Referat Inertia

download Referat Inertia

of 37

Transcript of Referat Inertia

Referat

Distosia Karena Kelainan Power

Nama : Osdatilla Esa Putri Nim : 110.2007.208 Pembimbing : dr. R. Irawan M Sp.OG

Kepaniteraan Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD Serang Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Serang, November 2011

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb, Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Distosia Karena Kelainan Power . Referat ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh kepaniteraan klinik di bagian obstetrik dan ginekologi di RSUD Serang. Dalam penulisan referat ini penulis tidak terlepas dari kesulitan dan hambatan yang dihadapi, namun berkat pertolongan dari berbagai pihak presentasi kasus ini dapat terwujud. Tidak lupa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan setinggi-tingginya kepada dr. R. Irawan M Sp.OG yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan petunjuk, bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan referat ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki penulis. Meskipun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya. Akhir kata penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh pihak demi kesempurnaan referat ini.

Serang, November 2011

Penulis

|Page

2

BAB I PENDAHULUAN Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor P utama yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan janin (passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu ), penolong saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan. Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor "P" tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau lebih faktor P ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan. Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut distosia. Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Salah satunya adalah distosia karena kelainan power (his) baik kekuatan maupun sifatnya yang menghambat kelancaran persalinan. Kelainan power (his) berhubungan dengan gangguan kotraksi uterus yang dapat di bedakan menjadi dua yaitu disfungsi uterus hipotonik, yakni kontraksi uterus yang lebih aman, singkat dan jarang daripada biasa sehingga tidak cukup untuk membuat serviks berdilatasi. dan disfungsi uterus hipertonik yakni kekuatan kontraksi berlebihan atau terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat. Disfungsi inkoordinasi yakni kekuatan kontraksi yang meningkat, juga diluar his, dan kontraksinya tidak berlangsungnseperti biasa karena tidak ada sinkronisasi kontraksi bagian lainya. Distosia berpengaruh buruk bagi ibu maupun janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat akan menentukan prognosis ibu dan janin.

|Page

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DISTOSIA 2.1.1. Definisi Distosia adalah suatu persalinan yang sulit, ditandai dengan kemajuan persalinan yang lambat. Untuk menentukan adanya distosia dapat menggunakan batasan waktu ataupun kelajuan proses. Distosia dapat terjadi pada kala I ataupun kala II persalinan. Distosia pada kala I aktif persalinan dapat dikelompokkan menjadi proses persalinan yang lambat (protraction disorder) ataupun tidak adanya kemajuan persalinan sama sekali (arrest disorder). American college of Obstetricians dan Gynecologist (ACOG) memiliki definisi sendiri mengenai gangguan kemajuan persalinan yang diadaptasi dari definisi awal pada tahun 1983. Distosia pada kala II persalinan ditandai dengan: 1. 2. 3. 4. Pada nulipara tanpa anestesi regional kala II lebih dari 2 jam Pada nulipara dengan anestesi regional kala II lebih dari 3 jam Pada multipara tanpa anestesi regional kala II lebih dari 1 jam Pada multipara dengan anestesi regional kala II lebih dari 2 jam Proses persalinan yang macet (distosia) dapat terjadi akibat adanya gangguan pada salah satu atau kombinasi dari empat komponen di bawah ini: 1. 2. 3.4.

Gangguan pada daya pendorong, termasuk di dalamnya adalah Gangguan presentasi, posisi, dan perkembangan janin Gangguan pada tulang pelvis ibu Gangguan pada jaringan lunak traktus reproduksi yang dapat

gangguan kontraksi uterus dan gangguan meneran

menghalangi penurunan janin Secara lebih sederhana penyebab distosia dapat dikategorikan menjadi tiga P:1.

Gangguan pada powers (kontraksi uterus dan usaha meneran Gangguan pada passenger (posisi janin, presentasi janin, dan 4

ibu)2.

ukuran janin) |Page

3.

Gangguan pada passage rongga pelvis dan jaringan lunak

pada jalan lahir 2.2. DISTOSIA KARENA GANGGUAN PADA DAYA PENDORONG 2.2.1. Fisiologi kontraksi uterus His (kontraksi) adalah serangkaian kontraksi rahim yang teratur karena otot-otot polos rahim yang bekerja dengan baik dan sempurna secara bertahap akan mendorong janin melalui serviks dan vagina sehingga janin keluar dari rahim ibu. Kontraksi menyebabkan serviks membuka secara bertahap (mengalami dilatasi), menipis dan tertarik sampai hampir menyatu dengan rahim. Perubahan ini memungkinkan janin bisa lahir. His yang normal muai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada fundus uteri di mana lapisan otot paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi merata dan meyeluruh. His yang sempurna bila (1) Kontraksi yang simetris. (2) Kontraksi paling kuat atau adanya dominasi di fundus uteri. (3) Sesudah itu terjadi relaksasi. Reynolds dkk (1948) menggarisbawahi bahwa kontraksi uterus saat persalinan normal ditandai dengan adanya gradient dari kontraksi uterus, dimana gradient terlama dan terkuat adalah pada fundus (dominasi fundus) dan menjadi berkurang kearah serviks. Caldeyro-Barcia dkk (1950) dari Montevideo, Uruguay, memasukkan balon kecil ke miometrium pada beberapa level. Mereka menyatakan selain adanya gradient aktivitas, didapatkan pula perbedaan onset dari kontraksi uterus di fundus, midzone dan uterus bagian bawah. Larks (1960) mendeskripsikan bahwa stimulus kontraksi berasal kornu dan beberapa milisekon kemudian sudah mencapai tempat lainnya, sehingga eksitasi akan bergabung menjadi satu di fundus dan akan berjalan bersamaan ke bawah uterus. Tiap his dimulai sebagai gelombang dari salah satu sudut dimana tuba masuk ke dalam dinding uterus sebagai pace maker sampai ke seluruh uterus. Frekuensi adalah jumlah his dalam waktu tertentu biasanya permenit atau per 10 menit. |Page 5 tempat gelombang his berasal. Gelombang bergerak kedalam dan ke bawah dengan kecepatan 2cm tiap detik

Durasi his adalah lamanya setiap his berlangsung diukur dengan detik, Amplitudo atau intensitas adalah kekuatan his diukur dalam mmHg.

misalnya selama 40 detik. Dalam praktek, kekuatan his hanya dapat diraba secara palpasi apakah sudah kuat atau masih lemah. Aktivitas his adalah frekuensi dan amplitudo diukur dengan unit Montevideo. Contoh: frekuensi suatu his 3x per 10 menit dan amplitudonya 50 mmHg, maka aktivitas rahim = 350= 150 unit Montevideo.

Amplitudo uterus meningkat terus sampai 60mmHg pada akhir kala I dan frekuensi his menjadi 2 sampai 4 tiap 10 menit. Juga durasi his meningkat dari hanya 20 detik pada permulaan partus sampai 60-90 detik pada akhir kala I atau pada permulaan kala II. His yang sempurna dan efektif bila ada koordinasi dari gelombang kontraksi, sehingga kontraksi simetris dengan dominasi di fundus uteri, dan mempunyai amplitudo 40 sampai 60mmHg yang berdurasi 60 sampai 90 detik, dengan jangka waktu antara kontraksi 2 sampai 4 menit, dan pada relaksasi tonus uterus kurang dari 12 mmHg. Jika frekuensi dan amplitudo his lebih tinggi, maka dapat mengurangi pertukaran O2. Terjadilah hipoksia janin dan timbul gawat janin yang secara klinik dapat ditentukan dengan antara lain menghitung detak jantung janin ataupun dengan pemeriksaan kardiotokografi. Pada kala III atau kala uri yang |Page 6

berlangsung 2 sampai 6 menit, amplitudo his masih tinggi sekitar 60 sampai 80 mmHg, tetapi frekunsinya berkurang. Hal ini disebut aktivitas uterus menurun. Sesudah 24 jam pasca persalinan intensitas dan frekuensi his menurun. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap kontraksi rahim adalah besar rahim, besar janin, berat badan ibu, dan lain-lain. Namun, dilaporkan tidak adanya perbedaan hasil pengukuran tekanan intrauterus kala II antara wanita obese dan tidak obese. 2.2.2. Gangguan kontraksi uterus Disfungsi uterus dapat dibedakan menjadi: 1. Hypotonic uterine contraction (inertia uteri) kontraksi uterus yang lebih aman, singkat dan jarang daripada biasa sehingga tidak cukup untuk membuat serviks berdilatasi. 2. Hypertonic uterine contraction yakni kekuatan kontraksi berlebihan atau terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat. 3. Inkoordinasi uterine action yakni kekuatan kontraksi yang meningkat, juga diluar his, dan kontraksinya tidak berlangsungnseperti biasa karena tidak ada sinkronisasi kontraksi bagian lainya. Montevideo dkk juga menemukan fakta bahwa tekanan kontraksi minimal untuk mendilatasikan serviks adalah 15 mmHg. Hal ini sejalan dengan hasil yang ditemukan Hendricks dkk yang melaporkan bahwa kuat kontraksi spontan yang normal biasanya 60 mmHg keatas. Dari observasi ini dapat disimpulkan ada 2 tipe dari disfungsi uterus yakni hypotonus uterine dysfunction dan hyperteonic uterus dysfunction. Pada hypotonus uterine dysfunction tidak ada hipertonus dan kontraksi uterus masih dalam pola normal, dan kontraksi tersebut tidak cukup untuk mendilatasikan serviks. Pada hypertonic uterine dysfunction, terjadi peningkatan tonus basal atau gangguan gradient tekanan. Gangguan gradient tekanan dapat terjadi karena adaya kontraksi segmen uterus pada bagian selain fundus, dan kontraksinya lebih kuat dari bagian fundus atau juga dapat terjadi asinkroni dari impuls yang berasal dari kornu.Gangguan kontraksi uterus dapat terjadi pada fase aktif (kala 1) ataupun pada kala 2. 7

|Page

2.2.3. Klasifikasi gangguan uterus Abnormalitas kontraksi uterus dibedakan berdasarkan fase menjadi: 1. Active Phase Disorder Gangguan ini dibedakan lagi menjadi dua, yaitu protraction disorder dan arrest disorder. Pada protraction disorder perkembangan yang terjadi lebih lambat dari seharusnya (dilatasi serviks kurang dari 1 cm/ jam dalam pemantauan minimal 4 jam), sedangkan pada arrest disorder , tidak ada perkembangan sama sekali. Kedua diagnosis ini hanya dapat ditegakkan dalam keadaan wanita berada dalam fase aktif dengan dilatasi minimal 4 cm. Delapan puluh persen wanita dengan active phase disorder memiliki kontraksi uterus yang tidak adekuat (kurang dari 180 montevideo unit). 2. Second Stage Disorder Pada pembukaan lengkap, pada umumnya perempuan tidak dapat menahan rasa ingin mendorong pada saat uterus berkonstraksi. Otot otot abdomen akan dikontraksikan berkali kali untuk meningkatkan tekanan intra abdomen berkali kali untuk meningkatkan tekanan intra abdomen sepanjang kontraksi. Kontraksi uterus dan otot abdomen mendorong janin keluar. Analgesia atau sedasi berat dapat menurunkan reflex / rasa ingin berkonstraksi dan juga menurunkan kemampuan perempuan untuk melakukan konstraksi otot abdomen. Jenis jenis kelainan power (HIS) A. Inersia uteri Definisi Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah dan dalam durasi yang pendek Etiologi Hingga saat ini masih belum diketahui. akan tetapi terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi : a. Faktor umum 1. Primigravida terutama pada usia tua 2. Anemia dan asthenia |Page 8

3. Perasaan tegang dan emosional 4. Pengaruh hormonal karena kekurangan prostaglandin atau oksitosin 5. Ketidaktepatan penggunaan analgetik b. Faktor lokal 1. Overdistensi uterus 2. Perkembangan anomali uterus misal hipoplasia 3. Mioma uterus 4. Malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik 5. Kandung kemih dan rektum penuh Tipe 1. Inersia Primer (Hypotonic Uterine contraction): Kontraksi uterus lemah sejak awal 2. Inersia Sekunder : Inersia berkembang setelah terdapat kontraksi uterus yang sebelumnya baik Gambaran klinis 1. Waktu persalinan memanjang 2. Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah atau dalam jangka waktu pendek 3. Dilatasi serviks lambat 4. Membran biasanya masih utuh 5. Lebih rentan terdapatnya placenta yang tertinggal dan perdarahan paska persalinan karena inersia persisten 6. Tokografi : Gelombang kontraksi kurang dari normal dengan amplitude pendek Penatalaksanaan a. Pemeriksaan umum : 1. 2. 3. Pemeriksaan untuk menentukan disproporsi, malresentasi atau Penatalaksaan kala 1 yang baik Pemberian antibiotik pada proses persalinan yang memanjang 9 malposisi dan tetalaksana sesuai dengan kasus

terutama pada kasus dengan membrane plasenta telah pecah |Page

b.

Amniotomi 1. 2. 3. Bila cervik telah berdilatasi > 3 cm Bila presentasi bagian terbawah janin telah berada pada bagian Ruptur membrane buatan (artificial) yang dapat menyebabkan

bawah uterus augmentasi kontraksi uterus. Hal ini terjadi karena pelepasan prostaglandin, dan terdapatnya reflex stimulasi kontraksi uterus ketika bagian presentasi bayi semakin mendekati bagian bawah uterus. c. Oksitosin 5 unit oksitosin (syntocinon) dalam 500 cc glukosa 5% diberikan IV. Tetesan infuse mulai dari 10 tetes/menit, dan kemudian meningkat secara bertahap sehingga mendapatkan kontraksi uterus rata rata 3x dalam 10 menit. d. Metode persalinan 1. Persalinan per vaginam : Dengan menggunakan forceps, vakum atau ekstraksi. Hal ini bergantung kepada bagian presentasi bayi, cerviks telah pembukaan lengkap. 2. Operasi cesar sesario diindikasi pada : (1) Kegagalan denga metode tersebut, (2) Kontraindikasi terhadap infuse oksitosin, missal pada kasus disproporsi, (3) Distres fetal sebelum terjadi dilatasi cervical. B. His yang terlampau kuat (hypertonic uterine contraction) His yang terlampau kuat disebut juga hypertonic uterine contraction. Walaupun pada golongan coordinated hypertonic uterine contraction ini bukan merupakan penyebab distosia. Namun, hal ini dibicarakan juga disini dalam bagian kelainan his. His yang terlalu kuat atau terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam dinamakan partus presipitatus yang ditandai oleh sifat his yang normal, tonus otot diluar his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus pada ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya vagina dan perineum. Bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat. |Page 10

Batas antara bagian atas dan segmen bawah rahim atau lingkaran retraksi menjadi sangat jelas terlihat atau meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran ini dinamakan lingkaran patologik atau lingkaran bandl. Ligamentum rotunda menjadi tegang serta lebih jelas teraba, penderita merasa nyeri terus menerus dan gelisah. Akhirnya apabila tidak mendapat pertolongan, regangan segmen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri Manifestasi Klinis a. Persalinan menjadi lebih singkat (partus presipitatus) b. Nyeri terus menerus sebelum dan selama kontraksi c. Gelisah d. Ketuban pecah dini e. Distress fetal dan maternal f. Regangan segnen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan sehingga dapat terjadi ruptura uteri. Penatalaksaan a. Pemeriksaan umum : Sama seperti inersia hipouteri b. Pemberian analgesic dan antispasmodic, missal pethidine c. Analgesia epidural memiliki keuntungan yang baik d. Operasi cesar diindikasikan pada 1. 2. 3. Kegagalan metode sebelumnya Disproporsi Distal fetus sebelum mengalami pembukaan C. Incoordinated Uterine Contraction Disini sifat his berubah. Tonus otot uterus meningkat, juga diluar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Disamping itu, tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia janin. |Page 11

His jenis ini juga disebut sebagai incoordinated hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah pecah, kelainan his data menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi dan lingkaran kontriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, tetapi biasanya dapat ditemukan pada batas antara bagian atas dengan segmen bawah uterus. Lingkaran kontriksi tidak dapat ditemukan pada pemeriksaan dalam,kecuali jika pembukaan sudah lengkap sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Oleh sebab itu, jika pembukaan belum lengkap biasanya tidak mungkin mengenal kelainan ini dengan pasti. Manifestasi Klinis a. b. c. d. Persalinan menjadi lebih lama Nyeri yang lebih keras dan lebih lama Distress fetal dan maternal Distosia servikalis primer, serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi. Penatalaksaan a. b. c. 1. 2. Pemeriksaan umum : Sama seperti inersia hipouteri Pemberian analgesic dan antispasmodic, misalnya pethidine Operasi cesar diindikasikan pada: Kegagalan metode sebelumnya Distal fetus sebelum mengalami pembukaan

2.2.4. Faktor-faktor yang berpengaruh pada disfungsi uterus a. Analgesia epidural Perlu diperhatikan bahwa analgesia epidural dapat menyebabkan perlambatan proses persalinan (Sharma and Leveno, 2000). Seperti yang tertera pada tabel berikut, analgesia dapat memperlambat persalinan kala 1 dan kala 2

|Page

12

b.

Korioamnionitis Karena pada banyak kasus terdapat hubungan antara pemanjangan waktu persalinan dengan infeksi intrapartum, beberapa klinisi menyimpulkan bahwa infeksi dapat menyebankan aktivitas uterus yang tidak normal. Satin dkk (1992) mempelajari efek korioamnionitis terhadap 266 stimulasi persalinan dengan oksitosin. Korioamnionitis yang terdeteksi terlambat pada persalinan merupakan marker untuk operasi seksio, namun korioamnitis yang ditemukan dini pada masa persalinan tidak diasosiasikan dengan hal tersebut. Empat puluh persen wanita yang menderita korioamnionitis setelah mendapatkan oksitosin untuk distosia persalinan pada akhirnya membutuhkan seksio. Namun beberapa ahli berpendapat bahwa infeksi uterus merupakan konsekuensi dari persalinan yang lama, bukan penyebab distosia.

c.

Posisi ibu sewaktu persalinan Berjalan-jalan sewaktu persalinan kala 1 dapat memperpendek waktu persalinan, menurunkan jumlah oksitosin yang dibutuhkan nantinya, menurunkan kebutuhan analgesia, dan menurunkan frekuensi episiotomi (Flynn dkk, 1978). Menurut Miller (1983), uterus akan berkontraksi lebih sering dengan intensitas yang lebih kurang dengan posisi supine dibandingkan dengan posisi miring. Kebalikannya, akan terjadi bila posisi ibu duduk atau berdiri. Namun Bloom dkk (1998) membuktikan bahwa ambulansi (berjalan-jalan) tidak mempercepat maupun memperlambat persalinan pada wanita nullipara dan wanita multipara. The American College of Obstetricians and Gynecologist (2003) telah menyimpulkan bahwa ambulasi tidak berbahaya dan mobilitas |Page 13

dapat membuat si ibu lebih nyaman. Pada kala 2 didapatkan banyak pendapat. Johnson dkk (1991) menemukan bahwa penggunaan alat bantuan persalinan seperti kursi persalinan, pada beberapa RCT tidak memiliki hasil yang dapat disimpulkan dan cenderung subjektif. Ada juga yang melaporkan keuntungan dari menghindari posisi litotomi, sehingga akan didapatkan pelvic outlet yang lebih luas. Russel (1969) melaporkan daerah pelvic outlet akan lebih luas dengan posisi jongkok dibandingkan dengan supine. Sementara gupta dkk (1991) melaporkan bahwa tidak ada perbedaan dimensi pelvic outlet dengan posisi supine atau jongkok. Crowley (1991) melaporkan tidak ada keuntungan yang lebih dari penggunaan kursi persalinan, dan hal ini malah meningkatkan kejadian perdarahan. De Jong dkk (1997) menemukan bahwa tidak ada peningkatan frekuensi perdarahan pada posisi duduk. Posisi berdiri/tegak juga tidak mempengaruhi hasil obstetri pada persalinan kala 2, keuntungan yang didapatkan pada hal ini adalah nyeri ibu yang lebih kurang dan kepuasan ibu terhadap pengalaman persalinan. Babayer dkk (1998) melaporkan bahwa duduk atau jongkok yang terlalu lama pada persalinan kala 2 dapat menyebabkan neuropati perineal. d. Imersi air Pendekatan ini ditujukan untuk mendapatkan relaksasi persalinan sehingga akan menyebabkan persalinan yang lebih efisien dan lancar (Odent, 1983). Schorn dkk (1993) melaporkan bahwa tekhnik ini tidak mempengaruhi dilatasi serviks, waktu persalinan, rute kelahiran atau penggunaan analgesia. Robertson dkk (1998) melaporkan bahwa tekhnik imersi air tidak diasosiasikan dengan korioamnionitis ataupun endometriosis. Kwee dkk (2000) melaporkan tekhnik imersi air dapat menurunkan tekanan darah ibu dan tidak mempengaruhi tekanan darah fetus.

2.2.5. Penatalaksanaan Diperlukan pengawasan dalam persalinan lama oleh sebab apa pun. Penatalaksanaan mencakup pengukuran tekanan darah tiap 4 jam, pencatatan denyut jantung janin tiap setengah jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala II, pemberian infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonik secara intravena bergantian, |Page 14

pemberian antinyeri berupa petidin 50 mg. Selain pemeriksaan di atas juga perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah persalinan sudah benar dimulai atau tidak dan apakah terdapat disproporsi sefalopelvik atau tidak. Penatalaksanaan terhadap hypotonic uterine contraction meliputi: 1. 2. 3. 4. Pemeriksaan keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul Memperbaiki keadaan umum ibu Pengosongan kandung kencing serta rectum Pemberian oksitosin, 5 satuan IU dalam laturan glukosa 5% diberikan infus intravena dengan kecepatan 12 tetes per menit. Pemberian infus oksitosin memerlukan pengawasan ketat. Infus dihentikan bila kontraksi uterus berlangsung lebih dari 60 detik atau kalau denyut jantung janin melambat atau menjadi lebih cepat. Oksitosin jangan diberikan pada grande multipara dan pernah mengalami seksio sesarea karena dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri. Penatalaksaan dalam hypertonic uterine contraction Meliputi pengobatan secara simptomatis. Penatalaksanaan yang dilakukan meliputi pengurangan tonus otot dan ketakutan penderita. 2.3 Induksi dan Akselerasi persalinan 2.3.1. Definisi Induksi persalinan (induction of labour) adalah merangsang uterus untuk memulai terjadinya persalinan. Akselerasi persalinan (augmented of labour) adalah meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan. dapat dengan cara medikamentosa dan mekanika. 2.3.2. Tujuan Tujuan tindakan tersebut adalah mencapai his 3x dalam 10 menit, lamanya 40 detik

|Page

15

2.3.3. Induksi dan Akselerasi persalinan Pematangan serviks medikamentosa Uterotonik (oxytocic) merupakan obat-obatan yang mengandung ergonovine, ergometrine atau oxytocin. Uterotonik adalah zat yang meningkatkan kontraksi uterus. Uterotonik banyak digunakan untuk induksi, penguatan persalinan, pencegahan serta penanganan perdarahan post partum, pengendapan perdarahan akibat abortus inkompletikus dan penanganan aktif pada Kala persalinan.Pemberian obat uterotonik adalah salah satu upaya untuk mengatasi pendarahan pasca persalinan atau setelah lahirnya plasenta. Namun, pemberian obat ini sama sekali tidak dibolehkan sebelum bayi lahir. Keuntungan pemberian uterotonika ini adalah untuk mengurangi perdarahan kala III dan mempercepat lahirnya plasenta. Karena itu, pemberian pencegahan dapat diberikan pada setiap persalinan atau bila ada indikasi tertentu. Indikasi yang dimaksud adalah hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu: Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya: 1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu 2. Grande multipara (lebih dari empat anak). 3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun). 4. Bekas operasi Caesar. 5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya. Bila terjadi riwayat persalinan kurang baik, ibu seyogyanya melahirkan dirumah sakit Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya: 1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep 2. 3. 4. 5. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar. Uterus yang kelelahan, persalinan lama. Uterus yang lembek akibat narkosa. Inersia uteri primer dan sekunder.

Obat-obatan yang dipakai untuk pencegahan adalah Oksitosin dan Ergometrin. Caranya, disuntikkan intra muskuler atau intravena (bila diinginkan kerja cepat), setelah |Page 16

anak lahir.

|Page

17

Uterotonika yang efektif yaitu:

Oksitosin dan derivatnya Alkaloid ergot dan derivatnya Prostaglandin semisintetik

Respon terhadap uterus bertingkat mulai kontraksi uterus , ritmis sampai tetani Anatomi Fisiologi Uterus

Uterus disarafi oleh: saraf kolinergik dari saraf pelvik dan saraf adrenegik dari ganglion hipogastrik Respon uterus berbeda tergantung: spesies, pubertas (makin dewasa makin nyata), hamil (makin aterm makin nyata) Mineral yang berpengaruh adalah: Na dan Ca

OKSITOSIN DAN EKSTRAK HIPOFISIS POSTERIOR

Oksitosin merangsang otot polos uterus dan mammae selektif dan cukup kuat Stimulus sensoris pada serviks, vagina dan payudara merangsang hipofisis posterior melepaskan oksitosin Sensitivitas uterus meningkat dng pertambahan usia kehamilan

Farmakologi Oksitosin Efek pada Uterus:

Merangsang frekuensi dan kontraksi uterus Efek pada uterus menurun jika estrogen menurun Uterus imatur kurang peka thd oksitosin Infus oksitoksin perlu diamati menghindari tetani respon uterus meningkat 8 x lipat pada usia kehamilan 39 minggu

Efek pada mamae:

Menyebabkan kontraksi otot polos mioepitel susu mengalir (ejeksi susu) Sediaan oksitosin berguna untuk memperlancar ejeksi susu, serta mengurangi pembengkakan payudara pasca persalinan

|Page

18

Efek Kardiovaskuler:

Relaksasi otot polos pembuluh darah (dosis besar) Penurunan tekanan sistolik, warna kulit merah, aliran darah ke ekstremitas menurun, takikardi dan curah jantung menurun

Farmakokinetik Oksitosin

Hasil baik pada pemakaian parenteral Cepat diabsorbsi oleh mukosa mulut Efektif untuk pemberian tablet isap Selama hamil ada peningkatkan enzim Oksitosinase atau sistil aminopeptidase berfungsi mengaktifkan oksitoksin enzim tersebut berkurang setelah melahirkan, diduga dibuat oleh plasenta

Mekanisme / cara kerja Oksitosin memainkan peranan yang sangat penting dalam persalinan dan ejeksi ASI. Oksitosin bekerja pada reseptor oksitosik untuk menyebabkan : 1. Kontraksi uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung pada otot polos maupun lewat peningkatan produkdsi prostaglandin 2. Konstriksi pembuluh darah umbilicus 3. Kontraksi sel-sel miopital ( refleks ejeksi ASI ) .

Oksitosin bekerja pada reseptor hormone antidiuretik ( ADH )* untuk menyebabkan : a. Peningkatan atau penurunan yang mendadak pada tekanan darah 9 diastolik karena terjadinya vasodilatasib. Retensin air

Kerja oksitosin yang lain meliputi : Kontraksi tuba falopi untuk membantu pengangkutan sperma,; luteolitis (involusi korpus luteum ). Peranan neurotransmitter yang lain dalam system saraf pusat. Oksitosin disintesis dalam hipotalamus, kelenjar gonad, plasenta dan uterus. Muylai dari usia kehamilan 32 minggu danselanjutnya, konsentrasi oksitosin dan demikian pula aktifitas uterus akan lebih tinggi pada malam harinya |Page 19

Pelepasan oksitosin endogenus ditingkatkan oleh : Persalinan Stimulasi serviks vagina atau parudara Estrogen yang beredar dalam darah Peningkatan osmolalitas / konsentrasi plasma Volume carian yang rendah dalam sirkulasi darah Stres dalam persalinan dapat memacu partus presipitatus yang dikenal dengan istilah refleks ejeksi fetus. Stress yang disebabkan oleh tangisan bayi akan menstimulasi produksi ASI. Pelepasan oksitosin disupresi oleh : 1. Alcohol 2. Relaksin 3. Penurunan osmolalitas plasma 4. Volume cairan yang tinggi dalam sirkulasi darah ( Graves, 1996 ) Sediaan Oksitosin

Injeksi Oksitosin (Pitosin) 10 unit USP/ml IM atau IV Semua sediaan sintetis, yang alam mahal Semprot hidung: 40 unit USP/ml Tablet sublingual: 200 unit USP

Farmakodinamik:

IM: mula 3 5 menit, P: TD, L: 2 3 jam IV: M: segera, P: TD, L: 1 jam Inhal: M: menit, P: TD, L: 20 menit 20

|Page

Efek terapeutik: induksi persalianan, mengeluarkan ASI Reaksi merugikan: kejang, intoksikasi air, perdarahan intrakranial, disritmia, asfiksia, janin: ikterus, hipoksia Interaksi: vasopresor, anestetik siklopropan

Metode pemberian oksitosin Infus oksitosin 5 unit dalam 500 cc dekstrose 5% (atau garam fisiologik) mulai dengan 12 tetes per menit Naikkan kecepatan infuse perlahan hingga 50 tetes sampai kontraksi adekuat (3x tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) dan pertahankan sampai terjadi kelahiran Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih dari 4 kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infuse dan kurangi hiperstimulasi dengan: (1) Terbutalin 250 mcg IV pelan pelan selama 5 menit, atau (2) Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (gram fisiologis atau Ringer laktat) 10 tetes/menit Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) maka tidak banyak gunanya memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi. Ciri oksitosin ialah bahwa hasil pemberiannya tampak dalam waktu singkat.oleh karena itu, Kalau tidak terdapat kemajuan, pemberiannya dihentikan supaya penderita dapat beristirahat . kemudian dicoba lagi untuk berapa jam. Kalau masih tidak ada kemajuan lebih baik dilakukan seksio cesaria. Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan konsentrasi yang lebih tinggi: 1. Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan seksio sesarea 2. Pada Primigravida, infuse oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya yaitu: 10 unit dalam 500 ml dekstrose (atau garam fisiologik) 30 tetes per menit. Kemudian naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat. Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per menit (60 mIU per menit, lakukan seksio sesarea) Oksitosin yang diberikan secara intramuskular dapat menyebabkan incoordinated uterine action. Tapi ada kalanya dipakai terutama dalam kala II, |Page 21

hanya diperlukan sedikit penambah kekuatan his supaya persalinan dapat diselesaikan. Untuk hal ini seringkali 0,5 satuan oksitosin IM sudah cukup untuk mencapai hasil yang diinginkan. Efek samping: Spasme uterus ( pada dosis rendah ) Hiperstimulasi uterus 9 membahayan janin : kerusakan jaringan lunak /rupture uterus Keracunan cairan dan hiporatremia ( pada dosis besar ) Mual,muntah, aritmia, anafilaksis, ruam kulit, aplasia plasenta, emboli amnion. Kontraksi pembuluh darah tali pusat Kerja antidiuretik Reaksi hipersensitifitas

Kontraindikasi: Kontraksi uterus hipertonik Distress janin / Gawat janin Prematurisasi Letak bayi tidak normal Disporposi sepalo pelvis / Predisposisi lain untuk pecahnya rahim Obstruksi mekanik pada jalan lahir Preeklamsi atau penyakit kardiovaskuler dan terjadi pada ibu hamil yang berusia 35 tahun Resistensi dan inersia uterus Uterus yang starvasi 22

|Page

Contoh obat

Tablet oksitosina Pitosin tablet

PROSES KEPERAWATAN OKSITOSIN Pengkajian

Kaji data dasar sebelum infus: nadi, TD, aktivitas uterus, DJJ Ergonovin dan metilergonovin dapat menyebabkan vasokontriksi hipertensi Resiko trombosis jika berbaring setelah post partum

Intervensi

Sediakan magnesium sulfat mengantisipasi hipertonisitas, juga O2 Awasi tanda ruptur uteri (sangat jarang) yang berupa tambahnya rasa nyeri mendadak, kontraksi hilang, DJJ hilang, perdarahan, syok hipovolemik yang sangat cepat

Penyuluhan

Obat diberikan per infus (drip) untuk menyesuaikan dosis Akan merasakan kram perut, juga efek analgesik Jangan merokok meningkatkan vasokonstriksi Menurunkan prolaktin menghambat laktasi (ergonovin, metilergonovin)

PROSTAGLANDIN

Ditemukan dalam ovarium, miometrium, darah mens Post coitus juga ditemukan prostaglandin di vagina Jenis prostaglandin adalah: PGE dan PGF PGF merangsang uterus hamil dan tidak hamil PGE merelaksasi uterus tidak hamil, dan merangsang kontraksi uterus hamil

Prostaglandine E2 Dinoprostone lokal dalam bentuk jelly ( Prepidil ) yang diberikan dengan aplikator |Page 23

khusus intraservikal dengan dosis 0.5 mg. Dinoproston vaginal suppositoria 10 mg (Cervidil). Pemberian prostaglandine harus dilakukan di kamar bersalin. Pemberian oksitosin drip paling cepat diberikan dalam waktu 6 12 jam pasca pemberian prostaglandine E2. Efek samping: Tachysystole uterine pada 1 5% kasus yang mendapat prostaglandine suppositoria. Prostaglandine E1 Misoprostol (Cytotec) dengan sediaan 100 dan 200 g. Pemberian secara intravagina dengan dosis 25 g pada fornix posterior dan dapat diulang pemberiannya setelah 6 jam bila kontraksi uterus masih belum terdapat. Bila dengan dosis 2 x 25 g masih belum terdapat kontraksi uterus, berikan ulang dengan dosis 50 g. Pemberian Misoprostol maksimum pada setiap pemberian dan dosis maksimum adalah 4 x 50 g ( 200 g ). Dosis 50 g sering menyebabkan :

Tachysystole uterin Mekonium dalam air ketuban Aspirasi Mekonium

Pemberian per oral: Pemberian 100 g misoprostol peroral setara dengan pemberian 25 g per vaginam Sediaan Prostaglandin

Karbopros trometamin: Injeksi 250 ug/ml Dinoproston (PGE): Supositoria vaginal 20 mg Gemeprost: Pesari 1mg ( melunakan uterus) Sulpreston: Injeksi 25, 50, 100 ug/ml IM atau IV

Indikasi Prostaglandin

Induksi partus aterm Mengontrol perdarahan dan atoni uteri pasca persalinan Merangsang kontraksi uterus post sc atau operasi uterus lainya Induksi abortus terapeutik Uji oksitosin 24

|Page

Menghilangkan pembengkakan mamae

Misoprostol adalah suatu analog prostaglandin Elsintetik yang menghambat sekresi asam lambung dan nmenaikkan proteksi mukosa lambung.

Indikasi:

Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks hanya pada kasus

kasus tertentu misalnya : (1) Preeklampsia berat / eklampsia dan serviks belum matang sedangkan seksio sesarea belum dapat segera dilakukan atau bayi terlalu premature untuk bisa hidup, (2) Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum in partu, dan terdapat tanda tanda ganguan pembekuan darah

Metode pemberian: Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg di forniks posterior vagina dan

jika his tidak timbul dapat diulangi setelah 6 jam Jika tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberian 25 mcg, naikkan dosis

menjadi 50 mcg tiap 6 jam Jangan lebih dari 50 mcg setiap kali pakai, dan jangan lebih dari 4 dosis

atau 200 mcg Misoprostol mempunyai resiko meningkatkan kejadian rupture uteri.

Oleh karena itu, hanya dikerjakan di pelayanan kesehatan yang lengkap

Jangan memberikan oksitosin dalam 8 jam sesudah pemberian misoprostol Peroral untuk proteksi GI selama terapi AINS : 200 gqid. Diberiksan bersama makanan, jika dosis ini tidak ditolerir : 100g qid dapat digunakan. Bentuk sediaan : tablet 100,200g. Misoprostol juga tersedia dalam kombinasi dengan diklofenak.

Mekanisme/ cara kerja |Page 25

Setelah penggunaan oral misprostol diabsobrsi secara ekstensif dan cepat dideesterifikasi menjadi obat aktif : asam misoprostol.Kadar puncak serum asam misoprostol direduksi jika misoprostol diminum bersama makanan.

Efek samping

Dapat menyebabkan kontraksi uterin Diare dilaporkan terjadi dalam 2 minggu pada terapi inisiasi dalam 14-40 % pasien dengan AINS yang menerima 800g / hari. Diare biasanya akan membaik dalam kurang lebih satu minggu terapi. Wanita-wanita yang menggunaklan misoprostol kadang-kadang mengalami gangguan ginekologi termasuk kram atau perdarahan vaginal.

Kontra indikasi

Untuk proteksi GI, misoprostol dikontraindikasikan pada kehamilan karena resiko aborsi. Pasien-pasien harus diberi tahu untuk tidak memberikan misoprostol kepada orang lain. Pasien pasien yang menerima terapiu jangka lama AINSS untuk reumotoid arthritis, misoprostol 200g qid lebih baik daripada antagonis reseptor H2 atau sukralfat dalam mencegah gastric ulcer yang induksinya oleh AINS. Walaupun demikian misoprostol tidak menghilangkan nyeri G1 atau rasa tidak enak yang dihubungkan dengan pengunaan AINS.

Contoh obat

Hemabate (carboprost atau 15 metil PGF2 alpha) Cytotec (misoprostol): Agen ini adalah prostaglandin E1 sintetis analog Tablet : Gastrul isi : misoprostol 200 mcg / tablet.

ALKALOID ERGOT Sumber: jamur gandum Clavicus purpurea

Ergot mengandung: alkaloid ergot dan zat lain ( karbohidrat, gliserida, steroid, 26

|Page

asam amino, amin, basa amonium kuaterner)

Keracunan ergot dapat menyebabkan abortus Batas kontaminasi gandum oleh ergot adalah: < 0,3% Alkaloid pertama yang ditemukan adalah: ergotoksin merupakan campuran: ergokristin, ergokornin, alfa ergokriptin dan beta ergokriptin Ergotamin senyawa paling kuat

Farmakokinetik Ergot

Ergotamin diabsorbsi lambat dan tidak sempurna di saluran cerna Kadar puncak plasma dicapai setelah 2 jam Pemberian kofein akan meningkatkan kadar puncak plasma 2 kali lipat Dosis ergotamin IM 1/10 dosis oral absorbsi di tempat suntikan lambat reaksi perlu waktu 20 menit Dosis ergotamin IV dosis IM efek perangsangan uterus setelah 5 menit Ekskresi ergotamin melalui: empedu sedikit yang melalui urine Pada pemberian oral bromokriptin diabsorbsi lebih baik drpd ergotamin, dan dieliminasi lebih lambat

Macam Alkaloid ergot:

Ergotamin (alkaloid asam amino) Dihidroergotamin (dehidro alkaloid asam amino) Ergonovin (alkaloid amin)

Efek pada uterus:

Semua alkaloid ergot meningkatkan kontraksi uterus secara nyata Dosis kecil menyebabkan kontraksi, dosis besar menyebabkan tetani Kepekaan uterus tergantung maturitas dan kehamilan Sediaaan ergot paling kuat: ergonovin

Efek Kardiovaskuler:

Menyebabkan vasokontriksi perifer 27

|Page

Pembendungan dan trombosis pada gangren dapat terjadi akibat vasokontriksi Efek paling kuat: ergotamin, sedang (dihidroergotamin), tidak berefek (dihidroergotoksin)

Efek alkaloid ergot

Efek Samping Ergot

Toksik keracunan akut dan kronik Paling toksik ergotamin Gx keracunan: mual, muntah, diare, gatal, kulit dingin, nadi lemah dan cepat, bingung dan tidak sadar Dosis keracunan fatal: 26 mg per oral selama beberapa hari, atau dosis tunggal 0,5-1,5 mg parenteral Gejala keracunan kronik: perubahan peredaran darah ( tungkai bawah, paha, lengan dan tangan jadi pucat), nyeri otot, denyut nadi melemah, gangren, angina pectoris, bradikardi, penurunan atau kenaikan tekanan darah

Keracunan biasanya disebabkan: takar lajak dan peningkatan sensitivitas

Indikasi Ergot

Uterotonika dan pengobatan Migren Migren etiologinya multifaktor (emosi, stress fisik, diet, hormonal) Pemberian analgesik perlu dicoba dulu sebelum ergotamin (toksik) 28

|Page

Ergotamin menghilangkan 95% migren dan 15% sakit kepala lainya Dosis: 0,25-0,5 mg SK atau IM

Kontraindikasi Ergot

Dapat menyebabkan gangren tidak boleh diberikan pada penderita: Sepsis Penyakit pembuluh darah (arterosklerosis) Penyakit pembuluh darah koroner Tromboflebitis Penyakit hati dan ginjal

Sediaan Ergot

Ergotamin tatrat: Tablet oral 1 mg Tablet sublingual 2 mg Injeksi 0,5 mg/ml ampul 1ml

Ergonovin maleat:

Tablet oral 0,2 mg Injeksi 0,2 mg/ml

Metilergonovin maleat (Methergin)

Tablet oral 0,2 mg Injeksi 0,2 mg/ml Tablet oral 2 mg

Metisergid maleat

Ergotarmin tartrat

Supositoria 1-2mg dengan kofein 100mg

Contoh obat |Page 29

Nama generic : metal ergometrin, metal ergometrina, hydrogen maleat Nama paten : methergin, met6hernial, methorin, metilat, myomergin.

Metode pematangan serviks mekanika 1. Amniotomi 2. Pemasangan kateter transervikal 3. Dilatator servik higroskopik ( batang laminaria ) 4. stripping of the membrane

1. Amniotomi Indikasi: Induksi atau augmentasi Dari hasil pemeriksaan monitoring denyut jantung janin, diambil tindakan yang

dapat mencegah terjadinya janin jeopardy Dari pemeriksaan kontraksi intrauterus, ketika dalam proses persalinan kontraksi tidak memenuhi syarat Elektif amniotomi dapat dilakukan untuk mendeteksi mekonium

|Page

30

Pemantauan selama tindakan: Periksa denyut jantung janin Lakukan pemeriksaan serviks dan catat konsistensi , posisi, penipisan, dan bukaan serviks dengan menggunakan sarung tangan DTT

Tekhnik tindakan Masukkan kokher yang dipegang tangan kiri dengan bimbingan telunjuk dan jari tengah tangan kanan hingga menyentuh selaput ketuban Gerakkan kedua ujung jari tangan dalam untuk menorehkan gigi kokher hingga merobek selaput ketuban

Cairan ketuban akan mengalir perlahan. Catat warnanya, kejernihan, pewarnaan, mekonium,jumlahya. Jika ada pewarnaan mekoneum, suspek gawat janin

|Page

31

Pertahankan jari tangan dalam vagina agar cairan ketuban mengalir perlahan dan ykin tidak teraba bagian kecil janin atau tali pusat yang menumbung

Setelah amniotomi, periksa DJJ pada saat kontraksi dan sesudah kontraksi uterus. Apabila ada kelainan DJJ (kurang dari 100 atau lebih dari 180 DJJ/menit) suspek gawat janin

Jika kelahiran diperkirakan tidak terjadi dalam 18 jam, berikan antibiotka pencegahan: PenisilinG 2 juta unit IV atau ampisilin 2g IV (ulangi tiap 6 jam sapai kelahiran). Jika pasien tidak ada tanda tanda infeksi sesudah kelahiran, antibiotik dihentikan

Jika proses persalinan yang baik tidak terjadi dalam 1 jam setelah amniotomi, mulailah dengan infuse oksitosin

Pada persalinan dengan masalah misalnya sepsis atau eklampsia,infus oksitosin dilakukan bersamaan dengan amniotomi

1. Kateter Foley Indikasi: Kateter foley merupakan alternative lain di samping pemberian prostaglandin untuk mematangkan serviks dan induksi persalinan Jangan lakukan kateter Foley jika ada riwayat perdarahan, infeksi vaginal, ketuban pecah, pertumbuhan janin terhambat

|Page

32

Metode tindakan Pasang speculum DTT di vagina Masukkan kateter Foley pelan pelan melalui serviks dengan menggunakan

forsps DTT. Pastikan ujung kateter telah melewati ostium uteri internum Gelumbungkan balon kateter dengan menggunakan 10 ml air Gulung sisa kateter dan letakkan di vagina Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau sampai 12 jam Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan kateter, kemudian lanjutkan dengan infuse oksitosin

2. Laminaria Dengan menggunakan laminaria dapat tercapai pematangan cerviks. Dapat dipasang saat malam hari sebelum dilakukan kelahiran pada keesokan harinya |Page 33

3. Stripping Membranes Metode tindakan: Memasukkan tangan telunjuk ke dalam ostium sedalam mungkin dan

kemudian memutari ostium 360 derajat hingga 2 x putaran. Komplikasi: Dapat berpotensi menimbulkan infeksi, perdarahan dari plasenta previa

yang tidak terdiagnosa sebelumnya atau plasenta letak rendah, dan resiko rupture membrane

|Page

34

|Page

35

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Persalinan tidak selalu berjalan lancar, terkadang ada kelambatan dan kesulitan yang dinamakan distosia. Salah satu penyebab distosia itu adalah kelainan tenaga (his). Kelainan tenaga (his) dapat dibedakan menjadi tiga yaitu disfungsi uterus hipotonik, disfungsi uterus hipertonik dan disfungsi inkoordinasi. Peran bidan maupun dokter umum dalam mengangani kasus ini adalah dengan kolaborasi dan rujukan ke tempat pelayanan kesehatan yang memilki fasilitas yang lengkap. 3. 2 Saran Peran bidan maumpun dokter umum dalam menangani kelainan tenaga (his) hendaknya dapat dideteksi secara dini melalui ANC yang berkualitas sehingga tidak ada keterlambatan dalam merujuk. Dengan adanya ketepatan penanganan bidan atau dokter umum yang segera dan sesuai dengan kewenangannya, diharapkan akan menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

|Page

36

KEPUSTAKAAN 1. Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG, edisi Ketiga cetakan Kelima,Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999 2. Williams Obstretics 21 st Ed: F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.Grant M, Kenneth J,.,Md Leveno, Larry C.,Iii,Md Gilstrap,John C.,Md Hauth, Katherine D., Clark, Katherine D.Wenstrom, by McGraw-Hill Profesional (April 2, 2001)

|Page

37