Refrat Obat Anestesi Rila

download Refrat Obat Anestesi Rila

of 69

Transcript of Refrat Obat Anestesi Rila

Referat

OBAT ANESTESIA

OLEH : RILA RIVANDA 06120090

PRESEPTOR:

Dr. Nasman Puar, Sp.An

BAGIAN ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG 20111

ABSTRACT

Anesthesia

generally

means

an

act

of

relieving

pain

while

performing surgery and other procedures that cause pain in the body. The ideal anesthetic showed three main effect which are known as the Triassic of Anesthesia, namely the hypnotic effect, the effect of analgesia and muscle relaxation effects. To achieve these objectives, the drugs of anesthesia consisted of inhalation anesthetics, intravenous anesthetics, local anestehetics, analgesics and muscle relaxan.

A good anesthetic drugs must meet the triad of anesthesia that is, the hypnotic effect, the effect of analgesia and muscle relaxation effects. However, from a variety of anesthetic drugs that have a triad only ether anesthesia. Nowadays, modern anesthesia is currently using drugs other than ether, then the anesthesia is obtained by combining a variety of drugs. Perfect anesthesia induction period and is a short and comfortable recovery period, anesthesia-stage transitionoccurs rapidly, perfect muscle relaxation, was quite safe, and do not cause toxic effects or severe side effects in the usual dose of anesthetic. This paper will explain the characteristics and clinical pharmacology of each drug inhalation anesthetics such as anesthesia, intravenous anesthesia, local anesthesia,analgesia and muscle relaxan.

Keywords: Anesthesia, anesthetic drugs, anesthetic pharmacodynamics, pharmacokinetics of anesthetic drugs.

2

ABSTRAK

Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anestesi yang ideal menunjukkan tiga efek utama yang dikenal sebagai Trias Anestesi, yaitu efek hipnotik, efek analgesia, dan efek relaksasi otot. Untuk mencapai tujuan tersebut, obat-obatan anesthesia terdiri dari anestesi inhalasi, anestesi intravena, anestesi lokal, analgetik dan relaksan otot. Obat anestesi yang baik harus memenuhi trias anestesi yaitu, efek hipnotik, efek analgesia dan efek relaksasi otot. Akan tetapi, dari berbagai obat anestesi hanya eter yang memiliki trias anestesia. Oleh arena itu, anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka anestesi diperoleh dengan menggabungkan berbagai macam obat. Anestesi yang sempurna adalah yang masa induksi dan masa pemulihannya singkat dan nyaman, peralihan stadium anestesinya terjadi cepat, relaksasi ototnya sempurna, berlangsung cukup aman, dan tidak menimbulkan efek toksik atau efek samping berat dalam dosis anestetik yang lazim. Dalam makalah ini akan dijelaskan karakteristik serta farmakologi klinik dari masing-masing obat anestesi antara lain anestesi inhalasi, anestesi intravena, obat anestesi lokal, analgesia dan relaxan otot. Kata kunci : Anestesi, obat-obat anestesi, farmakodinamik obat anestesi, farmakokinetik obat anestesi.

3

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i Daftar Isi........................................................................................................... ii Abstrak ............................................................................................................. iv Abstract ............................................................................................................ v BAB I. PENDAHULUAN I. 1 . Latar Belakang ................................................................................... 1I. 2 Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II. FARMAKOLOGI OBAT-OBATAN ANESTESIII. 1 Anestesi Inhalasi ................................................................................ 4

A. Eter.. 4 B. Halotan ... 4 C. Enfluran .. 5 D. Desfluran 6 E. Isofluran . 6 F. Sevofluran .. 7 G. Metoksifluran . 8 H. Nitrous Oksida .... 8 I. Xenon . 94

II. 2 Anestesi Intravena ............................................................................. 9 A. Propofol . 10 B. Etomidate .. 15 C. Barbiturate ..... 15 D. Benzodiazepine . 18 E. Ketamin ..... 24

II. 3 Anestesi Lokal .. 31A. Dibukain ... 33

B. Lidokain 33C. Mepivakain ... 35 D. Prilokain 36 E. Bupivakain 37

F. Naropin . 38G. Duranest (etidokain ). 41 II. 4 Analgetik .. 42 A. Morfin .. 44

B. Meperidin . 49 C. Fentanyl 50 D. Tramadol .. 54II. 5 Relaksan ... 54

A. Suksinilkolin.. 57 B. Pankuronium bromide .. 58 C. Vecuronium .. 58 D. Atracurium 59 BAB III. KESIMPULAN 60 Daftar Pustaka...................................................................................................55

5

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846 yang artinya tidak ada rasa sakit.1 Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan kesadaran. Pada operasi-operasi daerah tertentu seperti operasi pada bagian perut, maka selain hilangnya rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar.2 Obat anestesi yang baik harus memenuhi trias anestesi yaitu, efek hipnotik, efek analgesia dan efek relaksasi otot. Akan tetapi, dari berbagai obat anestesi hanya eter yang memiliki trias anestesia. Oleh karena itu anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka anestesi diperoleh dengan menggabungkan berbagai macam obat.2

6

Obat anestesi dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu anestesi lokal yang merupakan penghilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran dan anestesi umum sebagai penghilang rasa sakit yang disertai hilangnya kesadaran. Semua zat anestesi umum menghambat susunan saraf secara bertahap, mula-mula fungsi yang kompleks akan dihambat dan yang paling akhir adalah medula oblongata yang mengandung pusat vasomotor dan pusat pernafasan yang vital. Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter menjadi 4 stadium, yaitu stadium analgesia, stadium delirium, stadium pembedahan dan stadium paralisis medulla.1 Obat anestetik lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada setiap bagian saraf. Pemberian anestetik lokal pada kulit akan menghambat transmisi impuls sensorik, sebaliknya pemberian anestetik lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis sensorik dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Mekanisme kerja anestetik lokal adalah mencegah konduksi dan timbulnya impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel.1 Prinsip dasar farmakologi obat anestetik, meliputi transfer membran, absorbsi, metabolisme, distribusi dan eliminasi obat. Pada anestetik lokal, peristiwa farmakologik ini lebih sederhana tanpa mempengaruhi pusat kesadaran di SSP.1 Kepentingan utama farmakologi anestetik secara klinis adalah dalam menentukan dosis yang optimal untuk suatu obat, dimana dalam selang dosis tersebut obat akan mempunyai efek terapi tanpa menimbulkan efek toksik. Seberapa besar jumlah yang diperlukan ditentukan dengan menentukan tingkat konsentrasi minimal yang dapat menimbulkan efek separuh dari efek terapi yang diharapkan, dan tingkat konsentrasi maksimal yang umumnya ditentukan pada jumlah konsentrasi obat.3 I. 2. Tujuan Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini antara lain untuk memenuhi salah satu penilaian kognitif pada masa Kepaniteraan Klinik di bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Selain itu, tujuan penulisan tinjauan pustaka

7

ini juga untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan bagi pembaca terutama mengenai obat-obat anestesi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1. Anestesi Inhalasi Obat anestesia inhalasi adalah obat anestesia yang berupa gas atau cairan mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien. Campuran gas atau uap obat anestesia dan oksigen masuk mengikuti udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler sesuai dengan sifat fisik masing-masing gas.2 Anestesi inhalasi adalah obat yang paling sering digunakan pada anestesia umum. Penambahan sekurang-kurangnya 1% anestetik volatil pada oksigen inspirasi dapat menyebabkan keadaan tidak sadar dan amnesia, yang merupakan hal yang penting dari anestesia umum. Bila ditambahkan obat intravena seperti opioid atau benzodiazepin, serta menggunakan teknik yang baik, akan menghasilkan keadaan sedasi/hipnosis dan analgesi yang lebih dalam. Kemudahan dalam pemberian (dengan inhalasi sebagai contoh) dan efek yang dapat dimonitor membuat anestesi inhalasi disukai dalam praktek anestesia umum. Tidak seperti anestetik intravena, kita dapat menilai konsentrasi anestesi inhalasi pada jaringan dengan melihat nilai konsentrasi tidal akhir pada obat-obat ini. Sebagai tambahan, penggunaan gas volatil anestesi

8

lebih murah penggunaanya untuk anestesia umum. Hal yang harus sangat diperhatikan dari anestesi inhalasi adalah sempitnya batas dosis terapi dan dosis yang mematikan. Sebenarnya hal ini mudah diatasi,dengan memantau konsentrasi jaringan dan dengan mentitrasi tanda-tanda klinis dari pasien. 2 Obat anestesi inhalasi biasanya dipakai untuk pemeliharaan pada anestesi umum, akan tetapi juga dapat dipakai sebagai induksi, terutama pada pasien anakanak. Gas anestesi inhalasi yang banyak dipakai adalah isofluran dan dua gas baru lainnya yaitu sevofluran dan desfluran. sedangkan pada anak-anak, halotan dan sevofluran paling sering dipakai. Walaupun dari obat-obat ini memiliki efek yang sama (sebagai contoh : penurunan tekanan darah tergantung dosis), namun setiap gas ini memiliki efek yang unik, yang menjadi pertimbangan bagi para klinisi untuk memilih obat mana yang akan dipakai. Perbedaan ini harus disesuaikan dengan kesehatan pasien dan efek yang direncanakan sesuai dengan prosedur bedah. 2

A. Eter Eter merupakan obat anestesi inhalasi yang orisinal dibuat oleh Valerius Cardus pada tahun 1540, dengan memanaskan etil alkohol dengan asam sulfur dibawah suhu 130 oC. Eter tidak berwarna , mudah menguap, dan berbau khas. Eter tidak bereaksi dengan soda lime, mudah terbakar atau meledak, dan dapat terurai oleh cahaya, panas, atau udara.4 Secara farmakologi klinis, eter mempengaruhi sejumlah fungsi sistem organ tubuh. Eter mampu meningkatkan denyut nadi, merangsang simpatis, dan mendepresi vagal. Aritmia jarang terjadi. Frekuensi napas bertambah pada permulaan anestesi, dan kemudian melambat. Sekresi saluran napas meningkat. Tekanan intrakranial juga meningkat akibat dilatasi pembuluh darah otak.5 Rangsangan sentral simpatis menimbulkan peningkatan katekolamin plasma, dengan konsekuensi peningkatan denyut jantung, produksi glikogen bertambah, disertai peningkatan kadar gula darah. Mual dan muntah dapat merupakan komplikasi

9

saluran cerna akibat menurunnya otot tonus gastrointestinal. Relaksasi otot sangat baik pada penggunaan eter.5 Keuntungan penggunaan eter adalah harganya yang murah dan mudah didapat, tidak perlu digabung dengan obat anestesi lain, karena memenuhi trias anestesi. Penggunaan alat dan metode sederhana memungkinkan eter sangat portabel. Batas keamanan eter juga cukup lebar sehingga mudah digunakan.3 Kelemahan eter antara lain sifatnya yang mudah terbakar dan meledak, bau yang tidak enak dan iritatif, hipersekresi kelenjar ludah, serta menyebabkan hiperglikemia dan mual muntah.3 B. Halotan Halotan merupakan anestetik umum inhalasi dengan nama IUPAC 2-bromo2-kloro-1,1,1-trifluoroetan. Halotan merupakan satu dari dua agen anestetik inhalasi yang terdaftar dalam formulasi WHO 2004 untuk anestesi induksi dan pemeliharaan, selain eter. Perbedaannya adalah, halotan merupakan agen anestetik yang bersifat terfluorinasi.2 Halotan memiliki karakter fisik bersih, tidak berwarna, tidak mudah terbakar, dan tidak iritatif. Titik didih 50,30C. Dekomposisi dapat terjadi setelah pemajanan sinar, dan untuk menghindari hal ini, halotan perlu ditambahkan timol 0,01%.2 Untuk induksi anestesi, halotan diberikan dengan konsentrasi 2 4% v/v pada dewasa, dan 1,52 % v/v pada anak-anak, dan diberikan bersama oksigen atau campuran oksigen-nitrous oksida. Induksi dapat dimulai dengan konsentrasi 0,5% v/v dan secara bertahap dititrasi dengan meningkatkan dosis ke level tertentu. Untuk dosis pemeliharaan dewasa dan anak-anak adalah 0,5 2 % v/v. Untuk orang tua, dosis dapat dikurangi.4 Penggunaan halotan perlu mempertimbangkan fisiologis hepar, karena halotan secara bermakna dapat memicu hepatitis fulminan. Halotan juga bersifat mendepresi miokardial sehingga menyebabkan bradikardi dan hipotensi. Peningkatan sensitivitas terhadap katekolamin mampu menyebabkan aritmia jantung. Efek samping lainnya

10

adalah PONVS (Postoperative nausea, vomiting, and Shivering), peningkatan tekanan intrakrnial, penurunan aliran darah renal dan GFR, hipertermia. 5 C. Enfluran Enfluran merupakan eter terhalogenasi yang telah digunakan sebagai anestesi inhalasi sejak dikembangkan tahun 1963. enfluran memiliki nama kimia 1-kloro1,1,2,-trifluoroetil-difluorometil-eter. Memiliki titik didih pada 56,5oC. Nilai MAC adalah 1,68. Induksi dengan enfluran terjadi secara cepat dan lancar. Jarang terdapat mual dan muntah. Pemulihan paska anestesi enfluran juga cepat.2 Enfluran berbentuk cair pada suhu kamar, mudah menguap dan berbau enak. Enfluran merupakan anestesi poten, mendepresi SSP dan menimbulkan efek hipnotik. Pada konsentrasi inspirasi 3-3,5% dapat timbul perubahan pada EEG, berupa gelombang epileptiform. Pada anestesi yang dalam dapat menimbulkan penurunan tekanan darah disebabkan depresi pada miokard. Selain itu, enfluran juga mendepresi napas dengan menurunkan volume tidal. Pada otot, terjadi efek relaksasi sedang dan efek ini meningkatkan kinerja obat-obat relaksan otot. Enfluran tidak memiliki efek hepatotoksik atau nefrotoksik. Namun, beberapa literatur melaporkan adanya efek nefrotoksik dan kegagalan ginjal akut akibat metabolit yang dihasilkan oleh metabolisme enfluran.5 D. Desfluran Desfluran (2,2,2-trifluoro-1-fluoroetil-difluorometil eter) merupakan etil metil eter berfluorinasi yang digunakan sebagai agen pemelihara anestesi umum. Bersama dengan sevofluran, penggunaannya mulai menggantikan isofluran, meskipun harganya lebih mahal. Desfluran memiliki onset kerja yang sangat singkat dan kelarutan dalam darahnya sangat rendah.1 Kelemahan desfluran adalah potensinya yang kurang kuat, perih, dan harga yang mahal. Desfluran juga dapat menyebabkan takikardi dan iritasi saluran napas bila digunakan pada konsentrasi lebih dari 10%. Desfluran menunjukkan reaksi dengan CO2 pada sirkuit anestesi.1

11

Desfluran sangat stabil dan tahan terhadap degradasi soda lime dan hepar. Eksresi dari florida organic dan inorganik minimal. Konsentrasi rata-rata setelah pemberian 1.0 MAC (minimum alveolar concentration)/jam desflurane adalah kurang dari 1 mmol/L. Paparan lama desflurane berkaitan dengan fungsi ginjal normal.5 E. Isofluran Isofluran merupakan isomer dari enfluran dengan efek-efek samping yang minimal. Isofluran memiliki nama kimia 2-kloro-2-(difluorometoksi)-1,1,1- trifluoroetan, merupakan eter berhalogenasi yang digunakan untuk anestesi inhalasi. Karakteristik fisik isofluran antara lain titik didih 48,5 OC, nilai MAC 1,15 vol %.2,3 Mekanisme terkait sifat anestetik masih belum sepenuhnya dipahami, namun diduga terdapat interaksi isofluran dengan berbagai reseptor pada transmisi sinaptik. Isofluran mengikat reseptor GABA, reseptor glutamat, dan reseptor glisin, serta menghambat konduksi kanal kalium. Penghambatan glisin akan membantu menghambat fungsi motorik. Aktivasi kalsium ATPase akan meningkatkan permeabilitas membran.3 Seperti anestesi inhalasi yang lain, isofluran juga mendepresi napas.Volume tidal dan frekuensi napas dapat menurun menimbulkan dilatasi bronkus, sehingga baik untuk kasus penyakit paru obstruksi menahun.5 Depresi terhadap jantung minimal dibandingkan enfluran dan halotan. Pada beberapa kasus dapat menyebabkan takikardi. Isofluran memiliki efek relaksasi otot yang baik dan berpotensiasi dengan obat relaksan otot, namun tidak terlalu merelaksasi otot uterus pada kasus obstetri.5 Berbeda dengan enfluran, obat ini tidak menimbulkan perubahan gambaran epileptiform pada EEG, serta tidak begitu mempengaruhi aliran darah otak. Metabolisme yang minimal menyebabkan obat ini aman bagi fungsi hepar dan ginjal.5 F. Sevofluran Sevofluran memiliki nama kimia fluorometil heksafluoroisopropil eter, merupakan agen anestesi inhalasi berbagu manis, tidak mudah meledak, yang

12

merupakan hasil fluorinasi metil isopropil eter. Sevofluran memiliki titik didih 58,6 oC dan nilai MAC 2 vol%. Penggunaan sevofluran dapat diberikan bersama oksigen dan N2O. Onset kerja obat sangat cepat, dan konsentrasinya dalam darah relatif rendah.5 Sevofluran dapat membentuk 2 senyawa hasil degradasi selama anestesi dilakukan, yaitu senyawa A dan senyawa B, yang pembentukannya akan meningkat terutama bila suhu terlalu tinggi atau sodalime telah rusak. Senyawa A dapat menyebabkan nekrosis renal pada tikus, sedangkan pada manusia, derajat kerusakan jaringan ginjal masih sedang dalam penelitian. Dengan memperhatikan hal ini, sevofluran dianjurkan diberikan dengan minimum aliran gas 2 liter/menit, karena aliran yang rendah akan memicu peningkatan temperatur sodalime.2

G. Metoksifluran Methoxyfluran merupakan obat anestesi yang pada tahun 1960 dan 1970an kontra indikasi terhadap pasien dengan penyakit ginjal karena biotransformasinya menjadi nephrotoksik, florida inorganik, dan asam oksalik. Enfluran juga mengalami biotransformasi menjadi florida inorganik tetapi kadar setelah 2-4 jam anastesi hanya 19 mM pada pasien dengan penyakit ginjal ringan sampai dengan sedang, secara signifikan nilainya lebih rendah dari ambang nephrotoksis yaitu 50 mM, sehingga dengan kadar ini florida tidak menyebabkan gangguan ginjal lebih lanjut. Kadar fluorida dari isofluran adalah 3-5 mM dan hanya 1 sampai 2 mM setelah halotan, sehingga obat-obat tersebut tidak potensial nephrotoksik.1 H. Nitrous Oksida Nitrous oksida merupakan gas inhalan yang digunakan sebagai agen pemelihara anestesi umum. Penggunaan nitrous oksida bersama dengan oksigen atau udara. Efek anestesi nitrous oksida menurun bila digunakan secara tunggal, sehingga perlu pula penambahan agen anstetik lainnya dengan dosis rendah. Nitrous oksida memiliki efek analgetik yang baik. Penggunaan campuran nitrous oksida dengan

13

oksigen 50:50 v/v disebut entonox, yang digunakan sebagai analgesi daripada anestesi.2 N2O diserap dengan cepat dalam tubuh, yaitu 1 liter/menit dalam menit pertama. Terdapat 3 fase pengambilan N2O berdasarkan saturasi arteri, yaitu pertama, dalam 5 menit mencapai 50% saturasi; kedua, dalam 30-90 menit mencapai 90% saturasi; dan dalam 5 jam mencapai saturasi penuh. Dalam 100 mL darah dapat terlarut 47mL N2O, dan hampir seluruhnya dikeluarkan kembali melalui paru.5 N2O nerupakan zat anestesi lemah, menimbulkan efek analgesia dan hipnotik lemah. Efek kardiovaskular minimal, sehingga perubahan pada frekuensi jantung, irama dan curah jantung maupun EKG juga minimal. Pernapasan tidak banyak dipengaruhi. Depresi napas terjadi pada pemakaian N2O tanpa oksigen. Sensitivitas laring dan trakea terhadap manipulasi menurun.3 Pada sistem lain, seperti gastrointestinal, sistem urologi, dan reproduksi tidak banyak dipengaruhi. Tidak terjadi relaksasi otot atau perubahan terhadap fungsi endokrin dan metabolik.3 I. Xenon Meskipun jarang digunakan dan kurang popular, xenon merupakan unsur gas mulia yang stabil dan dapat digunakan sebagai agen anestesi umum. Terdapat dua mekanisme yang diduga menyebabkan unsur ini memiliki sifat anestesi. Pertama, adanya penghambatan pompa kalsium ATP-ase, yang menyebabkan hilangnya kalsium sel, termasuk membran sel sinaptik. Pendapat kedua mengatakan bahwa xenon memiliki interaksi nonspesifik dengan lipid membran.3 Xenon memiliki nilai MAC 71 vol%, menyebabkan unsur ini lebih poten 50% dibanding N2O. Penggunaan bersama oksigen akan meminimalisir risiko hipoksia. Tidak seperti N2O, xenon tidak termasuk gas rumah kaca, sehingga lebih aman untuk lingkungan.3 II. 2. Anestetik Intravena

14

Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat-obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masing-masing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.6 Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan secara tunggal.7 A. Propofol Propofol adalah zat subsitusi isopropylphenol (2,6 diisopropylphenol) yang digunakan secara intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari obat sedatif-hipnotik yang digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5 2,5 mg/kgBB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kgBB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (< 15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anestesia lain yang disuntikan secara cepat. Selain sepat mengembalikan kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan penggunaan lidokain 1%.2 Propofol relatif bersifat selektif dalam mengatur reseptor gamma aminobutyric acid (GABA) dan tampaknya tidak mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedatif hipnotik melalui interaksinya

15

dengan reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmiter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida transmembran meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturat dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melaui chloride channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membran sel.1 Propofol didegradasi di hati melalui metabolisme oksidatif hepatik oleh cytochrome P-450. Namun, metabolisme tidak hanya dipengaruhi hepatik tetapi juga ekstrahepatik. Metabolisme hepatik lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolisme asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah 0,5-1,5 jam tapi yang lebih penting sensitive half time dari propofol yang digunakan melalui infus selama 8 jam adalah kurang dari 40 menit. Maksud dari sensitive half time adalah pengaruh tempat simpanan jaringan ke sirkulasi. minimal dari durasi infus karena metabolisme propofol yang cepat ketika infus dihentikan sehingga obat kembali dari setelah pemberian melalui intravena. 8 Propofol menjadi pilihan obat induksi terutama karena cepat dan efek mengembalikan kesadaran yang komplit. Infus intravena propofol dengan atau tanpa obat anestesia lain menjadi metode yang sering digunakan sebagai sedasi atau sebagai bagian penyeimbang atau anestesi total iv. Penggunaan propofol melalui infus secara terus menerus sering digunakan di ruang ICU. 1 a. Induksi Anestesia Dosis induksi propofol pada pasien dewasa adalah 1,5-2,5 mg/kgBB intravena dengan kadar obat 2-6 g/ml menimbulkan turunnya kesadaran yang bergantung pada usia pasien. Mirip seperti barbiturat, anak-anak membutuhkan dosis induksi yang Propofol mirip seperti aldentanil dan thiofentanil yang memiliki efek singkat di otak

16

lebih besar tiap kilogram berat badannya yang mungkin disebabkan volum distribusi yang besar dan kecepatan bersihan yang lebih. Pasien lansia membutuhkan dosis induksi yang lebih kecil (25% - 50%) sebagai akibat penurunan volume distribusi dan penurunan bersihan plasma. Kesadaran kembali saat kadar propofol di plasma sebesar 1,0 1,5 g/ml. Kesadaran yang komplit tanpa gejala sisa SSP merupakan karakter dari propofol dan telah menjadi alasan menggantikan thiopental sebagai induksi anestesi pada banyak situasi klinis. b. Sedasi Intravena Sensitive half time dari propofol walau diberikan melalui infus yang terus menerus, kombinasi efek singkat setara memberikan efek sedasi. Pengembalian kesadaran yang cepat tanpa gejala sisa serta insidens rasa mual dan muntah yang rendah membuat propofol diterima sebagai metode sadasi. Dosis sedasinya adalah 25100g/kgBB/menit secara intravena dapat menimbulkan efek analgesik dan amnestik. Pada beberapa pasien, midazolam atau opioid dapat dikombinasikan dengan propofol melalui infus. Sehingga intensitas nyeri dan rasa tidak nyaman menurun. Propofol yang digunakan sebagai sedasi selama ventilasi mekanik di ICU pada beberapa populasi termasuk pasien post operasi (bedah jantung dan bedah saraf) dan pasien yang mengalami cedera kepala. Propofol juga memiliki efek antikonvulsan, dan amnestik Setelah pembedahan jantung, sedasi propofol mengatur respon hemodinamik post operasi dengan menurunkan insiden dan derajat takikardia dan hipertensi. Asidosis metabolik, lipidemia, bradikardia, dan kegagalan myokardial yang progresif pada beberapa anak yang mendapat sedasi propofol selama penanganan gagal napas akut di ICU. c. Maintenance Anestesia Dosis tipikal anestesia 100-300 g/kgBB/menit iv sering dikombinasikan dengan opioid kerja singkat. Walaupun propofol diterima sebagai anestesi prosedur bedah yang singkat, tetapi propofol lebih sering digunakan pada operasi yang lama ( < 2 jam) dipertanyakan mengingat harga dan efek yang sedikit berbeda pada waktu kembalinya kesadaran dibandingkan standar teknik anestesi inhalasi. Anestesi umum

17

dengan propofol dihubungkan dengan efek yang minimal pada rasa mual dan muntah post operasi, pengembalian kesadaran. Dibandingkan thiopental, propofol menurunkan prevalensi wheezing setelah induksi dengan anestesia dan intubasi trakea pada pasien tanpa riwayat asma dan pasien dengan riwayat asma. Formula baru propofol yang menggunakan metabisulfit sebagai pengawet. Metabisulfit menimbulkan bronkokontriksi pada pasien asma. Pada studi di hewan, propofol tanpa metabisulfit menimbulkan stimulus ke nervus vagus yang menginduksi bronkokonstriksi dan metabisulfit sendiri dapat meningkatkat kurang responnya saluran pernapasan. Setelah intubasi trakea, pasien dengan riwayat merokok, resistensi saluran pernapasan meningkat pada pasioen yang mendapat propofol dan metabisulfit serta ethyl enediaminetetraacetic (EDTA). Sehingga penggunaan bahan pengawet propofol meningkatkan risiko terjadinya bronkokonstriksi. Propofol yang menginduksi bronkokonstriksi pernah dilaporkan pada psien dengan riwayat alergi dan penggunaan Diprivan yang mengandung susu kedele, gliserin, egg lechitin , sodium edetate. Pada sistem saraf pusat, propofol menurunkan Cerebral Metabolism Rate terhadap oksigen (CRMO2), aliran darah, serta tekanan intra kranial (TIK). Penggunaan propofol sebagai sedasi pada pasien dengan lesi yang mendesak ruang intra kranial tidak akan meningkatkan TIK. Dosis besar propofol mungkin menyebabkan penurunan tekanan darah yang diikuti penurunan tekanan aliran darah ke otak. Autoregulasi cerebral sebagai respon gangguan tekanan darah dan aliran darah ke otak yang mengubah PaCO2 tidak dipengaruhi oleh propofol. Akan tetapi, aliran darah ke otak dipengaruhi oleh PaCO2 pada pasien yang mendapat propofol dan midazolam. Propofol menyebabkan perubahan gambaran electroencephalograpic (EEG) yang mirip pada pasien yang mendapat thiopental. Propofol tidak mengubah gambaran EEG pasien kraniotomi. Mirip seperti midazolam, propofol menyebabkan gangguan ingatan yang mana thipental memiliki efek yang lebih sedikit serta fentanyl yang tidak memiliki efek gangguan ingatan. Pada siste kardiovaskular, propofol lebih menurunkan tekanan darah sistemik daripada thiopental. Penurunan tekanan darah ini juga dipengaruhi perubahan volume

18

kardiak dan resistensi pembuluh darah. Relaksasi otot polos pembuluh darah disebabkan hambatan aktivitaas simpatis vasokontriksi. Suatu efek negatif inotropik yang disebabkan penurunan avaibilitas kalsium intrasel akibat penghambatan influks trans sarcolemmal kalsium. Stimulasi langsung laringoskop dan intubasi trakea membalikan efek propofol terhadap tekanan darah. Propofol juga menghambat respon hipertensi selama pemasangan laringeal mask airway. Pengaruh propofol terhadap desflurane mediated sympathetic nervous system activation masih belum jelas. Ditemukan bradikardia dan asistol setelah pemberian propofol telah pada pasien dewasa sehat sebagai propilaksis antikolinergik. Risiko bradycardia-related death selama anestesia propofol sebesar 1,4 / 100.000. Bentuk bradikardi yang parah dan fatal pada anak di ICU ditemukan pada pemberian sedasi propofol yang lama. Anestesi propofol dibandingkan anestesi lain meningkatkan refleks okulokardiak pada pembedahan strabismus anak selama pemberian antikolonergik. Pada system pernafasan, terdapat risiko apnea sebesar 25-35% pada pasien yang mendapat propofol. Pemberian agen opioid sebagai premedikasi meningkatkan risiko ini. Stimulasi nyeri pada saat pembedahan juga meningkatkan risiko apnea. Infus propofol menurunkan volume tidal dan frekuensi pernapasan. Respon pernapasan menurun terhadap keadaan peningkatan karbon diokasida dan hipoksemia. Propofol menyebabkan bronkokontriksi dan menurunkan risiko terjadinya wheezing pada pasien asma. Konsetrasi sedasi propofol menyebabkan penurunan respon hiperkapnia akibat efek terhadap kemoreseptor sentral. Pada Hepar dan ginjal, propofol tidak menggangu fungsi hepar dan ginjal yang dinilai dari enzim transamin hati dan konsentrasi kreatinin. Infus propofol yang lama menimbulkan luka pada sel hepar akibat asidosis laktat, bradidisritmia, dan rhabdomyolisis. Infus propifol yang lama menyebabkan urin yang berwarna kehijauan akibat adanya rantai phenol. Namun perubahan warna urin ini tidak mengganggu fungsi ginjal. Namun ekskresi asam urat meningkat pada pasien yang mendapat propofol yang ditandai dengan urin yang keruh, terdapat kristal asam urat, pH dan suhu urin yang rendah.

19

B. Etomidate Etomidate merupakan agen anestetik intravena kerja cepat yang digunakan sebagai induksi dan sedasi dalam prosedur operasi singkat, seperti reduksi dislokasi sendi dan kardioversi. Etomidate merupakan derivat imidazol yang mengalami karboksilasi, dengan potensi anestesi dan amnesi. Pada dosis tipikal, etomidate bekerja dalam rentang 5 10 menit dan memiliki waktu paruh 2-5 menit dan akan habis setelah 75 menit. Etomidate mengikat kuat protein plasma dan dimetabolisme oleh enzim esterase plasma dan hepatik.9 Dosis anestetik induksi rata-rata untuk dewasa adalah 0,3 mg/Kg intravena, dengan dosis tipikal antara 20-40 mg. Dosis inisial adalah 0,2 0,6 mg/Kg dengan masa kerja 30-60 menit. Dosis pemeliharaan adalah 5-20 g/Kg/menit intravena. Seperti halnya anestesi umum lainnya, etomidate menyebabkan hilangnya kesadaran. Untuk prosedur kardioversi, dosis yang digunakan adalah 10 mg dan pemberian ini dapat diulang. 9 C. Barbiturat Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedatif. Namun sekarang, kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturat telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital, yang memiliki anti konvulsi yang masih banyak digunakan. Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat (2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam malonat.10 Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antiansietas barbiturat berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturat dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk

20

anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh berbiturat yang mengandung substitusi 5-fenil misalnya fenobarbital.10 Barbiturat berkerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis nonanastesi terutama menekan respon pasca sinap. Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator. Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas berbiturat membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi dapat bersifat sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.10 Pada susunan saraf perifer, barbiturat secara selektif menekan transmisi ganglion otonom dan mereduksi eksitasi nikotinik oleh esterkolin. Efek ini terlihat dengan turunya tekanan darah setelah pemberian oksibarbital IV dan pada intoksikasi berat.10 Pada pernafasan, barbiturat menyebabkan depresi nafas yang sebanding dengan besarnya dosis. Pemberian barbiturat dosis sedatif hampir tidak berpengaruh terhadap pernafasan, sedangkan dosis hipnotik menyebabkan pengurangan frekuensi nafas. Pernafasan dapat terganggu karena : (1) pengaruh langsung barbiturat terhadap pusat nafas; (2) hiperefleksi N.vagus, yang bisa menyebabkan batuk, bersin, cegukan, dan laringospasme pada anastesi IV. Pada intoksikasi barbiturat, kepekaan sel pengatur nafas pada medulla oblongata terhadap CO2 berkurang sehingga ventilasi paru berkurang. Keadaan ini menyebabkan pengeluaran CO2 dan pemasukan O2 berkurang, sehingga terjadilah hipoksia.10 Pada sistem kardiovaskular, barbiturat dosis hipnotik tidak memberikan efek yang nyata. Frekuensi nadi dan tekanan darah sedikit menurun akibat sedasi yang ditimbulkan oleh berbiturat. Pemberian barbiturat dosis terapi secara IV dengan cepat dapat menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak. Efek kardiovaskular pada intoksikasi barbiturat sebagian besar disebabkan oleh hipoksia sekunder akibat

21

depresi nafas. Selain itu pada dosis tinggi dapat menyebabkan depresi pusat vasomotor diikuti vasodilatasi perifer sehingga terjadi hipotensi.6,7 Pada saluran cerna, Oksibarbiturat cenderung menurunkan tonus otot usus dan kontraksinya. Pusat kerjanya sebagian diperifer dan sebagian dipusat bergantung pada dosis. Dosis hipnotik tidak memperpanjang waktu pengosongan lambung dan gejala muntah, diare dapat dihilangkan oleh dosis sedasi barbiturat.6,7 Pada hepar, barbiturat menaikan kadar enzim, protein dan lemak pada retikuloendoplasmik hati. Induksi enzim ini menaikan kecepatan metabolism beberapa obat dan zat endogen termasuk hormone stroid, garam empedu, vitamin K dan D.10 Pada ginjal, barbiturat tidak berefek buruk pada ginjal yang sehat. Oliguri dan anuria dapat terjadi pada keracunan akut barbiturat terutama akibat hipotensi yang nyata.10 Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus kedalam darah. Secara IV barbiturat digunakan untuk mengatasi status epilepsi dan menginduksi serta mempertahankan anastesi umum. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kelarutan dalam lemak; tiopental yang terbesar.10 Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya tiopental dan metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturat yang kurang lipofilik, misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna didalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital diekskresi ke dalam urine dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (20-30 %) pada manusia.1 Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun secara nyata karena efek terhadap SSP kurang spesifik yang telah banyak digantikan oleh golongan benzodiazepine. Penggunaan pada anastesi masih banyak obat golongan barbiturat yang digunakan, umumnya tiopental dan fenobarbital.10

22

Tiopental : Di gunakan untuk induksi pada anestesi umum. Operasi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka). Sedasi pada analgesik regional Mengatasi kejang-kejang pada eklamsia, epilepsi, dan tetanus Fenobarbital : Untuk menghilangkan ansietas Sebagai antikonvulsi (pada epilepsi) Untuk sedatif dan hipnotik Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturat, penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturat juga tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.2 Efek samping penggunaan barbiturat, antara lain: Hangover, yaitu residu depresi SSP setelah efek hipnotik berakhir. Dapat terjadi beberapa hari setelah pemberian obat dihentikan. Efek residu mungkin berupa vertigo, mual, atau diare. Kadang kadang timbul kelainan emosional dan fobia. Eksitasi paradoksal, Pada beberapa individu, pemakaian ulang barbiturat (terutama fenoberbital dan N-desmetil barbiturat) lebih menimbulkan eksitasi dari pada depresi. idiosinkrasi ini relatif umum terjadi diantara penderita usia lanjut dan lemah. Rasa nyeri, Barbiturat sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia, artalgia, terutama pada penderita psikoneurotik yang menderita insomnia. Bila diberikan dalam keadaan nyeri, dapat menyebabkan gelisah, eksitasi, dan bahkan delirium. Alergi, Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik. Segala bentuk hipersensitivitas dapat timbul, terutama dermatosis. Jarang terjadi dermatosis eksfoliativa yang berakhir fatal pada penggunaan fenobarbital, kadang-kadang disertai demam, delirium dan kerusakan degeneratif hati.

23

Reaksi obat, Kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lain misal etanol akan meningkatkan efek depresinya; Antihistamin, isoniasid, metilfenidat, dan penghambat MAO juga dapat menaikkan efek depresi barbiturat. Intoksikasi barbiturat dapat terjadi karena percobaan bunuh diri, kelalaian, kecelakaan pada anak-anak atau penyalahgunaan obat. Dosis letal barbiturat sangat bervariasi. Keracunan berat umumnya terjadi bila lebih dari 10 kali dosis hipnotik dimakan sekaligus. Dosis fatal fenobarbital adalah 6-10 g, sedangkan amobarbital, sekobarbital, dan pentobarbital adalah 2-3 g. kadar plasma letal terendah yang dikemukakan adalah 60 mcg/ml bagi fenobarbital, dan 10 mcg/ml bagi barbiturat dengan efek singkat.2 D. Benzodiazepin Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepine banyak digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi. Dalam masa perioperatif, midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus yaitu flumazenil.11 Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5.2

24

Efek

farmakologi

benzodiazepine

merupakan

akibat

aksi

gamma-

aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal 11 Efek sedatif timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang merupakan 60% dari resptor GABA di otak (korteks serebral, korteks serebelum, thalamus). Sementara efek ansiolotik timbul dari aktifasi GABA sub unit aplha-2 (Hipokampus dan amigdala).11 Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolisme dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut lemak dan terikat kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan efek obat ini. 11 Benzodiazepin menurunkan degradasi adenosin dengan menghambat

tranportasi nuklesida. Adonosin penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan oksigenasi melalui vasodilatasi arteri korener) dan semua fungsi fisiologi proteksi jantung. 11 Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada penggunaan lama benzodiazepine. Sedasi akan menggangu aktivitas setidaknya selama 2 minggu. Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan darah, denyut jantung, ritme jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya hatihati pada pasien dengan penyakit paru kronis. 1

25

Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obat anestesi inhalasi ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan meningkatkan efek depresi napas opioid dan mengurangi efek analgesiknya. Selain itu, efek antagonis benzodiazepine, flumazenil, juga meningkatkan efek analgesik opioid. 1

Contoh Preparat Benzodiazepina. Midazolam11

Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin imidazole yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Obat ini telah menggantikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat. Selain itu affinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat dibanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat diabanding efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam. Larutan midazolam dibuat asam dengan pH < 4 agar cincin tidak terbuka dan tetap larut dalam air. Ketika masuk ke dalam tubuh, akan terjadi perubahan pH sehingga cincin akan menutup dan obat akan menjadi larut dalam lemak. Larutan midazolam dapat dicampur dengan ringer laktat atau garam asam dari obat lain. Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih lambat dibanding propofol dan thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolisme porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat.

26

Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam, lebih pendek daripada waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua dan gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat karena obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding diazepam. Midazolam dimetabolisme dengan cepat oleh hepar dan enzim cytochrome P450 usus halus menjadi metabolit yang aktif dan tidak aktif. Metabolit utama yaitu 1hidroksimidazolam yang memiliki separuh efek obat induk. Metabolit ini dengan cepat dikonjugasi dengan asam glukoronat menjadi 1-hidroksimidazolam glukoronat yang dieskresikan melalui ginjal. Metabolit lainnya yaitu 4-hidroksimidazolam tidak terdapat dalam plasma pada pemberian IV. Midazolam menurunkan kebutuhan metabolik oksigen otak dan aliran darah ke otak seperti barbiturat dan propofol. Namun terdapat batasan besarnya penurunan kebutuhan metabolik oksigen otak dengan penambahan dosis midazolam. Midazolam juga memiliki efek yang kuat sebagai antikonvulsan untuk menangani status epilepticus. Penurunan pernapasan dengan midazolam sebesar 0,15 mg/kg IV setara dengan diazepam 0,3 mg/kg IV. Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis memiliki resiko lebih besar terjadinya depresi pernapasan walaupun pada orang normal depresi pernapasan tidak terjadi sama sekali. Pemberian dosis besar (>0,15 mg/kg) dalam waktu cepat akan menyebabkan apneu sementara terutama bila diberikan bersamaan dengan opioid. Benzodiazepine juga menekan refleks menelan dan penuruna aktivitas saluran napas bagian atas. Midazolam 0,2 mg/kg IV sebagai induksi anestesi akan menurunkan tekanan darah dan meningkatkan denyut jantung lebih besar daripada diazepam 0,5 mg/kg IV dan setara dengan thiopental 3-4 mg/kg IV. Penurunan tekanan darah disebabkan oleh penurunan resistensi perifer dan bukan karena gangguan cardiac output. Efek

27

midazolam pada tekanan darah secara langsung berhubungan dengan konsentrasi plasma benzodiazepine. Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada pasien pediatrik sebagai sedasi dan induksi anestesia. Midazolam juga memiliki efek antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk mengatasi kejang grand mal. Sebagai premedikasi midazolam 0,25 mg/kg diberikan secara oral berupa sirup (2 mg/ml) kepada anak-anak untuk memberiksan efek sedasi dan anxiolisis dengan efek pernapasan yang sangat minimal. Pemberian 0,5 mg/kg IV 10 menit sebelum operasi dipercaya akan memberikan keadaan amnesia retrograd yang cukup. Midazolam dosis 1-2,5 mg IV (onset 30-60 detik, waktu puncak 3-5 menit, durasi 15-80 menit) efektif sebagai sedasi selama regional anestesi. Dibanding dengan diazepam, midazolam memiliki onset yang lebih cepat, amnesia yang lebih baik dan sedasi post operasi yang lebih rendah namun waktu pulih sempurna tetap sama. Efek samping yang ditakutkan dari midazolam adalah adanya depresi napas apalagi bila diberikan bersama obat penekan CNS lainnya. Induksi anestesi dapat diberikan midazolam 0,1-0,2 mg/kg IV selama 30-60 detik. Walaupun thiopental memberikan waktu induksi lebih cepat 50-100% dibanding midazolam. Dosis yang digunakan akan semakin kecil apabila sebelumnya diberikan obat penekan CNS lain seperti golongan opioid. Pasien tua juga membutuhkan lebih sedikit dosis dibanding pasien muda. Midazolam dapat diberikan sebagai tambahan opioid, propofol dan anestesi inhalasi selama rumatan anestesi. Pemberian midazolam dapat menurunkan dosis anestesi inhalasi yang dibutuhkan. Sadar dari post operasi dengan induksi midazolam akan lebih lama 1-2,5 kali dibanding penggunaan thiopental sebagai induksi. Pemberian jangka panjang midazolam secara intravena (dosis awal 0,5-4 mg IV dan dosis rumatan 1-7 mg/jam IV) akan mengakibatkan klirens midazolam dari sirkulasi sistemik lebih bergantung pada metabolisme hepatik. Efek farmakologis dari

28

metabolit akan terakumulasi dan berlangsung lebih lama setelah pemberian intravena dihentikan sehingga waktu bangun pasien menjadi lebih lama. Penggunaan opioid dapat mengurangi dosis midazolam yang dibutuhkan sehingga waktu pulih lebih cepat. Waktu pulih akan lebih lama pada pasien tua, obese dan gangguan fungsi hati berat. Gerakan pita suara paradoks adalah penyebab nonorganik obstruksi saluran napas atas dan stridor sebagai manifestasi post operasi. Midazolam 0,5-1 mg IV mungkin efektif untuk mengatasinya.b. Diazepam12

Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut lemak dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibanding midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut organik (propilen glikol, sodium benzoate) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9.Injeksi secara IV atau IM akan menyebabkan nyeri. Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam besar dan cepat mencapai otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus. Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis hepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam. Diazepam mengalami oksidasi N-demethylation oleh enzim mikrosom hati menjadi desmethyldiazepam dan oxazepam serta sebagian kecil temazepam. Desmethyldiazepam memiliki potensi yang lebih rendah serta dimetabolisme lebih lambat dibanding oxazepam sehingga menimbulkan keadaan mengantuk pada pasien 6-8 jam setelah pemberian. Metabolit ini mengalami resirkulasi enterohepatik

29

sehingga memperpanjang sedasi. Desmethyldiazepam diekskresikan melalui urin setelah dioksidasi dan dikonjugasikan dengan asam glukoronat. Waktu paruh diazepam orang sehat antara 21-37 jam dan akan semakin panjang pada pasien tua, obese dan gangguan fungsi hepar serta digunakan bersama obat penghambat enzim sitokrom P-450. Dibandingkan lorazepam, diazepam memiliki waktu paruh yang lebih panjang namun durasi kerjanya lebih pendek karena ikatan dengan reseptor GABAA lebih cepat terpisah. Waktu paruh desmethyldiazepam adalah 48-96 jam. Pada penggunaan lama diazepam dapat terjadi akumulasi metabolit di dalam jaringan dan dibutuhkan waktu lebih dari seminggu untuk mengeliminasi metabolit dari plasma. Diazepam hampir tidak menimbulkan efek depresi napas. Namun, pada penggunaan bersama dengan obat penekan CNS lain atau pada pasien dengan penyakit paru obstruktif akan meningkatkan resiko terjadinya depresi napas. Diazepam pada dosis 0,5-1 mg/kg IV yang diberikan sebagai induksi anestesi tidak menyebabkan masalah pada tekanan darah, cardiac output dan resistensi perifer. Begitu juga dengan pemberian anestesi volatile N2O setelah induksi dengan diazepam tidak menyebabkan perubahan pada kerja jantung. Namun pemberian diazepam 0,125-0,5 mg/kg IV yang diikuti dengan injeksi fentanyl 50 g/kg IV akan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler dan penurunan tekanan darah sistemik. Pada otot skeletal, diazepam menurunkan tonus otot. Efek ini didapat dengan menurunkan impuls dari saraf gamma di spinal. Keracunan diazepam didapatkan bila konsentrasi plasmanya > 1000ng/ml. Penggunaan diazepam sebagai sedasi pada anestesi telah digantikan oleh midazolam. Sehingga diazepam lebih banyak digunakan untuk mengatasi kejang. Efek anti kejang didapatkan dengan menghambat neuritransmitter GABA. Dibanding barbiturat yang mencegah kejang dengan depresi non selektif CNS, diazepam secara selektif menghambat aktivitas di sistem limbik, terutama di hippokampus.

30

c.

Lorazepam11 Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda

pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-phenyl moiety. Lorazepam lebih kuat dalam sedasi dan amnesia dibanding midazolam dan diazepam sedangkan efek sampingnya sama. Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hati menjadi bentuk inaktif yang diekskresikan di ginjal. Waktu paruhnya lebih lama yaitu 10-20 jam dengan ekskresi urin > 80% dari dosis yang diberikan. Karena metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim mikrosom di hati, maka metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan obat penghambat enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam lebih lambat dibanding midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya lebih rendah. Lorazepam diserap baik bila diberikan secara oral dan IM dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-4 jam dan terus bertahan efeknya selama 24-48 jam. Sebagai premedikasi, digunakan dosis oral 50g/kg (maks 4 mg) yang akan menimbulkan sedasi yang cukup dan amnesia selama 6 jam. Penambahan dosis akan meningkatkan sedasi tanpa penambahan efek amnesia. Lorazepam tidak bermanfaat pada operasi singkat karena durasi kerja yang lama. Onset kerja lambat lorazepam merupakan kekurangan lorazepam bila digunakan sebagai induksi anestesi, sedasi selama regional anestesi dan sebagai anti kejang. Lorazepam akan bermanfaat bila digunakan sebagai sedasi pada pasien yang diintubasi.d. Oxazepam11

Oxazepam merupakan metabolit aktif dari diazepam. Durasi kerjanya lebih pendek dibanding diazepam karena di sirkulasi akan dikonjugasi dengan asam

31

glukoronat menjadi metabolit inaktif. Waktu paruhnya 5-15 jam dan tidak dipengaruhi oleh fungsi hepar atau pemberian simetidin. Absorbsi oral oxazepam sangat lambat sehingga tidak bermanfaat pada pengobatan insomnia dengan kesulitan tidur. Namun bermanfaat pada insomnia memiliki periode tidur yang pendek atau sering terbangun di malam hari.e. Alprazolam11

Alprazolam memiliki efek mengurangi kecemasan pada pasien dengan kecemasan atau serangan panik. Alprazolam merupakan alternatif untuk premedikasi pengganti midazolam.

E. Ketamin Ketamin adalah suatu rapid acting non barbiturat general anesthethic termasuk golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0-chlorophenil) 2 (methylamino) cyclohexanone hydrochloride. Pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carsen pada tahun 1965. Ketamin mempuyai efek analgesi yang kuat sekali akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur ringan) yang disertai penerimaan keadaan lingkungan yang salah (anestesi disosiasi).13 Ketamin merupakan zat anestesi dengan aksi satu arah yang berarti efek analgesinya akan hilang bila obat itu telah didetoksikasi/dieksresi, dengan demikian pemakaian lama harus dihindarkan. Anestetik ini adalah suatu derivat dari pencyclidin suatu obat anti psikosa. Induksi ketamin pada prinsipnya sama dengan tiopental. Namun penampakan pasien pada saat tidak sadar berbeda dengan bila menggunakan barbiturat. Pasien tidak tampak tidur. Mata mungkin tetap terbuka tetapi tidak menjawab bila diajak bicara dan tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri. Tonus otot rahang biasanya baik setelah pemberian ketamin. Demikian juga reflek batuk. Untuk prosedur yang singkat ketamin dapat diberikan secara iv/im setiap beberapa menit untuk mencegah rasa sakit.13

32

Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada resetor lain termasuk reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan natrium sensitif voltase. Tidak seperti propofol dan etomidate, katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan lokal melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin inilah yang menimbulkan efek analgesia.12 Reseptor NMDA (famili glutamate reseptor) adalah ligand gated ion channel yang unik dimana pengaktifannya memerlukan neurotransmiter eksitatori, glutamat dengan glisin sebagai coagonis obligatnya. Ketamin menghambat aktifasi reseptor NMDA oleh glutamat, menurunkan pelepasan glutamat dari post sinaps, efek potensiasi dari neurotransmiter penghambat, gama aminobutyric acid. Interaksi dengan phencyclidine menyebabkan efek stereoselektif dimana isomer S(+) memiliki afinitas terbesar. 12 Ketamin dilaporkan memiliki interaksi dengan reseptor opioid mu, delta, dan kappa. Namun, studi lain menyatakan ketamin memiliki efek antagonis pada reseptor mu namun memiliki efek agonis pada reseptor kappa. Ketamin juga berinteraksi dengan reseptor sigma, walaupun reseptor ini masih belum jelas apakah merupakan reseptor opioid dan ikatannya masih lemah. 12 Aksi antinosiseptif ketamin dihubungkan efeknya terhadap penurunan jalur penghambat nyeri monoaminergik. Anestesia ketamin sebagian berantagonis dengan obat antikolinergik. Sebagai kenyataannya, ketamin memiliki efek dengan gejala antikolinergik (delirium emergensi, bronkodilatasi, aksi simpatomimetik) sehingga efek antagonis terhadap reseptor muskarinik lebih tampak nyata daripada efek agonisnya. 12 Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi. pK ketamin adalah 7,5 pada pH yang fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada

33

1 menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuskular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsetrasi di plasma. Kelarutan yang tinggi di dalam lemak (5-10 kali lebih tinggi dari pada thiopental) memudahkan ketamin melewati sawar darah di otak. Ketamin menginduksi peningkatan aliran darah ke otak yang memfasilitasi distribusi obat ini ke otak ditambah sifatnya yang mempermudah melewati sawar darah otak. Ketamin diredistribusi dari otak dan jaringan lain yang memiliki konsentrasi tinggi ketamin ke jaringan lain yang memiliki konsetrasi ketamin yang lebih rendah. Ketamin memiliki hepatic clearance yang tinggi (1 liter per menit), dan Vd yang besar (3 liter/kgBB) sehingga waktu paruhnya sekitar 2-3 jam. Rasio ekstraksi yang tinggi di hati disebabkan perubahan aliran darah ke hati. 12 Ketamin dimetabolisme secara ekstensif oleh enzim microsomal hati. Bagian terpenting dari metabolisme ini adalah demetilasi ketamin oleh sitokrom p-450 sehingga terbentuk norketamin. Pada hewan, norketamin lebih kuat 1/5 1/3 daripada ketamin. Metabolit aktif ini lah yang juga menambah efek panjang ketamin, terutama pada dosis yang diulang atau administrasi lewat infus. Norketamin sering terhidroxilasi kemudian berkonjugasi sehingga lebih larut dalam air dan metabolisme dengan glukoronidase diekskresikan di ginjal. Penggunaan infus ketamin