Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

43
RESPONSI ILMU PENYAKIT BEDAH Cholelithiasis dan Cholecystitis Akut Pembimbing dr. Heru Seno W., SpB(K)BD Penyusun Ricardo Stanislaus Angdiarto

description

Cholelithiasis Dan Cholecystitis

Transcript of Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

Page 1: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

RESPONSI ILMU PENYAKIT BEDAH

Cholelithiasis dan Cholecystitis Akut

Pembimbing

dr. Heru Seno W., SpB(K)BD

Penyusun

Ricardo Stanislaus Angdiarto

DEPARTEMEN BEDAH RSAL DR RAMELAN

UNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA

Page 2: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

2013

DAFTAR ISI Halaman

DAFTAR ISI...................................................................................................2

BAB I RESPONSI KASUS.............................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................9

2.1 Anatomi.....................................................................................9

2.1.1 Traktus Bilier dan Kandung Empedu.............................................9

2.1.2 Vaskularisasi...............................................................................10

2.2 Fisiologi.....................................................................................11

2.2.1 Saluran Empedu..........................................................................11

2.2.2 Kandung Empedu........................................................................13

2.3 Cholelithiasis..............................................................................15

2.3.1 Definisi.......................................................................................15

2.3.2 Epidemiologi...............................................................................15

2.3.3 Faktor Resiko..............................................................................15

2.3.4 Patogenesis.................................................................................15

2.4 Acute Cholecystitis......................................................................18

2.4.1 Definisi.......................................................................................18

2.4.2 Faktor Risiko dan Patogenesis.......................................................19

2.4.3 Patofisiologi................................................................................20

2.4.4 Gejala Klinis...............................................................................20

2.4.5 Diagnosis....................................................................................21

2.4.6 Terapi.........................................................................................21

2.4.7 Prognosis....................................................................................22

2.5 Cholecystectomy.........................................................................23

2.5.1 Definisi.......................................................................................23

2.5.2 Sejarah.......................................................................................23

2.5.1 Metode.......................................................................................24

BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................27

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................30

2

Page 3: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

RESPONSI ILMU BEDAH

RSAL Dr. Ramelan Surabaya

I. Identitas Penderita

Nama : Ny. YA

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Ketintang Madya Kencana

Agama : Islam

Tanggal MRS : 16 Oktober 2013

Tanggal Pemeriksaan : 18 Oktober 2013

II. Pemeriksaan

Anamnesa :

- Keluhan Utama

Nyeri ulu hati

- Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati yang hilang timbul sejak 3

bulan yang lalu. Pada awalnya nyeri ini tidak terlalu hebat, tidak menjalar

dan selalu segera menghilang dengan sendirinya. Sejak 1 minggu sebelum

masuk rumah sakit pasien mengaku nyeri ulu hati tersebut mendadak

muncul dan menjadi lebih hebat, lebih sering kambuh serta rasa nyeri

tersebut menjalar sampai ke punggung. Nyeri juga kadang timbul tiba-tiba

pada malam hari saat pasien sedang tidak beraktifitas. Rasa nyeri berangsur-

angsur hilang apabila di oleskan minyak angin, beristirahat atau tidur. Tidak

terdapat rasa panas ulu hati, kembung, mual, muntah, dan demam. Pasien

mengaku bahwa BAB baik dan tidak ada perubahan frekuensi, warna,

maupun konsistensi. BAK lancar dengan warna urin kuning jernih.

3

Page 4: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

- Riwayat Penyakit Dahulu

o Hipertensi : Disangkal

o Diabetes mellitus : Disangkal

o Asma : (+)

o Gastritis : (+)

o Pasien menyangkal riwayat nyeri ulu hati seperti ini sebelumnya

- Riwayat Penyakit Keluarga

o Hipertensi : Disangkal

o Diabetes mellitus : Disangkal

o Pasien menyangkal bahwa ada anggota keluarga yang memiliki

penyakit yang sama

- Alergi Obat

o Bactrim

Pemeriksaan Fisik :

- Keadaan umum

Keadaan sakit : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

GCS : 4-5-6

- Vital sign

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu aksiler : 36,5oC

Kepala/leher

o A/I/C/D : -/-/-/-

o Pupil isokor 3 mm/3 mm

o Pembesaran KGB(-), Deviasi trakea (-)

4

Page 5: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

Thorax

I : Normochest, gerak nafas simetris

P : Fremitus raba simetris

P : Sonor pada seluruh lapangan paru

A : Cor S1,S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Abdomen

I : flat, simetris, bekas jahitan (+)

A : bising usus (+) normal

P : Soepel, nyeri tekan (+) pada Upper Right Quadrant, hepar/ lien/ renal

tidak teraba, murphy sign (-), defans muskular (-), rebound

phenomen (- ), nyeri tekan Mc Burney (-), Rovsing sign

(-), Obturator sign (-), Psoas sign (-), nyeri ketok CVA

(-/-), nyeri tekan suprapubik dan pinggang kanan (-)

P : Timpani

Ekstremitas Akral hangat: Edema:

Pemeriksaan laboratorium (01 Juni 2013) :

Darah Lengkap : Leukosit 6450 /mm3

Hb 14,1 gr/dL

Hct 42,8%

Trombosit 211.000/uL

LED 18 mm/jam

Elektrolit : Na 137 mEq/L

K 4 mEq/L

Cl 107 mEq/L

Faal hemostasis : Bleeding time 1’00

Cloting time 14’00

Albumin : 4,2 g/dl

Globulin 2,7 g/dl

5

- -- -

+ ++ +

Page 6: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

Total protein 6,9 g/dl

Pemeriksaan ECG (01 Juni 2013) :

o Kesan : ECG Normal

Pemeriksaan Radiologi (01 Juni 2013) :

Foto Thorax

6

Page 7: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

o Kesan : Thorax foto saat ini tak tampak kelainan

USG Abdomen :o Gall Bladder : Ukuran normal, dinding menebal, batu multiple

dengan ukuran terbesar 0.36 cm, acoustic shadow (+)

o Kesan : Cholelitiasis + Cholecystitis

III. Diagnosa

Cholelithiasis + Cholecystitis Akut

IV. Penatalaksanaan

Planning Diagnosa : -

Planning Terapi :

Non medikamentosa

Bed rest

Medikamentosa

Infus Ringer Lactate 2000 cc / 24 jam

Injeksi Ranitidine 3x1 amp

Asam Mefenamat 3x500mg/hari per oral

Operatif

7

Page 8: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

Cholecystectomy Laparoscopic

Planning Monitoring :

Tanda vital

Keluhan

Komplikasi

Planning Edukasi : -

V. Prognosa

Dubia ad bonam

8

Page 9: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

2.1.1 Traktus Bilier dan Kandung Empedu

Traktus bilier ekstra hepatik terdiri dari percabangan duktus hepatik kanan dan

kiri, common hepatic duct, common bile duct, duktus cystikus, dan kandung empedu.

Percabangan duktus hepatik biasanya terletak diluar hati dan terletak di anterior dari

percabangan vena porta.

Duktus sistikus bervariasi panjangnya dari 1 sampai 5 cm dan diameter dari 3

sampai 7 mm; biasanya bergabung dengan duktus hepatikus komunis pada akut angel.

Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus cysticus membentuk duktus

koledokus. Duktus koledokus berjalan kebawah menuju ke ampula vatteri, yang akan

menuju ke duodenum. Duktus koledokus panjangnya bervariasi antara 5-9 cm, dan

terbagi menjadi 3 segmen : supraduodenal, retroduodenal, dan intrapancreatic. Bagian

distal dari common bile duct dan pancreatic duct bergabung diluar dinding duodenum

membentuk suatu saluran yang panjang.

Kandung empedu merupakan suatu reservoir berbentuk buah pir yang terletak di

fosa kandung empedu pada permukaan visceral dari liver. Secara anatomis kandung

empedu ini dibagi ke dalam : fundus, corpus, infundibulum, dan leher, yang bermuara di

duktus sistikus. Panjangnya 7 sampai 10 cm, dan diameternya antara 3 sampai 5 cm, dan

memiliki kapasitas 30 sampai 60 mL. Peritoneum membungkus fundus dari kandung

empedu dan menyatukan badan serta lehernya ke liver. Fundus berada 1-2 cm dibawah

tepi hati dan dapat teraba apabila duktus cystikus dan duktus koledokus terbuntu. Kedua

leher kandung empedu dan duktus sistikus mengandung lipatan mukosa spiral yang

dikenal sebagai katup dari Heister. Katup ini mencegah perjalanan batu empedu dan

distensi berlebihan atau runtuhnya duktus sistikus, meskipun terdapat variasi tekanan

duktal.

9

Page 10: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

Epitel mukosa dari saluran empedu bervariasi dari kuboid pada duktuli sampai

kolumnar pada saluran utama. Kandung empedu dilapisi oleh sel epitel kolumnar yang

memiliki mirovili pada permukaan luminalnya. Memainkan peran yang penting dalam

penyerapan air dan elektrolit. Dinding saluran empedu mengandung sedikit otot polos,

tapi pada akhir dari duktus koledokus terdapat otot sphincter yang kompleks. Otot

kandung empedu terdiri dari serat-serat longitudinal dan spiral yang interdigitata.

Traktus bilier mendapatkan inervasi simpatis dan parasimpatis. Yang pertama

mengandung serat motorik pada kandung empedu dan serat sekretoris pada epitel duktus.

Serat afferent pada nervus simpatis memediasi nyeri pada kolik bilier.

Pembuluh darah kecil dan tentu saja limfatik antara fosa kandung empedu dan

dinding kandung empedu, menghubungkan limfatik dan drainase vena pada hati dan

kandung empedu. Koneksi ini adalah penyebab penyebaran inflamasi dan carcinomatous

langsung dari kandung empedu ke dalam hati.

Gambar 2.1 : Anatomi Sistem Biliaris

2.1.2 Vaskularisasi

Pasokan darah ke saluran empedu berasal dari arteri gastroduodenal dan arteri

posterosuperior pancreatoduodenal (bagian retroduodenal dari saluran empedu) ; arteri

cysticus (bagian proximal saluran empedu) ; arteri hepatica dekstra (bagian tengah

saluran empedu). Vena dari bagian proximal saluran empedu pada umumnya langsung

memasuki liver. Vena posterosuperior pancreaticoduodenal membawa darah dari bagian

distal saluran empedu menuju vena porta. Pembuluh limfatik dari saluran empedu

10

Page 11: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

melewati cystic lymph node dekat leher kandung empedu, omental foramen node, dan

hepatic lymph nodes.

Kandung empedu disuplai oleh arteri kistik tunggal, tetapi dalam 12% kasus,

arteri kistik ganda (anterior dan posterior) mungkin ada. Asal-usul dan tentu saja dari

arteri kistik sangat bervariasi dan merupakan salah satu yang paling variatif dalam tubuh.

Arteri kistik biasanya terletak lebih tinggi dari duktus sistikus dan melewati posterior

duktus hepatik komunis.

Duktus hepatika, hati, dan duktus sistikus menentukan batas-batas segitiga Calot

ini. Terletak di dalam segitiga ini adalah struktur penting: arteri cysticus, arteri hepatik

kanan, dan kelenjar getah bening duktus cystikus. Simpul Calot adalah rute utama

drainase limfatik kandung empedu dan karena itu sering terlibat dalam penyakit inflamasi

atau neoplastik dari kandung empedu.

Gambar 2.2 : Segitiga calot dibatasi oleh duktus cystikus, duktus hepatikus komunis

dan tepi bawah dari hati.

2.2 FISIOLOGI

2.2.1 Saluran Empedu

Saluran empedu, kandung empedu, dan sfingter Oddi memodifikasi, menyimpan,

dan mengatur aliran empedu. Hati memproduksi 500 sampai 1000 mL empedu per hari

dan mengeluarkannya ke dalam canaliculi empedu. Selama perjalanan melalui ductules

11

Page 12: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

empedu dan saluran hati, empedu canalicular dimodifikasi dengan proses penyerapan dan

sekresi elektrolit dan air.

Sekresi empedu responsif terhadap rangsangan neurogenik, humoral, dan kimia.

Stimulasi vagal meningkatkan sekresi empedu, sedangkan stimulasi saraf splanknikus

akan menurunkan aliran empedu. Hormon gastrointestinal, secretin, merangsang aliran

empedu terutama dengan meningkatkan sekresi aktif dari cairan yang banyak

mengandung klorida oleh saluran empedu dan ductules. Rilis secretin dirangsang oleh

asam HCl, protein, dan asam lemak dalam duodenum. Empedu sekresi ductular juga

dirangsang oleh cholecystokinin (CCK), gastrin, dan hormon lainnya. Epitel saluran

empedu juga mampu menyerap air dan elektrolit.

Empedu terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, protein, lipid, dan pigmen

empedu. Natrium, kalium, kalsium, dan klor memiliki konsentrasi yang sama dalam

empedu seperti dalam plasma atau cairan ekstraseluler. Garam-garam empedu primer,

cholate dan chenodeoxycholate, disintesis di hati dengan kolesterol. Garam empedu

diekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dan membantu dalam pencernaan dan

penyerapan lemak di usus. Sekitar 95% dari asam empedu diserap kembali dan

dikembalikan melalui sistem vena portal ke hati, juga dikenal sebagai sirkulasi

enterohepatik (Gambar 54-5). Sementara 5% sisanya diekskresikan dalam tinja.

Kolesterol dan fosfolipid disintesis di hati adalah lipid utama yang ditemukan

dalam empedu. Sintesis fosfolipid dan kolesterol oleh hati diatur sebagian oleh asam

empedu. Warna empedu disebabkan oleh adanya pigmen bilirubin diglucuronide, yang

merupakan produk metabolisme dari pemecahan hemoglobin.

12

Page 13: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

Gambar 2.3 : Sirkulasi Enterohepatik

Garam empedu tetap berada pada lumen usus halus, dan sampai ke jejunum

dimana mereka berperan dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Setelah mencapai

usus halus bagian distal, mereka diserap kembali dengan sistem transpor aktif yang

berlokasi di ileum terminal. Sebanyak 94% garam empedu yang melewati jejunum akan

ditransfer oleh proses ini kedalam darah vena porta. Kehilangan garam empedu setiap

hari yang normal pada feses adalah sekitar 10-20% dari pool dan direstorasi oleh sintesis

hepar.

2.2.2 Kandung Empedu

Kandung empedu menyimpan empedu selama puasa dan memberikan empedu ke

duodenum sebagai respon terhadap makan. Karena kapasitas kandung empedu umumnya

hanya sekitar 30 sampai 60 ml, kapasitas serap yang luar biasa dari kandung empedu

karena kemampuannya untuk menyimpan sekitar 600 mL empedu yang diproduksi setiap

hari. Mukosa kandung empedu memiliki daya serap terbesar per satuan luas setiap

struktur dalam tubuh. Empedu biasanya terkonsentrasi 5 - 10 kali lipat oleh penyerapan

air dan elektrolit yang mengarah ke perubahan yang nyata pada komposisi empedu.

Transpor aktif NaCl oleh epitel kandung empedu merupakan pendorong untuk

konsentrasi empedu. Air diserap secara pasif dalam menanggapi kekuatan osmotik yang

13

Page 14: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

dihasilkan oleh penyerapan zat terlarut. Konsentrasi empedu dapat mempengaruhi

kelarutan dua komponen penting dari batu empedu : kalsium dan kolesterol.

Sel epitel kandung empedu mengeluarkan setidaknya dua produk penting ke

dalam lumen kandung empedu : glikoprotein dan ion hidrogen. Sekresi mukus

glikoprotein terjadi terutama dari kelenjar leher kandung empedu dan duktus sistikus. Gel

glikoprotein musin diyakini merupakan bagian penting dari lapisan unstirred (difusi-

ressistant barrier) yang memisahkan membran sel dari kandung empedu dari empedu

luminal. Penghalang mukus ini mungkin sangat penting dalam melindungi epitel kandung

empedu dari efek deterjen yang kuat dari garam empedu yang banyak terkonsentrasi

dalam kandung empedu. Namun, bukti yang cukup juga menunjukkan bahwa

glikoprotein musin memainkan peran sebagai agen pronucleating untuk kristalisasi

kolesterol. Pengangkutan ion hidrogen oleh epitel kandung empedu menyebabkan

penurunan pH empedu kandung empedu melalui mekanisme pertukaran natrium.

Pengasaman empedu akan meningkatkan kelarutan kalsium, sehingga mencegah

pengendapan sebagai garam kalsium. Proses pengasaman kandung empedu yang normal,

akan menurunkan pH empedu hepatik dari 7,5-7,8 ke 7,1-7,3.

Pengisian kandung empedu berasal dari produksi terus menerus empedu oleh hati

melawan kekuatan kontraksi sebuah sfingter Oddi. Jika tekanan di dalam common bile

duct melebihi tekanan di dalam lumen kandung empedu, empedu hati memasuki

kandung empedu oleh aliran retrograde melalui duktus sistikus, dan akan dengan cepat

terkonsentrasi.

Setelah makan, kontraksi kandung empedu yang merupakan respon dari fase

cephalic vagally dimediasi aktivitas dan pelepasan CCK, regulator utama dari fungsi

kandung empedu. Pada 60 sampai 120 menit berikutnya, sekitar 50% sampai 70% dari

empedu kandung empedu terus dialirkan ke dalam saluran usus. CCK terlokalisir ke usus

halus proksimal, terutama sel-sel epitel duodenum, dimana rilis dari CCK tersebut

dirangsang oleh lemak intraluminal, asam amino, dan asam lambung dan dihambat oleh

empedu. Selain menstimulasi kontraksi kandung empedu, CCK juga bertindak untuk

menghambat aktivitas motorik normal phasic dari sfingter Oddi. Pengisian ulang

kandung empedu terjadi secara bertahap selama 60 sampai 90 menit berikutnya.

14

Page 15: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

2.3 CHOLELITHIASIS

2.3.1 Definisi

Adanya atau pembentukan batu empedu, di dalam kandung empedu

(cholecystolithiasis) atau di dalam duktus koledukus (choledocholithiasis).

2.3.2 Epidemiologi

Batu empedu sering terjadi pada anak muda, selain itu juga dapat terjadi pada

orang sehat dengan prevalensi 11% menjadi 36% pada laporan otopsi. Wanita, obesitas,

kehamilan, makanan berlemak, penyakit Crohn, reseksi ileum terminal, operasi lambung,

sferositosis herediter, penyakit sel sabit, talasemia adalah hal-hal yang terkait dengan

peningkatan risiko untuk pembentukan batu empedu.

2.3.3 Faktor Resiko

Faktor resiko batu empedu :

Obesitas

Penurunan berat badan dengan cepat

Multiparitas

Jenis kelamin: perempuan

Obat-obatan : ceftriaxone, estrogen, nutrisi parenteral total

Etnik : pima indian, skandinavia

Gangguan ileum, reseksi atau bypass

Peningkatan usia

2.3.4 Patogenesis

Batu empedu merepresentasikan ketidakmampuan untuk mempertahankan zat

terlarut empedu tertentu, terutama kolesterol dan garam kalsium. Batu empedu

diklasifikasikan berdasarkan kandungan kolesterol mereka baik sebagai kolesterol atau

batu pigmen. Batu pigmen yang lebih diklasifikasikan sebagai hitam atau coklat. Batu

empedu kolesterol murni jarang terjadi (10%), dengan batu kolesterol yang paling

mengandung garam kalsium di tengah mereka, atau nidus. Di Amerika Serikat, 70%

sampai 80% dari batu empedu adalah kolesterol, dan batu pigmen hitam terjadi sebagian

besar sisanya 20% sampai 30%.

Biliary sludge merupakan campuran kristal kolesterol, butiran kalsium

bilirubinate, dan mucin gel matriks. Hal ini paling sering ditemukan pada kondisi puasa

15

Page 16: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

yang lama atau dengan penggunaan nutrisi parenteral. Temuan kompleks makromolekul

dari musin dan bilirubin menunjukkan bahwa lumpur sebagai penyedia nidus untuk

patogenesis batu empedu.

Batu campuran

Komposisi : (75-90% dari semua batu) Kolesterol merupakan komponen

predominan dari campuran heterogen dari kolesterol, pigmen empedu dan garam

kalsium dalam struktur yang berlapis lapis mengelilingi “inti”

Patogenesis : kombinasi dari abnormalitas konstituen empedu, statis bilier, infeksi

Karakteristik : batu multipel dari beberapa generasi dengan ukuran yang berbeda

yang ditemukan bersamaan. Batu keras dan tepi persegi atau ireguler, bentuk

‘mulbery’ dengan warna lembut yang bervariasi dari agak putih sampai kuning

dan hijau sampai hitam. Sebagian besar radiolusen, tapi 10 % radioopak.

Batu kolesterol

Hampir 10 % dari semua batu empedu

Patogenesis : sama seperti batu campuran

Karakteristik : besar, halus, berbentuk tabung/telur, dan biasanya soliter berwarna

kuning. Diameter mencapai 4 cm & mengisi kandung empedu. Radiolusen.

Batu pigmen

Kalsium bilirubinat, jarang pada negara berkembang

Patogenesis : Ekskresi bilirubin yang berlebihan akibat kelainan hemolitik

(anemia hemolitik, malaria, leukimia)

Karakteristik : Multipel, hitam gelap, shin“jack”stone, diameter 0,5-1cm.

Biasanya ukuran seragam dan seringkali rapuh/ gembur.

Batu kalsium karbonat

Jarang

Patogenesis : ekskresi kalsium dalam empedu yang berlebihan

Karakteristik : batu persegi, abu-abu, radioopak.

Batu Kolesterol

Patogenesis batu kolesterol meliputi 3 stadium: 1. Supersaturasi kolesterol pada

empedu, 2. Nukleasi kristal, 3. Pertumbuhan batu. Prinsip untuk menjaga kelarutan

kolesterol adalah pembentukan misel, suatu garam empedu fosfolipid kolesterol

16

Page 17: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

kompleks, dan kolesterol-fosfolipid vesikel. Kondisi dimana produksi kolesterol

berlebihan, vesikel besar juga melebihi kemampuannya untuk mengangkut kolesterol,

dan pengendapan kristal dapat terjadi. Sepertiga dari kolesterol empedu diangkut dalam

misel, tapi kolesterol-fosfolipid vesikel membawa sebagian besar kolesterol empedu.

Gambar 2.4 : Triangular-Phase Diagram

Batu Pigmen

Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan bewarna gelap karena

adanya bilirubinate kalsium. Batu pigmen hitam kecil dan bahan residu, dan ini sering

berhubungan dengan kondisi hemolitik seperti sferositosis herediter dan penyakit sel sabit

atau sirosis. pada kondisi hemolitik, beban bilirubin dan konsentrasi bilirubin tak

terkonjugasi meningkat. Sirosis dapat menyebabkan peningkatan sekresi bilirubin tak

terkonjugasi. Batu-batu ini biasanya tidak dihubungkan dengan empedu yang terinfeksi

dan terletak hampir secara eksklusif di kandung empedu. Batu pigmen hitam memiliki

persentase yang tinggi di negara-negara Asia seperti Jepang dibandingkan dengan

belahan bumi Barat.

Batu pigmen coklat bertekstur lembut dan bau tanah biasanya ditemukan di

saluran empedu, terutama pada populasi Asia. Batu coklat sering mengandung lebih

banyak kolesterol dan kalsium palmitat dan merupakan batu saluran empedu yang paling

banyak,utamanya pada pasien di negara barat dengan gangguan motilitas empedu dan

terkait infeksi bakteri. Bakteri (E. Coli) pemproduksi lendir mensekresikan β-

glukuronidase yang menyebabkan hidrolisis enzimatik glukuronat bilirubin terkonjugasi

17

Page 18: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

larut untuk menghasilkan larut bebas bilirubin, yang kemudian mengendap dengan

kalsium.

Gambar 2.5 : Patofisiologi dan Gejala Batu Empedu

2.4 ACUTE CHOLECYSTITIS

2.4.1 Definisi

Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding

kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.

Hingga kini pathogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih belum jelas.

2.4.2 Faktor Risiko dan Patogenesis

18

Page 19: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis adalah stasis cairan

empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama

kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus

(10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus).

Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan

empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung empedu menyebabkan

aliran darah dan limfe terganggu sehingga terjadi iskemia dan nekrosis dinding kandung

empedu. Meskipun begitu, mekanisme pasti bagaimana stasis di duktus sistikus dapat

menyebabkan kolesistitis akut, sampai saat ini masih belum jelas. Diperkirakan banyak

faktor yang dapat mencetuskan respon peradangan pada kolesistitis, seperti kepekatan

cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa

dinding kandung empedu yang diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.

Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50 sampai 85

persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak dari kandung

empedu para pasien ini adalah E.coli, spesies Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies

Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin yang dihasilkan oleh organisme –

organisme tersebut dapat menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan,

perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding

kandung empedu

Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10% kasus. Peningkatan resiko terhadap

perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan dengan trauma atau luka

bakar yang serius, dengan periode pascapersalinan yang menyertai persalinan yang

memanjang dan dengan operasi pembedahan besar nonbiliaris lainnya dalam periode

pascaoperatif. Faktor lain yang mempercepat termasuk vaskulitis, adenokarsinoma

kandung empedu yang mengobstruksi, diabetes mellitus, torsi kandung empedu, infeksi

bakteri kandung empedu (misalnya Leptospira, Streptococcus, Salmonella atau Vibrio

cholera) dan infeksi parasit kandung empedu. Kolesistitis akalkulus mungkin juga

tampak bersama dengan berbagai penyakit sistemik lainnya (sarkoidosis, penyakit

kardiovaskuler, sifilis, tuberculosis, aktinomises).

Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama yang mendapat

nutrisi secara parenteral. Hal ini dapat terjadi karena kandung empedu tidak mendapatkan

19

Page 20: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

stimulus dari kolesistokinin (CCK) yang berfungsi untuk mengosongkan kantong

empedu, sehingga terjadi stasis dari cairan empedu.

2.4.3 Patofisiologi

Cholecystitis akut biasanya berhubungan dengan batu empedu pada 90-95%

kasus. Obstruksi duktus cysticus menyebabkan kolik bilier yang merupakan gejala awal

dari cholecystitis akut. Jika ductus cysticus tetap terobstruksi, maka kandung empedu

akan membesar dan dindingnya menjadi inflamasi dan edem. Cholecystitis akut adalah

proses inflamasi disertai dengan dinding yang menebal dan kemerahan dengan

perdarahan subserosal. Mukosa tampak hiperemia dan terdapat beberapa area yang

nekrotik. Pada beberapa kasus, inflamasi akan menyembuh. Pada kasus yang berat,

proses tersebut dapat menyebabkan iskemia dan nekrosis pada dinding kandung empedu

(5-10%). Kolesistitis akut gangrenosa merupakan hasil dari pembentukan abses atau

empyema dalam kandung empedu. Jika organisme pembentuk gas menyebabkan infeksi

sekunder, maka dapat terlihat adanya gas pada lumen kandung empedu dan pada dinding

kandung empedu yang disebut colecystitis emphisematosa.

2.4.4 Gejala Klinis

Kebanyakan pasien dengan batu empedu asimtomatik. Meskipun mekanismenya

tidak jelas, beberapa pasien batu empedu mengalami simtom, dengan kolik empedu

disebabkan oleh batu yang menghalangi duktus sistikus. Komplikasi tambahan yang

berkaitan dengan batu empedu termasuk kolesistitis akut, choledocholithiasis dengan atau

tanpa kolangitis, pankreatitis batu empedu, ileus batu empedu, dan karsinoma kandung

empedu.

Batu empedu biasanya ditemukan secara kebetulan pada laparotomi atau pada pencitraan

baik dengan ultrasonografi atau CT scan. Hanya 1% sampai 2% dari individu tanpa gejala

dengan batu empedu mengalami gejala serius atau komplikasi yang berhubungan dengan

batu empedu mereka, karena itu, hanya sekitar 1% membutuhkan kolesistektomi. Ketika

menimbulkan gejala, pasien cenderung merasakan gejala yang berulang, biasanya

episode kolik bilier berulang.

Pada Cholecystitis akut, nyeri pada kuadran kanan atas dengan tingkat keparahan

yang sama namun dengan durasi yang lebih lama dari episode nyeri kolik bilier yang

sebelumnya merupakan gejala tersering. Gejala lainya yang sering ditemukan adalah

20

Page 21: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

demam, mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik, terdapat kuadran kanan atas yang

lunak dan defans muskular pada batas inferior dari costa kanan, yang membedakan

episode tersebut dari kolik bilier yang simpel. Saat inflamasi menyebar ke peritoneum,

tanda tanda tersebut akan bertambah. Massa yang terdiri dari kandung empedu beserta

omentum yang menempel, dapat teraba, dan Murphy’s sign bisa muncul.

Leukositosis ringan (12000-14000 sel/mm3). Sebagai tambahan, dapat ditemukan

peningkatan ringan bilirubin serum (>4mg/dl), alkaline phosphatase, transaminase dan

amilase. Jaundice yang berat menandakan batu common bile duct atau obstruksi bile duct

oleh inflamasi pericholecystic yang berat sekunder akibat tumbukan batu pada

infundibulum kandung empedu yang secara mekanis akan membuntu bile duct disebut

Sindroma Mirizzi.

2.4.5 Diagnosis

USG merupakan tes radiologis yang sangat berguna untuk diagnosa kolesistitis

akut, dengan sensitivitas dan spesifisitas 85% dan 95%. Sensitif untuk mengidentifikasi

adanya batu empedu. USG juga dapat menunjukkan adanya penebalan dinding kandung

empedu (4mm), cairan pericolecystic, distensi kandung empedu, batu impaksi dan

sonographic murphy’s sign.

CT scan, meskipun sering digunakan pada pasien dengan nyeri abdomen dan

dapat mengidentifikasi beberapa temuan yang sama dengan USG, namun kurang sensitif

dibandingkan USG untuk colecystitis.

2.4.6 Terapi

Setelah diagnosa dari kolesistitis akut ditegakkan maka segera mulai terapi

dengan cairan IV, antibiotik dan analgesik. Antibiotik harus dapat mengatasi bakteri

gram negatif aerob dan anaerob. Lebih dari setengah jumlah pasien dengan cholecystitis

akut didapati kultur positif dari empedu pada kandung empedu. Karena sulit untuk

menentukan siapa yang terkena infeksi sekunder, antibiotik intravena merupkan bagian

penting dalam terapi. Namun sebagian besar kasus ditangani secara pembedahan.

Sebagian kecil dapat menggunakan terapi obat-obatan oral. Contohnya, chenodeoxycholic

acid dan obat-obatan lainnya yang meningkatkan garam empedu dan menghambat

sekresi kolesterol hepatik. Namun, saat digunakan dalam jangka waktu yang lama akan

21

Page 22: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

memperlambat peleburan batu kolesterol. Selain itu obat-obatan memiliki kerugian

sebagai berikut :

Aksi yang sangat lambat

Hanya sebagian kecil batu dengan kolesterol predominan yang dapat terlarut

Tingginya angka kekambuhan setelah keberhasilan terapi

Banyaknya efek samping, contohnya diare dan kerusakan hati

Oleh karena itu, terapi obat telah banyak ditinggalkan dan hanya digunakan bagi

pasien yang tidak dapat menerima anestesi umum dengan batu radioluscent yang kecil

pada kandung empedu.

Terapi pembedahan

Indikasi dilakukannya kolesistektomi :

Kholelithiasis simptomatik

Kholelithiasis asimptomatik (batu tunggal ukuran >1.2 cm atau batu multipel

dengan total ukuran >1.2 cm, disertai diabetes mellitus, penyakit sickle cell,

calcified/porcelain gallbladder)

Kolesistektomi adalah terapi definitif pada pasien dengan kolesistitis akut.

Kolesistektomi dini dilakukan dalam 2-3 hari setelah gejala adalah interval yang paling

baik atau kolesistektomi tertunda dilakukan 6-10 minggu setelah terapi inisial.

Kolesistektomi laparoskopik adalah pendekatan yang lebih disukai untuk pasien

dengan kolesistitis akut. Konversi ke prosedur terbuka harus dilakukan jika peradangan

menghalangi visualisasi struktur struktur yang penting. Konversi ke kolesistektomi

terbuka lebih tinggi pada (4%-35%) kolesistitis akut dibandingkan dengan kolesititis

kronik. Pasien yang dioperasi pada awal timbulnya penyakit (dalam 48 jam) lebih

mungkin untuk dilakukan prosedur laparoskopik yang lengkap. Faktor tambahan untuk

pasien yang membutuhkan kolesistektomi adalah peningkatan usia, jenis kelamin laki

laki, obesitas dan penebalan dinding kandung empedu (>4mm).

2.4.7 Prognosis

Komplikasi serius dan kematian akibat prosedur operasi sangat jarang. Operasi

akan memperbaiki gejala pada 95% kasus. Keseluruhan kematian akibat cholecystitis

adalah sekitar 5%. Kebanyakan adalah pasien dengan usia diatas 60 tahun atau dengan

diabetes mellitus. Pada kelompok usia yang lebih tua, komplikasi sekunder pada

22

Page 23: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

kardiovaskuler dan pulmoner. Kondisi lokal yang berhubungan dengan kematian adalah

sepsis yang tidak terkontrol disertai peritonitis dan abses intrahepatik.

Batu common duct ditemukan pada 15% pasien dengan cholecystitis akut, dan

beberapa pasien dengan kondisi sakit yang serius, menderita kolangitis akibat obstruksi

bilier. Pankreatitis akut juga dapat menjadi komplikasi dari colecystitis akut.

Komplikasi yang jarang adalah pembentukan fistula akibat batu yang besar pada

duktus choledokus menyebabkan ulcerasi yang menembus sampai ke duodenum. Apabila

batu tersebut melewati usus halus dan menyumbat ileum terminal, maka akan

menyebabkan timbulnya ileus batu empedu.

Pasien yang mengalami supurasi pada kandung empedu, misalnya empyema atau

perforasi, lebih susah untuk sembuh. Kolesistektomi yang segera, akan menurunkan

kemungkinan terjadinya komplikasi tersebut.

2.5 CHOLECYSTECTOMY

2.5.1 Definisi

Suatu tindakan bedah mengeluarkan kandung empedu

2.5.2 Sejarah

Kolesistektomi merupakan operasi yang paling umum dilakukan dari saluran

bilier dan merupakan prosedur operasi kedua yang paling umum di lakukan di masa kini.

Meskipun tekniknya dikembangkan abad sebelumnya oleh seorang ahli bedah jerman

Carl Johann August Langenbuch. Teknik ini hanya mendapat sedikit apresiasi sampai

akhirnya menjadi gold standard untuk manajemen definitive dari kolelitiasis

simptomatika.

Batu empedu pertama ditemukan tahun 1420 oleh seorang ahli patologi Antonio

Benevieni pada seorang wanita yang meninggal akibat nyeri abdomen. Pada tahun 1733

Jean-Louis Petit pengemuka operasi kandung empedu menyarankan untuk mengeluarkan

batu empedu dengan cara drainase kandung empedu dengan membuat fistula pada pasien

dengan empiema dan menuai sukses di tahun 1743. Beberapa tahun kemudian teknik itu

mengalami modifikasi menjadi stimulasi kulit untuk merangsang adhesi kandung empedu

ke dinding abdomen kemudian menggunakan trokar untuk mengeluarkan batu beserta

cairan empedu dari kandung empedu yang yang telah menempel tadi sehingga

23

Page 24: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

meminimalkan peritonitis. Pada tahun 1867 Dr.John Stough Bobbs mengeluarkan batu

empedu kemudian menjahit kembali kandung empedu tadi (cholecystostomy).

Berdasarkan penelitian Zambecarri 1630 dan Teckoff 1667 menunjukkan bahwa kandung

empedu tidak esensial untuk hidup. Penelitian ini digunakan oleh Langenbuch untuk

mengembangkan teknik kolesistektomi melalui diseksi cadaver. Pada 15 juli 1882 dia

berhasil mengeluarkan kandung empedu dari pria 43 tahun, teknik ini dikenal sebagai

open cholecystectomy. Barulah setelah itu makin berkembang teknik operasi ini, dan

perubahan mayor baru terjadi sekitar 60 tahun yang lalu di mana dikenalkan metode

operative cholangiography oleh Mirizzi. Sejak saat itu teknik operasi makin berkembang

dan dikenalkanlah teknik laparoscopic cholecystectomy.

2.5.3 Metode

Open Cholecystectomy

Cholecystektomi terbuka merupakan prosedur yang sudah jarang digunakan.

Prosedur ini sekarang biasanya digunakan untuk konversi dari prosedur cholecystektomi

laparoskopik dan biasanya harus dilakukan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi

pneumoperitoneum karena kurangnya cadangan pulmoner dan kardiak.

Indikasi cholecystektomi terbuka :

Kurangnya cadangan pulmoner dan kardiak

Suspek kanker kandung empedu

Sirosis hepatis dan hipertensi porta

Kehamilan trimester ketiga

Laparoscopic Cholecystectomy

Kolesistitis akut dapat berkembang menjadi empyema kandung empedu,

kolesistitis emphisematosa atau perforasi kandung empedu walaupun diberi terapi

antibiotik. Dalam setiap kasus, kolesistektomi merupakan pengobatan terbaik dari

kolesistitis akut dengan komplikasi.

Kontraindikasi absolut :

Infeksi abdominal yang luas

Kehamilan

Kelainan perdarahan

Kontraindikasi relatif :

Cholecystitis akut Ikterus obstruksi

24

Page 25: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

Keganasan intra abdomen Riwayat pembedahan abdomen

sebelumnya (adhesi)

Teknik Operasi

Pasien di anestesi kemudian dilakukan pneumoperitoneum menggunakan gas co2,

baik dengan teknik terbuka (Hasson) atau dengan teknik jarum tertutup (Veress). Kanul

dengan diameter 10mm dimasukkan ke dalam abdomen dengan memasukkan video

laparoskopik. Inspeksi cavum abdomen, apakah ada kelainan lain. Tiga lubang tambahan

pada abdomen dibuat untuk memasukkan instrumen operasi. Sangat penting untuk

memastikan anatomi duktus sebelum memotong apapun, karena distorsi yang

ditimbulkan akibat penarikan kandung empedu dan terbatasnya sistem imaging dua

dimensi. Duktus cystikus diamankan dengan memasang klip metal atau plastik, kandung

empedu dilepaskan dari hati menggunakan diathermi probes atau ultrasonic coagulation

probes. Kandung empedu yang bebas ini biasanya dibuang melalui port umbilical. Untuk

itu, laparoskop dipindahkan pada port upper midline dan forcep dimasukkan melalui

kanula umbilikal. Leher kandung empedu digenggam dan ditarik ke dalam kanula,

kemudian kanula dan kandung empedu ditarik melalui dinding abdomen. Defek pada

fascia umbilikal harus dijahit untuk mencegah herniasi, tetapi lubang yang lain dibiarkan

tanpa jahitan. Sebagian besar pasien dapat berjalan dan mentoleransi makanan dalam

waktu 6 jam setelah operasi, dan hampir 80% pasien dapat KRS dalam waktu 24 jam.

Jeda waktu untuk kembali bekerja dan melakukan aktifitas normal jauh lebih cepat bila

dibandingkan dengan cholecystektomi terbuka.

25

Page 26: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

Gambar 2.6 : Susunan Operasi Cholecystectomy laparoscopicKomplikasi cholecystectomy laparoskopik

Penempatan jarum insuflasi, trokar dan instrumen lain

o Selama operasi : kerusakan usus, kerusakan pembuluh darah (contoh: arteri

iliaca), kerusakan diafragma dengan tension pneumothorax

o Setelah Operasi : perdarahan pada tempat insersi trokar, emfisema subkutan

o Late : herniasi melalui tempat masuknya trokhar dan strangulasi usus

Trauma pada sistem empedu

o Selama operasi : Kerusakan duktus koledokus dan duktus hepatikus,

perdarahan arteri cysticus dan arteri hepatikus kanan, perforasi kandung

empedu dengan tumpahnya empedu dan batu

o Setelah Operasi : Perdarahan, kebocoran pembuluh hati, kebocoran empedu

dari sisa duktus sistikus, batu empedu yang masih tersisa

Komplikasi lain

o Kerusakan usus akibat diathermi atau laser

26

Page 27: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan nyeri ulu hati mendadak yang bersifat hilang timbul sejak 3

bulan yang lalu, dengan adanya keluhan nyeri ulu hati harus dipikirkan beberapa

kemungkinan adanya penyakit seperti infark miokard, tukak peptik, appendisitis,

pancreatitis, pneumonia, pleuritis, herpes zoster pada nervus interkostal, spasme

esophagus, refluks gastroesofageal, irritable bowel syndrome, cholelithiasis dan

cholesistitis. Pada awalnya nyeri yang dirasakan tidak terlalu hebat, dan pasien mengira

ini merupakan gejala gastritis. Sejak pertama kali sakit, nyeri biasanya berangsur angsur

menghilang dengan segera setelah dioleskan minyak atau beristirahat, namun sejak ±1

minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa bahwa nyeri yang timbul berlangsung

lebih lama, bahkan dirasakan menetap dan terasa jauh lebih nyeri serta menjalar sampai

ke punggung. Nyeri juga kadang timbul tiba tiba pada malam hari saat pasien sedang

tidak beraktifitas. Tidak terdapat rasa panas ulu hati, kembung, mual, muntah, dan

demam. Pasien mengaku bahwa BAB baik dan tidak ada perubahan frekuensi, warna,

maupun konsistensi. BAK lancar dengan warna urin kuning jernih. Berdasarkan

pernyataan ini dapat disingkirkan beberapa kemungkinan yang tidak sesuai sehingga

dapat lebih mengarah pada suatu batu empedu yang yang sudah menimbulkan gejala.

27

Page 28: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

Dengan adanya kecurigaan kearah batu empedu maka dilakukan beberapa

pemeriksaan, yang dimulai dengan pemeriksaan fisik terlebih dahulu. Pada pasien ini

pemeriksaan abdomen menunjukkan bahwa abodemen soepel, nyeri tekan (+) pada

Upper Right Quadrant, hepar/ lien/ renal tidak teraba, murphy sign (-), defans muskular

(-), rebound phenomen (-), nyeri tekan Mc Burney (-), Rovsing sign (-), Obturator sign

(-), Psoas sign (-), nyeri ketok CVA (-/-), nyeri tekan suprapubik dan pinggang kanan (-).

Beberapa pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan nyeri ulu hati

yang ditimbulkan oleh appendisitis. Berdasarkan pemeriksaan fisik ini yang bermakna

adalah nyeri tekan minimal pada kuadran kanan atas. Nyeri tekan ini memiliki banyak

kemungkinan diagnosa, namun bila dicocokkan dengan hasil anamnesa maka kondisi

pasien ini mengarah pada kolelitiasis simptomatik yang dapat berkembang menjadi

kolesistitis. Menurut teori pada pasien dengan kolelitiasis tanpa komplikasi dapat

menimbulkan suatu nyeri kolik yang ditimbulkan oleh batu empedu umumnya timbul

akibat penyumbatan duktus sistikus oleh batu. Nyerinya timbul pada epigastrium atau

perut kuadran kanan atas dan menjalar ke punggung kanan atas dan antar scapulae, nyeri

menetap dan meningkat selama setengah jam pertama kemudian berkurang dalam 1

sampai 5 jam. Nyeri datang mendadak terutama pada malam hari atau 15 menit hingga 2

jam setelah makan terutama makanan berlemak, dapat disertai mual, muntah. Sedangkan

bila kondisi pasien sudah mengarah bahkan telah terjadi cholesistitis akut maka akan

timbul gejala-gejala nyeri yang lebih hebat seperti demam tinggi, menggigil, mual,

muntah,dan nyeri akan lebih menetap. Pada pasien ini gejala nyeri yang dirasakan masih

minimal, namun gejala tersebut selama 1 minggu terakhir ini dirasakan semakin berat dan

sering, ini menandakan bahwa kondisi pasien ini sudah bukan gejala awal kolesistitis

namun sudah mengarah pada suatu kolesistitis akut yang bila mana tidak segera

dilakukan tindakan akan menimbulkan keluhan lain yang lebih hebat.

Oleh karena kecurigaan terhadap kolesistitis akut semakin kuat maka

dilakukanlah beberpa pemeriksaan penunjang yang berguna untuk menunjang hasil

anamnesa dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil pemeriksaan

darah lengkap, leukosit pasien didapatkan 6450 /mm3 yang artinya masih dalam batas

normal. Keadaan normal pada leukosit ini tidak dapat menyingkirkan diagnosa

kolesistitis karena pada beberapa pasien dengan kolesistitis hasil leukositnnya bisa

28

Page 29: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

normal atau mengalami leukositosis ringan (12.000 – 15.000 /mm3). Apabila leukosit

yang ditemukan tinggi sekali kita dapat menduga bahwa telah terjadi kolesistitis

gangrenous, perforasi atau kolangitis. Dan bila disertai peningkatan kadar bilirubin direk

dan total, alkali fosfatase, transaminase dan amilase dapat dicurigai ikterus obstruktif.

Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan elektrokardiogram untuk

menyingkirkan kemungkinan iskemia ataupun infark miokardium, karena pada angina

pectoris tidak spesifik nyeri dada yang ditimbulkan dapat pula dirasakan dan dikeluhkan

pasien pada daerah epigastrium dan bisa bersifat hilang timbul ataupun makin memberat

tergantung dari penyumbatan yang terjadi pada arteri koronarianya.

Pemeriksaan berikutnya yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa pasien ini

adalah dengan menggunakan pemeriksaan radiologis berupa pemeriksaan ultrasonografi.

Batu dalam kandung empedu akan memberikan gambaran acoustic shadow dan bergerak

bersama gerakan napas pasien. Pada kolesistitis akuta akan terlihat penebalan dinding

kandung empedu, cairan perikolestik dan pasien akan merasa nyeri di perut kanan atas aat

pemeriksaan (sonographic Murphy’s sign) dengan tingkat spesifitas >98% dan

sensitivitas >95%. Pada pasien ini pun telah di lakukan USG abomen sesuai dengan

langkah-langkah yang dianjurkan. Dan hasilnya menunjukkan bahwa kandung empedu :

Ukuran normal, dinding menebal, batu multiple dengan ukuran terbesar 0.36 cm, acoustic

shadow (+), Kesan : Cholelitiasis + Cholecystitis.

Beberapa buku juga menyebutkan mengenai peran pemeriksaan CT-Scan dalam

hal mendiagnosa suatu cholelitiasis dan cholecystitis. Disebutkan bahwa pemeriksaan ini

tidak rutin untuk dilakukan karena sulit untuk membedakan cairan empedu dengan batu

empedu kecuali bila batu tersebut mengandung banyak kalsium. Pemeriksaan ini

terutama dilakukan apabila ada kecurigaan terhadap adanya suatu neoplasma, baik

neoplasma hepar, pankreas, abses maupun penyakit parenkimal lainnya.

Kurang lebih terdapat 15% pasien batu kandung empedu disertai batu dalam

duktus koledokus oleh karena itu dalam menegakkan diagnosis batu kandung empedu

perlu dipikirkan kemungkinan batu dalam duktus koledukus.

Berdasarkan klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah

dilakukan maka pasien ini di diagnosa menderita Kolelitiasis dan kolesistitis akut, dan

telah dilaksanakan cholelcystectomy laparoscopic pada tanggal 18 Oktober 2013 serta

29

Page 30: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

ditemukan batu kolesterol di dalam kandung empedunya. Dan dengan metode

cholelcystectomy laparoscopic, pasien ini dapat pulih dalam waktu singkat dan dapat

segera meninggalkan rumah sakit karena sebagian besar pasien dengan metode operasi

ini dapat berjalan dan mentoleransi makanan dalam waktu 6 jam setelah operasi, dan

hampir 80% pasien dapat keluar rumah sakit dalam waktu 24 jam. Waktu yang

dibutuhkan untuk kembali bekerja dan melakukan aktifitas normal jauh lebih cepat bila

dibandingkan dengan cholecystektomi terbuka.

Prognosa pada pasien ini adalah baik karena pada pasien tersebut segera

dilakukan kolesistektomi laparoskopik dan tidak ada keluhan maupun hasil pemeriksaan

pasca operasi yang mengarah pada terjadinya komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cullen JJ, Maes EB, Aggrawal S, et al. Effect of endotoxin on opossum

gallbladder motility: a model of acalculus cholecystitis. Ann Surg. Aug

2009;232(2):202-7.

2. De U. Evolution of Cholecystectomy : A tribute to Carl August Langenbuch.

Indian J Surg. 2004;66:97-100.

3. Donovan JM. Physical and metabolic factors in gallstone pathogenesis.

Gastroenterol Clin North Am. Mar 2009;28(1):75-97.

4. Guyton AC, 2005. Textbook of medical physiology. Eleventh edition.

Philadelpia: Sounders Company.

5. Huffman JL, Schenker S. Acute acalculous cholecystitis – a review. Clin

Gastroenterol Hepatol. Sep 9 2009.

6. Isselbacher, KJ, Braunwald E, martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison; Prinsip

– Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor Bahasa Indonesia: Prof. Dr. H. Ahmad H.

Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2009.

7. Jong De. Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor Bahasa Indonesia : R. Sjamsuhidajat.

Edisi 3. EGC. Jakarta. 2010.

30

Page 31: Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis

8. Moore KL, Agur AMR. 2007. Essential Clinical Anatomy. Third Edition.

Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins.

9. Sitzmann JV, Pitt HA, Steinborn PA, et al. Cholecystokinin prevents parenteral

nutrition induced biliary sludge in humans. Surg Gynecol Obstet. Jan

2008;170(1):25-31.

31