Representasi Fanatisme Suporter Sepakbola The Jakmania...
Transcript of Representasi Fanatisme Suporter Sepakbola The Jakmania...
1
Representasi Fanatisme Suporter Sepakbola The Jakmania dalam
Film Dokumenter “The Jak”
(Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Film Dokumenter The Jak Karya Andibachtiar Yusuf)
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi
Disusun oleh :
Rexi Fajrin Ismail
6662 112364
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018
i
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertandatangan di bawah ini,
Nama : Rexi Fajrin Ismail
NIM : 6662 112364
Tempat tanggal lahir : Jakarta, 19 Juni 1993
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Representasi Fanatisme Suporter
Sepakbola The Jakmania Dalam Film Dokumenter “TheJak” (Analisis Semiotika
Roland Barthez Pada Film Documenter The Jak)” ini merupakan hasil karya
sendiri dan seluruh sumber yang dikutip maupun yang di rujuk telah saya
nyatakan dengan benar. Apabila di kemudian hari skripsi ini mengandung unsur
plagiat, maka gelar ke-sarjana-an saya siap di cabut.
Serang,14 Januari 2018
Rexi Fajrin Ismail
NIM 6662 112364
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
JUDUL : Representasi Fanatisme Suporter Sepakbola The Jakmania
Dalam Film Dokumenter The Jak (Analisis Semiotika Roland
Barthez Pada Film Documenter The Jak)
NAMA : Rexi Fajrin Ismail
NIM : 6662 112364
Serang, 14 Januari 2018
Skripsi ini telah di setuju untuk diujikan
Pembimbing I
Prof. Dr. H. Ahmad Sihabudin
NIP. 196507042005011002
Pembimbing II
Uliviana Restu, S.Sos, M.I.Kom
NIP.198107172006042003
Mengetahui,
Ka.Prodi Ilmu Komunikasi
DR. Rahmi Winangsih, M.Si
NIP. 196810192005012001
iii
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama : REXI FAJRIN ISMAIL
NIM : 6662112364
Judul Skripsi : REPRESENTASI FANATISME SUPORTER SEPAKBOLA
THE JAKMANIA DALAM FILM DOKUMENTER “THE JAK”
Telah Diuji di Hadapan Dewan Penguji Sidang Skripsi di Serang, tanggal 23
Januari 2018.
Serang, 1 Februari 2018
Ketua Penguji
Dr, Idi Dimyati S.I.Kom., M.I.Kom ....................................................
NIP. 197810152005011001
Anggota:
Ail Muldi, M.Si ....................................................
NIP. 198303062015041001
Anggota:
Uliviana Restu, S.Sos., M.I.Kom ....................................................
NIP. 198107172006042003
Mengetahui,
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“When you want something, all the
universe conspires in helping you to
achieve it”
Paulo Coelho, The Alchemist
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Alhamdulillah wasyukurillah puji syukur segala rahmat dan karuniaNya
yang telah meridhoi segala upaya Penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan
judul “Representasi Fanatisme Suporter Sepakbola The Jakmania Dalam
Film Dokumenter “The Jak” (Analisis Semiotika Roland Barthes Pada Film
Dokumenter The Jak)”. Dimata penulis keberkahan ini adalah sebuah anugerah
yang selalu memotivasi agar terus bergerak maju meskipun penulis memiliki
keterbatasan yang membuat penulis tergolong lama dalam membuat penelitian
ini.karena apa yang sudah menjadi prinsip penulis, “jangan pernah menyerah
dalam keterbatasan”.
Tidak lupa ucapan terima kasih yang tiada taranya penulis sampaikan
untuk Almarhum walmaghfurlah Papah, mami dan ayah tercinta dan terkasih
yang selalu ada untuk penulis dalam doa, dukungan baik spiritual maupun moral,
serta materi untuk penulis yang tak terhingga besarnya dan tak terukur oleh
apapun. Serta seluruh keluarga penulis yang tak luput mendukung penuh dalam
menjalankan segala aktivitas ini.
Penelitian ini Penulis buat dan persembahkan untuk seluruh elemen
mahasiswa dan civitas akademika ilmu komunikasi Untirta sebagai bentuk
referensi agar dikemudian hari banyak penelitian yang berkembang demi
kemajuan program studi ilmu komunikasi.
vi
Selain itu, berhasilnya penelitian ini tak luput berkat bantuan dari banyak
pihak. Melalui kesempatan ini, dengan hormat penulis untuk menyampaikan
terima kasih yang tak terhingga dan tak terukur, serta penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Dr.Agus Sjafari, M.si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) yang turut memberikan dukungan kepada penulis.
2. Ibu Dr. Rahmi Winangsih, M.Si, selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi
dengan segala kerendahan hatinya juga kesabaran beliau untuk
membimbing penulis.
3. Bapak Prof. Dr. H Ahmad Shihabudin, selaku pembimbing I penulis yang
telah memberikan izin melalui surat penelitian serta kemudahan dari pra
skripsi hingga pascaskripsi.
4. Ibu Uliviana Restu S.Sos, M.Si. Selaku Pembimbing II yang senantiasa
memberikan bimbingannya tiada henti kepada penulis. Semoga Allah
membalas segala kebaikan ibu.
5. Ayah penulis, yang telah berpulang kala penulis masih duduk di bangku
sekolah dasar yang terus menjadi alasan penulis untuk tetap berjuang
dalam hidup.
6. Mami, Ayah, Mba Iki dan Mbak ika yang selalu membantu dan
mendukung penulis dalam menjalani hidup
7. Ibu dan Bapak Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, yang telah
memberikan ilmunya selama ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
vii
8. Yolanda Fatharani Azmi yang selalu mendukung dan mengingatkan
penulis dalam segala aspek kehidupan ini. menjadi yang paling sabar
menghadapi penulis dalam hal apapun. Teman terbaik dalm berbagi kisah
hidup.
9. Saudara-saudara penulis dari Keluarga Besar HIMAKOM KABINET
CERIA 2013 yang hampir semuanya sudah lulus.
10. Saudara-saudara penulis di kampus yaitu Inge Yulistia dan Yuda Wiranata
yang menjadi teman berbagi cerita selama penulis menjalani kehidupan
dikampus.
11. Keluarga Besar Futsal Fisip Untirta (FFU) yang selalu jadi tempat untuk
penulis menjalani hobi dan passion selama dikampus.
12. Adik-adik Ilmu Komunikasi yang masih lucu dan lugu tapi sudah mau
lulus juga
13. Para informan yang sudah membantu penulis hingga tersusunnya
penelitian ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh
pihak yang telah membantu penulis pada pelaksanaan skripsi, sampai Penelitian
dan penyusunannya.Semoga mendapatkan balasan setimpal dari Allah SWT, dan
dapat memberikan manfaat yang berarti.Aamiin..
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Serang , 14 Januari 2018
Penulis
Rexi Fajrin Ismail
8
ABSTRAK
Rexi Fajrin Ismail. 6662112364. SKRIPSI. Fanatisme Fanatisme The Jakmania dalam
Film Dokumenter “The Jak” sebagai Simbol Loyalitas Fans (Analisis Semiotika Roland
Barthes dalam Film Dokumenter The Jak Karya Andibachtiar Yusuf). Program Studi
Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa. 2018. Prof. Dr. Ahmad Sihabudin, M.Si. Uliviana Restu, S.sos, M.Si.
Film dokumenter merupakah sebuah bentuk karya yang nyata tanpa rekayasa cerita. Film
dokumenter “The Jak” menceritakan tentang kehidupan The Jakmania yang diwakili oleh
beberapa tokoh dari berbagai kalangan. Dari mulai Abi Irlan seorang pekerja dan anggota
partai hingga Jawil seorang pedagang pasar yang begitu mencintai Persija Jakarta. penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui makna Fanatisme dan loyalitas dalam film “The Jak”
berdasarkan teori semiotika Roland Barthes yaitu, 1. Makna denotatif 2. Makna konotatif. 3.
Mitos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa The Jakmania merupakan suporter yang
berjumlah sangat banyak dan solid dalam menjaga kebersamaan. Mereka berasal dari
berbagai macam kalangan. Makna Konotatif dari penelitian ini yaitu banyaknya suporter The
Jakmania menunjukan Fanatisme dan loyalitas yang begitu nyata serta menunjukan
antusiasme yang tinggi. Dan mitos yang ada di penelitian ini yaitu biasanya tim yang
memiliki suporter yang berjumlah banyak serta fanatik dan loyal biasanya akan lebih
bersemangat dalam bertanding.
Kata Kunci : Dokumenter, Fanatisme, Suporter, Loyalitas, Semiotika
ABSTRACT
Rexi Fajrin Ismail. 6662112364. THESIS. Fanatism of Suporter The Jakmania in
Documentary film “The Jak” as a Symbol of fans loyalty (Analysis of Semiotika Roland
Barthes in Documentary film “The Jak” by Andibachtiar Yusuf). Communication Studies.
Faculty of Social and Politic. University of Sultan Ageng of Tirtayasa. 2018. Prof. Dr.
Ahmad Sihabudin, M.Si. Uliviana Restu, S.sos, M.Si.
Documentary is a reality stories. Documentary of The Jak tells about The Jakmania
(Suporter of Persija Jakarta Football Club) life who represented by a few people like Abi
Irlan a worker and member of Partai Keadilan (a Party in Indonesia) and also Jawil a seller
in jakarta traditional market. Both of them love Persija jakarta so much and also being a
fanatic suporter. This research aim to know about the fanatism and loyalty in The Jak
Documentary movie based on Roland Barthez theory like konotative, denotative and also
myth. The results show that The Jakmania is suporter club who have many member and also
solid in togetherness. They come from many circles like student, worker, seller and etc.
Meaning of konotative sign in this research is many suporter of Jakmania show the fanatism
and loyalty so real. And meaning of myth in this research is many suporter bring many power
for the football club like Persija Jakarta.
Keywords : documentary, fanatism, suporter, loyalty, semiotik
9
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................................. iv
UCAPAN TERIMA KASIH....................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 11
1.3 Identifikasi Masalah .......................................................................................... 11
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 11
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 12
1.5.1 Manfaat Akademis .................................................................................... 12
1.5.2 Manfaat Praktis ......................................................................................... 12
10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 13
2.1 Film Dokumenter ............................................................................................... 13
2.2 Suporter Sepakbola ............................................................................................ 23
2.2.1 The Jakmania Sebagai Suporter Sepakbola .............................................. 24
2.3 Fanatisme Suporter Sepakbola .......................................................................... 26
2.4 Semiotika Roland Barthes ................................................................................ 44
2.6 Kerangka Berpikir ............................................................................................. 50
2.7 Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 52
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 57
3.1 Metode Penelitian .............................................................................................. 57
3.2 Paradigma Penelitian ......................................................................................... 57
3.3 Unit Analisis ...................................................................................................... 59
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................ 59
3.5 Teknik Analisis Data ......................................................................................... 61
3.6 Triangulasi Data Penelitian ............................................................................... 64
3.7 Jadwal Penelitian ............................................................................................... 65
BAB 4 HASIL PENELITIAN .................................................................................. 67
4.1 Gambaran Objek Penelitian ............................................................................... 67
4.1.1 Film The Jak ............................................................................................. 67
4.1.2 Analisis Data Penelitian ................................................................................. 69
11
4.2.1 Scene The Jakmania Menuju Stadion ....................................................... 70
4.2.2 Scene The Jakmania Memaksa Masuk Stadion ........................................ 76
4.2.3 Scene Teatrikal The Jakmania .................................................................. 82
4.2.4 Scene kampanye Persija ........................................................................... 88
4.2.5 Scene The Jakmania Bernyanyi di Tribun ................................................ 94
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 99
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 99
5.2 Saran ................................................................................................................ 100
5.2.1 Saran Praktis ........................................................................................... 100
5.2.1 Saran Akademis ...................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 102
LAMPIRAN ............................................................................................................. 106
DAFTAR TABEL
2.1 Peta Tanda Roland Barthez ............................................................................... 56
2.2 Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 61
3.1 Peta Tanda Roland Barthez ............................................................................... 71
12
3.2 Jadwal Penelitian ............................................................................................... 76
4.2.1.1 Scene Jakmania Menuju Stadion ................................................................. 78
4.2.2.2 Tabel Analisis Scene Jakmania Menuju Stadion ......................................... 79
4.2.2.1 Scene Loyalitas Suporter ............................................................................. 84
4.2.2.2 Tabel Analisis Scene Loyalitas Suporter ..................................................... 85
4.2.3.1 Scene Kampanye Persija.............................................................................. 88
4.2.3.2 Tabel Analisis Scene Kampanye Persija ..................................................... 89
4.2.4.1 Scene Jakmania Bernyanyi di Tribun .......................................................... 94
4.2.4.2 Tabel Analisis Scene Jakmania Bernyanyi di Tribun .................................. 95
4.2.5.1 Scene Skala Prioritas Suporter................................................................... 100
4.2.5.2 Tabel Analisis Scene Skala Prioritas Suporter .......................................... 101
DAFTAR GAMBAR
2.1 Type of shoot...................................................................................................... 20
2.2 Type of Shoot Group .......................................................................................... 21
4.1 Penonton Sepakbola .......................................................................................... 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Film merupakan salah satu bentuk komunikasi massa yang dianggap efektif
dalam menyampaikan sebuah pesan kepada khalayak. Hubungan antara film dan
masyarakat selalu dipahami secara linier. Maksudnya, film selalu mempengaruhi
dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) dibaliknya1. Jika
film itu tersebut sedih maka penonton akan merespon dengan menangis atau
ekspresi sedih lainnya, begitu pun jika film tersebut berupa komedi maka penonton
akan merasa senang dan mengekspresikannya dengan tertawa. Film merupakan
sebuah media presentasi yang lengkap karena disajikan dalam bentuk audio dan
visual. Dalam Film terdapat sebuah gambar, suara, gerakan dan sebagainya yang
dapat menjadi sebuah simbol atau tanda yang mengandung makna.
Film merekam realitas yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan
kemudian memproyeksikannya ke atas layar2. Ide-ide cerita sebuah film dapat
bersumber dari fenomena yang terjadi di masyarakat. Salah satunya fenomena
mengenai suporter sepak bola dalam mendukung tim kebanggannya. Sepak bola
tanpa adanya suporter bagaikan sayur tanpa garam. Suporter merupakan salah satu
bagian dari sepak bola selain dari atlet dan wasit. Berdasarkan pemahaman
peneliti, penonton dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Pertama, penonton
1 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009, hal. 127
2 Ibid. hal.127
2
yang hanya sekedar menonton tanpa memihak atau mendukung tim manapun.
Kedua, penonton yang memihak dan mendukung serta memberikan semangat
kepada tim sepak bola yang mereka unggulkan, kelompok penonton yang kedua ini
lah yang kemudian dikenal dengan suporter. Suporter dan sepak bola merupakan
dua hal yang tidak dapat dipisahkan, suporter layaknya pemain kedua belas dalam
sebuah tim sepak bola. Seperti arti kata dari “support” yang merupakan pecahan
kata dari suporter yang memilki arti “mendukung” hal itu pula yang dilakukan
suporter, yakni mendukung tim kebanggaannya disaat menang ataupun kalah.
Di Indonesia banyak suporter-suporter yang membentuk sebuah perkumpulan
atau fanbase yang akhirnya terorganisir dan membentuk klub suporter tim A, B
dan lainnya. Tidak jarang sikap suporter dalam mendukung tim kebanggaannya
menjadi ide cerita untuk sebuah film. Mulai dari film fiksi hingga film dokumenter
yang menampilakan fakta yang terjadi di kehidupan nyata. Seperti film, Romeo dan
Juliet yang merupakan film fiksi dan mengambil cerita mengenai kisah cinta dua
suporter tim yang berbeda yakni Persib dan Persija. Selain film fiksi, ada juga film
dokumenter yang terinsipirasi dari fenomena suporter di Indonesia yakni suporter
klub sepak bola Persija yang dikenal dengan The Jakmania.
Dalam film dokumenter yang diberi judul „The Jak‟ tersebut mengisahkan
bagaimana The Jakmania mendukung klub sepak bola Persija. Film berdurasi 75
menit tersebut memperlihatkan fanatisme The Jakmania dalam mendukung Persija
sebagai klub kebanggannya. Sebagai salah satu kelompok suporter, terkadang
suporter dalam meberikan dukungan untuk klub kebanggannya mengarah kepada
sikap fanatisme. Sikap merupakan suatu reaksi evaluatif yang menyenangkan atau
3
tidak menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang (sering kali berakar pada
kepercayaan seseorang, dan muncul dalam perasaan dan perilaku seseorang) 3.
Jadi dengan kata lain, sikap dapat mempengaruhi apa yang muncul dalam perasaan
dan perilaku seseorang. Namun ekspresi dari sikap kita dan perilaku kita masing-
masing tergantung pada banyak pengaruh baik dari dalam maupun luar. Sedangkan
fanatisme menurut Giulianotti merupakan sebuah rasa kecintaan yang lebih,
sehingga akan berdampak luar biasa terhadap sikap hidup seseorang. Segala sesuatu
yang diyakini akan memberikan sebuah kecintaan dan semangat hidup yang lebih
pada orang tersebut4.
Bentuk fanatisme suporter sepak bola biasanya digambarkan dengan
bergabung bersama kelompok-kelompok suporter, membeli merchandise klub
kebanggaannya, membeli atribut yang menggambarkan identitas sebagai
pendukung suatu klub seperti syal, kaos, jaket, poster hingga pergi mendukung dan
menonton tim kesebelasannya dimanapun mereka bertanding. Selain itu fanatisme
suporter sepak bola juga terlihat dari teatrikal yang mereka lakukan untuk
mendukung tim kebanggaannya ketika bertanding.
Dalam www.psikoterapis.com disebutkan pula bahwa fanatisme biasanya
tidak rasional atau keyakinan seseorang yang terlalu kuat dan kurang menggunakan
akal budi sehingga tidak menerima faham yang lain dan bertujuan untuk mengejar
sesuatu. Adanya fanatisme dapat menimbulkan perilaku agresi dan sekaligus
3 David G. Myers, Psikologi Sosial “Social Psychology”, Jakarta : Salemba Humanika, 2014, hal.
164
4 Richard Gulianotti, Sepak Bola Pesona Sihir Permainan Global, Yogyakarta : Appeiron Pylothe,
2006, hal. 71
4
memperkuat keadaan individu yang mengalami deindividuasi untuk lebih tidak
terkontrol perilakunya5 .
Fanatisme dapat mempengaruhi seseorang dalam, a) Berbuat sesuatu,
menempuh sesuatu atau memberi sesuatu; b) Dalam berfikir dan memutuskan ; c)
Dalam mempersepsi dan memahami sesuatu ; d) dalam merasa secara psikologis,
seseorang yang fanatik biasanya tidak mampu memahami apa-apa yang ada di luar
dirinya, tidak faham terhadap masalah orang atau kelompok lain, tidak mengerti
faham atau filsafat selain yang mereka yakini 6. Sehingga fanatisme tidak hanya
memberikan dukungan dan semangat, akan tetapi fanatisme suporter sepak bola di
Indonesia khususnya sudah ada yang mengarah pada sikap hooligan. Secara umum,
Hooligan diidentifikasikan sebagai orang atau sekelompok orang yang sering
membuat onar atau kerusuhan7. Dalam sepak bola hooligan akan merasakan
kenikmatan saat mereka menghadapi situasi chaos atau rusuh, baik dengan
kelompok suporter lain maupun dengan aparat keamanan8. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya kerusuhan yang terjadi antar suporter sepak bola usai ataupun
saat pertandingan.
Suporter sepak bola yang fanatik, merupakan sekumpulan kelompok orang
yang membentuk suatu komunitas dan mempunyai sikap yang “Kegila-gilaan” atau
diluar nalar pada tim yang didukungnya, yang melibatkan perasaan yang emosional
5 Psikoterapis, Apa itu Fanatisme? , http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-fanatisme-,72 ,
diakses pada tanggal 27 maret 2016, pukul 19.19 WIB
6 Ibid
7 Anung Handoko, Sepak Bola Tanpa Batas, Yogyakarta : KANISIUS, 2012, hal.39
8 Ibid. hal 40
5
setiap kali tim yang didukungnya bertanding. Mereka akan membela atau
mendukung timnya dengan sepenuh tenaga melalui pemakaian atribut ciri khas,
pernak-pernik atau aksesoris, menyanyikan lagu-lagu atau yel-yel , konvoi untuk ke
stadion atau setalah pertandingan berakhir.
Sebagai salah satu kelompok suporter sepak bola yang fanatik di Indonesia
adalah The Jakmania, yang merupakan kelompok suporter yang mendukung tim
kesebelasan ibukota PERSIJA Jakarta. Fanatisme yang diperlihatkan oleh the
jakmania diabadikan dalam film dokumenter The Jak. Dalam film tersebut founder
The Jakmania Bung Ferry yang bercerita tentang bagaimana awal mula ia menjadi
The Jakmania dan menjadi salah satu founder The Jakmania. Bung Ferry juga
bercerita bagaimana ia dan rekan-rekan sesama The Jakmania membuat ciri atau
identitas dari The Jakmania itu sendiri dari mulai logo, warna, yel-yel, sampai
jargon-jargon. Selain itu dalam fim tersebut juga ada sosok yang bernama Bung
Irlan salah satu anggota The Jakmania basis korwil Cipulir yang bercerita
bagaimana The Jakmania telah menjadi bagian dari jati diri dan eksistensinya
sebagai manusia. Ia juga bercerita jati dirinya sebagai The Jakmania telah
mempengaruhi kehidupannya secara keseluruhan bahkan hingga ke keluarganya.
The Jakmania dikenal sebagai salah satu suporter sepakbola di Indonesia yang
besar dan fanatik9.
9 Tengku Sufiyanto, Ini Sembilan Suporter Terfanatik di Indonesia, http://www.bola.com/dunia/
read/2273751/ ini-sembilan-suporter-fanatik-di-indonesia, diakses pada tanggal 27 Maret 2016,
pukul 18.57 wib.
6
The Jakmania menunjukan berbagai macam cara dalam mendukung klub
Persija Jakarta saat bertanding. Diantaranya dengan menunjukkan berbagai macam
bentuk koreografi hingga ragam yel-yel yang terus mereka nyanyikan selama laga
Persija Jakarta berlangsung untuk membangkitkan semangat para pemain Persija
Jakarta yang sedang bertanding. Sebelum masuk ke dalam stadion biasanya mereka
berkumpul di korwil masing-masing untuk bersama-sama berangkat menuju stadion
tempat Persija Jakarta bertanding. Mereka selalu mempersiapkan keberangkatan
secara matang dan saling mengkoordinir setiap anggota korwil masing-masing.
Walau Persija Jakarta Bertanding pada sore atau malam hari, setiap korwil sudah
melakukan persiapan sejak pagi. Berbagai persiapan tersebut diantaranya mendata
setiap anggota korwil yang akan berangkat, menyewa kendaraan umum untuk
anggota korwil yang tidak ikut konvoi menggunakan sepeda motor, mempersiapkan
segala bentuk atribut pribadi maupun kelompok yang akan dipajang di stadion,
serta membawa alat musik tabuh.
Dalam setiap perjalanan menuju ke stadion mereka biasanya konvoi
menggunakan kendaraan umum sewaan atau menggunakan kendaraan pribadi.
Mereka menyanyikan yel-yel dukungan terhadap Persija Jakarta sepanjang
perjalanan menuju stadion. Selain itu, mereka juga beramai-ramai membunyikan
klakson kendaraan pribadi mereka untuk semakin memeriahkan perjalanan
mereka. Namun tak jarang konvoi The Jakmania dijalan dihentikan oleh pihak yang
berwajib. Hal itu dikarenakan banyak anggota konvoi yang melanggar aturan lalu
lintas diantaranya karena banyak dari mereka yang duduk diatas bus/angkot serta
7
kendaraan yang tidak di lengkapi oleh surat-surat. Selain itu juga terkadang mereka
bentrok dengan warga atau suporter rival.
Sesampainya di stadion untuk mereka yang berangkat dengan korwil masing-
masing tidak perlu lagi mengantri tiket pertandingan karena tiket sudah
didistribusikan kepada setiap korwil sehari sebelumnya. Lain hal untuk mereka
yang berangkat secara pribadi yang harus mengantri tiket bersama suporter The
Jakmania lainnya. The Jakmania biasanya sudah tiba di stadion pada siang hari
meskipun pertandingan baru akan dimulai pada sore atau malam hari. Mereka
dengan sabar menunggu bus Persija Jakarta memasuki wilayah stadion. Ketika bus
yang membawa seluruh punggawa Persija Jakarta datang biasanya mereka
melakukan penyambutan dengan menyanyikan yel-yel dan membentangkan syal
Persija Jakarta.
Saat sudah berada didalam stadion para anggota korwil dan pengurus pusat
pun saling berkoordinasi mempersiapkan segala bentuk koreo yang akan dilakukan
hari itu serta memajang setiap atribut yang dibawa untuk di pajang disetiap sudut
stadion. Selain itu juga para dirijen pun sudah siap memimpin puluhan ribu The
Jakmania yang sudah hadir di tribun dengan warna ciri khas mereka yaitu orange.
Dalam setiap pertandingan Persija Jakarta, The Jakmania selalu menunjukan
berbagai macam cara untuk membakar semangat para pemain Persija Jakarta yang
sedang bertanding. Bernyanyi sepanjang laga serta menampilkan beragam koreo
dan aksi-aksi atraktif lainnya sudah menjadi ciri khas tersendiri dari the jakmania.
Mereka dikenal sebagai suporter yang militan dan solid.
8
Menurut Su‟udi dalam bukunya Football Inspirations For Succes bahwa
setiap klub dari level terendah pasti memiliki penggemar fanatik karena adanya
ikatan kedaerahan, keluarga, golongan atau simpatik dengan pemainnya10
. Di
Indonesia banyak ditemui suporter-suporter fanatik pendukung klub lokal
nusantara. Salah satunya adalah suporter tim kesebelasan dari Ibu Kota yakni The
Jakmania yang telah peneliti uraikan sebelumnya bagaimana cara mereka
mendukung Persija Jakarta.
The Jakmania didirikan pada 19 desember 1997 dan eksistensinya hingga hari
ini cukup berpengaruh pada persepakbolaan Indonesia. Kelompok suporter bola
yang kini di pimpin oleh Richard Ahmad memiliki 70 ribu anggota resmi yang
terdaftar dalam kartu keanggotaan. Dan juga ada 40 ribu simpatisan yang tidak
terdaftar sebagai anggota resmi. Anggota resmi merupakan anggota yang terdaftar
dan memiliki kartu keanggotaan aktif (KTA). Sedangkan simpatisan merupakan
orang-orang yang belum dan tidak memiliki kartu tanda anggota termasuk orang-
orang yang mendukung Persija Jakarta melalui layar kaca.
Dalam situs The Top Tens11
pertanggal 24 Juli 2015, The Jakmania masuk
kedalam 10 besar suporter klub sepakbola Indonesia dengan jumlah anggota
terbanyak. The Jakmania terbagi ke dalam 59 koordinator wilayah (korwil) yang
terus aktif sampai sekarang dan tersebar di seluruh Indonesia dan memiliki kantor
sekretariat di Jakarta. Fanatisme the Jakmania melahirkan loyalitas yang cukup
10
Achmad Su‟udi, Football Inspirations For Succes, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010,
hlm.94
11 Sahadeva, Biggest Football Suporters in Indonesia, http://www.thetoptens.com/biggest-football-
suporters-indonesia/ diakses pada tanggal 27 November 2015 pukul 21.14 WIB
9
tinggi dalam mendukung klub kebanggannya. Hal ini terbukti ketika Persija Jakarta
memainkan laga tandang The Jakmania turut serta hadir untuk mendukung Klub
Kesayangannya tersebut meskipun harus jauh-jauh ke luar kota. Selain itu The
Jakmania juga membuat merchandise untuk dijual yang kemudian sebagian
keuntungannya di sisihkan untuk membantu keuangan klub Persija Jakarta. Tidak
dapat dipungkiri fanastime The Jakmania juga membawa sisi gelap, the Jakmania
acapkali menimbulkan keributan antar suporter yang akhirnya membentuk
pandangan negatif di masyarakat dengan seringnya berita miring seputar The
Jakmania yang sering menimbulkan kerusuhan atau bentrokan terhadap rival
bermainnya. Sampai orang nomor 1 di DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau
yang lebih dikenal dengan nama Ahok melontarkan kritik keras ketika menjelang
piala presiden oktober 2015,
“Di DKI paling masalah Jakmania. Tidak becus main olahraga, ribut jalan
terus. Pemain enggak becus, gaji enggak keurus, gimana mau main” sindir
Ahok ketika diwawancarai mengenai persiapan final piala presiden 12
.
Mendengar sindirian keras Ahok, menggambarkan bahwa The Jakmania
sering menimbulkan keributan dari pada sebuah prestasi. Keributan tersebut
kadang dilandaskan karena ketidak puasan mereka terhadap hasil pertandingan hal
tersebut merupakan buah dari fanatisme yang berlebihan. Dalam
www.psikoterapis.com juga fanatisme kerap dipandang sebagai penyebab
menguatnya perilaku kelompok yang tidak jarang dapat menimbulkan perilaku
12
Hanz Jimenez Salim, Ahok Sindir The Jakmania Tidak Becus Olahraga Ribut Terus ,
http://m.liputan6.com/ news/read/2342266/ahok-sindir-jakmania-tidak-becus-olahraga-ribut-terus ,
diakses pada tanggal 29 Februari 2016, pukul 13:18 WIB
10
agresif. Individu yang fanatik akan cenderung kurang memperhatikan kesadaran
sehingga seringkali perilakunya kurang terkontrol dan tidak rasional13
.
The Jakmania juga sering memberikan hal positif terhadap klub. Tidak
segan mereka menjual merchendaise yang keuntungannya untuk membantu
keuangan klub. Sikap yang baik juga ditunjukan The Jakmania ketika mereka
melakukan kegiatan galang dana untuk biaya pengobatan operasi pemain Persija
Jakarta yang mengalami patah kaki, Alfin Tuasalamony14
. Selain itu the jakmania
pun mengadakan kegiatan sosial yang melibatkan masyarakat seperti mengadakan
pengajian rutin dan juga bakti sosial dengan menggalang dana untuk membantu
para korban bencana atau menyantuni anak-anak yatim15
. Dan yang terakhir aksi
simpatik juga ditunjukan The Jakmania saat mereka menyerukan tagar #JagaJakarta
ketika terjadi tragedi bom Sarinah-Thamrin melalui berbagai sosial media16
.
Kembali kepada film The Jak yang menceritakan fanatisme The Jakmania.
Film yang masuk dalam nominasi Best Extended Documentary di Citra Award
pada tahun 2009 ini memang kental dengan fanatisme selain dari aksi-aksi yang
dilakukan the jakmania dalam mendukung tim kebanggaannya.
13
Psikoterapis, Apa itu Fanatisme? , http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-fanatisme-,72 , diakses
pada tanggal 27 maret 2016, pukul 19.19 WIB
14 Muhamad Rais Adnan, The Jakmania Galang Dana Untuk Bantu Pengobatan Alfin Tuasalamony,
http://www.goal.com/ id-ID/news/1387/nasional/2015/06/21/12933002/the-jakmania-galang-dana-
untuk-bantu-pengobatan-alfin , diakses pada tanggal 02 maret 2016, pukul 01.05 wib
15 Marco Tampubolon dan Ali Usman, The Jakmania Santuni Anak Yatim, http://m.bola.viva.co.id/
news/read/282131-the-jakmania-santuni-anak-yatim, diakses pada tanggal 02 maret 2016, pukul
01.04 wib
16 Randy Wirawan, Terjadi Ledakan di Sarinah The Jakmania Serukan #JagaJakarta,
http://bolalob.com/ read/ 28212/terjadi-ledakan-di-sarinah-the-jakmania-serukan-jagajakarta?,
diakses pada tanggal 02 maret 2016, pukul 01.06 wib
11
Dari latar belakang yang telah peneliti uraikan, peneliti tertarik untuk
mengetahui makna fanatisme The Jakmania yang ditunjukkan dari sikap fanatik
mereka dalam film The Jak. Peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi
mengenai penggambaran fanatisme yang ditunjukan oleh The Jakmania dalam
film dokumenter “The Jak” karya Andibachtiar Yusuf, karena film tersebut
menggambarkan fakta-fakta yang terjadi di lapangan tanpa adanya rekayasa.
Sehingga peneliti memilih judul “Representasi Makna Fanatisme Suporter
Sepakbola The Jakmania dalam Film The Jak”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka rumusan
masalah penelitian ini adalah “Bagaimana makna Fanatisme Suporter
Sepakbola The Jakmania dalam Film Dokumenter The Jak?”
1.3. Identifikasi Masalah
Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, maka identifikasi masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Bagaimana makna fanatisme the jakmania diperlihatkan dalam film The
Jak?
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan maka tujuan adanya
penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Untuk menjelaskan makna fanatisme the jakmania yang diperlihatkan dalam
film The Jak.
12
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi almamater
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Khususnya Program studi Ilmu
Komunikasi. Agar nantinya penelitian ini dapat menjadi tambahan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan atau karya ilmiah dalam penelitian
skripsi, khususnya dalam bidang kajian semiotika ilmu komunikasi.
Termasuk jika penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai bahan rujukan
atau referensi bagi penelitian - penelitian berikutnya dengan tema yang
serupa.
1.5.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan juga
dapat memberikan masukan bagi para kelompok suporter bola lainnya dalam
memahami fanatisme dan loyalitas dalam mendukung klub sepak bola
kebanggaannya. Selain itu penelitian ini diharapkan dalapat menjadi sumber
informasi kepada masyarakat dalam memandang perilaku fanatisme dan
loyalitas kelompok suporter bola dalam mendukung klub sepak bola.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Film Dokumenter
Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang dapat diterima
dengan mudah oleh khalayak. Film memiliki potensi untuk mempengaruhi dan
membentuk pandangan masyarakat dengan muatan pesan yang dibawanya. Hal
tersebut dikarenakan film merupakan potret dari realitas di masyarakat. Film selalu
merekam realitas yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat dan kemudian
memproyeksikannya ke dalam layar17
.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman pada bab 1 Pasal 1
menyebutkan, yang dimaksud dengan film adalah karya seni budaya yang
merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan
kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan18
.
Film dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, antara lain :
a. Film Cerita, yakni jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim
dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film
ini didistribusikan sebagai barang dagangan.
b. Film Berita, merupakan film yang berisikan fakta, di mana peristiwa yang ada
di dalamnya benar-benar terjadi (nyata). Dalam film sejenis ini terdapat nilai
berita yang penting dan menarik bagi khalayak.
17
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009, hal.127.
18 Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikas, Ghalia Indonesia, Bogor, 2014, hal.91
14
c. Film Dokumenter, didefinisikan oleh Robert Flaherty sebagai “karya ciptaan
mengenai kenyataan” (creative treatment of actuality). Film dokumenter
merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan
tersebut.
d. Film Kartun, merupakan film animasi yang segmentasi utamanya adalah
anak-anak. Namun tidak sedikit kalangan yang bukan anak-anak pun
menyukainya karena terdapat sisi kelucuan yang kerap hadir dalam setiap
tayangannya19
.
Dalam penelitian ini film yang akan diteliti adalah film dokumenter. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa film dokumenter merupakan hasil
interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut. Inti dari
dokumenter adalah suatu usaha eksplorasi dari orang – orang, pelaku-pelaku yang
nyata dan situasi yang sungguh nyata20
.
Dokumenter sering dianggap sebagai rekaman dari aktualitas, potongan
rekaman sewaktu kejadian sebenarnya berlangsung, saat orang yang terlibat
didalamnya berbicara, kehidupan nyata seperti apa adanya, spontan, dan tanpa
media perantara. Dikutip dari buku Jill Nelmes yang berjudul An introduction to
19
Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Refika Offset, Bandung, 2007,
hal 148-149
20 Tri Nugroho Adi, Sinematografi IV : Film Dokumenter, https://sinaukomunikasi.wordpress.com/
2011/10/05/sinematografi-iv-film-dokumenter/ , diakses pada tanggal 18 agustus 2016,
pukul 20.58 WIB.
15
film studies third edition ada beberapa unsur-unsur visual dan verbal yang biasa
digunakan dalam sebuah dokumenter. yakni sebagai berikut21
;
a. Unsur Visual:
1. Observasionalisme reaktif; pembuatan film dokumenter dengan bahan
yang sebisa mungkin diambil langsung dari subyek yang difilmkan.
Hal ini berhubungan dengan ketepatan pengamatan oleh pengarah
kamera atau sutradara.
2. Observasionalisme proaktif; pembuatan film dokumenter dengan
memilih materi film secara khusus sehubungan dengan pengamatan
sebelumnya oleh pengarah kamera atau sutradara.
3. Mode ilustratif; pendekatan terhadap dokumenter yang berusaha
menggambarkan secara langsung tentang apa yang dikatakan oleh
narator (yang direkam suaranya sebagai voice over).
4. Mode asosiatif; pendekatan dalam film dokumenter yang berusaha
menggunakan potongan-potongan gambar dengan berbagai cara.
Dengan demikian, diharapkan arti metafora dan simbolis yang ada
pada informasi harafiah dalam film itu, dapat terwakili.
21
Ibid.
An introduction to film studies third edition , oleh Jill Nelmes (ed), routledge, london, 2003. hal
189-190
16
b. Unsur Verbal:
1. Overheard exchange; rekaman pembicaraan antara dua sumber atau
lebih yang terkesan direkam secara tidak sengaja dan secara langsung.
2. Kesaksian; rekaman pengamatan, pendapat atau informasi, yang
diungkapkan secara jujur oleh saksi mata, pakar, dan sumber lain yang
berhubungan dengan subyek dokumenter. Hal ini merupakan tujuan
utama dari wawancara.
3. Eksposisi; penggunaan voice over atau orang yang langsung
berhadapan dengan kamera, secara khusus mengarahkan penonton
yang menerima informasi dan argumen-argumennya.
Dalam buku Semiotika dalam riset komunikasi karangan Nawiroh Vera,
unsur film berkaitan dengan karakteristik utamanya yaitu audio visual. Unsur audio
visual dibagi dalam dua bidang:
1. Unsur naratif yaitu materi atau bahan olahan, dalam film cerita unsur naratif
adalah penceritaannya.
2. Unsur sinematik yaitu cara atau dengan gaya seperti apa bahan olahan
tersebut digarap.
Kedua unsur tersebut tidak dapat dipisahkan dan memiliki keterkaitan sehingga
akan menghasilkan sebuah karya yang menyatu dan dinikmati oleh penonton.
unsur sinematik sendiri terdiri atas beberapa aspek berikut:
- Mise en scene - Editing
- Sinematografi - Suara
17
Dalam mise en scene terdapat empat elemen penting, setting, tata cahaya, kostum
dan make up, dan akting serta pergerakan pemain22
.
Dalam sebuah film ada yang disebut dengan Sinematografi, yakni suatu
disiplin dalam menata cahaya dan sudut pandang kamera untuk menciptakan
kualitas gambar yang indah dalam sebuah produksi film atau sinema. Secara
etimologi sinematografi berarti menulis dengan gambar bergerak. Film merupakan
rangkaian shot dalam sebuah scene, dan rangkaian scene dalam sebuah sequence,
dan seterusnya hingga menjadi tayangan atau film yang utuh. Dibalik rangkaian
shot ada pesan yang ingin disampaikan oleh si pembuat. Pembingkaian gambar
(framing) dalam film sangat mempertimbangkan beberapa aspek yang sangat
berpengaruh pada emosi dan motivasi yang dituju oleh seorang sutradara atau
pembuat film. Aspek tersebut salah satunya adalah type of shot atau jenis-jenis
shot. Jenis-jenis shot yang ada antara lain sebagai berikut23
:
1. Extreme Close up (ECU)
Shot yang menampilkan detail obyek, misalnya mata, hidung, atau telinga.
Shot ini biasanya digunakan untuk maksud tertentu atau menunjukkan
detail objek tertentu yang sangat perlu diketahui oleh penonton dan objek
yang di shot memiliki peran penting dalam sebuah cerita.
2. Big Close up (BCU)
Shot yang menampilkan dari bawah dagu sampai atas dahi. Untuk
menunjukkan detail ekspresi seorang tokoh.
22
Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikas, Ghalia Indonesia, Bogor, 2014, hal.92-93
23 http://www.academia.edu/8030635/Camera_and_Framing_Dasar_Estetika_ diakses pada
tanggal 19 April 2016 , pukul 07.24 WIB
18
3. Close up (CU)
Shot yang menampilkan dari batas bahu sampai atas kepala. Untuk
menunjukkan detail objek/kedekatan suatu objek tertentu.
4. Medium Close up (MCU)
Shot yang menampilkan objek dari batas dada sampai atas kepala. Shot ini
biasa digunakan dalam adegan wawancara untuk menunjukkan kedekatan
dengan objek tanpa menghilangkan kewibawaan orang yang diwawancara.
5. Medium shot (MS)
Shot yang menampilkan objek sebatas perut sampai kepala.
6. Medium Long shot (MLS)
Shot yang menampilkan objek sebatas pinggang sampai kepala.
Terkadang juga bisa sampai sebagatas lutut sampai kepala. Pengambilan
gambar ini juga sering disebut dengan Knee Shot.
7. Long shot (LS)
Shot yang menampilkan objek secara keseluruhan mulai dari telapak kaki
sampai atas kepala serta sedikit terlihat latar belakang objek sehingga
tampak penuh di frame. Jenis shot ini juga kadang disebut sebagai FS (Full
Shot).
8. Very Long shot (VLS)
Shot yang sedikit lebih luas dari long shot. Pada shot ini latar belakang
atau setting tampak lebih dominan dari objek utamanya. Shot ini bertujuan
untuk menunjukkan setting yang digunakan dalam sebuah adegan-
dengan interaksi tokoh utama berada dalam setting tersebut.
19
9. Extreme Long shot (ELS)
Pengambilan gambar dengan menampilkan objek utama pada posisi yang
sangat jauh. Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan lokasi secara
keseluruhan. Terkadang objek utama atau tokoh sengaja dihilangkan
karena tujuan utama dari shot ini adalah untuk memberikan orientasi
tempat dimana peristiwa atau adegan itu terjadi. Shot ini terkadang disebut
juga dengan ES (Establish shot).
Gambar 2.1 Type of shot
Sumber :
http://www.academia.edu/8030635/Camera_and_Framing_Dasar_Estetika_
Type of shot diatas biasa digunakan pada objek tunggal, dan apabila objek
lebih dari seorang, maka dikenal dengan type of shot sebagai berikut:
20
1. Two Shot (TS)
Shot yang menampilkan dua orang dalam satu frame gambar.
2. Group Shot
Pengambilan gambar dengan menampilkan beberapa objek dalam satu
frame gambar.
3. Over Shoulder (OS)
Pengambilan gambar dimana kamera berada di belakang bahu salah
satu objek pelaku, dan bahu si pelaku tampak dalam frame. Objek
utama tampak menghadap kamera dengan latar depan bahu lawan
main.
Gambar 2.2 Type of shot Group
21
Sumber :
http://www.academia.edu/8030635/Camera_and_Framing_Dasar_Estetik
a_
Kemudian dalam pengambilan sebuah shot, tidak menutup kemungkinan
digunakannya penggabung dari dua buah type of shot diatas, tergantung situasi serta
adegan pada sebuah film, sehingga muncul istilah penyebutannya misalnya,
Medium two shot, Medium group shot, dan lain-lain.
Selain type of shot ada juga yang disebut dengan Camera Angle yakni teknik
pengambilan gambar dengan menempatkan kamera pada sudut serta ketinggian
tertentu, sehingga dalam merekam sebuah adegan dapat menimbulkan nilai
dramatik pada sebuah shot. Camera Angle dibagi menjadi24
:
1. High Angle (Bird Eye View)
Posisi kamera lebih tinggi dari obyek yang diambil. Pada posisi kamera ini
kesan yang akan disampaikan kepada penonton adalah suatu kekuatan atau
rasa superioritas bahkan efek tersebut akan semakin meningkat jika ada
penambahan jarak yang ditimbulkan. Oleh karena itu high angle
diciptakan dengan maksud untuk mengurangi rasa superioritas dan
sekaligus subyek tadi akan melemah kedudukannya, kesan yang muncul
adalah rasa tertekan pada subyek, kesedihan, hina, kecil dan kejauhan.
2. Normal Angle (Stright Angle/Chest Level/eye level)
24
http://www.academia.edu/8030635/Camera_and_Framing_Dasar_Estetika_ diakses pada
tanggal 19 April 2016 , pukul 07.24 WIB
22
Sudut dimana posisi kamera pada saat pengambilan gambar yang normal
dalam sebuah adegan. Posisi kamera ini pada umumnya setinggi dada atau
sejajar dengan ketinggian kita atau penglihatan manusia pada umumnya.
Sudut pengambilan gambar ini kerap digunakan pada suatu acara yang
gambarnya tetap atau statis, misalkan pada adegan dialog dan wawancara.
Penggunaan sudut pengambilan gambar ini cenderung menghasilkan
gambar yang datar dan monoton jika tanpa variasi angle yang lain.
3. Low Angle (Frog Eye View)
Posisi kamera lebih rendah dari obyek yang diambil. Pada posisi ini
kamera akan memberikan suatu kesan kepada subyek seperti bahwa
subyek tadi mempunyai kekuatan yang menonjol di sini subyek tersebut
akan kelihatan kekuasaannya, objek terkesan lebih tinggi, besar gagah,
angkuh, sombong, perkasa dan berwibawa. Penonton dibuat seakan
menjadi bawahan dari tokoh dalam film, akan tetapi jika digunakan
berlebihan, mudah menimbulkan rasa bosan pada penonton.
Teknik pengambilan gambar yang tealah diuraikan baik type of shot maupun
camera angle merupakan salah satu hal yang membuat film menjadi lebih menarik
tampilannya. Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis
struktural atau semiotika. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-
tanda itu termasuk berbagai sitem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam
upaya mencapai efek yang diharapkan25
. Film juga sebetulnya tidak jauh dengan
25
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009, hal. 128
23
televisi. Namun, film dan televisi memiliki bahasanya sendiri dengan sintaksis dan
tata bahasa yang berbeda. Tata bahasa itu terdiri atas semacam unsur yang akrab,
seperti pemotongan (cut), pemotretan jarak dekat (close-up), pemotretan dua (two
shot), pemotretan jarak jauh (long shot), pembesaran gambar (zoom-in), pengecilan
gambar (zoom-out), memudar (fade), pelarutan (dissolve), gerakan lambat (slow
motion), gerakan yang dipercepat (speeded-up), efek khusus (special effect)26
.
Film dalam penelitian ini merupakan film dokumenter yang langsung
diangkat dari kejadian yang nyata yakni kehidupan suporter klub sepak bola Persija
Jakarta atau yang lebih dikenal dengan The Jakmania. Setting yang digunakan pun
berlatar ditempat-tempat ketika Persija sedang bertanding. Difilm ini pun dimuat
beberapa wawancara dengan narasumber-narasumber yang relevan dengan the
jakmania.
2.2. Suporter Sepak Bola
Suporter adalah orang yang memberikan dukungan, sokongan, dan
sebagainya (dalam pertandingan dan sebagainya)27
. Suporter dan sepak bola
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan keterkaitannya. Pertandingan sepak
bola tanpa suporter bagai sayur tanpa garam, kurang lengkap. Suporter kerap
dianggap sebagai pemain kedua belas yang melengkapi tim kesebelasan yang
sedang bertanding dilapangan.
Dalam memberikan dukungannya, bukan merupakan suatu yang aneh jika
para suporter menyuguhkan nyanyian-nyanyian berupa yel-yel, tarian, atau atraksi
26
Ibid. hal.130-131
27 Kamus Besar Bahasa Indonesia, www.kbbi.web.id/suporter , diakses pada tanggal 20 Mei 2016
pukul 19.55 wib.
24
semata-mata dilakukan sebagai cara untuk mendukung tim kebanggaannya berlaga.
Hal tersebut membuat hiburan dan daya tarik sendiri dalam dunia sepak bola. Aksi
suporter kadang kerap kali berlebihan, seperti membawa petasan atau kembang api,
bahkan tidak jarang aksi suporter yang berlebihan dapat menimbulakan kerusuhan
antar suporter.
2.2.1. The Jakmania Sebagai Suporter Sepak Bola
Di Indonesia banyak ditemui suporter-suporter klub lokal nusantara. Seperti
suporter sepak bola Indonesia asal malang yang menjadi pionir berdirinya
suporter era 90an, yakni para pendukung arema atau yang dikenal dengan
aremania. Selain itu ada juga The Jak mania yang merupakan pendukung klub
sepak bola ibu kota atau Persija Jakarta yang menempati posisi ke 4 suporter
terfanatik di Indonesia versi bola.net28
.
The jakmania didirikan pada 19 desember 1997 dan eksistensinya hingga
hari ini cukup berpengaruh pada persepakbolaan Indonesia. Kelompok suporter
bola yang kini di pimpin oleh Richard Ahmad memiliki 70 ribu anggota resmi
yang terdaftar dalam kartu keanggotaan. Dan juga ada 40 ribu simpatisan yang
tidak terdaftar sebagai anggota resmi. Anggota resmi merupakan anggota yang
terdaftar dan memiliki kartu keanggotaan aktif (KTA). Sedangkan simpatisan
merupakan orang-orang yang belum dan tidak memiliki kartu tanda anggota
termasuk orang-orang yang mendukung Persija Jakarta melalui layar kaca.
28
Bola.net, 6 Kelompok Suporter Fanatik Klub Sepak Bola Indonesia, http://m.bola.net/open-
play/6-kelompok-suporter-fanatik-klub-sepak-bola-indonesia-8a33a8-4.html , diakses pada
tanggal 28 februari 2016, pukul 17:59 wib.
25
The Jakmania merupakan kelompok suporter pendukung kesebelasan persija
Jakarta. Jakmania merupakan kelompok suporter yang terorganisir dan berniat
menyatukan Jakarta darimanapun mereka berasal, tidka harus berdomisili dan asli
orang Jakarta. Hal tersebut menggambarkan bahwa Jakarta sebagai sebuah
ibukota negara dengan penduduknya yang heterogen dapat disatukan oleh
sepakbola.
Dalam situs The Top Tens29
pertanggal 24 Juli 2015, The Jakmania masuk
kedalam 10 besar suporter klub sepakbola Indonesia dengan jumlah anggota
terbanyak. The Jakmania terbagi ke dalam 59 koordinator wilayah (korwil) yang
terus aktif sampai sekarang dan tersebar di seluruh Indonesia dan memiliki kantor
sekretariat di Jakarta. Dukungan yang diberikan The Jakmania terhadap Persija
Jakarta bisa dibilang sangat tinggi. Hal ini terbukti ketika Persija Jakarta
memainkan laga tandang The Jakmania turut serta hadir untuk mendukung Klub
Kesayangannya tersebut meskipun harus jauh-jauh ke luar kota. Selain itu The
Jakmania juga membuat merchandise untuk dijual yang kemudian sebagian
keuntungannya di sisihkan untuk membantu keuangan klub Persija Jakarta.
Berbagai atribut dikenakan oleh para jakmania untuk mencirikan rasa cinta
mereka terhadap Persija yang identik dengan warna orange, mulai dari pakaian,
syal, topi bahkan rambut yang dicat berwarna orange . Selain itu, kelompok
suporter ini kadang menyewa nagkot dan bus hanya untuk ke stadion tempat
Persija berlaha, dengan diiringi nyanyian tiada henti-hentinya serta tabuhan drum
29
Sahadeva, Biggest Football Suporters in Indonesia, http://www.thetoptens.com/biggest-
football-suporters-indonesia/ ,diakses pada tanggal 27 November 2015 pukul 21.14 WIB
26
yang menambah kesemarakan selama perjalanan menuju stadion. Nyanyian dan
kermaian itu tidak hanya sepanjang perjalanan, namun juga terjadi selama
pertandingan. Jakmania berkumpul ditribun dan bersorak sorai dan melakukan
atraksi-atraksi heroik yang mereka perlihatkan selama tim kebanggaan mereka
bertanding. Selain itu mereka juga mengiringi dengan gerakan-gerakan atraktif
seperti bertepuk tangan, lompat-lompat, jingkrak-jingkrak, dan sebagainya.
Semua itu dilakukan semata-mata untuk memberikan semangat dan dukungan
supaya para pemain lebih termotivasi dan memenangi pertandingan.
2.3. Fanatisme Suporter Sepak Bola
Sering kita mendengar kata fanatik atau fanatisme pada hal yang menyangkut
agama maupun olahraga khususnya sepak bola. Terkadang dalam meberikan
dukungan untuk klub kebanggannya, suporter sepak bola mengarah kepada sikap
fanatisme. Sikap merupakan suatu reaksi evaluatif yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang (sering kali berakar pada
kepercayaan seseorang, dan muncul dalam perasaan dan perilaku seseorang)30
.
Perilaku setiap morang bermacam-macam, jika dikaitkan dengan sikap,
perilaku maka secara umum perilaku cenderung lebih konsisten dengan sikap
yang secara spesifik relevan dengannya dari pada dengan sikap umum yang
berlaku untuk perilaku yang luas. Sikap tertentu yang menonjol akan lebih berlaku
untuk perilaku yang lebih luas. Sikap tertentu yang lebih menonjol akan lebih
mungkin mempengaruhi perilaku. Jika dilihat dari pengertiannya, menurut John
30
David G. Myers, Psikologi Sosial “Social Psychology”, Jakarta : Salemba Humanika, 2014, hal.
164
27
H. Harvey dan William P. Smith adalah kesiapan merespon secara konsisten
dalam bentuk positif maupun negatif terhadap subjek atau situasi. Dari pengertian
tersebut masih terdapat beberapa hal yang kurang jelas, sehingga W.J Thomas
memberikan batasan sikap sebagai suatu kesadaran individu yang menentukan
perbuatan-perbuatan yang nyata ataupun yang mungkin akan terjadi di dalam
kegiatan-kegiatan social, dan sikap selalu diarahkan terhadap suatu hal atau objek
tertentu. Dimana sikap itu sendiri memiliki 3 aspek penting yaitu :
a. Aspek kognitif : yang berhubungan dengan gejala mengenai
pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman, dan
keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau
kelompok objek tertentu.
b. Aspek afektif : berwujud proses yang menyangkut perasaan-
perasaan tertentu ketakutan, kedengkian, simpati, antisipasi dan
sebagainya yang ditunjukan kepada objek-objek tertentu.
c. Aspek konatif : berwujud proses tendensi atau kecenderungan
berbuat sesuatu objek.
Suatu perilaku muncul akibat dari adanaya interaksi antara
stimulus dan organisme. Perilaku, lingkungan, dan individu itu sendiri
saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Ini berarti bahwa perilaku
individu dapat mempengaruhi perilaku individu itu sendiri, di samping itu
juga berpengaruh pada lingkungan, demikian pula lingkungan dapat
mempengaruhi individu, demikian sebaliknya.
28
Menurut Martin Fishbein dalam buku milik Werner, tujuan
seseorang melakukan sebuah perilaku yang ditentukan, adalah
berdasarkan fungsi sikap seseorang sebelum melakukan perilaku tersebut,
persepsi seseorang terhadap norma-norma yang mengatur perilaku tersebut
dan motivasi seseorang untuk mengikuti norma-norma tersebut.
Skinner membedakan perilaku menjadi dua yaitu:
a. Perilaku yang alami (innate bihaviour)
Yaitu perilaku yang dibawa sejak organism dilahirkan yaitu berupa
refleks-refleks dan insting-insting. Perilaku yang terjadi secara spontan
terhadap stimulus yang mengenai organism yang bersangkutan. Reaksi ini
terjadi dengan sendirinya, otomatis, tidak diperintah susunan pusat saraf
atau otak.
b. Perilaku operan (operant bihaviour)
Perilaku yang lain sebagai reaksi secara spontan terhadap stimulus yang
mengenai organism yang bersangkutan. Perilaku ini dikendalikan atau
diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Proses yang terjadi pada otak atau
pusat kesadaran ini yang disebut proses psikologis. Menurut Branca,
perilaku yang berdasar pada proses psikologis disebut perilaku psikologis.
Perilaku seseorang dalam posisi sebagai individu dengan yang
menjadi anggota kelompok yang memiliki kepentingan sama akan berada
pada tingkat yang jauh berbeda. Menurut G.Le Bon (yang dipandang
sebagai pelopor psikologi massa) bahwa “massa itu merupakan suatu
29
kumpulan orang banyak, berjumlah ratusan atau ribuan yang berkumpul
dan mengadakan hubungan untuk sementara waktu, karena minat atau
kepentingan bersama yang sementara pula”. Dimana pemikiran ini sejalan
dengan Ahmadi yang mengatakan “group maupun massa memiliki
kesamaan yaitu sekumpulan dari pada manusia dan mempunyai norma”.
Sedangkan dari massa penonton atau pendukung mempunyai pengaruh
yang besar terhadap konsentrasi dan juga dapat mempengaruhi daya juang
atlet dalam mencapai prestasi. Selain itu juga bisa dikatakan sebagai
group, yang menurut Ahmadi,”bahwa group adalah kumpulan dari
beberapa orang yang mempunyai norma tertentu, sehingga melahirkan
ikatan kejiwaan dan persamaan tujuan”.
Menurut Sherif, perbedaan antara kelompok social dengan massa terletak
pada struktur, kelompok social telah memiliki struktur tertentu sedangkan
massa tidak punya struktur. Beberapa pengertian diatas dapat dijadikan
acuan pengertian dari massa itu sendiri yaitu sekumpulan seseorang yang
memiliki kepentingan yang sama dan norma tertentu yang sifatnya hanya
sementara. Massa yang semula pasif dapat berubah menjadi massa yang
aktif. Max Mess mengatakan, dinyatakan massa penonton yang dapat
memberikan sumbangan positif dan negate terhadap perkembangan dalam
dunia olah raga, diantaranya:
(a)Massa insiders. Yaitu para atlet itu sendiri, wasit dan pelatih. Mereka
orang yang memiliki hubungan erat antara yang satu dengan yang lainnya
30
karena peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis sehingga terjadi
pengertian. (b) massa suporter. Yaitu massa penonton yang menonton tim
kesayangannya bertanding. Dimana penonton merasa memiliki tim yang
sangat tinggi sehingga ada sikap fanatime, yang sisi jeleknya adalah bila
tim yang diharapkan ini tidak dapat menang maka mereka dapat membuat
kerusuhan. (c) massa penonton adalah massa yang suka akan kegiatan olah
raga lainnya. Yaitu sekelompok massa yang melihat suatu pertandingan
sebagai suatu pertandingan olah raga yang bermutu atau berkualitas. (d)
massa undangan. Adalah suatu massa yang datang dalam suatu
pertandingan karena keberadaannya dalam suatu masyarakat, (e) massa
penjudi: massa penonton yang kedatangannya disuatu pertandingannya
adalah untuk mengadakan taruhan atau berjudi.
Menurut Le Bon, massa mempunyai sifat psikologis tersendiri, orang yang
bergabung dalam massa akan berbuat sesuatu, yang tidak akan diperbuat
jika individu tidak ikut bergabung. Massa memiliki hokum mental unity
atau law of mental unity yaitu bahwa dalam massa adanya kesatuan mind,
kesatuan jiwa, seperti yang dikemukakan:
“siapapun individu yang menyusun itu, bagaimanapun juga suka atau tidak
suka dengan gaya hidup mereka, kedudukan mereka, kenyataannya bahwa
mereka telah diubah dalam satu kerumunan yang meletakkan mereka pada
pemikiran kolegtif”
Selain sifat-sifat tersebut, massa masih memiliki sifat lainnya, yaitu:
31
a. Implusive; massa itu akan mudah memberikan respon terhadap
rangsang atau stimulus yang diterimanya. Karena sikap implusive ini
maka massa ingin bertindak cepat sebagai reaksi terhadap stimulus
yang diterimanya.
b. Mudah sekali tersinggung; sehingga untuk membangkitkan daya gerak
massa diperlukan stimuli yang dapat menyinggung perasaan massa
yang bersangkutan.
c. Sugestibel; massa dapat mudah menerima sugesti dari luar.
d. Tidak rasional; karena massa sugestibel, maka dalam bertindak tidak
rasional dan mudah dibawa oleh sentiment-sentiment.
e. Adanaya social fasilitation; menurut Allport yaitu dengan adanya
penguatan aktivitas individu yang lain. Perbuatan individu lain dapat
merangsang atau menguatkan perbuatan individu lain yang tergabung
dalam massa itu. Sedangkan menurut Tarde disebut sebagai imitasi,
tetapi lain dengan Sighele yang mengatakan bahwa itu merupakan
sugesti. Lain pula dengan G. Le Bon yang mengatakan hal tersebut
adalah contagion and suggestion dan dalam suasana ini ada suasana
hipotik.
Para pendukung tim sepak bola sendiri sebenarnya dapat dibedakan
dalam beberapa kategori, yaitu:
a. Hooligan.
32
Adalah fans sepakbola yang brutal ketika tim idolanya kalah bertanting.
Hooligan merupakan stereotip suporter bola dari inggris tapi kemudian
menjadi fenomena global. Sebagian besar dari hooligan adalah back-
packer yang telah berpengalaman dalam berpergian. Mereka sering
menonton pertandingan yang beresiko besar. Banyak dari meraka yang
keluar masuk penjara karena sering terlibat bentrok fisik. Untuk
mengantisipasi adanya kerusuhan, gaya berpakaian mereka pun sudah
dipersiapkan untuk berkelahi. Mereka jarang menggunakan pakaian yang
sama dengan tim pilihannya, dan memilih berpakaian asal-asalan agar
tidak terditeksi polisi. Meskipun begitu biasanya mereka tidak mau
menggunakan senjata dan duduk secara berpencar.
b. Ultras
Kata ini berasal dari bahasa Latin yang berarti di luar kebiasaan. Kalangan
ultras tak pernah berhenti menyanyi mendengungkan yel-yel tim selama
bertandingan berlangsung. Mereka juga rela berdiri sepanjang permainan
dan menyalakan gas warna-warni untuk mencari perhatian. Hasil intruksi
ultras yang sangat kreatif terhadap penonton yang lain adalah gelombang
yang biasanya berada di dalam stadion. Meskipun memiliki karakter yang
sama dengan hooligan yaitu temperamental ketika tim mereka kalah
bertanding atau diremehkan, tetapi tujuan mereka utama adalah
mendukung tim, bukan untuk unjuk kekuatan lewat adu fisik. Anggota
ultras adalah mereka yang sangat setia dan loyal terhadap tim favoritnya
cukup lama.
33
c. The VIP
Bagi mereka yang lebih penting adalah agar ditonton oleh penonton lain.
Sebagian besar kelompok i8ni adalah pembisnis tingkat tinggi yang
menyaksikan pertandingan di kotak VIP demi sebuah gengsi untuk
pencitraan diri. Dalam area VIP atau bisa disebut skyboxes, jutawan dapat
bertemu rekan bisnis lainnya dengan menghasilkan kesepakatan penting.
Mereka tidak perduli dengan hasil skor kecuali itu akan mempengaruhi
bisnis yang digekuti.
d. Daddy/Mommy
Mereka adalah orang-orang yang suka melibatkan atau membawa anggota
keluarga mereka, menonton pertandingan bola layaknya sebuah rekreasi
keluarga untuk mempererat persodaraan. Sehingga mereka menonton bola
jika tiket tidak terlalu mahal atau pada saat pertandingan penyisihan saja.
Sebagian para Daddy/mommy adalah karyawan prefisional yang gemar
sepak bola tetapi tidak terlalu fanatik. Letak tempat duduk mereka saat
menonton biasanya jauh dari hooligan atau ultras. Mereka menghuatirkan
anak-anak mereka menjadi sasaran massa ketika terjadi kerusuhan.
e. Chrismas Tree
Dipanggil Chrismas Tree (pohon natal) karena sekujur tubuh dan
pakaiannya dipenuhi berbagai atribut tim mulai dari badge, pin, stiker,
tato, coret-coretan wajah, dan rambut dengan aneka gaya. Mereka tidak
hanya menonton sepakbola tetapi juga menunjukan identitas Negara atau
34
tim favorit mereka lewat busana tradisional khas Negara mereka dan
duduk diarea yang jauh dari ultras maupun hooligan.
f. The Expert
Sebagian mereka pengsiunan yang telah berumur yang tak saying
menggunakan uang pensiunan untuk bertaruh, sehingga tak heran jika
wajah mereka selalu tegang sepanjang pertandingan. Dan tak jarang juga
mereka meneguk berbotol-botol minuman karena begitu tegangnya. Para
ahli pertaruhan ini biasanya hanya tertarik pada pertandingan sekelas
World Cup dan UEFA Cup, bukan liga ataupun antar klub. Letak duduk
mereka selalu dekat gawang untuk memudahkan mereka untuk berteriak
member semangat, yang layaknya pelatih mereka juga mengarahkan
strategi apa yang harus dijalankan pemain. Di tangan mereka selalu
tergenggam telepon dan Koran untuk memprediksi akhir dari permainan.
g. Couch Potato
Ini kelompok terbesar dari fans sepakbola, mereka tidak menoton langsung
di stadion tetapi lewat TV di rumah. Tipe ini berasumsi bahwa menonton
melalui TV lebih nyaman dari pada membuang uang untuk sebuah
pertandingan yang belum tentu bagus. Prinsip fans ini adalah murah
meriah. Sambil menonton, selalu sedia camilan dan minuman didekatnya.
Terkadang hanya didepan tv, mereka juga berdandan seolah-olah ada
didalam lapangan dengan menggunakan kaos tim, bendera dan segala
macam atribut ikut meramaikan ajang nonton tersebut.
35
Jadi dengan kata lain, sikap dapat mempengaruhi apa yang muncul dalam
perasaan dan perilaku seseorang. Namun ekspresi dari sikap kita dan perilaku kita
masing-masing tergantung pada banyak pengaruh baik dari dalam maupun luar.
Sedangkan fanatisme menurut Giulianotti merupakan sebuah rasa kecintaan yang
lebih, sehingga akan berdampak luar biasa terhadap sikap hidup seseorang. Segala
sesuatu yang diyakini akan memberikan sebuah kecintaan dan semangat hidup yang
lebih pada orang tersebut31
.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia fanatisme adalah keyakinan /
kepercayaan yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama dan sebagainya). J.P
mengatakan bahwa fanatik merupakan satu sikap penuh semangat yang berlebihan
terhadap satu segi pandangan atau satu sebab. Suatu sikap tersebut bisa berdasarkan
pemikiran dan pemahamannya yang tidak berubah-ubah atau tetap terhadap satu
segi pandangan, yang menurut Winston Churchill bahwa “A fanatik is one who
can‟t change his mind and won‟t cange the subject” dengan artian bahwa seseorang
yang fanatik yang mana tidak bisa berubah pemikirannya dan tidak akan berubah
pokok materi. Fanatisme sendiri diartikan sebagai suatu paham fanatik terhadap
suatu hal, karena dalam EYD, kata yang berakhiran isme adalah merupakan faham.
Fanatik berbeda dengan fanatisme, fanatik merupakan sikap yang timbul saat
seseorang menganut fanatisme (faham fanatik), sehingga fanatisme itu adalah sebab
dan fanatik merupakan akibat.
Achmad Mubarak mengatakan bahwa fanatik adalah suatu istilah yang
digunakan untuk menyebut suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang suatu
31 Richard Gulianotti, Sepak Bola Pesona Sihir Permainan Global, Yogyakarta : Appeiron Pylothe,
2006, hal. 71
36
yang positif atau yang negatif, pandangan mana yang tidak memiliki sandaran
teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah
diluruskan atau diubah. Secara umum, fanatisme terdiri beberapa jenis yaitu:
fanatisme konsumen, agama, ideology dan politik, kesenangan, olahraga, etnik
dan kesukaan, dan fanatisme kesukaan.
Suatu perilaku tidak terlepas dari ciri yang menjadikan perilaku tersebut dapat
disebut sebagai perilaku fanatik, yaitu :
a. Adanya antusiasme/semangat berlebihan yang tidak
berdasarkan pada akal sehat melainkan pada emosi tidak
terkendali. Ketiadaan akal sehat itu mudah membuat orang
yang fanatik melakukan hal-hal yang tidak proporsional,
sehingga melakukan hal-hal yang kurang waras.
b. Pendidikan yang berwawasan luas dapat menimbulkan benih-
benih sikap solider, sebaliknya indotrinasi yang kerdil dapat
mengakibatkan benih-benih fanatisme. Yang dimaksud disisni
adalah ketika seseorang memiliki pendidikan yang tinggi dan
wawasan yang luas terhadap pengetahuan yang ada, maka rasa
solidaritasnya yang timbul dari diri orang tersebut, karena
dapat mengerti dan memahami serta dapat menempatkan suatu
hal pada tempatnya. Sedangkan lain halnya seseorang yang
diberi doktrin terus menerus, karena tidak diimbangi dengan
wawasan yang luas, sehingga bukan pengembangan diri
berdasarkan wawasan, pengetahuan dan pengalaman yang
37
dimiliki tetapi pembentukan diri yang dipaksakan berdasarkan
doktrin yang diberikan secara terus menerus akan
menimbulkan bibit fanatisme dalam dirinya.
Dalam teorinya, fanatisme secara garis besar memiliki empat
teori utama, yaitu :
a. Sebagai ilmu jiwa mengatakan bahwa sikap fanatik itu
merupakan sikap natural (fitrah) manusia, dengan alasan
bahwa lapisan masyarakat manusia di manapun dapat
dijumpai individu atau kelompok yang memiliki sikap
fanatik. Dikatakan bahwa sikap fanatisme itu merupakan
konsekuensi logis dari kemajemukan social atau
hiteroginitas dunia, karena sikap fanatik tak mungkin
timbul tanpa didahului perjumpaan dua kelompok social.
b. Pendapat kedua mengatakan bahwa fanatisme bukan fitrah
manusia, tetapi merupakan hal yang dapat direkayasa.
Alasan dari pendapat ini ialah bahwa anak-anak, tanpa
membedakan warna kulit ataupun agama. Anak-anak dari
bebagai jenis bangsa dapat bergaul akrab secara alami
sebelum ditanamkan suatu pandangan oleh orang tuanya
atau masyarakat. Seandainya fanatik itu bawaan manusia,
pasti secara serempak dapat dijumpai gejala fanatik
disembarang tempat dan sembarang waktu. Nyatanya
38
fanatisme itu muncul secara berserakan dan berbeda-beda
sebabnya.
c. Teori lain menyebutkan bahwa fanatisme berakar dari
tabiat agresi seperti yang dimaksud oleh Freud ketika ia
menyebut insting eros dan tanatos.
d. Adanya teori lain yang lebih masuk akal yaitu bahwa
fanatisme itu berakar dari pengalaman hidup secara actual.
Pengalaman kegagalan dan frustasi pada masa kanak-kanak
dapat menimbulkan tingkat emosi yang menyerupai
dendam dan agresi kepada kesuksesan, dan kesuksesan itu
kemudian dipersonifikasi menjadi orang lain yang sukses.
Seseorang yang selalu gagal biasanya merasa tidak disukai
oleh orang yang sukses. Perasaan itu kemudian berkembang
menjadi merasa terancam oleh orang yang sukses yang
akan menghancurkan dirinya. Muncul kelompok ultra
ekstrim dalam suatu masyarakat biasanya berawal dari
terpinggirkannya peran sekelompok orang dalam system
social (ekonomi dan politik) masyarakat dimana orang-
orang itu tinggal.
Fanatisme merupakan suatu pandangan tentang sesuatu, yang positif atau
yang negatif, pandangan yang tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan,
tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. Begitupun
dalam www.psikoterapis.com disebutkan bahwa fanatisme biasanya tidak rasional
39
atau keyakinan seseorang yang terlalu kuat dan kurang menggunakan akal budi
sehingga tidak menerima faham yang lain dan bertujuan untuk mengejar sesuatu.
Adanya fanatisme dapat menimbulkan perilaku agresi dan sekaligus memperkuat
keadaan individu yang mengalami deindividuasi untuk lebih tidak terkontrol
perilakunya32
.
Fanatisme biasanya tidak rasionil, oleh karena itu argumen rasionilpun susah
digunakan untuk meluruskannya. Fanatisme dapat disebut sebagai orientasi dan
sentimen yang mempengaruhi seseorang dalam, (a) berbuat sesuatu, menempuh
sesuatu atau memberi sesuatu; (b) dalam berfikir dan memutuskan; (c) dalam
mempersepsi dan memahami sesuatu dan; (d) dalam merasa. Secara psikologis,
seseorang yang fanatik biasanya tidak mampu memahami apa-apa yang ada diluar
dirinya, tidak faham terhadap masalah orang atau kelompok lain, tidak mengerti
faham atau filsafat selain yang mereka yakini. Tanda-tanda yang jelas dari sifat
fanatik ini adalah ketidakmampuan memahami karakteristik individual orang lain
yang berada diluar kelompoknya, benar atau salah33
. Oleh karenanya, fanatisme
tidak hanya memberikan dukungan dan semangat, akan tetapi fanatisme suporter
sepak bola di Indonesia khususnya sudah ada yang mengarah pada sikap hooligan.
Secara umum, Hooligan diidentifikasikan sebagai orang atau sekelompok orang
yang sering membuat onar atau kerusuhan34
. Dalam sepak bola hooligan akan
32
Psikoterapis, Apa itu Fanatisme? , http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-fanatisme-,72 ,
diakses pada tanggal 27 maret 2016, pukul 19.19 WIB
33 Achmad Mubarok, Psikologi Fanatik, http://mubarok-institute.blogspot.co.id/2006/08/psikologi-
fanatik.html , diakses pada tanggal 19 agustus 2016 pukul 18.48 wib
34 Anung Handoko, Sepak Bola Tanpa Batas, Yogyakarta : KANISIUS, 2012, hal.39
40
merasakan kenikmatan saat mereka menghadapi situasi chaos atau rusuh, baik
dengan kelompok suporter lain maupun dengan aparat keamanan35
. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya kerusuhan yang terjadi antar suporter sepak bola usai
ataupun saat pertandingan
Akar-akar fanatisme terletak pada tiga pilar, yakni pilar sosiologis, pilar
epistemologis, dan pilar psikologis manusia yang ketiganya, secara bersamaan,
mendorong orang untuk menjadi fanatik. Pada level sosiologis, kita bisa
memetakan faktor-faktor internal di dalam proses globalisasi dan pengaruh sosial
yang membuat orang menjadi fanatik. Dalam arti ini, kita bisa mengatakan, bahwa
pengaruh sosial amat kuat mendorong orang untuk menjadi fanatik36
.
Secara sosiologis misalnya, fanatisme bisa lahir karena faktor bentukan
lingkungan, orang tua, penanaman suatu nilai yang diturunkan terus menerus ke
setiap generasi. Misalnya sehingga muncul pemitosan di kalangan pendukung tim
Persib bahwa The Jak adalah musuh mereka, begitupun sebaliknya. Untuk contoh
yang satu ini sehingga jelas ada faktor penurunan dendam dari satu kelompok
terhadap kelompok lain untuk mengawetkan kebencian yang pada akhirnya sudah
tidak lagi mendasar37
.
Fanatisme sebenarnya dapat berdampak positif jika disalurkan secara
kreatif. Fanatisme seorang suporter dalam mendukung tim kebanggannya adalah
35
Ibid. hal 40
36 Reza A.A Wattimena, Akar-akar Fanatisme, https://rumahfilsafat.com/2012/11/17/akar-akar-
fanatisme/ , diakses pada tanggal 17 september 2016 pukul 20:46 wib
37 Aisha Shaidra, „Mengupas‟ Fanatisme, Group Diskusi Liberal Arts – Forum Indonesia Muda,
http://www.kompasiana.com/budimanibnu/mengupas-fanatisme_552b32fd6ea8343b0f552d10
diakses pada tanggal 17 september 2016 pukul 20:56 wib
41
hal yang wajar dalam sepakbola tanah air. Sikap positif yang ditunjukkan oleh
suporter yang fanatik dapat dilihat dari kesediaan suporter dalam membeli karcis
sesuai dengan prosedur, mengikuti kemanapun timnya bertanding meski itu adalah
laga tandang dan aksi heroik dengan tiada henti-hentinya para suporter
menyanyikan lagu dan yel-yel untuk memberikan semangat kepada klub yang
sedang bertanding. Meski cuaca panas terik, mereka tetap memeriahkan tribun
dengan menggunakan atribut-atribut yang mencirikan organisasinya. Selain
memakai atribut, tidak segan-segan ada suporter yang mengecat wajahnya,
menggunakan kostum-kostum yang unik dan juga memperlihatkan tarian-tarian
yang semata-mata untuk memberikan semangat kepada klub kebanggaannya yang
sedang bertanding.
Wujud dari fanatisme tidak hanya sekedar perasaan cinta yang melahirkan
kesetiaan dan kontribusi positif pada tim yang didukung tetapi juga jika cinta itu
berlebihan dapat menimbulkan perilaku yang nekat. Fanatisme acapkali dipandang
sebagai penyebab menguatnya perilaku kelompok yang tidak jarang dapat
menimbulkan perilaku yang tidak diinginkan. Individu yang fanatik akan cenderung
kurang memperhatikan kesadaran sehingga seringkali perilakunya kurang
terkontrol dan tidak rasional. Misalnya jika tim kebanggaannya kalah ketika
bertanding. Tidak segan-segan adanya suporter yang melempar benda keras atau
memancing keributan lainnya tak hanya didalam atau luar stadion, tapi juga di
tempat seperti bar, cafe atau tempat-tempat yang biasa dijadikan nonton bareng
para suporter. Hal tersebut dipicu karena sepak bola kini bukan hanya tentang
42
olahraga, ataupun permainan dilapangan semata, namun juga tentang harga diri
yang dipertaruhkan hanya untuk menyandang gelar juara.
Adapun aspek-aspek fanatisme menurut Goddard diantaranya adalah38
;
a. Besarnya minat dan kecintaan pada satu jenis kegiatan. Fanatisme terhadap
satu jenis aktivitas tertentu merupakan hal yang wajar. Dengan fanatisme,
seseorang akan mudah memotivasi dirinya sendiri untuk lebih meningkatkan
usahanya dalam mendukung klub favoritnya.
b. Sikap pribadi maupun kelompok terhadap kegiatan tersebut . Hal ini
merupakan suatu esensi yang sangat penting mengingat ini adalah merupakan
jiwa dari memulai sesuatu yang akan dilakukan tersebut.
c. Lamanya individu menekuni satu jenis kegiatan tertentu. Dalam melakukan
sesuatu haruslah ada perasaan senang dan bangga terhadap apa yang
dikerjakannya. Sesuatu itu lebih bermakna bila yang berbuat mempunyai kadar
kecintaan terhadap apa yang dilakukannya.
d. Motivasi yang datang dari keluarga juga mempengaruhi seseorang terhadap
bidang kegiatannyanya. Selain hal-hal diatas, dukungan dari keluarga juga
sangat mempengaruhi munculnya fanatisme.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Fanatisme menurut Haryatmoko ada
empat faktor yang dapat menumbuhkan fanatisme yaitu39
,
38
Arif Tri Handoko dan Sonny Andrianto, Hubungan antara Fanatisme Positif Terhadap Klub
Sepakbola dengan Motivasi Menjadi Suporter, Naskah Publikasi-Fakultas Psikologi dan Ilmu
Sosial Budaya, UII, 2006, hal. 6
_________Dikutip dari Civil Religion oleh Goddard, H. Pada tahun 2001, New York:
Cambridge University Press
43
a. Memperlakukan kelompok tertentu sebagai ideologi. Hal ini terjadi kalau ada
kelompok yang mempunyai pemahaman eksklusif dalam pemaknaan
hubungan-hubungan sosial tersebut.
b. Sikap standar ganda. Artinya antara kelompok organisasi yang satu dengan
kelompok organisasi yang lain selalu memakai standar yang berbeda untuk
kelompoknya masing-masing,
c. Komunitas dijadikan legitimasi etis hubungan sosial. Sikap tersebut bukan
sakralisasi hubungan sosial, tetapi pengklaiman tatanan sosial tertentu yang
mendapat dukungan dari kelompok tertentu.
d. Klaim kepemilikan organisasi oleh kelompok tertentu. Pada sikap tersebut,
seseorang seringkali mengidentikkan kelompok sosialnya dengan organisasi
tertentu yang berperan aktif dan hidup dimasyarakat.
2.4 Semiotika Roland Barthes
Menurut Deddy Mulyana yang dikutip oleh Nawiroh Vera dalam bukunya
Semiotika dalam Riset Komunikasi, semiotika atau semiologi merupakan studi
tentang hubungan antara tanda (lebih khusus lagi simbol atau lambang) dengan
apa yang dilambangkan40
. Tanda dan simbol merupakan alat dan materi yang
digunakan dalam interaksi. Komunikasi merupakan proses transasional dimana
pesan (tanda) dikirimkan dari seseorang pengirim (sender) kepada penerima
39
Ibid. hal.7
_________Dikutip dari Mencari Akar Fanatisme Ideologi oleh Haryatmoko pada tahun 2003,
Jakarta: Ghalia Indonesia
40 Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikas, Ghalia Indonesia, Bogor, 2014, hal. v
44
(receiver). Supaya pesan tersebut dapat diterima secara efektif maka perlu adanya
proses interpretasi terhadap pesan tersebut, karena hanya manusialah yang
memiliki kemampuan untuk menggunakan dan memaknai simbol-simbol, oleh
karenanya lahirlah semiologi. Semiologi adalah ilmu yang digunakan untuk
menginterpretasikan pesan (tanda) dalam proses komunikasi41
.
John Fiske mengemukakan bahwa semiotika adalah studi tentang pertanda
dan makna dari sitem tanda; ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna
dibangun dalam „teks‟ media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya
apapun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna42
.
Dari beberapa definisi yang telah dituturkan maka dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan semiotika adalah ilmu tentang tanda atau ilmu yang
menelaah suatu „tanda‟. Semiotika dan komunikasi tentunya saling berkaitan.
Dalam proses komunikasi manusia, penyampaian pesan menggunakan bahasa,
baik verbal maupun nonverbal. Bahasa terdiri atas simbol-simbol, yang mana
simbol tersebut perlu dimaknai agar terjadi komunikasi yang efektif. Manusia
memiliki kemampuan dalam mengelola simbol-simbol tersebut. Kemampuan ini
mencakup empat bagian, yakni menerima, menyimpan, mengolah, dan
menyebarkan simbol-simbol. Kegiatan-kegiatan ini yang membedakan manusia
dari makhluk hidup lainnya43
.
41
Ibid., hal.1-2
42 Ibid., hal. 2
“Mengutip buku John Fiske “Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif” . Yogyakarta: Jalasutra. 2006, hal. 282”
43 Ibid. hal.6
45
Selain bahasa verbal, yang tak kalah penting adalah bahasa nonverbal.
Samovar dan kawan-kawan menyatakan, komunikasi nonverbal memainkan
peranan penting dalam kehidupan manusia, walaupun hal ini seringkali tidak kita
sadari44
. Untuk memahami bahasa verbal maupun nonverbal maka dibutuhkan
suatu ilmu yakni semiologi, ilmu tentang tanda-tanda. Disinilah pentingnya
mempelajari semiotika. Kaitan penting antara komunikasi dan semiotika adalah
komunikasi secara sederhana didefinisikan sebagai proses pertukaran pesan,
dimana pesan terdiri atas tiga elemen terstruktur, yaitu tanda dan simbol, bahasa
dan wacana45
.
Kelompok kritis maupun konstruktivis memiliki pandangan bahwa tanda yang
tersebar dalam bentuk pesan-pesan dalam komunikasi massa misalnya dikemas
dalam bungkus ideologi yang tersamar. Tanda sering dikemas dalam selimut
bahasa yang dapat bermakna denotasi maupun konotasi. Sebagai contoh, seorang
peneliti lirik lagu mencurahkan ide, gagasan, maupun kritik sosial melalui
susunan kata berupa tanda yang kadang sulit dimaknai. Disinilah peran semiotika
“Dikutip dari Samovar, A. Larry and Porter, E. Richard. “Communication Between Cultures”.
California: Wadsworth Publishing Company. 1981, hal. 135”
44 Ibid. hal.7
“Dikutip dari Samovar, A. Larry and Porter, E. Richard. “Communication Between Cultures”.
California: Wadsworth Publishing Company. 1981, hal. 155”
45 Ibid. hal. 7
“Dikutip dari Littlejohn, Stephen. “Theories of Human Communication” . Albuquerque:
Wadsworth Publishing Company. 2002”
46
sebagai sebuah metode untuk membongkar makna-makna terselubung
pengarang46
.
Dalam membongkar makna-makna yang terselubung tersebut terdapat model
semiotika salah satunya adalah model semiotika yang dikemukakan oleh Roland
Barthes. Menurut Barthes yang dikutip oleh Kurniawan dalam bukunya Semiologi
Roland Barthes , semiologi hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan
(humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai , dalam hal ini tidak dapat
disamakan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek
tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Barthes,
dengan demikian melihat signifikansi sebagai sebuah proses yang total dengan
suatu susunan yang sudah terstruktur. Signifikansi tak terbatas pada bahasa, tetapi
juga pada hal-hal lain diluar bahasa. Barthes menganggap kehidupan sosial
sebagai sebuah signifikansi. Dengan kata lain, kehidupan sosial, apapun
bentuknya, merupakan suatu sistem tanda tersendiri47
.
Menurut Barthes yang dikutip oleh Diki Umbara, melalui unsur verbal dan
visual (nonverbal), diperoleh dua tingkatan makna, yakni makna denotatif yang
didapat pada semiosis tingkat pertama dan makna konotatif yang didapat dari
46
Ibid. hal.11
47 Ibid. hal.27
47
semiosis tingkat berikutnya. Pendekatan semiotik terletak pada tingkat kedua atau
pada tingkat signified, makna pesan dapat dipahami secara utuh48
.
Teori semiotika Roland Barthes merupakan turunan dari teori bahasa
menurut de Saussure. Roland Barthes mengungkapkan bahwa bahasa merupakan
sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari masyarakat tertentu
dalam waktu tertentu. Bila Saussure hanya menekankan pada penandaan dalam
tataran denotatif, maka Roland Barthes menyempurnakan semiologi Saussure
dengan mengembangkan sistem penandaan pada tingkat konotatif. Barthes juga
melihat aspek lain dari penandaan, yaitu “mitos” yang menandai suatu
masyarakat.49
48
Diki Umbara, Ada Makna dibalik Shoot , http://docslide.us/documents/ada-makna-di-balik-
shoot.html , diakses pada tanggal 19 April 2016, pukul 07.48 WIB dikutip dalam buku Roland
Barthes yang berjudul The Semiotics Challenge (1998) hal. 172-173
49 Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikas, Ghalia Indonesia, Bogor, 2014, hal.27
48
Berikut merupakan peta tanda yang dikemukakan oleh Roland Barthes,
Tabel 2.1 Peta Tanda Roland Barthes
1. Signifier (Penanda) 2. Signified (Pertanda)
3. Denotatif Sign (Tanda Denotatif)
4. Connotative Signifier (Penanda Konotatif)
5. Connotative Signified
(Pertanda Konotatif)
6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)
2.5.
Sumber : Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009, hal.69
Dari peta tanda Roland Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3)
terdiri dari atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan,
tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4) Jadi, dalam konsep Barthes,
tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung
kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaanya50
.
Denotasi dalam pandangan Barthes merupakan tataran pertama yang
maknanya bersifat tertutup. Tataran denotasi menghasilkan makna yang eksplisit,
langsung dan pasti. Denotasi merupakan makna yang sebenar-benarnya, yang
50
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009, hal.69
49
disepakati bersama secara sosial, yang rujukannya pada realitas. Tanda konotatif
merupakan tanda yang penandanya mempunyai keterbukaan makna atau makna
yang implisit, tidak langsung, dan tidak pasti, artinya terbuka kemungkinan
terhadap penafsiran-penafsiran baru. Dalam semiologi Barthes, Denotasi
merupakan sistem signifikansi tingkat pertama, sedangkan konotasi merupakan
sistem signifikansi tingkat kedua. Denotasi dapat dikatakan merupakan makna
objektif yang tetap, sedangkan konotasi merupakan makna subjektif dan
bervariasi. Contohnya jika kita membaca kalimat „Mawar seperti bunga desa‟,
secara denotasi orang akan memaknai bahwa mawar adalah bunga yang tumbuh di
desa, tetapi secara konotasi maknanya berubah, bunga berarti seorang gadis dan
mawar adalah nama gadis tersebut. Bunga dan gadis awalnya tidak ada
hubungannya sama sekali, tetapi dapat diinterpretasikan memiliki sifat kesamaan,
yaitu cantik dan indah 51
.
Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai
suatu masyarakat. “mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua
penandaan. Jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut
akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan
membentuk tanda baru, menurut Barthes mitos merupakan tingkatan tertinggi
penandaan. Ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian
berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan
menjadi mitos. Mitos dalam pandangan Barthes adalah bahasa, maka mitos
adalah sebuah sistem komunikasi dan mitos adalah sebuah pesan. Ia
51
Ibid. hal. 27-28
50
mengemukakan bahwa mitos dalam pengertian khususnya ini merupakan
perkembangan dari konotasi. Konotasi yang sudah terbentuk lama dimasyarakat
itulah mitos. Barthes juga mengatakan bahwa mitos merupakan sistem semiologis,
yakni sistem tanda-tanda yang dimaknai manusia52
. Secara sederhana, mitos
merupakan konotasi yang telah berbudaya. Sebagai contoh ketika kita mendengar
pohon beringin, denotasinya adalah pohon besar yang rindang, tetapi ketika sudah
menyentuh makna lapis kedua, pohon beringin dapat memiliki makna menakutkan
dan gelap. Pohon beringin juga dapat memiliki makna yang lebih dalam lagi
seperti lambang pada sila ketiga, persatuan Indonesia, makna ini sudah sampai
hingga ideologi karena menyentuh kehidupan sosial manusia sehari-hari hal
tersebut lah yang dinamakan mitos, dimana makna konotasi yang telah
berkembang menjadi makna denotasi 53
.
2.6. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam Sugiyono merupakan suatu hal yang penting untuk
memberikan arahan bagi peneliti dalam proses penelitiannya. Fungsi dari kerangka
berpikir adalah upaya terbentuknya suatu alur penelitian yang jelas dan diterima
secara akal. Peneliti akan menguraikan kerangka berpikir peneliti dalam
melaksanakan penelitian mengenai fanatisme sebagai simbol loyalitas dalam film
dokumenter The Jak, sebagai berikut :
52
Ibid. hal.28
“Dikutip dari Hoed, Benny H. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2008, hal. 59”
53 Ismoyo, Mitos Menurut Roland Barthes, http://www.ismoyojessy.id/2011/11/mitos-menurut-
roland-barthes.html diakses pada tanggal 19 April 2016, pukul 08.05 WIB
51
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
Fanatisme Suporter
Sepakbola The Jakmania
Representasi Fanatisme Suporter
Sepakbola The Jakmania Dalam
Film The Jak
Tanda Denotasi
Tanda Denotasi
Tanda Konotasi
Tanda Konotasi
Mitos
Mitos
Sikap fanatisme tergambarkan dalam film The
Jak melalui tanda visual (gambar, bahasa non
verbal/gesture/mimik wajah, serta latar) dan
tanda audio (suara, bahasa verbal, dialog tokoh,
music dan soun efek)
Makna Fanatisme
52
2.7. Penelitian Terdahulu
Untuk menghindari kesamaan dalam penelitian yang telah ada sebelumnya,
maka peneliti melakukan peninjauan terhadap penelitian yang telah ada
sebelumnya, sebagai berikut:
1. Skripsi berjudul “Analisis Semiotika Roland Barthes Tentang
Representasi Loyalitas Suporter Persib dan Persija dalam Film Romeo
dan Juliet”. Disusun oleh Alfariz Senna Brammaji pada tahun 2012,
Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Komputer Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Objek penelitian ini
adalah Film Romeo dan Juliet karya Andibachtiar Yusuf. Ia
menggunakan analisis semiotika Roland Barthes untuk melihat
bagaimana makna denotatif, makna konotatif dan mitos yang
terkandung dalam film Romeo dan Juliet. Hasil dari penelitian ini
adalah: 1). Makna denotatif pada sequence pertama, tulisan Jakarta
warna orange, dibawahnya terdapat lima orang pengemudi vespa
berwarna orange, makna denotatif pada sequence kedua seorang
wanita yang sedang duduk dengan latarbelakang tembok bertuliskan
“janji untuk sebuah kehormatan”, makna denotatif pada sequence
ketiga, dua orang pemuda dengan pakaian warna hitam. Makna
konotasi pada sequence pertama terlihat dari peta dua tahap konotasi,
yaitu makna lain yang terdapat dalam gambar dan proses videografi.
Dan didalam sequence penelitian ini terdapat beberapa mitos, mitos
dalam penelitian ini dipengaruhi oleh ideologi suporter.
53
2. Skripsi berjudul “Fanatisme Kelompok dan Dampaknya (Studi
analisis semiotik dalam film “Romeo dan Juliet versi Indonesia”).
Disusun oleh Tegar Aldrian Rosdianto, pada tahun 2013, mahasiswa
jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Objek penelitian ini adalah film Romeo dan Juliet versi Indonesia,
sama seperti skripsi sebelumnya penelitian ini juga menggunakan
metode penelitian kualitatif dan untuk menganalisis data
menggunakan semiotika Roland Barthes. Hasil dari penelitian ini
adalah film Romeo dan Juliet versi Indonesia merupakan potret yang
menampakkan adanya simbol fanatisme dalam relasi kedua kubu
kesebelasan. Hal tersebut dapat dilihat dari penggambaran scene-
scene yang menunjukkan bagaimana simbol tersebut muncul dalam
bahasa tubuh, atribut, maupun secara verbal. Fanatisme yang kuat
akan mengubur sisi kemanusiaan sebuah kelompok.
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
Item
Penelitian Terdahulu
Alfariz Senna B.
Penelitian Terdahulu
Tegar Aldrian R.
Peneliti
Rexi Fajrin Ismail
Judul
Analisis Semiotika
Roland Barthes
Tentang Representasi
Loyalitas Suporter
Fanatisme Kelompok
dan Dampaknya (Studi
analisis semiotik dalam
film “Romeo dan Juliet
Fanatisme The
Jakmania dalam Film
Dokumenter The Jak
sebagai Simbol
54
Persib dan Persija
dalam Film Romeo dan
Juliet
versi Indonesia Loyalitas
Tahun 2012 2013 2016
Penerbit
Universitas Komputer
Bandung
Universitas Sebelas
Maret Surakarta
Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
Teori
Semiotika Roland
Barthes
Semiotika Roland
Barthes
Semiotika Roland
Barthes
Paradigma - - Konstruktivis
Metodologi Kualitatif Kualitatif Kualitatif
Tujuan
Untuk mengetahui
bagaimana makna
denotatif, makna
konotatif dan mitos
yang terkandung dalam
film Romeo dan Juliet.
Untuk mengetahui
bagaimana simbol-
simbol fanatisme termuat
dalam relasi personal
antara dua kubu
pendukung kesebelasan
Untuk mengetahui
bagaimana tanda
denotasi, tanda
konotasi dan mitos
menggambarkan
fanatisme the Jakmania
dalam Film
Dokumenter The Jak
sebagai simbol
loyalitas
55
Hasil
Dalam setiap sequence
yang ditampilkan
sudah terlihat makna
denotatif, sedangkan
pada makna konotatif
dapat terlihat dari
proses pengambilan
sebuah gambar, mulai
dari teknik videografi
sampai pada arti warna
yang dapat
menimbulkan makna
tertentu pada setiap
sequence yang ada.
Mitos dapat terlihat
setelah makna dari
konotasi ditemukan
pengaruh ideologi lain.
Hasil dari penelitian ini
adalah film Romeo dan
Juliet versi Indonesia
merupakan potret yang
menampakkan adanya
simbol fanatisme dalam
relasi kedua kubu
kesebelasan. Hal tersebut
dapat dilihat dari
penggambaran scene-
scene yang menunjukkan
bagaimana simbol
tersebut muncul dalam
bahasa tubuh, atribut,
maupun secara verbal.
-
56
Persamaan
dengan
Peneliti
Penelitian ini meneliti
tentang loyalitas dan
fanatisme suporter
sepak bola yang juga
menggunakan analisis
semiotika Barthes
dengan metodologi
yang digunakan
kualitatif.
Penelitian ini
menggunakan analisis
semiotika Barthes
dengan metodologi yang
digunakan kualitatif.
-
Perbedaan
dengan
peneliti
Objek yang ditelitinya
berbeda, Penelitian ini
menggunakan Film
fiksi yang berjudul
Romeo dan Juliet
sedangkan peneliti
menggunakan film
dokumenter yang
langsung merekan
kejadian nyata dengan
judul The Jak
Objek yang ditelitinya
berbeda, Penelitian ini
menggunakan Film fiksi
yang berjudul Romeo
dan Juliet sedangkan
peneliti menggunakan
film dokumenter yang
langsung merekan
kejadian nyata dengan
judul The Jak
-
57
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif menurut Moleong adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tantang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah54
.
Penelitian yang menggunakan metode kualitatif bertujuan untuk menjelaskan
fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data. Pada penelitian
kualitatif yang ditekankan adalah persoalan kedalam (kualitas) data bukan
banyaknya (kuantitas) data55
. Dalam penelitian ini, peneliti memilih metode
penelitian kualitatif karena bertujuan untuk mengetahui makna fanatisme dalam
film the Jak sebagai simbol loyalitas fans.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan analisis semiotika, yang
merupakan bidang ilmu dalam mengkaji tanda-tanda yang ada didalam suatu objek.
Analisis semiotika merupakan contoh atau salah satu penelitian yang dapat diolah
menggunakan metode kualitatif.
3.2. Paradigma Penelitian
54
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya , 2007,
hal.6
55 Ibid. hal.6
58
Bogdan dan Biklen berpendapat bahwa paradigma adalah kumpulan longgar
dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang
mengarahkan cara berpikir penelitian56
. Sedangkan menurut Vardiansyah,
paradigma diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap diri, dan
lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif)., bersikap
(afektif), dan bertingkah laku (konatif)57
. Sehingga peneliti berpendapat bahwa
paradigma merupakan sudut pandang peneliti dalam melihat realitas.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih paradigma interpretatif. Pada
pandangan interpretatif , manusia lebih dipandang sebagai makhluk rohaniah
alamiah (natural). Manusia sehari-hari bukan “berperilaku” berkonotasi mekanistik
atau bersifat otomatis seperti hewan, melainkan “bertindak” mempunyai konotasi
tidak otomatis/mekanistik, melainkan humanistik alamiah: melibatkan niat,
kesadaran, motif-motif, atau alasan-alasan tertentu, yang disebut Weber sebagai
social action (tindakan sosial) dan bukan social behavior (perilaku sosial) karena ia
bersifat intensional; melibatkan makna dan interpretasi yang tersimpan didalam diri
pelakunya. Dunia itulah yang perlu dibuka, dilacak, dan dipahami untuk bisa
memahami fenomena sosial apapun, kapanpun, dan dimanapun58
.
Berdasarkan pendapat tersebut maka peneliti memilih untuk menggunakan
paradigma interpretatif, karena peneliti ingin mengetahui makna dibalik peristiwa,
56
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2007,
hal.49
57 Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi, Jakarta : PT. Indeks, 2005, hal.27
58 Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, IKAPI, Jakarta, 2008, hlm.67
59
latar belakang pemikiran manusia yang terlibat dalam film The Jak khususnya
mengenai fanatisme sebagai simbol loyalitas fans.
3.3. Unit Analisis
Nimmo mengemukakan bahwa sumber data dapat berupa pidato, dokumen
tertulis, foto, surat kabar, acara televisi, dan gaya tubuh. Kemudian unti analisis
merupakan bagian-bagian yang dipilih dari pesan keseluruhan. Unit analisis mana
yang digunakan dalam penelitian bergantung dari tujuan penelitian atau hipotesis
penelitian59
. Secara sederhana unit analisis merupakan sampel dalam penelitian
kualitatif karena yang diambil hanya beberapa bagian saja.
Dalam penelitian ini, unit analisis dikumpulkan melalui observasi atau
pengamatan secara menyeluruh pada objek penelitian yang dalam hal ini objek
penelitiannya adalah film dokumenter The Jak. Setelah menonton film tersebut
hingga selesai, peneliti memilih beberapa scene yang menggambarkan The
Jakmania sedang mendukung Persija sebagai tim sepak bola kebanggaannya.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Kriyantono mengemukakan teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-
cara yang dapat digunakan periset untuk mengumpulkan data60
.
Peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yang diperlukan
dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut;
1. Observasi
59
M. Jamiluddin Ritonga, Riset Kehumasan, Jakarta : Grasindo, 2004, hal. 81
60 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta : Kencana, 2009, hal.93
60
Teknik observasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan
menonton DVD film The Jak. Tidak hanya menontonn, tapi juga
mengamatinya dan memilih scne-scene yang mewakili fanatisme The
Jakmania. Scene-scene yang telah diambil tersebut, selanjutnya akan
dianalisis dengan menggunakan analisis semiotika barthes.
2. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu61
.
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan
melakukan percakapan yang intensif dengan narasumber yang berhubungan
dengan objek penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara yang tidak
terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun
secara sitematis dan lengkap untuk mengumpulkan data62
. Wawancara ini
dilakukan sebagai kriterium yakni digunakan untuk menguji kebenaran dan
kemantapan suatu data sehingga hasil dari wawancara ini merupakan bahan
pendukung dari hasil anaslisis peneliti mengenai film “The Jak” dan juga
61
Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial lainnya, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2008, hal. 180
62 Sahid Raharjo, Wawancara Sebagai Metode Pengumpulan Data, http://www.konsistensi.com/
2013/04/wawancara-sebagai-metode-pengumpulan.html, diakses pada tanggal 17 septermber
2016 pukul 20:10 wib
61
untuk menguji kredibilitas data (triangulasi). Peneliti akan mewawancarai
sutradara film “The Jak” yakni Andi Bchtiar Yusuf dan Anggota The
Jakmania yang masih aktif hingga saat ini.
3. Dokumentasi
Selain dari teknik observasi dan wawancara, peneliti juga menggunakan
teknik dokumentasi. Sugiyono mengemukakan bahwa dokumen merupakan
catatam peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam pengumpulan
data dalam bentuk tulisan bisa berupa catatan harian, sejarah kehidupan (life
histories), cerita, biografi, peraturan kebijakan63
.
Menurut Kriyantono, dokumentasi adalah instrumen pengumpul data yang
sering digunakan dalam berbagai metode pengumpul data, tujuannya untuk
mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data64
.
Salah satu teknik dari dokumentasi adalah dengan mendayagunakan sumber
informasi yang terdapat diperpusatakaan ataupun internet. Dalam penelitian
ini peneliti menggunakan beberapa buku, jurnal dan artikel yang bersumber
dari internet sebagai sumber referensi dan data pendukung untuk penelitian
ini.
3.5. Teknik Analisis Data
Moleong mendefinisikan analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga
63
Sugiyono, Memahami Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta, 2010, hal. 82
64 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta : Kencana, 2009, hal.118
62
dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data65
. Bogdan juga berpendapat bahwa analisis data dalam
kualitatif merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga
dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.
Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya
kedalam kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, mimilih
mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang
dapat diceritakan kepada orang lain66
.
Langkah-langkah peneliti dalam menganalisis permasalahan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut;
1. Menonton film yang akan dikaji yakni film dokumenter The Jak karya
Andibachtiar Yusuf.
2. Inventarisasi data, yaitu mengumpulkan data yang telah diperoleh dari
obeservasi dan dokumentasi. Dengan memilih scene-scene yang
dianggap mewakili fanatisme The Jakmania, dan juga sumber-sumber
referensi yang diperoleh dari buku, jurnal, atau internet.
3. Menganalisis tanda yang disampaikan dalam film tersebut dengan
menggunakan model semiotikan Roland Barthes.
4. Melakukan wawancara terhadap informan penelitian guna menguji
kredibilitas data yang telah diperoleh oleh peneliti.
65
Ibid. hal.165
66 Sugiyono, Memahami Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta, 2010, hal.88
63
5. Penarikan kesimpulan, penilaian dari data yang ditemukan baik
dilapangan maupun hasil pemikiran peneliti.
Dalam menganalisis scene-scene yang telah dipilih, peneliti menggunakan
analisis semiotika Roland Barthes. Dalam analisis semiotika Roland Barthes ada
yang disebut dengan Peta Tanda Roland Barthes,
Tabel 3.1 Peta Tanda Roland Barthes
1. Signifier (Penanda) 2. Signified (Pertanda)
3. Denotatif Sign (Tanda Denotatif)
4. Connotative Signifier (Penanda Konotatif)
5. Connotative Signified
(Pertanda Konotatif)
6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)
Sumber : Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009, hal.69
Dari peta tanda Roland Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3)
terdiri dari atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan,
tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut
64
merupakan unsur material: hanya jika anda mengenal tanda “singa”, barulah
konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin67
.
Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna
tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi
keberadaannya68
.
Setelah scene-scene yang akan dianalisis telah dipilih, maka peneliti akan
menganalisis scene-scene tersebut berdasarkan peta tanda Roland Barthes yang
telah diuraikan sebelumnya.
3.6. Triangulasi Data Penelitian
Triangulasi berfungsi agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan yakni
pengecekan keabsahan data yang telah diteliti. Karena penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dan data yang diperoleh bukan dalam berbentuk angka maka
untuk menguji validitas tidak dapat dilakukan dengan uji statistik seperti dalam
penelitian kuantitatif melainkan dengan teknik triangulasi.
Sugiyono menyatakan bahwa triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini
diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan
berbagai waktu69
. Ada 3 macam teknik triangulasi, yaitu triangulasi sumber,
triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Dalam peneitian ini peneliti
menggunakan triangulasi sumber untuk menguji keabsahan data yang telah
67
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009, hal.69
Mengutip Paul Cobley dan Litza Jansz dalam bukunya Introducing Semiotics, 1999, hal. 51.
68 Ibid. hal.69
69 Sugiyono, Memahami Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta, 2010, hal.125
65
peneliti teliti. Sugiyono menjelaskan bahwa triangulasi sumber dilakukan dengan
cara mengecek data yang telah didata melalui berbagai sumber70
.
Oleh karenanya untuk menguji kredibilitas data mengenai tanda-tanda
fanatisme the jakmania sebagai simbol loyalitas fans dalam film dokumenter The
Jak, maka perlu dilakukan pengujian data yang telah diperoleh dengan
membandingkan hasil dari pengamatan, dengan orang-orang yang berkaitan
dengan obejek yang diteliti. Peneliti akan melakukan wawancara dengan sutradara
film The Jak yakni Andibachtiar Yusuf, selanjutnya peneliti juga mewawancarai
salah satu anggota The Jakmania yang aktif. Selanjutnya hasil wawancara-
wawancara tersebut di compare dengan hasil pengamatan peneliti.
Data dari ketiga sumber tersebut tidak bisa dirata-ratakan, namun harus
dideskripsikan dan dikategorikan mana yang memiliki sudut pandang yang serupa
dan mana yang berbeda. Sehingga akan ditarik kesimpulan mengenai penelitian
ini.
3.7. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, dengan
jadwal penelitian sebagai berikut;
70
Ibid. hal.127
66
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
Agenda
Bulan
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agst Sept Okt
Pra-riset dan
Penyusunan
Bab 1
Revisi Bab 1
dan Penyusunan
Bab 2
Revisi Bab 2
dan Penyusunan
Bab 3
Sidang Outline
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Objek Penelitian
4.1.1 Film The Jak
Film yang di produksi oleh Bogalakon Pictures ini disutradarai oleh
Andibachtiar Yusuf. Film yang berdurasi 75 menit ini menceritakan tentang
Suporter Sepak Bola di Indonesia khususnya The Jakmania yang merupakan
suporter klub Sepak Bola Persija Jakarta. Sebagai salah satu suporter klub terbesar
di Indonesia, The Jakmania sering menjadi sorotan publik karena caranya dalam
memberikan dukungan kepada tim kebanggaannya tersebut. Perilaku fanatik
sering kali muncul baik di dalam maupun di luar pertandingan.
Film yang bergenre dokumenter ini menceritakan tentang The Jakmania
sebagai suporter sepakbola yang begitu fanatik dan loyal terhadap klub
kebanggannya Persija Jakarta. Film ini juga menceritakan awal mula bagaimana
terbentuknya The Jakmania sebagai satu kesatuan kelompok suporter sepakbola
pendukung Persija Jakarta.
Sebagian isi dari film yang di release pada awal tahun 2007 ini, merupakan
hasil dari wawancara kepada beberapa anggota The Jakmania diantaranya yaitu,
Ir. Tauhid Indrasjarief atau yang lebih dikenal dengan Bung Ferry, Abi Irlan, dan
Jawil. Bung ferry yang merupakan salah satu pendiri The Jakmania menceritakan
bagaimana awal The Jakmania bisa terbentuk. Ia bercerita pada saat tahun 1997
ia merupakan seorang anggota volcano yang merupakan suporter fanatik dari klub
68
sepakbola Pelita Jaya. Kemudian pada suatu hari temannya mengajak ia menonton
pertandingan sepak bola, ia pun mengiyakan tanpa ia tahu klub mana yang sedang
bertanding. Ketika telah sampai di stadion ternyata klub yang sedang bertanding
adalah Persija Jakarta. Namun ternyata kehadiran bung Ferry dan rekan-rekannya
pada pertandingan Persija kala itu menimbulkan sebuah polemik. Harian pos kota
memuat berita tentang ia dan rekan-rekannya yang dianggap „menyebrang‟ ke
klub lain. Selanjutnya sejak saat itu ia di musuhi oleh teman-temannya yang
tergabung di Volcano.
Kemudian ia memutuskan untuk terus menonton Persija Jakarta kala
bertanding di Jakarta. Saat itu Persija belum memiliki basis suporter yang tetap.
Semakin hari semakin ramai penonton yang datang kala Persija bertanding,
akhirnya ia bersama Gugun Gondrong menginisiasi untuk membentuk kelompok
suporter klub sepak bola Persija Jakarta yang diberi nama The Jakmania yang
terbentuk hingga saat ini.
Kemudian salah satu anggota The Jakmania yang bernama Abi irlan pun
juga ikut bercerita dalam film ini tentang kehidupannya sebagai The Jakmania.
Abi Irlan bercerita bagaimana hidupnya sebagai manusia biasa dan kehidupannya
sebagaimana The Jakmania. Ia juga merupakan seorang pekerja dan anggota
partai. Dalam film ini ia banyak bercerita tentang bagaimana ia membagi waktu
antara bekerja, agenda partai, dan kegiatannya sebagai seorang anggota The
Jakmania. Abi Irlan bercerita bagaimana eksistensi kita sebagai manusia itu
penting. Ia merasa menjadi seorang pekerja, anggota partai dan The Jakmania
sekaligus memang tidak mudah. Terlebih untuk membagi waktu bukanlah sesuatu
69
yang mudah. Abi Irlan juga bercerita kala kegiatannya saling berbenturan ia pun
mulai kebingungan. Tapi ia selalu berusaha menyiasatinya dengan berusaha
membagi waktu secara proporsional. Yang terpenting ia tidak melewatkan
pertandingan Persija Jakarta kala berlaga.
Selain Bung Ferry dan Abi Irlan, dalam film ini juga ada seorang
pedagang buah yang merupakan The Jakmania yakni Jawil. Meski ia seorang
pendatang dari Cirebon, ia memutuskan untuk menjadi The Jakmania karena ia
merasa mencari nafkah di Jakarta selain itu karena memang dia menyukai sepak
bola khusunya Persija Jakarta. Ia bercerita jika The Jakmania sedang bertandang
ke kota lain, ia sering mengajak keluarganya untuk ikut serta.
Film yang masuk dalam nominasi Best Extended Documentary di Citra
Award pada tahun 2009 ini memang kental menceriakan tentang fanatisme dan
keloyalitasan The Jakmania dalam mendukung klub sepak bola Persija Jakarta
dari tahun 1997 hingga saat ini.
4.2 Analisis Data Penelitian
Peneliti menggunakan model semiotika Roland Barthes untuk menganalisis
tanda-tanda Fanatisme yang ditujukan dalam scene-scene film The Jak ini.
Kemudian peneliti berupaya untuk menemukan simbol loyalitas yang ada dalam
scene-scene tersebut. Temuan dalam bentuk tanda kemudian dideskrpsikan ke
dalam suatu bentuk analisis yang tersitematis, dengan mengacu pada rumusan
masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Peneliti memfokuskan pada scene
yang dianggap menggambarkan Fanatisme The Jakmania sebagai simbol
loyalitas.
70
Untuk memudahkan dalam analisis dan pembahasan dalam setiap scene,
peneliti menuliskannya dalam bentuk tabel yang selanjutnya akan peneliti
deskripsikan.
4.2.1 Scene The Jakmania Menuju Stadion
4.2.1.1 Tabel Scene The Jakmania Menuju Stadion
Type of Shot Frame Script
Very long Shot
Memperlihatkan
bus metromini yang
sedang membawa
rombongan The
Jakmania dan
terdengar suara
suasana jalan raya
Medium Shot
memperlihatkan
tulisan „GUE
ANAK JAKARTA‟
pada punggung
anggota The
Jakmania
4.2.1.2 Tabel Analisis Scene The Jakmania Menuju Stadion
71
4.2.1.3 Analisis tanda denotasi dan konotasi The Jakmania berangkat ke
stadion scene ke 1
Pada tingkat denotatif, pemaknaan dilakukan berdasarkan apa yang
ditangkap oleh indera yang aktif dalam tubuh saja, dalam hal ini berupa indera
penglihatan. Merujuk pada hasil penelitian pada poin sebelumnya, terdapat
beberapa hasil yang telah didapat mengenai keseluruhan aspek penanda dan
petanda dalam scene pertama menurut kacamata semiotika Roland Barthes.
Signifier (Penanda) Signified (Petanda)
Metromini penuh
Antusiasme The
Jakmania pergi ke
stadion
Tanda Denotatif / Penanda konotatif Petanda Konotatif
The jakmania berangkat menuju stadion dengan
menggunakan bus metromini hingga penuhi atap
bus
Kebersanaan The
Jakmania
Tanda Konotatif
Jumlah anggota The Jakmania yang begitu banyak
Mitos
Superioritas Suporter
72
Dari segi pengambilan gambar, scene yang di capture pada menit ke 1
detik ke 8 ini menggunakan pengambilan gambar very long shot yang
memperlihatkan bus metro mini yang sedang membawa sekelompok The
Jakmania yang menggunakan atribut serba orange, yang merupakan suporter
pendukung Klub Sepak Bola Persija Jakarta hingga naik di atas atap bus. Hal ini
menggambarkan The Jakmania yang rela duduk diatas atap bus dengan
membahayakan dirinya sendiri. Kemudian frame selanjutnya menggunakan
medium shot yang menampilkan gambar The Jakmania memenuhi bagian dalam
metro mini dan ada dua orang yang memakai kaos bertuliskan “GUE ANAK
JAKARTA”. Hal ini memperkuat bahwa seriap anak Jakarta begitu bangga
dengan klub kebanggaan kotanya.
Dari adegan diatas, penanda denotasi yang didapatkan adalah sebuah
adegan metromini yang penuh berjalan di jalan raya. Lalu petanda denotasi yang
didapatkan memiliki makna bahwa The Jakmania memiliki antusiasme yang besar
untuk menduduk klub kebanggaannya bertanding. Dari penanda dan petanda
denotasi yang didapatkan maka memunculkan tanda denotasi The jakmania
berangkat menuju stadion dengan menggunakan bus metromini hingga penuhi
atap bus
Lalu mengapa adegan tersebut menjadi representasi dari fanatisme
suporter? Menurut Le Bon, massa mempunyai sifat psikologis tersendiri, orang
yang bergabung dalam massa akan berbuat sesuatu, yang tidak akan diperbuat jika
individu tidak ikut bergabung. Massa memiliki hukum mental unity atau law of
73
mental unity yaitu bahwa dalam massa adanya kesatuan mind, kesatuan jiwa,
seperti yang dikemukakan:
“siapapun individu yang menyusun itu, bagaimanapun juga suka
atau tidak suka dengan gaya hidup mereka, kedudukan mereka,
kenyataannya bahwa mereka telah diubah dalam satu kerumunan yang
meletakkan mereka pada pemikiran kolegtif71
”
Hal ini terlihat ketika mereka menaiki atap bus untuk berangkat ke stadion
yang tidak mungkin dilakukan secara individu. Kesatuan jiwa mampu membuat
mereka menjadi lebih berani bahkan rela membahayakan diri sendiri dengan
duduk di atap bus metro mini. Selain itu mereka tidak hanya sekedar duduk
melainkan juga berdiri sambil mengibarkan atribut kebanggannya seperti bendera,
syal, dan yang lainnya ketika bus sedang melaju dengan kecepatan tinggi.
Max Mess mengatakan, dinyatakan massa penonton yang dapat
memberikan sumbangan positif dan negatif terhadap perkembangan dalam dunia
olah raga, yaitu: massa suporter. Yaitu massa penonton yang menonton tim
kesayangannya bertanding. Dimana penonton merasa memiliki tim yang sangat
tinggi sehingga ada sikap fanatisme, yang sisi jeleknya adalah bila tim yang
diharapkan ini tidak dapat menang maka mereka dapat membuat kerusuhan72
.
Peneliti senada dengan pernyataan Max Mess, bahwa sikap fanatisme
71
Dikutip dari skripsi Bayu Agung Prakoso, fanatisme suporter sepakbola Jakarta, hlm 45
72 Dikutip dari skripsi Bayu Agung Prakoso, fanatisme suporter sepakbola Jakarta, hlm 46
74
tumbuh secara alami ketika massa penonton merasa memiliki tim yang sangat
tinggi. hal itu pun berlaku pada The Jakmania yang memiliki fanatisme yang
sangat tinggi. berdasarkan akun instagram @panditfootball73
terbukti dari rata-rata
jumlah penonton Liga 1 Gojek Traveloka The Jakmania merupakan suporter yang
paling banyak hadir ke stadion dengan angka rata-rata hampir 25.000 penonton
disetiap pertandingan.
Gambar 4.1
Rata-rata jumlah penonton liga 1 Indonesia
Memaknai dari tingkat konotatif berarti memaknai dengan satu level lebih
mendalam lagi terhadap suatu hal. Pemaknaan tingkat konotatif hanya terdapat
dalam semiotika Barthes. Pada scene pertama ini, sudah di peroleh hasil analisis
73
Dikutip dari akun instagram @panditfootball pada tgl 04 Sept 2017 pkl 18.10
75
berupa identifikasi tanda dari beberapa aspek penanda dan petanda yang diteliti.
Pada scene pertama penanda konotasinya adalah The jakmania berangkat menuju
stadion dengan menggunakan bus metromini hingga penuhi atap bus. Achmad
Mubarok mengatakan suatu perilaku tidak terlepas dari ciri yang menjadikan
perilaku tersebut dapat disebut sebagai perilaku fanatik, yaitu :Adanya
antusiasme/semangat berlebihan yang tidak berdasarkan pada akal sehat
melainkan pada emosi tidak terkendali. Ketiadaan akal sehat itu mudah membuat
orang yang fanatik melakukan hal-hal yang tidak proporsional, sehingga
melakukan hal-hal yang kurang waras74
.
Sedangkan petandanya adalah kebersamaan The Jakmania yang
ditunjukan dengan antusiasme mereka saat berangkat menuju ke stadion sehingga
menciptakan makna konotasi bahwa The Jakmania memiliki kebersamaan yang
tinggi dalam mendukung klub kebanggaannya. Dari penanda dan petanda
konotatif diatas didapatkan tanda konotatif jumlah anggota The Jakmania yang
begitu banyak. Hal itu dapat dilihat secara jelas ketika bus metromini begitu
penuh sesak oleh anggota The Jakmania.
4.2.1.4 Analisis tanda Mitos The Jakmania berangkat ke stadion scene ke 1
Mitos dimaknai sebagai suatu operasi ideologi yang berkembang dalam
masyarakat yang sudah terjadi secara turun-temurun. Mitos memiliki pola tiga
dimensi, yaitu penanda petanda dan tanda. Dalam scene pertama ini terkuak mitos
fanatisme dalam film The Jak.
74
Achmad Mubarok, Psikologi Fanatik, http://mubarok-institute.co.id/2006/08/psikologi-
fanatik.html , diakses pada tanggal 19 agustus 2016 pukul 18.48 wib
76
Merujuk pada hasil analisis dan pembahasan mitos yang berkembang
mengenai fanatisme, terdapat poin-poin yang diyakini sebagai garis besar dari
makna fanatisme tersebut. Fanatisme yang coba digambarkan pada scene ini
seolah menujukan superioritas dalam satu kesatuan kelompok yang memiliki
kecintaan terhadap hal yang sama.
Hal tersebut melahirkan makna mitos bahwa rasa cinta terhadap hal yang
sama mampu membuat rasa kekeluargaan dan rasa persaudaraan tumbuh secara
alami. Sehingga membuat kelompok tersebut menjadi lebih solid dan lebih
kompak satu sama lain meskipun tidak saling mengenal.
Hal tersebut melahirkan makna mitos bahwa rasa cinta terhadap suatu hal
tidak bisa dirubah oleh apapun termasuk oleh orang tua. Biasanya anak justru
mengikuti apa yang orang tuanya katakan dan tidak berani menentang atau bahkan
berbeda pilihan dengan orang tuanya.
4.2.2 Scene The Jakmania Memaksa Masuk Stadion
4.2.2.1 Tabel Scene The Jakmania Memaksa Masuk Stadion
Type of Shot Frame Script
Close Up
Scene : Di depan pintu masuk stadion Lebak
Bulus – Close Up.
Time : 00 : 03 : 13 – 00 : 03 : 35.
Dalam scene ini terlihat dan terdengar
bagaimana The Jakmania yang jumlahnya
77
Close up
begitu banyak berkumpul di depan pintu
masuk stadion lebak bulus sambil bernyanyi
“buka buka buka pintunya, buka pintunya
sekarang juga”. Mereka merupakan The
Jakmania yang tidak bisa memasuki stadion
dikarenakan pintu yang sudah ditutup oleh
pihak panitia pelaksana pertandingan. Mereka
berusaha memaksa masuk dengan
menyanyikan lagu yang memiliki arti
dorongan untuk segera membuka pintu
masuk.
78
4.2.2.2 Tabel Scene Loyalitas Suporter
Signifier (Penanda) Signified (Petanda)
jumlah The Jakmania
begitu banyak
berdesakkan
The Jakmania menunggu
pintu stadion dibuka
Tanda Denotatif / Penanda konotatif Petanda Konotatif
The Jakmania berkumpul dan bernyanyi agar pintu
stadion di buka
The Jakmania mencoba
untuk masuk
Tanda Konotatif
The Jakmania menyanyikan lagu untuk memberikan tekanan kepada petugas
untuk segera membuka pintu
Mitos
Kekuatan massa mampu mempengaruhi keadaan
4.2.2.3 Analisis tanda denotasi dan konotasi The Jakamnia Memaksa Masuk
Stadion scene ke 2
Pada tingkat denotatif, pemaknaan dilakukan berdasarkan apa yang
ditangkap oleh indera yang aktif dalam tubuh saja, dalam hal ini berupa indera
penglihatan. Merujuk pada hasil penelitian pada poin sebelumnya, terdapat
beberapa hasil yang telah didapat mengenai keseluruhan aspek penanda dan
petanda dalam scene pertama menurut kacamata semiotika Roland Barthes.
79
Dari segi pengambilan gambar, scene yang di capture pada menit ke 3
detik ke 13 ini menggunakan pengambilan gambar Close Up Shot yang bertujuan
memperlihatkan fokus pada objek gambar agar terlihat lebih dekat dan jelas.
Objek gambar yang dimaksud dalam hal ini adalah The Jakmania dalam jumlah
yang banyak terlihat sedang berada di luar stadion lebak bulus. Mereka berusaha
masuk ke dalam stadion meskipun petugas pintu masuk sudah menutup pintu. The
Jakmania terus memberikan pressure kepada petugas pintu masuk dengan terus
mendoro masuk dan juga bernyanyi lagu “buka buka buka pintunya, buka
pintunya sekarang juga” dengan lantang.
Dari adegan diatas, penanda denotasi yang didapatkan adalah jumlah The
Jakmania begitu banyak berdesakkan. Hal tersebut bisa terlihat dan terdengar jelas
dalam scene diatas sehingga peneliti menjadikan itu sebagai penanda denotasi.
Lalu petanda denotasi yang didapatkan yaitu The Jakmania menunggu pintu
stadion dibuka. Hal tersebut merupakan petanda denotatif yang memiliki makna
bahwa The Jakmania memiliki antusiasme yang besar untuk menduduk klub
kebanggaannya bertanding. Dari penanda dan petanda denotasi yang didapatkan
maka memunculkan tanda denotatif yaitu The Jakmania berkumpul dan bernyanyi
agar pintu stadion di buka.
Setelah mendapatkan tanda denotatif maka selanjutnya pembahasan dalam
scene ini memasuki pembedahan mengenai makna konotatif. Memaknai dari
tingkat konotatif berarti memaknai dengan satu level lebih mendalam lagi
terhadap suatu hal. Pemaknaan tingkat konotatif hanya terdapat dalam semiotika
Barthes. Pada scene kedua ini, sudah di peroleh hasil analisis berupa identifikasi
80
tanda dari beberapa aspek penanda dan petanda yang diteliti. Pada scene kedua ini
penanda konotasinya adalah The Jakmania berkumpul dan bernyanyi agar pintu
stadion di buka. Hal tersebut didapatkan dari tanda denotatif karena dalam teori
Semiotika Roland Barthes tanda denotatif saat bersamaan otomatis juga jadi
penanda konotasi. Tahap selanjutnya adalah masuk ke petanda konotasi. Petanda
konotasi yang didapatkan adalah The Jakmania mencoba untuk masuk. Hal
tersebut terlihat dan terdengar ketika mereka terus berusaha masuk ke stadion. Hal
itu memperlihatkan makna yang kemudian dijadikan sebagai petanda konotasi.
Dari penanda dan petanda konotatif diatas maka didapatkan tanda
konotatifnya yaitu The Jakmania menyanyikan lagu untuk memberikan tekanan
kepada petugas untuk segera membuka pintu. Hal itu dapat dilihat secara jelas
ketika mereka terus mendorong ke arah pintu masuk serta menyanyikan lagu yang
memiliki makna untuk membuka pintu. Hal-hal tersebut lah yang membuat
peneliti menganggap bahwa The Jakmania sedang berusaha melakukan tekanan
pada petugas penjaga pintu lewat lagu dan dorongan massa.
Lalu mengapa adegan tersebut menjadi representasi dari fanatisme
suporter? Peneliti menganggap hal-hal yang terjadi didalam adegan tersebut
sebagai fanatisme karena penulis memiliki keyakinan bahwa hal tersebut bisa
terjadi karena adanya rasa fanatik dalam tubuh The Jakmania. Hal itu bisa
dibuktikan dengan terus berusaha memasuki stadion meskipun pintu sudah
ditutup. Mereka mungkin berangkat dari berbagai daerah dengan pengorbanan
masing-masing untuk menonton Persija Jakarta bertanding. Mereka juga bukanlah
sekumpulan orang yang saling kenal satu sama lain namun mereka memiliki
81
kecintaan yang sama sehingga mereka mampu melakukan hal yang sama dan
bersama-sama. Fanatisme pribadi kemudian menjadi fanatisme kelompok ketika
mereka mengalami nasib yang sama. Pintu stadion yang tertutup pun memiliki
dua kemungkinan alasan. Kemungkinan yang pertama adalah kapasitas stadion
sudah tidak mampu menampung lagi. Stadion lebak bulus memang cukup kecil
untuk menampung banyaknya The Jakmania yang berjumlah banyak dan
memiliki animo yang cukup tinggi dalam mendukung Persija Jakarta. Sedangkan
kemungkinan kedua adalah tiket yang tersedia tidak banyak dan terjual habis
sehingga masih banyak The Jakmania yang tidak bisa masuk ke dalam stadion.
Dalam sebuah kesempatan peneliti berkesempatan mewawancarai sang
sutradara film The Jak yaitu Andi Bachtiar Yusuf. Dalam wawancara tersebut pria
yang biasa disapa Ucup itu mengatakan :
“menurut gua malah Jakmania itu, ini menurut gua ya, ya ini bisa
jadi perdebatan panjang sih. Fanatisme tuh ukurannya kaya apa gitu.
Karena kan Jakmania sebagai organisasi atau sebagai suporter gitu. Kalo
menurut gua fanatismenya tinggu tuh iya”
Pernyataan tersebut menguatkan The Jakmania sebagai suporter yang fanatik dan
ditunjukan dalam adegan The Jakmania berdesakkan di depan pintu stadion lalu
memaksa masuk ke dalam stadion.
4.2.2.4 Analisis Tanda Mitos The Jakmania Memaksa Masuk Stadion scene
ke 2
Merujuk pada hasil analisis dan pembahasan mitos yang berkembang
mengenai fanatisme, terdapat poin-poin yang diyakini sebagai garis besar dari
82
makna fanatisme tersebut. Fanatisme yang coba digambarkan pada scene ini
menunjukkan Kekuatan massa mampu mempengaruhi keadaan. Mereka sadar
bahwa pintu sudah di tutup namun mereka tetap berusaha masuk ke dalam.
Biasanya orang cenderung taat pada aturan dan tidak memaksakan kehendak.
Namun itu hanyalah mitos untuk The Jakmania karena mereka justru tetap
memaksa untuk masuk stadion. Hal tersebutlah yang membuat peneliti
menganggap kekuatan massa mampu mempengaruhi keadaan sebagai mitos pada
tabel analisis scene ke 2.
4.2.3 Scene Teatrikal The Jakmania
4.2.3.1 Tabel Scene Teatrikal The Jakmania
Type of Shot Frame Script
Long Shot
Scene : disebuah jalan – Long Shot.
Time : 00 : 16 : 00 – 00 : 16 : 49.
Dalam scene ini terlihat dan terdengar
bagaimana The Jakmania yang jumlahnya
begitu banyak menggiring replika seorang
83
Long Shot
suporter rival mereka persib bandung yang
tunjukkan dengan baju biru bertuliskan
hooligan serta di ikat menggunakan tali di
leher sambil bernyanyi bersama-sama. Lirik
lagunya berbunyi: “Jangan usik The
Jakmania, Jangan Usik anak Jakarta, The Jak
selalu terima suporter mana saja, tapi Viking
tetap musuh bangsa”. Beberapa kali juga
terdapat adegan teatrikal anak The Jakmania
memukul suporter yang di ikat tersebut.
4.2.3.2 Tabel Analisis Teatrikal The Jakmania
Signifier (Penanda) Signified (Petanda)
Teatrikal The Jakmania
The Jakmania mem-Bully
Viking
Tanda Denotatif / Penanda konotatif Petanda Konotatif
The Jakmania melakukan teatrikal dengan mengikat
suporter Persib Bandung
Rivalitas The Jakmania
Tanda Konotatif
The Jakmania menunjukkan refleksi rivalitas dalam sebuah teatrikal
Mitos
The Jakmania merawat Permusuhan
84
4.2.3.3 Analisis Tanda Denotasi Dan Konotasi Teatrikal The Jakmania scene
ke 3
Pada tingkat denotatif, pemaknaan dilakukan berdasarkan apa yang ditangkap
oleh indera yang aktif dalam tubuh saja, dalam hal ini berupa indera
penglihatan. Merujuk pada hasil penelitian pada poin sebelumnya, terdapat
beberapa hasil yang telah didapat mengenai keseluruhan aspek penanda dan
petanda dalam scene pertama menurut kacamata semiotika Roland Barthes.
Dari segi pengambilan gambar, scene yang di capture pada menit ke 16 ini
menggunakan pengambilan gambar Long Shot yang bertujuan memperlihatkan
fokus pada objek gambar agar terlihat lebih luas lagi. Objek gambar yang
dimaksud dalam hal ini adalah The Jakmania yang sedang melakukan tetarikal.
Dalam adegan tersebut terlihat bagaimana The Jakmania bernyanyi sambil
berjalan. Dalam nyanyian tersebut memiliki lirik berbunyi : “Jangan usik The
Jakmania, Jangan Usik anak Jakarta, The Jak selalu terima suporter mana saja,
tapi Viking tetap musuh bangsa”. Lirik tersebut mengandung unsure makna
rivalitas antara The Jakmania dengan suporter lain yaitu Viking yang merupakan
suporter klub Persib Bandung. Selain bernyanyi-nyanyi, teatrikal The Jakmania
juga memperlihatkan seorang yang menggunakan baju biru bertuliskan Hooligan
dan di cat merah pada mukanya sedang di ikat menggunakan tali yang terpasang
di leher dan tangan serta ditarik oleh anak-anak kecil. Beberapa kali juga terlihat
bagaimana anggota The Jakmania melakukan adegan memukul suporter Viking
tersebut.
85
Dari adegan diatas, penanda denotasi yang didapatkan adalah Teatrikal
The Jakmania. Hal tersebut bisa terlihat dan terdengar jelas dalam scene diatas
sehingga peneliti menjadikan itu sebagai penanda denotasi. Lalu petanda denotasi
yang didapatkan yaitu The Jakmania mem-Bully Viking. Hal tersebut merupakan
petanda denotatif yang memiliki makna bahwa The Jakmania memiliki rivalitas
yang begitu kuat sehingga sikap fanatik hadir secara bersamaan demi menjaga
rivalitas tersebut. Dari penanda dan petanda denotasi yang didapatkan maka
memunculkan tanda denotatif yaitu The Jakmania melakukan teatrikal dengan
mengikat suporter Persib Bandung.
Setelah mendapatkan tanda denotatif maka selanjutnya pembahasan dalam
scene ini memasuki pembedahan mengenai makna konotatif. Memaknai dari
tingkat konotatif berarti memaknai dengan satu level lebih mendalam lagi
terhadap suatu hal. Pemaknaan tingkat konotatif hanya terdapat dalam semiotika
Barthes. Pada scene kedua ini, sudah di peroleh hasil analisis berupa identifikasi
tanda dari beberapa aspek penanda dan petanda yang diteliti. Pada scene kedua ini
penanda konotasinya adalah The Jakmania melakukan teatrikal dengan mengikat
suporter Persib Bandung. Hal tersebut didapatkan dari tanda denotatif karena
dalam teori Semiotika Roland Barthes tanda denotatif saat bersamaan otomatis
juga jadi penanda konotasi. Tahap selanjutnya adalah masuk ke petanda konotasi.
Petanda konotasi yang didapatkan adalah Rivalitas The Jakmania. Hal tersebut
terlihat dan terdengar ketika mereka membawa unsure suporter rival dalam aksi
teatrikal mereka. Hal itu memperlihatkan makna yang kemudian dijadikan sebagai
petanda konotasi.
86
Dari penanda dan petanda konotatif diatas maka didapatkan tanda
konotatifnya yaitu The Jakmania menunjukkan refleksi rivalitas dalam sebuah
teatrikal. Hal itu dapat dilihat secara jelas dalam seluruh adegan dalam scene ke 3
ini dimana The Jakmania melakukan teatrikal untuk merefleksikan rivalitasnya
dengan suporter lain dengan melibatkan simbol-simbol kelompok lain. Hal-hal
tersebut lah yang membuat peneliti menganggap bahwa The Jakmania sedang
berusaha melakukan tekanan pada petugas penjaga pintu lewat lagu dan dorongan
massa.
Lalu mengapa adegan tersebut menjadi representasi dari fanatisme
suporter? Peneliti menganggap hal-hal yang terjadi didalam adegan tersebut
sebagai fanatisme karena penulis memiliki keyakinan bahwa hal tersebut bisa
terjadi karena adanya rasa fanatik dalam tubuh The Jakmania. Hal itu bisa
dibuktikan dengan teatrikal yang provokatif dengan berusaha membuat panas
situasi dengan suporter rival. Hal tersebut merupakan bentuk sikap fanatik yang
mengarah pada rivalitas yang tinggi.
Secara sosiologis misalnya, fanatisme bisa lahir karena faktor bentukan
lingkungan, orang tua, penanaman suatu nilai yang diturunkan terus menerus ke
setiap generasi. Misalnya sehingga muncul pemitosan di kalangan pendukung tim
Persib bahwa The Jak adalah musuh mereka, begitupun sebaliknya. Untuk contoh
yang satu ini sehingga jelas ada faktor penurunan dendam dari satu kelompok
87
terhadap kelompok lain untuk mengawetkan kebencian yang pada akhirnya sudah
tidak lagi mendasar75
.
Peneliti sepakat dengan pernyataan tersebut dimana fanatisme The Jakmania
mampu membuat perselisihan menjadi bertahan begitu lama dari generasi ke
generasi yang pada akhirnya menimbulkan banyak kerugian untuk semua pihak.
Rivalitas hadir bersamaan dengan saling menunjukan sikap fanatisme antar sesame
suporter. Tetapi ternyata rivalitas yang terjadi antara The Jakmania dengan Viking
menjadi melebar kemana-mana.
4.2.3.4 Analisis Tanda Mitos Teatrikal The Jakmania scene ke 3
Merujuk pada hasil analisis dan pembahasan mitos yang berkembang
mengenai fanatisme, terdapat poin-poin yang diyakini sebagai garis besar dari
makna fanatisme tersebut. Fanatisme yang coba digambarkan pada scene ini
menunjukkan The Jakmania merawat Permusuhan. Umumnya perselisihan
bukanlah sesuatu yang baik dan menarik tetapi The Jakmania memiliki pandangan
lain karena justru mereka merawat perselisihan tersebut. Tanpa ragu apapun
dilakukan untuk mengabadikan rivalitas mereka dengan Viking. Sehingga
perdamaian bukanlah merupakan pilihan yang menarik untuk mereka meskipun
sudah jatuh banyak korban jiwa. Hal tersebutlah yang membuat peneliti
menganggap kekuatan massa mampu mempengaruhi keadaan sebagai mitos pada
tabel analisis scene ke 3.
75
Aisha Shaidra, „Mengupas‟ Fanatisme, Group Diskusi Liberal Arts – Forum Indonesia Muda,
http://www.kompasiana.com/budimanibnu/mengupas-fanatisme_552b32fd6ea8343b0f552d10
diakses pada tanggal 17 september 2016 pukul 20:56 wib
88
4.2.4 Scene Kampanye Persija
4.2.4.1 Tabel Scene Kampanye Persija
Type of Shot Frame Script
Medium Shot
Bung Ferry: yang
pertama ngomporin
suruh mereka naik-naik
ke atas tuh gua
Medium Shot
Bung Ferry: Soalnya
kan gua prinsipnya apa,
itu sebenernya mereka
itu kan banyak
pendukung Persija
Medium Shot
Bung Ferry: Cuma
pendukung Persija
dateng ke Senayan
entar ketemu sama
rombongan suporter
laen yang satu mobil
89
Medium Shot
Bung Ferry: karena
mereka kan dateng tuh
kelompok-kelompok
gitu. Takut digebukin
Medium Shot
Bung Ferry: nah gua
pengennya mereka
kelompok juga. jadi
kalo ribut sekalian
banyak kan
Medium Shot
Bung Ferry: gua bilang
lu naik-naik ke atas. Lu
kibarin bendera.
Teriak-teriak. Nyanyi-
nyanyi sepanjang jalan.
otomatis lu kan
kampanye
Medium Shot
Bung Ferry: Besok
besok tiap pertandingan
Persija orang-orang
pada yang ngedenger,
“oh persija main ya?”,
pasti pada dateng ke
90
stadion. Ampuh!
4.2.4.2 Tabel Analisis Tentang Kampanye Persija
Signifier (Penanda) Signified (Petanda)
Wawancara bung Ferry
Cara bung Ferry
mengkampanyekan
Persja bertanding
Tanda Denotatif / Penanda konotatif Petanda Konotatif
Maksud bung Ferry menyuruh The Jakmania naik di
atap bus
Kampanye sebagai
eksistensi The Jakmania
Tanda Konotatif
Bung Ferry menyuruh The Jakmania menaiki bus untuk mengkampanyekan
bahwa Persija Jakarta sedang bertanding hari itu
Mitos
Eksistensi kelompok dapat mempengaruhi masyarakat
4.2.4.3 Analisis Tanda Denotasi Dan Konotasi Tentang Kampanye Persija
Scene ke 4
91
Pada tingkat denotatif, pemaknaan dilakukan berdasarkan apa yang
ditangkap oleh indera yang aktif dalam tubuh saja, dalam hal ini berupa indera
penglihatan. Merujuk pada hasil penelitian pada poin sebelumnya, terdapat
beberapa hasil yang telah didapat mengenai keseluruhan aspek penanda dan
petanda dalam scene ketiga menurut kacamata semiotika Roland Barthes.
Dari segi pengambilan gambar, scene yang di capture pada menit ke 34
detik ke 57 ini menggunakan pengambilan gambar medium shot yang
memperlihatkan Bung Ferry duduk disebuah teras rumah dan terlihat begitu
banyak barang-barang diantaranya sepedah anak, mobil mainan, dan jaket Persija
Jakarta. Scene ini menampilkan wawancara Bung Ferry yang bicara mengenai
tentang mengkampanyekan Persija Jakarta kepada masyarakat.
Dari adegan diatas, didapatkan penanda denotasi yaitu wawancara Bung
Ferry yang mengatakan bahwa dia adalah yang pertama kali menyuruh anggota
The Jakmania untuk naik ke atap bus, berteriak, dan mengibarkan bendera supaya
masyarakat tahu bahwa hari itu Persija Jakarta akan bertanding.
“gua bilang lu naik-naik ke atas. Lu kibarin bendera. Teriak-
teriak. Nyanyi-nyanyi sepanjang jalan. otomatis lu kan kampanye. Besok
besok tiap pertandingan Persija orang-orang pada yang ngedenger, “oh
persija main ya?”, pasti pada dateng ke stadion. Ampuh!”
Pada scene ini juga didapatkan petanda denotasi yang memiliki makna
cara mengkampanyekan Persija Jakarta kepada masyarakat Jakarta. hal ini
menunjukkan bahwa Bung Ferry ingin para anggota The Jakmania
mengkampanyekan Persija Jakarta ke masyarakat agar Persija Jakarta lebih
dikenal oleh masyarakat. dengan begitu masyarakat mulai merasa mengenal
92
Persija Jakarta. Dari penanda dan petanda denotasi yang didapatkan memunculkan
tanda denotasi Maksud bung Ferry menyuruh The Jakmania naik di atap bus.
Lalu mengapa adegan tersebut menjadi representasi dari fanatisme
suporter? Karena aspek-aspek fanatisme menurut W.J. Thomas diantaranya Suatu
perilaku muncul akibat dari adanaya interaksi antara stimulus dan organisme.
Perilaku, lingkungan, dan individu itu sendiri saling berinteraksi satu dengan yang
lainnya. Ini berarti bahwa perilaku individu dapat mempengaruhi perilaku
individu itu sendiri, di samping itu juga berpengaruh pada lingkungan, demikian
pula lingkungan dapat mempengaruhi individu, demikian sebaliknya.
Peneliti senada dengan W.J. Thomas yang mengatakan bahwa perilaku
individu bisa juga berpengaruh pada lingkungan. Hal tersebut bisa terlihat dari
bagaimana bung Ferry berhasil mempengaruhi kelompok The Jakmania untuk
melakukan apa yang diperintahkannya seperti naik ke atap bus untuk berteriak
dan mengibarkan bendera.
Memaknai dari tingkat konotatif berarti memaknai dengan satu level lebih
mendalam lagi terhadap suatu hal. Pemaknaan tingkat konotatif hanya terdapat
dalam semiotika Barthes. Pada scene kedua ini, sudah di peroleh hasil analisis
berupa identifikasi tanda dari beberapa aspek penanda dan petanda yang diteliti.
Pada scene ketiga ini penanda konotasinya adalah Maksud bung Ferry
menyuruh The Jakmania naik di atap bus. Bung Ferry mengatakan bahwa
maksudnya menyuruh kelompok The Jakmania untuk naik ke atap bus adalah
untuk mengkampanyekan Persija Jakarta yang sedang bertanding pada hari itu
93
agar masyarakat tahu. Sedangkan petanda konotasinya adalah Kampanye sebagai
eksistensi The Jakmania. seperti yang dikatakan Bung Ferry bahwa dengan naik
ke atap bus beramai-ramai otomatis masyarakat lama-kelamaan jadi tahu bahwa
Persija Jakarta sedang bertanding pada hari itu. Hal tersebut tentu dimaksudkan
sebagai bagian dari eksistensi kelompok yang coba dimunculkan oleh bung Ferry.
Selain itu, hal tersebut juga untuk mengkampanyekan Persija Jakarta agar lebih
dikenal lagi di masyarakat Jakarta yang isinya tidak hanya berasal dari Jakarta.
Dari penanda dan petanda konotasi diatas memunculkan tanda konotasi
Bung Ferry menyuruh The Jakmania menaiki bus untuk mengkampanyekan
bahwa Persija Jakarta sedang bertanding hari itu. Bung Ferry menganggap cara
naik ke atap bus merupakan salah satu cara yang konkrit untuk mempromosikan
Persija Jakarta yang sedang bertanding. Hal tersebut diyakini bung Ferry sebagai
cara yang ampuh untuk mengkampanyekan Persija Jakarta ke masyarakat ibukota.
Itu sebabnya dia menyuruh kelompok The Jakmania melakukan hal tersebut.
4.2.4.4 Analisis Tanda Mitos Tentang Kampanye Persija scene ke 4
Pada scene yang membahas tentang alasan mengapa bung Ferry menyuruh
The Jakmania naik ke atap bus ini menjadi menarik karena bung Ferry memiliki
maksud untuk mengkamapnyekan Persija Jakarta kepada masyarakat Jakarta agar
lebih dikenal lagi. Bung Ferry memiliki keyakinan bahwa cara tersebut
merupakan cara yang paling ampuh. sedangkan hal itu masih menjadi mitos
karena eksistensi kelompok terkadang tidak berpengaruh apapun pada kehidupan
94
masyarakat luas. bahkan terkadang justru timbul rasa takut masyarakat terhadap
eksistensi kelompok yang dianggap tidak membuat nyaman keadaan sosial.
4.2.5 Scene The jakmania Bernyanyi di Tribun
4.2.5.1 Tabel Scene The Jakmania Bernyanyi di tribun
Type of Shot Frame Script
Long Shot
Yel-yel: Persija, Persija,
Kesebelasan paling gaya
Long Shot
Yel-yel: Persija, Persija,
Kebanggaan Ibu Kota
Long Shot
Yel-yel: Persija, Persija,
Milik semua orang
Jakarta
95
Long Shot
Yel-yel: Persija, Persija,
Memang pantas jadi
juara
4.2.5.2 Tabel Analisis The Jakmania Bernyanyi di Tribun
Signifier (Penanda) Signified (Petanda)
Tribun stadion penuh
Bentuk dukungan
The Jakmania
Tanda Denotatif / Penanda Konotatif Petanda Konotatif
The Jakmania kompak mendukung persija
dengan cara yang kreatif
Kreatifitas The
Jakmania
Tanda Konotatif
Nyanyian yang kencang dan koreografi yang seirama
Mitos
Bernyanyi dan gerakan koreografi bisa membakar semangat para
pemain di lapangan
96
4.2.5.3 Analisis tanda denotasi dan konotasi The Jakmania bernyanyi di
Tribun
Pada tingkat denotatif, pemaknaan dilakukan berdasarkan apa yang
ditangkap oleh indera yang aktif dalam tubuh saja, dalam hal ini berupa indera
penglihatan. Merujuk pada hasil penelitian pada poin sebelumnya, terdapat
beberapa hasil yang telah didapat mengenai keseluruhan aspek penanda dan
petanda dalam scene keempat menurut kacamata semiotika Roland Barthes.
Dari segi pengambilan gambar, scene yang di capture pada menit ke 38
detik ke 12 ini menggunakan pengambilan gambar long shot yang
memperlihatkan tribun yang penuh dengan The Jakmania yang mengenakan
atribut serba orange bernyanyi dan melakukan gerakan koreografi dengan
kompak.
Dari adegan diatas, didapatkan penanda denotasi tribun stadion penuh
sesak dengan sekumpulan orang yang mengenakan atribut serba orange bernyanyi
dan melakukan koreografi bersama-sama. The Jakmania menyanyikan lagu untuk
mendukung Persija Jakarta yang sedang bertanding saat itu. Sedangkan petanda
denotasinya memiliki makna bentuk dukungan untuk Persija Jakarta dengan cara
lewat lagu dan gerakan koreografi yang dilakukan bersama-sama. Lagu yang
dinyanyikan itu pun memiliki makna dukungan untuk klub Persija Jakarta.
”Persija, Persija, kesebelasan paling gaya. Persija, Persija,
kebanggaan Ibu Kota. Persija, Persija, milik semua orang Jakarta.
Persija, Persija, memang pantas jadi juara”
97
Dari penanda dan petanda denotasi yang didapatkan memunculkan tanda
denotasi The Jakmania kompak mendukung Persija dengan cara yang kreatif. Hal
tersebut menunjukkan bahwa The Jakmania merupakan suporter yang kompak
dan kreatif dalam mendukung Persija Jakarta. lagu-lagu yang dinyanyikan pun
merupakan hasil kreatifitas dari mereka sendiri. meski harus berdesakkan mereka
tetap lantang menyanyikan lagu bersama-sama.
Lalu mengapa adegan tersebut menjadi representasi dari fanatisme
suporter? Menurut Achmadi massa penonton atau pendukung mempunyai
pengaruh yang besar terhadap konsentrasi dan juga dapat mempengaruhi daya
juang atlet dalam mencapai prestasi. Peneliti senada dengan pernyataan tersebut
dimana The jakmania berusaha memberikan pengaruhnya kepada para pemain
Persija Jakarta yang sedang bertanding.
Memaknai dari tingkat konotatif berarti memaknai dengan satu level lebih
mendalam lagi terhadap suatu hal. Pemaknaan tingkat konotatif hanya terdapat
dalam semiotika Barthes. Pada scene ke empat ini, sudah di peroleh hasil analisis
berupa identifikasi tanda dari beberapa aspek penanda dan petanda yang diteliti.
Pada scene ke empat ini penanda konotasinya adalah kreatifitas The
Jakmania dalam memberikan dukungan kepada Persija Jakarta. Bernyanyi
bersama-sama dan melakukan gerakan koreografi merupakan salah satu cara
kreatif yang dilakukan oleh The Jakmania untuk mendukung Persija Jakarta.
sedangkan penanda konotasinya adalah lagu dan koreografi yang merupakan
bentuk dukungan kreatif. Dari sekian banyak cara kreatif suporter The Jakmania
98
memilih lagu sebagai cara mendukung Persija Jakarta. hal tersebut menunjukkan
bahwa The Jakmania adalah suporter yang memiliki kreatifitas yang tinggi.
Dari penanda dan petanda konotasi diatas memunculkan tanda suara yang
kencang dan gerakan yang seirama. Hal itu menunjukkan kekompakkan dan
kreatifitas tersebut adalah salah satu bukti The Jakmania kepada Persija Jakarta.
lagu dan koreografi yang dilakukan merupakan hasil ciptaan dari mereka sendiri.
lagu dan gerakan koreografi yang dilakukan untuk menyemangati para pemain
dilapangan. Gerakan koreografi yang dilakukan diantaranya adalah tepuk tangan
dan memutar-mutar syal sebagai bentuk penyemangat tim Persija Jakarta dan
berusaha membuat mental pemain lawan jatuh.
4.2.5.4 Analisis Tanda Mitos The Jakmania Bernyanyi Di Tribun scene ke 5
Pada scene yang membahas The Jakmania yang sedang bernyanyi dan
melakukan koreografi di tribun ini menjadi menarik karena lagu-lagu dan
gerakan-gerakan koreografi yang dilakukan dianggap bisa membakar semangat
para pemain dilapangan dan membuat mental pemain lawan jatuh. Walau
sebenarnya belum tentu juga bisa membakar semangat para pemain.
99
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada penelitian
dengan judul Fanatisme The Jakmania dalam Film Dokumenter “The Jak” sebagai
Simbol Loyalitas Fans, maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu
sebagai berikut:
1. Pada film ini fanatisme diperlihatkan pada semua scene. Fanatisme
The Jakmania beragama dari mulai yang negatif hingga yang positif.
Fanatisme yang positif terlihat pada scene ke 5 ketika The Jakmania
melakukan aksi koreo dan bernyanyi bersama di tribun untuk
mendukung Persija Jakarta yang sedang bertanding. Hal tersebut
menggambarkan kreatifitas suporter sepakbola dan hal tersebut pula
tidak bisa dilepaskan dari fanatisme karena itu semua lahir dari rasa
fanatik The Jakmania sebagai suporter. Dan 4 scene lainnya
menggambarkan fanatisme yang negatif. Dari mulai The Jakmania
naik diatap bus yang menggambarkan bahwa The Jakmania tidak taat
aturan dan menantang bahaya, kemudian The Jakmania yang berusaha
memaksa masuk ke dalam stadion meskipun pintu stadion sudah di
tutup yang menggambarkan sikap fanatisme yang membuat mereka
tetap memaksakan kehendak mereka, setelah itu juga ada pernyataan
bung Ferry untuk mengkampanyekan Persija Jakarta ke masyarakat
100
yang menggambarkan rasa fanatismenya untuk menularkan sikap
fanatiknya kepada masyarakat luas, dan yang terakhir yaitu ketika
mereka melakukan teatrikal yang provokatif yang menggambarkan
bahwa mereka memiliki sikap fanatik yang tinggi sehingga
perselisihan masa lalu dengan suporter klub lawan terus diabadikan.
Dari seluruh penjelasan diatas peneliti menyimpulkan bahwa dalam
Film ini Fanatisme The Jakmania begitu nyata dan beragam
bentuknya. Apalagi film ini merupakan film dokumenter yang
memiliki latar apa adanya sehingga contoh-contoh fanatisme yang
tergambar dalam film ini merupakan sesuatu yang nyata tanpa
rekayasa.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Praktis
Kepada pembuat film peneliti berharap ada film lanjutan yang
menceritakan lebih jauh mengenai fanatisme dan loyalitas dari suporter
klub lain. Peneliti merasa hal tersebut penting untuk menggali lebih dalam
soal sikap fanatisme dan loyalitas yang ada di Indonesia. Pun juga kualitas
gambar juga seharusnya bisa lebih baik lagi.
5.2.2 Saran Akademis
Kepada masyarakat sebaiknya jangan menjustifikasi atau
menggenalisir seluruh suporter hal sepakbola pada hal-hal yang
negatif. Karena banyak sikap positif juga yang ada di tubuh organisasi
101
suporter sepakbola. Selain itu fanatisme dan loyalitas itu penting
sebagai identitas diri dalam mencintai sesuatu.
102
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro dkk, 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Bandung.
Refika Offset
Fiske, John. 2006. “Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar
Paling Komprehensif” . Yogyakarta: Jalasutra
Gulianotti, Richard. 2006. Sepak Bola Pesona Sihir Permainan Global, Yogyakarta
: Appeiron Pylothe
Goddard, H. 2001. Civil region. New York: Cambridge University Press
Handoko, Anung. 2012. Sepak Bola Tanpa Batas, Yogyakarta : KANISIUS
Haryatmoko. 2003. Mencari Akar Fanatisme Ideologi. Jakarta: Ghalia Indonesia
Hoed, Benny H. 2008. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
Kriyantono, Rahmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta : Kencana
Littlejohn, Stephen. 2002. Theories of Human Communication. Albuquerque:
Wadsworth Publishing Company.
Marhaendra, Andy. 2010. Dari Sihir Afrika Gereja Maradona, Yogyakarta :
Bentang Pusaka
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Mulyana, Deddy. 2010. Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Rosda Karya
Mulyana, Deddy. 2008. Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya, Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Myers, David G.2014. Psikologi Sosial “Social Psychology”, Jakarta : Salemba
Humanika
Nelmes, Jill. 2003. An introduction to film studies third edition , London :
Routledge
Ritonga, M Jamiludin. 2004. Riset Kehumasan, Jakarta : Grasindo
Samovar, A. Larry and Porter, E. Richard. 1981. Communication Between Cultures.
California: Wadsworth Publishing Company
103
Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Sugiyono, 2010. Memahami Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta
Su‟udi, Achmad. 2010. Football Inspirations For Succes, Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama
Vardiansyah, Dani. 2005. Filsafat Ilmu Komunikasi, Jakarta : PT. Indeks
Vardiansyah, Dani. 2008. Filsafat Ilmu Komunikasi suatu pengatar, Jakarta :
IKAPI
Vera, Nawioh. 2014 Semiotika dalam Riset Komunikas, Bogor. Ghalia Indonesia.
Sumber lain :
Psikoterapis, Apa itu Fanatisme? , http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-
fanatisme-,72 , diakses pada tanggal 27 maret 2016, pukul 19.19 WIB
Tengku Sufiyanto, Ini Sembilan Suporter Terfanatik di Indonesia,
http://www.bola.com/dunia/ read/2273751/ ini-sembilan-suporter-fanatik-di-
indonesia, diakses pada tanggal 27 Maret 2016, pukul 18.57 wib.
Sahadeva, Biggest Football Suporters in Indonesia,
http://www.thetoptens.com/biggest-football-suporters-indonesia/ diakses pada
tanggal 27 November 2015 pukul 21.14 WIB
Hanz Jimenez Salim, Ahok Sindir The Jakmania Tidak Becus Olahraga Ribut Terus
, http://m.liputan6.com/ news/read/2342266/ahok-sindir-jakmania-tidak-becus-
olahraga-ribut-terus , diakses pada tanggal 29 Februari 2016, pukul 13:18 WIB
Psikoterapis, Apa itu Fanatisme? , http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-
fanatisme-,72 , diakses pada tanggal 27 maret 2016, pukul 19.19 WIB
Muhamad Rais Adnan, The Jakmania Galang Dana Untuk Bantu Pengobatan Alfin
Tuasalamony, http://www.goal.com/ id-
ID/news/1387/nasional/2015/06/21/12933002/the-jakmania-galang-dana-untuk-
bantu-pengobatan-alfin , diakses pada tanggal 02 maret 2016, pukul 01.05 wib
Marco Tampubolon dan Ali Usman, The Jakmania Santuni Anak Yatim,
http://m.bola.viva.co.id/ news/read/282131-the-jakmania-santuni-anak-yatim,
diakses pada tanggal 02 maret 2016, pukul 01.04 wib
Randy Wirawan, Terjadi Ledakan di Sarinah The Jakmania Serukan
#JagaJakarta, http://bolalob.com/ read/ 28212/terjadi-ledakan-di-sarinah-the-
jakmania-serukan-jagajakarta?, diakses pada tanggal 02 maret 2016, pukul 01.06
wib
104
http://kbbi.web.id/loyalitas diakses pada 19 agustus, pukul 12.42 wib
http://www.academia.edu/8030635/Camera_and_Framing_Dasar_Estetika_
diakses pada tanggal 19 April 2016 , pukul 07.24 WIB
Kamus Besar Bahasa Indonesia, www.kbbi.web.id/suporter , diakses pada tanggal
20 Mei 2016 pukul 19.55 wib.
Bola.net, 6 Kelompok Suporter Fanatik Klub Sepak Bola Indonesia,
http://m.bola.net/open-play/6-kelompok-suporter-fanatik-klub-sepak-bola-
indonesia-8a33a8-4.html , diakses pada tanggal 28 februari 2016, pukul 17:59 wib.
Sahadeva, Biggest Football Suporters in Indonesia,
http://www.thetoptens.com/biggest-football-suporters-indonesia/ ,diakses pada
tanggal 27 November 2015 pukul 21.14 WIB
Psikoterapis, Apa itu Fanatisme? , http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-
fanatisme-,72 , diakses pada tanggal 27 maret 2016, pukul 19.19 WIB
Achmad Mubarok, Psikologi Fanatik, http://mubarok-
institute.blogspot.co.id/2006/08/psikologi-fanatik.html , diakses pada tanggal 19
agustus 2016 pukul 18.48 wib
Reza A.A Wattimena, Akar-akar Fanatisme,
https://rumahfilsafat.com/2012/11/17/akar-akar-fanatisme/ , diakses pada tanggal
17 september 2016 pukul 20:46 wib
Aisha Shaidra, „Mengupas‟ Fanatisme, Group Diskusi Liberal Arts – Forum
Indonesia Muda, http://www.kompasiana.com/budimanibnu/mengupas-
fanatisme_552b32fd6ea8343b0f552d10 diakses pada tanggal 17 september 2016
pukul 20:56 wib
Arif Tri Handoko dan Sonny Andrianto, Hubungan antara Fanatisme Positif
Terhadap Klub Sepakbola dengan Motivasi Menjadi Suporter, Naskah Publikasi-
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, UII, 2006, hal. 6
UCEO Universitas Ciputra, Pengertian Loyalitas dan Serba-Serbi Pengertian
Loyalitas Karyawan, http://www.ciputra-uceo.net/blog/2015/11/19/pengertian-
loyalitas-dan-serba-serbi-pengertian-loyalitas-karyawan , diakses pada tanggal 19
Agustus 2016, pukul 13.58 wib.
Jelajah Internat, Pengertian Simbol Sebagai Gambar, Bentuk atau Benda yang
Mewakili Gagasan,http://www.jelajahinternet.com/2015/12/pengertian-simbol-
105
sebagai-gambar-bentuk.html , diakses pada tanggal 18 November 2016 pukul 09.36
wib
Kukuh Setiawan, Persija Ultah The Jak dan Arema adu Heboh
http://soccer.sindonews.com/ read/1064996/58/persija-ultah-the-jak-dan-arema-
adu-heboh-1448614854 , diakses pada tanggal 15 maret 2016, pukul 11:24 wib
Diki Umbara, Ada Makna dibalik Shoot , http://docslide.us/documents/ada-makna-
di-balik-shoot.html , diakses pada tanggal 19 April 2016, pukul 07.48 WIB dikutip
dalam buku Roland Barthes yang berjudul The Semiotics Challenge (1998) hal.
172-173
Ismoyo, Mitos Menurut Roland Barthes, http://www.ismoyojessy.id/2011/11/mitos-
menurut-roland-barthes.html diakses pada tanggal 19 April 2016, pukul 08.05 WIB
Sahid Raharjo, Wawancara Sebagai Metode Pengumpulan Data,
http://www.konsistensi.com/
2013/04/wawancara-sebagai-metode-pengumpulan.html, diakses pada tanggal 17
septermber 2016 pukul 20:10 wib
Achmad Mubarok, Psikologi Fanatik, http://mubarok-
institute.co.id/2006/08/psikologi-fanatik.html , diakses pada tanggal 19 agustus
2016 pukul 18.48 wib
106
LAMPIRAN
107
Andi Bachtiar Yusuf,
Sutradara film The Jak
Secretariat The Jakmania
108
Transkrip Wawancara
HASIL WAWANCARA INFORMAN
Andi Bachtiar Yusuf,
Sutradara Film The Jak
Eki : apa sih bang alesan lu bikin film the jak ?
Bang ucup : gak ada yang ngerjain, jadi gua kerjain aja
Eki : terus kenapa milih the jak sebagai objeknya ?
Bang ucup : enggak, dulu gua pengen bikin dokumenter sepakbola nasional
suporternya. Tapi abis itu ya gak ke cover kan, gak ada duitnya. Terlalu mahal
juga, Indonesia terlalu gede. Pada akhirnya lu sadar lah kalo sabang sampe
merauke tuh telalu gede. Kalo Indonesia beda-beda lah. Akhirnya gua nyari
sponsor lah untuk bikin yang Jakarta aja. Soalnya Jakarta paling deket. Udah
Cuma itu aja awalnya. Itu pun gua tetep gak dapet sponsor. Jadi pada
kenyataannya waktu itu gua nemuin orang banyak yang suka bola. Keliatannya
banyak yang suka bola. Tapi sebenernya lebih banyak lagi orang yang gak peduli.
Jadi Cuma segelintir aja
Eki : apa sih bang yang mau disampein dari film the jak ini buat masyarakat?
Bang ucup : waktu itu sih gua mau ngomongin soal.... waktu pertama sih tentang
apa ya, fanatisme. Ya itu kan waktu itu ide dasarnya itu suporter Indonesia itu
orang gak tau sepakbolanya kayak gimana, abis gitu tapi masyarakatnya tuh
dukung bolanya gila-gilaan. Nah kemudian ada diary talent kampus tuh. Jadi
109
syaratnya suruh ngirim film 5 menit maksimal tentang sepakbola apa aja. Gua
kirim lah waktu itu versi pendeknya. Versi pendeknya kurang lebih begitu
harapannya. Jadi, Indonesia negara yang bolanya gak jelas kekuatanya kayak
apaan, gak ada yang pernah denger kali bolanya. Tapi terus suporternya sangat
fanatik. Tapi ternyata waktu itu yang respon dari orang ketika film itu terus masuk
di Jerman di berlin malah bukan itu. Indonesia dimana? Emang Indonesia ada
sepakbola?. Malah hal-hal yang lebih sederhana lagi. Jadi kemudian gua fikir
versi panjangnya mungkin nyeritain hal yang lebih harusnya lebih simple aja kali
ya, ya tentang kota. Karena kan di terutama dijaman itu ya mayoritas Jakmania
kelas menengah bawah. Mungkin sekarang juga kali. Orang-orangnya kalo si
Ferry bilang kan orang-orang kalah, secara ekonomi apa segala macem. Orang
yang butuh identitas. Orang Jakarta gak punya identitas karena orang dateng ke
Jakarta cuma nyari duit doang. Dan kalo klub sepakbola itu adalah apa namanya,
adalah identitas orang. Jadi kalo lu lahir di liverpool ya lu dukung liverpool atau
everton lah. Kalo lu lahir di manchester ya MU atau City ya gitu aja kan. Tapi
kan kalo di Jakarta gak kaya gitu. Mangkanya ada Persija. Karena waktu itu yang
gua bikin kan akhirnya tentang satu tim aja. Dan di kemudian hari kan bikin-bikin
yang lain dengan pendekatan yang beda-beda kan. Karena kan ternyata kan tiap
kota kan punya ceritanya masing-masing. Kalo misalnya Bandung gitu kan Persib
kan bukan soal kota lagi, soal etnis. Persib timnya orang sunda. Kalo lu sunda lu
dukungnya persib bukan persibo atau apa segala macem kayak gitu aja sih.
Eki : terus kalo pendapat lu sendiri tentang fanatisme suporter sepakbola di
Indonesia tuh kaya gimana sih bang ?
110
Bang ucup : kaya gimana maksudnya ?
Eki : ya maksudnya apakah suporter di Indonesia ini fanatismenya udah sama gitu
sama suporter diluar negeri ?
Bang ucup : sama lah sama aja
Eki : ultras-ultrasnya
Bang ucup : sama. Sama sih sebenernya sama aja. Cuma ini kan sebenernya
sesuatu yang dateng dari luar kan. Ya sepakbola tuh budaya baru, dateng dari luar.
Ya budaya barat lah kita bisa bilang. Kalo secara fanatisme sebenernya sama, tapi
apa yang dirasain tuh sebenernya beda. Sepakbola kan diseluruh dunia sama.
Olahraganya kelas buruh kelas pekerja, working class sport gitu. Nah disini kan
juga begitu. Pada kenyataannya lu akan punya kesulitan nemuin orang nonton
arema gitu misalnya kelas menengah atas. Ya mungkin mereka nonton tapi
nontonnya di tv. Mereka bilang “gua aremania”, tapi nontonnya di tv. Sama di
Jakarta kan juga gitu. Dan di setiap kota akan seperti itu kan. Lu masuk ke mall
misalnya masuk PS (Plaza Senayan) gitu lah, lu akan susah nemuin orang pake
jersey madura united gitu. Kecuali jersey MU gampang. Karena itu kan kelas
sosial kan. Nonton bola eropa pada akhirnya seolah-olah kelas sosialnya lebih
tinggi. Ya kalo disana mungkin bukan itu kali. Mungkin kalo disana lebih kalo
sepakbola ngegambarin para pekerja tapi kalo misalnya olahraga permainan lain
ngegambarin kelas sosial lu. Gak berlaku disemua negara, fillipin agak beda tapi
secara umum sebetulnya sama. Kalo fanatisme sama. Fanatismenya kan pada
akhirnya masalah eksistensi, eksistensi mereka dateng ke tempat lain. Gua punya
111
temen kalo kita lagi nyetak buku, lagi mau nerbitin buku. Dia orang london, dia
cerita di zaman tertentu dulu Inggris sama sama kita. Ketika bola, kalo bahasa dia
ketika skysport belum menemukan sepakbola. Jadi orang bisa kena gampar Cuma
gara-gara dialek Inggrisnya beda. Orang Inggris kan orang London, orang York,
orang Manchester, Newcastle, Liverpool kan beda-beda. Kan disini juga gitu. Lu
nonton bola dimana gitu, di bandung tiba-tiba ngomongnya ngomong bahasa
Jakarta kan bisa kena gampar. Disini juga ya kaya gitu lah. Nah disana kurang
lebih kaya gitu lah.
Eki : terus lu sepakat kalo The Jakmania ini sebagai salah satu suporter yang
memiliki fanatisme yang cukup tinggi ?
Bang ucup : menurut gua malah Jakmania itu, ini menurut gua ya, ya ini bisa jadi
perdebatan panjang sih. Fanatisme tuh ukurannya kaya apa gitu. Karena kan
Jakmania sebagai organisasi atau sebagai suporter gitu. Kalo menurut gua
fanatismenya tinggu tuh iya, tapi kan banyak orang di kota ini gak pernah keliatan
di stadion lagi ketika mereka udah kerja. Pergi ke stadion kalo lu perhatiin sendiri
banyak dikerjain sama orang-orang yang lebih muda. anak smp, sma, kuliah, lulus
kerja udah gak ke stadion lagi masalah waktu lah masalah kerjaan lah. Nah
fanatisme tuh apaan dulu, kalo misalnya pemahamannya adalah dateng nonton
gitu segala macem yah bisa jadi gak juga sebetulnya. Karena mungkin yaitu
kulturnya orang Jakarta kan emang bekerja. Kotanya kota bekerja, banyak kota
yang gak seperti itu. Dan orang-orangnya juga agak individualis kan di Jakarta.
Cuma kalo misalnya mau di cek lagi satu-satu pada faktanya masih banyak yang
ke stadion. Tapi kan lo kan ngeliat generasi yang berganti. Seinget gua sekarang
112
itu, terakhir gua nonton waktu lagi ISL (Indonesia Super League) kemaren nih itu
bisa ada bilang sebutan Jak Jadoel. Jadi orang-orang yang dari taun 2000-an udah
ada. Artinya kan emang generasinya ganti terus. Nah jadi sebenernya
fanatismenya sebesar apa kita gaktau, Cuma kan masalahnya gua gak bisa bilang
kalo kalah fanatik dibanding orang bandung, orang malang, orang surabaya,
makassar karena kan disana mungkin kan kejadiannya sama aja sebenernya. Bisa
aja mereka merantau ke Jakarta terus kehilangan informasi yang gampang ke
akses tentang klub dikotanya. Tapi kalo fanatik diliat dari rajin tour tandang
misalnya ada lawannya dateng berantem itu sih iya. Berantem terjadi dimana-
mana kok.
Eki : terus di film ini apakah lu emang dari awal sampe akhir tuh memang pengen
nampilin tentang fanatisme apa memang tentang kultur Jakarta aja?
Bang ucup : lebih ke kultur Jakarta sebetulnya. Sepakbola Cuma jadi tool aja
waktu itu akhirnya. Ketika tahun 2005 awal itu film pendeknya di komentarin “ini
tentang kota nih, dll”, terus gua fikir mungkin akan lebih menarik tentang kota.
Kemudian kedepannya kan film itu gua bikin 2003 sampe akhir 2006-an lah. 2007
awal lah. Akhirnya ya jadi tentang kota sebetulnya. Dimana masyarakat sebuah
kota melihat diri mereka sendiri, lihat lingkungan mereka makanya kan ada
karakter yang jualan tahu gitu misalnya, ya karakter yang fanatik agama gitu lah.
Karena menurut gua representasinya mesti keliatan deh. waktu itu gua gak nemu
orang kelas menengah yang ngantor berdasi tuh gak bener-bener ketemu.
Dapetnya Ferry sih pada akhirnya waktu itu.
113
Eki : tapi JAKANTOR waktu itu udah ada belum ?
Bang ucup : Jakantor mungkin udah ada ya tapi gak bisa disebut ada satu tribun
gitu enggak. Makanya generasinya kan berubah, jadi ketika waktu itu mungkin
jakantor masih pada kuliah. Gua lupa siapa tuh dulu sering naik diatas metro mini,
sekarang udah kerja di periklanan, artinya kan emang generasinya kan berubah
dan cara berfikir juga berubah. waktu itu orang-orang itu gak ada, Jakmania relatif
baru juga waktu itu kan. Kan taun 1997, dan mereka sebagai perkumpulan
sebenernya kan nyari bentuk terus sampe tahun 2000-an. Sekarang mungkin udah
punya bentuk tapi terus gatau katanya malah pada ngomongin politik.
Eki : tapi lu setuju gak sih kalo fanatisme itu bisa dibagi ke dalam 2 hal yaitu
fanatisme yang positif dan fanatisme yang negatif ? dan apakah itu juga yang coba
lu gambarin di film ini ?
Bang ucup : fanatisme tuh sebetulnya suatu hal yang baik kalo buat diri lu sendiri.
dari soal yang paling gampang lah, kalo lu rajin shalat terus lu ngejerit-jerit
ngajakin temen lu sambil lu gamparin buat shalat temen lu bakal mukul lu balik
kan ? karena ganggu. Tapi kalo lu rajin ibadah tapi buat diri lu sendiri kan pahala
lo nambah. Ya itu juga lu ngajarin diri lu untuk lu fanatik sama persija gitu
misalkan. Tapi kalo sibuk ngajak orang buat fanatik sama persija tapi orangnya
gakmau kan malah annoying banget kan. Jadi ya itu fanatisme buat diri sendiri
bukan kita bagi ke orang, dan menurut gua fanatisme tuh perlu kok. Kalo orang
bilang berlebihan gak baik gak juga. ya itu tadi, kalo buat diri sendiri baik-baik aja
114
sih. Tapi kalo buat orang, orang belum tentu punya pandangan yang sama kan
sama kita.
Eki : terus apa sih pendapat lu tentang loyalitas suporter ?
Bang ucup : loyalitas suporter dalam konteks apa nih ? gua sih ngartiin loyalitas
tuh ya lu Cuma milih satu tim aja. Ya tim itu kaya istri lah. Lu pilih satu udah.
Bukan terus lu pindah sini pindah sana. Dan lu juga mesti memahami dengan
gampang kan kenapa lu suka sama suatu tim. Kan kadang-kadang agak susah
disini. Ya gua sebagai orang yang suka persija juga sih seneng aja kalo tiba-tiba
ada orang cirebon bilang kalo gua jakmania cirebon. Tapi kalo menurut nalar kan
ngapain lu jadi suka persija orang lu tinggal di cirebon jauh. Itu gak ada bedanya
sama orang yang saat nobar MU lawan Chelsea terus berantem tapi berantemnya
di Jakarta gitu. Orangnya orang Indonesia semua gitu. Pernah tuh di cawang tuh
Madrid lawan Barcelona. Gak beda jadinya. Tapi loyalitas sama satu tim sih
diperluin. Tapi ya itu lu mesti pilih satu itu ya udah. Dan tim itu kalo menurut gua
lu gak bisa milih lah, kaya dikasih Tuhan aja. Jadi begitu lahir lu tau akan
kemana. Dah gitu aja. Nah di kita kan sering enggak gitu, terutama di Jakarta sih
sebenernya. Makanya kalo lu ke stadion nonton pertandingan kan itu metro mini
rame tuh. Kan pertadingan mulai di luar masih banyak rame pada nyanyi-nyanyi.
Ke stadion itu ritual kumpul sama temen sebenernya.
Eki : terus film ini ngegambarin loyalitas The Jakmania ?
115
Bang ucup : kurang lebih iya. Oh iya iyaaa. Ya keliatan lah, tour tandang segala
macem. Dan di jaman itu tour tandang gak ke sekarang menurut gua. Dijaman itu
tuh tour tandang tuh kaya perjalanan pergi perang tuh.
Eki : terus pesen lu sendiri untuk the jakmania apa bang ?
Bang ucup: pesen gua diluar konteks film ? kalo gua sih Jakmania tuh ya kaya
layaknya kebanyakan suporter sih. Tapi harusnya kan mereka tau kan kondisi
sepakbola Indonesia kaya apa kondiri klubnya. Selalu berharap timnya profesional
tapi selalu berharap kalo bisa gubernur bantuin. Menurut gua itu hal yang konyol.
Kalo gubernur bantuin timnya amatir dong. Kan gak bisa balik lagi ke jaman
perserikatan. Udah kaya begini. Malah menurut gua yang harusnya di fikirin
adalah dukung itu bukan Cuma dateng ke stadion, ngejerit-jerit, nyanyi, abis itu lu
sok jagoan dateng ke bandung berlima nonton persib vs persija. Lu gak akan
teriak-teriak disana. Nonton diem-diem aja. Ada hal yang berbeda antara nonton
sama dukung. Kalo mendukung ya ngechants, kalo nonton ya nonton. Jakmania
atau suporter manapun harus bisa berfikir bahwa mereka harus bisa ngebantu
timnya misalnya secara finansial. Timnya gak bisa bayar gaji pemain, pendukung
harus bertindak dong melakukan apa kek.