Reseptor Hormon Steroid

27
RESEPTOR HORMON STEROID Telah diketahui dengan baik pada tiga dekade terakhir ini bahwa hormone steroid bertindak berdasarkan regulasi dari ekspresi gen. Hormon steroid (misalnya androgens, estrogens, glukokortikoid, mineralokortikoid, dan progesterone) merupakan melokul hidrofobik yang relative kecil dan masuk ke dalam sel target dengan proses difusi sederhana. Dalam sel target, hormone steroid ini bekerja diperantai oleh suatu protein reseptor nuclear yang spesifik, yang merupakan bagian dari superfamily dari faktor transkripsi ligan - modulated yang mengatur homeostasis, reproduksi, perkembangan, dan diferensiasi. Golongan ini termasuk reseptor untuk semua hormone steroid, hormone tiroid, semua trans dan 9-cis asam retinoid, 1,25- dihidroksi-vitamin D, ecdysone dan reseptor peroxisome proliferator-activated. Sebagai tambahan, peningkatan jumlah protein nuclear telah teridentifikasi dengan suatu struktur protein yang homolog terhadap reseptor nuclear, tetapi tanpa suatu ligand yang diketahui, Reseptor tersebut kemudian dikenal sebagai reseptor “orphan” dari subfamily faktor transkripsi yang penting dan yang berkerja baik tanpa ligand atau dengan ligand endogen yang belum diketahui. Protein reseptor memiliki kesetimbangan diasosiasi konstanta dengan magnitude 10 -9 -10 -10 M dan sel target pada umumnya memiliki 10.000 molekul reseptor. Awal lokalisasi sitoplasmik hormone steroid di

description

h

Transcript of Reseptor Hormon Steroid

Page 1: Reseptor Hormon Steroid

RESEPTOR HORMON STEROID

Telah diketahui dengan baik pada tiga

dekade terakhir ini bahwa hormone steroid

bertindak berdasarkan regulasi dari ekspresi

gen. Hormon steroid (misalnya androgens,

estrogens, glukokortikoid,

mineralokortikoid, dan progesterone)

merupakan melokul hidrofobik yang relative

kecil dan masuk ke dalam sel target dengan

proses difusi sederhana. Dalam sel target,

hormone steroid ini bekerja diperantai oleh

suatu protein reseptor nuclear yang spesifik,

yang merupakan bagian dari superfamily

dari faktor transkripsi ligan - modulated

yang mengatur homeostasis, reproduksi,

perkembangan, dan diferensiasi. Golongan

ini termasuk reseptor untuk semua hormone

steroid, hormone tiroid, semua trans dan 9-

cis asam retinoid, 1,25-dihidroksi-vitamin

D, ecdysone dan reseptor peroxisome

proliferator-activated. Sebagai tambahan,

peningkatan jumlah protein nuclear telah

teridentifikasi dengan suatu struktur protein

yang homolog terhadap reseptor nuclear,

tetapi tanpa suatu ligand yang diketahui,

Reseptor tersebut kemudian dikenal sebagai

reseptor “orphan” dari subfamily faktor

transkripsi yang penting dan yang berkerja

baik tanpa ligand atau dengan ligand

endogen yang belum diketahui. Protein

reseptor memiliki kesetimbangan diasosiasi

konstanta dengan magnitude 10-9-10-10 M

dan sel target pada umumnya memiliki

10.000 molekul reseptor.

Awal lokalisasi sitoplasmik hormone

steroid di dalam sebuah sel target didasarkan

pada observasi bahwa pada keadaan tidak

adanya hormone di dalam jaringan target

dari hewan yang telah mengalami

pengangakatan adrenal, ovarium, dikebiri

atau hewan yang belum dewasa, didapati

bahwa resptor bisa diisolasi dari fraksi

‘cytosol’. Lokalisasi subseluler ini telah

menghasilkan sebuah model two-step untuk

cara kerja hormone steroid, tahap pertama

berupa pengikatan hormone terhadap

reseptor hormone dan tahap kedua berupa

transformasi subsequent dari kompleks

reseptor hormone menjadi bentuk DNA-

binding dan translokasi simultan dari

kompleks menuju nucleus. Sejak tersedianya

antibodi spesifik bagi hormone steroid dan

lebih banyak teknik fraksinasi subesluler

yang menakjubkan, semakin jelas bahwa

model two-step harus dievaluasi kembali

karena kebanyakan reseptor steroid berada

didalam nucleus dalam keadaan tidak

adanya hormone dan mengalami perubahan

bentuk menjadi bentuk ikatan nucleus yang

ketat setelah mengikat hormone.

Model cara kerja dari hormon steroid

saat ini melibatkan mekanisme yang terdiri

Page 2: Reseptor Hormon Steroid

dari beberapa tahapan, seperti yang tampak

pada Gambar 1. Setelah hormone steroid

masuk ke dalam sel target, pengikatan

terjadi terhadap reseptor yang merespon,

diikuti dengan disosiasi heat shock protein

di dalam sitoplasma, secara bersamaan

diikuti oleh perubahan konformasional dari

protein reseptor, yang menyebabkan

transformasi dan translokasi terhadap

nucleus. Mekanisme ini mencerminkan

situasi bagi reseptor glukokortikoid.

Reseptor estradiol dan vitamin D berada

predominan di dalam nucleus pada saat tidak

adanya hormone. Reseptor ini menjadi

teraktivasi di dalam nucleus setelah terjadi

pengikatan terhadap ligand mereka. Untuk

reseptor androgen dan progesterone, sebuah

mekanisme telah diajukan. Setelah terjadi

pengikatan terhadap sekuens DNA spesifik

di dalam nucleus, reseptor mengalami

dimerisasi dengan molekul kedua dan

seluruh homodimer menerima protein

tambahan (misalnya koaktivator, faktor

transkripsi general, RNA polymerase II),

menyebabkan aktivasi spesifik dari

transkripi di daerah tersendiri kromatin.

LATAR BELAKANG

Struktur daerah fungsional reseptor

hormone steroid

Setelah cloning pertama dari sebuah cDNA

dari reseptor hormone steroid pada tahun

1985, telah diperoleh lebih banyak informasi

mengenai struktur molekul dari reseptor

hormone steroid. Analisis komparatif

struktural dan fungsional dari nuclear

reseptor hormone telah menunjukkan

organisasi struktural yang umum pada

keempat daerah fungsional yang berbeda:

sebuah daerah dengan ujung NH2, daerah

DNA-binding, sebuah hinge region, dan

sebuah daerah ligand-binding (Gambar 2).

Daerah dengan ujung N yang tidak

terlindung berperan dalam regulasi cell type-

specific transcriptional dan sangat bervariasi

dalam ukuran (Gambar 2). Daerah ini juga

sangat bersifat imunogenik.

Daerah DNA-binding merupakan

daerah yang sangat terlindungi diantara

anggota dari reseptor superfamily. Daerah

ini mengandung banyak asam amino dasar

dan 9 residu cysteine yang terlindungi.

Page 3: Reseptor Hormon Steroid

Gambar 1 Model cara kerja hormone steroid yang disederhanakan. Protein kunci adalah reseptor

hormone steroid (R, warna hujau), yang mengikat heat shock protein (hsp 90, warna biru).

Reseptor memasuki nucleus melalui sebuah nuclear localization signal intrinsik. Setelah

pengikatan hormone steroid, baik yang bisa terjadi di sitoplasma atau di dalam nucleus,

kompleks reseptor heteromerik-hsp90 mengalami diasosiasi dan reseptor kemudian berikatan

sebagai dimer terhadap sekuens DNA yang spesifik. Pengikatan terhadap DNA di tempat yang

spesifik mengakibatkan sintesis mRNA dan terjadilah sintesis protein, yang akhirnya

menimbulkan respon dari RNA polymerase III, RNA polymerase II.

Informasi lebih detail telah diketahui pada

struktur Kristal dari daerah DNA-binding

dari kompleks reseptor glukokortikoid

dengan DNA. Informasi struktural ini

mungkin bisa bersifar repesentatif bagi

golongan reseptor hormone steroid lainnya.

Secara singkat, daerah DNA-binding ini

memiliki struktur yang padat, bulat, dimana

dua sub-struktural bisa dibedakan. Kedua

sub-struktural mengandung satu pusat atom

zinc, yang berinteraksi melalui ikatan

koordinasi dengan empat residu cysteine

(Gambar 3). Kedua kelompok zinc berbeda

secara struktural dan fungsional dan dikode

oleh dua exon yang berbeda. α-heliks dari

kebanyakan kelompok zinc dengan N-

terminal berinteraksi langsung dengan

nukleotida dari hormone response element

Page 4: Reseptor Hormon Steroid

dalam rantai utama DNA. Tiga residu asam

amino pada N-terminus dari α-heliks

Gambar 2

Sekuens

homolog antara

reseptor

androgen (hAR), reseptor progesterone (hPR), reseptor glukokortikoid (hGR), reseptor

mineralokortikoid (hMR) dan reseptor α estrogen (hER). Bagian hinge (kotak terbuka) terletak

diantara daerah DNA-binding (kotak biru) dan daerah ligand-binding (kotak hijau). Sekuens

dan ukuran dari bagian hinge tidak terjaga diantara reseptor-reseptor hormone steroid. Daerah

NH2-terminl (kotak abu-abu) sangat bervariasi dalam ukuran dan komposisi. Lokalisasi

kromosomal dari gen-gen yang mengkode reseptor-reseptor hormone steroid manusia ini telah

ditemukan.

Gambar 3 Motif sekuens dan fungsional dari daerah DNA-binding reseptor androgen (AR-DBD).

Sekuens asam amino dari AR-DBD tampak dalam bentuk kode huruf tunggal. Daerah ini terdiri dari dua

kelompok molekul zinc. Kelompok zinc pertama (N-terminal) mengandunag P-box (proximal box, warna

merah) yang dimana dari tiga residu (lingkaran merah) menentukan spesifisitas pengenalan hormone

receptor element (HRE). Kelompok zinc keduda mengandung D-box (distal box, warna hijau) yang

Page 5: Reseptor Hormon Steroid

menentukan lokasi residu asam amino dan terlibat dalam interaksi protein-protein dengan molekul

reseptor kedua di dalam kompleks homodimer. Kelompok zinc kedua juga mengandung bagian pertama

dari nuclear localization signal (NLS, garis biru).

bertanggung jawab terhadap pengenalan

spesifik dari sekuens DNA dari elemen

responsif (Gambar 3). Ketiga residu asam

amino ini (Gly, Ser, Val) mirip pada

reseptor androgen, progesterone,

glukokortikoid dan mineralokortikoid dan

berbeda dengan residu di posisi homolog

pada reseptor estradiol. Hal ini tidak

mengejutkan, oleh karena itu reseptor dari

androgen, progesterone, glukokortikoid dan

mineralokortikoid dapat mengenali elemen

respon yang sama. Untuk

respon spesifik hormon dan jaringan dari

reseptor yang berbeda, tambahan determinan

diperlukan. Penting dalam hal ini bahwa

sekuens DNA mengapit hormone response

element, interaksi reseptor dengan protein

lainnya dan konsentrasi reseptor. Motif dari

kelompok zink kedua seharusnya terlibat

dalam interkasi protein-protein seperti

dimerisasi reseptor

Diantara daerah DNA-binding dan

daerah ligand-binding,terletak sebuah hinge

region, dimana daerah tersebut juga

bervariasi dalam hal bentuk pada reseptor

steroid yang berbeda (Gambar 2). Daerah

hinge ini bisa dianggap sebagai penghubung

yang fleksibel dantara daerah ligand-binding

dan molekul reseptor sisanya. Daerah ini

juga mengandung nuclear localization

signal.

Daerah hormone-binding merupakan

daerah yang paling terlindungi kedua.

Daerah ini dikode oleh sekitar 250 residu

asam amino pada ujung C-terminal dari

molekul (Gambar 2). Studi kristalografi

dengan daerah ligand-binding dari 9-cis

retinoid acid receptor alpha (RXRα) dan

semua trans retinoic acid receptor gamma

(RARγ) memberikan padangan yang baik

tentang struktur tiga dimensi dari daerah ini

pada reseptor nuclear. Keseluruhan struktur

daerah ligand-binding terdiri dari 12 α-

heliks dan sebuah two-stranded anti-parallel

β-sheet yang kecil. Yang menarik adalah

perbedaan struktur dari daerah ligand-

binding dengan ada dan tidaknya suatu

ligand. Reseptor yang memiliki ligand

memiliki struktur yang lebih padat Wurtz

dan rekannya mengusulkan sebuah

mekanisme umum tentang aktivasi dari

reseptor nuclear, dimana perubahan

konformasional didalam daerah ligand-

binding yang mengakibatkan kontak tertutup

Page 6: Reseptor Hormon Steroid

antara heliks 12 dan heliks 4, sehingga

terjadi sebuah interaksi permukaan yang

mengakibatkan pengikatan koaktivator

terhadap daerah akitivasi ligand-dependent.

Struktur tiga dimensi yang diajukan untuk

daerah ligand-binding dari reseptor retinoid

juga tepat bagi reseptor hormone steroid,

seperti yang telah ditemukan untuk α

reseptor estradiol. Rongga ligand-binding

pada reseptor estrogen terdiri dari beberapa

heliks dan membentuk sebuah kantong

hidrofobik yang seluruhnya dibatasi dari

lingkungan eksternal. Menariknya, setelah

pengikatan dari anti-estrogen raloxifene,

lipatan daerah ligand-binding berbeda dari

yang sudah berikatan dengan agonis

estrogen (Gambar 4). Heliks 12 menjadi

berubah posisi dan sekarang menonjol dari

binding pocket, menyebabkan perubahan

struktur 3 dimensi, dengan konsekuensi

untuk interaksi permukaan dari daerah

ligand-binding dan untuk pengambilan ko-

aktivator atau ko-represor.

Delesi dari daerah ligand-binding

menghentikan ikatan hormone, baik

sebagian atau seluruhnya bergantung pada

tipe reseptor steroid. Delesi pada daerah N-

terminal dan daerah DNA-binding tidak

mempengaruhi ikatan hormone. Delesi dari

daerah hormone-binding mengarah kepada

aktivasi protein reseptor terus-menurus

dengan kapasitas aktivasi transkripsi,

tergantung dari tipr reseptor, konteks

promotor, dan tipe sel. Oleh sebab itum

sepertinya dearah hormone-binding berperan

sebagai repressor dari fungsi aktivasi

transkripsi pada keadaan tidak adanya

hormone. Daerah C-terminal berperan juga

dalam fungsi reseptor lainnya seperti

dimerisasi reseptor dan interaksi dengan

protein-protein heat shock.

Gen-gen reseptor hormone tiroid

Pengaturan dari pengkodean gen-gen dari

reseptor-reseptor yang berbeda sangat

dilindungi. Bagian protein-coding dari gen-

gen reseptor terbagi menjadi 8 bagian exons.

Untuk estrogen manusia dan reseptor

glukokortikoid, 5’ non-coding exons juga

telah diidentifikasi. Sekuens yang mengkode

daerah N-terminal tampak sebagai suatu

exons yang besar. Kelompok-kelompok zinc

DNA-binding dikode oleh 2 exons kecil;

infromasi-informasi untuk daerah ligand-

binding terdistribusi kepada lima exons yang

berbeda. Walaupun ukuran intron bervariasi

antara gen-gen yang berbeda, semua batas

pengkodean exon-intron terdapat dalam

posisi yang sama didalam gen-gen reseptor

hormone steroid yang berbeda-beda.

Lokalisasi kromosomal dari gen-gen

Page 7: Reseptor Hormon Steroid

reseptor hormone steroid yang berbeda-beda

tampak pada Gambar 2.

Gambar 4 Struktur 3

dimensi dari daerah ligand-

binding reseptor α estrogen.

Pada (a) reseptor berligan

dengan estradiol dan pada (b)

reseptor berligan dengan

adanya anti estrogen

raloxifene. Kebanyakan

elemen struktural tampak dalam

warna merah. Heliks 12 digambarkan dalam bentuk silinder dan berwarna biru pada kompleks

estradiol (a) atau berwarna hijau pada kompleks raloxifene (b). Perubahan posisi dari heliks 12

pada saat berikatan dengan anti-estrogen jelas tergambar pada model (b).

Protein heat shock dan reseptor hormone

steroid

Telah diketahui lebih dari dua dekade bahwa

reseptor hormone steroid dikaitkan dengan

protein-protein lain setelah isolasi dari

jaringan target pada kondisi rendah garam.

Pada kompleks raksasa yang diisolasi

(massa molekuler sekitar 300 kDa dan

dengan konstanta sedimentasi 8-9 S pada

gradien sukrosa) terdapat beberapa protein-

protein heat shock yang berbeda (hsp 90,

Page 8: Reseptor Hormon Steroid

hsp 70, dan hsp 56) bersamaan dengan

protein-protein lain tergabung dengan

reseptor steroid. Stoikiometri dari kompleks

protein-protein yang berbeda dan molekul

reseptor bergantung pada kondisi untuk

isolasi. Pada sel target yang utuh dengan

kondisi adanya hormone dan pada suhu

fisiologis, kompleks ini dengan cepat

mengalami diasosiasi. Beberapa fungsi telah

diberikan untuk asosiasi dari protein heat

shock dengan reseptor-reseptor hormone

steroid. Pelipatan yang benar dari kantong

hormone-binding setalah sintesis dari

molekul reseptor di ribosom telah

dianjurkan untuk studi reseptor

glukokortikoid dengan mutan-mutan ragi

yang kekurangan hsp 90 atau dengan kadar

hsp 90 yang menurun. Fungsi lainnya adalah

untuk mencegah interaksi antara molekul

reseptor dengan DNA saat tidak adanya

hormone. Tidak ada asosiasi dengan heat

shock protein yang telah ditemukan untuk

reseptor asam retinoid, hormone tiroid, dan

vitamin D. Reseptor-reseptor ini tampak

berikatan lebih kuat di dalam nucleus

walaupun tidak adanya hormone.

TEKNOLOGI TERAPAN

Fosfolirasi reseptor hormone steroid

Reseptor-reseptor hormone steroid

merupakan fosfoprotein pada saat tidak

adanya ligand, dan mereka mengalami

hiper-fosfolirasi ketika adanya hormone.

Fosfolirasi tambahan yang diinduksi

hormone, dimana 2-7 kali lebih banyak dari

fosfolirasi basal merupakan suatu proses

yang cepat. Semua reseptor hormone steroid

terfosfolirasi pada lebih dari satu bagian.

Daerah fosfolirasi paling banyak terdapat

pada daerah N-terminal, dan fosfolirasi lebih

utama terjadi pada residu serine. Hanya pada

beberapa kasus, fosfolirasi pada residu

threonine terjadi. Fosfolirasi pada residu

tyrosine hanya ditemukan pada reseptor

estrogen. Fosfolirasi pada residu tyrosine di

daerah ligand binding diperlukan untuk

mempertahankan reseptor estrogen tetap

dalan tahap transkripsi yang tidak aktif pada

saat tidak adanya ligand. Enam kinase yang

berbeda (kinase reseptor estrogen, PKA,

PKC, kinase casein II, kinase DNA-

dependent, Ser-Pro directed kinase) telah

dilaporkan untuk fosfolirasi reseptor

hormone steroid. Beberapa studi telah

dilakukan untuk mengungkap peran

fisiologis untuk fosfolirasi reseptor dalam

mekanisme kerja hormone steroid. Beberapa

fungsi-fungsi reseptor atau akitvitas yang

dikaitakan dengan fosfolirasi telah

diusulkan: asosiasi reseptor dengan protein

Page 9: Reseptor Hormon Steroid

heat shock, aktivasi pengikatan hormone,

nucleocytoplasmic shuttling, modulasi

pengikatan terhadap hormone response

element, dimerisasi reseptor, interaksi

dengan faktor transkripsi lainnya dan waktu-

paruh reseptor (misalnya pergantian dan

daur ulang reseptor).

Impor nuclear dari reseptor hormone

steroid

Karena reseptor-reseptor steroid diseintesisi

di dalam sitoplasma, mereka perlu

ditranspor melauli suatu mekanisme

kedalam nucleus sebelum hormone seteroid

dapat bekerja. Namun, mekanisme ini belum

diketahui, tetapi sepertinya merupakan suatu

proses yang bergantung terhadap energy.

Salah satu aspek struktural penting dalam

mekanisme impor nuclear adalah sebuah

nuclear localization signal yang hampir

semuanya mirip pada semua reseptor-

reseptor nuclear dan pertama kali

diindentifikasi di dalam

Tabel 1 Nuclear localization signals dari

berbagai residu asam amino dasar dan

bagian yang dianggap penting dalam signal

terihat sebagai huruf capital yang diperhitam

(Bold). Residu asam amino tampak dalam

simbol-simbol satu huruf

protein nukleoplasmin (Tabel 1). Nuclear

localization signal ini memiliki suatu

karakter bipartite (memiliki dua bagian),

dengan dua residu asam amino dasar yang

dipisahkan oleh sepuluh residu yang berasal

dari empat atau lima set residu asam amino

lainnya. Signal ini sangat terjaga diantara

anggota dari superfamily dan telah

ditemukan bahwa signal ini aktif untuk

reseptor progesterone dan androgen. Studi-

studi analisis mutasional yang digabungkan

dengan imunokimia dengan antibody

spesifik yang tinggi telah memastikan

karakter bipartit yang awalnya ditemukan di

protein nukleoplasma juga berfungsi pada

reseptor-reseptor steroid. Untuk reseptor

glukokortikoid dan reseptor

mineralokortikoid, telah ditemukan bahwa

reseptor-reseptor ini dihubungkan dengan

mikrotubul dan jaringan aktin dan bahwa

pergerakan dari molekul-molekul reseptor

sepanjang jaringan sitoskeletal berhubungan

dengan hsp 90 yang sangat penting dalam

proses import nuclear. Reseptor

Page 10: Reseptor Hormon Steroid

progesterone manusia tidak berinteraksi

secara signifikan dengan jaringan

sitoskeletal dan telah diusulkan bahwa

signal kariofilik dan interaksi-interaksi

dengam pori-pori nuclear merupakan

determinan utama dalam pertukaran seluler

reseptor progesterone. Impor nuclear dari

reseptor progesterone pada saat tidak adanya

hormone sepertinya merupakan suatu proses

yang bergantung pada energy. Reseptor

progesterone dapat berdifusi mundur secara

bebas ke dalam sitoplasma dan bisa masuk

kembali ke nucleus dengan mekanisme yang

bergantung pada energy. Hanya reseptor

progesterone yang meiliki bukti

eksperimental yang bisa mendukung model

shuttle tersebut. Reseptor glukokortikoid

dan mineralokortikoid memperlihatkan

sebuah lokalisalisai sitoplasmik sebagian

pada saat tidak adanya hormone dan reseptor

glukokortikoid tetap berada dalam kompleks

multi-hsp bahkan saat pertukaran kedalam

nucleus ketika tidak adanya hormone.

Setelah mendapatkan paparan dari hormone,

reseptor glukokortikoid mengalami

diasosiasi dengan hsp 90 dan bergerak ke

bagian dimana inisiasi transkripsi

berlangsung. Jika model shuttle ini benar,

maka perbedaan kuantitatif kinetic dari

mekanisme shuttle ini bisa menentukan

panjang dari periode residensi dari molekul

reseptor di dalam sitoplasma dan di dalam

nucleus, dan juga pembatasan sitonuklear.

Pengikatan DNA dari reseptor-reseptor

hormone steroid

Setelah pengikatan hormone, kompleks

hormone-reseptor mengalami perbuhan

konformasi, yang menghasilkan afinitas

yang lebih tingi untuk sekuens DNA-

enhancer, yang dikenal sebagai hormone

respons elements, yang ditemukan di dalam

atau berdekatan dengan promotor dari gen-

gen target mereka. Hormone response

elements terdiri dari dua hexameric ‘half-

site’. Heksamer-heksamer ini disusun

sebagai suatu palindrom yang tidak

sempurna yang dipisahkan oleh tiga

nukleotida dari elemen-elemen respon

hormone steroid dan untuk reseptor asam

retinoid, reseptor hormon tiroid, reseptor

vitamin D, dan reseptor peroxisome

proliferator-activated dipisahkan berulang-

ulang secara langsung oleh sejumlah

nukelotida (0-6). Jarak antara dua ‘half-

sites’ memberi pendapat bahwa dua dearah

interaksi untuk reseptor berada pada sisi

yang sama dari DNA, dipisahkan oleh satu

putaran dari DNA heliks. Hal ini

mendukung konsep bahwa reseptor

berikatan dengan elemen respon sebagai

sebuah homodimer atau sebagai sebuah

Page 11: Reseptor Hormon Steroid

heterodimer, dengan masing-masing

monomer reseptor berikatan dengan satu

‘half-site’ pada elemen respon. Variasi

signifikan bisa terjadi pada sejumlah

nukleotida di dalam elemn-elem respon,

tergantung pada promoter spesifik dimana

hal tersebut ditemukan. Sekuens inti (5’-

TGTTCT-3’) untuk elemen-elemen respon

glukokortikoid, mineralokortikod,

progesterone, dan androgen adalah sama,

tetapi sedikit modifikasi dalam sekuens ini

dan tambahan nukleotida mengubah afinitas

dari sekuens inti untuk membuat elemen

respon lebih selektif. Kompleks reseptor

hormone steroid seharusnya

metransduksikan signal steroidogenik

melalui interaksi protein DNA dan oleh

interakasi-interaksi protein-protein dengan

faktor transkripsi lainnya. Hal ini

menghasilkan pembentukan sebuah

kompleks pre-inisiasi yang satabil dekat

bagian tarnskripsi dimulai dari gen target,

dimana hal ini memungkinkan inisiasi

transkripsi yang efisien oleh RNA

polymerase II. Reseptor hormone steroid

mungkin memperoleh ini saat adanya

hormone dengan merangsang penyusunan

dari kompleks pre-inisiasi atau dengan

menstabilkan kompleks. Interaksi ini bisa

terjadi secara langsung atau tidak langsung,

melibatkan ko-aktivator yang memediasi

sinergisme antara faktor-faktor transkripsi

yang berbeda.

KONSEP SAAT INI

Ko-aktivator reseptor hormone steroid

Telah diketahui sejak lama bahwa interaksi

reseptor nuclear dengan faktor transkripsi

basal diperlukan untuk mengontrol aktivasi

transkripsi yang bergantung pada hormone.

Namun, saat ini semakin jelas bahwa bukan

hanya diperlukan komponen mekanis dari

transkripsi basal, tetapi juga melibatkan

tambahan faktor protein yang berbeda dari

faktor basal. Kepentingan dari faktor-faktor

ini di dalam respon telah didemonstrasikan

dalam suatu percobaan yang dikenal dengan

auto-squelching, dimana ekspresi yang

berlebihan dari reseptor nuclear pada sel

tertentu bisa menyebabkan atenuasi

(melemahnya) transkripsi daripada

meningkat. Faktor-faktor tambahan ini

disebut sebagai ko-aktivator. Walaupun

belum ada definisi consensus untuk ko-

aktivator, faktor-faktor ini perlu memenuhi

kriteria : berikatan pada daerah aktivasi

fungsional (AF-domain) dari reseptor

nuclear, menghilangkan auto-squelching

dari reseptor nuclear, meningkatkan aktivasi

transkripsi dari reseptor nuclear,

mengandung fungsi aktivasi yang autonomy

Page 12: Reseptor Hormon Steroid

dan gen knock-outs harus memiliki sebuah

fenotipe untuk memicu kerja hormone.

Hampir untuk semua reseptor nuclear, ko-

aktivator telah diklon, kebanyakan dengan

spesifisitas yang luas. Grup keempat dari

protein-protein interaksi merupakan kategori

dari protein ko-integrator yang baru

teridentifikasi (CBP/p300). Protein-protein

ini seharusnya membentuk jembatan antara

reseptor nuclear dan ko-aktivator di dalam

kompleks inisiasi transkripsi dan berperan

secara sinergis. Protein multi-interacting

yang besar ini bisa selanjutnya menampilkan

suatu fungsi yang berbeda dari ko-aktivator

lainnya, karena protein ko-integrator ini juga

bisa berinteraksi dengan komponen-

komponen dari jalur transduksi sinyal

lainnya. Model dari kompleks transcription-

activating saat ini terdiri dari protein

activator (misalnya reseptor-reseptor

nuclear), faktor-faktor transkripsi basal

(misalnya TFIID = TBP + ten TAFs, TFIIA-

TFIIJ), ko-aktivator (misalnya SRC-1, TIF2,

GRIP-1, ARA70, RIP 140, RAC3) dank o-

integrator (misalnya CBP/p300).

Penemuan baru-baru ini bahwa

beberapa ko-aktivator untuk reseptor

nuclear, termasuk yang untk reseptor

hormone steroid, mempunyai aktivitas

histone acetyltransferase intrinsic (HAT),

yang telah memberikan pandangan baru

dalam mekanisme molecular tentang

reseptor nuclear mana yang bisa mengontrol

pengaturan transkripsi. Asetilasi dari

kromatin bisa dipikirkan sebagai langkah

esensial dalam mekanisme aktivasi reseptor

steroid oleh ko-aktivator. Setelah berikatan

dengan hormone, reseptor steroid berikatan

dengan hormone response element di dalam

chromatin-repressed DNA dan selanjutnya

memperoleh satu set dari ko-aktivator

dengan aktivitas histon acetylase intrinsik

(SRC-1; pCAF; CBP/p300) (Gambar 5).

Konsekuensi dari asetilasi histone adalah

menghilangnya transcription-repressed

chromatin, dengan mengizinkan faktor

transkripsi dan RNA polymerase II

mengakses elemen-elemen pengenal.

Akibatnya kompleks transkripsi pre-inisiasi

berada pada bagian yang benar dan

transkripsi pun dimulai (Gambar 5). Pada

model ini, deasetilasi histon bisa memainkan

peranan lebih lanjut dalam menghentikan

proses transkripsi dengan menekan DNA di

dalam kromatin via deasetilasi dari histone

(Gambar 5).

Responsivitas jaringan spesifik

Sebuah aspek baru dalam bidang mekanisme

kerja hormone steroid merupakan suatu awal

dari tidak terungkapnya spesifisitas jaringan

spesifik dari respon-respon steroid. Dalam

Page 13: Reseptor Hormon Steroid

hal ini, penemuan dari reseptor kedua

hormone esterogen (ERβ) telah

meningkatkan pandangan kita terhadap

fenomena kompleks dari aksi kerja estrogen

yang berbeda di dalam beberpa jaringan

yang menjadi target kerja estrogen. Reseptor

estrogen klasik (ERα) umumnya terdapat di

uterus, ovarium, pituitari, ginjal, adrenal,

testis, dan epididymis, sedangkan ERβ

ditemukan di prostat, kantung kemih, tulang,

otak, uterus, ovarium (sel granulosa) dan

testis (spermatid yang berkembang). Hal ini

menggambarkan bahwa pola ekspresi dari

kedua tipe reseptor berada pada suatu

pengaturan yang bergantung pada jaringan.

Lebih lanjut, di dalam jaringan yang

memiliki dua jenis reseptor teebut,

heterodimer bisa diharapkan, sedangkan

pada jaringan yang menghasilkan satu jenis

reseptor, terdapat homodimer. Akibatnya,

heterodimer dari ERα dan ERβ

menghasilkan suatu mekanisme estrogen-

dependent yang baru untuk regulasi gen.

Aspek baru lainnya adalah spesifisitas dari

ligand ERα dan ERβ. Walaupun variasi dari

komponen estrogen baik secara sintetik

maupun alamiah memilik afinitas yang

relatif sama untuk kedua reseptor, perbedaan

yang jelas juga terlihat pada ligand tertentu.

RELEVANSI KLINIS YANG

POTENSIAL

Dalam kaskade antara ikatan hormone dan

ekspresi gen, jika suatu langkah yang

esensial tidak berlangsung dengan baik

maka respon hormone yang menyimpang

bisa terjadi. Resistensi dari hormone steroid

ini bisa terjadi oleh keadaan patologis yang

berat. Defek pada sintesis hormone steroid

telah dipelajari dan telah dikarakteristikan

pada tingkatan molekuler dalam keterlibatan

enzim di dalam biosintesis steroid. Penyabab

penting lainnya bisa dipandang dari tingkat

reseptor steroid. Defek post-reseptor, seperti

defek pada hormone response element atau

defek pada transkripsi ataupun defek pada

faktor transkripsi yang esensial untuk fungsi

tertentu, belum ditemukan. Menariknya,

individual dengan mutasi heterozigot pada

pengkodean gen untuk protein ko-integrator

CBP memperlihatkan defek perkembangan

yang berat pada sindroma Rubinstein-Taybi,

menandakan bahwa protein ini

dipertahankan secara fisiologis pada suatu

konsentrasi terbatas.

Sejak dilakukannya cloning pada

cDNAs reseptor steroid dan klaudikasi

struktur dari gen yang terlibat, analisis lebih

lanjut telah dilakukan untuk gen-gen

reseptor pada pasien dengan sindrom

resistensi hormone steroid. Setidaknya 3

Page 14: Reseptor Hormon Steroid

kondisi patologis berkaitan dengan

abnormalitas struktur dan fungsi dari

reseptor androgen: sindrom insensitivitas

androgen, atofi otot spinal dan bulbar, dan

kanker prostat. Pada sindrom insensitivitas

androgen yang berkaitan dengan X-lonked,

defek pada gen reseptor androgen telah

menghambat perkembangan normal dari

struktur laki-laki baik eksternal dan internal

dalam individu 46,XY. Delesi secara

lengkap atau besar dari gen reseptor

androgen belum sering ditemukan pada

orang yang memiliki sindrom insensitivitas

androgen total. Mutasi titik pada beberapa

bagian yang berbeda pada exon 2-8 yang

mengkode daerah DNA-binding dan

androgen-binding telah dilaporkan pada

insensitivitas androgen total maupun

sebagian (Gambar 6). Sejumlah mutasi yang

relatif tinggi telah dilaporkan terjadi pada

dua kelompok berbeda yaitu pada exon 5

dan exon 7. Jumlah mutasi pada exon 1

sangatlah rendah dan tidak ada mutasi yang

dilaporkan terjadi pada derah hinge, yang

terletak diantara daerah DNA-binding dan

daerah ligand-binding (Gambar 6). Atofi

muskulus spinal dan bulbar X-linked

(penyakit Kennedy’s) dikaitan dengan

bertambah panjangnya (>40 residu) dari

Gambar 5 Model untuk aktivitas transkripsisional oleh hormone seteroid dan peranan dari ko-

aktivator. Setelah hormon steroid mengikat kepeda reseptronya (R), kompleks ini berikatan

secara spesifik sebagai homodimer terhadap hormone response element di DNA pada kromatin

yang mengalami represi. Secara bersamaan, beberapa faktor-faktor protein, yang disebut ko-

aktivator (misalnya pCAF; CBP; SCR-1) dengan aktivitas histone acetyltransferase intrinsik

(HAT) direkrut dan ko-aktivasi bisa terjadi dengan menganggu represi DNA via asetilasi histone.

Selanjutnya kompleks pre-inisiasi (PIC) direkrut pada bagian yang benar dan laju inisiasi

transkripsi meningkat. Sinyal steroid bisa dihentikan setelah destabilisasi seluruh kompleks dan

selanjutnya deasetilisasi dari

histone oleh histone

deacytlases (HD).

Page 15: Reseptor Hormon Steroid

salah satu poliglutamine yang membentang

di daerah N-terminal pada reseptor

androgen. Pada pasien kanker prostat,

presentasi mutasi tertinggi dapat ditemukan

pada kanker prostat tipe hormone-refractory

pada tahap lanjut (late stage). Untuk

sejumlah mutasi terbatas telah menunjukkan

bahwa responsivisitas ligand terhadap

progesterone, estrogen, dan bahkan anti-

androgen telah meningkat.

Pada laporan-laporan yang relatif

sedikit jumlahnya, sindroma resistensi dari

famili kortisol telah dikaitakan dengan

mutasi pada gen yang mengkode reseptor

glukokortikoid manusia. Semua melaporkan

bahwa mutasi mempengaruhi ikatan ligand

baik heterozigot atau homozigot.

Sudah lama dianggap bahwa mutasi

pada gen reseptor estrogen akan bersifat

letal. Namun, saat ini penyebab molecular

dari resistensi estrogen yang berat telah

dilaporkan pada pasien 46,XY dengan

osteoporosis, epifisis yang tidak menyatu

dan pertumbuhan yang berlanjut pada masa

dewasa. Pada orang ini, sebuah mutasi

homozigot pada gen reseptor estrogen telah

ditemukan, yang mengakibatkan

penghentian kodon secara premature di

daerah DNA-binding dari protein reseptor.

Penemuan ini memberikan gambaran fakta

bahwa mutasi resepter estrogen tidak

semsetinya bersifat letal dan bahwa estrogen

penting untuk laki-laki dalam perkembangan

dan pertumbahan skeletal yang normal.

Tidak ada mutasi yang ditemukan

dapat menyebabkan kehilang fungsi total

dari gen reseptor estrogen manusia. Hal

secara kuat menyatakan bahwa kehilangan

total dari gen reseptor progesreron mungkin

bisa meyebabkan kematian embrionik.

Namun, tikus dengan mutasi inaktif pada

gen reseptor progesterone, yang

diperkenalkan melalui rekombinasi homolog

di dalam stem sel embrionik, berkembang

dengan normal, walaupun tikus wanita

homozigot tidak subur, dan memiliki

abnormalitas pada sistem reproduksi. Lebih

lanjut, kehamilan, juga ovulasi, luteinisasi

dan perkembangan kelenjar mammae

terganggu.

PERSPEKTIF KEDEPAN

Di masa mendatang penemuan-penemuan

tentang regulasi gen oleh nuclear reseptor

hormone dapat diharapkan. Sejak 1991,

struktur 3 dimensi dari daerah DNA-binding

dari reseptor glukokortikoid telah ditemukan

dan pada tahun 1997, struktur 3 dimensi dari

daerah ligand binding dari reseptor estradiol

telah dijelaskan, dan bisa diharapkan bahwa

tantangan kedepan adalah ditemukannya

Page 16: Reseptor Hormon Steroid

struktur 3 dimensi dari daerah N-terminal.

Hal ini mungkin bisa dicapai untuk asam

retinoid, vitamin D, hormone tiroid, dan

reseptor estrogen. Informasi struktur 3

dimensi akan mengungkapkan informasi

struktural dan fungsional yang baru dari sub-

domain N-terminus dan pengaruh dari

ligand terhadap konformasi mereka.

Kedepannya, makin banyak reseptor

steroid yang spesifik terhadap ko-aktivator

dan faktor-faktor transkripsi akan ditemukan

dan karakteristik kedepannya: terutama,

yang terlibat dalam respon hormone yang

spesifik terhadap jaringan. Pemahaman

tentang interaksi faktor-faktor transkripsi

dengan wild-type dan mutan reseptor

nuclear akan menghasilkan pemahaman

yang lebih baik dari aksi pleitropik dari

hormone steroid dalam kesehatan dan

penyakit. Untuk tujuan ini, perkembangan

dari teknik sel target yang spesifik terhadap

steroid diperlukan.

Peningkatan sistem transkripsi in

vitro dan indentifikasi dari seluruh

komponen esensial yang terlibat dalam

regulasi inisiasi transkripsi reseptor nuclear

akan mengisi celah dalam pengetahuan kita

mengenai regulasi transkripsi oleh hormone

steroid.

ACKNOWLEDGEMENTS

Penulis sangat berterima kasih kepada

MacMillan Magazines Limited dan Drs

Hubbard dan Pike (York University, UK)

untuk memberikan izin menyertai Gambar 4.

Page 17: Reseptor Hormon Steroid

Gambar 6 Ringkasan posisi dari substitusi asam amino, delesi kecil dan insersi yang

teridentifikasi dalam gen reseptor androgen pada seubjek dengan sindrom insensitivitas

androgen total atau sebagian (AIS) .