, terutama pada anak-anak1.
Virus Dengue adalah virus yang termasuk dalam group B Arthropod borne Virus
(Arbovirus), genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus Dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu
tipe Den-1, Den-2, Den-3, Den-4. Keempat virus tersebut ditemukan diberbagai daerah di
Indonesia, pengamatan virus dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa Rumah Sakit
menunjukkan bahwa empat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun2.
Virus yang terbanyak berkembang di masyarakat adalah virus tipe 1 dan tipe 3
(Kristina, 2004). Diperkirakan lebih kurang 100 juta kasus Demam Dengue dan 500 ribu
kasus Demam Berdarah Dengue terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia, di mana 90% dari
kasus-kasus tersebut menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun. Pada tahun 1779, David
Bylon melaporkan terjadinya letusan Demam Dengue di Batavia. Jadi, ternyata jenis penyakit
ini sudah lama ada di Indonesia sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh sejenis virus
dan ditularkan oleh sejenis nyamuk tertentu yang hidup dan berkembang di lingkungan
sekitar manusia, dan perilaku maupun lingkaran hidup nyamuk itu telah diketahui oleh
manusia 2. Sedangkan di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah
menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus Dengue menimbulkan penyakit
dengan manifestasi klinis berat, yaitu Demam Berdarah Dengue yang ditemukan di Manila,
Filipina dan menyebar ke Negara lainnya. Di Indonesia pada tahun 1968 penyakit Demam
Berdarah Dengue dilaporkan di Surabaya dan Jakarta sebanyak 58 kasus, dengan jumlah
kematian yang sangat tinggi 24 orang (Case fatality rate 41,3%)3.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun
1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.
aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Berdasarkan kondisi di atas, penulis tertarik untuk mengangkat topik demam dengue
sebagai bahan responsi. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi penulis dan bagi
masyarakat pada umumnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala perdarahan
dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia
(trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari harga
normal.
2.2 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter
30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4
serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara
serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West
Nile virus3.
Gambar virus dengue dengan TEM micrograph
Klasifikasi virus
Grup : Grup IV (+)ssRNA
Family : Flaviviridae
Genus : Flavivirus
Spesies : Dengue virus
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu:
1) Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain;
2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia dan jenis kelamin
3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk4.
2.3 Patogenesis
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD) disebabkan oleh virus
yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan
itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam
dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh
terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan
ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan
berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan
menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting
Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik
makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-
sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel
B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi
netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.6
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang
terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat
terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan
trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.6
Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu
teori virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga virus
binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat
serotipe virus yang paling virulen.2,4
Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa jika
terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut dapat
mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh merupakan
antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.6
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan
dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga juga
mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi
tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.6
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dapat dilihat pada gambar 2.3 Sebagai akibat infeksi sekunder oleh
tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang akan
terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus
dengue terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus
dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi
(virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang
ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih
dari 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya
dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh karena itu pengobatan
syok sangat penting guna mencegah kematian.4
Gambar Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD.4
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin diphosphat ), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial
system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif ( KID;
koagulasi intravaskular deseminata ), ditandai dengan peningkatan FDP ( fibrinogen
degradation product ) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini
juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih
cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan
menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.4
Gambar Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD.4
2.4 Manifestasi Klinis dan Perjalanan Penyakit
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam
yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue.6
Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis
selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko
untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.6
2.5 Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakanh berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1986 terdiri
dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi
diagnosis yang berlebihan ( Overdiagnosis )1.
Kriteria Klinis :
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas berlangsung terus menerus selama 2 – 7
hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis / melena.
c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki
dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratoris :
a. Trombositopenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 % atau lebih,
menurut standar umur dan jenis kelamin.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit cukup untuk menegakan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau
hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan atau terjadi
perdarahan. Pada kasus syok, adanya peningkatan hematokrit dan trombositopenia
mendukung diagnosis DBD1.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis DBD adalah
pemeriksaan darah lengkap, urine, sumsum tulang, serologi dan isolasi virus. Yang signifikan
dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk mendiagnosis DBD secara
definitif dengan isolasi virus,identifikasi virus dan serologis.
Darah Lengkap :
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DBD merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma, Selain hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan
leukopenia3.
Isolasi Virus :
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1 – 3 hari.
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk A. albopictus.
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada larva. 3
Identifikasi Virus :
Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan fluorescence antibody
technique test secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan cunjugate. Untuk
identifikasi virus dipakai flourensecence antibody technique test secara indirek dengan
menggunakan antibodi monoklonal. 4
Uji Serologi :
1. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test = HI test)
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering dipakai dan
digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam uji HI ini :
a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak
dapat menunjukan tipe virus yang menginfeksi
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48 tahun), maka uji
ini baik digunakan pada studi seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari titer
serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtive positif, atau
diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (Recent dengue
infection )
2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin oleh karena
selain cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga memerluikan tenaga periksa
yang sudah berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi komplemen
fiksasi hanya bertahan sampai beberapa tahun saja ( 2 – 3 tahun )
3. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction
Neutralization Test ( PRNT ) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang
terjadi. Saat antibodi neutralisasi dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan
HI antibodi komplemen tetapi lebih cepat dari antibodi fiksasi dan bertahan lama
(48 tahun). Uji neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga tidak dipakai secara rutin.
4. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa )
Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak sekali
dipakai. Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM dalam serum
pasien. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :
a. Pada perjalanan penyakit hari 4 – 5 virus dengue, akan timbul IgM yang
diikuti oleh IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat ditentukan
diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 – 3 bulan setselah adanya infeksi.
Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji terhadap IgG.
Untuk itu uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu – satunya uji diagnostik
untuk pengelolaan kasus.
f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan
kelebihan uji mac elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan
spesifitas yang sama dengan uji HI.
5. IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan uji HI , hanya
sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk infeksi dengue IgM /
IgG dengue blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG elisa, yang telah beredar di
pasaran.
Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase
konvalesen terhadap titer antibodi fase akut ( naik empat kali kelipatan atau lebih )3.
Metode Diagnosis Baru (RTPCR) :
Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekular, diagnosis infeksi virus
dengue dapat dilakukan dengan suatu uji yang disebut Reverse Transcriptase Polymerase
Chai Reaction (RTPCR). Cara ini merupakan cara diagnosis yang sangat sensitif dan spesifik
terhadap serotipe tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini
dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia ,
dan nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama dengan isolasi virus, PCR tidak begitu
dipengaruhi oleh penanganan spesimen yang kurang baik (misalnya dalam penyimpanan dan
handling), bahkan adanya antibodi dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR3.
2.6.2 Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain 3:
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam
tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.
2.8 Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
Ada 4 derajat penyakit DD/DBD sesuai kriteria WHO (1997) :
Derajat I : Deman tinggi disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah uji tourniquet (uji rumple leed positif).
Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan nyata
lain (petekie, perdarahan gusi, perdarahan hidung, hematemesis, melena).
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut,
kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur1.
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada pemberian cairan. Harris et al.
(2003) mendemonstrasikan bahwa meminum cairan seperti air atau jus buah dalam 24 jam
sebelum pergi ke dokter merupakan faktor protektif melawan kemungkinan dirawat inap di
rumah sakit. Setiap pasien tersangka demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat di tempat
terpisah dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk
(berkelambu). Penatalaksanaan pada demam dengue atau DBD tanpa penyulit adalah:
1. Tirah baring.
2. Pemberian cairan.
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam 24 jam
(susu, air dengan gula/sirup, atau air tawar ditambah dengan garam saja).
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis.
Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal. Antipiretik
sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal
karena bahaya perdarahan.
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu:
1. Keadaan umum memburuk.
2. Terjadi pembesaran hati.
3. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia.
4. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan dan terpasang
pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan
darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari pertama
pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.
Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan
intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian segera
cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%, Ringer’sintravascular coagulophaty,
DIC) diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan
hemostasis terbukti adanya DIC, heparin perlu diberikan.
Bagan 1. Alogaritme tersangka DHF
Bagan 2. Tatalaksana Pasien Demam Berdarah Dengue
Bagan 3. Protokol Demam Dengue
Bagan 4. Protokol DHF grade I-II
Bagan 5. Protokol DHF grade III-IV
2.10 Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan diberikan, umur,
dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV
bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok
yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa
menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta
memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada orang dewasa
umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus DHF yang disertai komplikasi
sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk3
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : IPMF
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Suku : Bali
Warganegara : Indonesia
Alamat : Serangga, Cebang Gianyar
MRS : 4 April 2014 (pukul 21.00 WITA)
Tanggal Pemeriksaan : 6 April 2014 (pukul 08.00 WITA)
3.2. HETEROANAMNESIS (Ayah Kandung Pasien)
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dihantar oleh ayahnya ke UGD RSUP Sanjiwani Gianyar dalam keadaan yang
sadar pada tanggal 4 April 2014, pukul 21.00 WITA dengan keluhan demam. Keluhan
demam dikatakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit yaitu pada hari Selasa tanggal 1
April 2014 pukul 18.00 WITA. Demam dikatakan dirasakan di seluruh tubuh, hilang timbul
dan mendadak tinggi. Pasien juga sempat menggigil dan dikatakan tidak melakukan kompres
hangat pada tubuh badan. Pasien sempat ke dokter umum di praktek swasta pada soreh hari
dan diberikan tiga jenis obat untuk menurunkan panasnya yaitu paracetamol, antibiotik dan
satu lagi obat tidak bisa diingatkan namanya. Bapa pasien tidak tahu berapa tinggi suhu
badan pasien dirumah karena tidak memiliki alat pengukur panas.
Pasien sempat muntah pada hari ketiga sebanyak 5 kali dengan volume sekitar
setengah aqua gelas air mineral di mana isi muntahan kadang-kadang berupa air dan
makanan. Muntah dikatakan terjadi setiapa kali pasien makan dan ini menyebabkan nafsu
makan pasien menurun. Pada saat pemeriksaan, pasien tidak muntah lagi sehingga nafsu
makan dan minumnya sudah ada perbaikan.
Pada tanggal 4 April 2014 sekitar soreh, bapa pasien sempat membawa pasien ke
Astina untuk melakukan pemeriksaan lab darah dan setelah mendapatkan hasilnya disuruh
langsung hantar anaknya ke RSU Sanjiwani Gianyar untuk dirawat inap. Pada saat
pemeriksaan, keluhan pegal-pegal dan sakit sendi, nyeri perut dan nyeri bagian belakang bola
mata disangkal oleh pasien. Bapa pasien juga mengeluhkan ada timbulnya bintik-bintik
merah di kedua tangan yang disadari saat masuk rumah sakit. Riwayat mimisan dan
pendarahan gusi disangkal.
Buang air besar normal dengan konsistensi yang padat, kuning, tanpa lender maupun
darah. Buang air kecil terakhir saat tiba di rumah sakit, warna kuning jernih dan tidak
berbuih.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah menderita keluhan penyakit yang sama sebelumnya.
Riwayat Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan sama dengan pasien.
Riwayat Pengobatan
Pasien sempat kontrol ke dokter umum di praktek swasta dan mendapatkan obat paracetamol,
antibitoika dan lagi satu obat yang di mana bapa pasien sudah lupa akan namanya.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal ada riwayat alergi.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak pertama. Keluarga pasien termasuk kelompok ekonomi golongan
menengah kebawah. Bapa pasien bekerja sebagai tukang ukir dan ibu pasien telah meninggal
pada saat pasien berumur 3 tahun kerana penyakit dalam tetapi bapa pasien tidak tahu
penyakit apa yang dideritanya. Lingkungan rumah pasien memiliki sanitasi yang baik di
mana selokannya tidak ada genangan air, di lingkungan sekitar rumah pasien juga banyak
terdapat banyak tong tong kontainer yang tidak terpakai tetapi diletakkan dalam keadaan
yang terbalik. Kamar mandi pasien menggunakan ember yang besar yang dibersihkan dua
kali seminggu dan keluarga tidak pernah menggunakan bubuk ABATE. Tetangga pasien dan
teman sekelas pasien dikatakan tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir spontan dibantu oleh dokter di RSU Sanjiwani Gianyar, cukup bulan dengan
berat badan lahir 2500 gram, panjang badan 45cm di mana ukuran lingkaran kepala dan
lingkaran dada lupa. Pasien segera menangis dan tidak ditemukan adanya komplikasi pada
ibu mahupun anak.
Riwayat Imunisasi
Pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap BCG sebanyak 1 kali, polio sebanyak 4 kali,
Hepatitis B sebanyak 4 kali, DPT sebanyak 3 kali dan imunisasi campak.
Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan ASI eksklusif selama 2 bulan dan pada umur 3 bulan pasien telah
diberikan susu formula. Pasien dikatakan mulai mengkonsumsi bubur susu dan nasi tim pada
saat usia 4 hingga 5 bulan dengan frekuensi 2 kali sehari.
Riwayat Tumbuh Kembang
Berat badan lahir : 2500 gram
Panjang badan lahir : 45cm
Berat badan sekarang : 39kg
Tinggi badan sekarang : 100 cm
Lingkar kepala : 52 cm
Lingkar lengan atas : 18 cm
3.3. PEMERIKSAAN FISIK (6 April 2014)
Status present
KU : Tampak sakit sedang (lemah)
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 80x/ menit reguler, isi cukup
Respirasi : 26 x/ menit
Suhu aksila : 36,5 °C
Berat badan : 39 kg
Panjang badan sekarang : 100 cm
Lingkar kepala : 52 cm
Lingkar lengan atas : 18 cm
Status General
Kepala : Normocephali, Ubun-ubun besar menutup, cephal hematome (-), caput
succedanium (-)
Mata : anemis -/- ikterus -/- reflek pupil +/+ isokor
THT : Telinga : tidak ada sekret
Hidung : NCH(-), sianosis(-), darah(-)
Tenggorok : Tonsil T1/T1 hiperemis (-)
Faring Hiperemis (-)
Thorax : Cor : S1S2 Tunggal Reguler normal, murmur (-)
Po : BronchoVesicular +/+ Ronchi -/- wheezing -/-
Simetris (+), retraksi (-)
Abdomen : Distensi (-), Bising Usus (+) Normal
Hepar : tidak teraba
Lien: tidak teraba
Ekstremitas : Hangat (+) sianosis (-) edema (-) pada keempat ekstremitas
Petecchie (+) sebelum rumple leed, Cappilary Refill < 2 detik
Rumple leed : Positif dengan petecchie
Status Antopometri
Berat Badan Lahir : 2500 gram
Panjang Badan Lahir : 45cm
Berat Badan Sekarang : 39 kg
Tinggi Badan : 100 cm
Lingkar Kepala : 52 cm
Lingkar Lengan Atas : 18 cm
Menurut WHO anthropometri:
BBI : 35kg
BB/U : persentile 75-50 SD
TB/U : dibawah persentile 3
BB/TB : persentile 90-95 SD
Menurut Waterlow:
Status gizi : 111% (Gizi lebih)
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah lengkap
Tanggal 4/4/2014 5/4/2014 Nilai Normal Unit
WBC 4,7 2,6 (rendah) 6 - 14,0 K/UL
NEU 3,4 1,1 1.10 – 6,60 %
LYM 1,2 1,0 1.80- 9,00 %
MONO 0,1 0,2 0,00 – 7,10 %
RBC 3,58 5,72 4,10 – 5,30 M/UL
Hemoglobin 14,7 13,4 12,0 – 16,0 g/dL
Hematocrit 44,5 45,5 36,0 – 49,0 %
MCV 74,4 79,5 78,0 – 102 fL
MCH 24,6 21,4 25,0 – 35,0 Pg
MCHC 33,0 29,5 31 - 36 %
RDW-CV 12,37 12,5 11,6 – 18,7 %
Plt 94 (rendah) 17 (rendah) 140 - 440 K/UL
MPV 10,0 7,5 6,8 - 10 fL
Tanggal 6/4/2014 7/4/2014 Nilai Normal Unit
WBC 3,2 4,0 6 - 14,0 K/UL
NEU 1,1 1,5 1.10 – 6,60 %
LYM 1,5 2,4 1.80- 9,00 %
MONO 0,5 0,2 0,00 – 7,10 %
RBC 5,0 5,59 4,10 – 5,30 M/UL
Hemoglobin 13,7 13,4 12,0 – 16,0 g/dL
Hematocrit 46,5 45,3 36,0 – 49,0 %
MCV 79,5 81,1 78,0 – 102 fL
MCH 29,5 24,0 25,0 – 35,0 Pg
MCHC 25,6 29,6 31 - 36 %
RDW-CV 12,0 12,7 11,6 – 18,7 %
Plt 63 (rendah) 65 (rendah) 140 - 440 K/UL
MPV 8,0 7,6 6,8 - 10 fL
2. Pemeriksaan Serologi (5/4/2014)
DENGUE BLOT NILAI NORMAL HASIL
IgM Negatif Positif
IgG Negatif Positif
3.5. DIAGNOSIS
DHF Grade 2 panas hari ke V dd Demam Dengue
3.6. TERAPI DAN PLANNING DIAGNOSIS
Terapi
- Kebutuhan cairan 6380ml/hari, mampu minum 3000ml/hari
- Kebutuhan kalori 2450kkal/hari
- Kebutuhan protein 31,5gr/hari
- IVFD RL 3380ml - 25 tetes makro/ menit
- Paracetamol 3 x 250 gram peroral (apabila suhu > 38°C)
- Kompress hangat
Planning Diagnosis
- Uji Darah Lengkap setiap 8 jam
- Observasi vital sign
- Observasi tanda-tanda perdarahan dan syok
- Balance cairan
3.7. FOLLOW UP SAAT MRS
Tanggal Subyektif, Obyektif,
Assesment
Terapi dan Planning
Diagnosis
4/4/2014 (21.00 WITA)
Hasil Lab:
WBC : 4,7
RBC : 3.58
HGB : 14,7
HCT : 44,5
MCV : 74,4
MCH : 24,6
S : Panas badan (+),
pendarahan spontan(+),
mual muntah (-), makan
minum (-), BAB(+), BAK
(+)
O : St. Present
KU : sakit sedang
Kes : CM
N : 80 x/menit
RR : 28 x/menit
Tx :
-Kebutuhan cairan
6380ml/hari
-Kebutuhan kalori
2450kkal/hari
-Kebutuhan protein
31,5gr/hari
-IVFD RL 25 tetes makro/
menit
-Paracetamol 3 x 250 gram
PLT : 94 tax : 38,6 °C
TD : 120/80 mmHg
St General:
Kepala:NormoCephali,
UUB menutup
Mata : an -/- ikt -/- Rp +/+
isokor
THT :
Telinga: tidak dievaluasi
Hidung : NCH(-), darah(-)
Tenggorok :Tonsil T1/T1
hiperemis (-)
Thorax : simetris
Cor : S1S2 Tgl Reg m (-)
Po : BV +/+ Rh -/- wh -/-
Abdomen: Distensi (-),
B.Usus (+) N
Hepar : tidak teraba
Lien: tidak teraba
Ekstremitas : Hangat (+),
sianosis (-), edema (-) pd 4
ekst.
A : DHF grade II dd/
Demam Dengue (panas
hari III)
peroral (setiap 4 jam)
-Kompres hangat
-KIE keluarga
PDx :
-Cek DL @ 8 jam
-Uji Serologi pada hari
keenam
Monitoring :
Vital Sign
Balance
Cairan
Tanda-tanda
syok dan pendarahan
Tanggal Subyektif, Obyektif,
Assesment
Terapi dan Planning
Diagnosis
5/4/2014( 07.00 WITA)
Hasil Lab:
WBC : 1,2,6
RBC : 5,72
HGB : 13,4
HCT : 45,5
MCV : 79,5
MCH : 21,4
PLT : 17
Hasil tes serologi:
IgM: Positif
IgG: Positif
S : Panas (-), mual (-),
muntah (-),Nyeri Perut (-)
makan minum (+), BAB
(+), BAK (+)
O : St. Present
KU : sakit sedang
Kes : CM
N : 88 x/menit
RR : 24 x/menit
tax : 36,0 °C
TD:100/60 mmHg
St General:
Kepala : Normo Cephali,
UUB menutup
Mata : an -/- ikt -/- Rp +/+
isokor
THT :
Telinga : tidak dievaluasi
Hidung : NCH(-),darah(-)
Tenggorok :Tonsil T1/T1
hiperemis (-)
Tx :
-Kebutuhan cairan
6380ml/hari
-Kebutuhan kalori
2450kkal/hari
-Kebutuhan protein
31,5gr/hari
-IVFD RL 25 tetes makro/
menit
-Paracetamol 3 x 250 gram
peroral (setiap 4 jam)
-KIE keluarga
PDx :
-Cek DL @ 8 jam
- Monitoring :
Vital Sign
Balance
Cairan
Tanda-tanda
syok dan pendarahan
Thorax:Simetris(+),
retraksi(-)
Cor : S1S2 Tgl Reg m (-)
Po : BV +/+ Rh -/- wh -/-
Abdomen: Distensi (-),
B.Usus (+) N
Hepar : tidak teraba
Lien: tidak teraba
Ekstremitas : Hangat (+)
sianosis (-) , CRT< 2 detik
A : DHF grade II dd/
Demam Dengue (panas
hari IV)
Tanggal Subyektif, Obyektif, Terapi dan Planning
Assesment Diagnosis
6/4/2014( 07.00 WITA)
Hasil Lab:
WBC : 3,2
RBC : 5,0
HGB : 13,7
HCT : 46,5
MCV : 79,5
MCH : 29,5
PLT : 63
S : Panas (-), pendarahan
spontan (-), makan minum
(+), BAB (+), BAK (+)
O : St. Present
KU : sakit sedang
Kes : CM
N : 80 x/menit
RR : 22 x/menit
tax : 36,0 °C
TD:100/70 mmHg
St General:
Kepala : Normo Cephali,
UUB menutup
Mata : an -/- ikt -/- Rp +/+
isokor
THT :
Telinga : tidak dievaluasi
Hidung : NCH(-),darah(-)
Tenggorok :Tonsil T1/T1
hiperemis (-)
Thorax:Simetris(+),
retraksi(-)
Tx :
-Kebutuhan cairan
6380ml/hari
-Kebutuhan kalori
2450kkal/hari
-Kebutuhan protein
31,5gr/hari
-IVFD RL 25 tetes makro/
menit
-Paracetamol 3 x 250 gram
peroral (setiap 4 jam)
-KIE keluarga
PDx :
-Cek DL @ 8 jam
- Monitoring :
Vital Sign
Balance
Cairan
Tanda-tanda
syok dan pendarahan
Cor : S1S2 Tgl Reg m (-)
Po : BV +/+ Rh -/- wh -/-
Abdomen: Distensi (-),
B.Usus (+) N
Hepar : tidak teraba
Lien: tidak teraba
Ekstremitas : Hangat (+)
sianosis (-) , CRT< 2 detik
A : DHF grade II dd/
Demam Dengue (panas
hari V)
Tanggal Subyektif, Obyektif, Terapi dan Planning
Assesment Diagnosis
7/4/2014( 07.00 WITA)
Hasil Lab:
WBC : 4,0
RBC : 5,9
HGB : 13,4
HCT : 45,3
MCV : 81,1
MCH : 24,0
PLT : 65
S : Panas (-), pendarahan
spontan (-), makan minum
(+), BAB (+), BAK (+)
O : St. Present
KU : sakit sedang
Kes : CM
N : 87 x/menit
RR : 24 x/menit
tax : 36,3 °C
TD:100/60 mmHg
St General:
Kepala : Normo Cephali,
UUB menutup
Mata : an -/- ikt -/- Rp +/+
isokor
THT :
Telinga : tidak dievaluasi
Hidung : NCH(-),darah(-)
Tenggorok :Tonsil T1/T1
hiperemis (-)
Thorax:Simetris(+),
retraksi(-)
Tx :
-Kebutuhan cairan
6380ml/hari
-Kebutuhan kalori
2450kkal/hari
-Kebutuhan protein
31,5gr/hari
-IVFD RL 25 tetes makro/
menit
-Paracetamol 3 x 250 gram
peroral (setiap 4 jam)
-KIE keluarga
PDx :
-Cek DL @ 8 jam
- Monitoring :
Vital Sign
Balance
Cairan
Tanda-tanda
syok dan pendarahan
Cor : S1S2 Tgl Reg m (-)
Po : BV +/+ Rh -/- wh -/-
Abdomen: Distensi (-),
B.Usus (+) N
Hepar : tidak teraba
Lien: tidak teraba
Ekstremitas : Hangat (+)
sianosis (-) , CRT< 2 detik
A : DHF grade II dd/
Demam Dengue (panas
hari VI)
BAB IV
PEMBAHASAN
Infeksi salah satu serotype virus dengue akan menimbulkan antibody terhadap serotype yang
bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang,
sehingga tidak akan memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotype yang lain
tersebut. Virus dengue disebarkan lewat vector nyamuk Aedes dan serotype 1,2,3, dan 4 telah
berhasil diisolasi dari darah pasien di Indonesia. Tipe serotype yang paling sering menyerang
adalan tipe 3.4
Hipotesis pathogenesis DHF yang hingga kini masih dianut adalah mekanisme
peningkatan antibody ( antibody dependent enhancement mechanism ) yaitu apabila
seseorang terinfeksi oleh virus DHF yang serotipenya berbeda dari yang sebelumnya,
antibody dari serangan pertama tidak akan memberikan perlindungan namun akan
meningkatkan banyaknya virus yang menginvasi makrofag sehingga meningkatkan replikasi
virus dalam makrofag dan reaksi imun yang terjadi juga berlebihan. Selain itu, antibody yang
terbentuk saat serangan pertama akan membentuk ikatan antigen antibody kompleks dan
menempel di platelet sehingga akan meningkatkan destruksi platelet oleh system RES dan
menyebabkan trombocitopenia, selain itu juga akan terbentuk autoantibody yang bernama
Anti-NS1 yang akan menempel di endothelial cell dan platelet sehingga menyebabkan imun
system mendestruksi endothelial cell dan platelet dan menyebabkan kebocoran plasma dan
trombositopenia.4
4.1 DIAGNOSIS
Pasien didiagnosa dengan suspek DHF grade II dd dengue fever panas hari ke-5. Diagnosis
kerja ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang
yang didapat dari pasien.
Teori Pasien
Anamnesis
- Demam mendadak tinggi
- Berlangsung 2 – 7 hari
Anamnesis
- Demam dikatakan mendadak
tinggi
- Panas dari 3 hari SMRS,
sempat mengigil dan tidak
- Disertai lesu, tidak mau makan
dan muntah dan pada anak
yang lebih besar dapat
mengeluh nyeri kepala, nyeri
otot, nyeri perut dan kadang
ditemukan diare.
Pemeriksaan Fisik
- Suhu tubuh > 37 c
- Hepatomegali
- Peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga
mengakibatkan perembesan
plasma dan syok dengan tanda
tanda :
1. Anak tampak gelisah dan
terdapat penurunan kesadaran
2. Nafas cepat, nadi lambat
3. Tekanan darah menyempit <
20 mmhg
4. Akral dingin, capillary refill
time menurun
5. Diuresis hingga Anuria
compress hangat.
- Pasien mual dan muntah
selepas makan dengan
frekuensi 5 kali dengan
volume ½ aqua gelas air
dengan isi muntah yang
berupa air dan makanan.
- Nafsu makan dan minum
pasien menurun.
- Suhu tubuh sudah turun
menjadi 36,0c. 4 hari
sebelumnya suhu tubuh badan
adalah 38.6c
- Hepar tidak teraba
- Pada pasien tidak ditemukan
tanda tanda terjadinya syok,
pasien datang hanya dalam
keadaan lesu karena tidak ada
nafsu makan dan muntah
tanpa penurunan kesadaran,
Nafas maupun nadi pasien
masih dalam batas normal
dan tekanan darah pasien juga
masih dalam batas normal.
Akral pada keempat
ektrimitas pasien masih
hangat dan tidak ditemukan
diuresis maupun anuria
- Pendarahan dapat terjadi
berupa petekie, epistaksis
melena hingga hematuria
Pemeriksaan penunjang
1. Darah lengkap
Platelet <= 100.000 / ul
2. Urine lengkap
- Ditemukan albuminuria ringan
3. Sumsum tulang
- Sumsum tulang awalnya
hiposeluler kemudian menjadi
hiperseluler pada hari ke 5
dengan gangguan maturasi
sedangkan pada hari ke 10
biasanya sudah kembali normal
4. Serologi
- Uji inhibisi hemaglutinasi
- Uji Fiksasi complement
- Uji netralisasi
- Uji IgM Elisa
- Uji IgG Elisa
5. Radiologi
- Kelainan radiologi berupa
adanya efusi pleura sebagai
dampak kebocoran plasma
- Pendarahan yang terjadi pada
pasien hanya pendarahan
spontan yaitu berupa petekie
pada kedua-dua tangan pasien
tanpa Rumple Leed test.
Pemeriksaan penunjang
1. Darah lengkap:
- Platelet:
4/4/2014: 94 u/L
5/4/2014: 17 u/L
6/4/2014: 65 u/L
7/4/2014: 63 u/L
- Hematokrit stabil:
4/4/2014: 44,5%
5/4/2014: 45,5%
6/4/2014: 46,5%
7/4/2014: 45,3%
2. Serologi:
- IgM: Positif
- IgG: Positif
Hasil anamnesis menyatakan bahwa pasien suspek dengan DHF grade II dimana
demam diderita pasien selama 5 hari yang mendadak tinggi dengan suhu badan 38.6c saat
masuk rumah sakit. Pasien sempat menggigil dan ke dokter umum di praktek swasta untuk
mendapatkan obat penurun panas pada hari pertama demamnya muncul tetapi demam tidak
turun padahari keempatnya. Nafsu makan dan minum pasien menurun kerana pada hari
keempat pasien mengalami mual muntah setiap kali selepas makan sesuatu. Selain demam,
pasien juga memenuhi kriteria lainnya yaitu badan lesu, nafsu makan dan minum menurun
serta dan muntah pada hari yang ke-3. Bentuk pendarahan yang diderita pasien bersifat
pendarahan spontan di bawah permukaan kulit pada kedua-dua tangannya. Penegakan
diagnosis DHF juga dapat ditunjang dari hasil pemeriksaan laboratorium. Kriterianya adalah
platelet <= 100.000 u/ml dan atau peningkatan hematokrit diatas 20 %. Penurunan platelet ini
biasa ditemukan pada hari ketiga hingga kelima. Pada pasien ditemukan ada penurunan
platelet pada hari-3 yaitu dengan hasil 98 u/L, sementara kadar hematokrit pasien masih stabil
dari hari ke-3 hingga hari ke-6 yang didapatkan dari hasil follow up.
Pasien pada kasus ini didiagnosis DHF dimana pasien memenuhi kriteria demam
mendadak tinggi ditambah dengan adanya trombositopenia dan diagnosis DHF grade kedua
karena didapatkan uji tourniquet positif dengan adanya tanda-tanda pendarahan spontan pada
kulit.
4.2 DIAGNOSIS BANDING
1. Demam Dengue
Panas pada demam dengue sama dengan demam berdarah dengue namun yang
membedakannya adalah dari ada tidaknya kebocoraan plasma. Pada pasien ini tanda-
tanda kebocoran plasma belum ditemukan sehingga masih di diagnosis banding
dengan demam dengue.
2. Demam tifoid.
Panas pada demam thypoid naik secara bertahap setiap hari dan disertai dengan
gangguan pencernaan seperti diare maupun konstipasi dan tidak ada tanda tanda
pendarahan spontan maupun tidak spontan. Pada pasien ini ditemukan uji tourniquet
positif sehingga diagnosis demam thypoid dapat disingkirkan.6
3. Demam Cikungunya
Demam cikungunya biasanya menular seperti pada influenza. Pada demam
cikungunya biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan sangat sering
dijumpai nyeri sendi. Pada demam cikungunya tidak ada tanda tanda pembesaran hati
maupun nyeri abdomen. Pada pasien ini ditemukan adanya nyeri abdomen dan
pembesaran hati tanpa nyeri sendi dan tidak ada anggota keluarga lain yang terkena
sehingga demam cikungunya dapat disingkirkan.6
4. Idiopathic trombositopenia purpura ( ITP )
ITP sulit dibedakan dengan DHF karena pada ITP juga ditemukan trombosit <
100.000/mm3 dan ada tanda tanda pendarahan seperti petekie, purpura, maupun
pendarahan spontan. Tidak ditemukan hepatomegaly ato nyeri abdomen, sementara
pada pasien ditemukan hepatomegaly dan nyeri abdomen.6
4.3 PENATALAKSANAAN
Terapi DHF pada pasien ini menganut prinsip sesuai penatalaksanaa DHF derajat I dan II
tanpa peningkatan hematokrit dimana pada protokol disebutkan apabila terdapat gejalan
klinis demam 2 – 7 hari dengan uji bendung positif dan adanya trombositopenia dan tanpa
peningkatan hematokrit dan pasien tidak bisa makan maupun minum yang cukup, maka harus
diberikan cairan sesuai kebutuhan pasien yang dihitung dengan rumus dan didapatkan
kebutuhan cairan pasien sebesar 6380 ml per hari dan pada pasien ini diberikan IVFD RL 25
tetes / menit makro dan pasien juga diminta untuk minum sebanyak yang pasien bisa.
Parasetamol juga tetap diberikan pada pasien ini apabila suhu badannya melebihi 38c untuk
menjaga suhu tubuh pasien tetap stabil. Kompres hangat dilakukan apabila suhu badannya di
antara ambang 37,5c – 37,9c.
Monitoring dilakukan dengan pengecekan darah lengkap setiap 24 jam dan vital sign
setiap 12 jam. Pemantauan juga dilakukan untuk melihat ada tidaknya tanda tanda syok atau
pendarahan yang terjadi pada pasien.
KIE juga dilakukan pada keluarga pasien untuk rajin membubuhi abate pada bak
mandi dan melakukan 3M ( menutup tempat penampungan air, mengubur barang bekas, dan
menguras bak mandi ) dan lebih menjaga kebersihan rumah, keluarga pasien juga diminta
untuk selalu memberikan minum pada pasien apabila pasien merasa haus dan
memberitahukan pada petugas kesehatan apabila ada warna kemerehan pada kencing maupun
berak pasien.6
4.4 PROGNOSIS
Prognosis DHF derajat I dan II umumnya baik. DHF derajat II dan IV bila dapat dideteksi
dengan cepat maka pasien dapat ditolong. Prognosis pada pasien ini mengarah ke dubius ad
bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Infeksi virus dengue dalam ilmu
kesehatan anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2005 : h : 607 – 621
2. Rezeki S. dkk, Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2001.
3. Pusponegoro, HD. Et al. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Standar pelayanan Medis
kesehatan Anak. Eds.1. Ikatan Dokter Anak Indonesia : 2004.pp.99-108
4. Suraatmaja S., Soetjiningsih. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Pedoman diagnosis
dan terapi Ilmu Kesehatan Anak. Denpasar : Lab /SMF IKA FK UNUD/RSUP
Sanglah : 2000.pp.241-248
5. Rezeki S.dkk, Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan,2001.
6. Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar :
2011.