Sejarah - Perlawanan bangsa Indonesia - Mempertahankana NKRI - By : Rendi & rifki (2)
Rendi Arfiansyah 1203024tgg
-
Upload
hasan-beriandi -
Category
Documents
-
view
66 -
download
5
description
Transcript of Rendi Arfiansyah 1203024tgg
Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses dimana material organik berbahaya secara
biologi didegradasikan, biasanya menjadi material tidak berbahaya seperti
karbon dioksida, metan, air, garam anorganik, biomassa, by-product yang lebih
sederhana dibandingkan senyawa awalnya (Anderson, 1995). Mikroorganisme
mungkin memperoleh karbon dan energi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhannya melalui biodegradasi kontaminan organik, atau
mentransformasikan senyawa kompleks, kimia sintetik melalui kometabolisme.
Bioremediasi juga dapat didefinisikan sebagai aplikasi dari prinsip proses
biologi untuk pengolahan air tanah, tanah, dan lumpur yang terkontaminasi oleh
bahan kimia berbahaya (Cookson, 1995). Hanya ada sedikit perbedaan antara
prinsip desain dari proses biologi air limbah dengan prinsip desain terhadap
proses bioremediasi dari bahan kimia berbahaya.dalam aplikasinya biasanya
proses bioremediasi lebih rumit karena proses ini menggunakan katalis (enzim)
yang disuplai oleh mikroorganisme untuk mengkatalis penghancuran senyawa
berbahaya spesifik. Senyawa berbahaya dapat berupa substrat namun dapat juga
berupa non substrat. Reaksi kimia katalisasi ini disalurkan di dalam unit
modular (sel) atau di luar sel. Reaksi utama adalah reaksi oksidasi-reduksi yang
sangat penting bagi pengumpulan energi bagi mikroorganisme.
Beberapa senyawa kimia berbahaya yang resisten terhadap degradasi, seperti
kelompok terklorinasi misalnya trichloroethylene dan polychlorinated biphenyls
(PCBs), telah menunjukkan mampu untuk dibiodegradabel, setidaknya pada
kondisi laboratorium. Senyawa lain yang menjadi target bioremediasi mencakup
(1) larutan sepeti aseton dan alkohol, (2) senyawa aromatik seperti benzene,
toluene, ethylbenzene, dan xylene yang lebih dikenal sebagai BTEX, sama
seperti hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH), dan chlorobenzene, (3) nitro-
dan chlorophenol, dan (4) pestisida (Skladany, 1992). Diantara kontaminan
yang sering ditemukan dalam tanah dan air tanah adalah hidrokarbon aromatik
seperti BTEX, yang dihasilkan dari tumpahan dan kebocoran, dan alifatik
terklorinasi seperti tetrakloroetilen atau perkloroetilen (PCE), trikloroetilen
(TCE), dan 1,1,1-trikloroetana, yang biasanya digunakan pada industri untuk
proses degreasing (McCarty, 1991). Bioremediasi yang berhasil ditandai
dengan adanya penurunan persen reduksi konsentrasi kontaminandalam tanah
dan air tanah.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas bioremediasi yaitu faktor
lingkungan, fisik, dan kimia. Faktor lingkungan diperlukan untuk menyiapkan
kondisi yang optimum pada pertumbuhan mikroorganisme yang akan
mempengaruhi reaksi bioremediasi. Faktor lingkungan dapat berupa temperatur,
pH, alkalinitas, nutrien, oksigen, dan kadar air. Faktor fisik yang mempengaruhi
kinerja bioremediasi adalah avaibilitas kontaminan, keberadaan air, dan
akseptor elektron. Sedangkan faktor kimia yang paling penting adalah struktur
kimia kontaminan.
Aplikasi bioremediasi telah banyak diterapkan pada tiga jenis utama limbah
berbahaya. Menurut U.S. EPA maka distribusi aktivitas bioremediasi dengan
kategori kimiawi adalah 33% untuk limbah perminyakan, 28% untuk creosote,
22% untuk larutan, 9% untuk pestisida, dan 8% untuk limbah lain-lain. Limbah
lain-lain mencakup fasilitas industri yang bercampur dengan kontribusi kimia
(Cookson, 1995).
B. Mengapa Bioremediasi Itu Penting?
Kualitas hidup kita secara langsung berhubungan dengan kebersihan dan
kesehatan lingkungan. Kita ketahui bahwa lingkungan kimia dapat
mempengaruhi genetik kita dan beberapa bahan kimia bisa bertindak sebagai
penyebab mutagen pada manusia. Oleh sebab itu, ada alasan untuk
diperhatikan tentang dampak kimia jangka pendek maupun jangka panjang dan
dampak lingkungan kimia pada manusia dan organisme lain.
Menurut perkiraan, lebih dari 200 milyar materi yang berbahaya dihasilkan oleh
Amerika setiap tahun. Kecelakaan, seperti tumpahan bahan kimia bisa dan
memang terjadi, tapi kejadian seperti ini diatasi dan dibersihkan secara cepat
untuk meminimalkan dampaknya pada lingkungan. Masalah lain, yaitu praktek
penimbunan ilegal secara langsung gudang penyimpan bahan kimia yang
mungkin akan bocor sehingga menyebabkan tempat menjadi terkontaminasi.
Pada tahun 1980, kongres menetapkan program superfund sebagai salah satu
inisiatif dari badan perlindungan lingkungan (EPA) untuk menindak ketidak
pedulian dan berbagai kelalaian langsung dari tumpukan dan tumpahan bahan
kimia, sebaiknya dilakukan pemfokusan pada bagaimana polusi ini mungkin
mempengaruhi kesehatan manusia dan lingkungan. Maksud dasar dari
program superfund ini adalah untuk menempatkan dan membersihkan tempat
sampah yang berbahaya untuk melindungi kota USA dari area yang
terkontaminasi. Melalui cara ini anda juga bisa memeriksa pencemaran
lingkungan dimana anda tinggal yang merupakan prioritas dari daftar superfund
untuk dibersihkan.
Kita ketahui bahwa polusi adalah masalah serius yang bisa mempengaruhi
kesehatan manusia, dan bioremediasi merupakan pendekatan penting untuk
pembersihan lingkungan. Bagaimanapun banyak cara untuk membersihkan
polusi dengan menggunakan teknik bioremediasi? Melalui cara fisik kita dapat
memindahkan materi pengkontaminasi seperti minyak atau sifat kimia polusi,
tapi proses ini sangat mahal. Kaidah terbesar dari bioremediasi adalah
keseluruhan pendekatan bertujuan untuk mengubah polusi berbahaya menjadi
materi yang relatif tidak berbahaya, seperti karbon dioksida, klorida, air, dan
molekul organik sederhana. Karena kehidupan organisme digunakan sebagai
pembersih, proses bioremediasi pada umumnya lebih bersih jika dibandingkan
dengan jenis strategi pembersihan yang lain dan tidak mengganggu lingkungan.
DASAR BIOREMEDIASI
A. Komponen Lingkungan Yang Memerlukan Bioremidiasi
Tanah, udara, air, dan sedimen (gabungan tanah dengan pelapukan tanaman
dan hewan dalam satu tempat didasar air) semuanya mempengaruhi lingkungan
lewat polusi. Tanah, air, dan sedimen merupakan bagian dari lingkungan yang
membutuhkan pembersihan melalui bioremediasi, lewat perkembangan
boiremediasi terbaru yang sedang dikembangkan untuk mendeteksi dan
membersihkan polusi udara pada masing-masing area menunjukkan
kekomplekannya untuk dibersihkan, karena pendekatan bioremediasi yang
digunakan tergantung pada kondisi tempatnya. Sebagai gambaran, pendekatan
untuk pembersihan minyak bisa sangat berbeda dengan cara yang digunakan
untuk membersihkan air.
Polusi bisa memasuki lingkungan dengan banyak cara dan mempengaruhi
bermacam-macam komponen lingkungan. Polusi bisa memasuki lingkungan
melalui bocornya sebuah tangki, kecelakaan truk, atau pecahnya tangki kimia
dari suatu industri. Sebuah contoh tumpahnya tangki kimia di industri tanaman,
jika jumlah bahan kimia yang dilepaskan serta kebocoran tangki tidak terdeteksi
dalam waktu yang lama, maka bahan kimia mungkin akan berpindah ke dalam
tanah, dan jika diikuti dengan hujan lebat, maka bahan kimia yang sama dapat
menghasilkan “run-off” yang bisa mengkontaminasi suplai air permukaan yang
berdekatan seperti kolam, danau, jurang dan sungai. Bahan kimia juga dapat
tumpah lewat lubang bawah tanah yang disebutleachate. Leachate bisa
menyebabkan kontaminasi pada lapisan sub-tanah yang dinamakan air bawah
tanah yang merupakan sumber dari air minum.
Bahan kimia juga bisa memasuki lingkungan melalui pelepasan polusi pada
udara, yang mana ditangkap oleh awan dan mengkontaminasi permukaan air
dan juga air bawah tanah pada saat hujan. Polusi dari industri, pembukaan lahan
baru, penimbunan secara ilegal, peptisida yang digunakan dalam pertanian dan
penggalian bahan tambang juga memberikan kontribusi pada polusi lingkungan.
Karena pendekatan bioremediasi digunakan untuk pembersihan polusi yang
tergantung pada kondisi lingkungan, sehingga pembersihan tanah sangat
berbeda dari pembersihan air. Bagaimanapun, penggunaan bioremediasi
tergantung dari jenis bahan kimia yang akan dibersihkan.
B. Bahan Kimia di Lingkungan
Setiap hari materi-materi rumah tangga seperti bahan pembersih, deterjen,
pestisida, pupuk, parfum, dan obat-obatan terkandung dalam limbah kita. Bahan
kimia lain yang berada di lingkungan kita berasal dari proses industri atau hasil
dari kecelakaan. Jumlah bahan kimia dari berbagai sumber yang berbeda,
umumnya menjadi polusi bagi lingkungan. Beberapa bahan kimia ini diketahui
berpotensi sebagai mutagen dan karsinogen (penyebab kanker). Sebagian besar
bahan kimia ini juga diketahui dapat menyebabkan penyakit berbahaya pada
kulit. Secara sederhana,hadirnya polutan-polutan ini membawa pada
ketidakstabilan (kerusakan) pada lingkungan maupun organisme yang hidup
didalamnya.
C. Reaksi Penting Bioremidiasi
Mikroba dapat mengubah beberapa bahan kimia menjadi bahan yang
tidak berbahaya melalui cara metabolisme aerob atau melalui metabolisme
anaerob. Dua macam proses ini merupakan reaksi oksidasi dan reaksi reduksi.
1. Reaksi Oksidasi Dan Reduksi
Oksidasi merupakan perpindahan satu atau beberapa elektron dari suatu
atom atau molekul yang dapat merubah struktur kimia dan bahan dari molekul
tersebut. Dalam hal polutan kimia, oksidasi dapat membuat bahan kimia yang
tidak merugikan dengan cara merubah sifat-sifat kimianya. Reaksi oksidasi
hampir selalu terjadi bersama reaksi reduksi. Selama reduksi, atom atau molekul
mendapatkan satu atau lebih elektron. Karena oksidasi dan reduksi saling
berpasangan, reaksi transfer elektron ini
sering disebut reaksi redoks.
Selama reaksi redoks berlangsung, molekul yang dinamakan agen
oksidasi (yang juga dikenal sebagai elektron akseptor karena memiliki atraksi
yang kuat untuk elektron) yang memindahkan elektron selama proses transfer.
Saat agen oksidasi menerima elektron, mereka tereduksi. Oksigen (O2), besi
(Fe3+), sulfat (SO4-2), dan nitrat (NO3) biasanya terlibat dalam reaksi redoks dari
bioremediation. Reaksi redoks sangat penting untuk beberapa fungsi selular.
2. Biodegradasi Aerob dan Anaerob
a. Biodegradasi aerob
Pada suatu lingkungan, seperti air permukaan dan tanah yang selalu
mengandung oksigen, bakteri aerobik menurunkan tingkat polutan dengan
mengoksidasi campuran kimia. Pada reaksi biodegradasi aerob, O2 dapat
mengoksidasi berbagai macam bahan kimia yang mengandung molekul organik
(yang mengandung atom karbon) seperti produk petrolium. Dalam proses ini,
O2 mereduksi untuk memproduksi air. Mikroba dapat mengurangi lebih lanjut
campuran organik yang teroksidasi menjadi lebih sederhana dan relatif tidak
merugikan, seperti karbon dioksida dan gas metana. Bakteri menurunkan energi
dari proses ini, yang kemudian digunakan untuk lebih banyak sel dan
menambah biomasa. Suatu aerob juga mengoksidasi campuran inorganik
(molekul yang tidak mengandung karbon) seperti logam dan amoniak.
D. Organisme Yang Berperan Dalam Bioremidiasi
Pada banyak tempat, bioremediasi melibatkan kombinasi bakteri aerob
dan anaerob untuk mengurangi kontaminasi di suatu tempat. Tepatnya, bakteri
anaerob biasanya mendominasi reaksi biodegradasi yang lebih dekat pada
daerah yang terkontaminasi, dimana oksigen cenderung lebih jarang digunakan
daripada sulfat, nitrat, besi dan metana sebagai anaerobes penerima elektron.
Lebih jauh dari daerah yang terkontaminasi dimana oksigen banyak tersedia,
bakteri aerob diikutkan dalam biodegradasi.
1. Bakteri.
Kemungkinan bakteri untuk mengurangi bahan kimia yang berbeda,
tergantung pada berbagai kondisi. Temperatur kimia, daerah yang
terkontaminasi, nutrien, dan banyak faktor lain berpengaruh pada efektivitas
dan tingkat biodegradasi. Mikroba metabolisme yang efektif dan digunakan
untuk bioremediasi adalah bakteri indigen yang secara alami ditemukan pada
tempat yang berpolusi. Strain yang berbeda dari bakteri yang
disebut Pseudomonas, yang sangat melimpah di sebagian besar sumber
diketahui dapat mengurangi ratusan bahan kimia yang berbeda. Strain E.
coli (yang umumnya berhabitat dalam usus manusia dan mikroba yang penting
untuk berbagai teknik rekombinan DNA) juga sangat efektif dalam mengurangi
berbagai polutan.
2. Jamur.
Jamur pengurang sampah seperti phanerochaete chrysosporium dan
phanerochaete sordida dapat mengurangi racun kimia seperti creosote,
pentachlorophenol, dan polutan lain yang tidak dapat di degradasi oleh bakteri.
E. Rangsangan Bioremediasi
Beberapa bakteri asli sangat efektif dalam biodegradasi tergantung dari jenis
polutan. Para ilmuwan menggunakan beberapa strategi untuk membantu
mikroorganisme dalam mengurangi kontaminan. Hal ini tergantung dari
kemampuan mikroorganisme tersebut untuk membuat lingkungan menjadi
bersih, dan mengurangi jumlah polutan kimia.
Memperkaya nutrien (pemupukan), adalah bioremediasi melalui
pendekatan pupuk, semacam fosfor dan nitrogen yang diberikan pada rumput,
yang ditambahkan pada lingkungan yang terkontaminasi untuk menstimulasi
pertumbuhan mikroba asli yang dapat mengurangi polutan. Beberapa
pupuk, wood chips, dan strawmungkin ditambahkan untuk melengkapi mikroba
dengan karbon sebagai pupuk. Pupuk biasanya dibawa ke tempat yang
terkontaminasi dengan memompakannya pada air tanah atau mencampurnya
pada tanah. Konsep dalam pemupukan sangat sederhana. Dengan menambahkan
lebih banyak nutrien, mikroorganisme akan tumbuh dengan cepat dan
menambah tingkat biodegradasi.
Bioaugmentasi (pembibitan), merupakan cara lain untuk menambahkan
bakteri pada daerah yang terkontaminasi untuk membantu mikroba asli dengan
proses biodegradasi. Bioaugmentasi tidak selalu menjadi solusi yang efektif
karena strain mikroba dari laboratorium jarang tumbuh dan ilmuwan harus
yakin bahwa bakteri pembibit tidak akan merusak ekologi lingkungan.
F. Fitoremediasi
Selain melibatkan bakteri, pemanfaatan tanaman juga dapat digunakan
dalam strategi bioremediasi. Strategi ini disebut phytoremediation dengan
langkah pemanfaatan tanaman untuk membersihkan zat-zat kimia dalam air,
tanah dan udara.Tanaman menyerap zat-zat kimia polutan melalui akar-akarnya
seperti pada proses penyerapan air. Sebagai contoh, tanaman bunga matahari
menyerap radioaktif cesium.
telah akar menyerap zat kimia polutan tersebut, sel-sel tanaman akan
mendegradasinya. Konsentrasi zat kimia dalam sel tumbuhan yang
terkontaminasi akan dibuang atau dibakar.
Fitoremidiasi merupakan pendekatan bioremediasi yang efektif, murah, dan
mudah. Penanaman tanaman selain dapat mengurangi polusi juga dapat
membersihkan lingkungan dalam waktu yang sama.
MACAM-MACAM TEKNIK BIOREMIDIASI
A. Bioremidiasi Tanah
Terdapat 2 cara pembersihan tanah, yaitu:
1. Bioremediasi ex situ : Metode ex situ adalah metode yang digunakan pada limbah yang telah dipindahkan dari lokasi pencemaran awal kedalam bioreaktor terbuka atau tertutup. Liquid, solid, dan gas biasanya cocok dengan metode ex situ ini.
Bioreaktor ini di desain agar dapat menyelesaikan dua permasalahan. Pertama, bakteri harus dapat dikontakkan dengan kontaminan untuk memperpanjang periode agar waktu yang ada mampu memaksimalkan reaksi biokimia. Kedua, desain yang dibuat harus benar-benar diyakinkan bahwa mampu terjadi transfer oksigen pada bakteri (Anderson, 1995).
Pada umumnya reaktor ex situ ini dilakukan untuk bioremediasi tanah yang terbagi dalam dua kategori utama, yaitu pengolahan fase slurry dan pengolahan fase solid. Pengolahan fase slurry meliputi pemeliharaan tanah terkontaminasi atau lumpur sebagai slurry yang encer. Pengolahan bio fase solid meliputi land treatment, soil-pile treatment, dan pengomposan.
2. Bioremediation in situ : Pada proses bioremediasi tanah secara in situ
maka dibutuhkan transfer oksigen, dan ketersediaan nutrien yang
memungkinkan, melalui volume kontaminan. Ketika kontaminannya berupa
volatil (seperti tumpahan gasolin) maka pengolahan metode soil venting dan
ex situ dapat diterapkan. Proses ini situ lebih cocok diterapkan pada
bioremediasi lahan yang tidak jenuh. Keuntungan metode in situ adalah lahan
yang dipakai dapat diminimasi.
Bioremediation in situ, merupakan metode yang lebih sering digunakan
karena lebih murah, tanah dan air tidak tergali atau terpompa ke luar area, area
tanah yang terkontaminasi dapat dibersihkan pada satu waktu. Pembersihan
secara in situ ini mengandalkan peningkatan mikroorganisme dalam tanah atau
air. Metode yang digunakan sering melibatkan bioventing, memompa udara lain
atau hidrogen peroksida (H2O2) ke dalam tanah yang terkontaminasi.
H2O2 sering digunakan karena mudah mengembangkan mikroba-mikroba
penghasil oksigen. Pupuk juga dapat ditambahkan ke dalam tanah tersebut
untuk meningkatkan pertumbuhan dan menurunkan aktivitas bakteri.
Pembersihan dengan cara ini lebih efektif di tanah berpasir dan tidak kompak
terdapat mikroorganisme dan dapat menyebar dengan cepat. Bioremediation in
situ tidak cocok untuk tipe tanah berlempung dan berbatu.
Teknik/ cara bioremidiasi ex situ:
1. slurry-phase bioremediation. yaitu memindahkan tanah yang
terkontaminasi ke tempat lain dan mencampurnya dengan air dan pupuk
ke dalam bioreaksi yang besar dimana mikroorganisme dapat diamati dan
dikontrol.
2. solid-phase bioremediation. Proses ini lebih memakan waktu
daripada slurry-phasedan membutuhkan tempat yang lebih besar, namun
merupakan cara yang paling baik untuk menurunkan zat kimia tertentu.
a. Composting. adalah proses aerob secara biologi solid organik yang
basah dioksidasi secara biologi menjadi bentuk stabil seperti humus.
Kompos yang memiliki konsentrasi organik tinggi dan secara relatif
memiliki kelembaban rendah akan menghasilkan akumulasi substansial
dari panas yang dihasilkan selama biodegradasi. Temperatur yang
digunakan sering melebihi 55°C. Temperatur yang tinggi ini bermanfaat
untuk membunuh organisme patogen namun juga menyediakan bagi
lingkungan jumlah degradasi senyawa berbahaya secara cepat.
Pada komposting ini, materi yang terkontaminasi dicampur
dengan bulking agentorganik, seperti pupuk, dan dibentuk dalam
gundukan atau windrow. Bulking agent ini membantu meningkatkan
porositas untuk memfasilitasi aliran udara dan pelepasan energi selama
degradasi organik yang ditandai dengan meningkatnya suhu pada sistem
gundukan tersebut. Air ditambahkan secara periodik dan gundukan
diaduk pada interval waktu yang teratur (biasanya setiap minggu).
Dapat digunakan untuk menurunkan kotoran dalam tanah
terkontaminasi dengan menambahkan timbunan, jerami, rumput dan
materi-materi lain untuk mengembangkan nutrisi bagi bakteri yang dapat
membersihkan zat-zat kimia dari tanah tersebut.
b. Land farming. adalah salah satu metode yang sering digunakan oleh
petani untuk mendekomposisikan limbah organik yang tidak berbahaya.
Metode tersebut meliputi aerasi dan pencampuran tanah terkontaminasi
dengan tilling,penambahan nutrien (dalam beberapa kasus disertai
penambahan mikroorganisme), dan pengontrolan kadar air dengan
penambahan air secara periodik. Pada kasus yang umum, tanah yang
terkontaminasi digali dan diolah ditempat dimana migrasi dapat dikontrol
dengan konstruksipenahan leaching (lempung yang dikompaksi atau liner
plastik). Proses degradasi dalam landfarming pada prinsipnya terjadi
secar biologis. Oksidasi fotokimia mungkin signifikan untuk beberapa
kasus. Emisi kontaminan dalam atmosfer melalui proses volatilisasi
sangat terbatas pada aplikasi landfarming.
c. Bioreaktor digunakan untuk bioremediasi kontaminan dalam
fase slurry dimana pada metode ini tanah yang terkontaminasi
ditempatkan pada wadah khusus yang memungkinkan pengadukan
dilakukan secara terus menerus. Oksigen dapat disuplai jika dibutuhkan,
juga dilakukan pengontrolan terhadap gas yang dihasilkan untuk
mencegah terbebasnya senyaw organik volatil melalui stripping.
Pengontrolan gas meliputi pengembalian gas, penggunaan off-gas dalam
proses pembakaran dan pembersihan gas oleh mikroba.
3. Soil biopiles. Digunakan secara partikular dengan menguapkan zat-zat
kimia polutan dalam tanah dan mikroba-mikroba dapat menurunkan
polutan tersebut.
Teknik/ cara bioremidiasi in situ:
1. SOIL VENTING
Metode soil venting cocok diterapkan pada kontaminan berupa volatil.
Cara tersebut dilakukan dengan menyuplai oksigen pada tanah yang
didekontaminasi dan mengevakuasi gas yang dihasilkan akibat
dekontaminasi yang dilakukan keluar dan kemudian selanjutnya
diolah. Biodegradasi juga terjadi pada tanah tapi biasanya nutrisinya
tidak mencukupi sehingga biodegradasi yang terjadi tidak optimal.
Jika gas yang dievakuasi diolah secara biologis maka dapat dikatakan
sebagai proses bioremediasi.
2. Bioventing
merupakan aplikasi dari bioremediasi in situ yang dilakukan pada
zona tidak jenuh yang memiliki permeabilitas gas yang
bagus. Bioventing dilakukan pada pengolahan kontaminan volatil yang
sukar dibiodegradasi. Bioventing cocok untuk kontaminan yang
didegradasi melalui metabolisme aerobik dan memiliki tekanan uap
kurang dari 1 atm. Pada bioventing digunakan gerakan udara yang
diinjeksi melalui tanah yang tidak jenuh atau tanpa penambahan
nutrien, untuk menstimulasi mikroorganisme tanah dalam mengubah
kontaminan organik seperti hidrokarbon.
B. Bioremediasi air
Pencemaran air dapat diketahui dari perubahan warna, bau, serta adanya
kematian dari biota air, baik sebagian atau seluruhnya. Bahan polutan yang
dapat menyebabkan polusi air antara lain limbah pabrik, detergen, pestisida,
minyak, dan bahan organik yang berupa sisa-sisa organisme yang
mengalami pembusukan. Untuk mengetahui tingkat pencemaran air dapat
dilihat melalui besarnya kandungan O2 yang terlarut. Ada 2 cara yang
digunakan untuk menentukan kadar oksigen dalam air, yaitu secara kimia
dengan COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biochemical Oxygen
Demand). Makin besar harga BOD makin tinggi pula tingkat
pencemarannya. Polusi air yang berat dapat menyebabkan polutan meresap
ke dalam air tanah yang menjadi sumber air untuk kehidupan sehari-hari
seperti mencuci, mandi, memasak, dan untuk air minum. Air tanah yang
sudah tercemar akan sulit sekali untuk dikembalikan menjadi air bersih.
Pengenceran dan penguraian polutan pada air tanah sulit sekali karena
airnya tidak mengalir dan tidak mengandung bakteri pengurai yang aerob.
Penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan merupakan salah satu
sumber pencemaran air. Pupuk dan pestisida yang larut di air akan
menyebabkan eutrofikasi yang mengakibatkan ledakan (blooming)
tumbuhan air, misalnya alga dan ganggang. Cara pencegahan dan
penanggulangan pencemaran air dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Cara pemakaian pestisida sesuai aturan yang ada.
2. Sisa air buangan pabrik dinetralkan lebih dahulu sebelum dibuang ke
sungai
3. Pembuangan air limbah pabrik tidak boleh melalui daerah pemukiman
penduduk. Hal ini bertujuan untuk menghindari keracunan yang mungkin
terjadi karena penggunaan air sungai oleh penduduk.
4. Setiap rumah hendaknya membuat septi tank yang baik.
Air yang terkontaminasi menunjukkan angka yang membahayakan. Kita
akan melihat bagaimana permukaan air dapat tercemar akibat luasnya tumpahan
seperti tumpahan minyak. Limbah cair dan air bawah tanah bisa tercemar
melalui banyak cara tergantung pada materi yang dibutuhkan oleh bioremediasi
untuk pindahkan.
Ada tiga cara bioremidiasi air, yaitu
Wastewater treatment (Pengolahan limbah cair)
Langkah-langkahnya:
1. Air dari rumah tangga yang masuk ke dalam saluran air dipompa menuju
fasilitas pengolahan di mana feses dan produk kertas dibuang ke tanah dan
disaring menjadi partikel yang lebih kecil sehingga dihasilkan material
berlumpur yang disebut sludge. Sedangkan air yang mengalir keluar
disebut effluent.
2. Effluent ini digunakan untuk aerasi tangki karena bakteri aerobik dan
mikroba lain akan mengoksidasi bahan organik yang terdapat dalam effluent.
3. Di dalam tangki ini, air disemprotkan di atas batu atau plastik yang
ditutupi dengan biofilm mikroba pendegradasi sampah yang secara aktif
mendegradasi bahan organik dalam air.
4. Effluent dialirkan melalui system sludge dengan menggunakan tangki yang
mengandung sejumlah besar mikroba pendegradasi sampah yang tumbuh
pada lingkungan yang dikontrol.
5. Effluent didesinfeksi dengan klorin sebelum air dialirkan ke sungai atau
laut.
6. Sludge dialirkan ke dalam tangki pengolah anaerob yang mengandung
bakteri anaerob yang akan mendegradasi sludge. Bakteri ini menghasilkan
gas karbon dioksida dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering
dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar untuk menjalankan
peralatan pada pengolahan sampah dengan menggunakan tanaman. Cacing-
cacing kecil yang sering muncul pada sludge, juga membantu
menghancurkan sludge menjadi partikel-partikel kecil.
7. Sludge ini kemudian dikeringkan dan dapat digunakan sebagai lahan
pertanian atau pupuk.
Ilmuwan telah menemukan bakteri yang disebut Candidatus Brocadia
Anammoxidans yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi ammonium
pada suasana anaerob (sebagian besar produk yang terdapat dalam urin).
Penting sekali untuk menghilangkan amonium dalam limbah cair sebelum air
dialirkan ke sungai atau laut karena kadar ammonium yang terlalu tinggi
memberikan dampak negatif bagi lingkungan, misalnya menyebabkan “alga
blooms” dan berkurangnya konsentrasi oksigen dalam air. Sistem ini tergantung
pada bakteri anaerob seperti Nitrosomonas europaea untuk mengoksidasi
ammonium dalam beberapa reaksi.
Groudwater clean-up
Kasus yang biasanya terjadi adalah tumpahan gasolin, dimana tumpahan
tersebut mencemari air dalam tanah. Hal ini dapat ditangani dengan
mengkombinasikan antara bioremidiasi ex situ (bagian atas permukaan tanah)
dan bioremidiasi in-situ (di dalam tanah).
1. Bioremidiasi ex situ. Minyak dan gas dipompa keluar ke permukaan tanah
menggunakan bioreaktor à dalam bioreaktor terdapat bakteri yang tumbuh
pada biofilm à bakteri ini mendegradasi polutan à pupuk/ nutrien dan
oksigen ditambahkan pada bioreaktor
2. Bioremidiasi in-situ. Air bersih hasil dari bioreaktor yang terdiri atas pupuk,
bakteri dan oksigen à dikembalikan lagi di dalam tanah (sebagai air tanah).
Turning wastes into energy
Pada waktu proses bioremidiasi, bakteri anaerobik menghasilkan soil
nutrients dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan
digunakan sebagai bahan bakar, sedangkan soil nutrients digunakan sebagai
pupuk.
Contoh. Bakteri anaerobik Desulfuromonas acetoxidans merupakan
bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur dan besi sebagai penerima
elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan dimana bisa
menghasilkan energi. Karena bakteri ini menggunakan reaksi redoks untuk
mendegradasi molekul pada lapisan sedimen à elektron ditangkap oleh
elektroda à elektroda ini berfungsi mentransfer elektron ke generatorà arus
listrik.
C. Biorediasi udara
Pencemaran udara dapat bersumber dari manusia atau dapat berasal dari
alam. Pencemaran oleh alam, misalnya letusan gunung berapi yang
mengeluarkan debu, gas CO, SO2, dan H2S. Partikel-partikel zat padat yang
mencemari udara di antaranya berupa debu, jelaga, dan partikel logam. Partikel
logam yang paling banyak menyebabkan pencemaran adalah Pb yang berasal
dari pembakaran bensin yang mengandung TEL (tetraethyl timbel). Adanya
pencemaran udara ditunjukkan oleh adanya gangguan pada makhluk hidup yang
berupa kesukaran bernapas, batuk, sakit tenggorokan, mata pedih, serta daun-
daun yang menguning pada tanaman. Zat-zat lain yang umumnya mencemari
lingkungan, antara lain:
1) Oksida karbon (CO dan CO2) dapat mengganggu pernapasan, tekanan darah,
saraf, dan mengikat Hb sehingga sel kekurangan O2.
2) Oksida sulfur (SO2 dan SO3) dapat merusak selaput lendir hidung dan
tenggorokan.
3) Oksida nitrogen (NO dan NO2) dapat menimbulkan kanker.
4) Hidrokarbon (CH4 dan C4H10), menyebabkan kerusakan saraf pusat.
5) Ozon (O3) menyebabkan bronkithis dan dapat mengoksidasi lipida.
Cara pencegahan dan penanggulangan terhadap pencemaran udara, antara lain
sebagai berikut.
a. Perlu dibatasi penggunaan bahan bakar yang menghasilkan CO.
b. Menerapkan program penghijauan di kota-kota untuk mengurangi tingkat
pencemaran.
c. Memilih lokasi pabrik dan industri yang jauh dari keramaian dan pada tanah
yang kurang produktif.
d. Gas-gas buangan pabrik perlu dibersihkan dahulu sebelum dikeluarkan ke
udara bebas. Pembersihan dapat menggunakan alat tertentu, misalnya cottrell
yang berfungsi untuk menyerap debu. Meningkatnya kadar karbon dioksida di
atmosfer juga dapat membahayakan kelangsungan hidup makhluk hidup yang
ada di bumi
ini. Konsentrasi karbon dioksida yang berasal dari sisa pembakaran, asap
kendaraan, dan asap pabrik dapat menimbulkan efek rumah kaca (green house
effect).
Efek rumah kaca dapat mengakibatkan:
1. Adanya pemanasan global yang mengakibatkan naiknya suhu di bumi.
2. Mencairnya es yang ada di kutub, sehingga mengakibatkan naiknya
permukaan air laut.
3. Tenggelamnya daratan (pulau) sebagai akibat dari mencairnya es di
kutub.
D. Biorediasi suara
Polusi suara disebabkan oleh suara bising kendaraan bermotor, kapal
terbang, deru mesin pabrik, radio, atau tape recorder yang berbunyi keras
sehingga mengganggu pendengaran.
Keuntungan dan Kerugian dari Teknologi Bioremediasi
Dalam penerapannya, bioremediasi yang dipakai akan memberikan keuntungan dan kerugian. Dibawah akan dijabarkan kedua faktor tersebut.
Keuntungan dari teknologi bioremediasi :
1. Bioremediasi merupakan teknologi yang lebih sederhana dibandingkan dengan teknologi pengolahan lainnya
2. Dalam bioremediasi in situ, terjadi minimalisasi emisi senyawa volatil sehingga dapat mengurangi dampak yang dapat membahayakan kesehatan
3. Pada teknologi bioremediasi terjadi biodegradasi dan detoksifikasi kontaminan berbahaya
4. Biaya yang dibutuhkan lebih murah (Eweis, 1998).
Kerugian teknologi bioremediasi :
1. Keberhasilan proses bioremediasii sangat tergantung pada kemampuan operator dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme
2. Tidak semua kontaminan dapat didekomposisi dengan menggunakan bioremediasi karena beberapa jenis kontaminan tidak dapat didegradasi oleh mikroba
3. Kesulitan terjadi pada konsentrasi kontaminan sangat rendah, karena degradasi biologis akan berjalan lambat dan mikroorganisme akan mencari sumber energi lain atau mati
4. Membutuhkan waktu lama5. Sulit memprediksi performance sistem bioremediasi6. sukar melakukan scaling up dari skala laboratorium atau pilot plan
PEMANFAATAN TEKNIK REKAYASA GENETIK UNTUK
MEMBERSIHKAN LINGKUNGAN
Sekalipun strategi bioremediasi efektif untuk membersihkan berbagai
polutan lingkungan, namun bioremadiasi bukanlah solusi untuk semua masalah
pencemaran. Misalnya, bioremediasi tidak efektif saat lingkungan yang
tercemar mengandung konsentrasi racun yang sangat tinggi seperti logam berat,
senyawa radioaktif, molekul organik yang kaya klorin, karena senyawa-
senyawa ini dapat membunuh mikroba. Oleh karena itu, penemuan dan
pengaplikasian strategi baru dibutuhkan untuk memecahkan beberapa masalah
pembersihan lingkungan. Perkembangan teknik rekombinasi DNA membuat
ilmuwan berkeinginan untuk menciptakan mikroba hasil rekayasa genetika yang
berperan dalam proses bioremediasi.
A. Bakteri Pemakan Petroleum
Mikroba hasil rekayasa genetika pertama yang digunakan pada
bioremediasi diciptakan pada tahun 1970 oleh Ananda Chakrabarty. Penelitian
ini dilakukan sebelum teknik kloning DNA dan rekombinasi DNA tersebar luas.
Lalu bagaimanakah Chakrabarty melakukan hal tersebut?
1. mengisolasi strain Pseudomonas dari tanah yang terkontaminasi
dengan perbedaan jenis kimia yang terdiri dari pestisida dan minyak mentah.
2. mengidentifikasi strain yang menunjukkan kemampuan mendegradasi
senyawa organik seperti naftalena, oktan, dan xylena. Sebagian besar strain
dapat tumbuh pada senyawa ini karena mengandung plasmid yang mengkode
gen untuk menghancurkan masing-masing komponen.
3. memasangkan strain yang berbeda dan dihasilkan sebuah strain yang
mengandung beberapa plasmid yang berbeda. Kombinasi protein yang
dihasilkan oleh plasmid ini secara efektif dapat mendegradasi beberapa
komponen kimia minyak mentah. Chakrabarty mendapatkan penghargaan hak
paten pertama dari Amerika Serikat untuk penelitiannya dalam mengubah hidup
organisme secara genetik.
Kelemahan dari teknik ini adalah: minyak mentah mengandung ribuan senyawa
dan bakteri hasil rekombinan ini hanya dapat mendegradasi beberapa senyawa
saja. Sebagian besar zat kimia yang terkandung dalam minyak mentah tetap
tidak dipengaruhi oleh organisme rekombinan.
B. Pemanfaatan E. coli Untuk Membersihkan Logam Berat
Logam berat yang meliputi tembaga, timah, cadmium, khromium, dan
merkuri dapat membahayakan manusia dan lingkungan. Merkuri merupakan
logam yang bersifat toksik yang dapat mengkontaminasi lingkungan. Merkuri
digunakan pada pabrik pengolahan tanaman, baterai, colokan listrik, peralatan
medis, dan banyak produk yang lain. Merkuri dan metilmerkuri dapat
terakumulasi dalam organisme melalui sebuah proses yang
disebut bioakumulasi. Dalam bioakumulasi, organisme yang lebih tinggi pada
rantai makanan mengandung bahan kimia yang lebih banyak dibandingkan
dengan organisme yang ada di bawahnya. Misalnya, dalam suplai air, merkuri
mungkin dicerna oleh ikan kecil, yang kemudian dimakan oleh burung, ikan
besar, anjing laut, rakun, dan hewan lain termasuk manusia. Ikan besar atau
burung memakan ikan kecil dalam jumlah yang banyak, sehingga kedua hewan
ini mengakumulasi merkuri dalam tubuhnya dibandingkan ikan kecil yang
hanya makan sedikit. Sama halnya jika manusia memakan ikan besar sebagai
sumber makanan primer, maka manusia akan mengakumulasi merkuri dalam
jumlah besar selama beberapa waktu. Pengkonsumsian ikan dan kerang-
kerangan yang telah terkontaminasi metilmerkuri dan merkuri secara terus-
menerus dapat mengancam kesehatan manusia, misalnya cacat sejak lahir atau
kerusakan otak
Ilmuwan telah mengembangkan strain hasil rekayasa genetika,
yaitu Escherichia coliyang bermanfaat untuk pembersihan merkuri dan logam
berat lainnya. Para ilmuwan juga mengidentifikasi terjadinya ikatan logam oleh
Protein dalam tanaman dan organisme lain protein dalam tanaman dan
organisme lain. Protein metallothioneins dan phytochlatin memiliki kapasitas
tinggi dalam mengikat logam. Beberapa bakteri hasil rekayasa genetika dapat
mengabsorbsi merkuri secara langsung, sementara yang mengikat merkuri dari
suplai air dapat tumbuh pada biofilm. Biofilm harus diganti secara periodik
untuk menghilangkan bakteri yang mengandung merkuri. Hal yang sama terjadi
pada sel tunggal alga yang diubah secara genetik yang mengandung gen
metallothioniein dan bakteri yang disebut Cyanobakteri, yang telah
menunjukkan kemampuan untuk mengabsorbsi cadmium, yaitu logam berat lain
yang bersifat toksik yang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius
pada manusia.
C. Biosensor
Peneliti telah mengembangkan strain bakteri Pseudomonas
fluorescens hasil rekayasa genetika yang dapat secara efektif mendegradasi
struktur kompleks karbon dan hydrogen yang disebut Polycyclic Aromatic
Hydrocarbon (PAHs) dan bahan kimia beracun lainnya. Dengan menggunakan
teknik rekombinasi DNA, ilmuwan mampu untuk menyambung gen bakteri
yang mengkode enzim yang dapat memetabolisme kontaminan untuk
melaporkan gen seperti gen lux. Gen ini dapat mengkode enzim luciferase. Jika
PAHs telah terdegradasi, bakteri mengeluarkan cahaya yang dapat digunakan
sebagai indikasi tingkat degradasi. Teknik yang sama digunakan untuk
mengembangkan biosensor dari bakteri rekombinan yang mengandung lux gen.
Teknik ini digunakan untuk mendeteksi jenis pencemaran lingkungan.
KERUSAKAN LINGKUNGAN: KASUS UNTUK PERISTIWA
BIOREMIDIASI
Beberapa kasus yang menggunakan startegi bioremidiasi untuk mengatasi
kerusakan lingkungan.
A. Peristiwa tumpahan minyak bumi di Exxon Valdez
Minyak mentah yang tumpah di laut tersebut memiliki dampak negatif
yang cukup besar bagi sejumlah besar kehidupan dan lingkungan. Seperti
kejadian di Exxon Valdez pada tahun 1989, terjadi peristiwa tangki minyak
tumpah di laut Alaska sebanyak 11 juta. Salah satu cara untuk mengatasi
masalah tersebut adalah dengan cara bioremidiasi.
(1) Tahap pertama.
a Memindahkan sejumlah besar minyak dengan menggunakan jaring yang
dapat mengapung di permuakaan air,
b Menggunakan semacam pompa utnuk ”mengangkat” minyak untuk
dimasukkan dalam tangki pengolahan.
c Pantai dan karang dibersihkan dengan air tawar dibawah tekanan yang
tinggi untuk menyebarkan minyak.
(2) Tahap bioremidiasi.
a Dengan menambahkan pupuk nitrogen dan fosfor untuk merangsang
pendegradasian minyak oleh bakteri Pseudomonas pada umumnya.
Indikator adanya bakteri indigen adalah dapat terdegradasinya minyak.
b Bakteri indigen berperan untuk memecah gugus aromatik
(PAHs) à menjadi rantai linier (rantai karbon) à dan menghasilkan karbon
dioksida dan air. Langkah-langkah pemulihan ini memerlukan waktu
yang lama.
B. Ladang minyak di Kuwait
Padang pasir di Kuwait merupakan obyek penelitian yang tepat dalam
kajian bioremediasi. 10 tahun setelah terjadinya perang teluk suatu area yang
cukup luas di Kuwait tercemar oleh minyak. Para ahli Kuwait mempelajari
bahwa pencemaran minyak tersebut mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan
hewan. Beberapa spesies tumbuhan dinyatakan telah musnah dan diperkirakan
masih memberikan efek negatif dalam beberapa waktu kedepan.
Berbeda dengan kasus Valdez bioremediasi di padang pasir ini memiliki
beberapa masalah yang berbeda. Tidak seperti halnya di Alaska di padang pasir
ini tidak ada gelombang yang membantu membersihkan minyak, kondisi tanah
yang kering di padang pasir mempengaruhi mikroba-mikroba yang
menguraikan minyak serta adesi yang relatif menyulitkan proses degradasi.
Kajian penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa seperangkat strain bakteri
pendegradasi minyak bekerja relatif lambat di bawah permukaan tanah.
STRATEGI DAN TANTANGAN BIOREMEDIASI MASA DEPAN.
Bioteknologi merupakan suatu hal yang penting dalam upaya
rehabilitasi lingkungan tercemar baik yang terjadi melalui kecelakaan, industri
pabrikan, dan kesalahan manajemen pada ekosistem. Para ahli telah
mempelajari mikroba yang secara genetik mampu mendegradasi zat kimia serta
mengembangkan biosensor yang mampu mendeteksi dan mengawasi polusi.
Pemulihan logam berharga seperti tembaga, nikel, boron dan emas merupakan
ruang lingkup lain dari bioremediasi. Melalui reaksi oksidasi berbagai mikroba
mampu mengubah logam menjadi substansi yang disebut metaloksida yang
nantinya akan terakumulasi dalam sel tubuh bakteri. Beberapa bakteri perairan
yang hidup di dasar laut memiliki kemampuan mempresipitasi logam secara
tepat. Pemanfaatan bakteri dalam upaya pemulihan logam berbahaya
merupakan suatu bagian dalam proses industri pabrik.
Ruang lingkup lain dari penelitian-penelitian yang mengembangkan
bioremediasi yaitu upaya membersihkan materi radioaktif dari
lingkungan. Uranium, plutonium, dan senyawa radioaktif yang lain telah
ditemukan secara alami di perairan lepas. Meskipun sebagian besar materi
radioaktif dapat membunuh mikroba, beberapa strain bakteri mampu
mendegradasi senyawa radioaktif. Sebelumnya, tidak ada bakteri yang
ditemukan dapat menguraikan elemen radioaktif secara sempurna.
DOE sangat tertarik dalam memanfaatkan Deinococcus radiodurans sebagai
agen bioremediasi di tempat-tempat yang tercemar oleh radioaktif. Bahkan, para
peneliti dari DOE maupun Universitas Minnesota telah merekombinasikan
strain ini dengan menggabungkan sekuen promoternya terhadap gen (toluene
dioksigenase) yang terlibat dalam metabolisme toluene. Strain ini menunjukkan
kemampuan mendegradasi toluene di lingkungan yang tercemar. Dalam usaha
tersebut, para peneliti berharap strategi yang sama dapat digunakan untuk
menangani pencemaran zat berbahaya. Terakhir, ada beberapa hal yang perlu
dicermati. Yakni sebelum upaya pembersihan tempat-tempat yang tercemar
tersebut dilaksanakan, para ahli harus terlebih dahulu memikirkan dampak lain
yang mungkin saja muncul. Lain hal, proses industri pabrik menghasilkan
ratusan zat kimia baru setiap tahunnya. Dengan adanya proses yang
berkelanjutan tersebut diharapkan zat-zat kimia baru tidak berbahaya bagi
lingkungan. Bioremediasi tidak selalu mampu membersihkan polutan dari
lingkungan, tetapi perencanaan yang baik dalam pemanfaatan zat-zat berbahaya
merupakan upaya yang paling ampuh untuk mengawasi tingkat pencemaran
lingkungan.