Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
-
Upload
arifta-suryanugraha -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
1/25
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
2/25
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam mempersiapkan diri menghadapi era globalisasi, indonesia
sebagai negara berkembang harus dapat meningkatkan sektor-sektor di berbagai
bidang yang dapat mendukung peningkatan perekenomian indonesia. Sektor
perkebunan adalah salah satu sektor yang harus di perhatikan karena didasarkan
pada iklim indonesia yaitu iklim tropis. Salah satu tanamana yang dapat tubuh
dengan baik pada iklimtropis adalah tanaman kelapa sawit (elaeis guinensis).
Kelapa sawit merupakan salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang
dapat menghasilkan minyak. Pada 2013 meningkat menjadi 7,197,432 hektar.
Produksi CPO di indonesia juga semakin meningkat pada tahun 2013 mencapai
27,746,125 ton.
Sementara itu Crude Palm Oil (CPO) saat ini adalah sumber minyak
nabati terbesar di dunia. Menurut laporan dari Oil World pada tahun 2011. CPO
memberikan andil sekitar 27% atau setara dengan 46 juta ton terhadap total
minyak nabati di dunia. Sementara ini, sebagai negara dengan paling besar
penghasil CPO adalah Indonesia. Pabrik Kelapa Sawit yang berjumlah lebih dari
640 pabrik di seluruh Indonesia memproduksi CPO sekitar 23 juta ton atau 46%
dari total produksi CPO di dunia. Sebagai negara penghasil CPO dengan jumlah
produksi yang cukup tinggi, tentunya juga menghasilkan jumlah limbah yang
cukup banyak. Salah satu limbah yang dihasilkan adalah Limbah Bentonit atau
Spent Bleaching Earth.
Spent Bleaching Earth (SBE) adalah salah satu jenis limbah proses
penyulingan minyak sawit yang disebutkan bahwa 60 juta ton produksi minyak
sawit dunia menghasilkan 600 ribu ton limbah SBE. Pada umumnya industri
minyak akan membuang limbah SBE pada suatu lahan (landfill) tanpa adanya
perlakuan lebih lanjut. Padahal berdasarkan PP No. 85 tahun 1999, limbah SBE
dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya beracun (limbah B3). Karena
limbah SBE dapat menimbulkan polusi pada tanah, air maupun udara, serta dapat
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
3/25
2
juga menimbulkan reaksi pembakaran akibat jenuh dengan minyak yang tertahan.
Limbah Bentonit atau SBE memungkinkan untuk diregenerasi dan
dimanfaatkan kembali. Salah satunya pemanfaatan pada proses pemucatan /
bleaching CPO, yang mempunyai struktur berlapis dengan kemampuan
mengembang ( swelling ) dan memiliki kation-kation yang dapat ditukarkan. Pada
proses pemucatan/bleaching CPO digunakan bleaching earth/bentonit dengan
kadar antara 0.5% hingga 2.0% dari massa CPO (Young, 1987). Bleaching
earth/bentonit yang merupakan bahan aktif digunakan untuk menghilangkan atau
menyerap pigmen warna yang terdapat didalam CPO sehingga dihasilkan minyak
yang lebih jernih. Industri pemurnian CPO di Indonesia umumnya menggunakan
Ca-bentonit sebagai bleaching agent . Kebutuhan akan bleaching earth khususnya
bentonit setiap tahun semakin meningkat dengan berkembangnya industri minyak
nabati. Hal tersebut yang mendasari berbagai penelitian untuk merecovery
bentonit dari SBE.
Berbagai penelitian telah diupayakan untuk mengurangi limbah SBE
yang dihasilkan dari produksi CPO. Berdasarkan penelitian mengenai SBE
sebelumnya, pemilihan senyawa pengaktivasi SBE lebih menitikberatkan
penggunaan senyawa asam dibandingkan senyawa basa. Sisa ekstraksi minyak
dari SBE dapat diregenerasi untuk proses pemucatan / bleaching CPO. Oleh sebab
itu, dalam penelitian kali ini SBE mengalami proses lebih lanjut untuk
diregenerasi dengan pemilihan aktivator senyawa basa dan penentuan optimasi
waktu pengadukkan paling optimal demi menghasilkan regenerasi SBE yang baik.
Karakterisasi dilakukan dengan analisa visual SBE hasil regenerasi atau
RSBE. Analisa visual ini dilakukan dengan uji coba pencampuran larutan belau
pekat dengan perbandingan SBE 0.5 gram dan larutan belau 10 ml kemudian
diaduk selama 30 menit dan didiamkan selama satu jam. Analisa selanjutnya
dilakukan dengan pencampuran larutan SBE 1% dan diuji dengan pH meter
universal. Berikutnya mengetahui bulk density SBE yang ditimbang didalam gelas
ukur sebanyak 10ml. Karakterisasi selanjutnya menggunakan X-Ray Diffraction
(XRD) guna membandingkan struktur RSBE dan VBE, dengan dilakukan analisa
ini diharapkan dapat diketahui aktivasi dengan senyawa apa dan konsentrasi
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
4/25
3
berapa yang paling optimal.
1.2.
Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah
1) Metode apa yang digunakan pada regenerasi limbah SBE?
2) Apakah senyawa basa dapat digunakan untuk regenerasi limbah SBE?
3)
Perbandingan variabel optimum antara senayawa basa yang digunakan pada
limbah SBE?
4) Proses Regenerasi Bentonit pada limbah SBE?
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1) Mengetahui metode yang digunakan pada regenerasi limbah SBE.
2) Mengetahui senyawa basa yang dapat digunakan untuk regenerasi limbah
SBE.
3) Menemukan variabel optimum antara senyawa basa yang digunakan pada
limbah SBE.
4)
Memahami Proses Regenerasi Bentonit pada limbah SBE.
1.4. Hipotesa
Yang menjadi hipotesa pada penelitian ini adalah Spent Bleaching Earth
pada CPO itu dapat kita gunakan lagi dengan me regenerasi senyawa bentonit
yang terdapat didalamnya.
1.5. Ruang LingkupPenelitian
Yang menjadi variabel peubah pada penelitian ini adalah perlakuan pada
saat :
1) Waktu pencampuran SBE dengan senyawa aktivasi.
2) Konsentrasi senyawa aktivasi.
3) Senyawa aktivasi yang digunakan.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang kita dapatkan dalam melakukan penelitian ini adalah
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
5/25
4
1)
Kita dapat mengetahui Metode apa yang digunakan pada regenerasi limbah
SBE.
2) Kita dapat mengetahui senyawa basa dapat digunakan untuk regenerasi
limbah SBE.
3) Kita dapat mengetahui Perbandingan variabel optimum antara senayawa basa
yang digunakan pada limbah SBE.
4) Kita dapat mengetahui Proses Regenerasi Bentonit pada limbah SBE?
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
6/25
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Crude Palm Oil (CPO)
Minyak kelapa sawit (CPO) saat ini adalah sumber minyak nabati terbesar
di dunia. Menurut laporan oil world pada tahun 2011, Minyak kelapa sawit
memberikan andil sekitar 27% atau 46 juta ton terhadap total minyak nabati di
dunia. Produksi minyak nabati berikutnya diikuti oleh soybean, rapeseed dan
sunflower. Sementara itu, sebagai negara dengan paling besar penghasil minyak
kelapa sawit adalah Indonesia. Pabrik kelapa sawit (PKS) yang berjumlah lebih
dari 640 di seluruh Indonesia memproduksi CPO sekitar 23 juta ton atau 46% dari
total produksi CPO di dunia (Oil world, 2011).
Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya adalah
merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen
penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida. Seperti halnya
lemak dan minyak lainnya, minyak kelapa sawit terdiri atas trigliserida yang
merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak menurut reaksi
sebagai berikut ( 6,8 ):
Gambar 1. Trigliserida
(Sumber : Nurhida, 2004)
Bila R, = RZ = R3 atau ketiga asam lemak penyusunnya Sama maka
trigliserida ini disebut trigliserida sederhana, dan apabila salah satu atau lebih
asam lemak penyusunnya tidak sama maka disebut trigliserida campuran. Asam
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
7/25
6
lemak merupakan rantai hidrokarbon; yang setiap atom karbonnya mengikat satu
atau dua atom hidrogen ; kecuali atom karbon terminal mengikat tiga atom
hidrogen, sedangkan atom karbon terminal lainnya mengikat gugus karboksil.
Asam lemak yang pada rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut
asam lemak tidak jenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai
hidrokarbonnya karbonnya disebut dengan asam lemak jenuh. Secara umum
struktur asam lemak dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Struktur asam lemak
(Sumber : Nurhida, 2004)
gliserida, niakin tinggi titik beku atau titik cair minyak tersebut .Sehingga
pada suhu kamar biasanya berada pada fase padat. Sebaliknya semakin tidak
jenuh asam lemak dalam molekul trigliserida maka makin rendah titik helm atau
titik.cair minyak tersebut sehingga pada suhu kamar berada pada fase cair.
Minyak kelapa Sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang
tetap. Berikut ini adalah tabel dari komposisi trigliseri da dan tabel komposisi
asam lemak dari minyak kelapa sawit.
Selain trigliserida masih terdapat senyawa non trigliserida dalam jumlah
kecil. Yang termasuk senyawa non trigliserida ini antara lain : motibgliserida,
diglisrida, fosfatida, karbohidrat, turunan karbonidrat., protein, beberapa mesin
dan bahan-bahan berlendir atau getah ( gum) serta zat-zat berwarna yang
memberikan warna serta rasa dan bau yang tidak diinginkan. Minyak kelapa sawit
banyak digunakan di berbagai industri, baik untuk industri pangan ataupun
industri non pangan. Salah satunya adalah produk minyak goreng, Pada proses
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
8/25
7
produksi minyak goreng terdapat tahapan pemurnian CPO antara lain
penghilangan gum ( Degumming ), penghilangan asam lemak bebas (Netralisasi),
pemucatan warna ( Bleaching ) serta penghilangan bau (Deodorisasi) (Ketaren,
1986).
Senyawa phospatida yang terdapat dalam CPO merupakan senyawa lesitin
yang terdapat dalam radikal asam lemak yang berbentuk suspensi koloid,
sedangkan senyawa raffinase dan pentosan merupakan senyawa yang terbentuk
dari hasil degradasi protein yang ada dalam CPO, jumlahnya kecil dan berbentuk
suspensi. Senyawa karoten dalam CPO berbentuk pigmen (karotenoid) yang
menyebabkan minyak berwarna kuning atau merah. Senyawa sterol bersifat netral
dan tidak mudah tersabunkan. Senyawa hidrokarbon seperti sterol, keton, asam
butirat, tokoferol, dan lain-lain menyebabkan CPO ber-bau dan ber-rasa. Senyawa
gossypol berupa zat antioksidan, vitamin A, D, dan E (Ketaren, 1986).
Zat warna yang terdapat dalam CPO terdiri dari zat warna alamiah dan zat
warna dari hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna alamiah seperti ά dan β-
karoten, xanthofil, khlorofil, gossyfil, dan anthocyanin yang menyebabkan
minyak berwarna kuning, kuning coklat, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.
Sedangkan zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah biasanya
menyebabkan CPO berwarna gelap.
2.2 Spent Bleaching Earth (SBE)
Pada proses pemucatan CPO digunakan bleaching earth dengan kadar
antara 0.5% hingga 2.0% dari massa CPO (Young, 1987). Bleaching
earth merupakan bahan aktif yang digunakan untuk menghilangkan atau
menyerap pigmen warna yang terdapat didalam CPO sehingga dihasilkan minyak
yang lebih jernih. Bleaching earth yang digunakan di industri ada beberapa jenis
antara lain, bentonit, activated clay, dan arang aktif. Industri pemurnian CPO di
Indonesia umumnya menggunakan Ca-bentonit sebagai bleaching agent .
Kebutuhan akan bleaching earth khususnya bentonit setiap tahun semakin
meningkat dengan berkembangnya industri minyak nabati, namun disisi lain
bentonit tidak dapat diperbaharui.
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
9/25
8
Limbah dari proses pemucatan minyak terdiri dari dua komponen utama
yaitu minyak dan bentonit. Adapun minyak hasil recovery dapat digunakan
menjadi metil ester (biodiesel), hal tersebut dikarenakan minyak sudah tidak
lagi food grade artinya minyak sudah rusak (Young, 1987). Selain itu
pemanfaatan bentonit setelah recovery ialah untuk penggunaan kembali pada
proses pemucatan minyak dan juga untuk bahan baku briket. Pemanfaatan tersebut
sangat baik karena potensi limbah yang sangat tinggi dengan seiring
perkembangan industri pemurnian minyak sawit.
Komposisi limbah terbesar pada industri minyak atau CPO adalah Spent
Bleaching Earth, yaitu bahan limbah padat yang dihasilkan dari pemurnian
minyak goreng. Limbah ini masih mengandung 20-30% minyak nabati (Young,
1987). Pada umumnya industri minyak akan membuang spent bleaching
earth pada suatu lahan (landfill ). Tingginya kandungan minyak nabati pada spent
bleaching earth sangat potensial untuk dimanfaatkan sehingga perlu
dilakukan recovery, selain itu spent bleaching earth dapat dilakukan proses
regenerasi untuk digunakan kembali dalam proses pemurnian minyak nabati.
Bleaching earth bekas atau spent bleaching earth (SBE) merupakan
adsorben bekas pakai dari unit bleaching pada industri refinery CPO. Pada
industri ini, SBE merupakan limbah terbesar dengan kadar berkisar 0,5-2,0% dari
massa total CPO yang diolah [Young, 1987; Low dkk, 1996]. Produksi CPO tiap
tahun terus mengalami peningkatan, sehingga timbunan limbah ini akan terus
bertambah. Padahal berdasarkan PP No. 85 tahun 1999, SBE dikategorikan
sebagai limbah bahan berbahaya beracun (limbah B3). Karena SBE dapat
menimbulkan polusi pada tanah, air maupun udara, serta dapat juga menimbulkan
reaksi pembakaran akibat jenuh dengan minyak yang tertahan [Kucharz dkk,
1994].
Limbah Bentonit atau SBE memungkinkan untuk diregenerasi dan
dimanfaatkan kembali. Salah satunya pemanfaatan pada proses
pemucatan/bleaching CPO, yang mempunyai struktur berlapis dengan
kemampuan mengembang ( swelling ) dan memiliki kation-kation yang dapat
ditukarkan. Dengan asumsi pada tahun 2007, jika CPO yang dipakai di Indonesia
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
10/25
9
untuk proses bleaching sebesar 5 juta ton per tahun, maka dalam proses
pemurnian CPO diperlukan bleaching earth sebesar 100.000 ton per tahun.
Semakin banyak CPO yang di-bleaching maka jumlah SBE semakin meningkat
pula, dan akan membutuhkan lahan yang luas untuk mengatasi limbah B3 ini
secara landfill. Pemanfaatan limbah industri ini sangat penting dilakukan, terkait
dengan besarnya potensi limbah yang dihasilkan, dan perkembangan industri
refinery minyak nabati di Indonesia pada umumnya, khususnya di Riau yang
semakin pesat pertumbuhannya. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan
dilakukan proses regenerasi SBE, agar dapat dimanfaatkan kembali untuk
keperluan proses bleaching CPO.
2.3 Bentonit
Bentonit yang telah digunakan sebagai penyerap impurities pada CPO
lama- kelamaan akan terdeaktifasi, yang ditunjukkan dengan berkurangnya atau
bahkan sama sekali tidak mampu lagi mengadsorb impurities pada CPO. Hal ini
terjadi karena bentonit tersebut memang benar-benar sudah jenuh dikarenakan
seluruh pori-porinya telah terisi penuh atau karena sisi aktifnya tertutupi oleh
impurities. Untuk alasan tersebut perlu dilakukan suatu proses regenerasi bentonit
bekas yang bertujuan untuk membersihkan permukaan bentonit dari impurities
sehingga membuka ruang sisi aktif yang tertutup impurities yang memperbesar
luas permukaan pori dan volume spesifiknya.
Bentonit bekas memungkinkan untuk diregenerasi sehingga menghasilkan
daya pemucatan mendekati daya pemucatan bentonit baru. Hal ini dikarenakan
bentonit memiliki kemampuan untuk melakukan pertukaran ion selain itu
peristiwa adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi fisik yang bersifat reversibel. Gaya
yang dihasilkan pada adsorpsi fisik ini adalah gaya van der Waals dengan
membentuk ikatan hidrogen yang lemah sehingga mudah diputuskan. Zat yang
diadsorpsi bersifat reversibel, sehingga relatif mudah dilepaskan dari permukaan
adsorben dengan cara melakukan regenerasi.
Bentonit hasil regenerasi tersebut dapat digunakan kembali sebagai
adsorben pada pemucatan CPO, dengan cara ini maka dapat menghemat
penggunaan bentonit baru. Konsentrasi asam dan temperatur merupakan
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
11/25
10
parameter yang perlu diperhitungkan dalam menentukan kondisi optimum
regenerasi secara kimia-fisis. Regenerasi secara fisika dilakukan dengan
pemanasan yang bertujuan menguapkan senyawa-senyawa yang mudah menguap
seperti air, gas, asam dan zat-zat organik yang terperangkap dalam rongga
bentonit. Regenerasi secara kimia menggunakan asam yang bertujuan melarutkan
logam dan melepaskan impurities yang terdapat pada bentonit. Penelitian ini akan
meregenerasi bentonit bekas secara kimia-fisis yang merupakan gabungan dari
kedua metode di atas sehingga diharapkan daya adsorpsi bentonit yang telah
diregenerasi dapat mendekati daya adsorpsi bentonit baru ( fresh bentonite). Daya
pemucatan bentonit hasil regenerasi ditunjukkan oleh warna merah dan kuning
pada alat lovibond tintometer setelah bentonit hasil regenerasi dikontakkan
dengan CPO.
Bentonit adalah clay yang sebagian besar terdiri dari montmorillonit
dengan mineral-mineral minor seperti kwarsa, kalsit, dolomit, feldspars, dan
mineral minor lainnya. Montmorillonit merupakan bagian dari kelompok smectit
dengan komposisi kimia secara umum (Mg,Ca)O.Al2O3.5SiO2.nH2O. Bentonit
berbeda dari clay lainnya karena hampir seluruhnya (75%) merupakan mineral
montmorillonit. Mineral montmorillonit terdiri dari partikel yang sangat kecil
sehingga hanya dapat diketahui melalui studi mengunakan XRD ( X-Ray
Diffraction).
Struktur montmorillonit memiliki konfigurasi 2:1 yang terdiri dari dua
silikon oksida tetrahedral dan satu alumunium oksida oktahedral. Pada tetrahedral,
4 atom oksigen berikatan dengan atom silikon di ujung struktur. Empat ikatan
silikon terkadang disubtitusi oleh tiga ikatan alumunium. Pada oktahedral atom
alumunium berkoordinasi dengan enam atom oksigen atau gugus-gugus hidroksil
yang berlokasi pada ujung oktahedron. Al3+ dapat digantikan oleh Mg2+, Fe2+,
Zn2+, Ni+, Li+ dan kation lainnya. Subtitusi isomorphous dari Al3+ untuk Si4+ pada
tetrahedral dan Mg2+ atau Zn2+ untuk Al3+ pada oktahedral menghasilkan muatan
negatif pada permukaan clay, hal ini diimbangi dengan adsorpsi kation di lapisan
interlayer (Alemdar, et. al., 2005).
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
12/25
11
Adanya atom-atom yang terikat pada masing-masing lapisan struktur
montmorillonit memungkinkan air atau molekul lain masuk di antara unit lapisan.
Akibatnya kisi akan membesar pada arah vertikal. Selain itu karena adanya
pergantian atom Si oleh Al menyebabkan terjadinya penyebaran muatan negatif
pada permukaan bentonit. Bagian inilah yang disebut sisi aktif (active site) dari
bentonit dimana bagian ini dapat menyerap kation dari senyawa-senyawa organik
atau dari ion-ion senyawa logam. Berdasarkan pada sifat penyerapan dan sifat
katalis yang dimiliki oleh bentonit, bentonit banyak digunakan dalam berbagai
aplikasi industri sebagai adsorben pestisida, adsorben kotoran binatang, katalis
dan penunjang katalis, bahan pemucat (bleaching earth) dalam industri minyak
sawit dan berbagai industri farmasi. Penggunaan ini didasarkan oleh ketersediaan
bentonit yang ada di alam.
Di alam, bentonit terdiri atas dua jenis, yaitu natrium bentonit dan kalsium
bentonit yang keduanya dapat dibedakan dari sifat mengembang ( swelling ) bila
dicelupkan ke dalam air.
1)
Natrium bentonit
Memiliki kemampuan mengembang delapan kali lipat bila dicelupkan ke
dalam air dan membentuk suspensi kental setelah bercampur air dengan
pH 8.5 - 9.8. Dapat dimanfaatkan sebagai pengisi ( filler ), lumpur
pemboran, bahan pencampur dalam pembuatan cat, bahan baku farmasi
dan sebagainya.
2)
Kalsium bentonit
Kurang mengembang bila dicelupkan ke dalam air dan suspensinya
memiliki pH 3 - 7. Kalsium bentonit digunakan sebagai bahan pemucat
warna (bleaching earth) pada industri minyak sawit, zat pemisah pada
pengilangan minyak bumi, perusahaan bir dan sebagainya.
Dalam keadaan kering bentonit mempunyai sifat fisik berupa partikel
butiran yang halus berbentuk rekahan-rekahan atau serpihan yang khas seperti
tekstur pecah kaca (concoidal fracture), kilap lilin, lunak, plastis, berwarna
kuning muda hingga abu-abu, bila lapuk berwarna coklat kekuningan, kuning
merah atau coklat, bila diraba terasa licin, dan bila dimasukan ke dalam air akan
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
13/25
12
menghisap air. Sifat fisik lainnya berupa:
1) Massa jenis: 2,2-2,8 g/L
2) Indeks bias: 1,547-1,557
3)
Titik lebur: 1330-1430oC
Bentonit termasuk mineral yang memiliki gugus aluminosilikat . Unsur-
unsur kimia yang terkandung dalam bentonit diperlihatkan pada Tabel 2.1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Bentonit
Senyawa Na-Bentonit (%) Ca-Bentonit (%)
SiO2
Al2O3Fe2O3
CaO
MgO
Na2O
K2O
H2O
61,3-61,4
19,83,9
0,6
1,3
2,2
0,4
7,2
62,12
17,335,30
3,68
3,30
0,50
0,55
7,22
Sumber: Puslitbang Tekmira, 2002
Partikel bentonit bermuatan negatif yang diimbangi dengan kation yang
dapat dipertukarkan dan terikat lemah (Na, Ca, Mg, atau K). Adanya kation yangdapat dipertukarkan ini memungkinkan bentonit memisahkan logam berat dari air,
dan juga memisahkan senyawa organik kationik melalui mekanisme pertukaran
ion.
2.4 Regenerasi Spent Bleaching Earth
Pada prinsipnya bleaching earth bekas memiliki kemampuan adsorpsi
yang rendah, tetapi jika di-regenerasi dengan cara pemanasan, dan penambahan
media maka daya adsorpsinya akan meningkat. Proses regenerasi pada SBE dapat
dilakukan secara fisika dan kimia. Proses daur ulang secara fisika dapat dilakukan
dengan cara mengaktivasi bleaching earth bekas tersebut dengan metode
pemanasan (Wambu et al, 2009), dan proses daur ulang secara kimia dapat
dilakukan dengan bantuan media activator, seperti asam phospat (H3PO4),
hydrogen peroksida (H2O2). Bleaching earth bekas pada dasarnya merupakan
campuran antara fresh bleaching earth dengan senyawa hidrokarbon yang berasal
dari CPO. Senyawa hidrokarbon ini dengan proses pemanasan akan menjadi arang
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
14/25
13
(coke). Arang yang terbentuk dengan bantuan asam phospat dapat meningkatkan
permukaan aktif bleaching earth bekas yang diregenerasi.
Dalam hal ini, bleaching earth bekas adalah kalsium-bentonit yang terdiri
dari lebih 80% mineral monmorillonit mempunyai struktur bertingkat dan
kapasitas pertukaran ion yang aktif di bagian dasar. Oleh karena itu, strukturnya
dapat diganti seperti struktur bagian dasar dengan cara penambahan media
pengaktif seperti H3PO4 atau H2O2. Bahan kimia tersebut akan menyebabkan
penggantian ion-ion K +, Na+, dan Ca+2 serta H+ dalam ruang interlamelar, serta
akan melepaskan ion-ion Al+3, Fe+3, dan Mg+2 dari kisi strukturnya sehingga
menjadi lempung aktif. Aktivitas permukaan aktif adsorben bekas ini dipengaruhi
oleh konsentrasi bahan kimia pengaktif, biasanya dipakai H3PO4. Selain pengaruh
konsentrasi bahan kimia pengaktif, perlu diperhatikan sifat dasar, distribusi
ukuran artikel, pH, dan nilai SiO2 atau Al2O3. Selain hal tersebut, beberapa faktor
yang mempengaruhi proses regenerasi atau re-aktivasi yaitu suhu pemanasan,
waktu pemanasan dan tekanan.
2.4 Natrium Hidroksida
Natrium hidroksida merupakan suatu basa kuat yang sangat mudah larut
dalam air. Senyawa ini biasa disebut sebagai soda kaustik, atau soda api karena
sifatnya yang terasa panas dan licin jika terkena kulit. NaOH merupakan senyawa
ionic yang memiliki titil lebur 3180C dan titik didih 13900C. NaOH sangat mudah
larut dalam air dan kelarutannya bersifat eksotermis.
NaOH dapat dibuat dengan elektrolisis brine (larutan NaCl, garam dapur).
Elektrolisis ini menghasilkan gas chlor (Cl2) di anode dan gas hidrogen (H2) di
katode menurut reaksi redoks sebagai berikut,
Katoda: 2 H+(aq) + 2 e – → H2 (g)
Anoda: 2 Cl – → Cl2 (g) + 2 e –
2 Na+ + Cl- + 2H2O → Cl2 + H2 + 2 Na+ + OH-
akan tetapi proses ini memakan jumlah listrik yang sangat banyak yaitu
sekitar 30000 ampere.
NaOH banyak digunakan didalam laboratorium kimia adalah untuk reagen
sumber ion hidroksida, OH-. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa basa NaOH
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
15/25
14
sangat mudah larut. Selain itu, NaOH juga banyak digunakan sebagai standar
sekunder pada eksperimen titrasi asam basa. Akan tetapi, penyimpanan larutan
NaOH yang telah distandarisasi harus dalam ruang tertutup karena sifat NaOH
yang bersifat higroskopis membuta larutannya juga mudah untuk menyerap gas
CO2 dalam atmosfer. Hal ini akan mempengaruhi konsentrasi larutan NaOH
sendiri. Dalam laboratorium kimia organic, nNaOH juga sering digunakan sebagai
reagen basa disamping KOH.
Dalam dunia industri, NaOH banyak digunakan dalam industri pembuatan
sabun, detergen, industri tekstil, pemurnian minyak bumi, dan pembuatan
senyawa natrium lainnya. Berdasarkan sifatnya yang merupakan basa, NaOH
banyak digunakan sebagai bahan pembuat sabun. Kotoran yang kebanyakan
berupa lemak akan disabunkan oleh NaOH sehingga sabun hasil reaksi
penyabunan ini akan larut dalam air membentuk misel. Tetapi sekarang ini sabun
yang menggunakan bahan aktif basa NaOH sudah tidak banyak lagi digunakan,
karena sabun ini akan menjadi tidak aktif jika air yang digunakan bersifat sadah.
Tabel 2. Sifat fisika dan kimia NaOH
Karakteristik Nilai
Massa molar
Wujud
Specific gravity
Titik leleh
Titik didih
Kelarutan dalam air
Kebasaan (pKb)
40 g/mol
Zat padat putih
2,130
318,4oC (591K)
1390oC (1663K)
Sangat larut
~2,43
Sumber: S Saadi, 2015
2.5 Ammonium Hidroksida
Karakteristik Nilai
Massa molar
Kelarutan
Titik leleh
35,04 g/mol
Jauh larut
-91,5oC
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
16/25
15
Titik didih
Spesific grafity
pH
24,7oC
0,9 (28% NH4OH)
11,6
Sumber: Anonim, 2011
2.6 X-Ray Di ff raction
Sinar X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun
1895. Karena asalnya tidak diketahui waktu itu maka disebut sinar-X. Sinar X
digunakan untuk tujuan pemeriksaan yang tidak merusak pada material maupun
manusia. Disamping itu, sinar X dapat juga digunakan untuk menghasilkan poladifraksi tertentu yang dapat digunakan dalam analisis kualitatif dan kuantitatif
material. Pada waktu suatu material dikenai sinar X, maka intensitas sinar yang
ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan
adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam
material tersebut.Berkas sinar X yang dihamburkan tersebut ada yang saling
menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan
karena fasanya sama. Berkas sinar X yang saling menguatkan itulah yang disebut
sebagai berkas difraksi.
Hukum Bragg merupakan perumusan matematika tentang persyaratan
yang harus dipenuhi agar berkas sinar X yang dihamburkan tersebut merupakan
berkas difraksi. Sinar X dihasilkan dari tumbukan antara elektron kecepatan tinggi
dengan logam target. Dari prinsip dasar ini, maka dibuatlah berbagai jenis alat
yang memanfaatkan prinsip dari Hukum Bragg ini. XRD atau X-Ray Diffraction
merupakan salah satu alat yang memanfaatkan prinsip tersebut dengan
menggunakan metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering
digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa
kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta
untuk mendapatkan ukuran partikel. Bahan yang dianalisa adalah tanah halus,
homogenized, dan rata-rata komposisi massal ditentukan.
Dasar dari prinsip pendifraksian sinar X yaitu difraksi sinar-X terjadi pada
hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik.
Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
17/25
16
yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi
kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg:
n.λ = 2.d.sin θ ; n = 1,2,...
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada
sampel kristal,maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki
panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar
yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai
sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel,
makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul
pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu
dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran
ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua
jenis material. Standar ini disebut JCPDS. Prinsip kerja XRD secara umum adalah
sebagai berikut : XRD terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X, tempat
objek yang diteliti, dan detektor sinar X. Sinar X dihasilkan di tabung sinar X
yang berisi katoda memanaskan filamen, sehingga menghasilkan elektron.
Perbedaan tegangan menyebabkan percepatan elektron akan menembaki objek.
Ketika elektron mempunyai tingkat energi yang tinggi dan menabrak elektron
dalam objek sehingga dihasilkan pancaran sinar X. Objek dan detektor berputar
untuk menangkap dan merekam intensitas refleksi sinar X. Detektor merekam dan
memproses sinyal sinar X dan mengolahnya dalam bentuk grafik.
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
18/25
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
1) Tempat : Laboratorium unit proses, teknik kimia universitas
sriwijaya, sumatera selatan, indonesia.
2) Waktu : 25 maret 2016 – 25 juli 2016
3) Pada penelitian ini dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut :
a) Studi literatur
b)
Persiapan bahan baku, zat dan peralatan penelitian
c) Proses penelitian.
d) Analisis data dari hasil yang diperoleh
3.2. Peralatan dan Bahan Penelitian
3.2.1. Alat Penelitian
1)
Batang pengaduk
2)
Labu ukur
3) Hotplate
4)
Kertas saring
5) Aluminium foil
6) Porselen
7)
Oven
8) furnace
9)
pH meter
10)
Neraca analitik
11) Erlemenyer
12) Beker gelas
13) Corong pemisah
3.2.2. Bahan Penelitian
1) Limbah SBE dari perusahaan pengolahan minyak kelapa sawit PT Sinar
Mas
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
19/25
18
2)
NaOH
3)
4) Aquadest
3.3. Prosedur Penelitian
1.
SBE yang telah digerus hingga berukuran 325 mesh kemudian dicampurkan
dengan NH4OH pada konsentrasi 0.5M menjadi tiga sampel dengan
perbandingan SBE dan NH4OH 1:5 (w/w). Campuran diaduk diatas hot plate
stirrer dengan temperatur 100ºC dan kecepatan rata-rata 800 rpm dengan
variasi waktu masing-masing selama 0,5jam, 1jam, dan 1,5jam.
2. Kemudian campuran disaring untuk memisahkan padatan dan cairannya
menggunakan kertas saring.
3. Padatan yang terdapat pada kertas saring kemudian dimasukkan kedalam
oven pada temperatur 100ºC selama 12 jam untuk proses pengeringan.
4.
Padatan yang telah kering kemudian dilakukan proses pembakaran dalam
furnace pada suhu 400ºC dan ditahan selama 1 jam.
5. Setelah didapatkan waktu pengadukkan optimal dari masing-masing sampel
yang diuji, tahapan selanjutnya melakukan penanganan SBE menggunakan
waktu optimal yang telah ditemukan dan diulangi untuk senyawa NH4OH
dan NaOH dengan variasi konsentrasi.
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
20/25
19
Gambar 3.1 Blok Diagram proses regenerasi SBE
Pre-treatment
Pencampuran
Pengendapan
1. NaOH/NH4OH 300 ml
dengan konsentrasi
1M/0,7M/0,5M/0,2M/0,1
M
2. SBE 60 gram
3. 30 menit/ 1 jam / 1,5 jam,
100ºC
4. Magnetic Stirrer
Di endapan selama 1 malam
dan dipisahkan menggunakan
kertas saring.
Penyiapan bahan baku :
1. Limbah SBE digerus
hingga berukuran 325mesh
2. Konsentrai senyawaaktivasi
Pengeringan -Mengurangi kadar air
dengan oven 105ºC selama24 jam
aktivasi Dengan furnace pada suhu400ºC ditahan 1 jam
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
21/25
20
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENGAMATANPada hasil pengamatan ini analisa yang kita gunakan adalah analisa tes PH
dan tes blau. Pada analisa tes meter didapatkan hasil pada pengadukan selama
30menit;60menit;90menit berturut-turut adalah 6;5;6.
Gambar 4.1. analisa ph meter
Pada hasil tes blau yang dilakukan dengan menggunakan pengamatan
langsung hasil yang paling baik didapatkan pada percobaan pengadukan selama
60menit.
Gambar 4.2. analisa tes blau
Setelah didapatkan waktu pengadukan yang optimum, dilanjutkan dengan
menggunakan metode yang sama dengan variabel konsentrasi yang belum dicoba
Dari hasil analisa menggunakan pH meter didapatkan hasil pada konsentrasi
1M;0,75M;0,5M;0,25M;0,1M berturut-turut adalah 5;5;6;6;6. Pada hasil tes blau
yang dilakukan dengan menggunakan pengamatan langsung hasil yang paling
baik didapatkan pada percobaan menggunakan konsentrasi 1M.
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
22/25
21
Gambar 4.3. hasil regenerasi SBE
4.2. Pembahasan
Pada penelitian Regenerasi Bentonit dengan Aktivator Senyawa Basa
dalam Limbah Spent Bleaching Earth digunakan NH4OH sebagai senyawa
aktivasi sebanyak 100 ml dengan konsentrasi 1 M; 0,75 M; 0,5 M; 0,25 M dan 0,1
M. Waktu pencampuran senyawa basa dan limbah SBE digunkan perbandingan
waktu 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Proses dari penelitian Regenerasi
Bentonit dengan Aktivator Senyawa Basa dalam Limbah Spent Bleaching Earth
yaitu dimulai dengan pretreatment bahan dan alat yang akan diujikan, dimana
pada penelitian ini bahan dan alat yang digunakan antara lain Limbah SBE (60gr),
NH4OH (1M 300ml), Aquadest, Labu ukur, Gelas Kimia, Spatula, Hotplate.
kemudian tahap selanjutnya yaitu Pencampuran dengan variasi waktu 0,5 jam; 1
jam; dan 1,5 jam. Pencampuran yang dilakukan yaitu pencampuran antara
senyawa NH4OH dengan Limbah SBE dimana Limbah SBE yang digunakan
sebanyak 60 ml dicampurkan dengan senyawa basa NH4OH sebanyak 100 ml dan
dipanaskan pada suhu 100ºC, Pencampuran ini supaya lebih homogen dibantu
dengan adanya magnetic stirrer. Kemudian tahap selanjutnya yaitu pengendapan
menggunakan kertas saring. Yang terakhir yaitu pengeringan yang tujuan untuk
mengurangi kadar air, tahap pengeringan ini dilakukan di dalam oven pada suhu
100ºC selama 24 jam. Dari hasil analisa menggunakan pH meter didapatkan hasil
pada pengadukan selama 0,5 jam; 1 jam; 1,5 jam berturut-turut adalah 6; 5; 6.
Pada hasil tes blau yang dilakukan dengan menggunakan pengamatan langsung
hasil yang paling baik didapatkan pada percobaan dengan pengadukan selama 1
jam. Setelah didapatkan waktu pengadukan yang optimum, dilanjutkan dengan
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
23/25
22
menggunakan metode yang sama dengan variabel konsentrasi yang belum dicoba.
Dari hasil analisa menggunakan pH meter didapatkan hasil pada konsentrasi 1M;
0,75M; 0,5M; 0,25M; 0,1M berturut-turut adalah 5; 5; 6; 6; 6. Pada hasil tes blau
yang dilakukan dengan menggunakan pengamatan langsung hasil yang paling
baik didapatkan pada percobaan menggunakan konsentrasi 1M. Maka Hasil
terbaik yang didapatkan Pada penelitian Regenerasi Bentonit dengan Aktivator
Senyawa Basa dalam Limbah Spent Bleaching Earth dengan menggunakan
NH4OH 1M dengan waktu pengadukan 60menit.
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
24/25
23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Metode yang digunakan pada regenerasi limbah SBE adalah metode Fisika
dan Kimia.
2. Senyawa basa yang dapat digunakan untuk regenerasi limbah SBE adalah
Senyawa Basa NH4OH.
3.
Variabel yang paling optimum adalah menggunakan NH4OH 1M dengan
waktu pengadukan 60menit.
4.
Proses Regenerasi Bentonit pada limbah SBE yaitu Pretreatment alat dan
bahan, Pencampuran, Pengendapan dan Pengeringan.
5.2 Saran
Diharapkan pada penelitian selanjutnya Dapat melakukan regenerasi
dengan waktu aktivasi yang optimum dan dilakukan uji adsorben yang dihasilkan
dengan menggunakan alat instrument untuk mengetahui kualitas dari adsorben
yang dihasilkan.
-
8/18/2019 Regenerasi Bentoni - OPM - Kel. 1
25/25
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A. Optimasi Ekstraksi Spent Bleaching Earth dalam Recovery Minyak
Sawit. Skripsi Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Kimia Universitas
Indonesia.
Anonim. 2009. MSDS Ammonium Hidroksida. Online: http://dokumen.tips/docu
ments /msds-amonium-hidroksida.html. Diakses pada tanggal 25 maret
2016.
Anonim. 2009. MSDS Natrium Hidroksida. Online: www.itokindo.org. (Diakses
pada tanggal 25 maret 2016)
Anonim. 2011. Teknologi Pengolahan Limbah Kelapa Sawit. Online:
http://sawitindonesia.com/inovasi/teknologi-pengolahan-limbah-pabrik-kel
apa-sawit. (Diakses pada tanggal 25 maret 2016)
Barkatul A., dkk. Regenerasi Spent Bleaching Earth (SBE) dan Aplikasinya pada
Adsorbsi Ion Cu(II), Jurnal Jurusan Teknik Kimia Universitas Riau.
Daniel S Bath, Jenal M Siregar, M Turmuzi Lubis. Penggunaan Tanah Bentonit
sebagai Adsorben Logam Cu. Jurnal Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
Masya. 2011. Recovery Limbah SBE. Online: https://callmecrysant.word
press.com/2011/02/09/recovery-limbah-sbe/. (Diakses pada tanggal 25
maret 2016)
Meldia, E., dkk. Regenerasi Bentonit bekas secara Kimia Fisika dengan Aktivator
Asam Klorida dan Pemanasan pada proses pemucatan CPO. Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Lampung, Lampung.
Ratnasari, D., dkk. 2009. Alat XRD. Online: http://kimia.ft.uns.ac.id/file
/Kuliah/Kimia%20Fisika/Tugas%20I/XRD%20III.pdf. (Diakses pada
tanggal 25 maret 2016)