Refleksi Kasus Morbus Hansen

9
FORM REFLEKSI KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA ____________________________________________________________ ___________________ Nama Dokter Muda : Bayu Zeva Wirasakti, S.Ked NIM: 05711146 Stase : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Identitas Pasien Nama / Inisial : Tn. S No RM :18 38 58 Umur : 38 Tahun Jenis kelamin : Laki-Laki Diagnosis / kasus : Morbus Hansen dengan Gangguan Fungsi Hepar Pengambilan kasus pada minggu ke: 5 Jenis Refleksi: (pilih minimal 2 aspek) a. Ke-Islaman* b. Etika/ moral c. Medikolegal d. Sosial Ekonomi 1. Resume Kasus Seorang laki-laki berusia 38 tahun datang memeriksakan diri ke poliklinik Kulit dan Kelamin dengan keluhan sering mual dan muntah disertai perut sebah sejak sehari yang lalu. Pasien tersebut adalah pasien dibidang kulit, yang baru pulang dari mondok di RS 2 hari yang lalu, pasien mondok di RS selama 5 hari karena reaksi kusta Page 1

description

refleksi kasus guna memenuhi persyatan ujian stase kulit dan kelamin RSUD Wonosari

Transcript of Refleksi Kasus Morbus Hansen

Page 1: Refleksi Kasus Morbus Hansen

FORM REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA_______________________________________________________________________________

Nama Dokter Muda : Bayu Zeva Wirasakti, S.Ked NIM: 05711146

Stase : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Identitas Pasien

Nama / Inisial : Tn. S No RM :18 38 58

Umur : 38 Tahun Jenis kelamin : Laki-Laki

Diagnosis / kasus : Morbus Hansen dengan Gangguan Fungsi Hepar

Pengambilan kasus pada minggu ke: 5

Jenis Refleksi: (pilih minimal 2 aspek)

a. Ke-Islaman*

b. Etika/ moral

c. Medikolegal

d. Sosial Ekonomi

1. Resume Kasus

Seorang laki-laki berusia 38 tahun datang memeriksakan diri ke

poliklinik Kulit dan Kelamin dengan keluhan sering mual dan muntah

disertai perut sebah sejak sehari yang lalu.

Pasien tersebut adalah pasien dibidang kulit, yang baru pulang

dari mondok di RS 2 hari yang lalu, pasien mondok di RS selama 5 hari

karena reaksi kusta tipe I (reaksi reversal). Saat itu pasien datang

dengan keluhan kaki bengkak sejak 3 minggu sebelumnya disertai tebal

dan mati rasa pada bagian yang bengkak tersebut. Selain itu seluruh

kulit tubuh juga kemerahan dan terasa agak gatal juga panas. Riwayat

penyakit dahulu seperti atopik dan alergi disangkal.

Hasil pemeriksaan, Kerokan Kulit, BTA kutis (+), SGOT 185,

SGPT 339, dan GDS 142.

2. Latar Belakang /Alasan Ketertarikan Pemilihan Kasus

Yang melatarbelakangi pemilihan kasus ini adalah karena

rumitnya keadaan yang dialami pasien, dimana pasien kusta setidaknya

membutuhkan pengobatan tuntas selama 1 tahun, dan wajib minum obat

setiap hari, dan pasien baru 1 minggu minum obat untuk kustaya, malah

Page 1

Page 2: Refleksi Kasus Morbus Hansen

sudah mengalami reaksi kusta (reversal) karena obatnya, dan setelah

sembuh reaksi reversalnya, malah terkena gangguan fungsi hepar, yang

kemungkinan akibat penggunaan obat kusta tersebut. Selain itu juga

penderita kusta juga nantinya akan mendapat stigma buruk dari

maasyarakat sekitarnya, dimana tanda-tanda fisik khas yang timbul

karena kusta, akan cenderung lekat dan tidak bisa bisa hilang. Keadaan

pasien ini lah yang membuat saya tertarik untuk merefleksikannya

sebagai sebuah kasus.

3. Refleksi dari Aspek Sosial Ekonomi

Penderita kusta membutuhkan waktu yang cukup lama untuk

sembuh, meskipun gejalanya sudah hilang, masih perlu terus menjalani

pengobatan agar selama 1 tahun penuh, setiap hari, tentunya dukungan

dari keluarga akan sangat membantu dalam proses pengobatan ini,

misalnya sebagai pengawas minum obat. Disini, khususnya, istri pasien

meskipun sudah mengetahui suaminya terjangkit kusta yang bisa

menular, istrinya tetap setiap disamping pasien, mengawasi dan menjaga

pasien, dan tidak menelantarkan pasien.

4. Refleksi dari Aspek Medikolegal

Komisi Etik yang ada di berbagai Negara yang memberikan

pendapat dan pegangan menggenai hak etika dalam ranah praktek

kedokteran dengan memperhatikan beberapa asas yaitu :

1. Yang pertama merupakan keinginan untuk bertindak yang

didasarkan untuk selalu berbuat baik (beneficence) yang berarti

seorang dokter harus menyediakan kemudahan bagi pasiennya

dalam mengambil langkah positif.

2. Tindakan yang dilakukan tidak bertujuan untuk kejahatan (non

maleficence) yaitu seorang dokter selalu memilihkan semua bentuk

pengobatan yang baik dan beresiko seminimal mungkin bagi

pasiennya.

3. Menghargai kebebasan setiap orang agar selalu bisa menentukan

nasibnya sendiri (autonomy) yaitu seorang dokter menghormati

Page 2

Page 3: Refleksi Kasus Morbus Hansen

pasiennya sebagai satu individu yang memiliki martabat dan berhak

menentukan nasibnya sendiri.

4. Tindakan yang dilakukan sesuai dengan hukum dan norma yang

telah diakui di masyarakat (justice) yaitu seorang dokter

memperlakukan semua pasiennya sama rata dan sama adil.

Pada kasus Tn. S diatas digunakan asas beneficence. Tindakan

agar keadaan Tn. S tidak bertambah parah telah dilakukan dengan baik

oleh dokter yang menangani, dengan memberikan obat-obatan untuk

mengatasi reaksi reversal pada pasien, sehingga keadaan pasien tidak

semakin memburuk.

Selain prinsip beneficence, prinsip lain yang diterapkan pada

kasus Tn. S adalah prinsip non maleficence yang terlihat pada saat

planning terapi. Dimana dokter Sp.KK yang menangani dalam

meresepkan obat cukup rasional, dengan memberikan tepat indikasi, dan

mempertimbangkan keadaan-keadaan yang dialami pasien, seperti GDS

yang tinggi, karena modalitas terapi yang digunakan untuk mengatasi

reaksi reversal adalah menggunakan kortikosteroid, dan dokter Sp.KK

yang menangani memberikan modalitas terapi tersebut dengan baik,

seperti pengaturan dosis dan dilakukannya tappering off.

Prinsip autonomy juga diterapkan dengan baik pada kasus Tn. S,

dimana dokter yang bersangkutan memberikan penjelasan dan

kebebasan kepada pasien untuk memilih, meskipun reaksi kusta tersebut

timbul karena obat, pasien dijelaskan agar terus minum obat untuk

kustanya, sehingga kustanya tidak semakin parah, berkaitan dengan

adverse effect karena terapi kustanya, akan diatasi dengan modalitas

lain.

Prinsip justice juga terlaksana dengan baik, dimana pasien adalah

penderita kusta baru, yang tentunya sangat menular, tapi dokter Sp.KK

yang menangani tidak merasa jijik atau menjauh ketika akan memeriksa

keadaan pasien.

Jika dikaitkan dengan hukum, pelayanan kesehatan adalah hak

warga negara. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan tahun 2007

mengatakan semua pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan

yang bermutu, komprehensif dan holistik, maka diperlukan kebijakan

pelayanan kesehatan di Indonesia yang memberikan arah bagi sarana

Page 3

Page 4: Refleksi Kasus Morbus Hansen

pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan pelayanan

kesehatan. Dalam kasus ini, pasien telah mendapatkan haknya akan

pelayanan kesehatan yang baik.

5. Refleksi ke-Islaman

World Health Organization (WHO) pada tahun 1984 menyatakan

bahwa kesehatan manusia seutuhnya ditunjukkan oleh empat hal, yaitu

sehat secara biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Ada pendapat

yang menyatakan bahwa elemen spiritual dalam diri manusia,

mengintegrasikan dan mempersatukan elemen kebutuhan fsik, emosi,

dan intelektual di dalam tubuh manusia dalam pertumbuhan dan

perkembangannya. Pendapat lain menyatakan bahwa proses

intervensi terhadap pasien dengan mempertimbangkan keyakinan

agama yang dianut menjadi penting untuk menghindari resistensi

apabila proses yang dilakukan dirasakan klien sebagai suatu hal

yang berbeda dengan aturan agama yang diyakininya.

Setiap orang memiliki kebutuhan spiritual. Kebutuhan spiritual

adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan

keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk

mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan

penuh rasa percaya dengan Tuhan. Maka dapat disimpulkan kebutuhan

spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup,

kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan dan

kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf.

Adapun adaptasi spiritual adalah proses penyesuaian diri dengan

melakukan perubahan perilaku yang didasarkan pada keyakinan atau

kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama yang dianutnya.

Individu sebagai makhluk spiritual mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut: diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sempurna dibanding

makhluk ciptaan lainnya, memiliki rohani/jiwa yang sempurna (akal,

pikiran, perasaan dan kemauan), dan individu diciptakan sebagai khalifah

(penguasa dan pengatur kehidupan) dimuka bumi.

Mengingat Pasien mengalami gangguan mental fungsional yaitu

skizofrenia yang memerlukan waktu lama untuk hilang gejala

psikotiknya , maka pasien diharapkan memiliki kekuatan yang ekstra

Page 4

Page 5: Refleksi Kasus Morbus Hansen

untuk menerima keadaan yang tidak lagi normal dan mau terus berusaha

untuk mendapatkan pengobatan setelah rawat jalan nanti, karena akan

selalu timbul kekambuhan jika pasien putus obat.

Rasulullah pernah memaparkan perihal berobat dalam beberapa

haditsnya. Di antaranya:

1. Dari Jabir bin ‘Abdullah, bahwa Rasulullah bersabda:

“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan

penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah.” (HR.

Muslim)

2. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: “Tidaklah Allah

menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obatnya.”

(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

3. Dari Usamah bin Syarik Z, bahwa beliau berkata: Aku pernah berada

di samping Rasulullah. Lalu datanglah serombongan Arab dusun.

Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat?

” Beliau menjawab: “Iya, wahai para hamba Allah, berobatlah. Sebab

Allah tidaklah meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan

pula obatnya, kecuali satu penyakit.” Mereka bertanya: “Penyakit apa

itu?” Beliau menjawab: “Penyakit tua.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dalam

Al-Adabul Mufrad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi, beliau

berkata bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al-

Wadi’i menshahihkan hadits ini dalam kitabnya Al-Jami’ Ash-Shahih

mimma Laisa fish Shahihain, 4/486).

4. Dari Ibnu Mas’ud z, bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya

Allah tidaklah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan

pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang bisa mengeta-

huinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak bisa

mengetahuinya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim).

Dari penjelasan tersebut, maka telah jelas Islam memerintahkan

agar berobat pada saat ditimpa penyakit. Bahkan seandainya tidak ada

perintah rinci dari hadis tentang keharusan berobat, maka prinsip-

prinsip pokok yang diangkat dari Al Quran dan hadis cukup untuk

dijadikan dasar dalam upaya kesehatan dan pengobatan.

Al-Quran menegaskan bahwa, "Barang siapa yang menghidupkan

seseorang, maka dia bagaikan menghidupkan manusia

Page 5

Page 6: Refleksi Kasus Morbus Hansen

semuanya..." (QS Al-Maidah [5): 32). Menghidupkan di sini bukan saja

yang berarti memelihara kehidupan, tetapi juga dapat mencakup upaya

memperpanjang harapan hidup dengan cara apa pun yang tidak

melanggar hukum. Namun dalam ajaran Islam juga ditekankan bahwa

obat dan upaya hanyalah sebab, sedangkan penyebab sesungguhnya

di balik sebab atau upaya itu adalah Allah SWT , seperti ucapan Nabi

Ibrahim A.S. yang diabadikan Al-Quran dalam surat Al-Syu'ara' (26): 80 :

”Apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku.”

Selain berobat, Islam juga mengajarkan untuk selalu bersabar

dalam menghadapi segala cobaan.. Ajaran untuk selalu bersabar

terdantum dalam AI Qufan Sural AI Baqoroh ay at 115-157 yang artinya

."Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit

ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan

berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar...". keluarga

Tn. S dan keluarganya yang sudah mau berusaha dalam pengobatan

penyakit Tn. S, menunjukkan pasien dan keluarga pasien memiliki

kesabaran yang baik terhadap sakitnya, yang juga mencerminkan

spiritualitas yang baik.

Page 6