Referat Hepatitis B Dan Hepatitis C

download Referat Hepatitis B Dan Hepatitis C

of 35

description

kedkom

Transcript of Referat Hepatitis B Dan Hepatitis C

Referat Hepatitis B dan Hepatitis C

PendahuluanHepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebabkan oleh banyak hal namun yang terpenting diantaranya adalah karena infeksi virus-virus hepatitis. Virus-virus ini selain dapat memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi kronik. Virus-virus hepatitis dibedakan dari virus-virus lain yang juga dapat menyebabkan peradangan pada hati oleh karena sifat hepatotropik virus-virus golongan ini. Petanda adanya kerusakan hati (hepatocellular necrosis) adalah meningkatnya transaminase dalam serum terutama peningkatan alanin aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan beratnya nekrosis pada sel-sel hati. Hepatitis kronik dibedakan dengan hepatitis akut apabila masih terdapat tanda-tanda peradangan hati dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan. Virus-virus hepatitis penting yang dapat menyebabkan hepatitis akut adalah virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC) dan E (VHE) sedangkan virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis kronik adalah virus hepatitis B dan C.Infeksi virus-virus hepatitis masih menjadi masalah masyarakat di Indonesia. Hepatitis akut walaupun kebanyakan bersifat self-limited kecuali hepatitis C, dapat menyebabkan penurunan produktifitas dan kinerja pasien untuk jangka waktu yang cukup panjang. Hepatitis kronik selain juga dapat menurunkan kinerja dan kualitas hidup pasien, lebih lanjut dapat menyebabkan kerusakan hati yang signifikan dalam bentuk sirosis hati dan kanker hati. Pengelolaan yang baik pasien hepatitis akibat virus sejak awal infeksi sangat penting untuk mencegah berlanjutnya penyakit dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul. Akhir-akhir ini beberapa konsep pengelolaan hepatitis akut dan kronik banyak yang berubah dengan cepat sehingga perlu dicermati agar dapat memberikan pengobatan yang tepat.

Fisiologi Hepar

Anatomi heparHepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.Macam-macam ligamennya:1. Ligamentum falciformis menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.2. Ligamentum teres hepatis = round ligament merupakan bagian bawah lig. falciformis yang merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sebelah proksimal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.4. Ligamentum Coronaria Anterior kanan dan kiri dan Lig coronaria posterior ki-ka merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.5. Ligamentum triangularis kanan dan kiri merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Fig 1. Anatomi hepar (Netter Interactive Atlas of Human Anatomy)

Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan scr anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.Hati sangat berperan penting pada hampir setiap fungsi metabolisme tubuh sehingga menjadikan hati sebagai organ yang sangat penting dalam mempertahankan kehidupan. Fungsi utama hati antara lain:1. Fungsi metabolismeMetabolisme merupakan proses pengubahan struktur suatu zat menjadi zat lain yang mempunyai sifat yang sama, menyerupai, atau berbeda dengan zat itu sebelumnya. Perubahan struktur zat tersebut dapat berupa pembentukan atau penguraian. Hati memiliki andil besar dalam proses metabolisme berbagai zat yang diperlukan tubuh seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral.

a. Metabolisme kabohidratHati mengatur metabolisme karbohidrat melalui pembentukan, penyimpanan, dan pemecahan glikogen. Glikogen adalah suatu bentuk dari karbohidrat yang siap digunakan oleh tubuh.b. Metabolisme lemakHati berperan dalam sintesa, menyimpan dan mengeluarkan lemak untuk didistribusikan ke seluruh tubuh. Hati juga memproduksi empedu yang memungkinkan makanan berlemak dan mengandung vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K) dapat diserap oleh usus halus.c. Metabolisme proteinHati adalah tempat terjadinya proses sintesa dan penghancuran protein.d. Metabolisme vitamin Semua vitamin yang larut dalam lemak disimpan di dalam hati Vitamin A, D dan K terdapat dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan vitamin E hanya dalam jumlah kecil.e. Metabolisme mineralSebagian besar zat besi disimpan di dalam hati sebelum dibutuhkan oleh tubuh, begitu juga dengan tembaga.2. Fungsi sintesisSintesa adalah pembentukan suatu senyawa yang berasal dari zat atau molekul yang sederhana menjadi senyawa yang kompleks. Contoh: Hati berperan dalam sintesa empedu dan protein atau lipoprotein plasma seperti protein-protein tersebut antara lain albumin, globulin dan berbagai enzim.3. Fungsi penetralan zat-zat kimia Penetralan zat kimia terjadi karena perubahan sifat suatu zat akibat proses metabolisme. Sel-sel hati kaya akan berbagai enzim yang membantu metabolisme zat kimia. Salah satu contoh dari zat kimia adalah obat. Dalam menetralkan zat kimia hati atau mendetoksifikasi zat-zat kimia seperti racun maupun hasil dari metabolisme. Dengan begitu zat-zat tersebut menjadi lebih mudah untuk dikeluarkan dari tubuh melalui urine atau air kemih dan tidak terakumulasi di dalam tubuh.4. Sel-sel hati memiliki kemampuan regenerasi yang mengagumkan. Dalam 3 kali 24 jam setelah transplantasi, organ hati telah dapat pulih. Namun jika hati mengalami kerusakan yang terus-menerus atau berulang-ulang maka akan terbentuk banyak jaringan ikat yang akan mengacaukan struktur hati, yaitu suatu keadaan yang dikenal sebagai sirosis (cirrhosis) atau pengerasan hati. Jika sirosis (cirrhosis) telah terjadi maka terganggulah seluruh fungsi hati yang penting untuk kehidupan.

Hepatitis B

Definisi Hepatitis BHepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosi hati atau kanker hati.

Etiologi Hepatitis BInfeksi virus hepatitis B (HBV) sebelumnya dinamai hepatitis serum. Penyakit ini disebakan infeksi oleh virus hepatitis B, sebuah virus DNA dari keluarga Hepadnaviridae dengan struktur virus berbentuk sirkular dan terdiri dari 3200 pasang basa. Mempunyai envelope/selubung. Di dalam darah penderita hepatitis B akut ditemui bentuk partikel virus, yaitu :1. Sferikal pleomorfik, diameter 17-25 nm, terdiri dari komponen selubung saja. Jumlahnya lebih banyak dari partikel lainnya.2. Tubularr atau filamen, diameter 22-200 nm, juga komponen selubung.3. Partikel virion lengkap atau partikel Dane, terdiri dari genom HBV dan selubung, diameter 42 nm.Protein yang dibuat oleh virus ini yang bersifat antigenik serta memberi gambaran tentang keadaan penyakit adalah:1. Antigen permukaan/surface antigen/HbsAg, bnerasal dari selubung. Antigen yang semata-mata disandi oleh gen D disebut sebagai mayor 2. protein, yang oleh daerah pre-S2 dinamakan middle protein dan yang oleh Pre-S1 disebut large protein.3. Antigen core/ core antigen HbsAg, disandi oleh daerah core.4. Antigen e/ e antigen/HbsAg, disandi oleh gen pre-core.

Fig.2 Hepatitis B virus (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001324/figure/A000279.B1031/?report=objectonly )

Epidemiologi Hepatitis BInfeksi Virus Hepatitis B (VHB) adalah suatu masalah kesehatan utama di dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. Diperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia pernah terpajan virus ini dan 350-400 juta diantaranya merupakan pengidap hepatitis B. Prevalensi yang lebih tinggi didapatkan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia, angka pengidap hepatitis B pada populasi sehat diperkirakan mencapai 4.0-20.3%, dengan proporsi pengidap di luar Pulau Jawa lebih tinggi daripada di Pulau Jawa. Secara genotip, virus hepatitis B di Indonesia kebanyakan merupakan virus dengan genotip (66%), diikuti oleh C (26%), D (7%) dan A (0.8%). Sirosis dan Karsinoma Hepatoselular (KHS) adalah dua keluaran klinis hepatitis B kronik yang tidak diterapi dengan tepat. Insidens kumulatif 5 tahun sirosis pada pasien dengan hepatitis B yang tidak diterapi menunjukkan angka 8-20%, dengan 20% dari jumlah ini akan berkembang menjadi sirosis dekompensata dalam 5 tahun berikutnya.5-8 Sementara insidensi kumulatif KHS pada pasien dengan hepatitis B yang sudah mengalami sirosis mencapai 21% pada pemantauan 6 tahun.

Fig. 3 Peta Geografik Penyebaran Virus Hepatitis B(http://virology-online.com/viruses/HepatitisB.htm)

Penularan Hepatitis BSemua orang yang hidup di dunia memiliki resiko untuk tertular virus hepatitis B sekalipun mereka memiliki daya tahan tubuh yang cukup kuat dan baik, tergantung bagaimana perilaku dan kebiasaan serta pola hidup dan pola makan yang di bangun sebagai salah satu upaya pencegahan dari tertularnya virus hepatitis B.Mereka yang memiliki resiko tertular hepatitis B seperti para pengguna obat-obatan terlarang, heteroseksual yang aktif secara seksual, homoseksual, bayi atau anak-anak yang tinggal di daerah yang memiliki resiko tertular hepatitis, bayi yang baru lahir dari rahim ibu yang memiliki riwayat penyakit hepatitis, penderita hemofilia, para pekerja yang bekerja di bidang atau lembaga kesehatan seperti pendonor, mereka yang memiliki lebih dari 1 pasangan. ksual atau kondom, penggunaan jarum suntik bersamaan atau bergantian, sikat gigi yang digunakan bersama, pisau cukur yang sudah lama tidak diganti, kontak langsung dengan darah dsb. Penyebab-penyebab tersebutlah yang menjadi faktor utama dari menyebar luas dan berkembangnya virus hepatitis secara cepat yang kemudian berakibat pada kerusakan organ tubuh yang sangat vital yakni hati.Penularan virus Hepatitis B bisa melalui berbagai cara, sebagai berikut :1. Melalui darah : Virus hepatitis B ditemukan terutama dalam darah, dan ditularkan melalui darah yang tercemar. Tidak seperti hepatitis A, virus hepatitis B tidak ditemukan dalam air seni, keringat atau kotoran, meskipun virus hepatitis B terdapat dalam cairan tubuh lainnya seperti air mani dan air liur. Pada umumnya hepatitis B menular melalui transfusi darah yang terkontaminasi. Kini semua darah yang akan dipakai untuk transfusi diteliti untuk menyaring virus hepatitis B.2. Melalui jarum suntik : Virus tersebut juga disebarkan melalui jarum suntik yang terkontaminasi dengan darah. Para pekerja kesehatan yang memakai jarum suntik dalam tugas mereka dan secara tidak sengaja tertusuk jarum adalah mereka yang beresiko, sebagaimana juga pemakaian obat bius yang memakai jarum suntik secara bersama-sama.3. Jarum tato atau akupuntur yang terkontaminasi juga merupakan sumber penularan.4. Melalaui hubungan seksual : Virus hepatitis B dapat ditularkan melalui hubungan seks. Orang heteroseksual yang memiliki banyak pasangan dan lelaki homoseksual memiliki risiko terbesar.5. Melalui kelahiran : Virus dapat ditularkan dari ibu ke bayi pada saat atau sekitar waktu kelahiran (yang disebut penularan vertikal). Ini merupakan hal umum di negara-negara seperti Cina atau banyak negara di Asia Tenggara dimana penularan hepatitis B amatlah lazim.6. Mereka yang hidup atau bekerja dengan pembawa virus hepatitis B menahun memiliki risiko penularan yang kecil, kecuali melalui hubungan seksual.

Patofisiologi Hepatitis BApabila seseorang terinfeksi virus hepatitis B akut maka tubuh akan memberikan respon kekebalan (immune response). Ada 3 kemungkinan respon kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus hepatitis B pasca periode akut, yaitu : 1. Jika sistem kekebalan tubuh adekuat maka akan terjadi pembersihan virus, pasien sembuh. 2. Kedua, jika sistem kekebalan tubuh lemah maka pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif. 3. Ketiga, jika sistem kekebalan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di atas) maka penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B kronis. Pada kemungkinan pertama, tubuh mampu memberikan tanggapan adekuat terhadap virus hepatitis B (HBV), akan terjadi 4 stadium siklus HBV, yaitu fase replikasi (stadium 1 dan 2) dan fase integratif (stadium 3 dan 4). Pada fase replikasi, kadar HBsAg (hepatitis B surface antigen), HBV DNA, HBeAg (hepatitis B antigen), AST (aspartate aminotransferase) dan ALT (alanine aminotransferase) serum akan meningkat, sedangkan kadar anti-HBs dan anti HBe masih negatif. Pada fase integratif (khususnya stadium 4) keadaan sebaliknya terjadi, HBsAg, HBV DNA, HBeAg dan ALT/AST menjadi negatif/normal, sedangkan antibodi terhadap antigen yaitu : anti HBs dan anti HBe menjadi positif (serokonversi). Keadaan demikian banyak ditemukan pada penderita hepatitis B yang terinfeksi pada usia dewasa di mana sekitar 95-97% infeksi hepatitis B akut akan sembuh karena imunitas tubuh dapat memberikan tanggapan adekuat Sebaliknya 3-5% penderita dewasa dan 95% neonatus dengan sistem imunitas imatur serta 30% anak usia kurang dari 6 tahun masuk ke kemungkinan ke dua dan ke tiga; akan gagal memberikan tanggapan imun yang adekuat sehingga terjadi infeksi hepatitis B persisten, dapat bersifat carrier inaktif atau menjadi hepatitis B kronis.Sistem imun yang tidak atau kurang adekuat mengakibatkan terjadinya proses inflamasi jejas (injury), fibrotik akibat peningkatan turnover sel dan stres oksidatf. Efek virus secara langsung, seperti mutagenesis dan insersi suatu protein x dari virus hepatitis B menyebabkan hilangnya kendali pertumbuhan sel hati dan memicu transformasi malignitas, sehingga berakhir sebagai karsinoma hepa-toseluler.Pajanan virus ini akan menyebabkan dua keluaran klinis, yaitu:1. Hepatitis akut yang kemudian sembuh secara spontan dan membentuk kekebalan terhadap penyakit ini, atau2. Berkembang menjadi kronik. Pasien yang terinfeksi VHB secara kronik bisa mengalami 4 fase penyakit, yaitu : a. Fase immune tolerant ditandai dengan kadar DNA VHB yang tinggi dengan kadar alanin aminotransferase (ALT) yang normal. b. Fase immune clearance terjadi ketika sistem imun berusaha melawan virus. Hal ini ditandai oleh fluktuasi level ALT serta DNA VHB. c. Pasien kemudian dapat berkembang menjadi fase pengidap inaktif, ditandai dengan DNA VHB yang rendah (2000 IU/ml dan inflamasi hati kembali terjadi.

Fig.4 Hepatits B profile (http://www.medicalcriteria.com/site/en/criteria/54-gastroenterology/319-gashep.html )Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat pada hepatosit oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan degrenerasi dan nekrosis sel perenkim hati. Respon peradangan menyebabkan pembekakan dalam memblokir sistem drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati, terjadi edema sehingga kapiler menjadi kolaps dan aliran darah berkurang. Keadaan ini menyebabkan hipoksia jaringan sehingga terbentuk jaringan ikat dan fibrosis di hati.Selain itu gangguan drainage hati mengakibatkan terjadinya statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekresikan kedalam kantong empedu bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice.

Manifestasi Klinis Hepatitis BBerdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibangi 2 yaitu :1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh penderita. Hepatitis B akut terdiri atas 3 yaitu :a. Hepatitis B akut yang khasb. Hepatitis Fulminanc. Hepatitis Subklinik2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB.Hepatitis B akut yang khasBentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 4 fase yaitu :a. Fase inkubasiMerupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala/ikterus. Fase ini berbeda-beda untuk setiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada fase inokulum yang ditularkan dan jalur penularan.b. Masa prodromal/preikterikMerupakan fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus. Pada fase ini biasanya timbul gejala seperti malaise umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, anoreksia, demam(khususnya hepatitis A), mual, muntah dan nyeri abdomen yang biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium. Fase ini biasanya berlangsung antara 3-10 hari.c. Fase IkterikIkterus muncul setelah 5-10 hari tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Fase ini biasanya didahului oleh urine yang berwarna coklat, pruritus, sklera kuning kemudian seluruh badan kuning dan puncak ikterus dalam 1-2 minggu, hepatomegali ringan. Setelah timbul ikterik jarang terjadi perburukan gejala lebih prodromal tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.d. Fase PenyembuhanFase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase. Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati masih tetap ada. Pada fase ini muncul perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu dan 16 minggu pada hepatitis B. Hanya < 1 % yang menjadi fulminan.

Hepatitis FulminanBentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.Hepatitis KronikKira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang mantap.

Pemeriksaan fisikGejala non spesifik (prodromal) yaitu anoreksia, mual, muntah dan demam. Dalam beberapa hari-minggu timbul ikterus, tinja pucat dan urin yang berwarna gelap. Saat ini, gejala prodromal berkurang. Perlu ditanyakan riwayat kontak dengan penderita hepatitis sebelumnya dan riwayat pemakaian obat-obat hepatotoksik. Sedangkan pada pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan pembesaran hati dan nyeri tekan pada hati. Selain itu juga bisa didapatkan adanya splenomegali ringan dan limfadenopati pada 15-20% pasien.

Pemeriksaan penunjang1. Darah tepi dapat ditemukan pansitopenia: infeksi virus, eosinofilia : infestasi cacing, leukositosis : infeksi bakteri.2. Urin dan TinjaKelaianan pertama yang terlihat adalah adanya bilirubin dalam urine, bahkan dapat terlihat sebelum ikterus muncul. Juga bilirubinuria timbul sebelum kenaikan bilirubin dalam serum & kemudian ini menghilang dalam urine, walaupun bilirubin serum masih positif.Urobilinogen pada urine dapat timbul pada akhir masa fase preikterus.Pada waktu permulaan timbulnya ikterus warna tinja sangat pucat.Analisa tinja menunjukkan steatoroe. Apabila warna tinja kembali normal, berarti ada proses kearah penyembuhan.3. Biokimia : Tes biokimia hati adalah pemeriksaan sejumlah parameter zat-zat kimia maupun enzim yang dihasilkan jaringan hati. Dari tes biokimia hati inilah dapat diketahui derajat keparahan atau kerusakan sel dan selanjutnya fungsi organ hati dapat dinilai. Pemeriksaan ini terdiri dari:a. Serum bilirubin direk dan indirekBilirubin adalah pigmen kuning yang dihasilkan oleh pemecahan hemoglobin (Hb) di dalam hati. Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang melalui feses.Bilirubin dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek. Bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sedangkan bilirubin indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan penjumlahan bilirubin direk dan indirek.Adanya peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya penyakit pada hati atau saluran empedu. Sedangkan peningkatan bilirubin indirek jarang terjadi pada penyakit hati. Nilai serum total bilirubin naik kepuncak 2,5 mg/dL dan berlangsung ketat dengan tanda-tanda klinik penyakit kuning, bila diatas 200 mg/ml prognosis buruk, mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler. Tingkatan nilai bilirubin juga terdapat pada urine.b. ALT (SGPT) dan AST (SGOT)Ada dua parameter berupa enzim yang dapat dijadikan sebagai indikator terhadap adanya kerusakan sel hati (liver). Keduanya sangat membantu dalam mengenali adanya penyakit pada hati (liver). Enzim-enzim tersebut adalah aspartat aminotransferase (AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Peningkatan kadar enzim-enzim tersebut mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati (liver). Namun demikian derajat ALT lebih dipercaya dalam menentukan adanya kerusakan sel hati (liver) dibanding AST. Awalnya meningkat, dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun. ALT ditemukan terutama di hati (liver), sedangkan AST selain dapat ditemukan di hati (liver) juga dapat ditemukan di otot jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, otak, paru, sel darah putih dan sel darah merah. Jika terjadi peningkatan kadar AST bisa jadi yang mengalami kerusakan adalah sel-sel organ lain yang mengandung AST. Pada penyakit hati akut, kadar ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar AST. Tingkatan alanine aminotransferase atau ALT bernilai lebih dari 1000 mU/mL dan mungkin lebih tinggi sampai 4000 mU/mL dalam beberapa kasus virus Hepatitis nilai aspartat aminotransferase atau AST antara 1000 2000 mU/mL.c. Albumin, globulinAda beberapa serum protein yang dihasilkan oleh hati. Serum-serum tersebut antara lain albumin, globulin dan faktor pembekuan darah. Pemeriksaan serum-serum protein tersebut dilakukan untuk mengetahui fungsi biosistesis hati.Adanya gangguan fungsi sintesis hati ditunjukkan dengan menurunnya kadar albumin. Namun karena usia albumin cukup panjang (15-20 hari), serum protein ini kurang sensitif untuk digunakan sebagai indikator kerusakan hati. Globulin adalah protein yang membentuk gammaglobulin. Kadar gammaglobulin meningkat pada pasien penyakit hati kronis ataupun sirosis. Gammaglobulin mempunyai beberapa tipe, yaitu Ig G, Ig M dan Ig A. Masing-masing tipe sangat membantu pendeteksian penyakit hati kronis tertentu.d. Waktu protrombinSebagian besar faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati. Umur faktor-faktor pembekuan darah lebih singkat dibanding albumin, yaitu 5 hingga 6 hari. Pengukuran faktor-faktor pembekuan darah lebih efektif untuk menilai fungsi sintesis hati. Ada lebih dari 13 jenis protein yang terlibat dalam pembekuan darah, salah satunya adalah protrombin. Adanya kelainan pada protein-protein pembekuan darah dapat dideteksi dengan menilai waktu protrombin. Waktu protrombin adalah ukuran kecepatan perubahan protrombin menjadi trombin. Lamanya waktu protrombin ini tergantung pada fungsi sintesis hati serta asupan vitamin K. Adanya kerusakan sel-sel hati akan memperpanjang waktu protrombin. Hal ini dikarenakan adanya gangguan pada sintesis protein-protein pembekuan darah. Dengan demikian, pada kasus hepatitis kronis dan sirosis waktu protrombin menjadi lebih panjang.4. Petanda serologis :Tes serologi adalah pemeriksaan kadar antigen maupun antibodi terhadap virus penyebab hepatitis. Tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis virus penyebab hepatitis.5. USG hati dan saluran empedu : Apakah terdapat kista duktus koledokus, batu saluran empedu, kolesistitis ; parenkim hati, besar limpa.Gambaran pada USG terlihat hati membesar dengan permukaan yang licin atau rata dan tepi hati yang normal. Echotexture atau echodensitas dari parenkim hati pada umumnya menurun dan terlihat lebih gelap ( echolusen ) dibanding echo jaringan hati yang normal. Pembuluh darah terutama cabang-cabang vena porta di dalam hati, dindingnya lebih tebal atau menonjol ( prominent ) dengan cabang-cabang pembuluh darah yang lebih melebar dibanding keadaan normal.Hepatitis viral akut memberikan perubahan yang nampak pada 50% kasus. Penemuan khasnya adalah hepatomegali yang terlihat sebagai bulatan dan convexitas dari kontur hepar dan penurunan ekogenitas pada parenkim hepar bila dibandingakn dengan eko yang kuat dari vena portal dan saluran billiar intrahepatic.Pada hepatitis kronik didapatkan adanya permukaan hepar yang ireguler dengan ekoparenkim yang hiperekoik difus. Batas vena ireguler karena banyak fibrotik. Terjadi pula pengurangan dalam penerangan dari hati dan sejumlah dinding radikal vena porta.CT-Scan dan MRI tidak di lakukan pada penderita Hepatitis. Hanya bila sangat perlu. Gambaran CT-Scan biasanya hanya menunjukkan hati membesar tetapi permukaan tepi yang tumpul.6. Gambaran Patologi AnatomiBiopsi hati jarang diperlukan pada stadium akut; pada orang dewasa tua kadang dilakukan untuk membedakan hepatitis dari kolestatis ekstra-hepatik jenis lain dan dari ikterus karena obat. Pada hepatitis viral akut, pada sindrom pasca hepatik, histologi hati hanya menunjukkan selularitas zona portal yang ringan dan fibrosa dengan beberapa perubahan perlemakan dalam sel-sel hati. Perubahan ini tidak berbeda dengan yang didapatkan pada pasien yang mengalami penyembuhan normal dan yang sekarang bebas keluhan. Keadaan tersebut bisa berlangsung lebih dari setahun setelah serangan akut. Pada klasifikasi kalsik, yaitu secara histopatologis dikenal 3 golongan besar hepatitis kronis yaitu :a. Hepatitis kronis persisten, ditandai denagn sebukan sel-sel radang bulat didaerah portal. Arsitektur lobular tetap normal, tidak ada atau hanya sedikit fibrosis.b. Hepatitis kronis lobular, pada type ini ditemukan adanya tanda peradangan dan daerah nekrosis di dalam lobulus hati.c. Hepatitis kronik aktif, ditandai dengan adanya sebukan sel radang bulat terutama limfosit dan sel plasma di daerah portal yang menyebar dan mengadakan infiltrasi ke dalam lobulus hati sehingga menyebabkan erosi limiting plate dan menimbulakn piecemeal necrosis.

Diagnosis Hepatitis BDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemui dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium. Riwayat ikterus pada para kontak keluarga, teman-teman sekolah, pusat perawatan bayi, teman-teman atau perjalanan ke daerah endemi dapat memberikan petunjuk tentang diagnosis. Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN).

Fig.5 Kriteria Diagnosis Hepatiti B

Diagnosis infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA. Adanya HBsAg dalam serum merupakan petanda serologis infeksi hepatitis B. Titer HBsAg yang masih positif lebih dari 6 bulan menunjukkan infeksi hepatitis kronis. Munculnya antibodi terhadap HBsAg (anti HBs) menunjukkan imunitas dan atau penyembuhan proses infeksi. Adanya HBeAg dalam serum mengindikasikan adanya replikasi aktif virus di dalam hepatosit. Titer HBeAg berkorelasi dengan kadar HBV DNA. Namun tidak adanya HBeAg (negatif) bukan berarti tidak adanya replikasi virus, keadaan ini dapat dijumpai pada penderita terinfeksi HBV yang mengalami mutasi (precore atau core mutant). Penelitian menunjukkan bahwa pada seseorang HBeAg negatif ternyata memiliki HBV DNA >105 copies/ml. Pasien hepatitis kronis B dengan HBeAg negatif yang banyak terjadi di Asia dan Mediteranea umumnya mempunyai kadar HBV DNA lebih rendah (berkisar 104-108copies/ml) dibandingkan dengan tipe HBeAg positif. Pada jenis ini meskipun HBeAg negatif, remisi dan prognosis relatif jelek, sehingga perlu diterapi. Secara serologi infeksi hepatitis persisten dibagi menjadi hepatitis B kronis dan keadaan carrier HBsAg inaktif. Yang membedakan keduanya adalah titer HBV DNA derajat nekroinflamasi dan adanya serokonversi HBeAg. Sedangkan hepatitis kronis B sendiri dibedakan berdasarkan HBeAg, yaitu hepatitis B kronis dengan HBeAg positif dan hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif.

Fig. 6 Serologi Marker Hepatitis B (http://virology-online.com/viruses/HepatitisB.htm Pemeriksaan virologi untuk mengukur jumlah HBV DNA serum sangat penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus. Ada beberapa persoalan berkaitan dengan pemeriksaan kadar HBV DNA. Pertama, metode yang digunakan untuk mengukur kadar HBV DNA. Saat ini ada beberapa jenis pemeriksaan HBV DNA, yaitu : branched DNA, hybrid capture, liquid hybridization dan PCR. Dalam penelitian, umumnya titer HBV DNA diukur menggunakan amplifikasi, seperti misalnya PCR, karena dapat mengukur sampai 100-1000 copies/ml. Ke dua, beberapa pasien dengan hepatitis B kronis memiliki kadar HBV DNA fluktuatif. Ke tiga, penentuan ambang batas kadar HBV DNA yang mencerminkan tingkat progresifitas penyakit hati. Salah satu kepentingan lain penentuan kadar HBV DNA adalah untuk membedakan antara carrier hepatitis inaktif dengan hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif : kadar105copies/ml merupakan batas penentuan untuk hepatitis B kronis. Salah satu pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktifitas nekroinflamasi. Oleh karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang meningkat menunjukkan proses nekroinflamasi lebih berat dibandingkan pada ALT yang normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi yang kurangbaik pada terapi antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi aktif. Tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan menentukan manajemen anti viral. Ukuran spesimen biopsi yang representatif adalah 1-3 cm (ukuran panjang) dan 1,2-2 mm (ukuran diameter) baik menggunakan jarum Menghini atau Tru-cut. Salah satu metode penilaian biopsi yang sering digunakan adalah dengan Histologic Activity Index score. Pada setiap pasien dengan infeksi HBV perlu dilakukan evaluasi awal. Pada pasien dengan HBeAg positif dan HBV DNA > 105copies/ml dan kadar ALT normal yang belum mendapatkan terapi antiviral perlu dilakukan pemeriksaan ALT berkala dan skrining terhadap risiko KHS, jika perlu dilakukan biopsi hati. Sedangkan bagi pasien dengan keadaan carrier HBsAg inaktif perlu dilakukan pemantauan kadar ALT dan HBV DNA

Pengobatan Hepatitis BTidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis virus, akan tetapi secara umum penatalaksanaan pengobatan hepatitis adalah sebagai berikut :IstirahatPada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kecuali mereka dengan umur tua dan keadaan umum yang buruk.DietJika pasien mual, tidak ada nafsu makan atau muntah muntah, sebaiknya diberikan infus. Jika tidak mual lagi, diberikan makanan cukup kalori (30-35 kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 gr/kg BB), yang diberikan secara berangsur angsur disesuaikan dengan nafsu makan klien yang mudah dicerna dan tidak merangsang serta rendah garam (bila ada resistensi garam/air).Terdapat 3 jenis diet khusus penyakit hati. Hal ini didasarkan pada gejala dan keadaan penyakit pasien. Jenis diet penyakit hati tersebut adalah Diet Hati I (DH I), Diet Hati II (DH II), dan Diet Hati III (DH III). Selain itu pada diet penyakit hati ini juga menyertakan Diet Garam Rendah I.a. Diet Garam Rendah I (DGR I), diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Kadar Natrium pada Diet garam rendah I ini adalah 200-400 mg Na.b. Diet Hati I (DH I), diet Hati I diberikan bila pasien dala keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30 g/hari) dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Formula enteral dengan asam amino rantai cabang (Branched Chain Amino Acid /BCAA) yaitu leusin, isoleusin, dan valin dapat digunakan. Bila ada asites dan diuresis belum sempurna, pemberian cairan maksimal 1 L/hari. Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi, dan tiamin; karena itu sebaiknya diberikan selama beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati I Garam rendah. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresis belum membaik, diberikan Diet Garam Rendah I. Untuk menambah kandungan energi, selain makanan per oral juga diberikan makanan parenteral berupa cairan glukosa.c. Diet Hati II (DH II), diet hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II kepada pasien dengan nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak / biasa. Protein diberikan 1 g/Kg berat badan dan lemak sedang (20-25% dari kebutuhan energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup mengandung energi, zat besi, vitamin A dan C, tetapi kurang kalsium dan tiamin. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila asites hebat dan diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet Rendah garam I.d. Diet Hati III (DH III), diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada pasien hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum/B) dan sirosis hati yang nafsu makannya telah baik, telah dapat menerima protein, lemak, mi9neral dan vitamin tapi tinggi karbohidrat. Menurut beratnya tetensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati III Garam Rendah I.Tujuan DietAdapun tujuan Diet Hati secara umum antara lain mencapai dan mempertahankan status gizi optimal tanpa memberatkan fungsi hati, dengan cara:1. Meningkatkan regenerasi jaringan hati dan mencegah kerusakan lebih lanjut dan/atau meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa.2. Mencegah katabolisme protein.3. Mencegah penurunan BB atau meningkatkan BB bila kurang.4. Mencegah atau mengurangi asites, varises esophagus, dan hipertensi portal.5. Mencegah koma hepatik.

MedikamentosaKortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan billiburin darah. Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestatis yang berkepanjangan, dimana transaiminase serum sudah kembali normal tetapi billburin masih tinggal. Pada keadaan ini dapat dberikan prednisone 3 x 10 mg selama 7 hari, jangan diberikan antimetik, jika perlu sekali dapat diberikan fenotiazin. Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Bila pasien dalam keadaan perkoma atau koma, penanganan seperti pada koma hepatikTujuan pengobatan pada hepatitis kronik karena infeksi VHB adalah menekan replikasi VHB sebelum terjadi kerusakan hati yang ireversibel. Saat ini, hanya interferon-alfa (IFN-) dan nukleosida analog yang mempunyai bukti cukup banyak untuk keberhasilan terapi. Respon pengobatan ditandai dengan menetapnya perubahan dari HBeAg positif menjadi HBeAg negative dengan atau tanpa adanya anti-HBe. Hal ini disertai dengan tidak terdeteksinya DNA-VHB (dengan metode non-amplifikasi) dan perbaikan penyakit hati (normalisasi nilai ALT dan perbaikan gambaran histopatologi apabila dilakukan biopsi hati). Umumnya pengobatan hepatitis B dibedakan antara pasien dengan HBeAg positif dengan pasien dengan HBeAg negatif karena berbeda dalam respon terhadap terapi dan manajemen pasien. Pengobatan antivirus hanya diindikasikan pada kasus-kasus dengan peningkatan ALT.Interferon mempunyai efek antivirus, antiproliferasi dan immunomodulator. Cara kerja interferon dalam pengobatan hepatitis belum diketahui dengan pasti. Pada pasien dengan HBeAg positif, pemberian IFN- 3 juta unit, 3 kali seminggu selama 6-12 bulan dapat memberi keberhasilan terapi (hilangnya HBeAg yang menetap) pada 30 40 % pasien. Pasien dengan HBeAg negatif, respon terapi dengan melihat perubahan HBeAg tidak bisa digunakan. Untuk pasien dalam kelompok ini, respon terapi ditandai dengan tidak terdeteksinya DNA-VHB (dengan metode non-amplifikasi) dan normalisasi ALT yang menetap setelah terapi dihentikan. Respon menetap dapat dicapai pada 15 25% pasien. Penggunaan interferon juga dapat menghilangkan HBsAg pada 7.8% pada pasien dengan HBeAg positif dan 2 8% pada pasien dengan HBeAg negatif. Hilangnya HBsAg tidak tercapai pada penggunaan lamivudin. Penggunaan pegylated-interferon alfa 2a selama 48 minggu pada pasien hepatitis B kronik dengan HBe-Ag negatif setelah 24 minggu follow-up 59 % pasien menunjukkan transaminase normal dan 43 % dengan DNA VHB yang rendah (< 20.000 copy/mL) dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan lamivudine saja (44 % dengan transaminase normal dan 29 % dengan DNA VHB rendah).Lamivudin lebih kurang menimbulkan efek samping dibandingkan dengan inteferon dan dapat digunakan per oral sehingga lebih praktis untuk pasien. Lamivudin digunakan dengan dosis 100 mg per hari, minimal selama 1 tahun. Kebehasilan terapi dengan lamivudinHBeAgHBV DNA (>105 copies/ml) ALT StrategiPengobatan

++2 x BANNEfikasi terhadap terapi rendah Observasi, terapi bila ALT meningkat

++> 2 x BANNMulai terapi dengan : interferon alfa, lamivudin atau adefovir End point terapi : serokonversi HBeAg dan timbulnya anti HBe Durasi terapi : 1. Interferon selama 16 minggu 2. Lamivudin minimal 1 tahun, lanjutkan 3-6 bulan setelah terjadi serokonversi HBeAg 3. Adefovir minimal 1 tahun Bila tidak memberikan respon/ada kontraindikasi, interferon diganti lamivudin / adefovir Bila resisten terhadap lamivudin, berikan adefovir

-+> 2 x BANNMulai terapi dengan : interferon alfa, lamivudin atau adefovir. Interferon atau adefovir dipilih mengingat kebutuhan perlunya terapi jangka panjang End point terapi : normalisasi kadar ALT dan HBV DNA (pemeriksaan PCR) tidak terdeteksi Durasi terapi : 1. Interferon selama satu tahun 2. Lamivudin selama > 1 tahun 3. Adefovir selama > 1 tahun Bila tidak memberikan respon/ ada kontraindikasi interferon diganti lamivudin / adefovir Bila resisten terhadap lamivudin, berikan adefovir

--2x BANNTidak Perlu terapi

+Sirosis HatiTerkompensasi : lamivudin atau adefovirDekompensasi : lamivudin (atau adefovir),interferon kontraindikasi, transplantasi hati

-Sirosis HatiTerkompensasi : observasiDekompensasi : rujuk ke pusat transplantasi hati

menghilangnya HBeAg dicapai 16-18% pasien. Angka keberhasilan terapi dapat lebih besar bila jangka waktu pengobatan ditambahkan namun bersamaan dengan itu, timbulnya VHB mutan juga menjadi lebih besar yang dapat menghambat keberhasilan terapi. Studi jangka panjang penggunaan lamivudin menunjukkan obat ini dapat menurunkan angka kejadian komplikasi akibat hepatitis kronik berat atau sirosis. Studi semacam ini belum ada pada interferon walaupun angka keberhasilan serokonversi lebih besar dari pada lamivudine Nukleosida analog lain seperti adefovir memberikan angka keberhasil terapi yang lebih kurang sama dengan lamivudin tetapi kurang menimbulkan mutan sehingga dapat digunakan apabila ditakutkan akan timbulnya virus mutan atau apabila pada penggunaan lamivudin sudah timbul virus mutan. Entecavir memberikan angka keberhasilan serokonversi yang hampir sama dengan lamivudin.

Komplikasi Hepatitis BKomplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan penyakit yang panjang hingga 4 sampai 8 bulan, keadaan ini dikenal sebagai hepatitis kronik persisten, dan terjadi pada 5% hingga 10% pasien. Akan tetapi meskipun kronik persisten dan terjadi pada 5 % hingga 10% pasien. Akan tetapi meskipun terlambat, pasien pasien hepatitis kronik persisten akan sembuh kembali.Pasien hepatitis virus sekitar 5% akan mengalami kekambuhan setelah serangan awal. Kekambuahan biasanya dihubungkan dengan kebiasaan minum alkohol dan aktivitas fisik yang berlebihan. Ikterus biasanya tidak terlalu nyata dan tes fungsi hati tidak memperlihatkan kelainan dalalm derajat yang sama. Tirah baring biasanya akan segera di ikuti penyembuhan yang tidak sempurna.Akhirnya suatu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah perkembangan carcinoma hepatoselular, kendatipun tidak sering ditemukan, selain itu juga adanya kanker hati yang primer. Dua faktor penyebab utama yang berkaitan dengan patogenesisnya adalah infeksi virus hepatitis B kronik dan sirosis terakit dengan virus hepatitis C dan infeksi kronik telah dikaitkan pula dengan kanker hati.

Prognosis Hepatitis BDengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Pada sebagian kasus penyakit berjalan ringan dengan perbaikan biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1 3 tahun. Pada sebagian kasus lainnya, hepatitis kronik persisten dan kronk aktif berubah menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis. Secara keseluruhan, walaupun terdapat kelainan biokimiawi, pasien tetap asimtomatik dan jarang terjadi kegagalan hati Infeksi Hepatitis B dikatakan mempunyai mortalitas tinggi. Pada suatu survey dari 1.675 kasus dalam satu kelompok, tertnyata satu dari delapan pasien yang menderita hepatitis karena tranfusi (B dan C) meninggal sedangkan hanya satu diantara dua ratus pasien dengan hepatitis A meninggal dunia.Di seluruh dunia ada satu diantara tiga yang menderita penyakit hepatitis B meninggal dunia

Pencegahan Hepatitis BPencegahan Penularan Hepatitis BPencegahan dapat dilakukan dengan melalui tindakan Health Promotion baik pada hospes maupun lingkungan dan perlindungan khusus terhadap penularan. Health Promotion terhadap hos berupa pendidikan kesehatan, peningkatan higiene perorangan, perbaikan gizi, perbaikan sistem transfusi darah dan mengurangi kontak erat dengan bahan-bahan yang berpotensi menularkan virus VHB.Pencegahan virus hepatitis B melalui lingkungan, dilakukan melalui upaya meningkatkan perhatian terhadap kemungkinan penyebaran infeksi VHB melalui tindakan melukai seperti tindik, akupuntur, perbaikan sarana kehidupan di kota dan di desa serta pengawasan kesehatan makanan yang meliputi tempat penjualan makanan dan juru masak serta pelayan rumah makan.Perlindungan Khusus Terhadap Penularan Dapat dilakukan melalui sterilisasi benda-benda yang tercemar dengan pemanasan dan tindakan khusus seperti penggunaan sarung tangan bagi petugas kesehatan, petugas laboratorium yang langsung bersinggungan dengan darah, serum, cairan tubuh dari penderita hepatitis, juga pada petugas kebersihan, penggunaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan darah dan cairan tubuh, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita pada tempat khusus selain itu perlu dilakukan pemeriksaan HBsAg petugas kesehatan (Onkologi dan Dialisa) untuk menghindarkan kontak antara petugas kesehatan dengan penderita

Pencegahan PenyakitPencegahan penyakit dapat dilakukan melalui immunisasi baik aktif maupun pasif Immunisasi AktifPada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi diberikan pada bayi yang lahir dari ibu HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi rendah immunisasi diberikan pada orang yang mempunyai resiko besar tertular. Vaksin hepatitis diberikan secara intra muskular sebanyak 3 kali dan memberikan perlindungan selama 2 tahun.Program pemberian sebagai berikut:a. Dewasa: Setiap kali diberikan 20 g IM yang diberikan sebagai dosis awal, kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan. b. Anak : Diberikan dengan dosis 10 g IM sebagai dosis awal , kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.Immunisasi PasifPemberian Hepatitis B Imunoglobulin (HBIG) merupakan immunisasi pasif dimana daya lindung HBIG diperkirakan dapat menetralkan virus yang infeksius dengan menggumpalkannya. HBIG dapat memberikan perlindungan terhadap Post Expossure maupun Pre Expossure. Pada bayi yang lahir dari ibu, yang HBsAs positif diberikan HBIG 0,5 ml intra muscular segera setelah lahir (jangan lebih dari 24 jam). Pemberian ulangan pada bulan ke 3 dan ke 5. Pada orang yang terkontaminasi dengan HBsAg positif diberikan HBIG 0,06 ml/Kg BB diberikan dalam 24 jam post expossure dan diulang setelah 1 bulan.

Hepatitis C

Definisi Hepatitis CHepatitis adalah peradangan atau inflamasi pada hepar yang umumnya terjadi akibat infeksi virus, tetapi dapat pula disebabkan oleh zat-zat toksik. Hepatitis berkaitan dengan sejumlah hepatitis virus dan paling sering adalah hepatitis virus A, hepatitis virus B, serta hepatitis virus C. Hepatitis pula dapat disebabkan oleh racun, yaitu suatu keadaan sebagai bentuk respons terhadap reaksi obat, infeksi stafilokokus, penyakit sistematik dan juga bersifat idiopatik

Etiologi Hepatitis CHepatitis C virus merupakan RNA virus yang merupakan genus Hepacivirius dari famili Flaviridae. Genom virus ini merupakan untaian RNA tunggal, yang panjangnya 10000 nukleotida. HVC mengandung selubung lipid dengan diameter 50-60 nm dan seensitif terhadap pelarut organikmisalnya kloroform. Antigen virus mengandung 363 asam amino. Virus hepatits C termasuk kelompok tersendiri yang diduga merupakan tipe baru yaitu termasuk famili : flavi; pesti virus yang tidak dapat dimusnahkan dengan pemanasan pada suhu 60C tetapi dapat hancur oleh Tri N-butil phosphat ( TNP ) karena kulit virus terbuat dari lipid. Pada saat terjadi infeksi, paling mudah diketahui dengan pemeriksaan secara genetik melihat adanya HCV RNA. HCV RNA dapat diketahui beberapa hari setelah terjadi infeksi sebelum timbul anti-HCV dan berlangsung selama infeksi masih terjadi. Penyebaran hepatitis C yang utama adalah darah. Jalan lain yang memungkinkan adalah melalui jarum suntik diantara pengguna obat-obatan, hubungan seksual, ibu-bayi yang dikandung. Penelitian lain menyebutkan bahwa penyebaran terjadi pada pelaku seksual yang berganti-ganti pasangan, tetapi tidak dengan pasangan tetap. Infeksi ini tidak menyebar melalui susu ibu. Diantara populasi umum, petugas kesehatan memiliki angka insidensi yang tinggi, kemungkinan disebabkan kecelakaan kerja. Kelompok lain yang memiliki insidensi tinggi adalah penderita dengan hemodialisis teratur, transplantasi organ, dan yang membutuhkan tranfusi dalam terapi kemoterapi untuk kanker.Epidemiologi Hepatitis CDi wilayah Asia Tenggara sekitar 30 juta orang merupakan carrier dari Hepatitis C dan lebih dari 120.000 orang diperkirakan mengalami sirosis dan kanker hati. Sedangkan Indonesia menempati peringkat ketiga dunia untuk penderita hepatitis terbanyak setelah India dan China dengan jumlah penderita diperkirakan sebanyak 30 juta orang yang mengidap penyakit hepatits B dan C. WHO memperkirakan tujuh juta penduduk Indonesia mengidap virus hepatitis C dan ribuan infeksi baru muncul setiap tahun namun 90 persen pengidap tidak menyadari kondisi infeksi mereka.Berdasarkan data yang diambil sejak tahun 2007 oleh Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan jumlah penderita Hepatitis C di Indonesia cukup tinggi yakni berkisar antara lima juta hingga tujuh juta jiwa yang tersebar di 11 provinsi, dengan 49 unit pengumpul data yang terdiri dari 13 rumah sakit (RS), 24 laboratorium, dan 12 unit transfusi darah. Sebanyak 11 provinsi itu adalah DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Bali, Kalimantan, dan Papua. Selama periode itu telah terkumpul 5.870 kasus hepatitis C di Indonesia. Dari pendataan itu, Depkes memperoleh data kasus hepatitis C di lokasi pendataan yang menjadi proyek percontohan menurut umur, yaitu terbanyak pada usia 30-59 tahun dengan puncak pada usia 30-39 tahun yang berjumlah 1.980 kasus.

Fig. 7 Penyebaran Hepatitis C (http://www.cdc.gov/hepatitis/ChooseC.htm Ptofisiologi Hepatitis C

Diagnosis Hepatitis C Hepatitis C ditentukan dengan pemeriksaan serologi untuk menilai kadar antibodi. Selain itu pemeriksaan molekuler juga dilakukan untuk melihat partikel virus. Sekitar 80% kasus infeksi hepatitis C berubah menjadi kronis. Pada kasus ini hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya enzim alanine aminotransferase (ALT) dan peningkatan aspartate aminotransferase (AST). Pemeriksaan molekuler dilakukan untuk mendeteksi RNA VHC. Tes ini terdiri dari tes kualitatif dan kuantitatif. Tes kualitatif menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Tes yang dapat mendeteksi RNA VHC ini dilakukan untuk mengkonfirmasi viremia (adanya VHC dalam darah) dan juga menilai respon terapi. Tes ini juga berguna bagi pasien yang anti-HCV-nya negatif tetapi memiliki gejala klinis hepatitis C. Selain itu tes ini juga dilakukan pada pasien hepatitis yang belum teridentifikasi jenis virus penyebabnya. Tes kuantitatif sendiri terbagi lagi menjadi dua, yaitu metode dengan teknik branched-chain DNA dan teknik reverse-transcription PCR. Tes kuantitatif ini berguna untuk menilai derajat perkembangan penyakit. Pada tes kuantitatif ini pula dapat diketahui derajat viremia. Sedangkan biopsi hati (pengambilan sampel jaringan organ hati) dilakukan untuk mengetahui derajat dan tipe kerusakan sel-sel hati.Diagnosis hepatitis C melalui pemeriksaan anti-HCV pada saat fase akut, tetapi akan menghilang bersamaan dengan penyembuhan infeksi ini. Diangosis hepatitis D melalui pemeriksaan anti-HDV, yang menunjukkan aktifnya hepatitis D. Tetapi positifnya pemeriksaan ini sering sangat cepat, karena kada anti-HDV ini akan hilang bersamaan dengan menurunnya kadar HbsAg. Pemeriksaan lain yang mendukung adalah adanya HDV RNA.Diagnosis serologia. Deteksi anti HCVb. Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selama masa akut dari penyakit, 35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu atau bulan kemudianc. Anti HCV tidak mungkin pada