Referat Tenia Imbrikata
-
Upload
indahrohmawati -
Category
Documents
-
view
139 -
download
0
Transcript of Referat Tenia Imbrikata
TINEA IMBRIKATA
Di susun Oleh :
Indah Rohmawati
07310119
PEMBIMBING :
Dr. Filiandini prasanti, Sp. KK
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RSUD. EMBUNG FATIMAH BATAM
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin-Nya makalah ini
dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dr.
filiandini prasanti, Sp.KK yang telah memberikan bimbingan sejak penyusun masuk ke SMF
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Seperti pepatah “tak ada gading yang tak retak”, bertolak dari pepatah tersebut penyusun
menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk ini penyusun mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca agar kedepanya penyusun dapat memperbaiki dan
menyempurnakan kekurangan tersebut.
Batam, Januari 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
Latar belakang ................................................................................................................... 1
Tujuan penulisan .............................................................................................................. 2
BAB II DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 3
Definisi ............................................................................................................................... 3
Epidemiologi ...............………....................................................................................... 4
Etiologi ................................................................................................................... 5
Faktor risiko ................................................................................................................... 6
Patogenesis ......……………………………………………………………………….. 6
Manifestasi Klinik ........………………………………………………………………… 7
Diagnosa .........…….......................................................................................................... 13
Diagnosa banding ........…………………………………………………………………. 14
Pemeriksaan penunjang ............………………………………………………………….. 16
Penatalaksanaan ...........….................................................................................................. 17
BAB III KESIMPULAN ………….........……………………………………………… 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 20
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tinea imbrikata adalah dermatofitosis superfisialis yang jarang terjadi,disebabkan oleh
Trichophyton concentricum antropofilik. Dermatofitosis didefinisikansebagai penyakit pada
jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneumpada epidermis, rambut dan
kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita.
Dermatofita dibagi menjadi genera Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Hingga kini dikenal sekitar 40spesies
dermatofita, masing-masing dua spesies Epidermophyton, 17 spesies Microsporum dan 21
spesiesTrichophyton.1
Di Indonesia penyakit ini ditemukan endemis di wilayah tertentu, antara lain Papua,
Sulawesi, Sumatra dan pulau-pulau bagian tengah Indonesia Timur, beberapa pulau di Pasifik
Selatan (Polinesia), Asia Tenggara, Amerika Tengah dan Selatan, dan Meksiko, dan paling
sering terlihat pada individu yang hidup dalam kondisi primitif dan terisolasi. Kerentanan
terhadap penyakit ini diduga diturunkan secara genetik dengan pola penurunan autosomal resesif.
Angka insidensi dermatofitosis pada tahun 1998 yangtercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan
Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi,dimulai dari prosentase terendah sebesar 4,8 %
(Surabaya) hingga prosentase tertinggi sebesar 82,6 % (Surakarta) dari seluruh kasus
dermatomikosis.
Pengobatan topikal pada dermatofita menjadi hal penting untuk diketahui olehtenaga
medis, sehingga memerlukan informasi terapi yang tepat tehadap setiap penyakitdermatofita.
Topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya berkaitan dengandaerah permukaan
tertentu, seperti anti infeksi topikal yang dioleskan pada daerahtertentu di kulit dan yang hanya
mempengaruhi daerah yang dioles tersebut.1.2
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, insidensi,etiologi,
epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, diagnosis banding,penatalaksanaan,
dan prognosis dari penyakit tinea imbrikata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tinea imbrikata adalah mikosis superfisial kronis yang disebabkan oleh Trichophyton
concentricum sebuah dermatofit antropofilik. Sumber lain menyebutkan, bahwa tinea imbrikata
adalah infeksi jamur superfisial yang menyerang kulit dengan gambaran khas berupa skuama
kasar yang tersusun konsentris sehingga tampak seperti atap genting. 4,5 Sinonim dari penyakit ini
ialah Ring worm, tokelau, kaskado.5
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia penyakit ini ditemukan endemis di wilayah tertentu, antara lain Papua,
Sulawesi, Sumatra dan pulau-pulau bagian tengah Indonesia Timur, beberapa pulau di Pasifik
Selatan (Polinesia), Asia Tenggara, Amerika Tengah dan Selatan, dan Meksiko, dan paling
sering terlihat pada individu yang hidup dalam kondisi primitif dan terisolasi. Kerentanan
terhadap penyakit ini diduga diturunkan secara genetik dengan pola penurunan autosomal resesif.
Angka insidensi dermatofitosis pada tahun 1998 yangtercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan
Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi,dimulai dari prosentase terendah sebesar 4,8 %
(Surabaya) hingga prosentase tertinggi sebesar 82,6 % (Surakarta) dari seluruh kasus
dermatomikosis.
2.3 Etiologi
Tinea imbrikata atau Tokelau adalah mikosis superfisial disebabkan oleh Trichophyton
concentricum, sebuah dermatofit antropofilik. Dermatofita dibagi menjadi genera Microsporum,
Trichophyton dan Epidermophyton.6
Pada Trichophyton secara mikroskopik ditemukan hifa bersepta / bersekat,hifa spiral,
ditemukan makrokonidia berbentuk gada berdinding tipis terdiri dari 6 – 12sel juga ditemukan
mikrokonidia yang bentuknya seperti tetes air. Secara makroskopik ditemukan koloni yang kasar
berserbuk / radier pada bagian tengah menonjol.
Contoh :
Trichophyton mentagropytes.
Trichophyton rubrum.
Trichophyton concentricum adalah jamur antropofilik yang pertumbuhannya lambat dan
menyebabkan penyakit kulit kronis, luas, non-inflamasi. Tinea corporis dikenal sebagai tinea
imbrikatakarena cincin konsentris dari skuama yang dihasilkannya.7
Tabel 1. Types of Dermatophytes Based On Mode Of Transmission8
Category Mode Of Transmission Typical Clinical Features
Antropofilik Manusia ke manusia Ringan, Tanpa Inflamasi,
kronik, kambuh-kambuhan
Zoofilik Hewan ke manusia Inflamasi hebat, akut
(mungkin pustule, dan
vesikel), sembuh jarang
kambuh
Geofilik Tanah ke manusia atau hewan Akut, Inflamasi sedang,
sembuh jarang akut
Gambar 1. Trichophyton concentricum
2.4. Faktor Risiko
Timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor :11
1. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur Antropofilik,Zoofilik atau
Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur ini berbeda pulasatu dengan yang lain
dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh.
Misalnya : Trikofiton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermatofiton vlokosum
paling sering menyerang lipat pada bagian dalam.
2. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.
3. Faktor-suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak padalokalisasi atau
lokal, di mana banyak keringat seperti lipat paha dan sela-sela jari paling sering terserang
penyakit jamur ini.
4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana terlihat insidenpenyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah, penyakit ini lebihsering ditemukan
dibanding golongan sosial dan ekonomi yang lebih baik.
5. Faktor umur dan jenis kelamin
Penyakit Tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkanorang dewasa,
dan pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur di sela-sela jaridibanding pria dan hal ini
banyak berhubungan dengan pekerjaan. Di samping faktor-faktor tadi masih ada faktor-faktor
lain seperti faktor perlindungan tubuh (topi, sepatudan sebagainya) , faktor transpirasi serta
pemakaian pakaian yang serba nilan, dapatmempermudah penyakit jamur ini.
2.5. Patogenesis
Transmisi dermatofit ke manusia dapat melalui 3 sumber, masing-masing memberikan
gambaran tipikal. Karena dermatofit tidak memiliki virulensi secara khusus dan khas hanya
menginvasi bagian luar stratum korneum dari kulit. Lingkungan kulit yang sesuai merupakan
faktor penting dalam perkembangan klinis dermatofitosis. Infeksi alami disebabkan oleh deposisi
langsung spora atau hifa pada permukaan kulit yang mudah dimasuki dan umumnya tinggal di
stratum korneum, dengan bantuan panas, kelembaban dan kondisi lain yang mendukung seperti
trauma, keringat yang berlebihdan maserasi juga berpengaruh.9
Pemakaian bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan keringat
sehingga mengganggu fungsi barier stratum korneum. Infeksi dapat ditularkan melaluikontak
langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi, benda-benda seperti pakaian, alat-alat dan
lain-lain. Infeksi dimulai dari terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan
keratin yang mati. Hifa ini memproduksi enzimkeratolitik yang mengadakan difusi ke dalam
jaringan epidermis dan merusak keratinosit.10
Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon jaringanterhadap
infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm, yang menginvasi bagian perifer
kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagian aktif akan meningkatkan proses proliferasi sel
epidermis dan menghasilkan skuama. Banyak individu dalam populasi yang terinfeksi
menunjukkan agen T-cell spesifik yang hiporeaktif dari jamur.
Itu juga telah mengasumsikan bahwa kerentanan dalam populasi ini dapat diwariskan
sebagai sifat resesif autosomal. Pada masa inkubasi, dermatofit tumbuh dalam stratum korneum,
kadang-kadang disertai tanda klinis yang minimal. Pada carier, dermatofit pada kulit yang
normal dapat diketahui dengan pemeriksaan KOH atau kultur.10
Gambar 2. Koloni Trichophyton concentricum setelah 4 minggu pada agar
kentang dekstrosa
2.6 Manifestasi Klinis
Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi
besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah
beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama
yang konsentris. Bila dengan jari tangan kita meraba dari bagian tengah kea rah luar, akan teraba
jelas skuama yang menghadap kedalam. Lingkaran-lingkaran skuama konsentris bila menjadi
besar dapat bertemu dengan lingkaran-lingkaran di sebelahnya sehingga membentuk pinggir
yang polisiklik. Pada permulaan infeksi pasien dapat merasa sangat gatal, tapi bila menahun
tidak ada keluhan. Pada kasus menahun, lesi kulit kadang-kadang dapat menyerupai iktiosis.
Kulit kepala pasien dapat terserang, akan tetapi rambut biasanya tidak.12
Sumber lain menyebutkan, tinea imbrikata biasanya menyerang seluruh permukaan kulit
berupa lingkaran-lingkaran yang bersisik kasar dan tampak menyerupai lingkaran lingkaran
bermata satu (polisiklik). Sisik-sisik melingkar yang satu menutup yang lain seperti lapisan
genting, dapat disertai perasaan gatal. Lokasi yang terserang biasanya diseluruh tubuh.
Efloresensinya berupa makula berwarna seperti kulit normal,berbentuk lingkaran dan ditutupi
sisik kasar, atau beberapa lingkaran dapat menyatu(polisiklis); skuama saling menindih seperti
susunan atap genting. Khasnya polisiklik,makula papulo skuamous, tersusun cincin yang
konsentris, meluas ke seluruh badan,stratum korneum terlepas dan tepi bebasnya menghadap
tengah. 10
Gambar 4. Bentuk klinis tinea imbrikata
Gambar 3. Bentuk klinis tinea imbrikata pada warga papua
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Dalam patogenesisnya, jamur patogen akan menyebabkan kelainan pada kulitsehingga
atas dasar kelainan kulit inilah kita dapat membangun diagnosis. Akan tetapikadang temuan
efloresensinya tidak khas atau tidak jelas, sehingga diperlukanpemeriksaan penunjang dan
diagnosis menjadi lebih tepat. Pemeriksaan mikroskopik langsung terhadap bahan
pemeriksaan merupakan pemeriksaan yang cukup tepat,berguna dan efektif untuk
mendiagnosis infeksi jamur. Pemeriksaan KOH merupakanpemeriksaan tunggal yang paling
penting untuk mendiagnosis infeksi dermatofit secaralangsung dibawah mikroskop dimana
terlihat hifa diantara material keratin.13
Gambar 5. Percabangan hifa dalam KOH mount, dengan pewarna biru ditambahkanuntuk
warna (pembesaran asli, X400).
2.8 Diagnosis
Diagnosis ditetapkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan lokasinya atau
pemeriksaan sediaan langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 10-20%, dipanasi sebentar
tidak sampai mendidih. Dapat ditemukan hifa yaitu double counture (dua garislurus sejajar
dan transparan), dikotomi (bercabang dua) dan bersepta. Antrokonidia yaituderetan spora di
ujung hifa. KOH (-) tidak menyingkirkan diagnosis bila klinis menyokong. Kultur dilakukan
dengan media Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA) + khloramfenikol + sikloheksimid
(Actidion) : Mycobiotik, Mycosel, tumbuh rata-rata 10-14 hari. Biakan skuama pada media
Sabouraud’s Dextrose Agar menghasilkan koloniragi.14
2.9 Diagnosis Banding
Tinea imbrikata merupakan varian dari tinea korporis. Gejala klinisnya sulitdibedakan
dengan beberapa kelainan kulit yang lainnya, antara lain dermatitis kontak,dermatitis
seboroik, dan psoriasis. Untuk alasan ini, tes laboratorium sebaiknyadilakukan. kelainan kulit
pada dermatitis seboroik selain dapat menyerupai tineakorporis, biasanya dapat terlihat pada
tempat-tempat predileksinya, misalnya dikulitkepala, lipatan-lipatan kulit yaitu belakang
telinga, nasolabial dan sebagainya.15
Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit yang mempunyai tempat predileksiyaitu di
daerah ekstensor, misalnya lutut, siku, dan punggung. Pemeriksaanlaboratoriumlah yang
dapat memastikan diagnosisnya. 15
2.10 Penatalaksanaan
1. Obat Topikal
Pengobatan topical merupaan pilihan utama. Efektivitas obat topical dipengaruhi oleh
mekanisme kerja, viskositas, hidrofobisitas dan asiditas formulasi obat tersebut.
Ketoconazole adalah suatu derivat imidazole-dioxolane sintetis yang memiliki aktivitas
antimikotik yang poten terhadap dermatofit, misalnya Tricophyton sp,Epidermophyton
floccosum, Pityrosporum sp, dan juga terhadap Candida sp.Ketoconazole bekerja dengan
menghambat enzim sitokrom P450 jamur, dengan mengganggu sintesis ergosterol yang
merupakan komponen penting dari membran sel jamur.16
Indikasi ketoconazol adalah untuk penggunaan topikal pada pengobatan infeksi
dermatofit pada kulit, seperti tinea korporis, tinea kruris, tinea manus, dan tinea pedisyang
disebabkan oleh Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes, Mycosporumcanis,
Epidermophyton floccosum, juga pengobatan pada kandidosis kutis dan tineaversikolor.
Kontra Indikasi adalah penderita yang hipersensitif terhadap ketoconazoleatau salah satu
komponen obat ini, wanita hamil, dan anak usia di bawah 2 tahun.16
Dioleskan 1x sehari pada daerah yang terinfeksi dan sekitarnya. Pengobatan harus
dilanjutkan untuk beberapa waktu, sedikitnya sampai beberapa hari setelah gejala-gejala
hilang. Lama pengobatan 3-4 minggu. Diagnosis harus dipertimbangkan kembali jika tidak
ada perbaikan setelah 4 minggu pengobatan. 16
Efek samping pada pemakaian ketoconazole ini adalah sedikit iritasi dan rasa panas. Atau
alergi kulit lokal, dermatitis kontak karena ketoconazole cream atau salah satu komponen
obat seperti natrium sulfit atau propilene glikol (jarang). Kemasan ketoconazole cream 2%,
tube 5 gram dan 10 gram.18
2. Terapi Oral
Terapi oral seperti yang disebut pada table dibawah ini :
Tabel 2. Pilihan terapi oral untuk infeksi jamur kutaneus.16
Infeksi Rekomendasi Alternatif
Tinea corporis - Griseovulfin 500
mg/hari sampai sembuh
(4-6 minggu) sering kali
dikombinasi dengan
agen imidazol topikal
- Terbinafin 250 mg/hari selama
2-4 minggu.
- Itraconazole 100 mg/hari
selama 2 minggu atau 200
mg/hari selama 1 minggu
- Fluconazole 150-300 mg/hari
selama 4 minggu
BAB III
KESIMPULAN
Tinea imbrikata adalah mikosis superfisial kronis yang disebabkan oleh Trichophyton
concentricum sebuah dermatofit antropofilik. Transmisi dermatofit ke manusia dapat melalui
infeksi alami disebabkan oleh deposisi langsung spora atau hifa pada permukaan kulit yang
mudah dimasuki dan umumnya tinggal di stratum korneum, dengan bantuan panas,
kelembaban dan kondisi lain yang mendukung seperti trauma, keringat yang berlebihdan
maserasi juga berpengaruh.
Gejala klinis Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan-
lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar.
Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk
lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris. Pada permulaan infeksi pasien dapat merasa
sangat gatal, tapi bila menahun tidak ada keluhan.
Diagnosis ditetapkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan lokasinya atau
pemeriksaan sediaan langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 10-20%, dapat ditemukan
hifa yaitu double counture (dua garislurus sejajar dan transparan), dikotomi (bercabang dua)
dan bersepta.
Pengobatan topical merupaan pilihan utama. Efektivitas obat topical dipengaruhi oleh
mekanisme kerja, viskositas, hidrofobisitas dan asiditas formulasi obat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja, U.2010. Mikosis, dalam Djuanda, A., Hamzah, M. dan Aisah, S. (eds),Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, 4thed, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Jakarta :
89 – 105.
2. Adiguna, M.S.2001. Epidemiologi Dermatomikosis Di Indonesia, dalamBudimulja, U.,
Kuswadji., Bramono, K., Menaldi, S.L., Dwihastuti, P. dan Widaty,S. (eds),
Dermatomikosis Superfisialis Pedoman Untuk Dokter dan Mahasiswa Kedokteran, Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 1-6.
3. Dorland, 2007.Kamus Kedokteran Dorland,dalam Harjono, R.M., Oswari, J.,Ronardy,
D.H., Santoso, K., Setio, M., Soenarno, Widianto, G., Wijaya, C. dan Winata, I. (eds),
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 2007
4. R. Non , Lemuel Benedict, 2009,Tinea Imbricata: Case Series on Three Patients
inSarangani, Philippines, The National Health Science Journal.
5. Siregar,R.S.2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
kedua.EGC. Jakarta.
6. Madani, F., 2000, Infeksi Jamur Kulit , dalam Harahap, M. (ed), Ilmu Penyakit
Kulit,Penerbit Hipokrates, Jakarta : 73– 87.
7. Dismukes, William E., 2003,Clinical Mycologi,Published by Oxford University Press,
Inc.198 Madison Avenue, New York, New York 10016 http://www.oup-usa.org : 371
8. Suyoso, Sunarso. 2005.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
edisi ketiga. Airlangga University Press.Surabaya
9. Sobera JO, Elewski BE. Fungal Disease. In : Bolognia JL, Jorizzo JL, RaiiniRP,
editors. Dermatology. Spain : Elsevier Science; 2003. p.1174-83.
10. Rushing ME. Tinea corporis. Online journal. 2006 June 29; available
from:http://www.emedicine.com/asp/tinea corporis/article/page type=Article.htm
11. Boel, Trelia, Drg. M.kes, 2003, Mikosis Superfisial, Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara, Digitized by USU Digital Library.
12. Mansjoer, arif. et al.2007. Kapita Selekta jilid 2, edisi ketiga. Media Aesculapius FKUI.
Jakarta
13. Goedadi MH, Suwito PS. Tinea korporis dan tinea kruris. In : Budimulja U, Kuswadji,
Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis superfisialis.
Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2004.p.31-4
14. Barakbah,Jusuf. et al.2007. Atlas Penyakit Kulit Dan Kelamin. Airlangga
UniversityPress. Surabaya
15. Budimulja U. Mikosis. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. editors. Ilmu penyakit kulit
dan kelamin. 3rded. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2002.p.92-3
16. Micology Online . [2004] Dermatophytosis [Online]. Tersedia :http : // www .mycology
.adelaide.edu.au/ [Diakses 4 Mei 2005]17.Crissey, John Thorne, MD. 1955. Medical
Mycology. By Blackwell Science. Libraryof Congress Cataloging-in-Publication Data.