Referat Insomnia

24
Fisiologi Tidur Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian. Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi proses deaktivasi sistem Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-neuron di substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi. 1 Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep center). Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center). 1

description

jiwa psikologi

Transcript of Referat Insomnia

Fisiologi Tidur

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian.Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi proses deaktivasi sistem Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-neuron di substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi. 1Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep center). Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center).

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu: 11. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam.

Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam empat stadium, antara lain: 1 Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran kumparan tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang disebut gelombang teta.

Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan mudah.

Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.

Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)

Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagi-bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM.

Pola siklus tidur dan bangun adalah bangun sepanjang hari saat cahaya terang dan tidur sepanjang malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya perubahan gelap dan terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui mata dan mempengaruhi suatu bagian di hipotalamus yang disebut nucleus supra chiasmatic (NSC). NSC akan mengeluarkan neurotransmiter yang mempengaruhi pengeluaran berbagai hormon pengatur temperatur badan, kortisol, growth hormone, dan lain-lain yang memegang peranan untuk bangun tidur. NSC bekerja seperti jam, meregulasi segala kegiatan bangun tidur. Jika pagi hari cahaya terang masuk, NSC segera mengeluarkan hormon yang menstimulasi peningkatan temperatur badan, kortisol dan GH sehingga orang terbangun. Jila malam tiba, NSC merangsang pengeluaran hormon melatonin sehingga orang mengantuk dan tidur. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh glandula pineal. Saat hari mulai gelap, melatonin dikeluarkan dalam darah dan akan mempengaruhi terjadinya relaksasi serta penurunan temperatur badan dan kortisol. Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada jam 9 malam, terus meningkat sepanjang malam dan menghilang pada jam 9 pagi. 2Perubahan tidur akibat proses menua

Orang usia lanjut membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur ( berbaring lama di tempat tidur sebelum tidur) dan mempunyai lebih sedikit/lebih pendek waktu tidur nyenyaknya.

Pada penelitian di laboratorium tidur, orang usia lanjut mengalami waktu tidur yang dalam lebih pendek, sedangkan tidur stadium 1 dan 2 lebih lama. Hasil uji dengan alat polysomnographic didapatkan penurunan yang bermakna dalam slow wave sleep dan rapid eye movement (REM). Orang usia lanjut juga lebih sering terbangun di tengah malam akibat perubahan fisik karena usia dan penyakit yang dideritanya sehingga kualitas tidur secara nyata menurun. 2

Pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada irama sirkadian tidur normal yaitu menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap dan terang. Dalam irama sirkadian yang normal terdapat peranan pengeluaran hormon dan perubahan temperatur badan selama siklus 24 jam. Ekskresi kortisol dan GH meningkat pada siang hari dan temperatur badan menurun di waktu malam. Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperatur tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol. Melatonin menurun dengan meningkatnya umur.

Penelitian lain menunjukkan kualitas tidur usia lanjut yang sehat, juga tergantung pada bagaimana aktivitasnya pada siang hari. Bila siang hari sibuk dan aktif sepanjang hari, pada malam hari tidak ada gangguan dalam tidurnya, sebaliknya bila siang hari tidak ada kegiatan dan cenderung tidak aktif, malamnya akan sulit tidur. 2

Hypnograms memerlihatkan perbedaan karakter tidur pada orang muda dan orang tua. Dibandingkan dengan orang muda, Orang tua cenderung memiliki onset tidur yang lama, tidur yang terfragmentasi, bangun terlalu dini di pagi hari dan menurunnya tidur tahap 3 dan 4.Definisi Insomnia

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup. Klasifikasi Insomnia

Insomnia Primer

Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.

Insomnia Sekunder

Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia.

Etiologi Insomnia Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia. Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi. Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid. Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah malam. Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer. Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.

Faktor Resiko Insomnia

Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko insomnia meningkat jika terjadi pada: 1 Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur. Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia meningkat sejalan dengan usia. Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu tidur. Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia. Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari sering meningkatkan resiko insomnia. Tanda dan Gejala Insomnia

Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari Sering terbangun pada malam hari Bangun tidur terlalu awal Kelelahan atau mengantuk pada siang hari Iritabilitas, depresi atau kecemasan Konsentrasi dan perhatian berkurang Peningkatan kesalahan dan kecelakaan Ketegangan dan sakit kepala Gejala gastrointestinalDiagnosis

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap: 1 Pola tidur penderita. Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang. Tingkatan stres psikis. Riwayat medis. Aktivitas fisik Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan pola tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan pengisian kuisioner, untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa mencatat waktu tidur Anda selama 2 minggu.

Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan insomnia.

Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi, gerakan mata, dan gerakan tubuh. 2

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ 3 Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk

b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan

c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari

d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan

Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.

Kriteria lama tidur (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada transient insomnia) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)Tatalaksana 1

1. Non Farmakoterapi

a. Terapi Tingkah Laku Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita insomnia.Terapi tingkah laku meliputi

Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.

Teknik Relaksasi.

Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.

Terapi kognitif.

Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka atau dalam grup.

Restriksi Tidur.

Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.

Kontrol stimulus

Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas.

Instruksi dalam terapi stimulus-kontrol:

1. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca, menonton televisi, makan atau bekerja.

2. Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam waktu 20 menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur, tinggalkan tempat tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan hal-hal yang membuat santai. Hindari menonton televisi. Bila sudah merasa mengantuk kembali ke tempat tidur, namun bila alam 20 menit di tempat tidur tidak juga dapat tidur, kembali lakukan hal yang membuat santai, dapat berulang dilakukan sampat seseorang dapat tidur.

3. Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan berapa lama tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki jadwal tidur-bangun (kontrol waktu).

4. Tidur siang harus dihindari.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumahBeberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa. Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur. Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan pernapasan atau beribadah Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada malam hari. Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari kebisingan Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur. Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin Menghindari makan besar sebelum tidur Cek kesehatan secara rutin Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik2. Farmakologi

Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine. 1a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)

b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur : 4 Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep inducing anti-insomnia yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)

Misalnya pada gangguan anxietas

Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke proses tidur selanjutnya)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Prolong latent phase Anti-Insomnia, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik)

Misalnya pada gangguan depresi

Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep Maintining Anti-Insomnia, yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting).

Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis

Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.

Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)

Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi

Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut

Lama Pemberian

Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan Sleep EEG yang menetap sekitar 6 bulan lamanya.

Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena Psychological Dependence (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat ditanggulangi.

Efek Samping

Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur

Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-insomnia (waktu paruh) :

Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam) ( gejala rebound lebih berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik

Waktu paruh sedang, seperti Estazolam ( gejala rebound lebih ringan

Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam ( menimbulkan gejala hang over pada pagi harinya dan juga intensifying daytime sleepiness

Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat terjadi disinhibiting effect yang menyebabkan rage reaction

Interaksi obat

Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan potensiasi efek supresi SSP yang dapat menyebabkan oversedation and respiratory failure

Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal enzyme atau produce protein binding displacement sehingga jarang menimbulkan interaksi obat atau dengan kondisi medik tertentu.

Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol atau CNS Depressant lain, resiko kematian akan meningkat.

Perhatian Khusus

Kontraindikasi :

Sleep apneu syndrome

Congestive Heart Failure

Chronic Respiratory Disease

Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko menimbulkan teratogenic effect (e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)

Komplikasi

Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur. Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.

Komplikasi insomnia meliputi 5 Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.

Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi kecelakaan.

Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi

Kelebihan berat badan atau kegemukan

Daya tahan tubuh yang rendah

Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

2.10 Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain seperti depresi dan lain-lain. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia. 1DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher

2. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC3. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.4. Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.5. Insomnia.(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternative-medicine Diakses tanggal 25 Agustus 2014)1