REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR
-
Upload
devina-apriyanti-natasya -
Category
Documents
-
view
276 -
download
15
description
Transcript of REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya
manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak
pembuahan sampai menjadi dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini pemenuhan
kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penih
kasih sayang dapat membentuk sumber daya yang sehat, cerdas dan produktif.1
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak
dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi
disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan
pangan di tingkat rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang
kurang mendukung pola hidup sehat.1
Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi
mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-
negara berkembang, yang merupakan faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian
pada ibu hamil dan balita.2 Secara umum di Indonesia terdapat 2 masalah gizi utama yaitu
kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan
gangguan kesehatan yang disebabkan kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi
mikro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan asupan energi protein. Kurang gizi menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan fisik maupun mental, mengurangi tingkat kecerdasan, kreatifitas dan
produktifitas penduduk.1
Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan prevalensigizi
buruk di Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005 menjadi 4,9% di tahun 2010.3
Namun prevalensi gizi buruk di Jawa Tengah dari tahun 2007-2009 mengalami kestabilan
yaitu 4%.4
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan berkurangnya pemanfaatan sumber daya
masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung. Faktor
langsung seperti makanan dan penyakit yang dapat secara langsung menyebabkan gizi
kurang. Timbulnya kurang gizi tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang berkurang,
tetapi juga penyakit. Anak yang mendapatkan makanan yang cukup tetapi sering menderita
1
sakit pada akhirnya menderita gizi kurang.1 Demikian anak yang tidak memperoleh cukup
makan daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit. Faktor tidak langsung
antara lain ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan anak kurang
memadai dan pelayanan kesehatan dan lingkungan yang kurang memadai.3
2
BAB II
MARASMUS KWASHIORKOR
DefinisiMarasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat yang gejala
klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan energi dan kwashiokor, yaitu kondisi yang disebabkan oleh kurangnya
asupan protein sehingga gejalanya disertai edema.5
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kekurangan gizi sebagai
“ketidakseimbangan seluler antara asupan nutrisi, energi dan kebutuhan tubuh untuk
menjamin pertumbuhan, pemeliharaan dan fungsi-fungsi khusus.” Malnutrisi protein-energi
(KEP) berlaku untuk gangguan yang berhubungan dengan marasmus, kwashiokor, dan
marasmus-kwashiokor. Istilah marasmus berasal dari kata Yunani “marasmos”, yang berarti
layu atau kurang tenaga. Marasmus berhubungan dengan asupan yang tidak memadai dari
kalori dan ditandai dengan suatu kekurusan. Istilah kwashiorkor diambil dari bahasa Ga dari
Ghana dan berarti “penyakit dari penyapihan”.6 Williams pertama kali menggunakan istilah
pada tahun 1933 dan mengacu pada asupan protein yang tidak memadai dengan asupan
energi yang wajar. Edema adalah karakteristik dari kwashiorkor namun tidak ada dalam
marasmus. Disebut penyakit penyapihan oleh karena anak yang disapih mendapat kurang
perhatian ketika mendapat adik lagi.7
Studi menunjukkan bahwa marasmus merupakan respon adaptif/ penyesuaian
terhadap kelaparan, sedangkan kwashiokor merupakan respon maladaptive terhadap
kelaparan. Anak-anak mungkin datang dengan gambaran beragam antara marasmus dan
kwashiokor. Ada juga yang dapat datang dalam bentuk yang lebih ringan dari malnutrisi.
Untuk alasan ini Jelliffe menyarankan istilah malnutrisi protein-kalori (energi) untuk
menyatukan istilah dari keduanya.7
Etiologi
Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa faktor
yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain faktor diet,
faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan dan lain-lain.8
3
1. Peranan Diet
Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein
akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi
walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi
penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh Gopalan dan
Narasnya (1971) terlihat bahwa dengan diet yang kurang lebih sama, pada beberapa
anak timbul gejala-gejala kwashiokor, sedangkan pada beberapa anak yang lain
timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat kesimpulan bahwa diet bukan
merupakan faktor yang terpenting, tetapi ada faktor lain yang masih harus dicari
untuk dapat menjelaskan timbulnya gejala tersebut.8
2. Peranan Faktor Sosial
Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-temurun
dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP. Adakalanya pantangan tersebut
didasarkan pada keagamaan, tetapi ada pula yang merupakan tradisi yang turun-
temurun. Jika pantangan ini didasarkan pada keagamaan, maka akan sulit diubah.
Tetapi jika pantangan tersebut berlangsung karena kebiasaan, maka dengan
pendidikan gizi yang baik dan dilakukan terus-menerus hal tersebut masih dapat
diatasi. Faktor-faktor sosial lain yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP
adalah : 8
a) Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai banyak
anak dengan suaminya yang merupakan pencari nafkah tunggal.
b) Pada pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak sehingga
dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat memberi cukup makan pada
anggota keluarganya yang besar tersebut.
c) Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu, sehingga anak-
anak terpaksa ditinggalkan di rumah sehingga jatuh sakit dan mereka tidak
mendapat perhatian dan pengobatan semestinya.
d) Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap sehingga harus
meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan demikian, bayi tersebut
4
tidak mendapat ASI. Sedangkan pemberian pengganti ASI maupun makanan
tambahan tidak dilakukan dengan semestinya.
3. Peranan Kepadatan Penduduk
Dalam World Food Conference di Roma (1974) telah dikemukakan bahwa
meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya
persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis
pangan. Sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan
pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik, di samping kuantitasnya.8
McLaren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang
banyak, jika di suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan keadaan hygiene yang
buruk, misalnya di kota-kota dengan kemungkinan pertambahan penduduk yang
sangat cepat, sedangkan kwashiokor akan terdapat dalam jumlah yang banyak di desa-
desa dengan penduduk yang mempunyai kebiasaan untuk memberi makanan
tambahan berupa tepung, terutama pada anak-anak yang tidak atau tidak cukup
mendapat ASI.6
4. Peranan Infeksi
Ada interaksi antara malnutrisi dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat
memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi ringan sekalipun mempunyai pengaruh negatif
pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hubungan ini sinergis, sebab malnutrisi
disertai infeksi pada umumnya mempunyai konsekuensi yang lebih besar.8
5. Peranan Kemiskinan
Penyakit KEP merupakan masalah negara-negara miskin. Pentingnya kemiskinan
ditekankan dalam laporan Oda Advisory Committee on Protein pada tahun 1974.
Dianggap bahwa kemiskinan merupakan dasar penyakit KEP.8
Epidemiologi
Pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, Food and Agriculture Organization
(FAO) memperkirakan sekitar 870 juta orang dari 7,1 miliar penduduk dunia atau 1 dari
delapan orang penduduk dunia menderita gizi buruk. Sebagian besar (sebanyak 852 juta)
diantaranya tinggal di negara-negara berkembang.9
5
Anak-anak merupakan penderita gizi buruk terbesar di seluruh dunia. Dilihat dari segi
wilayah, lebih dari 70 persen kasus gizi buruk pada anak didominasi Asia, sedangkan 26
persen di Amerika Latian serta Karibia.9
Di Indonesia, perkembangan gizi buruk menurut Riskesdas pada 2013, terdapat 19,6
persen kasus balita kekurangan gizi dan jumlah tersebut terdiri dari 5,7 persen balita dengan
gizi buruk.9
Patofisiologi
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor
ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : host (tubuh sendiri), agent (kuman
penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan
penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Marasmus adalah compensated malnutrition atau
sebuah mekanisme adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha mempertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya
katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang
segera diubah menjadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama kurangnya intake makanan,
jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak tidak
dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton
bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak
dapat memenuhi kebutuhan akan energi lain, protein akan dipecah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan merupakan respon
adaptasi terhadap ketidakcukupan asupan energi dan protein.5
Gejala Klinis
Pada marasmus, penderita tampak sangat kurus, wajah seperti orangtua, cengeng,
rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada, perut cekung,
iga gambang dan sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) serta diare
kronik atau konstipasi.5,8
6
Gambar 1. Manifestasi klinis marasmus
Gambar 2. Marasmus
Pada kwashiorkor lebih banyak terdapat pada usia 2 hingga 3 tahun yang sering terjadi pada anak yang terlambat disapih sehingga komposisi gizi makanan tidak seimbang terutama dalam hal protein. Biasanya tampak edema umumnya di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) yang jika ditekan melekuk, tidak sakit dan lunak, wajah yang membulat dan sembab (sugar baby), pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok, perubahan status mental, apatis dan rewel, pembesaran hati, otot mengecil (hipertrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement
7
dermatosis) dan signé de bandera (flag sign) yaitu perubahan warna terang dan gelap pada rambut dan sering disertai penyakit infeksi akut serta anemia dan diare.5,8
Gambar 3. Manifestasi klinis kwashiorkor
Gambar 4. Kwashiorkor
8
Gambar 5. Manifestasi klinis Marasmus-Kwashiorkor
Pada marasmus-kwashiokor, gejala klinisnya merupakan gabungan antara marasmus
dan kwashiokor yang disertai oleh edema, dengan BB/U <60% baku Median WHO NCHS.
Gambaran yang utama ialah kwashiokor edema dengan atau tanpa lesi kulit, pengecilan otot,
dan pengurangan lemak bawah kulit seperti pada marasmus. Jika edema dapat hilang pada
awal pengobatan, penampakan penderita akan menyerupai marasmus. Gambaran marasmus
dan kwashiokor muncul secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang
parah.5,8
Manifestasi Klinis
Marasmus Kwashiorkor Obesitas
Pertumbuhan berkurang
atau berhenti
Terlihat sangat kurus
Penampilan wajah seperti
orangtua
Perubahan mental
Cengeng
Kulit kering, dingin,
mengendor, keriput
Lemak subkutan
menghilang hingga turgor
kulit berkurang
Otot atrofi sehingga
Perubahan mental sampai
apatis
Anemia
Perubahan warna dan
tekstur rambut, mudah
dicabut/rontok
Gangguan sistem
gastrointestinal
Pembesaran hati
Perubahan kulit
Atrofi otot
Edema simetris pada
kedua punggung kaki,
Wajah bulat dengan pipi
tembem dan dagu
rangkap
Leher relatif pendek
Dada membusung dengan
payudara membesar
Perut membuncit dan
striae abdomen
Pada anak laki-laki :
burried penis,
gynecomastia
Pubertas dini
Genu valgum (tungkai
9
kontur tulang terlihat jelas
Vena superfisialis tampak
jelas
Ubun-ubun besar cekung
Tulang pipi dan dagu
kelihatan menonjol
Mata tampak besar dan
dalam
Kadang terdapat
bradikardi
Tekanan darah lebih
rendah dibandingkan anak
sebaya
dapat sampai seluruh
tubuh
berbentuk x)
*Manifestasi klinis dari marasmus-kwashiorkor merupakan campuran gejala marasmus dan
kwashiorkor
Klasifikasi
Tujuannya adalah untuk menentukan prevalensi KEP di suatu daerah, sehingga dapat
menentukan presentasi gizi-kurang dan berat di daerah tersebut.
Klasifikasi menurut derajat beratnya KEP
a. Klasifikasi menurut Gomez
Klasifikasi tersebut berdasarkan atas berat badan individu dibandingkan dengan berat
badan yang diharapakan pada anak sehat yang seumur. Sebagai baku patokan dipakai
persentil 50 baku Harvard (Stuart dan Stevenson, 1945). Gomez mengelompokkan KEP
dalam KEP ringan, sedang, dan berat.
Tabel 1. Klasifikasi KEP menurut Gomez
10
b. Modifikasi Bengoa atas Klasifikasi Gomez
Bengoa pada tahun 1970 mengadakan modifikasi pada klasifikasi Gomez, yang hanya
didasarkan pada defisit berat badan saja. Penderita KEP dengan edema, tanpa melihat
defisit berat badannya digolongkan oleh Bengoa dalam derajat 3. Penderita kwarsiorkor
berat badannya jarang menurun hingga kurang dari 60% disebabkan oleh adanya edema,
sedangkan lemak tubuh dan otot-ototnya tidak mengurang sebanyak seperti pada keadaan
marasmus. Padahal kwarshiorkor merupakan penyakit yang serius dengan angka
kematian tinggi.
c. Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan R.I.
Demi keseragaman dalam membuat rencana dan mengevaluasi program-program
pangan dan gizi serta kesehatan masyarakat, maka Lokakarya Antropometri Gizi
Departemen Kesehatan R.I yang diadakan pada tahun 1975 membuat keputusan yang
merupakan modifikasi klasifikasi Gomez. Berbeda dengan penggolongan yang ditetapkan
Gomez, lokakarya mengklasifikasikan status gizi dalam gizi lebih, gizi kurang, dan gizi
buruk.
Tabel 2. Klasifikasi KEP menurut DepKes (1975)
Klasifikasi Menurut Tipe (Klasifikasi Kualitatif)
Klasifikasi ini menggolongkan KEP menurut tipenya, yaitu gizi kurang, marasmus,
11
kwarshiorkor dan marasmus-kwarshiorkor.
a. Klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust
Cara Wellcome Trust dapat dipraktekan dengan mudah, tidak ditemukan penentuan
gejala klinis maupun laboratorium dan dapat dilakukan oleh para tenaga medis setelah diberi
latihan seperlunya. Cara ini dapat digunakan untuk survei lapangan, namun apabila dilakukan
pada penderita yang sudah mengalami perawatan dan pengobatan selama beberapa hari dapat
membuat diagnosa menjadi salah. Misalnya pada penderita kwarshiorkor dengan berat badan
> 60%, jika dirawat selama 1 minggu maka edema akan hilang dan berat badan menjadi <
60% walaupun gejala lainnya masih ada. Dengan berat badan < 60% dan tidak ada edema,
maka penderita tersebut dapat didiagnosa sebagai marasmus dengan menggunakan metode
Wellcome Trust.
Tabel 3. Klasifikasi Kualitatif KEP menurut Wellcome Trust
b. Klasifikasi Kualitatif menurut McLaren (1967)
McLaren mengklasifikasikan golongan KEP berat dalam 3 kelompok menurut tipenya. Gejala klinis edema, dermatosis, edema disertai dermatosis, perubahan pada rambut, dan pembesaran hati diberi angka bersama-sama dengan menurunnya kadar albumin atau total protein serum. Cara seperti ini dikenal sebagai scoring system McLaren.
Tabel 4. Cara Pemberian Angka Menurut McLaren
12
Penentuan tipe didasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan dari tiap penderita :
0 – 3 angka = marasmus
4 – 8 angka = marasmic-kwarshiorkor
9 – 15 angka = kwarshirkor
Cara demikian dapat mengurangi kesalahan jika dibandingkan dengan cara Wellcome Trust,
akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter dengan bantuan laboratorium.
c. Klasifikasi KEP menurut Waterlow
Waterlow (1973) membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan menahun.
Beliau berpendapat, bahwa defisit berat badan terhadap tinggi badan mencerminkan
gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus- kering), sedangkan
defisit tinggi badan menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung
sangat lama. Akibat tersebut dapat mengganggu laju pertumbuhan tinggi badan, sehingga
anak menjadi pendek (stunting) untuk umurnya. Waterlow membagi keadaan wasting dan
stunting dalam 3 kategori.
Tabel 5. Klasifikasi KEP menurut Waterlow
13
Lokakarya Antropometri Dep.Kes. R.I pada tahun 1975 memutuskan untuk
mengambil baku Harvard persentil 50 sebagai patokan dan menggolongkannya sebagai
berikut :
Bagi tinggi menurut umur
Tinggi normal : diatas 85% Harvard persentil 50
Tinggi kurang : 70 – 84 % Harvard persentil 50
Tinggi sangat kurang : < 70% Harvard persentil 50
Bagi berat terhadap tinggi
Gizi baik : ≥ 90% Harvard persentil 50
Gizi kurang dan buruk : < 90% Harvard persentil 50
Beberapa cara membuat klasifikasi direncanakan sedemikian, sehingga hanya
memerlukan alat-alat yang sederhana, tidak diperlukan untuk menkalkulir hasilnya, tidak
perlu mengetahui umur yang akan diperiksa, sehingga dapat dilakukan oleh tenaga paramedik
atau sukarelawan setelah mendapat petunjuk seperlunya.
Pemeriksaan Penunjang
WHO merekomendasikan pemeriksaan seperti : gula darah, hemoglobin, pemeriksaan
urin dan kultur urin, serum albumin, HIV tes dan elektrolit.6
Pemeriksaan hemoglobin diperlukan untuk menentukan adanya anemia karena
penderita Kwashiokor sering disertai anemia yang disebabkan berkurangnya jumlah
eritropoetin dalam sumsung tulang akibat defisit protein, besi, defisiensi aktor hati, kerusakan
hati, defisiensi vitamin b kompleks.6
Perlunya pemeriksaan albumin serum dikarenakan pada Kwashiokor ditemukan kadar
albumin serum yang rendah disamping kadar globulin yang normal atau sedikit meninggi.6
14
Diagnosis
Yang dimaksud dengan gizi buruk adalah terdapatnya edema pada kedua kaki atau
adanya severe wasing (BB/TB < 70% atau <-3SD), atau ada gejala klinis gizi buruk
(kwahiokor, marasmus, dan marasmus-kwashiokor). Walaupun kondisi klinis pada
kwashiokor, marasmus, dan marasmus kwashiokor berbeda tetapi tatalaksananya sama.10,11
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:
1) BB/TB <-3SD atau <70% dari median (marasmus)
2) Edema pada kedua punggung kaku sampai seluruh tubuh (kwashiokor : BB/TB > -
3SD atau marasmus-kwashiokor : BB/TB <-3SD)
Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak
sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak di bawah kulit
terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan paha, tulang iga terlihat jelas, dengan atau
tanpa adanya edema.11,12
Anak-anak dengan BB/U <60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak
tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak membutuhkan
perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain yang berat.11
Pada setiap anak dengan gizi buruk perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis terdiri dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan. 8,11
1) Anamnesis awal (untuk kedaruratan)
Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare
(encer/darah/lendir)
Kapan terakhir berkemih
Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin
Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi
dan/atau syok, serta harus diatasi segera. 9
2) Anamnesis lanjutan
Dilakukan untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya (dilakukan
setelah kedaruratan ditangani), yaitu:
Diet (pola makan)/ kebiasaan makan sebelum sakit
Riwayat pemberian ASI
Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir
15
Hilangnya nafsu makan
Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru
Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
Batuk kronik
Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
Berat badan lahir
Riwayat tumbuh kembang : duduk, berdiri, bicara, dan lain-lain
Riwayat imunisasi
Apakah ditimbang setiap bulan
Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)
Diketahui atau tersangka infeksi HIV
Penatalaksanaan
Tatalaksana umum malnutrisi energi protein:12
Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anak dengan
gizi buruk.
Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata
kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah dibasahi
dengan larutan NaCl 0,9% dan balutlah. Jangan beri obat mata yang mengandung
steroid.
Jika terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera.
Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase yaitu: fase
stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut.
Tabel 6. Tatalaksana Gizi Buruk
No Tindakan
Pelayanan
Fase Stabilisasi Fase Rehabilitasi Fase Tindak Lanjut
H1-H7 Minggu ke 3-6 Minggu ke 7-26
1. Mencegah dan
mengatasi
hipoglikemia
2. Mencegah dan
mengatasi
hipotermia
16
3. Mencegah dan
mengatasi
dehidrasi
4. Memperbaiki
gangguan
keseimbangan
elektrolit
5. Mengobati infeksi
6. Memperbaiki zat
gizi mikro Tanpa Fe Dengan Fe
7. Memberikan
makanan untuk
stabilisasi dan
transisi
8. Memberikan
makanan untuk
tumbuh kejar
9. Memberikan
stimulasi untuk
tumbuh kembang
10. Mempersiapkan
untuk tindak
lanjut di rumah
*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala
(1minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit.
Gambar 6. Tatalaksana Gizi Buruk dengan Mineral Mix13
17
Mineral mix merupakan salah satu komponen dalam pembuatan Rehydration Solution
for Malnutrition (ReSoMal) dan Formula WHO (Formula 75 dan 100 ) yang digunakan
dalam tatalaksana anak gizi buruk untuk memenuhi kekurangan zat gizi mikro pada anak gizi
buruk. Sasaran penguna mineral mix adalah anak gizi buruk klinis dan atau antropometri
(BB/TB < -3 SD) dan anak gizi buruk paska perawatan. Tiap kemasan/ sachet mineral mix
mengandung zat aktif KCl, Tripotasium Citrat, Magnesium Clorida, Zn asetat dan Cuprum
sulfat. ReSoMal adalah cairan yang diberikan kepada anak gizi buruk yang menderita diare
dan atau dehidrasi. Mineral mix dalam bentuk sachet sudah tersedia di Kementerian
Kesehatan untuk penanganan gizi buruk sejak tahun 2008. Dari pengalaman praktisi
kesehatan di lapangan antara lain di RSCM Jakarta, RS. Kariadi Semarang, RS. Wahidin
Sudiro Husodo Makasar didapatkan bahwa penanganan anak gizi buruk dengan
menggunakan mineral mix peningkatan berat badan dan perbaikan klinisnya lebih optimal.13
Cara menggunakan mineral mix :
1 sachet serbuk mineral mix (8 gr) dilarutkan dengan air matang 20 ml.
Mineral mix yang sudah dilarutkan akan menghasilkan larutan mineral mix
Larutan mineral mix ini siap ditambahkan sesuai dengan kebutuhan untuk membuat
ReSoMal dan Formula WHO (F-75 dan F-100).
Jangan memberikan larutan mineral mix secara langsung kepada anak gizi buruk
seperti pada penggunaan oralit.
18
Gambar 7. Kebutuhan Larutan Mineral Mix13
Waktu yang dibutuhkan pada fase stabilisasi pada umumnya berlangsung di hari ke 1-
7, fase transisi hari ke 8-14, fase rehabilitasi pada minggu ke 3-6 dan fase tindak lanjut
minggu ke 7-26. Namun perkiraan waktu tersebut bukanlah keharusan, tetap harus
menyesuaikan dengan kondisi klinis anak. Bila mineral mix tidak tersedia, sebagai alternatif
untuk membuat 1000 ml ReSoMal atau Formula WHO dapat digunakan KCl sebanyak 2
gram. Dapat juga ditambahkan MgSO4 50% secara intramuskuler 1 x dengan dosis 0,3
ml/kgBB, maksimum 2 ml. 13
Saat ini mineral mix sudah menjadi bagian obat program gizi bersama-sama dengan
Tablet Besi dan kapsul vitamin A, yang pengadaannya melalui Kementerian Kesehatan RI.
Disamping itu, pengadaan mineral mix dapat dilakukan di daerah.13
10 Langkah Utama pada Tatalaksana KEP Berat/Gizi Buruk
1. Mencegah dan Mengatasi Hipoglikemi (Gula Darah < 54 mg/dl)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP berat/Gizi
buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah, kesadaran menurun,
keringat dingin, pucat, lemah, dan bisa terjadi kejang. Terapi dengan menggunakan dextrose
19
10% 50 ml. Bila anak sadar, berikan 1 sendok teh gula ditambah 3,5 sendok makan air dan
berikan tiap 2 jam. Bila anak tidak sadar, gunakan sonde. Evaluasi setiap 30 menit, apabila
masih hipoglikemi ulangi pemberian.14,15
2. Mencegah dan Mengatasi Hipotermia (suhu tubuh < 36 o C)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 36o C. Pada keadaan seperti
ini, anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain
dapat mendekap anak didadanya dan ditutupi dengan selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga
agar anak tetap dapat bernapas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan lampu
didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh telalu dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama
masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu tubuh melalui dubur setiap 30 menit
sekali. Jika suhu tubuh sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian
rangkap agar anak tidak jatuh kembali kedalam kondisi hipotermia.14,15,16
3. Mencegah dan Mengatasi Dehidrasi (Kekurangan Cairan)
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan
dehidrasi adalah terdapat riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan, mata cekung,nadi
lemah, tangan kanan dan kiri teraba dingin, anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup
lama. Tindakan yang dapat dilakukan adalah:
- Jika anak masih menyusu, teruskan pemberian ASI dan berikan setiap 30 menit sekali tanpa
berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan rehidrasi oral dengan memberi minum anak
50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi khusus untuk KEP
disebut ReSoMal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70 – 100 ml/KgBB dalam 2 jam,
atau 5 ml/KgBB tiap 30 menit dalam 2 jam pertama kemudian 5-10 ml/KgBB dalam 4-10
jam berikutnya. Kemudian monitor tanda-tanda vital, diuresis, frekuensi BAB atau muntah.
Evaluasi pemberian cairan jika frekuensi nadi dan nafas meningkat.
- Jika tidak ada ReSoMal, untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat menggunakan oralit
yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum, dapat dilakukan dengan pemberian
cairan secara intravena dengan menggunakan cairan Ringer Laktat/Glukosa 5% dengan
perbandingan 1:1.15,16
20
4. Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya
kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah dan defisiensi kalium (K)
dan magnesium (Mg). Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema, dan untuk
pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu. Pemberian
elektrolit dapat dilakukan dengan cara :
- Makanan tanpa diberi garam atau rendah garam.
- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2x (dengan menambahkan 1
liter air) ditambah 4 gr KCl dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan, berikan bahan
makanan yang banyak mengandung mineral (Zn, Cuprum, Mangan, Mg, K) dalam bentuk
makanan lunak.Contoh makanan sumber mineral: Sumber zink : daging sapi, hati,
makanan laut, kacang tanah, telur ayam. Sumber cuprum: daging, hati.Sumber mangan:
beras, kacang tanah, kedelai.Sumber magnesium: kacang-kacangan, bayam. Sumber
kalium: jus tomat, pisang, kacang-kacangan, apel, alpukat, bayam, daging tanpa lemak.14
5. Mencegah dan Mengatasi Infeksi
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda umum yang menunjukkan adanya infeksi seperti
demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/gizi buruk secara rutin
diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :
Tabel 7. Dosis Antibiotik Spektrum Luas
21
Vaksinasi campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9 bulan.
Sebagai catatan, mengingat pasien KEP berat/ gizi buruk pada umumnya juga menderita
infeksi, maka pengobatan dilakukan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih parah.
Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi, segera rujuk ke Rumah Sakit Umum. Diare
biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang dengan sendirinya
pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan metronidazole 7,5 mg/KgBB setiap 8 jam
selama 7 hari, bila diare berlanjut segera rujuk ke rumah sakit.12
6. Pemberian Makanan pada Balita KEP berat/ Gizi buruk
Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, antara lain fase stabilisasi,
fase transisi, dan fase rehabilitasi.
Fase Stabilisasi
Pada fase awal stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali
anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai
segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa, sehingga energi dan protein
cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja. Formula khusus yang dianjurkan seperti
Formula WHO 75/modifikasi/Modisco 1⁄2 dan jadwal pemberian makanan harus disusun
sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai
berikut:14,15
- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
- Energi: 100 kkal/kg/hari
- Protein: 1-1,5 gr/kgbb/hari
- Cairan: 130 ml/kgbb/hari (jika edema berat: 100 ml/kgbb/hari)
- Bila anak masih mendapatkan ASI teruskan pemberiannya, dianjurkan memberi
Formula WHO 75/pengganti/Modisco 1⁄2 dengan menggunakan cangkir/gelas, bila
anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet.
- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco 1⁄2 atau pengganti dan jadwal
pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak.
Keterangan:
22
- Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian
formula dapat lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam).
- Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco 1⁄2 dalam
sehari, maka berikan sisa formula tersebut pada pipa nasogastrik (dengan keterampilan
petugas).
- Pada fase ini jangan diberikan makanan lebih dari 100 Kkal/kgbb/hari.
- Pada hari ke-3 sampai hari ke-4 frekuensi pemberian formula diturunkan setiap jam dan
pada hari ke-5 sampai hari ke-7 diturunkan lagi setiap 4 jam.
- Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke-7 (akhir minggu 1)
Pantau dan catat:
- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Banyaknnya muntah
- Frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja
- Berat badan harian
- Selama fase ini, diare secara perlahan-lahan berkurang pada penderita edema, mula-
mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik.
7. Perhatikan Masa Tumbuh Kejar Balita ( Catch-up Growth )
Pada fase ini, meliputi fase transisi dan fase rehabilitasi.12
Fase Transisi (minggu ke-2)
- Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan-lahan untuk
menghindari risiko gagal jantung yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0,9-1,0 gr/100 ml) dengan
formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2,9 gr/100 ml) dalam jangka
waktu 48 jam. Modifikasi makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan
kandungan energi dan protein yang sama.
23
- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap hari, sampai hanya sedikit formula yang
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200
ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi
- Frekuensi nafas
- Frekuensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan frekuensi nafas > 5x/menit dan denyut nadi > 25x/menit
dalam pemantauan setiap 4 jam berturut-turut, kurangi volume pemberian formula.
Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti sebelumnya.
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
Setelah fase transisi terlampaui, anak diberikan:
- Formula WHO 100/pengganti Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
- Energi: 150-220 Kkal/kgbb/hari.
- Protein 4-6 gr/kgbb/hari.
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan pemberian ASI, ditambah dengan makanan
formula, karena energi dan protein ASI tidak akan cukup untuk tumbuh kejar.
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga.
Pemantauan Fase Rehabilitasi
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Setiap minggu, kenaikan berat badan dihitung.
- Baik bila kenaikan BB ≥ 50 gr/kgbb/minggu.
- Kurang bila kenaikan BB < 50 gr/kgbb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.
Tabel 8. Tahapan Pemberian Diet
24
8. Lakukan Penaggulangan Kekurangan Zat Gizi Mikro
Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mnegalami kekurangan vitamin dan mineral.
Walaupun anemia biasa terjadi, namun jangan tergesa-gesa dalam memberikan preparat besi
(Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu
ke-2). Pemberian Fe pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.12,14
Berikan setiap hari:
- Tambahkan multivitamin lain.
- Bila berat badan mulai naik, berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau sirup
besi dengan dosis sebagai berikut :
Tabel 9. Dosis Pemberian Tablet Fe Folat dan Sirup Besi
25
Bila anak diduga menderita cacingan, berikan Pirantel Pamoat dengan dosis tunggal sebagai
berikut :
Tabel 10. Pemberian Pirantel Pamoat
Anak juga dapat menderita defisiensi vitamin A. Gejalanya dapat berupa konjungtiva atau
kornea yang kering, bercak Bitot, ulkus kornea dan keratomalasia.
Gambar 7. Bercak Bitot pada mata
Oleh karena itu, untuk pencegahan dapat diberikan vitamin A dengan dosis sebagai berikut :
Tabel 11. Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis :
Dosis tambahan disesuaikan dengan buku pedoman pemberian kapsul Vitamin A.
9. Berikan Stimulasi Sensorik dan Dukungan Emosional
26
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenannya
diberikan kasih sayang, ciptakan lingkungan yang menyenangkan, lakukan terapi bermain
terstruktur selama 15 – 30 menit/hari, rencanakan aktivitas fisik segera setelah sembuh,
tingkatkan ketelibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain, dll).12
10. Persiapan untuk Tindak Lanjut di Rumah
Bila berat anak sudah berada di garis warna kuning, anak dapat dirawat di rumah dan
dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan desa. Pola makan yang baik dan
stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian
makanan, dan aktivitas bermain.14.16
Komplikasi
Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan penyakit
penyerta yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus tidak segera
dilakukan. Beberapa keadaan tersebut ialah:
1. Perkembangan Mental
Menurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada masa dini
perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat
terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak normal. Jika
KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis protein akan
menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal namun dengan ukuran yang lebih
kecil. Dari hasil penelitian Karyadi (1975) terhadap 90 anak yang pernah menderita
KEP bahwa terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut, defisit tersebut meningkat
pada penderita KEP lebih dini. Didapatkan juga hasil pemeriksaan EEG yang
abnormal mencapai 30 persen pada pemeriksaan setelah 5 tahun lalu meningkat
hinggal 65 persen pada pemeriksaan ulang 5 tahun setelahnya.8
2. Noma
Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut yang
bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat
karena adanya penurunan daya tahan tubuh. Penyakit ini mempunyai bau yang khas
dan tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi menimbulkan
bekas luka yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya hidung atau tidak dapat
menutupnya mata karena proses fibrosis.8
27
Gambar 8. Noma
3. Xeroftalmia
Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe
marasmus-kwashiorkor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum sangat rendah
sehingga menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu setiap anak dengan malnutrisi
sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral maupun oral, ditambah dengan
diet yang cukup mengandung vitamin A.8
4. Kematian
Kematian merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada umumnya penderita
KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru, radang paru lain,
disentri, dan sebagainya. Tidak jarang pula ditemukan tanda-tanda penyakit gizi
lainnya. Maka dapat dimengerti mengapa angka mortalitas pada KEP berat tinggi.
Daya tahan tubuh pada penderita KEP berat akan semakin menurun jika disertai
dengan infeksi, sehingga perjalanan penyakit infeksi juga akan semakin berat.8
Diagnosis Banding
1. Oedem Anasarka
- Pada sindroma nefrotik dan gagal jantung kanan, terdapat oedema anasarka yaitu
udema di seluruh bagian tubuh. Pada awalnya oedem hanya ada pada kelopak mata,
namun pada siang hari setelah beraktivitas oedem tersebut akan turun ke pretibial.
Pada fase lanjut, akan tampak oedem seluruh tubuh dengan bagian bahu yang besar.
Pada pemberian diuretik oedem tersebut akan berangsur-angsur menghilang.17
- Pada kwarshiorkor, terdapat pula oedema anasarka, namun oedem ini tidak akan
berpindah pada perubahan posisi. Selain itu, bahu anak yang menderita kwarshiorkor
28
akan tampak sangat kecil. Pada pemberian diuretik tidak berpengaruh.16,17
2. Crazy Pavement Dermatosis
- Pada pellagra merupakan penyakit akibat defisiensi niacin yang merupakan akibat
kurangnya niacin (vitamin B3) atau triptofan di dalam diet. Hal ini mengakibatkan
adanya kelaian kulit berwarna merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
cokelat kehitaman dan terkelupas. Kelainan ini terjadi pada kulit yang terkena sinar
matahari secara langsung.17
- Pada kwarshiorkor, terdapat pula kelainan kulit berwarna merah muda meluas dan
berubah menjadi cokelat kehitaman. Namun kelainan ini terjadi pada lipatan- lipatan
kulit.
Prognosis
Malnutrisi yang berat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi
atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai
dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila
penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang
irreversibel dari set-sel tubuh akibat gizi buruk/KEP berat.16,17
29
BAB III
RANGKUMAN DAN SARAN
Rangkuman
Kurang Energi-Protein (KEP) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan
patologi yang diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau defisiensi energi saja atau
defisiensi protein dan energi baik secara kualitatif atau kuantitatif yang biasanya sebagai
akibat atau berhubungan dengan proses infeksi. Pada KEP terdapat faktor pendukung
penyebab terjadinya penyakit tersebut antara lain, faktor diet, faktor sosial, kepadatan
penduduk, infeksi dan kemiskinan. Dalam penatalaksanaannya harus ketat dan
berkesinambungan. Tatalaksana yang digunakan adalah dengan menggunakan 10 Langkah
Tatalaksana KEP berat. Pada anak yang gizi buruk, mudah terserang penyakit infeksi seperti
diare, cacingan, dan TB paru.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Winick dan Rosso mengatakan pada masa dini
perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat terdapatnya otak
dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak normal. Jika KEP terjadi setelah
masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah
sel yang normal namun dengan ukuran yang lebih kecil. Penelitian lain oleh Karyadi juga
mengatakan terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut, defisit tersebut meningkat pada
penderita KEP lebih dini. Prognosis KEP berat tergantung dari cepat atau tidaknya seorang
anak yang menderita KEP diobati, karena semakin lama anak tidak diobati maka
prognosisnya makin buruk.
Saran
Penderita gizi buruk biasanya berada di daerah pedesaan, meskipun mempunyai lahan
yang luas untuk bercocok tanam atau beternak namun hasil tersebut lebih diutamakan untuk
dijual terutama hasil panen yang baik, sehingga orang-orang desa tersebut hanya memakan
makanan dari hasil kebun namun yang berkualitas sangat buruk atau hampir busuk. Oleh
karena itu, sebaiknya disarankan kepada orang desa tersebut untuk mengambil sebagian hasil
panen atau ternak yang terbaik untuk dikonsumsi sendiri. Selain itu, pemerintah desa juga
sebaiknya turut membantu pendistribusian bahan makanan pendamping seperti minyak,
garam dan sebagainya, agar makanan yang dikonsumsi tersebut dapat terserap dengan baik.
30
Di daerah perkotaan juga tidak luput dari kejadian gizi buruk. Hal ini mungkin
dikarenakan malasnya penduduk kota untuk mengolah makanan secara sehat dan lebih
memilih makanan cepat saji. Oleh karena itu, masyarakat kota terutama yang memiliki
kegiatan dalam bidang kesehatan sebaiknya mendirikan pos pemulihan gizi. Dimana pada pos
tersebut ibu-ibu didaerah yang terlibat diajarkan untuk membuat makan yang sehat dan padat
gizi yang dapat diperoleh dengan mudah di lingkungan sekitar.
Pemerintah menggalakan kembali program Keluarga Berencana melalui puskesmas-
puskesmas maupun pusat kseshatan lain yang tersebar di kota maupun di daerah tertinggal
untuk menekan tingkat pertumbuhan penduduk sehingga dengan rendahnya pertumbuhan
penduduk maka akan meningkatkan tingkat kesejahteraan individu dan keluarga teruama
anak-anak, sehingga kasus gizi buruk pada anak-anak dapat ditekan serendah mungkin.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Sururi M. Penanggulangan Gizi Buruk. 2006. Available at:
http://www.dinkespurworejo.go.id. Accessed March 23, 2006.
2. Müller O, Krawinkel M. Malnutrition and Health in Developing Countries. CMAJ •
AUG. 2, 2005;173(3)279. CMA Media Inc. or its licensors.
3. Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.Anak dengan Gizi Baik Menjadi Aset
dan Investasi Bangsa di Masa Depan[Internet].2011[cited 2011 Desember 14].
Available from: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1346-anak-
dengan-gizi-baik-menjadi-aset-dan-investasi-bangsa-di-masa-depan.html.
4. Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa
Tengah[Internet].2010[cited 2011 Desember 14]. Available from:
http://www.docstoc.c om/docs/66364904/Laporan-Akhir-EKPD-2010-Provinsi-Jawa-
Tengah-oleh-Universitas-Diponegoro.
5. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenton BF. Nutritional Requirements in
Nelson Textbook of Pediatrics. 17th Edition. United States of America. 2004. Page :
153-190.
6. World Health Organization. Protein-Energy Malnutrition. Mother and Child Nutrition
in the Tropics and Subtropics. Management of the child with a serious infection or
severe malnutrition. Geneva, 2000. Page : 239-252.
7. Program Perbaikan Gizi Makro. Available at: http://www.dinkes.go.id. Accessed
2006.
8. Pudjiadi S. Penyakit KEP (kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada
Anak. 4th Ed. Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia. Jakarta. 2005 : 95-137.
9. 1 dari 8 penduduk dunia mengalami gizi buruk. Available at:
http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/01/1-dari-8-penduduk-dunia-mengalami-
gizi-buruk. Accessed June 22nd, 2015.
10. World Health Organization. Chapter 7: Severe malnutrition. Management Of The
Child With A Serious Infection Or Severe Malnutrition. Guidelines for care at the
first-referral level in developing countries. Geneva, 2000. Page : 80-91.
11. Ashworth A. Nutrition, Food Security, and Helath in Nelson Textbook of Pediatrics.
20th Edition. United States of America. Page : 292-306.
32
12. Direktorat Bina Gizi. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. 6th Ed. 2011. Page : 1-31.
13. Mineral Mix Solusi Alternatif ? Kementrian Kesehatan RI.[cited July 21th 2010].
Available at : http://gizi.depkes.go.id/mineral-mix-solusi-alternatif .
14. Israr YA, Putra CA, Julianti R, Tambunan R, Hasriani A. Gizi Buruk (severe
malnutrition) [FK UNRI website]. 2009 (cited 2016, Januari 10). Available at:
http://www.Files-of-DrsMed.tk
15. Pedoman Gizi. [cited at 2016, Januari 10]. Available at:
http://gizi.depkes.go.id/pedoman- gizi/download/ped-tata-kurang-protein-pkm-rt.doc
16. Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Gizi Buruk di PNPM [PNPM website]. April 2,
2010 [cited 2016, Januari 10]. Available at: http://www.pnpm-
perdesaan.or.id/admin/uploads/files/Juknis%20-%20Gizi%20Buruk%20-%20draft
%20finish.pdf
17. Krisnansari D. Nutrisi dan Gizi Buruk (Mandala of Health website). Januari , 2010
(cited 2016, Januari 10). Available at:
http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/Jurnal/mandala%20jan%202010%20pdf/
NUTRISI% 20DAN%20GIZI%20BURUK.pdf
33