Respon Masyarakat Terhadap Penataan Kawasan Malioboro (Sebuah Kajian Umpan Balik Kebijakan Publik)...

download Respon Masyarakat Terhadap Penataan Kawasan Malioboro (Sebuah Kajian Umpan Balik Kebijakan Publik) Oleh Topohudoyo

of 25

description

malioboro

Transcript of Respon Masyarakat Terhadap Penataan Kawasan Malioboro (Sebuah Kajian Umpan Balik Kebijakan Publik)...

  • 1

    RESPON MASYARAKAT TERHADAP PENATAAN KAWASAN MALIOBORO

    ( Sebuah Kajian Umpan Balik Kebijakan Publik ) Oleh : Topohudoyo

    Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, tingkat kebutuhan masyarakat

    juga semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan manusia disatu sisi menyebabkan

    semakin tingginya mobilitas manusia sebagai konsekuensi logis dari adanya

    peningkatan kebutuhan. Mobilitas penduduk yang tinggi menjadikan semakin komplek

    persoalan yang dihadapi masyarakat, baik dari sisi personal maupun social. Bahkan

    tingkat mobilitas yang begitu tinggi berpengaruh pula pada kualitas lingkungan hidup

    terutama pada pusat-pusat aktivitas.

    Malioboro merupakan salah satu kawasan yang mempunyai beban berat dalam

    menghadapi perkembangan ilmu dan teknologi saat ini. Selain sebagai pusat aktivitas

    perekonomian masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya, Malioboro juga merupakan

    kawasan yang syarat dengan berbagai atribut social budaya maupun sejarah

    perjuangan beserta dengan berbagai bangunan sejarah. Atribut-atribut tersebut oleh

    masyarakat diharapkan untuk dilestarikan agar masyarakat tidak kehilangan jejak

    sejarah Yogyakarta.

    Malioboro telah menjadi Ikon bagi Yogyakarta, sehingga segala bentuk kebijakan

    dalam melakukan penataan terhadap kawasan ini perlu tetap memperhatikan tetap

    lestarinya berbagai atribut yang menjadi ikon bagi Yogyakarta tersebut. Persoalan yang

    muncul kemudian ketika dilakukan penataan adalah lebih disebabkan oleh adanya

    benturan kepentingan yang berkaitan dengan berbagai atribut tersebut. Namun mau

    tidak mau kalau kita ingin Malioboro tetap menjadi ikon Yogyakarta yang mempunyai

    daya tarik dan pesona dari segala aspeknya tersebut, maka perlu dilakukan penataan

    yang komprehensip dan mampu mengakomodir semua kepentingan tersebut.

    Mengingat beban Malioboro sudah demikian berat dan kondisinya sudah tidak

    nyaman lagi bagi aktivitas masyarakat, maka pemerintah Propinsi bersama dengan

    pemerintah Kota merencanakan untuk menata kawasan Malioboro. Penataan tersebut

    dilakukan dengan tujuan untuk tetap menjaga kelestarian Malioboro, namun dalam

    kondisi lingkungan yang nyaman serta aman bagi semua aktivitas masyarakat

    pengguna/ pengunjung Malioboro.

  • 2

    Pemerintah provinsi dan kota Yogyakarta yang mempunyai tanggung jawab baik

    fisik maupun moral terhadap penyediaan fasilitas umum (publik) demi terbukanya

    peluang masyarakat untuk mengembangkan diri dan usahanya dalam upaya

    meningkatkan kualitas hidup (kesejahteraan) dan sekaligus memberikan rasa aman dan

    nyaman masyarakat secara keseluruhan pada akhirnya harus melakukan penataan dan

    penertiban suatu kawasan termasuk Malioboro.

    Namun demikian dalam upaya melakukan penataan suatu kawasan padat

    aktivitas hampir pasti terjadi benturan benturan kepentingan yang bermuara pada aksi-

    aksi protes mulai dari yang lunak (polemik) di media massa sampai aksi demontrasi

    (unjuk rasa). Demikian halnya dengan rencana pemerintah Provinsi dan pemerintah

    Kota Yogyakarta yang berencana melakukan penataan kawasan Malioboro ternyata

    menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat baik yang pro maupun kontra.

    Mengingat begitu pentingnya arti Malioboro (kawasan) bagi masyarakat

    Yogyakarta, baik sebagai symbol social maupun pusat kreativitas dan aktivitas seni

    budaya dan ekonomi, telah menumbuhkan sensitifitas yang amat tinggi pada

    masyarakat, sehingga begitu mendengar akan dilakukan penataan kawasan ini,

    masyarakat cepat bereaksi memberikan tanggapan dengan segala argumentasi dan

    kepentingan masing-masing. Polemik tentang Malioboropun pada akhirnya muncul dan

    banyak dimuat di suratkabar (media massa), khususnya terbitan Yogyakarta.

    Untuk ikut memberikan kontribusi terhadap upaya pemerintah dalam melakukan

    penataan Kawasan Malioboro demi terwujudnya kawasan yang indah, nyaman, aman

    dan tertib serta tetap terjaga kelestarian budaya dan utuhnya peninggalan sejarah

    kawasan ini, maka kami (BPPI Wil. IV Yogyakarta) mencoba untuk melakukan kajian

    terhadap Polemik yang muncul akibat adanya rencana atau keinginan pemerintah

    (Provinsi, Kota) untuk melakukan penataan (revitalisasi) kawasan Mlioboro.

    Permasalahan Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap rencana penataan Malioboro? Tujuan dan Manfaat

    1. Mengetahui aspirasi dan sikap masyarakat terhadap rencana penataan

    Malioboro

    2. Sebagai masukan pada pengambil kebijakan penataan malioboro, dalam hal ini

    adalah Pemerintah Propinsi dan Kota Yogyakarta.

  • 3

    Metode Penelitian

    - Penelitian ini bersifat deskriptip dengan metode Conten Analisys, dimana konten

    analisis merupakan metode penelitian yang menekankan pada elemen-elemen

    pesan (Krippendorff, 1991). Metode ini termasuk metode dalam penelitian

    komunikasi untuk menarik kesimpulan dari suatu proses komunikasi dengan

    mengkarakterisasikan isi pesan secara obyektif dan sistematik. Dalam kaitan itu,

    Rakhmat (1986) juga mengemukakan, analisis isi merupakan teknik penelitian

    untuk memperoleh gambaran isi pesan komunikasi massa yang obyektif,

    sistematik dan relevan secara sosiologis. Uraian dalam analisis boleh saja

    menggunakan prosedur-prosedur kuantitatif maupun kualitatif. Sementara

    Barelson menyebutkan bahwa analisis isi sebagai teknik penulisan untuk

    memaparkan isi yang dinyatakan (manifest) secara obyektif, sistematik dan

    kuantitatif (dalam Siregar, 1986).

    - Data diambil dari SKH Kedaulatan Rakyat Periode Bulan April dan Mei

    - Pengkodingan dilakukan terhadap semua berita yang berkaitan dengan

    penataan Malioboro.

    - Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS dan penyajiannya dalam

    bentuk tabular/grafik.

    Populasi dan Sampel

    Populasi dalam penelitian ini semua berita yang berkaitan dengan penataan

    Kawasan Malioboro Yogyakarta yang dimuat dalam suratkabar harian Kedaulatan

    Rakyat. Seluruh data yang terkumpul dalam penelitian ini selanjutnya disebut item.

    Sampel dalam penelitian ini adalah sampel populasi, artinya semua berita yang

    yang masuk sebagai populasi yaitu pemberitaan yang menyangkut masalah penataan

    kawasan Malioboro Yogyakarta yang telah dipublikasikan oleh harian Kedaulatan

    Rakyat.

    Katagorisasi : Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian dimana dilakukan dengan

    metode Analisis Isi, maka katagorisasi merupakan hal pokok yang harus dilakukan.

  • 4

    Untuk itu penulis menggunakan beberapa katagori sebagai bahan untuk melakukan

    analisis terhadap respon masyarakat terhadap rencana Penataan Kawasan Malioboro

    ini. Katagori Sumber berita/informasi dalam penelitian ini kami tempatkan sebagai

    katagori/unsur utama untuk melakukan analisis dengan pertimbangan sumber

    merupakan ujud atau representasi masyarakat yang sekaligus merupakan wakil

    komunitasnya. Meski dalam penempatan susunan katagorisasi katagori ini tidak

    ditempatkan pada urutan pertama, hal tersebut hanya masalah teknis semata. Adapun

    katagorisasi yang kami gunakan selengkapnya adalah :

    I. Bentuk Tulisan :

    1. Headline : Adalah berita-berita yang judulnya ditulis dengan huruf lebih besar

    dibanding dengan judul-judul yang lain.

    2. Berita Biasa : Adalah semua tulisan dalam media yang tidak diberi penekanan

    tertentu (misalnya huruf lebih besar dari yang lain) atau dalam bentuk kolom

    tertentu.

    3. Tajuk Rencana : Adalah tulisan yang diberi judul Tajuk Rencana (Kedaulatan

    Rakyat), berupa ulasan dari redaksi terhadap sesuatu persoalan yang dianggap

    penting.

    4. Artikel : Tulisan yang mencantumkan nama penulisnya dibawah judul,

    biasanya menyoroti suatu permasalahan tertentu, atau berupa ide.

    4. Pojok : Adalah tulisan yang ditempatkan pada kolom/rubrik pojok dan

    biasanya ada tulisan pojok KR dll.

    5. Pikiran Pembaca : Tulisan yang diletakkan dalam rubrik pikiran pembaca atau

    surat pembaca atau nama lain, biasanya memuat pendapat atau usulan atau

    saran atau informasi terhadap suatu persoalan tertentu.

    6. Kolom/Features : Berita dalam kolom tertentu yang ditulis dengan runtut

    terhadap suatu persoalan atau masalah tertentu (yang tidak masuk dalam 6

    katagori di atas).

    7. Karikatur : Suatu informasi berbentuk gambar kartun (biasanya), yang berupa

    sindiran terhadap suatu masalah, kondisi, peristiwa atau kebijakan.

    II. Jenis Informasi :

    1. Informasi Peristiwa/Isu

    2. Informasi Kebijakan

  • 5

    3. Respon Kebijakan

    4. Respon Peristiwa/Isu

    III. Sikap/ Respon :

    1. Mendukung : Suatu sikap memihak menyetujui/menerima dengan

    menyangatkan atau mempertegas terhadap peristiwa atau kebijakan yang ada.

    2. Menolak : Suatu sikap memihak, menolak atau menentang peristiwa atau

    keadaan atau kebijakan yang ada.

    3. Netral : Suatu sikap yang tidak memihak terhadap salah satu pendapat

    IV. Sumber Informasi/Berita

    1. Pemerintah/Eksekutip : Yang termasuk dalam katagori ini Pejabat-pejabat

    pemerintah baik daerah maupun pusat termasuk dalam katagori ini adalah

    pegawai pemerintah yang bicara atas nama instansinya atau lembaganya.

    2. DPR/Legislatip : Yang termasuk dalam katagori ini adalah anggota legislatip

    (DPR/MPR) baik pusat maupun daerah.

    3. Pakar/Ilmuwan : Orang-orang yang oleh masyarakat luas sudah dikenal

    kepakarannya atau keahliannya dalam suatu bidang tertentu masuk dalam

    katagori ini.

    4. LSM/ORMAS : Orang yang bicara mengatasnamakan partai yang diikuti masuk

    dalam katagori ini.

    5. ORPOL / Parpol : Orang yang bicara mengatasnamakan partai yang diikuti

    masuk dalam katagori ini.

    6. PERS : Pojok dan Tajuk masuk dalam katagori ini, juga berita hasil reportase

    wartawan masuk katagori ini.

    7. Mahasiswa : Intitusi kemahasiswaan, wadah-wadah perjuangan mahasiswa

    dsb contoh : FKI, BEM, HMI, GMNI, FMPR dsb

    8. Masyarakat Awam : Berita-berita yang tidak masuk dalam 7 (tujuh) katagori di

    atas masuk dalam katagori ini.

    9. Pengguna Malioboro : Yang termasuk dalam katagori ini adalah Pemilik Toko,

    Tukang parkir, Pedagang, PKL, Tukang becak, Buruh Gendong, Kusir dokar

    yang sehari-harinya bekerja atau beroperasi di kawasan Malioboro.

    V. Sasaran Sikap /Berita/Tulisan

  • 6

    1. Pemerintah/Eksekutip : Yang termasuk dalam katagori ini Pejabat-pejabat

    pemerintah baik daerah maupun pusat termasuk dalam katagori ini adalah

    badan-badan usaha milik negara, Dinas-dinas pemerintahan dan Departemen,

    2. DPR/Legislatip : Yang termasuk dalam katagori ini adalah anggota legislatip

    (DPR/MPR) baik pusat maupun daerah.

    3. Pakar/Ilmuwan : Orang-orang yang oleh masyarakat luas sudah dikenal

    kepakarannya atau keahliannya dalam suatu bidang tertentu

    4. LSM/ORMAS : Organisasi kemasyarakatan, misalnya YLKI, PMI, LBH, MKGR,

    BKOW dsb

    5. ORPOL/Parpol : PDI, Golkar, PAN, PBB, PPP, dsb, termasuk didalamnya

    adalah satuan-satuan tugasnya misalnya Bemper, GPK dsb

    6. PERS : Lembaga Penerbitan/Penyiaran, Wartawan/asosiasi wartawan dan

    redaktur media masuk dalam katagori ini.

    7. Mahasiswa : Intitusi kemahasiswaan, wadah-wadah perjuangan mahasiswa

    dsb contoh : FKI, BEM, HMI, GMNI, FMPR dsb

    8. Masyarakat Umum : Yang tidak masuk dalam 7 katagori/kelompok di atas

    masuk dalam katagori ini.

    Latarbelakang Teoritik

    Pembangunan dapat didefinisikan sebagai serangkaian upaya yang

    direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah, badan-badan atau lembaga-lembaga

    internasional, nasional, atau lokal, yang terwujud dalam bentuk-bentuk kebijaksanaan,

    program, atau proyek, yang secara tersurat atau tersirat dimaksudkan untuk terciptanya

    kehidupan warga masyarakat ke arah yang lebih baik atau lebih sejahtera daripada

    sebelum adanya pembangunan tersebut. Dalam perspektif seperti ini, sebuah program

    pembangunan dapat dilihat sebagai sebuah program untuk mengubah secara

    terencana kebudayaan dari masyarakat yang dibangun (lihat Suparlan, 1997).

    Karena pembangunan pada dasarnya dimaksudkan untuk melakukan perubahan

    kebudayaan masyarakat, maka pendekatan yang perlu diperhatikan dan digunakan

  • 7

    untuk melihat bagaimana respons masyarakat terhadap proyek pembangunan dimaksud

    di antaranya yang penting adalah pendekatan kebudayaan.

    Untuk melihat lebih jauh bagaimana pendekatan kebudayaan itu diterapkan guna

    dapat terealisasikannya pembangunan, dalam hal ini pembangunan penataan kawasan

    Malioboro perlu lebih dahulu dipahami makna dari kebudayaan dimaksud. Kebudayaan

    adalah keseluruhan pengetahuan dan keyakinan masyarakat (pemilik kebudayaan) yang

    digunakan sebagai landasan pedoman untuk mempersepsi, memperlakukan, dan

    mengambil keputusan sesuai dengan lingkungan atau tantangan yang dihadapi

    (Suparlan, 1996). Pengetahuan dan keyakinan inti yang menjadi dan dijadikan pedoman

    itu disebutnya sebagai nilai-nilai budaya. Inti dari nilai-nilai budaya itu, adalah

    pandangan hidup (worldview) dan etos. Pada gilirannya, worldview dan etos tersebut

    mendasari terhadap orientasi nilai yang dianutnya.

    Kalau realitas sosial11 dipersepsi berdasarkan atas kerangka orientasi nilai yang

    diikuti adalah negatif, maka cara merespons terhadap realitas itu juga akan cenderung

    negatif. Dalam konteks penataan Malioboro, realitas itu menyangkut pada dua hal

    sekaligus yaitu penataan (revitalisasi) dalam satu segi, dan Malioboro dalam segi yang

    lain.

    Jika pembangunan disepakati sebagai suatu rencana perbaikan kualitas

    terhadap sesuatu (kawasan Maioboro) dan untuk tujuan peningkatan kesejahteraan

    rakyat (berdampak kepada kemajuan dan perbaikan ekonomi rakyat) tetapi andaikan di

    dalam praktiknya rencana seperti itu diragukan bahkan ditolak, maka meragukan atau

    menolak di sini, bisa jadi bukan karena Penataan-nya itu sendiri (segi ontologis)

    melainkan segi epistemologis (kebijakan, motivasi) atau metodologis (prosedur, proses)

    dari bentuk-bentuk revitalisasi tersebut. Ini artinya, pembangunan dalam konteks

    masyarakat tidak bisa dilepaskan dari pandangan atau kesan masyarakat terhadap

    model-model pembangunan yang selama ini dijalankan pemerintah, yaitu bercorak top

    down dan pengabaian terhadap potensi dan kepentingan rakyat untuk bisa terlibat ke

    dalamnya. Adanya kepentingan sejumlah pihak termasuk adanya free-riders seperti

    oknum pejabat, pengusaha, dan elite politik untuk mengambil keuntungan di balik

    proyek pembangunan, semakin menjauhkan dan sekaligus melahirkan perasaan masa

    bodoh rakyat, termasuk kecurigaan-kecurigaan terhadap motivasi di balik pembangunan

    itu sendiri. Dengan kata lain, jika kemudian lahir penguatan rakyat untuk melakukan

    penolakan terhadap pembangunan, bisa jadi bukan karena mereka tidak menganggap

    penting terhadap jenis pembangunan atau proyek pembangunan dimaksud, tetapi

  • 8

    karena pandangan dan persepsi yang cenderung negatif terhadap motif dan solah-

    tingkah oknum-oknum yang mencari untung di balik proyek.

    Penataan kawasan Malioboro merupakan kegiatan pembangunan yang sangat

    strategis bagi perkembangan DIY secara keseluruhan. Malioboro merupakan Ikon bagi

    Yogyakarta, pengunjung yang datang ke Yogyakarta yang terbersit dalam pikirannya

    pertama kali pasti Malioboro. Sejak lama Malioboro memang telah dikenal sebagai pusat

    aktivitas masyarakat dari berbagai kalangan, baik ekonomi, seni budaya maupun

    kegiatan/aktivitas wisata

    Nilai trategis dari dari penataan Kawasan Malioboro, kegunaannya terkait

    dengan kebutuhan-kebutuhan dasar pengguna Malioboro (masyarakat yang terkena

    imbas penataan) dalam satu segi, dan kebutuhan masyarakat Yogyakarta secara

    keseluruhan dalam percaturan nasional dan dunia pada segi yang lain. Namun karena

    kawasan Malioboro syarat dengan nilai sejarah dan budaya serta pusat perekonomian

    Yogyakarta, mempunyai keterkaitan erat tidak saja dengan persoalan teknis penataan

    dan keekonomiannya, tetapi juga mempunyai kaitan erat dengan masalah lingkungan,

    sosial-budaya dan politik, maka dibutuhkan persiapan yang lebih matang, bahkan perlu

    secara khusus mengkaji dari sisi tanggapan masyarakat.

    Ketika kita sepakat melihat perlunya perubahan paradigmatic dalam

    perencanaan pembangunan, maka kajian terutama kajian sosial budaya, bukan saja

    relevan tetapi juga mendasar. Masalahnya, dalam konteks masyarakat, rencana

    penataan Malioboro akan menghadirkan makna-makna menurut tingkat-tingkat

    pengetahuan, persepsi, dan ekspektasi termasuk kekhawatiran masyarakat.

    Pemaknaan atau penafsiran yang berbeda-beda itu, dalam hal-hal tertentu menjelaskan

    bahwa sebetulnya pengetahuan rakyat terhadap penataan Malioboro, bisa jadi -- lebih

    tertuju pada penataannya itu sendiri yaitu bahwa antara kebutuhan, manfaat, dan resiko

    yang terjadi, dianggap tidak seimbang. Rersiko yang disebabkan adanya penataan

    Malioboro menyangkut aspek-aspek sosial ekonomi dan budaya dinilai cukup besar,

    sehimngga kebijakan penataan kawasan ini perlu diambil langkah-langkah

    komprehensip dan antisipatif terhadap berbagai persoalan yang kemungkinan timbul.

    Langkah Pemerintah provinsi dan pemerintah kota yang membuka kran aspirasi

    dan partisipasi masyarakat untuk ikut memikirkan baagaimana baiknya bentuk dan

    prosedur penataan kawasan malioboro nantinya merupakan langkah maju yang

    pemerintah dan bukti adanya perubahan mindset pemerintah. Perubahan dari model

    pembangunan yang top-down ke model pembangunan yang buttom up. Perubahan

  • 9

    mindset demikian ini tentu saja patut disambut baik. Langkah tersebut yakni dengan

    melemparg\kan berbagai alternatif bentuk penataan Malioboro ke depan, dan hasilnya

    cukup menggembirakan, terbukti berbagai tanggapan (respon) masyarakat bermunculan

    di media massa.

  • 10

    HASIL KAJIAN / PENELITIAN A. Contoh Beberapa Berita ( ringkasan )

    Berbicara soal Malioboro, tampaknya tidak akan pernah usai, berbagai aktivitas

    masyarakat banyak tertumpu di kawasan ini, mulai dari aktivitas ekonomi (belanja),

    wisata, seni dan budaya sampai aktivitas politik banyak tertumpu di kawasan ini.

    Akibatnya berbagai persoalan sosial juga sering muncul, entah soal pedagang kaki lima

    (PKL) yang dinilai sering bikin ulah maupun masalah parkir kendaraan yang

    mengganggu lalulintas dan keindahan kota hingga warung angkringan yang memarkir

    gerobaknya di sembarang tempat. Untuk mengatasi berbagai persoalan yang sering

    muncul tersebut, serta sebagai antisipasi perkembangan ke depan, Pemkot Yogyakarta

    dan Pemprov DIY berniat untuk menata kawasan ini agar lebih nyaman, di antaranya

    menjadikan Malioboro sebagai kawasan pedestrian (kawasan untuk pejalan kaki).

    Guna mendukung wacana penataan tersebut telah diadakan kerjabakti massal

    bertajuk Nikmatnya Malioboro Bersih, yang dipimpin Wakil Walikota Yogyakarta Syukri

    Fadholi (27/3) dimana hal itu telah mendapat sambutan antusias dari berbagai

    masyarakat, baik dari musisi dan seniman seperti grup musik Shaggy Dog, Esnanas

    serta Kornchong Chase. Adapun tujuan dari kerjabakti massal ini adalah salah satu cara

    untuk menanamkan kecintaan pada Malioboro. Untuk melakukan penataan kawasan ini,

    diperlukan 2 hal yakni menumbuhkan kesadaran masyarakat dan dengan menegakan

    aturan hukum. Karena dari kebersihan saja sebenarnya tidak cukup, mengingat

    penataan kawasan Malioboro sebagai ikon wisata juga perlu keindahan. Hal tersebut

    juga didukung oleh Ketua Panitia, Oddi Dipta Manggala , agar event yang diadakan

    selama 4 minggu berturut-turut (20/3-10/4) dapat menanamkan budaya dan merubah

    perilaku masyarakat agar menjaga kebersihan kawasan Malioboro dan menggugah

    serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap Malioboro. Lain lagi dengan

    Bedjes Santosa, Project Leader, dia mengajak semua komunitas yang terlibat dalam

    kegiatan menciptakan budaya bersih di Yogyakarta pada umumnya dan Malioboro pada

    khususnya untuk bergabung.

    Sementara berkait dengan pengembangan kawasan Malioboro yang juga akan

    dilengkapi basement tempat parkir dan diharapkan mampu menampung sekitar 2000

    kendaraan, Gubernur DIY Sri Sultan HB X (30/3) mengungkapkan, karena masalah

    yang selama ini muncul di Malioboro adalah soal parkir, kemungkinan akan

  • 11

    dikembangkan kawasan Malioro dengan membuat basement atau tempat parkir

    sepanjang Malioboro, yaitu dari ujung stasiun Tugu hingga Alun-alun Utara, atau

    alternatif pilihan lain. Alternatif itu adalah Malioboro akan dicoba sebagai kawasan

    Pedestian, setiap orang yang masuk Malioboro agar berjalan kaki, tidak boleh naik

    kendaraan. Dengan alternative diatas berarti harus ada tempat parkir yang memadai.

    Hal senada juga dibenarkan Walikota Yogya Herry Zudianto, hanya saja untuk

    menjadikan pendestrian, masih diperlukan teknik tatakota dan anggaran, yang nantinya

    diharapkan Malioboro bisa ditata sebagai gabungan tempat wisata dan belanja.

    Pada sisi lain Ketua Paguyuban Juru Parkir (Jukir) Sigit Karsonoputro dan Wakil

    Ketua Paguyuban Pedagang Kali Lima (PKL) Tridharma Suparjo bersama beberapa

    PKL mengatakan, penolakan terhadap rencana Pemerintah Kota Yogyakarta dan

    Pemerintah Provinsi DIY untuk menata Malioboro menjadi kawasan pedestrian atau

    khusus untuk pejalan kaki dan bebas dari lalulalang kendaraan bermotor. Alasan

    penolakannya adalah mereka khawatir bakal kehilangan pendapatan jika rencana itu di

    implementasikan.

    Harusnya PKL dan Jukir tidak perlu merasa takut/khawatir kehilangan

    pendapatan. Karena hal itu sudah diperhitungkan Pemprov dan Pemkot Yogyakarta,

    ujar Asisten Fasilitasi dan Investasi Pemprov DIY, Dr Ir Sunyoto Dipl HE DEA

    menanggapi adanya kekhawatiran tersebut. Kepala Bapedalda DIY, Prof Dr Sudarmadji

    menyatakan, sudah saatnya Malioboro dibenahai, sebab selama ini penelitian tentang

    penataan kawasan Malioboro yang menelan banyak biaya sudah sering dilakukan. Jika

    hal itu dibiarkan terus, dikhawatirkan kondisi lingkungan Malioboro bakal semakin parah.

    Diterapkannya pedestrian, paling tidak mampu menekan beban pencemaran udara

    secara umum dan secara fisik nantinya lingkungan bertambah nyaman. Dan dilihat dari

    kacamata lingkungan dan konservasi, kebijakan menjadikan Malioboro kawasan bebas

    kendaraan bermotor, bakal menyelematkan jantung Kota Yogyakarta dari polusi

    lingkungan, sosial maupun budaya.

    Bahkan Pakar transportasi dan kawasan perkotaan UGM, Ir Danang Parikesit

    mengemukakan, pembangunan kawasan pedestrian atau kawasan khusus untuk

    pejalan kaki di suatu kota, tidak akan berpengaruh negatif terhadap kegiatan/aktivitas

    perekonomian setempat. Bahkan berdasarkan pengalaman negara-negara maju seperti

    Cina, Jerman, Singapura dan sebagainya dengan dijadikannya kawasan pedestrian.

    Perkembangan dan kegiatan perekonomian suatu wilayah justru mengalami

    peningkatan cukup pesat. Sebab orang yang datang ke kawasan tersebut menjadi lebih

  • 12

    banyak, peluang dan daya serap berbagai produk yang ditawarkan pedagang pun

    menjadi lebih besar.

    Lain halnya dengan Pengusaha pemilik Mirota Batik dan Kerajinan di jalan A

    Yani, Hamzah Hendro, menyatakan rencana menjadikan Malioboro sebagai kawasan

    pedestrian atau pejalan kaki, harus dipikirkan masak-masak. Jangan hanya sesaat saja,

    demi menjaga tidak terjadinya kemacetan. Bahkan Hamzah khawatir, jika Malioboro

    hanya untuk pejalan kaki, nantinya justru akan memunculkan kesemrawutan baru, sama

    halnya memindahkan pasar Sri Wedani ke Malioboro. Berbeda dengan pendapat Kepala

    Bapedda Kota Yogya, Tri Djoko Susanto, yang mengatakan dalam program revitalisasi

    kawasan Malioboro, untuk pedestrian dibuat secara kontinuitas, misalnya Jalan

    Malioboro dan Jalan Suryatmajan. Memang keleluasan bagi pejalan kaki di Malioboro

    sudah harus diperhatikan, di antaranya pada jam puncak, sejak pukul 15.00 sampai

    21.00 di mana jumlah pejalan kaki mencapai 26 ribu. (Kedaulatan Rakyat, 2/4/05, hal.3).

    Kepala Badan Pariwisata Daerah, Ir Condroyono MSP (3/4), mengungkapkan

    dijadikannya kawasan Malioboro sebagai kawasan pedestrian, jika dilihat dari sisi

    kualitas lingkungan jelas hal ini bakal lebih baik. Sebab polusi dan pencemaran udara

    menjadi minim, karena tidak lagi dilewati lalu lalang kendaraan bermotor yang

    mengeluarkan banyak emisi gas buang. Sedang dari pejalan kaki pun tampak lebih

    nyaman, karena tidak berdesak-desakan, sehingga dapat menikmati suasana kota

    secara lebih santai (Kedaulatan Rakyat, 4/4/05, hal. 2).

    Setelah berbagai upaya dilakukan, rencana revitalisasi Kawasan Malioboro yang

    meliputi Jalan Malioboro, Jalan A Yani, Jalan Trikora, dan Alun-alun Utara, akhirnya

    akan segera terwujud. Hal itu ditandai dengan penandatangan MoU antara Walikota

    Yogyakarta Herry Zudianto dengan investor PT Duta Anggada Jakarta yang diwakili

    oleh Direktur Utama Hartadi Angko Subroto. Acara tersebut disaksikan oleh Gubernur

    DIY Sri Sultan HB X beserta jajarannya, dan KGPH H Hadiwinoto yang mewakili

    Keraton Yogyakarta.

    Dalam kesepakatan tersebut Wakilota mengatakan konsep yang ingin

    dikembangkan adalah menjadikan Malioboro sebagai kawasan pedestrian atau pejalan

    kaki. Demi terwujudnya gagasan tersebut perlu adanya sarana atau tempat parkir yang

    memadai, dan mampu menampung kendaraan dalam jumlah banyak. Mengingat

    terbatasnya lahan parkir di sekitar Malioboro maka penyediaan lahan parkir baru hanya

    bisa dilakukan dengan pembangunan lahan bawah tanah. Adapun salah satu lokasi

    yang menjadi alternative untuk pembangunan lahan parkir bawah tanah adalah alun-

  • 13

    alun utara Yogyakarta. Sehubungan dengan itu pihak investor diberi kesempatan untuk

    melakukan kajian, studi kelayakan, diseminasi, diskusi, presentasi, konsep desain,

    penelitian serta berbagai langkah awal sebelum revitalisasi kawasan Malioboro

    dilaksanakan selama enam bulan. (Kedaulatan Rakyat, 11/5/05, hal.2).

    Meskipun masih sebatas wacana, Sri Sultan Hamengku Buwono X, selaku Raja

    Keraton Yogyakarta maupun Gubernur Propinsi DIY telah memberikan lampu hijau

    apabila di bawah Alun-alun Utara akan dibangun lahan parkir serta pertokoan, sebagai

    alternative dalam upaya revitalisasi Kawasan Malioboro menjadi wilayah pedestrian.

    Menurut Sultan izin itu diberikan mengingat kondisi Alun-alun Utara selama ini terlihat

    kumuh akibat parkir sembarangan dan banyaknya PKL yang tidak teratur

    keberadaannya. Kondisi tersebut menjadikan Alun-alun Utara tidak indah untuk

    dipandang. Mengenai nilai sejarah dan filosofi Alun-alun Utara yang kemungkinan rusak

    akibat pembangunan lahan parkir bawah tanah, Sultan berharap agar masyarakat tidak

    perlu khawatir, karena yang bernilai sejarah adalah bagian atas dari Alun-alun Utara

    bukan yang berada di bawah tanah (Kedaulatan Rakyat, 12/5/05, hal.2).

    Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto mengatakan pembuatan lahan parkir di

    bawah Alun-alun Utara Yogyakarta, sama sekali tidak mengubah kondisi di atas alun-

    alun. Karenanya masalah ini tidak perlu dibesar-besarkan dan dikaitkan denga

    pelanggaran UU Perlindungan Cagar Budaya, sebab substansi keberadaan Alun-alun

    tidak berubah sama sekali. Bahkan perlu dicatat, kalau Sri Sultan HB X juga menyetujui

    pembangunan ini, karena memang parkir bawah tanah merupakan salah satu alternative

    dan lahan yang paling memungkinkan untuk pengembangan Malioboro sebagai

    kawasan pedestrian.

    Ketua DPRD Kota, Arif Noor Hartanto juga mendukung rencana tersebut.

    Menurutnya bila melihat perilaku wisatawan domestic yang selalu ingin parkir dekat

    pusat kota, maka parkir di bawah Alun-alun merupakan salah satu solusi terbaik.

    Alasannya kondisi lahan di sekitar Malioboro saat ini sangat terbatas. Dengan parkir

    yang tertata akan memudahkan akses ke pusat kota dan mendukung potensi wisata.

    Rencana Pemkot Yogyakarta dan Pemprov DIY menjadikan Alun-alun Utara

    sebagai lahan parkir bawah tanah disambut positif oleh Ketua BPD PHRI (Perhimpunan

    Hotel dan Restoran Indonesia) DIY, Drs Stef B Indarto MBA. Indarto mengakui, bahwa

    setiap kegiatan pasti akan menimbulkan pendapat pro kontra, namun yang terpenting

    dari semua ini adalah aspek kemanfaatannya. Hanya saja gebrakan dan gagasan yang

  • 14

    cukup brilian ini dapat terwujud dengan baik, alangkah baiknya sejak awal perlunya

    dilakukan sosialisasi yang intensif dan efektif.

    Pendapat senada juga diungkapkan Ketua LPMK Prawiradirdjan, Oedy Cahyono

    yang menyambut baik akan rencana pembangunan tempat parkir di Alun-alun Utara

    Yogyakarta. Langkah itu dapat mengurangi kesemrawutan parkir, meningkatkan sektor

    ekonomi, serta menciptakan lapangan kerja baru bagi warga sekitar. Bahkan parkir

    bawah tanah ini juga bisa menjadi aset wisata yang tidak dimiliki oleh daerah lain.

    Sedangkan bagi para PKL yang selama ini sudah berada di Alun-alun dan sekitarnya,

    nantinya akan lebih diuntungkan karena pendapatannya akan lebih meningkat.

    Asisten Bidang Fasilitas dan Investasi Pemprov DIY, Dr Ir Sunyoto Dipl DEA,

    mengatakan pengembangan kawasan-kawasan di Yogyakarta dilakukan guna mengikuti

    perkembangan zaman. Pengembangan Malioboro sebagai kawasan pedestrian, justru

    untuk mengembalikan Yogyakarta nyaman seperti tempo dulu sekitar 1960-an. Dengan

    catatan pengembangan tidak merugikan para PKL, termasuk stake holder yang berada

    di kawasan Malioboro. Jika memungkinkan, dalam penataan para PKL dipindahkan

    menjadi satu tempat di kawasan Malioboro (Kedaulatan Rakyat, 14/5/05, hal.2).

    Sementara Wakil Ketua Ikatan Keluarga Gunungkidul (IKG) di Jakarta Subani

    SH MH berharap Sultan, baik sebagai gubernur maupun raja untuk mempertimbangkan

    kembali gagasan ini. Karena pembangunan parkir di bawah alun-alun akan membuat

    keraton kehilangan roh. Lebih dari itu dikhawatirkan orang di luar Yogya akan kurang

    berminat untuk melakukan perjalanan wisata, sebab beberapa nilai sejarah sudah

    terdistorsi. Untuk itu alangkah baiknya upaya penyediaan lahan parkir dilakukan

    dengan memindahkan stasiun Kereta Api Tugu Yogyakarta kearah barat, sehingga

    lokasi itu dapat digunakan untuk areal parkir (Kedaulatan Rakyat, 13/5/05, hal.2).

    B. Sumber Berita/Informasi Sumber berita merupakan sesuatu yang amat penting dalam pemberitaan media

    massa, dimana berita yang baik persyaratannya salah satu diantaranya adalah sumber

    berita yang jelas, selain apa yang disampaikan, kepada siapa ditujuan dan dimana serta

    kapan hal itu disampaikan (5 W + 1 H). Dikaitkan dengan kajian ini, maka sumber berita

    mempunyai makna yang amat penting, melalui katagori sumber ini kita bisa melakukan

    prediksi dan analisis apa yang sebenarnya mendasari dibalik masalah yang

    disampaikan. Persoalan yang disampaikan mengarah pada satu kepentingan

  • 15

    masyarakat luas atau sekedar kepentingan kelompok atau golongan atau bahkan

    pribadi.

    Untuk persoalan penataan Malioboro, bila dilihat dari siapa yang bicara atau

    sumber beritanya, diketahui bahwa sumber berita yang digunakan cukup bervariatif. Ini

    menunjukkan bahwa ternyata persoalan Malioboro memang menarik dan menimbulkan

    keinginan orang untuk ikut memikirkannya. Dari sisi lain bervariasinya sumber berita

    yang ada menunjukkan bahwa Malioboro menjadi milik semua segmen dan elemen

    masyarakat, sehingga bila pemerintah mau melakukan penataan (revitalisasi) memang

    semestinya melibatkan banyak elemen masyarakat dan keputusan yang diambil

    seyogyanya (sebisa-bisanya) harus mampu mengakomodir semua kepentingan yang

    ada.

    Gambar 1

    Sumber Berita

    Sumber : Data primer

    Pelaku di Malioboro

    Masyarakat umum

    PERS

    LSM/ORMAS

    Pakar/ilmuw an

    DPR/legislatif

    Pemerintah/eksekutif

    Perc

    ent

    40

    30

    20

    10

    0

    15

    55

    15

    21

    5

    33

    Gambar di atas menunjukkan adanya adanya perhatian masyarakat yang cukup

    besar terlihat dari adanya bermacam latar belakang atau kapasitas sumber berita yang

    berbeda-beda. Kapasitas seseorang dan latar belakang kepentingan akan memberikan

    sinyal kearah mana arah pendapat atau pandangan diarahkan, khususnya dalam

    masalah revitalisasi malioboro. Sementara bila dilihat dari frekuensi kemunculannya

    terlihat bahwa pemerintah atau kalangan eksekutif lebih banyak mendominasi,

    kemudian pakar/ilmuwan, kemudian dengan prosentase yang sama kalangan

    LSM/ORMAS dan Pelaku Malioboro (lihat gambar 1).

    Besarnya prosentase kalangan pemerintah membicarakan masalah penataan

    Malioboro, menunjukkan bahwa pemerintah daerah benar-benar menunjukkan adanya

  • 16

    keseriusan di dalam masalah ini, yakni pemerintah secara sungguh-sungguh ingin

    menyampaikan berbagai persoalan (sosialisasi) yang mendasari kenapa penataan

    kawasan Malioboro perlu dilakukan. Sejalan dengan paradigma pembangunan yang

    lebih memperhatikan aspirasi rakyat, maka kiat pemerintah daerah ini merupakan

    perwujudan keseriusannya untuk memberikan kesempatan seluruh elemen masyarakat

    berpartisipasi di dalam rencana penetaan kawasan Malioboro. Sebagaimana yang

    dikemukakan oleh Gubernur DIY (Sultan HB X) yang juga di sampaikan oleh walikota

    Yogyakarta, bahwa kajian dan penelitian terhadap upaya melakukan revitalisasi

    Malioboro telah sejak lama dilakukan, dan kesimpulannya memang demi untuk tetap

    menjaga kelestarian kawasan Malioboro, baik kelestarian sosial budaya, ekonomi dan

    pariwisata, maka penataan perlu segera dilakukan. Dalam upaya melibatkan

    masyarakat luas, pemerintah daerah masih terus melakukan kajian terhadap alternatif

    pengembangannya sambil menunggu respon masyarakat.

    Berbagai alternatif kebijakan untuk membentuk sosok Malioboro kedepan yang

    disampaikan pemerintah nampaknya memang merupakan upaya untuk mencari

    masukan masyarakat luas agar nantinya revitalisasi yang dilakukan sesuai dengan

    aspirasi yang ada, dengan tetap mempertahankan fungsi-fungsi yang selama ini melekat

    pada Malioboro. Upaya pemerintah daerah nampaknya cukup berhasil, terbukti

    beberapa respon berupa tulisan di media massa, baik berupa dukungan, kritikan dan

    harapan terhadap penataan Malioboro muncul. Bahkan kalau kita amati dari tabel di

    atas (Gambar 1) respon yang ada dilihat dari kapasitas sumber cukup memadai dan

    bisa mewakili sebagaian besar masyarakat.

    C. Jenis Berita Jenis berita merupakan salah satu katagori yang penulis gunakan sebagai

    sarana pemecahan masalah penelitian ini. Hal ini kami maksudkan untuk memberikan

    gambaran secara jelas maksud dari tulisan atau sumber berita menyampaikan

    informasinya. Karena kapasitas sumber berita akan memberikan makna atau arti yang

    berbeda dari sebuah pernyataan atau pesan. Dalam kaitan ini hasil penelitian

    menunjukkan bahwa ternyata sebagian besar tulisan atau pemberitaan mengenai

    masalah penataan kawasan Malioboro adalah berjenis respon kebijakan. Artinya

    masyarakat ternyata mempunyai perhatian yang cukup tinggi yang cukup tinggi

    terhadap kawasan ini.

  • 17

    Gambar 2

    Jenis Berita

    Sumber : Data primer

    Respon KebijakanInformasi kebijakan

    Pe

    rce

    nt

    80

    60

    40

    20

    0

    69

    31

    Gambar di atas (hasil penelitian), menunjukkan bahwa berita yang masuk

    katagori respon kebijakan terhadap rencana penataan Malioboro mencapai jumlah

    prosentase yang cukup tinggi, yakni 69 persen, sementara sisanya merupakan jenis

    berita yang berupa informasi. Kenyataan tersebut merupakan indikasi tingginya

    perhatian masyarakat terhadap Malioboro yang notabene merupakan ikon Yogyakarta

    yang cukup menarik minat masyarakat luas untuk datang di Yogyakarta. Perhatian

    masyarakat yang demikian tinggi tak lepas dari nilai nilai baik histories maupun budaya

    dan social ekonomi yang melekat pada kawasan Malioboro. Seperti kita ketahui

    sekarang ini sejalan dengan perkembangan kawasan Malioboro juga berkembang

    menjadi kawasan perekonomian, sehingga sedikit mengaburkan nilai social budaya

    yang sejak dahulu telah pula melekat pada kawasan ini.

    Disisi lain tingginya respon masyarakat juga dikarenakan kawasan Malioboro

    merupakan kawasan yang menjadi lahan atau daerah pencari nafkah sebagian

    masyarakat dari berbagai profesi, sehingga ada kekhawatiran akan menghilangkan

    sumber penghidupan mereka, yang berarti kesejahteraan mereka akan terusik. Faktor

    kepentingan merupakan dorongan yang kuat bagi masyarakat untuk menerima atau

    menolak suatu kebijakan, atau paling tidak memberikan respon atau tanggapan

  • 18

    terhadap kebijakan yang diambil pemerintah. Kondisi inilah yang dihadapi DIY dalam

    usahanya menciptakan suasana kondusif di kawasan Malioboro. Memang kalau dicerna

    lebih dalam dari fakta lapangan, revitalisasi Malioboro merupakan sesuatu yang mau

    tidak mau harus dilakukan demi tetap menjaga image dan citra Yogyakarta di mata

    dunia. Namun karena disana sudah ada kehidupan yang demikian kompleks maka di

    dalam melakukan revitalisasi juga perlu tetap menjaga dan mengakomodir semua

    kepentingan yang ada, agar tidak menumbuhkan persoalan baru.

    Gambar 3

    Konteks Pembicaraan

    Sumber : Data primer

    BudayaKeamananKesraPolitikEkonomi

    Pe

    rce

    nt

    50

    40

    30

    20

    10

    0

    15

    3

    33

    41

    8

    Masalah ekonomi dan kesejahteraan merupakan alasan yang cukup banyak

    dikemukakan oleh masyarakat dalam memberikan respon terhadap rencara penataan

    Malioboro. Dimana ini sangat berkait dengan masalah lapangan dan lokasi kerja/usaha

    bagi masyarakat yang selama ini memanfaatkan kawasan ini sebagai tempat usahanya.

    Kekhawatiran tersebut sebenarnya merupakan bentuk traumatic dari pengalaman

    diberbagai tempat dimana sering terjadi adanya penataan suatu kawasan menimbulkan

    suatu penggusuran, sehingga orang yang sudah lama menggantungkan hidupnya

    (rakyat kecil) dilokasi tersebut tidak lagi dapat melakukan aktivitasnya lagi karena tak

    ada tempat, atau karena beaya untuk tetap bertahan disitu tidak ada. Disinilah

    sebenarnya persoalan yang sering terjadi karena traumatic terhadap pengalaman-

  • 19

    pengalaman menjadikan sering terjadi penolakan atas penataan suatu kawasan

    terutama oleh penghuni. Hal tersebut juga terjadi pada rencana penataan Malioboro,

    dimana ada beberapa sumber yang menyatakan menolak atau kurang setuju terhadap

    rencana pemerintah untuk melakukan penataan Malioboro, lebih-lebih dengan akan

    diberlakukannya sebagai kawasan Pedestrian. Penolakan atau kurang setujunya

    tersebut lebih dikarenakan adanya kekhawatiran mereka terhadap kemungkinan

    kehilangan mata pencaharian atau menurunnya pendapatan mereka.

    Gambar 4 menunjukkan adanya beberapa penolakan atau kekurang setujuan

    sebagian masyarakat terhadap rencana Pemerintah Daerah untuk melakukan

    revitalisasi kawasan Malioboro. Meski dilihat dari prosentasenya tergolong kecil, namun

    hal tersebut tetap saja mempunyai makna yang perlu mendapatkan perhatian.

    Penolakan memang bisa diartikan sebagai hal yang negatif namun juga dapat diartikan

    sebagai hal yang positif tergantung bagaimana kita melakukan penilaian dan

    argumentasi apa yang digunakan di dalam melakukan penolakan. Bahkan bila dicerna

    lebih dalam untuk masalah Penataan kawasan Malioboro ini penolakan masyarakat

    tergolong sesuatu yang memberikan makna positif bagi rencana revitalisasi Malioboro.

    Ini merupakan suatu sinyal dari bawah agar di dalam melakukan penataan pemerintah

    juga tetap memperhatiakan elemen bawah masyarakat, lebih-lebih pada kelompok

    masyarakat yang selama ini telah menggantungkan nasib dan hidupnya di kawasan

    Malioboro.

    Gambar 4

    Sikap/Respon (sumber)

    Sumber : Data primer

    NetralMenolakMendukung

    Perc

    ent

    100

    80

    60

    40

    20

    01010

    79

  • 20

    Sepuluh persen merupakan prosentase yang tergolong kecil, itu bila kita lihat

    nilai prosentase, namun bila kita kaitkan dengan jumlah penduduk Yogyakarta, maka

    angka itu mempunyai arti yang sangat besar, shingga pengambil kebijakan perlu juga

    memperhatikan apa yang menjadi kehendak atau keinginan mereka terhadap penataan

    Malioboro ini.

    Karena kalau dilihat dari sumber atau orang yang menyatakan kurang setuju

    atau menolak penataan, khususnya bila Malioboro dijadikan kawasan pedestrian maka

    kebanyakan adalah pelaku/pengguna atau orang-orang yang menggantungkan nasib

    dan hidupnya di kawasan Malioboro, baik sebagai tukang parkir, PKL, dan mereka yang

    bergerak dalam jasa transportasi. Argumentasi yang dijadikan sebagai dasar penolakan

    adalah kekhawatiran mereka nantinya akan kehilangan pekerjaan yang berarti

    perekonomian keluarga akan terganggu kesejahteraan menjadi tidak terjamin.

    Tabel di bawah menunjukkan adanya faktor kepentingan yang memberikan

    pengaruh terhadap pandangan dan sikap masyarakat atas rencana revitalisasi

    Malioboro, dimana bila ada kepentingan masyarakat atau kelompok masyarakat merasa

    akan terusik kepentingannnya cenderung malakukan penolakan atau perlawanan.

    Sebaliknya bila kepentingan mereka dirasa tidak akan terusik maka sikapnya juga akan

    lebih kooperatif.

  • 21

    Sumber Berita * Sikap/Respon (sumber) Crosstabulation

    Sumber Berita Sikap/Respon

    Total Mendukung Menolak Netral

    Pemerintah/eksekutif 13 13

    100.0% 100.0%

    41.9% 33.3%

    33.3% 33.3%

    DPR/legislatif 2 2

    100.0% 100.0%

    6.5% 5.1%

    5.1% 5.1%

    Pakar/ilmuwan 8 8

    100.0% 100.0%

    25.8% 20.5%

    20.5% 20.5%

    LSM/ORMAS 5 1 6

    83.3% 16.7% 100.0%

    16.1% 25.0% 15.4%

    12.8% 2.6% 15.4%

    PERS 1 1 2

    50.0% 50.0% 100.0%

    3.2% 25.0% 5.1%

    2.6% 2.6% 5.1%

    Masyarakat umum 1 1 2

    50.0% 50.0% 100.0%

    3.2% 25.0% 5.1%

    2.6% 2.6% 5.1%

    Pelaku di Malioboro 1 2 3 6

    16.7% 33.3% 50.0% 100.0%

    3.2% 50.0% 75.0% 15.4%

    2.6% 5.1% 7.7% 15.4%

    31 4 4 39

    79.5% 10.3% 10.3% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

    79.5% 10.3% 10.3% 100.0%

    Sumber : Data primer D. Sasaran Sikap

    Sasaran sikap merupakan salah satu hal yang cukup penting dari suatu

    respon masyarakat, setiap sikap baik itu suatu perbuatan maupun tulisan tentu

  • 22

    memiliki sasaran atau arah kepada siapa sikap tersebut ditujukan. Dalam

    menanggapi persoalan rencana revitalisasi Malioboro oleh Pemerintah daerah

    Propinsi DIY dan Kota Yogyakarta hasil kajian ini ternyata menunjukkan adanya

    keseimbangan sasaran sikap, yakni yang ditujukan pada pemerintah maupun

    yang ditujuakan pada masyarakat umum.

    Gambar 5

    Sasaran Sikap

    Sumber : Data primer

    Masyarakat umumPemerintah/eksekutif

    Pe

    rce

    nt

    60

    50

    40

    30

    20

    10

    0

    5149

    Sasaran sikap yang berimbang ini menunjukkan adanya komunikasi timbal balik

    yang cukup signifikan antara pemerintah dengan masyarakat. Disini juga bisa dimaknai

    adanya suatu proses penyatuan atau kesepahaman untuk mengakomodir berbagai

    kepentingan yang ada dan berkait dengan kawasan Malioboro. Makna lain yang

    terkandung dibalik berimbangnya sasaran respon masyarakat ini adalah adanya potensi

    kemitraan yang cukup baik antara pemerintah dan masyarakat yang bila kondisi ini

    dikelola dengan baik akan merupakan kekuatan besar yang dapat menjadi pendorong

    percepatan pembangunan daerah.

    Dari tulisan-tulisan yang ada diketahui, bahwa sasaran sikap yang ditujukan

    pada masyarakat umum merupakan suatu bentuk penyampaian informasi yang

    memberikan dasar pikiran dan argumentasi atas rencana revitalisasi malioboro.

  • 23

    Sementara tulisan atau berita yang ditujuan pada pemerintah (pemerintah daerah prov.

    DIY dan pemerintah Kota) pada umumnya berisi keinginan masyarakat agar dalam

    melakukan revitalisasi Malioboro, pemerintah lebih mengedepankan kepentingan

    bersama dan menghindarkan langkah-langkah yang dapat menimbulkan kerugian

    masyarakat, terutama mereka yang selama ini telah menggantungkan hidupnya di

    kawasan Malioboro.

    P E N U T U P A. Kesimpulan :

    - Langkah pemerintah daerah Propinsi DIY dan Kota Yogyakarta untuk melakukan

    penataan kawasan Malioboro (revitalisasi) dengan tujuan menciptakan rasa

    nyaman, aman, tertib dan indah dilihat dari sisi kewenangan dan otoritas

    memang sudah sesuai dan seharusnya dilaksanakan demi untuk memberikan

    ruang gerak yang lebih leluasa bagi seluruh masyarakat untuk beraktivitas.

    Dimana pemerintah selaku penyelenggara negara mempunyai kewajiban untuk

    mengamankan amanat rakyat sebagaimana termaktub dalam UUD45 yakni

    mewujudkan kesejahteraan rakyat.

    - Banyaknya tanggapan yang disampaikan masyarakat terlepas itu suatu

    penolakan ataupun dukungan yang disalurkan melalui suratkabar Kedaulatan

    Rakyat (sample kajian), menunjukkan bahwa Malioboro memang merupakan

    area atau tempat atau kawasan yang mempunyai daya tarik bagi masyarakat

    karena merupakan kawasan yang syarat dengan berbagai aktivitas seperti

    budaya, ekonomi, bahkan menurut sejarahnya kawasan ini juga merupakan

    basis perjuangan bangsa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

    - Secara umum tanggapan masyarakat terhadap rencana penataan kawasan

    Malioboro cukup positip dan dinilai akan membawa perubahan cukup significan

    terhadap peningkatan/perkembangan peradaban pada kawasan ini. Namun

    demikian juga ada kekawatiran sebagian orang terutama pedagang kecil, PKL,

    dan tukang parkir yang selama ini telah menggantungkan hidupnya di kawasan

    Malioboro. Mereka khawatir tidak akan dapat tempat atau lahan usaha

    (kehilangan tempat usaha) bila revitalisasi kawasan Malioboro benar-benar

    dilakukan lebih-lebih bila diperuntukan sebagai kawasan Pedestrian. Sehingga

  • 24

    golongan ini cenderung menolak pedestrian (pejalan kaki) diberlakukan di

    Malioboro.

    - Penolakan sebagian pengguna atau orang yang selama ini hidup dari kawasan

    Malioboro sebenarnya lebih disebabkan oleh kurang mengertinya (belum

    fahamnya) mereka terhadap rencana menyeluruh dari pemerintah daerah dalam

    melakukan revitalisasi (penataan) kawasan Malioboro, dan trauma terhadap

    seringnya terjadi penggusuran tanpa solusi memadai bila suatu kawasan

    dilakukan pembenahan.

    B. Rekomendasi :

    Dari berbagai pendapat atau respon masyarakat yang beragam terhadap

    rencana revitalisasi Malioboro (kawasan), pemerintah (pemprov dan pemkot) perlu

    mengambil langkah-langkah antisipatif dan responsif terhadap berbagai aspirasi dan

    harapan mereka, terutama masyarakat kecil yang selama ini telah menghuni

    kawasan Malioboro baik sebagai pelaku ekonomi, seni budaya maupun wisata.

    Penjelasan secara detil yang disertai berbagai penjelasan tentang

    kemungkinan yang dapat memberikan keuntungan atau paling tidak kepentingan

    mereka tetap terjaga bila revitalisasi dilaksanakan.

    Pemerintah Daerah provinsi DIY dan Kota segera membuat Rencana Induk

    (master plan) secara detil tentang revitalisasi kawasan Malioboro dan segera pula di

    sosialisasikan pada masyarakat.

    Daftar Pustaka

    Depari, Eduard dan Colin MacAndrews; Peraan Komunikasi Massa dalam

    Pembangunan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1978. Flournoy, Don Michael; Analisa Isi Suratkabar-Suratkabar Indonesia, Gadjah Mada

    University Press, 1989.

    Krippendorff, Klaus, Analisis Isi, Pengantar dan Metodologi, Rajawali Pers, Jakarta,

    1991

    Rakhmat, Jalaluddin, Sosiologi Komunikasi Massa, Remadja Karya, Bandung,

    1986

  • 25

    Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, Remaja Rosda Karya,

    Bandung, 1999

    Setiawan, Bambang, Content Analysis, Penerbit FISIPOL UGM, Yogyakarta, 1985.

    Simbolon, Parakitri T; Vademekum Wartawan, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 1997.