REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

44
BAB I PENDAHULUAN Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai menjadi dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penih kasih sayang dapat membentuk sumber daya yang sehat, cerdas dan produktif. 1 Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. 1 Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-negara berkembang, yang merupakan faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita. 2 Secara umum di Indonesia terdapat 2 masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi mikro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan karena ketidakseimbangan antara 1

description

referat dr. Lilly, Sp.A

Transcript of REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Page 1: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya

manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas sumber daya

manusia dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak

pembuahan sampai menjadi dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini pemenuhan

kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penih

kasih sayang dapat membentuk sumber daya yang sehat, cerdas dan produktif.1

Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak

dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi

disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan

pangan di tingkat rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang

kurang mendukung pola hidup sehat.1

Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi

mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-

negara berkembang, yang merupakan faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian

pada ibu hamil dan balita.2 Secara umum di Indonesia terdapat 2 masalah gizi utama yaitu

kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan

gangguan kesehatan yang disebabkan kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi

mikro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan karena ketidakseimbangan antara

kebutuhan dan asupan energi protein. Kurang gizi menyebabkan gangguan pertumbuhan dan

perkembangan fisik maupun mental, mengurangi tingkat kecerdasan, kreatifitas dan

produktifitas penduduk.1

Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan prevalensigizi

buruk di Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005 menjadi 4,9% di tahun 2010.3

Namun prevalensi gizi buruk di Jawa Tengah dari tahun 2007-2009 mengalami kestabilan

yaitu 4%.4

Kurangnya pemberdayaan keluarga dan berkurangnya pemanfaatan sumber daya

masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung. Faktor

langsung seperti makanan dan penyakit yang dapat secara langsung menyebabkan gizi

kurang. Timbulnya kurang gizi tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang berkurang,

tetapi juga penyakit. Anak yang mendapatkan makanan yang cukup tetapi sering menderita

1

Page 2: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

sakit pada akhirnya menderita gizi kurang.1 Demikian anak yang tidak memperoleh cukup

makan daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit. Faktor tidak langsung

antara lain ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan anak kurang

memadai dan pelayanan kesehatan dan lingkungan yang kurang memadai.3

2

Page 3: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

BAB II

MARASMUS KWASHIORKOR

DefinisiMarasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat yang gejala

klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang disebabkan oleh

kurangnya asupan energi dan kwashiokor, yaitu kondisi yang disebabkan oleh kurangnya

asupan protein sehingga gejalanya disertai edema.5

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kekurangan gizi sebagai

“ketidakseimbangan seluler antara asupan nutrisi, energi dan kebutuhan tubuh untuk

menjamin pertumbuhan, pemeliharaan dan fungsi-fungsi khusus.” Malnutrisi protein-energi

(KEP) berlaku untuk gangguan yang berhubungan dengan marasmus, kwashiokor, dan

marasmus-kwashiokor. Istilah marasmus berasal dari kata Yunani “marasmos”, yang berarti

layu atau kurang tenaga. Marasmus berhubungan dengan asupan yang tidak memadai dari

kalori dan ditandai dengan suatu kekurusan. Istilah kwashiorkor diambil dari bahasa Ga dari

Ghana dan berarti “penyakit dari penyapihan”.6 Williams pertama kali menggunakan istilah

pada tahun 1933 dan mengacu pada asupan protein yang tidak memadai dengan asupan

energi yang wajar. Edema adalah karakteristik dari kwashiorkor namun tidak ada dalam

marasmus. Disebut penyakit penyapihan oleh karena anak yang disapih mendapat kurang

perhatian ketika mendapat adik lagi.7

Studi menunjukkan bahwa marasmus merupakan respon adaptif/ penyesuaian

terhadap kelaparan, sedangkan kwashiokor merupakan respon maladaptive terhadap

kelaparan. Anak-anak mungkin datang dengan gambaran beragam antara marasmus dan

kwashiokor. Ada juga yang dapat datang dalam bentuk yang lebih ringan dari malnutrisi.

Untuk alasan ini Jelliffe menyarankan istilah malnutrisi protein-kalori (energi) untuk

menyatukan istilah dari keduanya.7

Etiologi

Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa faktor

yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain faktor diet,

faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan dan lain-lain.8

3

Page 4: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

1. Peranan Diet

Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein

akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi

walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi

penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh Gopalan dan

Narasnya (1971) terlihat bahwa dengan diet yang kurang lebih sama, pada beberapa

anak timbul gejala-gejala kwashiokor, sedangkan pada beberapa anak yang lain

timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat kesimpulan bahwa diet bukan

merupakan faktor yang terpenting, tetapi ada faktor lain yang masih harus dicari

untuk dapat menjelaskan timbulnya gejala tersebut.8

2. Peranan Faktor Sosial

Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-temurun

dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP. Adakalanya pantangan tersebut

didasarkan pada keagamaan, tetapi ada pula yang merupakan tradisi yang turun-

temurun. Jika pantangan ini didasarkan pada keagamaan, maka akan sulit diubah.

Tetapi jika pantangan tersebut berlangsung karena kebiasaan, maka dengan

pendidikan gizi yang baik dan dilakukan terus-menerus hal tersebut masih dapat

diatasi. Faktor-faktor sosial lain yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP

adalah : 8

a) Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai banyak

anak dengan suaminya yang merupakan pencari nafkah tunggal.

b) Pada pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak sehingga

dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat memberi cukup makan pada

anggota keluarganya yang besar tersebut.

c) Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu, sehingga anak-

anak terpaksa ditinggalkan di rumah sehingga jatuh sakit dan mereka tidak

mendapat perhatian dan pengobatan semestinya.

d) Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap sehingga harus

meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan demikian, bayi tersebut

4

Page 5: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

tidak mendapat ASI. Sedangkan pemberian pengganti ASI maupun makanan

tambahan tidak dilakukan dengan semestinya.

3. Peranan Kepadatan Penduduk

Dalam World Food Conference di Roma (1974) telah dikemukakan bahwa

meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya

persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis

pangan. Sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan

pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik, di samping kuantitasnya.8

McLaren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang

banyak, jika di suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan keadaan hygiene yang

buruk, misalnya di kota-kota dengan kemungkinan pertambahan penduduk yang

sangat cepat, sedangkan kwashiokor akan terdapat dalam jumlah yang banyak di desa-

desa dengan penduduk yang mempunyai kebiasaan untuk memberi makanan

tambahan berupa tepung, terutama pada anak-anak yang tidak atau tidak cukup

mendapat ASI.6

4. Peranan Infeksi

Ada interaksi antara malnutrisi dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat

memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi ringan sekalipun mempunyai pengaruh negatif

pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hubungan ini sinergis, sebab malnutrisi

disertai infeksi pada umumnya mempunyai konsekuensi yang lebih besar.8

5. Peranan Kemiskinan

Penyakit KEP merupakan masalah negara-negara miskin. Pentingnya kemiskinan

ditekankan dalam laporan Oda Advisory Committee on Protein pada tahun 1974.

Dianggap bahwa kemiskinan merupakan dasar penyakit KEP.8

Epidemiologi

Pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, Food and Agriculture Organization

(FAO) memperkirakan sekitar 870 juta orang dari 7,1 miliar penduduk dunia atau 1 dari

delapan orang penduduk dunia menderita gizi buruk. Sebagian besar (sebanyak 852 juta)

diantaranya tinggal di negara-negara berkembang.9

5

Page 6: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Anak-anak merupakan penderita gizi buruk terbesar di seluruh dunia. Dilihat dari segi

wilayah, lebih dari 70 persen kasus gizi buruk pada anak didominasi Asia, sedangkan 26

persen di Amerika Latian serta Karibia.9

Di Indonesia, perkembangan gizi buruk menurut Riskesdas pada 2013, terdapat 19,6

persen kasus balita kekurangan gizi dan jumlah tersebut terdiri dari 5,7 persen balita dengan

gizi buruk.9

Patofisiologi

Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor

ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : host (tubuh sendiri), agent (kuman

penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan

penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Marasmus adalah compensated malnutrition atau

sebuah mekanisme adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama.

Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha mempertahankan hidup dengan

memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan

karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan

kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan

bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya

katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang

segera diubah menjadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama kurangnya intake makanan,

jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak tidak

dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton

bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak

dapat memenuhi kebutuhan akan energi lain, protein akan dipecah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan merupakan respon

adaptasi terhadap ketidakcukupan asupan energi dan protein.5

Gejala Klinis

Pada marasmus, penderita tampak sangat kurus, wajah seperti orangtua, cengeng,

rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada, perut cekung,

iga gambang dan sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) serta diare

kronik atau konstipasi.5,8

6

Page 7: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Gambar 1. Manifestasi klinis marasmus

Gambar 2. Marasmus

Pada kwashiorkor lebih banyak terdapat pada usia 2 hingga 3 tahun yang sering terjadi pada anak yang terlambat disapih sehingga komposisi gizi makanan tidak seimbang terutama dalam hal protein. Biasanya tampak edema umumnya di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) yang jika ditekan melekuk, tidak sakit dan lunak, wajah yang membulat dan sembab (sugar baby), pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok, perubahan status mental, apatis dan rewel, pembesaran hati, otot mengecil (hipertrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement

7

Page 8: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

dermatosis) dan signé de bandera (flag sign) yaitu perubahan warna terang dan gelap pada rambut dan sering disertai penyakit infeksi akut serta anemia dan diare.5,8

Gambar 3. Manifestasi klinis kwashiorkor

Gambar 4. Kwashiorkor

8

Page 9: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Gambar 5. Manifestasi klinis Marasmus-Kwashiorkor

Pada marasmus-kwashiokor, gejala klinisnya merupakan gabungan antara marasmus

dan kwashiokor yang disertai oleh edema, dengan BB/U <60% baku Median WHO NCHS.

Gambaran yang utama ialah kwashiokor edema dengan atau tanpa lesi kulit, pengecilan otot,

dan pengurangan lemak bawah kulit seperti pada marasmus. Jika edema dapat hilang pada

awal pengobatan, penampakan penderita akan menyerupai marasmus. Gambaran marasmus

dan kwashiokor muncul secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang

parah.5,8

Manifestasi Klinis

Marasmus Kwashiorkor Obesitas

Pertumbuhan berkurang

atau berhenti

Terlihat sangat kurus

Penampilan wajah seperti

orangtua

Perubahan mental

Cengeng

Kulit kering, dingin,

mengendor, keriput

Lemak subkutan

menghilang hingga turgor

kulit berkurang

Otot atrofi sehingga

Perubahan mental sampai

apatis

Anemia

Perubahan warna dan

tekstur rambut, mudah

dicabut/rontok

Gangguan sistem

gastrointestinal

Pembesaran hati

Perubahan kulit

Atrofi otot

Edema simetris pada

kedua punggung kaki,

Wajah bulat dengan pipi

tembem dan dagu

rangkap

Leher relatif pendek

Dada membusung dengan

payudara membesar

Perut membuncit dan

striae abdomen

Pada anak laki-laki :

burried penis,

gynecomastia

Pubertas dini

Genu valgum (tungkai

9

Page 10: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

kontur tulang terlihat jelas

Vena superfisialis tampak

jelas

Ubun-ubun besar cekung

Tulang pipi dan dagu

kelihatan menonjol

Mata tampak besar dan

dalam

Kadang terdapat

bradikardi

Tekanan darah lebih

rendah dibandingkan anak

sebaya

dapat sampai seluruh

tubuh

berbentuk x)

*Manifestasi klinis dari marasmus-kwashiorkor merupakan campuran gejala marasmus dan

kwashiorkor

Klasifikasi

Tujuannya adalah untuk menentukan prevalensi KEP di suatu daerah, sehingga dapat

menentukan presentasi gizi-kurang dan berat di daerah tersebut.

Klasifikasi menurut derajat beratnya KEP

a. Klasifikasi menurut Gomez

Klasifikasi tersebut berdasarkan atas berat badan individu dibandingkan dengan berat

badan yang diharapakan pada anak sehat yang seumur. Sebagai baku patokan dipakai

persentil 50 baku Harvard (Stuart dan Stevenson, 1945). Gomez mengelompokkan KEP

dalam KEP ringan, sedang, dan berat.

Tabel 1. Klasifikasi KEP menurut Gomez

10

Page 11: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

b. Modifikasi Bengoa atas Klasifikasi Gomez

Bengoa pada tahun 1970 mengadakan modifikasi pada klasifikasi Gomez, yang hanya

didasarkan pada defisit berat badan saja. Penderita KEP dengan edema, tanpa melihat

defisit berat badannya digolongkan oleh Bengoa dalam derajat 3. Penderita kwarsiorkor

berat badannya jarang menurun hingga kurang dari 60% disebabkan oleh adanya edema,

sedangkan lemak tubuh dan otot-ototnya tidak mengurang sebanyak seperti pada keadaan

marasmus. Padahal kwarshiorkor merupakan penyakit yang serius dengan angka

kematian tinggi.

c. Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan R.I.

Demi keseragaman dalam membuat rencana dan mengevaluasi program-program

pangan dan gizi serta kesehatan masyarakat, maka Lokakarya Antropometri Gizi

Departemen Kesehatan R.I yang diadakan pada tahun 1975 membuat keputusan yang

merupakan modifikasi klasifikasi Gomez. Berbeda dengan penggolongan yang ditetapkan

Gomez, lokakarya mengklasifikasikan status gizi dalam gizi lebih, gizi kurang, dan gizi

buruk.

Tabel 2. Klasifikasi KEP menurut DepKes (1975)

Klasifikasi Menurut Tipe (Klasifikasi Kualitatif)

Klasifikasi ini menggolongkan KEP menurut tipenya, yaitu gizi kurang, marasmus,

11

Page 12: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

kwarshiorkor dan marasmus-kwarshiorkor.

a. Klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust

Cara Wellcome Trust dapat dipraktekan dengan mudah, tidak ditemukan penentuan

gejala klinis maupun laboratorium dan dapat dilakukan oleh para tenaga medis setelah diberi

latihan seperlunya. Cara ini dapat digunakan untuk survei lapangan, namun apabila dilakukan

pada penderita yang sudah mengalami perawatan dan pengobatan selama beberapa hari dapat

membuat diagnosa menjadi salah. Misalnya pada penderita kwarshiorkor dengan berat badan

> 60%, jika dirawat selama 1 minggu maka edema akan hilang dan berat badan menjadi <

60% walaupun gejala lainnya masih ada. Dengan berat badan < 60% dan tidak ada edema,

maka penderita tersebut dapat didiagnosa sebagai marasmus dengan menggunakan metode

Wellcome Trust.

Tabel 3. Klasifikasi Kualitatif KEP menurut Wellcome Trust

b. Klasifikasi Kualitatif menurut McLaren (1967)

McLaren mengklasifikasikan golongan KEP berat dalam 3 kelompok menurut tipenya. Gejala klinis edema, dermatosis, edema disertai dermatosis, perubahan pada rambut, dan pembesaran hati diberi angka bersama-sama dengan menurunnya kadar albumin atau total protein serum. Cara seperti ini dikenal sebagai scoring system McLaren.

Tabel 4. Cara Pemberian Angka Menurut McLaren

12

Page 13: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Penentuan tipe didasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan dari tiap penderita :

0 – 3 angka = marasmus

4 – 8 angka = marasmic-kwarshiorkor

9 – 15 angka = kwarshirkor

Cara demikian dapat mengurangi kesalahan jika dibandingkan dengan cara Wellcome Trust,

akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter dengan bantuan laboratorium.

c. Klasifikasi KEP menurut Waterlow

Waterlow (1973) membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan menahun.

Beliau berpendapat, bahwa defisit berat badan terhadap tinggi badan mencerminkan

gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus- kering), sedangkan

defisit tinggi badan menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung

sangat lama. Akibat tersebut dapat mengganggu laju pertumbuhan tinggi badan, sehingga

anak menjadi pendek (stunting) untuk umurnya. Waterlow membagi keadaan wasting dan

stunting dalam 3 kategori.

Tabel 5. Klasifikasi KEP menurut Waterlow

13

Page 14: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Lokakarya Antropometri Dep.Kes. R.I pada tahun 1975 memutuskan untuk

mengambil baku Harvard persentil 50 sebagai patokan dan menggolongkannya sebagai

berikut :

Bagi tinggi menurut umur

Tinggi normal : diatas 85% Harvard persentil 50

Tinggi kurang : 70 – 84 % Harvard persentil 50

Tinggi sangat kurang : < 70% Harvard persentil 50

Bagi berat terhadap tinggi

Gizi baik : ≥ 90% Harvard persentil 50

Gizi kurang dan buruk : < 90% Harvard persentil 50

Beberapa cara membuat klasifikasi direncanakan sedemikian, sehingga hanya

memerlukan alat-alat yang sederhana, tidak diperlukan untuk menkalkulir hasilnya, tidak

perlu mengetahui umur yang akan diperiksa, sehingga dapat dilakukan oleh tenaga paramedik

atau sukarelawan setelah mendapat petunjuk seperlunya.

Pemeriksaan Penunjang

WHO merekomendasikan pemeriksaan seperti : gula darah, hemoglobin, pemeriksaan

urin dan kultur urin, serum albumin, HIV tes dan elektrolit.6

Pemeriksaan hemoglobin diperlukan untuk menentukan adanya anemia karena

penderita Kwashiokor sering disertai anemia yang disebabkan berkurangnya jumlah

eritropoetin dalam sumsung tulang akibat defisit protein, besi, defisiensi aktor hati, kerusakan

hati, defisiensi vitamin b kompleks.6

Perlunya pemeriksaan albumin serum dikarenakan pada Kwashiokor ditemukan kadar

albumin serum yang rendah disamping kadar globulin yang normal atau sedikit meninggi.6

14

Page 15: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Diagnosis

Yang dimaksud dengan gizi buruk adalah terdapatnya edema pada kedua kaki atau

adanya severe wasing (BB/TB < 70% atau <-3SD), atau ada gejala klinis gizi buruk

(kwahiokor, marasmus, dan marasmus-kwashiokor). Walaupun kondisi klinis pada

kwashiokor, marasmus, dan marasmus kwashiokor berbeda tetapi tatalaksananya sama.10,11

Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran

antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:

1) BB/TB <-3SD atau <70% dari median (marasmus)

2) Edema pada kedua punggung kaku sampai seluruh tubuh (kwashiokor : BB/TB > -

3SD atau marasmus-kwashiokor : BB/TB <-3SD)

Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak

sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak di bawah kulit

terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan paha, tulang iga terlihat jelas, dengan atau

tanpa adanya edema.11,12

Anak-anak dengan BB/U <60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak

tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak membutuhkan

perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain yang berat.11

Pada setiap anak dengan gizi buruk perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Anamnesis terdiri dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan. 8,11

1) Anamnesis awal (untuk kedaruratan)

Kejadian mata cekung yang baru saja muncul

Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare

(encer/darah/lendir)

Kapan terakhir berkemih

Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin

Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi

dan/atau syok, serta harus diatasi segera. 9

2) Anamnesis lanjutan

Dilakukan untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya (dilakukan

setelah kedaruratan ditangani), yaitu:

Diet (pola makan)/ kebiasaan makan sebelum sakit

Riwayat pemberian ASI

Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir

15

Page 16: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Hilangnya nafsu makan

Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru

Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir

Batuk kronik

Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung

Berat badan lahir

Riwayat tumbuh kembang : duduk, berdiri, bicara, dan lain-lain

Riwayat imunisasi

Apakah ditimbang setiap bulan

Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)

Diketahui atau tersangka infeksi HIV

Penatalaksanaan

Tatalaksana umum malnutrisi energi protein:12

Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anak dengan

gizi buruk.

Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata

kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah dibasahi

dengan larutan NaCl 0,9% dan balutlah. Jangan beri obat mata yang mengandung

steroid.

Jika terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera.

Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase yaitu: fase

stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut.

Tabel 6. Tatalaksana Gizi Buruk

No Tindakan

Pelayanan

Fase Stabilisasi Fase Rehabilitasi Fase Tindak Lanjut

H1-H7 Minggu ke 3-6 Minggu ke 7-26

1. Mencegah dan

mengatasi

hipoglikemia

2. Mencegah dan

mengatasi

hipotermia

16

Page 17: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

3. Mencegah dan

mengatasi

dehidrasi

4. Memperbaiki

gangguan

keseimbangan

elektrolit

5. Mengobati infeksi

6. Memperbaiki zat

gizi mikro Tanpa Fe Dengan Fe

7. Memberikan

makanan untuk

stabilisasi dan

transisi

8. Memberikan

makanan untuk

tumbuh kejar

9. Memberikan

stimulasi untuk

tumbuh kembang

10. Mempersiapkan

untuk tindak

lanjut di rumah

*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala

(1minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit.

Gambar 6. Tatalaksana Gizi Buruk dengan Mineral Mix13

17

Page 18: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Mineral mix merupakan salah satu komponen dalam pembuatan Rehydration Solution

for Malnutrition (ReSoMal) dan Formula WHO (Formula 75 dan 100 ) yang digunakan

dalam tatalaksana anak gizi buruk untuk memenuhi kekurangan zat gizi mikro pada anak gizi

buruk. Sasaran penguna mineral mix adalah anak gizi buruk klinis dan atau antropometri

(BB/TB < -3 SD) dan anak gizi buruk paska perawatan. Tiap kemasan/ sachet mineral mix

mengandung zat aktif KCl, Tripotasium Citrat, Magnesium Clorida, Zn asetat dan Cuprum

sulfat. ReSoMal adalah cairan yang diberikan kepada anak gizi buruk yang menderita diare

dan atau dehidrasi. Mineral mix dalam bentuk sachet sudah tersedia di Kementerian

Kesehatan untuk penanganan gizi buruk sejak tahun 2008. Dari pengalaman praktisi 

kesehatan di lapangan antara lain di RSCM Jakarta, RS. Kariadi Semarang, RS. Wahidin

Sudiro Husodo Makasar didapatkan bahwa penanganan anak gizi buruk dengan

menggunakan mineral mix  peningkatan berat  badan dan perbaikan klinisnya lebih optimal.13

Cara menggunakan mineral mix :

1 sachet serbuk mineral mix (8 gr) dilarutkan dengan air matang 20 ml.

Mineral mix yang sudah dilarutkan akan menghasilkan larutan mineral mix

Larutan mineral mix ini siap ditambahkan sesuai dengan kebutuhan untuk membuat

ReSoMal dan Formula WHO (F-75 dan F-100).

Jangan memberikan larutan mineral mix secara langsung kepada anak gizi buruk

seperti pada penggunaan oralit.

18

Page 19: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Gambar 7. Kebutuhan Larutan Mineral Mix13

Waktu yang dibutuhkan pada fase stabilisasi pada umumnya berlangsung di hari ke 1-

7, fase transisi hari ke 8-14, fase rehabilitasi pada minggu  ke 3-6 dan fase tindak lanjut

minggu ke 7-26. Namun perkiraan waktu tersebut bukanlah keharusan, tetap harus

menyesuaikan dengan kondisi klinis anak. Bila mineral mix tidak tersedia, sebagai alternatif

untuk membuat 1000 ml ReSoMal  atau Formula WHO dapat digunakan KCl sebanyak 2

gram. Dapat juga ditambahkan MgSO4 50% secara intramuskuler 1 x dengan dosis 0,3

ml/kgBB, maksimum 2 ml. 13

Saat ini mineral mix sudah menjadi bagian obat program gizi bersama-sama dengan

Tablet Besi dan kapsul vitamin A, yang pengadaannya melalui Kementerian Kesehatan RI.

Disamping itu, pengadaan mineral mix dapat dilakukan di daerah.13

10 Langkah Utama pada Tatalaksana KEP Berat/Gizi Buruk

1. Mencegah dan Mengatasi Hipoglikemi (Gula Darah < 54 mg/dl)

Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP berat/Gizi

buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah, kesadaran menurun,

keringat dingin, pucat, lemah, dan bisa terjadi kejang. Terapi dengan menggunakan dextrose

19

Page 20: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

10% 50 ml. Bila anak sadar, berikan 1 sendok teh gula ditambah 3,5 sendok makan air dan

berikan tiap 2 jam. Bila anak tidak sadar, gunakan sonde. Evaluasi setiap 30 menit, apabila

masih hipoglikemi ulangi pemberian.14,15

2. Mencegah dan Mengatasi Hipotermia (suhu tubuh < 36 o C)

Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 36o C. Pada keadaan seperti

ini, anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain

dapat mendekap anak didadanya dan ditutupi dengan selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga

agar anak tetap dapat bernapas.

Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan lampu

didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh telalu dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama

masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu tubuh melalui dubur setiap 30 menit

sekali. Jika suhu tubuh sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian

rangkap agar anak tidak jatuh kembali kedalam kondisi hipotermia.14,15,16

3. Mencegah dan Mengatasi Dehidrasi (Kekurangan Cairan)

Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan

dehidrasi adalah terdapat riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan, mata cekung,nadi

lemah, tangan kanan dan kiri teraba dingin, anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup

lama. Tindakan yang dapat dilakukan adalah:

- Jika anak masih menyusu, teruskan pemberian ASI dan berikan setiap 30 menit sekali tanpa

berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan rehidrasi oral dengan memberi minum anak

50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi khusus untuk KEP

disebut ReSoMal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70 – 100 ml/KgBB dalam 2 jam,

atau 5 ml/KgBB tiap 30 menit dalam 2 jam pertama kemudian 5-10 ml/KgBB dalam 4-10

jam berikutnya. Kemudian monitor tanda-tanda vital, diuresis, frekuensi BAB atau muntah.

Evaluasi pemberian cairan jika frekuensi nadi dan nafas meningkat.

- Jika tidak ada ReSoMal, untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat menggunakan oralit

yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum, dapat dilakukan dengan pemberian

cairan secara intravena dengan menggunakan cairan Ringer Laktat/Glukosa 5% dengan

perbandingan 1:1.15,16

20

Page 21: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

4. Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya

kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah dan defisiensi kalium (K)

dan magnesium (Mg). Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema, dan untuk

pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu. Pemberian

elektrolit dapat dilakukan dengan cara :

- Makanan tanpa diberi garam atau rendah garam.

- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2x (dengan menambahkan 1

liter air) ditambah 4 gr KCl dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan, berikan bahan

makanan yang banyak mengandung mineral (Zn, Cuprum, Mangan, Mg, K) dalam bentuk

makanan lunak.Contoh makanan sumber mineral: Sumber zink : daging sapi, hati,

makanan laut, kacang tanah, telur ayam. Sumber cuprum: daging, hati.Sumber mangan:

beras, kacang tanah, kedelai.Sumber magnesium: kacang-kacangan, bayam. Sumber

kalium: jus tomat, pisang, kacang-kacangan, apel, alpukat, bayam, daging tanpa lemak.14

5. Mencegah dan Mengatasi Infeksi

Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda umum yang menunjukkan adanya infeksi seperti

demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/gizi buruk secara rutin

diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :

Tabel 7. Dosis Antibiotik Spektrum Luas

21

Page 22: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Vaksinasi campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9 bulan.

Sebagai catatan, mengingat pasien KEP berat/ gizi buruk pada umumnya juga menderita

infeksi, maka pengobatan dilakukan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih parah.

Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi, segera rujuk ke Rumah Sakit Umum. Diare

biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang dengan sendirinya

pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan metronidazole 7,5 mg/KgBB setiap 8 jam

selama 7 hari, bila diare berlanjut segera rujuk ke rumah sakit.12

6. Pemberian Makanan pada Balita KEP berat/ Gizi buruk

Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, antara lain fase stabilisasi,

fase transisi, dan fase rehabilitasi.

Fase Stabilisasi

Pada fase awal stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali

anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai

segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa, sehingga energi dan protein

cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja. Formula khusus yang dianjurkan seperti

Formula WHO 75/modifikasi/Modisco 1⁄2 dan jadwal pemberian makanan harus disusun

sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai

berikut:14,15

- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa

- Energi: 100 kkal/kg/hari

- Protein: 1-1,5 gr/kgbb/hari

- Cairan: 130 ml/kgbb/hari (jika edema berat: 100 ml/kgbb/hari)

- Bila anak masih mendapatkan ASI teruskan pemberiannya, dianjurkan memberi

Formula WHO 75/pengganti/Modisco 1⁄2 dengan menggunakan cangkir/gelas, bila

anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet.

- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco 1⁄2 atau pengganti dan jadwal

pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak.

Keterangan:

22

Page 23: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

- Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian

formula dapat lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam).

- Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco 1⁄2 dalam

sehari, maka berikan sisa formula tersebut pada pipa nasogastrik (dengan keterampilan

petugas).

- Pada fase ini jangan diberikan makanan lebih dari 100 Kkal/kgbb/hari.

- Pada hari ke-3 sampai hari ke-4 frekuensi pemberian formula diturunkan setiap jam dan

pada hari ke-5 sampai hari ke-7 diturunkan lagi setiap 4 jam.

- Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke-7 (akhir minggu 1)

Pantau dan catat:

- Jumlah yang diberikan dan sisanya

- Banyaknnya muntah

- Frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja

- Berat badan harian

- Selama fase ini, diare secara perlahan-lahan berkurang pada penderita edema, mula-

mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik.

7. Perhatikan Masa Tumbuh Kejar Balita ( Catch-up Growth )

Pada fase ini, meliputi fase transisi dan fase rehabilitasi.12

Fase Transisi (minggu ke-2)

- Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan-lahan untuk

menghindari risiko gagal jantung yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi

makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.

- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0,9-1,0 gr/100 ml) dengan

formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2,9 gr/100 ml) dalam jangka

waktu 48 jam. Modifikasi makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan

kandungan energi dan protein yang sama.

23

Page 24: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap hari, sampai hanya sedikit formula yang

tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200

ml/kgbb/hari).

Pemantauan pada fase transisi

- Frekuensi nafas

- Frekuensi denyut nadi

Bila terjadi peningkatan frekuensi nafas > 5x/menit dan denyut nadi > 25x/menit

dalam pemantauan setiap 4 jam berturut-turut, kurangi volume pemberian formula.

Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti sebelumnya.

- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.

Setelah fase transisi terlampaui, anak diberikan:

- Formula WHO 100/pengganti Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.

- Energi: 150-220 Kkal/kgbb/hari.

- Protein 4-6 gr/kgbb/hari.

- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan pemberian ASI, ditambah dengan makanan

formula, karena energi dan protein ASI tidak akan cukup untuk tumbuh kejar.

- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga.

Pemantauan Fase Rehabilitasi

Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :

- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.

- Setiap minggu, kenaikan berat badan dihitung.

- Baik bila kenaikan BB ≥ 50 gr/kgbb/minggu.

- Kurang bila kenaikan BB < 50 gr/kgbb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.

Tabel 8. Tahapan Pemberian Diet

24

Page 25: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

8. Lakukan Penaggulangan Kekurangan Zat Gizi Mikro

Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mnegalami kekurangan vitamin dan mineral.

Walaupun anemia biasa terjadi, namun jangan tergesa-gesa dalam memberikan preparat besi

(Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu

ke-2). Pemberian Fe pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.12,14

Berikan setiap hari:

- Tambahkan multivitamin lain.

- Bila berat badan mulai naik, berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau sirup

besi dengan dosis sebagai berikut :

Tabel 9. Dosis Pemberian Tablet Fe Folat dan Sirup Besi

25

Page 26: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Bila anak diduga menderita cacingan, berikan Pirantel Pamoat dengan dosis tunggal sebagai

berikut :

Tabel 10. Pemberian Pirantel Pamoat

Anak juga dapat menderita defisiensi vitamin A. Gejalanya dapat berupa konjungtiva atau

kornea yang kering, bercak Bitot, ulkus kornea dan keratomalasia.

Gambar 7. Bercak Bitot pada mata

Oleh karena itu, untuk pencegahan dapat diberikan vitamin A dengan dosis sebagai berikut :

Tabel 11. Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis :

Dosis tambahan disesuaikan dengan buku pedoman pemberian kapsul Vitamin A.

9. Berikan Stimulasi Sensorik dan Dukungan Emosional

26

Page 27: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenannya

diberikan kasih sayang, ciptakan lingkungan yang menyenangkan, lakukan terapi bermain

terstruktur selama 15 – 30 menit/hari, rencanakan aktivitas fisik segera setelah sembuh,

tingkatkan ketelibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain, dll).12

10. Persiapan untuk Tindak Lanjut di Rumah

Bila berat anak sudah berada di garis warna kuning, anak dapat dirawat di rumah dan

dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan desa. Pola makan yang baik dan

stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian

makanan, dan aktivitas bermain.14.16

Komplikasi

Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan penyakit

penyerta yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus tidak segera

dilakukan. Beberapa keadaan tersebut ialah:

1. Perkembangan Mental

Menurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada masa dini

perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat

terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak normal. Jika

KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis protein akan

menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal namun dengan ukuran yang lebih

kecil. Dari hasil penelitian Karyadi (1975) terhadap 90 anak yang pernah menderita

KEP bahwa terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut, defisit tersebut meningkat

pada penderita KEP lebih dini. Didapatkan juga hasil pemeriksaan EEG yang

abnormal mencapai 30 persen pada pemeriksaan setelah 5 tahun lalu meningkat

hinggal 65 persen pada pemeriksaan ulang 5 tahun setelahnya.8

2. Noma

Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut yang

bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat

karena adanya penurunan daya tahan tubuh. Penyakit ini mempunyai bau yang khas

dan tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi menimbulkan

bekas luka yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya hidung atau tidak dapat

menutupnya mata karena proses fibrosis.8

27

Page 28: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Gambar 8. Noma

3. Xeroftalmia

Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe

marasmus-kwashiorkor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum sangat rendah

sehingga menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu setiap anak dengan malnutrisi

sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral maupun oral, ditambah dengan

diet yang cukup mengandung vitamin A.8

4. Kematian

Kematian merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada umumnya penderita

KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru, radang paru lain,

disentri, dan sebagainya. Tidak jarang pula ditemukan tanda-tanda penyakit gizi

lainnya. Maka dapat dimengerti mengapa angka mortalitas pada KEP berat tinggi.

Daya tahan tubuh pada penderita KEP berat akan semakin menurun jika disertai

dengan infeksi, sehingga perjalanan penyakit infeksi juga akan semakin berat.8

Diagnosis Banding

1. Oedem Anasarka

- Pada sindroma nefrotik dan gagal jantung kanan, terdapat oedema anasarka yaitu

udema di seluruh bagian tubuh. Pada awalnya oedem hanya ada pada kelopak mata,

namun pada siang hari setelah beraktivitas oedem tersebut akan turun ke pretibial.

Pada fase lanjut, akan tampak oedem seluruh tubuh dengan bagian bahu yang besar.

Pada pemberian diuretik oedem tersebut akan berangsur-angsur menghilang.17

- Pada kwarshiorkor, terdapat pula oedema anasarka, namun oedem ini tidak akan

berpindah pada perubahan posisi. Selain itu, bahu anak yang menderita kwarshiorkor

28

Page 29: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

akan tampak sangat kecil. Pada pemberian diuretik tidak berpengaruh.16,17

2. Crazy Pavement Dermatosis

- Pada pellagra merupakan penyakit akibat defisiensi niacin yang merupakan akibat

kurangnya niacin (vitamin B3) atau triptofan di dalam diet. Hal ini mengakibatkan

adanya kelaian kulit berwarna merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi

cokelat kehitaman dan terkelupas. Kelainan ini terjadi pada kulit yang terkena sinar

matahari secara langsung.17

- Pada kwarshiorkor, terdapat pula kelainan kulit berwarna merah muda meluas dan

berubah menjadi cokelat kehitaman. Namun kelainan ini terjadi pada lipatan- lipatan

kulit.

Prognosis

Malnutrisi yang berat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering

disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi

atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai

dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila

penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang

irreversibel dari set-sel tubuh akibat gizi buruk/KEP berat.16,17

29

Page 30: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

BAB III

RANGKUMAN DAN SARAN

Rangkuman

Kurang Energi-Protein (KEP) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan

patologi yang diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau defisiensi energi saja atau

defisiensi protein dan energi baik secara kualitatif atau kuantitatif yang biasanya sebagai

akibat atau berhubungan dengan proses infeksi. Pada KEP terdapat faktor pendukung

penyebab terjadinya penyakit tersebut antara lain, faktor diet, faktor sosial, kepadatan

penduduk, infeksi dan kemiskinan. Dalam penatalaksanaannya harus ketat dan

berkesinambungan. Tatalaksana yang digunakan adalah dengan menggunakan 10 Langkah

Tatalaksana KEP berat. Pada anak yang gizi buruk, mudah terserang penyakit infeksi seperti

diare, cacingan, dan TB paru.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Winick dan Rosso mengatakan pada masa dini

perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat terdapatnya otak

dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak normal. Jika KEP terjadi setelah

masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah

sel yang normal namun dengan ukuran yang lebih kecil. Penelitian lain oleh Karyadi juga

mengatakan terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut, defisit tersebut meningkat pada

penderita KEP lebih dini. Prognosis KEP berat tergantung dari cepat atau tidaknya seorang

anak yang menderita KEP diobati, karena semakin lama anak tidak diobati maka

prognosisnya makin buruk.

Saran

Penderita gizi buruk biasanya berada di daerah pedesaan, meskipun mempunyai lahan

yang luas untuk bercocok tanam atau beternak namun hasil tersebut lebih diutamakan untuk

dijual terutama hasil panen yang baik, sehingga orang-orang desa tersebut hanya memakan

makanan dari hasil kebun namun yang berkualitas sangat buruk atau hampir busuk. Oleh

karena itu, sebaiknya disarankan kepada orang desa tersebut untuk mengambil sebagian hasil

panen atau ternak yang terbaik untuk dikonsumsi sendiri. Selain itu, pemerintah desa juga

sebaiknya turut membantu pendistribusian bahan makanan pendamping seperti minyak,

garam dan sebagainya, agar makanan yang dikonsumsi tersebut dapat terserap dengan baik.

30

Page 31: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

Di daerah perkotaan juga tidak luput dari kejadian gizi buruk. Hal ini mungkin

dikarenakan malasnya penduduk kota untuk mengolah makanan secara sehat dan lebih

memilih makanan cepat saji. Oleh karena itu, masyarakat kota terutama yang memiliki

kegiatan dalam bidang kesehatan sebaiknya mendirikan pos pemulihan gizi. Dimana pada pos

tersebut ibu-ibu didaerah yang terlibat diajarkan untuk membuat makan yang sehat dan padat

gizi yang dapat diperoleh dengan mudah di lingkungan sekitar.

Pemerintah menggalakan kembali program Keluarga Berencana melalui puskesmas-

puskesmas maupun pusat kseshatan lain yang tersebar di kota maupun di daerah tertinggal

untuk menekan tingkat pertumbuhan penduduk sehingga dengan rendahnya pertumbuhan

penduduk maka akan meningkatkan tingkat kesejahteraan individu dan keluarga teruama

anak-anak, sehingga kasus gizi buruk pada anak-anak dapat ditekan serendah mungkin.

31

Page 32: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

DAFTAR PUSTAKA

1. Sururi M. Penanggulangan Gizi Buruk. 2006. Available at:

http://www.dinkespurworejo.go.id. Accessed March 23, 2006.

2. Müller O, Krawinkel M. Malnutrition and Health in Developing Countries. CMAJ •

AUG. 2, 2005;173(3)279. CMA Media Inc. or its licensors.

3. Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.Anak dengan Gizi Baik Menjadi Aset

dan Investasi Bangsa di Masa Depan[Internet].2011[cited 2011 Desember 14].

Available from: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1346-anak-

dengan-gizi-baik-menjadi-aset-dan-investasi-bangsa-di-masa-depan.html.

4. Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa

Tengah[Internet].2010[cited 2011 Desember 14]. Available from:

http://www.docstoc.c om/docs/66364904/Laporan-Akhir-EKPD-2010-Provinsi-Jawa-

Tengah-oleh-Universitas-Diponegoro.

5. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenton BF. Nutritional Requirements in

Nelson Textbook of Pediatrics. 17th Edition. United States of America. 2004. Page :

153-190.

6. World Health Organization. Protein-Energy Malnutrition. Mother and Child Nutrition

in the Tropics and Subtropics. Management of the child with a serious infection or

severe malnutrition. Geneva, 2000. Page : 239-252.

7. Program Perbaikan Gizi Makro. Available at: http://www.dinkes.go.id. Accessed

2006.

8. Pudjiadi S. Penyakit KEP (kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada

Anak. 4th Ed. Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia. Jakarta. 2005 : 95-137.

9. 1 dari 8 penduduk dunia mengalami gizi buruk. Available at:

http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/01/1-dari-8-penduduk-dunia-mengalami-

gizi-buruk. Accessed June 22nd, 2015.

10. World Health Organization. Chapter 7: Severe malnutrition. Management Of The

Child With A Serious Infection Or Severe Malnutrition. Guidelines for care at the

first-referral level in developing countries. Geneva, 2000. Page : 80-91.

11. Ashworth A. Nutrition, Food Security, and Helath in Nelson Textbook of Pediatrics.

20th Edition. United States of America. Page : 292-306.

32

Page 33: REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

12. Direktorat Bina Gizi. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. 6th Ed. 2011. Page : 1-31.

13. Mineral Mix Solusi Alternatif ? Kementrian Kesehatan RI.[cited July 21th 2010].

Available at : http://gizi.depkes.go.id/mineral-mix-solusi-alternatif .

14. Israr YA, Putra CA, Julianti R, Tambunan R, Hasriani A. Gizi Buruk (severe

malnutrition) [FK UNRI website]. 2009 (cited 2016, Januari 10). Available at:

http://www.Files-of-DrsMed.tk

15. Pedoman Gizi. [cited at 2016, Januari 10]. Available at:

http://gizi.depkes.go.id/pedoman- gizi/download/ped-tata-kurang-protein-pkm-rt.doc

16. Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Gizi Buruk di PNPM [PNPM website]. April 2,

2010 [cited 2016, Januari 10]. Available at: http://www.pnpm-

perdesaan.or.id/admin/uploads/files/Juknis%20-%20Gizi%20Buruk%20-%20draft

%20finish.pdf

17. Krisnansari D. Nutrisi dan Gizi Buruk (Mandala of Health website). Januari , 2010

(cited 2016, Januari 10). Available at:

http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/Jurnal/mandala%20jan%202010%20pdf/

NUTRISI% 20DAN%20GIZI%20BURUK.pdf

33