REFORMASI BIROKRASI

31
REFORMASI BIROKRASI (TINJAUAN TEORITIK) OLEH : N A S R U L H A Q 12/338478/PSP/04353 MAGISTER MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK 0

description

TINJAUAN TEORITIK REFORMASI BIROKRASI

Transcript of REFORMASI BIROKRASI

Page 1: REFORMASI BIROKRASI

REFORMASI BIROKRASI(TINJAUAN TEORITIK)

OLEH :

N A S R U L H A Q12/338478/PSP/04353

MAGISTER MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

0

Page 2: REFORMASI BIROKRASI

A. PERKEMBANGAN PARADIGMA BIROKRASI

1. Birokrasi Pra Weberian

Istilah birokrasi pra Weberian dimaknai pada birokrasi sebelum

munculnya birokrasi Max Weber. Konsep birokrasi sudah dikenal sejak abad

ke 17 di Perancis. Hal itu ditemukan dalam surat tertanggal 1 Juli 1764 oleh

Filsuf Perancis Baron de Grimm (dikutip dalam Albrow, 2004;1) menulis,

“Kita tergoda oleh gagasan pengaturan dan Master of Request. Kita menolak untuk memahami bahwa ada sosok ketidakterbatasan (inifitas) di suatu negara besar yang dengannya pemerintah itu sendiri tidak mampu memperlihatkan. Pada suatu ketika almarhum M. de Goumay mengatakan, di Perancis kita mendapati suatu penyakit yang jelas-jelas merusak kita, penyakit ini disebut ‘bureaumania’. Acap kali de Goumay menggunakan temuannya itu untuk menyebut empat atau kelima bentk pemerintahan di bawah judul bureaucratie.

Bukti tersebut menandakan bahwa istilah birokrasi sudah ada

sebelum Max Weber mempopulerkan gagasannya mengenai tipe ideal

birokrasi. Namun jarang referensi yang membahas secara detail birokrasi

sebelum Weberian. Catatan mengenai birokrasi pra Weberian, salah satunya

dapat dilihat secara singkat dalam buku Martin Albrow yang berjudul

birokrasi. Sehingga referensi yang tepat untuk mendalami awal kelahiran

konsep birokrasi dapat ditemukan dalam buku yang di tulis oleh Martin

Albrow. Bahkan sampai saat ini, buku tersebut sudah diterjemahkan dalam

bahasa Indonesia.

Albrow menjelaskan bahwa pada awal abad ke 18 muncullah istilah

‘bureau’ yang berarti meja tulis. Kemudian istilah ‘cracy’ disadur dari bahasa

Yunani ‘kratein’ yang berarti mengatur. Untuk selanjutnya menjadi istilah

dalam politik internasional dan berkembang menjadi perbendaharaan bahasa

negara-negara di dunia seperti bureaukratie (Jerman), burocrazia (Italia),

bureaucracy (Inggris), dan birokrasi (Indonesia). Dalam perkembangan masa

awal birokrasi, terdapat pertentangan antara tulisan yang berbahasa Inggris

dengan tulisan berbahasa Jerman terkait dengan pandangan terhadap tipe

1

Page 3: REFORMASI BIROKRASI

pemerintahan Eropa. Bahkan terkadang tulisan mengenai birokrasi dianggap

negara sebagai tulisan subversif (bersifat menggulingkan pemerintah).

Ada beberapa tulisan yang muncul dalam rumusan klasik birokrasi

seperti Gaetano Mosca (1895) menulis ‘Elementi di Scienza Politica’, Michels

(1922) dalam bukunya ‘Political Parties’, J. J. von Gorres (1819) menulis

‘Germany and the Revolution’, John Stuart Mill (1848) dalam karyanya

‘Principles of Political Economy’, Walter Bagehot (1867) dalam ‘The English

Constitution’, Ramsay Muir (1910) dalam tulisan ‘Bureaucracy in England’

serta beberapa tulisan lainnya yang menghiasi perbincangan mengenai

birokrasi dalam rumusan klasik.

2. Birokrasi Weberian

Birokrasi Weberian di ambil dari konsep birokrasi yang di tulis oleh

Max Weber. Max Weber adalah tokoh Sosiologi Jerman yang juga dikenal

sebagai bapak sosilogi moderen. Beliau melahirkan gagasan mengenai

birokrasi ideal dalam karyanya yang berjudul Bureucracy. Buku tersebut

diterbitkan pada tahun 1964, untuk selanjutnya dijadikan referensi tipe ideal

birokrasi oleh beberapa negara di dunia termasuk Indonesia. Weber dalam

Thoha (2008, 17) menjelaskan bahwa suatu birokrasi atau administrasi itu

mempunyai suatu bentuk yang pasti dimana semua fungsi dijalankan dalam

cara-cara yang rasional.

Konsep birokrasi tipe ideal dirumuskan Max Weber (Thoha, 2008;18)

dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh

jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau kepentingan

individual dalam jabatannya. Pejabat tidak bebas menggunakan

jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk

keluarganya.

b. Jabatan disusun dalam tingkatan hierarki dari atas ke bawah dan

kesamping.

2

Page 4: REFORMASI BIROKRASI

c. Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara

spesifik berbeda satu sam lainnya.

d. Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan.

e. Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya.

f. Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun

sesuai dengan tingkatan hierarki jabatan yang disandangnya.

g. Terdapat struktur pengembangan karir yang jelas dengan promosi

berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan objektif.

h. Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya dan

resources instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.

i. Setiap pejabat berada dibawah pengendalian dan pengawasan suatu

sistem yang dijalan secara disiplin.

Ciri-ciri tipe ideal tersebut memberikan gambaran bahwa konsep

birokrasi yang dikemukakan oleh Weber mengandung bebera karakteristik

untuk diterapkan dalam pemerintahan. Konsep Weber kelihatannya belum

sempurna karena tidak mencakup semua aspek birokrasi secara

komprehensif seperti pertimbangan efisiensi. Secara singkat, karakteristik

birokrasi Weber dirangkum Nicholas Henry (1995, 75) menjadi lima ciri yaitu :

a. Hirarki

b. Promosi atas dasar ukuran professional dan keahlian

c. Adanya jenjang karir

d. Ketergantungan penggunaan pengaturan dan regulasi

e. Hubungan impersonalitas diantara para profesionalitas karir dalam

birokrasi dan hubungan mereka terhadap pihak yang dilayani.

Disamping itu, Weber (Santosa, 2008;6) juga merumuskan tipe ideal

dari kewenangan (otorita) yaitu :

a. Otorita Tradisional

Meletakkan dasar legitimasi secara langsung antara atasan dan bawahan

karena tingginya loyalitas bawahan serta terjalin hubungan akrab antara

3

Page 5: REFORMASI BIROKRASI

penguasa dan rakyat. Tahapan yang dilakukan masih menggunakan

model tradisional sehingga perubahan tidak utamakan.

b. Otorita Kharismatik

Otorita ini timbul karena adanya kekuatan energi super natural power

seperti sikap heroik. Maka bahawan selalu menghormati atasannya

karena kekharismatikan pemimpin bukan karena pemaksaan hukum.

c. Otorita Legal-Rasional

Otorita ini didasarkan pada aturan yang diterapkan secara legal.

Menekankan pada aturan yang pasti sebagai acuan dalam menjalankan

tugas. Kekuatan aturan sangat besar dijadikan pedoman oleh bawahan

terhadap pimpinannya.

3. Birokrasi Aweberian

Pandangan Weber mengenai birokrasi ideal ternyata mendapat

kecaman dari beberapa ahli. Dalam tulisan ini diistilahkan sebaga birokrasi

Aweberian. Weber dianggap tidak mengantisipasi dan mempertimbangkan

dampak buruk dari konsep yang ditawarkan. Merton dalam Albrow (2004,

60) menjelaskan bahwa suatu struktur yang rasional dalam pengertian Weber

dapat dengan mudah menimbulkan akibat-akibat yang tidak diharapkan dan

mengganggu bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

Berikutnya, Geral Caiden (Dwiyanto, 2011 ; 42) mengenalkan konsep

titik optimalitas yang tidak pernah dijelaskan oleh Max Weber. Penjelasan ini

oleh Ceiden disebut teori Kurva-J Birokrakratisasi atau parabolic theory of

bureaucracy. Dijelaskan bahwa birokrasi Weberian tidak berbentuk linear

melainkan berbentuk kurva parabola. Artinya pada titik tertentu, birokrasi

Weberian akan berdampak negatif dalam pemerintahan. Teori Kurva dapat

dilihat pada gambar dibawah ini :

4

Page 6: REFORMASI BIROKRASI

Gambar . Teori Kurva-J Birokratisasi

Teori ini menggambarkan adanya dua sisi yang berlawanan apabila

telah melewati titik optimalitas. Misalnya prinsip hierarki, manfaat sebelum

mencapai titik optimalitas adalah memberikan batasan kewenangan,

memfasilitasi pimpinan dalam melakukan supervise dan mempermudah

koordinasi. Namun, disisi lain menimbulkan efek negatif setelah melewati

titik optimalitas. Diantaranya, menimbulkan ketergantungan bawahan,

melembagakan budaya paternalism dan menimbulkan distorsi dalam

komunikasi (Dwiyanto, 2011;44).

Terkait banyaknya muncul perdebatan dari tipe ideal birokrasi Weber

maka muncul pandangan baru mengenai birokrasi yang dipelopori oleh David

Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya berjudul Reinventing Government

yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1992 untuk selanjutnya diterbitkan

dalam edisi bahasa Indonesia pada tahun 1996. Tulisan ini memberikan

paradigma baru yang dirangkum dalam model strategis yaitu :

a. Pemerintahan katalis ; mengarahkan ketimbang mengayuh

b. Pemerintahan milik masyarakat ; memberi wewenang ketimbang

melayani

c. Pemerintahan yang kompetitif ; menyuntikkan persaingan dalam

pemberian layanan

d. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi ; mengubah organisasi yang

digerakkan oleh peraturan

5

Page 7: REFORMASI BIROKRASI

e. Pemerintahan yang berorientasi hasil ; membiayai hasil bukan masukan

f. Pemerintahan berorientasi pelanggan ; memenuhi kebutuhan pelanggan

bukan birokrasi

g. Pemerintahan wirausaha ; menghasilkan ketimbang membelanjakan

h. Pemerintahan antisipatif ; mencegah daripada mengobati

i. Pemerintahan desentralistis ; pada hierarki menuju partisipasi dan tim

kerja

j. Pemerintahan berorientasi pasar ; mendongkrak perubahan melalui pasar

Untuk selanjutnya, demi mendukung pandangan diatas maka David

Osborne dan Peter Plastrik dalam bukunya ‘Banishing Bureaucracy’ (edisi

bahasa Indonesia tahun 2004; Memangkas Birokrasi) menjelaskan lima

strategi pemerintahan wirausaha yang disebut ‘Five C’s’.

Tabel. Strategi Five C’s

Pendongkrak Strategi Pendekatan

Tujuan Strategi IntiKejelasan TujuanKejelasan PeranKejelasan Arah

Insentif Strategi Konsekuensi Persaingan TerkendaliManajemen PerusahaanManajemen Kinerja

Pertanggungjawaban Strategi PelangganPilihan PelangganPilihan KompetitifPemastian Mutu Pelanggan

Kekuasaan Strategi PengendalianOrganisasionalPemberdayaan KaryawanPemberdayaan Masyarakat

Budaya Strategi BudayaMenghentikan KebiasaanMenyentuh PerasaanMengubah Pikiran

Gagasan mengenai mewirausahakan birokrasi merupakan jawaban

dari birokrasi Weberian yang terlihat kaku, tidak luwes, penekanan yang lebih

besar atas sarana daripada hasil akhir, serta aspek manipulasi dan tidak

manusiawi (Nicholas Henry, 1995;75). Nicholas Henry juga menyimpulkan

pandangan teroi birokrasi Weber sebagai organisasi model tertutup yang

6

Page 8: REFORMASI BIROKRASI

kemudian bergeser menjadi manajemen ilmiah dan manajemen administrasi

(generik). Belakangan muncul paradigma baru mengenai birokrasi yang lebih

tepat disebut pergeseran paradigma administrasi negara oleh Janet. V

Denhardt dan Robert B. Denhardt (2003).

B. SEJARAH REFORMASI BIROKRASI INDONESIA

Pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia sulit dipisahkan dengan

sistem pengelolaan pada masa kerajaan dan sistem pengelolaan masa

kolonial. Budaya birokrasi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebiasaan

sistem kerajaan misalnya sebutan abdi dalem bagi prajurit raja yang hanya

patuh kepada atasan. Hal ini pula dirasakan dalam birokrasi Indonesia

sehingga muncul istilah birokrasi paternalistis. Bawahan hanya

bertanggungjawab dan loyal pada atasannya. Disamping itu, pengaruh masa

penjajahan kolonial juga mempengaruhi birokrasi Indonesia seperti

ketergantungan pada aturan yang kaku. Dimasa penjajahan banyak produk

hukum formal yang dibuat sebagai acuan pemerintahan.

Sejarah pra kemerdekaan Indonesia tanpa disadari melekat dalam

sistem birokrasi pasca kemerdekaan sampai saat ini. Hal ini dapat dilihat

dari sistem birokrasi yang diterapkan sejak Presiden Soekarno sampai

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Meskipun ada upaya reformasi

birokrasi tetapi kelihatannya masih tetap jalan ditempat sehingga kemajuan

bangsa masih tetap terpuruk. Perlu disadari bahwa pengaruh patologi

birokrasi sangat mempengaruhi kemajuan suatu negara.

1. Orde Lama

Menurut Rewansyah (2010, 1) bahwa reformasi birokrasi bukanlah

hal yang baru dalam penyelenggaraan administrasi negara di Indonesia. Pada

era orde lama terdapat beberapa upaya dalam reformasi birokrasi. Upaya ini

ditandai dengan dibentuknya Panitia Organisasi Kementrian (PANOK) pada

tahun 1953, Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) tahun 1957,

Komando Retooling Aparatur Negara (KONTRAR) tahun 1962, dan Tim

Penertiban Aparatur dan Adminitrasi Pemerintah (Tim PAAP) tahun 1966.

7

Page 9: REFORMASI BIROKRASI

Pada masa orde lama kekuatan birokrasi dipengaruhi oleh kekuatan

politik yang dibangun oleh Presiden Sukarno. Kekuatan politik Presiden

Sukarno meliputi nasionalis, agama dan komunis yang terbentuk dalam

kelompok partai PNI, MASYUMI dan PKI. Birokrat pemerintahan didominasi

oleh tiga kelompok dengan latar belakang tersebut. Masa ini, birokrasi

pemerintah dalam tahapan pematangan dengan membentuk organisasi

khusus yang menangani pemerintahan. Salah satu organisasi yang dibentuk

pada masa orde lama adalah Lembaga Administrasi Negara.

2. Orde Baru

Urgensi untuk memperhatikan birokrasi pada masa orde baru mulai

menjadi perhatian serius pemerintah. Pada masa orde baru pemerintah

mulai membentuk Kementrian Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur

Negara, kemudian berubah menjadi Kemetrian Penertiban Aparatur Negara.

Kabinet pembangunan III. Selanjutnya diubah lagi menjadi Kementerian

Pendayagunaan Aparatur Negara. Meskipun demikian, birokrasi di Indonesia

justru semakin tidak jelas. Aspek independensi Pegawai Negeri Sipil dan ABRI

kurang diperhatikan. PNS dipaksa masuk ranah politis melalui GOLKAR dan

adanya dwi fungsi ABRI sehingga biokrasi semakin terkontaminasi dengan

politik. Sering terjadi otoriratif elitis dan politisasi birokrasi dari Presiden

Suharto kepada aparatur pemerintahan.

Kondisi birokrasi masa orde baru mulai dirasuki praktek kolusi dan

nepotisme yang merajalela. Aspek birokrasi pemerintahan dibawah satu

komando. Akibatnya muncullah istilah Asal Bapak Senang (ABS) pada masa

pemerintahan orde lama. Ketimpangan tersebut merembet hingga ke

pemerintah daerah. Birokrasi sangat kaku dan sentralistis. Pembatasan ruang

lingkup birokrat sering terjadi tumpang tindih. Membuat fungsi-fungsi

birokrasi berjalan lambat. Fenomena birokrasi yang terlihat pada masa ini

adalah birokrasi paternalistis dengan prinsip Asal Bapak Senang. Manajemen

birokrasi mirip dengan majamen tusuk sate, bawahan harus patuh, taat dan

loyal pada atasan.

8

Page 10: REFORMASI BIROKRASI

3. Era Reformasi

Era reformasi yang bermula sejak runtuhnya rezim orde baru pada

tahun 1998. Seluruh lini dalam lingkup kenegaraan direformasi, termasuk

birokrasi. Era ini diawali oleh Presiden Habibi yang berusaha kembali

memperbaiki struktur dan kultur negara Indonesia yang krisis multidimensi.

Birokrasi mulai ditata kembali dengan sebutan reformasi birokrasi. Usaha

Presiden Habibi (1998-1999) dilanjutkan oleh Presiden berikutnya yaitu

Presiden Abdurrahman Wahid (199-2001), Presiden Megwati (2001-2004),

Presiden Susilo Bambang Yudhoyonu (2004-sekarang).

Di era ini, reformasi birokrasi masih terlihat sekedar wacana

kenegaraan. Sampai saat ini, Menurut Menteri Pendayagunaan Apratur

Negara dan Reformasi Birokrasi kabinet Indonesia Bersatu Jilid II bahwa

permasalahan birokrasi menjadi permasalahan terbesar yang lebih besar dari

masalah korupsi dan infrastruktur. Ini sebuah pertanda yang mengusik tata

pemerintahan di Indonesia. Upaya untuk menanggulangi masalah birokrasi

akhirnya dijadikan prioritas utama RPJMN 2010-2014. Target ini diperkuat

dalam Perpres Nomor 81 tahun 2010 dan Permenpan Nomor 20 tahun 2010.

Selanjutnya di elaborasi dalam 9 program percepatan reformasi biokrasi.

C. DEFINISI REFORMASI BIROKRASI

Kata ‘reformasi’ pertama kali muncul pada abad ke 16 di Eropa Barat.

Kata reformasi digunakan sebagai upaya kolektif dan korektif terhadap

penyimpangan, ketimpangan, ketidakadilan, dan tindakan penguasa yang

betentangan dengan akal sehat yang dilancarkan oleh kelompok atau pihak

yang merasa tertindas (Rewansyah, 2010;117). Menurut Oxford Advanced

Learner’s Dictionary dalam Rewansyah (2010, 118) kata reform berarti

mengubah sesuatu menjadi lebih baik dari yang sudah ada.

Reformasi dalam bahasa inggris dikenal dengan reformation atau

reform (perbaikan/pembaruan). Secara sederhana dalam etimologi,

reformasi terdiri dari dua suku kata yakni re (kembali) dan formasi

(susunan/barisan). Tetapi pengertian tersebut belum memberikan arti

9

Page 11: REFORMASI BIROKRASI

mendalam dari reformasi. Untuk lebih jelasnya, dapat diamati dalam

pengertian secara terminologi sebagai berikut :

1. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) reformasi adalah

perubahan secara drastis untuk perbaikan.

2. Menurut Eko Prasojo dalam bagian pengantar bukunya berjudul

‘reformasi kedua, melanjutkan estafet reformasi’ (2009), reformasi

merujuk pada upaya perubahan yang dikendaki (intended change) dalam

suatu kerangka kerja yang jelas dan terarah. Reformasi harus menyentuh

berbagai aspek sesuai porsi dan kedudukannya masing-masing.

Wibawa (2012, 64) mengemukakan bahwa birokrasi adalah

instrumen, alat pemerintah untuk menjalankan kebijakan-kebijakannya. Taat

hukum, melaksanakan sepenuhnya hukum itu karena pada dasarnya hukum

dibuat oleh seluruh rakyat serta birokrasi harus tegas melaksanakan

kebijakan, aturan dan hukum. Sumber lain menjelaskan bahwa birokrasi

adalah sebuah konsekuensi yang tidak dapat dihindari oleh pemerintah

modern. Birokrasi sebagai sebuah abstraksi organisasi besar (Hyneman,

1950:3). Disamping itu, birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara

teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Birokrasi

adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-

tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinir secara teratur

pekerjaan dari banyak orang. Peter dalam Tjokroamidjojo, 1974:71.

Frits Morstein Marx dalam Santosa (2008, 2) merumuskan birokrasi

sebagai tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah modern untuk

melaksanakan tugas-tugasnya yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam

sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah. Prayudi

Atmosudirjo dalam Pasolong (2008, 67) mengemukakan bahwa birokrasi

mempunyai tiga arti yaitu : 1). Birokrasi sebagai suati tipe organisasi, 2).

Birokrasi sebagai sistem, 3). Birokrasi sebagai jiwa kerja. Selanjutnya

Pasolong (2008) menyebut birokrasi sebagai lembaga pemerintah yang

10

Page 12: REFORMASI BIROKRASI

menjalankan tugas pelayanan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di

daerah.

Sekurang-kurangnya ada tiga macam arti birokrasi (Rewansyah, 2010 :

118) yaitu :

1. Birokrasi diartikan emerintahan biro oleh pegawai yang diangkat

pemegang kekuasaan, pemerintah, atau pihak atasan dalam organisasi

formal.

2. Birokrasi diartikan sebagai sifat atau perilaku pemerintahan.

3. Birokrasi sebagai tipe ideal sebuah organisasi yang bermula dari teori Max

Weber.

Lebih rinci, Ndraha mengelompokkan macam pengertian birokrasi

dalam tulisannya yang dibagi sebagai berkut :

Tabel. Macam Arti Birokrasi

Macam Arti Makna PeloporBirokrasi sebagai government by bureaus

Pemerintahan biro oleh aparat yang diangkat oleh pemegang kekuasaan, pemerintah atau pihak atasan dalam sebuah organisasi formal

Riggs, 1971

Birokrasi sebagai sifat atau perilaku pemerintahan

Sifat kaku, macet, berliku-liku dan segala tuduhan negative terhadap instansi yang berkuasa

Kramer, 1977Riggs, 1971Pinchot, 1993Cohen, 1993Arief Budiman, 1988Siagian, 1994Agus Dwiyanto, 2002Osborne dan Plastrik, 1997

Birokrasi sebagai tipe ideal organisai

Birokrasi dalam arti ini dianggap bermula pada teori Max Weber tentang konsep sosiologik, rasionalisasi, aktivitas kolektif

Gibson, 1974B.Guy Peters, 1984Nicos Mouzelis, 1975

Sumber : Ndraha, 2003;513.

Lebih lanjut, pengertian reformasi birokrasi menurut Michael Dugget

yang dikutip Rewansyah (2010 : 123) yaitu : “proses yang dilakukan secara

11

Page 13: REFORMASI BIROKRASI

kontinyu untuk mendesain ulang birokrasi yang berada dilingkungan

pemerintah dan partai politik sehingga dapat berdaya guna dan berhasil

guna baik ditinjau dari segi hukum maupun politik”. Menurut Dwiyanto (168)

bahwa dalam reformasi birokrasi ada beberapa visi yang harus dilakukan

yaitu memilki kompetensi yang tinggi, mencintai pekerjaan sebagai suatu

profesi dan peduli terhadap kepentingan publik.

Definisi di atas memberikan cukup gambaran lebih rinci mengenai

hakekat reformasi. Reformasi tersebut diarahkan pada reformasi pada aspek

birokrasi yang dipersingkat menjadi reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi

perlu pengawalan serius secara berkala. Perlu di sadari bersama bahwa

banyak penyakit (patologi) yang menyerang birokrasi sehingga perlu kerja

extra untuk menanggulangi berbagai macam penyimpangan yang terjadi.

Istilah reformasi mulai familiar di Indonesia sejak runtuhnya rezim

orde baru pada tahun 1998. Pada saat itu terjadi aksi besar-besaran yang

menjadi sejarah penting bagi pembangunan nasional. Salah satu pelopor aksi

tersebut adalah Prof. Dr. H.M. Amien Rais, MA yang sekaligus dijuluki sebagai

bapak Reformasi Indonesia. Selanjutnya menjadi ketua MPR periode 1999-

2004. Pada masa itulah dilakukan amandemen UUD 1945. Dimulai tahun

1999 (amandemen I), 2000 (amandemen II), 2001 (amandemen III) dan 2002

(amandemen IV). Dengan sendirinya, hasil amandemen tersebut

mempengaruhi sistem birokrasi pemerintah sampai saat ini.

Patologi birokrasi yang terjadi di Indonesia masa orde baru, orde

lama dan orde reformasi harus diperbaiki sampai pada akarnya.

Permasalahan birokrasi seolah-olah sudah membudaya dalam diri birokrat.

Ibarat semua pohon yang memiliki banyak komponen mulai dari ujung daun

sampai ujung akar. Begitupun dalam birokrasi pemerintahan, perbaikan

dimulai dari ujung paling atas sampai ujung paling bawah dalam bentuk cross

sectional atau perpaduan vertikal-horisontal untuk semua aspek kehidupan

(hukum, ekonomi, politik, administrsi, pendidikan, dll).

12

Page 14: REFORMASI BIROKRASI

Secara umum reformasi birokrasi diartikan suatu perubahan yang

terintegrasi secara kompleks meliputi sistem, struktur dan watak. Ketiga hal

ini diharapkan dilaksanakan secara beriringan karena satu sama lain saling

berkaitan seperti sebuah siklus berikut :

Gambar. Siklus Reformasi Birokrasi

Agenda reformasi birokrasi merupakan agenda strategis nasional.

Akibat dari patologi birokrasi dapat mengakibatkan permasalahan pada

sektor lainnya. Oleh karena itu, hakikat reformasi birokrasi mengarah pada

perubahan yang sebenar-benarnya tanpa ada tendensi atau intervensi dari

pihak manapun dengan prinsip keadilan dan persamaan. Bukan hanya

reformasi aspek struktur tetapi juga reformasi sistem yang diberlakukan di

pemerintahan karena kerancuan sistem akan berdampak signifikan pada

aspek lainnya.

Begitu pula dengan watak, kiranya perlu di reformasi karena

meskipun struktur dan sistem baik tetapi watak atau etika birokrat yang

apatis maka akan berdampak pula pada struktur dan sistem. Jadi, ketiga

dimensi ini harus di sinergikan satu sama lain layak suatu siklus roda yang

saling kait mengait. Pandangan ini sinergi dengan pemikiran Rewansyah

mengenai refomrasi birokrasi yang digambarkan secara sederhana dengan

model sebagai berikut :

13

Page 15: REFORMASI BIROKRASI

Gambar. Reformasi Birokrasi Sebagai Inti Reformasi Nasional

D. POTRET REFORMASI BIROKRASI

Organisasi dapat mencapai level kompetensi dengan cara mengambil

masalah secara kompleks dan memecahkan kedalam bentuk yang lebih kecil

karena melalui cara tersebut tugas lebih mudah dikelola (Rourke, 1922:16).

Pernyataan tersebut mendukung kedudukan birokrasi sebagai model

organisasi modern. Ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam

reformasi birokrasi. Namun dalam realitasnya, birokrasi mengalami banyak

masalah. Maka sesuai dengan maksud dan tujuannya, birokrasi perlu

direformasi agar mekanisme tata kelola pemerintah bisa lebih bagus. Dalam

komponen ini, perlu kembali meninjau ulang permasalahan yang mendasar

dalam birokrasi. Pada umumnya birokrasi memiliki kelemahan sebagai model

organisasi modern. Bahkan melahirkan patologi yang dapat melemahkan

sistem pemerintahan pada suatu negara.

Berdasarkan penelitian Dwiyanto (2011) bahwa patologi birokrasi di

Indonesia meliputi birokrasi paternalistis, pembengkakan anggaran, prosedur

berlebihan, pembengkakan birokrasi, fragmentasi birokrasi. Dalam penelitian

tersebut diterangkan bahwa patologi birokrasi yang terjadi di Indonesia

berimplikasi pada kinerja birokrasi publik. Pada dasarnya pernyakit tersebut

sudah klasik, namun sampai saat ini terasa sulit untuk menghilangkan

penyakit tersebut. Sebut saja birokrasi paternalistis yang sudah ada sejak

awal kemerdekaan bahkan pra kemerdekaan.

14

Page 16: REFORMASI BIROKRASI

Jika dihitung mundur dengan bermula dari proklamasi kemerdekaan,

patologi birokrasi paternalistis sudah melanda tata pemerintahan selama 67

tahun. Dimensi waktu yang sudah lebih dari setengah abad. Malah membuat

patologi birokrasi semakin meluas. Usaha dalam mengimplementasikan

konsep David Osborne dan Peter Plastrik mengenai ‘memangkas birokrasi’

jauh dari harapan. Saat ini saja tercatat 4.572.113 orang jumlah pegawai

(BKN, Desember 2011), 524 pemerintah daerah, 92 lembaga dan 34

kementerian.

Jumlah tersebut dari tahun ke tahun terus bertambah, fragmentasi

selalu menjadi fenomena buruk birokrasi. Meluasnya framentasi birokrasi

mengakibatkan pembengkakan anggaran tidak bisa dihindari. Pos anggaran

juga semakin bertambah. Maka peluang untuk korupsi terbuka lebar.

Sebenarnya logika reformasi birokrasi sangat sederhana, tetapi malah sulit

untuk dijalankan. Cukup dimulai dari pimpinan atau atasan. Ada kesadaran

obsesi dan komitmen diharapkan datang dari atas agar bawahan lebih mudah

diperbaiki. (Utomo, 2006:210).

Potret patologi terjadi juga disebabkan oleh kelemahan birokrasi

secara umum seperti standar efisiensi fungsional kurang diperhatikan,

penekanan yang berlebihan terhadap rasionalitas, impersonalitas dan

hierarki, penyelewengan tujuan dan pita merah (Ali Mufiz dalam Santosa,

2008). Jangan sampai pendapat Geral Caiden yang menyatakan bahwa

‘reformasi sistem administrasi tidak pernah mencapai inti permasalahan

tetapi hanya formalitas semata. Reformasi tersebut tidak cukup luas dan

mendalam. Bahkan cukup banyak negara yang tidak memberikan perhatian

memadai pada reformasi administrasi’ menjadi suatu keniscayaan.

Hal senada dibahasakan oleh Tjokromidjojo (1974:76) bahwa didalam

kenyataannya birokrasi pemerintahan di dalam negara-negara yang relatif

kurang maju seringkali ditujukan tidak kepada usaha pencapaian tujuan-

tujuan secara teratur, tetapi untuk tujuan-tujuan yang lebiih bersifat pribadi

ataupun kepentingan kelompok masyarakat tertentu. Meskipun motif dasar

15

Page 17: REFORMASI BIROKRASI

sebuah sistem birokrasi rasional dan efisien dalam mencapai tujuan.Tidak

dapat dipungkiri bahwa birokrasi membawa ke dalam bentuk tidak efisien

pada dirinya sendiri.

Pemerintah wajib melakukan upaya pemecahan masalah. Untuk

menjawab masalah demi masalah yang muncul dalam birokrasi maka perlu

menerapkan prinsip good governance yang dipadukan dengan good mindset

dan good cultureset. Terutama yang wajib dilakukan pemerintah adalah

menetralkan birokrasi dari politik. Pelaksanaan model trias politica dengan

sistem multipartai di Indonesia membuat birokrasi cenderung kehilangan

arah dan jati dirinya. Tingginya intensitas politik dalam seluruh aspek

kehidupan memaksa pelaksanaan birokrasi ideal semakin tidak jelas. Pada

kondisi sebaliknya, ketika reformasi birokrasi berhasil diterapkan maka ranah

yang lainnya dengan sendirinya akan membaik.

Maraknya kasus korupsi harus diakui salah satu dampak buruk dari

lemahnya birokrasi. Oleh karena itu perlu memahami esensi birokrasi secara

komprehensif terkait patologi birokrasi, masalah birokrasi dan langkah

konkrit pelaksanaan reformasi birokrasi. Sangat menggilitik ketika KPK merilis

informasi bahwa latar belakang koruptor sepanjang tahun 2004-Agustus

2012 berasal dari pejabat eselon I, II dan III. Notabene jabatan eselon

merupakan jabatan tertinggi birokrat. Mestinya pejabat dalam ranah

pemerintahan harus memberikan tauladan yang terbaik kepada bawahannya.

Bukan malah sebaliknya karena reformasi birokrasi harus dimulai dari pusat

atau jabatan tertinggi.

Untuk mendorong timbulnya reformasi birokrasi, Thoha (2008, 106)

mempersyaratkan 4 hal yaitu :

a. Adanya kebutuhan melakukan perubahan dan pembaruan

b. Memahami perubahan yang terjadi dilingkungan strategis nasional

c. Memahami perubahan yang terjadi di lingkungan strategis global

d. Memahami perubahan yang terjadi dalam paradigma manajemen

pemerintahan

16

Page 18: REFORMASI BIROKRASI

Keempat aspek ini mempertegas perlunya keseriusan Presiden selaku

pucuk tertinggi dalam pemerintahan. Jadi perlu ada keberanian dalam

melakukan terobosan baru dalam pemerintahan. Minimal mengikuti

keberanian Woodrow Wilson saat menjadi Presiden Amerika Serikat yang

mampu menerapkan konsep baru dalam memperbaiki pemerintahannya.

Mengamati kondisi sekarang banyak hal yang menjadi pekerjaan birokrasi

pemerintah mulai dari seleksi CPNS sampai pada pengaturan dana pensiun.

Dengan demikian, yang diperlukan adalah berupaya melakukan reformasi

birokrasi.

E. ARAH KEBIJAKAN REFORMASI BIROKRASI

Arah kebijakan reformasi birokrasi sampai tahun 2025 yakni

mewujudkan tata pemerintahan yang baik dengan birokrasi pemerintahan

yang professional , berintegritas tinggi, menjadi pelayan masyarakat dan abdi

negara menuju pemerintahan kelas dunia. Arah kebijakan tersebut

diselaraskan dengan RPJPN 2005-2025, yang difragmentasi dalam RPJMN.

Effendi (2010) memberikan gagasan mengenai road map reformasi birokrasi

agar Indonesia tidak terjebak dalam middle income trap pada akhir 2014.

Gagasan tersebut dirumuskan dalam matrix dibawah ini :

Tabel. Matrix Road Map Reformasi Birokrasi

Isu Pokok Integritas AN Pelayanan Publik Manajemen SDMKerangka Umum Inpres 5/2004

Keppres 11/2005UU 7/2006UU Tipikor Adanya Bab mengenai

norma dasar dank ode etik Aparatur Negara dalam UU Kepegawaian

PEningkatanlegalitas Inpres 7/1999

Peraturan pelaksanaan UU 25/2009

Perumusan peraturan pelaksanaan UU 25/2009

Penyelesaian RUU Administrasi Pemerintahan.

REvisi UU 43/1999 Penyusunan

peraturan pelaksanaan revisi UU 43/1999

Penataan Organisasi dan Proses Bisnis

Transparansi sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah

E-procurmentE-payment

Penerapan sistem penganggaran berbasis out put program

Penerapan SPM pada semua unit pelayanan publik

Penerapan OSS Penerapan sistem

penanganan keluhan

Pendirian Komisi Kepegawaian Negara

Restrukturisasi kantor MenPAN, LAN, BKN

Penerapan sistem multi-kategori PNS

17

Page 19: REFORMASI BIROKRASI

partisipatif

Peningkatan kapasitas aparatur negara

Internalisasi budaya integritas aparatur negara

Peningkatan kapasitas perencanaan dan pembiayaan pelayanan publik

Penerapan sistem manajemen SDM berbasis jabatan

Penataan sistem penggajian berbasis kinerja

Penataan sistem pensiun

Monitoring dan Evaluasi

Indeks Integritas Instansi Publik

Indeks Persepsi Korupsi

Indeks Kemudahan Usaha

Indeks Kepuasan Masyarajat

Indeks kinerja tata kepemerintahan

Pencapaian sasaran pembangunan

Pencapaian sasaran HDI dan MDGs

Kebijakan reformasi birokrasi diarahkan pada upaya-upaya

pembentukan profil birokrasi yang efisien, mampu, tanggap dan dinamis

terhadap tuntutan yang ditujukan kepada birokrasi itu sendiri, baik berasal

dari lingkup nasional, regional dan internasional yang berjalan kearah good

governance (Rewansyah, 2010;149). Sasaran reformasi birokrasi adalah :

a. Birokrasi yang bersih

b. Birokrasi yang efektif dan efisien

c. Birokrasi yang produktif

d. Birokrasi yang transparan

e. Birokrasi yang terdesentralisasi

Terkait dengan arah kebijakan yang lebih komplit, dijelaskan oleh

pemerintah dalam :

a. PERPRES Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi

Birokrasi 2010 – 2025

b. PERMENPAN RB Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi

Birokrasi 2010 – 2014.

c. PERMENPAN RB tentang:

Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi K/L dan

Pemda (PERMENPAN RB No. 7/2011)

18

Page 20: REFORMASI BIROKRASI

Pedoman Penilaian Dokumen Usulan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

(PERMENPAN RB No. 8/2011)

Pedoman Penyusunan Road Map Birokrasi K/L dan Pemda

(PERMENPAN RB No. 9/2011)

Pedoman Pelaksanaan Quick Wins (PERMENPAN RB No. 10/2011)

Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan (PERMENPAN

RB No. 11/2011)

Pedoman Penataan Tatalaksana (Business Process) (PERMENPAN RB

No. 12/2011)

Kriteria dan Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokras (PERMENPAN RB

No. 13/2011)

Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan

(Knowledge Management) (PERMENPAN RB No. 14/2011)

Mekanisme Persetujuan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan

Tunjangan Kinerja Bagi K/L (PERMENPAN RB No. 15/2011).

Dalam mempercepat program reformasi birokrasi maka pemerintah

menetapkan suatu kebijakan yang disebut 9 program percepatan reformasi

birokrasi yaitu :

a. Penataan organisasi/birokrasi

b. Penataan kualitas dan distribusi PNS

c. Sistem promosi dan seleksi secara terbuka

d. Profesionalisasi PNS

e. Pengembangan sistem e-government

f. Debirokratisasi dan deregulasi izin usaha

g. Peningkatan akuntabilitas dan tranparansi

h. Penataan remunerasi

i. Efisiensi penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

19

Page 21: REFORMASI BIROKRASI

Albrow, Martin, 2004, Birokrasi, Yogyakarta : Tiara Wacana

Dwiyanto, Agus, 2011, Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi Birokrasi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Effendi, Sofian, 2010, Reformasi Tata Kepemerintahan, Yogyakarta : UGM Press

Henry, Nicholas, 1995, Administrasi Negara dan Masalah-Masalah Publik, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Hyneman, Charles S. 1950, Bureucracy in a Democracy, New York ; Harper and

Brothers Publishers.

Ndraha, Talizuduhu, 2003, Kybernologi (ilmu pemerintahan baru), Jakarta : Rineka Cipta.

Osborne, David dan Gaebler Ted, 1996, Mewirausahakan Birokrasi, Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo.

Osborne, David dan Plastrik, Peter, 2004, Memangkas Birokrasi : Lima Strategi

Menjadi Pemerintahan Wirausaha, Jakarta : Penerbit PPM

Pasolong, Harbani, 2008, Teori Administrasi Publik, Bandung : Afbeta

Prasojo, Eko, 2009, Reformasi Kedua, Melanjutkan Estafet Reformasi, Jakarta : Penerbit Salemba Humanika.

Rewansyah, Asnawi, 2010, Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Good Governance, Jakarta : Yusaintanas Prima.

Rourke, Francis E, 1922, Bureucracy, Polities, and Public Policy, Toronto : Little Brown and Company .

Santosa, Pandji, 2008, Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance, Bandung : Refika Aditama.

Thoha, Miftah, 2008, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, Jakarta : Kencana.

Tjokromidjojo, Bintoro, 1974, Pengantar Administrasi Pembangunan, Jakarta : LP3ES.

Utomo, Warsito, 2006, Administrasi Publik Baru Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

20

Page 22: REFORMASI BIROKRASI

Wibawa, Samodra, 2012, Mengelola Negara, Panduan Untuk Bupati, Gubernur dan Presiden, Yogyakarta : Penerbit Gava Media.

Website :

www.menpan.go.id

www.elib.pdii.lipi.go.id

21