Refrat Infeksi Varicella Lengkap
-
Upload
bertus3126 -
Category
Documents
-
view
481 -
download
4
Transcript of Refrat Infeksi Varicella Lengkap
Tugas Subbagian Infeksi
VARICELLA
Oleh:
1. Irfan Prasetya Yoga G0006012 (G 4 12)
2. Haris Agung Nugroho G0006088 (G 8 12)
3. Darween Rozehan Shah G0006501 (G 16 12)
4. Tito Pradipta G0007231 (G 18 12)
5. Kurniawan Adi Putranto G
6. Ricky Tri Nugroho G
7. Erickson G
Pembimbing:
H. Rustam Siregar, dr., Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
A. Pendahuluan
Varicella merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Varicella zoster (VZV) yang dapat bermanifestasi menjadi varicella
(chickenpox) dan reaktivasi latennya menimbulkan herpes zoster
(shingles).1,2,3 Gejala klinis varicela dapat ditemukan pada kulit kepala, muka,
badan, biasanya sangat gatal, berupa makula kemerahan, yang kemudian
dapat berubah menjadi lesi-lesi vesikel. Sedangkan, herpes zoster umumnya
menimbulkan lesi vesikular yang terdistribusi unilateral sesuai dengan
perjalanan saraf sensori terinfeksi. Diagnosis varicella dapat ditegakkan
secara klinis maupun laboratorium dengan teknik virologi dan serologi.
Pencegahan yang dapat digunakan terhadap penyakit varicella adalah
vaksinasi dan immunoglobulin. Obat pilihan utama terhadap penyakit
varicella dan herpes zoster adalah antivirus. Komplikasi yang mungkin terjadi
adalah infeksi bakteri, perdarahan, dan gangguan saraf.2
B. Manifestasi Klinis
Virus Varicella zoster (VZV) menyebabkan dua manifestasi penyakit
yang berbeda, yaitu varicella dan herpes zoster. 1,2,3 Infeksi primer dari VZV
akan bermanifestasi menjadi penyakit varicella atau chickenpox, yang secara
umum dapat terlihat pada anak usia 1 sampai 9 tahun. Infeksi primer VZV
pada dewasa biasanya akan lebih berat dan dapat disertai pneumonia
interstisial. Begitu pula infeksi Varicella zoster pada penderita
immunocompromised, manifestasinya akan lebih berat dan dapat terjadi
diseminasi.3
Penyakit varicella ditandai dengan demam yang disertai ruam pada kulit
atau terkadang mukosa. Nyeri kepala, malaise, dan nafsu makan menurun
seringkali dikeluhkan pasien. Ruam diawali dengan makula, kemudian secara
cepat berubah menjadi papul-papul, yang kemudian diikuti munculnya
vesikel dan krusta pada lesi. Krusta akan terkelupas setelah 1 sampai 2
minggu. Virus Varicella zoster merupakan virus yang sangat infeksius dan
transmisinya bisa melalui kontak langsung dengan lesi atau dari aerosol
pernafasan pasien terinfeksi. Komplikasi pada sistem saraf pusat termasuk
ataksia serebellar, meningitis, meningoensefalitis, dan vaskulopati.3
Breakthrough varicella merupakan infeksi yang terjadi 2 minggu pasca
infeksi primer ataupun pasca immunisasi dengan ditandai munculnya kembali
ruam-ruam kulit (bentuk makulopapular) tanpa disertai demam, diperkirakan
disebabkan oleh VZV tipe virulen. Progresif Varicella adalah suatu keadaan
yang ditandai dengan koagulopati, perdarahan hebat, dan terus munculnya
lesi-lesi baru. Timbul rasa sakit yang hebat di daerah abdominal disertai
dengan perdarahan pada vesikel. Faktor resiko keadaan ini adalah penderita
kongenital dengan imunodefisiensi, keganasan, kemoterapi, dan jumlah
limfosit <500 sel/mm. Sindroma Varicella Kongenital diketahui hanya 2%
fetus dengan ibu terinfeksi varicella yang menampilkan VZV embriopati pada
usia 20 minggu kehamilan. Fetus yang terinfeksi pada usia 6-12 minggu dapat
menyebabkan gangguan pada pertumbuhan ekstremitas. Infeksi pada fetus
16-20 minggu dapat menyebabkan gangguan pada mata dan otak. Infeksi
pada fetus juga dapat menyebabkan gangguan pada saraf simpatis pada
servikal dan lumbosacral sehingga menyebabkan sindrom horner dan
disfungsi dari uretra dan sfingter anal. Gejala yang khas biasanya terlihat
pada kulit, ekstremitas, mata, dan otak. Gejala pada kulit sikatriks,
malformasi ekstremitas. Kelainan pada mata berupa katarak; serta afasia bila
mengenai otak secara keseluruhan Pada pemeriksaan histologi ditemukan
adanya proses nekrosis pada otak. Diagnosis dapat menggunakan
pemeriksaan DNA virus dengan metode PCR.2
Reaktivasi VZV menyebabkan penyakit herpes zoster. Herpes zoster
biasanya diawali dengan fase prodromal ditandai dengan nyeri, gatal,
parestesi, disestesi, dan sensitif terhadap sentuhan pada satu sampai tiga
dermatom. Beberapa hari kemudian akan tampak ruam makulopapular
unilateral pada area yang terkena, yang kemudian berkembang menjadi
vesikel. Zoster dapat menyerang semua level neuroaksis. Kebanyakan akan
muncul pada dada, diikuti dengan lesi di wajah, secara khas akan mengikuti
distribusi saraf oftalmikus trigeminal. Pada pasien dengan status
imunnocompromised, lesi bisa melibatkan semua dermatom. Herpes zoster
oftalmikus seringkali disertai dengan keratitis zoster dan bisa menyebabkan
kebutaan. Zoster yang menyerang ganglion genikulatum saraf fasialis dapat
menyebabkan paralisis otot wajah ipsilateral, muncul ruam pada kanalis
euditoris eksterna. Kombinasi ini dikenal dengan Ramsay Hunt syndrome. 3
C. Etiologi
Virus Varicella zoster (VZV; human-herpesvirus 3) merupakan virus
penyebab penyakit varicella (chickenpox) dan zoster.1,2,3,4 Virus ini
merupakan virus herpes pertama yang berhasil diuarai lengkap dan vaksinnya
dilisensi serta digunakan secara luas. VZV merupakan anggota dari genus
Varicellovirus dengan subfamily Alpha-herpesvirus. VZV mempunyai
hubungan dekat dengan anggota lain dari genus Varicellovirus, termasuk
suid-herpesvirus 1 dan equine-herpesvirus 1, 3, 4, 8, dan 9. Tiga grup dari
VZV telah dipublikaikan skema genotipnya berdasarkan single nucleotide
polymorphisms (SNPs).4 Virus yang paling dekat kekerabatannya dengan
human herpesvirus adalah virus herpes simpleks.2,3,4
D. Epidemiologi dan Insidensi
Meskipun varicella tersebar di seluruh dunia, terdapat perbedaan
epidemiologi di daerah tropis dan daerah dingin. Pada daerah dengan iklim
dingin, varicella merupakan penyakit anak-anak yang umum dan angka
seropositifnya berkisar antara 53%-100% pada umur 5 tahun dan pada umur
20-30 tahun bisa lebih dari 80%. Sementara pada daerah tropis, insidensi
infeksi VZV pada usia anak-anak adalah rendah, justru lebih tinggi usia
dewasa. Hal ini mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas.5 Adanya
perbedaan karakteristik epidemiologi dari VZV ini dihipotesiskan karena
adanya faktor iklim seperti sinar ultraviolet, sehingga menyebabkan
perbedaan genotip dari VZV di daerah tropis dan dingin.6
Di Amerika Serikat, sebelum pengenalan vaksin varicella tahun 1995,
jumlah kasus varicella ditemukan sekitar 4 juta kasus. Insidensi varicella
adalah 15-16 kasus per-1000 penduduk. Mayoritas penduduk yang menderita
varicella adalah anak-anak usia <15 tahun (85%) dan insidensi pada usia
spesifik tertinggi adalah anak-anak usia <5 tahun.1 Setelah pengenalan vaksin
varicella, insidensi varicella dilaporkan menurun. Angka varicella rate
hospitalizations setelah program imunisasi varicella dilaporkan menurun
sejak program vaksinasi tahun 1995.7,8,9,11 Data active surveillance
menunjukkan angka penurunan sampai 90% kejadian varicella di Amerika
Serikat dari tahun 1995 sampai 2005. Sementara data dari passive
surveillance dari empat negara bagian menunjukkan penurunan insidensi
sebesar 53%-94% sampai tahun 2005 dibandingkan era prevaksin.10 Angka
kematian akibat varicella juga dilaporkan menurun setelah program vaksinasi
digalakkan.12 Pemberian vaksinasi secara garis besar telah meningkatkan
respon imunitas humoral dan seluler sehingga meningkatkan kekebalan
terhadap penyakit varicella.13
E. Patogenesis
Virus Varicella zoster (VZV) menginfeksi banyak tipe sel host selama
fase akut, termasuk diantaranya sel T, sel B, monosit dan sel dendritic. Infeksi
sel T oleh virus diperkirakan merupakan mekanisme utama penyebaran virus.
Selama fase viraemik, infeksi VZV dipercaya predominan pada sel T. Pada
infeksi primer akut, viral loads pada anak-anak telah dilaporkan sebanyak 1
sampai 5000 viral per 105 PBMCs dan 100 sampai 1000 per ml darah. Pada
kebanyakan kasus infeksi, derajat viraemia dihubungkan dengan beratnya
gambaran klinis. Respon spesifik sel T dipercaya memegang peranan penting
dalam mengontrol virus dan mencegah reaktivasi virus. Respon spesifik sel T
ditemukan menurun pada pasien dengan immunocompromised. Titer antibodi
spesifik tampaknya tidak berkorelasi dengan beratnya gejala klinis. Oleh
karena itu, respon spesifik sel T pada awal infeksi mungkin melindungi
individu dari beratnya penyakit. Sebuah studi yang dilakukan pada penduduk
Sri Lanka menunjukkan adanya korelasi antara tingginya viral loads dan
kurangnya respon viral spesifik sel T dengan beratnya gejala klinis penyakit.5
VZV merupakan virus yang menular selama 1-2 hari sebelum lesi kulit
muncul, dapat ditularkan melalui jalur respirasi, dan menimbulkan lesi pada
orofaring, lesi inilah yang memfasilitasi penyebaran virus melalui jalur
traktus respiratorius. Pada fase ini, penularan terjadi melalui droplet kepada
membran mukosa orang sehat misalnya konjungtiva. Masa inkubasi
berlangsung sekitar 14 hari, dimana virus akan menyebar ke kelenjar limfe,
kemudian menuju ke hati dan sel-sel mononuklear. VZV yang ada dalam sel
mononuklear mulai menghilang 24 jam sebelum terjadinya ruam kulit; pada
penderita immunocompromised, virus menghilang lebih lambat yaitu 24-72
jam setelah timbulnya ruam kulit. Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi
dari kapiler menuju ke jaringan kulit dan menyebabkan lesi makulopapular,
vesikuler, dan krusta. Infeksi ini menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel
membentuk sel multinukleus yang ditandai dengan adanya inklusi eosinofilik
intranuklear. Perkembangan vesikel berhubungan dengan peristiwa
ballooning, yakni degenerasi sel epitelial akan menyebabkan timbulnya
ruangan yang berisi oleh cairan. Penyebaran lesi di kulit diketahui disebabkan
oleh adanya protein ORF47-kinase yang berguna pada proses replikasi virus.2
Infeksi VZV pada ganglion dorsalis merupakan akibat penjalaran lesi
mukokutan melalui akson sel neuron pada infeksi primer atau disebabkan
oleh penularan dari sel mononuklear terinfeksi sebelum terjadinya ruam-ruam
pada kulit. Reaktivasi VZV simptomatik dapat menyebabkan timbulnya lesi
vesikular pada kulit yang terdistribusi hanya pada dermatom tertentu
mengikuti saraf sensori tertentu. Terjadi proses inflamasi, nekrosis, dan
disrupsi morfologi dari sel neuron dan nonneuron menyebabkan myelitis,
defisit fungsi motorik, dan neuralgia postherpetik (PHN).2
Telah disebutkan bahwa respon imun spesifik VZV yang diperantarai
sel merupakan komponen penting untuk kesembuhan dari infkesi primer
(varicella) atau reaktivasinya (herpes zoster).14 Infeksi VZV akan
menginduksi pembentukan formasi inflamasi NLRP3 (nucleotide-binding
oligomerization domain (NOD)-like receptor P3) dan proses ini membentuk
sitokin proinflamasi IL-1ᵝ dengan aktivasi kaspase-1 pada sel yang
terinfeksi.15
F. Pemeriksaan Fisik
1. Rash
1. Setiap lesi mulai sebagai makula merah dan melewati tahap papula,
vesikel, pustula, dan krusta.
2. Kemerahan atau pembengkakan di sekitar lesi mengarah pada
kecurigaan superinfeksi bakteri.
3. Vesikel yang tampak pada dasar lesi eritem memberikan gambaran
sebagai mutiara atau titik embun di kelopak mawar (pearl or
dewdrop on a rose petal).
4. Beberapa lesi dapat muncul di orofaring.
5. Lesi pada mata merupakan hal yang jarang
6. Lesi baru akan mengalami erupsi selama 3-5 hari.
7. Biasanya krusta akan terbentuk selama 6 hari (kisaran 2-12 hari),
dan akan benar-benar sembuh dalam 16 hari (kisaran 7-34 hari).
8. Erupsi yang berkepanjangan dari lesi baru atau krustasi dan
penyembuhan yang tertunda dapat terjadi pada gangguan imunitas
seluler.
2. Demam
1. Demam yang muncul biasanya mempunyai gradiasi yang rendah
(100-102˚F) tetapi mungkin tinggi 106˚F.
2. Pada anak-anak sehat, demam biasanya akan mereda dalam waktu 4
hari.
3. Demam yang berkepanjangan mendorong kecurigaan atas terjadinya
komplikasi atau imunodefisiensi.
G. Diagnosis dan Pengobatan
Diagnosis varicella ditegakkan dengan adanya ruam vesikular yang
khas. Penanganan bertujuan untuk mengurangi gejala. Asetaminofen
digunakan untuk mengontrol demam, pemberian cairan untuk hidrasi, dan
pengobatan topical untuk ruam dengan pruritus. Pengobatan dengan injeksi
asiklovir diperlukan pada pasien dengan resiko atau terbukti secara klinis
mengalami disseminated disease. Injeksi asiklovir bisa juga diberikan pada
neonatus yang terpapar VZV segera setelah lahir. Pada anak yang sehat,
antiviral tidak diwajibkan, tetapi sebuah penelitian menunjukkan bahwa
pemberian asiklovir oral dalam 24 jam awal dapat mengurangi durasi demam
satu hari dan mengurangi tanda dan gejala kutaneus maupun sistemik yang
berat.3
Pengobatan herpes zoster harus berdasarkan status imun dan umur.
Pada pasien imunokompeten dengan usia di bawah 50 tahun, analgesik
diberikan untuk menurangi nyeri. Antiviral sebenarnya tidak diperlukan,
tetapi pemberiannya dapat mempercepat hilangnya ruam. Pada pasien
imunokompeten dengan usia di atas 50 tahun, pemberian analgesik dan
antiviral direkomendasikan, dan sangat esensial pada pasien dengan zoster
oftalmikus.3
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis varicella dapat dilakukan
dengan teknik PCR maupun serologi. Pada pemeriksaan serologi, adanya IgM
serum spesifik VZV menunjukkan pasien baru saja terpapar VZV.
Kelemahan pemeriksaan IgM serum adalah tidak dapat membedakan antara
infeksi primer, reinfeksi, atau reaktivasi. Pemeriksaan aviditas IgG sangat
berguna untuk mengkonfirmasi adanya infeksi primer, yang ditunjukkan
dengan low-avidity pada antibody IgG, akan tetapi pada breakthrough
varicella pemeriksaan aviditas IgG menunjukkan high-avidity sebagai respon
vaksinasi. Pemeriksaan yang paling reliable dan sensitif untuk varicella
adalah dengan mendeteksi DNA VZV dari sampel lesi kulit dengan PCR.1
H. Pencegahan
American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan anak-anak
yang terkena varicella untuk tidak masuk sekolah sampai hari keenam
rash muncul. Mungkin ini tidak mencegah penyebaran varicella karena anak telah
terinfeksi sebelum rash muncul.
a. Vaksinasi
1) Vaksin varicella terdiri dari Oka strain virus varicella hidup yang
dilemahkan. Vaksin ini aman dan sangat imunogenik. Vaksin ini
disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1995 dan
telah banyak mengurangi kejadian dan kematian akibat varicella.
2) Vaksin ini telah ditemukan memiliki efikasi protektif sekitar 71-100%
terhadap varicella. Namun, perlindungan terhadap varicella sedang
dan berat jauh lebih tinggi (95-100%).
3) Bayi lahir memil iki antibodi maternal protektif untuk varicella.
Waktu paruh antibodi ini adalah sekitar 6 minggu, dan sebagian
besar anak memiliki kadar antibodi yang sangat rendah setelah usia
5 bulan. Namun, vaksin varicella direkomendasikan setelah usia
1 tahun. Dosis tunggal yang diberikan akan memberikan
perlindungan sekitar 85% dari penerima. Imunitas yang
ditimbulkan vaksin (vaccine-conferred immunity) terhadap
varicella akan berkurang dari waktu ke waktu, yang mana hal ini
membuat penerima vaksin lebih rentan terhadap penyakit ini. Advisory
Committee on Immunization Practices (ACIP) dan AAP sekarang ini
merekomendasikan 2 dosis vaksin ini untuk semua anak. Setelah dosis
pcrtama pada usia 12-15 bulan, dosis kedua harus diberikan pada
usia 4-6 tahun. Semua orang yang telah menerima satu dosis vaksin
kapan pun di masa lalu harus diberikan dosis kedua.
4). Dua dosis vaksin varicella memberikan 98% perlindungan
terhadap varicella, dan 100% perlindungan terhadap varicella berat
pada anak-anak. Anak yang diberikan dua dosis vaksin juga memiliki
insiden kesembuhan yang baik atas varicella.
5). Sembuhnya penyakit terjadi setelah 42 hari dari imunisasi. Ketika itu
terjadi, biasanya penyakit yang timbul adalah ringan tetapi dapat
menyebar ke individu yang rentan lainnya. Anak-anak in i biasanya
memiiiki kurang dari 50 lesi pada kulit, dan demam rendah dan cepat
reda. Sakit kepala, sakit tenggorokan, malaise, dan anoreksia kurang
sering terjadi.
6). Beberapa studi menemukan bahwa breakthrough penyakit lebih umum
terjadi j ika vaksin diberikan sebelum usia 14 bulan, dalam waktu 28 hari
vaksinasi MMR, dan jika anak itu sedang menerima terapi steroid oral.
Durasi antara vaksinasi dan paparan juga sangat signifikan. Penelitian
lain tidak menemukan hubungan tersebut.
7). Protokol penelilian memungkinkan vaksin varicella diberikan untuk pasien
dengan leukemia saat mereka berada dalam stadium remisi. Serokonversi
menunjukkan nilai yang baik pada anak dengan leukemia.
8). Postexpositre prophylaxis, j ika diberikan dalam waktu 36-72 jam setelah
kontak, dapat mencegah atau melemahkan penyakit pada individu yang
terpapar. Obat ini memungkinkan digunakan untuk vaksinasi dalam
mengendalikan wabah pada anak-anak rentan.
9). Wabah dapat terjadi, bahkan pada anak dengan tingkat tinggi
vaksinasi. Anak yang telah divaksinasi dapat mengembangkan penyakit
ringan namun infeksius. Wabah dapat dikontrol dengan memberikan
vaksinasi pada anak-anak yang immmunized dan remaja di daerah itu.
b. Varicella-zoster imun globulin
1) VZIG digunakan sebagai postexposure prophylaxis pada individu yang
berisiko tinggi. Pemberian sesegera mungkin setelah terpapar adalah jalan
terbaik, tapi VZIG dapat mencegah atau melemahkan varicella jika
diberikan dalam wakiu 96 jam setelah kontak.
2) Dosisnya adalah 125 unit/10 kg berat badan; 125 unit adalah dosis
minimum. Dosis maksimum adalah 625 IU.
3) VZIG diberikan secara intramuskular dan tidak pernah diberikan secara
intravena (IV). Durasi yang diharapkan dari perlindungan VZIG adalah
sekitar 3 minggu. Pada pasien yang diberikan IV imunoglobulin (IVIG)
tidak diperlukan VZIG j ika infus IVIG terbaru mereka telah diberikan
dalam waktu 3 minggu.
4) VZIG mengurangi komplikasi dan tingkat kematian varicella,
bukan insiden varicella. Penggunaan postexposure profllaksis
vaksin varicella Iebih disukai untuk kekebalan pasien normal.
VZIG diindikasikan untuk orang-orang berikut dengan paparan
yang signifikan:
a. Bayi yang baru lahir dari ibu yang mengalami varicella 5 hari
sebelum sampai 2 hari setetah persalinan
b. Anak-anak dengan leukemia atau limfoma yang belum
divaksinasi dan belum pernah mengalami varicella
sebelumnya
c. Orang dengan HIV, acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS), atau gangguan kekebalan lain
d. Orang yang menerima obat-obatan yang menekan fungsi
kekebalan (misalnya, steroid sistemik)
e. Wanita hamil
f. Individu immunocompromised yang tidak memiliki riwayat pasti
mengalami cacar air.
g. Imunoglobiilin intravena ( IVIG) dapat digunakan untuk
mencegah varicella sctelah paparan j i k a VZIG t idak tersedia.
Kemanjuran k l in isnya belum sepenuhnya diketahui.
I. Komplikasi
a. Infeksi bakteri sekunder
1). Varicella menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi bakteri. Infeksi
pada k u l i t yang menga lami lesi merupakan ha! yang sering terjadi dan
terjadi pada 5-10% anak-anak. Lesi kul i t merupakan portal of entry
organisme virulen; dapat pula terjadi selulitis yang menyebar cepat,
septikemia, dan infeksi serius lain.
2) Organisme yang sering bertindak sebagai agen infeksius adalah
streptokokus grup A dan Staphylococcus aureus. Varicella menempatkan
pasien pada resiko tinggi untuk mengalami penyakit streptokokus grup A
invasif. Selain sindrom syok toksik, kelompok streptokokus grup A dapat
menyebabkan necrotizing fasciitis, bakteremia, osteomyelitis,
pyomyositis, gangrene, abses subgaleal, arthritis, dan meningitis pada
pasien dengan varicella.
3) Spesies staphylococcal juga menyebabkan infeksi yang parah pada anak
dengan varicella. Infeksi staphylococcal pada pasien ini dilaporkan
menyebabkan selulitis, impetiginous pox infections, staphylococcal
scalded skin syndrome, toxic shock syndrome, perikarditis, dan
osteomyelitis.
4) Tanda dan gejala infeksi bakteri sekunder dapat dibedakan dari varicella
tanpa komplikasi pada 3-4 hari pertama.
5). Tingkat kecurigaan yang tinggi diperlukan untuk pengenalan awal dan
perawatan yang tepat waktu infeksi sekunder.
6). Tersangka infeksi sekunder adalah jika manifestasi sistemik pada pasien tidak
membaik dalam waktu 3-4 hari, kembali demam atau memburuk, atau kondisi
anak memburuk setelah perbaikan awal.
7). Kecurigaan adanya infeksi bakteri sekunder seharusnya mendorong RS
untuk memberikan terapi awal antibiotik empiris sampai hasil kultur
tersedia. Leukositosis neutrophilic dan neutrophilia terjadi hanya
dalam beberapa kasus yang melibatkan infeksi bakteri yang serius.
b. Komplikasi SSP
1) Acute postinfections cerebellar ataxia adalah komplikasi SSP paling yang
paling sering terjadi, dengan kejadian 1 kasus per 4.000 pasien
dengan varicella.
a. Ataxia dapat terjadi tiba-tiba, dan biasanya terjadi 2-3 minggu setelah
onset varicella. Kondisi ini bisa bertahan selama 2 bulan.
b. Manifestasinya dapat beragam, mulai terhuyung-huyung saat berdiri
sampai ketidakmampuan untuk berdiri dan berjalan, dengan disertai
diskoordinasi dan dysarthria. Manifestasi yang muncul akan
maksimal saat onset; adanya waxing dan waning akan menunjukkan
diagnosis lain.
c. Sensorium tidak terganggu, bahkan ketika ataksia terjadi secara berat.
d. Prognosis untuk pasien dengan ataksia baik, tetapi beberapa anak
mungkin memiliki sisa ataksia, dikoordinasi, atau dysarthria.
2) Ensefalitis terjadi pada 1,7 pasien per 100.000 kasus varicella pada anak
sehat usia 1-14tahun.
a. Penyakit ini muncul pada varicella akut selama beberapa hari setelah
onset rash. Letargi, drowsiness, mengantuk, dan kebingungan
merupakan gejala yang biasa muncul.
b. Beberapa anak mungkin mengalami kejang, dan ensefalitis yang
dapat cepat berkembang menjadi koma.
c. Komplikasi yang serius dari varicella ini mempunyai tingkat
kematian 5-20%.
3) Sindrom Reye dikaitkan dengan varicella ketika menggunakan aspirin
adalah umum. Identifikasi asosiasi ini sekarang telah membuat
acetaminophen obat pilihan, dan sindrom Reye telah menjadi langka.
4) Komplikasi neurologis lainnya termasuk meningitis aseptis, sindrom
Guillain-Barré dan polyadiculitis.
5) Pneumonia
a. Pneumonia terutama ter jadi pada anak-anak yang lebih tua dan pada
orang dewasa serta dapat memi l ik i hasil yang fatal .
b. Gejala pernapasan biasanya muncul 3-4 hari setelah rash.
6). Herpes zoster.
a. Sebuah komplikasi tertunda dari varicella, herpes zoster infeksi,
terjadi dalam bulan sampai tahun setelah infeksi primer pada
sekitar 15% dari pasien.
b. Komplikasi tersebut disebabkan oleh virus yang terus-menerus
menetap dalam ganglions sensorik.
c. Herpes zoster terdiri dari rash vesikular unilateral, yang terbatas pada 1-3
dermatom. Rash ini sering menyakitkan pada anak-anak yang lebih tua
dan orang dewasa. Di antara manfaat kesehatan dari imunisasi rutin
varicella pada anak adalah penurunan risiko seumur hidup untuk
reaktivasi virus sebagai herpes zoster.
d. Otitis media: sekitar 5% anak dengan varicella dapat
mengembangkan otitis media, yang disebabkan oleh patogen
penyebab yang biasa muncul pada otitis media.
e. Trombositopenia
f. Hepatitis: Hepatitis merupakan self-limited accompaniment pada
varicella.
i. Hepatitis berat dengan maniiestasi klinis jarang terjadi pada anak-
anak sehat dengan varicella.
ii. Peningkatan yang signifikan atas alanine aminotransferase (ALT)
terjadi pada 20-50% anak-anak dan remaja, namun peningkatan ini
akan kembali normal dalam waktu satu bulan di hampir semua
kasus.
i i i . Keterlibatan hat i t i dak tergantung pada t ingkat keparahan ku l i t dan manifestasi sistemik.
g. Glomerulonefri t is
h. Dengue var ice l la
J. Prognosis
Anak sehat yang mengalami varicella mempunyai prognosis yang sangat
baik. Anak yang berada pada kondisi immunocompromised berisiko untuk
mengalami penyakit berat dan kematian (misalnya, tingkat kematian anak
dcngan leukemia adalah 7%). Neonatal varicella tingkat kematian dapat
mencapai 30%. Episode kejadian varicella akan memberikan kekebalan.
Episode kedua ini sangat jarang terjadi.
a. Varicella ringan dan sedang prognosisnya baik
b. Angka kematian pneumonia varicella adalah 10% pada pasien dengan sistem
imun yang baik, dan 30% pada penderita immunucompromised.
c. Angka morbidilas dan mortalitasnya cukup tinggi
d. Bila seseorang telah terinfeksi varicella, akan memberikan ketahanan
seumur hidup walaupun akhir-akhir ini reinfeksi sekunder telah
dilaporkan.
K. Edukasi pada pasien
Berikut ini adalah aspek edukasi pasien:
a. Mandikan anak secara teratur untuk mengurangi gatal dan mencegah infeksi
sekunder
b. Garukan dapat menyebabkan infeksi sekunder dan bekas luka.
1) Jaga agar kuku pendek.
2) Memakai sarung tangan atau kaus kaki di tangan di malam hari dapat
membantu mencegah goresan.
c. Jangan gunakan obat yang mengandung aspirin.
d. Beritahulah orangtua untuk membawa anak-anak ke rumah sakit j ika terjadi
gejala berikut:
1) Kemerahan yang tidak biasa, pembengkakan, atau nyeri di sekitar
daerah rash
2) Menolak untuk minum cairan
3) Tanda-tanda dehidrasi, seperti kencing sedikit dan berwarna kuning,
mengantuk, mulut dan bibir kering, haus yang berlebihan, atau letargi
4) Bingung, lekas marah, mengantuk, atau kesulitan bangun
5) Ketidakmampuan untuk berjalan atau kelemahan yang tidak biasa
6) Keluhan sakit kepala parah, leher kaku, dan/atau sakit punggung
7) Sering muntah
8) Kesulitan bernapas, nyeri dada, mengi, napas cepat, atau batuk parah
9) Demam bertahan lebih dari 4 hari atau kembali demam setelah penurunan
suhu badan sampai pada tingkat normal
10) Penampilan yang lebih sakit dibandingkan saat terakhir kali sakit
sebagaimana dilihat oleh dokter
L. Masalah Khusus
Kehamilan adalah waktu yang rentan terkena penyakit. Varicella
dapat menyebabkan berbagai hal yang merugikan bagi ibu dan bayi,
tergantung pada tahap kehamilan.
Anak yang immunocompromised seringkali mengalami varicella yang
berat dan menimbuikan komplikasi, dan tingkat kematian mereka lebih tinggi
daripada anak-anak yang imunokompeten. Anak-anak ini mungkin mengalami
demam tinggi berkepanjangan, rash luas, dan hepatitis. Komplikasi yang paling
serius adalah pneumonia virus, yang tidak responsif terhadap terapi antivirus dan
bisa mengakibatkan kematian.
Kategori atas pasien immunocompromised:
a. Anak-anak dengan keganasan apapun
b. Anak-anak pada kemoterapi kanker
c. Anak-anak menjalani terapi kortikosteroid dosis tinggi
d. Anak-anak dengan bawaan immunodeficiencies selular
e. Anak-anak pada terapi imunosupresif
f. Anak-anak dengan infeksi HIV
g. Anak dengan eksim atau dermatitis mungkin memiliki manifestasi kulit parah selarna varicella
M. Vaksinasi Varicella
Di Amerika Serikat sejak tahun 1995 telah diberlakukan vaksinasi
varicella 1 dosis. Namun kemudian, kebijakan vaksin 1 dosis diubah menjadi
2 dosis pada tahun 2006. Target vaksinasi varicella 1 dosis ditargetkan pada
anak-anak 12-18 bulan dan juga termasuk catch-up bagi anak yang lebih tua
dan orang dewasa.12 Setelah vaksinasi diimplementasikan, terjadi penurunan
secara substansial dari segi morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan.
Namun demikian, sekitar 15% penerima vaksin tidak mendapat level antibodi
yang protektif pada pemberian 1 dosis. Diperkirakan, imunitas terinduksi
vaksin semakin berkurang seiring waktu berjalan. Pada tahun 2006, ACIP
menyetujui penggunaan vaksin varicella dengan 3 pendekatan: 1)
implementasi program vaksinasi 2 dosis untuk anak-anak, dimana dosis-1
diberikan pada umur 12-15 bulan dan dosis-2 pada umur 4-6 tahun; 2)
vaksinasi 2 dosis untuk catch-up anak-anak, remaja, dewasa yang telah
menerima dosis-1; 3) Vaksinasi rutin untuk untuk semua orang sehat usia
≥13tahun tanpa bukti imunitas.16 Kriteria imunitas untuk varicella adalah
telah terdokumentasi mendapat 2 dosis vaksin, pemeriksaan laboratorium
menunjukkan imunitas, dan riwayat terdiagnosis varicella atau herpes
zoster.17 Expert Panel of the Infectious Diseases Society of America (IDSA)
telah mengeluarkan pedoman program vaksinasi untuk penerima vaksin
imunokompeten maupun immunocompromised mencakup semua usia.18
Secara garis besar, ada 3 tahap perkembangan vaksin varicella. Tahap
pertama adalah pelemahan VZV dan uji coba awal keamanan, imunogenitas,
dan efikasinya yang dilakukan semuanya di Jepang. Tahap ke-2, studi tentang
imunogenitas dan keamanan dilakukan di Amerika melibatkan resipien
immunocompromised dan selanjutnya resipien sehat. Tahap ke-2 ini
kemudian menghasilkan vaksin varicella dosis-1 yang dlisensi dan digunakan
di Amerika pada tahun 1995. Perkembangan selanjutnya pada tahap ke-3
adalah mengembangkan vaksin yang tidak hanya mencegah varicella tetapi
juga herpes zoster.19
Vaksin varicella berasal dari virus hidup yang dilemahkan. VZV
merupakan virus yang sangat menular dan pada pasien immunocompromised
infeksi VZV dapat menyebabkan diseminasi, pneumonia, dan ensefalitis.20
Penggunaan vaksin varicella sudah demikian luas. Studi yang dilakukan
menunjukkan bahwa penggunaan vaksin varicella secara garis besar aman.21,22
Vaksin varicella efektif untuk mencegah baik varicella maupun herpes
zoster.23 Breakthrough varicella dilaporkan terjadi pada anak-anak yang
mendapat vaksin varicella. Sekitar 1 dari 5 anak yang mendapat vaksin
varicella mungkin bisa berkembang menjadi breakthrough varicella.24
Breakthrough varicella dilaporkan banyka terjadi pada pemberian vaksin
pada usia di bawah 14 atau 15 bulan, akan tetapi penelitian menunjukkan
bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan efektifitas pemberian vaksin
berdasarkan umur dan mendukung rekomendasi usia pemberian vaksin ini.25
Breakthrough varicella kebanyakan terjadi setelah pemberian vaksin dosis
primer. Pemberian vaksin dosis kedua diharapkan mampu meningkatkan
serokonversi dan efektifitas vaksinasi.26 Penelitian pada ibu hamil yang
mendapat vaksin varicella tidak terbukti menimbulkan sindrom varicella
kongenital.27 Kejadian varicella pada bayi menurun sejak diberlakukannya
vaksinasi varicella pada tahun 1995.28 Pemberian vaksin varicella juga bukan
merupakan faktor resiko terjadinya stroke iskemik yang merupakan salah satu
komplikasi dari penyakit varicella.29 Vaksinasi varicella sebaiknya tetap
dilaksanakan secara universal.30
Daftar Pustaka
1. Schmid, D.S. & Jumaan, A.O. 2010. Impact of Varicella vaccine on Varicella
zoster virus dynamics. Clin. Microbiol Rev. Vol 23, No.1. p. 202-217.
2. Kurniwan, M., Dessy, N. & Tatang, M. 2009. Varicella zoster pada anak.
Medicinus. Vol. 3, No. 1.
3. Mueller, N.H., Gilden, D.H., Cohrs, R.J., Mahalingam, R. & Nagel, M.A.
2008. Varicella zoster virus infection: clinical features, molecular
pathogenesis of disease, and latency. Neurol Clin. 2008 August; 26(3): 675–
viii.
4. Breuer, J., Grose, C., Norberg, P., Tipples, G. & Schmid, D.S. 2010. A
proposal for a common nomenclature for viral clades that form the species
varicella-zoster virus: summary of VZV Nomenclature Meeting 2008, Barts
and the London School of Medicine and Dentistry, 24–25 July 2008. Journal
of General Virology (2010), 91, 821–828.
5. Malavige, N.M., Jones, L., Kamaladasa, S.D., Wijewickrama, A.,
Seneviratne, S.L., Black, A.P. & Ogg, G.S. 2008. Viral load, clinical disease
severity and cellular immune responses in primary Varicella zoster virus
infection in Sri Lanka. Plos One 2008 Nov; Vol. 3, Issue 11, e3789.
6. Rice, P.S. 2011. Ultra-violet radiation is responsible for the differences in
global epidemiology of chickenpox and the evolution of varicella-zoster virus
as man migrated out of Africa. Rice Virology Journal 2011, 8:189.
7. Patel, M.S., Gebremariam, A. & Davis, M.M. 2008. Herpes zoster related
hospitalizations and expenditures before and after introduction of the
varicella vaccine in the United States. Infect. Control Hosp. Epidemiol 2008;
29:1157-1163.
8. Reynolds, M.A., Watson, B.M., Plott-Adams, K.K., Jumaa, A.O., Galil, K.,
Maupin, T.J., Zhang, J.X. & Sewards, J.F. 2008. Epidemiology of varicella
hospitalizations in the United States, 1995–2005. The Journal of Infectious
Diseases 2008; 197: S120–6.
9. Shah, S.S., Wood, S.M., Luan, X. & Ratner, A.J. 2010. Decline in varicella-
related ambulatory visits and hospitalizations in the United States since
routine immunization against varicella. Pediatr Infect Dis J. 2010 March;
29(3): 199–204.
10. Lopez, A.S., Zhang, J., Brown, C. & Stephanie B. 2011. Varicella-related
hospitalizations in the United States, 2000-2006: The 1-dose varicella
vaccination era. Pediatrics 2011; 127; 238.
11. Marin, M., Meissner H.C. & Seward, J.F. 2008. Varicella prevention in the
United States: a review of successes and challenges. Pediatrics 2008; 122;
e744.
12. Marin, M., Zhang, J.X. & Seward, J.F. 2011. Near elimination of varicella
deaths in the US after implementation of the vaccination program. Pediatrics
2011; 128; 214.
13. Watson, B. 2008. Humoral and cell-mediated immune responses in children
and adults after 1 and 2 doses of varicella vaccine. The Journal of Infectious
Diseases 2008; 197: S143-6.
14. Weinberg, A., Lazar, A.A., Zerbe, G.O., Hayward, A.R., Chan, I.S.F.,
Vessey, R., Silber, J.L., MacGregor, R.R., Chan, K., Gershon, A.A. & Levin,
M.J. 2010. Influence of age and nature of primary infection on varicella-
zoster virus-specific cell-mediated immune responses. J Infect Dis. 2010
April 1; 201(7): 1024-1030.
15. Nour, A.M., Reichelt M., Ku, Cha-Chi, Ho, Min-Yin, Heineman, T.C. &
Arvin, A.M. 2011. Varicella zoster virus infection triggers formation of an
interleukin-1 (IL-1)-processing inflammasome complex. The Journal Of
Biological Chemistry Vol. 286, No. 20. pp. 17921-17933.
16. Hechter, R.C., Chao, C., Li, Q., Jacobsen, S.J. & Tseng, Hung-Fu. 2011.
Second-dose varicella vaccination coverage in children and adolescents in a
managed care organization in california, 2006–2009. The Pediatric Infectious
Disease Journal Vol. 30, No. 8.
17. Wolfe, R.M. 2012. Update on adult immunizations. JABFM July–August
2012, Vol. 25, No. 4.
18. Pickering, L.K., Baker, C.J., Feed, G.L., Gall, S.A., Grogg, S.A., Poland,
G.A., Rodewald, L.E., Schaffner, W., Stinchfield, P., Tan, L., Zimmerman,
R.K. & Orenstein, W.A. 2009. Immunization programs for infants, children,
adolescents, and adults: clinical practice guidelines by the Infectious Diseases
Society of America. Clinical Infectious Diseases 2009; 49: 817-40.
19. Gershon, A.A. & Katz S.L. 2008. Perspective on live varicella vaccine. The
Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S242–5.
20. Adler, A.L., Casper, C., Boeckh, M., Heath, J. & Zerr, D.M. 2008. An
outbreak of varicella with likely breakthrough disease in a population of
pediatric cancer patients. Infect. Control Hosp. Epidemiol 2008; 29:866–870.
21. Chaves, S.S., Haber, P., Walton, K., Wise, R.P., Izurieta, H.S., Schmid, D.S.
& Seward, J.F. 2008. Safety of varicella vaccine after licensure in the United
States: experience from reports to the vaccine adverse event reporting system,
1995–2005. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S170–7.
22. Galea, S.A., Sweet, A., Beninger, P., Steinberg, S.P., LaRussa, P.S., Gershon,
A.A. & Sharrar, R.G. 2008. The safety profile of varicella vaccine: a 10-year
review. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S165–9.
23. Wood, S.M., Shah, S.S., Steenhoff, A.P. & Rutstein, R.M. 2008. Primary
varicella and herpes zoster among HIV-infected children from 1989 to 2006.
Pediatrics 2008; 121; e150.
24. Chaves, S.S., Zhang, J., Civen, R., Watson, B.M., Carbajal, T., Perella, D. &
Seward, J.F. 2008. Varicella disease among vaccinated persons: clinical and
epidemiological characteristics, 1997-2005. The Journal of Infectious
Diseases 2008; 197: S127-31.
25. Black, S., Ray, P., Shinefield, H., Saddier, P. & Nikas, A. 2008. Lack of
association between age at varicella vaccination and risk of breakthrough
varicella, within the Northern California Kaiser Permanente Medical Care
Program. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S139-42.
26. Michalik, D.E., Steinberg, S.P., LaRussa, P.S., Edwards, K.M., Wright, P.F.,
Arvin, A.M., Gans, H.A. & Gershon, A.A. 2008. Primary vaccine failure after
1 dose of varicella vaccine in healthy children. The Journal of Infectious
Diseases 2008; 197:944–9.
27. Wilson, E., Goss, M.A., Marin, M., Shields, K.E., Seward, J.F., Rasmussen,
S.A. & Sharrar, R.G. 2008. Varicella vaccine exposure during pregnancy:
data from 10 years of the pregnancy registry. The Journal of Infectious
Diseases 2008; 197:S178–84.
28. Chaves, S.S., Lopez, A.S., Watson, T.L., Civen, R., Watson, B., Mascola L.
& Seward, J.F. 2011. Varicella in infants after implementation of the US
varicella vaccination program. Pediatrics 2011; 128; 1071.
29. Donahue, J.G., Kieke, B.A., Yih, W.K., Berger, N.R., McCauley, J.S., Baggs,
J., Zangwill, K.M., Baxter, R., Eriksen, E.M., Glanz, J.M. & the others.
Varicella vaccination and ischemic stroke in children: is there an
association?. Pediatrics 2009; 123; e228.
30. Perella, D., Fiks, A.G., Jumaan, A., Robinson, D., Gargiullo, P., Pletcher J.,
Forke, C.M., Schmid, D.S., Renwick M., Mankodi, F., Watson, B. Spain
C.V. 2009. Validity of reported varicella history as a marker for Varicella
zoster virus immunity among unvaccinated children, adolescents, and young
adults in the post-vaccine licensure era. Pediatrics 2009; 123; e820.