Referat Thalasemia Pada Kehamilan

30
BAB I PENDAHULUAN Thalasemia adalah sekelompok kelainan genetik yang heterogen yang disebabkan oleh menurunnya kecepatan sintesis rantai alfa atau beta yang diturunkan secara autosomal ditandai dengan anemia hipokromik mikrositik. 1,2 Thalasemia adalah penyakit monogenetik paling sering diseluruh dunia. Klasifikasi 2 grup besar ini, thalassemia alfa dan thalassemia beta, disubklasifikasikan berdasarkan tidak adanya (α 0 β 0 ) atau berkurangnya (α + β + ) sintesis rantai globin. Menurut World Health Organization (WHO), 20 hingga 52% dari wanita hamil mengalami anemia. Dari hasil survey lokal dan kunjungan wawancara para ahli, WHO memperkirakan jumlah pembawa sifat kelainan hemoglobin mencapai 269 juta orang. Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar 3 hingga 5% dari jumlah populasi. 2 Berdasarkan prevalensi geografik, thalasemia tidak hanya terjadi di regio mediterania, eropa selatan atau afrika utara. Namun dapat terjadi pada etnik grup timur tengah dan Asia Selatan. 1 Pada thalasemia terjadi defek genetik didasari terjadinya delesi total atau parsial gen globin, substitusi, atau insersi nukleotida. Akibatnya terjadi pengurangan atau tidak adanya mRNA untuk satu atau lebih rantai globin atau terbentuknya mRNA yang cacat secara fungsional. Keadaan ini menyebabkan ketidakseimbangan 1

description

Thalasemia

Transcript of Referat Thalasemia Pada Kehamilan

Page 1: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

BAB I

PENDAHULUAN

Thalasemia adalah sekelompok kelainan genetik yang heterogen yang

disebabkan oleh menurunnya kecepatan sintesis rantai alfa atau beta yang diturunkan

secara autosomal ditandai dengan anemia hipokromik mikrositik.1,2 Thalasemia adalah

penyakit monogenetik paling sering diseluruh dunia. Klasifikasi 2 grup besar ini,

thalassemia alfa dan thalassemia beta, disubklasifikasikan berdasarkan tidak adanya

(α0β0) atau berkurangnya (α+β+) sintesis rantai globin.

Menurut World Health Organization (WHO), 20 hingga 52% dari wanita

hamil mengalami anemia. Dari hasil survey lokal dan kunjungan wawancara para ahli,

WHO memperkirakan jumlah pembawa sifat kelainan hemoglobin mencapai 269 juta

orang. Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar 3 hingga

5% dari jumlah populasi.2 Berdasarkan prevalensi geografik, thalasemia tidak hanya

terjadi di regio mediterania, eropa selatan atau afrika utara. Namun dapat terjadi pada

etnik grup timur tengah dan Asia Selatan.1

Pada thalasemia terjadi defek genetik didasari terjadinya delesi total atau

parsial gen globin, substitusi, atau insersi nukleotida. Akibatnya terjadi pengurangan

atau tidak adanya mRNA untuk satu atau lebih rantai globin atau terbentuknya mRNA

yang cacat secara fungsional. Keadaan ini menyebabkan ketidakseimbangan sintesis

rantai globin yang mengakibatkan kerusakan sel darah merah di sumsum tulang dan

perifer dan terjadi anemia berat yang akan menyebabkan peningkatan produksi

eritopoesis, pembesaran limpa dan hati.2

Penegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang serta skrinning prenatal. Tujuan dilakukannya skrining

prenatal yaitu untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat thalasemia. Selain

itu, mencegah komplikasi yang dapat timbul lebih berat pada janin. Risiko maternal

yang dapat timbul seperti dekompensasi kardio, risiko besi berlebih akibat terapi

kelasi besi selama kehamilan, eksaserbasi anemia, dan tromboemboli vena. Selain itu,

dapat meningkatkan kejadian IUGR, kelahiran preterm, dan section caesarea.3

Tatalaksana pada thalasemia yaitu dengan transfusi darah secara regular, pemberian

asam folat, kelasi besi, splenektomi hingga transplantasi sel punca.2

1

Page 2: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Definisi Thalasemia

Thalasemia berasal dari kata Yunani yaitu “Thalassa” (laut) dan “Haema”

(darah) mengacu pada gangguan sintesis subunit globin hemoglobin alfa atau beta,

diwariskan sebagai alel patologis dari satu atau lebih gen globin yang terletak pada

kromosom 11 (β) dan 16 (α). Thalasemia adalah sekelompok kelainan genetik yang

heterogen yang diturunkan secara autosomal ditandai dengan anemia hipokromik

mikrositik.1,2

2. 2 Epidemiologi Thalasemia

Hemoglobinopati adalah kelainan genetik yang paling sering terjadi di Asia

Tenggara. Thalasemia, gangguan monogenik umum, adalah kelompok heterogen

anemia yang dihasilkan dari sintesis globin yang rusak dari hemoglobin dewasa.5 The

World Health Organization (WHO) melaporkan, sebanyak 250 juta orang diseluruh

dunia (4,5%) membawa karier thalasemia dan sebanyak 300,000 hingga 400,000 bayi

dengan keadaan berat dari penyakit ini lahir setiap tahunnya. Di Asia Tenggara

pembawa hemoglobinopati mencapai 60% dari jumlah populasi. Dari berbagai macam

struktur hemoglobin, HbE merupakan tipe yang paling sering dimana insiden HbE

sebesar lebih dari 50% telah dilaporkan.6 Prevalensi anemia pada wanita hamil

sebesar 41,8%.7

Pada populasi kehamilan, di Thailand bagian utara, prevalensi karier

thalasemia secara keseluruhan sebesar 25,4% yang diklasifikasikan menjadi alpha-

thalasemia trait sebesar 6,6%, beta-thalasemia trait sebesar 3,7%, hemoglobin E trait

sebesar 11,6%, dan homozigot HbE sebesar 0,8%.8 Di Thailand dan berbagai negara

di Asia Tenggara lainnya, HbE merupakan kelainan yang paling sering, dimana

sebesar 20 hingga 30% dari populasi menjadi karier alpha-thalasemia, 39% menjadi

karier beta-thalasemia, dan sebesar 20 hingga 30% menjadi karier HbE.7

Penelitian yang dilakukan di RS Dr. Moewardi dengan studi cross-sectional

dari Januari 2011 sampai Februari 2012 kepada 26 saudara pasien thalasemia,

diperoleh sebanyak 6 orang dengan beta thalasemia atau HbE, 5 orang dengan karier

beta thalasemia, dan 5 orang dengan karier HbE.6

2

Page 3: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

2. 3 Klasifikasi thalasemia

Sindrom thalasemia di klasifikasikan berdasarkan rantai globin yang terkena,

yaitu alfa atau beta. 2 grup besar ini, thalasemia alfa dan thalasemia beta,

disubklasifikasikan berdasarkan tidak adanya (α0β0) atau berkurangnya (α+β+) sintesis

rantai globin.13

Klasifikasi thalasemia alfa

Clinical classification Genotype Number of genes present

Silent carrier aa / - a 3 genes

Thalassemia α trait - a /- a or aa / - - 2 genes

Hemoglobin H disease - a / - - 1 gene

Hb Barts/ Hydrops fetalis - - / - - 0 genes

Klasifikasi thalasemia beta

Clinical classification Genotype Clinical severity

Thalasemia β minor/trait β/ β+ or β/ β0 Silent

Thalasemia β intermedia β+/ β+ or β+/ β0 Moderate

Thalasemia β mayor β0 / β0 Severe

2. 4 Patofisiologi9

Molekul hemoglobin normal terdiri dari grup haem non-protein yang

dikelilingi oleh 4 rantai protein globin. Struktur dari subunit-subunit protein tersusun

dalam struktur tetramer dengan berbagai bentuk sejak embrio hingga dewasa. Saat

fase embrio, terdiri dari 2 subunit zeta (ζ) dan 2 subunit epsilon (ε). Dimulai dari usia

gestasi 6 hingga 7 minggu, subunit tersebut berubah dari zeta menjadi alfa dan dari

epsilon menjadi gamma (γ) dan membentuk hemoglobin fetal yaitu hemoglobin F

(α2β2). Struktur tetramer ini tidak berubah hingga beberapa bulan setelah lahir,

menjadi bentuk hemoglobin dewasa yaitu, hemoglobin A. Hemoglobin A terdiri atas

2 subunit alfa dan 2 subunit beta (α2β2) atau bentuk lainnya hemoglobin A2 yang

terdiri atas 2 alfa dan 2 delta.

3

Page 4: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

Patologi ini ditandai dengan penurunan produksi hemoglobin dan masa hidup

sel darah merah, dihasilkan dari berlebihnya rantai globin yang tidak terkena,

membentuk homotetramer yang tidak stabil yang mengendap sebagai badan inklusi.

Homotetramer α pada thalasemia β lebih tidak stabil dibandingkan dengan

homotetramer β pada thalasemia α oleh karena itu, mempercepat masa hidup dari sel

darah merah yang menyebabkan kerusakan sel darah merah dan hemolisis berat yang

berhubungan dengan tidak efektifnya proses eritropoesis dan hemolisis ekstramedular.

How I treat thalassemia. Blood Journal. 2011;118(13):3480

Pada thalasemia beta yang berat, proses eritropoesis yang tidak efektif

menghasilkan pertambahan rongga sumsum yang menimpa pada tulang normal dan

menyebabkan distrorsi dari os frontalis, facialis, dan tulang panjang. Selain itu,

aktifitas proliferasi eritrosit pada hematopoetik ekstramedullar, menyebabkan

limfadenopati, hepatosplenomegali, dan beberapa kasus dapat terjadi tumor

ekstramedular.

Proses eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronik, dan hipoksia

menyebabkan meningkatnya absorpsi besi di traktus gastrointestinal sehingga

membutuhkan transfusi. Namun, transfusi menyebabkan akumulasi besi berlebih

karena jalur ekskresi yang tidak adekuat. Terapi kelasi besi dapat diberikan apabila

terdapat akumulasi besi akibat transfusi yang dapat dinilai dari saturasi serum

4

Page 5: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

transferrin. Terapi kelasi besi juga satu-satunya pilihan untuk menurunkan morbiditas

dan memperpanjang kelangsungan hidup.

2. 4. 1 Thalasemia alfa

Sintesis rantai globin alfa ditentukan oleh dua lokus genetik dari setiap

kromosom 16, sehingga terdapat 4 alel. Penyebab paling sering alfa thalasemia akibat

delesi gen atau mutasi. Apabila mengenai 1 alel, ketiga alel globin alfa lainnya masih

normal atau adekuat untuk memproduksi hemoglobin yang normal disebut silent

carrier thalassemia. Apabila mengenai 2 alel, eritropoesis masih dipertahankan oleh 2

alel alfa yang tidak terkena, walaupun akan muncul anemia ringan mikrositik

hipokrom (alfa thalasemia trait). Apabila adanya kedua rantai globin alfa yang

abnormal pada kromosom yang sama disebut dengan α-thal-1 atau thal-α0. Bila

mengenai 2 gen yang terletak pada kromoson homolog berbeda, disebut dengan thal-

α-2 atau α+-thal. Thal-α0 lebih sering terjadi pada individu di Asia atau Mediterania.

Jika mengenai 3 alel dan sisa 1 alel normal yang tertinggal, dimana dikenal

dengan penyakit hemoglobin H (HbH), gestasi dapat bertahan. Pada keadaan ini

produksi rantai globin alfa terganggu. Individu akan timbul gejala ringan sampai

sedang anemia mikrositik hipokrom dengan adanya sel target atau Heinz bodies pada

pemeriksaan darah tepi. Keadaan ini terkadang memerlukan transfusi darah. Apabila

mengenai 4 alel, maka tidak ada rantai globin alfa, sehingga terbentuk rantai globin

gamma (hemoglobin Bart) yang tidak stabil dan efektif. Akibatnya, di kemudian hari

fetus yang terkena akan timbul komplikasi anemia dengan kardiomegali dan fetal

hidrops.

2. 4. 2 Thalasemia beta

Dua lokus genetik untuk sintesis rantai globin beta masih ada, masing-masing

pada kromosom 11. Mutasi pada gen globin beta akan menghasilkan tidak adanya

globin beta (β 0) atau gangguan produksi dari rantai beta (β +). Pada kasus lainnya, bila

terjadi kelebihan dari rantai alfa yang ada, maka akan terikat dengan sel darah merah

di jaringan yang akan mengakibatkan kerusakan membran. Secara klinis, penyakit ini

dikelompokkan kedalam minor (karier), intermedia, dan mayor tergantung dari derajat

berkurangnya sintesis rantai globin beta.

5

Page 6: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

Thalassaemia in Pregnancy. Elsevier. 2012;26: 39

2. 4. 3 Pembawa sifat thalasemia

Pada thalasemia alfa dimana gen globin alfa terletak pada kromosom 16.

Seorang anak mewarisi 4 gen globin alfa (berjumlah 2 dari masing-masing orang tua).

Misalnya, seorang ayah kehilangan 2 gen globin alfa dan ibu kehilangan 1 gen globin

alfa. Setiap anak memiliki kemungkinan sebesar 25% mewarisi 2 gen globin alfa yang

hilang dan 2 gen normal (thalasemia trait), tiga gen yang hilang dan satu gen normal

(penyakit HbH), empat gen normal, atau satu gen hilang dan tiga gen yang normal

(silent carrier).

Pada thalasemia beta dimana gen globin alfa terletak pada kromosom 11.

Seorang anak mewarisi dua gen globin beta (satu dari masing-masing orang tua).

Sebagai contohnya yaitu setiap orang tua memiliki 1 gen globin alfa yang berubah.

Maka, setiap anak memiliki kemungkinan sebesar 25% mewarisi 2 gen normal, 50%

mewarisi 1 gen yang berubah dan satu gen normal (thalasemia beta trait) atau 25%

mewarisi 2 gen yang berubah (thalasemia beta mayor).

2. 4. 4 Hemoglobin E

Hemoglobin E adalah hemoglobin abnormal yang disebabkan oleh mutasi

single pada gen beta, sehingga terjadi subtitusi glutamat dengan lisin pada posisi 26

rantai globin beta.9,10 Keadaan ini sering ditemukan di Asia Tenggara. Wanita dengan

homozigot hemoglobin E, menunjukkan gejala anemia hemolitik yang ringan. Namun

sebaliknya, pada heterozigot hemoglobin E (karier) menunjukkan gejala yang

asimtomatik. Apabila hemoglobin E dikombinasikan dengan thalassemia beta, dapat

terjadi thalassemia beta mayor atau intermediet.

6

Page 7: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di India pada seorang wanita

berusia 27 tahun, primigravida, datang ke klinik antenatal departemen obstetri dan

ginekologi, dengan kehamilan 27 minggu dan riwayat mudah lelah, lemah, dan sesak

napas saat beraktivitas. Pasien memiliki riwayat transfusi darah pada usia 9 dan 25

tahun. Pasien rutin check up kehamilan dan mendapat tablet besi sebanyak 2 kali

sehari. Pada pemeriksaan diperoleh BMI = 19 kg/m2; nadi 100 x/menit; tekanan darah

110/70 mmHg; jugular venous pressure normal; thorax dalam batas normal; edema

pada ekstremitas bawah +/+. Pada pemeriksaan abdomen gravid dengan besar uterus

26 minggu dan denyut jantung janin 138 x/menit; hepatomegali +; splenomegali +.

Pemeriksaan darah rutin didapatkan anemia berat dengan Hb 6 gr%; red blood cell

distribution (RDW) 30,5%; mean corpuscular hemoglobin (MCH) 20,6 pg; mean

corpuscular volume (MCV) 76 fl. Pemeriksaan darah tepi diperoleh hipokromik

mikrositik dengan anisositosis, tear drop cells, dan sel target. Selain itu, terdapat

peningkatan serum ferritin (260 ng/mL) dan total iron binding capacity dalam batas

normal. Pada pemeriksaan elektroforesis hemoblobin memperlihatkan peningkatan

hemoglobin fetal (HbF) sebesar 55,3% dan HbE sebesar 44,7%.10

Setelah diagnosis HbE ditegakkan, pemberian terapi besi dihentikan. Saat

kehamilan mencapai usia 37 minggu dengan Hb 6,9 gr% dan diberikan transfusi PRC

sebanyak 3 kolf. Pada usia kehamilan 38 minggu terjadi ruptur membran dan

dilakukan section caesarea cito karena kegagalan induksi. Setelah 7 hari pasca operasi

kondisi pasien stabil dengan Hb 9,8 gr%. 2 minggu dan 4 minggu setelah operasi,

pasien dianjurkan untuk dilakukan splenektomi dan elektroforesis untuk bayi.10

Kehamilan dengan thalasemia HbE berhubungan dengan terjadinya mobiditas

pada ibu dan janin. Individu yang terkena dengan gejala yang berat, membutuhkan

ketergantungan transfusi disertai adanya hepatosplenomegali, jaundice, retardasi

pertumbuhan, dan expansi berlebih dari ruang sumsum tulang belakang. Pasien

dengan Hb >7 gr% tanpa komplikasi, direkomendasikan untuk terapi asam folat

jangka panjang. Namun, pasien dengan Hb <7 gr% membutuhkan transfusi darah

berulang pada wanita dengan thalassemia intermedia untuk mengurangi anemia dan

berat badan lahir rendah.10

7

Page 8: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

2. 5 Diagnosis Thalasemia

Diagnosis thalasemia dibuat berdasarkan anamnesis meliputi gejala yang

timbul, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Semua

thalasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis

rantai asam amino yang terkena. Pada keadaan yang lebih berat, seperti pada

thalasemia beta mayor, adanya anemia (lemah, lesu, pucat), sesak napas, pembesaran

limpa dan hati, perut membesar, jaundice, dan ulkus. Selain itu terjadi penebalan dan

pembesaran tulang terutama pada bagian kepala dan wajah, tulang-tulang panjang

menjadi mudah patah.

Terdapat 3 cara mengidentifikasi anak dengan thalasemia yaitu dengan

evaluasi indeks sel darah merah, identifikasi skrining pada bayi baru lahir, dan

skrining prenatal serta perencanaan keluarga.18 Skrining yang paling efektif dan

mudah dilakukan untuk mendeteksi awal karier thalasemia menggunakan darah rutin

seperti Hb, MCV, dan MCH, serum ferritin, serum iron, transferrin, TIBC, dan

aspirasi sumsum tulang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pada

thalasemia trait dapat ditemukan dengan pemeriksaan dengan hitung darah lengkap

yang memperlihatkan anemia mikrositik ringan. Anemia mikrositik dapat disebabkan

oleh defisiensi besi, thalasemia, anemia sideroblastik, dan anemia karena penyakit

kronis.16,17

Pada karier thalasemia pada dewasa sehat, manifestasi yang dapat timbul

hanya Hb yang rendah. Dikatakan karier apabila nilai MCH <27 pg dan MCV <80 fl

untuk semua jenis karier. Tahap selanjutnya adalah apabila ditemukan nilai MCV atau

MCH rendah, maka dilakukan pemeriksaan hemoglobin pattern dan status besi.

Apabila setelah dilakukan pemeriksaan tersebut diagnosa masih belum jelas untuk

mengidentifikasi thalasemia trait, maka dilakukan pemeriksaan elektroforesis

hemoglobin.9,16,17

Peningkatan Red cell distribution width (RDW) >90% dengan defisiensi besi,

50% dengan thalasemia. Walaupun anemia mikrositik dengan RDW yang normal

selalu karena thalasemia, seseorang dengan peningkatan RDW membutuhkan

pemeriksaan lebih lanjut.16 Pengukuran pada RDW tidak cukup sensitif dan spesifik

untuk membedakan defisiensi besi dan thalasemia beta trait.

8

Page 9: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

Muncie H, Campbell J. Alpha and Beta Thalassemia. American Family Physician.

2009;80(4):342.

Muncie H, Campbell J. Alpha and Beta Thalassemia. American Family Physician.2009;80(4):342.

9

Page 10: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

Vranken M. Evaluation of Microcytosis. American Family Physician. 2010;82(9):1120.

Pembawa sifat alfa thalasemia ditegakkan apabila terdapat badan inklusi

hemoglobin H. Pada karier beta thalasemia menunjukkan peningkatan kadar level

hemoglobin A2 lebih dari 3,5% dan hemoglobin F. Apabila kadar HbA2 kurang dari

3,5% menunjukkan defisiensi besi, thalasemia alfa, atau bentuk lain dari thalasemia

beta. Selain itu, pola dari hemoglobin normal dapat menunjukkan gambaran defisiensi

besi, namun tidak bisa menyingkirkan thalasemia trait. Oleh karena itu, disarankan

untuk mengulang pemeriksaan hemoglobin setelah mendapat pengobatan defisiensi

besi.9, 12

2. 5. 1 Diagnosis prenatal

Skrining antenatal pada thalasemia beta diikuti dengan diagnosis prenatal pada

pasangan yang berisiko dapat mencegah terjadinya dampak pada anak. Penegakkan

diagnosis dapat menggunakan MCV untuk mendeteksi sindroma thalasemia selama

kehamilan. Jika pasangan dikonfirmasi sebagai pembawa karier yang sama, konseling

genetik dan analisis genetik harus dilakukan untuk menentukan dengan tepat jenis

10

Page 11: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

mutasi gen atau delesi yang penting untuk menegakkan diagnosis genetik janin

berikutnya. Kombinasi analisis Hb dan tes DNA merupakan cara terbaik memastikan

status karier.9, 12

Pengakkan diagnosis pasti pada fetal diambil dari jaringan fetal yaitu

chorionic villus sampling dan amniosentesis. Pengambilan sampel pada villus

chorialis pada usia kehamilan 11 minggu dan pada amniosentesis pada usia setelah 16

minggu. Tidak seperti thalasemia beta, dimana timbul gejala setelah lahir, janin yang

terkena alfa thalasemia akan timbul gejala sejak awal kehamilan ditandai adanya

anemia yang dapat dideteksi menggunakan ultrasound.9

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 di India sebanyak 1000 pasien

antenatal dengan usia kehamilan kurang dari 20 minggu mengenai skrining pada

wanita dengan karier thalassemia menggunakan perbandingan antara naked eye single

tube red cell osmotic fragility test (NESTROFT), analisis high-performance liquid

chromatography (HPLC), dan hitung darah lengkap. Dari hasil penelitian disebutkan

bahwa analisis HPLC darah merupakan gold standard untuk diagnosis thalasemia

trait. Namun, karena membutuhkan biaya tinggi, canggih, dan peralatan mahal, maka

11

Page 12: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

tidak dapat digunakan dalam jumlah besar. Studi terkini melaporkan bahwa

NESTROFT dan indeks sel darah merah sebagai alternatif untuk skrining thalassemia

trait yang terbukti sensitif, biaya yang efektif, cepat, dan dapat digunakan untuk studi

lapangan dalam jumlah besar terutama di negara berkembang. Sampel yang

digunakan untuk NESTROFT dari kapiler yang diperoleh dari tusukan jari.11

2. 6 Tatalaksana

Anemia merupakan masalah umum yang terjadi akibat ekspansi volume

plasma maternal. Seseorang dengan thalasemia alfa ringan tidak membutuhkan

tatalaksana spesifik kecuali tatalaksana dalam memperbaiki kadar hemoglobin yang

rendah. Beberapa pasien dengan pemberian suplemen besi atau asam folat dapat

membantu. Defisiensi besi harus dapat dipastikan sebelum pemberian suplemen besi

karena akan menyebabkan hemokromatosis (kelebihan besi). Pasien dengan anemia

berat membutuhkan terapi transfusi jangka panjang. Namun, tidak ada pengobatan

spesifik yang direkomendasikan walaupun pasien dalam keadaan anemis. Pada

penyakit HbH, pengobatan terdiri dari suplemen asam folat (5 mg/hari) dan transfusi

darah secara periode jika terdapat indikasi.13

Transfusi sel darah merah dibutuhkan untuk mempertahankan level

hemoglobin >8.0 g/dl pada thalasemia beta intermedia dan >10 g/dl pada thalasemia

beta mayor dimana untuk pertumbuhan fetus yang optimal dan menurunkan risiko

komplikasi hemolisis dan trombus.9,13,14 Selain itu, wanita dengan thalasemia mayor

membutuhkan transfusi darah hingga mencapai konsentrasi 100 g/L hemoglobin.

Sedangkan pada thalasemia intermedia, dimulai transfusi apabila konsentrasi

hemoglobin dibawah 100 g/L sebanyak 2-3 unit hingga mencapai 120 g/L.

Pemantauan hemoglobin setelah 2-3 minggu setelah transfusi. Secara umum, pasien

dengan non-transfusi, jika hemoglobin diatas 80 g/L pada usia kehamilan 36 minggu,

maka transfusi dapat dihindari sebelum kelahiran dan transfusi postnatal dapat

diberikan jika dibutuhkan. Jika hemoglobin <80 g/L dimulai transfusi sebanyak 2 unit

pada usia gestasi 37-38 minggu.18

Wanita hamil dengan thalasemia-β minor dan anemia dimana Hb < 7 gr/dL

biasanya terjadi pada trimester ketiga, membutuhkan asam folat 5 mg/hari dan terapi

transfusi suportif.13 Pada kebanyakan wanita, konsumsi asam folat 5 mg/hari dapat

meningkatkan hemoglobin secara signifikan dan mencegah defek susunan saraf.18

Sebaliknya, konsumsi suplementasi zat besi tergantung terhadap individu. Pemberian

12

Page 13: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

suplemen besi hanya jika pasien terdapat defisiensi yang dikonfirmasi dengan

diagnosis standar, yaitu serum iron, saturasi transferrin, dan serum ferritin.

Pencegahan trombosis pada kehamilan, dapat diberikan heparin atau low-molecular-

weight heparin 7 hari setelah melahirkan per vaginam atau selama 6 minggu setelah

sectio caesarea atau dosis rendah aspirin 75 mg/hari.18 Adanya splenomegali dan

hipersplenisme merupakan indikasi untuk dilakukannya splenektomi.14

Pemberian kelasi besi di luar kehamilan biasanya menggunakan

desferrioxamin yang diberikan perinfus subkutan selama 12 jam selama 5-7 hari

seminggu. Bila terapi dilanjutkan saat kehamilan berisiko kelainan tulang pada janin.

Deferasirox dan deferiprone idealnya dihentikan 3 bulan sebelum konsepsi dan

beralih ke desferrioxamine. Desferrioxamine bekerja short-half life dan aman selama

terapi induksi ovulasi. Namun, obat ini sebaiknya dihindari pada trimester pertama

dan aman digunakan setelah usia gestasi 20 minggu dengan dosis rendah. Perempuan

dengan risiko dekompensasio kordis yang tinggi dapat diberikan desferrioxamine

subkutan dosis rendah (20 mg/kg/hari) selama paling cepat 4-5 hari/minggu dimulai

dari usia gestasi 20-24 minggu. Pada penelitian lainnya melaporkan, kebanyakan

wantia membutuhkan transfusi lebih bila terapi kelasi besi dihentikan sebelum atau

sesudah segera kehamilan.2,18

13

Page 14: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

2. 7 Komplikasi9,15

Komplikasi yang terjadi pada pasien thalassemia, yaitu:

- Penumpukan besi

Penumpukan zat besi terjadi karena akumulasi zat besi yang berasal dari

transfusi dan peningkatan absorpsi zat besi karena eritropoesis yang tidak

efektif.

- Gagal jantung

Efek pada kardio karena berlebihnya zat besi di jantung yang dapat

menyebabkan gagal jantung dan aritmia.

- Perikarditis

Pasien dengan thalasemia dapat terjadi perikarditis, kemungkinan disebabkan

oleh virus dan organisme mikoplasma, infeksi bakteri atau jamur, atau

berhubungan dengan sindroma pasca transplantasi.

- Endokrin

Organ-organ endokrin sensitif terhadap toksisitas besi sehingga dapat terjadi

kerusakan pituitari, hipogonadotropik hipogonadisme, diabetes, hipotiroid,

hipoparatiroid, osteopaenia, dan osteoporosis. Akibat kerusakan organ

endokrin, biasanya timbul amenore primer dan sekunder.

- Alloimunisasi

Transfusi berulang memicu produksi alloantibodi dan alloimunisasi.

Komplikasi ini terjadi pada pasien yang sudah melakukan splenektomi dan

transfusi dengan etnik berbeda antara donor dan resipien.

- Infeksi virus

Transmisi infeksi seperti HIV, hepatitis B dan C terutama pada wanita dengan

ketergantungan transfusi.

- Thrombosis dan hiperkoagulasi

Thrombosis ditemukan pada sindrom thalasemia alfa, thalasemia beta mayor,

thalasemia beta minor, dan thalasemia beta-HbE. Hal ini karena adanya

sirkulasi sel darah merah yang cacat dengan kerusakan membran sehingga

meningkatkan aktivasi platelet dan risiko trombus.

- Hemolisis

Hemolisis kronik meningkatkan kadar plasma dari hemoglobin bebas yang

melepaskan nitrit oxide, beredar di sirkulasi dan menyebabkan peningkatan

14

Page 15: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

resistensi pembuluh darah perifer yang nantinya dapat terjadi hipertensi

pulmonal hingga gagal jantung kanan.

- Osteopenia, osteoporosis, dan deformitas tulang

Keadaan ini disebabkan oleh eriropoesis ekstramedullar yang mengakibatkan

ganguan fungsi paratiroid atau metabolisme kalsium dan hipogonadisme.

15

Page 16: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

2. 8 Pencegahan

Pelaksanaan program pencegahan thalasemia di Indonesia harus meliputi

kegiatan edukasi, skrining, konseling dengan memerhatikan faktor sosioetikolegal.

Sekarang ini, beberapa negara telah menetapkan program pencegahan nasional secara

komprehensif berupa, edukasi pasien, skrining karier, dan konseling serta informasi

tentang diagnosis prenatal dan preimplantasi. Negara bagian Eropa Utara juga

mengadakan program parsial berupa skrining antenatal.19 Skrining dilakukan terhadap

anggota keluarga pengidap thalassemia. Skrining pranatal dilakukan terhadap ibu

hamil pada saat kunjungan pertama. Skrining prakonsepsi dilakukan terhadap

pasangan yang sudah menikah dan berencana mempunyai anak. Skrining pranikah

dilakukan terhadap individu/pasangan yang akan menikah.

Pada thalasemia alfa, skrining di rekomendasikan hanya untuk mendeteksi

pasangan dengan risiko sindrom hydrops fetalis karena komplikasi yang timbul

berupa toxemia berat (hipertensi, preeklampsi) pada ibu. Salah satu program untuk

mengontrol thalasemia beta adalah edukasi. Edukasi yang dilakukan membahas

tentang gejala klinis, riwayat penyakit, konseling genetik, dan metodologi untuk

mencegah kelahiran anak yang terkena dampaknya. Materi diskusi harus mencakup

manifestasi klinis, riwayat penyakit, terapi yang tersedia, dan harapan hidup pada

thalasemia mayor. Target populasi skrining yaitu pasangan yang ingin menikah,

prekonsepsi, dan masa pernikahan awal.

A. Deteksi karier

Thalasemia beta heterozigot, dikarakteristikan secara hematologi berupa

hitung sel darah merah, mikrositosis, hipokromik, peningkatan HbA2, dan

ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Metodologi yang sering digunakan

pada risiko karier yaitu MCV dan MCH. Pemeriksaan lebih lanjut dengan

pemeriksaan kuantitatif HbA2 yang merupakan pemeriksaan paling penting

untuk mengidentifikasi thalasemia beta heterozigot. Sedangkan pada

thalasemia alfa mudah untuk diindektifikasi karena memiliki peningkatan khas

pada level HbA2. Karakteristik hematologi untuk mengidentifikasi karier

thalasemia beta yaitu adanya peningkatan pada HbA2.

B. Konseling genetik

16

Page 17: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

C. Diagnosis prenatal

D. Diagnosis preimplantasi dan prekonsepsi genetik

Program pencegahan thalasemia harus dilakukan untuk mengurangi jumlah

pasien thalasemia di Indonesia karena dari sisi biaya pencegahan thalasemia

membutuhkan lebih sedikit biaya, sementara dari sisi pasien thalasemia akan

menyebabkan tumbuh kembang tidak optimal terutama pada anak.

17

Page 18: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

BAB III

KESIMPULAN

Thalasemia merupakan defek genetik yang disebabkan oleh penurunan

kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin α atau β

ataupun rantai globin lainnya sehingga terjadi delesi total atau parsial gen globin dan

substitusi. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya

kekurangan sintesis rantai β akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb.

Rekomendasi teknik dan metode laboratorium diagnosis thalasemia di Indonesia yaitu

dilakukan pemeriksaan MCV dan MCH digunakan untuk uji saring awal. Dengan

nilai batas yang digunakan untuk uji saring awal adalah MCV< 80 fL dan MCH < 27

pg. Pemeriksaan feritin digunakan untuk menyingkirkan diagnosis anemia defisiensi

besi yang memberikan hasil positif palsu pada diagnosis talasemia. Pemeriksaan Hb

typing dengan elektroforesis otomatis memberikan nilai diagnostik yang akurat

dengan angka spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi. Pemeriksaan analisis DNA

digunakan untuk diagnosis prenatal.

Program pencegahan thalasemia harus dilakukan untuk mengurangi jumlah

pasien thalasemia di Indonesia karena dari sisi biaya pencegahan thalasemia

membutuhkan lebih sedikit biaya daripada terapi pasien thalasemia, sementara dari

sisi pasien thalasemia akan menyebabkan tumbuh kembang tidak optimal. Kebijakan,

strategi dan pelaksanaan program pencegahan thalasemia di Indonesia harus meliputi

kegiatan edukasi, skrining, dan konseling.

18

Page 19: Referat Thalasemia Pada Kehamilan

DAFTAR PUSTAKA

1. Hoffbrand A V, Moss P A. Kelainan hemoglobin yang bersifat genetik. Kapita Selekta Hematologi. 6 ed. Jakarta: EGC; 2013. p. 81-90.

2. Wiradnyana AAGP. Skrining dan Diagnosis Thalasemia dalam Kehamilan. 2013:1-39.

3. Davis B. Fertility and Pregnancy in Thalassemia and Sickle Cell Disease. The UK Guidelines. Page Press. 2014;4:63-6.

4. Karnpean R. Fetal Blood Sampling in Pranatal Diagnosis of Thalassemia at Late Pregnancy. J Med Association Thai. 2014;97:49-53.

5. Fucharoen S, Winichagoon P. Haemoglobinopathies in Southeast Asia. Indian J Med. 2011:498-504.

6. Riza M, Widiretnani S. Hempglobin Profiles of Siblings of Thalassemia Patients. Paediatrica Indonesia. 2015;55(2):70-3.

7. Widjaja IR, Widjaja FF, Santoso LA, Wonggokusuma E, Oktavianti. Anemia Among Children and Adolescents in A Rural Area. Paediatrica Indonesia. 2014;54(2):88-9.

8. Traisrisilp K, Tongsong T. Pregnancy outcomes among women with beta-thalassemia trait. Springer. 2015:1-4.

9. Leung TY, Lao TT. Thalassaemia in Pregnancy. Elsevier. 2012;26:37-51.10. Bharathi KR, Varte V, Singh A, Devi BK. HbE Thalassemia in Pregnancy.

Journal of Medical Society. 2015;29(1):45-6.11. Lata S, Bajaj S, Popli S, Singh S. Screening of Women in the Antenatal Period

for Thalassemia Carrier Status: Comparison of NESTROFT, Red Cell Indices, and HPLC Analysis. J Fetal Medicine. 2015:1-5.

12. Dewanto JB, Tansah H, Dewi SP, Napitu H. Increased knowledge of thalassemia promotes early carrier status examination among medical students. Universa Medicina. 2015;4(3):220-7.

13. Rachmilewitz EA, Giardina PJ. How I treat thalassemia. Blood Journal. 2011;118(13):3479-86.

14. Voskaridou E, Balassopoulou A, Boutou E, Komninaka V. Pregnancy in beta-thalassemia intermedia: 20-year experince of a Greek thalassemia center. European Journal of Haematology. 2014:492-5.

15. Cappelini MD, Viprakasit V, Taher AT. An overview of current treatment strategies for beta-thalassemia. Expert Opinion on Orphan Drugs. 2014:665-72.

16. Muncie H, Campbell J. Alpha and Beta Thalassemia. American Family Physician. 2009;80(4):339-44.

17. Vranken M. Evaluation of Microcytosis. American Family Physician. 2010;82(9):1117-21.

18. Management of Beta Thalassemia in Pregnancy. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2014;66:1-17.

19.

19