REFERAT OAB

download REFERAT OAB

of 33

Transcript of REFERAT OAB

BAB I. PENDAHULUAN

I.1. Definisi : Kandung Kemih Hiperaktif (Overactive Bladder / OAB) didefinisikan sebagai suatu keadaan urgensi dengan atau tanpa inkontinensia tipe urgensi, biasanya disertai dengan frekwensi dan nokturia. OAB adalah suatu keadaan kronik, kondisi debilitating, yang dapat mengenai semua umur, meskipun lebih banyak terdapat pada usia lanjut.1,2,3. I.2. Epidemiologi Dalam suatu survei pada hampir 17.000 orang yang berusia 40 tahun atau lebih di 6 negara di Eropa sebanyak 16,5% dilaporkan mengalami satu atau lebih dari urgensi, inkontinensia frekwensi atau inkontinensia urgensi. Di USA dilaporkan 16,9% pada wanita dan 16% pada pria diatas usia 18 tahun mengalami hal tersebut di atas.2 Studi terakhir di Eropa pada wanita berusia 18 tahun atau lebih 35% dilaporkan ada pengeluaran urin secara tidak sadar dalam 30 hari terakhir, dimana 20% dilaporkan adanya gejala - gejala inkontinensia urgensi, 37% stress urinary incontinence (SUI) dan 33% inkontinensia campuran. Gejala gejala inkontinensia urgensi dan campuran meningkat seiring dengan peningkatan usia.4 Studi epidemiologi terbaru telah menghasilkan data tentang kejadian OAB dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup1,2,3,4 Suatu kelompok studi kasus kontrol pada 919 pasien pasien diidentifikasikan dari studi prevalensi di Amerika menunjukan akibat dari inkontinensia pada suatu kondisi spesifik kesehatan berkaitan dengan kwalitas hidup (HRQL = health related quality of life ) skala untuk OAB (OAB-q). Gejala yang mengganggu dan skor tidur secara bermakna

1

lebih buruk pada urgensi dari pada Stress Urinary Incontinentia (SUI) (kedua p < 0,001).3,4 I.3. Dampak Sosial Ekonomi dari OAB Penelitian akibat finansial dari OAB sangat terbatas. Sangat sulit untuk menilai keseluruhan biaya dari masalah ini karena akibat ekonomi pada pekerjaan dan kehidupan sehari hari adalah sulit untuk diukur. Di United Kingdom biaya tahunan National Health Service (NHS) untuk pengobatan gejala gejala penyimpanan urinari diperkirakan 536 juta poundsterling, dengan pasien sendiri membayar biaya tambahan 207 juta poundsterling untuk pampers dan pelayanan lain. Di Amerika biaya tahunan yang berkaitan dengan OAB di masyarakat berkisar lebih dari 9 miliyar dolar , meliputi 2,9 milyar dolar untuk diagnosis dan terapi, 1,5 milyar dolar untuk perawatan rutin, 3,9 milyar dolar untuk akibat kesehatan yang terkait dan 841 milyar dolar untuk hilangnya produktifitas.4 Pada pedoman terbaru Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN) memperkirakan kurang dari separuh orang dengan inkontinensia sedang dan berat mencari pertolongan dari penyedia layanan kesehatan. Alasan alasan untuk tidak mencari pertolongan seperti malu, anggapan bahwa hanya sedikit yang bisa dilakukan untuk membantu dan sebuah penerimaan yang salah bahwa masalah kandung kencing adalah bagian normal dari proses menjadi tua. Ketaatan penderita ketika menjalani terapi sangat mengecewakan yaitu kurang dari seperempat pasien pasien tersebut bersedia untuk melanjutkan berbagai jenis pengobatan untuk 6 bulan atau lebih. Sebagai usaha untuk meningkatkan pengenalan dan penatalaksanaan dari OAB, sudah dikembangkan pedoman pedoman klinis, khususnya oleh International Consultation on Incontinence (ICI) dan European Assotiotion of

2

Urology (EAU). Usaha - usaha yang keras telah dilakukan untuk memperbaiki pedoman dengan harapan bahwa rekomendasi rekomendasi mereka akan perawatan dan membantu menghilangkan sikap yang meningkatkan standar

nihilistik terhadap OAB yang biasa terjadi diantara dokter ataupun pasien.2 Karena OAB menimbulkan banyak masalah bagi kita terutama para lanjut usia, maka penulis akan membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan OAB.

BAB II PATOFISIOLOGI KANDUNG KEMIH HIPERAKTIF (OVERACTIVE BLADDER)

3

II.1. Fisiologi Berkemih Saluran Kemih Bagian bawah terdiri dari :

Kandung kemih Sfingter internal dan external Urethra Kandung kemih adalah suatu kesatuan organ yang dapat mengembang

selama pengisian dan berkontraksi selama berkemih melalui lapisan otot polos yang dikenal sebagai otot detrusor. Otot detrusor ini dipersarafi dengan saraf parasimpatis yang menyebabkan kontraksi. Leher kandung kemih yang berlokasi di bagian atas urethra, berfungsi sebagai sfingter urethra internal selama pengisian dan sebagai sebuah funnel selama pengosongan. Sfingter internal dikontrol secara involunter. Sebaliknya sfingter urethra eksterna, otot sirkuler yang melingkupi urethra proksimal yang berada dibawah kontrol volunter untuk melancarkan proses berkemih. Urethra adalah organ yang berbentuk tabung yang berfungsi dalam pengeluaran urin. Otot-otot pelvis menyokong kandung kemih dan urethra di daerah pelvis.5

4

Gambar 1. Kandung kemih, urethra dan otot-otot sfingter.5 Aktifitas otot polos dan lurik pada kandung kemih, urethra dan area sfingter periuretra dipengaruhi oleh berbagai neurotransmitter termasuk asetilkolin, noradrenalin, ATP, NO dan neuropeptidase. Reseptor muskarinik memediasi kontraksi kandung kemih normal dan kadang involunter, tetapi belum bisa dipastikan adanya peran mekanisme yang lain terhadap kontrol kandung kemih. Fungsi Kandung Kemih Normal Kandung kemih berkembang seperti balon, jika terisi urin setengah dari kapasitasnya, akan mengirim signal ke otak dan akan terasa penuh. Pada saat terisi tiga per empat kapasitas kandung kemih, maka akan merasa ingin berkemih. Pada saat berkemih, sinyal saraf mengkoordinasi relaksasi otot-otot dasar panggul dan otot-otot sekitar leher kandung kemih dan uretra bagian atas (urinary sphincter muscles). Otot-otot kandung kemih berkontraksi menekan urin untuk keluar.6

Siklus Berkemih Normal Ada beberapa tahap dalam siklus berkemih yang normal, yaitu :

5

1 Otot Detrusor (kandung kemih) relaksasi pada saat terisi urin. Otot. otot dasar pelvis dan sfincter urethral tetap berkontraksi untuk mencegah keluarnya urin. 2 Kandung kemih terisi sesuai kapasitasnya dan saraf mengirim pesan . ke otak, menyebabkan sensasi untuk perlunya berkemih.Kapasitas fungsional kandung kemih sebanyak 360-480 cc urin. 3 Berkemih bersifat volunter, maka individu akan memutuskan untuk ke toilet atau menunda berkemih. Jika ke toilet, maka akan terjadi . peningkatan tekanan otot detrusor, menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi otot sfincter urethral dan pelvis. 4 . Terjadi proses berkemih.

Untuk menjaga supaya tetap continence,tekanan kandung kemih harus lebih rendah dari pada tekanan urethra.

6

Gambar 2. Proses berkemih Normal. Mula-mula kandung kemih terisi, jika sudah sesuai kapasitsnya akan terjadi sensasi untuk berkemih, otot detrusor kontraksiuretra dan pelvis relaksasi dan terjadilah proses berkemih/ keluarnya urin. II.2. Persarafan Traktus Urinarius Bagian Bawah.5 Sistem Saraf dibagi menjadi sentral dan perifer. Sistem saraf sentral terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Sistem saraf perifer terdiri dari saraf somatik dan otonom. Somatik ( volunter/sadar) mensarafi :

Sfingter eksternal, kontraksi untuk mencegah kebocoran urin dan relaksasi untuk pelepasan urin

Dasar pelvis

Sistem saraf Otonom (sistem saraf involunter) terdiri dari saraf Simpatis dan

7

parasimpatis. Sistem saraf Otonom mensarafi :

Sfingter internal Dasar Pelviso

Otot polos kandung kemih dan urethra

Sistem saraf simpatis mengatur pengumpulan urin dengan cara : 1. relaksasi otot kandung kemih 2. kontraksi sfingter urethral internal untuk mencegah masuk ke dalam urethra. Sistem saraf parasimpatis memperantarai proses berkemih dengan cara : 1. memacu otot kandung kemih untuk berkontraksi, menyebabkan rasa ingin ingin berkemih. 2. relaksasi sfincter urethral internal, yang menyebabkan urin masuk ke urethra. Tabel 1. Akibat Aktifasi Reseptor pada Fungsi Kandung Kemih Traktus Urinarius Bawah Persarafan Akibat Kandung kemih Stimulasi Parasympathetic (cholinergic) Kontraksi kandung kemih Kandung kemih Stimulasi reseptor Beta-adrenergik

8

Relaksasi kandung kemih (filling) Leher kandung kemih dan urethra (sphincter interna) Stimulasi reseptor Alpha-adrenergik Kontraksi leher kandung kemih dan uretra

II.3. Kontrol Proses Berkemih II.3.A. Kontrol Saraf Pusat

Used with permission from Pharmacia, maker of Detrol for overactive bladder.

Kontrol proses berkemih . Melibatkan otak dan sumsum tulang belakang ( S2-4 dan T10-L2) serta nervus pudendus dalam proses sensasi untuk berkemih dan pengosongan kandung kemih. Refleks berkemih normal pada orang dewasa diperantarai oleh jalur spinobulbospinal. Selama pengisian kandung kemih, jika ambang batas tegangan

9

tercapai, impuls akan dikirim, terutama oleh nervus pelvicus menuju pusat di SSP. Neuron afferent mengirim informasi ke daerah abu-abu periaqueductal, yang akan mengkomunikasikan dengan pontine tegmentum, dimana ada dua daerah yang berbeda yang terlibat dalam kontrol berkemih. Salah satunya adalah daerah M yang terletak di dorsomedial, berhubungan dengan nucleus Barrington atau pontine micturition center (PMC). Lebih ke lateral terdapat region L yang berperan sebagai pusat penyimpanan urin di pontine, yang diperkirakan menekan kontraksi kandung kemih dan mengatur aktivitas muskulus striatum kandung kemih selama penyimpanan urin. Daerah M dan L mungkin menggambarkan sistem fungsional yang terpisah yang beraksi independent.7,8,9

10

Gambar 2. Konsep terkini dari Kontribusi persarafan Efferen Otonom terhadap kontraksi kandung kemih dan Pengumpulan Urin. Pada kandung kemih normal, acetylcholine merupakan neurotransmitter utama yang menyebabkan kontraksi kandung kemih. Acetylcholine berinteraksi dengan reseptor muskarinik M3 dan mengaktivasi phospholipase C dengan cara berikatan dengan protein G, yang akan menghasilkan inositol triphosphate, yang nantinya menyebabkan pelepasan calcium dari reticulum sarkoplasma dan kontraksi otot polos kandung kemih. Reseptor M2 mungkin juga berperan terhadap kontraksi kandung kemih dengan cara menghambat aktivitas adenilat siklase dan menurunkan kadar c-AMP intraseluler, yang memediasi relaksasi kandung kemih. Resistensi terhadap atropine tampaknya merupakan hasil dari interaksi ATP dengan reseptor purinergic termasuk reseptor P2X1. ATP dan nonkolinergik lain memperantarai proses yang mungkin lebih penting dalam hal yang menyebabkan overactive bladder. Stimulasi reseptor 3adrenergic juga dapat menyebabkan relaksasi otot polos kandung kemih.9

II.3.B. Sistem Transmitter 7,8,9 Refleks-refleks berkemih menggunakan beberapa transmitter dan sistem transmitter yang dapat menjadi target obat untuk mengontrol proses berkemih. 1. Asam Glutamat Sudah diketahui bahwa glutamat adalah transmitter excitatory utama pada SSP mamalia, termasuk jalur yang mengontrol traktus urinarius bawah. 2. Glisin. Glisin dapat ditemukan di dalam neuron di komisura abu-abu daerah dorsal sakral yang menerima input afferent PMC. Sebagian besar glisin berada bersama dengan GABA. Keadaan ini diketahui dari adanya penemuan bahwa glisin dilepaskan dari interneurons dalam sumsum tulang, kadang-kadang dilepaskan bersamaan dengan GABA pada sinaps parasympathetic neuron preganglion. Relaksasi sfingter selama proses berkemih dihambat dengan kuat oleh strychnine, yang merupakan antagonis spesifik reseptor glisin.

11

Miyazato et al. (2003 ) mempelajari keterlibatan neuron lumbosacral glycinergic pada refleks berkemih spinobulbospinal dan spinal pada grup yang berbeda tikus betina, hewan yang utuh, tikus dengan acute injury medulla spinalis thoracal bawah dan tikus dengan cedera medulla spinalis kronik. Hasilnya mengarah pada kecenderungan bahwa neuron glycinergic mugkin punya efek penghambatan yang penting pada refleks berkemih spinobulbospinal dan spinal pada tingkat korda lumbosacral. 3. Enkephalins. Beberapa bukti memperlihatkan bahwa mekanisme enkephalinergic di otak dan medula spinalis punya peran penting dalam regulasi fase berkemih baik fase penyimpanan maupun fase pengosongan. Ujung saraf yang banyak mengandung enkephalin pada daerah PMC dan parasimpatis sakralis dan nucleus Onuf di dalam medulla spinalis. Ujung saraf ini memperlihatkan adanya kontrol penghambatan pada refleks berkemih. Peptida opioid dapat menekan jalur afferent pada refleks berkemih pada tingkat medulla spinalis. 4. Serotonin. Sumber utama dari ujung saraf yang berisi 5-HT pada medulla spinalis adalah nucleus raphe. Stimulasi elektrik pada neuron yang berisi 5-HT pada raphe kaudal dan aktivasi reseptor 5-HT postsinaptik di medula spinalis kucing menyebabkan penghambatan yang nyata dari kontraksi kandung kemih. 5. Noradrenalin. Peran dari jalur noradrenergik saraf pusat pada proses berkemih masih belum jelas. Kontrol kandung kemih melalui jalur bulbospinal mungkin melibatkan adrenoseptors (ARs) dan .

12

1-ARs tampaknya aktif pada kontrol saraf simpatis dan somatik dari traktus urinarius bawah. 2-Adrenoceptors. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa reseptor ini memodulasi fungsi traktus urinarius bawah. 6. Asetilkolin Terdapat bukti bahwa jalur kolinergik kortek serebral berperan penting pada refleks berkemih, dan studi pada hewan mengindikasikan bahwa reseptor muskarinik mempunyai efek eksitasi dan inhibisi. Berdasar hasil penelitian pada tikus reseptor M1 terlibat dalam mekanisme penghambatan refleks berkemih dan reseptor muskarinik di pontine tegmentum dorsal berperan pada kontrol eksitasi . Asetilkolin beraksi sebagai neurotransmitter primer yang bertanggung jawab terhadap kontraksi kandung kemih dengan cara keterlibatannya pada reseptor muskarinik pada otot detrusor. Otot detrusor dan antagonisme spesifik dari reseptor muskarinik adalah target terapi farmakologi pada OAB. Reseptor muskarinik dibagi menjadi lima subtype sistem saraf pusat dan jantung. Reseptor M2 pada otot polos kandung kemih bertanggung jawab terhadap relaksasi otot detrusor. Reseptor M3 bertanggung jawab terhadap kontraksi otot polos detrusor. Modalitas Penatalaksanaan OAB terbaru berbeda dari yang lama dalam pemakaian obat. Perbedaan ini mengacu pada potensi selektifitas biasanya terjadi pada obat-obat lama. Reseptor Muskarinik dan Nikotinik mungkin terlibat dalam kontrol fungsi pengosongan. Pada tikus, stimulasi reseptor nikotinik pada otak akan memperbesar kapasitas kandung kemih, sehingga hal ini mengarah pada anggapan bahwa 13 obat tersebut untuk reseptor M3 dan pengurangan efek samping antikolinergik yang yang tersebar luas di dalam tubuh. Reseptor tadi ditemukan di otot polos, seperti kandung kemih, kelenjar eksokrin,

nicotinic agonists dapat mengaktivasi mekanisme yang menghambat refleks pengosongan/berkemih. 7. Dopamin Jalur dopaminergik sentral dapat berefek fasilitasi dan inhibisi pada proses berkemih melalui aksi reseptor dopaminergik D1-like (D1 atau D5) dan D2-like (D2, D3, atau D4). Pasien dengan penyakit Parkinson akibat dari deplesi sering mengalami disfungsi

pengosongan kandung kemih dan overaktivitas detrusor neurogenik, mungkin dopamin nigrostriatal dan kegagalan untuk mengaktivasi penghambatan reseptor D1-like. Melalui jalur dopaminergik lain, proses berkemih dapat diaktivasi melalui reseptor D2-like. Fasilitasi refleks berkemih melalui reseptor D2-like melibatkan aksi batang otak dan sumsum tulang belakang. 8. GABA. GABA (-amino butyric acid) telah diketahui sebagai transmitter penghambat pada sinap spinal dan supraspinal pada SSP mamalia. Fungsi GABA tampaknya dipicu oleh pengikatan GABA pada reseptor ionotropicnya yaitu GABAA dan GABAC, dan reseptor metabotropic GABAB. Di dalam sumsum tulang, reseptor GABAA lebih banyak daripada GABAB kecuali pada cornu dorsal dimana reseptor GABAB merupakan reseptor yang predominan. 9. Tachykinin. Tachykinin endogen yang utama yaitu substansi P (SP), neurokinin A (NKA) dan neurokinin B (NKB), dan reseptor-reseptornya NK1, NK2, dan NK3, terdapat di berbagai daerah SSP dan mempengaruhi kontrol berkemih. Pada tingkat spinal ada keterlibatan tachykinin melalui reseptor NK1 pada reflex berkemih yang diinduksi oleh pengisian kandung kemih. Karena aksi spesifik alpha-adrenergic

14

receptors pada leher kandung kemih dan urethra untuk mengontrol proses berkemih, maka alpha-adrenergic agonists telah digunakan untuk pengobatan inkontinensia urin tipe stress (SUI). II.4. Patofisiologi OAB Sebab pasti dari keadaan ini belum sepenuhnya diketahui. Tampaknya otototot kandung kemih menjadi lebih aktif dan berkontraksi diluar kehendak kita. Normalnya, otot kandung kemih (detrusor) relaksasi selama pengisian dan secara gradual akan teregang, kemudian kita akan merasa ingin berkemih ketika kandung kemih terisi setengah dari kapasitasnya. Kita dapat menahan sampai saat yang diinginkan atau saat sampai di toilet. Pada orang dengan overactive bladder, kandung kemih tampaknya memberi impuls yang keliru terhadap otak. Kandung kemih merasa lebih penuh daripada kenyataannya Kandung kemih berkontraksi terlalu dini pada saat kandung kemih belum terlalu penuh dan pada saat yang tidak diinginkan. Keadaan ini menyebabkan keadaan tiba-tiba ingin berkemih dan menyebabkan sulit mengontrol kontraksi kandung kemih. Gejala OAB biasanya berhubungan dengan kontraksi involunter dari otot detrusor kandung kemih yang biasanya dikenal sebagai hiperaktivitas detrusor. Penyebab dari keadaan ini belum diketahui. Ada dua teori penyebab keadaan hiperaktivitas detrusor yang diusulkan yaitu : 1. Teori miogenik (The myogenic theory) : Peningkatan eksitabilitas sel-sel otot detrusor menghasilkan peningkatan tekanan involunter. 2. Teori neurogenik (The neurogenic theory) : Diperkirakan ada kerusakan jalur inhibitor sentral atau sensitisasi afferent terminal perifer di dalam kandung kemih yang dapat unmask reflek-reflek

15

berkemih primitif yang akan memicu overaktivitas detrusor. 8 Trauma, penyakit sistem saraf, pemberian obat atau kelainan organ perifer dapat mengakibatkan kelainan berkemih, yang dapat diklasifikasikan sebagai kelainan penyimpanan atau kelainan pengosongan. Kegagalan penyimpanan urin dapat berakibat terjadinya berbagai inkontinensia urin (terutama inkontinensia urgensi dan stress). Kegagalan pengosongan urin mengakibatkan retensi urin, yang akan mengakibatkan terjadinya inkontinensia overflow. Gangguan fungsi kandung kemih akan mengakibatkan gejala-gejala urgensi, frekuensi dan inkontinensia yang biasanya disebut sebagai overactive bladder (OAB) syndrome, didefinisikan sebagai gejala urgensi dengan atau tanpa inkontinensia urgensi, biasanya disertai frekuensi dan nokturia. Dalam OAB, dipercaya adanya hiperaktivitas otot detrusor yang berakibat tidak terjadi penghambatan kontraksi dan keinginan untuk segera berkemih. Otot detrusor yang lemah akan mengakibatkan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna dan akan meningkatkan frekuensi berkemih akibat ketidakmampuan pengosongan kandung kemih yang sempurna. Kontraksi Kandung Kemih Involunter Otot-otot berkontraksi secara involunter pada saat kandung kemih berisi hanya setengah kapasitas, hal ini akan mengakibatkan rasa ingin berkemih. Otototot sphincter urinary mungkin masih berkontraksi sehingga tidak terjadi inkontinensia.

Faktor-Faktor yang Berpengaruh8 Beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab atau berperan terhadap terhadap terjadinya gejala overactive bladder . 16

Faktor-faktor ini adalah : 1. Sistemik 2. Traktus Urinarius Bawah 1. Sistemik :o o o

Diabetes Melitus Diabetes Insipidus Obat/zat yang menyebabkan produksi urin bertambah, misalnya diuretika, kafein, alkohol.

o

Kelainan neurologis yang menyebabkan kerusakan saraf yang mengatur kontrol berkemih, misalnya :

stroke. infeksi atau cedera yang mengenai otak atau sumsum tulang belakang.

multiple sclerosis. keracunan logam berat.

2. Traktus Urinarius Bawah

Infeksi Traktus Urinarius Inflamasi Jaringan sekitar Traktus Urinarius Abnormalitas kandung kemih, misalnya tumor. Hal-hal yang menyebabkan obstruksi aliran kemih , misalnya

17

KONTRAKSI KANDUNG KEMIH OAB 1. Teori miogenik 2. Teori neurogenik - Obat / zat diuretika,kafein, alkohol.

s

- Kelainan neurologis : stroke, infeksi / cedera otak atau sumsum tulang

- Abnormalitas kandung kemih (tumor). - Obstruksi aliran kemih: pembesaran pembesaran prostat, konstipasi, batu saluran kemih.

Akibat partus per vaginam.

HAL- HAL YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KANDUNG KEMIH HIPERAKTIF (OVERACTIVE BLADDER)

BAB III. DIAGNOSIS

III.1. Tanda dan Gejala5

18

Kajian Klinis secara Umum meliputi :8

Riwayat medis (anamnesa). Pemeriksaan fisik lengkap terutama pada daerah abdomen dan genitals Pemeriksaan urin untuk mengetahui adanya infeksi, adanya darah atau kelainan lain.

Pemeriksaan neurology untuk identifikasi masalah sensorik.

Gejala Overactive bladder meliputi :

Merasa selalu ingin berkemih. Pernah mengalami inkontinensia urgensi, tak dapat menahan kencing bila sudah ada rasa ingin berkemih.

Sering berkemih, biasanya lebih dari 8 kali dalam 24 jam. Nocturia Overactive bladder tanpa inkontinensia urgensi sering disebut overactive

bladder, dry yang mengenai sekitar dua per tiga pasien dengan kelainan tersebut. Sedangkan jika dengan inkontinensia urgensi, hal tersebut sering disebut sebagai overactive bladder, wet. III.2. Pemeriksaan Fisik Penilaian dasar panggul: wanita akan diminta untuk mengejan atau batuk selama pemeriksaan uretra untuk mengidentifikasi inkontinensia stress. Palpasi suprapubik untuk pembesaran kandung kencing dan massa. Pemeriksaan genital. Pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan rektal digital: pada pria untuk menilai ukuran dan konsistensi prostat.

19

III.3. Pemeriksaan Penunjang : Sampel urin untuk memeriksa infeksi dan kadar glukosa. Sampel darah untuk memeriksa kadar gula darah dan infeksi (lekositosis) Tes Khusus meliputi : tes Urodinamik : untuk melihat fungsi kandung kemih dan kemampuan pengosongannya secara tuntas. Pengukuran residu urin. Bila pengosongan kandung kemih tidak komplit, residu urin yang ada akan dapat menimbulkan gejala overactive bladder. Uroflowmetry. Untuk menentukan kecepatan dan volume urin yang keluar. Cystometry. Untuk mengukur tekanan kandung kemih selama pengisian. Prosedur ini dapat mengidentifikasi adanya kontraksi otot involunter yang dapat mengindikasikan tingkat tekanan dimana seseorang merasa ingin berkemih dan dapat mengukur tekanan yang diperlukan untuk pengosongan kandung kemih. Electromyography. Prosedur ini dapat mengkaji koordinasi dari impuls saraf di dalam otot kandung kemih dan sfingter uriner.. Video urodinamik. Prosedur ini menggunakan X-ray atau gelombang ultrasonografi untuk mendapatkan gambar kandung kemih pada saat pengisian dan pengosongan. Tes ini biasanya dikombinasikan dengan cystometry. Cystoscopy. Digunakan untuk melihat abnormalitas pada traktus urinarius bawah misalnya batu saluran kemih atau tumor. 20

Catatan harian kandung kencing selama 3 hari untuk menilai gejala baik sebelum maupun sesudah percobaan pengobatan.

III.4. Komplikasi Penderita dengan overactive bladder mudah menjadi :

Depresi Rasa percaya diri yang rendah Cemas Fatigue Sulit berkonsentrasi

BAB IV PENGELOLAAN

21

IV. 1. Non-Medika Mentosa :5,8,9,10

Perubahan gaya hidup. Bladder training. Pelvic floor exercises.

Perubahan gaya hidup yang dapat membantu :

Ke toilet. Untuk pergi ke toilet dibuat semudah mungkin. Kafein. Kafein mempunyai efek diuretik. Terdapat didalam teh, kopi dan coklat kadang terdapat dalam obat pereda nyeri. Kafein merangsang kandung kemih, menimbulkan gejala overactive bladder.

Alkohol. Pada beberapa orang alkohol dapat memperburuk gejala overactive bladder, apalagi bila dikombinasikan dengan kafein.

Minum dalam jumlah yang cukup. Sehari kurang lebih 2 liter. Pergi ke toilet hanya jika perlu. Bladder training (kadang disebut 'bladder drill') Tujuan dari latihan ini adalah untuk memperlambat peregangan kandung kemih sehingga dapat memperbesar volume kandung kemih. Pada saat yang sama akan mengurangi hiperaktivitas otot kandung kemih.

Bladder training ('bladder drill') Pada saat berusaha menahan, usahakan untuk menahan diri, misalnya :

Duduk pada kursi yang keras. Berusaha menghitung mundur dari 100.

22

Berusaha mengerjakan beberapa pelvic floor exercises.

Hal ini akan memakan waktu beberapa minggu, tujuannya untuk mengeluarkan urin hanya 5 6 kali dalam 24 jam. Selama mengerjakan Bladder training ini sebaiknya dicatat dalam buku harian sehingga dapat diketahui kemajuan yang dicapai. Setelah beberapa bulan akan didapatkan rasa ingin berkemih/ ke toilet yang normal. Bladder training mungkin merupakan hal yang sulit, tetapi akan lebih mudah dengan seiring berjalannya waktu dan dengan adanya dukungan dari dokter, perawat atau pelatih. Pastikan bahwa jumlah masukan cairan cukup selama melakukan Bladder training ini. Pelvic floor exercises Banyak orang menderita campuran inkontinensia urgensi dan inkontinensia stress. Pelvic floor exercises adalah terapi utama dari inkontinensia stress. Terapi ini meliputi latihan untuk memperkuat otot-otot yang melingkupi bagian bawah kandung kemih, uterus dan rektum. Terapi ini meliputi menekan dasar pelvis ketika duduk dari berbaring ke berdiri. Masih belum jelas apakah pelvic floor exercises dapat membantu inkontinensia urgensi tanpa inkontinensia stress. Bagaimanapun juga pelvic floor exercises dapat membantu jika dilakukan bersama dengan bladder training.8,9 Absorbent pads. Penderita menggunakan popok (absorbent pads) untuk melindungi pakaian dan bila tidak dapat menahan kencing.

Akupuntur

23

Emmon & Otto melakukan studi yang mendapatkan hasil (level of evidence 1) bahwa akupuntur mempunyai efek singkat yang bermakna terhadap perbaikan OAB setara dengan terapi farmakologi dan terapi fisik atau perubahan tingkah laku. Studi dilakukan terhadap 74 wanita dengan OAB dimana kelompok perlakuan mendapatkan terapi akupuntur selama 4 minggu. Pada kelompok ini didapatkan perbaikan pada kapasitas kandung kemih, urgensi, frekuensi dan kualitas hidup dibandingkan dengan kelompok plasebo.9 Stimulasi Elektrik Pulsa elektrik ringan dapat digunakan untuk merangsang saraf yang mengontrol kandung kemih dan otot-otot sfingter. akan dirangsang. Metoda lain adalah dengan bedah minor yaitu dengan menempelkan kawat elektrik di dekat tulang ekor. Pada prosedur ini ada 2 tahap, yaitu : 1. Kawat ditempatkan dan dihubungkan dengan stimulator temporer yang dapat dibawa untuk beberapa hari. Jika kondisinya membaik maka akan dilanjutkan dengan langkah kedua. 2. Kawat elektrik ditempastkan dekat dengan tulang ekor dan dihubungkan dengan ditempatkan di bawah kulit. stimulator permanent yang Pulsa dapat diberikan melalui vagina atau anus atau menggunakan patches di kulit, tergantung saraf mana yang

24

Gambar 5 Stimulator elektrik. Diambil dari : Neurogenic Bladder, LifeMed Media, Inc. November 30, 200610

IV.2. Medika Mentosa 5,9,,11,12,13,14,15,16,17 Antimuskarinik Obat-obat yang biasa digunakan adalah antimuskarinik yang biasa juga disebut antikolinergik. Yang termasuk golongan ini adalah : oxybutynin, tolterodine, trospium chloride, propiverine dan solifenacin. Obat-obat ini bekerja dengan cara memblok impuls saraf ke kandung kemih yang akan berakibat relaksasi otot kandung kemih dan akan meningkatkan kapasitas kandung kemih. Obat-obatan ini dapat memperbaiki gejala pada beberapa kasus. Perbaikan ini bervariasi pada setiap individu. Sebaiknya dicoba diberikan obat untuk satu bulan atau lebih, jika membantu maka obat dilanjutkan selama enam bulan atau lebih kemudian obat dihentikan dan dilihat bagaimana gejala yang ada tanpa minum obat. Efek samping obat ini sering terjadi tetapi hanya ringan dan dapat ditoleransi. Efek samping yang sering adalah mulut kering, mata kering, konstipasi

25

dan penglihatan kabur. Oxybutynin: Oxybutynin adalah golongan antimuskarinik non selektif yang mempunyai aktifitas relaksasi otot kandung kemih dan anestesi local. Sediaan obat ini dapat ini dapat yang lepas segera (5 mg TID), lepas lambat (5 atau 10 mg OD) dan transdermal patches (39 cm2 patch in a dose of 36 mg per patch) yang akan melepas 3.9 mg oxybutynin per hari selama 3-4 hari. Pada studi Multicenter Assessment of Transdermal Therapy in Overactive Bladder With Oxybutynin (MATRIX), telah dievaluasi efek dari oxybutynin transdermal system (OXY-TDS; 3.9mg/h) terhadap kualitas hidup dan keamanan obat tersebut. Pada penelitian selama 6 bulan terhadap 2878 dewasa termasuk 699 pasien usia 75 tahun atau lebih. Studi ini memperlihatkan bahwa OXY-TDS meningkatkan kualitas hidup dan dapat ditoleransi dengan baik dan aman. OXYTDS tampaknya merupakan terapi OAB yang ideal pada orang tua. Pemberian dua kali per minggu dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan pada beberapa pasien lanjut usia lebih suka memakai patch daripada pil.11 Tolterodine: Tolterodine adalah suatu antagonis muskarinik yang tersedia dalam bentuk short- acting dan long-acting. Berbagai uji klinik memperlihatkan bahwa 2 mg atau 4 mg per hari akan sama efektifnya dengan pemberian oxybutynin 5 mg atau 10 mg per hari.

Propiverine dan trospium: Obat ini efektif untuk OAB dan efek samping obat yang minimal dibandingkan dengan oxybutynin short-acting.

26

Estrogen (untuk wanita) Sediaan vagina lokal lebih efektif daripada estrogen oral, tetapi data yang ada tentang efektifitasnya terbatas. Antagonis Alpha-adrenergic (untuk pria) Agen ini sangat berguna pada pria dengan pembesaran prostat yang jinak. Efek samping yang serius adalah hipotensi postural. Dosis yang digunakan dinaikkan bertahap untuk mengatasi efek toleransi. Obat-obat lain : 1. Imipramine: suatu antidepresan trisiklik dengan efek antikolinergik dan alfaadrenergik. Mungkin mempunyai efek sentral terhadap refleks pengosongan kandung kemih sehingga direkomendasikan untuk inkontinensia campuran urgensi stres. Penggunaannya harus hati-hati karena efek samping hipotensi postural dan gangguan konduksi jantung. 2. Darifanacin dan solifenacin : suatu antimuskarinik masa depan dengan aksi antagonis reseptor M3 selektif dan efek antikolinergik sistemik yang sedikit. 3. Capsaicin dan resiniferatoxin : suatu agen intravesikal yang menjanjikan untuk mengatasi hiperrefleksia detrusor pada kandung kemih neurogenik. Riset tentang penggunaan calcium channel antagonists dan potassium-channel masih terbuka dan serotonin selektif dan nor-epinephrine re-uptake inhibitor. 4. Botulinum Toxin (Botox) : ada beberapa subtype antigen toksin botulinum yang sudah dikenal yaitu : A, B, C1, D, E, F, dan G. Jenis A dan B digunakan di bidang urologi. Toksin botulinum beraksi dengan cara menghambat pelepasan

27

acetylcholine dari ujung saraf kolinergik yang berinteraksi dengan kompleks protein yang digunakan untuk mengisi vesikel acetylcholine. Efek dari toksin botulinum adalah menurunkan kontraksi otot dan atrofi otot pada tempat penyuntikan. Denervasi kimiawi ini bersifat reversible dan regenerasi axon akan terjadi dalam waktu kurang lebih 3-6 bulan. Pemberian toksin botulinum dalam jumlah cukup akan menghambat pelepasan acetylcholine dan neurotransmitter yang lain. Molekul tidak dapat melewati sawar otak sehingga tidak mempunyai efek di SSP. Penggunaan toksin botulinum meningkat dengan cepat, digunakan untuk mengobati overaktivitas penyuntikan.17 IV.3. Terapi Bedah 8,9,13,16 Pembedahan dilakukan hanya jika dengan terapi medikamentosa dan nonmedika mentosa tidak berespon. Tujuan dari terapi bedah adalah meningkatkan kemampuan pengisian kandung kemih dan mengurangi tekanan pada kandung kemih. Tindakan bedah meliputi :

detrusor neurogenik dan idiopatik dengan cara

Stimulasi nervus Sacralis Pada prosedur ini dipasang semacam pacemaker di bawah kulit perut dan dihubungkan dengan kabel kecil yang diletakkan di dekat nervus sacralis di daerah tulang ekor. Modulasi dari impuls saraf ini dapat memperbaiki gejala OAB.

Augmentation cystoplasty. Prosedur rekonstruksi ini digunakan untuk meningkatkan kapasitas

kandung kemih, dengan menggunakan sebagian usus untuk mengganti sebagian kandung kemih. Pada prosedur ini diperlukan kateter untuk

28

mengosongkan kandung kemih.

BAB V RINGKASAN Overactive Bladder (OAB) adalah keadaan urgensi dengan atau tanpa inkontinensia tipe urgensi, biasanya disertai dengan frekuensi dan nokturia, adalah beban berat bagi pasien dan penyedia layanan kesehatan di seluruh dunia. Studi epidemiologi terbaru telah menghasilkan data pengaruhnya terhadap kualitas hidup. Overactive Bladder (OAB) bisa terjadi akibat kelainan miogenik ataupun tentang kejadian OAB dan

29

neurogenik. Keadaan yang berpengaruh terhadap kelainan tersebut bisa sistemik atau keadaan yang terjadi pada traktus urinarius bagian bawah. Pengobatan OAB pada stadium awal akan meningkatkan kondisi pasien dan mengurangi penggunaan sumber daya kesehatan. Tetapi keterlambatan diagnosa akan meningkatkan kegagalan terapi. Sebagian besar pasien lanjut usia dengan OAB akan efektif dikelola dengan kombinasi terapi nonfarmakologi dan farmakologi. Terapi OAB : - Nonfarmakologi : diet, terapi tingkah laku, pelvic floor exercise, stimulasi elektrik dan akupuntur. - Farmakologi : - Agen Antimuskarinik : - oxybutynin, tolterodine, trospium chloride, propiverine dan solifenacin. - Obat lain : toxin botulinum, Imipramine, Capsaicin, resiniferatoxin, estrogen, antagonis alfa adrenergik. - Bedah : - Stimulasi nervus Sacralis. - Augmentation cystoplasty SUMMARY Overactive bladder (OAB), defined as 'urgency, with or without urge incontinence, usually with frequency and nocturia, is a major burden for patients and healthcare providers across the globe. Recent epidemiological studies have produced remarkably consistent data on the prevalence of OAB, and its impact on quality of life. Overactive Bladder (OAB) could be happened because of myogenic or neurogenic disfunction. Some conditions that can be affect to the bladder are

30

systemic disease or disease of the lower urinary tract. Treating OAB at an early stage may both improve patient care and minimise overall use of healthcare resources. But there is considerable evidence of delay in diagnosis and failure to adhere to treatment. The majority of elderly patients with overactive bladder can be effectively managed with a combination of nonpharmacologic Treatment of OAB: Nonpharmacologic treatment : dietary and fluid modifications, and pharmacologic approaches.

behavioral therapy, pelvic floor muscle rehabilitation, electrical stimulation and acupuncture. - Pharmacologic Therapy: Antimuscarinic agents (oxybutynin, tolterodine, trospium chloride, propiverine and solifenacin) and other medications (botulinum toxin, Imipramine, Capsaicin, estrogen, alpha adrenergic antagonist). - Surgery : - Sacralis nerve Stimulation - Augmentation cystoplasty DAFTAR PUSTAKA 1. MacDiarmid SA. Maximizing the Treatment of Overactive Bladder in the Elderly. Rev Urol. 2008;10(1):6-13 2. Kirby M, Artibani W, Cardozo L, Chapple C, Diaz D.C, Espua-Pons M, et al. Overactive Bladder: the Importance of New Guidance . Int J Clin Pract. 2006; 60(10):1263-1271. 3. Dalyana. Overactive Bladder. Journal Indian Academy of Clinical Medicine. 2006;7 (2). 4. Mullins CD, Subak LL. New Perspectives on Overactive Bladder: Quality of Life Impact, Medication Persistency, and Treatment Costs. The American Journal Of Managed Care. 2005;11(4 Supp). resiniferatoxin,

31

5. Mayo Clinic Staff. Overactive Bladder in the Elderly. Oct 12, 2006. 6. Kris Pranarka. Incontinence in Elderly : From Basic to Clinical Practice. Dalam Simposium Inkontinensia, 2006 (Unpublished). 7. Andersson K-E, Wein AJ. Pharmacology of the Lower Urinary Tract: Basis for Current and Future Treatments of Urinary Incontinence. Pharmacol Rev. 2004;56:581-631. 8. Sandhu JS, Gupta A, Mohan V, Markan A, Sandhu P. Approach to Overactive Bladder. JIACM 2006; 7(2): 109-12 9. Ouslander J.G. Management of Overactive Bladder. N Engl J Med. 2004; ; 350(8):786-99. a. Neurogenic Bladder, LifeMed Media, Inc. November 30, 2006 10. Emmons , Otto. Acupuncture for Overactive Bladder. Obstet Gynecol 2005;106:13843 11. Oki T, Toma-Okura A, Yamada S. NEUROPHARMACOLOGY : Advantages for Transdermal over Oral Oxybutynin to Treat Overactive Bladder: Muscarinic Receptor Binding, Plasma Drug Concentration, and Salivary Secretion. JPET. 2006;316:1137-1145. 12. Gormley EA. Overactive Bladder: Management And Treatment Options. Presented at the Masters in Urology Meeting - July 31, 2008 - August 2, 2008, Bermuda 13. Staskin DR. Overactive Bladder In The Elderly: A Guide to Pharmacological Review. 14. Wagg A, Cohen M. Medical Therapy For The Overactive Bladder In The Elderly. Age Ageing. 2002 Jul;31(4):241-6. Review. 15. Erdem N, Chu FM. Management Of Overactive Bladder And Urge Urinary Management. Drugs Aging. 2005;22(12):1013-28.

32

Incontinence In The Elderly Patient. Am J Med. 2006;119(3 Suppl 1):29-36

a. Sahai

A,

Khan MS,

Gregson N,

Smith K, Dasgupta P.

Botulinum toxin for detrusor overactivity and symptoms of overactive bladder: where we are now and where we are going. Nature Clinical Practice Urology (2007) 4, 379-386

33