REFERAT KOLIK RENAL.doc
-
Upload
syena-damara -
Category
Documents
-
view
203 -
download
10
description
Transcript of REFERAT KOLIK RENAL.doc
Telaah Ilmiah
KOLIK RENAL
Disusun oleh:
Syena Damara Riza Gustam, S.Ked
04084828517083
Pembimbing:
Dr. Novadian, Sp.PD-KGH
DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT
MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Telaah ilmiah dengan judul:
KOLIK RENAL
Oleh:
Syena Damara Riza Gustam, S.Ked
04084828517083
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya periode .
Palembang, September 2015
Pembimbing,
dr. Novadian, Sp.PD-KGH
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Kolik Renal” sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik
di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Mohammad Hoesin
Palembang.
Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada dr.
selaku pembimbing atas bimbingan dan nasihat sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
berbagai pihak yang turut membaca.
Palembang, September 2015
Penulis
Syena Damara Riza Gustam
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul...........................................................................................................
....................................................................................................................................
i
Halaman Pengesahan.................................................................................................
....................................................................................................................................
ii
Kata Pengantar...........................................................................................................
....................................................................................................................................
iii
Daftar Isi....................................................................................................................
....................................................................................................................................
iv
Daftar Tabel...............................................................................................................
....................................................................................................................................
v
Daftar Gambar...........................................................................................................
....................................................................................................................................
vi
Bab I Pendahuluan................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang......................................................................................
1
1.2 Tujuan Penulisan...................................................................................
2
Bab II Tinjauan Pustaka.........................................................................................
3
2.1 Anatomi.................................................................................................
3
iv
2.2 Fisiologi................................................................................................
4
2.3 Definisi..................................................................................................
5
2.4 Klasifikasi.............................................................................................
5
2.5 Etiologi dan Patofisiologi ....................................................................
7
2.6 Diagnosis...............................................................................................
10
2.7 Tatalaksana...........................................................................................
13
2.8 Pencegahan...........................................................................................
17
Bab III Kesimpulan................................................................................................. 19
Daftar Pustaka............................................................................................................
20
DAFTAR TABEL
Tabel 1 modalitas penatalaksanaan terhadap kolik renal akibat sumbatan kalkulus
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Anatomi Ginjal .........................................................................................
....................................................................................................................................
3
Gambar 2 Lokasi Batu Ginjal ...................................................................................
....................................................................................................................................
7
Gambar 3 Alur Diagnosis Pasien dengan Kolik Renal .............................................
10
Gambar 4 Algoritma Pengobatan Kolik Renal .........................................................
14
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kolik renal adalah nyeri yang bersifat hilang timbul yang disebabkan oleh
obstruksi akut di ginjal, pelvis renal atau ureter. Nyeri ini timbul akibat
peregangan, peningkatan perstaltik dan spasme otot polos pada sistem
pelviokalises ginjal atau ureter sebagai usaha untuk mengatasi obstruksi. Nyeri
dirasakan di flank area yaitu daerah sudut kostovertebra kemudian dapat
menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke daerah
kemaluan. Nyeri muncul tiba-tiba dan bisa sangat berat sehingga digambarkan
sebagai nyeri terberat yang dirasakan manusia seumur hidup. Kolik renal sering
disertai, hematuria, dan demam, bila disertai infeksi.1,2
Penyebab paling umum penyebab kolik renal adalah batu ginjal
(nephrolithiasis). Bertambah parahnya nyeri bergantung pada; posisi batu, letak
batu, ukuran batu, ukuran, atau sifat abrasi batu ginjal. Bekuan darah atau fragmen
jaringan juga dapat menyebabkan hal yang sama. Kolik karena bekuan darah
sering ditemui pada penyakit gangguan pembekuan darah herediter, trauma,
neoplasma dari ginjal dan traktus urinarius, perdarahan setelah biopsi renal
perkutan, kista renal, malformasi vaskular renal, nekrosis papilar, tuberkulosis,
dan infark pada ginjal. Nyeri non kolik biasanya terjadi akibat peregangan kapsul
ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.1
Di Amerika Serikat, pasien dengan kolik renal memegang andil dalam 1 juta
kunjungan ke emergensi setiap tahun dan 1 dari 1000 pasien kolik renal dirawat
vii
inap. Di salah satu rumah sakit di Italia, kolik renal didiagnosis pada 1% kasus;
21,6% di antaranya merupakan kasus rekuren; rasio pria-wanita sebesar 1,4-1.
Insidennya lebih tinggi pada usia 25 hingga 44 tahun. Di Indonesia, belum ada
data epidemiologis tentang pasien yang datang dengan keluhan kolik renal namun
angka kejadian batu ginjal, sebagai penyebab kolik renal, tahun 2005 berdasarkan
data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar
37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan
jumlah pasien yang sirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian
adalah sebesar 378 orang. 2
Pemahaman tentang epidemiologi sangat penting untuk melakukan upaya
pencegahan yang efektif. Kejadian pembentukan batu ginjal paling tinggi diantara
orang kulit putih antara usia 30 dan 60 tahun. Kejadian batu ginjal pada pria
adalah tiga kali kejadian pada wanita dan 50% dari semua pasien yang
mengalamipengalaman kekambuhan gejala batu ginjal dalam waktu 5 sampai 10
tahun. Selanjutnya, pasien dengan riwayat keluarga batu ginjal memiliki insiden
25 kali lipat lebih tinggi dari pembentukan batu dibandingkan dengan pasien
tanpa riwayat keluarga dari nefrolitiasis. Timur laut, tenggara, dan barat daya
wilayah di Amerika Serikat memiliki insiden tertinggi dari nefrolitiasis.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui definisi, epidemiologi,
etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis dan
klasifikasi, penatalaksanaan, dan prognosis dari Kolik Renal.
viii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada dinding
abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 hingga L3. Ginjal
kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus hepar. Ginjal dibungkus
oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam adalah kapsula renalis, jaringan pada
lapisan kedua adalah adiposa, dan jaringan terluar adalah fascia renal. Ketiga lapis
jaringan iniberfungsi sebagai pelindung dari trauma dan memfiksasi ginjal.1
Gambar 1 : Anatomi Ginjal
ix
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang dan
medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal mengandung
jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus.
Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-massa triangular disebut piramida ginjal
dengan basis menghadap korteks dan bagian apeks yang menonjol ke medial. Piramida
ginjal berguna untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus
kolektivus menuju pelvis ginjal.1
2.2 Fisiologi Ginjal
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi
kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan air
secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui
glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di
sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan keluar tubuh dalam
urin melalui sistem pengumpulan urin.2
Ginjal memiliki fungsi yaitu:
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.
Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian akan
mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari darah pun diubah
menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Setelah ureter, urin
akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan
keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan, maka urin yang ditampung dikandung
kemih akan di keluarkan lewat uretra. Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam
x
pembentukan urin, yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai
dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus
ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi secara
bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir
sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler glomerulus
tetapi tidak difiltrasi, kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian
akan dieksresi.3
2.3 Definisi Kolik Renal
Kolik renal adalah nyeri pinggang hebat yang datangnya mendadak, hilang-
timbul (intermitten) yang terjadi akibat spasme otot polos untuk melawan suatu
hambatan. Perasaan nyeri bermula di daerah pinggang dan dapat menjalar ke seluruh
perut, ke daerah inguinal, testis, atau debris yang berasal dari ginjal dan turun ke ureter.4
Batu kecil yang turun ke pertengahan ureter pada umumnya menyebabkan
penjalaran nyeri ke pinggang sebelah lateral dan seluruh perut. Jika batu turun mendekati
buli-buli biasanya disertai dengan keluhan lain berupa sering kencing dan urgensi. Kolik
renal sering disertai, hematuria, dan demam, bila disertai infeksi.4
2.4 Klasifikasi Kolik Renal
2.4.1 Kolik Renal Tipikal
Nyeri ini terjadi di sekitar dermatom T-10 sampai dengan S-4.
Keseluruhan proses ini terjadi selama 3-18 jam. Ada 3 fase dalam serangan kolik
renal akut, yaitu :
a. Fase akut / onset
Serangannya secara tipikal terjadi pada pagi atau malam hari
sehingga membangunkan pasien dari tidurnya. Jika terjadi pagi hari,
pasien umumnya mendeskripsikan serangan tersebut sebagaiserangan
yang mulanya perlahan sehingga tidak dirasakan. Sensasi dimulai dari
pinggang,unilateral, menyebar ke sisi bawah, menyilang perut ke lipat
paha (groin). Nyerinya biasanyatetap, progresif, dan kontinu. beberapa
xi
pasien mengalami serangan intermiten yang paroksismal dan sangat
parah. Derajat nyeri bisa meningkat ke intensitas maksimum setelah 30
menit sampai6 jam atau lebih lama lagi. Pasien umumnya mencapai nyeri
puncak pada 1-2 jam setelah onset.
b. Fase konstan / plateau
Saat nyeri telah mencapai intensitas maksimum, nyeri akan
menetap sampai pasien diobati atau hilang dengan sendirinya. Periode
dimana nyeri maksimal ini dinamakan fase konstan. Fase
ini biasanya berlangsung 1-4 jam tetapi dapat bertahan lebih lama
lebih dari 12 jam pada beberapa kasus.
Kebanyakan pasien datang ke UGD selama fase ini. Pasien yang
menderita kolik biasanya banyak bergerak, di atas tempat tidur atau
saat berjalan, untuk mencari posisi yang nyaman dan mengurangi nyeri.
Walaupun ginjal dan traktus urinarius terletak retroperitoneal, mual
danmuntah disertai bising usus menurun / hipoaktif adalah tanda yang
dominan; sehingga memungkinkan kesalahan diagnosis intraperitoneal.
Contohnya terutama adalah obstruksi ureteropelvis junction pada ginjal
kanan.
c. Fase hilangnya nyeri
Pada fase terakhir ini, nyeri hilang dengan tiba-tiba, cepat, dan
pasien merasakan kelegaan.Kelegaan ini bisa terjadi secara spontan
kapanpun setelah onset. Pasien kemudian dapat tidur, terutama jika
diberikan analgesik. Fase ini berlangsung 1,5 – 3 jam
2.4.2. Kolik Renal Atipikal
Etiologi kolik tipikal bisa juga menyebabkan kolik atipikal.
Obstruksi pada kaliks dapat menyebabkan nyeri pinggang yang lebih
ringan tapi episodik. Hematuria dapat juga terjadi. Lesi obstruktif pada
ureterovesical junction ataupun segmen intramural dari ureter dapat
menyebabkan disuria, keinginan buang air kecil yang mendadak dan
xii
sering, serta nyeri yang menjalar ke atas atau bawah. Kolik renal dapat
disertai muntah-muntah hebat, mual, diare, ataupun nyeri ringan yang
tidak biasa sehingga memungkinkan kesalahan diagnosis.
2.5 Etiologi dan Patofisiologi Kolik Renal
Kolik renal adalah nyeri yang terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Regangan
kapsul ini dapat terjadi karena pielonefritis akut yang menimbulkan edema, obstruksi
yang mengakibatkan hidronefrosis atau tumor ginjal.4
Etiologi paling umum adalah melintasnya batu ginjal. Bertambah parahnya
nyeri bergantung pada derajat dan tempat terjadinya obstruksi; bukan pada keras,
ukuran, atau sifat abrasi batu ginjal. Bekuan darah atau fragmen jaringan juga dapat
menyebabkan hal yang sama. Kolik karena bekuan darah, trauma, neoplasma dari ginjal
dan traktus urinarius, perdarahan setelah biopsi
renal perkutan, kista renal, malformasi vaskular renal, nekrosis papilar, TB, dan infark
pada ginjal. Kolik sesungguhnya terjadi karena refluks vesikoureteral.
a. Batu Ginjal
Gambar 2 : Lokasi Batu Ginjal
Batu ginjal yang bergerak sepanjang ureter dan hanya menyebabkan
obstruksi intermiten sebenarnya menyebabkan rasa nyeri yang lebih hebat
xiii
daripada batu yang tidak bergerak. Suatu obstruksi konstan akan memicu
berbagai mekanisme autoregulasi dan refleks yang akan membantu
meredakan nyeri. 24 jam setelah obstruksi ureteral total, tekanan hidrostatik
akan menurun karena (1) penurunan peristalsis ureteral, (2) penurunan aliran
darah arteri renal, yang menyebabkan penurunan produksi urin, dan (3)
edema interstitial yang menyebabkan peningkatan lymphatic drainage.
Faktor-faktor ini menyebabkan kolik renal yang berintensitas tinggi berdurasi
< 24 jam.
Kalau obstruksi bersifat parsial, perubahan-perubahan yang
sama terjadi, namun pada derajat yang lebih ringan dan waktu yang lebih
lama. Serabut saraf nyeri pada renal umumnya saraf simpatis preganglion
yang mencapai kordaspinal T-11 sampai L-2 melalui dorsal nerve roots.
Transmisi sinyal nyeri terjadi melalui traktus spinotalamikus asenden. Pada
ureter bagian bawah, sinyal nyeri juga didistribusikan melalui saraf
genitofemoral dan n. ilioinguinal. N. erigentes, yang mempersarafi
ureter intramural dan kandung kemih, bertanggung jawab untuk beberapa
gejala kandung kemih .
Ureter bagian atas dan pelvis renal: Nyeri dari batu ureter bagian atas
condong untuk menjalar ke area pinggang dan area lumbar. Di sisi
kanan, hal ini bisa disalahartikan dengan kolelitiasis atau kolesistisis.
Di sisi kiri, diagnosis banding meliputi pankreatitis akut,
ulkus peptikum dan gastritis.
Ureter bagian tengah: Nyeri pada daerah ini menjalar ke bagian
kaudoanterior. Nyeriini bisa menyerupai apendisitis jika berada di
kanan ataupun divertikulitis akut pada sisi kiri.
Ureter distal: Nyeri pada daerah ini menjalar ke lipat paha, testikel
pada pria maupun labia mayor pada wanita karena nyeri ini dialihkan
melalui n. ilioinguinal atau n.genitofemoral. Jika batu berada di
ureter intramural, gejala yang muncul mirip dengan sistitis atau
uretritis. Gejala ini meliputi nyeri suprapubis, urgensi, disuria, nyeri
pada ujung penis, dan terkadang berbagai gejala GI seperti diare dan
xiv
tenesmus. Gejala ini bisa disalahartikan dengan penyakit inflamasi
pelvis, ruptur kista ovarium.
Kebanyakan reseptor nyeri di traktus urinarius atas yang bertanggung
jawab atas persepsi kolik renal berada di submukosa dari pelvis renal, kalix
dan ureter bagian atas. Di ureter, peningkatan peristaltik proksimal melalui
aktivasi intrinsik ureteral pacemakers berperan penting pada persepsi nyeri.
Spasme otot, peningkatan peristaltik proksimal, inflamasi lokal, iritasi, dan
edema di tempat obstruksi berperan terhadap perkembangan nyeri melalui
aktivasi kemoreseptor dan peregangan ujung saraf bebas submukosa. Mual
dan muntah sering dikaitkan dengan kolik renal akut dan terjadi setidaknya
pada 50% pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan yang umum dari
pelvis renal, lambung, usus melalui serabut saraf aferen vagal dan sumbu
celiac.
b. Bekuan Darah
Bekuan darah atau fragmen jaringan juga dapat menyebabkan obstruksi.
Kolik karena bekuan darah sering ditemui pada penyakit gangguan
pembekuan darah herediter atau didapat
c. Pielonefritis dan Hidronefrosis
Nyeri kolik renal biasanya disebabkan oleh pelebaran, peregangan, dan
spasme yang disebabkan oleh obstruksi ureter. Obstruksi dapat menyebabkan
terjadinya stasis urin yang merupakan medium bagi bakteri untuk
berkembang biak dan menggangu aliran darah intarenal.
2.6 Diagnosis Kolik Renal
Diagnosis dari kolik renal dimulai dari anamnesis yang meliputi riwayat
penyakit, riwayat keluarga dengan penyakit yang sama, durasi, gejala penyakit dan
apabila terdapat tanda-tanda sepsis. Berikut adalah cara mendiagnosis pasien dengan
kolik renal.6
xv
Gambar 3 : Alur diagnosis pasien dengan kolik renal.6
2.6.1 Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan gejala-gejala berupa nyeri hilang timbul yang
menjalar dari punggung, perut bagian bawah, genital dan bagian dalam paha. Nyerinya
bersifat mendadak dan hilang timbul. Selain itu dapat pula ditemukan mual dan muntah,
perut yang membesar, demam, gangguan berkemih yaitu nyeri kandung kemih terasa di
bawah pusat, terasa nyeri saat buang air kecil, polakisuria, hematuria, anuria, oliguria.5
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
a. Kadang-kadang teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstruktif.
b. Nyeri tekan/ketok pada pinggang.
xvi
c. Batu uretra anterior bisa di raba.
d. Pada keadaan akut paling sering ditemukan adalah kelembutan di daerah pinggul
(flank tenderness) yang disebabkan oleh hidronefrosis akibat obstruksi sementara
yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung kemih.
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan darah dan urin, terutama untuk
melihat apakah adanya infeksi atau ada kelainan fungsi ginjal. Pada urin biasanya
dijumpai hematuria dan kadang-kadang kristaluria. Hematuria biasanya terlihat secara
mikroskopis, dan derajat hematuria bukan merupakan ukuran untuk memperkirakan besar
batu atau kemungkinan lewatnya suatu batu. Tidak adanya hematuria dapat menyokong
adanya suatu obstruksi komplit, dan ketiadaan ini juga biasanya berhubungan dengan
penyakit batu yang tidak aktif. Pada pemeriksaan sedimen urin, jenis kristal yang
ditemukan dapat memberi petunjuk jenis batu. Pemeriksaan pH urin < 5 menyokong
suatu batu asam urat, sedangkan bila terjadi peningkatan pH >7 menyokong adanya
organisme pemecah urea seperti Proteus sp, Klebsiella sp, Pseudomonas sp dan batu
struvit.5,11
b. Radiologis
Foto polos abdomen
xvii
Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam dan lokasi batu
radiopak. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radiopaque
dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat
bersifat radiolusen. Gambaran radioopak paling sering ditemukan pada area
pelvis renal sepanjang ureter ataupun ureterovesical junction. Gambaran
radioopak ini disebabkan karena adanya batu kalsium oksalat dan batu struvit
(MgNH3PO4).5,11
Intravenous Pyelogram (IVP)
Pielografi intravena untuk menilai obstruksi urinaria dan mencari etiologi
kolik (pielografi adalah radiografi pelvis renalis dan ureter setelah penyuntikan
bahan kontras). Seringkali batu atau benda obstruktif lainnya sudah dikeluarkan
ketika pielografi, sehingga hanya ditemukan dilatasi unilateral ureter, pelvis
renalis, ataupun calyx. IVP dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama
batu-batu yang radiolusen dan untuk melihat fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat
mendeteksi adanya batu semi opaque ataupun batu non opaque yang tidak dapat
terlihat oleh foto polos abdomen. Pielografi retrograde (melalui ureter) dilakukan
pada kasus-kasus di mana IVP tidak jelas, alergi zat kontras, dan IVP tidak
mungkin dilakukan., walaupun prosedur ini tidak menyenangkan dan
berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi atau kerusakan ureteral. 5,11
CT Scan
CT Scan (Computerized Tomography) adalah tipe diagnosis sinar X yang
dapat membedakan batu dari tulang atau bahan radiopaque lain. 5,11
Ultrasonografi (USG)
USG dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP,
yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun dan pada wanita yang sedang hamil. USG ginjal merupakan pencitraan
yang lebih peka untuk mendeteksi batu ginjal dan batu radiolusen daripada foto
polos abdomen. Cara terbaik untuk mendeteksi BSK (Batu Saluran Kemih) ialah
xviii
dengan kombinasi USG dan foto polos abdomen. USG dapat melihat bayangan
batu baik di ginjal maupun di dalam kandung kemih dan adanya tanda-tanda
obstruksi urin.6
Radioisotop
Untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu persatu, sekaligus adanya
sumbatan pada gagal ginjal. 5,11
2.7 Tatalaksana Kolik Renal
Berhasilnya penatalaksanaan medis ditentukan oleh lima faktor yaitu : ketepatan
diagnosis, lokasi batu, adanya infeksi dan derajat beratnya, derajat kerusakan fungsi
ginjal, serta tata laksana yang tepat. Terapi dinyatakan berhasil bila: keluhan menghilang,
kekambuhan batu dapat dicegah, infeksi telah dapat dieradikasi dan fungsi ginjal dapat
dipertahankan. Berikut adalah algoritma penatalaksanaaannya.
xix
xx
Dipastikan batu
Temukan kegawatdaruratan :
Urosepsis
Anuria
Gagal ginjal
Pertimbangkan rawat inap :
Nyeri berulang
Mual berulang
Usia lanjut
Kondisi pasien lemah
Gejala yang dapat ditatalaksana
Batu uretra < 5mm Batu ginjal atau batu uretra > 5mm
Coba dengan terapi konservatif
Pemeriksaan radiologis ginjal, ureter, dan kandung kemih setiap minggu
Batu berhasil melewati traktus urinarius
Batu gagal melewati traktus urinarius dalam 2 - 4 minggu
Segera konsultasi ke spesialis urologi
Konsultasi ke spesialis urologi
Rujuk ke spesialis urologi
2.7.1 Terapi Konservatif
a. Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya
kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang
diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih. Selain
itu juga dilakukan pembatasan diet kalsium, oksalat, natrium, fosfat dan protein
tergantung pada penyebab batu.
Beberapa jenis obat yang diberikan antara lain spasmolitika yang
dicampur dengan analgesik untuk mengatasi nyeri, kalium sitrat untuk
meningkatkan pH urin, antibiotika untuk mencegah infeksi dan sebagainya.
xxi
yes
yes
yes
no
Obat penghilang nyeri, seperti: golongan narkotik (meperidine, morfin
sulfat, kombinasi parasetamol dan kodein, atau injeksi morfin), golongan
analgesik opioid (morphine sulfate, oxycodone dan acetaminophen, hydrocodone
dan acetaminophen), golongan analgesik narkotik (butorphanol), golongan anti-
inflamasi non steroid (ketorolac, diclofenac, celecoxib, ibuprofen). Tapi,
penggunaan NSAID merupakan suatu kontraindikasi bagi pasien-pasien yang
akan menjalani ESWL karena meningkatkan risiko perdarahan perirenal.7,8
Antiemetic (metoclopramide) jika mual atau muntah. Antibiotik jika ada
infeksi saluran kemih, misalnya: ampicillin plus gentamicin, ticarcillin dan
clavulanic acid, ciprofloxacin, levofloxacin, ofloxacin. Untuk mengeluarkan batu
ginjal dapat juga dengan obat golongan calcium channel blockers atau
penghambat kalsium (nifedipine), golongan alpha-adrenergic blockers
(tamsulosin, terazosin), golongan corticosteroids atau glukokortikoid, seperti:
prednisone, prednisolone. Obat pilihan lainnya: agen uricosuric (allopurinol),
agen alkalinizing oral (potassium citrate).
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya
infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau infeksi saluran kemih
menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya
obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal
trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi.
Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.
b. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh
Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter
proksimal atau batu kandung kemih tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa
pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang
sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.
Persyaratan BSK yang dapat ditangani dengan ESWL :
a. Batu ginjal berukuran mulai dari 5 mm hingga 20 mm.
xxii
b. Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.
c. Fungsi ginjal masih baik.
d. Tidak ada sumbatan distal dari batu.
2.7.2 Terapi Definitif
Berikut ini adalah modalitas penatalaksanaan terhadap kolik renal akibat
sumbatan kalkulus.9,10
Tabel 1 : modalitas penatalaksanaan terhadap kolik renal akibat sumbatan kalkulus
2.8 Pencegahan
2.8.1 Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah untuk mencegah agar penyakit tidak
terjadi, dengan mengendalikan faktor penyebab suatu penyakit. Kegiatan yang
dilakukan meliputi promosi kesehatan, pendidikan kesehatan dan perlindungan
xxiii
kesehatan. Pencegahan primer penyakit BSK seperti minum air putih yang
banyak. Konsumsi air putih minimal 2 liter per hari akan meningkatkan produksi
urin. Konsumsi air putih juga akan mencegah pembentukan kristal urin yang
dapat menyebabkan terjadinya batu.
Selain itu, dilakukan pengaturan pola makan yang dapat meningkatkan
risiko pembentukan BSK seperti, membatasi konsumsi daging, garam dan
makanan tinggi oksalat (sayuran berwarna hijau, kacang, coklat), dan sebagainya.
Aktivitas fisik seperti olahraga juga sangat dianjurkan, terutama bagi yang
pekerjaannya lebih banyak duduk.
2.8.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengurangi keparahan penyakit
dengan melakukan diagnosis dan pengobatan dini. Untuk jenis penyakit yang
sulit diketahui kapan penyakit timbul, diperlukan pemeriksaan teratur yang
dikenal dengan pemeriksaan “Check-up”. Pemeriksaan urin dan darah dilakukan
secara berkala, bagi yang pernah menderita BSK sebaiknya dilakukan setiap tiga
bulan atau minimal setahun sekali. Tindakan ini juga untuk mendeteksi secara
dini apabila terjadi pembentukan BSK yang baru. Untuk pengobatan, pemberian
obat-obatan oral dapat diberikan tergantung dari jenis gangguan metabolik dan
jenis batu. Pengobatan lain yang dilakukan yaitu melakukan kemoterapi dan
tindakan bedah (operasi).
2.8.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier mencakup pembatasan terhadap segala
ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau
ketidakmampuan sudah terjadi dan menimbulkan kerusakan. Kegiatan yang
dilakukan meliputi rehabilitasi (seperti konseling kesehatan) agar orang tersebut
lebih berdaya guna, produktif dan memberikan kualitas hidup yang sebaik
mungkin sesuai dengan kemampuannya.
xxiv
BAB III
KESIMPULAN
Kolik renal adalah nyeri pinggang hebat yang datangnya mendadak, hilang-
timbul (intermitten) yang terjadi akibat spasme otot polos untuk melawan suatu
hambatan. Perasaan nyeri bermula di daerah pinggang dan dapat menjalar ke seluruh
perut, ke daerah inguinal, testis, atau debris yang berasal dari ginjal dan turun ke ureter.
Kolik renal terbagi menjadi dua, yaitu kolik renal tipikal dan atipikal.
Etiologi paling umum adalah melintasnya batu ginjal. Bertambah parahnya
nyeri bergantung pada derajat dan tempat terjadinya obstruksi; bukan pada keras,
ukuran, atau sifat abrasi batu ginjal. Regangan kapsul ini dapat terjadi karena pielonefritis
akut yang menimbulkan edema, obstruksi yang mengakibatkan hidronefrosis atau tumor
ginjal. Bekuan darah atau fragmen jaringan juga dapat menyebabkan hal yang sama.
Kolik karena bekuan darah, trauma, neoplasma dari ginjal dan traktus urinarius,
perdarahan setelah biopsi renal perkutan, kista renal,
malformasi vaskular renal, nekrosis papilar, TB, dan infark pada ginjal. Kolik
sesungguhnya terjadi karena refluks vesikoureteral.
Diagnosis kolik renal dapat di tentukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis.
xxv
Terapi untuk kolik renal terdiri dari terdiri dari terapi konservatif berupa obat-obatan
analgetik dan terapi definitif berupa percutaneous nephrolithotomy.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tortora, Derrickson B; Principle of Anatomy an Physiology 11th ed, Chapter 26: The Urinary
System, pp 778-790, 2011.
2. Price S. A, Wilson, Patofisiologi Clinical Concepts of Disease Process, 6th ed, jakarta. 2006.
3. Sherwood, L. Fisiologi Manusia; dari Sel ke Sistem. Ed 2. Jakarta;EGC. 2001.
4. Purnomo, B. Dasar-dasar Urologi, Ed 2, Malang. 2003.
5. Menon M, Parulkar BC, Drach GW. Urinary lithiasis: etiology, diagnosis and medical
management. In: Walsh PC, et al., eds. Campbell's Urology. 7th ed. Philadelphia: Saunders.
p1998:2661–733
6. Portis, A, J. Diagnosis and Initial Management if Kidney Stones. Washington. 2005.
Available at : http://www.aafp.org/afp/2001/0401/p1329.html. Access date 10th of
September 2015.
7. Schafer AI. Effects of nonsteroidal antiinflammatory therapy on platelets. Am J Med.
1999;106:25S–35S.
8. Knorr PA, Woodside JR. Large perirenal hematoma after extracorporeal shock-wave
lithotripsy.Urology. 1990;35:151–3.
xxvi
9. Tawfiek ER, Bagley DH. Management of upper urinary tract calculi with ureteroscopic
techniques.Urology. 1999;53:25–31.
10. Miller OF, Kane CJ. Time to stone passage for observed ureteral calculi: a guide for patient
education. J Urol. 2002;162:688–90.
11. Yilmaz S, Sindel T, Arslan G, Ozkaynak C, Karaali K, Kabaalioglu A, et al. Renal colic:
comparison of spiral CT, US and IVU in the detection of ureteral calculi. Eur Radiol.
1998;8:212–7.
xxvii