SHOCK DISERTANTES: DRA. LILIANA OLMEDO DRA PAOLA CUADROS DRA. SILVIA GAMARRA.
Referat DRA
-
Upload
anonymous-j0uppi -
Category
Documents
-
view
12 -
download
4
description
Transcript of Referat DRA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam rematik akut merupakan penyakit peradangan akut oleh karena
infeksi streptokokus beta-hemolitikus grup A pada tenggorokan1. Penyakit ini
cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab terpenting penyakit jantung
didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh negara terutama negara
berkembang1,2. Serangan pertama demam rematik akut terjadi paling sering antara
umur 5-15 tahun. Demam rematik akut jarang ditemukan pada anak di bawah
umur 5 tahun dan di atas 50 tahun1,3,4,5,6.
Demam rematik akut menyertai faringitis streptokokus beta-hemolitikus
grup A yang tidak diobati. Pengobatan yang tuntas terhadap faringitis akut hampir
meniadakan resiko terjadinya demam rematik. Diperkirakan hanya sekitar 3 %
dari individu yang belum pernah menderita demam rematik akan menderita
komplikasi ini setelah menderita faringitis streptokokus yang tidak diobati1,5.
Saat ini diperkirakan insidens demam rematik di Amerika Serikat adalah 0,6
per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5 sampai 19 tahun. Insidens yang
hampir sama dilaporkan di negara Eropa Barat. Angka tersebut menggambarkan
penurunan tajam apabila dibandingkan angka yang dilaporkan pada awal abad ini,
yaitu 100-200 per 100.000 penduduk1.
Sebaliknya insidens demam rematik masih tinggi di negara berkembang,
yakni pada daerah-daerah padat dan kumuh. Data dari negara berkembang
menunjukkan bahwa prevalensi demam rematik masih amat tinggi sedang
mortalitas penyakit jantung rematik sekurangnya 10 kali lebih tinggi daripada di
negara maju. Di India, prevalensi demam rematik akut pada tahun 1980
diperkirakan antara 6-11 per 1000 anak. Di Yemen, masalah demam rematik dan
penyakit jantung rematik sangat besar dan merupakan penyakit kardiovaskular
pertama yang menyerang anak-anak dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas
yang tinggi7.
Data di Yogyakarta mencatat pasien dengan demam rematik dan penyakit
jantung rematik yang diobati di Unit Penyakit Anak dalam periode 1980-1989
sekitar 25-35 per tahun, sedangkan di Unit Penyakit Anak RS. Cipto
Mangunkusumo tercatat rata-rata 60-80 kasus baru per tahun1,3.
Insidens penyakit ini di negara maju telah menurun dengan tajam selama 6
dekade terakhir, meskipun begitu dalam 10 tahun terakhir ini telah terjadi
peningkatan kasus demam rematik akut yang mencolok di beberapa negara bagian
Amerika Serikat. Hal tersebut mengingatkan kita bahwa demam rematik belum
seluruhnya terberantas, dan selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan
masalah kesehatan masyarakat baik di negara berkembang maupun negara maju1.
Suatu faktor penting yang mempengaruhi insidens demam rematik adalah
ketepatan diagnosis dan pelaporan penyakit. Sampai sekarang belum tersedia uji
spesifik yang tepat untuk menegakkan diagnosis demam rematik akut. Terdapat
kesan terdapatnya overdiagnosis demam rematik, sehingga diharapkan dengan
kriteria diagnosis yang tepat, pengertian, dan kemampuan untuk mengenal
penyakit ini serta kesadaran para dokter untuk menanggulanginya merupakan hal
yang sangat penting dalam menurunkan insiden penyakit ini.
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, klasifikasi,
patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan penatalaksanaan
pada demam rematik akut.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini untuk mengetahui definisi, klasifikasi,
patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan penatalaksanaan
pada demam rematik akut.
1.4 Manfaat Penulisan
Referat ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam memberikan informasi
dan pengetahuan tentang demam rematik akut.
1.5 Metode Penulisan
Penulisan referat ini menggunakan tinjauan pustaka yang merujuk kepada
berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam rematik akut (DRA) adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh
respon imunologis lambat yang berkembang menyerang multisistem akibat sekuel
dari infeksi Streptokokus β-hemolitikus grup A8. Bakteri Streptokokus tersebut
terdapat pada faring (faringitis) yang biasanya menyerang anak dan dewasa muda.
Demam rematik akut menyebabkan terjadinya peradangan yang biasanya terjadi
pada jantung, kulit, dan jaringan ikat9. Demam rematik akut ditandai oleh salah
satu atau lebih manifestasi klinis dari poliatritis migrans, karditis, khorea
sydenham, nodul subkutan, dan eritema marginatum10.
2.2 Epidemiologi
Demam rematik akut terdapat diseluruh dunia. Namun di negara dengan
ekonomi yang sudah maju insiden penyakit ini sudah mulai berkurang sejak tahun
1900. Demam rematik akut adalah penyakit usia muda, terutama anak-anak
sebelum masa pubertas. Usia tersering DRA adalah 6-15 tahun dimana pada
hampir 50% kasus ditemukan antistreptolisin O yang merupakan antibodi yang
sering digunakan sebagai indikator terdapatnya infeksi oleh bakteri streptokokus
lebih dari 200 U Todd, yang menunjukan seringnya infeksi berulang pada rentang
umur ini. Insidensi jarang pada anak dibawah 5 tahun ataupun orang dewasa
diatas 35 tahun. Seringnya infeksi berulang pada masa remaja dan dewasa muda
serta efek kumulatif dari infeksi berulang ini diperkirakan menyebabkan penyakit
jantung rematik11.
Pada infeksi faringitis oleh streptokokus grup A 3% akan mengalami
DRA, dan 39% penderita DRA akan mengalami penkarditis yang disertai dengan
insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis, bahkan kematian PJR adalah
komplikasi terberat dari DRA11.
DRA dan PJR diperkirakan berasal dari respon autoimun, tetapi
patogenesa pastinya belum jelas. Diseluruh dunia DRA diperkirakan terjadi pada
5-30 juta anak-anak dan dewasa muda 90.000 akam meninggal setiap tahunnya.
Mortalitas penyakit ini 1-10%12.
2.3 Etiologi
Demam rematik akut adalah penyakit autoimun yang terjadi setelah infeksi
oleh bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A13. Streptokokus adalah
kelompok bakteri gram positif yang secara morfologi memiliki karakteristik bulat
atau oval dan tersusun seperti rantai.
Karakteristik dari bakteri ini adalah membran sitoplasma dikelilingi oleh
lapisan tebal peptidoglikan yang berperan sebagai rangka luar. Lapisan ini
dikelilingi oleh lapisan permukaan (surface layer) yang mengandung karbohidrat,
protein dan glikoprotein. Salah satu karbohidrat spesifik yang terkandung dapat
membentuk dimer rhamnose-N-acetyl-glucosamine yang dapat bereaksi silang
dengan glikosida yang terdapat pada katup jantung. ((Dalam ilmu kimia, dimer
adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua molekul (disebut monomer) yang
identik atau mirip, dan terikat bersama-sama.)) S-layer juga mengandung protein
M yang memiliki variasi luas dalam struktur molekulnya. Hal tersebut akan
membuat Streptokokus grup A berdiferensiasi menjadi lebih dari 130 serotip14.
Streptokokus memproduksi banyak toksin ekstraselular, seperti toksin
eritrogenik, streptolisin O, treptolisin S, streptokinase, diposporidin nukleotidase
dan deoksiribonuklease. Streptokokus memiliki banyak antigen yang serupa
dengan mamalia dan dapat mengalami reaksi silang dengan persendian, jantung
(miokardium, katup), kulit, ginjal, dan otak. Produk-produk tersebut merangsang
timbulnya antibodi15.
2.4 Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam rematik akut dianggap berhubungan dengan
faktor host (kerentanan genetik), organisme (reumatogenesitas) dan respon imun
yang diidentifikasi sebagai faktor utama berkembangnya demam rematik akut16.
Infeksi streptokokus grup A yang terjadi pada host yang rentan akan
menyebabkan munculnya respon autoimun terhadap epitop pada streptokokus dan
juga bereaksi silang dengan epitop serupa pada jaringan tubuh spesifik manusia.
ASTO merupakan antibodi yang sering digunakan sebagai indikator terdapatnya
infeksi oleh bakteri streptokokus. Sekitar 80% penderita demam rematik akut
akan menunjukkan kenaikan titer ASTO.
2.4.1 Faktor Organisme
Strain streptokokus utama yang menyebabkan terjadinya demam rematik
akut yaitu strain dengan reumatogenisitas tinggi yang terdapat pada infeksi
tenggorokan dan bukan pada kulit17. Sejumlah besar protein M dapat diekstrak
dari streptokokus strain reumatogenik, dan membantu dalam identifikasi bakteri
tersebut. Strain reumatogenik juga sangat menular dan secara cepat dapat
ditransmisikan melalui kontak dekat antar manusia.
Streptokokus grup A memiliki kemampuan untuk mentransfer material
genetik sehingga epitop yang dapat mengalami reaksi silang dengan epitop pada
jaringan manusia dapat ditransferkan antar strain.
2.4.3 Faktor Host
Diketahui tingginya prevalensi terjadinya faringitis streptokokal di banyak
populasi tetapi hanya sedikit yang berkembang menjadi demam rematik akut.
Studi terbaru dengan menggunakan metode serologikal memperlihatkan hubungan
antara Human Leukocyte Antigen (HLA)-DR4 pada ras kulit putih dan HLA-DR2
pada ras afrika-amerika.
2.4.4 Respon Imun
Komponen streptokokus seperti membran streptokokal, glikoprotein pada
spesifik grup, atau komponen karbohidrat akan menginduksi respon imun humoral
dan respon imun dimediasi sel yang bereaksi silang dengan jaringan host. Deteksi
antibodi yang dihasilkan karena antigen streptokokus yang sama dengan antigen
jaringan host menunjukkan bahwa imunitas humoral memainkan peranan utama
dalam patogenesis demam rematik akut. Kerusakan primer mungkin disebabkan
oleh respon imun yang dimediasi sel, dan kemudian antibodi dibentuk dan
dihasilkan akibat respon dari antigen yang dilepaskan dari jaringan yang rusak
tersebut.
2.5 Patologi
Pada jantung, lapisan perikardium, endokardium dan miokardium dapat
terpengaruh dan terinfeksi, menyebabkan pancarditis.
2.5.1 Miokarditis
Pada fase akut dapat mengenai miokardium secara difus dan selanjutnya
dapat menyebabkan gangguan konduksi dan gagal jantung. Perubahan histologi
yang dapat ditemui yaitu edema serat otot jantung dan miokarditis granulomatosa
tertentu dengan temuan nodul Aschoff. Kehadiran nodul Aschoff
mengindikasikan bahwa telah terjadi episode demam rematik akut. Nodul tersebut
dapat menetap dalam beberapa tahun dan dapat teridentifikasi pada saat operasi
katup.
2.5.2 Endokarditis
Pada tahap awal, endokarditis melibatkan penebalan katup sebagai hasil
proses edema dan vegetasi. Vegetasi ini kaya dengan platelet mikrotrombus.
Katup mitral merupakan yang paling sering terkena diikuti dengan katup aorta.
Proses terebut akan dilanjutkan dengn pembentukan fibrosis. Pada kebanyakan
kasus proses ini tidak mempengruhi fungsi katup. Namun pada proses fibrosis
yang berlangsung lama dan bertahun-tahun dapat mempengaruhi jaringan
subendocardial seperti, anulus, cusps, dan chorda thendinae menyebabkan
penebalan dan kekakuan pada katup sehinggga timbul inkompetensi penutupan
celah yang akan menyebabkan stenosis. Penyebab fibrosis yang berlebihan
tersebut belum dipahami sepenuhnya, namun diduga bahwa faktor pertumbuhan
yang dilepaskan ketika timbul reaksi inflamasi akibat infeki berulang streptococus
mungkin menyebabkan fibrosis yang berlebihan tersebut.
2.5.3 Perikarditis
Perikarditis mempengaruhi kedua lapis perikardium yang disebabkan
penebalan dan peenutupan oleh eksudat kaya fibrin. Bisa juga terdapat cairan
serosanguineus di rongga perikardial. Perikarditis berakhir dengan fibrosis dan
perlengketan.
2.5.4 Keterlibatan Sendi
Perubahan patologis pada sendi meliputi perubahan eksudatif dengan
edema membran sinovial, nekrosis fokal pada kapsul sendi, edema dan inflamasi
jaringan periartikular, dan efusi pada sendi. Perubahan tersebut bersifat
reversibel16.
2.6 Manifestasi Klinis
Terdapat periode laten selama 3 minggu (1-5 minggu) antara infeksi
Streptokokus dengan munculnya manifestasi klinis demam rematik akut. Namun
pada korea dan karditis, periode latennya mungkin memanjang sampai 6 bulan.
Gejala faringitis Streptokokus umumnya tidak spesik, hanya dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan antibodi terhadap Streptokokus. Manifestasi klinis demam
rematik yang paling sering dijumpai adalah demam dan poliarthritis. Poliarthitis
didapati pada 60-75% kasus dan karditis pada 50-60%. Prevalensi terjadinya
korea bervariasi antar populasi, yakni antara 2-30%. Sedangkan eritema
marginatum dan nodulus subkutan jarang dijumpai, sekitar kurang dari 5% kasus
demam rematik akut18.
2.6.1 Manifestasi Mayor Demam Rematik
2.6.1.1 Karditis
Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam rematik akut
dan menyebabkan mortalitas paling sering selama stadium akut penyakit. 40-60%
pasien demam rematik akut berkembang menjadi PJR19. Karditis ini mempunyai
gejala yang nonspesifik meliputi mudah lelah, anoreksia,demam ringan, mengeluh
nafas pendek, nyeri dada dan artrhalgia.
Karena manifestasi yang tidak spesifik dan lamanya timbul gejala, setiap
pasien yang datang dengan manifestasi lain harus diperiksa dengan teliti untuk
menyingkirkan adanya karditis. Pemeriksaan dasar, termasuk elektrokardiografi
dan ekokardiografi harus selalu dilakukan. Pasien yang pada pemeriksaan awal
tidak dijumpai adanya karditis harus terus dipantau sampai tiga minggu
berikutnya. Jikalau karditis tidak muncul dalam 2-3 minggu pascainfeksi, maka
selanjutnya ia jarang muncul20.
Miokardium, endokardium dan perikardium juga sering terlibat
dalamkarditis. Miokarditis biasanya terjadi dengan adanya takikardi, pembesaran
jantung dan adanya tanda gagal jantung. Perikarditis sering dialami dengan
adanya nyeri pada jantung dan nyeri tekan. Pada auskultasi juga sering dijumpai
adanya bising gesek yang terjadi akibat peradangan pada perikardium parietal dan
viseral. Bising gesek ini dapat didengar saat sistolik maupun diastolik21. Diagnosa
karditis ditegakkan dengan menemukan 1 dari 4 kriteria dibawah ini: (1) Bising
jantung organik. Pemeriksaan ekokardiografi yang menunjukkanadanya
insufisiensi aorta atau insufisiensi mitral saja, tanpa adanya bising jantungorganik
tidak dapat disebut sebagai karditis. (2) Perikarditis (bising gesek,
efusiperikardium, nyeri dada, perubahan EKG). (3) Kardiomegali pada foto
toraks, dan (4) Gagal jantung kongestif22.
2.6.1.2 Arthritis
Arthritis merupakan manifestasi yang paling sering dari demam rematik,
terjadi pada sekitar 70% pasien demam rematik. Arthritis menunjukkan adanya
radang sendi aktif yang ditandai nyeri hebat, bengkak, eritema dan demam. Nyeri
saat istirahat yang menghebat pada gerakan aktif dan pasif merupakan tanda khas.
Sendi yang paling sering terkena adalah sendi-sendi besar seperti, sendi lutut,
pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Arthritis rematik bersifat
asimetris dan berpindah-pindah (poliarthritis migrans). Peradangan sendi ini dapat
sembuh spontan beberapa jam sesudah serangan namun muncul pada sendi yang
lain. Pada sebagian besar pasien, arthritis sembuh dalam 1 minggu dan biasanya
tidak menetap lebih dari 2 atau 3 minggu. Arthritis demam rematik ini berespon
baik dengan pemberian asam salisilat23.
2.6.1.3 Korea Sydenham
Korea Sydenham terjadi pada 13-34% kasus demam rematik dan dua kali
lebih sering pada perempuan. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan proses
radang pada susunan saraf pusat, ganglia basal, dan nukleus kaudatus otak.
Periode laten dari korea ini cukup lama, sekitar 3 minggu sampai 3 bulan dari
terjadinya demam rematik. Gejala awal biasanya emosi yang labil dan iritabilitas.
Lalu diikuti dengan gerakan yang tidak disengaja, tidak bertujuan dan
inkoordinasi muskular. Semua otot dapat terkena, namun otot wajah dan
ekstremitas adalah yang paling mencolok. Gejala ini semakin diperberat dengan
adanya stress dan kelelahan namun menghilang saat pasien beristirahat23.
2.6.1.4 Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan ruam khas pada demam rematik yang
terjadi kurang dari 10% kasus.22 Ruam ini tidak gatal, makular, berwarna merah
jambu atau kemerahan dengan tepi eritema yang menjalar dari satu bagian ke
bagian lain, mengelilingi kulit yang tampak normal. Lesi ini berdiameter sekitar
2,5 cm, dengan bagian tengah yang terlihat lebih pucat, muncul paling sering pada
batang tubuh dan tungkai proksimal namun tidak melibatkan wajah. Eritema
biasanya hanya dijumpai pada pasien karditis, seperti halnya nodulus subkutan23.
2.6.1.5 Nodulus Subkutan
Nodulus subkutan ini jarang dijumpai, kurang dari 5% kasus. Nodulus
terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari, lutut dan
persendian kaki. Kadang juga ditemukan di kulit kepala dan di atas kolumna
vertebralis21. Ukuran nodul bervariasi antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, padat dan
dapat bebas digerakkan. Kulit yang menutupinya dapat bebas digerakkan dan
pucat, tidak menunjukkan tanda peradangan. Nodul ini biasanya muncul pada
karditis rematik dan menghilang dalam 1-223.
2.6.2 Manifestasi Minor Demam Rematik
Demam hampir selalu terjadi pada poliarthritis rematik. Suhunya jarang
mencapai 40 C dan biasa kembali normal dalam waktu 2 – 3 minggu, walau tanpa
pengobatan. Arthralgia, yakni nyeri sendi tanpa disertai tanda-tanda objektif
(misalnya nyeri, merah, hangat) juga sering dijumpai. Arthalgia biasa melibatkan
sendi-sendi yang besar23.
2.7 Diagnosa Demam Rematik
Demam rematik dapat mengenai sejumlah organ dan jaringan, dapat
sendiri atau bersama-sama. Tidak ada satu manifestasi klinis atau uji laboratorium
yang cukup khas untuk diagnostik,kecuali korea Sydenham murni, dan karena
diagnosis harus didasarkan pada kombinasi beberapa temuan. Semakin banyak
jumlah manifestasi klinis maka akan semakin kuat diagnosis21.
Untuk Diagnosa diperlukan: 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor dan bukti infeksi oleh streptokokus grup A24.
Kriteria Jones untuk DRA (WHO 2002-2003)
Kriteria Mayor
1. Karditis
2. Polyarthritis
3. Chorea
4. Erythema marginatum
5. Subcutaneous nodul
Kriteria Minor
1. Demam
2. Polyatralgia
3.Laboratorium: Peningkatan acute
phase reactan (LED atau leukosit)
4. PR interval memanjang
Bukti infeksi sebelumnya streptokokus grup A
Bukti infeksi sebelumnya oleh streptokokus grup A
Peningkatan antistreptollysin 0 atau peningkatan antibodi streptokokkus yang
lain pada hari ke 45 Hapus tenggorok positif
test cepat antigen terhadap streptokokkus grup A
Riwayat demam skarletina
Kriteria WHO Tahun 2002-2003 untuk Diagnosis DRA dan PJR (Berdasarkan
Revisi Kriteria Jones) :
Demam Rematik serangan pertama Dua mayor atau satu mayor dan dua
minor ditambah dengan bukti infeksi
Streptococcus beta hemolyticus group
Demam Rematik serangan berulang
tanpa PJR
Demam Rematik serangan berulang
dengan PJR
Korea Rematik
PJR (stenosis mitral murni atau
kombinasi dengan insufisiensi mitral
dan/atau gangguan katup aorta)
A sebelumnya
Dua mayor atau satu mayor dan dua
minor ditambah dengan bukti infeksi
Streptococcus beta hemolyticus group
A sebelumnya
Dua minor ditambah dengan bukti
infeksi Streptococcus beta hemolyticus
group A sebelumnya
Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya
atau bukti infeksi Streptococcus beta
hemolyticus group A
Tidak diperlukan kriteria lainnya untuk
mendiagnosis sebagai PJR
2.8 Pemeriksaan Demam Rematik Akut
2.8.1 Pemeriksaan Fisik
Kelainan suara jantung merupakan temuan klinis yang penting untuk
Penyakit Jantung Rematik. Bunyi jantung murmur merupakan gejala yang
biasanya insufisiensi pada katup jantung. Berikut adalah variasi bunyi murmur
jantung yang paling sering pada pengamatan Demam Rematik Akut:
2.8.1.1 Apical pansystolic murmur adalah suara nada tinggi yang timbul akibat
regurgitasi katup mitral dan suara murmur tersebut timbul pada bagian
aksila kiri. Murmur ini tidak dipengaruhi oleh respirasi atau posisi.
Insufisiensi katup mitral berhubungan dengan disfungsi dari katup
itusendiri, chordae, dan otot-otot papillary
2.8.1.2 Apical distolic murmur (biasa dikenal dengan Carey-Coombs murmur)
adalah bunyi yang terdengar adanya aktivitas karditis dan disertai adanya
insufisiensi katup mitral yang berat. Mekanisme untuk murmur ini adalah
stenosis katup mitral relatif karena volume aliran yang besar melintasi
regusgitasi katup mitral pada saat pengisian ventrikel. Hal ini dapat
didengarkan dengan baik dengan menggunakan stetoskop Bell, sementara pasien
berada pada posisi lateral kiri dengan penafasan ekspirasi.
2.8.1.3 Basal diastolic murmur, suara murmur awal dari diastolik yang berasal
dari regurgitasi aorta dan bernada tinggi, seperti suara meniup,
decresendo, dan terdengar baik pada sepanjang sternum bagian kanan
atasdan bagian tengah dari sternum sebelah kiri setelah ekspirasi
dalampada saat pasien membungkuk ke depan25.
2.8.2 Pemeriksaan Penunjang
2.8.2.1 Laboratorium
Kultur tenggorokan merupakan gold standard untuk konfirmasi infeksi
strptokokus grup A. Pemeriksaan antigen cepat tidak sesenstif kultur tenggorokan,
sehingga apabila hasilnya negatif tetap perlu dilakukan kultur tenggorokan.
Dengan spersifitasnya yang tinggi apabila hasil pemeriksaan antigennya positif
merupakan konfirmasi infeksi streptokokus grup A. Pemeriksaan titer antibodi
menggunakan antistreptolisin O (ASO), antistreptococcal DNAseB (ADB) dan
antistreptococcal hyaluronidase (AH).
ASO untuk mendeteksi antibodi streptokokus terhadap streptokokus lysin
O, peningkatan titer 2 kali lipat menunjukkan bukti infeksi terdahulu.
Pemeriksaan antibodi ini harus berhati hati pada daerah dengan infeksi
streptokokus yang tinggi, karena kadar titer yang tinggi secara umum pada
populasi tersebut. Reaktan fase akut: C reactive protein (CRP) dan laju endap
darah akan meningkat pada DRA akut, merupakan kriteria minor dari jones.
Kultur darah berguna untuk menyingkirkan infektif endokarditis, bakteremia, dan
infeksi gonokokus.
2.8.2.2 EKG
Kelainan yang terpenting adalah PR interval memanjang (kriteria minor
jones) tetapi bukan bukti adanya karditis. Kelainan lain yang bisa muncul: Blok
derajat 2 dan 3. Pada penderita penyakit jantung rematik kronis bisa ditemukan
pembesaran atrium kiri akibat dari mitral stenosis.
Penelitian yang dilakukan di RS Hasan Sadikin Bandung tentang peranan
ekokardiografi dalam mendiagnosis DRA menunjukkan menunjukkan sensitifitas
dan spesifisitas ekokardiografi ditemukan 89,4% dan 38,7%. Sehingga
ekokardiografi dapat disarankan untuk dimasukkan dalam algoritma DRA.
ekokardiografi dapat disarankan dimasukkan dalam algoritma diagnosa DRA
dengan menambahkan pemeriksaan ekokardiografi untuk menegakkan kriteria
mayor karditis.
2.8.2.3 Foto Thorax
Pada pasien karditis dan gagal jantung foto thorak akan timbul
kardiomegali25,26.
2.9 Tatalaksana
Pengobatan terhadap demam rematik akut ditujukan pada 3 hal, yaitu:
pencegahan primer pada saat serangan, pencegahan sekunder, menghilangkan
gejala yang menyertainya, seperti tirah baring, penggunaan anti inflamasi,
penatalaksanaan gagal jantung dan chorea27,28.
2.9.1 Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus
pada saat serangan dan diberikan saat fase awal serangan.
Cara Pemberian
Jenis Antibiotika
Dosis Frekuensi
Intramuscular Benzatin PNC G
1,2 juta unit (600.000 unit untuk BB < 27 kg)
Satu kali
Oral Penisilin V 250 mg/400.000 unit 4 kali sehari selama 10 hari
Eritromisin 40mg/kgBB/hari (jangan lebih dari 1 gr/hari)
3-4 kali sehari selama 10 hari
2.9.2 Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah serangan ulangan demam
rematik, karena serangan ulangan dapat menyebabkan kecacatan dan
kerusakan katup-katup jantung. Pencegahan sekunder dilakukan setelah
pengobatan primer yang dilakukan. Obat yang diberikan berupa:
Cara Pemberian
Jenis Antibiotika Dosis Frekuensi
Intramuskuler Benzatin PNC G 1,2 juta unit Setiap 3-4 mingguOral Penisilin V 250 mg 2 kali sehari
Sulfadiazine 500 mg SekalisehariEritromisin 250 mg 2 kali sehari
Lama mengkonsumsi obat-obatan dalam pencegahan sekunder ini
tergantung dari gejala yang ditemukan pada pasien.
2.9.3 Mengobati gejala penyerta yang timbul dari demam rematik
2.9.3.1 Tirah baring
Artritis Karditis minimal
Karditis sedang
Karditis berat
Tirah baring 1-2 minggu
2-4 minggu
4-6 minggu 2-4 bulan/selama masih terdapat gagal jantung kongestif
Aktivitas dalam rumah
1-2 minggu
2-3 minggu
4-6 minggu 2-3 bulan
Aktivitas di luar rumah
2 minggu 2-4 minggu
1-3 bulan 2-3 bulan
Semua kegiatan Sesudah 6-8 minggu
Sesudah 6-10 minggu
Sesudah 3-6 bulan
bervariasi
2.9.3.2 Obat anti inflamasi
Artritis Karditis
Ringan
Karditis
Sedang
Karditis
Berat
Dosis
Prednison - - 2-4
minggu
2-6
minggu
2 mg/kgbb/hari
dibagi 4 dosis
Aspirin 1-2
minggu
2-4
minggu
6-8
minggu
2-4 bulan 100 mg/kgbb/hari
dibagi 4-6 dosis
Dosis prednisone di tapering off pada minggu terakhir pemberian dan
mulai diberikan aspirin
Setelah minggu ke-2 dosis aspirin diturunkan menjadi 60 mg/kgbb/hari
2.10 Prognosis
Demam rematik akut umumnya dapat disembuhkan dalam hitungan
minggu hingga bulan. Tapi demam rematik akut dapat kambuh kembali dalam
kurun waktu 2 tahun dari serangan pertama (75%) atau 5 tahun (90%). Oleh
karena itu, profilaksis sekunder untuk mencegah serangan berulang sangat
penting29.
Demam rematik bias menimbulkan sekuele berupa penyakit jantung
rematik, Sekitar 30% sampai 50% dari semua pasien dengan demam rematika kan
berkembang menjadi penyakit jantung rematik29.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sastroasmoro S, Madiyono B. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta: Binarupa Aksara, 1994. Hal 279-314
2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editor. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.
3. Hasan, Rusepro. Buku Kuliah Ilmu kesehatan anak jilid dua edisi keempat. Jakarta: Bagian ilmu kesehatan anak FK UI, 1985. Hal. 734-752
4. Pusponegoro HD. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2004. hal 149-153
5. Behrman, R.E. Nelson, IlmuKesehatanAnak vol. 2 Ed. 15. Jakarta: EGC; 1999. hal 929-935
6. Purnama G, Baehaqi A. Demam Rematik. UII e-Repository. 2012.7. Ghaleb, Thuria. Rheumatic Fever Still Threatens Yemens’s Children. 22
Mei 2007.8. Mark R Wallace, MD, FACP, FIDSA. Reumatic Fever. Clinical Professor
of Medicine, Florida State University College of Medicine http://emedicine.medscape.com/article/236582-overview accessed 18 February 2016.
9. Lilly, Leonard. Heart Disease. Boston:Wolters Kluwer, 2011; 198(8)10. Chin, TK. Pediatric Rheumatic Heart Disease Clinical Presentation
http://emedicine.medscape.com/article accessed 18 February 2016.11. Harimurti, Ganesja.Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1996; 12912. Rahayuningsih S E. Demam rematik akut. Pustaka Universitas Padjajaran.
Bandung: 201113. Lawrence JG, Carapetis JR, Griffiths K, Edwards K, Condon JR. Acute
Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease Incidence and Progression in the Northern Territory of Australia, 1997 to 2010. Circulation. 2013;128:492-501
14. Gibofsky A, Kerwar S, Zabriskie JB. Rheumatic fever: the relationships between host, microbe, and genetics. Rheum Dis Clin North Am 1998;24:237-259
15. Puponegoro HD. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2004. Hal 149-153
16. Carapetis JR, Currie BJ, Good MF. Towards understanding the pathogenesis of rheumatic fever. Scand J Rheumatol 1996;25:127-131; discussion 132-133
17. Mody GM, Mayosi BM. Acute Rheumatic Fever in : Rheumatology 5th Ed. Philadelpia : Elsevier Ltd. 2010. Hal 1093-1097.
18. Carapetis, J.et.al., 2012. The Australian Guideline for Prevention, Diagnosis and Management of Acute Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease. 2nd ed. RHDAustralia, National Heart Foundation of Australia and the Cardiac Society of Australia and New Zealand
19. Raju, B.S & Turi, Z.G., 2012. Rheumatic Fever. In: Bonow, R.O.et.al., ed. Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. Ed.9; Vol.1. Philadelphia: Elsevier Saunders, 1868-1875.
20. World Health Organization, 2004. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease : A Report of a WHO Expert Consultation, Geneva 29 October - 1 November 2001. Geneva: World Health Organization.
21. Carapetis, J.R., 2010. Acute Rheumatic Fever. In: Loscalzo, J.et.al., ed. Harrison’s Cardiovascular Medicine. Ed.17. United States: The McGrawHill, 290-296
22. Madiyono, B., Rahayuningsih, S.R., dan Sukardi, R., 2005. Penyakit Jantung Didapat: Demam Rematik Akut dan Penyakit Jantung Rematik. Dalam: Penanganan Penyakit Jantung pada Bayi dan Anak. UKK Kardiologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 37-46.
23. Essop, M.R & Omar, T., 2010. Valvular Heart Disease: Rheumatic Fever. In: Crawford, M. H.et.al., ed. Cardiology. Ed. 3. Philadelphia: Mosby Elsevier, 1215-1223.
24. WHO. Rhematic fever and rheumatic heart disease.-report of a WHO expertConsultation[Online].http://www.who.int/cardiovaskular_diseases/resources/trs 923/en/index.html. Accessed 20 february 2016
25. Chin T, Pediatric Rheumatic Heart Disease Clinical Presentation, Pennsylvania State University College of Medicine. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/891897-clinical#b4 tanggal 18-2-2016
26. Rahayuningsih SE, Farrah A. Role of echoacardiography in diagnose of acute rhematic fever Paediatrica Indonesiana Vol 50 no 2 (supplement) March 2010
27. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Pedoman Pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Edisi II
28. Siregar AA. 2008. Demam Rematik dan Penyakit jantung Rematik Permasalahan Indonesia.
29. Steer AC, Carapetis J. 2015. Rheumatic Fever. Diakses dari web bsetpractice.bmj.com tanggal 18-2-2016