RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT · PDF fileMemfasilitasi peningkatan bimbingan dan...
Transcript of RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT · PDF fileMemfasilitasi peningkatan bimbingan dan...
i
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)
DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
TAHUN 2014
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
i
KATA PENGANTAR
Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dibangun dalam rangka
mewujudkan good governance dan sekaligus result oriented government, perlu
terus dikembangkan dan informasi kinerjanya diintegrasikan ke dalam sistem
penganggaran dan pelaporan sesuai dengan amanat UU nomor 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara.
Sesuai amanat Undang Undang nomor : 17 tahun 2003 tersebut secara
tegas telah dinyatakan bahwa pemerintah diwajibkan menyusun anggaran dengan
menggunakan pendekatan anggaran terpadu, kerangka pengeluaran jangka
menengah dan penganggaran berbasis kinerja. Sehubungan dengan hal tersebut
maka setiap instansi pemerintah dituntut untuk menyiapkan dan menyusun
rencana kinerja tahunan dengan mengacu pada Rencana Strategis.
Perencanaan kinerja adalah proses penyusunan rencana kinerja sebagai
penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam Rencana
Strategis (Perencanaan Lima Tahun). Dalam rencana kinerja ditetapkan rencana
tingkat capaian kinerja tahunan yang meliputi sasaran dan seluruh indikator kinerja
kegiatan.
Penyusunan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha tahun 2014 merupakan prasyarat untuk mewujudkan
terselenggaranya pemerintahan yang baik atau pemerintahan yang berdaya dan
berhasil guna, transparan, bersih serta bertanggung jawab. Rencana Kinerja
Tahunan merupakan penjabaran program dan sasaran dalam berbagai kegiatan
secara tahunan melalui penetapan target kinerja tahunan untuk seluruh indikator
kinerja kegiatan.
Jakarta, Juli 2013 Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha
Ir. Irmijati R. Nurbahar, M.Sc. Nip. 19591023 198503 2 001
ii
DAFTAR ISI
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
B. Tujuan
............................................
............................................ 1 2
II TUGAS POKOK DAN FUNGSI
........................................... 3
III VISI DAN MISI A. Visi
B. Misi
...........................................
........................................... 4 4
IV TUJUAN DAN SASARAN A. Tujuan
B. Sasaran
..........................................
.......................................... 5 6
V PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
.......................................... 7
VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. Kebijakan
B. Strategi
.........................................
......................................... 10 11
VII PROGRAM DAN KEGIATAN A. Program
B. Kegiatan
........................................
........................................ 16 16
VIII RENCANA KERJA TAHUN 2014
.......................................... 20
Lampiran : Matrik Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2014
..........................................
24
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkebunan merupakan salah satu sub sektor strategis yang secara
ekonomis, ekologis dan sosial budaya mempunyai peranan penting
dalam pembangunan nasional. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor : 18
tahun 2004 tentang Perkebunan, pembangunan perkebunan bertujuan
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat; meningkatkan penerimaan
negara dan devisa negara; menyediakan lapangan kerja; meningkatkan
produktivitas; nilai tambah dan daya saing; memenuhi kebutuhan konsumsi
dan bahan baku industri dalam negeri; dan mengoptimalkan pengelolaan
sumber daya alam secara berkelanjutan.
Pembangunan perkebunan kedepan dihadapkan kepada berbagai
tantangan, seperti terjadinya berbagai perubahan dan perkembangan
lingkungan yang sangat dinamis serta berbagai persoalan mendasar seperti
adanya tekanan era globalisasi dan liberalisasi pasar, pesatnya kemajuan
teknologi dan informasi, terjadinya perubahan iklim secara global, semakin
terbatasnya Sumber Daya Alam (SDA), kecilnya kepemilikan dan status
lahan milik petani/pekebun, terbatasnya akses petani/pekebun terhadap
permodalan, terbatasnya sistem perbenihan nasional, masih lemahnya
kelembagaan petani/pekebun dan petugas penyuluh dilapangan, serta kurang
harmonisnya koordinasi kerja antar sector terkait membangunan
perkebunan. Tantangan-tantangan dimaksud juga memicu berbagai
gangguan usaha dan konflik perkebunan di lapangan yang memiliki
karakter yang multi dimensi yaitu ekonomi, politik, hukum, sosial, lingkungan
dan juga internasional dan penyelesaian kedepan menjadi sangat strategis
dalam rangka pemulihan kondisi sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini.
Mengacu kepada rencana strategis Direktorat Jenderal Perkebunan
2010 –2014, Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha dalam
mendukung visi Direktorat Jenderal Perkebunan yaitu ” Profesional dalam
memfasilitasi peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman
perkebunan berkelanjutan ” perlu menjabarkan program dan atau
kegiatan prioritas terhadap dukungan pascapanen dan pembinaan usaha
dengan sasaran dan Indikator Kinerja Utama yang diformulasikan dalam
bentuk rencana kinerja setiap tahunnya. Rencana Kinerja Tahunan
Direktorat Pascpanen dan Pembinaan Usaha merupakan penjabaran lebih
lanjut dari perencanaan strategis yang memuat target kinerja yang hendak
dicapai dalam satu tahun beserta indikator kinerjanya.
2
B. Tujuan
Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Indikator Kinerja Utama (IKU)
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha setiap tahunnya perlu
ditetapkan sebagai acuan dalam penyusunan kegiatan yang menjadi fokus
dalam mencapai sasaran yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor : 7 tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan dalam penyusunannya
mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Men-PAN & RB) Nomor: 29 tahun 2010
tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Untuk mengukur kinerja pelaksanaan program dan kegiatan
pembangunan perkebunan telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama
berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 185/Kpts/OT.140/3/2010
Tanggal 15 Maret 2010 tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama
(IKU) di Lingkungan Kementerian Pertanian Tahun 2010 – 2014.
Rencana Kinerja Tahunan bertujuan sebagai acuan bagi
pelaksanaan kegiatan dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dan
sebagai tolok ukur yang digunakan untuk menilai keberhasilan atau
kegagalan penyelengaraan pemerintah untuk suatu periode tertentu.
3
II. TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 61/
Permentan/ OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, tugas pokok Direktorat Pascapanen
dan Pembinaan Usaha adalah : melaksanakan penyiapan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria
serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapenan dan
pembinaan usaha perkebunan. Direktorat Pascapanen dan Pembinaan
Usaha menyelenggarakan fungsi :
a) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pascapanen tanaman
semusim, rempah, penyegar, tahunan dan bimbingan usaha dan
perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penanganan
konflik;
b) Pelaksanaan kebijakan di bidang pascapanen tanaman semusim,
rempah, penyegar, tahunan dan bimbingan usaha dan perkebunan
berkelanjutan serta gangguan usaha dan penanganan konflik;
c) Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang
pascapanen tanaman semusim, rempah, penyegar, tahunan dan
bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan
usaha dan penanganan konflik;
d) Pemberiaan bimbingan usaha teknis dan evaluasi di bidang
pascapanen tanaman semusim, rempah, penyegar, tahunan dan
bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan
usaha dan penanganan konflik;
e) Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pascapanen dan Pembinaan
Usaha.
Tugas pokok dan fungsi yang menjadi amanah Direktorat Pascapanen
dan Pembinaan Usaha tersebut wajib dipertanggungjawabkan setiap tahun.
Berdasarkan hal tersebut, Rencana Kerja Tahunan (RKT) Direktorat
Pascapanen dan Pembinaan Usaha tahun 2012 ini merencanakan kegiatan
tahun 2014 sesuai Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) Direktorat
Pascapanen dan Pembinaan Usaha yang disesuaikan dengan kegiatan
yang didukung oleh alokasi dana DIPA tahun 2014.
4
III. VISI DAN MISI
A. VISI
Visi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha sebagai bagian
integral dari Direktorat Jenderal Perkebunan harus selaras dengan visi
Direktorat Jenderal Perkebunan yaitu ”Profesional dalam memfasiltasi
peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman perkebunan
berkelanjutan” maka visi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
adalah sebagai berikut :
1. Memfasilitasi peningkatan peyediaan teknologi dan penerapan
pascapanen tanaman tahunan, rempah penyegar dan semusim;
2. Memfasilitasi peningkatan bimbingan dan penanganan usaha
perkebunan berkelanjutan;
3. Memfasilitasi peningkatan penanganan gangguan usaha dan konflik
perkebunan;
4. Memfasilitasi peningkatan penerapan pengelolaan perkebunan
berkelajutan;
5. Memfasilitasi peningkatan Revitalisasi Pengembangan Perkebunan;
6. Memberikan pelayanan permohonan rekomendasi teknis usaha
perkebunan.
B. MISI
Mengacu pada pada salah satu Misi Direktorat Jenderal Perkebunan
yaitu ”Mengupayakan penanganan Pascapanen dan Pembinaan usaha”,
maka misi Direktorat Pascapanen dan pembinaan Usaha ditetapkan sebagai
berikut :
1. Memfasilitasi peningkatan penyedian teknologi dan penerapan
pascapanen budidaya tanaman tahunan, rempah penyegar dan
semusim;
2. Memfasilitasi peningkatan bimbingan dan penanganan usaha
perkebunan berkelanjutan;
3. Memfasilitasi peningkatan penanganan gangguan usaha dan konflik
perkebunan;
4. Memfasilitasi peningkatan penerapan pengelolaan perkebunan
berkelanjutan;
5. Memfasilitasi peningkatan Revitalisasi Pengembangan Perkebunan;
6. Memberikan pelayanan permohonan rekomendasi teknis usaha
perkebunan (Rekomtek).
5
IV. TUJUAN DAN SASARN
A. Tujuan
Untuk mendukung pencapaian agenda pembangunan nasional dan
tujuan pembangunan pertanian, maka tujuan pembangunan perkebunan
ditetapkan sebagai berikut :
1. Meningkatkan produksi, produktivitas, mutu, nilai tambah dan
daya saing perkebunan;
2. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat perkebunan;
3. Meningkatakan penerimaan dan devisa negara dan sub sektor
perkebunan;
4. Mendukung penyediaan pangan di wilayah perkebunan;
5. Memenuhi kebutuhan konsumsi dan meningkatkan penyediaan
bahan baku industri perkebunan.
6. Mendukung pengembangan bio-energi melalui peningkatan peran
sub sektor perkebunan sebagai penyedian bahan bakar nabati;
7. Mengoptimalkan Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)
perkebunan;
8. Meningkatkan peran sub sektor perkebunan sebagai penyedia lapangan
kerja;
9. Meningkatkan pelayanan organisasi yang berkualitas.
Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut di atas, maka
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha perlu melakukan hal – hal
sebagai berikut:
a. Memfasilitasi peningkatan ketersediaan dan penerapan teknologi
pascapanen budidaya tanaman tahunan, rempah penyegar dan
semusim;
b. Memfasilitasi peningkatan, mutu, nilai tambah dan daya saing hasil
perkebunan;
c. Memfasilitasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan;
d. Memfasilitasi pengelolaan sumber daya alam secara arif dan
berkelanjutan serta mendorong pengembangan wilayah berwawasan
lingkungan;
e. Memfasilitasi peningkatan peran sektor perkebunan sebagai penyedia
lapangan kerja;
f. Memfasilitasi peningkatan kemampuan, kemandirian dan
profesinaliisme pelaku usaha perkebunan;
g. Memfasilitasi peningkatan dan penumbuhan kemitraan dan
hubungan sinergi antar pelaku usaha perkebunan;
6
h. Meningkatkan pelayanan organisasi yang berkualitas.
B. Sasaran
Dalam rangka mendukung pelaksanaan program dan kegiatan
pembangunan perkebunan telah ditetapkan kinerja utama berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor :
1185/Kpts/OT.140/3/2010 tanggal 15 Maret 2010 tentang Penetapan
Indikator Kinerja Utama (IKU) di lingkungan Kementerian Pertanian
Tahun 2010 – 2014, Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha melalui
Program/Kegiatan Prioritas yaitu “Dukungan Pascapanen dan
Pembinaan Usaha Perkebunan”. ditetapkan Sasaran dan Indikator Kinerja
Utama (IKU) Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha sesuai tugas
dan fungsinya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sasaran dan Indikator Kinerja Utama
No
Sasaran
Indikator Kinerja Utama
Tahun
2011
2012
2013
2014
1
Peningkatan Mutu Produk
Perkebunan dan Usaha
Perkebunan Berkelanjutan
1. Jumlah Kelompok Tani yang
menerapkan penanganan
pascapanen sesuai GHP
(Kelompok Tani)
100
110
120
130
2. Jumlah Perusahaan
Perkebunan Kelapa Sawit
yang layak Mengajukan
permohonan Sertifikat ISPO
(Perusahaan )
75
150
250
334
3. Jumlah perusahaan
perkebunan yang ditangani
kasus gangguan usahanya
(Perusahaan)
38
40
42
44
7
V. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
A. Penerapan Penanganan Pascapanen 1. Permasalahan penerapan penanganan pascapanen sesuai Good
Handling Practise (GHP) antara lain disebabkan : 1) Masih tingginya
tingkat kehilangan hasil panen, 2) Mutu hasil yang masih rendah,
3) Tingkat efisiensi dan efektivitas yang masih rendah, 4) Nilai jual
yang kurang kompetitif, 5) Belum adanya jaminan pasar terhadap
produk yang memiliki mutu yang baik, 6) Lemahnya petani dalam
mengakses informasi pasar sehingga kurang memiliki posisi tawar
yang baik, 7) Rendahnya kemampuan Sumber Daya Manusia
(SDM) dalam mengadopsi teknologi pascapanen, 8) Masih lemahnya
fungsi kelembagaan petani/kelompok tani.
2. Kegiatan Fermentasi biji kakao belum berjalan seperti yang diharapkan
karena terkendala dengan perbedaan harga biji kakao fermentasi dan
non fermentasi tidak signifikan. Dengan demikian diperlukan monitoring
dan evaluasi untuk kegiatan fermentasi biji kakao pada tahun
berikutnya.
3. Penanganan pascapanen pala masih dilakukan secara tradisionil
dengan hasil biji pala dan fulli kurang baik sehingga mudah tercemar
hama seperti aflatoxin sebagai penyebab ditolaknya pala Indonesia
masuk di pasar Eropa. Dengan demikian penaganan pascapanen pala
memerlukan alat dan pelatihan teknis dan kelembagaan.
B. Sertifikasi Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Sertifikasi perusahaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang
lebih dikenal dengan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sesuai
Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang
Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO)
masih terkendala karena belum semua perusahaan kelapa sawit
dilakukan penilaian usaha perkebunannya sesuai Peraturan Menteri
Pertanian Nomor : 07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman
Penilaian Usaha Perkebunan yang menjadi syarat dalam pengajuan
Sertifikasi ISPO.
C. Penilaian Usaha Perkebunan
Pelaksanaan penilaian usaha perkebunan Sesuai Peraturan Menteri
Pertanian Nomor : 07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman
Penilaian Usaha Perkebunan belum seluruhnya dapat dilakukan pada tahun
2012, karena : 1) Masih terdapat kabupaten yang belum
melaksanakannya karena belum tersedianya pendanaan, 2) Masih
terdapat kabupaten yang belum memiliki petugas penilai bersertifikat
8
sehingga tidak proporsional dengan jumlah perusahaan/kebun yang harus
dinilai, dan 3) Pelaksanaan penilaian usaha belum dilakukan serempak
secara nasional sehingga kesulitan penghimpunan data informasi yang
akurat.
D. Penanganan Kasus Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan
Eskalasi kasus sengketa lahan antara perusahaan perkebunan dan
masyarakat disekitar perkebunan cenderung terus meningkat, baik akibat
adanya saling klaim kepemilikan lahan, maupun karena perambahan
dan penyerobotan lahan oleh perusahaan. Sementara dalam upaya
penyelesaiannya sering terjadi konflik yang berkepanjangan, dan tidak
jarang diikuti aksi unjuk rasa yang diikuti dengan pendudukan dan
pengerusakan lahan dan asset perusahaan, serta tindakan anarkis lainnya.
Dari tahun ke tahun jenis kasus sengketa penyebab gangguan usaha dan
konflik perkebunan yang terjadi banyak terjadi dapat dibagai dalam 2 (dua)
kelompok yaitu : 1) Lahan dan 2) Non lahan.
1. Lahan :
a. Penggunaan tanah adat/ulayat tanpa persetujuan pemuka
adat/ masyarakat.
b. Belum selesainya penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah
(RTRW) di Provinsi/Kabupaten.
c. Okupasi / penyerobotan lahan oleh Masyarakat.
d. Tumpang tindih lahan antara perkebunan dengan kawasan hutan.
e. Tumpang tindih lahan perkebunan dengan kawasan pertambangan.
f. Terjadinya tumpang tindih lahan karena izin baru.
g. Proses penerbitan HGU tidak mengikuti ketentuan yang berlaku.
h. Tuntutan masyarakat terhadap tanah yang sedang dalam proses
HGU.
i. Belum dilakukannya ganti rugi lahan dan atau ganti rugi tanam
tumbuh tetapi perusahaan sudah operasional.
j. Tanah masyarakat yang diambil alih perusahaan.
k. Kebun plasma yang menjadi agunan kredit diperjualbelikan
oleh petani tanpa sepengetahuan perusahaan/bank.
l. Tuntutan masyarakat terhadap kebun plasma yang telah
dijanjikan tidak dipenuhi perusahaan.
m. Masyarakat menuntut pengembalian tanah yang sudah dilakukan
9
ganti rugi perusahaan.
n. Izin Lokasi sudah berakhir dan tidak dilakukan pembaharuan/
perpanjangan.
o. Terhadap HGU yang diperpanjang, masyarakat menuntut
pengembalian kembali lahannya.
p. Masyarakat menuntut lahan perusahaan untuk dimiliki/dikuasai.
q. Luas lahan plasma tidak sesuai dengan penetapan jumlah calon
petani peserta oleh Bupati.
r. Tuntutan masyarakat atas pembangunan kebun plasma minimal
20 % dari areal yang diusahakan oleh perusahaan (Permentan No.
26 Th.2007).
s. Lahan yang ditelantarkan oleh perusahaan.
t. Pembangunan kebun melebihi areal yang diizinkan.
2. Non Lahan :
a. Petani tidak mampu dan atau tidak ada keinginan membayar /
melunasi kredit;
b. Penetapan harga TBS Kelapa Sawit tidak sesuai keinginan petani;
c. Masyarakat menolak pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
karena dipengaruhi oleh LSM dan pihak ketiga lainnya (oknum);
d. Pengrusakan tanaman dan aset perkebunan ;
e. Penjarahan dan pencurian produksi;
f. Petani Ingin ikut serta sebagai peserta plasma ;
g. Keterlambatan konversi kebun petani plasma;
h. Banyak LSM dan pihak ketiga Lainnya (oknum) yang
memanfaatkan kasus gangguan usaha dan konflik perkebunan.
10
VI. KEBIJAKAN DAN STRATEGI
A. Kebijakan
Direktorat Jenderal Perkebunan merumuskan kebijakan yang akan
menjadi kebijakan umum dan kebijakan teknis pembangunan perkebunan
tahun 2011-2014. Kebijakan umum pembangunan perkebunan adalah :
“ mensinergikan seluruh sumber daya perkebunan dalam rangka
peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah,
produktifitas dan mutu produk perkebunan melalui partisipasi aktif
masyarakat perkebunan, dan penerapan organisasi modern yang
berlandaskan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta
didukung dengan tata kelola pemerintahan yang baik ”.
Adapun kebijakan teknis pembangunan perkebunan yang merupakan
penjabaran dari kebijakan umum pembangunan perkebunan yaitu :
“ meningkatkan produksi, produktifitas dan mutu tanaman perkebunan
berkelanjutan melalui pengembangan komoditas, SDM, kelembagaan,
kemitraan usaha, investasi usaha perkebunan sesuai kaidah
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan
dukungan pengembangan sistem informasi manajemen perkebunan ”.
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha dibagi berdasarkan 2
(dua) ruang lingkup kegiatan yang berbeda yaitu kegiatan pascapanen
dan kegiatan pembinaan usaha, maka kebijakan Direktorat Pascapanen
dan Pembinaan usaha terdiri dari : (1) Kebijakan penanganan
pascapanen dan (2) Kebijakan pembinaan usaha.
1. Arah Kebijakan Penanganan Pascapanen
Meningkatkan mutu berbasis kegiatan pascapanen melalui perbaikan
sistem penanganan pascapanen dengan penerapan teknologi tepat
guna dan fasilitasi alat pascapanen di pedesaan
2. Arah Kebijakan Pembinaan Usaha Perkebunan
Meningkatkan investasi dan iklim usaha yang kondusif dengan
pengembangan kelembagaan dan kemitraan di bidang usaha
perkebunan yang berkelanjutan melalui Rekomendasi Teknis
(Rekomtek), penilaian usaha perkebunan, sosialisasi, penerapan,
pembinaan pembangunan perkebunan berkelanjutan, pengelolaan
SDA dan lingkungan hidup serta penanganan gangguan usaha dan
konflik perkebunan.
11
B. Strategi
Strategi umum pembangunan Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha tahun 2011-2014 merupakan bagian dari
strategi khusus pembangunan perkebunan yang meliputi :
1. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan
berkelanjutan;
2. Pengembangan komoditas;
3. Peningkatan dukungan terhadap sistem ketahanan pangan;
4. Investasi usaha perkebunan;
5. Pengembangan sistem informasi manajemen perkebunan;
6. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM);
7. Pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha;
8. Pengembangan dukungan terhadap pengelolaan SDA dan
lingkungan hidup.
Dari delapan strategi umum Direktorat Jenderal Perkebunan,
strategi yang sangat terkait dengan tugas pokok dan fungsi
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah :
1. Peningkatan produksi, produktifitas, dan mutu tanaman perkebunan
berkelanjutan,
2. Investasi usaha perkebunan,
3. Pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha, dan
4. Pengembangan dukungan terhadap pengelolaan SDA dan
lingkungan hidup.
Mengingat ruang lingkup kegiatan pascapanen dan ruang
lingkup kegiatan pembinaan usaha berbeda maka penetapan strategi
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha dibagi dua yaitu : (1)
Strategi penanganan pascapanen dan (2) Strategi pembinaan usaha.
1) Penanganan Pascapanen
Strategi yang terkait dengan tugas dan fungsi Direktorat
Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah peningkatan mutu dan
membatasi kehilangan hasil tanaman perkebunan, yang
dilaksanakan terutama melalui kegiatan fasilitasi/mengupayakan
penanganan pascapanen yaitu melaksanakan penyiapan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis
dan evaluasi yang diimplementasikan dalam strategi sebagai
berikut :
12
a. Peningkatan mutu, membatasi kehilangan hasil dan
peningkatan rendemen. Tujuan utama dari peningkatan
pascapanen hasil perkebunan adalah untuk peningkatan
mutu dan membatasi kehilangan hasil. Membatasi kehilangan
hasil baik yang disebabkan kehilangan fisik maupun
penyusutan dan penurunan kualitas sangat berpengaruh
terhadap ketersediaan hasil perkebunan (langsung
dikonsumsi) dan pasokan bahan baku industri. Penanganan
pascapanen yang optimal akan mendorong peningkatan
pendapatan petani dan terpenuhinya kebutuhan industri,
untuk mencapai tujuan tersebut strategi yang ditempuh
antara lain :
- Peningkatan kemampuan dan pengetahuan petani dalam
penanganan pascapanen yang baik (Good Handling
Practises/GHP) sesuai dengan pedoman penanganan
pascapanen yang berlaku;
- Peningkatan pembinaan petani yang intensif dan
berkelanjutan melalui para petugas di daerah dengan
memanfaatkan tenaga yang cukup tersedia dan
bekerjasama dengan instansi terkait;
- Peningkatan kerjasama dengan para pakar dan peneliti
dalam menciptakan inovasi sarana dan peralatan
pascapanen dan pendayagunaannya yang optimal oleh
petani;
- Pengoptimalan pemanfaatan pedoman umum dan
pedoman teknis melalui sosialisasi kepada petugas dan
petani dalam rangka meningkatkan tingkat adopsi petani
terhadap teknologi pascapanen.
- Penerapan peraturan dan ketentuan yang berlaku secara
konsisten dalam penanganan pascapanen untuk
menjawab isu lingkungan dan kampanye negatif tentang
produk perkebunan di pasar Internasional.
- Peningkatan koordinasi lintas institusi (internal,eksternal,
pusat dan daerah) dalam penanganan pascapanen
terutama yang terkait dengan penyusunan program dan
kegiatan.
- Peningkatan peranan pakar dan peneliti dibidang
pascapanen dalam mendukung penyusunan
norma,standar, kriteria, pedoman dan peningkatan
kapabiltas SDM dibidang pascapanen.
13
- Peningkatan peranan kelembagaan pascapanen dalam
rangka peningkatan mutu hasil yang sesuai dengan
permintaan pasar dalam negeri dan luar negeri.
- Peningkatan kegiatan sosialisasi, demontrasi, dan
kampanye penanganan pascapanen untuk memotivasi
petani dalam rangka peningkatan mutu dan membatasi
kehilangan hasil
b. Standarisasi Mutu. Peningkatan mutu hasil perkebunan terus
diupayakan agar petani mendapat nilai tambah dalam
mengelola usaha taninya dan tidak hanya menjual hasilnya
sebagaimana biasanya. Peningkatan mutu dapat dilakukan
melalui standarisasi mutu yang ditempuh melalui strategi :
- Peningkatan penerapan standarisasi mutu hasil di
lapangan sehingga jaminan mutu hasil dapat dilakukan
secara objektif dan ada jaminan untuk konsumen untuk
memperoleh hal yang benar-benar bermutu.
- Peningkatan peranan produsen dan pedagang/eksportir
dan instansi terkait dalam pelaksanaan standarisasi mutu
sesuai dengan fungsinya masing-masing.
c. Penyusunan Data Base dan Pemetaan. Penyusunan data
base dan pemetaan wilayah pascapanen secara lebih detail
(tingkat desa/kecamatan dan gapoktan) dapat dilakukan
melalui jaringan kecamatan pascapanen yang telah
terbentuk.
2) Pembinaan Usaha Perkebunan
Untuk lebih mendorong iklim investasi yang kondusif dan
pengembangan agribisnis perkebunan serta meningkatkan kinerja
perusahaan perkebunan, UMKM, dan masyarakat, maka
diperlukan strategi :
a. Pengoptimalan penyiapan perumusan bimbingan usaha dan
penanganan gangguan usaha melalui pemahaman dan
harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah.
b. Pengoptimalan pemahaman dan harmonisasi peraturan dan
kebijakan di pusat dan daerah melalui sosialisasi landasan
hukum yang mendukung pembinaan usaha dan mengacu
kepada norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum,
pedoman teknis dan kebijakan yang telah ditetapkan.
c. Pengoptimalan penyiapan perumusan bimbingan usaha dan
penanganan gangguan usaha untuk pemberdayaan potensi
14
dan peningkatan minat pelaku usaha/investor untuk
pengembangan usaha perkebunan.
d. Peningkatan potensi dan minat pelaku usaha/investor untuk
pengembangan usaha perkebunan sesuai norma, standar,
prosedur, kriteria, pedoman umum dan pedoman teknis.
e. Peningkatan sinkronisasi peraturan perundangan untuk
penerapan pelaksanaan perizinan usaha dan
mengoptimalkan pelaksanaan perizinan sesuai dengan
peraturan dan ketentuan yang berlaku.
f. Peningkatkan peranan kelembagaan usaha/assosiasi
komoditi sesuai dengan peratran dan ketentuan yang berlaku
dan meningkatkan koordinasi lintas institusi baik internal
maupun eksternal dalam mendukung penguatan
kelembagaan usaha/assosiasi komoditi perkebunan.
g. Peningkatan koordinasi lintas institusi baik internal maupun
eksternal melaui forum dialog dan pertukaran informasi serta
pemutakhiran data dan informasi tentang usaha dan
gangguan usaha perkebunan.
h. Peningkatan pemanfaatan dana perbankan untuk
pengembangan perkebunan terutama untuk usaha kecil dan
menengah dan mendorong lembaga penjamin kredit (avalis)
untuk berpartisipasi dalam pembangunan perkebunan, serta
memberikan fasilitasi ketersediaan sumber dana dari
pengembangan komoditas dan sumber lainnya untuk
pengembangan usaha perkebunan.
i. Penciptaan iklim investasi yang kondusif yang mencakup
pengembangan sistem pelayanan prima, jaminan kepastian
dan keamanan berusaha.
j. Peningkatan bimbingan usaha dan pemberian rekomendasi
teknis dalam rangka investasi usaha perkebunan (perluasan
areal, pembangunan pabrik pengolahan hasil, perubahan
bidang usaha dari non perkebunan ke bidang perkebunan).
k. Pengoptimalan pelaksanaan evaluasi terhadap perusahaan
perkebunan dilakukan melalui penilaian usaha perkebunan
sesuai dengan Permenan No 07/Permentan/OT.140/2/2009
Tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan.
l. Pengoptimalan pelaksanaan kemitraan yang saling
menguntungkan, saling menghargai, saling
bertanggungjawab, saling memperkuat, dan saling
ketergantungan antara petani, pengusaha, karyawan, dan
15
masyarakat di sekitar perkebunan sesuai peraturan dan
ketentuan yang berlaku.
m. Pengoptimalan pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang
masih tersedia sesuai dengan roadmap komoditas utama dan
Renstra Pengembangan Perkebunan yang merupakan upaya
pemanfaatan sumber daya perkebunan secara optimal sesuai
dengan daya dukung sehingga pelestariannya dapat tetap
terjaga.
n. Pengoptimalan penanganan gangguan usaha dan konflik
perkebunan untuk terciptanya kondisi usaha perkebunan
yang kondusif, bebas dari berbagai macam gangguan dan
konflik melalui penanganan gangguan usaha dan konflik
perkebunan dan meningkatkan upaya pencegahannya.
16
VII. PROGRAM DAN KEGIATAN
A. Program
Hasil restrukturisasi program dan kegiatan sesuai surat edaran
bersama Menteri Keuangan Nomor SE-18448/MK/2009 dan Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Nomor :
0142/M.PPN./06/2009 tanggal 19 Juni 2009, yang mengamanatkan setiap
unit Eselon I mempunyai satu program yang mencerminkan nama Eselon
I yang bersangkutan dan setiap unit Eselon II hanya mempunyai dan
tanggung jawab terhadap pelaksanaan 1 (satu) kegiatan. Dengan demikian
indikator kinerja unit Eselon I adalah outcome dan indikator unit Eselon II
adalah output. Berdasarkan restrukturisasi resebut ditetapkan bahwa
program pembangunan perkebunan tahun 2010 – 2014 adalah:
“Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan
berkelanjutan”.
B. Kegiatan
Kegiatan yang menjadi tanggung jawab Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha yang merupakan cerminan dari tugas pokok dan fungsi
adalah “Dukungan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha”
yang dimaksudkan untuk melaksanakan penyiapan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma standar, prosedur dan kriteria,
serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapanen dan pembinaan
usaha yaitu penanganan pascapanen tanaman semusim, tanaman rempah
dan penyegar, tanaman tahunan, bimbingan usaha dan perkebunan
berkelanjutan serta gangguan usaha dan penanganan konflik.
Berdasarkan skala prioritas, agar sumber daya yang ada dapat
dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk memecahkan
permasalahan- permasalahan yang ada secara komprehensif, maka
Direktorat Jenderal Perkebunan menetapkan 7 (tujuh) fokus kegiatan
pembangunan perkebunan sebagai berikut :
a. Revitalisasi perkebunan
b. Swasembada gula nasional
c. Penyedian bahan tanaman sumber bakar nabati (bio-energi)
d. Gerakan peningkatan produksi dan mutu kakao nasional
e. Pengembangan komoditas ekspor
f. Pengembangan komoditas pemenuhan kebutuhan dalam negeri
g. Dukungan pengembangan tanaman perkebunan berkelanjutan
Fokus kegiatan yang terkait dengan Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha yaitu pada nomor (3) Penyedian bahan tanaman
17
sumber bakar nabati (bio-energi) dan nomor (7) Dukungan
pengembangan tanaman perkebunan berkelanjutan.
Fokus kegiatan Penyediaan bahan tanaman sumber bakar nabati
adalah mengintegrasikan kegiatan pengembangan dan kegiatan
pascapanen tanaman sumber bakar nabati (bio-energi/biofuel).
Fokus kegiatan dukungan pengembangan tanaman perkebunan
berkelanjutan dilaksanakan dalam rangka mendukung peningkatan
produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan
penanganan pascapanen dan pembinaan usaha, penanganan gangguan
usaha dan konflik perkebunan (GUKP). Adapun Kegiatan Direktorat
Pascapanen pada Tahun 2014 adalah sebagai berikut :
1. Dukungan Penanganan Pascapanen Perkebunan
a. Penanganan Pascapanen Tanaman Semusim
b. Penanganan Pascapanen Tanaman Rempah dan Penyegar
c. Penanganan Pascapanen Tanaman Tahunan
2. Bimbingan Usaha dan Perkebunan berkelanjutan
a. Sosialisasi, Pembinaan dan Monev Perizinan usaha Perkebunan
b. Evaluasi Pelaksanaan Penilaian Usaha Perkebunan
c. Pembinaan, Monitoring dan Evaluasi penerapan Perkebunan
Berkelanjutan pada Kelapa sawit
d. Sosialisasi Standar Perkebunan Kopi Berkelanjutan Indonesia
(ISCoffee) e. Fasilitasi Rintisan Penerapan IsCoffee
3. Gangguan Usaha dan Penanganan Konflik a. Fasilitasi, Inventarisasi, dan Identifikasi serta Penanganan Kasus
Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan b. Pemantauan, Pengawasan, dan Fasilitasi Penanganan masalah
Perkebunan Ola Kemitraan (PIR- TRANS/KKPA c. Pertemuan/Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha dan
Konflik Perkebunan
18
VIII. RENCANA KERJA TAHUN 2014
A. Pascapanen
Anggaran kegiatan penanganan pascapanen komoditas perkebunan
untuk tahun anggaran 2014 sebesar Rp. 18.121.372.000 yang yang
dibagi menjadi 3 (tiga) kegiatan, yaitu :
Tabel 3. Kegiatan Penanganan Pascapanen Perkebunan
No
Kegiatan Utama Provinsi/
Kabupaten Anggaran
(Rp.)
1
Penanganan Pascapanen Tanaman Semusim
7 Provinsi/ 8 Kabupaten
1.456.500.000
2
Penanganan Pascapanen Tanaman Rempah dan Penyegar
24 Prov/ 43 Kabupaten
7.444.420.000
3
Penanganan Pascapanen Tanaman Tahunan
19 Provinsi/ 50 Kabupaten
9.220.452.000
TOTAL
18.121.372.000
B. Bimbingan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan
Anggaran kegiatan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan untuk
tahun anggaran 2014 sebesar Rp. 6.452.628.000 yang yang dibagi
menjadi 5 (lima) kegiatan, yaitu :
Tabel 4. Kegiatan Bimbingan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan
No
Kegiatan Utama
Provinsi Anggaran
(Rp.)
1
Sosialisasi, Pembinaan dan Monev Perizinan usaha Perkebunan
31 Provinsi
2.689.962.000
2
Evaluasi Pelaksanaan Penilaian Usaha Perkebunan
31 Provinsi
1.386.590.000
3
Pembinaan, Monitoring dan Evaluasi penerapan Perkebunan Berkelanjutan pada Kelapa sawit
21 Provinsi
1.110.627.000
4
Sosialisasi Standar Perkebunan Kopi Berkelanjutan Indonesia (ISCoffee)
13 Provinsi
872.500.000
5. Fasilitasi Rintisan Penerapan IsCoffee
5 Provinsi 392.949.000
TOTAL
6.452.628.000
19
C. Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan
Anggaran kegiatan gangguan Usaha dan konflik perkebunan untuk
tahun anggaran 2014 sebesar Rp. 4.622.963.000 yang dibagi menjadi 3
(tiga) kegiatan, yaitu :
Tabel 5. Kegiatan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan
No
Kegiatan Utama
Provinsi Anggaran
(Rp.)
1
Fasilitasi, Inventarisasi, dan Identifikasi serta Penanganan Kasus Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan
27 Provinsi
1.734.600.000
2
Pemantauan, Pengawasan, dan Fasilitasi Penanganan masalah Perkebunan Ola Kemitraan (PIR- TRANS/KKPA
25 Provinsi
1.319.400.000
3
Pertemuan/Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan
26 Provinsi
2.950.000.000
TOTAL
6.004.000.000
20
Matriks Rencana Kinerja Tahunan Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha Tahun 2014
No
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Utama
Target
1.
Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan yang berkelanjutan melalui dukungan pascapanen dan pembinaan usaha perkebunan
Terlaksananya Penanganan Pascapanen Komoditas Perkebunan
130
Kelompok
- Jumlah kelompok tani menerapkan penanganan pascapanen sesuai GHP tanaman tanaman semusim
20
Kelompok
- Jumlah kelompok tani menerapkan penanganan pascapanen sesuai GHP tanaman rempah dan penyegar
50
Kelompok
- Jumlah kelompok tani menerapkan penanganan pascapanen sesuai GHP tanaman tahunan
60
Kelompok
Terfasilitasinya Bimbingan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan
- Jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang layak mengajukan permohonan sertifikat ISPO.
334
Perusahaan
Terfasilitasinya pencegahan dan penanganan Gangguan Usaha Perkebunan
- Jumlah perusahaan perkebunan yang ditangani kasus gangguan usahanya.
44
Perusahaan