repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id/431/1/54 DINA LESTARI PUTRI.pdf · 2019. 9....
Transcript of repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id/431/1/54 DINA LESTARI PUTRI.pdf · 2019. 9....
PENDIDIKAN SARJANA KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS
PADANG
Skripsi, Agustus, 2016
DINA DESTRI PUTRI
12103084105010
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
ABORTUS DI RSUD DR. ADNAAN WD PAYAKUMBUH TAHUN 2016.
IX + VI BAB + 65 HALAMAN + 10TABEL + 2 SKEMA +7 LAMPIRAN.
ABSTRAK
Abortus adalah terhentinya atau keluarnya janin berumur 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram atau panjag janin kurang dari 25 cm. Di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh
didapatkan dari catatan rekam medik 50 orang pasien mengalami abortus dalam 4 bulan
terakhir. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian abortus di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun 2016. Metode
penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan desainpendekatan Retrospektif
Study, kemudian data diolah dengan menggunakan uji Chi Square. Populasi dalam penelitian
ini adalah 200 orang dengan sampel sebanyak 50 orang responden. Hasil penelitian univariat
didapatkan lebih dari separoh 56 % usia pasien tidak beresiko, lebih dari separoh 58% faktor
paritas tidak beresiko, sedangkan jarak kehamilan sama 50% antara beresiko dengan tidak
beresiko dan riwayat abortus lebih separoh 54% pernah terjadi serta kejadian abortus lebih
separoh 66% tidak terjadi abortus. Hasil uji statustik didapatkan untuk usia nilai p value
0,016, paritas nilai p value 0,001, jarak kehamilan nilai p value 0,000 dan riwayat abortus
nilai p value 0,047, ke empat faktor abortus di atas nilai p value nya < 0,05. Kesimpulannya
ada hubungan antara faktor usia, paritas, jarak kehamilan, riwayat abortus dengan kejadian
abortus. Disarankan kepada institusi Rumah Sakit khususnya Ruang Kebidanan atau poli
kebidanan untuk dapat memberikan edukasi atau Pendidikan Kesehatan tentang faktor yang
berhubungan dengan kejadian abortus.
Kata kunci : Faktor-faktor, Kehamilan, Abortus.
Daftar bacaan : 21 (2002-2013)
NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCE
PERINTIS FOUNDATION WEST SUMATRA
Skripsi, Agustus 2016
DINA DESTRI PUTRI
FACTORS ASSOCIATED WITH GENESIS ABORTION IN HOSPITAL DR.
ADNAAN WD PAYAKUMBUH 2016
IX + VI CHAPTER (64 PAGE:YARD) + 10 TABLES+2PICTURES+7
ENCLOSURE
ABSTRACT
Abortion is the interruption or release of 20-week old fetus or fetal weight of less than 500
grams or panjag fetus is less than 25 cm. Abortion is influenced by several factors: age,
parity, spacing pregnancies and abortion history. In the Hospital Dr. Adnaan WD
Payakumbuh obtained from a medical record of 50 patients experienced a miscarriage in
the last 4 months. The purpose of this study was to determine the factors associated with the
incidence of abortion in Hospital Dr. Adnaan WD Payakumbuh 2016. This study used a
descriptive analytic methods Retrospective Study design approach, then the data is
processed by using Chi Square test. The population in this study were 200 people with a
sample of 50 respondents. Research results of univariate obtained more than half of the 56%
of the age of the patient is not at risk, more than half the 58% factor of parity is not at risk,
while the spacing pregnancies at 50% of risk with no risk and a history of abortion more
than half 54% never happened and abortion more than half 66 % not occur abortion. The
test results obtained for age statustik p value of 0.016, p value 0.001 parity, pregnancy
spacing p value of 0.000 and a history of abortion p value 0,047, the four factors of abortion
above its p value <0.05. In conclusion there is a relationship between age, parity, spacing
pregnancies, history of abortion by abortion. It is advisable to institutional Hospital
Midwifery or poly particular space to be able to provide education or health education
about abortion.
Keyword : Factors-factors , Pregnancy , Abortion .
Bibliography:21 (2002-2013)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
Skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Abortus Di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016” sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan. Dalam penulisan
Skripsi ini, peneliti banyak mendapat bantuan, pengarahan, bimbingan dari
berbagai pihak, pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan sehingga
penulisan Skripsi ini dapat di selesaikan :
1. Terima kasih kepada bapak (almarhum) Dr. H .Rafki Ismail M.Ph selaku
pendiri kampus.
2. Bapak Yohandes Rafki, S.H, selaku ketua Yayasan Perintis Padang, yang
telah memberikan fasilitas dan sarana kepada penulis selama perkuliahan.
3. Bapak Yendrizal Jafri S.Kp M.Biomed selaku Ketua STIKes Perintis Padang.
4. Ibu Ns. Yaslina M. Kep, Sp. Kom selaku Ka Prodi Ilmu Keperawatan Perintis
Padang.
5. Ibuk Ns.Maera Delima ,M.Kep selaku pembimbing I yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan maupun saran serta
dorongan sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini.
6. Ibuk Ns.Erlinda Rosya M. Kep selaku pembimbing II yang juga telah
meluangkan waktu untuk memberi pengarahan, bimbingan, motivasi maupun
saran serta dorongan sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini.
7. Kepada Tim Penguji Skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
pengarahan, kritik maupun saran demi kesempurnaan Skripsi ini.
8. Dosen dan Staff Prodi Ilmu Keperawatan STIKes Perintis Padang yang telah
memberikan bekal ilmu dan bimbingan selama peneliti dalam pendidikan.
ii
9. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat seluruhnya disebutkan
namanya satu persatu yang telah banyak membantu baik dalam penyelesaian
Skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa Skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan-kekurangan. Hal ini bukanlah suatu kesengajaan
melainkan karena keterbatasan ilmu dan kemampuan Peneliti. Untuk itu
Peneliti mengharapkan tanggapan, kritikan dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Skripsi ini.
Akhir kata kepada-Nya jualah kita berserah diri, semoga Skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya di bidang kesehatan. Wassalam
Bukittingi, Juni 2016
Peneliti,
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi
DAFTAR SKEMA ..................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
1. Tujuan Umum ................................................................ 4
2. Tujuan Khusus ............................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 5
1. Bagi Peneliti ................................................................... 5
2. Bagi Institusi Rumah Sakit ............................................ 6
3. Bagi Institusi Rumah Pendidikan .................................... .6
E. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Abortus ....................................................................................... 7
1. Defenisi .................................................................................. 7
2. Etiologi .................................................................................. 15
3. Tanda gejala ........................................................................... 23
4. Mekanisme Abortus .............................................................. 25
5. Klasifikasi ............................................................................. 26
6. Patofisiologi .......................................................................... 27
B. Kerangka Teori ........................................................................... 29
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep ........................................................................ 30
B. Defenisi Operasional ................................................................... 31
C. Hipotesa....................................................................................... 33
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ......................................................................... 34
B. Tempat danWaktu Penelitian ...................................................... 34
C. Populasi, Sample dan Teknik Sampling .................................... 34
D. Pengumpulan Data ..................................................................... 36
E. Tenik Pengolahan dan Analisa Data .......................................... .37
F. Etika Penelitian ........................................................................... 38
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................. 39
1. Analisa Univariat .................................................................. 40
2. Analisa Bivariat ..................................................................... 43
B. Pembahasan .................................................................................. 47
1. Analisis Univariat.................................................................. 47
2. Analisis Bivariat .................................................................... 55
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................. 63
B. Saran ............................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Defenisi Operasional ..................................................................... 26
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan faktor
usia di RSUD Dr. Adnaan WD Tahun 2016 ............................... 40
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Paritas
di RSUD Dr. Adnaan WD Tahun 2016 ....................................... 41
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jarak
Kehamilan di RSUD Dr. Adnaan WD Tahun 2016 ................... 41
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat
Abortus di RSUD Dr. Adnaan WD Tahun 2016 ........................ 42
Tabel 5. 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan kejadian
abortus di RSUD Dr. Adnaan WD Tahun 2016 ......................... 42
Tabel 5.6 Hubungan Faktor Usia Dengan Kejadian Abortus di
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016
Hubungan Faktor Paritas Dengan Kejadian Abortus di
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016 ...................... 43
Tabel 5.7 Hubungan Faktor Paritas Dengan Kejadian Abortus
di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016 .................. 44
Tabel 5.8 Hubungan Faktor Jarak Kehamilan Dengan Kejadian
Abortus di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh
Tahun 2016 ................................................................................... 45
Tabel 5.9 Hubungan Faktor riwayat abortus Dengan Kejadian
Abortus di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh
Tahun 2016 ................................................................................... 46
DAFTAR SKEMA
Skema 2.4 Kerangka Teori ............................................................................ 24
Skema 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 25
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Observasi
Lampran 2 : Jadwal Skripsi
Lampiran 2 : Surat Izin Pengambilan Data
Lampiran 3 : Lembar Konsultasi Bimbingan
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap negara di dunia mempunyai komitmen untuk mencapai 8 sasaran
pembangunan milenium yang disingkat dengan MGDs (Millennium
Development Goals) untuk dicapai pada tahun 2020 sebagai satu paket tujuan
terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Tantangan-
tantangan ini sendiri diambil dari seluruh tindakan dan target yang dijabarkan
dalam Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara termasuk Indonesia
dan ditandatangani oleh 147 kepala negara pada saat Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan september tahun 2000.
Adapun tujuan kelima MDGs yaitu meningkatkan kesehatan ibu mempunyai
dua target antara lain menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga
perempatnya antara 1990-2020 yaitu 97 serta mencapai dan menyediakan
akses kesehatan reproduksi untuk semua pada tahun 2020. Adapun kematian
ibu yang paling banyak yaitu diakibatkan oleh abortus.
Abortus adalah terhentinya (mati) dan 2 dikeluarkannya kehamilan sebelum
janin berumur 20 minggu (dihitung dari haid terakhir) atau berat janin kurang
dari 500 gram atau panjang janin kurang dari 25 cm (Ansar, 2002). Abortus
sangat terkait dengan Angka Kematian Ibu (AKI). Frekuensi abortus yang
secara klinis bertambah 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun,
menjadi 26% pada wanita berumur diatas 40 tahun (Cunningham, 2005). Dari
sejumlah abortus yang terjadi ditemukan bahwa jika ibu berusia lebih dari 35
2
tahun maka resiko itu lebih tinggi (Littler, 2010). Frekuensi abortus yang
secara klinis terdeteksi meningkat 12% pada wanita berusia kurang dari 20
tahun menjadi 26% pada mereka yang usianya lebih dari 40 tahun
(Cunningham, 2005).
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup
maupun mati. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian
maternal, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah
dengan keluarga berencana. Sebagai kehamilan pada paritas tinggi adalah
tidak direncanakan (Wikjosastro, 2002).
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya
abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3-5% data dari beberapa studi
menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan punya resiko 15% untuk
mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, resiko nya akan
meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa resiko abortus setelah 3
kali abortus berurutan adalah 30-45%. Menurut Suryadi (1994) penderita
dengan riwayat abortus 1 kali dan 2 kali menunjukkan adanya pertumbuhan
janin yang terlambat pada kehamilan berikutnya melahirkan bayi prematur.
Sedangkan dengan riwayat abortus 3 kali atau lebih, ternyata terjadi
pertumbuhan janin yang terlambat, prematuritas(Suryadi, 1994).
Menurut Rahmani (2013) Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya
kurang dari 2 tahun. Rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik.
3
Kehamilan dalam keadaan ini perlu di waspadai karena ada kemungkinan
pertumbuhan janin kurang baik, mengalami persalinan yang lama atau
perdarahan (abortus). Insidensi abortus meningkat pada wanita yang hamil
dalam 3 bulan setelah melahirkan.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2002 diperkirakan 4,2 juta
abortus terjadi setiap tahun di Asia Tenggara Pada siklus hidupnya, wanita
mengalami tahap-tahap kehidupan di antaranya dapat hamil dan melahirkan.
Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang akan berakhir dengan
kelahiran bayi (Saifuddin, 2006). Kehamilan merupakan hal yang paling
membahagiakan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah atau di
dalam keluarga. Selain itu juga merupakan ancaman bagi setiap wanita yang
disebabkan karena perubahan yang di alami ibu baik perubahan fisik,
emosional, perubahan sosial dalam keluarga, maupun resiko terjadinya
abortus.
Di Indonesia angka kejadian abortus berkisar antara 750.000 sampai 1,5 juta
kasus. Abortus di Indonesia terjadi baik di daerah perkotaan maupun
pedesaan. Data yang di rilis oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2003
menyatakan tingkat abortus di Indonesia masih cukup tinggi di bandingkan
dengan Negara-Negara maju di dunia, yakni mencapai 2,3 juta abortus per
tahun (Depkes RI, 2003).
Di Sumatera Barat Angka kematian ibu tahun 2016 sebesar 230 per 100.000
kelahiran hidup dan menurun tahun 2007 sebesar 229 per kelahiran hidup
dengan angka kematian bayi (AKB) sebesar 2,7 per 1000 kelahiran hidup dan
4
meningkat menjadi 16,5 per 1000 kelahiran hidup (DINKES Sumatera Barat,
2007). Kejadian abortus disebabkan oleh beberapa faktor tertentu.
Ada beberapa faktor yang merupakan predisposisi terjadinya abortus
misalnya faktor paritas dan usia ibu, risiko abortus semakin tinggi dengan
bertambahnya paritas dan semakin bertambahnya usia ibu. Usia kehamilan
saat terjadinya abortus dapat memberi gambaran tentang penyebab dari
abortus tersebut. Beberapa kehamilan berakhir dengan kelahiran tapi tidak
jarang yang mengalami abortus. (Prawirohardjo, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmani 2014, bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya abortus pada ibu hamil adalah usia,
paritas, riwayat abortus, sosial ekonomi, pendidikan, penyakit infeksi,
alkohol, merokok, status perkawinan, dan jarak kehamilan
Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada tanggal 21 April 2016 ke
beberapa rumah sakit, diantaranya RSUD Batusangkar terdapat 8 pasien yang
mengalami abortus dalam 2 bulan terakhir dan RSUD Suliki terdapat 4 orang
pasien mengalami abortus dalam 2 bulan terakhir, serta RSUD Dr. Adnaan
WD Payakumbuh didapatkan dari catatan rekam medik 50 orang pasien
mengalami abortus dalam 4 bulan terakhir. Ini merupakan angka kejadian
abortus yang tinggi yang tercatat di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh
dibanding RSUD Batusangkar dan RSUD Suliki. Berdasarkan wawancara
kepada kepala ruangan kebidanan RSUD Dr. Adnan WD Payakumbuh
tanggal 22 april tahun 2016 mengatakan bahwa banyak pasien yang di rawat
5
di ruang kebidanan karena mengalami abortus (RSUD Dr. Adnaan WD
Payakumbuh, 2016)
Oleh karena itu, berdasarkan survey awal yang dilakukan, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh,
khususnya di ruang kebidanan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang peneliti merumuskan masalah “Faktor-faktor
apakah yang berhubungan dengan kejadian abortus di RSUD Dr. Adnaan WD
Payakumbuh tahun 2016.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus di
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi distribusi frekuensi faktor resiko usia di RSUD
Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun 2016.
b. Mengidentifikasi distribusi frekuensi faktor resiko paritas di
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun 2016.
c. Mengidentifikasi distribusi frekuensi faktor jarak kehamilan
abortus di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun 2016.
6
d. Mengidentifikasi distribusi frekuensi faktor resiko riwayat abortus
di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun 2016.
e. Mengidentifikasi kejadian abortus di RSUD Dr. Adnaan WD
Payakumbuh tahun 2016.
f. Mengidentifikasi hubungan faktor resiko usia dengan kejadian
abortus di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun 2016.
g. Mengidentifikasi hubungan faktor resiko paritas dengan kejadian
abortus di RSUD Payakumbuh tahun 2016.
h. Mengidentifikasi hubungan faktor resiko jarak kehamilan dengan
kejadian abortus di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh.
i. Mengidentifikasi hubungan faktor resiko riwayat abortus dengan
kejadian abortus di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun
2016.
D. Manfaat Penelitian
a. Bagi peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam
mengaplikasikan mata ajar Riset Keperawatan khususnya tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus di RSUD
Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun 2016.
7
b. Bagi Institusi Kesehatan
Dari hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai informasi bagi
institusi tentang faktor-faktor kejadian abortus khususnya Ruang
Kebidanan di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun 2016.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Data dan hasil yang di peroleh dapat menjadi bahan informasi dan
masukan wahana dalam pembelajaran Maternitas sehingga
informasi ini dapat di kembangkan dalam praktek belajar
lapangan.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian abortus di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun 2016. Desain
penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan Retrospektif Study
dimana yang menjadi variabel independen usia, paritas, riwayat abortus, jarak
kehamilan. Sedangkan variabel dependennya adalah kejadian abortus di
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh dan penelitian di lakukan dari tanggal
2-4 Agustus 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang
berada di Ruang Kebidanan di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun
2016. Teknik pengumpulan menggunakan lembar observasi melalui status
pasien. Teknik pengolahan data dilakukan dengan cara editing, coding, entry,
dan cleaning. Analisis data diolah dengan menggunakan program
komputerisasi dan dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat dengan
menggunakan uji statistik Chi-Square.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Abortus
1. Defenisi
Keguguran atau abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat
hidup didunia luar, tanpa mempersoalkan sebabnya. Menurut WHO, aborsi
berarti keluarnya janin dengan berat badan janin <500 gram atau usia
kehamilan <22 minggu. Mengingat kondisi penanganan bayi baru lahir
berbeda-beda di berbagai negara, usia kehamilan seperti pada defenisi abartus
dapat berbeda-beda pula. Di negara maju oleh karena teknologi ilmu
kedokteran yang canggih, keguguran saat ini artinya sebagai keluarnya hasil
konsepsi ketika usia kehamilan <20 minggu atau berat janin < gram
(Martaadisoebrata, 2013).
Kata abortus (aborsi, abortion) berasal dari bahasa latin aboriri-keguguran.
Menurut New Shorter Oxford Dictionari (2002), abortus adalah persalinan
kurang bulan sebelum usia janin yang memungkinkan untuk hidup, dalam hal
ini kata ini bersinonim dengan keguguran. Abortus juga berarti induksi
penghentian kehamilan untuk menghancurkan janin. Meskipun dalam konteks
medis kedua kata tersebut dapat diprtukarkan, pemakaian kata abortusoleh
orang awam mengisyaratkan penghentian kehamilan secara sengaja. Karena
itu, banyak orang cenderung memakai kata keguguran untuk menunjukkan
kematian janin spontan sebelum janin dapat hidup (Cuningham, 2012).
9
Pembagian Abortus dapat di bagi menjadi dua golongan :
1. Abortus spontan
Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan tidak di dahuluai
faktor-faktor mekanis atau pun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh
faktor-faktor alamiah (Sofian, 2011).
Abortus ini terbagi pula atas :
a. Abortus Iminens (Keguguran Mengancam).
Abortus yang disebut juga keguguran mengancam didiagnosis bila
seorang wanita sedang hamil <20 minggu mengeluarkan darah
pervaginam. Perdarahan dapat berlanjut selama beberapa hari atau
berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri
punggung bawah, seperti saat menstruasi. Sekitar 50% abortus
iminens akan menjadi abortus komplet atau inkomplet 50% kasus
akan melanjutkan kehamilannya. Risiko keguguran berkurang bila
janin sudah memperlihatkan aktifitas jantung pada pemeriksaan
ultrasonografi (USG), tetapi beberapa kepustakaan menyebutkan
adanya risik persalinan preterem atau gangguan pertumbuhan dalam
rahim pada kasus seperti ini.
Perdarahan yang sedikit pada kehamilan muda mungkin juga
disebabkan oleh hal ini, misalnya placental sign yaitu perdarahan dari
pembuluh-pembuluh darah sekitar plasenta. Gejala ini selalu di jumpai
pada kera Macacus rhesus yang sedang hamil. Erosi porsio lebih
mudah berdarah pada kehamilan, demikian juga polip serviks, ulserasi
vagina, kersinoma serviks, kehamilan ektopik dan kelaianan trofoblas
10
harus dibedakan dari abortus iminens karena dapat pula menyebabkan
perdarahan per vaginam. Pemeriksaan spekulum dapat membedakan
polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain
didiagnosis dengan pemeriksaan ultrasonografi (Martaadisoebrata,
2013).
Menurut Sofian (2011) Keguguran belum terjadi sehingga kehamilan
dapat dipertahankan dengan cara :
1) Tirah baring
2) Gunakan preparat progesteron
3) Tidak berhubungan badan
4) Evaluasi secara berkala dengan USG untuk melihat
perkembangan.
b. Abortus Insipiens (Keguguran Berlangsung).
Abortus insipiens berarti abortus sedang berlangsung. Abortus ini
didiagnosis bila seorang wanita yang sedang hamil <20 minggu
mengalami perdarahan banyak, terkadang disertai gumpalan darah dan
nyeri karena kontraksi kuat uterus serta terdapat dilatasi serviks,
sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan meraba ketuban. Kadang-
kadang, perdarahan dapat menyebabkan kematian ibu dan jaringan
yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi, sehingga evakuasi harus
segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati, sehingga upaya
mempertahankan kehamilan pada keadaan inii merupakan
kontraindikasi (Martaadisoebjata, 2013).
11
c. Abortus Inkompletus (Keguguran Tidak Lengkap).
Abortus inkompletus didiagnosis sebagian hasil konsepsi telah lahir
atau teraba di vagina tetapi sebagian masih tertinggal, biasanya
jaringan plasenta. Perdarahan biasanya terus berlangsung, dapat
banyak membahayakan ibu. Ostium uteri sering kali tetap terbuka
karena masih ada benda didalam rahim yang di anggap sebagai benda
asing sehingga uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan
berkontraksi sehingga ibu merasa nyeri tetapi tidak sehebat pada
abortus insipiens. Pada beberapa kasus, perdarahan todak banyak dan
bila dibiarkan serviks akan menutup kembali (Martaadisoebrata,
2013).
Gejala abortus inkompletus yaitu :
1) Amenorea
2) Sakit perut dan mules-mules
3) Perdarahan yang bisa sedikit atau banyak biasanya berupa
stolsel (darah beku).
4) Sudah ada keluar fetus atau jaringan pada abortus yang sudah
lama terjadi atau pada abortus provokatus yang dilakukan oleh
orang yang tidak ahli.
5) Sering terjadi infeksi.
Pada pemeriksaan dalam (V.T) untuk abortus yang baru terjadi
didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa
jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus yang
berukuran lebih kecil dari seharusnya (Sofian, 2011).
12
d. Abortus kompletus (Keguguran Lengkap)
Bila hasil konsepsi lahir lengkap abortus disebut komplet dan kuretasi
tidak perlu dilakukan. Pada setiap abortus, jaringan yang terlahir harus
selalu diperiksa kelengkapannya untuk membedakan dengan kelainan
trofoblas (mola hidatidosa). Pada abortus komplet, perdarahan segera
berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan berhenti total selambat-
lambatnya setelah 10 hari, karena dalam masa ini luka rahim telah
sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga segera menutup
kembali. Bila perdarahan masih berlangsung melebihi 10 hari setelah
abortus, harus dipikirkan kemungkinan aboryus inkomplet atau
endometritis pasca abortus (Martaadisoebrsta, 2013).
e. Abortus tertunda
Abortus tertunda terjadi bila hasil konsepsi yang telah mati tertahan di
dalam rahim selama 8 minggu atau lebih. USG menunjukkan bahwa
janin tidak utuh dan membentuk gambaran kompleks. Diagnosis via
USG tidak selalu mengharuskan hasil konsepsi tertahan >8 minggu,
asalkan ditemukan kehamilan yang nonvible tanda gejala perdarahan.
Disekitar janin yang sudah mati terkadang terdapat sedikit perdarahan
pervaginam, sehingga menimbulkan gambaran seperti abortus
iminens. Namun, rahim selanjutnya tidak membesar tetapi malah
mengecil karna air ketuban terasorpsi dan janinmengalami maserasi.
Tidak ada gejala bermakna lainnya, hanya saja amenorea terus
berlangsung. Abortus spontan biasanya terjadi selambat-lambat nya 6
minggu setelah janin mati. Bila kematian janin terjadi pada kehamilan
13
yang masih muda sekali, janin akan lebih cepat dikeluarkan.
Sebaliknya, bila kematian janin terjadi pada kehamilan yang lebih
lanjut janin akan lebih lama tertahan/retensi.
f. Abortus Habitualis (Keguguran Berulang)
Hal ini juga disebut sebagai abortus spontan berulang dan keguguran
berulang dan keguguran berulang (reccurent spontaneous abortion
dan recurrent pregnansi loss yaitu abortus habitualis. Secara klasik
hal ini didefenisikan sebagai keguguran tiga kali berturut-turut atau
lebih pada 20 minggu atau kurang atau kurang denagan beratjanin
kurang dari500 gram. Sebagian besar wanita dengan keguguran
berulang mengalami kematian mudigah atau janin dini, dan sebagian
kecil keguguran setelah 14 minggu. Meskipun definisi ini menyatakan
tiga atau lebih dari keguguran. Banyak yang bersepakat bahwa
evaluasi ini harus dipertimbangkan setelah dua keguguran berturut-
turut. Hal ini karena resiko keguguran berikutnya setelah 2 kali
keguguran berturut-turut sama dengan yang terjadi setelah keguguran
tiga kali sekitar 30 % (Harger, dkk, 1983). Yang mencolok
kemungkinan kesuksesan kehamilan dapat mendekati 50 % bahkan
setalah enam kali keguguran.
Keguguran berulang perlu dibedakan dari keguguran sporadik yang di
jelaskan di bagian sebelumnya. Keguguran sporadik mengisyaratkan
bahwa ada kehamilan di antara keguguran yang menghasilkan bayi
sehat. Beberapa penulis membedakan keguguran berulang primer
belum pernah mengalami kehamilan yang sukses dari keguguran
14
berulang sekunder pernah melahirkan bayi hidup karena kelompok
yang terakhir ini tidak mengalami risiko keguguran berikutnya sebesar
32 % sampai setelah tiga kali keguguran. Karena itu, evaluasi
keguguran rekuren kedua dapat ditunda sampai terjadi keguguran tiga
kali berturut-turut (Poland, 1977).
Penyebab keguguran serupa dengan keguguran sporadik, meskipun
insiden relatif berbeda antara kedua kategori. Sebagai contoh,
keguguran trimester pertama dengan keguguran berulang dengan
memperlihatkan insiden anomali genetik yang lebih rendah (Sullivan,
2004). Pada contoh lain faktor genetik sering menyebabkan kemtian
mudigah dini, sementara penyakit autoimun atau anatomis lebih besar
kemungkinannya menyebabkan keguguran trimester kedua (
Cuningham, 2012).
2. Abortus Provokatus
Abortus Provokatus adalah abortus yang di sengaja, baik dengan memakai
obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi menjadi :
a. Abortus medisinalis (abortus therapeutica).
Abortus medis adalah abortus karena tindakan kita sendiri dengan
alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat
persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli (Sofian, 2012).
Abortus medisinalis (abortus terapeutik ) terbagi pula menjadi 2
bagian :
15
1) Teknik aborsi bedah
Meliputi ekstraksi menstrual (aspirasi kavum
endometrium dengan kateter tipis dan spuit pada usia
kehamilan 5-8 minggu), kuretase vakum (dilatasi serviks
dan peningsapan uterus pada usia <14 minggu), D&C
(dilatasi serviks lebih lanjut dan kuretase dengan kuret
logam pada kehamialan <14 minggu) atau dilatasi dan
evakuasi (D&E dilatasi serviks lebar yang diikuti dengan
kuretase vakum setelah kehamilan 16 minggu). Tenda
laminaria, tenda lamicel, dan pesarium gemeprost adalah
produk-produk yang diinsersi ke dalam serviks untuk
memulai dilatasi dan mengurangi trauma pada serviks
(Wahyuningsih, 2009).
Komplikasi meliputi
a) Perdarahan
b) Infeksi
c) Perforasi uterus
d) Abortus inkomplet
e) Koagulopati konsumtif berpotensi fatal
f) Inkompetensi serviks selanjutnya atau sineka
uterus.
2) Induksi medis aborsi
Induksi medis aborsi dilakukan dokter sebelum kehamilan
berusia 8 minggu. Setelah kehamilan berusia 8 minggu,
16
aborsi melalui tindakan bedah lebih dipilih, metotreksat
yang diberikan pada kehamilan awal menghambat kerja
asam folat, mencegah sintesis RNA dan DNA, dan
menyebabkan kematian sel, terutama memengaruhi
jaringan yang berpoliferasi cepat, seperti trofoplas.
Produksi HCG berhenti dan perlekatan
trofoblastik/desidual luruh dalam waktu 72 jam.
Misoprostol (Cytotec) adalah analog prostag landin
sintesis E1, yang meningkatkan amplitudo kontraksi
uterus, membantu pengeluaran isi. Antiprogesteron RU
486 (Mifepriston), agens antiprogenteron oral, dapat
diberikan bersama misoprostol untuk mengakhiri
kehamilan. Induksi medis aborsi setelah usia kehamilan 8
minggu dapat mencakup pematangan laminaria, induksi
oksitosin, prostagladin dan larutan hiperosmotik intra-
amniotik (Wahyuningsih,2009).
b. Abortus kriminalis
Abortus yang terjadi oleh tindakan-tindakan yang tidak legal atau
tidak berdasarkan indikasi medis (Sofian, 2009)
2. Etiologi
Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor, umumnya
abortus didahului oleh kematian janin. Pada 53 % abortus spontan trimester
pertama dan pada 36% abortus spontan trimester kadua, janin tidak normal.
Kebanyakan merupakan kemungkinan mutasi dan bukan kelainan yang akan
17
berulang pada kehamilan berikut nya. Abortus spontan dengan kromosom
normal lebih sering dialami wanita usia lanjut 14-19% (Wahyuningsih, 2009).
Faktor-faktor yang dapat meningkatkanterjadinya abortus
1. Faktor Janin
Kelainan yang paling sering dijumpai adalah gangguan pertumbuhan
zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya
menyebabkan abortus pada trimester pertama, berupa :
a. Kelainan telur
Telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, kelainan
kromosom (monosomi, trisomi atau poliploidi), merupakan
sekitar 50% penyebab abortus.
b. Trauma embrio
Pasca sampling vili korionik, amniosentesis.
c. Kelainan pembentukan plasenta (Martaadisoebrata, 2013)
2. Faktor maternal
a. Infeksi
Beresiko bagi janin yang sedang berkembang, terutama pada
akhir trimester pertama atau awal trimester kedua. Penyebab
kematian jain tidak diketahui secara pasti akibat infeksi janin
atau oleh toksin yang di hasilkan mikroorganisme penyebab
infeksi. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abartus
antara lain :
18
1) Virus
Rubella, sitomegalovirus, herpes simpleks,
varicella zoster, vassinia, campak, hepatitis, polio,
ensefalomielitis.
2) Bakteri
3) Parasit
b. Penyakit vaskular
Hipertensi, penyakit jantung
c. Kelainan endokrin
Abortus spondan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak
mencakupi terjadi disfungsi tiroid atau defisiensi insulin.
d. Imunologi
Ketidak cocokan (inkompatibilitas) sistem HLA (Human
Leukocyte Antigen), SLE (System lupus erythematosus, lupus
eritematosus sistemik).
e. Trauma
Jarang terjadi, umumnya segera setelah trauma, misalnya
trauma akibat perdarahan.
1) Pengangkatan ovarium yang mengandung korpus
luteum graviditatum sebelum minggu ke-8.
2) Pembedahan intra abdominal dan pembedahan uterus
pada saat hamil.
19
f. Kelainan uterus
Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa),
serviks atau retroflexio uteri gravidi
incarcerata)(martaadisoebrata, 2013)
3. Faktor eksternal
a. Radiasi
Dosis 1-10 rad dapat merusak janin berusia 9 minggu, dosis
lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran.
b. Obat-obatan
Antagonis asam folat, antikoagulan, dll. Sebaiknya tidak
menggunakan obat-obatan ketika usia kehamilan< 16 minggu
kecuali obat terbukti tidak membhayakan janin atau indikasi
penyakit ibu yang parah.
c. Sosioekonomi, pendidikan, konsumsi kafein, dan ketika
sedang hamil tidak terbukti merupakan resiko abortus
(Martaadisoebrata, 2013).
4. Faktor resiko terjadinya abortus
a. Usia
Pada kehamilan usia muda keadaan ibu masih labil dan belum
siap mental untuk menerima kehamilannya. Akibatnya, selain
tidak ada persiapan, kehamilannya tidak di peliharadengan
baik. Kondisi ini menyebabkan ibu jadi stres dan akan
meningkatkan resiko terjadinya resiko abortus (Prawihardjo,
2002).
20
Kejadian abortus berdasarkan usia 42% terjadi pada kelompok
usia di atas 35 tahun, kemudian di ikuti kelompok usia 30-34
tahun dan antara 25-29 tahun. Hal ini disebabkan usia di atas
35 tahun secara medik merupakan usia yang rawan untuk
kehamilan. Selain itu ibu cendrung memberi perhatian yang
kurang terhadap kehamilannya di karenakan sudah mengalami
kehamilan lebih dari sekali dan tidak bermasalah pada
kehamilan sebelumnya.
Pada usia 35 tahun atau lebih kesehatan ibu sudah menurun.
Akibatnya, ibu hamil pada usia itu mempunyai kemungkinan
lebih besar untuk mempunyai anak premature, persalinan
lama, perdarahan dan abortus (Leveno, 2009).
Resiko abortus meningkat seiring dengan usia ibu. Frekuensi
abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat 12 % pada
wanita berusia <20 tahun, menjadi 26% pada usia >40 tahun.
Ibu yang telah mengalami abortus pada trimester 1 banyak
terdapat pada ibu yang hamil muda yaitu umur 18 tahun, lebih
rendah kejadiannya pada wanita 20-35 tahun dan berkembang
meningkat tajam pada usia >35 tahun (Cuninghams, 2005).
Kehamilan pada usia ibu <20 tahun merupakan resiko pada
ibu dan janin karena organ-organ reproduksi belum matang
dan berfungsi secara optimal termasuk endrometrium tempat
implementasi dan berkembangnya buah kehamilan untuk
21
pemberian nutrisi, oksigenasi janin menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan (Depkes, RI, 2004).
b. Paritas
Pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin. Bila
terlalu sering melahirkan, 4 anak atau lebih, maka perlu di
waspadai adanya gangguan pada waktu kehamilan, persalinan
nifas. Resiko abortus akan semakin meningkat dengan
bertambahnya paritas di samping lanjutnya usia ibu serta
ayah. Pada primipara, kejadian lebih tinggi dengan bayi yang
di lahirkan cenderung tidak matur atau komplikasi karena
merupakan pengalaman pertama terhadap kemampuan alat
reproduksi ibu dan kemungkinan akan timbul penyakit dalam
kehamilan dan persalinan, sedangkan pada grandemulti lebih
tinggi cenderung mengalami komplikasi dalam kehamilan
yang berpengaruh pada penghasilan.
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu
baik lahir hidup maupun mati. Paritas 2-3 merupakan paritas
paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1
dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal
lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian
maternal, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat
dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagai
kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan
(Wikjosastro, 2002).
22
Seorang ibu yang melahirkan mempunyai resiko kesehatannya
dan juga bagi kesehatan anaknya. Hal ini beresiko karena
pada ibu dapat timbul kerusakan-kerusakan pada pembuluh
darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke
janin (Manuaba, 2010).
c. Riwayat abortus
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan
predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar
3-5% data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1
kali abortus pasangan punya resiko 15% untuk mengalami
keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, resiko nya akan
meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa resiko
abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30-45%.
Menurut Suryadi (1994) penderita dengan riwayat abortus 1
kali dan 2 kali menunjukkan adanya pertumbuhan janin yang
terlambat pada kehamilan berikutnya melahirkan bayi
prematur. Sedangkan dengan riwayat abortus 3 kali atau
lebih, ternyata terjadi pertumbuhan janin yang terlambat,
prematuritas.
Kejadian abortus diduga mempunyai efek terhadap
kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyulit
kehamilan maupun pada hasil kehamilan itu sendiri. Wanita
dengan riwayat abortus mempunyai resiko yang lebih tinggi
23
untuk terjadinya persalinan prematur, abortus
berulang(Prawirohardjo, 2009).
d. Jarak kehamilan
Menurut Rahmani (2013) Bila jarak kelahiran dengan anak
sebelumnya kurang dari 2 tahun. Rahim dan kesehatan ibu
belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu
di waspadai karena ada kemungkinan pertumbuhan janin
kurang baik, mengalami persalinan yang lama atau
perdarahan (abortus). Insidensi abortus meningkat pada
wanita yang hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan.
Jarak kehamilan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan
janin yang dikandungnya. Seorang wanita memerlukan waktu
selama 2-3 tahun agar dapat pulih secara fisiologis dari satu
kehamilan atau persalinan dan mempersiapkan diri untuk
kehamilan berikutnya (Prawirohardjo, 2009)
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan
predisposisi erjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar
3-5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1
kali abortus pasangan punya resiko 15% untuk mengalami
keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan
meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa resiko
abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30-45%
(Prawirohardjo, 2009)
24
Menurut Suryadi (1994) penderita dengan riwayat abortus
satu kali dan dua kali menunjukkan adanya pertumbuhan janin
yang terlambat pada kehamilan berikutnya melahirkan bayi
prematur. Sedangkan dengan riwayat abortus 3 kali atau lebih,
ternyata terjadi pertumbuhan janin yang terlambat,
prematuritas.
3. Tanda dan Gejala secara umum
1. Perdarahan vagina merah terang (segar), atau coklat gelap dan
dapat terjaditerus menerus untuk beberapa hari sampai 2 minggu
(Varney, 2002).
2. Nyeri kram ringan yang mirip dengan menstruasi atau nyeri
pinggang bawah (Kusmiyati, 2009).
3. Pemeriksaan ultrasuara yang menunjukkan cincin gestasi
terbentuk baik dengan gema dari embrio yang menunjukkan
bahwa kehamilan paling mungkin dianggap sehat (Cuningham,
2005).
4. Pemeriksaan tes kehamilan positif (Saifuddin, 2002).
5. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum lemah, wajah
pucat, berkeringat banyak, tekanan darah menurun (Saifuddin,
2002).
6. Pada pemeriksaan dalam di temukan flukus ada (sedikit), ostium
uteri tertutup (Kusmiyati, 2009).
25
Tanda dan gejala Abortus Spontan :
1. Abortus iminens
a. perdarahan sedikit
b. kadang di sertai rasa mulas.
2. Abortus insipiens
a. Perdarahan lebih banyak
b. Perut mules atau sakit lebih hebat
c. Pada pemeriksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis
servikalis terbuka dan jaringan atau hasil konsepsi dapat di
raba.
3. Abortus inkomplit
a. Perdarahan memanjanf sampai terjadi keadaan anemis.
b. Perdarahaan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat.
c. Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi.
d. Dapat terjadi degenerasi ganas.
4. Abortus kompletus
a. Uterus telah mengecil
b. Perdarahan sedikit.
c. Canalis servikalis telah tertutup.
5. Abortus tertunda
a. Rahim tidak membesar, malahn mengecil karena absorbsi air
ketuban dan maserasi janin.
b. Buah dada mengecil kembali (Prawirohardjo, 2002).
26
4. Mekanisme Abortus
Mekanisme awal terjadinya Abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan
fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut
menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung
dikeluarkan secara in to to, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih
tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam
terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8-10 minggu, mekanisme diatas jug terjadi atau diawali
dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran
janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam covum uteri. Plasenta
mungkin sudah berada dalam canalis servikalis atau masih melekat pada
dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam
yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14-22, janin biasanya sudah
dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian.
Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga
menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam
yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri
lebih menonjol. Dari penjelasan di atas jelas bhwa abortus ditandai dengan
adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam (
Prawirohardjo, 2002 ).
27
5. Klasifikasi
Abortus dapat diklafikasikan berdasarkan kejadian dan gambaran klinis.
1. Berdasarkan kejadiannya
a. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa
intersensi medis maupun mekanis, terjadi tanpa ada unsur
tindakan dari luar dan kekuatan sendiri.
b. Abortus buatan atau abortus provokatus (disengaja,
digugurkan), dibagi menjadi :
1) Abortus buatan menurut indikasi medis ( abortus
provokatus artifisialis atau theraupicus).
Abortus ini di sengajakan dilakukan sehingga
kehamilan dapat di akhiri. Upaya menghilangkan hasil
konsepsi dilakukan atas indikasi untuk menyelamatkan
jiwa ibu, misalnya : penyakit jantung, hipertensi
esensial dan karsionoma serviks. Keputusan ini di
tentukan oleh tim ahli yang terdiri atas dokter ahli
Kebidanan, penyakit dalam dan psikitri atau psikolog.
2) Abortus buatan kriminal (abortus provocatus
criminalis) adalah pengguguran kehamilan tanpa
alasan medis yang sah atau orang tidak berwenang dan
dilarang oleh hukum.
2. Berdasarkan gambaran klinis
a. Abortus iminens (keguguran mengancam)
b. Abortus insipiens (keguguran berlangsung)
28
c. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap)
d. Abortus kompletus (keguguran lengkap)
e. Abortus tertunda (missed abortion)
f. Abortus habitualis (keguguran berulang) (Martaadisoebrata, 2013).
6. Patofisiologis
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis, ikuti nerloisi
jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing
dalam uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8
minggu, nilai khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga
hasil dapat dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan 8-14 minggu villi
khoriasli sudah menembus terlalu dalam hingga plasenta tidak dapat
dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan dari pada
plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta dan lengkap. Peristiwa ini
menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk, ada
kalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas, mungkin pula janin telah mati lama. Apabila yang mati
tidak dikeluarkandalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan
bekuan darah. Ini uterus dinamakan mola krenta. Bentuk ini menjadi mola
karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam sisinya terjadi organisasi,
sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberosa
dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma
antara amion dan khorion.
29
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
modifikasi janin mengering dan karena cairan amion menjadi kurang oleh
sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng ( fetus kompresus ). Dalam tingkat
lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas pigmenperkamen.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah
terjadinya maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar
karea terasa cairan dan seluruh jnin berwarna kemerah-merahan (Sarwono,
2006 ).
30
Skema 2.1
Kerangka Teori
Abortus
Pengertian abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum
janin dapat hidup di luar tanpa mempersoalkan sebabnya
(Martadisoebrata, 2013
Abortus di bedakan
menjadi 2 :
Abortus Spontan :
1. Abortus iminens
2. Abortus insipiens
3. Abortus inkomplit
4. Abortus kompletus
5. Abortus tertunda
6. Abortus habitualis
(Martadisoebrata,
2013)
Abortus
buatan/provokatus :
1. Abortus
medisinalis
2. Abortus
kriminalis
(Sofian, 2013)
Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian abortus
Faktor resiko :
1. Usia
2. Paritas
3. Riwayat abortus
4. Jarak kehamilan
(Rochmawati,
2013).
31
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
ingin diamati atau di ukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmojo,2005).
Pada penelitian ini kerangka konsep digunakan untuk melihat hubungan
variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen Faktor-
faktor yang berhubungan dengan terjadinya abortus Sedangkan variabel
dependen yaitu kejadian abortus pada ibu hamil. Dari kerangka konsep diatas
akan terlihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus pada
ibu hamil di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh.
Variabel Independen Variabel Dependen
Skema 3.1
Kerangka Konsep
Faktor Resiko
1. Usia
2. Paritas
3. Riwayat abortus
4. Jarak kehamilan
Kejadian Abortus
32
B. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang di amati, sehingga memungkinkan peneliti
untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek dan fenomena (Nursalam, 2011). Variabel adalah sesuatu yang
digunakan sebagai ciri, sifat, ukuran yang di miliki oleh satuan penelitian
tentang suatu konsep pengertian tertentu (Nursalam, 2011).
Tabel B
Defenisi Operasional
Variabel Defenisi
Operasional
Cara
Ukur
Alat
Ukur
Skala
ukur
Hasil ukur
Variabel
dependen
Kejadian
abortus
Berakhirnya
kehamilan
sebelum janin
dapat hidup di
dunia luar tanpa
mempersooalka
n sebabnya.
Ceklis Lembar
observa
si
Nominal 1. Terjadi
abortus.
2. Tidak
terjadi
abortus.
Variabel
independen
1. Usia
Pada kehamilan
usia muda
keadaan ibu
masih labil
belum siap
mental untuk
menerima
kehamilannya,
akibatnya selain
tidak ada
persiapan
kehamilan tidak
di pelihara
dengan baik.
Ceklis Lembar
observa
si
Nominal 1. Beresiko
abortus
(<20
tahun/>35
tahun)
2. Tidak
beresiko
Abortus
(>20tahun
/<35
tahun)
(Prawiroh
ardjo,
2002)
2. Paritas Pada kehamilan
rahim ibu
teregang oleh
adanya janin,
bila terlalu
sering
melahirkan
Ceklis Lembar
observa
si
Nominal 1. Beresiko
abortus
(>3
paritas)
2. Tidak
beresiko
abortus
33
rahim akan
semakin lemah,
bila ibu
melahirkan 4
anak atau lebih
maka perlu di
waspadai
adanya
gangguan waktu
kehamilan,
persalinan nifas.
(<3
paritas)
(Wikjosas
tro, 2002)
3. Jarak
kehamil
an
Bila jarak
kelahiran
dengan anak
sebelumnya
kurang dari 2
tahun rahim dan
kesehatan ibu
belum pulih
dengan baik.
Kehamilan
dalam kedaan
ini perlu
diwasadai
karena adanya
kemungkinan
pertumbuhan
janin yg kurang
bagi mengalami
persalinan yang
lama atau
perdarahan
(abortus).
Ceklis Lembar
observa
si
Nominal 1. Beresiko
abortus (< 2
tahun)
2. Tidak
beresiko
abortus (>2
tahun)
(Prawirohar
djo, 2009)
4. Riwayat
abortus
Penderita
dengan riwayat
abortus 1 kali
dan 2 kali
menunjukkan
adanya
pertumbuhan
janin yang
terlambat pada
kehamilan
berikutnya
melahirkan bayi
prematur
sedangkan
dengan riwayat
Ceklis Lembar
observa
si
Nominal 1. Pernah
abortus
2. Tidak
pernah
abortus
34
abortus 3 kali
atau lebih
ternyata terjadi
pertumbuhan
janin yang
terlambat.
C. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang kebenarannya akan dibuktikan
dalam penelitian. Hipotesis ditarik dari serangkaian fakta yang muncul
sehubungan dengan masalah yang diteliti (Nursalam, 2011).
Berdasarkan kerangka konsep dan defenisi operasinal, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ha :
1. Ada hubungan faktor usia dengan kejadian abortus pada ibu hamil di
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun 2016.
2. Ada hubungan paritas dengan kejadian abortus pada ibu hamil di RSUD
Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun 2016.
3. Ada hubungan faktor jarak dengan kejadian abortus pada ibu hamil di
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh.
4. Ada hubungan faktor riwayat abortus dengan kejadian abortus pada ibu
hamil di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh.
35
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian abortus di Ruang Kebidanan di RSUD Dr.
Adnaan WD Payakumbuh tahun 2016. Faktor-faktor tersebut adalah faktor
resiko usia, paritas, jarak kehamilan, riwayat abortus. Pengumpulan data
dilakukan dengan pendekatan secara Retrospektif Study, yaitu pengumpulan
data di mulai dari efek atau akibat yang telah terjadi, kemudian dari efek
tersebut di telusuri penyebabnya atau variabel-variabel yang mempengaruhi
akibat tersebut (Notoatmodjo, 2005).
B. Tempat dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan di Ruang Kebidanan RSUD Dr. Adnaan WD
Payakumbuh tahun 2016. Peneliti memilih rumahsakit ini sebagai tempat
penelitian karena mempunyai jumlah populasi abortus yang cukup banyak.
Penelitian dilakukan pada tanggal 2 s/d 4 Agustus 2016.
C. Populasi.
1. Populasi
Populasi menurut Notoatmodjo (2005) adalah keseluruhan objek
penelitian atau objek yang akan diteliti. Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai
kuantitas dan kharakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2009). Semua
pasien yang mengalami kejadian abortus dirawat di Ruang Kebidanan
36
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh bulan Januari-April tahun 2016
adalah sebanyak 50 orang dijadikan sampel.
D. Pengumpulan Data
1. Alat pengumpulan data
Pengumpulan data menggunakan alat Pengumpulan data berupa lembar
observasi merupakan alat ukur berupa angket/lembar ceklis (Hidayat,
2008).
Peneliti menggunakan lembar ceklis yang diisi langsung oleh peneliti.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor resiko usia, paritas,
jarak kehamilan, riwayat abortus sedangkan variabel dependennya
kejadian abortus.
2. Prosedur pengumpulan data
Peneliti mengajukan surat permohonan izin peneliti yang dikeluarkan oleh
Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Perintis Padang yang ditujukan
kepada direktur RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh. Mendapatkan izin
dari RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh pergi Ruang Rekam Medik
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh unuk memberikan surat izin guna
mendapatkan data awal serta untuk penelitian nantinya. Setelah
mendapatkan data awal peneliti melakukan identifikasi status pasien.
3. Mengkode data (Coding)
Pada variabel kejadian abortus di kategorikan dengan tidak terjadi biberi
kode dengan 2, terjadi diberi kode 1. Untuk faktor usia tidak beresiko
diberi kode 2, beresiko di beri kode 1. Untuk paritas diberi kode beresiko
1, tidak beresiko 2. Untuk jarak kehamilan 1 beresiko abortus, 2 tidak
37
beresiko abortus. Riwayat abortus diberi kode 1 pernah terjadi abortus, 2
tidak pernah terjadi abortus.
4. Memasukkan data(Enty)
Data yang di periksa dan di beri kode kemudian di masukkan ke dalam
komputer dan proses menggunakan program komputer.
5. Membersihkan data (Cleaning)
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry pakah
ada kesalahan atau tidak.
6. Tabulasi (Tabulating)
Yakni membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian atau yang
diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2012).
E. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian, yang disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan persentase (Notoatmodjo, 2010).
Rumus ;
P = F X 100%
N
Keterangan :
P : Persentase
F : Frekuensi
N : Jumlah responden
38
2. Analisa bivariat
Analisa ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan variabel
independen dan variabel dependen dengan tingkat kepercayaan 95%
(pvalue <0,05) dengan menggunakan analisis Chi-Square test sistem
komputerisasi
Rumus = X = Σ (O-E)2
E
Keterangan:
O = nilai observasi
E = nilai ekspektasi (harapan)
k = jumlah kolom
b = jumlah baris
F. Etika Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu peneliti melakukan
pengurusan proses penelitian ke pendidikan, mulai dari perizinan dari
Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis
Sumatera Barat, kemudian peneliti menghubungi bagian umum Kesatuan
Bangsa Dan Politik (KESBANGPOL) Kota Payakumbuh, setelah itu
kebagian Diklat di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh untuk
mendapatkan izin pengambilan data dan penelitian. Setelah mendapatkan
izin, peneliti melanjutkan menghubungi kepala ruangan untuk meminta
izin pengambilan data dan selanjutnya melakukan penelitian.
39
Pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan pendekatan secara
retrospektif study melihat dari status pasien.
1. Anomity (Tanpa Nama)
Menjaga kerahasian subjek, identitas responden tidak perlu dicantumkan
nama responden tetapi pada lembar pengumpulan data peneliti hanya
mencantumkan atau menuliskan dengan memberikan kode.
2. Confidentiality (Kerahasiaan)
Informasi yang telah diberikan oleh responden serta semua data yang telah
terkumpul dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Informasi tersebut tidak
akan dipublikasikan atau diberikan ke orang lain tanpa seizin responden.
40
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian yang telah dilakukan pada responden sebanyak 50 orang
responden dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadiam
abortus di RSUD Dr. Adnan WD Payakumbuh 2016. Penelitian ini dilakukan
mulaitangaal 02 Agustus 2016 sampai dengan 04 Agustus 2016.
B. Analisa Univariat
Hasil penelitian yang peneliti dapat pada responden yang berjumlah sebanyak
50 orang responden, maka peneliti mendapatkan hasil univariat tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadiam abortus di RSUD Dr.
Adnan WD Payakumbuh 2016 sebagai berikut pada tabel dibawah ini.
1. Faktor Usia
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi PasienBerdasarkan Faktor Usia di RSUD Dr.
Adnaan WD Tahun 2016
Faktor Usia Frekuensi Persentase %
Beresiko 22 44
Tidak beresiko 28 56
Total 50 100
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwalebih dari separoh faktor usia
yang tidak beresiko sebanyak 28 orang pasien (56 %).
41
2. Faktor Paritas
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Faktor Paritas di RSUD Dr.
Adnaan WD Tahun 2016
Paritas Frekuensi Persentase %
Beresiko 29 58
Tidak Beresiko 21 42
Total 50 100
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwalebih dari separoh faktor paritas
yang besiko sebanyak 29 orang pasien (58%).
3. Faktor Jarak Kehamilan
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jarak Kehamilan di
RSUD Dr. Adnaan WD Tahun 2016
Jarak Kehamilan Frekuensi Persentase %
Tidak Beresiko 25 50
Beresiko 25 50
Total 50 100
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwaseparoh mempunyai faktor
jarak kehamilan tidak beresiko sebanyak 25 orang pasien (50%), sama
dengan yang beresiko sebanyak 25 orang (50%).
42
4. Faktor Riwayat Abortus
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Riwayat Abortus di RSUD
Dr. Adnaan WD Tahun 2016
Riwayat Abortus Frekuensi Persentase %
Pernah terjadi abortus 27 54
Tidak pernah terjadi 23 46
Total 50 100
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwalebih dari separoh pernah
terjadi abortus 27 orang (54%).
5. Kejadian Abortus
Tabel 5. 5
Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Kejadian Abortus di RSUD
Dr. Adnaan WD Tahun 2016
Kejadian Abortus Frekuensi Persentase %
Terjadi 17 34
Tidak terjadi 33 66
Total 50 100
Berdasarkan tabel 5.5dapat dilihat bahwalebih dari separoh kejadian
abortus tidak terjadi sebanyak 33 orang responden (66%).
43
a. Analisa Bivariat
Berdasarkan analisa bivariat yang peneliti lakukan, faktor-faktor apakah yang
berhubungan dengan kejadian abortus di RSUD DR. Adnaan WD
Payakumbuh tahun 2016. Memakai rumus Chi Square dengan alpha = 0,05
sebagai berikut dibawah ini.
1. Hubungan Faktor Usia Dengan Kejadian Abortus di RSUD
Dr.Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016
Tabel 5.6
Hubungan Faktor Usia Dengan Kejadian Abortus di RSUD Dr.
Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016
Faktor
usia
Kejadian abortus Total
P
value
OR
value Terjadi
Tidak
Terjadi
f % f % f %
Beresiko
12 54,5 10 45,5 22 100
0,016 5,520 Tidak
Beresiko 5 17,9 23 82,1 28 100
Total 17 34 33 66 50 100
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan bahwa faktor usia yangberesiko terjadi
abortus sebanyak 12 orang (54,5), faktor usia yang beresikotidak terjadi
abortus sebanyak 10 orang (45,5%), faktor usia yangtidak beresiko terjadi
abortus sebanyak 5 orang (17,9), faktor usia yang tidak beresiko tidak
terjadi abortus sebanyak 23 orang (82,1). Hasil uji statistik didapatkan nilai
p value 0,016 dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara faktor
usia dengan kejadian abortus. Hasil analisis di dapatkan nilai OR = 5,520
artinya faktor usia yang beresiko berpeluang 5,520 kali terjadinya kejadian
abortus dibandingkan dengan yang tidak beresiko.
44
2. Hubungan Faktor Paritas Dengan Kejadian Abortus di RSUD Dr.
Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016
Tabel 5.7
Hubungan Faktor Paritas Dengan Kejadian Abortus di RSUD Dr.
Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016
Faktor
paritas
Kejadian abortus Total
P
value
OR
value Terjadi
Tidak
Terjadi
f % f % f %
Beresiko
16 55,2 13 44,8 29 100
0,001 24,615 Tidak
Beresiko 1 4,8 20 95,2 21 100
Total 17 34 23 66 50 100
Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan bahwa faktor paritas yang beresiko
terjadi abortus sebanyak 16 orang (55,2%), faktor paritas yang
beresikotidak terjadi abortus sebanyak 13 orang (44,8%), faktor paritas
yang tidak beresiko terjadi abortus sebanyak 1 orang (4,8%), faktor
paritastidak beresikotidak terjadi abortus sebanyak 20 orang (95,2%).
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,001 dapat disimpulkan bahwa
adanya hubungan antara faktor paritas dengan kejadian abortus. Hasil
analisis di dapatkan nilai OR = 24,615artinya faktor paritas yang beresiko
berpeluang 24,615 kali terjadinya kejadian abortus dibandingkan dengan
yang tidak beresiko.
45
3. Hubungan Faktor Jarak Kehamilan Dengan Kejadian Abortus di
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016
Tabel 5.8
Hubungan Faktor Jarak Kehamilan dengan Kejadian Abortus di
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016
Faktor
jarak
kehamilan
Kejadian abortus Total
P
value
OR
value Terjadi
Tidak
Terjadi
f % f % f %
Beresiko
15 60 10 40 25 100
0,000 17,250 Tidak
Beresiko 2 8 23 92 25 100
Total 17 34 33 66 50 100
Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan bahwa faktor jarak kehamilan yang
beresiko terjadi abortus sebanyak 15 orang (60%), faktor jarak kehamilan
yang beresikotidak terjadi abortus sebanyak 10 orang (40%), faktor jarak
kehamilan yang tidak beresikoterjadi abortus sebanyak 2 orang (8%),
faktor jarak kehamilantidak beresikotidak terjadi abortus sebanyak 23
orang (92%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,000 dapat
disimpulkan bahwa adanya hubungan antara faktor jarak kehamilan
dengan kejadian abortus. Hasil analisis di dapatkan nilai OR = 17,250
artinya faktor jarak kehamilan yang beresiko berpeluang 17,250 kali
terjadinya kejadian abortus dibandingkan dengan yang tidak beresiko.
46
4. Hubungan Faktor Riwayat Abortus dengan Kejadian Abortus di
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016
Tabel 5.9
Hubungan Faktor Riwayat Abortus dengan Kejadian Abortus di
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016
Faktor
riwayat
abortus
Kejadian abortus Total
P
value
OR
value Terjadi
Tidak
Terjadi
f % f % f %
Pernah
terjadi
13 48,1 14 51,9 27 100
0,047 4,411 Tidak
pernah
terjadi
4 17,4 19 82,1 23 100
Total 17 34 33 66 50 100
Berdasarkan tabel 5.9 didapatkan bahwa pernah terjadifaktor riwayat
abortus terjadi abortus sebanyak 13 orang (48,1%),pernah terjadi faktor
riwayat abortustidak terjadi abortus sebanyak 14 orang (51,9%), tidak
pernah terjadifaktor riwayat abortus terjadi abortus sebanyak 4 orang
(17,4%), tidak pernah terjadifaktor riwayat abortustidak terjadi abortus
sebanyak 19 orang (82,1%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p value
0,047 dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara faktor riwayat
abortus dengan kejadian abortus. Hasil analisis di dapatkan nilai OR =
4,411 artinya pernah terjadinya faktor riwayat abortus berpeluang 4,411
kali terjadinya kejadian abortus dibandingkan dengan yang tidak beresiko.
47
B. PEMBAHASAN
1. Analisis Univariat
a. Faktor Usia
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa lebih dari separoh faktor usia yang
tidak beresiko sebanyak 28 orang responden (56 %).
Berdasarkan penelitian Putri, pada tahun 2013 di Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten bahwa usia <20 tahun >35 tahun
mengalami abortus di dapatkan hasil distribusi frekuensi umur ibu 26%
yang beresiko abortus.
Sedangkan menurut penelitianRicika (2014), dengan judul penelitian
hubungan umur dengan kejadian abortus di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul tahun 2014. Didapatkan hasil distribusi frekuensi umur ibu dari 30
orang responden yang mengalami abortus didapatkan 18 responden (60%)
dengan umur tidak beresiko, dan 12 responden (40%) dengan umur
beresiko.
Pada kehamilan usia muda keadaan ibu masih labil dan belum siap mental
untuk menerima kehamilannya. Akibatnya, selain tidak ada persiapan,
kehamilannya tidak di peliharadengan baik. Kondisi ini menyebabkan ibu
jadi stres dan akan meningkatkan resiko terjadinya resiko abortus
(Prawihardjo, 2002).
Pada usia 35 tahun atau lebih kesehatan ibu sudah menurun. Akibatnya,
ibu hamil pada usia itu mempunyai kemungkinan lebih besar untuk
48
mempunyai anak premature, persalinan lama, perdarahan dan abortus
(Leveno, 2009).
Resiko abortus meningkat seiring dengan usia ibu. Frekuensi abortus yang
secara klinis terdeteksi meningkat 12 % pada wanita berusia <20 tahun,
menjadi 26% pada usia >40 tahun. Ibu yang telah mengalami abortus pada
trimester 1 banyak terdapat pada ibu yang hamil muda yaitu umur 18
tahun, lebih rendah kejadiannya pada wanita 20-35 tahun dan berkembang
meningkat tajam pada usia >35 tahun (Cuninghams, 2005).
Kehamilan pada usia ibu <20 tahun merupakan resiko pada ibu dan janin
karena organ-organ reproduksi belum matang dan berfungsi secara optimal
termasuk endrometrium tempat implementasi dan berkembangnya buah
kehamilan untuk pemberian nutrisi, oksigenasi janin menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan (Depkes, RI, 2004).
Menurut analisis peneliti bahwa kejadian abortus biasanya terjadi pada
usia yang lebih muda karena organ-organ reproduksi masil belum matang
atau berfungsi secara optimal, atau usia yang lebih tua karena kesehatan
ibu sudah menurun, yang mempunyai faktor risiko, atau penyakit penyerta.
semakin produktif usia seseorang semakin terhindar orang tersebut dari
kejadian abortus.
b. Faktor Paritas
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa lebih dari separoh faktor paritas yang
tidak besiko sebanyak 29 orang responden (58%).
49
Berdasarkan hasil penelitian Putri pada tahun 2013 di Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten bahwa >3 yang banyak mengalami
abortus yaitu sebanyak 140 responden (48,2%) dari 194 responden yang
mengalami abortus. Sedangkann menurut penelitian Ernawaty (2011),
dengan judul penelitian hubungan paritas dengan kejadian abortus di
instalasi rawat inap kebidanan RSU DR M SOEWANDHIE Surabaya
tahun 2011. Didapatkan hasil univariat bahwa >3 yang banyak mengalami
abortus yaitu sebanyak 197 responden (67,03%) yang mengalami abortus.
Penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Ernawati
dan Putri karena penelitian ini lebih dari separoh yang tidak beresiko.
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir
hidup maupun mati. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau
dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai
angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi
kematian maternal, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi
atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagai kehamilan pada paritas
tinggi adalah tidak direncanakan (Wikjosastro, 2002).
Pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin. Bila terlalu sering
melahirkan, 4 anak atau lebih, maka perlu di waspadai adanya gangguan
pada waktu kehamilan, persalinan nifas. Resiko abortus akan semakin
meningkat dengan bertambahnya paritas di samping lanjutnya usia ibu
serta ayah. Pada primipara, kejadian lebih tinggi dengan bayi yang di
lahirkan cenderung tidak matur atau komplikasi karena merupakan
50
pengalaman pertama terhadap kemampuan alat reproduksi ibu dan
kemungkinan akan timbul penyakit dalam kehamilan dan persalinan,
sedangkan pada grandemulti lebih tinggi cenderung mengalami komplikasi
dalam kehamilan yang berpengaruh pada persalinan (Wikjosastro, 2002).
Menurut analisis peneliti bahwa semakin banyak jumlah anak yang
dilahirkan maka semakin beresiko untuk anak selanjutnya kerena pada
dinding-dinding rahim akan mengalami perubahan, kerusakan pada
pembuluh-pembuluh darah.Seorang ibu yang melahirkan mempunyai
resiko kesehatannya dan juga bagi kesehatan anaknya. Hal ini beresiko
karena pada ibu dapat timbul kerusakan-kerusakan pada pembuluh darah
dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin. Jumlah anak
yang dilahirkan akan mempengaruhi kehamilan yang akan datang karena
semakin banyak jumlah anak yang dilahirkan maka semakin beresiko
terhadap kejadian abortus dikarenakan sistem reproduksi sudah mengalami
penurunan fungsi.
c. Faktor Jarak Kehamilan
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa separoh mempunyai faktor jarak
kehamilan tidak beresiko sebanyak 25 orang responden(50%), sama
dengan yang beresiko sebanyak 25 orang (50%).
Berdasarkan hasil penelitian Putri pada tahun 2013 di Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten bahwa mayoritas ibu dan jarak
kehamilan <2 tahun yang banyak mengalami abortus yaitu sebanyak 138
responden (37,2%) dari 194 responden yang mengalami abortus.
51
Sedangkan jarak kehamilan >2 tahun yang mengalami abortus sebanyak
56 responden (15,1%) dari 194 responden yang mengalami abortus.
Sedangkan menurut penelitian Qodariyah (2013), dengan judul hubungan
antara jarak kehamilan dengan kejadian abortus di RSU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2013. Didapatkan hasil univariat jarak
kehamilan jauh (>4 tahun) sebanyak 23 orang responden (57,5%) dan
minoritas ibu yang mengalami abortus spontan termasuk dalam kategori
jarak kehamilan sedang sebanyak 1 orang responden (2,5%). Penelitian ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan Putri dan Qodariyah karena
penelitian ini hasil univariatnya separoh yang beresiko dan separoh lagi
tidak beresiko.
Jarak kehamilan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin yang
dikandungnya. Seorang wanita memerlukan waktu selama 2-3 tahun agar
dapat pulih secara fisiologis dari satu kehamilan atau persalinan dan
mempersiapkan diri untuk kehamilan berikutnya (Prawirohardjo, 2009).
Menurutkan Suryadi (1994) penderita dengan riwayat abortus satu kali dan
dua kali menunjukkan adanya pertumbuhan janin yang terlambat pada
kehamilan berikutnya melahirkan bayi prematur. Sedangkan dengan
riwayat abortus 3 kali atau lebih, ternyata terjadi pertumbuhan janin yang
terlambat, prematuritas.
Menurut analisis peneliti jarak kehamilan harus diperhatikan untuk
kesehatan kehamilan yang akan datang, karena semakin singkat jarak
kehamilan seseorang maka akan berisiko terhadap kehamilan selanjutnya.
52
Pada saat melahirkan dinding-dinding rahim akan menjadi tegang, dan
belum pulih setelah melahirkan sebaiknya jarak kehamilan perlu di atur .
Selain untuk kesehatan janin, dan juga untuk kesehatan ibu.
d. Faktor Riwayat Abortus
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa bahwa lebih dari separoh pernah
terjadi abortus 27 orang 54%.
Berdasarkan hasil penelitian Rahmani tahun 2014 menunjukkan bahwa
pada pasien yang mengalami abortus, ada sebanyak 26 (26,3%) pasien
yang pernah mengalami abortus sebelumnya dan terdapat 73 (73,7%)
pasien yang tidak memiliki riwayat abortus sebelumnya. Sedangkan pada
kelompok yang tidak mengalami abortus, ada 28 (14,0%) pasien yang
pernah mengalami abortus sebelumnya dan sebanyak 172(86%) pasien
yang tidak memiliki riwayat sebelumnya. Penelitian ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rahmani karena penelitian ini lebih dari
separoh pernah terjadi abortus.
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi erjadinya
abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi
menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan punya resiko 15%
untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya
akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa resiko abortus
setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30-45% (Prawirohardjo, 2009).
53
Menurut Suryadi (1994) penderita dengan riwayat abortus 1 kali dan 2 kali
menunjukkan adanya pertumbuhan janin yang terlambat pada kehamilan
berikutnya melahirkan bayi prematur. Sedangkan dengan riwayat abortus 3
kali atau lebih, ternyata terjadi pertumbuhan janin yang terlambat,
prematuritas.
Menurut analisis peneliti riwayat abortus sangat mempengaruhi kehamilan
yang akan datang dikarenakan semakin banyak orang tersebut mengalami
riwayat abortus maka semakin beresiko dengan kehamilan yang akan
datang karena dinding-dinding rahim sudah mengalami kerusakan.
e. Kejadian Abortus
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa lebih dari separoh kejadian abortus
tidak terjadi sebanyak 33 orang responden (66%).
Keguguran atau abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat
hidup didunia luar, tanpa mempersoalkan sebabnya. Menurut WHO, aborsi
berarti keluarnya janin dengan berat badan janin <500 gram atau usia
kehamilan <22 minggu. Mengingat kondisi penanganan bayi baru lahir
berbeda-beda di berbagai negara, usia kehamilan seperti pada defenisi
abartus dapat berbeda-beda pula. Di negara maju oleh karena teknologi
ilmu kedokteran yang canggih, keguguran saat ini artinya sebagai
keluarnya hasil konsepsi ketika usia kehamilan <20 minggu atau berat
janin <500 gram (Martaadisoebrata, 2013).
54
Menurut New Shorter Oxford Dictionari (2002), abortus adalah persalinan
kurang bulan sebelum usia janin yang memungkinkan untuk hidup, dalam
hal ini kata ini bersinonim dengan keguguran. Abortus juga berarti induksi
penghentian kehamilan untuk menghancurkan janin. Meskipun dalam
konteks medis kedua kata tersebut dapat diprtukarkan, pemakaian kata
abortusoleh orang awam mengisyaratkan penghentian kehamilan secara
sengaja. Karena itu, banyak orang cenderung memakai kata
keguguranuntuk menunjukkan kematian janin spontan sebelum janin dapat
hidup (Cuningham, 2012).
Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor, umumnya
abortus didahului oleh kematian janin. Pada 53 % abortus spontan
trimester pertama dan pada 36% abortus spontan trimester kadua, janin
tidak normal. Kebanyakan merupakan kemungkinan mutasi dan bukan
kelainan yang akan berulang pada kehamilan berikut nya. Abortus spontan
dengan kromosom normal lebih sering dialami wanita usia lanjut 14-19%
(Wahyuningsih, 2009).
Menurut analisis peneliti kejadian abortus merupakan kejadian yang
sangat mengancam keselamatan janin dan ibu. Semakin sering ibu
mengalami abortus maka semakin membahayakan pada kehamilan yang
akan datang karena abortus yang berulang bisa merusak dinding-dinding
rahim, pembuluh darah pada rahim dan lain-lainnya.
55
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan Faktor Usia Dengan Kejadian Abortus di RSUD Dr.
Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016
Hasil penelitian didapatkan bahwa faktor usia yang beresiko terjadi
abortus sebanyak 12 orang (54,5), faktor usia yang beresiko tidak terjadi
abortus sebanyak 10 orang (45,5%), faktor usia yang tidak beresiko terjadi
abortus sebanyak 5 orang (17,9), faktor usia yang tidak beresiko tidak
terjadi abortus sebanyak 23 orang (82,1). Hasil uji statistik didapatkan nilai
p value 0,016 dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara faktor
usia dengan kejadian abortus. Hasil analisis di dapatkan nilai OR = 5,520
artinya faktor usia yang beresiko berpeluang 5,520 kali terjadinya kejadian
abortus dibandingkan dengan yang tidak beresiko.
Menurut penelitian diatas dihubungkan dengan penelitian Rahmani tahun
2014 didapatkan hasil penelitian hubungan antara usia ibu dengan kejadian
abortus diperoleh hasil uji statistik dengan p value 0,000 artinya ada
hubungan antara usia ibu dengan kejadian abortus.Sedangkan menurut
penelitian Ricika (2014), tentang hubungan umur dengan kejadian abortus
di RSU PKU Muhammadiyah Bantul tahun 2014. Didapatkan hasil uji
statistik dengan p value 0,041 artinya ada hubungan antara umur dengan
kejadian abortus. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Rahmani dan
Ricika karena sama-sama berhubungan antara usia denga kejadian abortus.
Penelitian ini sesuai dengan teori Cuninghams, (2005).Resiko abortus
meningkat seiring dengan usia ibu. Frekuensi abortus yang secara klinis
terdeteksi meningkat 12 % pada wanita berusia <20 tahun, menjadi 26%
56
pada usia >40 tahun. Ibu yang telah mengalami abortus pada trimester 1
banyak terdapat pada ibu yang hamil muda yaitu umur 18 tahun, lebih
rendah kejadiannya pada wanita 20-35 tahun dan berkembang meningkat
tajam pada usia >35 tahun.
Pada kehamilan usia muda keadaan ibu masih labil dan belum siap mental
untuk menerima kehamilannya. Akibatnya, selain tidak ada persiapan,
kehamilannya tidak di peliharadengan baik. Kondisi ini menyebabkan ibu
jadi stres dan akan meningkatkan resiko terjadinya resiko abortus
(Prawihardjo, 2002).
Kejadian abortus berdasarkan usia 42% terjadi pada kelompok usia di atas
35 tahun, kemudian di ikuti kelompok usia 30-34 tahun dan antara 25-29
tahun. Hal ini disebabkan usia di atas 35 tahun secara medik merupakan
usia yang rawan untuk kehamilan. Selain itu ibu cendrung memberi
perhatian yang kurang terhadap kehamilannya di karenakan sudah
mengalami kehamilan lebih dari sekali dan tidak bermasalah pada
kehamilan sebelumnya. Pada usia 35 tahun atau lebih kesehatan ibu sudah
menurun. Akibatnya, ibu hamil pada usia itu mempunyai kemungkinan
lebih besar untuk mempunyai anak premature, persalinan lama, perdarahan
dan abortus (Leveno, 2009).
Kehamilan pada usia ibu <20 tahun merupakan resiko pada ibu dan janin
karena organ-organ reproduksi belum matang dan berfungsi secara optimal
termasuk endrometrium tempat implementasi dan berkembangnya buah
57
kehamilan untuk pemberian nutrisi, oksigenasi janin menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan (Depkes, RI, 2004).
Menurut analisis peneliti semakin muda usia seseorang maka akan
beresiko terjadinya abortus dan semakin tua umur seseorang akan beresiko
terhadap terjadinya abortus. Maka merencanakan kehamilan sebaiknya
pada usia produktif karena pada usia produktif sistem organ reproduksi
secara anatomi sangat sempurna atau baik sehingga dapat meminimalkan
kejadian abortus.
b. Hubungan Faktor Paritas Dengan Kejadian Abortus di RSUD Dr.
Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016
Hasil penelitian didapatkan bahwa faktor paritas yang beresiko terjadi
abortus sebanyak 16 orang (55,2%), faktor paritas yang beresikotidak
terjadi abortus sebanyak 13 orang (44,8%), faktor paritas yang tidak
beresiko terjadi abortus sebanyak 1 orang (4,8%), faktor paritas tidak
beresikotidak terjadi abortus sebanyak 20 orang (95,2%). Hasil uji statistik
didapatkan nilai p value 0,001 dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan
antara faktor paritas dengan kejadian abortus. Hasil analisis di dapatkan
nilai OR = 24,615 artinya faktor paritas yang beresiko berpeluang 24,615
kali terjadinya kejadian abortus dibandingkan dengan yang tidak beresiko.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rahmani tahun
(2012), hasil analisis hubungan antara paritas dengan kejadian abortus
diperoleh bahwahasil uji statistik diperoleh nilai p=0.001 maka dapat
disimpulkan ada hubungan kejadian abortus antara pasien yang memiliki
paritas <1 dan >5 dengan pasien yang paritasnya 1-5 (ada hubungan yang
58
signifikan antara paritas dengan kejadian abortus). Sedangkan penelitian
yang dilakukan oleh Ernawaty (2011), tentang hubungan paritas dengan
kejadian abortus di instalasi rawat inap kebidanan RSU DR M
SOEWANDHIE Surabaya tahun 2011. Hasil uji statistik didapatkan p
value 0,027 artinya adanya hubungan antara paritas dengan kejadian
abortus. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rahmani dan Ernawati karena sama-sama berhubungan antara paritas
dengan kejadian abortus.
Pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin. Bila terlalu sering
melahirkan, 4 anak atau lebih, maka perlu di waspadai adanya gangguan
pada waktu kehamilan, persalinan nifas. Resiko abortus akan semakin
meningkat dengan bertambahnya paritas di samping lanjutnya usia ibu
serta ayah. Pada primipara, kejadian lebih tinggi dengan bayi yang di
lahirkan cenderung tidak matur atau komplikasi karena merupakan
pengalaman pertama terhadap kemampuan alat reproduksi ibu dan
kemungkinan akan timbul penyakit dalam kehamilan dan persalinan,
sedangkan pada grandemulti lebih tinggi cenderung mengalami
komplikasi dalam kehamilan yang berpengaruh pada persalinan.
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir
hidup maupun mati. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau
dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai
angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi
kematian maternal, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi
59
atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagai kehamilan pada paritas
tinggi adalah tidak direncanakan (Wikjosastro, 2002).
Seorang ibu yang melahirkan mempunyai resiko kesehatannya dan juga
bagi kesehatan anaknya. Hal ini beresiko karena pada ibu dapat timbul
kerusakan-kerusakan pada pembuluh darah dinding uterus yang
mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin (Manuaba, 2010).
Menurut analisis peneliti jumlah anak yang dilahirkan akan berpengaruh
dengan kejadian abortus, semakin banyak jumlah anak yang dilahirkan
maka semakin beresiko terhadap kehamilan selanjutnya karena area sekitar
rahim sudah mengalami penurunan fungsi, dinding rahim sudah berangsur
rusak, pembuluh darah juga mulai rusak di sekitar rahim, oleh sebab itu
jumlah anak yang di lahirkan sebaiknya diatur supaya bisa meminimalkan
kejadian abortus.
c. Hubungan Faktor Jarak Kehamilan Dengan Kejadian Abortus di
RSUD dr. Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016
Hasil penelitian didapatkan bahwa faktor jarak kehamilan yang beresiko
terjadi abortus sebanyak 15 orang (60%), faktor jarak kehamilan yang
beresikotidak terjadi abortus sebanyak 10 orang (40%), faktor jarak
kehamilan yang tidak beresiko terjadi abortus sebanyak 2 orang (8%),
faktor jarak kehamilan tidak beresikotidak terjadi abortus sebanyak 23
orang (92%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,000 dapat
disimpulkan bahwa adanya hubungan antara faktor jarak kehamilan
dengan kejadian abortus. Hasil analisis di dapatkan nilai OR = 17,250
60
artinya faktor jarak kehamilan yang beresiko berpeluang 17,250 kali
terjadinya kejadian abortus dibandingkan dengan yang tidak beresiko.
Menurut Rahmani (2013) dengan judul hubungan jarak kehamilan dengan
kejadian abortus. Didapatkan hasil uji statistik dengan p value 0,001
artinya ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian
abortus.Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Qodariyah (2013),
tentang hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian abortus di RSU
PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2013. Responden dalam
penelitian ini sebayak 40 orag responden. Hasil uji statistik didapatkan p
value 0,001 artinya adanya hubungan antara jarak kehamilan dengan
kejadian abortus.Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rahmani dan Qodariyah karena sama-sama berhubungan antara jarak
kehamilan dengan kejadian abortus.
Jarak kehamilan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin yang
dikandungnya. Seorang wanita memerlukan waktu selama 2-3 tahun agar
dapat pulih secara fisiologis dari satu kehamilan atau persalinan dan
mempersiapkan diri untuk kehamilan berikutnya (Prawirohardjo, 2009)
Menurut analisis peneliti didapatkan semakin dekat jarak kehamilan
seseorang maka semakin beresiko terhadap kejadian abortus, karena jarak
kehamilan yang dekat akan membuat dinding rahim belum stabil dan akan
menjadi rusak karen belum lama siap melahirkan keadaan pada dinding
rahim belum stabil atau belum bekerja dengan sempurna.
61
d. Hubungan Faktor Riwayat Abortus Dengan Kejadian Abortus di
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2016
Hasil penelitian didapatkan bahwa pernah terjadi faktor riwayat abortus
terjadi abortus sebanyak 13 orang (48,1%),pernah terjadi faktor riwayat
abortustidak terjadi abortus sebanyak 14 orang (51,9%), tidak pernah
terjadi faktor riwayat abortus terjadi abortus sebanyak 4 orang (17,4%),
tidak pernah terjadi faktor riwayat abortustidak terjadi abortus sebanyak 19
orang (82,1%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,047 dapat
disimpulkan bahwa adanya hubungan antara faktor riwayat abortus dengan
kejadian abortus. Hasil analisis di dapatkan nilai OR = 4,411 artinya
pernah terjadinya faktor riwayat abortus berpeluang 4,411 kali terjadinya
kejadian abortus dibandingkan dengan yang tidak beresiko.
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya
abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3-5% data dari beberapa studi
menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan punya resiko 15%
untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, resiko nya
akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa resiko abortus
setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30-45%. Menurut Suryadi (1994)
penderita dengan riwayat abortus 1 kali dan 2 kali menunjukkan adanya
pertumbuhan janin yang terlambat pada kehamilan berikutnya melahirkan
bayi prematur. Sedangkan dengan riwayat abortus 3 kali atau lebih,
ternyata terjadi pertumbuhan janin yang terlambat, prematuritas.
Kejadian abortus diduga mempunyai efek terhadap kehamilan berikutnya,
baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil kehamilan itu
62
sendiri. Wanita dengan riwayat abortus mempunyai resiko yang lebih
tinggi untuk terjadinya persalinan prematur, abortus berulang
(Prawirohardjo, 2009).
Menurut analisis peneliti semakin banyak riwayat abortus seseorang maka
semakin besar orang tersebut akan mengalami kejadian abortus karena,
kejadian abortus berulang akan membuat keadaan rahim akan rusak dan
penurunan fungsi karena di kurek. Pada kehamilan selanjutnya akan
membuat anak akan sulit berkembang di dalam rahim.
63
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 50 responden dengan kejadian
abortus di RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh tahun 2016, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Lebih dari separoh faktor usia yang tidak beresiko sebanyak 28 orang
responden dengan persentasi 56 %.
2. Lebih dari separoh yang faktor paritas yang tidak besiko sebanyak 29 orang
responden dengan persentasi 58% dan separoh lagi yang faktor paritas yang
beresiko sebanyak 21 responden dengan persentasi 42%.
3. Separoh mempunyai faktor jarak kehamilan tidak beresiko sebanyak 25 orang
responden dengan persentasi 50%, dan yang beresiko sebanyak 25 orang
dengan persentase 50%.
4. Lebih dari separoh pernah terjadi abortus 27 orang dengan persentase 54%.
5. Lebih dari separoh kejadian abortus tidak terjadi sebanyak 33 orang
responden dengan persentasi 66%.
6. Ada hubungan antara faktor usia dengan kejadian abortus di RSUD Adnaan
WD dengan p value 0,016.
7. Ada hubungan antara paritas dengan kejadian abortus di RSUD Dr. Adnaan
WD Payakumbuh dengan p value 0,001.
8. Ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian abortus di RSUD Dr.
Adnaan WD Payakumbuh dengan p value 0,000.
64
9. Ada hubungan antara riwayat kehamilan dengan kejadian abortus di RSUD
Dr. Adnaan WD Payakumbuh dengan p value 0,047.
B. Saran
1. Bagi Peneliti Lain
Hasil peneliti ini agar dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam membuat
penelitian selanjutnya terutama di bidang kesehatan dan keperawatan
maternitas. Untuk peneliti selanjutnya di sarankan sampel nya lebih
banyak, tempat penelitian berbeda, desain penelitiannya menggunakan
pendekatan secara Prospektif study dengan metode yang lebih mendalam.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Agar hasil penelitian ini dapat berguna sebagai informasi dan
perbandingan atau juga pemahaman bagi penaliti lain yang sehubungan
dengan kejadian abortus.
3. Bagi Rumah Sakit
Disarankan kepada institusi Rumah Sakit khususnya Ruang Kebidanan
atau Poli Kebidanan untuk dapat memberikan edukasi atau Pendidikan
Kesehatan tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus
dengan menggunakan leafleat dan brosur.
65
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto S,2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prektik,ed revisi VI,
penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.
Cuningham, F.G. (2005). Obstetri Williams. Jakarta : EGC Edisi :21
Prawirihardjo, Sarwono, 2009. Imu Kebidanan, Penerbit Yayasan Bina
Pustaka Sarwono, Prawirohadjo, Jakarta.
Dinas Kesehatan Sumatera Barat. 2007. Angka Kematian Ibu dan Bayi.
Djamboer Martaadisoebrata, firman F. Wirakusumah, Jusuf S. Effendi. Edisi : 3,
Jakarta : EGC, 2013.
Eni meiliya, Esti Wahyuningsih. Buku Saku Kebidanan.Jakarta : EGC, 2009.
Erniwati. 2011. Hubungan antara Paritas Dengan Kejadian Abortus di RSU DR
M Soewandhie Surabaya.
Hidayat. 2009. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Bineka Cipta.
Kenneth J. Leveno Obstetri Williams : Panduan Ringkas, ed.21 Jakarta : EGC,
2009.
Manuaba, IBG, 2007, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta.
Manuaba IBG, 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta : ECG.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi penelitian kesehatan,P.T. Rineka
Cipta. Jakarta.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Kesehatan, jakarta
: Rineka Cipta, Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : PT Bina Pustaka Rukiyah, dkk.2009. asuhan kebidanan 1
(kehamilan). Jakarta : Trans Info Media.
Qodariyah. 2013. Hubungan antara Jarak Kehamilan Dengan Kejadian Abortus
di RSU PKU Muhammaddiyah Yogyakarta.
66
Ricika. 2014. Hubungan umur dengan kejadian abortus di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul.
RI. 2003. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Diktoral Jendral Departemen
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Rochmawati, Putri Nurfita, Faktor-faktoryang mempengaruhi abortus di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Jurnal.
Sarwono, S. 2005. Ilmu Kebidanan, EGC, Jakarta.
Salimi Lisani Rahmawati, Faktor-faktor Risiko Kejadian Abortus Di RS Prikasih
Jakarta Selatan pada tahun 2013, jakarta 2014.
Sugiono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif
dan R&D. Bandung.
Suryadi (1994). Hubungan Faktor Riwayat Abortus Dengan Kejadian Abortus.
Jakarta.
Varney Helen. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4, Volume 2. Jakarta.