Refrat Ega Obgyn

44
BAB I PENDAHULUAN Penyakit Trofoblastik Gestasional merupakan penyakit yang terjadi pada wanita hamil, ditandai oleh kelainan pada vili korialis yang terdiri dari proliferasi trofoblastik dengan derajat yang bervariasi dan edema stroma vilus. 1 Salah satu penyakit trofoblas gestasional yang sering ditemukan adalah mola hidatidosa. Angka kejadian mola di rumah sakit besar di Indonesia kira-kira 1 di antara 80 persalinan normal. 1 Angka kejadian tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan USA, di mana angka kejadian mola di negara tersebut sebesar 1: 2000. 2,3 Secara umum angka kejadian mola pada wanita Asia lebih tinggi daripada negara barat. Wanita yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai resiko 10 kali lebih besar untuk menderita mola. Angka kejadian juga lebih tinggi pada wanita sosial ekonomi rendah. 1,2 80% mola bersifat jinak. Meskipun demikian kemungkinan keganasan pada kasus mola juga harus dipikirkan. Salah satu komplikasi molahidatidosa adalah terjadinya degenerasi keganasan pasca molahidatidosa, kejadian keganasan pasca molahidatidosa berkisar 20 %. Kehamilan pada wanita yang berumur >45 tahun akan meningkatkan kehamilan mola 10x lebih besar dibanding 1

Transcript of Refrat Ega Obgyn

Page 1: Refrat Ega Obgyn

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Trofoblastik Gestasional merupakan penyakit yang terjadi pada

wanita hamil, ditandai oleh kelainan pada vili korialis yang terdiri dari proliferasi

trofoblastik dengan derajat yang bervariasi dan edema stroma vilus.1

Salah satu penyakit trofoblas gestasional yang sering ditemukan adalah mola

hidatidosa. Angka kejadian mola di rumah sakit besar di Indonesia kira-kira 1 di

antara 80 persalinan normal.1 Angka kejadian tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan USA, di mana angka kejadian mola di negara tersebut sebesar 1: 2000.2,3

Secara umum angka kejadian mola pada wanita Asia lebih tinggi daripada negara

barat. Wanita yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai

resiko 10 kali lebih besar untuk menderita mola. Angka kejadian juga lebih tinggi

pada wanita sosial ekonomi rendah.1,2

80% mola bersifat jinak. Meskipun demikian kemungkinan keganasan pada

kasus mola juga harus dipikirkan. Salah satu komplikasi molahidatidosa adalah

terjadinya degenerasi keganasan pasca molahidatidosa, kejadian keganasan pasca

molahidatidosa berkisar 20 %. Kehamilan pada wanita yang berumur >45 tahun akan

meningkatkan kehamilan mola 10x lebih besar dibanding pada wanita berusia 20-40

tahun. Penelitian pada beberapa negara menunjukkan bahwa resiko kejadian mola

hidatidosa meningkat secara progresif pada wanita berumur >40 tahun, mencapai

hampir 1 dari 3 persalinan normal pada wanita yang berumur >50 tahun. (6)

Komplikasi keganasan ini membawa dampak negatif terhadap angka

kesakitan dan kematian ibu. Melakukan usaha untuk menurunkan kejadian keganasan

(koriokarsinoma) pasca mola hidatidosa lebih baik karena mola hidatidosa merupakan

penyakit wanita dalam masa reproduksi yang umumnya terjadi pada usia muda

( kurang lebih 20 tahun, bahkan angka kejadian ini juga cenderung tinggi pada wanita

yang berusia <15 tahun) dan belum mempunyai anak.

Menurut penelitian, usaha menurunkan kejadian keganasan ini dapat

dilakukan dengan pemberian retinol palmitat. Pengobatan dengan sitostatika

merupakan pengobatan yang mahal dengan kegagalan pengobatan berkisar 20,30%.

1

Page 2: Refrat Ega Obgyn

Kegagalan ini umumnya disebabkan karena penyebaran keganasan ke organ tubuh

yang jauh. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha penanganan kasus mola harus

tuntas dalam penatalaksanaan post evakuasi mola hidatidosa dimana follow-up pasien

sangat diperlukan untuk memantau perkembangan penyakit tersebut dan pencegahan

keganasan sebelum dan sesudah terdiagnosa mola hidatidosa. (Andrijono,

www.lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=76384&lokasi=lokal).L

Referat ini dibuat dengan tujuan agar para pembaca mengetahui,

mengenali ,dan memahami penatalaksanaan mola hidatidosa terkini yang dapat

diaplikasikan dalam praktek sehari-hari.

2

Page 3: Refrat Ega Obgyn

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Mola berasal dari bahasa Latin yang berarti massa, sedangkan hidatidosa

berasal dari kata hydatis (Yunani) yang berarti tetesan air. 2

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus

korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Jaringan trofoblast pada villus, kadang-

kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon yaitu

Human Chorionic GonadootrophinI (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada

kehamilan biasa. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar

dan edematus itu hidup dan tumbuh terus. Gambaran yang diberikan ialah sebagai

segugusan buah anggur. Mola hidatidosa termasuk dalam klasifikasi penyakit

trofoblastik gestasional berdasarkan histologi dan klinis. 7

B. ETIOLOGI

Penyebab mola hidatidosa belum diketahui.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa, antara lain : 7

1. Faktor Ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat

dikeluarkan

2. Imunoselektif dari trofoblas

3. Keadaan sosioekonomi yang rendah

4. Paritas tinggi

5. Kekurangan protein

6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

Berdasakan penelitian Andrijono yang ditilik dari segi nutrisi, defisiensi

vitamin A (retinol) dapat mengakibatkan mola hidatidosa karena mola hidatidosa

merupakan kehamilan yang abnormal yang pada pemeriksaan histopatologi ditandai

3

Page 4: Refrat Ega Obgyn

dengan proliferasi sel sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan intermediate trofoblas.

Vitamin A mengontrol proliferasi sel, dan penurunan kadar vitamin A menyebabkan

proliferasi tidak terkontrol.

D. FAKTOR RESIKO

Walaupun etiologi penyakit ini belum diketahui, telah lama diketahui bahwa

penderita penyakit ini mempunyai faktor resiko tertentu. Telah diketahui bahwa

penyakit ini banyak ditemukan pada golongan sosio ekonomi rendah, umur di bawah

20 tahun dan di atas 34 tahun, dan dengan paritas tinggi. Karena adanya faktor risiko

ini, maka walaupun etiologi belum diketahui, insiden penyakit ini dapat diturunkan

dengan suatu upaya preventif berupa pencegahan kehamilan di bawah 20 tahun dan di

atas 34 tahun dengan jumlah anak tidak lebih dari tiga, disamping usaha pemerintah

untuk menaikkan tingkat hidup masyarakat akan pula menurunkan insiden.9 Juga

disebutkan defisiensi lemak hewani dan karotene merupakan faktor resiko. Secara

singkat dapat disimpulkan bahwa peran graviditas, paritas, faktor reproduksi lain,

status estrogen, kontrasepsi oral dan faktor makanan dianggap sebagai faktor resiko

walaupun masih belum jelas hubungannya.

E. PATOGENESIS (mola patogen)

Karakteristik mola hidatidosa adalah adanya konseptus jaringan

trofoblastik hiperplastik yang tertanam pada plasenta.. Hasil konsepsi ini tidak

memiliki inner cell mass.1

Saat ini, Mola hidatidosa dianggap berasal dari trofoblas ekstraembrionik.

Persamaan histologis antara vesikel mola dan villi korionik mendukung kalau kedua

hal tersebut saling berhubungan. Meskipun begitu, gambaran patologi hasil

histerektomi memberikan konsep baru mengenai pembentukan mola hidatidosa

sebagai transformasi dari embryonic inner cell mass Sesaat sebelum pembentukan

endoderm. Pada saat ini, embryonic inner cell mass berpotensi untuk berdiferensiasi

menjadi lapisan ekto,meso, dan endoderm. Namun jika terjadi gangguan, maka

perubahan tersebut gagal terjadi maka terjadilah pembentukan trofoblas (yang berasal

dari embryonic inner cell mass) yang akan berkembang menjadi sitotrofoblas dan

sinsitiotrofoblas, and masih mampu untuk membentuk ektraembrionik mesoderm

4

Page 5: Refrat Ega Obgyn

yang akhirnya akan membentuk vesikel dari mola dengan mesoderem yang longgar

pada inti villinya.7

 Tabel  2. Gambaran Trofoblas Normal

Keterangan

:

Kotak atas : Gambaran Mikroskopis Trofoblas Normal 

Kotak tengah : Gambaran Ilustrasi Trofoblas 

5

Page 6: Refrat Ega Obgyn

Kotak bawah : Proses Invasi Trofoblas

Mola hidatidosa terdiri dari dua tipe yaitu mola sempurna (complete mole)

dan mola parsial (partial mole). 1

1. Mola sempurna (complete mole) memiliki pola kromosom diploid, dengan

seluruh kromosom berasal dari ayah melalui fertilisasi monosperma maupun

disperma. Pada fertilisasi monosperma, satu sperma haploid membuahi ovum

tanpa nukleus dan kemudian menggandakan kromosomnya. Fertilisasi

monospermia selalu menghasilkan kariotipe 46XX karena kariotip zigot 46XY

kekurangan gen X-linked yang penting untuk pertumbuhan (Larsen, 1997). Pada

fertilisasi disperma, 2 sperma akan membuahi ovum tanpa nukleus. Fertilisasi ini

dapat menghasilkan kariotip 46XX ataupun 46XY. Kariotip 46XX ditemukan

pada 90% mola sempurna (complete mole). Penemuan ini menandakan bahwa

fertilisasi monosperma merupakan mekanisme genetik dominan (Szulman, 1978).

Bentuk yang jarang dari mola sempurna (complete mole) yang rekuren adalah asal

biparietal dan dihasilkan dari misekspresi gen yang tidak dicetak (imprinted

genes). Mola tipe ini terbentuk bila kehilangan maternal imprints ovum.

Walaupun hasil konsepsi memiliki gen dari kedua orangtuanya, kehilangan

maternal imprinting memberikan fungsi sejajar 2 genom paternal. Kehamilan

mola rekuren tipe ini merupakan familial dan diturunkan secara autosomal resesif.

Regio yang berperan adalah 19q13.4.3 Penelitian terbaru membuktikan adanya

resesi pada gen di lokus 19q13.4 dimana NALP7 yang merupakan bagian dari

protein CATERPILLAR yang berperan dalam proses apoptosis dan Pathogen-

induced Inflamation. Meskipun peran dari NALP7 belum diketahui, namun

diduga berkaitan dengan oogenesis atau proses invasi trofoblast di endometrium

dan pembentukan desidua.6

Mola sempurna (complete mole) terbentuk tanpa formasi jaringan fetal.

Gambaran inilah yang membedakannya dengan mola parsial. Pada evaluasi

patologi, mola sempurna (complete mole) memperlihatkan vili korionik yang

membengkak dengan gambaran-mirip-anggur grapes ("cluster of grapes" atau

6

Page 7: Refrat Ega Obgyn

"honeycombed uterus" atau "snow-storm")1 dan dengan adanya jaringan

trofoblast hiperplasia tanpa adanya bagian fetal yang dapat teridentifikasi atau

membran amnion.2,4 Melalui mikroskop terlihat vili korion hidrofik dengan edema

interstitial. Pembuluh darah fetus tidak ada pada stroma villi.4 Semua mola

hidatidosa mengeluarkan hCG. Marker inilah yang digunakan untuk memonitor

regresi tumor setelah evakuasi.4 Komplikasi utama dari mola sempurna ini adalah

2% kemungkinan progresi kearah keganasan yaitu koriokarsinoma.1

Gambar1. Kajii et al; 1977 karyotiping yang menyatakan mola sejati berasal dari

paternal.

2. Mola parsial biasanya memiliki kariotip tripoid (69XXX, 69XXY, atau 69XYY)

yang merupakan hasil fertilisasi telur normal dengan 2 sperma. Maka dari itu,

mola parsial berisi 2 set kromosom paternal dan 1 set kromosom maternal. 10%

mola parsial memiliki tetraploid atau kariotip lebih banyak yang terdiri dari set

multipel dari kromosom paternal yang dikombinasikan dengan 1 set kromosom

maternal. Jaringan fetal biasanya muncul sebagai mola parsial nemun fetus

nonviable, pertumbuhan sangat terhambat atau memiliki banyak kelainan. Pada

analisa patologi, mola parsial memperlihatkan pembengkakan vili korion,

7

Page 8: Refrat Ega Obgyn

hiperplasia trofoblas dengan atau tanpa atipia, villous scalloping, inklusi stroma

trofoblas dan embrio/fetus yang dapat diidentifikasi.2,5

F. KLASIFIKASI(1)

Berdasarkan ada tidaknya janin, maka mola hidatidosa diklasifikasikan

sebagai:

1. Mola hidatidosa komplet2,9

Angka kejadian mola hidatidosa komplet lebih sering daripada mola

hidatidosa parsial. Resiko untuk berkembang menjadi tumor trofoblas darimola

hidatidosa komplit sekitar 20%. Mola hidatidosa komplet merupakan hasil konsepsi

abnormal tanpa disertai embrio. Ditandai gambaran sekelompok buah anggur. Villi

koriales berkembang menjadi masa vesikel yang jernih. Vesikel tersebut tumbuh

besar sampai mengisi seluruh kavum uterus.

Vesikel tersebut terdiri dari berbagai ukuran dari yang hampir tidak terlihat

sampai beberapa sentimeter diameternya. Struktur histologisnya berrsifat:

a. Degenerasi hidropik dan edema stroma villi

b. Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema

c. Proliferasi dari epitel trofoblas menjadi berbagai tingkatan

d. Tidak adanya fetus atau amnion

Secara singkatnya dapat disebutkan perubahan histologis yang terlihat berupa:

a. Degenerasi hidropikdan edema stroma villi

b. Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema

c. Proliferasi dari epitel trofoblast menjadi berbagai tingkatan

d. Tidak adanya fetus atau amnion

Pada kehamilan mola dilakukan penelitian sitogenik dan ditemukan

komposisi kromosom yang paling sering adalah 46xx, dengan kromosom

seluruhnya berasal dari ayah sehingga secara keseluruhan menggantikan

kontribusi dari ibu. Biasanya hal ini terjadi sebagai hasil dari fertilisasi

telur yang kosong oleh satu spermatozoa. Meskipun jarang, dapat juga

dijumpai komposisi kromosom 46xy. Dalam hal ini, dua spermatozoa

telah membuahi satu ovum yang mengalami kekurangan kromosom.

8

Page 9: Refrat Ega Obgyn

2. Mola hidatidosa parsial2,9

Merupakan suatu hasil konsepsi abnormal dengan disertai adanya embrio atau

janin yang cenderung untuk mati lebih awal. Hiperplasia trofoblastik yang terjadi,

lebih bersifat fokal daripada generalisata, kariotipe secara khas lebih triploid, yaitu 69

xxy atau 69 xyy, dengan satu komplemen haploid maternal tapi biasanya dengan dua

komplemen haploid maternal. Janin secara khas menunjukkan stigmata triploid yang

mencakup malformasi kongenital multipel dan retardasi pertumbuhan.

Mola ini mengalami perubahan yang bersifat fokal dan kurang agresif

pertumbuhannya dibanding dengan mola hidatidosa komplet. Mungkin dijumpai

beberapa jaringan fetus, biasanya minimal ditemukan kantong amnion.

Hiperplasia trofoblastik bersifat fokal daripada umum. Angka kejadian

koriokarsinoma pada mola hidatidosa parsial cenderung lebih rendah. Dari 3000

kasus mola hidatidosa parsial hanya 2 kasus dilaporkan yang berlanjut menjadi

koriokarsinoma.

Struktur histologisnya bersifat:

1. Abnormal villi.Terlihat campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya tidak

menentu. Meningkatnya inklusi pseudovilli. Kemudian akan terlihat pembuluh

darah angioma melingkari villi avaskular lainnya. stroma villi mempunyai

struktur retikular, beberapa villi bersifat fibrotik.

2. Proliferasi trofoblastik berlebihan. Lebih sedikit bila dibandingkan dengan mola

hidatidosa komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada.

3. Perubahan hidropik. Bersifat fokal, membesar pada trimester kedua. Pada

trimester pertama biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi fibrotik. Pada

mola yang telah lama terdapat sisterna yang besar, jarang terlihat pada aborsi

hidropik.

4. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah bernukleus juga

amnion.

9

Page 10: Refrat Ega Obgyn

Tabel karakteristik mola hidatidosa bentuk komplet dan parsial 5

No. Gambaran Mola komplet Mola parsial

1. Jaringan embrio atau janin tidak ada ada

2. Pembengkakan hidatidosa pada villi difus fokal

3. Hiperplasia trofoblastik difus fokal

4. Inklusi stroma tidak ada ada

5. Lekukan vilosa tidak ada ada

6. Kariotipe Paternal 46xx (96%) Paternal & maternal

46xy (4%) 69xxy

7. Neoplasia trofoblastik 20 % 5% (koriokarsinoma jarang)

Klasifikasi FIGO (FIGO, 2000)

Pembagian stadium dari Federation International  Gynecolog Obsteterician

1982  sifatnya sederhana dan menggunakan kriteria yang sama dengan keganasan

ginekologi yanglain. Pembagian ini mengacu pada pemeriksaan klinis dan hasil pemeriksaan

radiologi dantidak menggunakan langkah-langkah rumit yang mungkin tidak dapat

dilakukan dinegara-negara yang sedang berkembang. 

Tabel 7. Modifikasi kombinasi sistem skor WHO dengan staging FIGO

Stadium I Tumor semata-mata terdapat dalam  uterus

Stadium II Tumor menyebar ke adneksa, atau keluar dari uterus namun terbatas

padastruktur genital

Stadium III Tumor menyebar ke paru-paru dengan atau tanpa penyebaran ke

traktus genitalis

Stadium IV Tumor menyebar ke tempat-tempat lain

10

Page 11: Refrat Ega Obgyn

Kelemahan - kelemahan pembagian ini :

a) Diagnosis TTG pasca evakuasi jaringan mola semata-mata mengacu pada

gambaranregresi hCG yang abnormal tampa harus mencari letak pertumbuhan

jaringantrofoblasnya baik secara klinis maupun radiologi.

b) Klasifikasi ini tidak menjelaskan bagaimana caranya menemukan

pertumbuhan di luar uterus.

c) Cara penyebaran TTG berbeda dari cara penyebaran keganasan ginekologi

yang lain,metastasis di luar pelvis bisa terjadi tanpa harus ada penyakit

primernya baik uterusmaupun dalam pelvis.

d) Sistem ini tidak melibatkan faktor-faktor prognosis seperti kadar hCG; masa

laten darikehamilan terakhir dan jenis kehamilan sebelumnya, sehingga

sebagai akibatnyapengobatan kurang adekuat. Pada tahun 1991, FIGO

menambahkan faktor prognostik kedalam sistem staging  anatomik yang klasik

dengan faktor prognostik, yaitu nilai hCG urin > 100.000mIU/ml dan β HCG serum

> 40.000 mIU/ml dan lamanya waktu dari terminasi kehamilannya hingga

terdiagnosis > 6 bulan 1.

e) Staging harus berdasarkan riwayat kehamilan, pemeriksaan klinis, pendekatan

laboratorium dan radiologis.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan :

a) Riwayat kemoterapi  pada PTG sebelumnya.

b) Jika tumor ditempat implantasi  plasenta (harus dilaporkan terpisah).

c) Konfirmasi  histologik tidak bermakna. 

Pada tahun 2000, FIGO menerima sistem skor WHO berdasar pada faktor

prognostik.Sistem ini pertama kali diungkapkan oleh Prof. Kenneth Bagshawe. Nilai

skor untuk faktor resiko yaitu 1, 2, 3 dan 4. Golongan darah tidak digunakan dalam

sistem skor ini. Metastaseke hepar mendapatkan skor  4. Batasan skor antara resiko

rendah dan resiko tinggi ditetapkanoleh FIGO Cancer Committee

Announcement pada Juni 2002 . Skor 6 termasuk dalamresiko rendah dan hanya

mendapat single agent  kemoterapi. Skor 7 termasuk dalam resiko tinggi dan

membutuhkan kemoterapi kombinasi. Tidak ada lagi golongan resiko

11

Page 12: Refrat Ega Obgyn

sedang.Kombinasi antara sistem skor faktor resiko WHO dengan stadium FIGO

diterima oleh FIGO staging and Nomenclature committee pada September 2002.

(Hoskins, 1989)

12

Page 13: Refrat Ega Obgyn

H. DIAGNOSIS(2,3,5)

1. Anamnesis 1,6,8,9

- terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari

kehamilan biasa

- terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli

tua atau kecoklatan

- pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan

usia kehamilan seharusnya

- keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada)

yang merupakan diagnosa pasti

2. Gejala klinik

a. Perdarahan

b. Pembesaran uterus

c. Tidak adanya aktifitas janin

d. Eklampsia dan preeklmpsia

e. Hiperemesis

f. Tirotoksikosis

g. Embolisasi

h. Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun

bilateral.

Mola hidatidosa komplet

- Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplet.

jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus

mungkin membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap masuk

ke dalam vagina. Gejala ini muncul pada 97% kasus.

- Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG

- Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan

kulit yang hangat.

Mola hidatidosa parsial

13

Page 14: Refrat Ega Obgyn

- Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama

dengan mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda

seperti abortus inkomplet atau missed abortion.

- Perdarahan pervaginam

- Adanya denyut jantung janin

3. Pemeriksaan fisik 1,2,7,9

Pada pemeriksaan fisik ditemukan:

Inspeksi

- Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang

disebut muka mola (mola face)

- Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas

Palpasi

- Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembek

- Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak janin

- Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola keluar, dan

fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru

Auskultasi

- Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

- Terdengar bising dan bunyi khas

Pemeriksaan dalam

- Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian

janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan

vagina, serta evakuasi keadaan serviks.

4. Pemeriksaan Penunjang 1,2,7,9

A. Pemeriksaan laboratorium

Pengukuran kadar -hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan

diagnosis mola karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial

diperlukan untuk mendeteksi penyakit PTG yang persisten setelah

pengeluaran mola.

14

Page 15: Refrat Ega Obgyn

Yang harus diperhatikan di sini adalah hormon -hCG, karena

karakteristik yang terpenting dari penyakit ini adalah kemampuannya

dalam memproduksi hormon -hCG, sehingga jumlah hormon ini lebih

meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan normal pada usia

kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di urin maupun dalam

serum penderita. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada serum

terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada yang di urin. Terdapat tiga

jenis pemeriksaan -hCG, yaitu :

- -hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 – 10

mIU/ml

- -hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50

mIU/ml

- -hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2 juta

mIU/ml

Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar -hCG serum kehamilan

normal pada usia kehamilan yang sama. Bila kadar -hCG kuantitatif

>100.000 mIU/L mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang berlebihan

dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya kehamilan mola

namun kadang-kadang kehamilan mola dapat memiliki nilai hCG normal.

Biasanya tes -hCG normal setelah 8 minggu post evakuasi mola.

Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat kehamilan

tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa dibuat. Kadar

hormon -hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau lebih setelah

menstruasi terakhir. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG,

penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua

kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hormon -hCG yang ditemukan pada

serum atau urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada.

B. Ultrasonografi

Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran

seperti “badai salju“ tanpa disertai kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan

USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami

perdarahan pada trisemester awal kehamilan dan memiliki ukuran uterus

yang lebih besar daripada usia kehamilannya.

USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara

kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa

15

Page 16: Refrat Ega Obgyn

beberapa struktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa

dengan mola hidatidosa termasuk myoma uteri dengan kehamilan ini dan

kehamilan janin > 1. Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa

tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan

anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma uteri. Pada

kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik,

kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik

vesikuler berdiameter antara 5-10 mm. Gambaran tersebut dapat

dibayangkan seperti gambaran sarang tawon (honey comb) atau badai salju

(snow storm). 9

Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah

adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein. Kista ini tidak dapat

tidak dapat diketahui keberadaannya jika hanya dengan pemeriksaan

palpasi bimanual. USG dapat mendeteksi adanya kita teka lutein oleh

karena itu untuk mengetahui ada tidaknya kista teka lutein dipergunakan

USG.

C. Foto rontgen

Pada kehamilan 3-4 bulan, tidak ditemukan adanya gambaran tulang-tulang

janin. Organ-organ janin mulai dibentuk pada usia kehamilan 8 minggu dan

selesai pada usia kehamilan 12 minggu. Oleh karena itu pada kehamilan

normal seharusnya dapat terlihat gambaran tulang-tulang janin pada foto

rontgen.

D. Uji sonde

Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus. Jika

sonde masuk ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar 360o

dengan deviasi sonde kurang dari 10o, berarti merupakan kehamilan mola.

E. Amniografi

Dengan menggunakan bahan radioopague yang dimasukkan ke dalam

uterus secara transabdominal, akan memberikan gambaran radiografik yang

khas untuk mola hidatidosa. Kavum uterus ditembus dengan jarum

amniosentesis. Suntikan 20 ml hypague segera. Dibuat foto anteroposterior

5-10 menit kemudian. Pola sinar X yang terjadi seperti sarang tawon, yang

ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi gelombang-gelombang

korion. Amniografi ini sekarang sudah jarang digunakan lagi semenjak

adanya USG yang lebih mudah.

I. KRITERIA DIAGNOSTIK

16

Page 17: Refrat Ega Obgyn

Pada beberapa kasus, vesikel hidatidosa yang berupa gambaran anggur

dikeluarkan sebelum mola secara spontan abortus atau dikeluarkan dengan operasi.

Pengeluaran secara spontan umum terjadi pada minggu ke-16 dan jarang setelah 28

minggu. Penemuan klinik berupa perdarahan yang menetap dan pembesaran uterus

lebih dari usia kehamilan harus dicurigai sebagai kehamilan mola. Harus juga

dipikirkan apakah pembesaran uterus tersebut disebabkan oleh kesalahan data

menstruasi, mioma uteri, hidramnion, atau kehamilan ganda. Penegakan diagnosis

yang akurat ialah dengan pemeriksaan USG. Umumnya struktur lain mungkin

memiliki penampilan serupa dengan mola, termasuk diantaranya mioma uteri dan

kehamilan ganda.

Sebagai kesimpulan, kriteria diagnostik dari mola hidatidosa komplet sebagai

berikut:

1. Perdarahan yang terus-menerus pada kehamilan kurang lebih 12 minggu yang

biasanya bersifat masif dan berwarna kecoklatan

2. Pembesaran uterus melebihi usia kehamilan

3. Tidak adanya bagian janin dan denyut jantung janin walaupun uterus membesar

setinggi pusat atau lebih.

4. Gambaran USG yang khas : badai salju

5. Kadar serum hCG yang lebih tinggi daripada kadar umum berdasarkan masa

kehamilan

6. Preeklampsi dan eklampsi yang muncul sebelum minggu ke-24

7. Hiperemesis gravidarum

Diagnosa pasti ditegakkan bila kita melihat lahirnya gelembung-gelembung mola.

Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat,

karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan

keadaan umum pasien menurun. Yang baik ialah bila dapat mendiagnosis mola

sebelum keluar gelembung.

J. DIAGNOSA BANDING 1,2,7,9,10

- Kehamilan normal

- Kehamilan dengan mioma uteri

- Hidramnion

- Gemelli

- Abortus

- Kehamilan ektopik terganggu

K. KOMPLIKASI

17

Page 18: Refrat Ega Obgyn

Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang

membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam

bimbingan laparaskopi.

Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus

diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga

diberikan.

Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya

pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post evakuasi

sampai hasilnya negatif.

DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik.

Semua pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.

Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut.

Faktor resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang

diharapkan pada usia kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir fatal.

Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang

Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh

pelepasan jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus oleh

karena keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena evakuasi

jaringan mola.

Infeksi sekunder

Perforasi, karena keganasan atau karena tindakan

Keganasan, baik menjadi koriokarsinoma ataupun menjadi mola invasif

L. PENATALAKSANAAN 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10

Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:

1. Perbaikan keadaan umum

Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan syok

hipovolemik karena perdarahan atau menghilangkan penyulit seperti

preeklampsia dan tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti pada kehamilan

biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam.

2. Pengeluaran jaringan mola

Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri. Ada

dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi

a. Kuret hisap

Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU

18

Page 19: Refrat Ega Obgyn

oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit. Oksitosi diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya akan dikeluarkan. Tindakan ini dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan dengan terjadinya retraksi miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan demikian resiko perforasi dapat dikurangi 8.Bila sudah terjadi abortus maka kanalis servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis servikalis belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria atau servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan mola dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati dengan menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang diperoleh diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus sudah mengecil sehingga lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus yang bersih.

Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12 minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret sebaiknya disediakan persediaan darah untuk menjaga kemungkinan terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung.

b. HisterektomiSebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak.

Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi timbulnya keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif.

Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan

dilakukan melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan

sudah ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-sel

tumor trofoblastik, namun mampu untuk mengurangi kekambuhan

penyakit ini.

19

Page 20: Refrat Ega Obgyn

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika

Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya

keganasan di bawah pengawasan dokter.3 Misalnya umur tua dan paritas

tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus dengan hasil

histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate atau

Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan

jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika

merupakan obat yang berbahaya.

Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat

menghindarkan keganasan metastasis serta mengurangi terjadinya

koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar hCG >100.000 IU/L

praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah

keganasan.

Stadium I, risiko rendah, PTG non metastasisKemoterapi tunggal

Methotrexate 15 mg/m2/hari, IM/IV, selama 5 hari, interval 2 minggu Dactinomycin 0,5 mg/hari, selama 5 hari, interval 2 mingguEtoposide 200 mg/m2/hari, selama 5 hari, interval 2 mingguMethotrexate 1 mg/kgBB (>70 mg), IM/IV, hari 1,3,5,7 + asam folat 0,1 mg/kgBB, IM/IV, hari 2,4,6,8, interval 2 minggu

Stadium II-III, risiko sedang, PTG metastasis risiko rendahKemoterapi kombinasi dua obat

Methotrexate 15 mg/m2/hari + Dactinomycin 0,5 mg/hari, IV, selama 5 hari, interval 2 mingguMethotrexate 15 mg/m2/hari + Etoposide 200 mg/m2/hari, IV, selama 5 hari, interval 2 minggu

Stadium IV, risiko tinggi, PTG metastasis risiko tinggiMultikemoterapiMAC, setiap hari selama 5 hari

Methotrexate 0,3 mgDactinomycin 0,5 mgCyclophosphamide 3 mg/kg atau Chlorambucil 0,15 mg/kg

EMA-COHari 1Etoposide 100 mg/m2, IV, dalam 30 menitMethotrexate 100 mg/m2, IV, bolusMethotrexate 100 mg/m2, drip dalam 12 jamDactinomycin 0,5 mg, IV bolus

20

Page 21: Refrat Ega Obgyn

Hari 2Etoposide 100 mg/m2, IV, dalam 30 menitDactinomycin 0,5 mg, IV bolusLeucovorin 15 mg, IV/IM/oral, setiap 12 jam, 4 dosis terbagi, 24 jam setelah pemberian methotrexateHari 8Cyclophosphamide 600 mg/m2, IV, dalam 30 menitVincristine 1 mg/m2, IV bolus

EHMMACSeri 1Etoposide 100 mg/m2/hari, selama 5 hariSeri 2Hydroxyurea 0,5 mg, peroral, diulang 12 jam kemudian pada hari 1Methotrexate 50 mg, IM, diulang setiap 48 jam (hari 2,4,6,8)Seri 3Dactinomycin 0,5 mg, setiap hari selama 5 hariSeri 4Vincristine 1 mg/m2, hari 1 dan 3

Cyclophosphamide 400 mg/m2, IV, hari 1 dan 3

Mola hidatidosa merupakan kehamilan abnormal yang pada pemeriksaan

histologi didapatkan proliferasi sel trofoblas. Sejumlah 80% penderita mola

hidatidosa akan mengalami regresi pasca evakuasi. Regresi spontan pasca evakuasi

disebabkan karena sel trofoblas mempunyai aktifitas apoptosis. Sejumlah 20%

penderita mola hidatidosa menderita degenerasi keganasan yang secara klinis disebut

PTG. Degenerasi keganasan ini mungkin disebabkan karena aktifitas proliferasi yang

dominan sehingga proliferasi terjadi berkelanjutan pasca evakuasi. Mekanisme

apoptosis pada mola hidatidosa belum diketahui sepenuhnya. Asam retinoat yang

merupakan zat aktif retinol atau vitamin A mempunyai aktifitas merangsang

pengistirahatan siklus sel dan merangsang apoptosis. Penelitian yang dilakukan oleh

Andrijono telah membuktikan adanya keberadaan reseptor Retinol Binding Protein

(RBP) pada sel trofoblas molahidatidosa. Ekspresi reseptor RBP dijumpai pada

21

Page 22: Refrat Ega Obgyn

membran sel dan sitoplasma. Ekspresi reseptor RBP pada sel sinsitiotrofoblas lebih

kuat jika dibandingkan dengan sel sitotrofoblas.

4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)

Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang mengarah

keganasan.

Metode umum follow up adalah sebagai berikut:

- Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun

- Pengukuran kadar serum β-HCG setiap 2 minggu

- Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan atau

pendataran kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut

- Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan

pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama 1

tahun

- Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun kemudian

Setiap periksa ulang penting diperhatikan :7

1. Gejala klinik: keadaan umum dan perdarahan

2. Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang keadaan serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak

3. Reaksi biologis atau imunologis air seni, kalau reaksi titer tetap (+) maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap tumor timbul 34,5% dalam 6 minggu, 62,1% dalam 12 minggu, dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2% dalam 1 tahun setelah mola keluar.

Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejala-gejala koriokarsinoma yang harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase mola adalah perdarahan yang terus menerus, involusi rahim tidak terjadi, kadang-kadang malahan nampak metastasis di vagina berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh, dan mudah berdarah sebesar kacang Bogor.1

Selama pengawasan, secara berkala dilakukan ginekologis, kadar -HCG dan radiologi. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -HCG yang menetap untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap -HCG sub-unit. Pemeriksaan kadar -HCG diselenggarakan setiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Mungkin juga

22

Page 23: Refrat Ega Obgyn

timbul metastasis di paru-paru yang menimbulkan batuk dan haemoptoe. Oleh karena itu, bila ada gejala-gejala yang mencurigakan harus dibuat foto rontgen paru.1

SKEMA MANAJEMEN PADA MOLA HIDATIDOSA (6)

Dalam proses ekspulsi Uterus

- sedatif - koreksi anemia (tranfusi darah)

- infus - darah tetap di pertahankan

- tranfusi darah menjelang pengeluaran

percepat evakuasi (pengeluaran)

oxytocin drip

+

suction

- pasien muda - umur 35 tahun

- ingin mempunyai anak

Kuretase

(antara hari 5-7)

evakuasi Hysterektomi

(selektif)

Vaginal Abdominal

Hysterotomy

Cervik baik cervik tak baik - cervic tidak baik

- perdarahan

Oxytocin drip dilatasi lambat

+ Pada cervik

Suction evakuasi (laminaria)

+ kuretase secepatnya

suction evakuasi

23

Page 24: Refrat Ega Obgyn

kuretase antara hari 5-7

Kontrol rutin (kurang lebih untuk 2 tahun)

M. PROGNOSIS

WHO SCORING SISTEM 5

Faktor Prognosis 0 1 2 31. Usia < 39 th > 39 th2. Kehamilan sebelumnya Mola Aborsi Aterm 3. Interval < 4 bl 4-6 bl 7-12 bln > 12 bln 4. -hCG < 1000 < 10.000 < 100.000 > 100.0005. ABO maternal-paternal OxA, AxO B, AB6. Ukuran tumor terbesar 3-5 > 5

7. Lokasi metastase Limpa, ginjal

GIT, hati Otak

8. Angka metastase 1-4 4-8 > 8

9. Kemoterapi terdahulu Tunggal Multipel

Total skor :

0-4 resiko rendah 5-7 resiko sedang > 8 resiko tinggi

Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai 0 dengan diagnosa dini dan

terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien cenderung untuk

menderita anemia dan perdarahan kronis. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus ini

dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi.

Evaluasi dini tidak menghilangkan kemungkinan berkembangnya tumor

persisten. Hampir 20% mola komplet berlanjut menjadi tumor gestasional

trofoblastik. Lurain and Colleagues (1987) melaporkan setelah evakuasi mola

hidatidosa, 81% mengalami regresi spontan dan 19% berlanjut menjadi tumor

trofolastik gestasional.

24

Page 25: Refrat Ega Obgyn

Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah menjalani

evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif pada lebih dari 80%

pasien. Mola hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5 – 2,6%, dengan resiko yang

lebih besar untuk menjadi mola invasif atau koriokarsinoma. Terjadinya proses

keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, tetapi yang

paling banyak dalam 6 bulan pertama. Kurang lebih 10-20% mola hidatidosa komplet

menjadi metastastik koriokarsinoma yang potensial invasif.

Kematian pada kasus mola disebabkan karena perdarahan, infeksi,

preeklampsia, payah jantung, emboli paru atau tirotoksikosis. Di negara maju,

kematian karena mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih

cukup tinggi, yaitu berkisar 2,2-5,7%.

Pasien mola dianggap sehat kembali, sampai sekarang belum ada kesepakatan.

Curry mengatakan sehat bila kadar -HCG dua kali berturut-turut normal. Ada pula

yang mengatakan bila sudah melahirkan anak yang normal.

25

Page 26: Refrat Ega Obgyn

BAB V

KESIMPULAN

Penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti sehingga tidak dapat

diketahui usaha pencegahan yang harus dilakukan, oleh karena itu sangatlah penting

untuk dapat mendeteksi dan menangani kasus ini sedini mungkin terutama karena

kecenderungannya menjadi ganas.

Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda (walaupun tanpa pembesaran

uterus yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus dicurigai terhadap

kemungkinan adanya penyakit mola hidatidosa. Walau tidak tertutup kemungkinan

adanya kehamilan ganda, kesalahan HPHT, hidramnion, Abortus imminen, dll.

Demikian juga adanya gejala-gejala preeklamsia dan eklamsi dini pada kehamilan

yang lebih muda harus diwaspadai adanya mola hidatidosa.

Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembung-gelembung mola atau

jaringan mola yang keluar. Bila masih terdapat keraguan dalam penegakkan diagnosa,

cara yang sangat membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan memberikan

gambaran badai salju. Pengukuran kadar B-hCG secara serial digunakan dalam

mendeteksi penyakit trofoblas ganas yang terjadi setelah evakuasi jaringan mola.

Penanganan yang cepat dan tepat dibutuhkan karena biasanya pasien datang

setelah terjadinya perdarahan. Selain itu informed consent pada pasien dan keluarga

pasien juga perlu diperhatikan dalam prosedur tindakan medis.

Disarankan kepada penderita untuk kontrol secara teratur dan memeriksakan

kadar β-HCGnya secara teratur untuk mengevaluasi adanya kemungkinan keganasan.

26

Page 27: Refrat Ega Obgyn

DAFTAR PUSAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic Disease :

Williams Obstetrics.21th ed. Conneticut, Appleton & Lange, 2001; 835-843.

2. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Mola Hidatidosa; Obstetri Patologi;

1983; 38-42.

3. Konar Hiralal Gestational Trophoblastic Diseases (GID) D.C. Dutta 4 th ed New

Central book Agency Calcuta, 1998; 206-215

4. Rustam Muchtar. Penyakit Trofoblas : Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 1. Penerbit

buku Kedokteran. EGC. Hal. 238-243.

5. Shaw R, Soutter P, Stanton S, et al. Trophoblastic disease : Gynaecology.

London, Churchill Livingstone, 1992 ; 557-566.

6. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa ; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999 : Hal: 142, 339- 348.

7. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa ; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999; Hal. 262-264

A. Konar Hiralal. Gestational Trophoblastic Diseases (GID) in Textbook of Obstetrics D.C. Dutta 4th ed New Central book Agency Calcutta. 1998 ; 206 – 215.

Lapsus

1. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-1. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1997; 342 – 348.

2. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, et al. Gestational Trophoblastic Disease in Williams Obstetrics. 20th ed. Connecticut, Appleton & Lange. 1997; 676 – 677.

3. Konar Hiralal. Gestational Trophoblastic Diseases (GID) in Textbook of Obstetrics D.C. Dutta 4th ed New Central book Agency Calcutta. 1998 ; 206 – 215.

27

Page 28: Refrat Ega Obgyn

4. Wiknjosastro H. Mola Hidatidosa; Ilmu Kandungan. Edisi ke-2. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1997; 262 – 266.

5. H Alan, De Cherney, Nathan L. Gestational Trophoblastic Disease in Current Obstetric an Gynecologic Diagnose and Treatment. 9th ed. Lange. Baltimore NY. Mc Graw Hill. 2000; 947 – 958.

6. Jonathan SB, Neville FH. Gestational Trophoblastic Neoplasia in Practical Gynaecologic Oncology. 3rd ed. Philadelphia. Lippincott Williams and Wilkins. 2000; 615 – 638.

7. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Mola Hidatidosa dan Koriokarsinoma; Obstetri Patologi; 1983; 38 – 42.

8. Mochtar rustam, Penyakit Trofoblas Sinopsis Obstetri edisi 2; EGC Penerbit Buku kedokteran; 1998 : 238 – 243.

9. http://www.emedicine.com Hydatiform Mole by Lisa E Moore, MD

10. http://www.emedicine.com Gestational Trophoblatic Disease by William M. Rich, MD

28