Referat Post Herpetic Neuralgia

39
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT UNIVERSITAS HASANUDDIN SEPTEMBER 2014 NYERI POST HERPETIKUM Oleh : Abdul Rahim Mohamad Nor C11110871 Dwi Atmaji Norwanto C11109797 Andi Yaumil Aliyah T. 110210073 Pembimbing : dr. Lisa Rizki D. Supervisor : dr. Ummu Atiah, Sp.S DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

description

referat PHN

Transcript of Referat Post Herpetic Neuralgia

Page 1: Referat Post Herpetic Neuralgia

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN SEPTEMBER 2014

NYERI POST HERPETIKUM

Oleh :

Abdul Rahim Mohamad Nor C11110871

Dwi Atmaji Norwanto C11109797

Andi Yaumil Aliyah T. 110210073

Pembimbing :

dr. Lisa Rizki D.

Supervisor :

dr. Ummu Atiah, Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

Page 2: Referat Post Herpetic Neuralgia

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama / NIM : Abdul Rahim Mohamad Nor C11110871

Dwi Atmaji Norwanto C11109797

Andi Yaumil Aliyah T. 110210073

Judul Referat : Nyeri Post Herpetikum

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, September 2014

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Ummu Atiah, Sp.S dr. Lisa Rizki D.

Page 3: Referat Post Herpetic Neuralgia

DAFTAR ISI

Halaman Judul ……………………………………………………………. i

Halaman Pengesahan …………………………………………………….. ii

Daftar Isi …………………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1

BAB II ISI ………………………………………………………………. 3

A. Definisi ………………………………………………………………. 3

B. Prevalensi …………………………………………………………… 4

C. Etiologi ……………………………………………………………… 5

D. Patofisiologi …………………………………………………………. 5

E. Manifestasi Klinis …………………………………………………… 10

F. Diagnosis ……………………………………………………………. 13

G. Penatalaksanaan ………………..…………………………………… 14

H. Pencegahan …….…………………………………………………… 18

I. Prognosis ……...…………………………………………………….. 19

BAB III PENUTUP ……………………………………………………… 20

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 21

LAMPIRAN

Page 4: Referat Post Herpetic Neuralgia

BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan

emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan

yang sudah atau berpotensi terjadi, atau dijelaskan berdasarkan kerusakan

tersebut. Definisi ini menghindari pengkorelasian nyeri dengan suatu rangsangan

(stimulus). Definisi ini juga menekankan bahwa nyeri bersifat subjektif dan

merupakan suatu sensasi sekaligus emosi.1,2,3

Secara patologik nyeri dikelompokkan pada nyeri adaptif atau nyeri akut

atau nyeri nosiseptif, dan nyeri maladaptif sebagai nyeri kronik juga disebut

sebagai nyeri neuropatik serta nyeri psikologik atau nyeri idiopatik. Nyeri akut

atau nosiseptif yang diakibatkan oleh kerusakan jaringan, merupakan salah satu

sinyal untuk mempercepat perbaikan dari jaringan yang rusak. Sedangkan nyeri

neuropatik disebut sebagai nyeri fungsional merupakan proses sensorik abnormal

yang disebut juga sebagai gangguan sistem alarm. Nyeri idiopatik yang tidak

berhubungan dengan patologi baik neuropatik maupun nosiseptif dan

memunculkan gejala gangguan psikologik memenuhi somatoform seperti stres,

depresi, ansietas dan sebagainya.1,2,3

Klasifikasi dari nyeri kronik digolongkan dalam 3 kategori : nyeri yang

disebabkan oleh penyakit atau kerusakan pada jaringan itu sendiri (nyeri

nosiseptif, seperti osteoarthritis), nyeri yang disebabkan oleh penyakit atau

kerusakan sistem somatosensori (nyeri neuropatik), dan gabungan antara nyeri

nosiseptif dan neuropatik (nyeri gabungan).1,2,3

International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan

nyeri neuropatik adalah nyeri yang dihasilkan dari penyakit atau kerusakan dari

sistem saraf perifer atau sentral, dan berasal dari kelainan fungsi sistem nervus.

Awalnya, nyeri neuropatik digunakan hanya untuk menggambarkan nyeri yang

berhubungan dengan neuropatik perifer, dan nyeri sentral pada lesi di sistem saraf

pusat yang berhubungan dengan nyeri. Nyeri neurogenik menyangkut semua

penyebab, baik perifer maupun sentral.1,2,3

Page 5: Referat Post Herpetic Neuralgia

Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan

saraf baik perifer maupun sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti

amputasi, toksis (akibat khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau juga

infeksi misalnya herpes zoster pada neuralgia pasca herpes dan lain-lain. Nyeri

pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa stimulus) maupun dengan stimulus

atau juga kombinasi.1,2,3

Page 6: Referat Post Herpetic Neuralgia

BAB II

ISI

A. Definisi

Nyeri post herpetikum (Neuralgia Post Herpetik = NPH / Post Herpetic

Neuralgia = PHN) merupakan nyeri persisten yang muncul setelah ruam Herpes

Zoster telah sembuh (biasanya dalam 1 bulan). Nyeri ini terjadi disepanjang

serabut saraf yang mengikuti pola ruam segmental dari Herpes Zoster.3

Neuralgia ini dikarakteristikan sebagai nyeri seperti terbakar, teriris atau

nyeri disetetik yang bertahan selama berbulan-bulan bahkan dapat sampai

tahunan. Burgoon, 1957, mendefinisikan neuralgia paska herpetika sebagai nyeri

yang menetap setelah fase akut infeksi. Rogers, 1981, mendefinisikan sebagai

nyeri yang menetap satu bulan setelah onset ruam herpes zoster. Tahun 1989,

Rowbotham mendefinisikan sebagai nyeri yang menetap atau berulang setidaknya

selama tiga bulan setelah penyembuhan ruam herpes zoster. Dworkin, 1994,

mendefinisikan neuralgia paska herpetika sebagai nyeri neuropatik yang menetap

setelah onset ruam (atau 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster). Tahun

1999, Browsher mendefinisikan sebagai nyeri neuropatik yang menetap atau

timbul pada daerah herpes zoster lebih atau sama dengan tiga bulan setelah onset

ruam kulit. Dari berbagai definisi yang paling tersering digunakan adalah definisi

menurut Dworkin. Sesuai dengan definisi sebelumnya maka The International

Association for Study of Pain (IASP) menggolongkan neuralgia post herpetika

sebagai nyeri kronik yaitu nyeri yang timbul setelah penyembuhan usai atau nyeri

yang berlangsung lebih dari tiga bulan tanpa adanya malignitas.4

NPH umumnya didefinisikan sebagai nyeri yang timbul lebih dari 3 bulan

setelah onset (gejala awal) erupsi zoster terjadi. Nyeri umumnya diekspresikan

sebagai sensasi terbakar (burning) atau tertusuk-tusuk (shooting) atau gatal

(itching). Nyeri ini juga dihubungkan dengan gejala yang lebih berat lagi seperti

disestesia, parestesia, hiperstesia, allodinia dan hiperalgesia. Pada pasien dengan

NPH, biasanya terjadi perubahan fungsi sensorik pada area yang terkena. Pada

satu penelitian, hampir seluruh penderita memiliki area erupsi yang sangat sensitif

Page 7: Referat Post Herpetic Neuralgia

terhadap nyeri, dengan sensasi abnormal terhadap sentuhan ringan, nyeri atau

temperature pada area kulit yang terkena. Nyeri umumnya dipresipitasi oleh

gerakan (allodinia mekanik) atau perubahan suhu (allodinia termal). Sementara

pada penelitian lainnya dinyatakan bahwa derajat defisit sensorik berhubungan

dengan beratnya nyeri. Selain itu, pasien dengan NPH lebih cenderung mengalami

perubahan sensorik dibanding penderita dengan zoster yang sembuh tanpa

neuralgia.5

B. Prevalensi

Di Amerika Serikat, frekuensi PHN yang terjadi 1 bulan setelah onset

dilaporkan sebanyak 9-14,3 % dan 3 bulan setelah onset sebanyak 5 %, sedangkan

dalam waktu 1 tahun, 3 % akan mengalami nyeri yang lebih berat.6

Insiden bervariasi berdasarkan umur dan status imunologis, dari range 0,4

hingga 1,6 kasus per 1.000 populasi normal pada usia dibawah 20 tahun, dan 4,5

hingga 11 kasus per 1.000 populasi normal pada usia 80 tahun atau lebih.7 Sebuah

penelitian di Islandia menunjukkan bahwa variasi resiko PNH ini dihubungkan

dengan kelompok umur tertentu. Dari sampel penelitian didapatkan bahwa tidak

ada sampel yang berusia dibawah 50 tahun dilaporkan menderita nyeri hebat, dan

pasien yang berumur lebih dari 60 tahun dilaporkan mengalami nyeri yang lebih

hebat : 6% 1 bulan setelah onset dan sebanyak 4% 3 bulan setelah onset.6

Resiko serangan kedua sama tingginya dengan resiko yang terjadi pada

serangan yang pertama. Angka kejadiannya beberapa kali lebih tinggi pada orang

dewasa penderita infeksi HIV atau pada pasien penderita keganasan dan 50

hingga 100 kali lebih tinggi pada anak-anak dengan Leukemia dibandingkan

dengan orang-orang sehat dengan usia yang sama. Resiko nyeri post herpetik

meningkat sesuai pertambahan umur. Insidens nyeri post herpetik meningkat pada

pasien-pasien dengan Ophtalmic Zoster dan kemungkinan lebih tinggi pada

wanita dibandingkan pada pria.7

Page 8: Referat Post Herpetic Neuralgia

C. Etiologi

Neuralgia post herpetik disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster. Virus

varisella zoster merupakan salah satu dari delapan virus herpes yang menginfeksi

manusia. Virus ini termasuk dalam famili herpesviridae. Struktur virus terdiri dari

sebuah icosahedral nucleocapsid yang dikelilingi oleh selubung lipid.

Ditengahnya terdapat DNA untai ganda. Virus varisella zoster memiliki diameter

sekitar 150-200 nm. Infeksi primernya secara klinis dikenal dengan Varicella

(chicken pox), umumnya terjadi pada anak-anak. Tipe Virus yang bersifat patogen

pada manusia adalah herpes virus-3 (HHV-3), biasa juga disebut dengan varisella

zoster virus (VZV).8 Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi

dan ganglion kranialis terutama nervus kranialis V (trigeminus) pada ganglion

gasseri cabang oftalmik dan vervus kranialis VII (fasialis) pada ganglion

genikulatum.6

Tabel 1 : Tipe-tipe Virus Herpes pada Manusia

(dikutip dari kepustakaan 8)

D. Patofisiologi

Infeksi primer virus varisella zoster dikenal sebagai varicella atau cacar

air. Pajanan pertama biasanya terjadi pada usia kanak-kanak. Virus ini masuk ke

tubuh melalui sistem respiratorik. Pada nasofaring, virus varisella zoster

Page 9: Referat Post Herpetic Neuralgia

bereplikasi dan menyebar melalui aliran darah sehingga terjadi viremia dengan

manifestasi lesi kulit yang tersebar di seluruh tubuh. Periode inkubasi sekitar 14-

16 hari setelah paparan awal. Setelah infeksi primer dilalui, virus ini bersarang di

ganglia akar dorsal, hidup secara dorman selama bertahun-tahun.2,3,8

Patogenesis terjadinya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus

varisella zoster yang hidup secara dorman di ganglion. Imunitas seluler berperan

dalam pencegahan pemunculan klinis berulang virus varicella zoster dengan

mekanisme tidak diketahui. Hilangnya imunitas seluler terhadap virus dengan

bertambahnya usia atau status imunokompromis dihubungkan dengan reaktivasi

klinis. Saat terjadi reaktivasi, virus berjalan di sepanjang akson menuju ke kulit.

Pada kulit terjadi proses peradangan dan telah mengalami denervasi secara

parsial. Di sel-sel epidermal, virus ini bereplikasi menyebabkan pembengkakan,

vakuolisasi dan lisis sel sehingga hasil dari proses ini terbentuk vesikel yang

dikenal dengan nama ‘Lipschutz inclusion body’.2,3,8

Gambar 1 : Patologi Herpes Zoster

(dikutip dari kepustakaan 8)

Neuralgia Post Herpetik memiliki  patofisiologi  yang  berbeda  dengan  nyeri

herpes  zoster  akut. NPH, komplikasi dari herpes zoster, adalah sindrom nyeri

Page 10: Referat Post Herpetic Neuralgia

neuropatik yang dihasilkan dari kombinasi inflamasi dan kerusakan akibat virus

pada serat aferen primer saraf sensorik. Setelah resolusi infeksi primer varicella,

virus tetap aktif di ganglia sensorik. Virus ini diaktifkan kembali atau mengalami

reaktivasi, bermanifestasi sebagai herpes zoster akut, dan berhubungan dengan

kerusakan pada ganglion, saraf aferen primer, dan kulit. Studi histopatologi telah

menunjukkan fibrosis dan hilangnya neuron (dalam ganglion dorsal), jaringan

parut, serta kehilangan akson dan mielin (pada saraf perifer yang terlibat), atrofi

(dari tanduk dorsal sumsum tulang belakang), dan peradangan (sekitar saraf

tulang belakang) dengan infiltrasi dan akumulasi limfosit. Selain itu, ada

pengurangan saraf inhibitor berdiameter besar dan peningkatan neuron eksitasi

kecil, pada saraf perifer.9,10

Mekanisme terjadinya neuralgia pasca herpetika dapat berlainan pada

setiap individu sehingga manifestasi nyeri yang berhubungan dengan neuralgia

pascaherpetika juga berlainan. Replikasi virus di dalam ganglion dorsalis

menyebabkan respon inflamasi berupa pembengkakan, perdarahan, nekrosis dan

kematian sel neuron. Proses perjalanan virus ini menyebabkan kerusakan pada

saraf. Inflamasi pada saraf perifer dapat berlangsung beberapa minggu sampai

beberapa bulan dan dapat menimbulkan demielinisasi, degenerasi wallerian dan

proses sklerosis.7,8

Kemudian virus akan menyebar secara sentrifugal sepanjang saraf menuju

ke kulit, menyebabkan inflamasi dan kerusakan saraf perifer. Kadang-kadang

virus menyebar secara sentripetal ke arah medula spinalis (mengenai area sensorik

dan motorik) serta batang otak. Hal ini menyebabkan sensitisasi ataupun

deaferenisasi elemen saraf perifer dan sentral.11

Page 11: Referat Post Herpetic Neuralgia

Gambar 2 : Desensitasi dan Deaferenisasi

(dikutip dari kepustakaan 11)

Sensitisasi saraf perifer terutama terjadi pada nosiseptor serabut saraf C

yang halus dan tidak bermyelin. Sensitisasi ini menyebabkan ambang sensoris

terhadap suhu menurun, menimbulkan heat hyperalgesia, yakni nyeri seperti

terbakar. Selain itu juga terjadi letupan ektopik dari nosiseptor C yang rusak

sehingga timbul alodinia, yakni rasa nyeri akibat stimulus yang pada keadaan

normal tidak menimbulkan rasa nyeri. Sebagai respon atas menghilangnya

sebagian besar input serabut saraf C karena kerusakan tersebut, terbentuk tunas-

tunas serabut saraf Aβ yang menerima rangsang non-noksius mekanoseptor di

lapisan superfisial kornu dorsalis medula spinalis. Pertunasan ini menyebabkan

hubungan antara serabut saraf Aβ yang tidak menghantarkan nyeri dengan serabut

saraf C, sehingga stimulus yang tidak menyebabkan nyeri (raba halus)

dipersepsikan sebagai nyeri.11

Selain sensitisasi perifer dapat juga terjadi sensitisasi sentral yang

menyebabkan terjadinya nyeri spontan maupun nyeri yang diprovokasi, berupa

alodinia dan hiperalgesia. Sensitisasi sentral disebabkan oleh aktivitas ektopik dari

serabut saraf aferen. Neurotransmiter eksitatorik utama di medula spinalis adalah

Page 12: Referat Post Herpetic Neuralgia

glutamat yang berikatan dengan reseptor N-Metil-D-Aspartat (NMDA). Glutamat

diproduksi oleh serabut saraf aferen primer di kornu dorsalis. Pada keadaan

istirahat glutamat akan mengaktivasi reseptor ionotropik α-amino-3-hidroksi-5-

metil-4-isoksazol propionat (AMPA), reseptor kainat, dan reseptor metabotropik

glutamat (mGluRs), sedangkan reseptor NMDA diblok oleh ion magnesium

sehingga mencegah masuknya ion natrium dan kalsium yang akan terjadi saat

glutamat berikatan dengan reseptor NMDA tersebut. Aktivasi pascasinap yang

berulang akan menyebabkan sumasi potensial sinaptik dan depolarisasi membran

yang progresif. Hal ini menyebabkan reseptor NMDA terbebas dari blok ion

magnesium yang selanjutnya menyebabkan influks kation-kation ke dalam sel dan

depolarisasi membran makin progresif.5,9 Neuralgia pascaherpetika juga dapat

terjadi akibat proses deaferenisasi, yakni hilangnya serabut saraf aferen sensoris

baik yang berdiameter besar maupun kecil. Lesi pada serabut saraf perifer maupun

sentral dapat memacu terjadinya remodeling dan hipereksitabilitas membran sel.

Lesi yang masih terhubung dengan badan sel akan membentuk tunas-tunas baru.

Tunas-tunas baru ini ada yang mencapai organ target, sedangkan yang tidak

mencapai organ target akan membentuk neuroma, di neuroma ini akan

terakumulasi berbagai kanal ion, terutama kanal ion natrium, molekul-molekul

transduser dan reseptor-reseptor baru, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan

terjadinya letupan ektopik, mekanosensitivitas abnormal, sensitivitas terhadap

suhu dan kimia. Letupan ektopik dan sensitisasi berbagai reseptor akan

menyebabkan timbulnya nyeri spontan dan nyeri yang diprovokasi. Letupan

spontan pada neuron sentral yang terdeaferenisasi akan menyebabkan terjadinya

nyeri konstan pada area tersebut.3,4,9,11

Page 13: Referat Post Herpetic Neuralgia

Gambar 3 : Mekanisme Sensitisasi Sentral dan Perifer

(dikutip dari kepustakaan 12)

Pada otopsi pasien yang pernah mengalami herpes zoster dan neuralgia

paska herpetika ditemukan atrofi kornu dorsalis, sedangkan pada pasien yang

mengalami herpes zoster tetapi tidak mengalami neuralgia paska herpetika tidak

ditemukan atrofi kornu dorsalis.3,10

E. Manifestasi Klinis

Tanda khas dari herpes zooster pada fase prodromal adalah nyeri dan

parasthesia pada daerah dermatom yang terkena. Dworkin membagi neuralgia

post herpetik ke dalam tiga fase:1,9,12

1. Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya

berlangsung < 4 minggu

2. Fase subakut: fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi < 4

bulan

3. Neuralgia post herpetik: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset lesi

kulit atau 3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster.

Pada umumnya penderita dengan herpes zoster berkunjung ke dokter ahli

penyakit kulit oleh karena terdapatnya gelembung-gelembung herpesnya. Keluhan

penderita disertai dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam

Page 14: Referat Post Herpetic Neuralgia

kemudian, setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa

unilateral mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah bentuk menjadi

lesi vesikular. Nyeri yang timbul mempunyai intensitas bervariasi dari ringan

sampai berat sehingga sentuhan ringan saja menimbulkan nyeri yang begitu

mengganggu penderitanya. Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan

mulai mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya untuk lesi

kulit kembali normal dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu.1,9,12

Penyakit ini dapat sangat mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik

yang ditimbulkan diperberat oleh rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia,

allodinia dan hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat mengacaukan pekerjaan si

penderita, tidur bahkan sampai mood sehingga nyeri ini dapat mempengaruhi

kualitas hidup jangka pendek maupun jangka panjang pasien. Nyeri dapat

dirasakan beberapa hari atau beberapa minggu sebelum timbulnya erupsi kulit.

Keluhan yang paling sering dilaporkan adalah nyeri seperti rasa terbakar, parestesi

yang dapat disertai dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan

respon nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum

listrik. Nyeri sendiri dapat diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/ normal

(allodinia), rasa gata-gatal yang tidak tertahankan dan nyeri yang terus bertambah

dalam menanggapi rangsang yang berulang.1,9,12

Pada masa gelembung –gelembung herpes menjadi kering, orang sakit

mulai menderita karena nyeri hebat yang yang dirasakan pada daerah kulit yang

terkena. Nyeri hebat itu bersifat neuralgik. Di mana nyeri ini sangat panas dan

tajam, sifat nyeri neuralgik ini menyerupai nyeri neuralgik idiopatik, terutama

dalam hal serangannya yaitu tiap serangan muncul secara tiba – tiba dan tiap

serangan terdiri dari sekelompok serangan – serangan kecil dan besar. Orang sakit

dengan keluhan sakit kepala di belakang atau di atas telinga dan tidak enak badan.

Tetapi bila penderita datang sebelum gelembung – gelembung herpes timbul,

untuk meramalkan bahwa nanti akan muncul herpes adalah sulit sekali. Bedanya

dengan neuralgia trigeminus idiopatik ialah adanya gejala defisit sensorik. Dan

fenomena paradoksal inilah yang menjadi ciri khas dari neuralgia post herpatik,

yaitu anestesia pada tempat – tempat bekas herpes tetapi pada timbulnya serangan

Page 15: Referat Post Herpetic Neuralgia

neuralgia, justru tempat –tempat bekas herpes yang anestetik itu yang dirasakan

sebagai tempat yang paling nyeri. Neuralgia post herpatik sering terjadi di wajah

dan kepala. Jika terdapat di dahi dinamakan neuralgia postherpatikum oftalmikum

dan yang di daun telinga neuralgia postherpatikum otikum.1,9,12

Manifestasi klinis klasik yang terjadi pada herpes zoster adalah gejala

prodromal rasa terbakar, gatal dengan derajat ringan sampai sedang pada kulit

sesuai dengan dermatom yang terkena. Biasanya keluhan penderita disertai

dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam kemudian,

setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa unilateral

mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi

vesikular. Nyeri yang timbul mempunyai intensitas bervariasi dari ringan sampai

berat sehingga sentuhan ringan saja menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu

penderitanya. Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai

mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit

kembali normal dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu. Intensitas dan

durasi dari erupsi kulit oleh karena infeksi herpes zoster dapat dikurangi dengan

pemberian acyclovir (5x800mg/hari) atau dengan famciclovir atau valacyclovir.

Manifestasi klinis neuralgia paska herpetika adalah penyakit yang dapat sangat

mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang ditimbulkan diperberat oleh

rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia dan hiperalgesia. Nyeri

yang dirasakan dapat mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkan sampai

mood sehingga nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek

maupun jangka panjang pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa hari atau

beberapa minggu sebelum timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling sering

dilaporkan adalah nyeri seperti rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan

rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri berlebihan

terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum listrik. Nyeri sendiri dapat

diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/ normal (allodinia), rasa gata-gatal

yang tidak tertahankan dan nyeri yang terus bertambah dalam menanggapi

rangsang yang berulang.1,9,12

Page 16: Referat Post Herpetic Neuralgia

F. Diagnosis

a. Anamnesis

Nyeri erupsi vesikuler sesuai dengan area dermatom merupakan gejala

tipikal herpes zoster. Seiring dengan terjadinya resolusi pada erupsi kulit,

nyeri yang timbul berlanjut hingga 3 bulan atau lebih, atau yang dikenal

sebagai nyeri post herpetik. Nyeri ini sering digambarkan sebagai rasa

terbakar, tertusuk-tusuk, gatal atau tersengat listrik.5,8,13

b. Pemeriksaan Fisik8,13,14,15

1. Nyeri kepala, yang timbul sebagai respon dari viremia

2. Munculnya area kemerahan pada kulit 2-3 hari setelahnya

3. Daerah terinfeksi herpes zoster sebelumnya mungkin terdapat skar

kutaneus

4. Sensasi yang ditimbulkan dapat berupa hipersensitivitas terhadap

sentuhan maupun suhu, yang sering misdiagnosis sebagai miositis,

pleuritik, maupun iskemia jantung, serta rasa gatal dan baal yang

misdiagnosis sebagai urtikaria

5. Muncul blister yang berisi pus, yang akan menjadi krusta (2-3 minggu

kemudian)

6. Krusta yang sembuh dan menghilangnya rasa gatal, namun nyeri yang

muncul tidak hilang dan menetap sesuai distribusi saraf (3-4 minggu

setelahnya).

7. Alodinia, yang ditimbulkan oleh stimulus non-noxius, seperti sentuhan

ringan

8. Perubahan pada fungsi anatomi, seperti meningkatnya keringat pada

area yang terkena nyeri ini.

c. Pemeriksaan Penujang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu: 5,8,13

1. Pemeriksaan neurologis pada nervus trigeminus dan pemeriksaan

neurologis lainnya.

2. Elektromiografi (EMG) untuk melihat aktivitas elektrik pada nervus

3. Cairan cerebrospinal (CSF) abnormal dlm 61% kasus

Page 17: Referat Post Herpetic Neuralgia

4. Pleositosis ditemui pada 46% kasus, peningkatan protein 26% dan

DNA VZV 22% kasus.

5. Smear vesikel dan PCR untuk konfirmasi infeksi.

6. Kultur viral atau pewarnaan immunofluorescence bisa digunakan

untuk membedakan herpes simpleks dengan herpes zoster

7. Mengukur antibodi terhadap herpes zoster. Peningkatan 4 kali lipat

mendukung diagnosis herpes zoster subklinis.

G. Penatalaksanaan

Secara umum terapi yang dapat kita lakukan terhadap kasus penderita

dengan neuralgia paska herpetika dibagi menjadi dua jenis, yaitu terapi

farmakologis dan terapi non farmakologis.1,5,14

a. Terapi farmakologis:1,5,14

1. Antivirus

Intensitas dan durasi erupsi kutaneus serta nyeri akut pada herpes zoster

yang timbul akibat dari replikasi virus dapat dikurangi dengan pemberian

asiklovir, Valacyclovir, Famciclovir. Asiklovir diberikan dengan dosis

anjuran 5 x 800 mg/hari selama 7 – 10 hari diberikan pada 3 hari pertama

sejak lesi muncul.Efek samping yang dapat ditemukan dalam penggunaan

obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala, diare, pusing, lemah,

anoreksia, edema, dan radang tenggorokan. Valasiklovir diberikan dengan

dosis anjuran 1 mg/hari selama 7 hari secara oral. Efek samping yang

dapat ditemukan da;lam penggunaan obat ini adalah mual, muntah, sakit

kepala, dan nyeri perut. Famsiklovir diberikan dengan dosis anjuran 500

mg/hari selama 7 hari selama 7 hari. Efek samping dalam penggunaan

opbat ini adalah mual, muntah, sakit kepala, pusing, nyeri.

2. Analgesik

Terapi sistemik umumnya bersifat simptomatik, untuk nyerinya diberikan

analgetik. Jika diserta infeksi sekunder deberikan antibiotic. Analgesik non

opioid seperti NSAID dan parasetamol mempunyai efek analgesik perifer

maupun sentral walaupun efektifitasnya kecil terhadap nyeri neuropatik.

Page 18: Referat Post Herpetic Neuralgia

Sedangkan penggunaan analgesik opioid memberikan efektifitas lebih

baik. Tramadol telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik.

Bekerja sebagai agonis mu-opioid yang juga menghambat reuptake

norepinefrin dan serotonin. Pada sebuah penelitian, jika dosis tramadol

dititrasi hingga maksimum 400 mg/hari dibagi dalam 4 dosis. Namun, efek

pada sistem saraf pusat dapat menimbulkan terjadinya amnesia pada orang

tua. Hal yang harus diperhatikan bahwa pemberian opiat kuat lebih baik

dikhususkan pada kasus nyeri yang berat atau refrakter oleh karena efek

toleransi dan takifilaksisnya. Dosis yang digunakan maksimal 60 mg/hari.

1,22. Oxycodone berdasarkan penelitian menunjukkan efek yang lebih

baik dibandingkan plasebo dalam meredakan nyeri, allodinia, gangguan

tidur, dan kecacatan.

3. Anti epilepsi

Mekanisme kerja obat epilepsi ada 3, yakni dengan 1) memodulasi

voltage-gated sodium channel dan kanal kalsium, 2) meningkatkan efek

inhibisi GABA, dan 3) menghambat transmisi glutaminergik yang bersifat

eksitatorik. Gabapentin bekerja pada akson terminal dengan memodulasi

masuknya kalsium pada kanal kalsium, sehingga terjadi hambatan. Karena

bekerja secara sentral, gabapentin dapat menyebabkan kelelahan, konfusi,

dan somnolen. Dosis yang dianjurkan sebesar 1800-3600 mg/d .

Karbamazepin, lamotrigine bekerja pada akson terminal dengan

memblokade kanal sodium, sehingga terjadi hambatan. Pregabalin bekerja

menyerupai gabapentin. Onset kerjanya lebih cepat. Seperti halnya

gabapentin, pregabalin bukan merupakan agonis GABA namun berikatan

dengan subunit dari voltage-gated calcium channel, sehingga mengurangi

influks kalsium dan pelepasan neurotransmiter (glutamat, substance P, dan

calcitonin gene-related peptide) pada primary afferent nerve terminals.

Dikatakan pemberian pregabalin mempunyai efektivitas analgesik baik

pada kasus neuralgia paska herpetika, neuropati diabetikorum dan pasien

dengan nyeri CNS oleh karena trauma medulla spinalis. Didapatkan pula

hasil perbaikan dalam hal tidur dan ansietas.

Page 19: Referat Post Herpetic Neuralgia

4. Anti depressan

Anti depressan trisiklik menunjukkan peran penting pada kasus neuralgia

paska herpetika. Obat golongan ini mempunyai mekanisme memblok

reuptake (pengambilan kembali) norepinefrin dan serotonin. Obat ini dapat

mengurangi nyeri melalui jalur inhibisi saraf spinal yang terlibat dalam

persepsi nyeri. Pada beberapa uji klinik obat antidepressan trisiklik

amitriptilin, dilaporkan 47-67% pasien mengalami pengurangan nyeri

tingkat sedang hingga sangat baik. Amitriptilin menurunkan reuptake saraf

baik norepinefrin maupun serotonin. dengan pemberian tricyclic

antidepressant seperti amiitriptyline dengan dosis, 25-150 mg/d secara

oral. Obat ini akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan phenitiazine.

TCA telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik dibanding

SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor) seperti fluoxetine,

paroxetine, sertraline, dan citalopram. Alasannya mungkin dikarenakan

TCA menghambat reuptake baik serotonin maupun norepinefrin,

sedangkan SSRI hanya menghambat reuptake serotonin. Efek samping

TCA berupa sedasi, konfusi, konstipasi, dan efek kardiovaskular seperti

blok konduksi, takikardi, dan aritmia ventrikel. Obat ini juga dapat

meningkatkan berat badan, menurunkan ambang rangsang kejang, dan

hipotensi ortostatik. Anti depressan yang biasa digunakan untuk kasus

neuralgia pot herpetika adalah amitriptilin, nortriptiline, imipramine,

desipramine dan lainnya.

5. Terapi topikal

Anestesi lokal memodifikasi konduksi aksonal dengan menghambat

voltage-gated sodium channels. Inaktivasi menyebabkan hambatan

terhadap terjadinya impuls ektopik spontan. Obat ini bekerja lebih baik

jika kerusakan pada neuron hanya terjadi sebagian, fungsi nosiseptor tetap

ada, dan adanya jumlah kanal sodium yang berlebih. Mekanisme lainnya

adalah dengan memodifikasi aktivitas NMDA.

Lidokain topikal merupakan obat yang sering diteliti dengan hasil yang

baik dalam mengobati nyeri neuropatik. Sebuah studi menunjukkan efek yang

Page 20: Referat Post Herpetic Neuralgia

baik dengan penggunaan lidocaine patch 5% untuk pengobatan NPH. Obat ini

ditempatkan pada daerah simtomatik selama 12 jam dan dilepas untuk 12 jam

kemudian. Obat ini dapat digunakan selama bertahun-tahun dan dipakai sebagai

pilihan terapi tambahan pada pasien orang tua. Penggunaan krim topikal seperti

capsaicin cukup banyak dilaporkan. Krim capsaicin sampai saat ini adalah satu-

satunya obat yang disetujui FDA untuk neuralgia paska herpetika. Capsaicin

berefek pada neuron sensorik serat C (C-fiber). Telah diketahui bahwa neuron ini

melepaskan neuropeptida inflamatorik seperti substansia P yang menginisiasi

nyeri. Dengan dosis tinggi, capsaicin mendesensitisasi neuron ini. Tetapi

sayangnya capsaicin mempunyai efek sensasi rasa terbakar yang sering tidak bisa

ditoleransi pemakainya (1/3 pasien pada uji klinik ini).

b. Terapi non farmakologis1,5,14

1. Akupunktur

Akupunktur banyak digunakan sebagai terapi untuk menghilangkan nyeri.

Terdapat beberapa penelitian mengenai terapi akupunktur untuk kasus

neuralgia paska herpetika. Namun penelitian-penelitian tersebut masih

menggunakan jumlah kasus tidak terlalu banyak dan terapi tersebut

dikombinasi pula dengan terapi farmakologis.

2. TENS (stimulasi saraf elektris transkutan)

Penggunaan TENS dilaporkan dapat mengurangi nyeri secara parsial

hingga komplit pada beberapa pasien neuralgia paska herpetik. Tetapi

penggunaan TENS-pun dianjurkan hanya sebagai terapi adjuvan/

tambahan disamping terapi farmakologis.

3. Vaksin

Penggunaan vaksin untuk mencegah timbulnya Neuralgia Postherpertika

pada orang lanjut usia yaitu umur 60 tahun keatas dengan dosis 1 ml

diberikan secara sub kutan ternyata efektif. Dari 107 orang yang menderita

neuralgia post herpetika kemudian diberikan vaksin ternyata dapat

mereduksi nyeri yang ditimbulkan hingga 66,5 %.

H. Pencegahan

Page 21: Referat Post Herpetic Neuralgia

Cara mencegah Nyeri Post Herpetikum ini adalah dengan mencegah

terinfeksinya virus Zoster itu sendiri.7 Pencegahan neuralgia pascaherpetika dapat

diusahakan dengan kombinasi agen antiviral dan usaha agresif mengurangi nyeri

akut pada pasien herpes zoster. Kombinasi ini diharapkan akan mengurangi

kerusakan saraf dan nyeri akut. Terapi antiviral harus dimulai segera setelah

diagnosis ditegakkan, dan lebih baik jika dimulai pada tiga atau empat hari

pertama. Terapi antiviral diharapkan dapat menghentikan replikasi virus, sehingga

durasi penyakit akan lebih singkat, dan menurunkan kejadian neuralgia

pascaherpetika. Antiviral yang dapat digunakan adalah asiklovir, valasiklovir,

atau famsiklovir. Terapi analgetika akan mengurangi nyeri yang merupakan faktor

risiko utama neuralgia pascaherpetika.10,11

Telah dikembangkan vaksin pencegahan herpes zoster yang

direkomendasikan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) bagi

mereka yang berusia 60 tahun atau lebih. Dalam penelitian klinis yang melibatkan

ribuan lansia berusia 60 tahun atau lebih, vaksin ini mengurangi risiko herpes

zoster sebesar 51% dan risiko neuralgia pascaherpetika sebesar 67%. Efek

proteksi vaksin ini dilaporkan dapat mencapai 6 tahun atau bahkan lebih.9,11 Selain

itu, The United States Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP)

juga telah merekomendasikan lansia diatasumur 60 tahun untuk memperoleh

vaksin herpes zoster ini sebagai bagian dari perawatan kesehatan rutin.18 Vaksin

Oka-strain hidup baru-baru ini telah disetujui oleh Food and Drug Administration

untuk mencegah Varicella.7,16

I. Prognosis

Sindrom nyeri yang timbul pada PNH ini cenderung beresolusi denagn

lambat. Pada pasien-pasien dengan PNH, kebanyakan berespon dengan baik

terhadap obat-obatan analgesik, seperti pada antidepressan trisiklik, namun pada

Page 22: Referat Post Herpetic Neuralgia

sebagian kasus, nyeri yang dirasakan semakin memburuk dan tidak berespon

terhadap terapi yang diberikan.5

Umumnya prognosisnya baik, di mana ini bergantung pada tindakan

perawatan sejak dini. pada umumnya pasien dengan neuralgia post herpetika

respon terhadap analgesik seperti antidepressan trisiklik. Jika terdapat pasien

dengan nyeri yang menetap dan lama dan tidak respon terhadap terapi medikasi

maka diperlukan pencarian lanjutan untuk mencari terapi yang sesuai.5

Prognosis ad vitam dikatakan bonam karena neuralgia paska herpetik tidak

menyebabkan kematian. Kerusakan yang terjadi bersifat lokal dan hanya

mengganggu fungsi sensorik. Prognosis ad functionam dikatakan bonam karena

setelah terapi didapatkan perbaikan nyata, dan pasien dapat beraktivitas baik

seperti biasa.5

Prognosis ad sanactionam bonam karena walaupun risiko berulangnya HZ

masih mungkin terjadi sebagaimana disebutkan dari literatur, selama pasien

mempunyai daya tahan tubuh baik kemungkinan timbul kembali kecil.5

BAB III

PENUTUP

Page 23: Referat Post Herpetic Neuralgia

Nyeri Post Herpetikum adalah suatu kondisi nyeri yang dirasakan di

bagian tubuh yang pernah terserang infeksi herpes zoster. Herpes zoster sendiri

merupakan suatu reaktivasi virus Varicella yang berdiam di dalam jaringan saraf.

NPH  dapat  diklasifikasikan  menjadi neuralgia herpetik akut (30 hari setelah

timbulnya ruam pada kulit), neuralgia herpetik subakut (30-120 hari

setelah timbulnya  ruam  pada  kulit)  dan  NPH  (rasa  sakit yang terjadi  setidakn

ya  120  hari  setelah  timbulnya  ruam  pada kulit).

NPH lebih banyak menyerang lansia dan orang dengan kekebalan tubuh

yang rendah. Ketika telah berumur tua, terutama pada usia 60 tahun ke atas, atau

dalam keadaan imunokmpromise maka virus herpes ini akan mengalami

reaktivasi.

NPH terjadi oleh karena cedera neuron yang mengenai sistem saraf baik

perifer maupun pusat. Cedera ini mengakibatkan neuron sentral dan perifer

mengadakan discharge spontan sementara juga menurunkan ambang aktivasi

untuk menghasilkan nyeri yang tidak sesuai pada stimulus yang tidak

menyebabkan nyeri.

Manifestasi klinis yang sering di jumpai adalah nyeri seperti rasa terbakar,

parestesi yang dapat disertai dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang

merupakan respon nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/

tersetrum listrik. Penatalaksanaan penyakit ini dapat dilakukan dengan terapi

farmakologi dan non farmakologi. Pemeriksaan penunjang pada penyakit ini tidak

terlalu berarti, cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis, diagnosa penyakit

ini sudah dapat ditegakkan. Prognosisnya tidak buruk, pada umumnya dapat

sembuh dengan terapi yang teratur.

DAFTAR PUSTAKA

Page 24: Referat Post Herpetic Neuralgia

1. Rabey M, M. Manip. Post-herpetic Neuralgia: Possible Mechanisms for Pain

Relief with Manual Therapy. 2003. London: Science Direct. p180-184.

2. Turk D, Ronald M. Handbook of Pain Assessment. Edisi 2. 2001. London:

The Guilford Press.

3. Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook of

Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3. 2006. Canada:

Elsevier. p654-674.

4. Dubinsky R, et al. Practice Parameter: Treatment of Postherpetic Neuralgia.

2004. American Academy of Neurology. p959-965.

5. Alvin W. Postherpetic Neuralgia; dalam Medscape Reference. Editor: Robert

A. 2012.

6. Kost R, Stephen E. Postherpetic Neuralgia: Pathogenesis, Treatment, and

Prevention. 1996. The New England Journal of Medicine. p32-40.

7. Roxas M. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia: Diagnosis and

Therapeutic Considerations. Volume 11. 2006. Alternative Medicine Review.

p102-111.

8. Jericho B. Postherpetic Neuralgia: A Review. Volume 16. 2010. Chicago:

The Internet Journal of Orthopedic Surgery.

9. Panlilio L, Paul J, Srinivasa N. Current Management of Postherpetic

Neuralgia; dalam The Neurologist. Volume 8. 2002. Baltimore. p339-350.

10. Regina, Lorettha W. Neuralgia Pascaherpetika. Volume 39. 2012. Jakarta.

p416-419.

11. Gharibo C, Carolyn K. Neuropathic Pain of Postherpetic Neuralgia. 2011.

New York: Pain Medicine News. p84-91.

12. Bowsher D. The Management of Postherpetic Neuralgia. 1997. Liverpool:

The Fellowship of Postgraduate Medicine. p623-629.

13. Scadding J. Neuropathic Pain. Volume 3. 2003. ACNR. p8-14.

14. Dworkin R, Kanneth E. Treatment and Prevention of Postherpetic Neuralgia.

2003. New York: Clinical Infectious Disease. p877-882.

15. Vorvick L. Shingles; dalam Medline Plus. 2012.

Page 25: Referat Post Herpetic Neuralgia

16. Department of Neurological Surgery. Postherpetic Neuralgia. 2013. New

York: Columbia Neurosurgery.

.

Page 26: Referat Post Herpetic Neuralgia

LAMPIRAN