REFERAT TETRAPARESIS

44
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak. Sedangkan lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi 1

description

tetraparesis

Transcript of REFERAT TETRAPARESIS

Page 1: REFERAT TETRAPARESIS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan

lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan

saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik

sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior.

Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam

susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari

traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya

untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal

fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak. Sedangkan lower

motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal

dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan  ke berbagai otot dalam

tubuh seseorang.

Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan

dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri

dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke

ekstremitas, badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula

spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula

spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas traktus

ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang

raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa

informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).

Kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu

kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu

disebut dengan parese. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk

1

Page 2: REFERAT TETRAPARESIS

satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas

bagian yang terkena. Kelemahan/kelumpuhan yang mengenai keempat anggota

gerak disebut dengan tetraparese. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak,

kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra

cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit

otot. kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi

motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas

pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury)

atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida).

Tetraparese berdasarkan topisnya dibagi menjadi dua, yaitu : Tetrapares

spastik yang terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN),

sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni dan tetraparese

flaksid yang terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN),

sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni. Tetraparese dapat

disebabkan karena adanya kerusakan pada susunan neuromuskular, yaitu adanya

lesi. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat

menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian

dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot

ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik.

Pada beberapa keadaan dapat kita jumpai tetraparese misalnya pada penyakit

infeksi (misalnya mielitis transversa, poliomielitis), Sindrom Guillain Barre

(SGB), Polineuropati, Miastenia Grafis, atau Amyotrophic Lateral Sclerosis

(ALS).

1.2 Manfaat makalah

1) Mengetahui anatomi fisiologi jaras syaraf pada manusia

2) Mengetahui definisi parese

3) Mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, klasifikasi,

diagnosis, penatalaksanaan, prognosis

2

Page 3: REFERAT TETRAPARESIS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi

Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular. sistem

neuromuskular terdiri atas Upper motor neurons (UMN) dan lower motor neuron

(LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik

yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti

motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis.

Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam

susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari

traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya

untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal

fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak 1.

Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-

saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan 

ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut mempunyai

peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang

memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur 1.

Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang

membentuk punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada

manusia, 7 tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal,

5 tulang sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang

punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan

tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus

vertebrae 2.

3

Page 4: REFERAT TETRAPARESIS

Gambar 1. Tulang belakang

Ketika tulang belakang disusun, foramen ini akan membentuk saluran

sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Dari otak medula

spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan

jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf

yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, oragan-

organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem

saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah

sistem saraf perifer 3,4.

Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramenmagnum

sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis

berlanjut menjadi Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera.

Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh

menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus

descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol

fungsi tubuh) 3,4.

4

Page 5: REFERAT TETRAPARESIS

Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai

hubungan istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis

dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri

vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior

dan anterior yang dikenal juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis 5.

Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis

posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati

suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari

medula spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang

nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu 3,4,5:

a. nervus servikal : (nervus di leher) yang berperan dalam pergerakan dan

perabaan pada lengan, leher, dan anggota tubuh

bagian atas

b. nervus thorak : (nervus di daerah punggung atas) yang mempersarafi

tubuh dan perut

c. nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah punggung bawah)

yang mempersarafi tungkai,

kandung kencing, usus dan

genitalia.

Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan

L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung

membentuk cauda equina 3,4.

5

Page 6: REFERAT TETRAPARESIS

Gambar 2. Hubungan nervus spinalis dengan vertebra

2. 2. Parese

Parese adalah kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap

atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan

terganggu. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih

kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena.

Parese pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu 6:

Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau

ekstremitas bawah.

Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.

Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu

ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.

Tetraparese adalah kelemahan pada keempat ekstremitas.

6

Page 7: REFERAT TETRAPARESIS

2.3 Tetraparese

Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya

merupakan parese dari keempat ekstremitas.”Tetra” dari bahasa yunani sedangkan

“quadra” dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang

disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan

hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan

kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan

tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang

belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan

sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. kerusakan

diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada

keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan

ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena

penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida) 6,7.

Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan

dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih

dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi

penurunan/kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan,

penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi

kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih

dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat suatu

benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan

tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas

tidaknyanya kerusakan 6,7.

2.3.1 Etiologi Tetraparese

Tabel 1. Penyebab umum dari tetraparesis 8:

- Complete/incomplete transection of cord with fracture

Prolapsed disc

7

Page 8: REFERAT TETRAPARESIS

Cord contusion-central cord syndrome, anterior cord

syndrome

- Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy)

- Transverse myelitis Acute myelitis

- Anterior spinal artery occlusion

- Spinal cord compression

- Haemorrhage into syringomyelic cavaty

- Poliomyelitis

2.3.2 Epidemiologi

Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medula

spinalis. menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National

Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru

cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi

paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk,

dengan angka tetraparese 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor

merupakan penyebab utama cedera medula spinalis 9.

Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet

berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini

penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data di

Amerika Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena

cedera medula spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplet (29,5%), (2)

paraparese komplet (27,3%), (3) paraparese inkomplet (21,3%), dan (4)

tetraparese komplet (18,5%) 9.

2.3.3 Klasifikasi Tetraparese

8

Page 9: REFERAT TETRAPARESIS

Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya 4:

a. Tetrapares spastik

Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor

neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau

hipertoni.

b. Tetraparese flaksid

Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor

neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.

2.3.4 Patofisiologi Tetraparese

Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron

(UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan

yang terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena

adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar,

atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini

berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang

berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke otot 10,11,12.

Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal,

thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari

servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada

keempat anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerah

ini maka akan berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya 11,12.

Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat

menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian

dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot

ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat

menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese

flacsid 4,11,12.

9

Page 10: REFERAT TETRAPARESIS

Gambar 3. Lesi pada Lower motor neuron (LMN).

Lesi di Mid- or upper cervical cord

Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal

lateral menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot

bagian tubuh yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis

pada tingkat servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor

Neuron (UMN) pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian

otot-otot kedua lengan yang berasal yang berasal dari miotom C6 sampai miotom

C8, lalu otot-otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua tungkai yang

mengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang tidak masif di

seluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula spinalis tersebut maka akan

menyebabkan kelemahan/kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebut

tetraparese spastik 1,5.

Lesi di Low cervical cord

Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja

memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap

lintasan asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang

berada didalam segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi

kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesi

10

Page 11: REFERAT TETRAPARESIS

bersifat Upper Motor Neuron (UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower Motor

Neuron (LMN) akan diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor

Neuron (LMN) 1.

Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan dapat

mengalami gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama dengan

bangunan disekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal sindrom lesi di kornu

anterius, sindrom lesi yang selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal,

sindrom lesi yang merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindrom

lesi di substantia grisea sentralis . Lesi ini biasanya disebabkan karena adanya

infeksi, misalnya poliomielitis. Pada umumnya motoneuron-motoneuron yang

rusak didaerah intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN

adalah anggota gerak 1.

Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan

menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi

imunopatologik. walaupun segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun

yang berada di intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami

kerusakan. Karena daerah ini yang mengurus anggota gerak atas dan bawah. Pada

umumnya bermula dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke bagian

proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot

kedua lengan. Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan

pada saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri.

Salah satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf perifer adalah

polineuropati 1.

Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau

selnya yang disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasi

herediter. Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat

melakukan tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi, dapat

menyebabkan kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian proksimal

lebih lemah dibanding distalnya. Pada penderita distrofia musculorum enzim

11

Page 12: REFERAT TETRAPARESIS

kreatinin fosfokinase dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat manifestasi dini

kadar enzim ini di dalam serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapa

enzim ini dapat beredar didalam darah tepi masih belum diketahui 1.

Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapat

ditentukan kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot berkurang sudah

terlihat banyak sel lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot. Ketika

kelemahan otot menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosis

serabut otot. Seluruh endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-otot

yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil. Pembesaran tersebut

bukan karena bertambahnya jumlah serabut otot melainkan karena degenerasi

lemak 1.

Kelemahan otot (atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa penyakit.

kelemahan otot dapat kita kelompokkan dalam regio anggota gerak sebagai

berikut 14:

Tabel 2. Kategori kelompok otot per regio anggota gerak

Region Muscle Groups Myotomes

Upper cervical region Shoulder abduction, elbow flexion, elbow

extension

C5-C7

Lower cervical region Wrist flexion, wrist extension, extension of

fingers, flexion of fingers, spreading of

fingers, abduction

of thumb, adduction of thumb, and

opposition of thumb

C8-Th1

Upper lumbosacral

region

Hip flexion, hip adduction, knee extension,

hip extension, hip abduction

L1-L3

Lower lumbosacral

region

Knee flexion, plantar flexion of foot,

flexion of toes, dorsiflexion of foot, L4-S1

12

Page 13: REFERAT TETRAPARESIS

extension of toes

Central cord syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah trauma

hiperekstensi. Sering terjadi pada individu di usia pertengahan dengan spondilosis

cervicalis. Predileksi lesi yang paling sering adalah medula spinalis segmen

servikal, terutama pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh

adanya kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitan

medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit atau

material diskus dari anterior. Bagian medula spinalis yang paling rentan adalah

bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada

Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat

mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat

meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera 8,9,15.

Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih

prominen pada ekstremitas atas (tipe LMN) dibanding ektremitas bawah (tipe

UMN). Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara pada

ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas

neurologik permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera paling

sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medula

spinalis C6 dengan ciri LMN. Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa

kasus dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral neurologis lokalis pada

pasien cedera medula spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord

Injury Association/ AISA 8,9,15.

Tabel 3. Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal 9

Motorik

13

Page 14: REFERAT TETRAPARESIS

Otot (asal inervasi) Fungsi

M. deltoideus dan biceps brachii (C5) Abduksi bahu dan fleksi siku

M. extensor carpi radialis longus dan

brevis

(C6)

Ekstensi pergelangan tangan

M. flexor carpi radialis (C7) Fleksi pergelangan tangan

M. flexor digitorum superfisialis dan

profunda (C8)

Fleksi jari-jari tangan

M. interosseus palmaris (T1) Abduksi jari-jari tangan

M. illiopsoas (L2) Fleksi panggul

M. quadricep femoris (L3) Ekstensi lutut

M. tibialis anterior (L4) Dorsofleksi

kaki

M. extensor hallucis longus (L5) Ekstensi ibu jari kaki

M. gastrocnemius-soleus (S1) Plantarfleksi kaki

2.3.5 Tetraparese dengan Hemiparese bilateral

14

Page 15: REFERAT TETRAPARESIS

Tetraparese dengan hemiparese bilateral (bihemiparese) mempunyai arti

yang sama yaitu kelemahan pada keempat anggota gerak. Namun, pada

bihemiparese kelemahan/kelumpuhannya tidak terjadi langsung pada keempat

anggota gerak. Bihemiparese bersifat kerusakan pada upper motor neuron, yaitu

adanya infark di hemispere serebral bilateral dapat disebabkan karena dua lesi

iskemik didaerah kedua arteri serebri (anterior/media) atau di kedua kapsula

interna. Lesi pada arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada daerah

mesensefalon. Lesi ini dapat disebabkan oleh adanya arterosklerosis, emboli,

aneurisma, dan inflamasi 8,13,16,17.

Pada awal stroke terjadi hemiparese unilateral karena infark di hemisfer

serebral unilateral yang disebabkan adanya lesi pada arteri serebri

(anterior/media) atau di kapsula interna unilateral. Lama – kelamaan lesi ini juga

dapat ditemukan pada arteri serebri (anterior/media) atau kapsula interna yang

lain, sehingga terjadi infark pada hemisfer serebral bilateral. Oklusi pada arteri

basilaris juga dapat menyebabkan hemiparese bilateral 16,17.

2.3.6 Tetraparese dapat dijumpai pada beberapa keadaan

a. Penyakit infeksi

- Mielitis transversa

Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula

spinalis rusak sekaligus, infeksi dapat langsung terjadi melalui

emboli septik, luka terbuka ditulang belakang, penjalaran

osteomielitis atau perluasan proses meningitis piogenik. Istilah

mielitis tidak hanya digunakan jika medula spinalis mengalami

peradangan, namun juga jika lesinya mengalami peradangan dan

disebabkan oleh proses patologik yang mempunyai hubungan

dengan infeksi. Adakalanya reaksi imunologik timbul di medula

spinalis setelah beberapa minggu sembuh dari penyakit viral. Pada

saat itu sarang-sarang reaksi imunopatologik yang berukuran kecil

tersebar secara difus sepanjang medula spinalis. Serabut-serabut

15

Page 16: REFERAT TETRAPARESIS

asenden dan desenden panjang dapat terputus oleh salah satu lesi

yang tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan kelumpuhan parsial

dan defisit sensorik yang tidak masif di seluruh tubuh atau yang

dikenal dengan istilah tetraparese 1.

- Poliomielitis

Poliomielitis adalah peradangan pada daerah medula

spinalis yang mengenai substantia grisea. Jika lesi mengenai medula

spinalis setinggi servikal atas maka dapat menyebabkan kelemahan

pada anggota gerak atas dan bawah . Pada umumnya kelompok

motoneuron di segmen-segmen intumesensia servikal dan lumbalis

merupakan substrat tujuan viral. Tahap kelumpuhan bermula pada

akhir tahap nyeri muskular. Anggota gerak yang dilanda kelumpuhan

LMN adalah ekstremitas 1.

b. Polineuropati

Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada

beberapa saraf perifer di seluruh tubuh. Penyebab karena infeksi bisa

menyebabkan polineuropati, kadang karena racun yang dihasilkan oleh

beberapa bakteri (misalnya pada difteri) atau karena reaksi autoimun,

bahan racun bisa melukai saraf perifer dan menyebabkan polineuropati

atau mononeuropati (lebih jarang), kanker bisa menyebabkan

polineuropati dengan menyusup langsung ke dalam saraf atau menekan

saraf atau melepaskan bahan racun, kekurangn gizi dan kelainan metabolik

juga bisa menyebabkan polineuropati.

Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh,

penyakit yang bisa menyebabkan polineuropati kronik (menahun) adalah

diabetes, gagal ginjal dan kekurangan gizi (malnutrisi) yang berat.

Polineuropati kronik cenderung berkembang secara lambat (sampai

beberapa bulan atau tahun) dan biasanya dimulai di kaki (kadang di

tangan) 18.

16

Page 17: REFERAT TETRAPARESIS

Kelainan pada saraf perifer dijumpai sebagai berikut : tiga sampai

empat hari pertama pembengkakan dan menjadi irreguler dari selubung

myelin. Hari ke lima terjadi desintegrasi myelin dan pembengkakan aksis

silinder. Pada hari ke sembilan timbul limfosit, hari ke sebelas timbul

fagosit dan pada hari ketiga belas proliferasi Schwan sel. Kesemutan, mati

rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan untuk merasakan getaran atau

posisi lengan, tungkai dan sendi merupakan gejala utama dari

polineuropati kronik. Nyeri seringkali bertambah buruk di malam hari dan

bisa timbul jika menyentuh daerah yang peka atau karena perubahan suhu.

Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan

ketidakstabilan ketika berdiri dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi

kelemahan otot dan atrofi (penyusutan otot). Kelumpuhan biasanya timbul

sesudah tidak ada panas, kelumpuhan otot biasanya bilateral dan simetris

dengan tipe "lower motor neuron dengan penyebaran kelumpuhan yang

bersifat ascending yaitu mulai dari ekstrimitas bawah yang menjalar ke

ekstrimitas atas, tetapi bisa pula descending yaitu mulai dari ekstrimitas

atas yang turun ke ekstrimitas bawah 18.

c. Sindrom Guillain Barre (SGB)

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf

akut dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan

kadang-kadang juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu

infeksi. Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang

simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan

kadang-kadang juga muka 19,20.

Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB

akan timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim

saraf-saraf perifer. Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis

ataupun trauma pada medula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-

perlekatan selaput araknoid. Di negara-negara tropik penyebabnya adalah

infeksi tuberkulosis. Pada tempat-tempat tertentu perlekatan pasca infeksi

17

Page 18: REFERAT TETRAPARESIS

itu dapat menjirat radiks ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak

segenap radiks ventralis terkena jiratan, namun kebanyakan pada yang

berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang diinstrumensia servikalis

dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda proses perlekatan pasca

infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada

otot-otot anggota gerak, kelompok otot-otot di sekitar persendian bahu dan

pinggul. Kelumpuhan tersebut bergandengan dengan adanya defisit

sensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota gerak 19,20.

Gambar 4. Sindrom Guillain Barr

Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang

dapat atau tanpa disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel

mononuklear. Sel-sel infiltrat terutama terdiri dari sel limfosit berukuran

kecil, sedang dan tampak pula, makrofag, serta sel polimorfonuklear pada

permulaan penyakit. Setelah itu muncul sel plasma dan sel mast. Serabut

saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal. Lesi ini bisa terbatas

pada segmen proksimal dan radiks spinalis atau tersebar sepanjang saraf

perifer. Predileksi pada radiks spinalis diduga karena kurang efektifnya

permeabilitas antara darah dan saraf pada daerah tersebut 19,20.

Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas

tipe lower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan

dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden

18

Page 19: REFERAT TETRAPARESIS

ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa

keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke

badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti

oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot

bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama

beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal 20.

d. Miastenia Grafis

Miastenia grafis adalah penyakit neuromuskular yang

menyebabkan otot skelet menjadi lemah dan lekas lelah.

Kelelahan/kelemahan ini disebabkan karena sirkulasi antibodi yang

memblok acetylcholine receptors pada post sinaptik neuromuscular

junction, stimulasi penghambatan ini berpengaruh pada neurotransmiter

asetilkolin. Manifestasi klinisnya dapat berupa kelemahan pada otot yang

mengatur pergerakan mata, kelemahan otot pada lengan dan tungkai,

perubahan ekspresi wajah, disfagia, dan disartria 18,21.

Gambar 5. Miastenia Gravis

e. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)

19

Page 20: REFERAT TETRAPARESIS

Penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu

kelainan yang progresif dari sistem saraf yang banyak terjadi pada

orang dewasa dengan penyakit motoneuron. Kondisi tersebut

menyebabkan degenerasi saraf motorik bagian atas (brain) dan saraf

motorik bagian bawah (spinal cord) dengan kombinasi tanda upper

motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN). Penurunan

kualitas saraf ini, menyebabkan Kelemahan pada otot dan dapat

berakhir pada kematian 14,22,23.

Proses degenerasi hanya menyerang pada neuron motorik, yaitu

sel-sel saraf yang mengatur pergerakkan otot. Akibat kelemahan itu,

kemampuan tubuh untuk mengatur gerakan otot yang disadari akan

hilang secara perlahan-lahan. Misalnya, memegang, menjentik,

menggaruk, dan sebagainya. Namun penyakit ini tidak mempengaruhi

saraf sensoris (perasa) dan fungsi mental. Meskipun penyebab pasti

ALS belum diketahui, teori yang dikenal saat ini menyatakan

neurotransmiter glutamat (suatu zat kimia yang menghantarkan impuls

atau sinyal ke sel-sel saraf) kemungkinan memegang peranan sebagai

penyebab matinya sel-sel saraf motorik. Zat-zat kimia lainnya, seperti

molekul radikal bebas dan kalsium kemungkinan juga ikut terlibat 22,23. 

Gambar 6. Amyotrophic Lateral Sclerosis

20

Page 21: REFERAT TETRAPARESIS

Penyakit ALS mengakibatkan sistem neuromuscular tidak

berfungsi karena kedua saraf motorik penderita ALS telah rusak.

Seiring berjalannya waktu, penyakit ALS menyebabkan saraf–saraf

motorik yang berada di otak dan batang tubuh mengecil, dan pada

akhirnya menghilang. Akibatnya, otot – otot tubuh tidak lagi mendapat

sinyal untuk bergerak. Karena otot yang berada dalam tubuh

kehilangan pemasok nutrisinya, sehingga otot–otot yang menjadi lebih

kecil dan melemah. Saraf-saraf di dalam sistem neuromuscular yang

memberi nutrisi ke otot-otot tersebut terlokalisir, sehingga

menyebabkan tumbuhnya jaringan yang rusak mengantikan saraf–saraf

yang normal 14,22,23.

f. Spondilosis servikalis

merupakan suatu penyakit yang menyerang usia pertengahan

dan usia lanjut, dimana diskus dan tulang belakang di leher mengalami

kemunduran (degenerasi).

Gambar 7. Spondilosis Servikalis

Spondilosis servikalis menyebabkan menyempitnya kanal

spinalis (tempat lewatnya medula spinalis) di leher dan menekan

medula spinalis atau akar saraf spinalis, sehingga menyebabkan

kelainan fungsi. Gejalanya bisa menggambarkan suatu penekanan

21

Page 22: REFERAT TETRAPARESIS

medula spinalis maupun kerusakan akar sarafnya. Jika terjadi

penekanan medula spinalis, maka pertanda awalnya biasanya adalah

perubahan pada cara berjalan. Gerakan kaki menjadi kaku dan

penderita berjalan dengan goyah. Leher terasa nyeri, teutama jika akar

sarafnya terkena. Kelemahan dan penciutan otot pada salah satu atau

kedua lengan bisa terjadi sebelum maupun sesudah timbulnya gejala

penekanan medula spinalis.14,22

g. Spondilitis Tuberkulosa

Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan

spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang

bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium

tuberkulosa. Spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit

Pott, paraplegi Pott. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada

vertebra T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2.(1,2,3,4).

Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis

tulang dan sendi. Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi

sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan

oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3

dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan

terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai

Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar

matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat

yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat

dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.

Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus

respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum

yang buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara

hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan

tulang. 6 hingga 8 minggu kemudian, respons imunologik timbul dan

22

Page 23: REFERAT TETRAPARESIS

fokus tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi

tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna. Vertebra merupakan

tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling

sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya

mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral,

bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi

hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan

perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise,

discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian

depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal

sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap

pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus

menghancurkan vertebra di dekatnya.

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang

yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah

ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra

di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi

ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah.

Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia

paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus

sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan

dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal.

Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea,

esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya

tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah

paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses

pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul

paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk

mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal

pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah

23

Page 24: REFERAT TETRAPARESIS

krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis

pada trigonum skarpei atau region glutea.14

2.3.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

- Anamnesis (Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan

riwayat penyakit keluarga).

- Pemeriksaan penunjang :

Foto vertebrae servikal/lumbal→untuk mengetahui adanya

trauma, penyempitan maupun pergeseran susunan tulang

belakang.

Fungsi lumbal→untuk menyingkirkan beberapa penyakit

pembanding seperti sindrom guillain barr→adanya peningkatan

protein sito albumin yang disertai peningkatan jumlah selnya.

Elektromiografi→menunjukan adanya fibrilasi, fasikulasi, atrofi

dan denervasi (pada penyakit ALS)

MRI.7

2.3.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan penyebabnya. Namun

dapat dilakukan terapi umum sebagai berikut:

1. Medikamentosa

Kortikosteroid→ untuk mengurangi nyeri, juga dipercaya dapat

menghasilkan perbaikan neurologis.

Antidiabetika→ pada kasus-kasus yang diperburuk oleh penyakit

diabetes mellitus.

2. Terapi konservatif

a.Tirah baring (bed rest)

b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak

24

Page 25: REFERAT TETRAPARESIS

vertebra

c. Memperbaiki keadaan umum penderita

3. Fisioterapi :

Program : Infra Red, ROM (range of motion) dan meningkatkan

kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah.

Terapi Okupasi

Problem : agak kesulitan melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan

sendiri karena terlalu lama berbaring.

Assesment: Pasien mengalami deconditioning syndrome.

Program :

a. Melatih pasien untuk latihan bekerja, seperti apa yang biasanya

dilakukan sendiri, melatih kekuatan duduk, berdiri dan berjalan.

b. Melakukan kegiatan sehari-hari sendiri, dan tanpa bantuan orang

lain, misalnya berpakaian, makan, dan rawat diri.

c. AKS/ADL secara luas berkaitan dengan aspek psikologis,

komunikasi, sosial.7,9

2.3.8 Prognosis

Prognosis penderita dipengaruhi oleh pengobatan terhadap

penyebab tetraparesis itu sendiri. Diagnosis sedini mungkin dan

dengan pengobatan yang tepat, prognosisnya baik meskipun tanpa

tindakan operatif. Penyakit dapat kambuh jika pengobatan tidak

teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat.9

25

Page 26: REFERAT TETRAPARESIS

BAB III

PENUTUP

Parese merupakan kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak

lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau

gerakan terganggu. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan

oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian

fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan

lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Tetraparese dapat

26

Page 27: REFERAT TETRAPARESIS

disebabkan karena adanya kerusakan pada Upper motor neuron (UMN) atau

kerusakan pada Lower Motor Neuron (LMN) atau kerusakan di keduanya.

Kerusakan pada Upper motor neuron (UMN) dapat disebabkan adanya lesi

di medula spinalis setinggi servikal atas, kerusakan pada Lower motor neuron

(LMN ) bisa mengenai motorneuronya, radiks, maupun pada otot itu sendiri. Jika

kerusakan mengenai Upper motor neuron (UMN) dan Lower motor neuron (LMN)

maka lesinya pada Low cervical cord.

Tetraparese berbeda dengan hemiparese bilateral, walaupun keduanya

mempunyai arti kelemahan pada keempat angggota gerak. Namun, Tetraparese

disebabkan adanya lesi di medula spinalis sedangkan hemiparese bilateral

disebabkan karena lesi pada hemisfer serebral bilateral dan biasanya pada

serangan pertama baru terjadi hemiparese unilateral dan setelah serangan kedua

baru terjadi hemiparese bilateral. Tetraparese dapat ditemukan pada beberapa

keadaan seperti ; penyakit infeksi (misalnya mielitis transversa, poliomielitis),

polineuropati, sindrom Guillain Barre, Miastenia gravis, atau pada Amyotrophic

Lateral Sclerosis (ALS).

DAFTAR PUSTAKA

1. Committee on Trauma of the American College of Surgeon. Advanced

Trauma Life Support (ATLS), program untuk dokter. 1997: 237-57

2. Noerjanto. Gangguan Gerak Akibat Lesi pada Medula Spinalis. Dalam:

Hadinoto S (editor). Gangguan Gerak, Ed 2. Badan Penerbit Universitas

Diponegoro Semarang. 1996 : 65-79.

27

Page 28: REFERAT TETRAPARESIS

3. American Spinal Injury Association (ASIA). Standards for Neurological and

Functional Classification of Spinal Cord Injury. Revised by Ditunno JF.

Chicago 1992 ; 1-26

4. Mardjono M, Sidharta P, Pemeriksaan Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat

1994: 20-113.

5. Duus P., Sistem motorik. Dalam : Suwono JW (editor), Diagnosis Topik

Neurologi, anatomi,fisiologi, tanda, gejala. EGC 1996: 31-73.

6. Greenberg M.S, Handbook of Neurosurgery, Spine Injuries, Fouth edition,

Greenberg Graphic, Florida 1997: 754-83.

7. Davenport M., Fracture Cervical Spine, department of Emergency edicine

and Orthopedic Surgery, Allegeny General Hospital, www.emedicine.com,

Apr 1, 2008.

8. Pinzon R., Mielopati Servikal Traumatika: Telaah Pustaka Terkini, Cermin

Dunia Kedokteran, 2007.

9. Goodrich A.J., Lower cervical Spine Fractures and Dislocation, Department of

Surgery, section of Orthopedic Surgery, medicl college of Georgia,

www.emedicine.com, July 1, 2008.

10. PERDOSSI, Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan TGrauma

Spinal, PERDOSSI, FKUI/RSCM, 2006 : 19-29

11. Listiono D.L., Cedera Spinal. Dalam: Ilmu Bedah saraf Satyanegara, Edisi

ketiga,PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998 :321-27.

12. Lindsay W.K., Bone I., Callender R.,Spinal Trauma, dalam Neurology and

Neurosurgery Illustrated, Fouth Edition, Churchill Livingstone, 2004 : 412-

15.

13. DeGroot J., Neuroanatomi Korelatif, Edisi ke -21, EGC, 1997: 47-52

14. Wagener L.M., Stewart A.J., Stenger M.K., Spinal Cord Injury a Guide for

Patients, University of Lowa Hospitals and Clinics, first edition, 2007.

15. Islam S.M., Terapi Stem Cell pada Cedera Medula Spinalis, Cermin Dunia

Kedokteran, SMF saraf Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, 2006.

16. Kim H. D.,Ludwig C.S., Vaccaro R.A., Chang J., Atlas Of Spine Trauma

Adult and Pediatric, Phyladelphia, 2008.

28

Page 29: REFERAT TETRAPARESIS

17. Japardi I., Cervical Injury, Fakultas Bagian Bedah USU digital Library, 2002

18. Snell S. R., Neuroanatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, EGC, 2007:

154-59

19. Dawodu T. S., Spinal Cord Injury: Definition, Epidemiology,

Pathophysiology,www.emedicine.com, Mar 30, 2009.

20. Gondim A.A.F., Spinal Cord Trauma and Related Diseases. Department of

Physiology and Pharmacology Neurology Residency Program Director,

www.emedicine.com, Jan 24, 2008.

21. Platzer W., Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia Sistem Lokomotor

Muskuloskeletal & Topografi, Jilid I, edisi 6, 1997; 36-39.

22. Grundy D., Swain A., ABC of Spinal Cord Injury, Fourth edition, BMJ, 2002.

23. Harsono, Kapita selekta Neurologi, edisi kedua, Gajah Mada University Press,

2007; 319-27.

24. Rothman H., R., Simeone, A., F., The Spine, Second Edition, WB Saunders

Company, Phyladelphia London Toronto, 1982; Hal : 97-99.

29