Sistem Pengendalian Manajemen Dan Sistem Pengendalian Intern
refferat pengendalian infeksivjhf
-
Upload
arief-mauludhy -
Category
Documents
-
view
14 -
download
0
description
Transcript of refferat pengendalian infeksivjhf
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 1/16
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pengendalian infeksi nosokomial semakin membutuhkan perhatian
terutama dalam keadaan sosial ekonomi yang kurang menguntungkan seperti yang
dihadapi Indonesia saat ini. Indikasi perawatan pasien semakin ketat, pasien
datang dalam keadaan yang semakin parah, sehingga perlu perawatan yang lebih
lama, perlu tindakan bedah, yang juga berarti pasien memerlukan tindakan invasif
yang lebih banyak. Secara keseluruhan berarti daya tahan pasien lebih rendah dan
pasien cenderung untuk mengalami berbagai tindakan invasif yang akan
memudahkan masuknya mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial. Oleh
karena itu mutu pelayanan di Rumah Sakit sangat dipengaruhi oleh bagaimana
Rumah Sakit tersebut melakukan pengendalian infeksi nosokomial.
Risiko infeksi nosokomial dapat juga terjadi pada para petugas Rumah
Sakit tersebut (dokter, dokter bedah, perawat, petugas kesehatan lain, dokter
muda, petugas kebersihan, serta seluruh petugas lain). Berbagai prosedur
penanganan pasien memungkinkan petugas kesehatan terpajan kuman yang
berasal dari pasien. Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk
petugas Rumah Sakit. Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di Rumah
Sakit dan upaya pencegahan infeksi merupakan hal penting dalam pemberian
pelayanan yang bermutu. Untuk seorang petugas kesehatan, kemampuan
mencegah infeksi memiliki keterkaitan dengan pekerjaan, karena mencakup setiap
aspek penanganan pasien. Peran petugas adalah sebagai pelaksana langsung dalam
upaya pencegahan infeksi.
Di Rumah Sakit, infeksi dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas,
dari petugas ke pasien dan antar petugas, mengingat pentingnya hal ini untuk
dipahami, maka pada kesempatan ini, akan dibahas pentingnya peran Dokter
Muda dalam pencegahan infeksi nosokomial selama bertugas di bagian bedah.
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 2/16
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh
yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Cara transmisi
mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airborne,
atau dengan kontak langsung. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut
dirawat di Rumah Sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu
dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum,
pasien yang masuk Rumah Sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari
72 jam (3 hari) menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum
pasien masuk Rumah Sakit, dan infeksi yang baru (yang didapatkan di Rumah
Sakit) menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada di Rumah Sakit, baru
disebut infeksi nosokomial.
Jenis infeksi nosokomial yang sering dijumpai pada pasien bedah adalah
infeksi saluran kemih, infeksi arena bedah, dan infeksi saluran nafas bawah, serta
bakteriemia, dan sepsis yang berkaitan dengan penggunaan alat intravaskuler.
Upaya identifikasi dan pengamatan pasien yang beresiko tinggi harus dilakukan
sehingga kemudian dapat dilakukan upaya pencegahan, diagnosis, dan
penanggulangannya.
2.2 Epidemiologi
Di negara maju, infeksi yang didapat dalam Rumah Sakit terjadi dengan
angka yang cukup tinggi. Misalnya, di Amerika Serikat, ada 20.000 kematiansetiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10 persen pasien rawat
inap di Rumah Sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat – 1,4 juta
infeksi setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 Rumah Sakit di
DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap
mendapat infeksi yang baru selama dirawat. Jumlah penderita bedah dan non-
bedah yang mengalami infeksi nosokomial adalah sebanding.
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 3/16
3
2.3 Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial
2.3.1 Agent (Agen Infeksi)
Berbagai macam mikroorganisme dapat menginfeksi pasien selama
dirawat di Rumah Sakit. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:
karakteristik mikroorganisme,
resistensi terhadap zat-zat antibiotika,
tingkat virulensi,
dan banyaknya materi infeksius.
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat
menyebabkan infeksi nosokomial. Kebanyakan infeksi yang terjadi di Rumah
Sakit lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu melalui makanan dan udara
dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Karakteristik mikroorganisme:
1. Bakteri
Ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat.
Keberadaan flora normal ini sangat penting dalam melindungi tubuh
dari pajanan bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus infeksi dapat
tetap terjadi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah
terhadap mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling banyak
dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri patogen
lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik
maupun endemik. Contohnya :
• Anaerobik Gram positif, Clostridium yang dapat menyebabkan
gangren
• Bakteri gram positif: Staphylococcus aureus, parasit di kulit dan
hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, jantung serta
pembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika.
• Bakteri gram negatif: Escherichia coli, Proteus, Klebsiella,
Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan
penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan
dan pasien yang dirawat.
• Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka
bekas jahitan, paru, dan peritoneum.
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 4/16
4
2. Virus
Infeksi virus seperti termasuk virus hepatitis B dan C ditularkan
dengan media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan
endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan
enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui
rute fekal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum
suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti
mikroorganisme lainnya. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi
nosokomial adalah Cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes
simplex virus, dan varicella-zoster virus.
3. Parasit dan Jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah
ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat
timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat
immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans,
Aspergillus sp, Cryptococcus neoformans, dan Cryptosporidium.
Resistensi Antibiotika
Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya
resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap
pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri ditransmisikan
antar pasien dan faktor resistensinya dipindahkan antar bakteri.
Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini meningkatkan multipikasi
dan penyebaran strain yang resistan. Penyebab utamanya karena penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis
antibiotika yang tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan
antibiotika yang terlalu singkat, dan kesalahan diagnosa.
Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen
yang resisten terhadap antibiotika, mengakibatkan timbulnya
multiresistensi kuman terhadap obat-obatan tersebut.
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 5/16
5
2.3.2 HOST (Respon dan toleransi tubuh pasien)
Hal-hal yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien
dalam hal ini adalah:
Umur
Status imunitas penderita
Penyakit yang diderita
Obesitas dan malnutrisi
Orang yang menggunakan obat-obatan secara sembarangan (tidak sesuai
dosis dan waktu)
Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan
terapi.
Faktor usia berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi
kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor,
anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-
keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang
semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat
menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan
penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan
pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.
Adanya port-entry dan juga port-exit juga merupakan salah satu penyebab
terjadinya infeksi nosokomial. Port-entry dapat berupa luka pada kulit, luka
terbuka, bekas jahitan yang belum tertutup sempurna, dan juga membran mucous.
Sedangkan port-exit yaitu tempat keluarnya bahan-bahan yang dapat menginfeksi,
yaitu melalui kulit, saluran pernafasan, plasenta, saluran pencernaan, dan lain-lain.
2.3.3 Environment (Lingkungan Rumah Sakit)
Rumah Sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat
dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Dari suatu penelitian klinis,
infeksi nosokomial terutama disebabkan tindakan yang dilakukan di lingkungan
Rumah Sakit, antara lain infeksi dari kateter urin, jarum infus, infeksi saluran
nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia.
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 6/16
6
2.4 Macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial di bagian bedah
2.4.1 Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat penyakit dasar pada saluran
kemih atau penggunaan kateter uretra yang lama. Walaupun tidak terlalu
berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan
kematian. Sangat sulit untuk dapat mencegah penyebaran mikroorganisme
sepanjang uretra yang melekat dengan permukaan dari kateter. Oleh karena itu,
sebaiknya pemakaian kateter pasca bedah sebaiknya tidak lebih dari 3 hari. Jika
pada pasien kritis, hal ini tidak dapat dilakukan, perlu dilakukan kultur urin untuk
menentukan jumlah kolonisasi bakteri. Infeksi baru dapat ditegakkan jika terdapat
koloni bakteri sebanyak 105/ml. Organisme yang bisa menginfeksi biasanya
E.Coli atau Enterococcus faecalis. Pengobatan diberikan selama 10-14 hari
dengan menggunakan antibiotik yang diketahui efektif terhadap koloni bakteri
yang ditemukan.
Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan
ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan balon
kateter. Usaha untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih adalah dengan
menggunakan teknik aseptik ( prinsip bedah untuk mempertahankan keadaan bebas
kuman) dan septik (cara dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai keadaan bebas
kuman patogen) pada pemasangan kateter uretra, penggantian kateter secara
berkala, dan pencucian meatus uretra setiap hari.
2.4.2 Pneumonia pasca bedah
Pneumonia pasca bedah merupakan infeksi saluran nafas yang paling
sering dijumpai. Penderita yang terpaksa lama menggunakan pipa trakea denganventilator paru, penderita luka bakar, dan pasien trakeostomi berisiko tinggi untuk
mendapatkan pneumonia. Diagnosis dapat ditegakkan dari gejala klinis, foto
thorax yang menunjukkan adanya infiltrat pada paru, dan ditemukannya
mikroorganisme penyebabnya dari pulasan gram sputum. Penyebab tersering
adalah Pseudomonas aureginosa, Klebsiella sp., E. Coli, dan Staphylococcus
aureus. Oleh karena itu terapi harus diberikan antibiotik yang efektif terhadap
bakteri tersebut secara parenteral selama dua sampai tiga minggu.
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 7/16
7
2.4.3 Infeksi Arena Bedah
Infeksi pada arena bedah dapat terjadi pada luka operasi superfisial atau
pada rongga tubuh tempat operasi dilakukan. Infeksi luka operasi dapat terjadi
pada permukaan kulit, jaringan lemak bawah kulit, dan di atas fasia. Infeksi luka
dalam terjadi pada luka operasi di bawah fasia sampai dengan rongga tubuh atau
organ di bawahnya. Kriteria diagnosis adanya infeksi di arena operasi antara lain:
terdapat cairan purulen dari luka superfisial
dokter bedah menilai adanya infeksi luka (selulitis, demam, dan infeksi
yang dicurigai) dan membuka luka tersebut
luka superfisial atau dalam yang menghasilkan cairan yang terbukti
adanya bakteri pada pemulasan Gram atau kultur luka dengan teknik
aseptik
adanya abses pada luka dalam
luka dalam dilakukan reeksplorasi karena adanya dehisensi akibat infeksi
Penggunaan antibiotik profilaksis atau terapuetik tergantung pada jenis luka
operasi.
Infeksi luka superfisial ditatalaksanai dengan membuka jahitan luka,
mengeluarkan pus, membuang jaringan nekrotik, dan menutupnya dengan balutan
kassa steril. Kultur dan kompres antibiotik diperlukan jika batas selulitis melebihi
dua sentimeter tepi sayatan luka atau pada pasien yang mengalami supresi
imunitas. Infeksi luka dalam dapat ditatalaksanai dengan pengeluaran per kutan
jika tidak ada sumber infeksi yang akan terus berlangsung, seperti kebocoran
saluran cerna. Operasi reeksplorasi diperlukan jika terdapat kebocoran dari
anastomosis saluran cerna.
2.4.4 Infeksi akibat penggunaan kateter intravaskuler
Penggunaan kateter intravaskuler baik untuk pemberian obat, nutrisi
parenteral, pemantauan hemodinamik, hemodialisis, maupun plasmaferesis dapat
menimbulkan bakteriemia. Bakteriemia dapat menyebabkan sepsis dan kegagalan
oragan ganda, serta dapat berakhir fatal jika tidak ditanggulangi. Infeksi sering
kali terjadi apabila kateter intravaskuler digunakan untuk waktu lama. Infeksi
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 8/16
8
lebih sering terjadi ada kateter yang dimasukkan ke dalam vena femoralis
daripada ke vena perifer, vena subklavia, maupun vena jugularis. Risiko tinggi
terjadinya infeksi timbul bila ada infeksi kulit, pada luka bakar, atau penggunaan
kateter multi lumen serta penggantian berulang. Tanda lokal yang dapat
ditemukan di dekat kateter adalah kemerahan, edema, nyeri, dan kadang-kadang
ditemukan eksudat purulen.
Untuk mencegah terjadinya bakteriemia dan sepsis, insersi kateter
intravaskuler harus dilakukan dengan teknik aseptik dan antiseptik yang benar,
dan dengan insersi yang hati-hati dan teliti.
2.5 Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial dalam ruang operasi
Berbagai upaya pencegahan yang dilakukan untuk menghindari timbul
infeksi nosokomial pada pasien bedah yaitu:
1. Kamar operasi
Penggunaan arus udaralaminer dan
Filtrasi udara sedangkan dipertahankan
Tekanan udara positif
Pembatasan jumlah tenaga medis di kamar operasi
2. Tindak bedah aseptik
Pencucian tangan dengan aseptik
Penggunaan sarung tangan steril
Penggunaan penghalang : tutup kepala, mulut, dan baju bedah steril
Penggunaan alat bedah steril
Kain /duk steril
3. Tindakan pada pasien
Mempersingkat waktu rawat preoperasi
Pengobatan infeksi yang menyertai
Pencukuran bulu dan rambut di daerah operasi
Preparasi kulit dengan zat antiseptik
Meningkatkan daya tahan pasien : penanggulangan malnutrisi, obesitas,
berhenti merokok, pengobatan penyakit penyerta
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 9/16
9
4. Teknik bedah yang baik
Trauma yang minimal
Hemostasis yang baik
Pengeluaran benda asing dan jaringan nekrotik dari luka traumatis
Beberapa upaya tersebut akan dibahas singkat berikut ini:
1. Lingkungan pembedahan
Lingkungan sekitar tempat pembedahan merupakan daerah aseptik.
Karena itu kamar bedah tidak dapat dipakai untuk macam-macam tindakan
lain agar keadaan aseptik tersebut tetap terjaga. Hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah mengurangi jumlah kuman dalam udara dan lamanya
luka terbuka. Jumlah kuman di udara dipengaruhi oleh kelembaban dan
suhu udara, dan dapat dikurangi dengan penggantian udara. Udara kamar
bedah harus diganti sekitar 18-25 kali setiap jam dan ini baru dapat
dilaksanakan bila tekanan dalam kamar bedah lebih positif. Kelembaban
udara yang rendah akan mengurangi kelistrikan statik dalam udara
sehingga transmisi bakteria lebih sedikit. Kelembaban udara kamar bedah
ini sebaiknya dijaga sekitar 50% (udara luar normal 70-90%).
2. Personil kamar bedah
Untuk mempertahankan keadaan aseptik dalam kamar bedah sewaktu
pembedahan, setiap orang yang bekerja dalam kamar bedah harus tunduk
pada peraturan dan teknik aseptik yang berlaku. Disiplin dasar dalam
teknik aseptik harus dipatuhi oleh setiap personil kamar bedah maupun
orang yang masuk ke dalam kamar bedah.
Personil medik dan perawat merupakan pembawa kuman melalui kontak langsung atau udara, karena Staphylococcus aureus dari hidung, ketiak,
dan daerah anus, perineum dan genitalia mudah disebarkan. Maka disiplin
dasar ini menyangkut higiene pribadi, kebersihan kulit, pakaian dalam
termasuk kebersihan daerah perineum. Disiplin kerja yang baik dalam
pembedahan adalah berbicara seperlunya selama pembedahan, membatasi
berjalan-jalan dalam kamar bedah, dan membatasi kontak dengan orang
lain.
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 10/16
10
3. Pakaian dasar dan gaun bedah
Setiap orang yang masuk ke kamar bedah harus menggunakan pakaian
penutup permukaan kulit yang dapat berhubungan dengan daerah
pembedahan. Pakaian ini termasuk sarung tangan, masker, dan tutup
kepala. Pakaian dasar tidak boleh dipakai di luar ruang bedah.
Pakaian bedah dibagi dalam dua macam yaitu yang dipakai oleh setiap
orang yang masuk kamar bedah yang merupakan pakaian dasar, dan yang
dipakai oleh pembedah serta para assistennya sewaktu pembedahan yang
disebut gaun bedah. Pakaian dasar harus memenuhi syarat bersih, ringan,
berbahan tipis dan tembus udara. Pakaian dasar tidak perlu steril, tetapi
dicuci dan disetrika setiap akan dipakai. Pakaian dasar harus menutupi
tungkai bawah, berlengan pendek, dan seragam untuk setiap unit bedah.
Sedangkan tutup kepala dan masker juga bersih dan tidak dipakai berkali-
kali. Tutup kepala harus menutupi semua bagian rambut, masker menutupi
kumis, cambang, jenggot, lubang hidung, dan mulut. Alas atau sarung kaki
harus bersih dan jangan sekali-kali dipakai di luar unit bedah tersebut.
Pakaian dasar harus dipakai oleh setiap orang yang masuk ke kamar
bedah, termasuk mereka itu yang masuk sebentar saja. Gaun bedah harus
memenuhi syarat steril, disediakan di atas meja instrumen, menutupi tubuh
secara melingkar, berlengan panjang, menutup leher, panjangnya sampai
di bawah lutut, dan terbuat dari bahan yang tipis tetapi kuat.
4. Cuci tangan
Mencuci tangan dilakukan dengan air mengalir dan dianjurkan teknik
Fuerbringer. Handuk harus dilepaskan jatuh setelah menyentuh siku.
Teknik tanpa singgung, dalam teknik asepsis digunakan teknik tanpa singgungyang bertujuan mengusahakan agar benda steril yang akan dipakai sewaktu
pembedahan tidak langsung bersinggungan dengan kulit tangan pemakai. Terlebih
dahulu dikenakan masker dan tutup kepala. Teknik tanpa singgung ini harus
diterapkan dalam tindakan mengeringkan tangan dan lengan, memasang gaun
bedah, mengambil dan memakai sarung tangan, memasangkan gaun bedah untuk
orang lain, memasang dan melepas sarung tangan, membuka bungkusan kain dan
instrumen, menyerahkan set instrumen, melakukan desinfeksi kulit penderita.
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 11/16
11
Prinsip cuci tangan
a. Cara memegang sikat dan sabun,
b. Sikat tangan secara sistematik; satu per satu jari dicuci,
c. Sikat kuku
d. Tutup kran dengan siku; tangan dikeringkan dengan kain handuk
steril, yang dijatuhkan segera setelah menyentuh siku
e. Tangan harus selalu lebih tinggi daripada siku.
f. Mengambil handuk,
g. Keringkan tangan,
h. Keringkan pergelangan tangan,
i. Lengan bawah,
j. Siku,
k. Handuk langsung dijatuhkan, sebab dikontaminasi oleh siku.
l. Memakai gaun operasi steril & sarung tangan steril
2.6 Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial dalam ruang rawat inap
2.6.1 Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga
kebersihan tangan. Penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan
melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit
infeksi. Hal yang perlu diingat adalah memakai sarung tangan ketika akan
mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin,
membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera
mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.
Pada setiap keadaan berikut, kecuali dalam keadaan benar-benar gawatdarurat, personil harus selalu cuci tangan:
1. sebelum melakukan prosedur invasif
2. sebelum melakukan perawatan langsung, khususnya pada pasien yang
rentan, misalnya pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah dan
neonatus
3. sebelum dan sesudah merawat setiap jenis luka
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 12/16
12
4. setelah tindakan tertentu, tangan diduga tercemar dengan
mikroorganisme khususnya pada tindakan yang memungkinkan kontak
dengan darah, selaput lendir, cairan tubuh, sekresi, ekskresi
5. setelah menyentuh benda yang memungkinkan terkontaminasi dengan
mikroorganisme virulen atau secara epidemiologis merupakan
mikroorganisme penting, benda ini termasuk pengukur urin atau alat
penampung sekresi
6. setelah melakukan perawatan langsung pada pasien yang terinfeksi
atau kemungkinan kolonisasi mikroorganisme yang bermakna secara
klinis atau epidemiologi
7. setiap kontak dengan pasien di unit resiko tinggi
8. setelah melakukan perawatan langsung maupun tidak langsung pada
pasien yang tidak infeksius
Teknik cuci tangan rutin
a. gunakan sabun dan basuh 10-15 detik di bawah air mengalir
b. gosokkan telapak tangan, kemudian punggung tangan, dan ibu jari
c. jangan lupakan bagian yang sering terlewatkan, yaitu kuku, dengan
gerakan memutar pada telapak tangan
d. jangan menutup kran dengan tangan yang telah bersih
e. Keringkan tangan dengan kain yang bersih dan belum terpakai
f. Matikan kran dengan kain tersebut
g. Jangan menyentuh barang-barang lain yang tidak bersih
2.6.2 Instrumen bedah, serta alat kesehatan lain
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikanyang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung
atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak
penting (misalnya penyuntikan antibiotika). Untuk mencegah penyebaran
penyakit melalui instrumen bedah, maka diperlukan:
Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
Pergunakan jarum steril
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 13/16
13
Penggunaan alat suntik yang disposabel, setelah penggunaan, alat suntik
disposabel dibuang ke tempat khusus (kotak kuning)
Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui
udara.
Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah,
cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti
untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang
kotor, sarung tangan harus segera diganti.
Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama
kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan
tubuh, urin dan feses. Setelah penggunaan, baju khusus dan linen
ditempatkan pada tempat khusus yang telah ditentukan.
Penempatan masker, sarung tangan, kassa, serta alat-alat lain pada tempat
sampah medis, dengan kantong plastik warna kuning.
Instrumen yang akan digunakan harus sudah didisinfeksi atau disterilisasi.
Semua benda yg akan didisinfeksi atau disterilkan terlebih dahulu
dibersihkan dg seksama untuk menghilangkan semua bahan organik
(darah dan jaringan) dan sisa2 lainnya. Sterilisasi dapat menggunakan
autoclave, dryheat, sterilisasi gas atau dengan perendaman di larutan
chlorine 0,5 %.
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 14/16
14
BAB III
KESIMPULAN
Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di Rumah Sakit
dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah
selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Dokter muda sebagai petugas Rumah
Sakit juga bertanggung jawab dalam pencegahan infeksi nosokomial. Dari semua
pembahasan di atas, maka dapat dipahami bahwa terjadinya infeksi nosokomial
didasari oleh 3 faktor, yaitu agen penyakit, yaitu bakteri, virus, jarum, dan parasit,
host atau pasien/ petugas Rumah Sakit sendiri, serta lingkungan Rumah Sakit, di
mana semuanya ini saling terkait. Host mengeluarkan agen penyakit dari port-exit,
melalui udara, air, ataupun peralatan Rumah Sakit yang digunakan untuk
perawatannya, kemudian host lain yang mempunyai port-entry, dapat berupa luka
di kulit, luka di kamar operasi, luka bekas operasi, menerima agen yang
dikeluarkan oleh host yang lain, sehingga timbullah infeksi nosokomial. Peranan
seluruh petugas kesehatan dalam menjaga kebersihan, mematuhi seluruh
peraturan yang dibuat dalam menjaga kebersihan sangat berperan penting dalam
pencegahan infeksi nosokomial.
Sebagaimana seluruh petugas kesehatan pencegahan infeksi nosokomial,
demikian juga halnya kami sebagai Dokter Muda. Dokter Muda wajib melakukan
pencegahan infeksi nosokomial dengan:
menjaga tubuh dalam keadaan sehat, sehingga tidak menjadi sumber
penyakit.
Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien.
Tidak menggunakan satu alat secara berturut-turut pada beberapa pasientanpa dibersihkan dan distrerilasikan dengan baik lebih dahulu setelah
dipakai pada seorang pasien.
Memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah,
cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang
kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah
melepas sarung tangan.
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 15/16
15
Menggunakan masker dan topi pelindung, serta baju pelindung untuk
perlindungan diri dan untuk sterilitas
Penggunaan alat-alat medis dengan tindakan septik dan aseptik, sterilisasi
dan disinfektan, dengan autoclave, dry-heat, atau dengan perendaman
chlorine 0,5 %
Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka
diperlukan: pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan,
pergunakan jarum steril, penggunaan alat suntik yang disposabel,
menggunakan, menutup, dan membuang instrumen tajam pada tempatnya
(box kuning)
Pengangkutan barang-barang maupun bahan bekas pakai pasien infeksi,
harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan, tidak asal angkut.
7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf
http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 16/16
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta. EGC.
2002. Hal 1500.
2. Syamsuhidayat, R. Wim, de Jong. Buku-Ajar Ilmu Bedah, Ed.-2. Jakarta:
EGC; 2004. Hal 63-65.
3. Universal Precaution Guidelines for Primary Health Care Centers in
Indonesia, Juli 2000.