REFERAT ITAY
-
Upload
tias-anggani -
Category
Documents
-
view
344 -
download
2
Transcript of REFERAT ITAY
Referat
HIPERPARATIROIDISME SEKUNDER
OlehTaibah, S.Ked
NIM. I1A004025
Pembimbing
dr. Agus Yuwono, Sp.PD
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAMFK UNLAM – RSUD ULIN
BANJARMASIN
Desember , 2009
0
PENDAHULUAN
Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada
kehidupan sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid
mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang
disebabkan oleh kelainan hormon paratiroid yakni hipoparatiroid dan
hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik
belum diketahui, namun penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia
paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma paratiroid. Parathormon yang
meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi
kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan
sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis yang terjadi kerusakan pada area
tulang dan ginjal.1,2
Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang
tiap tahunnya. Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena
penyakit hiperparatiroid tiap tahun. Pada kasus hiperparatirodisme sekunder
hampir selalu terjadi pada pasien gagal ginjal kronik.1,2,3
Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa
yang membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan fosfat dalam tubuh.
Oleh karena itu, hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan kadar kalsium
dalam tubuh sesorang.1
PARATIROID
1
A. Anatomi
Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus
pharyngeus ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus
pharyngeus keempat cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang
membentuk sepasang kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal
dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan sepasang kelenjar paratiroid bagian
kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali
posisinya sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai
pada posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan
berada di mediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam
parenkim kelenjar tiroid.4
Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3
milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik
lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama
mengandung sel utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang
mencolok, retikulum endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis dan
mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih
besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam
sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan
setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar
binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan. Fungsi sel oksifil
2
masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama
yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.4
B. Fisiologi
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone,
PTH) yang bersama-sama dengan Vitamin D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal),
dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan
oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya apabila kadar kalsium
tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang
reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus
halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari
tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam
mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus.2,4
Gambar 1. Peranan fisiologis hormon paratiroid2
3
Hormon paratiroid (PTH) manusia adalah suatu polipeptida linear dengan
berat molekul 9500 yang mengandung 84 residu asam amino. PTH disintesis
sebagai bagian dari suatu molekul yang lebih besar yang mengandung 115 residu
asam amino (prapo-PTH). Setelah prapo-PTH masuk ke dalam retikulum
endoplasma, maka leader sequence yang terdiri dari 25 residu asam amino
dikeluarkan dari terminal N untuk membentuk polipeptida pro-PTH yang terdiri
dari 90 asam amino. Enam residu asam amino lainnya juga dikeluarkan dari
terminal N pro-PTH di apparatus Golgi, dan produk sekretorik utama chief cells
adalah polipeptida PTH yang terdiri dari 84 asam amino.2,5,6
Kadar normal PTH utuh dalam plasma adalah 10-55 pg/mL. Waktu paruh
PTH kurang dari 20 menit, dan polipeptida yang disekresikan ini cepat diuraikan
oleh sel-sel Kupffer di hati menjadi 2 polipeptida, sebuah fragmen terminal C
yang tidak aktif secara biologis dengan berat molekul 2500.5,6
PTH bekerja langsung pada tulang untuk meningkatkan resorpsi tulang
dan memobilisasi Ca2+. Selain meningkatkan Ca2+ plasma dan menurunkan fosfat
plasma, PTH meningkatkan ekskresi fosfat dalam urin. Efek fosfaturik ini
disebabkan oleh penurunan reabsorpsi fosfat di tubulus proksimal. PTH juga
meningkatkan reabsorpsi Ca2+ di tubulus distal, walaupun ekskresi Ca2+ biasanya
meningkat pada hiperparatiroidisme karena terjadi peningkatan jumlah yang
difiltrasi yang melebihi efek reabsorpsi. PTH juga meningkatkan pembentukan
1,25 dihidroksikolekalsiferol, metabolit vitamin D yang secara fisiologis aktif.2,5,6
Efek hormon paratiroid terhadap konsentrasi kalsium dan fosfat dalam
cairan ekstraselular. Naiknya konsentrasi kalsium terutama disebabkan oleh dua
4
efek berikut ini: (1) efek hormon paratiroid yang menyebabkan terjadinya
absorpsi kalsium dan fosfat dari tulang, dan (2) efek yang cepat dari hormon
paratiroid dalam mengurangi ekskresi kalsium oleh ginjal. Sebaliknya
berkurangnya konsentrasi fosfat disebabkan oleh efek yang sangat kuat dari
hormon paratiroid terhadap ginjal dalam menyebabkan timbulnya ekskresi fosfat
dari ginjal secara berlebihan, yang merupakan suatu efek yang cukup besar untuk
mengatasi peningkatan absorpsi fosfat dri tulang.5,6
Absorpsi kalsium dan fosfat dari tulang yang disebabkan oleh hormon
paratiroid. Hormon paratiroid mempunyai dua efek pada tulang dalam
menimbulkan absorpsi kalsium dan fosfat. Pertama merupakan suatu tahap cepat
yang dimulai dalam waktu beberapa menit dan meningkat secara progresif dalam
beberapa jam. Tahap ini diyakini disebabkan oleh aktivasi sel-sel tulang yang
sudah ada (terutama osteosit) untuk meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat.
Tahap yang kedua adalah tahap yang lebih lambat, dan membutuhkan waktu
beberapa hari atau bahkan beberapa minggu untuk menjadi berkembang penuh;
fase ini disebabkan oleh adanya proses proliferasi osteoklas, yang diikuti dengan
sangat meningkatnya reabsorpsi osteoklastik pada tulang sendiri, jadi bukan hanya
absorpsi garam fosfat kalsium dari tulang.5,6
Fase cepat absorpsi kalsium dan fosfat (osteolisis) Bila disuntikan
sejumlah besar hormon paratiroid, maka dalam waktu beberapa menit konsentrasi
ion kalsium dalam darah akan meningkat, jauh sebelum setiap sel tulang yang
baru dapat terbentuk. Hormon paratiroid dapat menyebabkan pemindahan garam-
garam tulang dari dua tempat di dalam tulang: 5,6
5
1. Dari matriks tulang disekitar osteosit yang terletak didalam tulangnya sendiri
dan
2. Disekitar osteoblas yang terletak di sepanjang permukaan tulang. Pada
membran sel osteoblas dan osteosit memiliki protein reseptor untuk mengikat
hormon paratiroid.
Hormon paratiroid dapat mengaktifkan pompa kalsium dengan kuat,
sehingga menyebabkan pemindahan garam-garam kalsium fosfat dengan cepat
dari kristal tulang amorf yang terletak dekat dengan sel. Hormon paratiroid
diyakini merangsang pompa ini dengan meningkatkan permeabilitas ion kalsium
pada sisi cairan tulang dari membran osteositik, sehingga mempermudah difusi
ion kalsium ke dalam membran sel cairan tulang. Selanjutnya pompa kalsium di
sisi lain dari membran sel memindahkan ion kalsium yang tersisa tadi k edalam
cairan ekstraselular.5,6
Fase lambat absorpsi tulang dan pelepasan kalsium dan fofat (aktivasi
osteoklas). Suatu efek hormon paratiroid yang lebih banyak dikenal dan yang
penjelasannya lebih baik adalah aktivasi hormon paratiroid terhadap osteoklas.
Namun osteoklas sendiri tidak memiliki protein reseptor membran untuk hormon
paratiroid. Sebaliknya diyakini bahwa osteoblas dan osteosit teraktivasi
mengirimkan suatu sinyal sekunder tetapi tidak dikenali ke osteoklas,
menyebabkan osteoklas memulai kerjanya yang biasa, yaitu melahap tulang dalam
waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan. 5,6
Aktivasi sistem osteoklastik terjadi dalam dua tahap: 5,6
1. Aktivasi yang berlangsung dari semua osteoklas yang sudah terbentuk, dan
6
2. Pembentukan osteoklas yang baru
Kelebihan hormon paratiroid selama beberapa hari biasanya menyebabkan
sistem osteoklastik berkembang dengan baik, tetapi karena pengaruh rangsangan
hormon paratiroid yang kuat, pertumbuhan ini berlangsung terus selama berbulan-
bulan. Setelah beberapa bulan, resorbsi osteoklastik tulang dapat menyebabkan
lemahnya tulang dan menyebabkan rangsangan sekunder pada osteoblas yang
mencoba memperbaiki keadaan tulang yang lemah. Oleh karena itu, efek yang
terakhir dari hormon paratiroid yang sebenarnya adalah untuk meningkatkan
aktivitas dari osteoblastik dan osteoklastik. Namun, bahkan pada tahap akhir,
masih terjadi lebih banyak absorpsi tulang daripada pengendapan tulang dengan
adanya kelebihan hormon paratiroidyang terus menerus.5,6
Bila dibandingkan dengan jumlah total kalsium dalam cairan ekstraselular,
ternyata tulang mengandung banyak sekali kalsium, bahkan bila hormon
paratiroid menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium yang sangat besar
dalam cairan ekstraselular, tidaklah mungkin untuk memperhatikan adanya efek
yang berlangsung dengan segera pada tulang. Pemberian atau sekresi hormon
paratiroid yang diperlama (dalam waktu beberapa bulan atau tahun) akhirnya
menyebabkan absorpsi seluruh tulang yang sangat nyata dengan disertai
pembentukan rongga-rongga yang besar yang terisi dengan osteoklas besar berinti
banyak.5,6
Efek hormon paratiroid terhadap ekskresi fosfat dan kalsium oleh ginjal
Pemberian hormon paratiroid menyebabkan pelepasan fosfat dengan segera dan
7
cepat masuk kedalam urin karena efek dari hormon paratiroid yng menyebabkan
berkurangnya reabsorpsi ion fosfat pada tubulus proksimal. 5,6
Hormon paratiroid juga meningkatkan reabsorpsi tubulus terhadap kalsium
pada waktu yang sama dengan berkurangnya reabsorpsi fosfat oleh hormon
paratiroid. Selain itu, hormon ini juga menyebabkan meningkatnya kecepatan
reabsorpsi ion magnesium dan ion hydrogen, sewaktu hormon ini mengurangi
reabsorpsi ion natrium, kalium dan asam amino dengan cara yang sangat mirip
seperti hormon paratiroid mempengaruhi fosfat. Peningkatan absorpsi kalsium
terutama terjadi di bagian akhir tubulus distal, duktus koligentes, dan bagian awal
duktus koligentes. 5,6
Bila bukan oleh karena efek hormon paratiroid pada ginjal yang
meningkatkan reabsorpsi kalsium, pelepasan kalsium yang berlangsung terus
menerus pada akhirnya akan menghabiskan mineral tulang ini dari cairan
ekstraselular dan tulang. 5,6
Efek hormon paratiroid pada absorpsi kalsium dan fosfat dalm usus
Hormon paratiroid sangat berperan dalam meningktkan absorpsi kalsium dan
fosfat dari usus dengan cara meningkatkan pembentukan 1,25
dihidroksikolekalsiferol dari vitamin D. 5,6
Efek vitamin D pada tulang serta hubungannya dengan aktivitas hormon
paratiroid. Vitamin D memegang peranan penting pada absorpsi tulang dan
pengendapan tulang. Pemberian vitamin D yang banyak sekali menyebabkan
absorpsi tulang yang sangat mirip dengan pemberian hormo paratiroid. Juga, bila
tidak ada vitamin D, maka efek hormon paratiroid dalam menyebabkan absorpsi
8
tulang sangat berkurang atau malahan dihambat. Mekanisme kerja vitamin D ini
belum diketahui, tetapi diyakini merupakan hasil dari efek 1,25
dihidroksikalsiferol (yang merupakan produk utama dari vitamin D) dalam
meningkatkan pengangkutan kalsium melewati membran sel. 5,6
Vitamin D dalam jumlah yang lebih kecil meningkatkan kalsifikasi tulang.
Salah satu cara yang dapat dipakai untuk meningkatkan kalsifikasi adalah dengan
cara meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat dari usus. Akan tetapi, bahkan bila
tidak ada peningkatan, absorpsi akan tetap meningkatkan proses mineralisasi
tulang. Sekali lagi, mekanisme terjadinya efek ini tidak diketahui, tetapi mungkin
disebabkan oleh kemampuan 1,25 dihidroksikolekalsiferol untuk menyebabkan
timbulnya pengangkutan ion kalsium melewati membran sel.
Sebagian besar efek hormon paratiroid pada organ sasarannya diperentarai oleh
siklik adenosin monofosfat (cAMP) yang bekerja sebagai mekanisme second
messenger. Dalam waktu beberapa menit setelah pemberian hormon paratiroid,
konsentrasi cAMP di dalam osteosit, osteoklas, dan sel-sel sasaran lainnya
meningkat. Selanjutnya, cAMP mungkin bertanggung jawab terhadap beberapa
fungsi osteoklas seperti sekresi enzim dan asam-asam sehingga terjadi reabsorpsi
tulang, pembentukan 1,25 dihidroksikolekalsiferol di dalam ginjal dan
sebagainya. Mungkin masih ada efek-efek langsung lain dari hormon paratiroid
yang efeknya tidak bergantung pada mekanisme second messenger. 5,6
Pengaturan sekresi paratiroid oleh konsentrasi ion kalsium
Bahkan penurunan konsentrasi ion kalsium yang paling sedikit pun dalam cairan
ekstraselular akan menyebabkan kelenjar paratiroid meningkatkan kecepatan
9
sekresinya dalam waktu beberapa menit; bila penurunan konsentrasi ion kalsium
menetap, kelenjar paratiroid akan menjadi hipertrofi, sering lim kali atau lebih.
Contohnya, kelenjar paratiroid akan menjadi sangat besar pada Rikets, dimana
kadar kalsium biasanya hanya tertekan sedikit; juga, kelenjar akan menjadi sangat
besar saat hamil, walaupun penurunan konsentrasi ion kalsium pada cairan
ekstraselular ibu sangat sulit diukur; dan kelenjar sangat membesar selama laktasi
karena kalsium digunakan untuk pembentukan air susu ibu. Sebaliknya, setiap
keadaan yang meningkatkan konsentrasi ion kalsium diatas nilai normal akan
menyebabkan berkurangnya aktivitas dan ukuran kelenjar paratiroid. Beberapa
keadaan tersebut meliputi: 5,6
1. Jumlah kalsium yang berlebihan dalam diet,
2. Meningkatnya vitamin D dalam diet, dan
3. Absorpsi tulang yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda dengan
hormon paratiroid (contohnya absorpsi tulang yang disebabkan oleh tidak
digunakannya tulang itu).
Kontrol dari hormon Paratiroid. Sekresi dari hormon paratiroid tergantung
dari suatu negative feed-back mechanism yang diatur oleh kadar ion kalsium
dalam plasma. Juga ada hormon lain yang ikut mengatur kadar kalsium dalam
serum yaitu calcitonin atau thyrocalcitonin. Hormon ini diproduksi oleh kelenjar
tiroid. 5,6
Beberapa observasi menunjukan bahwa ada hubungan antara paratiroid
dengan kelenjar-kelenjar endokrin lain. Umpamanya pernah didapat hiperplasia
kelenjar paratiroid pada akromegali, sindrom Cushing, dan penyakit Addison.
10
Hipofisektomi (pada binatang) menyebabkan involutio dari kelenjar-kelenjar
paratiroid, sedangkan pemberian hormon pertumbuhan (GH), adrenokortikotropin
(ACTH), ekstrak lobus anterior hipofisis dan steroid-steroid adrenal
mengakibatkan hiperplasia dari kelenjar-kelenjar paratiroid. Tetapi mungkin pula
bahwa perubahan kelenjar-kelenjar paratiroid adalah sekunder akibat perubahan
kadar fosfat dalam serum yang disebabkan oleh hormon-hormon tersebut.
Hiperplasia dari kelenjar-kelenjar paratiroid terdapat dalam keadaan-keadaan
dimana ada tendens dari ion kalsium untuk menurun, umpamanya pada penyakit
Rachitis (atau Osteomalacia), kehamilan, hilangnya kalsium dalam darah dan
insufisiensi ginjal yang disertai retensi fosfor. 5,6
11
HIPERPARATIRODISME
A. Definisi
Hiperparatiroid adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan
sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon
paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama
dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan
meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan
penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan absorbsi kalsium di usus.
Hormon paratiroid juga menyebabkan fosfaturia, yang secara tidak langsung
menyebabkan terjadinya hipofosfatemia. Hiperparatiroidisme terbagi menjadi
primer, sekunder dan tersier.3
B. Klasifikasi
1. Hiperparatiroidisme primer
Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh
adenoma tunggal. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar
(contoh berbagai adenoma atau hiperplasia). Sedikit kasus hiperparatiroidisme
utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari adenoma dan
hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus genetika keluarga
dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia,
syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan. Familial
hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism
juga termasuk kedalam kategori ini.3
12
2. Hiperparatiroidisme sekunder
Hiperparatiroid sekunder merupakan suatu keadaan dimana sekresi
hormon paratiroid meningkat lebih banyak dibanding dengan keadaan normal,
karena kebutuhan tubuh meningkat sebagai proses kompensasi. Pada keadaan
ini terdapat hiperplasi dan hiperfunsi merata pada keempat kelenjar paratiroid,
terutama dari chief cells. Biasanya penyebab primer adalah gagal ginjal
kronik, dan glomerulonefritis atau pyelonefritis menahun. Penyakit lain yang
juga dapat menyebabkan hiperparatiroid sekunder adalah osteogenesis
imperfekta, penyakit paget multiple mieloma, dan karsinoma dengan
metastase tulang.1,7
Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang
produksi hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk
hipokalsemia, kekurangan produksi vitamin D karena penyakit ginjal, dan
hiperpospatemia. Hiperpospatemia berperan penting dalam perkembangan
hiperplasia paratiroid yang akhirnya akan meningkatkan produksi hormon
paratiroid.3
3. Hiperparatiroidisme tersier
Penyebabnya masih belum diketahui. Perubahan mungkin terjadi pada
titik pengatur mekanisme kalsium pada level hiperkalsemik.3
HIPERPARATIRODISME SEKUNDER
13
A. Definisi
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang
berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal sebagai respons
terhadap penurunan kadar kalsium terionisasi didalam serum. Secara khusus,
kelainan ini berkaitan dengan gagal ginjal. Penyebab umum lainnya karena
kekurangan vitamin D.3,8
Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat
kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Pada
sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal, tetapi tidak
mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium
serum melebihi normal; pasien kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia.3
B. Etiologi
Hiperparatiroid sekunder merupakan suatu keadaan dimana sekresi
hormon paratiroid meningkat lebih banyak dibanding dengan keadaan normal,
karena kebutuhan tubuh meningkat sebagai proses kompensasi. Pada keadaan ini
terdapat hiperplasi dan hiperfunsi merata pada keempat kelenjar paratiroid,
terutama dari chief cells. Biasanya penyebab primer adalah gagl ginjal kronik, dan
glomerulonefritis atau pyelonefritis menahun. Penyakit lain yang juga dapat
menyebabkan hiperparatiroid sekunder adalah osteogenesis imperfekta, penyakit
paget multiple mieloma, karsinoma dengan metastase tulang.1,8
Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi
hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia,
kekurangan produksi vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia.
14
Hiperpospatemia berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid
yang akhirnya akan meningkatkan produksi hormon paratiroid.3,8
Pada penyakit ini terdapat hiperplasia dan hiperfungsi dari kelenjar
paratiroid. Sebab primer adalah keadaan hipokalsemia kronik yang disebabkan di
antaranya oleh:3,5,8,9
1. Gagal ginjal kronik karena:
a. Glomerulonefritis
b. Pielonefritis
c. Kongenital dari traktus urinarius pada anak-anak
d. Dialisis, dapat menyebabkan penurunan kadar kalsium darah.
2. Defisiensi vitamin D (riketsia dan osteomalasia), defek herediter dari
metabolisme vitamin D.
3. Malabsorbsi intestinal, berbagai gangguan gastrointestinal dapat menyebabkan
kalsium tidak dapat diabsorbsi maksimal ke dalam darah, sehingga pada
keadaan kronis dapat menyebabkan hipokalsemia.
4. Penyakit-penyakit lain dapat juga menyebabkan hipokalsemia dan kemudian
hiperparatiroidisme sekunder, misalnya:
a. Osteogenesis imperfecta
b. Paget’s disease
c. Mieloma multiple
d. Karsinoma dengan metastasis di tulang
C. Patofisiologi
15
Hiperparatiroidisme sekunder biasanya ditandai dengan adanya hiperplasia
kelenjar paratiroid. Keempat kelenjar biasanya akan mengalami hiperplasia, tapi
tidak kadang hanya 1-2 kelenjar yang mengalami hiperplasia.8
Hiperparatiroidisme sekunder kebanyakan merupakan akibat dari keadaan
gagal ginjal kronik, dimana biasanya berkembang pada pasien hemodialisis.
Hipokalsemia kronis yang akhirnya menimbulkan hiperparatiroidisme sekunder
juga dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin D, malabsorbsi intestinal yang
dikarakteristiki oleh inadekuat absorbsi vitamin D dan kalsium.7,8
Penggunaan furosemide jangka panjang pada bayi baru lahir, penggunaan
kontrasepsi oral dan hiperkalsiuria idiopatik dapat pula menyebabkan terjadinya
hiperparatiroidisme sekunder.8
Kebanyakan penyebabnya adalah gagal ginjal kronik. Pada gagal ginjal
kronik terjadi berbagai abnormalitas biokimia, termasuk penurunan kemampuan
ekskresi fosfat melalui urin. Keadaan ini akan mengakibatkan peningkatan kadar
fosfat dalam darah, sehingga meningkatkan kadar produk kalsium-fosfat.
Sehingga kadar kalsium darah cenderung menurun, keadaan ini disebut sebagai
hipokalsemia.2,8
Keadaan hiperfosfatemia dan kerusakan parenkim ginjal berhubungan
dengan penyebab penurunan kemampuan ginjal dalam memproduksi 1,25-
dihydroxycholecalciferol (vitamin D aktif), yang berperan dalam absorbsi kalsium
di saluran intestinal.2,8,10
Berbagai keadaan yang menyebabkan terjadinya hipokalsemia kronis ini,
menstimulasi tubuh untuk melakukan suatu rekasi kompensasi untuk
16
mengembalikan kadar kalsium dalam darah sehingga mendekati angka normal.
Cara kompensasi tubuh yang digunakan yaitu dengan overproduksi PTH yang
secara tidak langsung diikuti dengan hiperplasia kelenjar paratiroid.8
PTH terutama bekerja pada tulang, usus dan ginjal. Dalam ginjal, PTH
meningkatkan resorpsi kalsium dari lumen tubulus ginjal. Dengan demikian
mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin
D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari
makanan dalam usus. Pada tulang, PTH berperan dalam peningkatan reabsorpsi
kalsium dari tulang. Pada usus, peningkatan absorpsi kalsium dari makanan
merupakan efek langsung dari PTH.8,10
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal
mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria.
Hal ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapat
menimbulkan penurunan kreatinin klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar
kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul
akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon
(kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis).8
17
Gambar 2. Patofisiologi Hiperparatiroidisme Sekunder11
D. Manifestasi Klinis
Karena hiperparatiroidisme sekunder disebabkan oleh berbagai macam
etiologi, maka manifestasi klinis yang sering muncul selalu diserati dengan
adanya manifestasi klinis akibat kelainan yang mendasarinya, yaitu gagal ginjal
atau defisiensi vitamin D (osteomalasia atau miopati).3,8
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat
terganggunya beberapa sistem organ pada kasus hiperparatiroidisme sekunder
yang lama dan berat. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual,
muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi, semua ini
berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis
dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga
keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta
sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi
jaringan saraf dan otot.3,8
Manifestasi utama dari hiperparatiroidisme terutama pada ginjal dan
muskuloskeletal. Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang
18
Malabsorbsi Calsium
berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu
komplikasi hiperparatiroidisme. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi
kalsium oksalat atau kalsium fosfat dalam pelvis dan parenkim ginjal yang
mengakibatkan nefrolithiasis, obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
Nefrolitiasis juga menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan retensi fosfat.3,5,8
Manifestasi skeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi
akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel
raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan, disebut sebagai
osteitis fibrosa cystica. Secara histologis, gambaran patognomonik adalah
peningkatan giant multinukleal osteoklas pada lakuna Howship dan penggantian
sel normal dan sumsum tulang dengan jaringan fibrotik. Pasien dapat mengalami
nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung, panggul, tungkai
dan persendian lutut serta, nyeri ketika menyangga tubuh, fraktur patologik,
deformitas, osteomalasia dan kiposkoliosis. Nyeri persendian akibat deposit
kristal hidroksiapatite, karena adanya hiperfosfatemia. Bahkan, dapat terjadi
neksrosis avaskular pada caput femoris karena adanya renal distrofi yang
menyebabkan nyeri sendi panggul. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan
hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.5,8,12
Pada pasien dapat disertai dengan gejala disfungsi sistem saraf pusat,
nervus dan otot perifer, traktus gastrointestinal, dan sendi. Manifestasi dari
neuromuscular termasuk tenaga otot berkurang (paroxysmal muscular weakness)
yang perlahan-lahan, mudah lelah, dan atrofi otot yang mungkin menyolok adalah
tanda kelainan neuromuscular primer.5,8
19
Manifestasi pada traktus gastrointestinal kadang-kadang ringan. Insidens
ulkus peptikum dan pankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan dapat
menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal.5,8
Pada anak-anak dengan azotemia, terjadi deformitas skeletal berupa
pembengkokan tibia dan femur. Kalsifikasi vaskular dan nekrosis iskemia perifer
dapat menyebabkan warna kulit jari dan kuku menjadi pucat. Kadang, ulcer dan
scar dapat timbul. Dan didapatkan adanya hubungan kejadian stenosis mitral dan
aorta pada pasien anak dengan hemodialisis.8
Secara umum, efek dari hiperkalsemia adalah sebagai berikut:5,8
1. Sistem saraf pusat: Perubahan mental, penurunan daya ingat, emosional tidak
stabil, depresi, gangguan tidur, koma.
2. Neuromuscular: Tenaga otot berkurang (paroxysmal muscular weakness), rasa
sakit pada sendi dan otot akibat penimbunan kalsium, pruritus, dan pergerakan
tangan yang abnormal pada saat tidur.
3. Gastrointestinal: Ulkus peptikum, pankreatitis, nausea, vomiting, reflux, dan
kehilangan nafsu makan.
4. Kardiovaskular: Hipertensi.
5. Mata: Konjunctivitis, keratopathy.
6. Kulit: Pruritus akibat penimbunan kalsium
E. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level
kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit
20
lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya
hiperparatiroidisme yang dapat menaikkan kadar kalsium dalam level yang
tinggi.8
Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang
nonspesifik karena kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan
dan perubahan pada ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan sinar-x atau pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah
lanjut. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya
batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi
kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal. Pemeriksaan antibodi ganda hormon
paratiroid digunakan untuk membedakan hiperparatiroidisme dengan keganasan,
yang dapat menyebabkan hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai
thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi
paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia pada
kelenjar paratiroid.8
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena
menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali
diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya
komplikasi. Karena tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan
kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang
sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura.8
Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan
fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan
21
palsu kadar PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh
direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal.8
Hiperparatiroidisme sekunder pada umumnya menunjukkan hasil
pemeriksaan penunjang sebagai berikut:3,8
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hormon parathiroid meningkat
b. Kalsium serum dapat normal atau menurun
c. Fosfat serum menurun pada defisiensi vitamin D
Fosfat serum meningkat pada insufisiensi atau gagal ginjal
d. Kadar 25-hydroxyvitamin D menurun, kurang dari 20 ng per milliliter (50
nmol per liter)
2. Radiologis: Rontgen (komplikasi pada organ target)
a. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
b. Cystic-cystic dalam tulang
c. Trabeculae di tulang
d. Erosi subperiostal
e. Nefrolithiasis
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk evaluasi pembesaran kelanjar paratiroid.
4. PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
F. Penatalaksanaan
Konservatif 3,7,8,9,12
22
1. Pada kasus defisiensi vitamin D dapat dikoreksi dengan pemberian kapsul
vitamin D 50.000 IU/kapsul satu kali seminggu selama 8 minggu dan dapat
diulang 8 minggu lagi apabila tanda defisiensi masih terlihat.
2. Pada kasus gagal ginjal kronik, National Kidney Foundation (NKF)
merekomendasikan penurunan kadar PTH untuk menormalkan turnover
mineral tulang dan meminimalisasi terbentuknya kalsifikasi ektopik. Pasien
yang mengalami dialisis gagal ginjal, biasanya mengalami peningkatan kadar
hormon paratiroid.
Berikut pilihan terapi non bedah yang dianjurkan bagi pasien
hiperparatiroidisme sekunder pada kasus gagal ginjal kronik:
a. Restriksi konsumsi fosfat, jika dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan kadar 25-hydroxyvitamin D >30 ng/mL.
b. Phosphate binder
Calcium-based phosphate binders, seperti calcium carbonate atau
calcium acetate
Non-calcium-based phosphate binders, seperti sevelamer hydrochloride
atau lanthanum carbonate
c. Suplementasi kalsium dibatasi kurang dari 2 gr/hari
d. Vitamin D dan analognya:
Calcitriol
Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol
mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan
hiperparatiroidisme sekunder.
23
Analog calcitriol: Paricalcitol, doxercalciferol, maxacalcitol, dan
falecalcitriol
e. Kalsimimetik, seperti cinacalcet
Kalsimimetik digunakan efeknya dalam meningkatkan sensitivitas reseptor
kalsium dan menghambat pengeluaran dari PTH. Selain itu, kalsimimetik
juga dapat menurunkan kadar fosfor dalam darah.
Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau
meminimalisir hiperparatiroidisme sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat dengan
diet rendah fosfat juga penting. Pasien yang mengalami dialysis-dependent
chronic failure membutuhkan calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas
aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level cairan kalsium dan
fosfat.
Operatif 2,3,8
Pasien yang mengalami nyeri tulang atau patah tulang, pruritus, dan
calciphylaxis perlu perawatan dengan pendekatan operatif. Kegagalan pada terapi
medis untuk mengontrol hiperparatiroidisme juga mengindikasikan untuk
menjalani operasi. Umumnya, jika terjadi hiperparatiroidisme persisten berat
dengan kadar hormon paratiroid lebih tinggi dari 800 pg/mL dan keadaan
hiperkalsemia dan hiperfosfatemia walaupun dengan pengoreksian kadar kalsium
24
dan fosfor, serta tebukti adanya kelainan pada tulang, paratiroidektoimi sebaiknya
dipertimbangkan.
1. Intraoperatif
b. Keempat kelenjar paratorid harus diperhatikan dan dibiopsi jika
dibutuhkan untuk meyakinkan ikebenaran identifikasi. Pada kebanyakan
kasus, hyperplasia difus banyak ditemukan meskipun ukuran kelenjar
dapat berbeda.
c. Pilihan operasi dapat berupa paratiroidektomi total dengan
autotransplantasi atau paratiroidektomi subtotal (3,5 kelenjar). Pada
beberapa kasus harus dilakukan timektomi. Penelitian Rothmud, et al
(1991) menyatakan pada paratiroidektomi subtotal kemungkinan dapat
kemabali terjadi hiperkalsemia dan membutuhkan eksplorasi ulang,
sedangkan pada paratiroidektomi total tidak terjadi peningkatan kadar
kalsium darah. Sekarang, kebanyakan lebih digunakan teknik
paratiroidektomi total dengan autotransplantasi.
2. Post-operatif
a. Pada eksplorasi paratiroid, perlu dimonitor kadar kalsium setiap 12 jam
sampai stabil. Keadaan hipokalsemia terjadi pada 24-72 jam post operasi.
Pemberian terapi diindikasikan hanya jika terdapat gejala yang
menyertainya.
b. Jika terjadi keadaan hipoparatiroidisme persisten, berikan suplementasi
oral dengan kalsium dan vitamin D. Calcium citrate atau calcium
25
carbonate dapat dimulai 2 tablet 4 kali/hari. Beberapa pasien memerlukan
lebih atau bahkan kurang dari itu. Dosis Calcitriol dimulai 1 mcg/hari
untuk hari pertama, 0.5 mcg/hari untuk hari kedua, kemudian 0.25
mcg/hari untuk berikutnya.
c. Jika dilakukan paratiroidektomi total dengan autotransplantasi, pasien
harus diberikan terapi pemeliharaan untuk jangka waktu tertentu berupa
suplementasi calcium dan calcitriol.
d. Jika terjadi kerusakan nervus yang ditunjukan dengan suara yang serak,
mengindikasikan dilakukan laringoskopi. Jika terjadi paralysis plika
vokalis, dilakukan operasi untuk memperbaiki kerusakan nervus.
Reeksplorasi setelah 24-48 jam tidak dianjurkan mengingat resiko tinggi
akibat inflamasi pada daerah operasi.
e. Kedaruratan yang bersifat mengancam jiwa terjadi jika terdapat hematoma
pada ruang pretrakeal. Komplikasi ini harus segera didiagnosis dan
dilakukan evakuasi hematoma. Jika penanganan terlambat atau tidak
dilakukan, dapat terjadi edema laring seingga akan terjadi obstruksi jalan
nafas. Pada hematoma minimal tidak memerlukan penanganan operatif.
f. Adanya kumpulan cairan pada subplatisma mungkin dapat terbentuk, dan
dapat dilakukan aspirasi dan dapat diulang jika diperlukan, kadang
diperlukan drainage untuk evakuasi cairan tersebut.
G. Prognosis
26
Pengobatan hiperparatiroidisme sekunder pada kebanyakan pasien
berhasil. Pasien yang menjalani pengangkatan kelenjar paratiroid mempunyai
kira-kira 10% resiko kumatnya penyakit. Hal ini mungkin berkaitan dengan fungsi
yang berlebihan atau hilangnya kelenjar dileher atau hiperplasia. Adakalanya
pasien yang telah menjalani operasi, dapat mengalami hipoparatiroidisme
persisten, sehingga pasien demikian membutuhkan suplementasi kalsium dan
calcitriol seumur hidup.3
27