referat tonsilofaringitis

27
BAB II Anatomis dan Fisiologi Faring Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang bentuknya seprti corong, yang besar dibagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring dan ke bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinidng [osterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm, bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinidng faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lender, fasia faringobasilier, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lender (mucous blanket) dan otot. Mukosa

Transcript of referat tonsilofaringitis

BAB IIAnatomis dan Fisiologi Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang bentuknya seprti corong, yang besar dibagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring dan ke bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinidng [osterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm, bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinidng faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lender, fasia faringobasilier, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lender (mucous blanket) dan otot.

Mukosa

Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedangkan epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia.

Disepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam system retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.

Palut lendir (Mucous Blanket)

Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernafasan yang diisap melalui hidung. Dibagain atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim lysozyme yang penting untuk proteksi.

Otot

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang (longitudianal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.kostriktor faring superior, m.konstrikor faring media, m.konstriktor faring inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring (raphe pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi oleh n.vagus (n.X).

Otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. letak otot-otot ini disebalah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini berkerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu penting pada waktu menelan. M.stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring dipersarafi oleh n.X.

Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu, m.levator veli palatine, m.tensor veli palatine, m.palatoglosus m.palatofaring, m.azigos uvula.

M.levator veli palatine membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.X.

M.tensor veli palatine membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatume mole dan membuka tuba Eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.X.

M.palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus faring dan kerjanya menyempitkan ismus faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X.

M.palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X. M.azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan uvula kebelakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n.X.

Pendarahan

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang fasial) serta dari cabang a.maksila interna yakni cabang palatine superior..

Persarafan

Persarafan motoric dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dan n.vagus, cabang dari n.glosofaring dan serabut simpais. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motoric. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang n.glosofaring (n.IX).

Kelenjar getah bening

Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media, dan inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofiring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo digastik dan kelenjar servikan dalam atas, sedangkan saluran limfe inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.Berdasarkan letak faring dibagi atas:

1. Nasofaring

Batas nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.

Nasofaring yang relative kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suara refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugelare, yang dilalui oleh n.glosofaring, n.vagus, dan n.asesorius spinal saraf kranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.

2. Orofaing

Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atanya palatum mole, batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.

Diding posterior faring

Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palaum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus.

3. Laringofaring (Hipofaring)

Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah laring, batas inferior ialah esophagus serta batas posterior ialah vertebra servikal. Bila laringofaing diperiksa laring tidak langusng atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langusng, maka struktur pertama yang tampak dibawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan lagamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil (pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut dibagian tersebut.

Dibawah valekula terdapat epiglottis. Pada bayi epiglottis ini berbentuk omega dan pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantile (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampat menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glottis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esophagus.

Nervus laring superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian analgesia local di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.

Ruang Faringal

Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring.

1. Ruang retrofaring

Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat dan fasia prevertebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Disebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila. Abses retrofaring sering ditemukan pada bayi atau anak. Kejadiannya ialah karena di ruang retrofaring terdapat kelenjar-kelenjar limfa. Pada peradangan kelenjar limfa itu, dapat terjadi supurasi, yang bilamana pecah, nanahnya akan tertumpah du dalam ruang retrofaring. Kelenjar limfa di ruang retrofaring ini akan banyak menghilang pada pertumbuhan anak.

2. Ruang Parafaring

Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hyoid. Ruang ini dibatasi dibagian dalam oleh m.konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asenden mandibular yang melekat dengan m.pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar parotis.

Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang, beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, atau dari karies dentis.

Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi a.karotis interna, v.jugularis interna, n.vagus, yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheath). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis.

Fungsi Faring

Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara dan untuk attikulasi.

Fungi menelan

Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringal, fase esofagal. Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerekan disini disengaja (voluntary). Fase faringal yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui faring. Gerakan disini tidak sengaja (involuntary). Fase esofagal, disini gerakannya tidak disengaja, yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltic di esophagus menuju lambung.

EMBRIOLOGI DAN ANATOMI TONSIL

2. 1 EMBRIOLOGI TONSIL

Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan ketiga, tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai stadium).9

Gambar 1. Gambaran Histologi Tonsil 2.2 ANATOMI TONSIL

Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin waldeyer.

Gambar 2 : Cincin Waldeyer Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlachs). 9,10

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam Cryptae Tonsillares yang berjumlah 6-20 kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.

Gambar 3. Tonsil Palatina

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :

1. Anterior : arcus palatoglossus

2. Posterior : arcus palatopharyngeus

3. Superior : palatum mole

4. Inferior : 1/3 posterior lidah

5. Medial : ruang orofaring

6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior. A. carotis interna terletak 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsilla.

Gambar 4. Anatomi normal Tonsil Palatina Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasalis pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius- telinga tengah- kavum mastoid pada bagian lateral.

Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan terus bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi. Adenoid telah menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam antara anak yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum adenoid tercapai pada usia antara 3-7 tahun.Pembesaran yang terjadi selama usia kanak-kanak muncul sebagai respon multi antigen seperti virus, bakteri, alergen, makanan dan iritasi lingkungan.

Gambar 5. AdenoidFossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Pada bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil.9Pada bagian permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu membran jaringan ikat, yang disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia faringobasilar yang kemudian membentuk septa. 9 Plika anterior dan plika posterior bersatu di atas pada palatum mole. Ke arah bawah berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Plika triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis terletak diantara pangkal lidah dengan bagian anterior kutub bawah tonsil dan merupakan serabut yang berasal dari otot palatofaringeus. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.9 Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna yaitu A. maksilaris eksterna (A. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A. tonsilaris dan A. palatina asenden, A. maksilaris interna dengan cabang A. palatina desenden, serta A. lingualis dengan cabang A. lingualis dorsal, dan A. faringeal asenden.

Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau "lesser palatine artery" memberi vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. 9,10

Gambar 6. Pendarahan Tonsil

Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah bening. Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah bening servikal profunda atau disebut juga deep jugular node. Aliran getah bening selanjutnya menuju ke kelenjar toraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus.

Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf V melalui ganglion sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari saraf glossofaringeus (N. IX). 9,10

Gambar 7. Sistem Limfatik kepala dan leherLokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan patogen, selanjutnya membawa mentranspor ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar dari tonsil ditemukan pada usia 3 10 tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T berkurang banyak sekali pada semua kompartemen tonsil.

Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu respon imun tahap I, respon imun tahap II, dan migrasi limfosit. Pada respon imun tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis. Sel M tidak hanya berperan mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten mikro intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi material asing, limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik

Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit. Perjalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melalui HEV( high endothelial venules) dan kembali ke sirkulasi melalui limfe.

Tonisilitis Kronik

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua penyakit tenggorokan yang berulang. Factor presdiposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang menahun dan rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Etiologi

Radang pada tonsil dapat disebabkan kuman Grup A Streptococcus beta hemolitikus, Pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus piogenes. Gambaran klinis bervariasi dan diagnose sebagian besar tergantung pada infeksi.Patologi

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosanya juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa seubmandibula.

Gambaran klinis

Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, rasa menganjal pada tenggorokan, tenggorokan terasa kering, nyeri pada waktu menelan, bau mulut, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini dirasakan karena nyeri alih (referred pain) melalui N.Glossopharingeus (N.IX).

Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang mungkin tampak, yakni:

1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar, kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulent atau seperti keju.

2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar dan tutupi eksudat yang purulent.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak Antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:T0: Tonsil masuk di dalam fosa

T1: 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaringTerapi

Terapi local ditunjukan pada higien mulut dengan berkumur atau obat isap.

Komplikasi

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endocarditis, artritis, myositis, nefritis, uveitis, iridosoklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan secara kecurigaan neoplasma.

Indikasi tonsilektomi

The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 mengatakan:

1. Serangan tonsillitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi adekuat.

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.

3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale.

4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.

5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.

6. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcu hemoliticus.7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.8. Otitis media efusa / otitis media supuratif.Faringitis

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain.

Virus dan bakeri melakuakn invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal, infeksi bakteri grup A streptococcus hemoliticus dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksi ekstrasekukar yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang anak usia sekolah, orang dawasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui secret hidung dan ludah (droplet infection).

Etiologi dan patologi. Penyebab faringitis dapat bervariasi dari oraganisme yang menghasilkan eksudat saja atau perubahan kataral samapi menyebabkan edema dan bahkan ulserasi. Pada stadium awal, terdapat hyperemia, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mucus dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dehan hyperemia, pembuluh darah faring menjadi melebar.

Gejala dan tanda. Pada awitan penyakit, penderita mengeluh rasa kering atau gatal pada tenggorokan. Malaise dan sakit kepala adalah keluhan biasa. Bisanya terdapat suhu yang sedikit meningkat. Eksudat pada faring menebal. Eksudat ini sulit untuk dikeluarkan, dengan suara parau, usaha mengeluarkan dahak dari kerongkongan dan batuk. Keparauan terjadi jika peradangan mengenai laring.

Anamnesis

Keluhan kelainan di daerah faring dan rongga mulut umumnya adalah 1) nyeri tenggorok, 2) nyeri menelan (odinofagia), 3) rasa banyak dahak di tenggorokan, 4) sulit menelan (disfagia), 5) rasa ada yang menyumbat atau mengganjal.1,2,3 Nyeri tenggorok. Keluhan ini dapat hilang timbul atau menetap. Apakah nyeri tenggorok ini disertai dengan demam, batuk, serak, dan tenggorok terasa kering. Apakah pasien merokok dan berapa jumlahnya per hari.

Nyeri menelan (odinofagia) merupakan rasa nyeri di tenggorok waktu gerakan menelan. Apakah rasa nyeri ini dirasakan sampai ke telinga.

Dahak di tenggorok merupakan keluhan yang sering timbul akibat adanya inflamasi di hidung dan faring. Apakah dahak ini berupa lendir saja, pus, atau bercampur darah. Dahak ini dapat turun, keluar bila dibatukkan atau terasa turun di tenggorok.

Sulit menelan (disfagia) sudah berapa lama dan untuk jenis makanan cair atau padat. Apakah juga disertai muntah dan berat badan menurun dengan cepat, apakah makin lama makin betambah berat. Rasa sumbatan di leher (sense of lump in the neck) sudah berapa lama, tempatnya dimana.

Keluhan pasien pada hipofaring dan Laring dapat berupa : 1) suara serak, 2) batuk, 3) rasa ada sesuatu di leher. 1,2,3 Suara serak (disfoni) atau tidak keluarnya suara sama sekali (afoni) sudah berapa lama dan apakah sebelumnya menderita peradangan di hidung atau tenggorokan. Apakah keluhan ini disertai dengan batuk, rasa nyeri dan penurunan berat badan.

Batuk yang diderita pasien sudah berapa lama, dan apakah ada factor sebagai pencetus batuk tersebut seperti rokok, udara yang kotor serta kelelahan. Apa yang dibatukkan, dahak kental, bercampur darah dan jumlahnya. Apakah pasien seorang perokok.

Rasa ada sesuatu di leher merupakan keluhan yang sering dijumpai dan perlu ditanyakan sudah berapa lama diderita, adakah keluhan lain yang menyertainya serta hubungannya dengan keletihan mental dan fisik.

Dari keluhan utama yang ada, kita harus mengurutkan kronologi mengenai keadaan pasien sejak sebelum terdapat keluhan sampai dibawa ke dokter. Setelah keluhan utama disampaikan kita perlu tahu sudah sejak kapan keluhan itu berlangsung dan sudah berapa lama sejak keluhan terjadi sampai saat datang ke dokter. Dari situ, kita harus tahu apakah keluhan terjadi mendadak atau perlahan atau mungkin hilang timbul.3Riwayat penyakit sebelumnya juga penting untuk ditanya seperti apakah pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya atau baru pertama kali, riwayat pengobatan bagaimana? Apakah ada perbaikan setelah pengobatan yang diterima? Bagaimana dengan riwayat imunisasinya?3Riwayat keluarga pasien, apakah ada yang mengalami keluhan yang sama seperti ini sebelumnya. Dan ditanya juga mengenai riwayat social, antara lain mengenai tempat tinggal pasien, apakah ada penyakit menular disekitar tempat tinggal?3Pemeriksaan faring dan rongga mulut

Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah, dan gerakan lidah.

Dengan menekan bagian tengah lidah memakai spatula lidah maka bagian-bagian rongga mulut lebih jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dinding belakang faring serta kelenjar limfanya, uvula, arkus faring serta gerakannya, tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi geligi.

Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista, dan lain-lain. Apakah ada rasa nyeri di sendi temporo mandibula ketika membuka mulut.3